kpk report

42
Q: Bagaimanakah cara masyarakat melaporkan dugaan tindak pidana korupsi ke KPK? A: Anggota masyarakat (perorangan, ormas, LSM) berhak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan tindak pidana korupsi serta menyampaikan saran dan pendapat kepada KPK. Informasi, saran, atau pendapat harus dilakukan secara bertanggung jawab, disertai dengan identitas pelapor dan bukti permulaan. Untuk memudahkan penindaklanjutan laporan dan jika diperlukan penjelasan lebih dalam tentang laporan, identitas pelapor wajib menyertakan: nama, pekerjaan, alamat rumah, dan alamat tempat kerja, dan nomor telepon yang dapat dihubungi. Q: Sarana apa sajakah yang bisa saya gunakan untuk melaporkan dugaan tindak pidana korupsi kepada KPK? A: Untuk lebih meningkatkan efektivitas tindak lanjut atas suatu perkara korupsi yang dilaporkan, sebaiknya pengaduan disampaikan secara tertulis. Pengaduan melalui telepon, faksimile, email, dan SMS akan ditindaklanjuti apabila telah disusulkan dengan data yang lengkap, sesuai dengan PP No. 71/2000 Pasal 2 dan 3. Laporan setidaknya mengungkapkan jenis penyimpangan, fakta/proses kejadian, penyebab, dan dampak (kerugian negara). Q: Apakah keamanan saya terjamin jika melaporkan tindak pidana koruspi ke KPK? A: KPK wajb melindungi kerahasiaan identitas pelapor sepanjang palapor tidak mempublikasikan identitas dirinya. Dan apabila diperlukan, atas permintaan pelapor, dapat diberikan pengamanan secara fisik. Q: Bukti permulaan apa sajakah yang harus saya sertakan pada pelaporan tindak pidana korupsi kepada KPK? A: Laporan harus disertai bukti permulaan yang mengacu pada alat bukti, yang meliputi keterangan saksi, keterangan terdakwa, keterangan ahli, surat, petunjuk, alat bukti lain berupa informasi/data yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara biasa atau secara elektronik atau optik. Q: Apa sajakah yang termasuk syarat laporan pengaduan TPK yang baik? . A:Laporan pengaduan Tindak Pidana Korupsi yang baik setidak-tidaknya harus: 1. Disampaikan secara tertulis. 2. Dilengkapi dengan identitas pelapor yang jelas. 3. Memuat informasi dugaan TPK.

Upload: aureliza-melody

Post on 23-Jun-2015

215 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kpk Report

Q: Bagaimanakah cara masyarakat melaporkan dugaan tindak pidana korupsi ke KPK?

A: Anggota masyarakat (perorangan, ormas, LSM) berhak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan tindak pidana korupsi serta menyampaikan saran dan pendapat kepada KPK. Informasi, saran, atau pendapat harus dilakukan secara bertanggung jawab, disertai dengan identitas pelapor dan bukti permulaan. Untuk memudahkan penindaklanjutan laporan dan jika diperlukan penjelasan lebih dalam tentang laporan, identitas pelapor wajib menyertakan: nama, pekerjaan, alamat rumah, dan alamat tempat kerja, dan nomor telepon yang dapat dihubungi.

Q: Sarana apa sajakah yang bisa saya gunakan untuk melaporkan dugaan tindak pidana korupsi kepada KPK?

A: Untuk lebih meningkatkan efektivitas tindak lanjut atas suatu perkara korupsi yang dilaporkan, sebaiknya pengaduan disampaikan secara tertulis. Pengaduan melalui telepon, faksimile, email, dan SMS akan ditindaklanjuti apabila telah disusulkan dengan data yang lengkap, sesuai dengan PP No. 71/2000 Pasal 2 dan 3. Laporan setidaknya mengungkapkan jenis penyimpangan, fakta/proses kejadian, penyebab, dan dampak (kerugian negara).

Q: Apakah keamanan saya terjamin jika melaporkan tindak pidana koruspi ke KPK?

A: KPK wajb melindungi kerahasiaan identitas pelapor sepanjang palapor tidak mempublikasikan identitas dirinya. Dan apabila diperlukan, atas permintaan pelapor, dapat diberikan pengamanan secara fisik.

Q: Bukti permulaan apa sajakah yang harus saya sertakan pada pelaporan tindak pidana korupsi kepada KPK?

A: Laporan harus disertai bukti permulaan yang mengacu pada alat bukti, yang meliputi keterangan saksi, keterangan terdakwa, keterangan ahli, surat, petunjuk, alat bukti lain berupa informasi/data yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara biasa atau secara elektronik atau optik.

Q: Apa sajakah yang termasuk syarat laporan pengaduan TPK yang baik?

. A:Laporan pengaduan Tindak Pidana Korupsi yang baik setidak-tidaknya harus: 1. Disampaikan secara tertulis.2. Dilengkapi dengan identitas pelapor yang jelas.3. Memuat informasi dugaan TPK.4. Menjelaskan siapa, melakukan apa, kapan, di mana (mengapa), dan bagaimana.5. Dilengkapi dengan informasi nilai kerugian negara/penyuapan/pemerasan/penggelapan.6. Dilengkapi dengan bahan bukti yang mendukung/menjelaskan adanya TPK (gambar,

dokumen tertulis, rekaman). 7. Dilengkapi dengan data sumber informasi untuk pendalaman.8. Informasi penanganan kasus oleh penegak hukum/lembaga pengawasan (jika ada).9. Pengaduan tidak dipublikasikan

Q: Apakah saya akan memperoleh timbal balik atas laporan yang saya berikan kepada KPK?

A: Kepada setiap orang, ormas, atau LSM yang telah membantu upaya pencegahan atau pemberantasan tindak pidana korupsi, dapat diberikan penghargaan berupa premi/piagam, setelah keputusan pengadilan yang mempidana terdakwa memperoleh kekuatan hukum tetap.

Q: Ke manakah saya harus melaporkan tindak pidana korupsi?

Page 2: Kpk Report

A: Laporan dapat di sampaikan ke: Direktorat Pengaduan Masyarakat KPK

JL. HR. Rasuna Said Kav. C-1 Jakarta 12920PO BOX: 575 Jakarta 10120 Telp: (021) 25578389 Faks: (021) 52892454 SMS 0855 8 575 575 email: [email protected] 

VisiMewujudkan Lembaga yang Mampu Mewujudkan Indonesia yang Bebas dari Korupsi

Misi- Pendobrak dan Pendorong Indonesia yang Bebas dari Korupsi- Menjadi Pemimpin dan Penggerak Perubahan untuk Mewujudkan Indonesia yang Bebas dari Korupsi 

 

Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas:

1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;

2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;

3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi;4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

Dalam melaksanakan tugas koordinasi, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang :1. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi;2. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi;3. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada

instansi yang terkait;4. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang

melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; dan5. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.

Selengkapnya mengenai Tugas, Wewenang dan Kewajiban Komisi Pemberantasan Korupsi dapat dilihat di Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi   Sejumlah peraturan perundang-undangan yang terkait dengan KPK antara lain:

Undang-Undang No. 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Page 3: Kpk Report

Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negera yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Peraturan Pemerintah Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan

Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2005 tentang Sistem Manajemen Sumber Daya

Manusia KPK

K P K(Berdasar Lampiran Peraturan Pimpinan Komisi Pemberantasan KorupsiNo. PER-08/XII/2008 Tanggal Desember 2008)

Beberapa Informasi Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Page 4: Kpk Report

“KORUPSI” sudah menjadi sebuah kosakata yang sangat populer sekarang ini. Hampir setiap hari kata ini berseliweran di media baik media cetak maupun elektronik. Beberapa hari ini saya menyempatkan untuk membaca informasi tentang hal ini di situs Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan menemukan banyak informasi bermanfaat. Berikut beberapa diantaranya:

Pengertian “Korupsi” menurut UU No. 31/1999 jo UU No. 20/2001 mencakup berbuatan:

Melawan hukum, memperkaya diri orang/badan lain yang merugikan keuangan/perekomonian negara (Pasal 2)

Menyalahgunakan kewenangan karena jabatan/kedudukan yang dapat merugikan keuangan/perekonomian negara (Pasal 3)

Kelompok delik penyuapan (Pasal 5,6, dan 11) Kelompok delik penggelapan dalam jabatan (Pasal 8,9, dan 10) Delik pemerasan dalam jabatan (Pasal 12) Delik yang berkaitan dengan pemborongan (Pasal 7) Delik gratifikasi (Pasal 12B dan 12C)

Informasi lengkap bisa dibaca di halaman tata cara pelaporan pengaduan masyarakat di situs KPK.

Pelaporan/pengaduan terhadap dugaan tindak pidana korupsi dapat disampaikan ke:

Direktorat Pengaduan MasyarakatJl. H.R. Rasuna Said Kav C-1, Jakarta 12920

P.O. BOX: 575 Jakarta 10120

Telp. (021) 2557 8498, Faks. (021) 5289 2441SMS: 08558575575Email: [email protected]

Nasional o Metro o Bisnis o Olahraga o Teknologi o Gaya Hidup o Internasional o Seni & Hiburan o Selebritas o Otomotif o Besar Kecil Normal KPK dan Bapepam Bahas Pembentukan Otoritas Jasa

KeuanganSelasa, 12 Januari 2010 | 17:28 WIBTEMPO Interaktif,

Page 5: Kpk Report

Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi dan Badan pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) mulai membahas aturan mengenai Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengatur secara independen pengawas keuangan dan moneter. Pembahasan ini merupakan lanjutan dari amanat pasal 34 Undang-Undang nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia.

"Selama ini BI memiliki dua otoritas, keuangan dan moneter. Pasal 34 itu mengatakan otoritas keuangan dan moneter harus terpisah dalam rangka indepensi sehingga efesien dan menghindari penyimpangan," ujar Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi bidang pencegahan, Haryono Umar, Selasa siang (12/1).

Lemahnya pengawasan perbankan, menurut Haryono dapat menyebabkan penyimpangan. Salah satunya mengenai terulangnya kasus Century dan pemberian komisi kepada pejabat daerah. "Karena itu kami merasa perlu bahwa amanat Undang-undang BI perlu segera direalisasikan dengan membentuk suatu lembaga pengawasan perbankan dalam suatu lembaga bentuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK)," ujar Haryono Umar.

Pembentukan lembaga ini sendiri menurut Haryono sudah dilakukan sejak tahun 2003. Namun, menurut Haryono, selama delapan tahun lembaga tersebut tidak juga terbentuk. Dalam pasal 34 Undang-Undang tentang Bank Indonesia menyebutkan, bahwa otoritas jasa keuangan paling lambat dibentuk pada 31 Desemebr 2010. "Artinya infrastrukturnya dan perangkat peraturannya harus segera dibentuk tahun ini," ujar Haryono.

Fuad Rahmany, Ketua Bappepam-LK menyatakan sudah mempersiapkan dua versi Rancangan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan. Dua versi tersebut yakni yang sesuai dengan pasal 34 Undang-Undang Bank Indonesia dan versi alternatif yang berasal dari hasil kerja tim Bapepam dan Bank Indonesia. "Kami belum bisa memberitahukan mana yang menuriut bapepam yang terbaik, karena kami berada di bawah menteri keuangan. Itu kewenangan menkeu mana yang terbaik," ujar Fuad.

Menurut Fuad, versi pasal 34 menyebutkan, semua otoritas perbankan, pasar modal, dan lembaga keuangan non bank ada dalam satu institusi yang disebut Otoritas. Sedangkan menurut versi alternatif, otoritas perbankan atau supervisi perbankan tetap ada dibawah Bank Indonesia.

Sedangkan KPK, menyarankan, sebaiknya amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 segera dilaksanakan. KPK berharap jangan sampai ada perpanjangan lagi dalam pembentukan lembaga Otoritas Jasa Keuangan. KPK melihat pentingnya Otoritas ini guna mencegah terjadinya penyimpangan dalam pengawasan perbankan. CHITA NILAWATY 

Page 6: Kpk Report

Keberlanjutan Pemberantasan Korupsi: Fungsi Koordinasi dan Supervisi serta Independensi KPK

KPK sebagai lembaga yang bertujuan memberantas korupsi yang semakin marak di negeri ini sedang diusik eksistensinya. Berbagai upaya dilakukan untuk melemahkan KPK, salah satunya dengan mengamputasi peran KPK secara terselubung. Namun, upaya pemberantasan korupsi harus tetap dilanjutkan demi terciptanya pemerintahan yang bersih yang bebas dari KKN. Inilah yang menjadi latar belakang diselenggarakannya Diskusi Publik oleh Masyarakat Transparansi Indonesia yang bertajuk “Keberlanjutan Pemberantasan Korupsi: Fungsi Koordinasi dan Supervisi serta Independensi KPK” pada 16 November 2009. Diskusi Publik tersebut menghadirkan tiga orang pembicara, yaitu Dr. Mudzakkir, S.H, M.A, Dr. Rudi Satryo, S.H, M.H, dan Prof. DR. Farouk Muhammad, S.H, MCJA, dengan moderator Bambang Harymurti. Diskusi dihadiri oleh teman-teman dari LSM dan beberapa media.  Mudzakkir berpendapat bahwa membangun sistem hukum yang bagus lebih permanen dan kuat sifatnya daripada sekedar mencari dukungan politik. Terkait dengan maraknya isu KPK-Polri menurutnya apapun yang disampaikan harus dibatasi oleh koridor-koridor hukum, sehingga opini yang akan terbentuk juga berada dalam koridor hukum. Mudzakkir lebih lanjut menyampaikan bahwa tugas utama KPK dalam pemberantasan korupsi adalah koordinasi dan supervisi terhadap lembaga yang berwenang dalam penyelesaian masalah korupsi, yaitu kepolisian dan kejaksaan. Jika kedua lembaga tersebut tidak dapat menjalankan tugasnya, baru kemudian KPK melaksanakan wewenang ketiga yaitu penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi. Dengan kata lain, menurutnya tugas ketiga ini dilakukan hanya dalam keadaan “terpaksa” jika lembaga yang berwenang tidak dapat melaksanakan tugas pemberantasan korupsi.  Realitas yang terjadi selama ini, imbuhnya, justru tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan lebih menggema daripada tugas utamanya yaitu koordinasi dan supervisi. Konsekuensinya KPK “kebanjiran” laporan dugaan korupsi dari masyarakat yang mengakibatkan wewenang koordinasi dan supervisi menjadi lemah. Mudzakkir juga menambahkan perlunya parameter utama bagi tindak pidana korupsi yang ditangani KPK, yaitu nilai kerugian negara. Hal ini dimaksudkan agar kasus yang ditangani KPK buaknlah kasus biasa, melainkan kasus yang bersifat extraordinary. Pembicara kedua yaitu Farouk Muhammad memulai pemaparannya dari sejarah munculya isu KPK-Polri. Menurutnya, penyebab munculnya rivalitas antara KPK dengan Polri dan kejaksaan adalah “kecemburuan kewenangan” yang disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, untuk tujuan yang sama yaitu pemberantasan korupsi, KPK memiliki kewenangan yang lebih besar, terutama dalam hal penyadapan. Kedua, dukungan dana yang besar untuk KPK. Ketiga, komitmen awal pembentukan KPK, apakah KPK hanya bersifat temporary atau tetap. Selanjutnya Farouk mengusulkan jika KPK bersifat temporary, maka harus jelas sampai kapan akan dibubarkan. Ketika KPK dibubarkan, polisi dan jaksa harus sudah mampu menjalankan tugasnya terkait pemberantasan korupsi. Namun, ada tantangan yang cukup besar dari dalam polri yaitu

Page 7: Kpk Report

bahwa Polri merasa segala sesuatu milik adalah miliknya.  Sementara itu, pembicara ketiga yaitu Rudi Satryo memiliki pendapat tersendiri mengenai KPK. Menurutnya, kondisi KPK yang dihadapi saat ini adalah ketidakseimbangan antara tugas dengan dukungan SDM nya dimana tugas dan wewenang yang diberikan Undang-Undang sangat besar dibandingkan dengan dukungan SDM nya. Terkait dengan pemberantasan korupsi, jauh sebelum tindak korupsi terjadi, KPK harus mempu melaksanakan program agar dapat mencegah orang melakukan korupsi. Diperlukan dukungan dana untuk melakukan tindakan preventif terhadap tindak pidana korupsi. Keberhasilan menangkap pelaku korupsi bukan suatu kebanggan, melainkan sebagai kekurangan karena ternyata korupsi masih terjadi.  Terkait dengan eksistensi KPK saat ini, salah satu peserta diskusi menanyakan bagaimana jika para pimpinan KPK dicopot dari jabatannya seperti yang terjadi di Nigeria. Oleh pembiacar pertanyaan tersebut dijawab bahwa di Indonesia belum ada indikasi ke arah tersebut. Yang lebih penting untuk dipikirkan adalah kedepan apakah KPK akan lebih ditonjolkan represi atau prevensinya. Namun, apapun yang dipilih nantinya, KPK harus tetap diberikan wewenang. “Ke depan, kita butuh barisan KPK memperkuat barisan penyelidik (intel-intelnya). Tidak perlu terlalu banyak penyidik. Sehingga ke depan KPK tidak perlu permanent, cukup ad hoc saja”, Farouk menjawab. Pertanyaan lain yang juga dilontarkan adalah terkait penerapan denda yang sangat besar bagi pelaku korupsi sehingga dapat menciptakan efek jera. Pertanyaan ini dijawab oleh Rudi Satryo bahwa “Harusnya arahnya memang kesana, sehingga berapapun kerugian negara, sebanyak-banyaknya harus dikembalikan. Terkait dengan penjara, tidak akan membuat orang menjadi jera. Sedangkan denda, dapat membuat orang menjadi jera karena sebanyak apapun dia bekerja harus mengembalikan uang yang lebih banyak kepada negara.”  Masyarakat Transparansi Indonesia akan senantiasa mendukung upaya-upaya pemberantasan korupsi demi terciptanya Indonesia yang bersih.  Posted by: Desy Hariyati (20 November 2009)Komisi Pemberantasan Korupsi, atau disingkat menjadi KPK, adalah komisi di Indonesia yang dibentuk pada tahun 2003 untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantas korupsi di Indonesia. Komisi ini didirikan berdasarkan kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ketua KPK adalah Antasari Azhar (Non Aktif),Saat ini KPK dipimpin secara kolektif.

Daftar isi

[sembunyikan] 1 Sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia

o 1.1 Orde Lama 1.1.1 Kabinet Djuanda

o 1.2 Operasi Budhi o 1.3 Orde Baru o 1.4 Era Reformasi

Page 8: Kpk Report

o 1.5 Orde Lama 1.5.1 Kabinet Djuanda

o 1.6 Operasi Budhi o 1.7 Orde Baru o 1.8 Era Reformasi

2 KPK di bawah Taufiequrachman Ruki (2003-2007) 3 KPK di bawah Antasari Azhar (2007-2009) 4 Kontroversi

o 4.1 Kasus pembunuhan o 4.2 Kasus Anggoro

5 Penanganan Kasus Korupsi oleh KPK o 5.1 2009 o 5.2 2008 o 5.3 2007 o 5.4 2006

5.4.1 Desember 5.4.2 November 5.4.3 September 5.4.4 Juni

o 5.5 2005 o 5.6 2004

6 Lihat pula 7 Regulasi

o 7.1 Dasar hukum KPK o 7.2 Undang-Undang o 7.3 Peraturan Pemerintah

8 Referensi

9 Pranala luar

[sunting] Sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia[sunting] Orde Lama[sunting] Kabinet DjuandaDi masa Orde Lama, tercatat dua kali dibentuk badan pemberantasan korupsi. Yang pertama, dengan perangkat aturan Undang-Undang Keadaan Bahaya, lembaga ini disebut Panitia Retooling Aparatur Negara (Paran). Badan ini dipimpin oleh A.H. Nasution dan dibantu oleh dua orang anggota, yakni Profesor M. Yamin dan Roeslan Abdulgani. Kepada Paran inilah semua pejabat harus menyampaikan data

Page 9: Kpk Report

mengenai pejabat tersebut dalam bentuk isian formulir yang disediakan. Mudah ditebak, model perlawanan para pejabat yang korup pada saat itu adalah bereaksi keras dengan dalih yuridis bahwa dengan doktrin pertanggungjawaban secara langsung kepada Presiden, formulir itu tidak diserahkan kepada Paran, tapi langsung kepada Presiden. Diimbuhi dengan kekacauan politik, Paran berakhir tragis, deadlock, dan akhirnya menyerahkan kembali pelaksanaan tugasnya kepada Kabinet Djuanda.[sunting] Operasi BudhiPada 1963, melalui Keputusan Presiden No. 275 Tahun 1963, pemerintah menunjuk lagi A.H. Nasution, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Koordinator Pertahanan dan Keamanan/Kasab, dibantu oleh Wiryono Prodjodikusumo dengan lembaga baru yang lebih dikenal dengan Operasi Budhi. Kali ini dengan tugas yang lebih berat, yakni menyeret pelaku korupsi ke pengadilan dengan sasaran utama perusahaan-perusahaan negara serta lembaga-lembaga negara lainnya yang dianggap rawan praktek korupsi dan kolusi.Lagi-lagi alasan politis menyebabkan kemandekan, seperti Direktur Utama Pertamina yang tugas ke luar negeri dan direksi lainnya menolak karena belum ada surat tugas dari atasan, menjadi penghalang efektivitas lembaga ini. Operasi ini juga berakhir, meski berhasil menyelamatkan keuangan negara kurang-lebih Rp 11 miliar. Operasi Budhi ini dihentikan dengan pengumuman pembubarannya oleh Soebandrio kemudian diganti menjadi Komando Tertinggi Retooling Aparat Revolusi (Kontrar) dengan Presiden Soekarno menjadi ketuanya serta dibantu oleh

Page 10: Kpk Report

Soebandrio dan Letjen Ahmad Yani. Bohari pada tahun 2001 mencatatkan bahwa seiring dengan lahirnya lembaga ini, pemberantasan korupsi di masa Orde Lama pun kembali masuk ke jalur lambat, bahkan macet.[sunting] Orde BaruPada masa awal Orde Baru, melalui pidato kenegaraan pada 16 Agustus 1967, Soeharto terang-terangan mengkritik Orde Lama, yang tidak mampu memberantas korupsi dalam hubungan dengan demokrasi yang terpusat ke istana. Pidato itu seakan memberi harapan besar seiring dengan dibentuknya Tim Pemberantasan Korupsi (TPK), yang diketuai Jaksa Agung. Namun, ternyata ketidakseriusan TPK mulai dipertanyakan dan berujung pada kebijakan Soeharto untuk menunjuk Komite Empat beranggotakan tokoh-tokoh tua yang dianggap bersih dan berwibawa, seperti Prof Johannes, I.J. Kasimo, Mr Wilopo, dan A. Tjokroaminoto, dengan tugas utama membersihkan Departemen Agama, Bulog, CV Waringin, PT Mantrust, Telkom, Pertamina, dan lain-lain.Empat tokoh bersih ini jadi tanpa taji ketika hasil temuan atas kasus korupsi di Pertamina, misalnya, sama sekali tidak digubris oleh pemerintah. Lemahnya posisi komite ini pun menjadi alasan utama. Kemudian, ketika Laksamana Sudomo diangkat sebagai Pangkopkamtib, dibentuklah Operasi Tertib (Opstib) dengan tugas antara lain juga memberantas korupsi. Perselisihan pendapat mengenai metode pemberantasan korupsi yang bottom up atau top down di kalangan pemberantas korupsi itu sendiri cenderung semakin melemahkan pemberantasan korupsi, sehingga Opstib pun hilang seiring dengan makin menguatnya

Page 11: Kpk Report

kedudukan para koruptor di singgasana Orde Baru.begitu[sunting] Era ReformasiDi era reformasi, usaha pemberantasan korupsi dimulai oleh B.J. Habibie dengan mengeluarkan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme berikut pembentukan berbagai komisi atau badan baru, seperti Komisi Pengawas Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN), KPPU, atau Lembaga Ombudsman. Presiden berikutnya, Abdurrahman Wahid, membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2000. Namun, di tengah semangat menggebu-gebu untuk memberantas korupsi dari anggota tim ini, melalui suatu judicial review Mahkamah Agung, TGPTPK akhirnya dibubarkan dengan logika membenturkannya ke UU Nomor 31 Tahun 1999. Nasib serupa tapi tak sama dialami oleh KPKPN, dengan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi, tugas KPKPN melebur masuk ke dalam KPK, sehingga KPKPN sendiri hilang dan menguap. Artinya, KPK-lah lembaga pemberantasan korupsi terbaru yang masih eksis.[1]== Sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia ==[sunting] Orde Lama[sunting] Kabinet DjuandaDi masa Orde Lama, tercatat dua kali dibentuk badan pemberantasan korupsi. Yang pertama, dengan perangkat aturan Undang-Undang Keadaan Bahaya, lembaga ini disebut Panitia Retooling Aparatur Negara (Paran). Badan ini dipimpin oleh A.H. Nasution dan dibantu oleh dua orang anggota, yakni Profesor M. Yamin dan Roeslan Abdulgani. Kepada Paran inilah

Page 12: Kpk Report

semua pejabat harus menyampaikan data mengenai pejabat tersebut dalam bentuk isian formulir yang disediakan. Mudah ditebak, model perlawanan para pejabat yang korup pada saat itu adalah bereaksi keras dengan dalih yuridis bahwa dengan doktrin pertanggungjawaban secara langsung kepada Presiden, formulir itu tidak diserahkan kepada Paran, tapi langsung kepada Presiden. Diimbuhi dengan kekacauan politik, Paran berakhir tragis, deadlock, dan akhirnya menyerahkan kembali pelaksanaan tugasnya kepada Kabinet Djuanda.[sunting] Operasi BudhiPada 1963, melalui Keputusan Presiden No. 275 Tahun 1963, pemerintah menunjuk lagi A.H. Nasution, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Koordinator Pertahanan dan Keamanan/Kasab, dibantu oleh Wiryono Prodjodikusumo dengan lembaga baru yang lebih dikenal dengan Operasi Budhi. Kali ini dengan tugas yang lebih berat, yakni menyeret pelaku korupsi ke pengadilan dengan sasaran utama perusahaan-perusahaan negara serta lembaga-lembaga negara lainnya yang dianggap rawan praktek korupsi dan kolusi.Lagi-lagi alasan politis menyebabkan kemandekan, seperti Direktur Utama Pertamina yang tugas ke luar negeri dan direksi lainnya menolak karena belum ada surat tugas dari atasan, menjadi penghalang efektivitas lembaga ini. Operasi ini juga berakhir, meski berhasil menyelamatkan keuangan negara kurang-lebih Rp 11 miliar. Operasi Budhi ini dihentikan dengan pengumuman pembubarannya oleh Soebandrio kemudian diganti menjadi Komando Tertinggi Retooling Aparat Revolusi (Kontrar) dengan

Page 13: Kpk Report

Presiden Soekarno menjadi ketuanya serta dibantu oleh Soebandrio dan Letjen Ahmad Yani. Bohari pada tahun 2001 mencatatkan bahwa seiring dengan lahirnya lembaga ini, pemberantasan korupsi di masa Orde Lama pun kembali masuk ke jalur lambat, bahkan macet.[sunting] Orde BaruPada masa awal Orde Baru, melalui pidato kenegaraan pada 16 Agustus 1967, Soeharto terang-terangan mengkritik Orde Lama, yang tidak mampu memberantas korupsi dalam hubungan dengan demokrasi yang terpusat ke istana. Pidato itu seakan memberi harapan besar seiring dengan dibentuknya Tim Pemberantasan Korupsi (TPK), yang diketuai Jaksa Agung. Namun, ternyata ketidakseriusan TPK mulai dipertanyakan dan berujung pada kebijakan Soeharto untuk menunjuk Komite Empat beranggotakan tokoh-tokoh tua yang dianggap bersih dan berwibawa, seperti Prof Johannes, I.J. Kasimo, Mr Wilopo, dan A. Tjokroaminoto, dengan tugas utama membersihkan Departemen Agama, Bulog, CV Waringin, PT Mantrust, Telkom, Pertamina, dan lain-lain.Empat tokoh bersih ini jadi tanpa taji ketika hasil temuan atas kasus korupsi di Pertamina, misalnya, sama sekali tidak digubris oleh pemerintah. Lemahnya posisi komite ini pun menjadi alasan utama. Kemudian, ketika Laksamana Sudomo diangkat sebagai Pangkopkamtib, dibentuklah Operasi Tertib (Opstib) dengan tugas antara lain juga memberantas korupsi. Perselisihan pendapat mengenai metode pemberantasan korupsi yang bottom up atau top down di kalangan pemberantas korupsi itu sendiri cenderung semakin melemahkan pemberantasan korupsi, sehingga

Page 14: Kpk Report

Opstib pun hilang seiring dengan makin menguatnya kedudukan para koruptor di singgasana Orde Baru.begitu[sunting] Era ReformasiDi era reformasi, usaha pemberantasan korupsi dimulai oleh B.J. Habibie dengan mengeluarkan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme berikut pembentukan berbagai komisi atau badan baru, seperti Komisi Pengawas Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN), KPPU, atau Lembaga Ombudsman. Presiden berikutnya, Abdurrahman Wahid, membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2000. Namun, di tengah semangat menggebu-gebu untuk memberantas korupsi dari anggota tim ini, melalui suatu judicial review Mahkamah Agung, TGPTPK akhirnya dibubarkan dengan logika membenturkannya ke UU Nomor 31 Tahun 1999. Nasib serupa tapi tak sama dialami oleh KPKPN, dengan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi, tugas KPKPN melebur masuk ke dalam KPK, sehingga KPKPN sendiri hilang dan menguap. Artinya, KPK-lah lembaga pemberantasan korupsi terbaru yang masih eksis.[2][sunting] KPK di bawah Taufiequrachman Ruki (2003-2007)Pada tanggal 16 Desember 2003, Taufiequrachman Ruki, seorang alumni Akademi Kepolisian (Akpol) 1971, dilantik menjadi Ketua KPK. Di bawah kepemimpinan Taufiequrachman Ruki, KPK hendak memposisikan dirinya sebagai katalisator (pemicu) bagi aparat dan institusi lain untuk terciptanya jalannya sebuah "good and clean

Page 15: Kpk Report

governance" (pemerintahan baik dan bersih) di Republik Indonesia. Sebagai seorang mantan Anggota DPR RI dari tahun 1992 sampai 2001, Taufiequrachman walaupun konsisten mendapat kritik dari berbagai pihak tentang dugaan tebang pilih pemberantasan korupsi.Menurut Taufiequrachman Ruki, pemberantasan korupsi tidak hanya mengenai bagaimana menangkap dan memidanakan pelaku tindak pidana korupsi, tapi juga bagaimana mencegah tindak pidana korupsi agar tidak terulang pada masa yang akan datang melalui pendidikan antikorupsi, kampanye antikorupsi dan adanya contoh "island of integrity" (daerah contoh yang bebas korupsi).Pernyataan Taufiequrachman mengacu pada definisi korupsi yang dinyatakan dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001. Menurutnya, tindakan preventif (pencegahan) dan represif (pengekangan) ini dilakukan dengan "memposisikan KPK sebagai katalisator (trigger) bagi aparat atau institusi lain agar tercipta good and clean governance dengan pilar utama transparansi, partisipasi dan akuntabilitas".Taufiequrachman mengemukakan data hasil survei Transparency Internasional mengenai penilaian masyarakat bisnis dunia terhadap pelayanan publik di Indonesia. Hasil survei itu memberikan nilai IPK (Indeks Persepsi Korupsi) sebesar 2,2 kepada Indonesia. Nilai tersebut menempatkan Indonesia pada urutan 137 dari 159 negara tersurvei. Survei Transparency International Indonesia berkesimpulan bahwa lembaga yang harus dibersihkan menurut responden, adalah: lembaga peradilan (27%),

Page 16: Kpk Report

perpajakan (17%), kepolisian (11%), DPRD (10%), kementerian/departemen (9%), bea dan cukai (7%), BUMN (5%), lembaga pendidikan (4%), perijinan (3%), dan pekerjaan umum (2%).Lebih lanjut disampaikan, survei terbaru Transparency International yaitu "Barometer Korupsi Global", menempatkan partai politik di Indonesia sebagai institusi terkorup dengan nilai 4,2 (dengan rentang penilaian 1-5, 5 untuk yang terkorup). Masih berangkat dari data tersebut, di Asia, Indonesia menduduki prestasi sebagai negara terkorup dengan skor 9.25 (terkorup 10) di atas India (8,9), Vietnam (8,67), Filipina (8,33) dan Thailand (7,33).Dengan adanya data tersebut, terukur bahwa keberadaan korupsi di Indonesia telah membudaya baik secara sistemik dan endemik. Maka Taufiequrachman berasumsi bahwa kunci utama dalam pemberantasan korupsi adalah integritas yang akan mencegah manusia dari perbuatan tercela, entah itu "corruption by needs" (korupsi karena kebutuhan), "corruption by greeds" (korupsi karena keserakahan) atau "corruption by opportunities" (korupsi karena kesempatan). Taufiequrachman juga menyampaikan bahwa pembudayaan etika dan integritas antikorupsi harus melalui proses yang tidak mudah, sehingga dibutuhkan adanya peran pemimpin sebagai teladan dengan melibatkan institusi keluarga, pemerintah, organisasi masyarakat dan organisasi bisnis.Pada tahun 2007 Taufiequrachman Ruki digantikan oleh Antasari Azhar sebagai Ketua KPK[sunting] KPK di bawah Antasari Azhar (2007-2009)KPK (Komisi pemberantasan Korupsi) Dibawah

Page 17: Kpk Report

kepemimpinan Antasari Azhar Menjadi Sorotan dari berbagai Elemen Masyarakat, Atas keberanian Ketua KPK Tersebut berbagai kasus korupsi Besar Mulai di Usut dan dilakukan pengejaran, Kpk Mendapatkan dukungan yang kuat dari masyarakat dari berbagai kasus korupsi para petingi - petingi negara yang berhasil di tangkap, namun sepak terjang Kpk harus jedah sejenak setelah di kejutkan dengan kasus pembunuh, Ketua Kpk pun Di Jadikan tersangka dan Hingga saat ini ( awal 2010 ) masih dalam proses persidangan, kemudian tidak berselang lama timbulan tuduhan penyalangunaan wewenang yang di lakukan oleh dua wakil pimpinan Kpk (Bibit dan cahndra) Hingga timbul istilah "cecak lawan buaya", mereka pun menjadi tersangka hingga harus di non aktifkan dari KPK, Setelah dilakukan pemeriksaan tuduhan tersebut tak terbukti, akhirnya merekapun kembali aktif menjadi wakil ketua KPK (Hingga sekarang ( januari 2010 ). Kepemimpinan Antasari Azhar pun harus terhenti setelah President Susilo bambang Yudhoyono menganti pimpinan Kpk Dan membebaskan dua wakil ketua KPK Dari segala tuduhan. Setelah pengalaman sebelumnya KPK Pun Mulai melanjutkan Kasus - kasus yang tersendat, meski hingga sekarang kemampuan dan wewenang KPK masih Sangat Dibatas. --Nanosajalah (bicara) 08:15, 3

Januari 2010 (UTC)[sunting] KontroversiWikisource memiliki naskah sumber yang berkaitan dengan Laporan Tim Independen Verifikasi Fakta dan Proses Hukum atas Kasus Sdr. Chandra M. Hamzah dan

Page 18: Kpk Report

Sdr. Bibit Samad Rianto[sunting] Kasus pembunuhanBagian ini membutuhkan pengembangan ({{{date}}})[sunting] Kasus Anggoro Bagian ini membutuhkan pengembangan ({{{date}}})[sunting] Penanganan Kasus Korupsi oleh KPK

Gedung KPK di kawasan Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Indonesia.[sunting] 2009 Bagian ini membutuhkan pengembangan ({{{date}}})[sunting] 200816 Januari Mantan Kapolri Rusdihardjo ditahan di Rutan Brimob Kelapa Dua. Terlibat kasus dugaan korupsi pada pungli pada pengurusan dokumen keimigrasian saat menjabat sebagai Duta Besar RI di Malaysia. Dugan kerugian negara yang diakibatkan Rusdihardjo sebesar 6.150.051 ringgit Malaysia atau sekitar Rp15 miliar. Rusdiharjo telah di vonis pengadilan Tipikor selama 2 tahun.

14 Februari Direktur Hukum BI Oey Hoey Tiong di Rutan Polda Metro Jaya dan Rusli Simanjuntak ditahan di Rutan Brimob Kelapa Dua. Kedua petinggi BI ini ditetapkan tersangka dalam penggunaan dana YPPI sebesar Rp 100 miliar. Mantan Direktur Hukum BI Oey Hoey Tiong dan mantan Kepala Biro BI Rusli Simanjuntak yang masing-masing empat tahun penjara.

10 April Gubernur Bank Indonesia (BI) Burhanuddin Abdullah ditahan di Rutan Mabes Polri. Burhanuddin diduga telah menggunakan dana YPPI sebesar Rp 100 miliar. Burhanuddin sudah di vonis pengadilan tipikor lima tahun penjara,

Page 19: Kpk Report

27 November Aulia Pohan, besan Presiden SBY. Dia bersama tersangka lain, Maman Sumantri mendekam di ruang tahanan Markas Komando Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. Sementara Bun Bunan Hutapea dan Aslim Tadjuddin dititipkan oleh KPK di tahanan Badan Reserse Kriminal Mabes Polri. Mereka diduga terlibat dalam pengucuran dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) sebesar Rp100 miliar.

2 Maret Jaksa Urip Tri Gunawan ditahan di Rutan Brimob Kelapa Dua dan Arthalita Suryani ditahan di Rutan Pondok Bambu. Jaksa Urip tertangkap tangan menerima 610.000 dolar AS dari Arthalita Suryani di rumah obligor BLBI Syamsul Nursalim di kawasan Permata Hijau, Jakarta Selatan. Urip di vonis ditingkat pengadilan Tipikor dan diperkuat ditingkat kasasi di Mahkamah Agung selama 20 tahun penjara. Sedangkan Arthalita di vonis di Tipikor selama 5 tahun penjara.

12 Maret Pimpro Pengembangan Pelatihan dan Pengadaan alat pelatihan Depnakertrans Taswin Zein ditahan di Rutan Polda Metro Jaya. Taswin diduga terlibat dalam kasus penggelembungan Anggaran Biaya Tambahan (ABT) Depnakertrans tahun 2004 sebesar Rp 15 miliar dan Anggaran Daftar Isian sebesar Rp 35 miliar. Taswin telah di vonis Pengadilan Tipikor selama 4 tahun penjara.

20 Maret Mantan Gubernur Riau Saleh Djasit (1998-2004) ditahan sejak 20 Maret 2008 di rutan Polda Metro Jaya. Saleh yang juga anggota DPR RI (Partai Golkar) ditetapkan sebagai tersangka sejak November 2007 dalam kasus dugaan korupsi pengadaan 20 unit mobil pemadam kebakaran senilai Rp 15 miliar. Saleh Djasit telah di vonis Pengadilan Tipikor selama 4 tahun penjara.

10 November Mantan gubernur Jawa Barat Danny Setiawan dan Dirjen Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri Oentarto Sindung Mawardi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus Damkar ditahan di rutan Bareskrim Mabes Polri. KPK juga menahan mantan Kepala Biro Pengendalian Program Pemprov Jabar Ijudin Budhyana dan mantan kepala perlengkapan Wahyu Kurnia. Ijudin saat ini masih menjabat sebagai Kepala Dinas Pariwisata Jabar. Selain itu KPK telah menahan Ismed Rusdani pada Rabu (12/12/08). Ismed yang menjabat staf biro keuangan di lingkungan Pemprov Kalimantan Timur ditahan di Rutan Polda Metro Jaya. Damkar juga menyeret Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kota Depok Yusuf juga ditetapkan sebagai tersangka pada Senin 22 September 2008

9 April Anggota DPR RI (PPP) Al Amin Nur Nasution dan Sekda Kabupaten Bintan Azirwan ditahan di Rutan Polda Metro Jaya, Sekda Bintan Azirwan ditahan di Rutan Polres Jakarta Selatan. Al Amin tertangkap tangan menerima suap dari Azirwan. Saat tertangkap ditemukan Rp 71juta dan 33.000 dolar Singapura. Mereka ditangkap bersama tiga orang lainnya di Hotel Ritz Carlton.

Page 20: Kpk Report

17 April Anggota DPR RI (Partai Golkar) Hamka Yamdhu dan mantan Anggota DPR RI (Partai Golkar) Anthony Zeidra Abidin. Anthony Z Abidin yang juga menjabat Wakil Gubernur Jambi ditahan di Polres Jakarta Timur, Hamka Yamdhu ditahan di Rutan Polres Jakarta Barat. Hamda dan Anthony Z Abidin diduga menerima Rp 31,5 miliar dari Bank Indonesia.

[sunting] 2007Bagian ini membutuhkan pengembangan ({{{date}}})

[sunting] 2006

[sunting] Desember 27 Desember - Menetapkan Bupati Kutai Kartanegara Syaukani H.R. sebagai

tersangka dalam kasus korupsi Bandara Loa Kulu yang diperkirakan merugikan negara sebanyak Rp 15,9 miliar. Tribun Kaltim

22 Desember - Menahan Bupati Kendal Hendy Boedoro setelah menjalani pemeriksaan Hari Jumat (22/12). Hendy ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi APBD Kabupaten Kendal 2003 hingga 2005 senilai Rp 47 miliar. Selain Hendy, turut pula ditahan mantan Kepala Dinas Pengelola Keuangan Daerah Warsa Susilo. Tempo Interaktif

21 Desember - Menetapkan mantan Gubernur Kalimantan Selatan H.M. Sjachriel Darham sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penggunaan uang taktis. Sjachriel Darham sudah lima kali diperiksa penyidik dan belum ditahan. Tempo Interaktif

Desember 2008, menahan BUPATI Garut 2004-2009 Letkol.(Purn) H. Agus Supriadi SH, yang tersangkut penyelewangan dana bantuan bencana alam sebesar 10 milyar negara dirugikan,Bupati Agus dikenakan hukuman 15 tahun penjara dan denda 300 juta.

[sunting] November 30 November - Jaksa KPK Tuntut Mulyana W. Kusumah 18 Bulan dalam kasus

dugaan korupsi pengadaan kotak suara Pemilihan Umum 2004. Tempo Interaktif 30 November - Menahan bekas Konsul Jenderal RI di Johor Baru, Malaysia, Eda

Makmur. Eda diduga terlibat kasus dugaan korupsi pungutan liar atau memungut tarif pengurusan dokumen keimigrasian di luar ketentuan yang merugikan negara sebesar RM 5,54 juta atau sekitar Rp 3,85 miliar. Tempo Interaktif

30 November - Menahan Rokhmin Dahuri, Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2001-2004. Rokhmin diduga terlibat korupsi dana nonbujeter di departemennya. Total dana yang dikumpulkan adalah Rp 31,7 miliar. Tempo Interaktif

[sunting] September 2 September - Memeriksa Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan selama 11 jam di

gedung KPK. Pemeriksaan ini terkait kasus pembelian alat berat senilai Rp

Page 21: Kpk Report

185,63 miliar oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang dianggarkan pada 2003-2004. Tempo Interaktif

[sunting] Juni 19 Juni - Menahan Gubernur Kalimantan Timur, Suwarna A.F. setelah diperiksa

KPK dalam kasus ijin pelepasan kawasan hutan seluas 147 ribu hektare untuk perkebunan kelapa sawit tanpa jaminan, dimana negara dirugikan tak kurang dari Rp 440 miliar. Tempo Interaktif

[sunting] 2005 Kasus penyuapan anggota KPU, Mulyana W. Kusumah kepada tim audit BPK

(2005) Kasus korupsi di KPU, dengan tersangka Nazaruddin Sjamsuddin, Safder Yusacc

dan Hamdani Amin (2005) Kasus penyuapan panitera PT Jakarta oleh kuasa hukum Abdullah Puteh, dengan

tersangka Teuku Syaifuddin Popon, Syamsu Rizal Ramadhan, dan M. Soleh. (2005)

Kasus penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara Probosutedjo, dengan tersangka Harini Wijoso, Sinuhadji, Pono Waluyo, Sudi Ahmad, Suhartoyo dan Triyadi

Dugaan korupsi perugian negara sebesar 32 miliar rupiah dengan tersangka Theo Toemion (2005)

Kasus korupsi di KBRI Malaysia (2005)

[sunting] 2004 Dugaan korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk Ple Rostov Rusia

milik Pemda NAD (2004). Sedang berjalan, dengan tersangka Ir. H. Abdullah Puteh.

Dugaan korupsi dalam pengadaan Buku dan Bacaan SD, SLTP, yang dibiayai oleh Bank Dunia (2004)

Dugaan korupsi dalam Proyek Program Pengadaan Busway pada Pemda DKI Jakarta (2004)

Dugaan penyalahgunaan jabatan oleh Kepala Bagian Keuangan Dirjen Perhubungan Laut dalam pembelian tanah yang merugikan keuangan negara Rp10 milyar lebih. (2004). Sedang berjalan, dengan tersangka tersangka Drs. Muhammad Harun Let Let dkk.

Dugaan korupsi pada penyalahgunaan fasilitas preshipment dan placement deposito dari BI kepada PT Texmaco Group melalui Bank BNI (2004)

Dugaan telah terjadinya TPK atas penjualan aset kredit PT PPSU oleh BPPN. (2004)

[sunting] Lihat pula

Page 22: Kpk Report

Daftar Badan dan Komisi di Indonesia Indonesia Corruption Watch Transparency International Daftar kasus korupsi di Indonesia

[sunting] Regulasi

[sunting] Dasar hukum KPK UU RI nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi Kepres RI No. 73 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Panitia Seleksi Calon

Pimpinan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi PP RI No. 19 Tahun 2000 Tentang Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi

[sunting] Undang-Undang UU RI No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan

Bebas Dari KKN UU RI No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi UU RI No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999

Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi UU RI No. 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas UU No. 15 Tahun 2002

Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang

[sunting] Peraturan Pemerintah PP RI No. 71 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta

Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

PP RI No. 109 Tahun 109 Tahun 2000 Tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

[sunting] Referensi

MATEMATIKAI. Pilihlah salah satu jawaban yang sadara anggap benar.1. Diantara bangun berikut yang selalu dapat dipastikan kongruen adalah kecuali…A.kubus C. jajar genjang B.segitiga sama sisi D. segitiga siku-siku sama kaki2. perhatikan gambar di samping jika AB = 5 cm, dan PS dan SQ masing-masing 3 cm dan 2 cm, maka panjang AC dalah…A.10/3 cm C. 4cmB. 10cm D. 5/2cm3. sebatang tongkat yang panjangnya 3m membentuk bayangan sepanjang 8m, maka tinggi hotel yang waktu itu mebentuk bayangan 40m adalah…

Page 23: Kpk Report

A.10m C. 20mB.15m D. 25m4. Perhatikan gambar !Dari gambar di atas, berikut ini merupakan pasangan segitiga yang kongruen, KECUALI … A. ADE dan ACB C. C. ADE dan ECBB. ADE dan EDB D. EDB dan ECB5. Perhatikan gambar berikut!Diketahui AB = 7 cm dan BC = 24 cm. Jika BE = 6 cm, maka DC = ... .A. 16,14 C. 17,36B. 17,28 D. 17,406. Perhatikan gambar berikut!jika tanah berbentuk persegi panjang seperti persegi panjang disamping adalah 400 juta rupiah maka harga tanah yang berbentuk segitiga diarsir adalah… rupiah.A. 100 juta C. 200 jutaB. 250 juta D. 300 juta7. perhatikan gambar jika luas ABCD adalah 20 cm2, CD dan BE masing-masing 5cm dan 3cm maka panjang EG adalah… cmA. 5/6 C. 7/6B. 6/5 D. 6/78. Diketahui segitiga ABC siku-siku di A dan segitiga PQR siku-siku di Q. diketahui AC = 12 cm, BC = 13 cm, dan QR = 24 cm. Jika sudut B = sudut Q, maka luas segitiga PQR adalah …A. 60 cm2B. 120 cm2 C. 180 cm2D. 240 cm2E. 9. Pada gambar berikut, layang-layang ABCD sebangun dengan layang-layang EFGD. Jika AB = 18 cm, CD = 12 cm, DG = 34 DC,sudut ABC = 30°, dan sudut DEF = 125°, panjang ED dan besar sudut DAB adalah .... A. 9 cm dan 125° B. 3 cm dan 1250C. 9 cm dan 30° D. 3 cm dan 80°10. Sebuah kerucut berada di dalam setengah bola, seperti tampak pada gambar. Jika volume kerucut tersebut 4 liter, sisa volume setengah bola (pada gambar yang ditunjukkan oleh daerah yang diarsir) adalah ....A. 2 liter B. 3 liter C. 4 liter D. 5 liter11. Sebuah pabrik akan memproduksi 250 buah bola pingpong. Bola pingpong tersebut berdiameter 4 cm ( =3,14) dan memerlukan biaya produksi sebesar Rp18.840.000,00, harga bahan bola pingpong tersebut per cm2-nya adalah .... A. Rp1.000,00 B. Rp1.500,00

Page 24: Kpk Report

C. Rp2.000,00 D. Rp2.500,0012. banyaknya literan yang bisa dibuat dari 500m2 bahan seng, jika volume dan jari-jarinya berturut-turut adalah 1liter dan 10 cm adalah….A. 9727 buah B. 9827 buahC. 9700 buah D. 9828 buah13. Dalam pemasangan pipa sanitasi disuatu rumah diperlukan pipa dengan diameter 14cm , jika panjang pipa adalah 20m maka maksimal air yang berada dalam pipa adalah… literA. 310 C. 306B. 308 D. 30414. Perhatikan laying-layang disamping, jika laying-layang diputar 3600 maka volume bangun yang terbentuk untuk panjang PR dan QS masing-masing 12cm dan 14cm adalah…. Cm3A.610 C. 716B. 616 D. 71015. Perhatikan gambar disamping rumus volumenya adalah…A. r2(r + t) C. r2( r + t)B. r2(r + t) D. r2( r + t)16. perhatikan diagram batang berikut ini, median data yang disajikan tersebut adalah…A. 6 C. 7B. 8 D. 817. Perhatikan grafik berikut, rata-rata data tersebut adalah….A. 3 C. 2,79B. 2,69 D. 3,1918. perhatikan diagram lingkaran disamping, jika banyaknya warga desa adalah 180 orang maka banyaknya anak-anak didesa itu adalah…. orangA. 70 C. 40B. 60 D. 3019. perhatikan data berikut, 5 5 1 2 7 8 9 6 3 3 7jumlah data yang terletak antara kuartil 1 dan kuartil 2 berjumlah….A. 8 C. 10B. 6 D. 1320. dalam suatu kelas terdapat siswa dan siswi. Rata-rata kelas tersebut adalah 7,5. rata-rata nilai siswa dan siswi berturut-turut 8 dan 7,2. jika banyak siswa 15 orang maka banyak siswinya adalah…A. 22 C. 27B. 25 D. 30

Makna Gerakan Rakyat untuk   KPK | 04/11/2009

Moch. Nurhasim

Peneliti pada Pusat Penelitian Politik LIPI Jakarta

Page 25: Kpk Report

 

MINGGU-minggu ini, kita disuguhi berita yang sangat cepat tentang penahanan dua Wakil Ketua (non-aktif) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bibit dan Chandra oleh Mabes Polri. Sejumlah tokoh, mulai mantan Presiden Abdurrahman Wahid, mahasiswa, LSM, hingga organisasi kemasyaratan, mendukung KPK. Intinya, KPK tidak surut langkah untuk memberantas korupsi di negeri ini. Mereka pun memberikan dukungan moril kepada Bibit-Chandra atas nasib yang sedang menimpanya.

Aksi dan gerakan massa yang turun ke jalan serta gerakan sejuta tanda tangan untuk menolak kriminalisasi KPK, tampaknya, merupakan puncak kekecewaan publik atas sikap Presiden SBY. Seperti diungkap dalam konferensi pers bahwa SBY tidak akan turut campur proses hukum dan tidak memiliki kepentingan untuk mengobok-obok KPK.

Apa inti dari gerakan sejuta tanda tangan dan gerakan massa yang akhir-akhir ini kembali ke jalanan? Apa yang sesungguhnya mereka inginkan? Akankah gerakan tersebut menjadi embiro lahirnya people power di Indonesia?

Ketidakpuasan Politik

Kebijakan SBY yang terkesan ingin ”bersih”, berpangku tangan atas persoalan KPK, menjadi salah satu pemicu lahirnya aksi-aksi jalanan. Demikian juga, para politisi di Senayan seakan-akan ”diam” atas isu cecak versus buaya, suatu ibarat tentang perseteruan Polri-KPK, yang kian hari kian panas.

Maraknya gerakan jalanan dapat dikatakan sebagai indikasi adanya kekhawatiran para aktivis yang selama ini mengawal prinsip-prinsip good and clean governance. Para pegiat dan pemerhati masalah itu berdasar pengalaman memahami bahwa pintu utama mengawal pemerintahan yang bersih dan baik hanya ada pada KPK.

Hal itu yang juga menjadi alasan kuat mengapa mereka terus bersuara lantang atas cara dan strategi yang dilakukan pemerintah dan Polri dalam kasus Bibit-Chanda. Suara mereka, melalui orasi dan demonstrasi, serta tanda tangan publik pada gerakan sejuta tanda tangan untuk solidaritas Bibit-Chandra, dapat dianggap sebagai refleksi ketidakpuasan mereka atas sikap dan tindakan Presiden SBY yang terkesan ”diam”.

Pada saat isu kriminalisasi KPK sudah meluas, mulai jaringan Facebook (facebooker) hingga demonstrasi jalanan, Presiden SBY membentuk Tim Independen Klarifikasi Fakta dan Proses Hukum (TIKFPH). Mengapa tidak dari awal? Mengapa hingga menunggu aksi-aksi jalanan itu terjadi? Apakah kehadiran tim itu dikhususnya sebagai instrumen pemerintah untuk meredam gejolak ketidakpuasaan massa yang terus menggelembung mendukung Bibit-Chandra. Ataukah ada skenario lain dari TIKFPH yang telah dibentuk Presiden SBY?

Berbagai spekulasi dan pertanyaan dapat saja kita ajukan di atas kanvas politik Indonesia yang semakin abu-abu. Namun, kita pun harus sabar menunggu apakah hasil dari

Page 26: Kpk Report

TIKFPH itu memperkukuh proses hukum yang sedang dijalankan Mabes Polri ataukah sebaliknya? Bukankah sudah ada Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) yang pernah dilapori oleh pengacara Bibit-Chandra agar melakukan kajian atas kebijakan Polri dan mengambil sikap atas kasus Susno Duadji? Tetapi, mengapa semua itu kandas, seakan-akan Susno Duadji begitu sakti, tidak dapat disentuh hukum.

Pertanyaan-pertanyaan seperti itulah yang beredar di publik atas kasus yang menimpa Bibit-Chandra. Pada saat mereka berada dalam situasi politik yang demikian, salah satu langkah yang dapat dilakukan ialah mengalang solidaritas dan dukungan. Solidaritas itu dapat dimaknai dua hal. Pertama, sebagai bentuk protes kepada pemerintahan SBY yang baru saja dilantik. Kedua, berharap dari pola dukungan itu akan muncul kebijakan politik yang lebih responsif dan adanya harapan bagi penegakan hukum dalam kasus Bibit-Chandra.

Politik Kontestasi

Dari berbagai berita yang tergambar pada kasus Bibit-Chandra (KPK) dengan Polri tersebut, pemerintah sebenarnya telah menerapkan politik kontestasi. Dalam istilah yang lebih kasar, itu dapat disebut sebagai politik belah bambu, satu pihak diinjak dan pihak lain diangkat.

Gejala politik kontestasi itu bisa dilihat dari cara-cara Presiden SBY menyelesaikan perkara kelembagaan yang menyangkut KPK maupun yang berkaitan dengan sumbu-sumbu kekuatan politik di negeri ini. Lihat saja bagaimana proses koalisi berjalan dan harus mengamankan kebijakan-kebijakan pemerintahan.

Ciri lain dari politik kontestasi (politik untuk saling mempertarungkan) adalah tiadanya lembaga penengah ketika lembaga-lembaga negara bertikai. Jika sejak awal masalah perseteruan KPK dengan Mabes Polri dapat dilerai, tentu kondisinya tidak serumyam saat ini.

Dari segi agenda kebijakan, upaya membentuk TIKFPH – meski relatif terlambat- diharapkan dapat menjadi ”pelerai” perseteruan Polri-KPK yang seakan-akan tidak berujung. Namun, apa pun hasil dari kerja TIKFPH -jika dianggap ”menguntungkan” kepolisian- justru akan menjadi preseden buruk bagi cita-cita rakyat untuk memperoleh keadilan di negeri ini.

Selain preseden buruk, nama-nama anggota TIKFPH juga dipertaruhkan karena dua hal. Pertama, kasus Bibit-Chandra bukanlah semata-mata kasus hukum, melainkan lebih tepat disebut sebagai kasus politisasi hukum. Karena itu, jika TIKFPH mendasari cara kerjanya pada aspek prosedural hukum semata, tidak tertutup kemungkinan hasilnya akan berpola win-win solution.

Gejala win-win solution sudah tampak dengan akan digantinya Susno Duadji yang selama ini dianggap ”kebal hukum”. Kedua, kita juga harus sabar menunggu, kira-kira ke mana langkah TIKFPH berpihak atas masalah tersebut. Tentu jawabannya ada pada satu atau

Page 27: Kpk Report

dua minggu kemudian. Jika hasilnya dianggap tidak win-win solution, tentu bisa saja akan menambah benang kusut pada pertarungan Polri-KPK di kemudian hari dan dapat pula berdampak kepada ketidakpercayaan publik atas janji-janji pemerintah untuk memberantas korupsi. (*)

MENGUJI KONSISTENSI KPK

 

Harus diakui bahwa terbentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menimbulkan sebersit asa bagi masyarakat akan terwujudkan suatu system pemerintahan yang bebas dari segala tindak korupsi. Apalagi jika menilik visi dan misi lembaga tersebut. Dalam visinya, dengan jelas dikatakan bahwa KPK dibentuk dalam rangka "mewujudkan Indonesia yang bebas korupsi". Karena itu misi yang diembannya adalah berperan sebagai lokomotif "penggerak perubahan untuk mewujudkan bangsa yang anti korupsi". Dengan visi dan misi tersebut diharapkan bahwa komisi ini nantinya merupakan suatu lembaga yang dapat membudayakan" anti korupsi di masyarakat, pemerintah dan swasta di Indonesia.

Jika melihat sepak terjang KPK dalam upaya pemberantasan korupsi, sejauh ini dapat dikatakan prestasi yang ditorehkan KPK cukup lumayan. Terbukti dengan ditangkapnya beberapa pelaku korupsi dari kalangan pejabat, baik di pusat maupun daerah. Toh demikian, bukan berarti KPK lepas dari kritik dan hambatan dalam melaksanakan tugas mulianya. Contoh terakhir hambatan-hambatan tersebut adalah digulirkannya wacana pembubaran KPK di kalangan dewan, ketika salah satu anggota dewan tertangkap basah sedang melakukan transaksi yang diduga korupsi. Sementara kritik tajam yang ditujukan kepada KPK meliputi berbagai aspek, di antaranya; KPK dianggap sebagai lembaga yang super body, tudingan bahwa anggota-anggota yang duduk di dalamnya tidak memiliki integritas yang memadai, belum mampu keluar dari bayang-bayang system yang korup, bertindak tebang pilih dan seterusnya.

Tidak sepenuhnya kritik tersebut salah. Faktanya hingga saat ini KPK masih sering terlihat gamang dan bingung ketika menghadapi kasus-kasus korupsi yang melibatkan "orang kuat". Tetapi harus diakui pula bahwa paling tidak gebrakan-gebrakan yang dilakukan seperti membongkar korupsi di lingkungan lembaga legislatif menunjukkan adanya keberanian dan keseriusan dalam pemberantasan korupsi. Tetapi harus diingat bahwa gebrakan saja tidak cukup. Perlu adanya pembuktian yang lebih kongkret dari KPK untuk menunjukkan bahwa visi mewujudkan Indonesia yang bebas dari korupsi bukan sekedar jargon kosong belaka.

Lalu apa yang dibutuhkan agar KPK untuk membuktikan keseriusannya dalam rangka memberantas korupsi? Ada beberapa hal yang mesti dimiliki KPK agar dapat bekerja secara optimal.

Pertama,

Page 28: Kpk Report

kepemimpinan. Layaknya sebuah lembaga atau organisasi, kinerja KPK sangat dipengaruhi oleh faktor kepemimpinan. Dalam hal ini pemimpin yang mengendalikan laju institusi sepenting KPK haruslah memiliki integritas yang tinggi, kemampuan dan keberanian memotifasi anggotanya dalam mengungkap kasus-kasus korupsi, terutama lembaga-lembaga kuat semacam legislatif dan ekskutif, serta memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidangnya.

Kedua,

integritas anggotanya. Sebagus apapun kepemimpinan yang ada di KPK, tidak akan dapat berfungsi jika anggota-anggotanya tidak memiliki integritas yang memadai. Kasus tertangkap tangannya salah satu anggota KPK dalam kasus korupsi beberapa waktu yang lalu menjadi bukti nyata bahwa hal semacam itu justru dapat menjatuhkan kredibilitas lembaga tersebut di mata masyarakat dan lawan-lawan politiknya.

Ketiga,

payung hukum dan politik yang memadai. Hingga saat ini setidaknya terdapat delapan undang-undang dan peraturan pemerintah yang menjadi landasan yuridis KPK, yaitu Undang-Undang No. 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negera yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Peraturan Pemerintah Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, serta Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2005 tentang Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia KPK. Payung hokum ini mestinya sudah cukup menjadi landasan bagi KPK untuk melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik. Namun sekali lagi kesan ragu-ragu kerap membayangi langkahnya untuk menjalankan tugas dan wewenang yang dimiliki.

Keempat,

perluasan wewenang. Sejauh ini wewenang yang dimiliki KPK adalah; mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi; menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi; meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait; melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; dan meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi. Jika dilihat sepintas lalu wewenang di atas sudak cukup bagi KPK untuk melaksanakan fungsi pemberantasan korupsi. Namun jika diamati lebih teliti, fungsi KPK yang hanya bertindak sebagai koordinator dalam penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi, sekaligus menjadi titik lemah lembaga ini. Idealnya, KPK diberi kewenangan khusus

Page 29: Kpk Report

untuk menetapkan status hokum pelaku korupsi, bahkan jika perlu menentukan jenis sanksinya. Hal ini mungkin oleh sementara pihak dianggap over lap dan bertentangan dengan kaidah hokum. Namun jika melihat begitu merajalelanya korupsi di negeri ini, bahwa langkah "istimewa" tersebut harus diterima, tentu saja dengan mekanisme dan kerja sama dengan instansi yang berwenang. Sebab, masih sering terjadi pelaku korupsi yang ditangkap KPK dapat lolos dari jeratan hokum ketika di pengadilan.

Kelima,

Independensi. Independensi menjadi kebutuhan mutlak bagi KPK. Hal ini diperlukan untuk menghindari kemungkinan adanya intervensi dari pihak luar yang merasa "terancam" oleh KPK.

Keenam,

kerja yang terstruktur. Di atas telah disebutkan bahwa KPK dinilai tebang pilih dalam memberantas korupsi. Bagi penulis, arti tebang pilih ini bukan sekedar menimang-nimang siapa yang memungkinkan untuk ditangkap, tetapi juga mencerminkan suatu program yang tidak terstruktur dan sal comot saja. Kerja yang demikian untuk jangka pendek mungkin dapat dimaklumi demi mengejar target yang telah dibebankan. Tetapi dalam jangka panjang justru dapat mengacaukan agenda pemberantasan korupsi itu sendiri, sebab tidak ada kontinuitas.

Ketujuh,

lebih mengedepankan tindakan preventif. KPK selama ini sangat getol dalam melakkan penangkapan sejumlah pejabat di pusat dan daerah yang diduga terlibat korupsi. Tetapi, kesibukan tersebut pada satu sisi membuatnya melupakan aspek preventif yang sebenarnya lebih penting. Dalam hal ini KPK dituntut mampu menciptakan suatu sistem yang dapat menjamin pembersihan korupsi untuk masa yang akan datang.

Kedelapan,

infrastruktur yang memadai. Ketika beberapa waktu yang lalu KPK membuka kantor cabang di beberapa kota besar di Indonesia, ada harapan bahwa program pemberantasan korupsi dapat dilakukan secara menyeluruh di berbagai wilayah Indonesia. Tetapi masih ada satu lagi infrastruktrur yang diperlukan, yaitu rencana strategis (renstra) dalam jangka panjang. Ini untuk menunjang kejelasan arah dan agenda kerja KPK itu sendiri.

Kesembilan,

peran serta dan dukungan masyarakat. Harus disadari bahwa tanpa adanya keikutsertaan komponen masyarakat, pemerintah dan swasta secara menyeluruh maka upaya untuk memberantas korupsi akan kandas ditengah jalan. Diharapkan dengan partisipasi seluruh lapisan masyarakat tersebut, dalam beberapa tahun mendatang Indonesia akan bebas dari KKN.

Page 30: Kpk Report

Jika kesembilan perangkat tersebut dipenuhi, cita-cita untuk mewujudkan Indonesia yang bebas dari korupsi bukan lagi "sekedar mimpi" di negeri tercinta ini.

Prev: Paradigma Baru Ekonomi ISlam Next: Gerakan Anti Korupsi

Politik Luar Negeri Indonesia

Sumber    :  Buku Sekolah Elektronik ( A.T. Sugeng Priyanto dkk )  Hal          : 76 -91 Politik luar negeri adalah strategi dan taktik yang digunakan oleh suatu negara dalam hubungannya dengan negara-negara lain. Dalam arti luas, politik luar negeri adalah pola perilaku yang digunakan oleh suatu Negara dalam hubungannya dengan negara-negara lain. Politik luar negeri berhubungan dengan proses pembuatan keputusan untuk mengikuti pilihan jalan tertentu. Menurut buku Rencana Strategi Pelaksanaan Politik Luar Negeri Republik Indonesia (1984-1988), politik luar negeri diartikan sebagai “suatu kebijaksanaan yang diambil oleh pemerintah dalam rangka hubungannya dengan dunia internasional dalam usaha untuk mencapai tujuan nasional”. Melalui politik luar negeri, pemerintah memproyeksikan kepentingan nasionalnya ke dalam masyarakat antar bangsa”. Dari uraian di muka sesungguhnya dapat diketahui bahwa tujuan politik luar negeri adalah untuk mewujudkan kepentingan nasional. Tujuan tersebut memuat gambaran mengenai keadaan negara dimasa mendatang serta kondisi masa depan yang diinginkan. Pelaksanaan politik luar negeri diawali oleh penetapan kebijaksanaan dan keputusan dengan mempertimbangkan hal-hal yang didasarkan pada faktor-faktor nasional sebagai faktor internal serta faktor-faktor internasional sebagai faktor eksternal.Dasar hukum pelaksanaan politik luar negeri Republik Indonesia tergambarkan secara jelas di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea I dan alinea IV. Alinea I menyatakan bahwa .… kemerdekaan ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.Selanjutnya  pada   alinea   IV   dinyatakan  bahwa  ….  dan   ikut  melaksanakan   ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan,  perdamaian abadi  dan keadilan sosial  …..  Dari  dua kutipan di atas,  jelaslah bahwa politik luar negeri RI mempunyai landasan atau dasar hukum yang sangat kuat, karena diatur di dalam Pembukaan UUD 1945. Selain dalam pembukaan terdapat juga dalam beberapa pasal contohnya pasal 11 ayat 1, 2,3; pasal 13 ayat 1,2,3 dan lain-lain.Pasal 11(1)   Presiden   dengan   persetujuan   Dewan   Perwakilan   Rakyat   menyatakan   perang, 

membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.(2)  Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan

Page 31: Kpk Report

mendasar   bagi   kehidupan   rakyat   yang   terkait   dengan   beban   keuangan   negara, dan/atau   mengharuskan   perubahan   atau   pembentukan   undang-undang   harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. ***)

(3)   Ketentuan   lebih   lanjut   tentang   perjanjian   internasional   diatur   dengan   undang-undang. ***) Pasal 13(1)  Presiden mengangkat duta dan konsul.(2)  Dalam mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.*)(3)   Presiden   menerima   penempatan   duta   negara   lain   dengan   memperhatikan 

pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.*) Politik Luar Negeri  di  masa pemerintahan Susilo  Bambang Yudhoyono tahun 2004 – 2009, dalam visi dan misi beliau diantaranya dengan melakukan usaha memantapkan politik   luar   negeri.   Yaitu   dengan   cara   meningkatkan   kerjasama   internasional   dan meningkatkan kualitas diplomasi Indonesia dalam rangka memperjuangkan kepentingan nasional. Prestasi Indonesia sejak 1 Januari 2007 menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, dimana Republik Indonesia dipilih oleh 158 negara anggota PBB. Tugas Republik Indonesia di Dewan Keamanan PBB adalah :1). Ketua Komite Sanksi Rwanda2). Ketua komite kerja untuk pasukan penjaga perdamaian3). Ketua Komite penjatuhan sanksi untuk Sierra Leone4). Wakil Ketua Komite penyelesaian konfik Sudan5) Wakil Ketua Komite penyelesaian konflik Kongo6). Wakil Kertua Komite penyelesaian konflik Guinea BissauBaru-baru ini Indonesia berani mengambil sikap sebagai satu-satunya negara anggota tidak tetap DK PBB yang bersikap abstain ketika semua Negara  lainnya memberikan dukungan   untuk   memberi   sanksi   pada   Iran.   Ciri-ciri   Politik   Bebas   Aktif   Republik Indonesia Dalam berbagai uraian tentang politik Luar Negeri yang bebas aktif , maka Bebas dan Aktif disebut sebagai sifat politik luar negeri Republik Indonesia. Bahkan di belakang kata bebas dan aktif masih ditambahkan dengan sifat-sifat yang lain, misalnya anti   kolonialisme,   anti   imperialisme.  Dalam  dokumen  Rencana   Strategi   Pelaksanaan Politik Luar Negeri Republik Indonesia (1984-1989) yang telah ditetapkan oleh Menteri Luar Negeri RI tanggal 19 Mei 1983, dijelaskan bahwa sifat Politik Luar Negeri adalah: (1) Bebas Aktif …. (2) Anti kolonialisme … (3) Mengabdi kepada Kepentingan Nasional dan … (4)   Demokratis.   Dalam   risalah   Politik   Luar   Negeri   yang   disusun   oleh   Kepala   Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Masalah Luar Negeri Departemen Luar Negeri, Suli   Sulaiman  ….yang   disebut   sifat   politik   luar   negeri   hanya   Bebas   Aktif   serta   anti kolonialisme   dan   anti   Imperialisme.   Sementara   M.   Sabir   lebih   cenderung   untuk menggunakan istilah ciri-ciri dan sifat secara terpisah. Menurut M Sabir, ciri atau ciri-ciri khas biasanya disebut untuk sifat yang lebih permanen, sedangkan kata sifat memberi arti sifat biasa yang dapat berubah-ubah.

Page 32: Kpk Report

Dengan   demikian   karena   bebas   dan   aktif   merupakan   sifat   yang   melekat   secara permanen pada batang tubuh politik bebas aktif, penulis menggolongkannya sebagai ciri-ciri politik bebas-aktif sedangkan Anti Kolonialisme dan Anti Imperialisme disebutnya sebagai sifat.  Pengertian Politik Bebas Aktif Republik IndonesiaSebagaimana telah diuraikan terdahulu, rumusan yang ada pada alinea I dan alinea IV Pembukaan UUD 1945 merupakan dasar hukum yang sangat kuat bagi politik luar negeri RI. Namun dari rumusan tersebut, kita belum mendapatkan gambaran mengenai makna politik luar negeri yang bebas aktif. Karena itu dalam uraian ini akan dikutip beberapa pendapat  mengenai   pengertian   bebas   dan   aktif.   A.W  Wijaya  merumuskan:   Bebas, berarti tidak terikat oleh suatu ideologi atau oleh suatu politik negara asing atau oleh blok negara-negara tertentu, atau negara-negara adikuasa (super power). Aktif artinya dengan   sumbangan   realistis   giat   mengembangkan   kebebasan   persahabatan   dan kerjasama  internasional  dengan menghormati kedaulatan negara  lain.  Sementara   itu Mochtar Kusumaatmaja merumuskan bebas aktif sebagai berikut : Bebas   :  dalam pengertian  bahwa   Indonesia  tidak  memihak  pada  kekuatan-kekuatan yang pada dasarnya tidak sesuai dengan kepribadian bangsa sebagaimana dicerminkan dalam   Pancasila.   Aktif   :   berarti   bahwa   di   dalam   menjalankan   kebijaksanaan   luar negerinya, Indonesia tidak bersifat pasif-reaktif atas kejadiankejadian internasionalnya, melainkan bersifat aktif .B.A  Urbani  menguraikan  pengertian  bebas  sebagai  berikut   :  perkataan  bebas  dalam politik bebas aktif tersebut mengalir  dari  kalimat yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai berikut : supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas. Jadi menurut pengertian ini, dapat diberi definisi sebagai “berkebebasan politik untuk menentukan dan  menyatakan  pendapat   sendiri,   terhadap tiap-tiap  persoalan   internasional   sesuai dengan nilainya masing-masing tanpa apriori memihak kepada suatu blok”.

Politik Luar Negeri Indonesia Tetap Bebas Aktif

Jum'at, 23 November 2007 18:08BERI KOMENTAR

CETAK BERITA INI

KIRIM KE TEMAN

Ikuti Kuis Berhadiah, Revenge Movies

Page 33: Kpk Report

Kapanlagi.com - Politik luar negeri Indonesia yang dijalankan oleh pemerintahan saat ini tetap berbasis bebas aktif dan tidak masuk atau membentuk aliansi serta tidak akan mengizinkan negara mana pun untuk membangun basis militer.

"Pemerintahan sekarang telah berupaya untuk menekankan politik bebas aktif dan lebih mengutamakan integritas nasional," kata Hariyadi Wirawan, dari Studi Intelijen Strategis Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia, di Beijing, Jumat (23/11).

Hal tersebut dikemukakan ketika melakukan dialog dengan puluhan mahasiswa Indonesia yang sedang menuntut ilmu di Beijing yang diadakan oleh KBRI Beijing.

Menurut dia, Pemerintahan Indonesia saat ini tampak tegas dalam menjalankan politik luar negerinya yakni tidak ingin ikut-ikutan membentuk atau bergabung dalam aliansi tertentu sehingga bisa dikatakan Indonesia tidak memiliki musuh dalam konteks hubungan internasional.

Selain itu pula, katanya, Indonesia juga tidak pernah menganggap negara mana pun sebagai ancaman sehingga semua negara sebetulnya mempunyai tataran yang sama dan setara.

Posisi Indonesia dalam menjalankan politik luar negeri bebas aktif menjadikan Indonesia bisa memainkan peranannya dalam kancah dunia internasional, khususnya dalam menciptakan perdamaian dunia.

Demikian juga untuk pelaksanaan politik di dalam negeri, pemerintah tetap menganut asas demokratis dalam upaya untuk menunjang politik luar negeri yang bebas aktif.

Terkait dengan keberadaan Cina sebagai negara penting di dunia, ia mengatakan bahwa Indonesia hendaknya bisa memanfaatkan kondisi tersebut untuk dapat bersama-sama menciptakan perdamaian dan pembangunan sebagai sama-sama negara berkembang.

"Cina saat ini sudah menjadi negara yang penting dan strategis dan Indonesia harus bisa mencoba mencari jalan agar mampu memberikan sumbangan bukan saja untuk perdamaian tapi juga pembangunan," kata Hariyadi.

Indonesia dan Cina, katanya, juga memiliki kapasitas melakukan kerja sama dan pertukaran masalah seperti teknologi bidang makanan, kesehatan, yang pada akhirnya bisa sama-sama menurunkan angka kemiskinan. (*/lpk)