mini research pkm.docx
DESCRIPTION
Mini Research PKMTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Diare adalah sebuah penyakit di mana penderita mengalami
rangsangan buang air besar yang terus-menerus dan tinja atau feses yang
masih memiliki kandungan air berlebihan. Orang yang mengalami diare
akan kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh. Hal
ini membuat tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik dan dapat
membahayakan jiwa, khususnya pada anak dan orang tua (Wikipedia,
2010)
Di negara yang sedang berkembang, penyebab kematian banyak
diakibatkan oleh penyakit infeksi. Salah satu penyakit infeksi adalah diare.
Indonesia sebagai negara berkembang menghadapi banyak masalah
kesehatan terutama peningkatan penyakit berbasis lingkungan. Salah satu
dari penyakit berbasis lingkungan adalah penyakit diare. Penyakit diare
hingga kini masih merupakan salah satu penyakit utama pada bayi dan
anak di Indonesia (Satriya, 2008).
Hasil survei pada tahun 2006 menunjukkan bahwa kejadian diare
pada semua usia di Indonesia adalah 423 per 1.000 penduduk dan terjadi
satu-dua kali per tahun pada anak-anak berusia di bawah lima tahun.
UNICEF (Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk urusan anak)
memperkirakan bahwa, setiap 30 detik ada satu anak yang meninggal
dunia karena diare (Satriya, 2008).
Data terkini dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO),
menunjukkan bahwa berbagai intervensi perilaku melalui modifikasi
lingkungan dapat mengurangi angka kejadian diare sampai dengan 94
persen melalui pengolahan air yang aman dan penyimpanan di tingkat
1
rumah tangga dapat mengurangi angka kejadian diare sebesar 39 persen,
melakukan praktik cuci tangan yang efektif dapat menurunkan angka
kejadian diare sebesar 45 persen, meningkatkan sanitasi dapat menurunkan
angka kejadian diare sebesar 32 persen, dan meningkatkan penyediaan air
dapat menurunkan kejadian diare sebesar 25 persen (Elok, 2008)
Kejadian seperti diare diduga disebabkan oleh ketidakamanan
pangan yang lebih mengarah disebabkan oleh higien dan sanitasi yang
kurang baik, ketersediaan air bersih, serta pengaruh dari tinggi rendahnya
faktor pengetahuan gizi keluarga. Menurut hasil Survey Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun1991, 1994 dan 1997, bahwa prevalensi
diare berbanding terbalik dengan tingkat pengetahuan keluarga. Makin
tinggi tingkat pengetahuan keluarga tentang gizi, makin rendah prevalensi
diare pada balita dan anggota keluarga lainnya (Elok, 2008).
Angka kejadian diare di wilayah kerja puskesmas Melati II pada
tahun 2009 adalah 840 kasus,pada tahun 2010 sebanyak 626 kasus dan
pada tahun 2011 sampai bulan November sebanyak 887 kasus. Terlihat
bahwa angka kejadian diare masih tinggi dan cenderung makin meningkat
ditambah lagi ditemukannya kasus diare pada daerah Nambongan
sebanyak 7 kasus pada tanggal 20-30 November yang terjadi hampir
bersamaan dalam interval ± 1 minggu.
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti merumuskan
masalah yaitu: Apakah faktor resiko yang menyebabkan peningkatan
angka kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Mlati II Sleman
Yogyakarta?
2
C. KEASLIAN PENELITIAN
Sepanjang pengetahuan peneliti, belum pernah ditemukan
penelitian mengenai faktor resiko yang menyebabkan peningkatan angka
kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Mlati II Sleman Yogyakarta.
D. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor resiko yang
menyebabkan peningkatan angka kejadian diare di wilayah kerja
Puskesmas Mlati II Sleman Yogyakarta.
E. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi Ilmu Pengetahuan
Memberikan informasi tentang faktor resiko yang menyebabkan
peningkatan angka kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Mlati II
Sleman Yogyakarta.
2. Bagi Mayarakat
Hasil penelitian ini bagi masyarakat diharapkan dapat
memberikan informasi tentang faktor resiko diare, sehingga masyarakat
dapat mencegah terjadinya diare.
3. Bagi Peneliti Lain
Hasil yang diperoleh dapat dijadikan sebagai rujukan untuk
penelitian-penelitian selanjutnya.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. PROFIL PUSKESMAS MELATI II
Puskesmas Mlati II merupakan satu dari 25 Puskesmas yang ada di
Kabupaten Sleman Propinsi DIY. Dan merupakan Puskesmas yang pertama
kali mendapatkan Sertifikat ISO 9001; 2000 yaitu pada tanggal 20 bulan
Oktober Tahun 2004. Puskesmas Mlati II selanjutnya telah dan melaksanakan
Renewal I dengan sukses serta mendapatkan Sertifikat ISO 9001;2000
kembali pada tanggal 20 bulan Oktober Tahun 2007.
Dengan bukti telah terlaksananya dua kali pemberian Resertifikasi ISO
9001 ; 2000 dari SGS dan KAN yang merupakan Lembaga Sertifikasi
Independen di Indonesia yang telah diakui secara International, maka
Puskesmas Mlati II telah memenuhi standar pelayanan kesehatan secara
International pula.
Keberhasilan Puskesmas Mlati II mendapatkan Sertifikat ISO 9001 ; 2000
tersebut tidak lepas dari kerjasama yang sangat baik dari semua pihak yaitu
dari Kepala Puskesmas, Koordinator Tata Usaha, Koordinator Pelayanan
Klinis dan Koordinator Pelayanan Masyarakat dan Pemegang Program yang
ada serta semua karyawan / karyawati Puskesmas Mlati II tanpa kecuali.
Dengan keberhasilan yang telah dicapai tersebut makan konsekwensi yang
sangat berat dan harus tetap dijaga secara terus menerus adalah
mempertahankan mutu pelayanan sekaligus meningkatkan mutu pelayanan
secara berkesinambungan.
Terlepas dari hal tersebut diatas maka Puskesmas Mlati II sebagai
Instansi Pemerintah yang menangani masalah kesehatan, sekaligus sebagai
ujung tombak dalam pelayanan kesehatan dimasyarakat maka Puskesmas
Mlati II dalam melaksanakan kegiatannya harus selalu bertolak dari program
yang telah dicanangkan oleh pemerintah yaitu baik Pemerintah Pusat,
Pemerintah Propinsi maupun Pemerintah Daerah/ Kabupaten.
4
Visi Indonesia Sehat 2010 adalah menciptakan perilaku masyarakat
Indonesia yang mempunyai perilaku dan lingkungan yang sehat antara lain:
masyarakat proaktif dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya,
mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit,
berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat, mampu menjangkau
pelayanan kesehatan yang bermutu dan terciptanya lingkungan sehat yang
meliputi: bebas polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang
memadai, perumahan dan pemukiman sehat, perencanaan kawasan yang
berwawasan kesehatan.
Visi Yogyakarta Sehat 2005 adalah menciptakan masyarakat Yogyakarta
yang mempunyai perilaku sehat dan mempertahankan kesehatan secara
mandiri. Berbagai program kesehatan dilaksanakan dengan tujuan akhir
seluruh masyarakat dapat melakukan upaya mempertahankan dan
meningkatkan derajat kesehatan secara mandiri. Puskesmas sebagai ujung
tombak pelayanan kesehatan merupakan sarana sekaligus wadah dari
berbagai program aplikatif tersebut.
Telah terjadi perubahan pada program Puskesmas, dari 18 program lama
menjadi 6 program baru ( Basic Six ). Dengan program baru tersebut
Puskesmas mempunyai kewenangan untuk berimprovisasi sesuai dengan
kemampuan dan karakteristik wilayah binaannya. Akan tetapi program baru
ini tidak membawa banyak perubahan dalam pendekatannya. Model-model
pendekatan yang dipakai hanya dengan sedikit penyesuaian, sehingga masih
relevan dan efektif.
Sejalan dengan Visi Indonesia Sehat 2010 dan Visi Yogyakarta
Sehat 2005 tersebut, maka Puskesmas Mlati II selalu dan akan terus berusaha
untuk meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat dengan berusaha
menambah poli pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat
dengan tetap berpegang pada Basic Six yang telah dicanangkan untuk
Puskesmas oleh pemerintah.
5
a. Gambaran Umum
Puskesmas Mlati II merupakan bagian dari sejarah lokal yang merupakan
bangunan rumah sakit pertama di kecamatan Mlati yang pada masa
pembangunannya merupakan Rumah Sakit Kolonial. Dibangun kira-kira pada
tahun 1930 yang merupakan rumah sakit pertama di Cebongan yang berada di
lingkungan perkebunan tebudan pabrik gula, sehinggga berdasarkan kriteria
usia sudah termasuk benda Cagar Budaya. Arsitektur bergaya kolonial,
kondisi saat ini masih cukup dominan meskipun sudah mengalami beberapa
perubahan. Puskesmas Mlati II berada di wilayah dusun Cabakan, Kalurahan
Sumberadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Puskesmas ini terletak di tepi jalan raya sehingga mudah
dijangkau masyarakat. Jarak ke ibukota Provinsi DI Yogyakarta lk. 11 km,
sedangkan ke ibu kota Kabupaten Sleman 6 km.
Batas Wilayah Kerja Puskesmas Melati II:
1. Sebelah Utara :Desa Tridadi,Kecamatan Sleman.
2. Sebelah Timur :Desa Sendangadi,Kecamatan Mlati
3. Sebelah Selatan :Desa Sidomoyo,Kecamatan Godean
4. Sebelah Barat :Desa Margomulyo,Kecamatan Sayegan.
Dari batas-batas wilayah tersebut diatas maka Puskesmas Mlati II
membawahi tiga (3) desa wilayah kerja yaitu :
1. Desa Tirtoadi
2. Desa Sumberadi dan
3. Desa Tlogoadi
Dengan total luas wilayah ke tiga desa tersebut adalah 1.681 Ha.
6
Peta Wilayah Kecamatan Mlati-Sleman
Gambar 1.
Peta Wilayah Kecamatan Melati Sleman.
7
a.1 Keadaan Geografis
Keadaan Geografis dari masing-masing desa di wilayah kerja Puskesma Mlati
II dapat kita lihat pada Tabel Berikut ini:
Tabel 1.
Kondisi Geografis menurut Desa Wilayah Kerja
Puskesmas Mlati II Tahun 2009
Desa
Tinggi Tempat
dari Permukaan
Air Laut
Curah Hujan rata-
rata pertahun
Rata-Rata Suhu
(Derajad)
Tirtoadi 150 2526 32
Sumberadi 135 2160 27
Tlogoadi 135 1817 30
a.2 Geomorfologi
Bentuk wilayah kerja Puskesmas Mlati II adalah : Dataran, datar sampai
dataran berombak, dengan ketinggian rata-rata tanah 250 mm diatas
permukaan laut
b. Karakteristik Sosiokultural
b.1 Populasi
Jumlah total penduduk Kecamatan Mlati tahun 2009 yang terdiri dari 5
desa yaitu : (1). Tirtoadi (2). Sumberadi (3). Tlogoadi (4). Sendangadi (5).
Sinduadi adalah 78.602. Untuk jumlah penduduk wilayah kerja Puskesmas
Mlati II yang hanya terdiri dari tiga desa yaitu : (1). Tirtoadi (2). Sumberadi
(3). Tlogoadi tahun 2009 adalah 33.598 jiwa dengan perincian pada table
dibawah berikut :
8
Tabel 2.Distribusi penduduk berdasarkan jenis kelamin di wilayah kerja
Puskesmas Mlati II Tahun 2009
No Desa Laki-laki Wanita Jumlah1 Tirtoadi 14509 4679 9188
2 Sumberadi 6457 6675 13132
3 Tlogoadi 5544 5734 11278Jumlah 12002 17088 33598
Tabel 3.Populasi penduduk berdasarkan Kelompok Umur di wilayah kerja
Puskesmas Mlati II Tahun 2009No Kelompok Umur Jumlah Jiwa Prosentase1 0 - 6 tahun 3059 9,10
2 7 -12 tahun 5256 15,64
3 13 - 18 tahun 6034 17,95
4 19 - 24 tahun 4042 12,03
5 25 - 55 tahun 6127 18,23
6 56 – 79 tahun 6039 17,97
7 80 tahun keatas 3041 9,05
33598 100
Tabel 4.Distribusi penduduk menurut tingkat pendidikan
diwilayah kerja Puskesmas Mlati II Tahun 2009No Jenis Pendidikan Tirtoadi Sumberadi Tlogoadi Jumlah1 Belum sekolah 622 954 861 2437
2 Tidak Tamat SD 293 388 408 1089
3 Tamat SD / sederajat 2557 2768 3144 8469
4 Tamat SMP/sederajat
2523 2902 2840 8265
5 Tamat SMA/sederajat
2799 5463 3486 11746
6 Tamat akademi 169 328 294 791
7 Tamat PT 227 329 245 801
Jumlah 9190 13132 11278 33598Tabel 5.
9
Distribusi mata pencaharian penduduk di wilayah kerja
Puskesmas Mlati II Tahun 2009
No Jenis mata pencaharian Tirtoadi Sumberadi Tlogoadi Jumlah
1 Petani Sawah 1119 1374 1530 4023
2 Petani Perkebunan 170 161 168 499
3 Peternakan 1001 974 1110 3085
4 Perikanan 35 112 64 211
5 Industri Bsr -Sedang 4 16 4 24
6 Industri Kecil 188 197 198 583
7 Bangunan 137 123 220 480
8 Pedagang 153 190 261 604
9 Angkutan 13 9 25 56
10 PNS 253 441 275 939
11 TNI 46 52 43 414
12 Pensiunan 156 207 99 462
II. Diare
1. Diare Pada Anak
a. Definisi
Diare didefinisikan sebagai meningkatnya frekuensi buang air
besar dan berubahnya konsistensi menjadi lebih lunak atau bahkan cair.
Diare akut menurut Cohen adalah keluarnya buang air besar sekali atau
lebih yang berbentuk cair dalam satu hari dan berlangsung kurang 14 hari.
American Academy of Pediatrics (AAP) mendefinisikan diare dengan
karakteristik peningkatan frekuensi dan/atau perubahan konsistensi, dapat
disertai atau tanpa gejala dan tanda seperti mual, muntah, demam atau
sakit perut yang berlangsung selama 3-7 hari. Neonatus dikatakan diare
bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 x, sedangkan untuk bayi
berumur > 1 bulan dan anak, bila frekuensinya > dari 3 x dalam 24 jam
(Hassan, 1985).
10
b. Etiologi
Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor
1) Faktor infeksi
a) Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang
merupakan penyebab utama diare pada anak
Infeksi enteral meliputi :
Infeksi bakteri : Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella,
Compylobacter, Yersinia, Aeromonas.
Infeksi virus : Rotavirus (40-60%), Enterovirus, Adenovirus,
Norwalk, Astrovirus, Calcivirus, Coronavirus,
Minirotavirus, dan virus bulat kecil.
Infeksi parasit : cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris,
Strongyloides), protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia
lamblia, Trichomonas hominis), jamur (Candida albicans).
b) Infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat
pencernaan seperti otitis media akut (OMA), tonsilofaringitis,
bronkopneumonia, ensefalitis dsb. Keadaan ini terutama
terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun.
2) Faktor malabsorbsi
1) Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa,maltose
dan sukrosa),monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan
galaktosa)
Pada bayi dan anak-anak, yang terpenting dan tersering adalah
intoleransi laktosa.
2) Malabsorbsi lemak
3) Malabsorbsi protein
3) Faktor makanan
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan
4) Faktor psikologis
Rasa takut dan cemas dapat menimbulkan diare pada anak yang lebih
besar, tetapi frekuensinya jarang.
11
c. Manifestasi Klinis
Mula-mula bayi menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya
meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare.
Tinja cair dan mungkin disertai lendir dan atau darah. Warna tinja makin
lama berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu.
Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja
makin lama makin asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat,
yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus selama diare.
Gejala muntah dapat terjadi sesudah atau sebelum diare dan dapat
disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat keseimbangan
asam basa dan elektrolit. Bila penderita telah kehilangan banyak cairan
dan elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak. Berat badan turun,
turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, selaput
mukosa bibir dan mulut serta kulit tampak kering.
Tabel 6
Karakteristik pada 3 tipe diare akut
Karakteristik Non inflamatory Inflammatory Penetrating
Tempat Usus halus
bagian proksimal
Kolon Usus halus
bagian distal
Gambaran
tinja
Watery
Volume >>
Leukosit (-)
Bloody,mucus
Volume sedang
Leukosit PMN
Mucus
Volume sedikit
Leukosit MN
Demam (-) (+) (+)
Nyeri perut (-) (+) (+)/(-)
Dehidrasi (+++) (+) (+)/(-)
Tenesmus (-) (+) (-)
12
Komplikasi Hipovolemik Toksik Sepsis
d. Patogenesis
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah:
1) Gangguan osmotik
Makanan atau zat yang tidak dapat diserap → tekanan osmotic
dalam rongga usus meningkat → air dan elektrolit bergeser ke
dalam rongga usus → isi usus berlebihan → merangsang usus
untuk mengeluarkan → diare
2) Gangguan sekresi
Rangsangan (toksin) → sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga
usus meningkat → peningkatan isi rongga usus → diare
3) Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik → kesempatan usus untuk menyerap makanan
berkurang → diare
Peristaltik usus menurun → bakteri tumbuh berlebihan → diare
Patogenesa terjadinya diare yang disebabkan oleh virus
(Rotavirus): virus masuk kedalam tubuh bersama makanan dan minuman
setelah virus sampai kedalam enterosit (sel epitel usus halus) akan
menyebabkan infeksi serta kerusakan jonjot-jonjot (villi) usus halus.
Enterosit yang rusak diganti oleh enterosit yang baru yang berbentuk
kuboid atau sel epitel gepeng yang belum matang, sehingga fungsinya
masih belum baik. Jonjot-jonjot usus mengalami atrofi dan tidak dapat
mengabsobpsi cairan dan makanan dengan baik, cairan dan makanan yang
tidak terserap dan tercerna akan meningkatkan tekanan koloid osmotic
usus, usus meningkatkan mortalitasnya (hiperperistaltik) sehingga cairan
beserta makanan yang tidak terserap akan didorong keluar usus melalui
anus sehingga terjadi diare. Diare karena virus biasanya tidak berlangsung
13
lama, hanya beberapa hari (3-4 hari) dapat sembuh tanpa pengobatan (Self
Limiting Disease).
Bakteri penyebab diare dapat dibagi dua golongan besar, yaitu
bakteri non invasif dan bakteri invasif. Diare karena bakteri invasif dan
non invasif terjadi melalui salah satu mekanisme yang berhubungan
dengan pengaturan transport ion dalam sel-sel usus berikut ini:cAMP
(Cyclic Adenosin Monophosphate), cGMP (Cyclic Guanosin
Monophosphate), Ca-dependent, dan pengaturan ulang sitoskeleton.
Terjadinya diare non invasi (V. cholerae) sebagai berikut:
Bakteri masuk kedalam tubuh melalui makanan dan minuman yang
tercemar oleh bakteri tersebut. Bakteri tertelan dan masuk ke lambung, di
dalam lambung bakteri akan dibunuh oleh asam lambung, namun jika
jumlah bakteri cukup banyak maka ada yang lolos sampai ke dalam usus
12 jari (duodenum). Di dalam duodenum bakteri akan berkembang biak
sehingga jumlahnya sampai 100 juta koloni atau lebih per ml cairan usus
halus. Dengan memproduksi enzyme mucinase bakteri berhasil
mencairkan lapisan lendir yang menutupi permukaan sel epitel usus
sehingga bakteri dapat masuk ke dalam membran (dinding sel epitel).
Didalam membran bakteri mengeluarkan toksin yang disebut subunit A
dan subunit B. subunit B akan melekat didalam membran dari subunit A
dan akan bersentuhan dengan membran sel serta mengeluarkan cAMP.
cAMP berkhasiat merangsang sekresi cairan usus dibagian kripta villi,
tanpa menimbulkan kerusakan sel epitel tersebut. Sebagai akibat adanya
rangsangan sekresi cairan dan hambatan absorbsi cairan tersebut, volume
cairan didalam lumen usus akan bertambah banyak. Cairan ini akan
menyebabkan dinding usus menggelembung dan tegang sebagai reaksi
dinding usus akan mengadakan kontraksi sehingga terjadi hipermortilitas
atau hiperperistaltik untuk mengalirkan cairan ke bawah atau ke usus
besar. Dalam keadaan normal usus besar akan meningkatkan
kemampuannya untuk menyerap cairan yang bertambah banyak, tentu saja
14
ada batasnya. Peningkatan sampai 4500ml (4,5Lt) masih belum terjadi
diare, tetapi bila jumlah tersebut melampaui kapasitasnya untuk menyerap,
maka terjadilah diare. Toksin V. cholerae dapat bertahan didalam tubuh
selama 36-72 jam dan masih tetap akan menyebabkan diare walaupun
kumannya mati. Diare karena kolera dapat berlangsung sangat cepat
sehingga kehilangan cairan dapat mencapai 5-10 liter sehingga dapat
menyebabkan kematian yang cukup banyak.
Patogenesis terjadinya diare oleh bakteri invasif agak berbeda
dengan bakteri non invasif, tetapi prinsipnya hampir sama, bedanya
bakteri dapat melakukan invasi (menembus) sel mukosa usus halus
sehingga dapat menyebabkan reaksi sistemik (demam, kram perut dan
sebagainya). Toksin Shiigella spp dapat masuk kedalam serabut saraf otak
dan dapat menyebabkan kejang. Diare oleh salmonella dan shigella sering
juga menyebabkan adanya darah dalam tinja, suatu keadaan yang disebut
disentri.
e. Langkah Diagnostik
Dari anamnesis yang harus ditanyakan adalah adanya diare
berlangsung akut atau kronik. Frekuensi defekasi sehari serta kira-kira
banyaknya feses setiap kali BAB, konsistensi tinja, warnanya (hitam,
hijau, kuning, putih), baunya (busuk/anyir), serta tinja disertai lendir
dan/atau darah. Konsistensi tinja yang cair dengan warna seperti air cucian
beras mungkin mengarahkan diagnosis pada kolera, tinja lembek yang
disertai lendir dan darah, apabila disertai dengan tenesmus seringkali khas
untuk amebiasis intestinal. Selain rasa mulas, tenesmus serta kolik, perlu
ditanyakan mengenai keluhan-keluhan lain yang menyertai diare misalnya
terdapat muntah, sesak nafas, kejang, gangguan kesadaran, kencing
berkurang, lemas, lecet di dubur, dan sebagainya.
Pemeriksaan fisik yang harus dilakukan adalah memeriksa pasien
untuk menetukan derajat dehidrasi, jika terdapat dehidrasi pada anak.
Dilakukan pemeriksaan pada keadaan umum pasien,ubun-ubun besar,
15
turgor kulit, mata (palpebra), air mata, selaput lendir, urin. Cari adanya
darah, lendir dalam tinja.
Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk mencari
penyebab dari diare, yaitu:
1) Pemeriksaan tinja
Makroskopis dan mikroskopis
pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet
clinitest, bila diduga terdapat intoleransi laktosa
Jika perlu, dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi
2) Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan
menentukan pH dan cadangan alkali.
3) Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
4) Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan
fosfor dalam serum (terutama pada penderita diare yang disertai kejang.
5) Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad renik
atau parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan pada
penderita diare kronik.
f. Komplikasi
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak,
dapat terjadi berbagai macam komplikasi seperti :
1) Dehirasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonic, atau hipertonik)
2) Renjatan hipovolemik
3) Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah,
bradikardia, perubahan pada elektrokardiogram)
4) Hipoglikemia
5) Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim lactase
karena kerusakan villi mukosa usus halus
6) Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik
7) Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita
juga mengalami kelaparan.
16
g. Terapi
Dasar penatalaksanaan pada pasien diare
1) Rehidrasi
Salah satu komplikasi diare yang paling sering terjadi adalah
dehidrasi. Mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari
memberikan cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti air tajin,
kuah sayur atau sup. Bila terjadi dehidrasi, anak harus segera dibawa
ke petugas kesehatan. Cairan Rehidrasi Oral (CRO) yang dianjurkan
WHO selama 3 dekade terakhir ini menggunakan cairan yang
mengandung elektrolit dan glukosa telah berhasil menurunkan angka
kematian akibat dehidrasi pada diare, karena kombinasi gula dan
garam dapat meningkatkan penyerapan cairan di usus. Sesuai dengan
anjuran WHO saat ini dianjurkan penggunaan CRO dengan formula
baru yaitu dengan komposisi Natrium 75 mmol/L, Kalium20 mmol/L,
Klorida 65 mmol/L, Sitrat 10 mmol/L, Glukosa 75 mmol/L. Total
osmolaritas 245 mmol/L. rehidrasi disesuaikan dengan derajat
dehidrasi.
Plan A (penderita diare tanpa dehidrasi)
Terapi dilakukan di rumah. Menerangkan 4 cara terapi diare di
rumah :
a) Berikan anak lebih banyak cairan daripada biasanya untuk
mencegah dehidrasi
b) Berikan tablet Zinc. Dosis yang digunakan untuk anak-anak :
• Anak dibawah usia 6 bulan : 10 mg (½ tablet) per hari
• Anak diatas usia 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari
Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut, walaupun anak
sudah sembuh. Cara pemberian tablet zinc pada bayi, dapat
dilarutkan dengan air matang, ASI, atau oralit. Untuk anak-anak
17
yang lebih besar, zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air
matang atau oralit.
c) Beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi.
• Teruskan ASI / berikan susu PASI
• Bila anak 6 bulan / lebih, atau telah mendapatkan makanan padat :
- Berikan bubur, bila mungkin campur dengan kacang-kacangan,
sayur, daging / ikan. Tambahkan 1-2 sendok teh minyak sayur
sop tiap porsi
- Berikan sari buah / pisang halus untuk menambah kalium
- Berikan makanan segar, masak dan haluskan / tumbuk dengan
baik
- Bujuklah anak untuk makan
- Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti, dan
berikan makanan tambahan setiap hari selama 2 minggu
d) Bawa anak kepada petugas kesehatan bila anak tidak membaik
dalam 3 hari atau menderita sebagai berikut :
• Buang air besar cair lebih sering
• Muntah terus menerus
• Rasa haus yang nyata
• Makan atau minum sedikit
• Demam
• Tinja berdarah
Anak harus diberi oralit dirumah apabila :
• Setelah mendapat Rencana Terapi B atau C
• Tidak dapat kembali ke petugas kesehatan bila diare
memburuk
• Memberikan oralit kepada semua anak dengan diare yang
datang ke petugas kesehatan merupakan kebijakan
pemerintah.
Ketentuan pemberian oralit formula baru :
18
• Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru.
• Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 L air
matang, untuk persediaan 24 jam.
• Berikan larutan oralit pada anak setiap kali BAB, dengan
ketentuan sebagai berikut :
- Untuk anak usia < 2 tahun : berikan 50-100 mL tiap kali
buang air.
- Untuk anak usia > 2 tahun : berikan 100-200 mL tiap
kali buang air.
• Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih
tersisa, maka sisa larutan itu harus dibuang.
Plan B (penderita diare dengan dehidrasi tak berat)
a) Menentukan oralit untuk 3 jam pertama
Jumlah oralit yang diperlukan = 75ml/kgBB
Umur Sampai 4 bln 4 – 12 bln 12 – 24 bln 2 – 5 thn
BB < 6 kg 6 – 10 kg 10 – 12 kg 12 -19 kg
Jml cairan 200 – 400 400 – 700 700 – 900 900-1400
b) Menunjukkan pada orang tua cara pemberian oralit
Minum sedikit-sedikit tapi sering.
Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian lanjutkan lagi
dengan lebih lambat.
Lanjutkan ASI selama anak mau
c) Beri tablet zinc 10 hari
19
Setelah 3 jam,ulangi penilaian dan klasifikasikan kembali derajat
dehidrasinya. Pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan
pengobatan.
Plan C ( penderita diare dengan dehidrasi berat
20
Kirim penderita untuk terapi intravena.Bila penderita bisa minum, sediakan oralit dan tunjukkan cara memberikannya selama perjalanan.sediakan oralit dan tunjukkan cara memberikannya selama perjalanan.
Mulai rehidrasi mulut dengan oralit melalui pipa nasogastrik atas mulut. Berikan 20 mL/kgBB/jam selama 6 jam (total 120 mL/kgBB).Nilailah penderita tiap 1-2 jam :Bila muntah / perut kembung, berikan cairan perlahan.Bila rehidrasi tidak tercapai selama 3 jam, rujuk penderita untuk terapi IV.Setelah 6 jam, nilai kembali penderita dan pilih rencana terapi yang sesuai.
Apakah ada terapi IV terdekat (dalam 30 menit) ?
Apakah saudara dapat menggunakan pipa nasogastrik untuk rehidrasi ?
Ya
Tidak
Tidak
Segera rujuk anak untuk rehidrasi melalui NGT atau IV
2) Dukungan nutrisi
21
Catatan :
• Bila mungkin, amati penderita sedikitnya 6 jam setelah rehidrasi untuk memastikan bahwa ibu dapat mengembalikan cairan yang hilang dengan memberi oralit.
• Bila usia > 2 thn, pikirkan kemungkinan kolera dan berikan antibiotik yang tepat secara oral setelah anak sadar.
Makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang
sama pada waktu anak sehat, untuk pengganti nutrisi yang hilang serta
mencegah agar tidak menjadi gizi buruk. Adanya perbaikan nafsu
makan menandakan fase kesembuhan. ASI tetap diberikan selama
terjadinya diare pada diare cair akut maupun pada diare akut berdarah
dan diberikan dengan frekuensi lebih sering dari biasanya. Anak umur
6 bulan keatas sebaiknya mendapat makanan seperti biasanya.
Pengobatan dietatik
a) Anak > 1 tahun dan anak < 1 tahun dengan BB < 7 kg
Jenis makanan :
Susu (ASI, susu formula rendah laktosa dan asam
lemah tak jenuh, misal LLM)
Makanan setengah padat (bubur susu) atau makanan
padat (nasi tim)
Susu khusus, yaitu susu yang tidak mengandung
laktosa, atau sesuai dengan kelainan yang ditemukan
b) Anak > 1 tahun dengan BB > 7 kg
Jenis makanan : makanan padat atau makanan cair/susu sesuai
dengan kebiasaan makan di rumah.
3) Suplementasi zinc
Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut, dapat mengurangi
lama dan beratnya diare dan dapat mencegah berulangnya diare selama
2-3 bulan. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan anak.
Dosis zinc :
anak-anak < 6 bulan = 10 mg (1/2 tablet)/hari
anak-anak > 6 bulan = 20 mg (1 tablet)/hari
Cara pemberian tablet zinc, untuk bayi tablet zinc dapat dilarutkan
dengan air matang, ASI, atau oralit. Untuk anak-anak yang lebih besar,
zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit.
Tunjukkan cara penggunaan tablet zinc kepada orang tua dan
22
meyakinkan bahwa pemberian tablet zinc harus diberikan selama 10-
14 hari berturut-turut meskipun anak sudah sembuh.
Zinc merupakan mikronutrien yang penting sebagai kofaktor lebih
dari 90 jenis enzim. Zinc berperan dalam penguatan system imun,
telah ditunjukkan bahwa zinc berperan penting dalam modulasi sel T
dan sel B. Serta zinc berperan dalam menjaga keutuhan epitel usus.
4) Antibiotik selektif
Antibiotik tidak diberikan pada kasus diare cair akut kecuali
dengan indikasi yaitu pada diare berdarah dan kolera. Obat pilihan
untuk pengobatan disentri berdasarkan WHO 2005 adalah dengan
golongan quinolon seperti ciprofloxacin dengan dosis 30-50
mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 5 hari. Pemeriksaan tinja
dapat dilakukan untuk menyingkirkan adanya amebiasis. Temuan
trofozoit atau kista amuba atau giardia mendukung diagnosis amebiasis
atau giardiasis. Berikan metronidazol 7,5 mg/kgBB 3x/hari untuk
kasus amebiasis dan metronidazol 5mg/kgBB 3x/hari sehari untuk
kasus giardiasis selama 5 hari. Pemberian antibiotic yang tidak
rasional, akan memperpanjang lamanya diare karena akan
mengganggu keseimbangan flora usus dan Clostridium defficile yang
akan tumbuh dan menyebaban diare sulit disembuhkan. Selain itu,
pemberian antibiotic yang tidak rasional akan mempercepat resistensi
kuman terhadap antibiotik.
5) Pengobatan simptomatis
Obat antidiare.
Obat yang bersifat menghentikan diare secara cepat seperti
antispasmodik/spasmolitik atau opium justru akan
memperburuk keadaan karena akan menyebabkan
terkumpulnya cairan di lumen usus dan akan menyebabkan
bakteri berlipat ganda, gangguan digesti dan absorpsi.
Adsorbent
23
Obat adsorbent seperti kaolin, pectin telah dibuktikan tidak ada
manfaatnya.
Antiemetik
Terbukti selain mencegah muntah juga mengurangi sekresi
dan kehilangan cairan bersama tinja.
Antipiretik
Berguna untuk menurunkan panas akibat dehidrasi atau panas
karena infeksi.
6) Edukasi orang tua
Nasehat kepada orang tua untuk segera membawa anak kembali ke
petugas kesehatan jika ada demam, tinja berdarah, muntah berulang,
makan atau minum sedikit, sangat haus, diare makin sering atau belum
membaik dalam 3 hari. Indikasi rawat inap pada diare akut berdarah
adalah malnutrisi, usia < 1 tahun, menderita campak pada 6 bulan
terakhir, adanya dehidrasi dan disentri yang disertai dengan
komplikasi.
h. Pencegahan
Peningkatan Kesehatan Perorangan dan Lingkungan:
1) Gunakan Air bersih Yang Cukup
2) Cuci Tangan Dengan Sabun dan Air Bersih
3) Berak di Jamban
4) Buang Tinja Bayi di Jamban
Peningkatan Daya Tahan Tubuh, melalui :
1) Pemberian Asi
2) Pemberian Makan Pendamping ASI
3) Imunisasi Campak
2. Diare Pada Dewasa
24
a. Definisi
Diare adalah buang air besar dengan tinja lembek(setengah cair) dengan
frekuensi lebih dai 3x sehari atau dapat berbentuk cair saja.
b. Klasifikasi Diare
1) Diare Akut: mendadak dan berlangsung dalam beberapa jam sampai 14
hari.
Etiologi:
Infeksi (90%): Virus, bakteri, parasit.
Non Infeksi (10%): Malabsobsi, alergi makanan,keracunan,efek
samping obat, dll.
2) Diare Kronis : diare yang berlangsung lebih dari 2 minggu
Etiologi:
Infeksi : Bakteri, protozoa, virus, helminth, fungus.
Non Infeksi : Gangguan fungsional saluran cerna (IBS), malabsorbsi,
kanker saluran cerna,efek samping obat, bagian dari penyakit sistemik
lain (tirotokikosis).
c. Patofisiologi
1) Diare Osmotik
Diare terjadi karena adanya gangguan absorbsi, bahan-bahan yang tidak
dapat diserap oleh usus sehingga bahan-bahan tersebut akan
meningkatkan osmolaritas dalam lumen dan seterusnya akan menarik
air dari plasma.
2) Diare Sekretorik
Diare yang terjadi karena adanya ganguan transport akibat perbedaan
osmotic intralumen dengan mukosa yang begitu besar sehingga terjadi
penarikan cairan dan elektrolit kedalam lumen usus dalam jumlah yang
besar, terjadi penurunan absobsi. Pada diare bentuk ini khas berupa
volume tinja yang banyak.
3) Diare Inflamasi
25
Diare disebabkan oleh karena proses inflamasi pada mukosa usus,
sehingga terjadi produksi lendir yang berlebihan eksudasi air dan
elktrolit ke dalam lumen gangguan absobsi air, dan elektrolit.
d. Terapi
1) Terapi Cairan
Dehidrasi menurut keadaan klinisnya dapat dibagi 3 tingkatan:
a) Dehidrasi ringan (hilang cairan 2-5% BB): gambaran klinisnya
turgor kurang, suara serak, pasien belum jatuh dalam presyok.
b) Dehidrasi sedang (hilang cairan 5-8% BB): turgor buruk, suara
serak, pasien jatuh dalam presyok atau syok, nadi cepat, napas
cepat dan dalam
c) Dehidrasi berat (hilang ciaran 8-10% BB): tanda dehidrasi sedang
ditambah kesadaran menurun (apatis sampai koma), otot-otot kaku,
sianosis)
Skor Daldiyono
Defisit cairan (cc) = SKOR/15 X Berat Badan (kg) X 1 liter
Haus/Muntah 1
Tekanan Darah Sistolik 60-90 mmHg 1
Tekanan Darah Sistolik <60 2
Frekuensi Nadi >120x 1
Kesadaran Apatis 1
Kesadaran somnolen/sopor/koma 2
Frekuensi nafas >30x/menit 1
Facies Cholerica 2
Vox Cholerica 2
Turgor kulit menurun 1
"Washer Woman Hand" 1
Ekstremitas dingin 1
Sianosis 2
26
Umur 50-60 tahun -1
Umur >60 tahun -2
2) Terapi kausal
Diare akut umumnya ringan, self lmited disease sehinga pemberian
antibiotika sesuai indikasi:
Antibiotika diberikan pada kausa :
a) Kolera
b) Diare lebih dari 8x perhari
c) Diare dengan demam
d) Diare berlendir dan / atau berdarah
Blum menjelaskan bahwa derajat kesehatan dipengaruhi oleh 4 faktor
yaitu genetic, environment, health service, dan behavior. Dalam kajian
ilmu epidemiologis sosial faktor genetik bisa digantikan dengan faktor
sosial demografi (menkokesra.go.id, 2007 online).
Pengaruh perilaku dan lingkungan terhadap derajat kesehatan
sangat dominan hingga mencapai 75%, sedangkan pengaruh pelayanan
kesehatan hanya sekitar 20%, sementara faktor genetik hanya memiliki
pengaruh 5%.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan menurut Teori Blum
Menurut Notoatmodjo (2005) perilaku dipandang dari segi biologis
adalah kegiatan atau aktifitas organisme yang bersangkutan. Konsep
27
Perilaku
Pelayanan kesehatanLingkungan
Penduduk/Genetik
Derajat Kesehatan
perilaku menurut Green (1990, cit Azwar) adalah bahwa perilaku
dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu: faktor predisposisi, faktor pendukung
dan faktor pendorong. Berdasarkan analisis Blum (1956, cit Azwar) dalam
konteks kesehatan, maka yang mempengaruhi derajat kesehatan terdiri dari
faktor lingkungan, keturunan, pelayanan kesehatan dan perilaku masyarakat
itu sendiri. Secara keseluruhan keempat faktor tersebut mempunyai derajat
atau tingkat pengaruh yang berbeda-beda.
Green (1980, cit Azwar) menganalisis perilaku manusia dalam hal
kesehatan. Dalam mencapai kualitas hidup yang baik (quality of life) dapat
dicapai melalui peningkatan derajat kesehatan, faktor perilaku dan gaya
hidup (behavior and lifestyle) serta lingkungan (environment). Yang paling
besar pengaruhnya terhadap derajat kesehatan adalah faktor perilaku dan
gaya hidup serta lingkungan, misalnya seorang menderita diare karena
minum air yang tidak masak (masalah perilaku) atau seseorang yang tidak
merokok terkena kanker paru akibat berada di lingkungan orang yang
merokok (masalah lingkungan). Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi
perilaku masyarakat dan sering juga disebut determinan perilaku yaitu :
a. Predisposing factor (faktor pemudah), faktor-faktor ini mencakup:
pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan
kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan,
sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial
ekonomi, dan sebagainya. Ikhwal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
untuk berperilaku kesehatan.
b. Enabling factor (faktor pemungkin), faktor-faktor ini mencakup
ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat,
misalnya tempatpembelian kondom, tempat konsultasi, tempat berobat,
ketersediaan kondom/kemudahan mendapatkan kondom, dan sebagainya.
Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah
sakit, poliklinik, dokter paktek swasta, dan sebagainya. Untuk berperilaku
sehat masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung.
28
c. Reinforcing factor (faktor penguat), faktor-faktor ini meliputi faktor
sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan
perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga di sini
undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat,
masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap
positif, dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh
(acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas, lebih-lebih
para petugas kesehatan. Di samping itu undang-undang juga diperlukan
untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut.
Menurut Blum (1956, cit Azwar), perilaku sangat luas dan kompleks
dan dapat dibagi menjadi tiga domain atau ranah yaitu : cognitive, affective
dan psychomotor. Dalam perkembangannya, teori Blum ini
dimodifikasikan untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan menjadi :
Knowledge (Pengetahuan), Attitude ( Sikap) dan Practice (Tindakan) atau
disingkat KAP.
1. Knowledge (Pengetahuan).
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang
melakukan penginderaan (pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba). Menurut Rogers (1974, cit Azwar) sebelum seseorang mengadopsi
perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi beberapa proses sbb:
a. Awareness (kesadaran), seseorang menyadari dan mengetahui adanya
stimulus.
b. Interest, mulai tertarik kepada stimulus.
c. Evaluation, menimbang-nimbang/ mengevaluasi baik tidaknya stimulus
tersebut terhadap dirinya.
d. Trial, mencoba perilaku baru
e. Adoption, telah terjadi perilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
29
Rogers (1974, cit Azwar) juga menyimpulkan bahwa proses adopsi baru
akan relatiflebih langgeng jika didasari pengetahuan, kesadaran dan sikap
yang positif.
2. Attitude ( Sikap)
Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap stimulus atau objek. Manifestasi dari sikap tidak dapat langsung
dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang
tertutup (Notoatmodjo, 2005).
Tingkatan sikap adalah :
a. Receiving (menerima), seseorang (subject) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (object)
b. Responding ( merespon), merespon/ mengerjakan tugas yang diberikan.
c.Valuing (menghargai), mengajak orang lain untuk
mengerjakan/mendiskusikan sesuatu masalah.
d. Responsible (Bertanggung-jawab), bertanggung-jawab atas sesuatu yang
telah dipilihnya walau apapun risiko dan tantangannya.
Menurut Allport (1954, cit Azwar) sikap mempunyai tiga komponen pokok
yaitu :
a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep suatu objek
b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap objek
c. Kecendrungan untuk bertindak
Ketiga komponen sikap tersebut secara bersama-sama membentuk sikap
yang utuh dan dalam penentuan sikap ini, pengetahuan, keyakinan dan
emosi memegang peranan penting.
3. Practice (Tindakan)
Menurut Notoatmodjo (2005) tindakan adalah sesuatu yang dilakukan;
perbuatan. Tindakan terdiri dari empat tingkatan yaitu :
a. Perception (persepsi), mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan
dengan tindakan yang akan di ambil.
b. Guided response (respon terpimpin), melakukan sesuatu sesuai dengan
urutan yang benar dan sesuai dengan contoh.
30
c. Mechanism (mekanisme), telah terjadi mekanisme dan melakukan
sesuatu secara otomatis dan akan menjadi kebiasaan.
d. Adoption (adopsi), tindakan yang sudah berkembang dengan baik
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2005), ada beberapa faktor yang mempengaruhi
perilaku seseorang dalam bidang kesehatan yaitu:
1. Latar Belakang
Latar belakang yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam bidang
kesehatan dibedakan atas: pendidikan, pekerjaan, penghasilan, norma-
norma yang dimiliki dan nilai-nilai yang ada pada dirinya, serta keadaan
sosial budaya yang berlaku.
2. Kepercayaan dan Kesiapan Mental
Perilaku seseorang dalam bidang kesehatan dipengaruhi oleh kepercayaan
orang tersebut terhadap kesehatan serta kesiapan mental yang dipunyai.
Kepercayaan tersebut setidak-tidaknya menjadi manfaat yang akan
diperoleh, kerugian yang didapat, hambatan yang diterima serta
kepercayaan bahwa dirinya dapat diserang penyakit.
3. Sarana
Tersedia atau tidaknya sarana yang dimanfaatkan adalah hal yang penting
dalam munculnya perilaku seseorang di bidang kesehatan, betapapun
positifnya latar belakang, kepercayaannya dan kesiapan mental yang
dimiliki tetapi jika sarana kesehatan tidak tersedia tentu perilaku kesehatan
tidak akan muncul.
4. Faktor Pencetus
Dalam bidang kesehatan peranan faktor pencetus cukup besar untuk
memunculkan perilaku kesehatan yang diinginkan. Seringkali dijumpai
seseorang baru berperilaku kesehatan tertentu bila sudah ada masalah
kesehatan sebagai pencetus, seperti penyakit kulit.
31
5. Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku berarti individu mulai menerapkan sesuatu yang baru
(inovasi), lain daripada yang sebelumnya.
III. PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS)
Adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga
anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri dibidang
kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan kesehatan di masyarakat.
PHBS di rumah tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota
rumah tangga agar tahu, mau dan mampu melaksanakan perilaku hidup bersih
dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat.
Manfaat Rumah Tangga Sehat
Bagi rumah tangga: Setiap anggota keluarga menjadi sehat dan tidak mudah sakit Anak tumbuh sehat dan cerdas Anggota keluarga giat bekerja Pengeluaran biaya rumah tangga dapat ditujukan untuk memenuhi gizi
keluarga, pendidikan dan modal usaha untuk menambah pendapatan keluarga
Bagi masyarakat: Mampu mengupayakan lingkungan sehat Mampu mencegah dan menanggulangi masalah kesehatan Mampu memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada Mampu mengembangkan Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat
(UKBM) seperti Posyandu, Tabulin, arisan jamban, dll
10 PHBS rumah tangga yang minimal dilakukan di masyarakat
1. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan 2. Memberi bayi ASI eksklusif 3. Menimbang bayi dan balita 4. Menggunakan air bersih 5. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun 6. Menggunakan jamban sehat
32
PERILAKUPengetahuan :Definisi diarePenyebab diareCara penularanGejala diareTerapi diarePencegahan diareSikap:Penularan diareCara hidup bersih dan sehatPerilaku:Latar belakang Sarana PHBS
SOSIAL DEMOGRAFIUmurJenis kelaminTingkat pendidikanPekerjaanPenghasilan keluarga
PELAYANAN KESEHATANTempat berobatTanggapan tempat pelayanan kesehatanUsaha temapat pelayanan kesehatanKepuasan terhadap pelayanan kesehatanKeterjangkauan KaderisasiPenyuluhan
LINGKUNGANPenderita di sekitar
Insidensi Diare
7. Memberantas jentik di rumah 8. Makan buah dan sayur setiap hari 9. Melakukan aktifitas fisik setiap hari 10. Tidak merokok di dalam rumah
Kerangka Konsep
33
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. DESAIN PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan
desain deskriptif observasional dengan survey menggunakan instrumen
kuesioner di wilayah Puskesmas Melati II Kabupaten Sleman Yogyakarta.
B. POPULASI PENELITIAN
1. Populasi
Populasi adalah setiap subjek yang memenuhi kriteria yang telah
diterapkan.. Populasi dalam penelitian ini adalah anggota keluarga
yang diwakili oleh kepala keluarga masing-masing dilingkungan
sekitar keluarga penderita diare.
2. Sampel
Sampel terdiri dari bagian populasi terjangkau yang dapat
dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling. Sampel
dalam penelitian ini adalah kepala keluarga pada rumah yang berada
disekitar penderita diare yang berjumlah 30 responden dengan teknik
pengambilan purposive sampling.
C. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Melati II,
Nambongan , Tlogoadi, Sleman, Yogyakarta dan dilaksanakan pada
tanggal 15-17 Desember 2011.
34
D. MATRIKS PRIORITAS MASALAH
No Daftar
Masalah
Importancy T R Jumlah
P S RI DU SB PB PC
1 ISPA 5 1 1 1 1 1 4 3 4 168
2 Hipertensi 4 5 5 2 1 2 2 5 3 315
3 Diare 3 5 5 4 3 4 1 5 3 375
4 Kehamila
n dengan
anemia
2 1 3 2 2 2 1 5 2 130
5 Kehamila
n < 20
tahun
1 2 2 1 3 2 1 5 2 120
Prioritas masalah yang ditentukan adalah berdasarkan laporan bulanan
penyakit tahun 2010-2011 dan masalah yang banyak terjadi pada saat
mengikuti kegiatan Clinical Health Experience di puskesmas. Masalah-
masalah tersebut antara lain: ISPA, hipertensi, diare, kehamilan dengan
anemia, kehamilan usia kurang dari 20 tahun. Utntuk menentukan prioritas
masalah digunakan matriks yang komponen penilaiannya terdiri dari
importancy ( tingkat kepentingan), technology, resource, yang kemudian
dinilai dan hasil tertinggi didapatkan diare menempati urutan pertama
prioritas masalah.
E. INSTRUMEN PENELITIAN
Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner yang berisi
pertanyaan mengenai pengetahuan, sikap dan perilaku keluarga terhadap
diare. Data diperoleh dengan cara memberikan angket yang diisi oleh
kepala keluarga. Jawaban dari responden diisi pada bagian yang sudah
tersedia. Jenis kuesioner adalah pertanyaan tertutup dan terbuka yaitu pada
35
beberapa pertanyaan sudah tersedia jawaban sehingga responden mudah
untuk memilih jawaban yang dianggap benar (Arikunto, 2000).
F. METODE PENGAMBILAN DATA
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah peneliti melakukan sendiri pengumpulan data, sebelumnya
disamakan persepsi antar anggota peneliti, setelah itu baru antar anggota
peneliti melakukan pengumpulan data melalui kuesioner yang berisi
pertanyaan. Kuesioner diisi oleh responden yang dibantu oleh peneliti.
36
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini dilakukan pada 30 responden yang merupkan wakil
dari keliarga atau kepala keluarga di Dusun Nambongan, Desa Tlogoadi,
kecamatan Melati, Kabupaten Sleman yang merupakan wilayah dimana terdapat
kejadian diare yang meningkat didaerah tersebut. Penelitian dilakukan dengan
cara penyebaran kuesioner dan wawancara terhadap responden, adapun informasi
yang diambil dalam penelitian ini adalah berupa pendidikan dari kepala keluarga,
pekerjaan, perkiraan penghasilan keluarga dalam satu bulan untuk karakteristik
dari keluarga dan informasi tentang pengetahuan, sikap dan perilaku pada
keluarga tentang diare dan perilaku hidup bersih dan sehat.
Berikut ini merupakan distribusi responden berdasarkan pendidikan yang ditunjukkan pada tabel 8.
Tabel 6Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan
Pendidikan N %
Tidak Sekolah 2 6,7Tidak Lulus SD 5 16,7Lulus SD 8 26,7Lulus SMP 7 23,3Lulus SMA 8 26,7Lulus D3/S1 0 0Total 30 100.0
Tabel 8 menjelaskan mengenai distribusi responden berdasarkan pendidikan. Responden yang mempunyai riwayat yang tidak lulus SD sebanyak 5 orang dengan prosentase 16,7%, Lulus SD 8orang (26,7%), Lulus SMP 7 orang (23,3%), Lulus SMA sebanyak 8 orang (26,7%), dan 2 orang tidak bersekolah dengan prosentase 6,7%, sedangkan tidak ada responden ynag Lulus D3/S1. Responden dengan tingkat pendidikan SD dan SMA paling dominan dan tingkat pendidikan perguruan tinggi paling sedikit.
37
33%
20%13%
3%
30%
Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan
SD SLTP SLTAPerguruan Tinggi Tidak Sekolah
Faktor pendidikan akan mempengaruhi pengetahuan responden terhadap penyakit diare, sehingga akan mempengaruhi respon keluarga terhadap terjadinya diare dan pola hidup sehari-hari dalam menjaga kebersihan dan berperilaku hidup sehat. Data yang kedua adalah distribusi responden berdasarkan pekerjaan yang dapat dilihat pada tabel 9 berikut ini
Tabel 7Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan N %Petani 3 10Swasta 12 40Buruh 11 36,7PNS 1 3,3Lain-lain 3 10Total 30 100.0
Tabel 9 menunjukkan distribusi responden berdasarkan pekerjaan. Responden dengan pekerjaan petani sebanyak 3 orang (10%), swasta sebanyak 12 orang (40%), Buruh (36,7%), PNS (1%), lain-lain (10%). Responden dengan jenis pekerjaan paling dominan adalah berwiraswasta dengan prosentase 40%, sedangkan responden dengan jenis pekerjaan paling sedikit adalah PNS.
38
Buruh27%
Ibu Rumah Tangga
23%
Pedagang27%
Wiraswasta20%
Petani3%
Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan
Tabel 8Penghasilan keluarga per bulan
Jumlah penghasilan N %
> Rp.1.000.000,- 3 10Rp.500.000 – Rp.1.000.000,- 16 53,3< Rp.500.000 11 36,7Total 30 100.0
Tabel 10 menunjukkan penghasilan dari keluarga dalam satu bulan dimana keluarga yang mempunyai penghasilan lebih dari satu juta rupiah sebanyak 3 keluarga (10%), sedangkan keluarga dengan penghasilan antara limaratus ribu rupiah sampai satujuta sebanyak 16 keluarga (53,3%), dan keluarga dengan penghasilan kurang dari limaratus ribu rupiah sebanyak 11orang (36,7%). Penghasilan keluarga perbulan kebanyakan sebesar antara limaratus ribu sampai satujuta rupiah dengan 16 responden, sedang penghasilan keluarga perbulan paling sedikit adalah lebih dari satu juta rupiah dengan 3 keluarga (10%).
39
47%53%
Pengetahuan Responden Tentang Cara Penularan Cacar Air
Kontak dengan penderita cacar airGigitan NyamukTidak tahu
Tingkat pengetahuan tentang diare di masyarakat meupakan salah satu
tolak ukur untuk mengetahui bagaimana masyarakat mengenali tentang penyakit
diare apabila salah satu anggota keluarga tersebut terkena diare, selain itu tingkat
pengetahuan juga dapat mengetahui respon dari suatu keluarga dalam menangani
atau menanggapi serta mencegah penyakit diare dikeluarga atau masyarakat.
Berikut ini adalah tabel tingkat pengetahuan responden tentang penyakit diare.
Tabel 9Pengetahuan Responden Tentang Diare
Tingkat Pengetahuan N %
Baik 17 56,67Kurang 13 43,33
Total 30 100.0
Tabel 11 menunjukkan pengetahuan responden tentang penyakit diare.
Responden yang mempunyai tingkat pengetahuan yang baik tentang penyakit
diare sebanyak 17 orang dengan prosentase 56,67%. Responden yang kurang
mengetahui tentang penyakit diare sebanyak 13 orang dengan prosentase 43,33%.
Hasil pengambilan data ini didapatkan bahwa responden lebih banyak yang
mempunyai tingkat pengetahuan yang baik tentang penyakit diare.
40
47%
3%
50%
Pengetahuan Responden Tentang Cara Pencegahan Cacar Air
Menghindari kontak
Berdekatan dengan penderita agar tertular
Tidak tahu
Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Manifestasi dari sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Dengan adanya sikap ini dapat mempengaruhi tentang perilaku masyarakat.berikut ini adalah tabel tentang sikap responden berdasarkan data atau informasi yang didapatkan dari kuesioner.
Tabel 10Sikap responden tentang penyakit diare
Sikap responden N %
Baik 17 56,67kurang 13 43,33
Total 30 100.0
Tabel 12 menunjukkan sikap responden tentang penyakit diare. Responden yang mempunyai sikap yang baik tentang penyakit diare sebanyak 17 orang dengan prosentase 56,67%. Responden yang mempunyai sikap yang kurang peka terhadap penyakit diare sebanyak 13 orang dengan prosentase 43,33%. Hasil pengambilan data ini didapatkan bahwa responden lebih banyak yang mempunyai sikap yang baik tentang penyakit diare.
41
23%
33%
30%
7%7%
Tempat Berobat Penderita Cacar Air
PuskesmasDokterParamedisAlternatifTidak berobat
Berikut ini adalah tabel mengenai hasil wawancara tentang perilaku hidup bersih dan sehat yang dilakukan responden dalam kehidupan sehari-hari.
Tabel 11Jumlah responden tentang perilaku hidup bersih dan sehat
Perilaku N %
Baik 14 46,7Buruk 16 53,3
Total 30 100
Dari hasil wawancara responden tentang perilaku hidup bersih dan sehat dalam penerapannya sehari hari kebanyakan dari responden belum menerapkan perilaku hidup yang bersih dan sehat dalam keluarga, dengan jumlah responden yang perilaku hidup sehat dan bersih yang uruk sebesar 53,3%.
42
17%
83%
Pengadaan Penyuluhan Tentang Cacar Air Dalam 3 Bulan Terakhir
adatidak ada
ALTERNATIF JALAN KELUAR
Masalah Penyebab Alternatif
Tingginya angka kejadian diare
beberapa bulan terakhir
Ketidaktahuan masyarakat tentang cara penularan dan
pencegahan
Penyuluhan Diare
Lingkungan tempat tinggal masyarakat yang kurang sehat dan memadai
Meningkatkan daya tahan tubuh dengan memakan makanan yang bergizi, tinggi proten, zinc.Menjaga kebersihan lingkunganMenerapkan PHBS
Kurangnya partisipasi masyarakat dalam memperoleh informasi
Penggiatan peran serta masyarakat (arisan atau kerja bakti)
43
Untuk mengatasi prioritas masalah yang sudah ditetapkan, terdapat beberapa
alternative jalan keluar menurut penyebab masalah. Untuk menentukan alternative
jalan keluar yang terbaik digunakan matriks prioritas jalan keluar.
MATRIKS PRIORITAS JALAN KELUAR
No.
Daftar Alteratif Jalan Keluar Efektifitas Efisiensi JumlahM I V
1 Menjaga kebersihan lingkungan 3 3 3 3 9
2 Menerapkan PHBS 4 4 4 2 323 Meningkatkan daya tahan tubuh
dengan memakan makanan yang bergizi, tinggi proten, zinc.
2 2 4 2 8
4 Penyuluhan Diare 3 2 2 2 65 Penggiatan peran serta
masyarakat (arisan)2 2 3 2 6
Matriks prioritas jalan keluar dirumuskan dengan menghitung efektifitas
dan efisiensi tertinggi dari berbagai alternatif jalan keluar yang ada. Dari hasil
perhitungan matriks diatas didapatkan menerapkan PHBS pada masalah yang
diangkat merupakan jalan keluar terbaik.
44
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
I. KESIMPULAN
Diare masih menjadi masalah atau kasus yang sering dijumpai tidak hanya
pada balita, namun juga pada dewasa. Insidensi kejadian diare yang masih
cukup banyak pada wilayah kerja puskesmas Melati II, berdasarkan survey
yang telah dilakukan terutama akibat factor resiko yang masih sulit untuk
dikendalikan.
Faktor resiko terhadap peningkatan angka kejadian diare yaitu:
a. Kurangnya pengetahuan tentang diare
b. Sikap mengenai diare yang cenderung salah
c. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang terkendala berbagai
hal
Berdasarkan efektivitas dan efisiensi jalan keluar, penerapan PHBS bagi
seluruh warga merupakan langkah paling tepat mengingat dengan adanya
modifikasi dan intervensi perilaku hidup yang jelek dapat mengurangi
tingginya angka kejadian diare. Ketiga hal dibawah ini merupakan PHBS
yang mutlak harus dilakukan:
Menggunakan air bersih Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun Menggunakan jamban sehat
II. SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan matriks pemecahan masalah yang telah
dilakukan, solusi dari masalah yang ditemukan adalah menerapkan PHBS
dengan edukasi pada warga mengenai pentingnya dan cara penerapannya serta
dengan menyelesaikan kendala-kendala yang mungkin berperan sebagai
penghambat.
45
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, A; 1996. Pengantar administrasi Kesehatan. Bina rupa Aksara
Elok, 2008. Lingkungan, Sanitasi Buruk, Ancam Kehidupan. Togar Arifin
Silaban.htm. Togar Arifin Silaban 2007. Powered by wordpress &
enhanced.
Guyton, Arthur.C, MD., Hall, John.E, Ph.D. 1997. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran Edisi 9. Jakarta: EGC.
Hassan, Rupeno. Dr., Alatas, Hussein. Dr. 1985. Buku Kuliah 1 Ilmu
Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian IKA-FKUI, Infomedika.
Juffrie. M, dr. Nenny Sri Mulyani,dr. Pusponegoro, Modul Pelatihan Diare:
Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Nototmojo, S. (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta
Satriya, 2008. Diare Pada Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Arifin
Achmad / FK-UNRI, Diponegoro, Pekanbaru. www. Unri. com.
Susyanto, M.Bambang Edi, dr, Sp(A). 2009. Study Guide, Panduan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak. Yogyakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
WHO. 2008. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Diare
Wikipedia, 2010. Diare. www.Wikipedi a .com.
46