mini research pkm.docx

67
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Diare adalah sebuah penyakit di mana penderita mengalami rangsangan buang air besar yang terus-menerus dan tinja atau feses yang masih memiliki kandungan air berlebihan. Orang yang mengalami diare akan kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh. Hal ini membuat tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik dan dapat membahayakan jiwa, khususnya pada anak dan orang tua (Wikipedia, 2010) Di negara yang sedang berkembang, penyebab kematian banyak diakibatkan oleh penyakit infeksi. Salah satu penyakit infeksi adalah diare. Indonesia sebagai negara berkembang menghadapi banyak masalah kesehatan terutama peningkatan penyakit berbasis lingkungan. Salah satu dari penyakit berbasis lingkungan adalah penyakit diare. Penyakit diare hingga kini masih merupakan salah satu penyakit utama pada bayi dan anak di Indonesia (Satriya, 2008). 1

Upload: senoaji-yuniar-sasmito

Post on 02-Dec-2015

106 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Mini Research PKM

TRANSCRIPT

Page 1: Mini Research PKM.docx

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Diare adalah sebuah penyakit di mana penderita mengalami

rangsangan buang air besar yang terus-menerus dan tinja atau feses yang

masih memiliki kandungan air berlebihan. Orang yang mengalami diare

akan kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh. Hal

ini membuat tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik dan dapat

membahayakan jiwa, khususnya pada anak dan orang tua (Wikipedia,

2010)

Di negara yang sedang berkembang, penyebab kematian banyak

diakibatkan oleh penyakit infeksi. Salah satu penyakit infeksi adalah diare.

Indonesia sebagai negara berkembang menghadapi banyak masalah

kesehatan terutama peningkatan penyakit berbasis lingkungan. Salah satu

dari penyakit berbasis lingkungan adalah penyakit diare. Penyakit diare

hingga kini masih merupakan salah satu penyakit utama pada bayi dan

anak di Indonesia (Satriya, 2008).

Hasil survei pada tahun 2006 menunjukkan bahwa kejadian diare

pada semua usia di Indonesia adalah 423 per 1.000 penduduk dan terjadi

satu-dua kali per tahun pada anak-anak berusia di bawah lima tahun.

UNICEF (Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk urusan anak)

memperkirakan bahwa, setiap 30 detik ada satu anak yang meninggal

dunia karena diare (Satriya, 2008).

Data terkini dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO),

menunjukkan bahwa berbagai intervensi perilaku melalui modifikasi

lingkungan dapat mengurangi angka kejadian diare sampai dengan 94

persen melalui pengolahan air yang aman dan penyimpanan di tingkat

1

Page 2: Mini Research PKM.docx

rumah tangga dapat mengurangi angka kejadian diare sebesar 39 persen,

melakukan praktik cuci tangan yang efektif dapat menurunkan angka

kejadian diare sebesar 45 persen, meningkatkan sanitasi dapat menurunkan

angka kejadian diare sebesar 32 persen, dan meningkatkan penyediaan air

dapat menurunkan kejadian diare sebesar 25 persen (Elok, 2008)

Kejadian seperti diare diduga disebabkan oleh ketidakamanan

pangan yang lebih mengarah disebabkan oleh higien dan sanitasi yang

kurang baik, ketersediaan air bersih, serta pengaruh dari tinggi rendahnya

faktor pengetahuan gizi keluarga. Menurut hasil Survey Demografi dan

Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun1991, 1994 dan 1997, bahwa prevalensi

diare berbanding terbalik dengan tingkat pengetahuan keluarga. Makin

tinggi tingkat pengetahuan keluarga tentang gizi, makin rendah prevalensi

diare pada balita dan anggota keluarga lainnya (Elok, 2008).

Angka kejadian diare di wilayah kerja puskesmas Melati II pada

tahun 2009 adalah 840 kasus,pada tahun 2010 sebanyak 626 kasus dan

pada tahun 2011 sampai bulan November sebanyak 887 kasus. Terlihat

bahwa angka kejadian diare masih tinggi dan cenderung makin meningkat

ditambah lagi ditemukannya kasus diare pada daerah Nambongan

sebanyak 7 kasus pada tanggal 20-30 November yang terjadi hampir

bersamaan dalam interval ± 1 minggu.

B. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti merumuskan

masalah yaitu: Apakah faktor resiko yang menyebabkan peningkatan

angka kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Mlati II Sleman

Yogyakarta?

2

Page 3: Mini Research PKM.docx

C. KEASLIAN PENELITIAN

Sepanjang pengetahuan peneliti, belum pernah ditemukan

penelitian mengenai faktor resiko yang menyebabkan peningkatan angka

kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Mlati II Sleman Yogyakarta.

D. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor resiko yang

menyebabkan peningkatan angka kejadian diare di wilayah kerja

Puskesmas Mlati II Sleman Yogyakarta.

E. MANFAAT PENELITIAN

1. Bagi Ilmu Pengetahuan

Memberikan informasi tentang faktor resiko yang menyebabkan

peningkatan angka kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Mlati II

Sleman Yogyakarta.

2. Bagi Mayarakat

Hasil penelitian ini bagi masyarakat diharapkan dapat

memberikan informasi tentang faktor resiko diare, sehingga masyarakat

dapat mencegah terjadinya diare.

3. Bagi Peneliti Lain

Hasil yang diperoleh dapat dijadikan sebagai rujukan untuk

penelitian-penelitian selanjutnya.

3

Page 4: Mini Research PKM.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. PROFIL PUSKESMAS MELATI II

Puskesmas Mlati II merupakan satu dari 25 Puskesmas yang ada di

Kabupaten Sleman Propinsi DIY. Dan merupakan Puskesmas yang pertama

kali mendapatkan Sertifikat ISO 9001; 2000 yaitu pada tanggal 20 bulan

Oktober Tahun 2004. Puskesmas Mlati II selanjutnya telah dan melaksanakan

Renewal I dengan sukses serta mendapatkan Sertifikat ISO 9001;2000

kembali pada tanggal 20 bulan Oktober Tahun 2007.

Dengan bukti telah terlaksananya dua kali pemberian Resertifikasi ISO

9001 ; 2000 dari SGS dan KAN yang merupakan Lembaga Sertifikasi

Independen di Indonesia yang telah diakui secara International, maka

Puskesmas Mlati II telah memenuhi standar pelayanan kesehatan secara

International pula.

Keberhasilan Puskesmas Mlati II mendapatkan Sertifikat ISO 9001 ; 2000

tersebut tidak lepas dari kerjasama yang sangat baik dari semua pihak yaitu

dari Kepala Puskesmas, Koordinator Tata Usaha, Koordinator Pelayanan

Klinis dan Koordinator Pelayanan Masyarakat dan Pemegang Program yang

ada serta semua karyawan / karyawati Puskesmas Mlati II tanpa kecuali.

Dengan keberhasilan yang telah dicapai tersebut makan konsekwensi yang

sangat berat dan harus tetap dijaga secara terus menerus adalah

mempertahankan mutu pelayanan sekaligus meningkatkan mutu pelayanan

secara berkesinambungan.

Terlepas dari hal tersebut diatas maka Puskesmas Mlati II sebagai

Instansi Pemerintah yang menangani masalah kesehatan, sekaligus sebagai

ujung tombak dalam pelayanan kesehatan dimasyarakat maka Puskesmas

Mlati II dalam melaksanakan kegiatannya harus selalu bertolak dari program

yang telah dicanangkan oleh pemerintah yaitu baik Pemerintah Pusat,

Pemerintah Propinsi maupun Pemerintah Daerah/ Kabupaten.

4

Page 5: Mini Research PKM.docx

Visi Indonesia Sehat 2010 adalah menciptakan perilaku masyarakat

Indonesia yang mempunyai perilaku dan lingkungan yang sehat antara lain:

masyarakat proaktif dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya,

mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit,

berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat, mampu menjangkau

pelayanan kesehatan yang bermutu dan terciptanya lingkungan sehat yang

meliputi: bebas polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang

memadai, perumahan dan pemukiman sehat, perencanaan kawasan yang

berwawasan kesehatan.

Visi Yogyakarta Sehat 2005 adalah menciptakan masyarakat Yogyakarta

yang mempunyai perilaku sehat dan mempertahankan kesehatan secara

mandiri. Berbagai program kesehatan dilaksanakan dengan tujuan akhir

seluruh masyarakat dapat melakukan upaya mempertahankan dan

meningkatkan derajat kesehatan secara mandiri. Puskesmas sebagai ujung

tombak pelayanan kesehatan merupakan sarana sekaligus wadah dari

berbagai program aplikatif tersebut.

Telah terjadi perubahan pada program Puskesmas, dari 18 program lama

menjadi 6 program baru ( Basic Six ). Dengan program baru tersebut

Puskesmas mempunyai kewenangan untuk berimprovisasi sesuai dengan

kemampuan dan karakteristik wilayah binaannya. Akan tetapi program baru

ini tidak membawa banyak perubahan dalam pendekatannya. Model-model

pendekatan yang dipakai hanya dengan sedikit penyesuaian, sehingga masih

relevan dan efektif.

Sejalan dengan Visi Indonesia Sehat 2010 dan Visi Yogyakarta

Sehat 2005 tersebut, maka Puskesmas Mlati II selalu dan akan terus berusaha

untuk meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat dengan berusaha

menambah poli pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat

dengan tetap berpegang pada Basic Six yang telah dicanangkan untuk

Puskesmas oleh pemerintah.

5

Page 6: Mini Research PKM.docx

a. Gambaran Umum

Puskesmas Mlati II merupakan bagian dari sejarah lokal yang merupakan

bangunan rumah sakit pertama di kecamatan Mlati yang pada masa

pembangunannya merupakan Rumah Sakit Kolonial. Dibangun kira-kira pada

tahun 1930 yang merupakan rumah sakit pertama di Cebongan yang berada di

lingkungan perkebunan tebudan pabrik gula, sehinggga berdasarkan kriteria

usia sudah termasuk benda Cagar Budaya. Arsitektur bergaya kolonial,

kondisi saat ini masih cukup dominan meskipun sudah mengalami beberapa

perubahan. Puskesmas Mlati II berada di wilayah dusun Cabakan, Kalurahan

Sumberadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta. Puskesmas ini terletak di tepi jalan raya sehingga mudah

dijangkau masyarakat. Jarak ke ibukota Provinsi DI Yogyakarta lk. 11 km,

sedangkan ke ibu kota Kabupaten Sleman 6 km.

Batas Wilayah Kerja Puskesmas Melati II:

1. Sebelah Utara :Desa Tridadi,Kecamatan Sleman.

2. Sebelah Timur :Desa Sendangadi,Kecamatan Mlati

3. Sebelah Selatan :Desa Sidomoyo,Kecamatan Godean

4. Sebelah Barat :Desa Margomulyo,Kecamatan Sayegan.

Dari batas-batas wilayah tersebut diatas maka Puskesmas Mlati II

membawahi tiga (3) desa wilayah kerja yaitu :

1. Desa Tirtoadi

2. Desa Sumberadi dan

3. Desa Tlogoadi

Dengan total luas wilayah ke tiga desa tersebut adalah 1.681 Ha.

6

Page 7: Mini Research PKM.docx

Peta Wilayah Kecamatan Mlati-Sleman

Gambar 1.

Peta Wilayah Kecamatan Melati Sleman.

7

Page 8: Mini Research PKM.docx

a.1 Keadaan Geografis

Keadaan Geografis dari masing-masing desa di wilayah kerja Puskesma Mlati

II dapat kita lihat pada Tabel Berikut ini:

Tabel 1.

Kondisi Geografis menurut Desa Wilayah Kerja

Puskesmas Mlati II Tahun 2009

Desa

Tinggi Tempat

dari Permukaan

Air Laut

Curah Hujan rata-

rata pertahun

Rata-Rata Suhu

(Derajad)

Tirtoadi 150 2526 32

Sumberadi 135 2160 27

Tlogoadi 135 1817 30

a.2 Geomorfologi

Bentuk wilayah kerja Puskesmas Mlati II adalah : Dataran, datar sampai

dataran berombak, dengan ketinggian rata-rata tanah 250 mm diatas

permukaan laut

b. Karakteristik Sosiokultural

b.1 Populasi

Jumlah total penduduk Kecamatan Mlati tahun 2009 yang terdiri dari 5

desa yaitu : (1). Tirtoadi (2). Sumberadi (3). Tlogoadi (4). Sendangadi (5).

Sinduadi adalah 78.602. Untuk jumlah penduduk wilayah kerja Puskesmas

Mlati II yang hanya terdiri dari tiga desa yaitu : (1). Tirtoadi (2). Sumberadi

(3). Tlogoadi tahun 2009 adalah 33.598 jiwa dengan perincian pada table

dibawah berikut :

8

Page 9: Mini Research PKM.docx

Tabel 2.Distribusi penduduk berdasarkan jenis kelamin di wilayah kerja

Puskesmas Mlati II Tahun 2009

No Desa Laki-laki Wanita Jumlah1 Tirtoadi 14509 4679 9188

2 Sumberadi 6457 6675 13132

3 Tlogoadi 5544 5734 11278Jumlah 12002 17088 33598

Tabel 3.Populasi penduduk berdasarkan Kelompok Umur di wilayah kerja

Puskesmas Mlati II Tahun 2009No Kelompok Umur Jumlah Jiwa Prosentase1 0 - 6 tahun 3059 9,10

2 7 -12 tahun 5256 15,64

3 13 - 18 tahun 6034 17,95

4 19 - 24 tahun 4042 12,03

5 25 - 55 tahun 6127 18,23

6 56 – 79 tahun 6039 17,97

7 80 tahun keatas 3041 9,05

33598 100

Tabel 4.Distribusi penduduk menurut tingkat pendidikan

diwilayah kerja Puskesmas Mlati II Tahun 2009No Jenis Pendidikan Tirtoadi Sumberadi Tlogoadi Jumlah1 Belum sekolah 622 954 861 2437

2 Tidak Tamat SD 293 388 408 1089

3 Tamat SD / sederajat 2557 2768 3144 8469

4 Tamat SMP/sederajat

2523 2902 2840 8265

5 Tamat SMA/sederajat

2799 5463 3486 11746

6 Tamat akademi 169 328 294 791

7 Tamat PT 227 329 245 801

Jumlah 9190 13132 11278 33598Tabel 5.

9

Page 10: Mini Research PKM.docx

Distribusi mata pencaharian penduduk di wilayah kerja

Puskesmas Mlati II Tahun 2009

No Jenis mata pencaharian Tirtoadi Sumberadi Tlogoadi Jumlah

1 Petani Sawah 1119 1374 1530 4023

2 Petani Perkebunan 170 161 168 499

3 Peternakan 1001 974 1110 3085

4 Perikanan 35 112 64 211

5 Industri Bsr -Sedang 4 16 4 24

6 Industri Kecil 188 197 198 583

7 Bangunan 137 123 220 480

8 Pedagang 153 190 261 604

9 Angkutan 13 9 25 56

10 PNS 253 441 275 939

11 TNI 46 52 43 414

12 Pensiunan 156 207 99 462

II. Diare

1. Diare Pada Anak

a. Definisi

Diare didefinisikan sebagai meningkatnya frekuensi buang air

besar dan berubahnya konsistensi menjadi lebih lunak atau bahkan cair.

Diare akut menurut Cohen adalah keluarnya buang air besar sekali atau

lebih yang berbentuk cair dalam satu hari dan berlangsung kurang 14 hari.

American Academy of Pediatrics (AAP) mendefinisikan diare dengan

karakteristik peningkatan frekuensi dan/atau perubahan konsistensi, dapat

disertai atau tanpa gejala dan tanda seperti mual, muntah, demam atau

sakit perut yang berlangsung selama 3-7 hari. Neonatus dikatakan diare

bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 x, sedangkan untuk bayi

berumur > 1 bulan dan anak, bila frekuensinya > dari 3 x dalam 24 jam

(Hassan, 1985).

10

Page 11: Mini Research PKM.docx

b. Etiologi

Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor

1) Faktor infeksi

a) Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang

merupakan penyebab utama diare pada anak

Infeksi enteral meliputi :

Infeksi bakteri : Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella,

Compylobacter, Yersinia, Aeromonas.

Infeksi virus : Rotavirus (40-60%), Enterovirus, Adenovirus,

Norwalk, Astrovirus, Calcivirus, Coronavirus,

Minirotavirus, dan virus bulat kecil.

Infeksi parasit : cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris,

Strongyloides), protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia

lamblia, Trichomonas hominis), jamur (Candida albicans).

b) Infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat

pencernaan seperti otitis media akut (OMA), tonsilofaringitis,

bronkopneumonia, ensefalitis dsb. Keadaan ini terutama

terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun.

2) Faktor malabsorbsi

1) Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa,maltose

dan sukrosa),monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan

galaktosa)

Pada bayi dan anak-anak, yang terpenting dan tersering adalah

intoleransi laktosa.

2) Malabsorbsi lemak

3) Malabsorbsi protein

3) Faktor makanan

Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan

4) Faktor psikologis

Rasa takut dan cemas dapat menimbulkan diare pada anak yang lebih

besar, tetapi frekuensinya jarang.

11

Page 12: Mini Research PKM.docx

c. Manifestasi Klinis

Mula-mula bayi menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya

meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare.

Tinja cair dan mungkin disertai lendir dan atau darah. Warna tinja makin

lama berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu.

Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja

makin lama makin asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat,

yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus selama diare.

Gejala muntah dapat terjadi sesudah atau sebelum diare dan dapat

disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat keseimbangan

asam basa dan elektrolit. Bila penderita telah kehilangan banyak cairan

dan elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak. Berat badan turun,

turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, selaput

mukosa bibir dan mulut serta kulit tampak kering.

Tabel 6

Karakteristik pada 3 tipe diare akut

Karakteristik Non inflamatory Inflammatory Penetrating

Tempat Usus halus

bagian proksimal

Kolon Usus halus

bagian distal

Gambaran

tinja

Watery

Volume >>

Leukosit (-)

Bloody,mucus

Volume sedang

Leukosit PMN

Mucus

Volume sedikit

Leukosit MN

Demam (-) (+) (+)

Nyeri perut (-) (+) (+)/(-)

Dehidrasi (+++) (+) (+)/(-)

Tenesmus (-) (+) (-)

12

Page 13: Mini Research PKM.docx

Komplikasi Hipovolemik Toksik Sepsis

d. Patogenesis

Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah:

1) Gangguan osmotik

Makanan atau zat yang tidak dapat diserap → tekanan osmotic

dalam rongga usus meningkat → air dan elektrolit bergeser ke

dalam rongga usus → isi usus berlebihan → merangsang usus

untuk mengeluarkan → diare

2) Gangguan sekresi

Rangsangan (toksin) → sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga

usus meningkat → peningkatan isi rongga usus → diare

3) Gangguan motilitas usus

Hiperperistaltik → kesempatan usus untuk menyerap makanan

berkurang → diare

Peristaltik usus menurun → bakteri tumbuh berlebihan → diare

Patogenesa terjadinya diare yang disebabkan oleh virus

(Rotavirus): virus masuk kedalam tubuh bersama makanan dan minuman

setelah virus sampai kedalam enterosit (sel epitel usus halus) akan

menyebabkan infeksi serta kerusakan jonjot-jonjot (villi) usus halus.

Enterosit yang rusak diganti oleh enterosit yang baru yang berbentuk

kuboid atau sel epitel gepeng yang belum matang, sehingga fungsinya

masih belum baik. Jonjot-jonjot usus mengalami atrofi dan tidak dapat

mengabsobpsi cairan dan makanan dengan baik, cairan dan makanan yang

tidak terserap dan tercerna akan meningkatkan tekanan koloid osmotic

usus, usus meningkatkan mortalitasnya (hiperperistaltik) sehingga cairan

beserta makanan yang tidak terserap akan didorong keluar usus melalui

anus sehingga terjadi diare. Diare karena virus biasanya tidak berlangsung

13

Page 14: Mini Research PKM.docx

lama, hanya beberapa hari (3-4 hari) dapat sembuh tanpa pengobatan (Self

Limiting Disease).

Bakteri penyebab diare dapat dibagi dua golongan besar, yaitu

bakteri non invasif dan bakteri invasif. Diare karena bakteri invasif dan

non invasif terjadi melalui salah satu mekanisme yang berhubungan

dengan pengaturan transport ion dalam sel-sel usus berikut ini:cAMP

(Cyclic Adenosin Monophosphate), cGMP (Cyclic Guanosin

Monophosphate), Ca-dependent, dan pengaturan ulang sitoskeleton.

Terjadinya diare non invasi (V. cholerae) sebagai berikut:

Bakteri masuk kedalam tubuh melalui makanan dan minuman yang

tercemar oleh bakteri tersebut. Bakteri tertelan dan masuk ke lambung, di

dalam lambung bakteri akan dibunuh oleh asam lambung, namun jika

jumlah bakteri cukup banyak maka ada yang lolos sampai ke dalam usus

12 jari (duodenum). Di dalam duodenum bakteri akan berkembang biak

sehingga jumlahnya sampai 100 juta koloni atau lebih per ml cairan usus

halus. Dengan memproduksi enzyme mucinase bakteri berhasil

mencairkan lapisan lendir yang menutupi permukaan sel epitel usus

sehingga bakteri dapat masuk ke dalam membran (dinding sel epitel).

Didalam membran bakteri mengeluarkan toksin yang disebut subunit A

dan subunit B. subunit B akan melekat didalam membran dari subunit A

dan akan bersentuhan dengan membran sel serta mengeluarkan cAMP.

cAMP berkhasiat merangsang sekresi cairan usus dibagian kripta villi,

tanpa menimbulkan kerusakan sel epitel tersebut. Sebagai akibat adanya

rangsangan sekresi cairan dan hambatan absorbsi cairan tersebut, volume

cairan didalam lumen usus akan bertambah banyak. Cairan ini akan

menyebabkan dinding usus menggelembung dan tegang sebagai reaksi

dinding usus akan mengadakan kontraksi sehingga terjadi hipermortilitas

atau hiperperistaltik untuk mengalirkan cairan ke bawah atau ke usus

besar. Dalam keadaan normal usus besar akan meningkatkan

kemampuannya untuk menyerap cairan yang bertambah banyak, tentu saja

14

Page 15: Mini Research PKM.docx

ada batasnya. Peningkatan sampai 4500ml (4,5Lt) masih belum terjadi

diare, tetapi bila jumlah tersebut melampaui kapasitasnya untuk menyerap,

maka terjadilah diare. Toksin V. cholerae dapat bertahan didalam tubuh

selama 36-72 jam dan masih tetap akan menyebabkan diare walaupun

kumannya mati. Diare karena kolera dapat berlangsung sangat cepat

sehingga kehilangan cairan dapat mencapai 5-10 liter sehingga dapat

menyebabkan kematian yang cukup banyak.

Patogenesis terjadinya diare oleh bakteri invasif agak berbeda

dengan bakteri non invasif, tetapi prinsipnya hampir sama, bedanya

bakteri dapat melakukan invasi (menembus) sel mukosa usus halus

sehingga dapat menyebabkan reaksi sistemik (demam, kram perut dan

sebagainya). Toksin Shiigella spp dapat masuk kedalam serabut saraf otak

dan dapat menyebabkan kejang. Diare oleh salmonella dan shigella sering

juga menyebabkan adanya darah dalam tinja, suatu keadaan yang disebut

disentri.

e. Langkah Diagnostik

Dari anamnesis yang harus ditanyakan adalah adanya diare

berlangsung akut atau kronik. Frekuensi defekasi sehari serta kira-kira

banyaknya feses setiap kali BAB, konsistensi tinja, warnanya (hitam,

hijau, kuning, putih), baunya (busuk/anyir), serta tinja disertai lendir

dan/atau darah. Konsistensi tinja yang cair dengan warna seperti air cucian

beras mungkin mengarahkan diagnosis pada kolera, tinja lembek yang

disertai lendir dan darah, apabila disertai dengan tenesmus seringkali khas

untuk amebiasis intestinal. Selain rasa mulas, tenesmus serta kolik, perlu

ditanyakan mengenai keluhan-keluhan lain yang menyertai diare misalnya

terdapat muntah, sesak nafas, kejang, gangguan kesadaran, kencing

berkurang, lemas, lecet di dubur, dan sebagainya.

Pemeriksaan fisik yang harus dilakukan adalah memeriksa pasien

untuk menetukan derajat dehidrasi, jika terdapat dehidrasi pada anak.

Dilakukan pemeriksaan pada keadaan umum pasien,ubun-ubun besar,

15

Page 16: Mini Research PKM.docx

turgor kulit, mata (palpebra), air mata, selaput lendir, urin. Cari adanya

darah, lendir dalam tinja.

Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk mencari

penyebab dari diare, yaitu:

1) Pemeriksaan tinja

Makroskopis dan mikroskopis

pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet

clinitest, bila diduga terdapat intoleransi laktosa

Jika perlu, dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi

2) Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan

menentukan pH dan cadangan alkali.

3) Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.

4) Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan

fosfor dalam serum (terutama pada penderita diare yang disertai kejang.

5) Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad renik

atau parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan pada

penderita diare kronik.

f. Komplikasi

Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak,

dapat terjadi berbagai macam komplikasi seperti :

1) Dehirasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonic, atau hipertonik)

2) Renjatan hipovolemik

3) Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah,

bradikardia, perubahan pada elektrokardiogram)

4) Hipoglikemia

5) Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim lactase

karena kerusakan villi mukosa usus halus

6) Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik

7) Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita

juga mengalami kelaparan.

16

Page 17: Mini Research PKM.docx

g. Terapi

Dasar penatalaksanaan pada pasien diare

1) Rehidrasi

Salah satu komplikasi diare yang paling sering terjadi adalah

dehidrasi. Mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari

memberikan cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti air tajin,

kuah sayur atau sup. Bila terjadi dehidrasi, anak harus segera dibawa

ke petugas kesehatan. Cairan Rehidrasi Oral (CRO) yang dianjurkan

WHO selama 3 dekade terakhir ini menggunakan cairan yang

mengandung elektrolit dan glukosa telah berhasil menurunkan angka

kematian akibat dehidrasi pada diare, karena kombinasi gula dan

garam dapat meningkatkan penyerapan cairan di usus. Sesuai dengan

anjuran WHO saat ini dianjurkan penggunaan CRO dengan formula

baru yaitu dengan komposisi Natrium 75 mmol/L, Kalium20 mmol/L,

Klorida 65 mmol/L, Sitrat 10 mmol/L, Glukosa 75 mmol/L. Total

osmolaritas 245 mmol/L. rehidrasi disesuaikan dengan derajat

dehidrasi.

Plan A (penderita diare tanpa dehidrasi)

Terapi dilakukan di rumah. Menerangkan 4 cara terapi diare di

rumah :

a) Berikan anak lebih banyak cairan daripada biasanya untuk

mencegah dehidrasi

b) Berikan tablet Zinc. Dosis yang digunakan untuk anak-anak :

• Anak dibawah usia 6 bulan : 10 mg (½ tablet) per hari

• Anak diatas usia 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari

Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut, walaupun anak

sudah sembuh. Cara pemberian tablet zinc pada bayi, dapat

dilarutkan dengan air matang, ASI, atau oralit. Untuk anak-anak

17

Page 18: Mini Research PKM.docx

yang lebih besar, zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air

matang atau oralit.

c) Beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi.

• Teruskan ASI / berikan susu PASI

• Bila anak 6 bulan / lebih, atau telah mendapatkan makanan padat :

- Berikan bubur, bila mungkin campur dengan kacang-kacangan,

sayur, daging / ikan. Tambahkan 1-2 sendok teh minyak sayur

sop tiap porsi

- Berikan sari buah / pisang halus untuk menambah kalium

- Berikan makanan segar, masak dan haluskan / tumbuk dengan

baik

- Bujuklah anak untuk makan

- Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti, dan

berikan makanan tambahan setiap hari selama 2 minggu

d) Bawa anak kepada petugas kesehatan bila anak tidak membaik

dalam 3 hari atau menderita sebagai berikut :

• Buang air besar cair lebih sering

• Muntah terus menerus

• Rasa haus yang nyata

• Makan atau minum sedikit

• Demam

• Tinja berdarah

Anak harus diberi oralit dirumah apabila :

• Setelah mendapat Rencana Terapi B atau C

• Tidak dapat kembali ke petugas kesehatan bila diare

memburuk

• Memberikan oralit kepada semua anak dengan diare yang

datang ke petugas kesehatan merupakan kebijakan

pemerintah.

Ketentuan pemberian oralit formula baru :

18

Page 19: Mini Research PKM.docx

• Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru.

• Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 L air

matang, untuk persediaan 24 jam.

• Berikan larutan oralit pada anak setiap kali BAB, dengan

ketentuan sebagai berikut :

- Untuk anak usia < 2 tahun : berikan 50-100 mL tiap kali

buang air.

- Untuk anak usia > 2 tahun : berikan 100-200 mL tiap

kali buang air.

• Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih

tersisa, maka sisa larutan itu harus dibuang.

Plan B (penderita diare dengan dehidrasi tak berat)

a) Menentukan oralit untuk 3 jam pertama

Jumlah oralit yang diperlukan = 75ml/kgBB

Umur Sampai 4 bln 4 – 12 bln 12 – 24 bln 2 – 5 thn

BB < 6 kg 6 – 10 kg 10 – 12 kg 12 -19 kg

Jml cairan 200 – 400 400 – 700 700 – 900 900-1400

b) Menunjukkan pada orang tua cara pemberian oralit

Minum sedikit-sedikit tapi sering.

Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian lanjutkan lagi

dengan lebih lambat.

Lanjutkan ASI selama anak mau

c) Beri tablet zinc 10 hari

19

Page 20: Mini Research PKM.docx

Setelah 3 jam,ulangi penilaian dan klasifikasikan kembali derajat

dehidrasinya. Pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan

pengobatan.

Plan C ( penderita diare dengan dehidrasi berat

20

Page 21: Mini Research PKM.docx

Kirim penderita untuk terapi intravena.Bila penderita bisa minum, sediakan oralit dan tunjukkan cara memberikannya selama perjalanan.sediakan oralit dan tunjukkan cara memberikannya selama perjalanan.

Mulai rehidrasi mulut dengan oralit melalui pipa nasogastrik atas mulut. Berikan 20 mL/kgBB/jam selama 6 jam (total 120 mL/kgBB).Nilailah penderita tiap 1-2 jam :Bila muntah / perut kembung, berikan cairan perlahan.Bila rehidrasi tidak tercapai selama 3 jam, rujuk penderita untuk terapi IV.Setelah 6 jam, nilai kembali penderita dan pilih rencana terapi yang sesuai.

Apakah ada terapi IV terdekat (dalam 30 menit) ?

Apakah saudara dapat menggunakan pipa nasogastrik untuk rehidrasi ?

Ya

Tidak

Tidak

Segera rujuk anak untuk rehidrasi melalui NGT atau IV

2) Dukungan nutrisi

21

Catatan :

• Bila mungkin, amati penderita sedikitnya 6 jam setelah rehidrasi untuk memastikan bahwa ibu dapat mengembalikan cairan yang hilang dengan memberi oralit.

• Bila usia > 2 thn, pikirkan kemungkinan kolera dan berikan antibiotik yang tepat secara oral setelah anak sadar.

Page 22: Mini Research PKM.docx

Makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang

sama pada waktu anak sehat, untuk pengganti nutrisi yang hilang serta

mencegah agar tidak menjadi gizi buruk. Adanya perbaikan nafsu

makan menandakan fase kesembuhan. ASI tetap diberikan selama

terjadinya diare pada diare cair akut maupun pada diare akut berdarah

dan diberikan dengan frekuensi lebih sering dari biasanya. Anak umur

6 bulan keatas sebaiknya mendapat makanan seperti biasanya.

Pengobatan dietatik

a) Anak > 1 tahun dan anak < 1 tahun dengan BB < 7 kg

Jenis makanan :

Susu (ASI, susu formula rendah laktosa dan asam

lemah tak jenuh, misal LLM)

Makanan setengah padat (bubur susu) atau makanan

padat (nasi tim)

Susu khusus, yaitu susu yang tidak mengandung

laktosa, atau sesuai dengan kelainan yang ditemukan

b) Anak > 1 tahun dengan BB > 7 kg

Jenis makanan : makanan padat atau makanan cair/susu sesuai

dengan kebiasaan makan di rumah.

3) Suplementasi zinc

Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut, dapat mengurangi

lama dan beratnya diare dan dapat mencegah berulangnya diare selama

2-3 bulan. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan anak.

Dosis zinc :

anak-anak < 6 bulan = 10 mg (1/2 tablet)/hari

anak-anak > 6 bulan = 20 mg (1 tablet)/hari

Cara pemberian tablet zinc, untuk bayi tablet zinc dapat dilarutkan

dengan air matang, ASI, atau oralit. Untuk anak-anak yang lebih besar,

zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit.

Tunjukkan cara penggunaan tablet zinc kepada orang tua dan

22

Page 23: Mini Research PKM.docx

meyakinkan bahwa pemberian tablet zinc harus diberikan selama 10-

14 hari berturut-turut meskipun anak sudah sembuh.

Zinc merupakan mikronutrien yang penting sebagai kofaktor lebih

dari 90 jenis enzim. Zinc berperan dalam penguatan system imun,

telah ditunjukkan bahwa zinc berperan penting dalam modulasi sel T

dan sel B. Serta zinc berperan dalam menjaga keutuhan epitel usus.

4) Antibiotik selektif

Antibiotik tidak diberikan pada kasus diare cair akut kecuali

dengan indikasi yaitu pada diare berdarah dan kolera. Obat pilihan

untuk pengobatan disentri berdasarkan WHO 2005 adalah dengan

golongan quinolon seperti ciprofloxacin dengan dosis 30-50

mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 5 hari. Pemeriksaan tinja

dapat dilakukan untuk menyingkirkan adanya amebiasis. Temuan

trofozoit atau kista amuba atau giardia mendukung diagnosis amebiasis

atau giardiasis. Berikan metronidazol 7,5 mg/kgBB 3x/hari untuk

kasus amebiasis dan metronidazol 5mg/kgBB 3x/hari sehari untuk

kasus giardiasis selama 5 hari. Pemberian antibiotic yang tidak

rasional, akan memperpanjang lamanya diare karena akan

mengganggu keseimbangan flora usus dan Clostridium defficile yang

akan tumbuh dan menyebaban diare sulit disembuhkan. Selain itu,

pemberian antibiotic yang tidak rasional akan mempercepat resistensi

kuman terhadap antibiotik.

5) Pengobatan simptomatis

Obat antidiare.

Obat yang bersifat menghentikan diare secara cepat seperti

antispasmodik/spasmolitik atau opium justru akan

memperburuk keadaan karena akan menyebabkan

terkumpulnya cairan di lumen usus dan akan menyebabkan

bakteri berlipat ganda, gangguan digesti dan absorpsi.

Adsorbent

23

Page 24: Mini Research PKM.docx

Obat adsorbent seperti kaolin, pectin telah dibuktikan tidak ada

manfaatnya.

Antiemetik

Terbukti selain mencegah muntah juga mengurangi sekresi

dan kehilangan cairan bersama tinja.

Antipiretik

Berguna untuk menurunkan panas akibat dehidrasi atau panas

karena infeksi.

6) Edukasi orang tua

Nasehat kepada orang tua untuk segera membawa anak kembali ke

petugas kesehatan jika ada demam, tinja berdarah, muntah berulang,

makan atau minum sedikit, sangat haus, diare makin sering atau belum

membaik dalam 3 hari. Indikasi rawat inap pada diare akut berdarah

adalah malnutrisi, usia < 1 tahun, menderita campak pada 6 bulan

terakhir, adanya dehidrasi dan disentri yang disertai dengan

komplikasi.

h. Pencegahan

Peningkatan Kesehatan Perorangan dan Lingkungan:

1) Gunakan Air bersih Yang Cukup

2) Cuci Tangan Dengan Sabun dan Air Bersih

3) Berak di Jamban

4) Buang Tinja Bayi di Jamban

Peningkatan Daya Tahan Tubuh, melalui :

1) Pemberian Asi

2) Pemberian Makan Pendamping ASI

3) Imunisasi Campak

2. Diare Pada Dewasa

24

Page 25: Mini Research PKM.docx

a. Definisi

Diare adalah buang air besar dengan tinja lembek(setengah cair) dengan

frekuensi lebih dai 3x sehari atau dapat berbentuk cair saja.

b. Klasifikasi Diare

1) Diare Akut: mendadak dan berlangsung dalam beberapa jam sampai 14

hari.

Etiologi:

Infeksi (90%): Virus, bakteri, parasit.

Non Infeksi (10%): Malabsobsi, alergi makanan,keracunan,efek

samping obat, dll.

2) Diare Kronis : diare yang berlangsung lebih dari 2 minggu

Etiologi:

Infeksi : Bakteri, protozoa, virus, helminth, fungus.

Non Infeksi : Gangguan fungsional saluran cerna (IBS), malabsorbsi,

kanker saluran cerna,efek samping obat, bagian dari penyakit sistemik

lain (tirotokikosis).

c. Patofisiologi

1) Diare Osmotik

Diare terjadi karena adanya gangguan absorbsi, bahan-bahan yang tidak

dapat diserap oleh usus sehingga bahan-bahan tersebut akan

meningkatkan osmolaritas dalam lumen dan seterusnya akan menarik

air dari plasma.

2) Diare Sekretorik

Diare yang terjadi karena adanya ganguan transport akibat perbedaan

osmotic intralumen dengan mukosa yang begitu besar sehingga terjadi

penarikan cairan dan elektrolit kedalam lumen usus dalam jumlah yang

besar, terjadi penurunan absobsi. Pada diare bentuk ini khas berupa

volume tinja yang banyak.

3) Diare Inflamasi

25

Page 26: Mini Research PKM.docx

Diare disebabkan oleh karena proses inflamasi pada mukosa usus,

sehingga terjadi produksi lendir yang berlebihan eksudasi air dan

elktrolit ke dalam lumen gangguan absobsi air, dan elektrolit.

d. Terapi

1) Terapi Cairan

Dehidrasi menurut keadaan klinisnya dapat dibagi 3 tingkatan:

a) Dehidrasi ringan (hilang cairan 2-5% BB): gambaran klinisnya

turgor kurang, suara serak, pasien belum jatuh dalam presyok.

b) Dehidrasi sedang (hilang cairan 5-8% BB): turgor buruk, suara

serak, pasien jatuh dalam presyok atau syok, nadi cepat, napas

cepat dan dalam

c) Dehidrasi berat (hilang ciaran 8-10% BB): tanda dehidrasi sedang

ditambah kesadaran menurun (apatis sampai koma), otot-otot kaku,

sianosis)

Skor Daldiyono

Defisit cairan (cc) = SKOR/15 X Berat Badan (kg) X 1 liter

Haus/Muntah 1

Tekanan Darah Sistolik 60-90 mmHg 1

Tekanan Darah Sistolik <60 2

Frekuensi Nadi >120x 1

Kesadaran Apatis 1

Kesadaran somnolen/sopor/koma 2

Frekuensi nafas >30x/menit 1

Facies Cholerica 2

Vox Cholerica 2

Turgor kulit menurun 1

"Washer Woman Hand" 1

Ekstremitas dingin 1

Sianosis 2

26

Page 27: Mini Research PKM.docx

Umur 50-60 tahun -1

Umur >60 tahun -2

2) Terapi kausal

Diare akut umumnya ringan, self lmited disease sehinga pemberian

antibiotika sesuai indikasi:

Antibiotika diberikan pada kausa :

a) Kolera

b) Diare lebih dari 8x perhari

c) Diare dengan demam

d) Diare berlendir dan / atau berdarah

Blum menjelaskan bahwa derajat kesehatan dipengaruhi oleh 4 faktor

yaitu genetic, environment, health service, dan behavior. Dalam kajian

ilmu epidemiologis sosial faktor genetik bisa digantikan dengan faktor

sosial demografi (menkokesra.go.id, 2007 online).

Pengaruh perilaku dan lingkungan terhadap derajat kesehatan

sangat dominan hingga mencapai 75%, sedangkan pengaruh pelayanan

kesehatan hanya sekitar 20%, sementara faktor genetik hanya memiliki

pengaruh 5%.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan menurut Teori Blum

Menurut Notoatmodjo (2005) perilaku dipandang dari segi biologis

adalah kegiatan atau aktifitas organisme yang bersangkutan. Konsep

27

Perilaku

Pelayanan kesehatanLingkungan

Penduduk/Genetik

Derajat Kesehatan

Page 28: Mini Research PKM.docx

perilaku menurut Green (1990, cit Azwar) adalah bahwa perilaku

dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu: faktor predisposisi, faktor pendukung

dan faktor pendorong. Berdasarkan analisis Blum (1956, cit Azwar) dalam

konteks kesehatan, maka yang mempengaruhi derajat kesehatan terdiri dari

faktor lingkungan, keturunan, pelayanan kesehatan dan perilaku masyarakat

itu sendiri. Secara keseluruhan keempat faktor tersebut mempunyai derajat

atau tingkat pengaruh yang berbeda-beda.

Green (1980, cit Azwar) menganalisis perilaku manusia dalam hal

kesehatan. Dalam mencapai kualitas hidup yang baik (quality of life) dapat

dicapai melalui peningkatan derajat kesehatan, faktor perilaku dan gaya

hidup (behavior and lifestyle) serta lingkungan (environment). Yang paling

besar pengaruhnya terhadap derajat kesehatan adalah faktor perilaku dan

gaya hidup serta lingkungan, misalnya seorang menderita diare karena

minum air yang tidak masak (masalah perilaku) atau seseorang yang tidak

merokok terkena kanker paru akibat berada di lingkungan orang yang

merokok (masalah lingkungan). Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi

perilaku masyarakat dan sering juga disebut determinan perilaku yaitu :

a. Predisposing factor (faktor pemudah), faktor-faktor ini mencakup:

pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan

kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan,

sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial

ekonomi, dan sebagainya. Ikhwal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

untuk berperilaku kesehatan.

b. Enabling factor (faktor pemungkin), faktor-faktor ini mencakup

ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat,

misalnya tempatpembelian kondom, tempat konsultasi, tempat berobat,

ketersediaan kondom/kemudahan mendapatkan kondom, dan sebagainya.

Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah

sakit, poliklinik, dokter paktek swasta, dan sebagainya. Untuk berperilaku

sehat masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung.

28

Page 29: Mini Research PKM.docx

c. Reinforcing factor (faktor penguat), faktor-faktor ini meliputi faktor

sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan

perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga di sini

undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pemerintah pusat maupun

pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat,

masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap

positif, dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh

(acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas, lebih-lebih

para petugas kesehatan. Di samping itu undang-undang juga diperlukan

untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut.

Menurut Blum (1956, cit Azwar), perilaku sangat luas dan kompleks

dan dapat dibagi menjadi tiga domain atau ranah yaitu : cognitive, affective

dan psychomotor. Dalam perkembangannya, teori Blum ini

dimodifikasikan untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan menjadi :

Knowledge (Pengetahuan), Attitude ( Sikap) dan Practice (Tindakan) atau

disingkat KAP.

1. Knowledge (Pengetahuan).

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang

melakukan penginderaan (pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan

raba). Menurut Rogers (1974, cit Azwar) sebelum seseorang mengadopsi

perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi beberapa proses sbb:

a. Awareness (kesadaran), seseorang menyadari dan mengetahui adanya

stimulus.

b. Interest, mulai tertarik kepada stimulus.

c. Evaluation, menimbang-nimbang/ mengevaluasi baik tidaknya stimulus

tersebut terhadap dirinya.

d. Trial, mencoba perilaku baru

e. Adoption, telah terjadi perilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

29

Page 30: Mini Research PKM.docx

Rogers (1974, cit Azwar) juga menyimpulkan bahwa proses adopsi baru

akan relatiflebih langgeng jika didasari pengetahuan, kesadaran dan sikap

yang positif.

2. Attitude ( Sikap)

Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap stimulus atau objek. Manifestasi dari sikap tidak dapat langsung

dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang

tertutup (Notoatmodjo, 2005).

Tingkatan sikap adalah :

a. Receiving (menerima), seseorang (subject) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (object)

b. Responding ( merespon), merespon/ mengerjakan tugas yang diberikan.

c.Valuing (menghargai), mengajak orang lain untuk

mengerjakan/mendiskusikan sesuatu masalah.

d. Responsible (Bertanggung-jawab), bertanggung-jawab atas sesuatu yang

telah dipilihnya walau apapun risiko dan tantangannya.

Menurut Allport (1954, cit Azwar) sikap mempunyai tiga komponen pokok

yaitu :

a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep suatu objek

b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap objek

c. Kecendrungan untuk bertindak

Ketiga komponen sikap tersebut secara bersama-sama membentuk sikap

yang utuh dan dalam penentuan sikap ini, pengetahuan, keyakinan dan

emosi memegang peranan penting.

3. Practice (Tindakan)

Menurut Notoatmodjo (2005) tindakan adalah sesuatu yang dilakukan;

perbuatan. Tindakan terdiri dari empat tingkatan yaitu :

a. Perception (persepsi), mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan

dengan tindakan yang akan di ambil.

b. Guided response (respon terpimpin), melakukan sesuatu sesuai dengan

urutan yang benar dan sesuai dengan contoh.

30

Page 31: Mini Research PKM.docx

c. Mechanism (mekanisme), telah terjadi mekanisme dan melakukan

sesuatu secara otomatis dan akan menjadi kebiasaan.

d. Adoption (adopsi), tindakan yang sudah berkembang dengan baik

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2005), ada beberapa faktor yang mempengaruhi

perilaku seseorang dalam bidang kesehatan yaitu:

1. Latar Belakang

Latar belakang yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam bidang

kesehatan dibedakan atas: pendidikan, pekerjaan, penghasilan, norma-

norma yang dimiliki dan nilai-nilai yang ada pada dirinya, serta keadaan

sosial budaya yang berlaku.

2. Kepercayaan dan Kesiapan Mental

Perilaku seseorang dalam bidang kesehatan dipengaruhi oleh kepercayaan

orang tersebut terhadap kesehatan serta kesiapan mental yang dipunyai.

Kepercayaan tersebut setidak-tidaknya menjadi manfaat yang akan

diperoleh, kerugian yang didapat, hambatan yang diterima serta

kepercayaan bahwa dirinya dapat diserang penyakit.

3. Sarana

Tersedia atau tidaknya sarana yang dimanfaatkan adalah hal yang penting

dalam munculnya perilaku seseorang di bidang kesehatan, betapapun

positifnya latar belakang, kepercayaannya dan kesiapan mental yang

dimiliki tetapi jika sarana kesehatan tidak tersedia tentu perilaku kesehatan

tidak akan muncul.

4. Faktor Pencetus

Dalam bidang kesehatan peranan faktor pencetus cukup besar untuk

memunculkan perilaku kesehatan yang diinginkan. Seringkali dijumpai

seseorang baru berperilaku kesehatan tertentu bila sudah ada masalah

kesehatan sebagai pencetus, seperti penyakit kulit.

31

Page 32: Mini Research PKM.docx

5. Perubahan Perilaku

Perubahan perilaku berarti individu mulai menerapkan sesuatu yang baru

(inovasi), lain daripada yang sebelumnya.

III. PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS)

Adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga

anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri dibidang

kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan kesehatan di masyarakat.

PHBS di rumah tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota

rumah tangga agar tahu, mau dan mampu melaksanakan perilaku hidup bersih

dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat.

Manfaat Rumah Tangga Sehat

Bagi rumah tangga: Setiap anggota keluarga menjadi sehat dan tidak mudah sakit Anak tumbuh sehat dan cerdas Anggota keluarga giat bekerja Pengeluaran biaya rumah tangga dapat ditujukan untuk memenuhi gizi

keluarga, pendidikan dan modal usaha untuk menambah pendapatan keluarga

Bagi masyarakat: Mampu mengupayakan lingkungan sehat Mampu mencegah dan menanggulangi masalah kesehatan Mampu memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada Mampu mengembangkan Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat

(UKBM) seperti Posyandu, Tabulin, arisan jamban, dll

10 PHBS rumah tangga yang minimal dilakukan di masyarakat

1. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan 2. Memberi bayi ASI eksklusif 3. Menimbang bayi dan balita 4. Menggunakan air bersih 5. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun 6. Menggunakan jamban sehat

32

Page 33: Mini Research PKM.docx

PERILAKUPengetahuan :Definisi diarePenyebab diareCara penularanGejala diareTerapi diarePencegahan diareSikap:Penularan diareCara hidup bersih dan sehatPerilaku:Latar belakang Sarana PHBS

SOSIAL DEMOGRAFIUmurJenis kelaminTingkat pendidikanPekerjaanPenghasilan keluarga

PELAYANAN KESEHATANTempat berobatTanggapan tempat pelayanan kesehatanUsaha temapat pelayanan kesehatanKepuasan terhadap pelayanan kesehatanKeterjangkauan KaderisasiPenyuluhan

LINGKUNGANPenderita di sekitar

Insidensi Diare

7. Memberantas jentik di rumah 8. Makan buah dan sayur setiap hari 9. Melakukan aktifitas fisik setiap hari 10. Tidak merokok di dalam rumah

Kerangka Konsep

33

Page 34: Mini Research PKM.docx

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. DESAIN PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan

desain deskriptif observasional dengan survey menggunakan instrumen

kuesioner di wilayah Puskesmas Melati II Kabupaten Sleman Yogyakarta.

B. POPULASI PENELITIAN

1. Populasi

Populasi adalah setiap subjek yang memenuhi kriteria yang telah

diterapkan.. Populasi dalam penelitian ini adalah anggota keluarga

yang diwakili oleh kepala keluarga masing-masing dilingkungan

sekitar keluarga penderita diare.

2. Sampel

Sampel terdiri dari bagian populasi terjangkau yang dapat

dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling. Sampel

dalam penelitian ini adalah kepala keluarga pada rumah yang berada

disekitar penderita diare yang berjumlah 30 responden dengan teknik

pengambilan purposive sampling.

C. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Melati II,

Nambongan , Tlogoadi, Sleman, Yogyakarta dan dilaksanakan pada

tanggal 15-17 Desember 2011.

34

Page 35: Mini Research PKM.docx

D. MATRIKS PRIORITAS MASALAH

No Daftar

Masalah

Importancy T R Jumlah

P S RI DU SB PB PC

1 ISPA 5 1 1 1 1 1 4 3 4 168

2 Hipertensi 4 5 5 2 1 2 2 5 3 315

3 Diare 3 5 5 4 3 4 1 5 3 375

4 Kehamila

n dengan

anemia

2 1 3 2 2 2 1 5 2 130

5 Kehamila

n < 20

tahun

1 2 2 1 3 2 1 5 2 120

Prioritas masalah yang ditentukan adalah berdasarkan laporan bulanan

penyakit tahun 2010-2011 dan masalah yang banyak terjadi pada saat

mengikuti kegiatan Clinical Health Experience di puskesmas. Masalah-

masalah tersebut antara lain: ISPA, hipertensi, diare, kehamilan dengan

anemia, kehamilan usia kurang dari 20 tahun. Utntuk menentukan prioritas

masalah digunakan matriks yang komponen penilaiannya terdiri dari

importancy ( tingkat kepentingan), technology, resource, yang kemudian

dinilai dan hasil tertinggi didapatkan diare menempati urutan pertama

prioritas masalah.

E. INSTRUMEN PENELITIAN

Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner yang berisi

pertanyaan mengenai pengetahuan, sikap dan perilaku keluarga terhadap

diare. Data diperoleh dengan cara memberikan angket yang diisi oleh

kepala keluarga. Jawaban dari responden diisi pada bagian yang sudah

tersedia. Jenis kuesioner adalah pertanyaan tertutup dan terbuka yaitu pada

35

Page 36: Mini Research PKM.docx

beberapa pertanyaan sudah tersedia jawaban sehingga responden mudah

untuk memilih jawaban yang dianggap benar (Arikunto, 2000).

F. METODE PENGAMBILAN DATA

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah peneliti melakukan sendiri pengumpulan data, sebelumnya

disamakan persepsi antar anggota peneliti, setelah itu baru antar anggota

peneliti melakukan pengumpulan data melalui kuesioner yang berisi

pertanyaan. Kuesioner diisi oleh responden yang dibantu oleh peneliti.

36

Page 37: Mini Research PKM.docx

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini dilakukan pada 30 responden yang merupkan wakil

dari keliarga atau kepala keluarga di Dusun Nambongan, Desa Tlogoadi,

kecamatan Melati, Kabupaten Sleman yang merupakan wilayah dimana terdapat

kejadian diare yang meningkat didaerah tersebut. Penelitian dilakukan dengan

cara penyebaran kuesioner dan wawancara terhadap responden, adapun informasi

yang diambil dalam penelitian ini adalah berupa pendidikan dari kepala keluarga,

pekerjaan, perkiraan penghasilan keluarga dalam satu bulan untuk karakteristik

dari keluarga dan informasi tentang pengetahuan, sikap dan perilaku pada

keluarga tentang diare dan perilaku hidup bersih dan sehat.

Berikut ini merupakan distribusi responden berdasarkan pendidikan yang ditunjukkan pada tabel 8.

Tabel 6Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan

Pendidikan N %

Tidak Sekolah 2 6,7Tidak Lulus SD 5 16,7Lulus SD 8 26,7Lulus SMP 7 23,3Lulus SMA 8 26,7Lulus D3/S1 0 0Total 30 100.0

Tabel 8 menjelaskan mengenai distribusi responden berdasarkan pendidikan. Responden yang mempunyai riwayat yang tidak lulus SD sebanyak 5 orang dengan prosentase 16,7%, Lulus SD 8orang (26,7%), Lulus SMP 7 orang (23,3%), Lulus SMA sebanyak 8 orang (26,7%), dan 2 orang tidak bersekolah dengan prosentase 6,7%, sedangkan tidak ada responden ynag Lulus D3/S1. Responden dengan tingkat pendidikan SD dan SMA paling dominan dan tingkat pendidikan perguruan tinggi paling sedikit.

37

Page 38: Mini Research PKM.docx

33%

20%13%

3%

30%

Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan

SD SLTP SLTAPerguruan Tinggi Tidak Sekolah

Faktor pendidikan akan mempengaruhi pengetahuan responden terhadap penyakit diare, sehingga akan mempengaruhi respon keluarga terhadap terjadinya diare dan pola hidup sehari-hari dalam menjaga kebersihan dan berperilaku hidup sehat. Data yang kedua adalah distribusi responden berdasarkan pekerjaan yang dapat dilihat pada tabel 9 berikut ini

Tabel 7Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan

 Pekerjaan N %Petani 3 10Swasta 12 40Buruh 11 36,7PNS 1 3,3Lain-lain 3 10Total 30 100.0

Tabel 9 menunjukkan distribusi responden berdasarkan pekerjaan. Responden dengan pekerjaan petani sebanyak 3 orang (10%), swasta sebanyak 12 orang (40%), Buruh (36,7%), PNS (1%), lain-lain (10%). Responden dengan jenis pekerjaan paling dominan adalah berwiraswasta dengan prosentase 40%, sedangkan responden dengan jenis pekerjaan paling sedikit adalah PNS.

38

Page 39: Mini Research PKM.docx

Buruh27%

Ibu Rumah Tangga

23%

Pedagang27%

Wiraswasta20%

Petani3%

Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan

Tabel 8Penghasilan keluarga per bulan

Jumlah penghasilan N %

> Rp.1.000.000,- 3 10Rp.500.000 – Rp.1.000.000,- 16 53,3< Rp.500.000 11 36,7Total 30 100.0

Tabel 10 menunjukkan penghasilan dari keluarga dalam satu bulan dimana keluarga yang mempunyai penghasilan lebih dari satu juta rupiah sebanyak 3 keluarga (10%), sedangkan keluarga dengan penghasilan antara limaratus ribu rupiah sampai satujuta sebanyak 16 keluarga (53,3%), dan keluarga dengan penghasilan kurang dari limaratus ribu rupiah sebanyak 11orang (36,7%). Penghasilan keluarga perbulan kebanyakan sebesar antara limaratus ribu sampai satujuta rupiah dengan 16 responden, sedang penghasilan keluarga perbulan paling sedikit adalah lebih dari satu juta rupiah dengan 3 keluarga (10%).

39

Page 40: Mini Research PKM.docx

47%53%

Pengetahuan Responden Tentang Cara Penularan Cacar Air

Kontak dengan penderita cacar airGigitan NyamukTidak tahu

Tingkat pengetahuan tentang diare di masyarakat meupakan salah satu

tolak ukur untuk mengetahui bagaimana masyarakat mengenali tentang penyakit

diare apabila salah satu anggota keluarga tersebut terkena diare, selain itu tingkat

pengetahuan juga dapat mengetahui respon dari suatu keluarga dalam menangani

atau menanggapi serta mencegah penyakit diare dikeluarga atau masyarakat.

Berikut ini adalah tabel tingkat pengetahuan responden tentang penyakit diare.

Tabel 9Pengetahuan Responden Tentang Diare

Tingkat Pengetahuan N %

Baik 17 56,67Kurang 13 43,33

Total 30 100.0

Tabel 11 menunjukkan pengetahuan responden tentang penyakit diare.

Responden yang mempunyai tingkat pengetahuan yang baik tentang penyakit

diare sebanyak 17 orang dengan prosentase 56,67%. Responden yang kurang

mengetahui tentang penyakit diare sebanyak 13 orang dengan prosentase 43,33%.

Hasil pengambilan data ini didapatkan bahwa responden lebih banyak yang

mempunyai tingkat pengetahuan yang baik tentang penyakit diare.

40

Page 41: Mini Research PKM.docx

47%

3%

50%

Pengetahuan Responden Tentang Cara Pencegahan Cacar Air

Menghindari kontak

Berdekatan dengan penderita agar tertular

Tidak tahu

Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Manifestasi dari sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Dengan adanya sikap ini dapat mempengaruhi tentang perilaku masyarakat.berikut ini adalah tabel tentang sikap responden berdasarkan data atau informasi yang didapatkan dari kuesioner.

Tabel 10Sikap responden tentang penyakit diare

Sikap responden N %

Baik 17 56,67kurang 13 43,33

Total 30 100.0

Tabel 12 menunjukkan sikap responden tentang penyakit diare. Responden yang mempunyai sikap yang baik tentang penyakit diare sebanyak 17 orang dengan prosentase 56,67%. Responden yang mempunyai sikap yang kurang peka terhadap penyakit diare sebanyak 13 orang dengan prosentase 43,33%. Hasil pengambilan data ini didapatkan bahwa responden lebih banyak yang mempunyai sikap yang baik tentang penyakit diare.

41

Page 42: Mini Research PKM.docx

23%

33%

30%

7%7%

Tempat Berobat Penderita Cacar Air

PuskesmasDokterParamedisAlternatifTidak berobat

Berikut ini adalah tabel mengenai hasil wawancara tentang perilaku hidup bersih dan sehat yang dilakukan responden dalam kehidupan sehari-hari.

Tabel 11Jumlah responden tentang perilaku hidup bersih dan sehat

Perilaku N %

Baik 14 46,7Buruk 16 53,3

Total 30 100

Dari hasil wawancara responden tentang perilaku hidup bersih dan sehat dalam penerapannya sehari hari kebanyakan dari responden belum menerapkan perilaku hidup yang bersih dan sehat dalam keluarga, dengan jumlah responden yang perilaku hidup sehat dan bersih yang uruk sebesar 53,3%.

42

Page 43: Mini Research PKM.docx

17%

83%

Pengadaan Penyuluhan Tentang Cacar Air Dalam 3 Bulan Terakhir

adatidak ada

ALTERNATIF JALAN KELUAR

Masalah Penyebab Alternatif

Tingginya angka kejadian diare

beberapa bulan terakhir

Ketidaktahuan masyarakat tentang cara penularan dan

pencegahan

Penyuluhan Diare

Lingkungan tempat tinggal masyarakat yang kurang sehat dan memadai

Meningkatkan daya tahan tubuh dengan memakan makanan yang bergizi, tinggi proten, zinc.Menjaga kebersihan lingkunganMenerapkan PHBS

Kurangnya partisipasi masyarakat dalam memperoleh informasi

Penggiatan peran serta masyarakat (arisan atau kerja bakti)

43

Page 44: Mini Research PKM.docx

Untuk mengatasi prioritas masalah yang sudah ditetapkan, terdapat beberapa

alternative jalan keluar menurut penyebab masalah. Untuk menentukan alternative

jalan keluar yang terbaik digunakan matriks prioritas jalan keluar.

MATRIKS PRIORITAS JALAN KELUAR

No.

Daftar Alteratif Jalan Keluar Efektifitas Efisiensi JumlahM I V

1 Menjaga kebersihan lingkungan 3 3 3 3 9

2 Menerapkan PHBS 4 4 4 2 323 Meningkatkan daya tahan tubuh

dengan memakan makanan yang bergizi, tinggi proten, zinc.

2 2 4 2 8

4 Penyuluhan Diare 3 2 2 2 65 Penggiatan peran serta

masyarakat (arisan)2 2 3 2 6

Matriks prioritas jalan keluar dirumuskan dengan menghitung efektifitas

dan efisiensi tertinggi dari berbagai alternatif jalan keluar yang ada. Dari hasil

perhitungan matriks diatas didapatkan menerapkan PHBS pada masalah yang

diangkat merupakan jalan keluar terbaik.

44

Page 45: Mini Research PKM.docx

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

I. KESIMPULAN

Diare masih menjadi masalah atau kasus yang sering dijumpai tidak hanya

pada balita, namun juga pada dewasa. Insidensi kejadian diare yang masih

cukup banyak pada wilayah kerja puskesmas Melati II, berdasarkan survey

yang telah dilakukan terutama akibat factor resiko yang masih sulit untuk

dikendalikan.

Faktor resiko terhadap peningkatan angka kejadian diare yaitu:

a. Kurangnya pengetahuan tentang diare

b. Sikap mengenai diare yang cenderung salah

c. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang terkendala berbagai

hal

Berdasarkan efektivitas dan efisiensi jalan keluar, penerapan PHBS bagi

seluruh warga merupakan langkah paling tepat mengingat dengan adanya

modifikasi dan intervensi perilaku hidup yang jelek dapat mengurangi

tingginya angka kejadian diare. Ketiga hal dibawah ini merupakan PHBS

yang mutlak harus dilakukan:

Menggunakan air bersih Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun Menggunakan jamban sehat

II. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan matriks pemecahan masalah yang telah

dilakukan, solusi dari masalah yang ditemukan adalah menerapkan PHBS

dengan edukasi pada warga mengenai pentingnya dan cara penerapannya serta

dengan menyelesaikan kendala-kendala yang mungkin berperan sebagai

penghambat.

45

Page 46: Mini Research PKM.docx

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, A; 1996. Pengantar administrasi Kesehatan. Bina rupa Aksara

Elok, 2008. Lingkungan, Sanitasi Buruk, Ancam Kehidupan. Togar Arifin

Silaban.htm. Togar Arifin Silaban 2007. Powered by wordpress &

enhanced.

Guyton, Arthur.C, MD., Hall, John.E, Ph.D. 1997. Buku Ajar Fisiologi

Kedokteran Edisi 9. Jakarta: EGC.

Hassan, Rupeno. Dr., Alatas, Hussein. Dr. 1985. Buku Kuliah 1 Ilmu

Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian IKA-FKUI, Infomedika.

Juffrie. M, dr. Nenny Sri Mulyani,dr. Pusponegoro, Modul Pelatihan Diare:

Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Nototmojo, S. (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta

Satriya, 2008. Diare Pada Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Arifin

Achmad / FK-UNRI, Diponegoro, Pekanbaru. www. Unri. com.

Susyanto, M.Bambang Edi, dr, Sp(A). 2009. Study Guide, Panduan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak. Yogyakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

WHO. 2008. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Diare

Wikipedia, 2010. Diare. www.Wikipedi a .com.

46