metode dna dalam mendiagnosa penyakit pada hewan'12
DESCRIPTION
vetTRANSCRIPT
GENETIKA VETERINER
METODE DNA UNTUK MENDIAGNOSA PENYAKIT
HEWAN
Disusun Oleh :
KELOMPOK 4
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2013
1
Lampiran Nama Anggota :
1. Wahyu Tri Utomo 1209005078
2. Maureen Tyas Lestari 1209005079
3. Muhammad Faqih Amrulloh 1209005080
4. Nikmah Hayati 1209005081
5. Yoviniani N. Dosom 1209005082
6. Kadek Jaya Utama 1209005083
7. Putu Sasmitha Devi Cahyani 1209005109
8. IGA. Monica Rizki Utami 1209005110
9. Bintang Tamtaz Aprisko 1209005111
10. Primus Yunius Gaja 1209005113
11. Lutfi Widiarta 1209005114
12. Yoga Eko Prasetyo 1209005115
13. I Gede Abijana Satya Dhika 1209005116
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat yang diberikan, penulis dapat menyelesaikan penyusunan paper
yang diberi judul “Metode DNA untuk Mendiagnosa Penyakit Hewan” ini.
Paper ini penulis susun untuk memenuhi tugas matakuliah Genetika
Veteriner di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana.
Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang
turut membantu dalam penyelesaian paper ini. Dalam penyusunan paper ini, penulis
menyadari tentu terdapat banyak kesalahan baik disengaja maupun tidak disengaja.
Semua hal itu tidak luput dari status penulis sebagai manusia biasa yang tak luput
dari kesalahan. Kesempurnaan hanya milik Tuhan, dan penulis menyadari sebagai
makhluk hidup yang jauh dari kesempurnaan.
Akhir kata, penulis mengucapkan selamat membaca dan semoga paper ini
bermanfaat untuk kita semua. Tidak lupa juga penulis mohon kritik dan saran yang
membangun demi tercapainya penyusunan paper yang lebih baik kedepannya nanti.
Denpasar, 2 Mei
2013
Penulis
3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................................ i
LAMPIRAN NAMA ANGGOTA................................................................................... ii
KATA PENGANTAR................................................................................................ iii
DAFTAR ISI.............................................................................................................. iv
BAB I : PENDAHULUAN....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................................. 2
1.4 Manfaat Penulisan................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................. 4
2.1 Pengertian Penyakit Genetik...................................................................... 4
2.2 Asal-usul Penyakit Genetik........................................................................... 4
2.3 Pengertian Test DNA.......................................................................................... 6
2.4 Fungsi Tes DNA............................................................................................... 6
2.5 Tahapan Tes DNA............................................................................................... 8
2.6 Pengembangan Tes DNA ntuk Masa yang Akan Datang.................................... 17
BAB III KESIMPULAN......................................................................................... 18
3.1. Kesimpulan........................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 19
4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asam nukleat adalah polinukleotida yang terdiri dari unit-unit
mononukleotida, jika unit-unit pembangunnya dioksinukleotida maka asam nukleat
itu disebut dioksiribonukleat (DNA). DNA mempunyai sejumlah sifat kimia dan
fisika yang sama sebab antara unit-unit mononukleotida terdapat ikatan yang sama
yaitu melalui jembatan fosfodiester antara posisi tiga suatu mononukleotida dan
posisi lima pada mononukleotida lainnya (Harpet, 1980).
Dua tipe utama asam nukleat adalah asam dioksiribonukleat(DNA) dan
asam ribonukleat (RNA). DNA terutama ditemui di dalam inti sel, asam ini
merupakan pengemban kode genetik dan dapat memproduksi atau mereplikasi
dirinya dengan tujuan membentuk sel-sel baru untuk memproduksi organisme itu
dalam sebagian besar organisme, DNA suatu sel mengerahkan sintesis molekul
RNA, satu tipe RNA, yaitu messenger RNA (mRNA), meninggalkan inti sel dan
mengarahkan tiosintesis dari berbagai tipe protein dalam organisme itu sesuai
dengan kode DNA-nya(Fessenden, 1990). Salah satu komponen terpenting dalam
usaha pemberantasan atau pengendalian penyakit menular adalah tersedianya alat
diagnostik yang dapat diandalkan untuk menunjukkan secara tepat, cepat dan
dengan biaya yang dapat dijangkau guna menetapkan suatu hewan terserang suatu
penyakit atau tidak. Tindakan yang tepat dan pada waktu yang tepat hanya dapat
dibuat berdasarkan diagnosis yang tepat. Diagnosis yang salah akan diikuti oleh
tindakan yang salah pula. Disamping tepat, penetapan diagnosis juga harus dibuat
dengan cepat karena keterlambatan akan berdampak buruk bagi keselamatan
hewan.
Kita memasuki zaman ketika tes DNA yang memungkinkan diketahuinya
sifat-sifat pada hewan. Saat ini, banyak tes tersedia dan lebih dikembangkan untuk
menentukan penyakit genetik, tetapi karakteristik lain seperti warna bulu,
temperamen, perilaku, kerentanan terhadap hipodysplasia, katarak, kanker, parasit,
atau penyakit menular, akan telah tersedia berdasarkan pada teknologi yang sama.
Tes DNA untuk penyakit genetik tidak hanya dapat memastikan diagnosis suatu
5
kondisi yang sulit untuk diidentifikasi, tetapi dapat digunakan juga untuk
mendeteksi status carrier/pembawa penyakit genetik 2013 penyelamat hewan yang
menunjukkan tidak ada tanda-tanda luar tetapi membawa satu salinan gen cacat
untuk gangguan resesif. Tes tersebut bermanfaat bagi peternak untuk
menghilangkan penyakit dengan pengujian dan pembiakan selektif. Salah satu
tesnya pada anjing adalah tembaga toxicosis di Penkridge Terrier, tapi sekarang ada
daftar panjang tes yang tersedia dalam ras yang berbeda. Daftar tes panjang
(misalnya Brooks dan Sargan, 2001, Galibert et al, 2001) dan kebanyakan tes
khusus untuk satu atau beberapa keturunan, sehingga cara terbaik untuk
mengidentifikasi tes yang tersedia adalah pencarian jaringan.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa pengertian dari penyakit genetik ?
1.2.2 Bagaimana asal-usul penyakit genetik ?
1.2.3 Apa pengertian dari tes DNA ?
1.2.4 Apa fungsi dari tes DNA?
1.2.5 Bagaimana tahapan dari tes DNA?
1.2.6 Bagaimana pengembangan tes DNA untuk masa yang akan datang?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk mengetahui tentang penyakit genetik.
1.3.2 Untuk mengetahui asal-usul dari penyakit genetik.
1.3.3 Untuk mengetahui pengertian dari tes DNA.
1.3.4 Untuk mengetahui fungsi dari tes DNA.
1.3.5 Untuk mengetahui tahapan dari tes DNA.
1.3.6 Untuk mengetahui pengembangan tes DNA pada masa yang akan datang.
1.3.7 Untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Genetika Veteriner Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Udayana.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Dapat mengetahui tentang penyakit genetik.
1.4.2 Dapat mengetahui asal-usul dari penyakit genetik.
1.4.3 Dapat mengetahui pengertian dari tes DNA.
1.4.4 Dapat mengetahui fungsi dari tes DNA.
6
1.4.5 Dapat mengetahui tahapan dari tes DNA.
1.4.6 Dapat mengetahui pengembangan tes DNA pada masa yang akan datang.
1.4.7 Dapat memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Genetika Veteriner Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Udayana.
7
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Penyakit Genetik
Penyakit genetik atau kelainan genetik adalah sebuah kondisi yang
disebabkan oleh kelainan satu atau lebih gen yang menyebabkan sebuah kondisi
fenotip klinis. Beberapa penyebab penyakit genetik antara lain:
Ketidaknormalan jumlah kromosom seperti sindrom Down (adanya ekstra
kromosom 21) dan sindrom Klinefelter (laki-laki dengan 2 kromosom X).
Mutasi gen berulang yang dapat menyebabkan sindrom X rapuh atau penyakit
Huntington.
Gen rusak yang diturunkan dari orang tua. Dalam kasus ini, penyakit genetik
juga dikenal dengan istilah penyakit keturunan. Kondisi ini terjadi ketika
individu lahir dari dua individu sehat pembawa gen rusak tersebut, tetapi dapat
juga terjadi ketika gen yang rusak tersebut merupakan gen yang dominan.
Sekarang ini ada sekitar 4.000 penyakit genetik yang sudah diidentifikasi.
Kebanyakan penyakit genetik adalah langka, artinya terjadi pada satu individu dari
sekitar ribuan atau bahkan jutaan individu.
2.2 Asal-usul Penyakit Genetik
Penyakit genetik akan selalu menjadi masalah pada hewan domestik karena
pemuliaan struktur ekstensif menggunakan hewan unggul dan perkawinan
berikutnya antara keturunan (inbreeding). Setiap cacat genetik resesif yang dibawa
oleh hewan yang unggul, (kita semua memiliki lima atau lebih gen yang cacat
namun keberadaan salinan normal yang berarti tidak ada konsekuensi yang
merugikan), akan muncul ketika keturunan mewarisi kedua salinan gen yang
diwariskan dari silsilah sebelumnya. Konsekuensi dari keadaan homozigot (kedua
salinan yang sama - sama demi keturunan) untuk salinan cacat gen (alel penyakit)
adalah penyakit genetik. Jadi, penyakit yang paling genetik dalam struktur
pemuliaan tersebut dapat ditelusuri kembali ke individu di mana mutasi terjadi atau
mewarisi mutasi dan membuatnya umum dalam berkembang biak (Wilton, Alan,
2007).
8
Sebagai contoh, penelitian di laboratorium dapat mengembangkan tes
untuk lipofuscinosis ceroid (CL) dalam perbatasan collie (Melville dkk., 2005). CL
adalah penyakit penyimpanan lisosomal dengan degenerasi saraf dari sekitar 12
bulan dan menghasilkan perubahan perilaku, ataksia, tremor dan akhirnya kematian
pada 2-3 tahun. Tidak ada pengobatan tetapi beberapa obat dapat meringankan
gejala. Di Perbatasan collie menunjukkan anjing di Australia, penyakit itu
mengkhawatirkan umum. Tes DNA menunjukkan bahwa sekitar 3% dari hewan
membawa salinan yang rusak dari gen CL. Sumber gen cacat dapat ditelusuri
kembali ke satu individu dari tahun 1950 yang merupakan nenek moyang bagi
semua kasus yang diketahui. Penggunaan yang luas dalam pemuliaan anjing unggul
yang membawa cacat dapat membuatnya umum dalam populasi. Silang, kawin dua
keturunan dari hasil anjing unggul dalam proporsi anak anjing yang terkena
dampak (untuk gangguan resesif seperempat diharapkan akan terpengaruh pada
operator manapun dengan pembawa(Wilton, Alan, 2007).
Tes DNA telah memungkinkan diagnosis penyakit merusak, yang hanya
dapat diidentifikasi sebelumnya oleh patologi pada biopsi otak pada anjing dewasa.
Sekarang hal itu dapat dilakukan pada anakan saat lahir menggunakan penyeka pipi
non-invasif. Lebih penting lagi, telah digunakan untuk mendeteksi pembawa cacat
genetik, peternak dipandu dalam memilih perkawinan sehingga tandu yang terkena
dampak tidak dilahirkan, dan cacat genetik secara bertahap dapat dibesarkan keluar
(Wilton, Alan, 2007).
Konsekuensi lain dari struktur pemuliaan pada hewan domestik adalah
bahwa resesif ini cacat genetik akan menjadi unik untuk berkembang biak atau
sekelompok kecil terkait keturunan. CL terjadi di berbagai ras anjing, seperti
Border Collie, setter Inggris, Amerika bulldog, tetapi cacat yang berbeda di setiap
jenis tersebut dapat berkembang biak. Dalam kasus ini, gen dapat terlibat dalam
penyakit yang berbeda (Melville et al, 2005; Katz et al 2005, Awano et al 2006)
tetapi dalam kasus lain, mutasi yang berbeda pada gen yang sama. Oleh karena itu,
tes DNA yang dirancang untuk satu jenis mungkin tidak akan berguna dalam jenis
lain kecuali mutasi yang mendahului perkembangan keturunan, misalnya anomali
mata collie (CEA / CH) ditemukan dalam semua trah collie dan disebabkan oleh
penghapusan besar DNA pada kromosom anjing CFA37 yang tersedia melalui
pengujian Optigen (Wilton, Alan, 2007).
9
2.3 Pengertian Tes DNA
DNA atau Deoxyribo Nucleic Acid merupakan asam nukleat yang
menyimpan semua informasi genetik. Tes DNA dapat digunakan untuk
menyelesaikan masalah pribadi maupun hukum seperti hak perwalian, warisan,
adopsi, imigrasi dan identifikasi forensik pada jasad yang sulit dikenali. Setiap
hewan memiliki DNA yang unik dan berbeda-beda. Secara garis besar, peran DNA
di dalam sebuah sel adalah sebagai materi genetik; artinya, DNA menyimpan cetak
biru segala aktivitas sel. Dengan keunikan ini maka DNA dapat menentukan warna
kulit, jenis rambut, mata dan sifat-sifat khusus anjing. Setiap hewan memiliki DNA
yang berbentuk rantai ganda atau double helix. Dimana satu rantai diturunkan dari
induk dan satunya dari jantan. Tes DNA yang umum digunakan untuk mengetahui
hubungan antara orang tua dengan anaknya.
Tes DNA atau pemrofilan DNA panjang relatif dari bagian DNA yang
berulang seperti short tandem repeats dan minisatelit. Pemrofilan DNA
dikembangkan pada 1984 oleh genetikawan Inggris Alec Jeffreys dari Universitas
Leicester, dan pertama kali digunakan untuk mendakwa Colin Pitchfork pada 1988
dalam kasus pembunuhan Enderby di Leicestershire, Inggris.
Metode tes DNA secara umum ada dua. Pertama, dengan cara mencocokan
DNA orang yang diteliti dengan DNA dirinya sendiri seperti rambut yang
tertinggal di sisir, potongan kuku dan lain sebagainya. Kedua, dengan cara
mencocokkan DNA orang yang diteliti dengan DNA anggota keluarganya. Setiap
sel manusia memiliki 46 sel kromosom yang terdiri dari 22 pasang kromosom
somatik dan satu pasang kromosom sex (XY dan XX). Hampir semua bagian tubuh
manusia bisa digunakan dalam tes ini. Bagian yang dapat digunakan dalam tes
adalah sel yang memiliki inti seperti darah, swab mulut , sperma, kulit, liur atau
rambut. Keberhasilan tes DNA ini biasanya hampir mendekati 100% akurat.
2.4 Fungsi Tes DNA
Tes DNA dapat membuktikan gen dengan cara mengidentifikasi anggota
keluarga yang terpisah dari keluarga pada beberapa kejadian. Hal ini juga untuk
mengidentifikasi orang tua kandung dari anak yang merupakan salah satu bukti
terkuat di pengadilan yang berarti melalui Tes DNA ini dapat menemukan
10
hubungan yang hilang dari manusia. Tes DNA merupakan salah satu tes screening
yang penting untuk mengidentifikasi banyak penjahat sekarang hari. Penelitian
DNA telah terbuka dan mendapatkan banyak hasil dalam diagnosis Penyakit. Ada
banyak penyebab penyakit yang terdeteksi oleh adanya identifikasi dari struktur
rantai DNA.
Tes DNA mempunyai banyak fungsi dalam dunia kedokteran hewan
seperti:
1. Tes DNA untuk mengidentifikasi keturunan.
Ada dua jenis tes DNA yang dilakukan untuk mengidentifikasi leluhur.
Tes Y-kromosom, dan sekuensing DNA Mitokondria dilakukan untuk
mengidentifikasi garis laki-laki dan perempuan.
2. Tes DNA untuk genealog.
Ini berkembang biak mengidentifikasi orang tersebut. Tes DNA dapat
membantu kita untuk mengidentifikasi bentuk orang-orang yang dicurigai.
Biasanya tes kromosom Y akan membuktikan hubungan orang sampai lima
generasi.
3. Tes DNA dapat mengidentifikasi kelompok keturunan dalam keluarga
Tes kromosom Y haplotype adalah banyak digunakan untuk
mengidentifikasi gen keluarga dan keturunan. Kadang-kadang ada masalah
properti dalam keluarga dan perlu untuk mengidentifikasi pemilik sebenarnya
sehingga dalam kasus seperti tes DNA yang berguna.
4. Tes DNA bubur berguna dalam mengidentifikasi para penjahat.
Tes DNA adalah salah satu alat yang kuat untuk departemen kejahatan untuk
mendapatkan link dari kriminal.
Tes DNA juga akan memanfaatkan untuk mengidentifikasi penyakit, Ada
banyak penyakit penyebab karena struktur DNA atau rantai.
11
2.5 Tahapan Tes DNA
Pengujian DNA pada hewan menggunakan teknik forensik yang sama
digunakan pada manusia untuk identifikasi dan pengujian. Pengujian dapat
dilakukan untuk perubahan DNA spesifik yang mengakibatkan penyakit genetik
atau identifikasi hewan dan pejantan. Tes DNA dilakukan dengan mengambil
sedikit bagian dari tubuh Anda untuk dibandingkan dengan orang lain. Bagian yang
dapat diambil untuk dicek adalah rambut, air liur, urine, cairan vagina, sperma,
darah, dan jaringan tubuh lainnya. Sampel ini tidak akan berubah sepanjang hidup
seseorang. Penggunaan alkohol, rokok atau obat-obatan tidak akan mengubah
susunan DNA. Hasil tes DNA akan dijalankan dari pasien baru dapat dilihat 2-4
minggu. Biaya yang dibutuhkan untuk tes DNA saat ini sekitar 7 hingga 8 juta
rupiah (Putra, Sinly Evan, 2008).
Tes DNA menggunakan reaksi berantai polimerase (PCR) untuk
memperkuat sejumlah kecil DNA untuk kuantitas yang boleh dianalisis. Bahan
awal biasanya penyeka darah atau mulut, tetapi jumlah kecil jaringan apapun dapat
digunakan. DNA diekstrak dan satu atau dua microlitres digunakan sebagai
template untuk PCR. Reaksi ini berisi enzim untuk menyalin DNA (Taq
polimerase), blok bangunan DNA (nukleotida), buffer dan oligonukleotida primer,
yang menargetkan DNA untuk diperkuat. Primer memungkinkan hanya sepotong
kecil (& lt; 1000 basis) genom basis 2,500,000,000 untuk diperkuat, yang
merupakan kunci keberhasilan tes. PCR melewati sekitar 30 putaran amplifikasi
eksponensial. Isi DNA PCR produk kemudian harus diperiksa. Untuk
mengidentifikasi keturunan menggunakan ukuran produk yang dihasilkan pada
pengulangan daerah mikrosatelit. Untuk pengujian penyakit dapat dilakukan
dengan mengidentifikasi perubahan pangkalan DNA atau sepotong DNA. DNA
sequencing PCR produk akan mengidentifikasi perubahan merupakan metode lain
yang sering digunakan untuk memeriksa perubahan spesifik. Kebanyakan
pengujian memerlukan akses ke besar sequencers DNA otomatis mahal untuk
mendeteksi fluorscently berlabel PCR produk dipisahkan dengan ukuran (Wilton,
Alan, 2007).
Di Indonesia, terdapat dua laboratorium yang dapat melayani user dalam tes
DNA yaitu Laboratorium Pusdokkes Polri Jakarta Timur dan di Lembaga Bio
12
Molekuler Eijkman Jakarta Pusat. Untuk di Lembaga Eijkman, biaya per paket tes
DNA adalah berkisar Rp. 7,5 Juta dengan hasil tes yang dapat diperoleh dalam 12
hari kerja terhitung dari tanggal diterimanya sampel (Wilton, Alan, 2007).
Untuk metode tes DNA di Indonesia, masih memanfaatkan metode
elektroforesis DNA. Dengan intreprestasi hasil dengan cara menganalisa pola DNA
menggunakan marka STR (short tandem repeats). STR adalah lokus DNA yang
tersusun atas pengulangan 2-6 basa. Dalam genom manusia dapat ditemukan
pengulangan basa yang bervariasi jumlah dan jenisnya. Dengan menganalisa STR
ini, maka DNA tersebut dapat diprofilkan dan dibandingkan dengan sampel DNA
terduga lainnya (Putra, Sinly Evan, 2008).
Dari berbagai literatur yang penulis pelajari, pada dasarnya tahapan metode
tes DNA dengan cara elektroforesis meliputi beberapa tahapan berikut yaitu
pertama tahapan preparasi sampel yang meliputi pengambilan sampel DNA
(isolasi) dan pemurnian DNA. Dalam tahap ini diperlukan kesterilan alat-alat yang
digunakan. Untuk sampel darah, dalam isolasinya dapat digunakan bahan kimia
phenolchloroform sedangkan untuk sampel rambut dapat digunakan bahan kimia
Chilex. Selanjutnya DNA dimurnikan dari kotoran-kotoran seperti protein, sel
debris, dan lain lain. Untuk metode pemurnian biasanya digunakan tehnik
sentrifugasi dan metode filtrasi vakum. Tetapi berbagai ilmuwan telah banyak
meninggalkan cara tersebut dan beralih ke produk-produk pemurnian yang telah
dipasarkan seperti produk butir magnet dari Promega Corporation yang
memanfaatkan silica-coated paramagnetic resin yang memungkinkan metode
pemisahan DNA yang lebih sederhana dan cepat (Putra, Sinly Evan, 2008).
Tahapan selanjutnya adalah memasukan sampel DNA yang telah
dimurnikan kedalam mesin PCR (polymerase chain reaction) sebagai tahapan
amplifikasi. Hasil akhir dari tahap amplifikasi ini adalah berupa kopi urutan DNA
lengkap dari DNA sampel. Selanjutnya kopi urutan DNA ini akan dikarakterisasi
dengan elektroforesis untuk melihat pola pitanya. Karena urutan DNA setiap orang
berbeda maka jumlah dan lokasi pita DNA (pola elektroforesis) setiap individu juga
berbeda. Pola pita inilah yang disebut DNA sidik jari (DNA finger print) yang akan
dianalisa pola STR nya. Tahap terakhir adalah DNA berada dalam tahapan typing,
proses ini dimaksudkan untuk memperoleh tipe DNA. Mesin PCR akan membaca
13
data-data DNA dan menampilkannya dalam bentuk angka-angka dan gambar-
gambar identfikasi DNA. Finishing dari tes DNA ini adalah mencocokan tipe-tipe
DNA (Putra, Sinly Evan, 2008).
Jika mutasi yang menghasilkan perbedaan dalam DNA, mungkin dapat
diidentifikasi oleh enzim yang membelah sekuens DNA tertentu (pembatasan
enzim). DNA membawa mutasi akan memberikan berbagai pola pemotongan pada
DNA untuk DNA normal, ini dapat diidentifikasi oleh Elektroforesis, misalnya CL
pengujian di Border collie di gen CLN5. Metode lain khususnya memperkuat DNA
dengan mutasi atau DNA normal, dalam PCR kompetitif. Ketika yang primer
dilabel dengan pewarna yang berbeda, satu warna PCR produk akan menunjukkan
kehadiran salinan mutasi gen, sementara yang lain mewakili kehadiran salinan gen
yang normal. operator dapat diidentifikasi dari warna produk
2.5.1. Pengertian dari Teknik PCR
PCR singkatan dari Polymerase Chain Reaction yang merupakan suatu
teknik atau uji positip terhadap adanya virus melalui reaksi berantai suatu primer
dari sequence DNA dengan bantuan enzim polymerase, sehingga terjadi amplifikasi
DNA target secara invintro. Teknik PCR ditemukan oleh Dr.Kary Mullis pada
tahun 1985 dan mendapatkan hadiah nobel atas temuannya pada tahun 1993. sistem
kerja mesin PCR digunakan untuk memperjelas bagian dari DNA mikroorganisma
patogen sehingga dapat mendiagnosa penyebab penyakit secara akurat sedini
mungkin.
Pengujian PCR mempunyai keunggulan dalam mendeteksi penyakit yang
disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit sebanyak satu (1) orgamisme.
Keunggulan yang paling utama adalah hasilnya bisa langsung dilihat pada hari itu
juga. Unutk menjalankan tes ini penggunaan asam nucleus (DNA/RNA) sebagai
simbol sangatlah kecil.
PCR mempunyai keunggulan dibandingkan dengan tes-tes lain seperti tes
serological (ELISA, CF, IFT dll) karena pada tes serologicalbisa terjadi reaksi
silang, kurang sensitive dan berbasis pada antibodi. Padahal antibodi dapat
diseleksi dalam darah mulai hari ke lima (5) setelah terjadi infeksi, sedangkan
14
dengan PCR dapat digunakan mulai dari hari pertama terjadinya infeksi. Metoda
konfensional seperti kultur biakan atau identifikasi dengan menggunakan
mikroskope atau reaksi boikimia merupakan metoda yang cukup sulit dan
memerlukan waktu yang lama. Dengan menggunakan PCR maka dapat mendeteksi
infeksi pada tahap yang paling dini/awal. Sehingga bisa segera mungkin diambil
tindakan pencegahan agar penyakit tidak semakin parah dan kerugian bisa ditekan
seminim mungkin.
Dengan metoda ini dapat diketahui tingkat serangan penyakit apakah masih
dalam tahap ringan, sedang sampai penyakit sudah parah dari sampel ikan/udang
yang diuji dengan cara membandingkannya dengan plsamid standar yang ada.
Semua bagian tubuh ikan/udang dapat dipergunakan sebagai sampel dalam
uji PCR kecuali bagian yang keras (cangkang/rostum) serta hepatopancreas karena
disini merupakan organ yang kaya akan enzim sehingga dapat merusak DNA virus
pada saat proses ekstraksi. Cukup dengan sedikit sampel karena tinggkat
keberhasilan maupun kegagalan dalam suatu terapi dapat diperkirakan hasilnya.
2.5.2. Peran dan Fungsi PCR
Seperti yang kita ketahui, PCR (polymerase chain reaction) adalah alat yang
digunakan untuk membantu proses replikasi atau memperbanyak DNA secara in
vitro. Di dalam kehidupan, tentu saja PCR ini memiliki beberapa fungsi, beberapa
diantaranya
a. Isolasi Gen
Para ahli sering kali membutuhkan gen tertentu untuk diisolasi. Sebagai
contoh, dulu kita harus mengekstrak insulin langsung dari pankreas sapi atau
babi, kemudian menjadikannya obat diabetes, proses yang rumit dan tentu saja
mahal serta memiliki efek samping karena insulin dari sapi atau babi tidak
benar-benar sama dengan insulin manusia.
Berkat teknologi rekayasa genetik, kini mereka dapat mengisolasi gen
penghasil insulin dari DNA genome manusia, lalu menyisipkannya ke sel
bakteri (dalam hal ini E. coli) agar bakteri dapat memproduksi hasil dari insulin
15
yang sama persis dengan yang dihasilkan dalam tubuh manusia, dan sekarang
insulin tinggal diekstrak dari bakteri, lebih cepat, mudah, dan tentunya lebih
murah ketimbang cara konvensional yang harus ‘mengorbankan’ sapi atau
babi.
Jadi , untuk mengisolasi gen, diperlukan DNA pencari atau dikenal
dengan nama ‘probe’ yang memiliki urutan basa nukleotida sama dengan gen
yang kita inginkan. Probe ini bisa dibuat dengan teknik PCR menggunakan
primer yang sesuai dengan gen tersebut.
b. DNA Sequencing
Urutan basa suatu DNA dapat ditentukan dengan teknik DNA
Sequencing, metode yang digunakan saat ini adalah metode Sanger (chain
termination method) yang sudah dimodifikasi menggunakan dye-dideoxy
terminator, dimana proses awalnya adalah reaksi PCR dengan pereaksi yang
agak berbeda, yaitu hanya menggunakan satu primer (PCR biasa menggunakan
2 primer) dan adanya tambahan dideoxynucleotide yang dilabel fluorescent.
Karena warna fluorescent untuk setiap basa berbeda, maka urutan basa suatu
DNA yang tidak diketahui bisa ditentukan.
c. Forensik
Identifikasi seseorang yang terlibat kejahatan (baik pelaku maupun
korban), atau korban kecelakaan/bencana kadang sulit dilakukan. Jika
mengidentifikasi secara fisik sulit atau tidak mungkin lagi dilakukan, maka
pengujian DNA adalah pilihan yang tepat. DNA dapat diambil dari bagian
tubuh manapun, kemudian dilakukan analisa PCR untuk mengamplifikasi
bagian-bagian tertentu DNA yang disebut fingerprints alias DNA sidik jari,
yaitu bagian yang unik bagi setiap orang. Hasilnya dibandingkan dengan DNA
sidik jari keluarga yang memiliki ikatan darah, misalnya ibu atau bapak
kandung. Jika memiliki kecocokan yang sangat tinggi maka bisa dipastikan
identitas orang yang dimaksud.
16
Konon banyak kalangan tertentu yang memanfaatkan pengujian ini untuk
menelusuri orang tua ‘sesungguhnya’ dari seorang anak jika sang orang tua
merasa ragu.
d. Diagnosa Penyakit
Penyakit Influenza A (H1N1) yang sebelumnya disebut flu babi sedang
mewabah saat ini, bahkan satu fase lagi dari fase pandemi. Penyakit berbahaya
seperti ini memerlukan diagnosa yang cepat dan akurat.
PCR merupakan teknik yang sering digunakan. Teknologi ini
memungkinkan diagnosa dalam hitungan jam dengan hasil akurat. Disebut
akurat karena PCR mengamplifikasi daerah tertentu DNA yang merupakan ciri
khas virus Influenza A (H1N1) yang tidak dimiliki oleh virus atau makhluk
lainnya.
2.5.3. Komponen-Komponen PCR
Ada beberapa komponen dalam sistem PCR yang perlu diperhatikan, yaitu
diantaranya:
1. Templat DNA
Fungsi DNA templat di dalam proses PCR adalah sebagai cetakan untuk
pembentukan molekul DNA baru yang sama. Templat DNA ini dapat berupa
DNA kromosom, DNA plasmid ataupun fragmen DNA apapun asal di dalam
DNA templat tersebut mengandung fragmen DNA target yang dituju.
Penyiapan DNA templat untuk proses PCR dapat dilakukan dengan
menggunakan metode lisis sel dengan cara melakukan isolasi DNA kromosom
atau DNA plasmid dengan menggunakan metode standar yang ada. Pemilihan
metode yang digunakan di dalam penyiapan DNA templat tergantung dari
tujuan eksperimen.
Pembuatan DNA templat dengan menggunakan metode lisis dapat
digunakan secara umum, dan metode ini merupakan cara yang cepat dan
sederhana untuk pendedahan DNA kromosom ataupun DNA plasmid. Prinsip
metode lisis adalah perusakan dinding sel tanpa harus merusak DNA yang
diinginkan. Oleh karena itu perusakan dinding sel umumnya dilakukan dengan
17
cara memecahkan dinding sel menggunakan buffer lisis. Komposisi buffer lisis
yang digunakan tergantung dari jenis sampel.
Selain dengan cara lisis, penyiapan DNA templat dapat dilakukan
dengan cara mengisolasi DNA kromosom ataupun DNA plasmid menurut
metode standar yang tergantung dari jenis sampel asal DNA tersebut diisolasi.
Metode isolasi DNA kromosom atau DNA plasmid ini memerlukan tahapan
yang lebih kompleks dibandingkan dengan penyiapan DNA dengan
menggunakan metode lisis. Prinsip isolasi DNA kromosom atau DNA plasmid
adalah pemecahan dinding sel, yang diikuti dengan pemisahan DNA kromosom
DNA plasmid dari komponen-komponen lain. Dengan demikian akan diperoleh
kualitas DNA yang lebih baik dan murni.
2. Enzim DNA polymerase
PCR memanfaatkan enzim DNA polimerase yang secara alami memang
berperan dalam perbanyakan DNA pada proses replikasi.
3. Primer
Primer adalah sepasang DNA utas tunggal atau oligonukleotida pendek
yang menginisiasi sekaligus membatasi reaksi pemanjangan rantai atau
polimerisasi DNA. Jadi jangan membayangkan kalau PCR mampu
menggandakan seluruh DNA bakteri E. coli yang panjangnya kira-kira 3 juta bp
itu. PCR hanya mampu menggandakan DNA pada daerah tertentu sepanjang
maksimum 10000 bp saja, dan dengan teknik tertentu bisa sampai 40000 bp.
Primer dirancang untuk memiliki sekuen yang komplemen dengan DNA
template, jadi dirancang agar menempel mengapit daerah tertentu yang kita
inginkan.
Di dalam merancang primer perlu diperhatikan panjang primer yang akan
dipilih. Umumnya panjang primer berkisar antara 18 – 30 basa. Primer dengan
panjang kurang dari 18 basa akan menjadikan spesifisitas primer rendah. Untuk
ukuran primer yang pendek kemungkinan terjadi mispriming (penempelan
primer di tempat lain yang tidak diinginkan) tinggi, ini akan menyebabkan
berkurangnya spesifisitas dari primer tersebut yang nantinya akan berpengaruh
18
pada efektifitas dan efisiensi proses PCR. Sedangkan untuk panjang primer
lebih dari 30 basa tidak akan meningkatkan spesifisitas primer secara bermakna
dan ini akan menyebabkan lebih mahal.
4. dNTP (deoxynucleoside triphosphate)
dNTP alias building blocks sebagai ‘batu bata’ penyusun DNA yang baru.
dNTP terdiri atas 4 macam sesuai dengan basa penyusun DNA, yaitu dATP,
dCTP, dGTP dan dTTP.
5. Buffer
Buffer yang biasanya terdiri atas bahan-bahan kimia untuk mengkondisikan
reaksi agar berjalan optimum dan menstabilkan enzim DNA polymerase.
Reaksi PCR hanya akan berlangsung pada kondisi pH tertentu. Oleh karena itu
untuk melakukan proses PCR diperlukan buffer PCR. Fungsi buffer di sini
adalah untuk menjamin pH medium. Selain buffer PCR diperlukan juga adanya
ion Mg2+, ion tersebut berasal dari berasal MgCl2. MgCl2 bertindak sebagai
faktor yang berfungsi menstimulasi aktivitas DNA polimerase. Dengan adanya
MgCl2 ini akan meningkatkan interaksi primer dengan templat yang
membentuk komplek larut dengan dNTP (senyawa antara). Dalam proses PCR
konsentrasi MgCl2 berpengaruh pada spesifisitas dan perolehan proses.
Umumnya buffer PCR sudah mengandung senyawa MgCl2 yang diperlukan.
Tetapi disarankan sebaiknya antara MgCl2 dan buffer PCR dipisahkan supaya
dapat dengan mudah dilakukan variasi konsentrasi MgCl2.
6. Ion Logam
Ion logam yang digunakan dalam teknik PCR ini terdiri dari dua macam
Ion, yaitu Ion logam bivalen, umumnya Mg++, fungsinya sebagai faktor bagi
enzim DNA polymerase. Tanpa ion ini enzim DNA polymerase tidak dapat
bekerja dan Ion logam monovalen, kalsium (K+).
2.5.4. Prosedur Teknik PCR
System kerja PCR terjadi pada siklus yang berulang-ulang sebanyak
20-30 kali. Dimana setiap siklus terdiri atas 3(tiga) tahapan reaksi, sebagai
berikut :
19
1. Denaturasi :disini terjadi pemecahan DNA target (virus ikan/udang) dari
untaian ganda (double-stranded DNA) menjadi untai tunggal (single standed
DNA) dengan cara pemanasan 95°C (Pratiwi, 2013).
2. Annealing : terjadinya penempelan primer pada DNA untai tunggal pada
suhu 56°C, primer akan menempel pada pangkal dan ujung dari masing-
masing DNA untai tunggal yang komplementer sehingga menjepit suatu
daerah tertentu dari sequence DNA target(Pratiwi, 2013).
3. Extension : proses pemanjangan primer dengan bantuan enzim polymerase
pada suhu 74°C. proses ini merupakan hasil akhir yang terbentuk 2 buah
DNA untai tunggal baru yang komplemen terhadap sequence DNA target
(Pratiwi, 2013).
Hasil sintesa DNA dalam satu siklus berperan sebagai cetakan
(template) siklus berikutnya sehingga jumlah DNA target menjadi berlipat
pada setiap akhir siklus. Dengan proses ini DNA target meningkat secara
ekponensial, sehingga setelah 30 siklus akan menjadi milyaran (230) amplifikasi
DNA target. Selanjutnya DNA penyakit (virus dll) jumlahnya akan menjadi
berlipat ganda sehingga dapat dideteksi dengan menggunakan elektroporesis,
gel agarosa, setelah diberi pewarna Ethidium Bromida (ETBr). Hasil
electroforesis yang berupa band DNA dan dapat dilihat dengan menggunakan
alat UV transilluminator dan didokumentasikan dengan camera digital atau
biasa/Polaroid (Pratiwi, 2013).
PCR alat deteksi penyakit yang disebabkan oleh mikroorgamisma
patogen yang unggul dalam hal kecepatan, spesifitas dan sensitifitasnya
sehingga bisa dijadikan metoda unggulan dalam mendiagnosa suatu penyakit
pada ikan/udang, manusia, tanaman maupun binatang lainnya. PCR dapat
melihat adanya kandungan virus dalam tubuh ikan secara tepat, cepat, dan
praktis. Hasil uji PCR juga dapat dipakai untuk pernyataan tingkat kesehatan
ikan/udangdalam bentuk sertifikasi benur/benih bebas virus WSSV, TSV,
KHV dan IHHNV. Dimasa mendatang PCR akan menjadi metoda
pilihan/andalan untuk mendiagnosa berbagai macam penyakit dengan cakupan
yang sangat luas (Pratiwi, 2013).
20
2.6 Pengembangan DNA Untuk Masa yang Akan Datang
Sudah formulir informasi genom anjing telah dimanfaatkan untuk
mengembangkan alat-alat baru untuk penyakit gen identifikasi. Affymetrix
microarray chip yang dapat memeriksa 26.000 polimorfisme nukleotida tunggal
(SNP) di anjing telah dikembangkan oleh Institut luas (Lindblad-Toh et al, 2005,
2006 kuburan) untuk melihat gen yang terlibat dalam kanker pada anjing dan
penyakit lainnya. Ini berisi banyak variasi genetik yang umum ditemukan di anjing.
SNP tersebar di seluruh genom anjing dan dapat digunakan untuk mencoba
menemukan gen penyakit. Hanya 10 sampai 20 terkena anjing dan jumlah yang
sama dari kontrol yang diperlukan untuk pendekatan pada kedua salinan gen
penyakit yang diwarisi dari nenek moyang semua gen dalam wilayah kromosom
akan homozigous (yaitu dua salinan identik). Pemindaian seluruh genom akan
mengidentifikasi wilayah homozigosity yang kemungkinan posisi dari penyakit
gen.Gen yang terlibat dalam penyakit dan mutasi pada gen yang perlu diidentifikasi
oleh DNA sequencing yang terkena bencana dan kontrol. Proyek seperti ini dapat
dilakukan dalam beberapa bulan setelah sampel tersedia (Wilton, Alan, 2007).
Slide microarray pada umumnya tersedia tetapi peneliti seperti kami ingin
menerapkannya pada penelitian kami, misalnya kami mencari gen yang
menyebabkan ataksia dalam bekerja kelpies. Seperti tinggi-throughput pendekatan,
meskipun itu memerlukan dana penelitian substansial jauh akan mempersingkat
lama proyek penelitian (Wilton, Alan, 2007).
21
BAB III
KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
DNA atau Deoxyribo Nucleic Acid merupakan asam nukleat yang menyimpan
semua informasi genetik. Setiap hewan memiliki DNA yang unik dan berbeda-beda.
Secara garis besar, peran DNA di dalam sebuah sel adalah sebagai materi genetik;
artinya, DNA menyimpan cetak biru segala aktivitas sel. Dengan keunikan ini maka
DNA dapat menentukan warna kulit, jenis rambut, mata dan sifat-sifat khusus pada
manusia dan hewan. DNA itu merupakan sebuah kode atau simbol, untuk
mendiagnosis penyakit pada hewan dapat menggunakan test DNA. Penyakit yang
terjangkit biasanya disebabkan oleh virus sedangkan di dalam virus terdapat DNA atau
RNA, sehingga mudah untuk di diagnosis. PCR merupakan teknik yang sering
digunakan. Teknologi saat ini memungkinkan diagnosa dalam hitungan jam dengan
hasil akurat. Disebut akurat karena PCR mengamplifikasi daerah tertentu DNA yang
merupakan ciri khas virus Influenza A (H1N1) yang tidak dimiliki oleh virus atau
makhluk lainnya.
22
DAFTAR PUSTAKA
Hendra. 2010. http://hendraagronom.blogspot.com/2010/07/genetika-awal-genomika-
1983-perbanyakan.html (Diakses, 2 Juni 2013)
Idris. 2011. http://makalahcentre.blogspot.com/2011/01/dna-dan-rn.html (Diakses, 2 Juni
2013)
Jr, Azmi Cole. 2010. http://zonapencarian.blogspot.com/2010/09/teka-teki-paling-mahal-
di-dunia.html (Diakses, 2 Juni 2013)
Mahmuddin. 2010. http://mahmuddin.wordpress.com/2010/08/31/polymerase-chain-
reaction-pcr/ (Diakses, 2 Juni 2013)
Sekolahkampus.2012.http://www.sekolahkampus.com/article/detail/detail/data/258/
e9379d21df60/list/
bagaimana_sebuah_test_dna_dilakukan_untuk_indentifikasi?.html (Diakses, 2
Juni 2013)
Sugiri, Bahana. 2011. http://hmkuliah.wordpress.com/tag/penyakit-genetika/ (Diakses, 2
Juni 2013)
Tarigan, Simpson. 2011. Jurnal : Penggunaan Polimerase Chain Reactio Enzyme Linked
Oligonucleotide Sorbent Assay (PCR-Elosa) Untuk Deteksi Agen Penyakit. Balai
Besar Penelitian : Bogor.
Wilton, Alan. 2007. Jurnal : Dna Methods Of Diagnosing Disease In Animals. University
of New South Wales, Sydney. Australia.
----------. 2009. http://www.littletree.com.au/dna.html (Diakses, 2 Juni 2013)
----------. 2013. http://www.broad.mit.edu/mammals/dog/donate.html\ (Diakses, 2 Juni
2013)
----------. 2013. http://id.wikipedia.org/wiki/Penyakit_genetik (Diakses, 2 Juni 2013)
23