mind map
TRANSCRIPT
Mind Map
Peta Pikiran (Mind map) “Mind mapping merupakan suatu alat pembelajaran yang mengagumkan untukmemfasilitasi meaningful learning” (Ruffini, 2004). Mind map dikembangkan oleh TonyBuzan pada akhir tahun 1960-an sebagai cara untuk mendorong siswa mencatat hanyadengan menggunakan kata kunci dan gambar (Buzan: 2002). Iwan Sugiarto (2004: 75)mengemukakan “Pemetaan pikiran (mind mapping) adalah teknik meringkas bahan yangperlu dipelajari, dan memproyeksikan masalah yang dihadapi ke dalam bentuk peta atauteknik grafik sehingga lebih mudah memahaminya”.Kegiatan ini sebagai upaya yangdapat mengoptimalkan fungsi otak kiri dan kanan, yang kemudian dalam aplikasinyasangat membantu untuk memahami masalah dengan cepat karena telah terpetakan. Hasilmind mapping berupa mind map. Mind map adalah suatu diagram yang digunakan untukmerepresentasikan kata-kata, ide-ide, tugas-tugas, ataupun suatu yang lainnya yangdikaitkan dan disusun secara radial mengelilingi kata kunci ide utama.Mind mapping digunakan untuk menggeneralisasikan, memvisualisasikan,menstrukturisasi, dan mengelompokkan, dan sebagai alat batu pembelajaran,9 pengorganisasian, problem solving, pengambilan keputusan, dan penulisan. Peta pikiranmerupakan ekspresi alami yang spontan dari jalan pikiran dan panduan dari kerja otakyang logis dan imajinatif. Dengan teknik peta pikiran, seseorang dapat menyeleksiinformasi apa saja yang perlu diterima dan menyimpannya dengan lebih jelas. Selain itu,mind maps merupakan alat-alat yang dapat membantu seseorang berpikir dan mengingatlebih baik, memecahkan masalah dan bertindak kreatif. Mind map memberikan doronganuntuk berkreatifitas dan fleksibel. Mind map membantu seseorang untuk berpikir "outsidethe box"
Sebuah contoh peta kognitif fuzzy.
Psikolog kenamaan, Tony Buzan semenjak tahun 1970-an mengkampanyekan penggunaan peta pikiran dalam menggambarkan dan mengkomunikasikan cara berfikir secara terstruktur . Dalam peta pikiran ala Buzan, kita menggambarkan berbagai hal yang kita anggap berkenaan dengan sistem yang kita dekati dalam gambar-gambar, warna-warna, dan kata-kata garis besar yang kita anggap penting. Hal ini dianggap dapat memudahkan proses pengajaran dalam pendidikan atau mengkomunikasikan sesuatu hal peda orang lain. Namun tentu saja, kegunaan dari peta pikiran ini lebih kepada antar muka antara masyarakat terdidik. Peta pikiran semacam ini tentu dapat dianggap sebagai bentuk primer dari peta kognitif.
Peta kognitif yang dimaksud di sini adalah abstraksi permasalahan yang ditemui oleh pengamat yang kemudian dapat digambarkan dalam model peta diagram kausal. Dalam hal ini kita dapat mengatakan bahwa peta diagram kausal adalah skema graf berarah yang menggambarkan hubungan/relasi sebab-akibat antara variabel-variabel permasalahan yang diamati berdasarkan keyakinan dari pengamat.
Pemodelan sistem dinamik secara komputasional saat ini tengah berkembang dengan sangat pesat, bahkan di beberapa negara maju telah diterapkan pada siswa-siswi sekolah dasar agar mereka terbiasa dengan pemikiran konstruktif yang terstruktur . Secara garis besar dapat dikatakan bahwa diagram kausal dan sistem dinamik memberikan kesempatan reasoning yang lebih baik dengan dimungkinkannya dilakukan berbagai simulasi atas model yang kita implementasikan sesuai dengan keahlian dan pengalaman yang dimiliki. Simulasi sistem dinamik dengan sistem diagram kausal mendasarkan diri pada persamaan diferensial dan keketatan logika tradisional antara yang benar dan salah. Yang ingin kita ketengahkan dalam makalah ini adalah bentuk lebih jauh, yakni bentuk-bentuk diagram kausal yang titik-titiknya disusun dengan elemen-elemen logika fuzzy, yakni logika yang tidak bersandar pada absolutisme “benar” dan “salah” dengan menggunakan konsep “agak benar” atau “agak salah”. Peta kognitif fuzzy ini dikenalkan oleh guru logika fuzzy, Bart Kosko, sebagai perpaduan antara logika fuzzy dan model jaring saraf .
Dalam hal ini, kita dapat mendefinisikan peta kognitif fuzzy sebagai graf berarah dengan konsep-konsep kualitas yang disusun sebagai anggota himpunan fuzzy berupa keputusan, kejadian dan sebagainya yang digambarkan sebagai titik dan sifat kausal yang menggambarkan keterhubungan antar konsep tersebut sebagai sisi. Hubungan kausal antara tiap titik dalam peta kognitif fuzzy (A dan B, dst.) dapat berhubungan lurus (biasanya diberi tanda “+1” atau “+” saja. Artinya jika kualitas dari konsep A membesar maka kualitas konsep B juga membesar, sebaliknya jika kualitas konsep A mengecil maka kualitas konsep B juga mengecil. Di sisi lain, hubungan kausal ini pun dapat berkebalikan, biasanya diberi tanda “-1” atau “-“ saja. Dalam hal ini, jika kualitas konsep A membesar maka kualitas B mengecil dan sebaliknya. Hubungan antara titik-titik dalam peta kognitif fuzzyyang tidak diberi garis sisi (keterhubungan) dikatakan sebagai tidak memiliki hubungan sebab-akibat secara langsung. Keterhubungan ini biasanya diberikan tanda “0”. Namun tentu saja, keterhubugan antara dua konsep dalam peta kognitif fuzzy tidak melulu {-1,0,1}. Keterhubungan tersebut pada dasarnya dapat berupa anggota bilangan riil antara 0 dan 1 dan lawannya.
Mind Map (Peta Pikiran): Apa dan Bagaimana?Posted on 9 September 2013 by AKHMAD SUDRAJAT — 20 Comments ↓
A. Apa Mind Map (Peta Pikiran) itu?
Mind Map (Peta Pikiran) dapat diartikan sebagai suatu cara untuk mengorganisasikan dan menyajikan konsep, ide, tugas atau informasi lainnya dalam bentuk diagram radial-hierarkis non-linier. Mind Map pada umumnya menyajikan informasi yang terhubung dengan topik sentral, dalam bentuk kata kunci, gambar (simbol), dan warna sehingga suatu informasi dapat dipelajari dan diingat secara cepat dan efisien.
Mind Map digagas dan dikembangkan oleh Tony Buzan, seorang psikolog Inggris, yang meyakini bahwa penggunaan Mind Map tidak hanya mampu melejitkan proses memori tetapi juga dapat meningkatkan kreativitas dan keterampilan menganalisis, dengan mengoptimalkan fungsi belahan otak. Mind Map dapat mengubah informasi menjadi pengetahuan, wawasan dan tindakan. Informasi yang disajikan fokus pada bagian-bagian penting, dan dapat mendorong orang untuk mengeksplorasi dan mengelaborasinya lebih jauh.
Mengikuti ikhtisar pola kerja MindMaple, Mind Map terdiri dari 3 (tiga) komponen utama, yaitu:
1. Topik Sentral, pokok atau fokus pikiran/isu uyang hendak dikembangkan, dan diletakkan sebagai “pohon”.
2. Topik Utama, level pikiran lapis kedua sebagai bagian dari Topik Sentral dan diletakkan sebagai “cabang” yang melingkari “pohon”.
3. Sub Topik, level pikiran lapis ketiga sebagai bagian dari cabang dan diletakkan sebagai “ranting” (dan level pikiran lapis berikutnya)
B. Bagaimana Membuat Mind Map (Peta Pikiran)?
Mind Map dapat dibuat secara manual atau dengan menggunakan bantuan software. Walaupun tidak ada ketentuan yang baku, tetapi ada beberapa hal yang bisa dijadikan pedoman dalam menyusun Mind Map, (khususnya untuk Mind Map yang dibuat secara manual):
Contoh Mind Map Menggunakan MindMaple
1. Mulai dari tengah untuk menentukan Topik Sentral (menentukan “pohon”), dibuat dalam kertas kosong bentuk landscape, disertai gambar berwarna.
2. Tentukan Topik Utama (menentukan “cabang”) sebagai bagian penting dari Topik Sentral.
3. Tentukan Sub Topik sebagai “ranting” yang diambil dari Topik Utama4. Secara kreatif gunakan gambar, simbol, kode, dan dimensi seluruh peta pikiran Anda.5. Sedapat mungkin gunakan kata kunci tunggal (maksimal 2 kata), dengan huruf kapital atau
huruf kecil.6. Gunakan garis lengkung untuk menghubungkan antara Topik Sentral dengan Topik Utama
dan Sub Topik. Untuk stimulasi visual, gunakan warna dan ketebalan yang berbeda untuk masing-masing alur hubungan.
7. Kembangkan Mind Map sesuai gaya Anda sendiri.8. Untuk memahami suatu teks, Anda terlebih dahulu harus membaca teks tersebut untuk
memperoleh gambaran mental (mental image) yang menyeluruh dan bermakna.
Membuat Mind Map dengan bantuan software tentu akan lebih mengasyikkan Untuk mencari software yang dibutuhkan, Anda bisa menelusuri sendiri di internet melalui bantuan Google dan Anda akan menjumpai berbagai produk software Mind Map. Salah satu software yang bisa digunakan adalah software Mind Map yang dikembangkan oleh MindMaple (bisa diunduh secara gratis disini)
C. Apa Manfaat Mind Map (Peta Pikiran) dalam Pembelajaran?
Mind Map dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, baik yang bersifat personal maupun kolaboratif. Khusus, dalam konteks pembelajaran, Mind Map dapat digunakan untuk membantu siswa dalam memahami, mengorganisasikan dan memvisualisasikan materi dan aktivitas belajarmya secara kreatif dan atraktif.
Siswa dapat mempetakan apa yang didiskusikan bersama teman-temannya, Siswa dapat mempetakan tentang proses dan hasil observasi yang dilakukannya. Siswa dapat mempetakan tentang apa yang dibacanya Siswa dapat mempetakan tentang apa yang didengarnya. Siswa dapat mempetakan tentang apa yang harus dipresentasikannya di kelas, dan Siswa dapat mempetakan aneka aktivitas belajar lainnya, baik yang berkenaan dengan
perencanaan, pelaksaanaan maupun hasil belajarnya.
Dengan Mind Map, siswa diajak untuk mengkonstruksi pengetahuan secara kreatif, sesuai dengan apa yang dipahaminya masing-masing, bukan menjiplak pengetahuan secara membabi-buta.
Penggunaan Mind Map tampaknya cukup efektif membantu mahasiswa ketika sedang mengikuti Ujian Skripsi. Skripsi yang sedemikian tebal dapat direduksi dalam satu atau dua halaman saja. Bahkan, di Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Mind Map telah menjadi keterampilan yang wajib dikuasai para mahasiswa.
Bagi guru, Mind Map dapat digunakan untuk kepentingan perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pembelajaran. Dalam perencanaan pembelajaran, Mind Map bisa dimanfaatkan untuk kepentingan menyusun desain pembelajaran, baik yang berkaitan dengan pengembangan bahan ajar maupun pengembangan metode dan penilaian pembelajaran.
Dalam praktik pembelajaran di kelas, guru dapat dapat memanfaatkan Mind Map sebagai media pembelajaran atau mengintegrasikannya dengan metode pembelajaran yang digunakan.
Mengintegrasikan Mind Map dengan Metode Jigsaw
Sedangkan dalam penilaian, guru dapat memanfaatkan setiap karya Mind Map siswa sebagai bahan penilaian produk dan bagian dari portofolio siswa, untuk melihat sejauhmana seorang siswa dapat memahami materi pelajaran yang diajarkan sekaligus mengenal kontruksi berfikir para siswanya.
Sementara, bagi guru BK/Konselor, Mind Map bisa menjadi salah satu materi layanan yang diberikan kepada siswa, khususnya berkaitan dengan layanan konten, dalam upaya membantu siswa memiliki keterampilan dan kebiasaan belajar yang efektif.
Tampaknya tidak ada keraguan lagi bagi kita untuk membelajarkan siswa menguasai keterampilan Mind Map ini sejak dini agar proses belajar dan pembelajaran dapat lebih efektif dan optimal.
UJIAN AKHIR SEMESTER
Dinamika Psikologi Belajar
Di semester lima ini saya medapat kesempatan mengambil mata kuliah pilihan psikologi
belajar dengan jatah pertemuan dua sks per minggu dan dididik oleh dosen pengampunya Bu Dina.
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku dan proses mental manusia. Nah, apa
itu psikologi belajar? Psikologi belajar terdiri dua penggalan kata yaitu psikologi dan belajar.
Psikologi berasal dari bahasa Yunani yaitu psyche yang berarti jiwa dan logos yang berarti ilmu.
Sedangkan belajar dapat diartikan sebagai suatu perubahan yang terjadi dalam diri seseorang
mengenai hal-hal yang bermanfaat baginya. Jadi, psikologi belajar dapat diartikan dengan suatu
disiplin ilmu yang membahas tentang pemahaman proses kejiwaan dan mental dalam tingkah laku
manusia untuk kepentingan mendidik dan membina perkembangan kepribadian manusia. Belajar
merupakan suatu proses kemanusiaan yang sangat mendasar dan kompleks. Dengan belajar seorang
manusia menyerap ilmu, pengetahuan, dan pengalaman dari lingkungan sekitarnya.
Selama satu semester ini banyak pelajaran dan hal-hal baru yang saya dapat di mata kuliah
psikologi belajar ini, yaitu metode belajar yang berbeda dan tidak pernah saya dapatkan sebelumnya
di mata kuliah lain, penugasannya, materi dan yang paling penting adalah proses belajar yang saya
alami di mata kuliah ini.
Di mata kuliah ini saya mempelajari teori-teori belajar dari sejumlah tokoh psikolog yang
banyak memberikan kontribusinya dalam dunia psikologi. Adapun tokoh-tokoh yang saya pelajari
tersebut adalah Skinner, Ivan Pavlov, Edward Thorndike, Max Wertheimer, Robert Gagne, Jean
Piaget, Lev S. Vygotsky, dan Albert Bandura. Dosen pengampu berusaha menjelaskan setiap teori
dengan praktik belajarnya langsung sehingga menjadi aplikatif. Setiap minggu mempelajari para
tokoh dan teori-teorinya, bagi saya memiliki dinamika tersendiri dalam mata kuliah psikologi belajar
ini. Saya berusaha akan menjelaskannya dengan sebaik mungkin berdasarkan proses belajar yang
relah saya alami.
Pada pertama dan kedua kali pertemuan mata kuliah psikologi belajar ini, saya tidak dapat
menghadiri kuliah dikarenakan keadaan saya yang masih liburan. Namun saya mendapat informasi
dari teman saya kalau dipertemuan pertama dan kedua tersebut telah di bagi kelompok dengan
jumlah tiga orang perkelompoknya. Dan yang menjadi teman satu kelompok dengan saya selama
satu semester adalah Ahmad Fauzi Tarigan dan Rosa Mentari Putri. Saya banyak mengalami hal-hal
baru dan proses belajar dengan mereka.
Lalu pada pertemuan ketiga, saya mengikuti kuliah ini dan seterusnya tanpa bolos sekalipun.
Pada pertemuan kedua tersebut, dosen dan komting memfixkan anggota-anggota dalam setiap
kelompok agar tidak terjadi perubahan nantinya dan membicarakan kontrak kuliah dan bagaimana
metode dan proses belajar mata kuliah ini selama satu semester. Kelas ini berjumlah empat puluh
tujuh siswa dan dibagi menjadi empat belas kelompok. Setiap kelompok telah diberi satu tokoh
untuk dipelajari dan membuat rangkumannya yang kemudian telah diposting diblog untuk
didiskusikan bersama teman sekelompoknya dan membahas pengalaman-pengalaman yang telah
dialami untuk mengetahu proses belajar yang terjadi dan dipandu oleh dosen pengampu. Kelompok
saya mendapat tokoh Robert Gagne. Tokoh ini baru saya temukan dimata kuliah ini karena dimata
kuliah sebelumnya saya tidak pernah mempelajari tokoh ini. Setiap kelompok diminta untuk
membahas pengalaman belajar di waktu kecil sesuai dengan teori tokoh untuk kelompoknya.
Menurut saya ini sangat efektif karena dengan membahas pengalaman-pengalaman lalu dan
dikaitkan dengan teori tokoh tersebut kita dapat mengetahui proses belajar yang terjadi dan saat di
kelas juga kami mengalami proses belajar tersebut. Kami juga diberi tugas untuk membuat mind
map mengenai materi selanjutnya.
Kondisi belajar menurut Gagne adalah keterampilan, apresiasi, penalaran manusia, dengan
semua variasinya, harapan, aspirasi, sikap, nilai-nilai manusia, perkembangannya sebagian besar
bergantung pada peristiwa yang disebut dengan belajar ( Gagnẻ,1985,h.1).
Pada pertemuan keempat kami diberi tugas online dikarenakan dosen pengampu tidak
dapat menghadiri kelas. Adapun tugas yang diberikan adalah setiap orang diwajibkan memikirkan
dan menuliskan contoh berdasarkan pengalaman masing-masing untuk masing-masing fungsi (tidak
boleh ada yang sama). Setelah itu Gambar 1.1 Perspektif Psikologis Tentang Faktor-faktor utama
dalam Belajar di halaman tiga puluh tiga. Silahkan berikan uraian dan penjelasan secara maksimal
kaitan dengan contoh yang anda buat pada poin satu dihubungkan dengan poin dua. Menurut saya
hal ni sangat menarik karena sebelumnya saya tidak mengetahui bahwa hal itu merupakan proses
belajar ketika saya kecil.
Lalu pada pertemuan kelima kami juga telah diberi tugas sebelumnya yaitu membuat
rangkuman tentang teori-teori belajar awal yaitu behaviorisme dan psikologi Gestalt. Kegiatan
belajar pada pertemuan kelima tersebut adalah kami menonton film untuk dianlisis nantinya. Film
yang kami tonton adalah film Inggris yang berjudul Kinky Boots. Dan dianalisis dengan psikologi
Gestalt. Film ini memberi inspirasi bagi semuaorang untuk tidak menyerah darikeadaan yang sangat
sulit, karena seperti pepatah, ada banyak jalan menuju roma, tinggal bagaimana kita berusaha.
Sedangkan pada pertemuan keenam kegiatan belajarnya telah ditentukan oleh dosen
pengampu dan sebelumnya kami juga telah diberi tugas untuk menganalisis pengalaman pribadi
dengan teori Skinner. Adapun kegiatan belajar yang terjadi adalah kami diberi tiga lembar kertas dan
disuruh untuk membuat sebuah produk dengan panduan teori belajar Skinner. Saya tidak mengerti
tugas yang dimaksud, namun saya mencoba membuat dengan sepemahaman saya. Ternyata tugas
ini bertujuan untuk mengasah kreativitas dan kognitif kita. Produk yang saya buat adalah karangan
saya berupa artikel singkat yang saya peroleh dari stimulus yang diberikan, yaitu berupa artikel
mengenai gerakan-gerakan untuk dibuat perlombaan-perlombaan yang bertema edukatif dan positif
untuk membentuk perilaku anak dan merupakan salah satu proses pembelajarannya yang disertai
dengan reward dan penguatan. Saya tidak menggunakan atau membentuk kertas-kertas yang
diberikan, namun akhirnya saya mengerti dan menyukainya serta berharap suatu saat dapat
diberikan kesempatan lagi untuk memperbaikinya dan untuk menjadi lebih baik. Ternyata tugas ini
bertujuan untuk mengasah kreativitas dan kognitif kita. Bagi produk yang menarik Bu dina akan
memberikan reward (Skinner).
Pembelajaran hari itu sangat erat hubungannya dengan teori belajar Skinner. Dimana proses
belajar itu dapat berhasil dan terjadi jika diberikan reward dan reinforcement, yaitu bagi teman-
teman yang menerima reward, tentu menjadi reinforcement bagi mereka sehingga mereka akan
terus mengulang perilaku mereka yaitu untuk terus belajar kapan saja dan dimana saja dengan
mengasah kreativitas dan menjadi kritis.
Pertemuan ketujuh kami diberi tugas untuk menjawab pertanyaan dibab perkembangan
psikologi kultural-historis Lev S. Vigotsky. Disini proses kognitif berjalan ketika kami berpikir untuk
menjawab pertanyaan tersebut dan dikaitkan dengan teori Vygotsky.
Pada pertemuan kedelapan, yaitu pertemuan terakhir sebelum ujian tengah semester,
kegiatan belajar yang telah disiapkan dosen pengampu sangat menarik, dimana kami dibagi
kelompok yang anggotanya berjumlah sepuluh sampai sebelas orang. Setiap orangnya akan diberi
sebuah cerita untuk disampaikan keteman lainnya dan seterusnya. Ternyata ketika pada teman
terakhir cerita telah berubah dan tidak ada hubungannya sama sekali dengan cerita yang
sebenarnya. Perspektif kognitif menjelaskan ini bahwa setiap orang memiliki persepsi yang berbeda-
beda. Sehingga pandangan setiap orang terhadap suatu masalah itu juga berbeda. Sebelumnya
untuk tugas dirumah kami juga disuruh untuk mengerjakan tugas mencari jurnal dan membahasnya
dengan sehubungan dengan teori dan membuat reviewnya.
Untuk ujian tengah semester, kami diberi ujian online yaitu memposting setrategi belajar
sesuai dengan tokoh dan teori yang telah diberi untuk diterapkan kedalam kelas. Ini merupakan
tugas kelompok dan menjadi tantangan untuk kami karena harus merancang strategi belajar yang
efektif.
Pada pertemuan kesembilan setelah ujian tengah semester, dosen pengampu tidak dapat
hadir dan memberi kami tugas yaitu berupa pertanyaan dan diposting diblog: Mengapa mahasiswa
psikologi USU yang mengambil mata kuliah psikologi belajar TA 2012/2013 semester ganjil
sebahagian besar tidak memberikan tanggapan di grup sehubungan dengan rencana melakukan
observasi di lapangan?” Masing-masing orang silahkan dianalisis dengan teori Gagne, Piaget dan
Bandura. Ini merupakan teguran untuk kami agar tidak cuek terhadap hal sekecil apapun karena itu
merupakan proses belajar.
Pertemuan sepuluh kami diberi tugas untuk melakukan observasi di SMK Tritech Informatika
Medan dan harus menulis laporannya dengan teori belajar Gagne dengan memposting diblog. Ini
sangat menarik karena kami mempraktiknya langsung dan menjadi proses belajar bagi kami.
Sedangkan pada pertemuan kesebelas kami membahas ujian akhir semester mata kuliah
psikologi belajar ini. Setelah berdiskusi akhirnya pilihan jatuh pada diberi dua pilihan untuk menulis
dan membahas dengan kerangka, pertama: Berkaitan dengan dinamika mata kuliah psikologi belajar
dan pilihan kedua yaitu berkaitan dengan penugasan mata kuliah psikologi belajar dengan mata
kuliah lain pada semester ini.
Selama satu semester (sudah hampir berakhir) menjalani mata kuliah psikologi belajar ini,
memiliki banyak sekali makna untuk saya. Mata kuliah ini sangat unik. Disini kita dituntut untuk
berpikir sekritis mungkin dan dapat menggali kreativitas. Mata kuliah ini tidak kaku dan memberikan
kebebasan dalam belajar tidak seperti mata kuliah lainnya yang harus mengikuti banyak aturan.
Saya mendapat pelajaran penting mengenai belajar dan yang sering saya lupakan, yaitu
bahwa belajar adalah proses yang terus terjadi sepanjang hidup dan merupakan fitrah bagi kita
manusia untuk terus menggali potensi-potensi yang ada agar kita menjadi manusia yang berguna.
Terima kasih kepada dosen pengampu.
Diposkan oleh Rafyqa Notes di 11.38 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook
Sabtu, 08 Desember 2012
Laporan Hasil Observasi Pada SMK Tritech Informatika Medan
Data Observasi di SMK Tritech Informatika:
1. Nama dan NIM observer : Cut Rafyqa Fadhilah
101301005
2. Kelas yang di Observasi : III TKJ-2 Reguler
3. Mata Pelajaran : Agama Islam
4. Nama Guru : Drs. Darfikri
5. Waktu dan Durasi Observasi : 5 Desember 2012 - 11.55 / 20 menit
6. Jumlah Siswa di Kelas : 25 orang
7. Media Pembelajaran Guru : Infocus berupa Televisi untuk menampilkan power point yang telah
disediakan guru dan laptop
8. Media Pembelajaran Siswa : Pulpen
Kertas
Laptop
Buku cetak (Penerbit Erlangga)
LKS (Lembar Kerja Siswa)
Buku tulis
9. Situasi Fisik Kelas : Kelas tersebut kira-kira berukuran 6x8. Terdapat sebuah papan
tulis model white board, diatasnya ada sebuah TV berukuran 29 inci, disamping kanan papan tulis
ada AC (disudutnya), dan disudut kiri papan tulis terdapat sebuah kipas angin. Di kelas tersebut juga
terdapat sebuah rak besar yang tertempel dengan dinding sebelah kanan pintu masuk. Ada sekitar
28 bangku yang tersedia yang terbuat dari besi putih seperti bangku di perkuliahan dan di tempat-
tempat les. Sususan bangku siswa tersebut agak berantakan. Sedangkan meja dan tempat duduk
untuk gurunya berada di sisi kanan ruangan tepat dibawah AC dan terbuat dari kayu. Pencahayaan di
kelas sangat baik sehingga tidak akan menganggu penglihatan siswa-siswa. Kelas terlihat bersih
karena tidak ada sampah, namun lantai kelas terlihat sedikit kotor karena banyaknya debu dan pasir
yang berasal dari sepatu siswa. Kelas juga terdengar berisik karena jarak kelas dengan kelas lainnya
tidak jauh. Lantai dan dinding kelas tersebut berwarna putih. Kelas tersebut hanya terdapat satu
pintu untuk keluar masuk dan letaknya berseberangan dengan letak TV di kelas tersebut. Tidak
terdapat hiasan, gambar, atau poto-poto di kelas tersebut, bahkan jam dinding juga tidak terlihat.
10. Alat Observasi : Pulpen
Kertas
Buku panduan
Tabel I digunakan sebagai Pedoman (Kerangka Acuan) saat Observasi
Tabel 5.3 Ringkasan Sembilan Tahapan Belajar
Deskripsi Tahapan Fungsi
Persiapan belajar
1. Memperhatikan
Memberi peringatan bagi
pemelajar terhadap adanya
stimulus
2. HarapanMengorientasikan pemelajar
pada tujuan belajar
3. Pengambilan kembali
(informasi relevan dan/atau
keterampilan) untuk dibawa
ke ingatan kerja
Memberi ingatan tentang
kapabilitas yang diinginkan
Akuisisi dan
kinerja 4. Persepsi selektif terhadap
ciri stimulus
Memungkinkan penyimpanan
stimulus penting secara
temporer di dalam ingatan
kerja
5. Pengkodean semantik
Transfer ciri stimulus dan
informasi terkait ke dalam
ingatan jangka panjang
6. Pengambilan kembali dan
respons
Mengembalikan informasi
yang tersimpan ke penggerak
respons individual dan
mengaktifkan respons
7. Penguatan
Mengkonfirmasi harapan
pemelajar tentang tujuan
belajar
Transfer belajar
8. Pengambilan petunjuk
Memberikan petunjuk
tambahan untuk peringatan
kapabilitas di waktu
mendatang
9. Kemampuan generalisasiMemperkaya transfer belajar
ke situasi baru
Ringkasan Sembilan Tahapan Belajar
Kelas yang di observasi adalah kelas 3 TKJ II dan mata pelajarannya adalah agama islam.
Pada saat mengobservasi kelas ini, proses belajar yang terjadi hanya TUK (Tes Uji Kemampuan)
sebagai bentuk persiapan menghadapi ujian pada tanggal 10 Desember nanti.
Berdasarkan tabel 5.3 di atas yang digunakan sebagai pedoman, persiapan belajar yang
terjadi pada guru dan siswanya adalah baik. Hal ini terlihat ketika guru memasuki kelas murid-murid
telah diam dan menyambut guru, kemudian saat guru memberi tahu kegiatan belajar hari itu adalah
TUK (Tes Uji Kemampuan), siswa-siswa meresponnya dengan baik dan segerea mengeluarkan
selembar kertas dan pulpen untuk mengikuti TUK (Tes Uji Kemampuan) tersebut dimana soal-soal di
tampilkan di TV dan model soalnya adalah pilihan berganda. Pada tahapan memperhatikan ini,
proses ini telah terjadi dengan baik karena guru telah memberi peringatan terhadap TUK (Tes Uji
Kemampuan) dan siswa meresponnya dengan baik. Pada tahapan harapan, guru telah
mengorientasikan siswanya pada salah satu tujuan belajar yaitu dengan diberinya TUK (Tes Uji
Kemampuan) siswa dapat menjawab soal-soal ujian pada tanggal 10 Desember mendatang dan
menyiapkan diri dengan persiapan belajar yang baik. Sementara pada tahap pengambilan informasi,
proses yang terjadi adalah guru telah memberi bayangan mengenai soal-soal yang akan di ujikan
pada ujian nanti, dan siswa-siswa dapat menyiapkan persiapan belajar dengan kapabilitasnya yang
lebih baik.
Saat siswa menjawab soal-soal TUK (Tes Uji Kemampuan) tersebut, disini telah terjadi proses
tahapan persepsi selektif terhadap cara stimulus, pengkodean semantik, pengambilan kembali dan
respon, dan penguatan. Karena saat siswa menjawab soal tersebut telah terjadi proses penyimpanan
stimulus penting yang tersimpan ke dalam ingatan jangka panjang. Juga ketika TUK (Tes Uji
Kemampuan) berlangsung proses mengembalikan informasi yang tersimpan serta siswa
mengkonfirmasi harapan tentang tujuan belajar tersebut telah terjadi.
Transfer belajar yang terjadi pada proses belajar TUK (Tes Uji Kemampuan) adalah siswa
dapat mengambil petunjuk mengenai persiapan bagaimana menghadapi ujian nanti dan melakukan
persiapan belajar tidak hanya untuk mata pelajaran agama, tapi untuk seluruh mata pelajaran yang
di ujiankan.
Tabel II digunakan sebagai Pedoman Analisis Observasi
Tabel 5.9 Langkah-langkah Utama dalam Analisis Tugas
Langkah Deskripsi
1. Mengumpulkan Tugas Menggunakan wawancara tidak terstruktur, dokumen, kuesioner,
dan observasi untuk mengetahui arti penting, keterwakilan dan
frekuensi tugas.
2. Mengidentifikasi representasi
pengetahuan
Memeriksa tugas untuk mengidentifikasi subtugas dan tipe
pengetahuan yang dibutuhkan untuk melakukan tugas itu.
3. Mengimplementaiskan teknik
untuk memunculkan
pengetahuan
Menggunakan wawancara terstruktur dan tidak terstruktur untuk
mengidentifikasi kondisi dan proses kognitif yang esensial bagi
pemecahan problem yang kompleks.
4. Menganalisis dan
memverifikasi data
(a) Mengkodekan data yang diperoleh dalam tiga langkah pertama
untuk mengkategorisasikan, meringkas, dan/atau mengembangkan
sistesis data.
(b) Menyajikan data yang sudah terformat kepada pakar untuk
diperbaiki dan jika perlu direvisi.
5. Memformat hasil untuk
digunakan
Menerjemahkan hasil ke dalam model yang menggambarkan
keterampilan dasar, strategi pemecahan masalah, dan model
mental yang diimplementasikan pakar ke dalam tugas yang sangat
kompleks.
Saya menggunakan tabel 5.9 halaman 209 pada buku Learning and Instruction yang
ditulis oleh Gredler, yaitu tabel langkah-langkah utama dalam analisis tugas. Dimana dalam tabel ini
merupakan panduan saya dalam berproses, mulai dari persiapan observasi, melakukan observasi,
memikirkannya, dan membahas data observasi, hingga membuatnya dalam bentuk laporan.
Langkah pertama saya dalam mengerjakan tugas observasi ini adalah mengumpulkan informasi
awal. Saya berusaha mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya mengenai tugas ini, baik dari
dosen pengampu dan teman-teman saya, agar saya dapat memahaminya dan mengerjakannya
dengan baik. Saya juga membuka-buka buku panduan untuk mencari informasi tambahan. Informasi
awal yang saya peroleh ini kemudian sangat membantu saya untuk mengerjakan tugas selanjutanya
yaitu pada saat mengobservasi di kelas dan mengerjakannya dalam bentuk laporan.
Langkah kedua adalah mengidentifikasi representasi pengetahuan, yaitu memeriksa tugas dan
mengidentifikasi subtugas dan tipe pengetahuan yang dibutuhkan untuk melakukan tugas itu.
Setelah saya mengumpulkan informasi-informasi, saya memeriksa tugas tersebut dan
mengidentifikasi pengetahuan yang saya miliki untuk melakukan tugas tersebut. Hal ini ketika saya
mengerjakan pedoman untuk melakukan observasi dan pedoman sebagai kerangka acuan saya
dalam berproses, mulai dari persiapan observasi, melakukan observasi, memikirkannya, dan
membahas data observasi, hingga membuatnya dalam bentuk laporan. Saat saya melakukan
observasi di kelas 3 TKJ-II reguler tersebut saya mengidentifikasinya dengan pedoman yang saya
miliki dan saat saya mengerjakan laporan ini pun saya mengerjakannnya dengan pemahaman dan
pengetahuan yang saya miliki dengan sebaik mungkin dengan harapan sesuai dengan keinginan
dosen pengampu.
Langkah ketiga adalah mengimplementaiskan teknik untuk memunculkan pengetahuan. Saat
saya melakukan observasi, saya mengimplementasikan dengan teknik dimana ketika saya
menghadapi masalah saat melakukan observasi saya mengidentifikasi kondisi dan proses kognitif
saya untuk memecahkan masalah tersebut, contohnya ketika saya dan teman-teman tiba di lokasi
observasi, sempat terjadi kebingungan karena nama dan susunan kelas yang ternyata berbeda
dengan informasi yang kami peroleh, saya dan teman-teman banyak yang kebingungan, nah disini
saya dan partner saya bergerak dengan cepat dimana kami langsung bertanya dengan sopan
terhadap guru yang kami jumpai dimana kelas yang menjadi tujuan observasi kami. Saat saya
mengerjakan laporan tugas ini pun saya menemukan masalah-masalah kecil dimana saya buntu
dalam menulis laporan ini namun saya berusaha memecahkan masalah ini dengan membaca-baca
buku panduan dan memuculkan pengetahuan yang saya miliki sehingga tugas inidapat dilanjutkan
dan diselesaikan dengan baik.
Langkah keempat adalah menganalisis dan memverifikasi data. Hal ini terjadi ketika
saya menulis laporan ini; saya mengkategorisasikan, meringkas dan mengembangkan sintesis data
yang saya miliki. Saya mengkategorisasikan data-data yang telah saya peroleh dari sebelum
observasi hingga selesai observasi untuk dituliskan, lalu saya meringkasnya untuk ditulis dalam
bentuk laporan, kemudian saya mengembangkan data-data yang saya peroleh untuk disesuaikan
dengan teorinya.
Langkah yang terakhir adalah memformat hasil untuk digunakan. Disini saya
telah menuliskan laporan untuk tugas ini berdasarkan keterampilan dasar saya, data-data yang telah
saya peroleh, strategi pemecahan masalah yang saya gunakan, dan telah siap sebagai tugas laporan
hasil observasi pada SMK Tritech Informatika di Medan yang diimplementasikan ke dosen pengampu
dengan harapan untuk diberi kritikan dalam evaluasi tugas ini di masa mendatang.
Daftar Pustaka
Gredler, M. E. (2011). Learning and Instruction. Teori dan Aplikasi: edisi keenam. Jakarta: Kencana.
Mind Map (Peta Pikiran): Apa dan Bagaimana?
Ditulis oleh : Admin - Prodi : Psikologi
14 September 2013 - 13:00:04 WIB
A. Apa Mind Map (Peta Pikiran) itu?
Mind Map (Peta Pikiran) dapat diartikan sebagai suatu cara untuk mengorganisasikan dan menyajikan konsep, ide, tugas  atau informasi lainnya dalam bentuk diagram radial-hierarkis non-linier. Mind Map pada umumnya menyajikan informasi yang terhubung dengan topik sentral, dalam bentuk kata kunci, gambar (simbol), dan warna sehingga suatu informasi dapat dipelajari dan diingat secara cepat dan efisien.
Mind Map digagas dan dikembangkan oleh Tony Buzan, seorang psikolog Inggris, yang meyakini bahwa penggunaan Mind Map tidak hanya mampu melejitkan proses memori tetapi juga dapat meningkatkan kreativitas dan keterampilan menganalisis, dengan mengoptimalkan fungsi belahan otak. Mind Map dapat mengubah informasi menjadi pengetahuan, wawasan dan tindakan. Informasi yang disajikan fokus pada bagian-bagian penting, dan dapat mendorong orang untuk mengeksplorasi dan mengelaborasinya lebih jauh.
Mengikuti ikhtisar pola kerja MindMaple, Mind Map terdiri dari 3 (tiga) komponen utama, yaitu:
1. Topik Sentral, pokok atau fokus pikiran/isu uyang hendak dikembangkan, dan diletakkan  sebagai  â€œpohon†�.
2. Topik Utama, level pikiran lapis kedua sebagai bagian dari Topik Sentral dan diletakkan sebagai â€œcabang†�  yang melingkari “pohon†�.
3. Sub Topik, level pikiran lapis ketiga sebagai bagian dari cabang dan diletakkan sebagai  â€œranting†� (dan level pikiran lapis berikutnya)
B. Bagaimana Membuat Mind Map (Peta Pikiran)?
Mind Map dapat dibuat secara manual atau dengan menggunakan bantuan software. Walaupun tidak ada ketentuan yang baku, tetapi ada beberapa hal yang bisa dijadikan pedoman dalam menyusun Mind Map, (khususnya untuk Mind Map yang dibuat secara manual):
Contoh Mind Map Menggunakan MindMaple
1. Mulai dari tengah untuk menentukan Topik Sentral (menentukan “pohon†�), dibuat dalam kertas kosong bentuk landscape, disertai gambar berwarna.
2. Tentukan Topik Utama (menentukan “cabang†�) sebagai bagian penting dari Topik Sentral.
3. Tentukan Sub Topik sebagai  â€œranting†� yang diambil dari Topik Utama4. Secara kreatif gunakan gambar, simbol, kode, dan dimensi seluruh peta pikiran Anda.5. Sedapat mungkin gunakan kata kunci tunggal  (maksimal 2 kata),  dengan huruf kapital
atau huruf kecil.6. Gunakan garis lengkung untuk menghubungkan antara Topik Sentral dengan Topik Utama
dan Sub Topik. Untuk stimulasi visual, gunakan warna dan ketebalan yang berbeda untuk masing-masing alur hubungan.
7. Kembangkan Mind Map sesuai gaya Anda sendiri.8. Untuk memahami suatu teks, Anda terlebih dahulu harus membaca teks tersebut untuk
memperoleh gambaran mental (mental image) yang menyeluruh dan bermakna.
Membuat Mind Map dengan bantuan software tentu akan lebih mengasyikkan Untuk mencari software yang dibutuhkan, Anda bisa menelusuri sendiri di internet melalui bantuan Google dan Anda akan menjumpai berbagai produk software Mind Map. Salah satu software yang bisa digunakan adalah software Mind Map yang dikembangkan oleh MindMaple(bisa diunduh secara gratis disini)
C. Apa Manfaat Mind Map (Peta Pikiran) dalam Pembelajaran?
Mind Map dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, baik yang bersifat personal maupun kolaboratif. Khusus, dalam konteks pembelajaran, Mind Map dapat digunakan untuk membantu siswa dalam memahami, mengorganisasikan dan memvisualisasikan materi dan aktivitas belajarmya secara kreatif dan atraktif.
Siswa dapat mempetakan apa yang didiskusikan bersama teman-temannya,
Siswa dapat mempetakan tentang proses dan hasil observasi yang dilakukannya. Siswa dapat mempetakan tentang apa yang dibacanya Siswa dapat mempetakan tentang apa yang didengarnya. Siswa dapat mempetakan tentang apa yang harus dipresentasikannya di kelas, dan Siswa dapat mempetakan aneka aktivitas belajar lainnya, baik yang berkenaan dengan
perencanaan, pelaksaanaan maupun hasil belajarnya.
Dengan Mind Map, siswa diajak untuk mengkonstruksi pengetahuan secara kreatif, sesuai dengan apa yang dipahaminya masing-masing, bukan menjiplak pengetahuan secara membabi-buta.
Penggunaan Mind Map tampaknya cukup efektif membantu mahasiswa ketika sedang mengikuti Ujian Skripsi. Skripsi yang sedemikian tebal dapat direduksi dalam satu atau dua halaman saja. Bahkan, di Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Mind Map telah menjadi keterampilan yang wajib dikuasai para mahasiswa.
Bagi guru, Mind Map dapat digunakan untuk kepentingan perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pembelajaran. Dalam perencanaan pembelajaran, Mind Map bisa dimanfaatkan untuk kepentingan menyusun desain pembelajaran, baik yang berkaitan dengan pengembangan bahan ajar maupun pengembangan metode dan penilaian pembelajaran.
Dalam praktik pembelajaran di kelas, guru dapat dapat memanfaatkan Mind Map sebagai media pembelajaran atau mengintegrasikannya dengan metode pembelajaran yang digunakan.
Menyajikan dan Mendiskusikan Hasil Mind dalam Kelompok Kecil
Menyajikan dan Mendiskusikan Hasil Mind Map level Kelas
Mengintegrasikan Mind Map dengan Metode Jigsaw
Sedangkan dalam penilaian, guru dapat memanfaatkan setiap karya Mind Map siswa sebagai bahan penilaian produk dan bagian dari portofolio siswa, untuk melihat sejauhmana seorang siswa dapat memahami materi pelajaran yang diajarkan sekaligus mengenal kontruksi berfikir para siswanya.
Sementara, bagi guru BK/Konselor, Mind Map bisa menjadi salah satu materi layanan yang diberikan kepada siswa, khususnya berkaitan dengan layanan konten, dalam upaya membantu siswa memiliki keterampilan dan kebiasaan belajar yang efektif.
Tampaknya tidak ada keraguan lagi bagi kita untuk membelajarkan siswa menguasai keterampilan Mind Map ini sejak dini agar proses belajar dan pembelajaran dapat lebih efektif dan optimal.
1. Sejarah Singkat Piaget
Jean Piaget dilahirkan di Neuhatel, Swiss pada tanggal 9 Agustus 1896. Ayahnya Arthur Piaget, dia seorang profesor sastra abad pertengahan yang sangat menyenagi sejarah lokal. Ibunya Rebecca Jackson adalah seorang wanita yang cerdas dan sangat semangat. Sebagai anak sulung, Piaget memilki keleluasan untuk menentukan keinginannya. Piaget sangat semangat ketika ia menuntut ilmu sampai akhirnya dia memperoleh gelar doktor di bidang sains dari Universitas of Neuchatel. Selama setahun berkutnya, dia bekerja di laboratorium psikologi di Zurich dan klinik psikiatri milik Bleuler. Da dalam periode inilah dia berkenalan dengan karya-karya Freud, Jung dan pemikir-pemikir lainnya. Piaget adalah seorang tokoh psikologi kognitif yang memiliki peran besar atau berpengaruh terhadap perkembangan pemikiran para pakar psikolog yang hidup setelahnya. Piaget merupakan seorang tokoh yang berasal dari Perancis. Teori kognitif Piaget yang kemudian berkembang pula aliran konstruktivistik, menekankan bahwa bahwa belajar lebih banyak ditentukan oleh adanya karsa individu. Penataan kondisi bukan sebagai penyebab terjadinya belajar sebagaimana yang ditemukan oleh aliran behavioristik, tetapi sekedar memudahkan dalam proses belajar. Keaktifan dari siswa merupakan faktor penentu utama dalam menentukan kesuksesan atau keberhasilan dari kegiatan belajar. Aktivitas mandiri adalah jaminan untuk memperoleh hasil belajar yang maksimal.
2. Teori Perkembangan Piaget
Piaget membagi perkembangan kognitif anak ke dalam 4 periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia:1. Periode sensorimotorik (usia 0–2 tahun)
2. Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)
3. Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
4. Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
1. Periode sensorimotorik
Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut. Periode sensorimotorik adalah periode pertama dari empat periode. Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting dalam enam sub-tahapan:
1. Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleks.
2. Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
3. Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.
4. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu
yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek).
5. Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan.
6. Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal kreativitas anak.
2. Tahapan praoperasional
Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran Pra Operasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan.
3. Tahapan Operasional Konkrit
Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:
Pengurutan kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.Klasifikasi kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan)
Decentering anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi. Reversibility anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan
awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
Konservasi memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain. Penghilangan sifat Egosentrisme kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.
4. Tahapan Operasional Formal
Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada “gradasi abu-abu” di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit. Keempat tahapan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Walau tahapan-tahapan itu bisa dicapai dalam usia bervariasi tetapi urutannya selalu sama. Tidak ada ada tahapan yang diloncati dan tidak ada urutan yang mundur.
2. Universal (tidak terkait budaya)3. Bisa digeneralisasi: representasi dan logika dari operasi yang ada dalam diri seseorang
berlaku juga pada semua konsep dan isi pengetahuan4. Tahapan-tahapan tersebut berupa keseluruhan yang terorganisasi secara logis5. Urutan tahapan bersifat hirarkis (setiap tahapan mencakup elemen-elemen dari
tahapan sebelumnya, tapi lebih terdiferensiasi dan terintegrasi)6. Tahapan merepresentasikan perbedaan secara kualitatif dalam model berpikir, bukan
hanya perbedaan kuantitatif
3. Teori Belajar Piaget
Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan proses genetik yaitu suatu proses yang didasarkan pada mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf. Semakin bertambahnya umur seseorang, maka makin komplekslah susunan sel syarafnya dan semakin meningkat pula kemampuannya. Ketika individu berkembang menuju kedewasaaannya, maka akan mengalami adaptasi biologis dengan lingkungannya yang akan menyebabkan adanya perubahan-perubahan kualitatif di dalam struktur kognitifnya. Piaget memandang bahwa proses berfikir merupakan aktivitas gradual dari fungsi intelektual, yaitu dari berfikir secara
konkret menuju pada pemikiran abstrak. Berarti perkembangan kapasitas mental memberikan kemampuan baru yang sebelumnya belum ada atau bahkan tidak ada. Perkembangan intelektual adalah kualitatif, bukan kuantitatif. Intelegensi itu terdiri atas tiga aspek, yaitu :
1. Struktur (scheme) ialah pola tingkah laku yang dapat diulang-ulang.2. Isi (content) ialah pola tingkah laku spesifik ketika seseorang mengalami masalah
atau sedang mengatasi malah yang menimpa pada dirinya.3. Fungsi (function) adalah yang berhubungan dengan cara seseorang mencapai
kemajuan intelektual. Function terdiri atas dua macam fungsi invarian, yaitu organisasi dan adaptasi.
Organisasi merupakan kecakapan seseorang dalam menyusun sebuah proses fisik dan psikis dalam bentuk sistem yang koheren. Sedangkan adaptasi adalah kemampuan seseorang dalam menyesuaikan dengan lingkungannya. Perolehan kecakapan intelektual akan berhubungan dengan proses mencari keseimbangan antara apa yang mereka rasakan dan ketahui pada satu sisi dengan apa yang mereka lihat pada suatu fenomena baru sebagai pengalaman atau persoalan. Untuk memperoleh keseimbangan atau ekuilibrasi, seseorang harus melakukan adaptasi dengan lingkungannya. Proses adaptasi mempunyai dua bentuk dan terjadi secara simultan, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses penggunaan struktur atau kemampuan individu untuk menghadapi masalah dalam lingkungannya, sedangkan akomodasi adalah proses perubahan respons individu terhadap stimulasi
Melalui asimilasi siswa mengintegrasikan pengetahuan baru dari luar ke dalam struktur kognitif yang telah ada dan melekat pada dirinya. Sedangkan melalui akomodasi siswa memodifikasi struktur kognitif yang telah ada pada dirinya dengan pengetahuan yang baru atau dengan fenomena yang baru dan aktual. Adaptasi tersebut akan terjadi apabila dalam diri siswa atau peserta didik sudah terbentuk keseimbangan struktur kognitifnya. Perubahan struktur kognitif merupakan fungsi dari pengalaman, dan kedewasaan akan terjadi melalui tahap-tahap perkembangan tertentu. Piaget membagi tahapan-tahapan perkembangan kognitif ini menjadi empat tahapan, yaitu tahap sensorimotor, tahap praoperasional, tahap operasional konkrit, dan tahap operasional formal.
4. Implikasi Teori Piaget dalam Pendidikan
Piaget menjabarkan implikasi teori kognitif pada pendidikan yaitu :
1) Memusatkan perhatian kepada cara berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya. Guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada hasil tersebut. Pengalaman – pengalaman belajar yang sesuai dikembangkan dengan memperhatikan tahap fungsi kognitif dan jika guru penuh perhatian terhadap Pendekatan yang digunakan siswa untuk sampai pada kesimpulan tertentu, barulah dapat dikatakan guru berada dalam posisi memberikan pengalaman yang dimaksud.
2) Memusatkan perhatian kepada cara berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya. Dalam kelas, Piaget menekankan bahwa pengajaran pengetahuan jadi ( ready made knowledge ) anak didorong menentukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi spontan dengan lingkungan.
3) Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan. Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh dan melewati urutan perkembangan
yang sama, namun pertumbungan itu berlangsung pada kecepatan berbeda. Oleh karena itu guru harus melakukan upaya untuk mengatur aktivitas di dalam kelas yang terdiri dari individu – individu ke dalam bentuk kelompok – kelompok kecil siswa daripada aktivitas dalam bentuk klasikal 4) Mengutamakan peran siswa untuk saling berinteraksi. Menurut Piaget, pertukaran gagasan – gagasan tidak dapat dihindari untuk perkembangan penalaran. Walaupun penalaran tidak dapat diajarkan secara langsung, perkembangannya dapat disimulasi. Dapat disimpulkan bahwa implikasi dari teori Piaget dalam pendidikan adalah pendekatan terpusat pada anak. Aktivitas belajar secara individual, dan interaksi sosial.
A. Tentang Piaget
Jean Piaget lahir pada tanggal 9 Agusts 1896 di Neutchatel Swiss. Ayahnya adalah seseorang ahli sejarah dengan spesialisasi sejarah abad pertengahan. Ibunya adalah seorang yang dinamis, intellegen, dan taqwa (Suparno, 2001:11).
Pada tahun 1920, Piaget bekerja bersama DR. Theophile Simon di Laboratorium Binet d Paris dengan tugas mengembangkan tes penalaran. Dalam standarisasi tes, pertanyaan dan urutan penyajian haruslah dengan tepat didefinisikan dan penguji tidak boleh melenceng dari prosedur yang telah ditentukan. Tujuan standardisasi tes itu adalah untuk menyajikan pertanyaan-pertanyaan yang sama kepada setiap peserta. Berdasarkan adanya perbedaan jawaban peseta dapat disimpulkan bahwa perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan intelegensi peserta (Suparn0, 2001:13).
B. Konsep dalam teori Piaget
1. Intelegensi
Piaget mengartikan intelegensi secara lebih luas dan tidak mendefinisikannya secara ketat. Ia memberikan beberapa definisi yang umum yang lebih mengungkapkan orientasi biologis (Suparno, 2001:19)
Secara progresif, dapat dikatakan bahwa:
Intelegensi membentuk keadaan ekuilibrium, ke arah mana semua adaptasi sifat-sifat sensorimotor dan kognitif dan juga interaksi-interaksi asimilasi dan akaomodasi antara organisme dan lingkungan mengacu (suparno, 2001: 20).
Definisi diatas, tampak menonjol unsur adaptasi dan ekuilibrium antara seseorang atau organisme dengan lingkungannya
2. Skema
Skema adalah suatu struktur mental seseorang di mana ia secara intelektual beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Skema akan beradaptasi dan berubah selama perkembangan ognitif seseorang. Skema bukanlah benda yang nyata yang dapat dilihat, melainkan suatu rangkaian proses dalam sistem kesadaran orang.
Misal, skema seorang anak berkembang menjadi skema seorang dewasa. Gambaran anak sangat sederhana karena didasarkan pada cerita orang tuanya atau pada pengalaman pertama kali melihat ayam. Semakin ia mempunyai banyak pengalaman, skema tentang ayam semakin berkembang dengan lengkap.
3. Asimilasi
Proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep atau pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada di dalam pikirannya (Suparno, 2001:22).
Misalnya, seorang anak mempunyai konsep bahwa lembu itu berwarna putih, berkaki empat, dan makan rumput. Suatu saat dia berjalan dan melihat lembu dengan bermacam-macam warna, dan tidak memakan rumput tetapi sedang menarik gerobak. Berhadapan dengan pengalaman tadi, anak memperkembangkan skema lamanya. Jelas bahwa skema lembu anak itu menjadi bertambah lengkap.
4. Akomodasi
Proses perubahan respon individu terhadap stimulasi lingkungan.
Misal, seorang anak mempunyai skema bahwa semua benda padat akan tenggelam dalam air. Skema ini didapat dari abstraksinya terhadap pengalamannya akan benda-benda yang dimasukkan dalam air. Suatu hari, ia melihat beberapa benda padat yang terapung di sungai. Ia merasakan bahwa skema lamanya tidak cocok lagi. Ia mengalami konflik dalam pikirannya. Ia harus mengadakan perubahan skema lama dalam membentuk skema baru yang berisi: tidak semua benda padat tenggelam dalam air.
5. Ekuilibrasi
Dalam perkembangan kognitif, diperlukan kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Proses itu disebut ekuilibrum, yaitu pengaturan diri mekanis yang perlu untuk mengatur kesetimbangan proses asimilasi dan akomodasi
6. Adaptasi
Semua organisme dilahirkan dengan suatu kecenderungan untuk beradaptasi (menyesuaikan diri) dengan lingkungannya. Cara beradaptasi berbeda bagi setiap jenis makhluk, bagi setiap individu dalam jenis yang sama, maupun bagi tahap yang satu ke tahap yang lain dalam satu individu.
7. Organisasi
Berupa kecakapan seseorang/organisme dalam menyusun proses-proses fisis dan psikis dalam bentuk sistem-sistem yang koheren (Dalyono, 2005: 38).
Misalnya, bayi yang masih sangat muda mempunyai kemampuan untuk melihat benda atau menjamahnya. Pada awalnya, ia tidak menggabungkan kedua tindakan itu (melihat dan menjamah). Setelah beberpa waktu, ia mengorganisasikan kedua tindakan itu dalam struktr yang lebih tinggi yang memungkinkannya ia menjamah sesuatu sewaktu melihatnya (Suparno, 2001:20).
8. Pengetahuan Figuratif dan Operatif
a. Pengetahuan figurati didapatkan dari gambaran langsung seseorang terhadap objek yang dipelajari. Misalnya pengetahuan akan nama-nama kota.
b. Pengetahuan operatif didapatkan karena orang itu mengadakan operasi terhadap objek yang dipelajari.
Misal, pengetahuan anak akan kaitan nama kota dengan situasi manusianya dan dengan kota-kota yang lain.
C. Tahap Perkembangan Kognitif menurut Piaget
1. Masa Sensori Motor (0-2 tahun)
Masa ketika bayi mempergunakan sistem pengindraan dan aktivitas motorik untuk mengenal lingkungannya. Bayi memberikan reaksi motorik atas rangsangan-rangsangan yang diterimanya dalam bentuk refleks misalnya refleks menangis, dan lain-lain, Refleks ini kemudian berkembang lagi menjadi gerakan-gerakan yang lebih canggih, misalnya berjalan (Sunarto, 2008:24)
Piaget membagi tahap sensori motor dalam enam periode:
a. Refleks (umur 0-1 bulan)
Tingkah laku bayi kebanyakan bersifat refleks, spontan tidak sengaja, dan tidak terbedakan.
Contoh: refleks menangis, mengisap, menggerakkan tangan dan kepala, mengisap benda didekatnya, dan lain-lain.
b. Kebiasaan (umur 1-4 bulan)
Kebiasaan dibuat dengan dengan mencoba-coba dan mengulang-ulang suatu tindakan.
Contoh: seorang bayi mengembangkan kebiasaan mengisap jari. Awalnya ia tidak dapat mengangkat tangannya ke mulut, lalu pelan-pelan mencoba dan akhirnya bisa. Setelah itu
menjadi lebih cepat melkukan kembali. Maka itu, terjadilah suatu kebiasaan mengisap ibu jari.
c. reproduksi kejadian yang menarik (4-8 bulan)
Pada periode ini, seorang bayi mulai menjamah dan memanipulasi objek apapun yang ada di sekitarnya.
Misal, diatas ranjang,seorang bayi diletakkan mainan yang akan berbunyi jika talinya dipegang. Suatu saat ia main-main dan menarik tali itu. Ia mendengar bunyi yang bagus dan ia senang. Maka, ia akan menarik tali itu agar muncul bunyi yang sama.
d. koordinasi skemata (8-12 bulan)
Seorang bayi mulai membedakan antara sarana dan hasil tindakannya.
Contoh: seorang bayi diberi mainan tetapi letakknya jauh. Di dekatnya terdapat tongkat kecil dan dia akan menggunakannya untuk menggapai mainan tersebut.
e. eksperimen (12-18 bulan)
Mulainya anak memperkembangkan cara-cara baru untuk mencapai tujuan dengan eksperimen.
Contoh: anak diberi makanan yang diletakkan di meja. Ia akan mencoba menjatuhkan makanan itu dan memakannya.
f. representasi (18-24 bulan)
Seorang anak sudah mulai menemukan cara-cara baru yang tidak hanya berdasarkan rabaan fisis dan eksternal tetapi juga dengan koordinasi internal dalam gambarannya.
Misal: Lauren mencoba membuka pintu kebun. Ia tidak berhasil karena pintu disangga oleh sebuah kursi diseberangknya. Ia pergi di sisi lain dan memindahkan kursi yang menghambat tersebut, padahal ia tidak melihat. Dari kejadian tersebut, tampak jelas bahwa lauren dapat mengerti apabila penyebab pintu itu adalah sesuatu yang berada dibelakangpintu tersebut, meskipun ia tidak melihat.
2. Masa Pra-Operasional (2-7 tahun)
Ciri khas masa ini adalah kemampuan anak menggunakan simbol yang mewakili suatu konsep. Misal, seseorang anak yang pernah melihat dokter berpraktek, akan dapat bermain “dokter-dokteran” (Sunarto, 2008:24).
Piaget membagi perkembangan kognitif tahap praoperasional dalam dua bagian:
1. Umur 2-4 tahun, dicirikan oleh perkembangan pemikiran logis
Piaget membedakan antara “simbol” dan “tanda” dengan “indeks” dan sinyal.dalam pengertian simbol dan tanda (sign) dibedakan antara objek yang ditandakan dengan tandanya sendiri misalnya anak bermain pasar pasaran dengan uang dari daun.”daun”di sini sebagai tanda ,sedangkan “uang”adalah yang di tanda kan.dalam kenyataan daun dan uang tidak sama.dalam pengertian”indeks” dan “sinyal” tidak di bedakan antara tanda dan objek yang di tandakan.
Piaget juga membedakan antara “simbol” dan “tanda”. Simbol adalah suatu hal yang lebih menyamai dengan yang di simbolkan seperti gambaran dan bayangan . tanda lebih merupakan sembarang benda yang di guna kan tanpa ada kesamaan dengan yang di tanda kan
2. Umur 4-7 tahun, dicirikan oleh perkembangan pemikiran intuitif
Menurut piaget (1981) pemikiran anak pada umur 4 -7 tahun berkembang pesat secara bertahap ke arah konsep tualisasi. Ia berkembang dari tahap simbolis dan prakonseptual ke permulaan oprasional . tetapi perkembangan itu belum penuh karena anak masih mengalami oprasi yang tidak lengkap dengan suatu bentuk pemikiran yang semi simbolis atau penalaran intuitif yang tidak logis. Dalam hal ini seseorang anak masih mengambil keputusan hanya dengan aturan-aturan intuitif yang masih mirif dengan tahap sensorimotor
Pemikiran intuitif adalah persepsi langsung akan dunia luar tetapi tanpa di nalar terlebih dahulu . kelemahan pemikiran ini adalah bahwa pemikiran nya searah
(centred) dimana anak hanya dapat melihat dari satu segi saja.dalam pemikiran ini anak belum dapat melihat pluralitas gagasan tetapi hanya satu persatu. apabila beberapa gagasan di gabungkan pemikiran anak menjadi kacau . anak pada tahap ini belum dapat berpikir decentred yaitu melihat berbagai segi dalam setu kesatuan
3. Tahap operasional Konkret (7-11 tahun)
Tahap ini dicirikan dengan perkembangan sistem pemikiran yang didasarkan pada aturan-aturan tertentu yang logis. Tahap operasi konkret tetap ditandai dengan asanya sistem operasi berdasarkan apa-apa yang kelihatan nyata/konkret. Anak masih menerapkan logika berpikir pada barang-barang yang konkret, belum bersifat abstrak apalagi hipotesis.
4. Tahap Operasional Formal
Tahap terakhir dalam perkembangan kognitif menurut Piaget. Pada tahap ini mereka sudah dapat berpikir logis, berpikir dengan pemikiran teoretis formal berdasarkan proposisi-proposisi dan hipotesis, dan dapat mengambil kesimpulan lepas dari apa yang diamati saat itu.
Misal, Ia dapat mengambil kesimpulan dari suatu pernyataan seperti: Kalau mobil A lebih mahal daripada mobil B, sedang mobil C lebih murah daripada mobil B, maka ia dapat menyimpulkan mobil mana yang paling mahal dan yang mana yang paling murah.
Referensi:
Dalyono. 2005. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Sunarto. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta.
Suparno, Paul.2001. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Teori Kognitif Piaget
By Gina F & Balya Hulaimy
Secara umum teori mengenai kognitif membahas mengenai perkembangan kognitif dan proses kognitif.
Menurut Santrock (2008), Perkembangan adalah perubahan pola biologis, kognitif dan sosioemosional yang dimulai dari masa konsepsi dan terus berlangsung sepanjang hidup. Perkembangan dinyatakan dalam istilah periode/tahapan. Pola perkembangan anak begitu kompleks karena melibatkan proses-proses biologis, kognitif dan sosioemosional tadi. Proses kognitif melibatkan perubahan dalam berpikir, intelegensi dan bahasa anak. [1]
Teori Perkembangan Piaget
Psikolog Swis, Jean Piaget, merancang model yang mendeskripsikan bagaimana manusia memahami dunianya dengan mengumpulkan dan mengorganisasikan informasi. Menurut Piaget seperti yang dikutip Woolfolk (2009) perkembangan kognitif dipengaruhi oleh maturasi (kematangan), aktivitas dan transmisi sosial. Maturasi atau kematangan berkaitan dengan
perubahan biologis yang terprogram secara genetik. Aktivitas berkaitan dengan kemampuan untuk menangani lingkungan dan belajar darinya. Transmisi sosial berkaitan dengan interaksi dengan orang-orang di sekitar dan belajar darinya. [2]
Piaget mengadakan penelitian pada anak mengenai perkembangan kognitif anak. Dari penelitiannya Piaget mengusulkan 4 tahapan perkembangan kognitif yang tiap tahapannya berhubungan dengan usia dan cara berpikir. Tahap-tahap itu adalah[3]
1. Tahap Sensorimotor (dari usia lahir sampai 2 tahun)
Pada tahap ini seorang bayi membangun pemahamannya tentang dunia sekitarnya melalui koordinasi pengalaman indrawinya dengan gerakan motorik. Pada awal masa perkembangan bayi tak berbeda jauh dari gerakan refleksnya. Di akhir tahapan seorang bayi mulai bisa membedakan dirinya dan dunia sekitarnya dan mulai menyadai bahwa objek akan tetap ada walau tak terlihat atau tak terdengar.
2. Tahap Preoperasional (kira-kira usia 2 sampai 7 tahun)
Ciri utama fase ini adalah berpikir simbolik dan berpikir intuitif, egosentris dan animisme serta suka mendengarkan dongeng. Berpikir simbolik pada fase ini adalah anak sudah dapat mengungkapkan konsep yang tersusun dalam skemata di dalam imajinasinya, dan diungkapkan dalan bentuk kalimat dan gambar. Sedangkan animisme artinya anak percaya bahwa objek yang tidak bergerak dapat melakukan kegiatan seperti benda hidup. [4] Pada tahap ini anak belum bisa berpikir konservasi atau irreversibel.
3. Tahap Operasional Konkret (kira-kira usia 7 sampai 11 tahun)
Menurut Santrok juga Jamaris, pada usia ini anak sudah mempu melakukan seriasi dan klasifikasi terhadap satu set objek dan juga menemukan hubungan logis antara elemen-elemen yang tersusun secara teratur (transitivity). Pada tahap ini anak juga mampu memecahkan masalah secara konkrit atau dalam bentuk kegiatan nyata. Selain itu anak juga sudah mulai mengurangi sifat egosentrisnya. Anak pada tahap ini sudah mengerti konsep irreversibel dan konservasi. Misalnya. Anak sudah mulai mengerti bahwa jika air dituangkan ke wadah lain maka volume/banyaknya tetap sama.
4. Tahap Operasional Formal (kira-kira usia 11- 15 tahun sampai dewasa)
Tahap operasional formal adalah tahap terakhir perkembangan kognitif menurut teori Piaget. Siswa pada usia ini telah mampu berpikir abstrak, idealistis dengan cara yang logis.
Proses Kognitif
Piaget juga mengemukakan teori mengenai proses kognitif. Menurut Piaget, proses kognitif ketika anak mengkontruksi pengetahuannya melibatkan skema, asimilasi dan akomodasi, organisasi dan ekuilibrium.
Piaget memunculkan definisi Skema dalam teorinya. Menurut Teori Piaget, seperti yang dikutip oleh Santrock adalah kegiatan atau representasi mental dalam menyusun pengetahuan. Sedangkan Jamaris (2010) menerjemahkan skema atau skemata dalam bentuk jamak adalah struktur pengetahuan yang disimpan dalam ingatan. Woolfolk (2008) menjelaskan bahwa skema adalah sistem tindakan atau pikiran yang terorganisasi yang memungkinkan kita untuk mepresentasikan secara mental atau memikirkan tentang berbagai objek dan kejadian di dunia. Skema bisa sangat kecil dan spesifik misalnya skema mengenali setangkai mawar atau skema yang lebih bear dan umum misalnya skema mengkategorikan tanaman. [5]
Seperti yang dikutip oleh Jamaris, asimilasi adalah proses kognitif yang mencocokkan informasi yang diterima dengan informasi yang telah ada dalam struktur pengetahuan (skema). Sedangkan akomodasi adalah proses yang terjadi dalam menggunakan informasi yang telah ada untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Jika pada suatu hal apabila informasi yang ada tidak dapat digunakan untuk memecahkan masalah, lalu individu akan mencari cara lain untuk memecahkan masalah. Proses yang terakhir dikenal dengan nama ekuilibrium.[6]
Teori Piaget juga menjelaskan mengenai pengorganisasian, yaitu mengelompokkan perilaku dan berpikir melalui tingkat berpikir yang lebih tinggi. Pengorganisasian secara kognitif ini diperlukan seseorang untuk bisa memahami dunia sekitar. [7]
Analisa Teori Piaget
Banyak peneliti melakukan penelitian ulang atau berusaha menelaah hasil penelitian Piaget mengenai tahapan perkembangan kognisi anak dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan/tugas-tugas Piaget. Pendapat- pendapat yang muncul bahwa perkembangan anak itu berlangsung gradual tidak terjadi tiba-tiba. Selain itu kadang ada anak yang kemampuannya melebihi batasan usia itu ada yang memang lebih cepat dalam aspek-aspek tertentu. Ada juga yang berpendapat bahwa Piaget terlalu meremehkan kemampuan kognisi pada anak-anak kecil. Seperti yang dikutip oleh Woolfolk, Piaget juga dikritik bahwa anak-anak dan orang dowasa juga seringkali berpikir dengan cara-cara yang tidak konsisten dengan gagasan tahap-tahap yang tidak bervariasi. Hasil karya ini juga dikritik karena Piaget dianggap tidak melihat faktor-faktor kultural dalam perkembangan anak.
Kemudian muncul pembaharu teori Piaget yang terilhami oleh Teori Piaget dan dikenal dengan Neo – Piagetian. Neo-piagetian tetap mempertahankan kontruksi pengetahuan anak dan tren-tren umum di dalam pemikiran anak, tetapi menambahkan temua-temuan dari pemrosesan informasi tentang peran atensi, ingatan dan strategi [1].
Implementasi Teori Piaget
Pembelajaran dilakukan dengan memusatkan perhatian kepada berfikir atau proses mental anak, tidak sekedar pada hasilnya dan mengutamakan peran siswa dalam kegiatan pembelajaran serta memaklumi adanya perbedaan individu dalam kemajuan perkembangan yang dapat dipegaruhi oleh perkembangan intelektual anak. Teori dasar perkembangan kognitif dari Jean Piaget mewajibkan guru agar pembelajaran diisi dengan kegiatan interaksi inderawi antara siswa dengan
benda-benda dan fenomema konkrit yang ada di lingkungan serta dimaksudkan untuk menumbuh-kembangkan kemampuan berpikir, antara lain kemampuan berpikir konservasi.
Menurut Hunt, seperti yang dikutip oleh Woolfolk (2009) siswa tidak boleh dibuat bosan oleh pekerjaan yang terlalu mudah atau dibiarkan tertinggal oleh pengajaran yang tidak mereka pahami. Disekuilibrium harus dijaga benar-benar pas untuk mendorong pertumbuhan. [1]
Inti dari implementasi teori Piaget dalam pembelajaran antara lain sebagai berikut :
1. Memfokuskan pada proses berfikir atau proses mental anak tidak sekedar pada produknya. Di samping kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban tersebut.
2. Pengenalan dan pengakuan atas peranan anak-anak yang penting sekali dalam inisiatif diri dan keterlibatan aktif dalam kegaiatan pembelajaran. Dalam kelas Piaget penyajian materi jadi (ready made) tidak diberi penekanan, dan anak-anak didorong untuk menemukan untuk dirinya sendiri melalui interaksi spontan dengan lingkungan.
3. Tidak menekankan pada praktek-praktek yang diarahkan untuk menjadikan anak-anak seperti orang dewasa dalam pemikirannya.
4. Penerimaan terhadap perbedaan individu dalam kemajuan perkembangan, teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh anak berkembang melalui urutan perkembangan yang sama namun mereka memperolehnya dengan kecepatan yang berbeda.
[1] Ibid., hlm. 28
[2] Anita Woolfolk, Educational Psychology, Active Learning Edition, Bagian Pertama, Edisi Bahasa Indonesia. (Yogyakarta : Pustaka Pelajar : 2009) hlm. 49-50
[3] Santrock, op. cit., hlm 38-44
[4] Jamaris. Op. Cit., hlm. 37
[5] Anita Woolfolk. Educational Psychology. Edisi Bahasa Indonesia. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009) hlm. 51
[6] Ibid., hlm. 33
[7] Santrock. Op. Cit., hlm. 38
TEORI PERKEMBANGAN KOGNISI JEAN PIAGET
PENGERTIANIstilah “Cognitive” berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti. Pengertian yang luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan (Neisser, 1976). Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia / satu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan. Termasuk kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan rasa. Menurut para ahli jiwa aliran kognitifis, tingkah laku seseorang itu senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi.
TEORI PERKEMBANGAN KOGNITIF PIAGETJean Piaget meneliti dan menulis subjek perkembangan kognitif ini dari tahun 1927 sampai 1980. Berbeda dengan para ahli-ahli psikologi sebelumnya, Piaget menyatakan bahwa cara berpikir anak bukan hanya kurang matang dibandingkan dengan orang dewasa karena kalah pengetahuan , tetapi juga berbeda secara kualitatif. Menurut penelitiannya juga bahwa tahap-tahap perkembangan individu /pribadi serta perubahan umur sangat mempengaruhi kemampuan belajar individu. Jean Piaget menyebut bahwa struktur kognitif ini sebagai skemata (Schemas), yaitu kumpulan dari skema-skema. Seseorang individu dapat mengikat, memahami, dan memberikan respons terhadap stimulus disebabkan karena bekerjanya skemata ini. Skemata ini berkembang secara kronologis, sebagai hasil interaksi antara individu dengan lingkungannya. Dengan demikian seorang individu yang lebih dewasa memiliki struktur kognitif yang lebih lengkap dibandingkan ketika ia masih kecil. Piaget memakai istilah scheme secara interchangeably dengan istilah struktur. Scheme adalah pola tingkah laku yang dapat diulang . Scheme berhubungan dengan : (i) Refleks-refleks pembawaan ; misalnya bernapas, makan, minum, (ii) Scheme mental ; misalnya scheme of classification, scheme of operation. ( pola tingkah laku yang masih sukar diamati seperti sikap, pola tingkah laku yang dapat diamati Jika schemas / skema / pola yang sudah dimiliki anak mampu menjelaskan hal-hal yang dirasakan anak dari lingkungannya, kondisi ini dinamakan keadaan ekuilibrium (equilibrium), namu ketika anak menghadapi situasi baru yang tidak bisa dijelaskan dengan pola-pola yang ada, anak mengalami sensasi disekuilibrium (disequilibrium) yaitu kondisi yang tidak menyenangkan. Sebagai contoh karena masih terbatasnya skema pada anak-anak : seorang anak yang baru pertama kali melihat buaya ia menyebutnya sebagai cecak besar, karena ia baru memiliki konsep cecak yang sering dilihat dirumahnya. Ia memiliki konsep cecak dalam skemanya dan ketika ia melihat buaya untuk pertama kalinya, konsep cecaklah yang paling dekat dengan stimulus. Peristiwa ini pun bisa terjadi pada orang dewasa. Hal ini terjadi karena kurangnya perbendaharaan kata atau dalam kehidupan sehari-harinya konsep tersebut jarang ditemui. Misalnya : seringkali orang menyebut kuda laut itu sebagai singa laut, padahal kedua binatang itu jauh berbeda cara hidupnya, lingkungan kehidupan, maupun bentuk tubuhnya dengan kuda ataupun singa.
Asosiasi tersebut hanya berdasarkan sebagian bentuk tubuhnya yang hampir sama. Perkembangan skemata ini berlangsung terus -menerus melalui adaptasi dengan lingkungannya. Skemata tersebut membentuk suatu pola penalaran tertentu dalam pikiran anak. Makin baik kualitas skema ini, makin baik pulalah pola penalaran dan tingkat intelegensi anak itu.
Menurut Piaget, intelegensi itu sendiri terdiri dari tiga aspek, (1).Struktur ; disebut juga scheme seperti yang dikemukakan diatas, (2).Isi ; disebut juga content, yaitu pola tingkah laku spesifik tatkala individu menghadapi sesuatu masalah. (3) Fungsi ; disebut fungtion, yaitu yang berhubungan dengan cara seseorang mencapai kemajuan intelektul. Fungsi itu sendiri terdiri dari dua macam fungsi invariant, yaitu organisasi dan adaptasi. Organisasi ; berupa kecakapan seseorang dalam menyusun proses-proses fisik dan psikis dalam bentuk system-sistem yang koheren. Adaptasi ; yaitu penyesuaian diri individu terhadap lingkungannya. Proses terjadinya adaptasi dari skemata yang telah terbentuk dengan stimulus baru dilakukan dengan dua cara, yaitu : 1. AsimilasiAdalah proses pengintegrasian secara langsung stimulus baru ke dalam skemata yang telah terbentuk / proses penggunaan struktur atau kemampuan individu untuk mengatasi masalah dalam lingkungannya.2. AkomodasiAdalah proses pengintegrasian stimulus baru ke dalam skema yang telah terbentuk secara tidak langsung/ proses perubahan respons individu terhadap stimuli lingkungan. Dalam struktur kognitif setiap individu mesti ada keseimbangan antara asimilasi dengan akomodasi. Keseimbangan ini dimaksudkan agar dapat mendeteksi persamaan dan perbedaan yang terdapat pada stimulus-stimulus yang dihadapi. Perkembangan kognitif ini pada dasarnya adalah perubahan dari keseimbangan yang dimiliki ke keseimbangan baru yang diperolehnya. Dengan penjelasan diatas maka dapatlah kita ketahui tentang bagaimana terjadinya pertumbuhan dan perkembangan intelektual. Pertumbuhan intelektual terjadi karena adanya proses yang kontinu dari adanya equilibrium – disequilibrium. Bila individu dapat menjaga adanya equilibrium, individu akan dapat mencapai tingkat perkembangan intelektual yang lebih tinggi.
TAHAP-TAHAP PERKEMBANGANPiaget mengidentifikasi empat faktor yang mempengaruhi transisi tahap perkembangan anak, yaitu :1. kematangan2. pengalaman fisik / lingkungan3. transmisi social4. equilibriumSelanjutnya Piaget mengemukakan tentang perkembangan kognitif yang dialami setiap individu secara lebih rinci, mulai bayi hingga dewasa. Teori ini disusun berdasarkan studi klinis terhadap anak-anak dari berbagai usia golongan menengah di Swiss. Berdasarkan hasil penelitiannya, Piaget mengemukakan ada empat tahap perkembangan kognitif dari setiap individu yang berkembang secara kronologis :a. tahap Sensori Motor : 0 – 2 tahun b. tahap Pra Operasi : 2 – 7 tahun c. tahap Operasi Konkrit : 7 – 11 tahun
d. tahap Operasi Formal : 11 keatasSebaran umur pada seiap tahap ersebut adalah rata-rata (sekitar) dan mungkin pula terdapat perbedaan antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya, antara individu yang satu dengan individu yang lainnya. Dan teori ini berdasarkan pada hasil penelitian di Negeri Swiss pada tahun 1950-an.
Tahap Sensori Motor (Sensory Motoric Stage)Bagi anak yang berada pada tahap ini, pengalaman diperoleh melalui fisik (gerakan anggota tubuh) dan sensori (koordinasi alat indra) Pada mulanya pengalaman itu bersatu dengan dirinya, ini berarti bahwa suatu objek itu ada bila ada pada penglihatannya. Perkembangan selanjutnya ia mulai berusaha untuk mencari objek yang asalnya terlihat kemudian menghiang dari pandangannya, asal perpindahanya terlihat. Akhir dari tahap ini ia mulai mencari objek yang hilang bila benda tersebut tidak terlihat perpindahannya. Objek mulai terpisah dari dirinya dan bersamaan dengan itu konsep objek dalam struktur kognitifnya pun mulai dikatakan matang. Ia mulai mampu untuk melambungkan objek fisik ke dalam symbol-simbol, misalnya mulai bisa berbicara meniru suara kendaraan, suara binatang, dll. Kesimpulan pada tahap ini adalah : Bayi lahir dengan refleks bawaan, skema dimodifikasi dan digabungkan untuk membentuk tingkah laku yang lebih kompleks. Pada masa kanak-kanak ini, anak beum mempunyai konsepsi tentang objek yang tetap. Ia hanya dapat mengetahui hal-hal yang ditangkap dengan indranya.
Tahap Pra Operasi (PreOperational Stage)Tahap ini adalah tahap persiapan untuk pengorganisasian operasi konkrit. Istilah operasi yang digunakan oleh Piaget di sini adalah berupa tindakan-tindakan kognitif, seperti mengklasifikasikan sekelompok objek (classifying), menata letak benda-benda menurut urutan tertentu (seriation), dan membilang (counting), (mairer, 1978 :24). Pada tahap ini pemikiran anak lebih banyak berdasarkan pada pengalaman konkrit daripada pemikiran logis, sehingga jika ia melihat objek-ojek yang kelihatannya berbeda, maka ia mengatakanya berbeda pula. Pada tahap ini anak masih berada pada tahap pra operasional belum memahami konsep kekekalan (conservation), yaitu kekekalan panjang, kekekalan materi, luas, dll. Selain dari itu, cirri-ciri anak pada tahap ini belum memahami dan belum dapat memikirkan dua aspek atau lebih secara bersamaan. Kesimpulan pada tahap ini adalah : Anak mulai timbul pertumbuhan kognitifnya, tetapi masih terbatas pada hal-hal yang dapat dijumpai (dilihat) di dalam lingkungannya saja.
Tahap Operasi Konkrit (Concrete Operational Stage)Anak-anak yang berada pada tahap ini umumnya sudah berada di Sekolah Dasar, dan pada umumnya anak-anak pada tahap ini telah memahami operasi logis dengan bantuan benda-benda konkrit. Kemampuan ini terwujud dalam memahami konsep kekekalan, kemampuan untuk mengklasifikasikan dan serasi, mampu memandang suatu objek dari sudut pandang yang berbeda secara objek. Anak pada tahap ini sudah cukup matang untuk menggunakan pemikiran logika, tetapi hanya objek fisik yang ada saat ini (karena itu disebut tahap operasional konkrit). Namun, tanpa objek fisik di hadapan mereka, anak-anak pada tahap ini masih mengalami kesulitan besar dalam menyelesaikan tugas-tugas logika. Smith (1998) memberikan contoh. Anak-anak diberi tiga boneka dengan warna rambut yang berlainan (Edith, Suzan, dan Lily), tidak mengalami kesulitan untuk mengidentifikasi boneka yang berambut paling gelap. Namun, ketika diberi peranyaan, “Rambut Edith lebih terang daripada
rambut Lily. Rambut siapakah yang paling gelap?” , anak-anak pada tahap operasional konkret mengalami kesulitan karena mereka belum mampu berpikir hanya dengan menggunakan lambang-lambang. Kesimpulan pada tahap ini adalah : Anak telah dapat mengetahui symbol-simbol matematis, tetapi belum dapatt menghadapi hal-hal yang abstrak (tak berwujud).
Tahap Operasi Formal (Formal Operation Stage)Tahap operasi formal ini adalah tahap akhir dari perkembangan konitif secara kualitatif. Anak pada tahap ini sudah mampu melakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang abtrak dan menggunakan logika. Penggunaan benda-benda konkret tidak diperlukan lagi. Anak mampu bernalar tanpa harus berhadapan dengan dengan objek atau peristiwanya berlangsung. Penalaran terjadi dalam struktur kognitifnya telah mampu hanya dengan menggunakan simbol-simbol, ide-ide, astraksi dan generalisasi. Ia telah memiliki kemampuan-kemampuan untuk melakukan operasi-operasi yang menyatakan hubungan di antara hubungan-hubungan, memahami konsep promosi. Sebagai contoh eksperimen Piaget berikut ini : Seorang anak pada tahap ini dihadapkan pada gambar “pak Pendek” dan untaian klip (penjepit kertas) untuk mengukur tinggi “Pak Pendek” itu. Kemudian ditambahkan penjelasan dalam bentuk verbal bahwa “Pak Pendek” itu mempunyai teman “Pak Tinggi”. Lebih lanjut dikatakan bahwa apabila diukur dengan batang korek api tinggi “Pak Pendek”empat batang sedangkan tinggi “Pak Tinggi” enam batang korek api. Berapakah tinggi “Pak Tinggi” bila diukur dengan klip? Dalam memecahkan masalah diatas, anak harus memerlukan operasi terhadap operasi. Karakteristik dari anak pada tahap ini adalah telah memiliki kekampuan untuk melakukan penalaran hipotek-deduktif, yaitu kemampuan untuk menyusun serangkaian hipotesis dan mengujinya (child, 1977 : 127) Kesimpulan pada tahap ini adalah : Pada tahap operasional formal, anak-anak sudah mampu memahami bentuk argumen dan tidak dibingungkan oleh isi argument (karena itu disebut operasional formal). Tahap ini mengartikan bahwa anak-anak telah memasuki tahap baru dalam logika orang dewasa, yaitu mampu melakukan penalaran abstrak. Sama halnya dengan penalaran abstrak sistematis, operasi-operasi formal memungkinkan berkembangnya system nilai dan ideal, serta pemahaman untuk masalah-masalah filosofis.
IMPLIKASI PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN DI KELASPengaplikasiannya di dalam belajar : perkembangan kognitif bergantung pada akomodasi. Kepada individu diberikan suatu area yang belum diketahui agar ia dapat belajar, karena ia tak dapat belajar dari apa yang telah diketahuinya saja. Ia tak dapat menggantungkan diri pada asimilasi. Dengan adanya area baru ini individu akan mengadakan usaha untuk dapat mengakomodasi. Situasi atau area itulah yang akan mempermudah pertumbuhan kognitif. Secara terinci dibawah ini adalah penerapan teori Piaget terhadap pendidikan di kelas :1. Karena cara berpikir anak itu berbeda-beda dan kurang logis di banding dengan orang dewasa, maka guru harus dapat mengerti cara berpikir anak, bukan sebaliknya anak yang beradaptasi dengan guru.2. Anak belajar paling baik dengan menemukan (discovery). Arrtinya disini adalah agar pembelajaran yang berpusat pada anak berlangsung efektif, guru tidak meninggalkan anak-anak belajar sendiri, tetapi mereka memberi tugas khusus yang dirancang untuk membimbing para siswa menemukan dan menyelesaikan masalah sendiri. 3. Pendidikan disini bertujuan untuk mengembangkan pemikiran anak, artinya ketika anak-anak mencoba memecahkan masalah, penalaran merekalah yang lebih penting daripada jawabannya. Oleh sebab itu guru penting sekali agar tidak menghukum anak-anak untuk
jawaban yang salah, tetapi sebaliknya menanyakan bagaimana anak itu memberi jawaban yang salah, dan diberi pengertian tentang kebenarannya atau mengambil langkah-langkah yang tepat untuk untuk menanggulanginya.4. Guru dapat menemukan menemukan dan menetapkan tujun pembelajaran materi pelajaran atau pokok bahasan pengajaran tertentu. Jadi, secara singkat dapat dikatakan bahwa pertumbuhan intelektual anak mengandung tiga aspek, yaitu structure, content dan function. Anak yang sedang mengalami perkembangan, struktur dan konten intelektualnya berubah / berkembang. Fungsi dan adaptasi akan tersusun sehingga melahirkan suatu rangkaian perkembangan ; masing-masing . mempunyai struktur psikologi khusus yang menentukan kecakapan pikir anak. Maka Piaget mengartikan intelegensi adalah sejumlah struktur psikologis yang ada pada tingkat perkembangan khusus.
KRITIK TERHADAP TEORI PIAGETKebanyakan ahli psikologi sepenuhnya menerima prinsip-prinsip umum Piaget bahwa pemikiran anak-anak pada dasarnya berbeda dengan pemikiran orang dewasa, dan jenis logika anak-anak itu berubah seiring dengan bertambahnya usia. Namun, ada juga peneliti yang meributkan detail-detail penemuan Piaget, terutama mengenai usia ketika anak mampu menyelesaikan tugas-tugas spesifik. - Pada sebuah studi klasik, McGarrigle dan Donalson (1974) menyatakan bahwa anak sudah mampu memahami konservasi (conservation) dalam usia yang lebih muda daripada usia yang diyakini oleh Piaget. - Studi lain yang mengkritik teori Piaget yaitu bahwa anak-anak baru mencapai pemahaman tentang objek permanence pada usia di atas 6 bulan. Balillargeon dan De Vos (1991) ; 104 anak diamati sampai mereka berusia 18 tahun, dan diuji dengan berbagai tugas operasional formal berdasarkan tugas-tugas yang dipakai Piaget, termasuk pengujian hipotesa. Mayoritas anak-anak itu memang belum mencapai tahap operasional formal. Hal ini sesuai dengan studi-studi McGarrigle dan Donaldson serta Baillargeon dan DeVos, yang menyatakan bahwa Piaget terlalu meremehkan kemampuan anak-anak kecil dan terlalu menilai tinggi kemampuan anak-anak yang lebih tua- dan belum lama ini, Bradmetz (1999) menguji pernyataan Piaget bahwa mayoritas anak mencapai formal pada akhir masa kanak-kanak. Inilah yang menjadi pertentangan dan kritikan diantara para ahli psikologi.
PUSTAKA
Bjorklund, D.F. (2000) Children's Thinking: Developmental Function and individual differences. 3rd ed. Bellmont, CA : Wadsworth
Cole, M, et al. (2005). The Development of Children. New York: Worth Publishers.
Johnson, M.H. (2005). Developmental cognitive neuroscience. 2nd ed. Oxford : Blacwell publishing
Piaget, J. (1954). "The construction of reality in the child". New York: Basic Books.
Piaget, J. (1977). The Essential Piaget. ed by Howard E. Gruber and J. Jacques Voneche Gruber, New York: Basic Books.
Piaget, J. (1983). "Piaget's theory". In P. Mussen (ed). Handbook of Child Psychology 4th edition. Vol. 1. New York: Wiley.
Piaget, J. (1995). Sociological Studies. London: Routledge.
Piaget, J. (2000). "Commentary on Vygotsky". New Ideas in Psychology, 18, 241–259.
Piaget, J. (2001). Studies in Reflecting Abstraction. Hove, UK: Psychology Press.
Pendidikan sangat identik dengan belajar dengan berbagai teorinya. Berikut ini penulis sajikan beberapa contoh teori belajar yang sangat terkenal hasil racikan dari rekan-rekan penulis di kampus. Untuk kesempatan pertama makalah dari penulis sendiri yaitu teori kognisi Piaget. Silahkan dinikmati.
Salah satu prinsip psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak begitu saja memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi siswa yang harus aktif membangun pengetahuan dalam pikiran mereka. Tokoh yang berperan pada teori ini adalah Jean Piaget dan Vygotsky. Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus respon, kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget yang merupakan bagian dari teori kognitif juga. Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan atau perbuatanHakekat TeoriSelanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama menegaskan bahwa penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang
dibangun dari realitas lapangan. Peran guru dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau moderator. Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempa. Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan ransangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.Lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Belajar merupakan proses untuk membangun penghayatan terhadap suatu materi yang disampaikan. Bahkan, perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan tentang keadaan ketidak-seimbangan dan keadaan keseimbangan.Dari pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak dapat dipahami bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan anak mengkonstruksi ilmu berbeda-beda berdasarkan kematangan intelektual anak. Pada teori ini konsekuensinya dalah siswa harus memiliki ketrampilan unutk menyesuaikan diri atau adaptasi secara tepat. Menurut C. Asri Budiningsih menjelaskan bahwa ada dua macam proses adapatasi yaitu adaptasi bersifat autoplastis, yaitu proses penyesuaian diri dengan cara mengubah diri sesuai suasana lingkungan, lalu adaptasi yang bersifat aloplastis yaitu adaptasi dengan mengubah situasi lingkungan sesuai dengan keinginan diri sendiri.Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri pebelajar dengan faktor ekstern atau lingkungan, sehingga melahirkan perubahan tingkah laku.Berikut adalah tiga dalil pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap perkembangan intelektual atau tahap perkembangan kognitif atau biasa juga disebut tahap perkembagan mental. Perkembangan itu antara lain adalah; (1) perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya, setiap manusia akan mengalami urutan-urutan tersebut dan dengan urutan yang sama, (2) tahap-tahap tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi mental (pengurutan, pengekalan, pengelompokan, pembuatan hipotesis dan penarikan kesimpulan) yang menunjukkan adanya tingkah laku intelektual dan (3) gerak melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan (equilibration), proses pengembangan yang menguraikan tentang interaksi antara pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul (akomodasi).
Konsep Teori Piaget
Piaget menyimpulkan dari penelitiannya bahwa organisme bukanlah agen yang pasif dalam perkembangan genetik. Perubahan genetic bukan peristiwa yang menuju kelangsungan hidup suatu organisme melainkan adanya adaptasi terhadap lingkungannya dan adanya interaksi antara organisme dan lingkungannya. Dalam responnya organisme mengubah kondisi lngkungan, membangun struktur biologi tertentu yang ia perlukan untuk tetap bisa memoertahankan hidupnya.perkembangan kognitif yang dikembangkan Piaget banyak dipengaruhi oleh pendidikan awal Piaget dalam bidang biologi. Dari hasil penelitiannya dalam bidang biologi. Ia sampai pada suatu keyakinan bahwa suatu organisme hidup dan lahir dengan dua kecenderunngan yang fundamental, yaitu kecenderunag untuk :
1. beradaptasi2. organisasi ( tindakan penataan )untuk memahami proses-proses penataan dan adaptasi terdapat empat konsep dasar, yaitu sebagai berikut :1. Skemaistilah skema atau skemata yang diberikan oleh Piaget untuk dapat menjelaskan mengapa seseorang memberikan respon terhadap suatu stimulus dan untuk menjelaskan banyak hal yang berhubungan dengan ingatan.Skema adalah struktur kognitif yang digunakan oleh manusia untuk mengadaptasi diri terhadap lingkungan dan menata lingkungan ini secara intelektual.2. Adaptasi terdiri atas proses yang saling mengisi antara asimilasi dan akomodasia) AsimilasiAsimilasi itu suatu proses kognitif, dengan asimilasi seseorang mengintegrasikan bahan-bahan persepsi atau stimulus ke dalam skema yan ada atau tingkah laku yang ada. Asimilasi berlangsung setiap saat. Seseorang tidak hanya memperoses satu stimulis saja, melainkan memproses banyak stimulus. Secara teoritis, asimilasi tidak menghasilkan perubahan skemata, tetapi asimilasi mempnagruhi pertumbuhan skemata. Dengan demikian asimilasi adalah bagian dari proses kognitif, denga proses itu individu secara kognitif megadaptsi diri terhadap lingkungan dan menata lingkungan itu.
b) AkomodasiAkomodasi dapat diartikan sebagai penciptaan skemata baru atau pengubahan skemata lama. Asimilasi dan akomodasi terjadi sama-sama saling mengisi pada setiap individu yang menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Proses ini perlu untuk pertumbuhan dan perkembangann kognitif. Antara asimilasi dan akomodasi harus ada keserasian dan disebut oleh Piaget adalah keseimbangan.Tahapan Dalam PerkembanganMenurut Piaget, perkembangan kognitif mempunyai empat aspek, yaitu 1) kematangan, sebagai hasil perkembangan susunan syaraf; 2) pengalaman, yaitu hubungan timbal balik antara orgnisme dengan dunianya; 3) interaksi social, yaitu pengaruh-pengaruh yang diperoleh dalam hubungannya dengan lingkungan social, dan 4) ekullibrasi, yaitu adanya kemampuan atau system mengatur dalam diri organisme agar dia selalu mempau mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya.System yang mengatur dari dalam mempunyai dua factor, yaitu skema dan adaptasi. Skema berhubungan dengan pola tingkah laku yang teratur yang diperhatikan oleh organisma yang merupakan akumulasi dari tingkah laku yang sederhana hingga yang kompleks. Sedangkan adaptasi adalah fungsi penyesuaian terhadap lingkungan yang terdiri atas proses asimilasi dan akomodasi.Piaget mengemukakan penahapan dalam perkembangan intelektual anak yang dibagi ke dalam empat periode, yaitu :a. Periode sensorimotorMenurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut. Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empat periode. Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting dalam enam sub-tahapan:1. Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleks.2. Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
3. Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.4. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek).5. Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan.6. Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal kreativitas.b. Tahapan praoperasionalTahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran (Pra)Operasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan.c. Tahapan operasional konkritTahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:Pengurutan—kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.Klasifikasi—kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan)Decentering—anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.Reversibility—anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.Konservasi—memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu
bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.Penghilangan sifat Egosentrisme—kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.d. Tahapan operasional formalTahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada “gradasi abu-abu” di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.Piaget kemudian mengemukakan bahwa ada 4 aspek yang besar yang ada hubungnnya dengan perkembangan kognitif :a. Pendewasaaan/kematangan, merupakan pengembanagn dari susunan syaraf.b. Pengalaman fisis, anak harus mempunyai pengalaman dengan benda-benda dan stimulus-stimulusdalam lingkungan tempat ia beraksi terhadap benda-benda itu.c. Interaksi social, adalah pertukaran ide antara individu dengan individud. Keseimbangan, adalah suatu system pengaturan sendiri yang bekerja untuk menyelesaikan peranan pendewasaan, penglaman fisis, dan interksi social.Implementasi Dalam PembelajaranTeori Piaget membahas kognitif atau intelektual. Dan perkembangan intelektual erat hubungannya dengan belajar, sehhingga perkembangan intelektual ini dapat dijadkan landasan untuk memahami belajar. Belajar dapat didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi akibat adanya pengalaman dan sifatnya relatif tetap. Teori Piaget mengenai terjadinya belajar didasari atas 4 konsep dasar, yaitu skema, asimilasi, akomodasi dan keseimbangan. Piaget memandang belajar itu sebagai tindakan kognitif, yaitu tindakan yang menyangkut pikiran. Tindakan kognitif menyangkut tindakan penataan dan pengadaptasian terhadap lingkungan.Piaget menginterpretasikan perkembangan kognitif dengan menggunakan diagram berikut :
Berdasarkan diagram tersebut dimulai dengan meninjau anak yang sudah memiliki pengalaman yang khas, yang berarti anak sudah memiliki sejumlah skemata yang khas. Pada suatu keadaan seimbang sesaat ketika ia berhadapan dengan stimulus (bisa berupa benda, peristiwa, gagasan) pada pikiran anak terjadi pemilahan melalalui memorinya. Dalam memori anak terdapat 2 kemungkuinan yang dapat terjadi yaitu :Terdapat kesesuaian sempurna antara stimulus dengan skema yang sudah ada dalam pikiran anakTerdapat kecocokan yang tidak sempurna, antara stimulus dengan skema yang ada dalam pikiran anak.
Kedua hal itu merupakan kejadian asimilasi.Menurut diagram, kejadian kesesuaian yang sempurna itu merupakan penguatan terhadap skema yang sudah ada. Stimulus yang baru (datang) tidak sepenuhnya dapat diasimilasikan ke dalam skemata yang ada. Di sini terjadi semacam gangguan mental atau ketidakpuasan mental seperti keingintahuan, kepedulian, kebingungan, kekesalan, dsb. Dalam keadaaan tidak seimbang ini anak mempunyai 2 pilihan :Melepaskan diri dari proses belajar dan mengabaikan stimulus atau menyerah dan tidak berbuat aa-apa (jalan buntu)Memberi tanggapan terhadap stimulus baru itu baik berupa tanggapan secara fisik maupun mental. Bila ini dilakukan anak mengubah pandangannya atau skemanya sebagai akibat dari tindakan mental yang dilakukannya terhadap stimulus itu. Peritiwa ini disebut akomodasi.
Simpulan
1.Menurut Piaget, perkembangan kognitif mempunyai empat aspek, yaitu 1) kematangan, sebagai hasil perkembangan susunan syaraf; 2) pengalaman, yaitu hubungan timbal balik antara orgnisme dengan dunianya; 3) interaksi social, yaitu pengaruh-pengaruh yang diperoleh dalam hubungannya dengan lingkungan social, dan 4) ekullibrasi, yaitu adanya kemampuan atau system mengatur dalam diri organisme agar dia selalu mempau mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya.2.Menurut Piaget setiap organisme hidup cenderung untuk melakukan adaptasi dan organisasi. Dalam proses adaptasi dan organisasi rerdapat 4 konsep dasar yaitu skema, asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi3.tahap perkembangan kognitif anak dapat dipahami bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan anak mengkonstruksi ilmu berbeda-beda berdasarkan kematangan intelektual anak. Pada teori ini konsekuensinya dalah siswa harus memiliki ketrampilan unutk menyesuaikan diri atau adaptasi secara tepat.
Teori perkembangan kognitif PiagetPublished 12 Desember 2012 by ramacahyati8910
Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980.Teori perkembangan kognitif Piaget adalah salah satu teori yang menjelaskan bagaimana anak beradaptasi dengan dan menginterpretasikan objek dan kejadian-kejadian sekitarnya. Bagaimana anak mempelajari ciri-ciri dan fungsi dari objek-objek seperti mainan, perabot, dan makanan serta objek-objek sosial seperti diri, orangtua dan teman. Bagaimana cara anak mengelompokkan objek-objek untuk mengetahui persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaannya, untuk memahami penyebab terjadinya perubahan
dalam objek-objek dan perisiwa-peristiwa dan untuk membentuk perkiraan tentang objek dan peristiwa tersebut.
Piaget memandang bahwa anak memainkan peran aktif didalam menyusun pengetahuannya mengenai realitas. Anak tidak pasif menerima informasi. Walaupun proses berfikir dalam konsepsi anak mengenai realitas telah dimodifikasi oleh pengalaman dengan dunia sekitarnya, namun anak juga berperan aktif dalam menginterpretasikan informasi yang ia peroleh melalui pengalaman, serta dalam mengadaptasikannya pada pengetahuan dan konsepsi mengenai dunia yang telah ia punyai.
Piaget percaya bahawa pemikiran anak-anak berkembang menurut tahap-tahap atau priode-periode yang terus bertambah kompleks. Menurut teori tahapan Piaget, setiap individu akan melewati serangkaian perubahan kualitatif yang bersifat invariant, selalu tetap, tidak melompat atau mundur. Perubahan kualitatif ini terjadi karena tekanan biologis untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan serta adanya pengorganisasian struktur berfikir.
Untuk menunjukan struktur kognitif yang mendasari pola-pola tingkah laku yang terorganisir Piaget menggunakan istilah skema dan adaptasi. Dengan kedua komponen ini berarti bahwa kognisi merupakan sistem yang selalu diorganisir dan diadaptasi, sehingga memungkinkan individu beradaptasi dengan lingkungannya.
Skema (struktur kognitif) adalah proses atau cara mengorganisir dan merespons berbagai pengalaman. Dengan kata lain, skema adalah suatu pola sistematis dari tindakan, perilaku, pikiran, dan strategi pemecahan masalah yang memberikan suatu kerangka pemikiran dalam menghadapi berbagai tantangan dan jenis situasi. Adaptasi (struktur fungsional) adalah sebuah istilah yang digunakan oleh Piaget untuk menunjukkan pentingnya pola hubungan individu dengan lingkungannya dalam proses perkembangan kognitif. Menurut Piaget, adaptasi ini terdiri dari dua proses yang saling melengkapi, yaitu asimilasi dan akomodasi.
1. Asimilasi terjadi ketika individu menggabungkan informasi baru ke dalam pengetahuan mereka yang sudah ada.
2. Akomodasi terjadi ketika individu menyesuaikan diri dengan informasi baru.
Piaget mengemukakan bahwa setiap organisme yang ingin mengadakan penyesuaian (adaptasi) dengan lingkungannya harus mencapai keseimbangan (ekuilibrium), yaitu antara aktivitas individu terhadap lingkungan (asimilasi) dan aktivitas lingkungan terhadap individu (akomodasi). Agar terjadi ekuilibrasi antara individu dengan lingkungan, maka peristiwa-peristiwa asimilasi dan akomodasi harus terjadi secara terpadu, bersama-sama dan komplementer.
Piaget mengatakan bahwa kita melampui perkembangan melalui empat tahap dalam memahami dunia. Masing-masing tahap terkait dengan usia dan terdiri dari cara berpikir yang berbeda. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut:
Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun) Periode pra-operasional (usia 2–7 tahun) Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
periode sensorimotor ( usia 0-2 tahun )
Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut. Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empat periode. Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting dalam enam sub-tahapan:
1. Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleks.
2. Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
3. Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.
4. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai dua belas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek).
5. Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan.
6. Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal kreativitas.
Tahapan-pra operasional ( usia 2-7 tahun )
Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran Pra-Operasional dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.
Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan.
Tahapan operasional konkrit ( usia 7-11 tahun )
Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:
1.Pengurutan :kemampuan untuk mengurutkan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
2.Klasifikasi :kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan).
3.Decentering :anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.
4.Reversibility :anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
5.Konservasi :memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
6.Penghilangan sifat Egosentrisme :kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.
Tahapan operasional formal ( usia 11 tahun sampai dewasa )
Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada “gradasi abu-abu” di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa
orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.
Perlu diingat, bahwa pada setiap tahap tidak bisa berpindah ke ketahap berikutnya bila tahap sebelumnya belum selesai dan setiap umur tidak bisa menjadi patokan utama seseorang berada pada tahap tertentu karena tergantung dari ciri perkembangan setiap individu yang bersangkutan. Bisa saja seorang anak akan mengalami tahap pra -operasional lebih lama dari pada anak yang lainnya sehingga umur bukanlah patokan utama.
Informasi umum mengenai tahapan-tahapan
Keempat tahapan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Walau tahapan-tahapan itu bisa dicapai dalam usia bervariasi tetapi urutannya selalu sama. Tidak ada ada tahapan yang diloncati dan tidak ada urutan yang mundur.
Universal (tidak terkait budaya). Bisa digeneralisasi: representasi dan logika dari operasi yang ada dalam diri seseorang
berlaku juga pada semua konsep dan isi pengetahuan. Tahapan-tahapan tersebut berupa keseluruhan yang terorganisasi secara logis Urutan tahapan bersifat hirarkis (setiap tahapan mencakup elemen-elemen dari tahapan
sebelumnya, tapi lebih terdiferensiasi dan terintegrasi). Tahapan merepresentasikan perbedaan secara kualitatif dalam model berpikir, bukan hanya
perbedaan kuantitatif.
Teori perkembangan kognitifDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980. Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata—skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya— dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Teori ini
digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berarti, tidak seperti teori nativisme (yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan. Untuk pengembangan teori ini, Piaget memperoleh Erasmus Prize. Piaget membagi skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya melalui empat periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia:
Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun) Periode praoperasional (usia 2–7 tahun) Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun) Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
Daftar isi
1 Periode sensorimotor 2 Tahapan praoperasional 3 Tahapan operasional konkrit 4 Tahapan operasional formal 5 Informasi umum mengenai tahapan-tahapan 6 Proses perkembangan 7 Isu dalam perkembangan kognitif [1]
o 7.1 Tahapan perkembangan o 7.2 Natur dan nurtur o 7.3 Stabilitas dan kelenturan dari kecerdasan
8 Sudut pandang lain 9 Referensi 10 Bacaan lebih lanjut 11 Referensi
Periode sensorimotor
Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut. Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empat periode. Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting dalam enam sub-tahapan:
1. Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleks.
2. Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
3. Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.
4. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek).
5. Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan.
6. Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal kreativitas.
Tahapan praoperasional
Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran (Pra)Operasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.
Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan.
Tahapan operasional konkrit
Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:
Pengurutan—kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
Klasifikasi—kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan)
Decentering—anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.
Reversibility—anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
Konservasi—memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
Penghilangan sifat Egosentrisme—kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.
Tahapan operasional formal
Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada "gradasi abu-abu" di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.
Informasi umum mengenai tahapan-tahapan
Keempat tahapan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Walau tahapan-tahapan itu bisa dicapai dalam usia bervariasi tetapi urutannya selalu sama. Tidak ada ada tahapan yang diloncati dan tidak ada urutan yang mundur.
Universal (tidak terkait budaya) Bisa digeneralisasi: representasi dan logika dari operasi yang ada dalam diri seseorang
berlaku juga pada semua konsep dan isi pengetahuan Tahapan-tahapan tersebut berupa keseluruhan yang terorganisasi secara logis Urutan tahapan bersifat hirarkis (setiap tahapan mencakup elemen-elemen dari tahapan
sebelumnya, tapi lebih terdiferensiasi dan terintegrasi) Tahapan merepresentasikan perbedaan secara kualitatif dalam model berpikir, bukan hanya
perbedaan kuantitatif
Proses perkembangan
Seorang individu dalam hidupnya selalu berinteraksi dengan lingkungan. Dengan berinteraksi tersebut, seseorang akan memperoleh skema. Skema berupa kategori pengetahuan yang membantu dalam menginterpretasi dan memahami dunia. Skema juga menggambarkan
tindakan baik secara mental maupun fisik yang terlibat dalam memahami atau mengetahui sesuatu. Sehingga dalam pandangan Piaget, skema mencakup baik kategori pengetahuan maupun proses perolehan pengetahuan tersebut. Seiring dengan pengalamannya mengeksplorasi lingkungan, informasi yang baru didapatnya digunakan untuk memodifikasi, menambah, atau mengganti skema yang sebelumnya ada. Sebagai contoh, seorang anak mungkin memiliki skema tentang sejenis binatang, misalnya dengan burung. Bila pengalaman awal anak berkaitan dengan burung kenari, anak kemungkinan beranggapan bahwa semua burung adalah kecil, berwarna kuning, dan mencicit. Suatu saat, mungkin anak melihat seekor burung unta. Anak akan perlu memodifikasi skema yang ia miliki sebelumnya tentang burung untuk memasukkan jenis burung yang baru ini.
Asimilasi adalah proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang sudah ada. Proses ini bersifat subjektif, karena seseorang akan cenderung memodifikasi pengalaman atau informasi yang diperolehnya agar bisa masuk ke dalam skema yang sudah ada sebelumnya. Dalam contoh di atas, melihat burung kenari dan memberinya label "burung" adalah contoh mengasimilasi binatang itu pada skema burung si anak.
Akomodasi adalah bentuk penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan atau penggantian skema akibat adanya informasi baru yang tidak sesuai dengan skema yang sudah ada. Dalam proses ini dapat pula terjadi pemunculan skema yang baru sama sekali. Dalam contoh di atas, melihat burung unta dan mengubah skemanya tentang burung sebelum memberinya label "burung" adalah contoh mengakomodasi binatang itu pada skema burung si anak.
Melalui kedua proses penyesuaian tersebut, sistem kognisi seseorang berubah dan berkembang sehingga bisa meningkat dari satu tahap ke tahap di atasnya. Proses penyesuaian tersebut dilakukan seorang individu karena ia ingin mencapai keadaan equilibrium, yaitu berupa keadaan seimbang antara struktur kognisinya dengan pengalamannya di lingkungan. Seseorang akan selalu berupaya agar keadaan seimbang tersebut selalu tercapai dengan menggunakan kedua proses penyesuaian di atas.
Dengan demikian, kognisi seseorang berkembang bukan karena menerima pengetahuan dari luar secara pasif tapi orang tersebut secara aktif mengkonstruksi pengetahuannya.
Isu dalam perkembangan kognitif[1]
Isu utama dalam perkembangan kognitif serupa dengan isu perkembangan psikologi secara umum.
Tahapan perkembangan
Perbedaan kualitatif dan kuantitatif
Terdapat kontroversi terhadap pembagian tahapan perkembangan berdasarkan perbedaan kualitas atau kuantitas kognisi.
Kontinuitas dan diskontinuitas
Kontroversi ini membahas apakah pembagian tahapan perkembangan merupakan proses yang berkelanjutan atau proses terputus pada tiap tahapannya.
Homogenitas dari fungsi kognisi
Terdapat perbedaan kemampuan fungsi kognisi dari tiap individu
Natur dan nurtur
Kontroversi natur dan nurtur berasal dari perbedaan antara filsafat nativisme dan filsafat empirisme. Nativisme mempercayai bahwa pada kemampuan otak manusia sejak lahir telah dipersiapkan untuk tugas-tugas kognitif. Empirisme mempercayai bahwa kemampuan kognisi merupakan hasil dari pengalaman.
Stabilitas dan kelenturan dari kecerdasan
Secara relatif kecerdasan seorang anak tetap stabil pada suatu derajat kecerdasan, namun terdapat perbedaan kemampuan kecerdasan seorang anak pada usia 3 tahun dibandingkan dengan usia 15 tahun.
Sudut pandang lain
Pada saat ini terdapat beberapa pendekatan yang berbeda untuk menjelaskan perkembangan kognitif.
Teori perkembangan kognitif neurosains [2]
Kemajuan ilmu neurosains dan teknologi memungkinkan mengaitkan antara aktivitas otak dan perilaku. Biologis menjadi dasar dari pendekatan ini untuk menjelaskan perkembangan kognitif. Pendekatan ini memiliki tujuan untuk dapat mengantarai pertanyaan mengenai umat manusia yaitu
1. Apakah hubungan antara pemikiran dan tubuh, khususnya antara otak secara fisik
dan mental proses2. Apakah filogeni atau ontogeni yang menjadi awal mula dari struktur biologis yang
teratur
Teori Konstruksi pemikiran-sosial
Selain biologi, konteks sosial juga merupakan salah satu sudut pandang dari perkembangan kognitif. Perspektif ini menyatakan bahwa lingkungan sosial dan budaya akan memberikan pengaruh terbesar terhadap pembentukan kognisi dan pemikiran anak. Teori ini memiliki implikasi langsung pada dunia pendidikan. Teori Vygotsky menyatakan bahwa anak belajar secara aktif lebih baik daripada secara pasif. Tokoh-tokohnya diantaranya Lev Vygotsky, Albert Bandura, Michael Tomasello
Teori Theory of Mind (TOM)
Teori perkembangan kognitif ini percaya bahwa anak memiliki teori maupun skema mengenai dunianya yang menjadi dasar kognisinya. Tokoh dari ToM ini diantaranya adalah Andrew N. Meltzoff
Referensi
Bjorklund, D.F. (2000) Children's Thinking: Developmental Function and individual differences. 3rd ed. Bellmont, CA : Wadsworth
Cole, M, et al. (2005). The Development of Children. New York: Worth Publishers. Johnson, M.H. (2005). Developmental cognitive neuroscience. 2nd ed. Oxford : Blacwell
publishing Piaget, J. (1954). "The construction of reality in the child". New York: Basic Books. Piaget, J. (1977). The Essential Piaget. ed by Howard E. Gruber and J. Jacques Voneche
Gruber, New York: Basic Books. Piaget, J. (1983). "Piaget's theory". In P. Mussen (ed). Handbook of Child Psychology. 4th
edition. Vol. 1. New York: Wiley. Piaget, J. (1995). Sociological Studies. London: Routledge. Piaget, J. (2000). "Commentary on Vygotsky". New Ideas in Psychology, 18, 241–259. Piaget, J. (2001). Studies in Reflecting Abstraction. Hove, UK: Psychology Press. Seifer, Calvin "Educational Psychology"
PIAGET DAN TEORINYA
PIAGET DAN TEORINYA
I. PENDAHULUAN
Teori kognitif dari Jean Piaget ini masih tetap diperbincangkan dan diacu dalam bidang
pendidikan. Teori ini mulai banyak dibicarakan lagi kira-kira permulaan tahun 1960-an.
Pengertian kognisi sebenarnya meliputi aspek-aspek struktur intelek yang digunakan untuk
mengetahui sesuatu. Piaget menyatakan bahwa perkembangan kognitif bukan hanya hasil
kematangan organisme, bukan pula pengaruh lingkungan semata, melainkan hasil interaksi
diantara keduanya.
Menurut Piaget, perkembangan kognitif mempunyai empat aspek, yaitu 1) kematangan,
sebagai hasil perkembangan susunan syaraf; 2) pengalaman, yaitu hubungan timbal balik antara
orgnisme dengan dunianya; 3) interaksi social, yaitu pengaruh-pengaruh yang diperoleh dalam
hubungannya dengan lingkungan social, dan 4) ekullibrasi, yaitu adanya kemampuan atau
system mengatur dalam diri organisme agar dia selalu mempau mempertahankan keseimbangan
dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya.
System yang mengatur dari dalam mempunyai dua factor, yaitu skema dan adaptasi.
Skema berhubungan dengan pola tingkah laku yang teratur yang diperhatikan oleh organisma
yang merupakan akumulasi dari tingkah laku yang sederhana hingga yang kompleks. Sedangkan
adaptasi adalah fungsi penyesuaian terhadap lingkungan yang terdiri atas proses asimilasi dan
akomodasi.
Piaget mengemukakan penahapan dalam perkembangan intelektual anak yang dibagi ke
dalam empat periode, yaitu :
Periode sensori-motor ( 0 – 2,0 tahun )
Periode pra-operasional (2,0 – 7,0 tahun )
Periode operasional konkret ( 7,0 – 11,0 tahun )
Periode opersional formal ( 11,0 – dewasa )
Piaget memperoleh gelar Ph.D dalam biologi pada umur 21, ia kemudian tertarik pada
psikologi dan mempelajari anak-anak abnormal di salah satu rumah sakit di Paris. Pada
periode hidupnya, Piaget semakin tertarik pada logika anak dan metode berpikir yang
berbeda-beda yang digunakan anak dalam menjawab peertanyaan pada usia yang berbeda
pula. Selanutnya Piaget bekerja melakukan penelitian selama kurang lebih 40 tahun. Studinya
dipusatkan pada persepsi anak dalam pemahamannya mengenai alam/benda, jumlah, waktu,
perpindahan, ruang, dan geometri. Ia menganalisis operasi-operasi mental yang digunakan
oleh anak, cara berpikir simbolis dan logika mereka.
II. PERMASALAHAN
Apa pokok-pokok pikiran teori perkembanggan kognitif menurut Piaget dan bagaimana implikasi
teori Piaget dalam pendidikan ?
III. PEMBAHASAN
A. Pokok-pokok pikiran Piaget mengenai teori kognitif dan perkembangannya
Tujuan teori Piaget adalah untuk menjelaskan mekanisme dan proses perkembangan
intelektual sejak masa bayi dan kemudian masa kanak-kanak yang berkembang menjadi
seorang individu yang dapat bernalar dan berpikir menggunakan hipotesis-hipotesis.
Piaget menyimpulkan dari penelitiannya bahwa organisme bukanlah agen yang pasif
dalam perkembangan genetik. Perubahan genetic bukan peristiwa yang menuju kelangsungan
hidup suatu organisme melainkan adanya adaptasi terhadap lingkungannya dan adanya interaksi
antara organisme dan lingkungannya. Dalam responnya organisme mengubah kondisi
lngkungan, membangun struktur biologi tertentu yang ia perlukan untuk tetap bisa
memoertahankan hidupnya.perkembangan kognitif yang dikembangkan Piaget banyak
dipengaruhi oleh pendidikan awal Piaget dalam bidang biologi. Dari hasil penelitiannya dalam
bidang biologi. Ia sampai pada suatu keyakinan bahwa suatu organisme hidup dan lahir dengan
dua kecenderunngan yang fundamental, yaitu kecenderunag untuk :
1. beradaptasi
2. organisasi ( tindakan penataan )
untuk memahami proses-proses penataan dan adaptasi terdapat empat konsep dasar, yaitu
sebagai berikut :
1. Skema
istilah skema atau skemata yang diberikan oleh Piaget untuk dapat menjelaskan
mengapa seseorang memberikan respon terhadap suatu stimulus dan untuk menjelaskan
banyak hal yang berhubungan dengan ingatan.
Skema adalah struktur kognitif yang digunakan oleh manusia untuk mengadaptasi diri
terhadap lingkungan dan menata lingkungan ini secara intelektual.
Adaptasi terdiri atas proses yang saling mengisi antara asimilasi dan akomodasi
2. Asimilasi
asimilasi itu suatu proses kognitif, dengan asimilasi seseorang mengintegrasikan bahan-bahan
persepsi atau stimulus ke dalam skema yan ada atau tingkah laku yang ada. Asimilasi
berlangsung setiap saat. Seseorang tidak hanya memperoses satu stimulis saja, melainkan
memproses banyak stimulus. Secara teoritis, asimilasi tidak menghasilkan perubahan
skemata, tetapi asimilasi mempnagruhi pertumbuhan skemata. Dengan demikian asimilasi
adalah bagian dari proses kognitif, denga proses itu individu secara kognitif megadaptsi diri
terhadap lingkungan dan menata lingkungan itu.
3. Akomodasi
Akomodasi dapat diartikan sebagai penciptaan skemata baru atau pengubahan skemata lama.
Asimilasi dan akomodasi terjadi sama-sama saling mengisi pada setiap individu yang
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Proses ini perlu untuk pertumbuhan dan
perkembangann kognitif. Antara asimilasi dan akomodasi harus ada keserasian dan disebut
oleh Piaget adalah keseimbangan.
Untuk keperluan pegkonseptualisasian pertumbuhan kognitif /perkembangan
intelektual Piaget membagi perkemabngan ini ke dalam 4 periode yaitu :
Periode Sensori motor (0-2,0 tahun)
Pada periode ini tingksh laku anak bersifat motorik dan anak menggunakan system penginderaan untuk mengenal lingkungannya untu mengenal obyek.
Periode Pra operasional (2,0-7,0 tahun)
Pada periode ini anak bisa melakukan sesuatu sebagai hasil meniru atau mengamati
sesuatu model tingkah laku dan mampu melakukan simbolisasi.
Periode konkret (7,0-11,0 tahun)
Pada periode ini anak sudah mampu menggunakan operasi. Pemikiran anak tidak lagi
didominasi oleh persepsi, sebab anak mampu memecahkan masalah secara logis.
Periode operasi formal (11,0-dewasa)
Periode operasi fomal merupakan tingkat puncak perkembangan struktur kognitif, anak
remaja mampu berpikir logis untuk semua jenis masalah hipotesis, masalah verbal, dan ia
dapat menggunakan penalaran ilmiah dan dapat menerima pandangan orang lain.
Piaget mengeukakan bahwa ada 4 aspek yang besar yang ada hubungnnya dengan
perkembangan kognitif :
a. Pendewasaaan/kematangan, merupakan pengembanagn dari susunan syaraf.
b. Pengalaman fisis, anak harus mempunyai pengalaman dengan benda-benda dan stimulus-
stimulusdalam lingkungan tempat ia beraksi terhadap benda-benda itu.
c. Interaksi social, adalah pertukaran ide antara individu dengan individu
d. Keseimbangan, adalah suatu system pengaturan sendiri yang bekerja untuk menyelesaikan
peranan pendewasaan, penglaman fisis, dan interksi social.
B. Implikasi teori Piaget dalam pendidikan
Teori Piaget membahas kognitif atau intelektual. Dan perkembangan intelektual erat
hubungannya dengan belajar, sehhingga perkembangan intelektual ini dapat dijadkan
landasan untuk memahami belajar.
Belajar dapat didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi akibat adanya
pengalaman dan sifatnya relatif tetap. Teori Piaget mengenai terjadinya belajar didasari atas 4
konsep dasar, yaitu skema, asimilasi, akomodasi dan keseimbangan. Piaget memandang belajar
itu sebagai tindakan kognitif, yaitu tindakan yang menyangkut pikiran. Tindakan kognitif
menyangkut tindakan penataan dan pengadaptasian terhadap lingkungan.
Piaget menginterpretasikan perkembangan kognitif dengan menggunakan diagram
berikut :
Berdasarkan diagram tersebut dimulai dengan meninjau anak yang sudah memiliki
pengalaman yang khas, yang berarti anak sudah memiliki sejumlah skemata yang khas. Pada
suatu keadaan seimbang sesaat ketika ia berhadapan dengan stimulus (bisa berupa benda,
peristiwa, gagasan) pada pikiran anak terjadi pemilahan melalalui memorinya. Dalam memori
anak terdapat 2 kemungkuinan yang dapat terjadi yaitu :
Terdapat kesesuaian sempurna antara stimulus dengan skema yang sudah ada dalam
pikiran anak
Terdapat kecocokan yang tidak sempurna, antara stimulus dengan skema yang ada dalam
pikiran anak.
Kedua hal itu merupakan kejadian ssimilasi.
Menurut diagram, kejadian kesesuaian yang sempurna itu merupakan penguatan terhadap
skema yang sudah ada. Stimulus yang baru (datang) tidak sepenuhnya dapat diasimilasikan
ke dalam skemata yang ada. Di sini terjadi semacam gangguan mental atau ketidakpuasan
mental seperti keingintahuan, kepedulian, kebingungan, kekesalan, dsb. Dalam keadaaan
tidak seimbang ini anak mempunyai 2 pilihan :
Melepaskan diri dari proses belajar dan mengabaikan stimulus atau menyerah dan tidak
berbuat aa-apa (jalan buntu)
Memberi tanggapan terhadap stimulus baru itu baik berupa tanggapan secara fisik maupun
mental. Bila ini dilakukan anak mengubah pandangannya atau skemanya sebagai akibat dari
tindakan mental yang dilakukannya terhadap stimulus itu. Peritiwa ini disebut akomodasi.
IV. KESIMPULAN
Terori Piaget mengenai perkembangan kognitif mendenisikan kembali intelegensi,
pengetahuan, dan hubungan dengan lingkungannya.
Perkembangan kognitif mempunyai 4 aspek yaitu kematangan, pengalaman, interaksi social,
dan ekuilibrasi
Menurut Piaget setiap organisme hidup cenderung untuk melakukan adaptasi dan organisasi.
Dalam proses adaptasi dan organisasi rerdapat 4 konsep dasar yaitu skema, asimilasi,
akomodasi, dan ekuilibrasi
Skema adalah struktur kognitif yang digunakan organisme untuk mengadaptasi diri terhadap
lingkungannya dan menata lingkungan itu secara intelektual.
Asimilasi adalh proses yang digunakan seseorang untuk mengintegrasikan bahan persepsi
baru atau stimuklus baru ke dalam skemata atai pola perilaku yang sudah ada.
Daftar pustaka :
Dahar Ranta Willis Pof. Dr.M.SC.1989. teori-teori belajar.
Jakarta : Erlangga
..2000. kumpulan-nahan diklat nasional guru biologi SMU.
Bandung : Pusat pengembangan penataran guru IPA
Perkembangan Kognitif dan Bahasa pada Anak-anakREP | 08 October 2013 | 19:10 Dibaca: 4021 Komentar: 0 0
Pada bab ini kita membahas perkembangan kognitif. Kita membahas pembahasan pada lima
topik umum. Pertama, gambaran Jean Peaget tentang cara anak–anak menyikapi informasi dari
lingkungan mereka. Kedua, proses mengakses informasi kemudian ketiga, pandangan Bev Vygostky
seorang psikolog Rusia tentang peranan aktifitas bahasa dan interaksi sosial terhadap
perkembangan. Kemudian keempat pengaruh Peaget dan Vygostky terhadap konstruktivisme,
kemudian kelima perkembangan bahasa dan interdependensi seluruh topik.
1. GAMBARAN JEAN PEAGET TENTANG CARA ANAK–ANAK MENYIKAPI
INFORMASI DARI LINGKUNGAN MEREKA
a. Teori Peaget Tentang Perkembangan Intelektual.
Jean Peaget pada mulanya adalah seorang ahli biologi. Sebuah profesi yang jauh dari
seorang ahli psikologi pendidikan. Dia tidak begitu tertarik dengan pendidikan, melainkan pada
genetik epistemonologhy, atau studi terhadap perkambangan ilmu pengetahuan. Teori Piaget ini
lahir dari hasil observasi terhadap anaknya, metode penelitiannya sangat berbeda dengan tradisi
Behavioris yang masyur di Amerika Setikat. Hasil penelitian Peaget ini berpengaruh pada pandangan
Behavioris terhadap perkembangan dan pembelajaran.
b. Perkembangan (Sebuah Defenisi)
Untuk mengilustrasikan konsep perkembangan dapat dilihat dari perubahan–perubahan
yang bertahan lama pada seorang pelajar akibat dari kombinasi pembelajaran, pengalaman dan
kedewasaan. Perubahan yang terjadi akibat interaksi pembelajaran, kedewasaan dan pengalaman.
c. Kondisi Keseimbangan (The Drive For Equilibrium)
Ide ini lahir dari studi piaget akan kebutuhan seseorang pada keterarahan
(piaget,1952,1959). Seorang membutuhkan keterarahan , struktur dan pengetahuan terhadap
eksistensi mereka, yang mana oleh Piaget dinamakan kondisi keseimbangan atau a state of balance.
Keseimbangan meliputi tes pemahaman seseorang yang berlawanan dengan dunia nyata. Ketika
pemahaman seseorang menjelaskan bukti yang mereka teliti mereka mendapatkan keseimbangan.
Ketika mereka tidak dapat menjelaskan apa yang mereka ketahui melalui pemahaman dasar mereka,
ketidak seimbangan terjadi dan penyelidikan pada pemahaman baru dan bagus dimulai.
d. Organisasi Dan Adaptasi ( Pembentukan Pola)
Organisasi adalah proses pembentukan skema : skema adalah pola – pola mental atau
sistem yang menggambarkan cara berpikir seseorang terhadap dunia atau skema adalah sesuatu
yang terstruktur dalam pikiran.
Adaptasi adalah proses menyesuaikan skema – skema dari pengalamam antara satu dengan
yang lain untuk memelihara keseimbangan. Contoh, jika kita belajar mengendarai mobil dengan
transmisi otomatis dan kita membeli satu dengan sebuah tongkat penggeser, kita harus
menyesuaikan skema untuk mengakomodasi perseneling dengan sebuah penggeser standar.
Adaptasi terdiri dari dua proses timbal – balik , akomodasi dan asimilasi.
Akomodasi adalah sebuah bentuk adaptasi dimana skema yang ada dimodifikasi dalam
respon pengalaman baru seperti belajar mengemudi tadi. Asimilasi adalah sebuah bentuk adaptasi
pengalaman alamiah dipadukan dalam sebuah skema yang ada. Akomodasi dan asimilasi
dimaksudkan untuk memelihara keseimbangan disisi lain, jika pengetahuan yang baru hanya
diasimilasikan dalam bentuk skema mereka tidak akan berubah dan perkembangan tidak akan
terjadi. Proses asimilasi dan akomodasi bersatu untuk memajukan perkembangan kognitif pada
anak.
e. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan
Menurut piaget ada tiga faktor yang mempengaruhi perubahan berpikir yaitu:
1) Kedewasaan
Kedewasaan berkenan dengan perubahan biologis pada individu yang diakibatkan oleh
interaksi susunan genetik dengan lingkungan.
2) Pengalaman dengan dunia fisik
Anak – anak membentuk skema berdasarkan interaksi dengan lingkungan mereka. Penekanan
teori piaget pada pengalaman langsung telah memberikan dasar terhadap aktifitas di sekolah.
Latar belakang pengalaman : sebuah sumber keanekaragaman, sebagai contoh sering seorang
pengajar berkeinginan mengatahui latar belakang keluarga murid–muridnya untuk
diperbandingkan. Fakta menyatakan bahwa pengalaman siswa dalam mengikuti pelajaran
beranekaragam hal ini disebabkan latar belakang pengalaman dalam mengasimilasi dan
mengakomodasi pengetahuan baru. Sebagai akibat perkembangan kognitif makin maju.
3) Pengalaman sosial
Piaget menemukan bahwa pengalaman sosial juga menjadi faktor terpenting dalam
perkembangan, tanpa pengalaman sosial seorang tidak akan mengalami perkembangan.
Pengalaman seseorang memberi kesempatan tambahan kepada para pelajar untuk mengetahui
skema mereka. Sebagaimana dengan pengalaman dalam dunia fisik, pengalaman
sosial/interaksi sosial berpengaruh terhadap dunia pendidikan.
f. Tahap-Tahap Perkembangan
Piaget mendeskripsikan tahapan perkembangan pada anak-anak berdasarkan perbedaan
umur dan kemampuan berpikir tentang dunia.
1) Tahap sensorimotor (0-2 TAHUN )
Pada tahap ini anak –anak menggunakan kapasitas sensori dan motor mereka untuk
menciptakan rasa memiliki dunia. Perkembangan yang di alami di dasarkan pada interaksi
secara fisik, seperti belajar membuat mainan boneka yang kalau kotaknya di buka maka
muncullah sesuatu dari lubangnya. Sensorimotor pada tahap ini memiliki kemampuan untuk
menirukan sesuatu. Namun ia tak dapat menyimpan sesuatu dari memorinya,
2) Tahap preoperational (2-7 tahun)
Tahap ini bercirikan dominasi persepsi. Seorang anak dapat mengklasifikasikan binatang
seperti anjing, klasifikasi ini muncul karena adanya aktifitas operasi mental pada diri anak.
Berpikir preoperational bercirikan lima aspek perkembangan:
Egnosentrisme, adalah ketidakmampuan menginterpretasikan sesuatu pandangan
dari seseorang. Perspektif anak lahir pada aspek ini, lahir dari akomodasi, pikiran
seorang akan mempertimbangkan perspektif-perspektif lain.
Centration, adalah kecenderungan untuk memusatkan pada aspek perceptual
terhadap suatu objek atau peristiwa.
Nontransformasi, adalah ketidakmampuan merekam secara rohaniah suatu proses
perubahan dari suatu keadaan ke keadaaan lain.
Irreversibility, adalah ketidaksanggupan mengikuti secara rohaniah ragam
pertimbangan untuk kembali ke permulaan.
Kekurangan alasan sistimatik, yaitu aspek dimana anak-anak menggunakan alasan
deduktif dan induktif tidak secara sistematis.
3) Tahap Operasional Kongkrit (7 – 11 tahun)
Pada tahap ini perkembangan ini anak-anak mengalami perkembangan yang signifikan
dalam berpikir tentang lingkungannya. Ciri dari tahap ini adalah kesanggupan berpikir
rasional tentang objek-objek kongkrit. Seriation dan klasifikasi, adalah dua operasional logis
yang berkembang selama dalam tahap ini. Seriation adalah kemampuan mengatur objek
menurut tingkatannya, panjangnya, beratnya, atau volumenya. Menurut penelitian Piaget,
tahap ini berlangsung sampai umur 7 atau 8 tahun. Klasifikasi adalah kemampuan
mengelompokkan objek-objek berdasarkan karakteristik umum.
4) Tahap Operational Formal (remaja sampai dewasa)
Tahap ini bercirikan kesanggupan berpikir rasional dan kesanggupan menyentuh kepada hal-
hal yang abstrak secara sistematis dan mengantisipasi akibatnya. Karakteristik berpikiran
formal menurut Flavel adalah:
Berpikir abstrak
Berpikir sistematis
Berpikir hipotesis dan deduktif
g. Teori Piaget (Aplikasi Di Ruangan)
Pengaruh Piaget dalam dunia pendidikan sangan meresap dimana para guru mendapatkan
kontribusi sebagaimana layaknya, hampir terlupakan bahwa pada saat tertentu antara guru dan
kurikulum memiliki perbedaan. Secara historis, pendidik pada masa dulu memusatkan pada hafalan
sebagai latihan untuk mental faculties. Pada masa kini, siswa dimotivasi untuk menghafal aturan-
aturan dan prosedurnya, seperti logaritma. Sekarang, para guru menerapkan teori Piaget,
pembelajaran dianggap sebagai sebuah aktivitas, proses konstruktif dimana siswa tidak dituntut
untuk menghafal per huruf.
Dalam teori Piaget, desain kurikulum berbeda dengan kurikulum masa lalu. Mata pelajaran
disajikan sesuai dengan pengalaman-pengalaman kongkrit, dilanjutkan dengan hal-hal yang lebih
abstrak dan ide-ide yang mendetail. Siswa tidal lagi dituntut untuk menghafal mata pelajaran.
h. Teori Piaget (Research Dan Kritik)
Research menunjukkan bahwa pendidik haruslah berhati-hati dalam menerapkan deskripsi
Piaget terhadap siswa atau kelas-kelas khusus. Siswa pada tingkat SMP mengalami kesulitan dalam
mengisolasi dan mengontrol variabel-variabel juga memecahkan masalah yang berhubungan dengan
pikiran formal.
Sebagaimana telah dijelaskan, Piaget berpengaruh besar terhadap perkembangan
pengajaran dan kurikulum. Namun penelitian terkini memberikan kritikan terhadap teori ini yaitu
sebagai berikut:
1) Research menunjukkan bahwa Piaget kemungkinan membolehkan penaksiran rendah terhadap
kemampuan anak-anak muda karena menggunakan direksi yang sangat abstrak dalam studi-
studinya.
2) Sejumlah peneliti meragukan validitas ide-ide Piaget tentang tahapan-tahapan perkembangan
yang mempengarahui tipe-tipe tugas.
3) Bagi Piaget, perbedaan karakteristik budaya disebabkan oleh pengalaman bahasa dan interaksi
antara satu dengan yang lain. Padahal kesemuanya tidaklah menjadikan budaya itu sempurna.
2. PROSES MENGAKSES INFORMASI
a. Pandangan Tentang Proses Pengembangan Informasi
Proses pengembangan informasi timbul dari kebutuhan untuk mendapatkan keterangan
yang lebih absah. Pendekatan proses informasi dalam perkembangan dimaksudkan untuk menguji
kemampuan anak mengagendakan serta menginfentaris informasi untuk dipikirkan dan dicarikan
jalan keluar.
b. Meta-Atensi : Perkembangan Strategi Atensi
Meta-atensi adalah kesadaran dan kontrol untuk atensi. Meta meliputi tindakan mematikan
bunyi radio karena mengganggu dalam belajar. Penelitian mengemukakan bahwa anak-anak yang
tua berbeda dengan anak-anak yang muda. Ada 3 cara yang mengakibatkan kurangnya
perkembangan ini:
Kesadaran akan peranan atensi dalam pembelajaran
Keinginan terhadap stimulus
Beratansi terhadap informasi-informasi penting
3. PANDANGAN LEV VYGOSTKY SEORANG PSIKOLOG RUSIA TENTANG
PERANAN AKTIFITAS BAHASA DAN INTERAKSI SOSIAL TERHADAP
PERKEMBANGAN
Sebuah pandangan sosiokultural Lev Vygotsky terhadap perkembangan :
1) Bahasa, sebuah wahana perkembangan dan alat untuk berpikir, Bahasa adalah pusat dari
teori perkembangan menurut Vygotsky. Bahasa memungkinkan seseorang belajar dari
orang lain dan memfasilitasi untuk memperoleh pengetahuan kemampuan
berbicara/berbahasa menjadikan seseorang mampu memikirkan lingkungan dan mampu
memecahkan masalah.
2) Bahasa, interaksi sosial dan aktivitas. Bahasa memiliki proporsi dalam perkembangan.
Bahasa memungkinkan seorang anak berinteraksi dengan masyarakat dan memulai proses
pertukaran budaya. Vygotsky meyakini bahwa budaya memiliki peranan penting dalam
perkembangan seseorang.
3) Bahasa, sebuah alat untuk refleksi diri dan regulasi diri. Fungsi bahasa adalah sebagai alat
komunikasi, refleksi diri dan regulasi.
Teori Vygotsky, penerapan-penerapan intruksional. Perkembangan dalam teori Vygotsky
menekankan urgensi dan signifikansi bahasa dalam pembelajaran yang terjadi dalam orientasi
aktivitas, dan situasi sosial.
a. Zona Perkembangan Proximal
Perkembangan proximal adalah tingkat profisiensi di luar apa yang dapat dilakukan sendiri
oleh anak dan representa rata-rata tugas yang harus diselesaikan dengan bantuan orang lain yang
lebih dewasa atau teman sebaya. Pada zona perkembangan ini, bantuan dibutuhkan untuk
mendapatkan kesuksesan.
Aplikasi perkembangan proximal dalam pengajaran meliputi taksiran dan seleksi terhadap
aktivitas pembelajaran dan penyediaan suppor instruksional untuk menolong siswa kearah
kesuksesan.
4. PENGARUH PEAGET DAN VYGOSTKY TERHADAP KONSTRUKTIVISME
a. Konstruktivisme: Sebuah Perkembangan Berdasarkan Pandangan Pengajaran dan
Pembelajaran
Pada pembahasan ini adalah mengenai perkembangan, pembelajaran, dan pengajaran akan
menciptakan sebuah revolusi. Konstruktivisme menekankan pada aktivitas pelajar yang merupakan
acuan dalam mengembangkan proses belajar mengajar.
Pandangan Piaget dan Vygotsky tentang konstruksi pengetahuan. Meskipun mereka tidak
bersepakat terhadap beberapa poin dengan konsep konstruktivisme, keduanya adalah constructivist.
Piaget lebih menekankan kepada kemampuan masing-masing individu dalam menciptakan
pengetahuan baru sedangkan Vygotsky memfokuskan pada transmisi alat pengetahuan yaitu budaya
dan bahasa.
b. Aplikasi Ide-ide Konstruktivisme dalam Pengajaran
Konstruktivisme adalah sebuah konsep yang hebat. Ia menolong para guru untuk memahami
dengan baik teori Piaget dan Vygotsky dan bagaimana penerapannya dalam ruangan.
Konstruktivisme memiliki implikasi penting dalam perkembangan dan pembelajaran. Ia
menyarankan kepada para guru untuk mendapatkan pengalaman, membimbing diskusi, dan
menanamkan pentingnya peranan sportivitas dalam proses pembentukan siswa. Pengajaran
didasarkan pada prinsip-prinsip constructivist untuk mendapatkan keahlian.
5. PERKEMBANGAN BAHASA DAN INTERDEPENDENSI SELURUH TOPIK
a. Perkembangan Bahasa
Bagi Piaget, interaksi sosial adalah salah satu tes keabsahan skema dan interaksi sosial dapat
terjadi walaupun tanpa bahasa. Bagi Vygotsky, bahasa adalah alat untuk berpikir dan bertindak.
Dengan kata lain, bahasa adalah inti dari teori yang dikemukakan oleh Vygotsky.
b. Teori Kemampuan Berbahasa
Psikolog yang melakukan studi terhadap pertumbuhan dan perkembangan bahasa pada
manusia memiliki perbedaan pandangan dalam melihat bagaimana cara memperoleh bahasa.
1) Teori Behavorist
Menurut Behaviorist, kemahiran berbahasa merupakan keahlian khusus manusia yang
didukung oleh alam/lingkungan. Perkembangan bahasa pada manusia tidak dapat
dilepaskan dari kemampuan diri dan interaksi sosial.
2) Teori kognitif sosial
Teori ini menekankan bahwa kemahiran berbahasa pada seorang anak diperoleh dari hasil
imitasi terhadap orang tuanya, dan pada saat dewasa kemahiran bahasanya diperkuat oleh
interaksi sosial. Kedua teori diatas, memiliki perasaan intuitif. Anak-anak kemugkinan
memperoleh bahasa melalui observasi dan pendengaran sesuatu yang berada diluar dari
dirinya
3) Teori psikolinguitik
Pada dasarnya seluruh manusia belajara berbicara. Meskipun beraneka ragam, bahasa
memiliki satu bentuk dasar seperti subjek kata kerja dalam struktur kalimat yang sudah
menguinfersal. Noam Chomsky (1972) bapak dari teori psikolingustik perkembangan
mengemukakan hipotesa bahwa anak-anak memiliki pembawaan kemampuan untuk
mempelajari sebuah bahasa baru. Menurutnya, LAD (language acquisition aevice) adalah
sebuah skil dalam diri anak-anak yang memungkinkan untuk memahami aturan-aturan
berbicara dan memanfaatkannya.
c. Sebuah Pandangan Konstruktifis terhadap Perkembangan Bahasa
Sebagaimana pemaparan sebelumnya, menurut vygotsky, bahasa adalah sentral
perkembangan kognitif. Bahasa mempasilitasi interaksi sosial dan menjadi wahana transmisi budaya
serta regulasi internal proses budaya.
Anak-anak menggunkan bahasa sebagai instrumen untuk berinteraksi dengan orang-orang
dewasa atau teman sebayanya oleh karenanya, orang dewasa harus menyesuaikan bahasa yang
dugunakannya ketika berkomunikasi dengan anak-anak. Orang dewasa harus lebih banyak
menggunakan kata-kata sederhana dan kalimat-kalimat pendek.
d. Tahap-Tahap Kemahiran Berbahasa
Anak-anak melalui beberapa tahap ketika belajar bericara dalam proses ini, mereka banyak
membuat kesalahan da bahasa yang dugunakannya tidak sesempurna bahasa yang dugunakan oleh
orang dewasa. Adapun tahap-thap kemahiran berbahasa sebagai berikut :
1) Bahasa permulaan atau menetapkan dasar
Belajar berbahasa pada mulanya dimulaia diatas ayunan. Interaksi kita denga dunia luar
menjadi dasar perkembangan bahasa Overgenaralization dan undergeneralization menjadi
dasar pijakan untuk melangkah kearah yang lebih jauh atau ketahap yang lebih tinggi atau
Overgenaralization terjadi ketika seorang anak menggunakan kata yang mengandung makna
luas. Sedangkan undergeneralization terjadi ketika sang anak menggunakan satu kata yang
menggunakan cakupanya sempit.
2) Fine-tuning bahasa
Selama umur 2 tahun, anak menguraikan dan fine-tuning pembicaraan yang dicopinya bentuk
present tens diuraikan untuk memasukkan bentuk-bentuk kata kerja sebagai berikut :
Present Progressif : I eating
past Regular : He looked
past ireguler : jimmy went
person irregular : she does it
3) Perkembangan yang lebih maju
Pada umur tiga tahun, seorang anak belajar menggunakan kalimat-kalimat yang lebih selektif
dan strategis. Subjek dan kata kerja dibalik untuk mengungkapkan pertanyaan, dan statemen
yang positif dimodifikasi untuk membentuk statmen negative. Contoh ; “he hit him”
dimodifikasi menjadi “he didn’t hit him” dan dibalik menjadi “Did he hit him ?”.
4) Kompleksitas berbahasa
Penggunaan gambar adalah salah satu proses pertumbuhan bahasa yang menjadikannya
makin sempurna dan menjadikan anak-anak dapat menggambarkan dan berpikir tentang
lingkungan.
e. Implikasi Instruksional Perkembangan Bahasa
Perkembangan bahasa adalah merupakan proses alamiah yang difasilitasi oleh kesempatan-
kesempatan memanfaatkan bahasa dalam aktivitas sehari-hari. Para guru dapat mengintruksikan
kepada para siswa untuk mengekspresikan dirinya secara verbal dan dalam bentuk tulisan ketika
mereka memecahkan persoalan dan menyelesaikan tugas-tugas akademik.
The Whole Languange
Pendekatan The Whole Languange untuk perkembangan pemberantasan buta
huruf dibentuk untuk menjadi sebuah jembatan antara berbicara dan menulis. Khususnya
pada level elementary. Berdasarkan pad aide “what I can think about”. What I can talk
about I can write. What i can read” (R. Allen, 1976.p.51)
Whole Languange (keseluruhan bahasa) memajukan skill kemampuan berbahasa
para siswa. Karakteristik Whole Languange dapat dikemukakan sebagai berikut :
Bahas digunakan untuk berpikir dan menggambarkan pengalaman
Bahasa digunakan untuk berkomunikasi dengan yang lain
Bahasa dipergunakan dalam kurikulum
TEORI PIAGET
PROSES MEMPEROLEH PENGETAHUAN MENURUT PIAGETOleh: Sri Hendrawati, M.Pd
Banyak sekali teori belajar yang menggambarkan bagaimana siswa belajar dan memperoleh pengetahuannya, salah satunya adalah teori kognitif Piaget. Piaget erupakan salah satu tokoh pendidikan yang sangat berjasa yang membantu pemahaman kita mengenai perkembangan kognitif terutama pada anak dan remaja. Piaget memang tidak mengkhususkan penelitiannya untuk perkembangan dunia pendidikan, namun hasil dari penelitiannya sangat relevan dan membantu kita dalam memahami perkembangan individu dalam aspek kognitif, bagaimana siswa memperoleh pengetahuan dan bagaimana siswa belajar.
Istilah kognitif berasal dari bahasa latin “cognoscre” yang berarti mengetahui (to
know). Dalam Peterson(1996,685), cognition berarti a general term for thought or intellectual
function. Cognition involves mental processes such as
perseptioning,reasoning,language,judgement and imagination.
Istilah kognitif ini erat kaitannya dengan konsep intelektual atau intelegensia. Claparede
dan Stern mendefinisikan intelegensia sebagai suatu adaptasi mental pada lingkungan baru
(Piaget,1981,halm.9 dalam Suparno,2001). Gardner (2003,hal.83) mengemukakan bahwa
intelegensia adalah potensi biopsikologis yang ditentukan oleh faktor genetik dan sifat-sifat
psikologinya, mulai dari kekuatan kognitifnya sampai dengan kecenderungan
kepribadiannya.
Untuk memahami teori perkembangan kognitif dari Jean Piaget, ada beberapa konsep
yang harus dipahami terlebih dahulu, yaitu :
a. Inteligensi
Piaget mengartikan intelegensia secara lebih luas dan tidak mendefinisikannya secara ketat.
Ia memberikan beberapa definisi yang umum yang lebih mengungkapkan orientasi biologis,
seperti yang terdapat dalam Suparno (2001,hal.19) :
Intelegensi adalah suatu contoh khusus adaptasi biologis …(Origin of Intelligence,hal.3-4)
Intelegensi adalah suatu bentuk ekuilibrium kearah mana semua struktur yang menghasilkan persepsi, kebiasaan, dan mekanisme sensori diarahkan… (Piaget,1981,halm.6)
Secara progressif, dapat dikatakan bahwa :
Inteligensi membentuk keadaan ekuilibrium kearah mana semua adaptasi sifat-sifat sensorimotor dan kognitif dan juga interaksi-interaksi asimilasi dan akomodasi antara organisme dan lingkungan mengacu (Piaget,1981).
b. Organisasi
Menunjuk pada tendensi semua spesies untuk mengadakan sistematisasi dan mengorganisasi
proses-proses mereka dalam sustu sistem yang koheren, baik secara fisis maupun psikologis
(Suparno,2003,hal.19). Contoh : bayi menggabungkan kemampuan melihat dan menjamah.
c. Skema
Schema is Piaget’s term for cognitive unit that coordinates related actions and perceptions
(Peterson,1996,hal.699). Skema adalah struktur mental seseorang dimana ia secara intelektual
beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Skema itu akan beradaptasi dan berubah selama
perkembangan kognitif seseorang. Skema bukanlah benda yang nyata yang dapat dilihat,
melainkan suatu rangkaian proses dalam sistem kesadaran seseorang. Skema tidak
mempunyai bentuk fisik dan tidak dapat dilihat. (Wadsworth,1989 dalam Suparno)
d. Asimilasi
Assimilation is Piaget’term for the incorporation of new information into an existing mental
category or schema(Peterson,1996,hal.684). asimilasi adalah proses kognitif dimana
seseorang mengintegrasikan persepsi,konsep atau pengalaman baru ke dalam skema atau pola
yang sudah ada di dalam fikirannya. Menurut Wadsworth dalam Suparno, asimilasi tidak
menyebabkan perubahan skemata, tetapi memperkembangkan skemata.
e. Akomodasi
Accomodation is Piaget’term for alteration of a thought process, or schema, to incorporate
new information (Peterson,1996,hal.683). Akomodasi adalah pembentukan skema baru atau
mengubah skema yang lama, hal ini terjadi karena dalam menghadapi
rangsangan/pengalaman baru, seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru
itu dengan skema yang telah ia miliki, hal ini terjadi karena pengalaman baru itu tidak cocok
dengan skema yang telah ada.
f. Ekuilibrasi
Equilibration is the act of achieving equilibrium.
Equilibrium is a state of harmony or stability. In Piaget’s theory, relative (or temporary)
equilibrium occurs whenever assimilation and accommodation are in balance with one
another (Peterson,1996;hal.689).
g. Adaptasi
Adaptation in Piaget’s theory consist of an interplay between the processes of assimilation
and accommodation (Peterson,1996;hal.683).
Istilah kognitif berasal dari bahasa latin “cognoscre” yang berarti mengetahui (to
know). Dalam Peterson(1996,685), cognition berarti a general term for thought or intellectual
function. Cognition involves mental processes such as
perseptioning,reasoning,language,judgement and imagination.
Istilah kognitif ini erat kaitannya dengan konsep intelektual atau intelegensia. Claparede
dan Stern mendefinisikan intelegensia sebagai suatu adaptasi mental pada lingkungan baru
(Piaget,1981,halm.9 dalam Suparno,2001). Gardner (2003,hal.83) mengemukakan bahwa
intelegensia adalah potensi biopsikologis yang ditentukan oleh faktor genetik dan sifat-sifat
psikologinya, mulai dari kekuatan kognitifnya sampai dengan kecenderungan kepribadiannya
Secara garis besar, Piaget mengelompokkan tahap-tahap perkembangan kognitif menjadi
empat tahap, yaitu : tahap sensorimotor, tahap praoperasi, tahap operasional konkret, dan
tahap operasional formal.
Tahap sensorimotor lebih ditandai dengan pemikiran berdasarkan tindakan inderawinya.
Tahap praoperasional diwarnai dengan mulai digiunakannya symbol-simbol untuk
menghadirkan suatu benda atau pemikiran, khususnya penggunaan bahasa. Tahap operasional
konkret ditandai dengan penggunaan aturan logis yang jelas. Tahap operasional formal
dicirikan dengan pemikiran abstrak, hipotesis, deduktif, serta induktif. Secara skematis,
keempat tahap itu dapat digambarkan sebagai berikut :
Skema Empat Tahap Perkembangan Kognitif Piaget
Tahap Umur Ciri Pokok PerkembanganSensorimotor 0-2 tahun * Berdasarkan tindakan
* Langkah demi langkahPraoperasional 2-7 tahun * Penggunaan symbol/bahasa tanda
* Konsep intuitifOperasional Konkret 8-11 tahun * Pakai aturan jelas/logis
* Reversibel dan kekekalanOperasi Formal 11 tahun
ke atas* Hipotesis* Abstrak* Deduktif dan induktif* Logis dan probabilitas
Sumber : Suparno,2003;hal.25
Tahap-tahap di atas saling berkaitan. Urutan tahap-tahap tidak dapat ditukar atau dibalik,
karena tahap sesudahnya mengandalkan terbentuknya tahap sebelumnya. Tetapi, tahun
terbentuknya tahap tersebut dapat berubah sesuai dengan situasi seseorang. Misalnya
seseorang dapat mulai tahap operasional formal pada usia 11 tahun, sedangkan ada juga
orang yang baru memasukinya pada usia 15 tahun.
Perbedaan pada tiap tahap sangatlah besar karena ada perbedaan kualitas pemikiran yang
lain. Meskipun demikian, unsur dari perkembangan sebelumnya tetapi tidak dibuang. Jadi,
ada kesinambungan dari tahap ke tahap, walaupun ada juga perbedaan yang sangat mencolok.
Proses Perkembangan Kognitif
1. Fase sensorimotor (usia 0 – 2 tahun)
Berlangsung dari kelahiran hingga usia 2 tahun. Dalam tahap ini pola kognitif anak masih
bersifat biologis yang berpusat pada fungsi-fungsi alat indra dan gerak, kemudian secara
bertahap berkembang menjadi kemampuan berinteraksi dengan lingkungan secara lebih tepat.
Pada masa 2 tahun kehidupannya, anak berinteraksi dengan dunia di sekitarnya, terutama
melalui aktivitas sensoris (melihat, meraba, merasa, mencium dan mendengar) dan
persepsinya terhadap gerakan fisik, dan aktivitas yang berkaitan dengan sensoris tersebut.
Koordinasi aktivitas ini disebut dengan istilah sensorimotor.
Fase sensorimotor dimulai dengan gerakan-gerakan refleks yang dimiliki anak sejak
dilahirkan. Pada masa ini, anak mulai membangun pemahamannya tentang lingkungan
melalui kegiatan sensorimotor, seperti menggenggam, mengisap, melihat, melempar dan
secara perlahan ia menyadari bahwa suatu benda tidak menyatu dengan lingkungannya, atau
dapat dipisahkan dari lingkungan di mana ia berada. Selanjutnya, ia mulai belajar bahwa
benda-benda memiliki sifat-sifat khusus. Anak telah mulai membangun pemahamannya
terhadap aspek-aspek kausalitas, bentuk, dan ukuran, sebagai pemahamannya terhadap
aktivitas sensorimotor yang dilakukannya.
Pada akhir usia dua tahun, anak sudah menguasai pola-pola sensorimotor yang bersifat
kompleks, seperti bagaimana cara mendapatkan benda yang diinginkannya, menggunakan
suatu benda dengan tujuan yang berbeda.kemampuan ini merupakan awal kemampuan
berpikir simbolis, yaitu kemampuan untuk memikirkan suatu objek tanpa kehadiran objek
tersbut secara empiris.
2. Fase praoperasional (usia 2 – 7 tahun)
Dalam tahapan ini pola berpikir anak sudah mulai berkembang kepada pola-pola berpikir
tertentu. Anak sudah mampu membuat logikanya sendiri meskipun masih bersifat primitif
dan kurang rasional. Pada tahap ini, anak-anak mulai melukiskan dunia dengan kata-kata dan
gambar-gambar.
Anak mulai menyadari bahwa pemahamannya tentang benda-benda di sekitarnya tidak
hanya dapat dilakukan melalui kegiatan sensorimotor, akan tetapi juga dapat dilakukan
melalui kegiatan bersifat simbolis. Kegiatan ini dapat berupa percakapan dan kegiatan
simbolis lainnya. Sabagaimana yang dikemukan oleh Santrock (2005) pemikiran operasional
juga mencakup transisi dari penggunaan simbol-simbol primitif kepada yang lebih maju. Fase
ini memberikan andil yang besar bagi perkembangan intelektual anak.
Fase ini merupakan masa permulaan bagi anak untuk membangun kemampuannya
dalam menyusun pikirannya. Oleh sebab itu, cara berpikir anak pada masa ini belum stabil
dan tidak terorganisasi secara baik. Fase ini dibagi ke dalam tiga subfase, yaitu subfase fungsi
simbolis, subfase berpikir secara egosentris, dan subfase berpikir secara intuitif.
Subfase fungsi simbolis (usia 2 – 4 tahun). Kemampuan unutk berpikir tentang objek dan
peristiwa walaupun objek tersbeut tidak hadir secara nyata di hadapan anak.
Subfase berpikir secara egosentris (usia 2 – 4 tahun). Ditandai oleh oleh ketidakmampuan
anak untuk memahami perspektif atau cara berpikir orang lain.
Subfase berpikr secara intuitif (usia 4 – 7 tahun). Kemampuan unutk menciptakan sesuatu,
seperti menggambar atau menyusun balok, akan tetapi tidak mengetahui alasan
melakukannya. Artinya, anak belum memiki kemampuan berpikir kritis tentang apa yang ada
di balik suatu kejadian.
3. Fase operasional konkret (usia 7 – 12 tahun)
Ditandai dengan anak mulai berpikir secara logis, dengan syarat, objek yang menjadi
sumber berpikir logis tersebut hadir secara konkret. Kemampuan berpikir logis ini terwujud
dalam kemampuan mengklasifikasikan objek sesuai dengan klasifikasinya, mengurutkan
benda sesuai dengan tata urutannya, kemampuan untk memahami cara pandang orang lain,
dan kemampuan berpikir secara deduktif. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh
Peterson (1996: 223) ”...This is the acquisition to concrete operational thought, leading to
the organisation of the child’s ideas about physical, logical and social problems into
paterned grouping of mental operations”. Menurut Piaget dalam Peterson (1996: 223) fase
ini terbagi empat yaitu closure, reversibility, associativity, and identity.
4. Fase operasional formal (usia 12 tahun sampai usia dewasa)
Fase ini ditandai oleh perpindahan dari cara berpikir konkret ke abstrak. Kemampuan
berpikir abstrak dapat dilihat dari kemampuan mengemukakan ide-ide, memprediksi kejadian
yang akan terjadi, dan melakukan proses berpikir ilmiah, yaitu mengemukakan hipotesis dan
menentukan cara untuk membuktikan kebenaran hipotesis tersebut.
Pada tahap ini anak juga sudah mampu berpikir secara sistematik, mampu memikirkan
semua kemungkinan secara sistematik untuk memecahkan permasalahan. Menurut Adams
dan Gullota (1983) dalam Desmita (2006 : 196), kemampuan untuk mengapresiasikan
hubungan antara kenyataan dan kemungkinan, kombinasi penalaran dan hipotesis deduktif,
dimaksudkan sebagai aspek-aspek struktural dari pemikiran yang muncul bersamaan dengan
pemikiran formal pada semua tugas.
Menurut Piaget perkembangan pemikiran operasional formal berlangsung pada usia
11 sampai 15 tahun. Pemikiran operasional formal lebih abstrak daripada pemikiran seorang
anak, remaja tidak terbatas pada pengalaman konkret actual sebagai dasar pemikiran.
Sebaliknya mereka sudah membangkitkan situasi-situasi khayalan-khayalan, kemungkinan-
kemungkinan hipotesis atau dalil-dalil dan penalaran yang benar-benar abstrak (Santrock,
2002: 10).
Berpikir operasional formal mempunyai dua sifat yang penting yaitu: sifat deduktif-
induktif hipotesis dan sifatberpikir operasional juga kombinatoris. Jadi dengan berpikir
operasional formal memungkinkan orang lain mempunyai tingkah laku problem solving yang
betul-betul ilmiah serta memungkinkan untuk mengadakan hipotesis dengan variable-variabel
yang mungkin ada. Berpikir abstrak atau formal operation merupakan cara berpikir yang
bertalian dengan hal-hal yang tidak dilihat dan kejadian-kejadian yang tidak langsung
dihayati.
a. Sifat Deduktif Hipotesis
Dalam menyelesaikan suatu masalah seorang akan mengawalinya dengan pemikiran teoritik.
Ia menganalisis masalah dan mengajukan cara-cara penyelesaian hipotesis yang mungkin.
Pada dasarnya pengajuan hipotesis itu menggunakan cara berpikir induktif di samping
deduktif, oleh sebab itu dari sifat analisis yang ia lakukan, ia dapat membuat suatu strategi
penyelesaian. Analisis teoritik ini dapat dilakukan secara verbal. Anak lalu mengajukan
pendapat-pendapat atau prediksi tertentu, yang juga disebut proporsi-proporsi, kemudian
mencari hubungan antara proporsi yang berbeda-beda tadi. Berhubungan dengan itu maka
berpikir operasional juga disebut proposisional.
b. Berpikir Operasional juga berpikir Kombinatoris
Sifat ini merupakan kelengkapan sifat yang pertama dan berhubungan dengan cara
bagaimana melakukan analisis. Misalnya anak diberi lima buah gelas berisi cairan tertentu.
Suatu kombinasi cairan ini membuat cairan tadi berubah warna. Anak diminta untuk mencari
kombinasi ini.
Anak yang berpikir operasional formal, lebih dahulu secara teoritik membuat
matriknya mengenai segala macam kombinasi yang mungkin, kemudian secara sistematik
mencoba mengisi setiap sel matriks tersebut secara empiris. Bila ia mencapai penyelesaian
yang betul, maka ia juga akan segera mereproduksi.
Jadi, dengan berpikir operasional formal memungkinkan orang untuk mempunyai
tingkah laku problem solving yang betul-betul ilmiah, serta memungkinkan untuk
mengadakan pengujian hipotesis dengan variable-variabel tergantung yang mungkin ada.
Berpikir abstrak atau formal operation ini merupakan cara berpikir yang bertalian dengan hal-
hal yang tidak dilihat dan kejadian-kejadian yang tidak langsung dihayati.
Cara berpikir terlepas dari tempat dan waktu, dengan cara hipotesis, deduktif yang
sistematis, tidak selalu dicapai oleh semua remaja. Tercapai atau tidak tercapainya cara
berpikir ini tergantung juga pada tingkat intelegensi dan kebudayaan sekitarnya. Seorang
remaja yang dengan kemampuan intelegensi terletak di bawah normal atau nilai IQnya
kurang dari 90 % tidak akan mencapai taraf berpikir abstrak. Seorang dengan kemampuan
berpikir normal tetapi hidup dalam lingkungan atau kebudayaan yang tidak merangsang cara
berpikir, misalnya tidak adanya kesempatan untuk menambah pengetahuan, pergi ke sekolah
tetapi tidak adanya fasilitas yang dibutuhkan, maka ia sampai dewasa pun tidak akan sampai
pada taraf berpikir abstrak. (Sunarto, 2002 : 104-105)
Pemikiran opersional formal lebih abstrak, idealistis dan logis daripada pemikiran
operasional kongkret. Piaget yakin bahwa remaja semakin mampu menggunakan pemikiran
deduktif hipotesis. Secara umum karakteristik pemikiran operasional formal yang penting
adala
1. Kesadaran bahwa realitas adalah hanya kasus tertentu yang mungkin terjadi.2. Kemampuan untuk menghasilkan secara sistematis dan menguji hipotesis, termasuk
dalalm mengkombinasikan beberapa variable yang mungkin dapat dikombinasikan.3. Menggunakan metode ilmiah untuk memisahkan dan mengendalikan variable.4. Pemahaman secara logis terhadap sesuatu yang tidak dapat diraba (tidak nyata) dan
konsep yang multi dimensi.5. Koordinasi operasional logika matematika tentang negasi dan hubungan timbal balik.6. Pemahaman tentang proporsionalitas, sekaligus menghubungkan pikiran dengan
pecahan, persamaan, probabilitas (kemungkinan) dan korelasi. (Candida Peterson, 1996: 387)
Setelah pendapat ini berkembang beberapa tahun, muncul beberapa gagasan yang
mulai meragukan pendapat Piaget tentang pemikiran operasional formal ini. Menurut mereka
yang menentang, tidak semua anak dapat mencapai tahap pemikiran operasional formal
ketika mereka mencapai usia remaja, bahkan sampai dewasa pun mereka belum mampu
mencapai tahap pemikiran ini.
Kemudian Piaget merevisi teorinya dengan menyatakan bahwa seorang anak dapat
mencapai tahapan berpikir operasional formal ketika mereka hidup di dalam lingkungan dan
kebudayaan yang dapat merangsang kemampuan berpikir mereka. (Candida Peterson, 1996:
388)
Sehubungan dengan tahap-tahap perkembangan kognitif yang diuraikan di atas, Piaget
dalam (Nasution, 1992:57) menjelaskan bahwa, urutan tahapan perkembangan kognitif anak
tidak pernah berubah, hanya saja ada beberapa anak yang mampu melewati tahapan itu lebih
cepat daripada anak-anak yang lain.
Piaget menjelaskan bahwa ada berbagai macam hal yang mempengaruhi
perkembangan kognitif seseorang. Kematangan organis, sistem saraf, dan fisik seseorang
mempunyai pengaruh dalam perkembangan intelektualnya. Pengalaman dan berbagai macam
latihan juga menunjang perkembangan pemikiran seorang anak, demikian pula halnya dengan
interaksi social yang tidak kalah pentingnya dalam membantu pemahaman siswa terhadap
suatu konsep atau bahan belajar.
Piaget menekankan hal terpenting dalam perkembangan kognitif , yaitu bagaimana
seseorang dapat mengembangkan self-regulasinya untuk mencapai suatu ekuilibrasi dalam
proses pemikirannya. Self-regulasi ini didapatkan melalui proses asimilasi dan akomodasi
yang terus menerus, berkesinambungan, terhadap lingkungan dan masalah yang dihadapi oleh
seorang anak. Dalam proses itulah, seseorang senantiasa ditantang untuk selalu
mengembangkan pemikirannya, dan dengan demikian, berkembang pulalah pengetahuannya.
Sehubungan dengan proses asimilasi dan akomodasi ini, Nasution (1992: 55)
berpendapat bahwa: “Apabila pada anak hanya dihadapkan informasi dan pengalaman yang
dapat diasimilasikan dengan mudah, tidak akan terjadi akomodasi dan perkembangan anak
pun akan terhambat. Dilain pihak akomodasi pun tidak akan terjadi apabila pengalaman yang
terlalu asing bagi anak, sehingga anak pun tidak dapat memahaminya”.
Terkait dengan asimilasi dan akomodasi, itu Like Kagan, Jean Piaget dalam Peterson
(1996: 131) menyatakan bahwa “conceptualised infant mental development as a process of
building up mental constructs, image and schemata through assimilation, or altering existing
ideas to make them concistent with new information trhought acomodation”.
Piaget membedakan dua pengertian tentang belajar, yaitu belajar dalam arti sempit
dan belajar dalam arti luas (Ginsburg & Opper,1988). Belajar dalam arti sempit adalah
belajar yang hanya menekankan perolehan informasi baru dan pertambahan. Belajar itu
disebut belajar figurative, suatu bentuk belajar yang pasif. Contohnya, seorang anak
menghafalkan perkalian bilangan. Belajar dalam arti luas adalah belajar untuk memperoleh
dan menemukan struktur pemikiran yang lebih umum yang daopat digunakan pada berbagai
situasi. Belajar ini disebut juga belajar operative. Contohnya anak mengerti tentang
kekekalan massa suatu benda. Dalam hal ini anak mengetahui suatu struktur yang lebih luas
yang tidak terbatas pada situasi tertentu, sehingga pengertian ini dapat digunakan dalam
situasi yang lain.
Menurut Wadsworth (dalam Suparno,2003,141) mengingat dan menghafal tidak
dianggap sebagai belajar yang sesungguhnya karena kegiatan tersebut tidak memasukkan
proses asimilasi dan pemahaman.
Piaget berpendapat, bahwa pengetahuan itu dibentuk sendiri oleh murid dalam
berhadapan dengan lingkungan atau objek yang sedang dipelajarinya. Oleh karena itu,
kegiatan murid dalam membentuk pengetahuannya sendiri menjadi hal yang sangat penting
dalam sistem piaget. Proses balajar harus membantu dan memungkinkan murid aktif
mengkonstruksi pengetahuannya. Dalam hal ini, penekanan pembelajaran aktif terletak pada
kebutuhan dan kemampuan siswa atau student centre bukan teacher centre.
Piaget membedakan tiga macam pengetahuan, yaitu pengetahuan fisis, matematis-
logis, dan sosial. Ketiga pengetahuan itu dibentuk oleh tindakan murid terhadap pengalaman
fisik dan sosial. Pengetahuan fisik dikonstruksi melalui tindakan murid kepada objek fisik
secara langsung. Pengetahuan matematis-logis dibentuk dengan tindakan murid terhadap
objek secara tidak langsung, yaitu dengan pemikiran operatif. Pengetahuan social dibentuk
oleh pengalaman murid berinteraksi dengan lingkungan social dan orang banyak.
Pengetahuan-pengetahuan itu tidak bisa ditransfer melalui kata atau symbol, melainkan hanya
dapat diperoleh melalui tindakan dan pengalaman. Oleh sebab itu, dalam pembelajaran IPA,
IPS dan Matematika di SD perlu menggunakan media pembelajaran yang bervariasi yang
mendorong siswa berinteraksi langsung dengan objek yang dipelajarinya.
Menurut Piaget, seorang anak mempunyai cara berfikir yang berbeda secara kualitatif
dengan ornag dewasa dalam melihat dan mempelajari realitas. Oleh karena itu dalam proses
pembelajaran, guru seyogyanyalah memahami cara berfikir murid dalam memandang suatu
objek yang dipelajarinya. Guru hendaknya menyediakan bahan belajar yang sesuai dengan
taraf perkembangan kognitif anak agar dapat memudahkan mereka menuntaskan materi
pelajaran yang diberikan dan lebih berhasil dalam membentuk konstruksi pengetahuan dalam
fikiran anak tersebut.
Anak dapat mengkonstruksi pengetahuannya dengan baik, jika ia diberi peluang untuk
dapat aktif berinteraksi dalam pembelajaran, baik dengan guru, media pengajaran, lingkungan
sosial, dan sebagainya. Dengan belajar secara aktif, anak dapat mengolah bahan belajar,
bertanya secara aktif, dan mencerna bahan dengan kritis, sehingga mampu memecahkan
permasalahan, membuat kesimpulan dan bahkan merumuskan suatu rumusan menggunakan
kata-kata sendiri. Peran guru sebagai fasilitator, dan motivator sangat penting bagi
keberhasilan anak dalam mengkonstruksi pengetahuannya (Jacob,1981), dan guru bukanlah
sebagai pentransfer ilmu pengetahuan semata..
Dalam rangka menemukan dan membangun pengetahuannya, murid hendaknya diberi
keleluasaan untuk mengungkapkan gagasannya, pemikirannya, dan rasa keingintahuannya
akan objek belajar yang dipelajarinya, baik secara lisan dan tulisan. Guru hendaknya menjadi
jembatan antara anak dengan pengetahuan untuk meminimalkan terjadinya miskonsepsi anak
terhadap suatu konsep atau materi pelajaran.
Piaget mengemukakan bahwa ada dua hal yang dapat menjadi motivasi intrinsik
dalam diri seseorang, yaitu : adanya proses asimilasi dan adanya situasi konflik yang
merangsang seseorang melakukan akomodasi. Tindakan asimilasi ini akan menghubungkan
pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang dengan hal baru yang sedang dipelajari atau
ditemukannya. Agar proses adaptasi dan asimilasi ini berjalan baik, diperlukan kegiatan
pengulangan dalam suatu latihan atau praktik. Pengetahuan baru yang telah dikonstruksikan
perlu dilatih dengan pengulangan agar semakin bermakna bagi dirinya.
Sementara itu, keadaan konflik diperlukan untuk merangsang sseseorang mengadakan
akomodasi atau perubahan pengetahuan. Guru dalam hal ini memerlukan tanda-tanda konflik
dan tahu bagaimana menciptakan konflik agar murid tertantang secara kognitif untuk
mengubah dan mengembangkan pengetahuannya (Jacob,1981). Contohnya adalah peristiwa
anomaly air, siswa dapat mengalami kebingungan dihadapkan dengan peristiwa yang
bertentangan dengan apa yang telah dibangun di dalam fikirannya bahwa air mendidih pada
suhu 1000 C.
Piaget juga mengemukakan bahwa perkembangan kognitif anak juga tergantung pada
interaksi unsure-unsur lain, seperti kematangan diri dan transmisis social. Oleh karena itu
dalam lingkungan sekolah, perlu diperhatikan tingkat kematangan murid untuk menangkap
pelajaran dan bagaimana mereka berinteraksi dalam lingkungan social mereka, seperti
pertemanan. Tidak ada salahnya guru mendatangkan nara sumber lain yang merupakan ahli
di bidangnya untuk memperkuat konsep yang dimiliki oleh siswa.
Secara agak khusus, Piaget banyak berbicara tentang pengajaran matematika. Piaget
menyarankan agar dalam pengajaran matematika untuk murid, terlebih sebelum tahap
operasional formal, lebih ditekankan pada aktifitas, pengalaman, dan penggunaan metode
aktif (Piaget,1972 dalam Suparno). Pengajaran matematika hendaknya dimulai dengan
memperkenalkan konsep yang konkret menuju ke yang abstrak. Bagi orang dewasa,
pengajaran matematika dengan metode ceramah, masih mungkin dilakukan, namun untuk
anak-anak, sebaiknya pengajaran matematika tidak boleh mengabaikan aktivitas pengamatan
dan interaksi langsung antara siswa dengan objek yang diamatinya.
Terkadang dapat dijumpai ada anak yang belum paham benar tentang suatu konsep
matematika namun dapat menggunakan rumusnya untuk menyelesaikan masalah, menurut
Piaget, hal ini kurang baik, mengingat konsep tersebut seharusnya tetap dikuasai anak secara
menyeluruh dan anak memahami benar tentang konsep tersebut. Di sinilah peran latihan
menjadi sangat penting.
Seorang pendidik harus mengetahui dan memahami perkembangan intelektual
individu pada masing-masing tahapan perkembangan. Anak berbeda dengan orang dewasa
dalam memperoleh pengetahuan. Oleh karena itu, dalam proses pendidikan dan pengajaran
seorang pendidik harus memusatkan pengajaran pada anak, dengan mempertimbangkan
tahapan perkembangan kognitif anak.
1. Aktivitas di dalam proses belajar mengajar hendaknya ditekankan pada pengembangan
struktur kognitif, melalui pemberian kesempatan pada anak untuk memperoleh pembelajaran
yang sesuai dengan pembelajaran terpadu dan mengandung makna yang dikaitkan dengan
pengembangan dasar-dasar pengetahuan.
2. Memulai kegiatan dengan membuat konflik dalam pikiran anak.
3. Memberikan kesempatan pada anak untuk melakukan berbagai kegiatan yang dapat
mengembangkan kemampuan kognitifnya
4. Melakukan tanya jawab yang dapat mendorong anak untuk berpikir dan mengemukakan
pikirannya.
5. Informasi dan pengalaman yang baru diberikan hendaknya dikaitkan dengan informasi dan
pengalaman yang telah mereka miliki agar tidak menghambat proses asimilasi dan akomodasi
anak.
Menurut Gage dan Berliner dalam Nurihsan (2007: 140-141), implikasi perkembangan
kognitif sangat penting bagi pengembangan sistem dan praktek pendidikan, sehinggga
pendidik seyogyanya mampu untuk melaksanakan hal-hal berikut yaitu intellectual empathy,
using concrete objects, using inductive approach, sequency instruction, taking amount of fit
of new experience, applying student self-regulation principles, and developing cognitive
values of interaction.