metode penelitian bab 3 meteorologi/hidrologi

8
16 Annisa Tsamrotul Fu’adah,2014 Analisis spasial ketersediaan air tanah di wilayah Bandung dengan menggunakan metode heraca air thornthwaite-matter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Pengambilan Data Dalam penelitian ini prosedur yang digunakan dalam pengambilan data yaitu dengan mengambil data suhu dan curah hujan bulanan dari 12 titik stasiun pengamatan cuaca (Gambar 3.1) yang mewakili seluruh wilayah Bandung yaitu di antaranya: 1. Cemara (stasiun acuan), 2. Cileunyi, 3. Telaga Bodas, 4. Soreang, 5. Padalarang, 6. Dago, 7. Lembang, 8. Husein, 9. Rajamandala, 10. Cibeureum, 11. Kertamanah, dan 12. Cibuni Data yang digunakan yaitu data historis suhu dan curah hujan selama 10 tahun yaitu tahun 2000-2009. Data lain yang dibutuhkan yaitu data koordinat tiap stasiun pengamatan besera nilai ketinggian (elevasi) yang ditunjukkan oleh Tabel 3.1 yang akan digunakan dalam menghitung temperatur dugaan dan pembuatan peta spasial. Tabel 3.1. Daftar Stasiun Curah Hujan beserta koordinat dan elevasi (sumber: BMKG Cemara Bandung) Stasiun Lintang Bujur Elevasi (m) Cemara -6.88 107.58 791 Cileunyi -6.93 107.71 686 Telaga bodas -6.92 107.62 696 Soreang -7.02 107.52 730 Padalarang -6.85 107.48 685 Dago -6.87 107.65 818 Lembang -6.81 107.62 1241 Husein -6.90 107.57 740 Rajamandala -6.82 107.32 350 Cibeureum -7.20 107.66 738

Upload: mohddede

Post on 17-Feb-2016

18 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Hidrometeorologi

TRANSCRIPT

Page 1: Metode penelitian bab 3 Meteorologi/Hidrologi

16

Annisa Tsamrotul Fu’adah,2014 Analisis spasial ketersediaan air tanah di wilayah Bandung dengan menggunakan metode heraca air thornthwaite-matter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Pengambilan Data

Dalam penelitian ini prosedur yang digunakan dalam pengambilan data yaitu dengan

mengambil data suhu dan curah hujan bulanan dari 12 titik stasiun pengamatan cuaca

(Gambar 3.1) yang mewakili seluruh wilayah Bandung yaitu di antaranya:

1. Cemara (stasiun acuan),

2. Cileunyi,

3. Telaga Bodas,

4. Soreang,

5. Padalarang,

6. Dago,

7. Lembang,

8. Husein,

9. Rajamandala,

10. Cibeureum,

11. Kertamanah, dan

12. Cibuni

Data yang digunakan yaitu data historis suhu dan curah hujan selama 10 tahun yaitu

tahun 2000-2009. Data lain yang dibutuhkan yaitu data koordinat tiap stasiun

pengamatan besera nilai ketinggian (elevasi) yang ditunjukkan oleh Tabel 3.1 yang akan

digunakan dalam menghitung temperatur dugaan dan pembuatan peta spasial.

Tabel 3.1. Daftar Stasiun Curah Hujan beserta koordinat dan elevasi (sumber: BMKG

Cemara Bandung)

Stasiun Lintang Bujur Elevasi (m)

Cemara -6.88 107.58 791

Cileunyi -6.93 107.71 686

Telaga bodas -6.92 107.62 696

Soreang -7.02 107.52 730

Padalarang -6.85 107.48 685

Dago -6.87 107.65 818

Lembang -6.81 107.62 1241

Husein -6.90 107.57 740

Rajamandala -6.82 107.32 350

Cibeureum -7.20 107.66 738

Page 2: Metode penelitian bab 3 Meteorologi/Hidrologi

17

Annisa Tsamrotul Fu’adah,2014 Analisis spasial ketersediaan air tanah di wilayah Bandung dengan menggunakan metode heraca air thornthwaite-matter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Kertamanah -7.20 107.60 1371

Cibuni -7.17 107.40 1260

Gambar 3.1 Peta stasiun curah hujan wilayah Bandung (berdasarkan koordinat setiap

titik stasiun).

B. Metode Analisis Data

Setelah diperoleh data-data yang diperlukan, data-data tersebut diolah sehingga

didapat grafik neraca air yang dapat menjelaskan ketersediaan air tanah di wilayah

Bandung yang kemudian digambarkan melalui sebuah peta sebaran dengan

menggunakan software Arc View 3.2.

Untuk memperoleh hasil tersebut dilakukan pengolahan data dengan menggunakan

metode Thornthwaite-Matter. Langkah-langkah perhitungan neraca air dengan

menggunakan metode Thornthwaite-Matter antara lain:

Data Curah Hujan rata-rata bulanan (P)

Data curah hujan yang digunakan adalah data historis bulanan selama 10 tahun dari

12 titik stasiun pengamatan yang mewakili wilayah Bandung.

Data Suhu udara rata-rata bulanan (T)

Dari semua titik stasiun yang ada tidak semua stasiun memiliki data suhu udara.

Oleh karena itu, untuk mengetahui stasiun yang tidak memiliki data suhu udara

Page 3: Metode penelitian bab 3 Meteorologi/Hidrologi

18

Annisa Tsamrotul Fu’adah,2014 Analisis spasial ketersediaan air tanah di wilayah Bandung dengan menggunakan metode heraca air thornthwaite-matter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

dilakukan pendugaan suhu udara dengan menggunakan metode Mock. Metode ini

digunakan untuk melakukan pendugaan data suhu udara berdasarkan data suhu udara

stasiun terdekat (stasiun acuan) yang didasarkan pada faktor ketinggian sebagai

koreksinya antara stasiun yang dicari suhu udaranya dengan stasiun acuan. Dalam hal

ini yang digunakan sebagai stasiun acuan yaitu Stasiun Geofisika Cemara Bandung,

data suhu udara yang diambil adalah data suhu udara bulanan historis selama 10 tahun

(Gambar 3.2). Di bawah ini merupakan rumus pendugaan suhu udara dengan metode

Mock yaitu:

( ) (1)

Dari rumus Mock di atas didapat:

( )

dimana:

∆T = selisih temperatur udara antara stasiun pengukuran dan stasiun

acuan (oC)

Z1 = elevasi stasiun acuan (m)

Z2 = elevasi stasiun pengukuran (m)

T1 = suhu stasiun acuan (oC)

T2 = suhu stasiun yang dicari (oC)

22.0

22.2

22.4

22.6

22.8

23.0

23.2

23.4

23.6

23.8

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGU SEP OKT NOP DES

t(ºC)

Bulan

Profil Suhu Bulanan Stagef Cemara

Page 4: Metode penelitian bab 3 Meteorologi/Hidrologi

19

Annisa Tsamrotul Fu’adah,2014 Analisis spasial ketersediaan air tanah di wilayah Bandung dengan menggunakan metode heraca air thornthwaite-matter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Gambar 3.2 Profil Suhu Bulanan Stasiun Geofisika Cemara berdasarkan data historis

selama 10 tahun. (sumber : BMKG Bandung)

Evapotranspirasi potensial (PE)

Nilai PE (evapotranspirasi potensial bulanan) ini didapat dengan menggunakan

metode Thornthwaite-Matter melalui persamaan:

(

)

dengan,

[

]

(2)

dimana:

o Pex = evapotranspirasi potensial belum terkoreksi (mm/bulan)

o f = faktor koreksi yang didapat dari tabel koreksi lintang dan waktu (Lampiran 1)

o T = suhu udara (oC)

o I = jumlah indeks panas dalam setahun

o a = indeks panas

dengan,

( )( )

Accumulated Potential Water Loss (APWL) atau jumlah kumulatif defisit curah

hujan

Pada bulan-bulan kering atau nilai P < PE dilakukan dengan cara menjumlahkan

nilai selisih P-PE setiap bulannya dengan nilai P-PE bulan sebelumnya dengan

kontinu atau berkelanjutan dari hasil sebelumnya.

Pada bulan-bulan basah atau nilai P>PE, maka nilai APWL sama dengan nol.

Page 5: Metode penelitian bab 3 Meteorologi/Hidrologi

20

Annisa Tsamrotul Fu’adah,2014 Analisis spasial ketersediaan air tanah di wilayah Bandung dengan menggunakan metode heraca air thornthwaite-matter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Kadar Air Tanah (KAT)

Nilai KAT dimana terjadi APWL didapat dengan rumus:

[[ ( )]| | ] (3)

Dimana, TLP = titik layu permanen; KL = kapasitas lapang; AT = air tersedia.

Dengan asumsi tekstur tanah di wilayah Bandung yaitu lempung berpasir halus

sehingga nilai KL = 250 mm, air tersedia=150mm (dilihat dari tabel WHC) dan TLP =

100 mm. Nilai TLP didapat dari persamaan:

Perubahan Kadar Air Tanah (dKAT)

Nilai dKAT bulan tersebut adalah KAT bulan tersebut dikurangi KAT bulan

sebelumnya. Nilai positif menyatakan perubahan kandungan air tanah yang berlangsung

pada P>PE (musim hujan), penambahan berhenti bila dKAT = 0 setelah KL tercapai.

Sebaliknya bila P<PE atau dKAT negatif, maka seluruh CH dan sebagian KAT akan

dievapotranspirasikan.

Evapotranspirasi Aktual (EA)

Bila P>PE maka EA=PE karena EA mencapai maksimum

Bila P<PE maka EA= | | karena seluruh P dan dKAT seluruhnya akan

dievapotranspirasikan.

Defisit Lengas Tanah (D)

Defisit berarti berkurangnya air untuk dievapotranspirasikan sehingga:

(4)

yang berlangsung pada musim kemarau.

Surplus Lengas Tanah (S)

Surplus berarti kelebihan air ketika P>PE sehingga:

(5)

Page 6: Metode penelitian bab 3 Meteorologi/Hidrologi

21

Annisa Tsamrotul Fu’adah,2014 Analisis spasial ketersediaan air tanah di wilayah Bandung dengan menggunakan metode heraca air thornthwaite-matter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

yang berlangsung pada musim hujan.

Setelah diperoleh pengolahan data di atas dapat dilihat secara jelas surplus dan

defisit dari neraca air sehingga dapat dibuat grafik neraca air yang terdiri dari data curah

hujan (P), evapotranspirasi potensial (PE), dan evapotranspirasi aktual (EA). Dari grafik

neraca air tersebut dapat diketahui kapan terjadi defisit, surplus dan seberapa banyak

pemakaian air tanah untuk wilayah Bandung. Selain itu, dibuatkan juga grafik curah

hujan untuk mengetahui bagaimana pola hujan yang terjadi di wilayah Bandung karena

dalam hal ini air hujan merupakan masukan dalam neraca air.

Dari informasi curah hujan dan neraca air yang didapat dibuat peta spasial dengan

analisis spasial menggunakan ArcView 3.2 untuk mengetahui kondisi sebaran curah

hujan dan ketersediaan air di wilayah Bandung. Metode yang digunakan dalam Arc

View 3.2 untuk mengetahui kondisi ketersediaan air tanah yaitu dengan metode IDW

(Inverse Distance Weighted) yang mengasumsikan bahwa tiap titik input mempunyai

pengaruh yang bersifat local yang berkurang terhadap jarak. Data yang digunakan

dalam pembuatan peta spasial ini diantaranya adalah peta wilayah Bandung, data

informasi koordinat, elevasi (ketinggian), curah hujan (untuk peta spasial curah hujan),

dan nilai persentase ketersediaan air tanah (untuk peta spasial ketersediaan air tanah) di

setiap bulan pada setiap titik pengamatan. Peta wilayah Bandung yang digunakan yaitu

peta Jawa Barat dalam bentuk shapefile.

Untuk membuat peta curah hujan diklasifikasikan dengan 8 indikator warna yaitu:

0-70 (mm) 280-350 (mm)

70-140 (mm) 350-420 (mm)

140-210 (mm) 420-490 (mm)

210-280 (mm) 490-600 (mm)

Sedangkan untuk membuat peta spasial ketersediaan air tanah menggunakan persentase

ketersediaan air tanah didapat dengan menggunakan rumus:

Page 7: Metode penelitian bab 3 Meteorologi/Hidrologi

22

Annisa Tsamrotul Fu’adah,2014 Analisis spasial ketersediaan air tanah di wilayah Bandung dengan menggunakan metode heraca air thornthwaite-matter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Berdasarkan rumus di atas, hasilnya dikategorikan ke dalam 3 bagian yaitu ketersediaan

air tanah dikatakan :

Kurang, jika nilai persentase <40%

Sedang, jika nilai pesentase antara 40%-60%

Cukup, jika nilai persentase >60%

Nilai curah hujan dan ketersediaan air tanah pada peta spasial diperlihatkan melalui

indikator warna yang berbeda-beda sehingga sebarannya dapat diketahui dan terlihat

lebih jelas. Indikator warna yang digunakan yaitu:

Kurang

Sedang

Cukup

Semua hasil pembuatan peta curah hujan dan ketersediaan air setiap bulan diexport

ke dalam format JPEG.Urutan metode penelitian di atas dapat di gambarkan melalui

diagram alir pada gambar 3.3 yang menjelaskan langkah-langkah dari penelitian yang

telah dilakukan melalui simbol-simbol flowchart.

Urutan metode penelitian di atas dapat di gambarkan melalui diagram alir pada

gambar 3.3 yang menjelaskan langkah-langkah dari penelitian yang telah dilakukan

melalui simbol-simbol flowchart.

Page 8: Metode penelitian bab 3 Meteorologi/Hidrologi

23

Annisa Tsamrotul Fu’adah,2014 Analisis spasial ketersediaan air tanah di wilayah Bandung dengan menggunakan metode heraca air thornthwaite-matter Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Gambar 3.3 Diagram Alir Penelitian.

Mulai

Pendugaan Suhu

Selesai

- Data Elevasi

- Data Suhu Acuan

Perhitungan EA

Perhitungan KAT

dan dKAT

Perhitungan Defisit

dan Surplus

Persentase Keter-

sediaan Air Tanah

Grafik Neraca

Air

Peta

Ketersediaan

Air Tanah

Peta Sebaran

CH

Analisis

Kesimpulan

Perhitungan PE,

APWL

- Data Curah Hujan

- Faktor Koreksi

Data KL, TLP

dan AT

- Data Koordinat

- Peta Bandung