cara membuat mind map

Upload: diya-andromeda

Post on 17-Jul-2015

590 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

10

BAB II STUDI LITERATUR

A. Metode Pembelajaran Secara etimologi, metode berarti cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang telah ditentukan (Depdikbud, 1996: 580-581). Ditinjau dari segi terminologi metode pembelajaran pada dasarnya merupakan cara yang digunakan dalam proses pembelajaran yang bertujuan untuk mempermudah pencapaian tujuan pendidikan yang diinginkan. Lebih lanjut menurut Checep (2008: 2) Metode pembelajaran adalah prosedur, urutan, langkah-langkah, dan cara yang digunakan guru dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Dapat dikatakan bahwa metode pembelajaran merupakan jabaran dari pendekatan. Dapat pula dikatakan bahwa metode adalah prosedur pembelajaran yang difokuskan ke pencapaian tujuan. Pada dasarnya metode mempunyai peranan yang sangat besar dalam sebuah proses pembelajaran. Apabila proses pendidikan itu tidak menggunakan metode yang tepat, maka akan sulit untuk dapat mengharapkan hasil yang maksimal. Lewat metode yang digunakan akan dapat diprediksi dan dianalisis sampai sejauh mana keberhasilan sebuah proses. Namun mengacu pada pernyataan Nisbet (Suherman dkk, 2003: 81) bahwa Tak ada cara tunggal yang tepat untuk belajar dan tak ada cara terbaik untuk mengajar. Hal ini berarti masing-masing individu akan memilih cara dan gayanya

10

11

sendiri untuk belajar dan untuk mengajar, sehingga dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa gurulah yang mempunyai peranan penting dalam memilih cara penyampaian materi dalam proses pembelajaran.

B. Mind Mapping Mind merupakan gagasan berbagai imajinasi. Mind merupakan suatu keadaan yang timbul bila otak (brain) hidup dan sedang bekerja (Taufik Bahaudin dalam Rostikawati, 2007). Dilihat dari kata yang membentuknya, mind mapping adalah pemetaan pikiran. Menurut Buzan (2008: 4) mind mapping adalah cara mencatat yang kreatif, efektif, dan secara harfiah akan memetakan pikiran-pikiran kita dengan sangat sederhana. Kita bisa membandingkan mind mapping dengan peta kota dimana pusat kota adalah pusat mind mapping. Lebih lanjut dalam penelitiannya, Dvorsky (2008: 1) menyatakan Mind mapping is a method of note taking that utilizes diagrams which are used to represent words, ides, tasks or other items linked to and arranged radially around a central key word or ide. Mind maps can be used to generate, visualize, structure and classify ides. Theyre also used as an aid in study, organization, problem solving, decision making and writing. Sejalan dengan beberapa pernyataan dari beberapa ahli, Ornstein (Rose, Colin dan Nicholl, 2002: 136) menyatakan bahwa proses berpikir adalah kombinasi kompleks kata, gambar, skenario, warna, suara serta musik. Hal ini tentunya mendukung gagasan bahwa proses menyajikan pelajaran dengan mind mapping mendekati proses alamiah berpikir, sehingga siswa akan lebih mudah memahami pelajaran.

11

12

Dilihat dari perbedaan antara mind mapping dengan catatan biasa, Iwan Sugiarto (Rostikawati, 2007) mengatakan bahwa mind mapping adalah teknik meringkas bahan yang akan dipelajari dan memproyeksikan masalah yang dihadapi ke dalam bentuk peta atau teknik grafik sehingga lebih mudah untuk dipahami. Lebih lanjut, Bobbi de Porter dan Hernacki (1999: 153) menjelaskan bahwa peta pikiran merupakan teknik pemanfaatan keseluruhan otak dengan menggunakan citra visual dan prasarana grafis lainnya untuk membentuk suatu kesan yang lebih dalam. Dari beberapa pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa mind mapping merupakan teknik visualisasi verbal ke dalam gambar dengan keterhubungan dan kreatifitas sehingga dapat meningkatkan daya ingat dan komunikasi seseorang. Mind mapping (peta pikiran) pada awalnya dikembangkan oleh Toni Buzan, Kepala Brain Foundation pada tahun 1970-an dengan mendasarkan pada riset tentang cara kerja otak (Bobbi de Porter dan Hernacki, 1999: 152). Menurut Buzan (2008: 41), ketika otak mulai berevolusi sekitar 500 juta tahun yang lalu, otak berkembang dari depan ke belakang dengan urutan sebagai berikut: 1. Batang otak untuk mengendalikan fungsi-fungsi kehidupan seperti bernapas dan serta laju denyut jantung. 2. Serebelum atau otak kecil mengendalikan ruang tubuh dalam ruang dan menyimpan ingatan untuk respon dasar yang dipelajari. 3. Sistem limbik yang penting untuk pembelajaran dan ingatan jangka pendek serta menjaga homeostatis dalam tubuh.

12

13

4. Serebrum atau korteks serebral yang lebih dikenal dengan sebutan otak kiri dan otak kanan yang bertanggung jawab atas ingatan, pemahaman, komunikasi, pembuatan keputusan dan merupakan bagian yang

memungkinkan kita membuat mind mapping. Lebih lanjut mengenai studi tentang otak, otak kita seringkali mengingat informasi dalam bentuk gambar-gambar, simbol-simbol, suara, citra, bunyi dan perasaan sehingga informasi yang keluar satu persatu dihubungkan oleh logika, diatur oleh bahasa dan menghasilkan arti yang dipahami (Bobbi de Porter dan Hernacki, 1999: 152). Sejalan dengan penelitian tersebut, mind mapping menirukan proses berpikir di dalam otak, kita merekam informasi melalui simbol, gambar, arti emosional dan dengan warna, persis seperti cara otak memrosesnya (Buzan, 2008: 5). Karena peta pikiran melibatkan kedua belah otak, maka dapat mengingat informasi dengan lebih mudah. Inilah pendekatan keseluruhan otak yang dapat membuat catatan yang menyeluruh dalam satu halaman. Dengan menggunakan pendekatan citra visual dan perangkat grafis lainnya, peta pikiran akan memberikan kesan yang lebih mendalam. Dari pemaparan di atas, tentunya mind mapping mempunyai perbedaan dengan catatan biasa. Berikut ini disajikan perbedaan antara catatan tradisioanl (catatan biasa) dengan catatan pemetaan pikiran (mind mapping). Tabel 2.1 Perbedaan Catatan Biasa dan Mind Maping No 1 2 3 Catatan Biasa Hanya berupa tulisan - tulisan saja Hanya dalam satu warna Untuk mengkaji ulang memerlukan waktu yang lama13

Peta Pikiran berupa tulisan, simbol dan gambar berwarna-warni Untuk mengkaji ulang diperlukan waktu yang pendek

14

4 5

Waktu yang diperlukan belajar lebih lama Statis

untuk Waktu yang diperlukan untuk belajar lebih cepat dan efektif Kreatif

Sumber: (Iwan Sugiarto dalam rostikawati, 2007)

Jaringan konsep yang digambar dalam peta pikiran menjadikan proses belajar menjadi lebih bermakna karena pengetahuan atau informasi baru dengan pengetahuan terstruktur yang telah dimilki siswa menjadi berhubungan sehingga lebih mudah terserap oleh siswa. Siswa mengerti keterikatan antar konsep yang akan dipelajari dan akan lebih mudah dalam merangkum materi di akhir sesi pembelajaran. Daya ingat siswa akan menjadi lebih kuat dan siswa akan lebih mudah untuk mengaplikasikan konsep-konsep yang telah dipelajari. Bisa dikatakan bahwa metode mind mapping membantu siswa dalam memahami materi dalam pembelajaran sehingga siswa terbiasa mengomunikasikan ide-ide cemerlang mereka. Peta pikiran memadukan dan mengembangkan potensi kerja otak yang terdapat di dalam diri seseorang. Dengan adanya keterlibatan kedua belahan otak, maka akan memudahkan seseorang untuk mengatur dan mengingat segala bentuk informasi, baik secara tertulis maupun secara verbal. Adanya kombinasi warna, simbol, bentuk dan sebagainya memudahkan otak dalam menyerap informasi yang diterima. Peta pikiran yang dibuat oleh siswa dapat bervariasi setiap hari. Hal ini disebabkan karena perbedaan emosi dan perasaan yang terdapat dalam diri siswa setiap harinya. Suasana menyenangkan yang diperoleh siswa ketika berada di

14

15

ruang kelas pada saat proses belajar akan sangat mempengaruhi penciptaan peta pikiran. Sehingga peran guru dalam proses belajar menjadi sangat penting yaitu untuk menciptakan suasana yang dapat mendukung kondisi belajar siswa terutama dalam proses pembuatan mind mapping. Berikut ini merupakan cara membuat mind mapping dalam bentuk gambar.

Gambar 2.1 Cara membuat mind mapping dalam bentuk gambar Berikut ini merupakan penjelasan dari gambar 2.1: 1. Pada garis yang berjudul PAPER, mulailah di bagian tengah kertas kosong dengan gambar berwarna untuk merepresentasikan subjek anda.

15

16

2. Pada garis yang berjudul USE, gunakan kata-kata dan gambar-gambar dalam peta pikiran anda. Sebaiknya digunakan kata-kata kunci tunggal yang ditulis di sepanjang garis. Setiap kata atau gambar mempunyai garis masing-masing. 3. Pada garis yang berjudul LINE, garis-garis menunjukkan hubungan antar ide secara jelas. Buatlah garis-garis tersebut mengalir dan organik, setiap garis sama panjangnya dengan kata atau gambar yang ada. Selalu pastikan bahwa garis-garis berhubungan dengan ujung level sebelumnya. Biasanya garis-garis yang berada di bagian tengah akan lebih tebal daripada garis-garis yang mengarah ke luar. 4. Pada garis yang berjudul STYLE, bereksperimenlah dengan berbagai cara dalam menyambungkan dan menegaskan aspek-aspek yang berbeda. Gunakanlah stabillo, kode-kode, anak panah sebagaimana diperlukan 5. Pada garis yang berjudul STRUCTURE, struktur yang terbentuk akan berupa hirarki yang radian/mencolok/bersinar. Ide-ide terpancar dan mengalir dari tema pusat dan cabang-cabang utama. Agar lebih jelas mengenai cara pembuatan mind mapping, menurut Rose dan Nicholl (2002: 139) cara membuat mind mapping adalah sebagai berikut 1. Di tengah kertas, buatlah lingkaran atau bentuk lain yang menarik untuk menempatkan gagasan utamanya 2. Tambahkan sebuah cabang dari pusatnya untuk tiap-tiap poin kunci 3. Tuliskan kata kunci pada tiap-tiap cabang, kembangkan untuk menambah detail-detail 4. Tambahkan simbol dan ilustrasi

16

17

5. Tulislah secara rapi dengan menggunakan huruf KAPITAL 6. Tuliskan gagasan-gagasan penting dengan huruf yang lebih besar 7. Garis bawahi kata-kata itu dan gunakan huruf tebal 8. Bersikap kreatif dan berani mendesain karena otak kita lebih mudah mengingat hal yang tidak biasa. 9. Buat peta pikiran secara horizontal untuk memperbesar ruang bagi pekerjaan kita. Peta pikiran sangat bermanfaat untuk memahami materi, terutama materi yang diberikan secara verbal. Mind mapping bertujuan membuat materi pelajaran terpola secara visual dan grafis yang pada akhirnya dapat membantu merekam, memperkuat, dan mengingat kembali informasi yang telah dipelajari (Jensen dalam Rostikawati, 2007). Lebih lanjut, Buzan (2008: 6) menyatakan bahwa mind mapping dapat membantu kita dalam merencanakan, berkomunikasi, menjadi lebih kreatif, belajar lebih cepat dan efisien, Sejalan dengan pernyataan Buzan, Bobbi de Porter dan Hernacki (1999: 172) mengungkapkan bahwa manfaat mind mapping adalah: 1. Fleksibel Apabila ingin menambahkan dalam rangkuman atau perencanaan suatu hal,maka tinggal menambahkan cabang lain di tempat yang sesuai. 2. Memusatkan Perhatian Seperti yang terlihat pada gambar cara pembuatan mind mapping, hanya gagasan utama yang ditulis sehingga pikiran dapat terfokus pada gagasangagasannya saja.

17

18

3. Meningkatkan pemahaman Ketika sedang membaca atau meninjau ulang catatan yang telah dibuat, pemahaman akan meningkat karena adanya keterkaitan antar konsep yang telah dipelajari sebagaimana tertuang dalam gambar mind mapping. Dalam bukunya Cracking Creativity, Michalko (Buzan, 2008: 6) berpendapat bahwa mind mapping dapat membantu dalam mengaktifkan seluruh otak, memberikan gambaran yang jelas pada keseluruhan pokok bahasan sehingga dapat berfokus pada pokok bahasan tersebut, membantu menunjukkan hubungan antar konsep sehingga dapat mengelompokkan konsep dan membandingkannya.

C. Cooperative Learning Menurut Roger dan Johnson (1988: 34) salah satu aspek yang sering dilupakan dalam pengajaran adalah bagaimana siswa berinteraksi antara satu dengan yang lain. Banyak pelatihan yang lebih berfokus untuk membantu guru mengatur hubungan yang tepat antara siswa dengan materi pembelajaran (contoh: buku teks, program kurikulum, dll) dan juga untuk membantu bagaimana guru berinteraksi dengan siswa, namun interaksi antara siswa dengan siswa yang lain adalah salah satu aspek yang sering terabaikan. Hal ini seharusnya tidak boleh terjadi dan model pembelajaran cooperative learning mampu mengatasi hal ini karena cooperative learning merupakan suatu model pembelajaran yang diatur secara sistematis mengelompokkan siswa agar tercipta pembelajaran yang efektif serta dapat mengintegrasikan keterampilan sosial siswa yang bermuatan akademis. Dalam cooperative learning, siswa dibagi dalam kelompok kecil yang

18

19

saling bekerja sama untuk menyelesaikan suatu masalah atau suatu tugas dalam mencapai tujuan bersama (Suherman dkk, 2003: 260). Cooperative learning berbeda dengan pengajaran tradisional karena siswa bekerjasama dan bukannya bersaing antara satu dengan yang lain. Cooperative learning terjadi ketika siswa bekerjasama di tempat yang sama dalam suatu proyek yang terstruktur pada suatu kelompok kecil. Kelompok yang terdiri dari siswa dengan berbagai macam keahlian bisa sangat membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan sosial mereka. Keahlian yang diperlukan untuk bekerjasama dalam kelompok berbeda dengan keahlian yang digunakan untuk mengerjakan tugas-tugas individual. Karena cooperative learning adalah salah satu rangkaian alat, maka bisa sangat mudah diintegrasikan ke dalam suatu kelas yang menggunakan berbagai macam pendekatan. Cooperative learning tidaklah sama dengan belajar kelompok biasa, karena ada unsur-unsur dasar dalam pelaksanaan model ini. Menurut Roger dan Johnson (Lie, 2002: 30) unsur-unsur dalam cooperative learning yaitu: 1. Saling ketergantungan positif Keberhasilan kelompok bergantung pada usaha setiap anggotanya. Sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar dapat mencapai tujuan bersama. 2. Tanggung jawab perseorangan Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, cooperative learning berbeda pada tugas terstruktur yang diberikan guru. Sehingga pada bahasan ini, guru me-

19

20

memegang peranan penting dalam penyusunan tugas 3. Tatap muka Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan dan mengisi kekurangan masing-masing. 4. Komunikasi antar anggota Unsur ini menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi. Tidak setiap siswa mempunyai keahlian

mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan suatu kelompok bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mengutarakan pendapat mereka. 5. Evaluasi proses kelompok Pengajar memerlukan adanya suatu evaluasi terhadap kinerja pembelajar dimana evaluasi ini dilaksanakan setelah beberapa sesi pembelajaran telah dilakukan. Selain kelima unsur di atas, ciri-ciri yang menonjol dalam model cooperative learning, yaitu pembentukan kelompok yang heterogen (Lie, 2002: 40). Kelompok yang heterogen dapat dibentuk dengan memperhatikan gender, prestasi akademik, atau etnis. Dalam cooperative learning, siswa berlatih mendengar dan menghargai pendapat orang lain, saling membantu dalam membangun pengetahuan baru

20

21

dengan mengintegrasikan pengetahuan lama masing-masing individu. Sehingga diharapkan dapat meningkatkan sikap positif siswa terhadap matematika serta dapat menerapkan nilai-nilai kerja sama dalam kehidupan sehari-hari. Menelaah kembali antara cooperative learning dan metode pembelajaran konvensional, Haller et al menyatakan (Atiq et al, 2005) Cooperative Learning is an effective active learning method. Several researches and studies have been carried out with convincing results that demonstrate Cooperative Learning is better in many ways compared to conventional teaching method. Menurut Slavin (Helmaheri, 2004: 23) terdapat dua teori yang mendukung bahwa prestasi siswa yang dalam belajarnya bekerja dalam kelompok lebih baik daripada siswa yang belajar secara tradisional yaitu teori motivasional dan teori Kognitif. Dari pemaparan di atas, kita bisa menyimpulkan beberapa manfaat dari cooperative learning (Slavin, 2004): 1. Keberagaman Siswa belajar untuk bekerja dengan berbagai macam orang. Selama interaksi dalam kelompok kecil, mereka menemukan banyak kesempatan untuk merefleksikan dan menanggapi berbagai respon yang diberikan rekan mereka terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Kelompok-kelompok kecil juga memungkinkan siswa untuk menambahkan perspektif mereka terhadap suatu isu yang didasarkan pada perbedaan budaya diantara mereka. Pertukaran semacam ini membantu siswa untuk lebih memahami kebudayaan dan sudut pandang orang lain.

21

22

2. Pengakuan terhadap perbedaan antar-individu. Ketika pertanyaan-pertanyaan diajukan, Siswa akan memberikan jawaban yang bervariasi. Setiap jawaban ini bisa membantu kelompok untuk menciptakan suatu produk yang merefleksikan berbagai sudut pandang sehingga jawaban menjadi lebih lengkap dan menyeluruh. 3. Perkembangan kemampuan antar-personal. Siswa belajar untuk berhubungan dengan sesama siswa karena mereka bekerjasama dalam kegiatan kelompok. Hal ini akan sangat berguna untuk Siswa yang mengalami kesulitan dalam hal kemampuan bersosialisasi. Mereka dapat belajar dari interaksi dengan orang lain yang terstruktur. 4. Kegiatan yang melibatkan siswa dalam pembelajaran. Setiap anggota mempunyai kesempatan untuk berkontribusi dalam kelompok kecil. Siswa akan merasa terlibat dalam pembelajaran dan akan berpikir secara kritis berkenaan dengan isu-isu yang berhubungan ketika mereka bekerja sebagai suatu tim. 5. Lebih banyak kesempatan untuk umpan balik personal. Karena terdapat lebih banyak pertukaran diantara siswa dalam kelompok kecil, siswa anda akan mendapatkan lebih banyak umpan balik personal berkenaan dengan ide-ide dan jawaban-jawaban mereka. Umpan balik ini juga terdapat dalam pengajaran kelompok besar dimana seorang siswa atau lebih saling bertukar ide dan yang lainnya mendengarkan. Cooperative learning tidak mudah untuk diciptakan. Seringkali terjadi konflik yang menghambat pembelajaran dalam situasi dimana orang-orang harus

22

23

bekerjasama untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Untuk mengatasi hal ini, gurulah yang mempunyai peranan penting. Guru harus membuat suasana pembelajaran yang mendukung terjadinya kerjasama dengan baik.

D. Komunikasi Matematik Istilah komunikasi berasal dari bahasa Inggris communication, dari bahasa latin communicatus yang mempunyai arti berbagi atau menjadi milik bersama, komunikasi diartikan sebagai proses berbagi diantara pihak-pihak yang melakukan aktifitas komunikasi tersebut. Menurut lexicographer (ahli kamus bahasa), komunikasi adalah upaya yang bertujuan berbagi demi mencapai kebersamaan. Jika dua orang berkomunikasi maka pemahaman yang sama terhadap pesan yang saling dipertukarkan adalah tujuan yang diinginkan oleh keduanya. Sejalan dengan paparan di atas Hovland, Janis & Kelley (Zubair, 2006: 1) Komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian dan lain-lain. Melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar-gambar, angka-angka dan lain-lain. Ketika sebuah konsep informasi matematika diberikan oleh seorang guru kepada siswa ataupun siswa mendapatkannya sendiri melalui bacaan, maka saat itu sedang terjadi transformasi informasi matematika dari komunikator kepada komunikan. Respon yang diberikan komunikan merupakan interpretasi

komunikan tentang informasi tadi (Anugrah, 2007). Dalam matematika, kualitas interpretasi dan respon itu seringkali menjadi masalah. Hal ini adalah salah satu

23

24

akibat dari karakteristik matematika itu sendiri yang sarat dengan istilah dan simbol (Suherman dkk, 2003: 15). Karena itu, kemampuan berkomunikasi dalam matematika menjadi suatu tuntutan khusus. Kurikulum matematika sekolah tahun 2006 yang lebih dikenal sebagai kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) mengamanatkan kepada setiap pelaku pembelajaran matematika, dalam hal ini guru dan siswa, agar senantiasa mengarahkan aktivitas belajar matematika di sekolah pada pencapaian standarstandar kompetensi yang meliputi: (1) menyelesaikan masalah matematika (mathematical problem solving), (2) melakukan penalaran matematika

(mathematical reasoning), (3) melakukan komunikasi matematika (mathematical communication) serta (4) menghargai kegunaan matematika (mathematical disposition). Dengan mengacu kepada kurikulum 2006, kita bisa melihat jelas pentingnya penerapan komunikasi dalam pembelajaran matematik. Hal ini sejalan dengan pernyataan Conversations between peers and teachers will foster deeper understanding of the knowledge of mathematical concepts. When children think, respond, discuss, elaborate, write, read, listen, and inquire about mathematical concepts, they reap dual benefits: they communicate to learn mathematics, and they learn to communicate mathematically (Tn dalam NCTM, 2000).

Dari pernyataan NTCM diatas, pentingnya komunikasi antara Siswa dengan pengajar akan memperdalam pemahaman Siswa akan konsep matematik. Hal ini sejalan pula dengan pernyataan Ministry of Education and Training (Franks and Jarvis, 1999: 1)

24

25

[t]he importance of communication in mathematics is a highlight in

secondary school. This curriculum assumes a classroom environment in which students are called upon to explain their reasoning in writing, or orally to the teacher, to the class, or to other students in a group. Pentingnya komunikasi dalam pembelajaran dapat diuraikan dalam bentuk-bentuk komunikasi. Anugrah (2007: 1) mengungkapkan bahwa

kemampuan berkomunikasi dalam matematika merupakan kemampuan yang dapat menyertakan dan memuat berbagai kesempatan untuk berkomunikasi dalam bentuk: 1. Mereflesikan benda-benda nyata, gambar, atau ide-ide matematika. 2. Membuat model situasi atau persoalan menggunakan metode oral, tertulis, konkrit, grafik, dan aljabar. 3. Menggunakan keahlian membaca, menulis, dan menelaah, untuk

menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide, simbol, istilah, serta informasi matematika. 4. Merespon suatu pernyataan/persoalan dalam bentuk argumen yang

meyakinkan. Secara umum, matematika dalam ruang lingkup komunikasi mencakup keterampilan/kemampuan menulis, membaca, discussing and assessing, dan wacana (discourse). Sejalan dengan paparan di atas kemampuan komunikasi matematik ialah suatu proses penyampan informasi disertai kemampuan menulis, membaca, diskusi, memahami masalah, menyajikan suatu masalah secara matematik dalam berbagai bentuk, serta kemampuan mendemonstrasikan secara visual.

25

26

Setelah kita melihat bentuk-bentuk komunikasi dalam pembelajaran, kita perlu menelaah aspek-aspek di dalamnya. Menurut Baroody (Hulukati, 2005: 23), terdapat lima aspek komunikasi yaitu: 1. Representasi. Aspek ini diartikan sebagai bentuk dari hasil translasi suatu masalah, ide, atau translasi suatu diagram dari model fisik ke dalam symbol atau kata-kata (NCTM dalam Hulukati: 23). 2. Mendengar (Listening). Dalam suatu proses pembelajaran yang melibatkan diskusi, aspek mendengar merupakan salah satu aspek yang sangat penting. Kemampuan siswa dalam memberikan pendapat atau komentar terkait erat dengan kemampuan siswa tersebut dalam mendengarkan topik-topik utama. 3. Membaca (Reading). Menurut Rossenblatt (Anugrah, 2007: 1)

mengemukakan pendapatnya yang ia sebut teori membaca transactional (transactional theory of reading), yaitu bahwa selama kegiatan membaca, pembaca membentuk dan dibentuk secara aktif oleh teks. Ini berarti bahwa pembaca tidak hanya sekedar menarik arti dari teks tetapi juga menggunakan pengetahuannya, minatnya, nilainya, dan perasaannya untuk mengembangkan makna. Hal ini juga berarti seorang pembaca dikatakan memahami teks tersebut secara bermakna apabila ia dapat mengemukakan ide dalam teks secara benar dalam bahasanya sendiri. 4. Diskusi (Discussion). Dalam ruang lingkup pembelajaran, diskusi merupakan bagian penting yang harus dilakukan agar siswa dapat mengungkapkan pemikiran yang berhubungan dengan materi yang telah diajarkan. Diskusi juga memungkinkan

26

27

5. Menulis (Writing) adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan sadar untuk mengungkapkan dan merefleksikan pikiran. Agar dapat mengetahui ketercapaian siswa dalam berkomunikasi matematik, Sumarmo (2006: 5) mengungkapkan bahwa indikator kemampuan komunikasi matematika meliputi: 1. Menyatakan suatu situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, ide, atau model matematik 2. Menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematika secara tulisan, 3. Membaca dengan pemahaman suatu representasi matematika tertulis, Sedangkan menurut Ross (Ersah, 2007: 23) salah satu indikator komunikasi matematik ialah menggambarkan situasi masalah dan menyatakan solusi masalah dengan menggunakan gambar, bagan, tabel dan secara aljabar. Empat hal ini akan menjadi indikator komunikasi matematik dalam penelitian penulis.

E. Teori Belajar Pendukung Menurut Ausubel (Dahar, 1989: 110-112) belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua tingkat, yaitu tingkat penerimaan sebagai tingkat pertama dan tingkat kebermaknaan sebagai tingkat kedua. Pada tingkat pertama, informasi dapat dikomunikasikan pada siswa baik dalam bentuk belajar penerimaan maupun belajar penemuan yang mengharuskan siswa menemukan sendiri sebagian atau keseluruhan dari materi yang diajarkan. Pada tingkat kedua, siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi (berupa

27

28

konsep-konsep atau yang lain) yang telah dimilikinya dalam hal ini terjadi belajar bermakna. Belajar bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Seperti yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya, bahwa informasi disimpan di daerah tertentu di dalam otak. Dengan berlangsungnya belajar, dihasilkan perubahan-perubahan dalam sel-sel otak, terutama sel-sel yang telah menyimpan informasi yang mirip dengan informasi yang sedang dipelajari. Berikut ini menunjukkan bagaimana informasi baru terkait pada susunan sel dalam otak:

A B

a

b

Gambar 2.2 Proses Informasi Baru Terkait Pada Susunan Sel Seperti terlihat pada gambar 2.1, Dalam belajar bermakna, informasi a, b dikaitkan pada konsep-konsep relevan dalam struktur kognitif A dan B. Menurut teori motivasional, belajar kooperatif menciptakan situasi dimana satu-satunya cara anggota kelompok agar tidak mengutamakan tujuan pribadinya adalah jika kelompoknya berhasil dengan baik. Oleh karena itu, keberhasilan kelompok harus diusahakan secara bersama dengan maksimal.

28

29

Teori kognitif menekankan pengaruh dari kerja kelompok terhadap diri masing-masing anggota kelompok yaitu apakah kelompoknya sedang berusaha mencapai tujuan bersama yang merupakan gabungan dari tujuan masing-masing individu tersebut

F. Penelitian yang Relevan Hasil penelitian lain yang menunjukkan keberhasilan penerapan metode Mind mapping maupun penelitian yang mengukur aspek kemampuan komunikasi matematik siswa diantaranya adalah: 1. Hasil penelitian Tatin Suprihatin, mengungkapkan bahwa kemampuan komunikasi matematik siswa lebih baik dengan menerapkan pembelajaran keterampilan metakognisi dengan pemecahan masalah. 2. Hasil penelitian Yulia Puspasari, mengungkapkan bahwa kemampuan penalaran siswa lebih baik dengan menggunakan peta pikiran. 3. Hasil penelitian Siti Ersah, mengungkapkan bahwa kemampuan komunikasi matematik siswa lebih baik dengan menggunakan model pembelajaran cooperative learning teknik two stay-two stray

G. Hipotesis Berdasarkan studi literatur dan hasil penelitian yang telah dikemukakan, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematik antara siswa yang mengikuti pembelajaran

29

30

dengan metode mind mapping dalam model cooperative learning dan metode ekspositori

30