analisis dna
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUMGENETIKA DAN PEMULIABIAKAN BIOTA AIR
ANALISIS DNAPADA UDANG WINDU (Panaeus monodon)
OLEH
NAMA : ANDI MASRIAHSTAMBUK : L22110902KELOMPOK : VIII (DELAPAN)ASISTEN : MUSYARRAFAH MANSYAH, S.Pi
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRANJURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANANUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR2013
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sumberdaya hayati perairan merupakan salah satu modal dasar
pembangunan Nasional yang sangat penting. Kontribusi subsektor perikanan
telah nyata terhadap penerimaan devisa negara dan di masa datang perlu lebih
ditingkatkan. Sejalan dengan itu, Direktorat Jendral Perikanan telah
mencanangkan PROTEKAN (Program Peningkatan Ekspor Perikanan) 2003,
dengan nilai US $ 7.6 milyar; dan sebesar US $ 6.78 milyar berasal dari budidaya
udang windu (Prihatman, 2003).
Sistem PCR yang memanfaatkan DNA dari organisme telah diaplikasikan
dalam bidang perikanan. Terutama dalam pendeteksian jenis penyakit yang
menyerang udang windu. Namun analisis DNA dengan sistem PCR tidak hanya
dapat digunakan pada pendeteksian penyakit (virus) saja, tetapi juga dapat
digunakan dalam identifikasi dan pembacaan sumber informasi pada level
molekuler.
Terdapat tiga jenis penanda genetik dalam menganalisis genom, yaitu
penanda morfologi, penanda protein dan penanda DNA. Untuk menjadi penanda
genetik, lokus dari penanda harus lokus yang secara eksperimen dapat
mendeteksi variasi diantara individu di dalam pengujian populasi. Perbedaan
jenis penanda bisa mengidentifikasi polimorfisme yang berbeda juga (Liu, 1998
dalam Kusumawaty, 2001).
Analisis DNA bertujuan untuk mengarakterisasi DNA makhluk hidup untuk
mengidentifikasi susunan DNA-nya. Barang bukti DNA dapat diambil dari barang
bukti biologis, baik dalam keadaan utuh maupun tidak utuh lagi. Analisa DNA
banyak digunakan untuk karakterisasi sifat genetik pada level molekuler yang
secara langsung mencerminkan sifat genotip (materi genetik) yang dimiliki oleh
organisme tertentu. Analisis DNA ini terdiri dari tiga tahap yaitu ekstraksi DNA,
PCR, dan elektroforesis (Nuraisyah, 2012).
Sejak ditemukan penanda DNA, penanda ini menjadi populer digunakan
dalam mempelajari filogenetik molekuler. Penanda DNA adalah sebagian kecil
DNA yang dapat menunjukkan polimorfisme diantara individu yang berbeda. Ada
dua macam pendekatan yang dilakukan pada analisis penanda DNA ini,
diantaranya pendekatan dengan hibridisasi dan PCR (Kusumawaty, 2001).
Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari Praktikum Analisis DNA pada Udang Windu (Panneus
monodon) adalah agar mahasiswa mampu untuk melakukan ekstraksi DNA
secara sederhana dan mengamati presipitasi DNA pada Udang Windu (Panneus
monodon).
Kegunaan dari Praktikum Analisis DNA pada Udang Windu (Panneus
monodon) adalah agar mahasiswa mampu untuk melakukan secara langsung
ekstraksi DNA secara sederhana dan mengamati presipitasi DNA pada Udang
Windu (Panneus monodon).
II. TINJAUAN PUSTAKA
Udang Windu (Penaeus monodon)
A. Deskripsi dan Sistematika Udang Windu (Penaeus monodon)
Udang windu digolongkan ke dalam keluarga Penaeid pada filum
Arthropoda. Terdapat ribuan spesies dalam filum ini, namun yang mendominasi
perairan berasal dari subfillum Crustacea. Berikut tata nama udang windu
kompilasi dari Motoh (1981) dan Landau (1992) dalam Education, 2011:
Kingdom : Animalia
Subkingdom : Metazoa
Fillum : Arthropoda
Subfillum : Crustacea
Kelas : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Famili : Penaeidae
Genus : Penaeus
Spesies : Penaeus monodon
Gambar 1. Morfologi Udang Windu
Udang merupakan jenis ikan konsumsi air payau, badan beruas
berjumlah 13 (5 ruas kepala dan 8 ruas dada) dan seluruh tubuh ditutupi oleh
kerangka luar yang disebut eksosketelon. Umumnya udang yang terdapat di
pasaran sebagian besar terdiri dari udang laut. Hanya sebagian kecil saja yang
terdiri dari udang air tawar, terutama di daerah sekitar sungai besar dan rawa
dekat pantai. Udang air tawar pada umumnya termasuk dalam keluarga
Palaemonidae, sehingga para ahli sering menyebutnya sebagai kelompok udang
palaemonid. Udang laut, terutama dari keluarga Penaeidae, yang bisa disebut
udang penaeid oleh para ahli (Prihatman, 2003).
Udang merupakan salah satu bahan makanan sumber protein hewani
yang bermutu tinggi. Bagi Indonesia udang merupakan primadona ekspor non
migas. Permintaan konsumen dunia terhadap udang rata-rata naik 11,5% per
tahun. Walaupun masih banyak kendala, namun hingga saat ini negara produsen
udang yang menjadi pesaing baru ekspor udang Indonesia terus bermunculan
(Prihatman, 200).
B. Pengembangan Budidaya Udang Windu (Penaeus monodon)
Pemuliaan Dalam Pengembangan Budidaya Tambak
Sebagaimana halnya dengan kegiatan budidaya lainnya, pengembangan
budi-daya udang windu menghadapi beberapa kendala diantaranya masalah
penyakit. Ken-dala lainnya adalah masalah yang berkaitan dengan nutrisi dan
kualitas air (Kurniawan, 2003).
Penyakit infeksi merupakan penyakit yang sering dikaitkan dengan
kegagalan produksi baik dipembenihan maupun ditambak-tambak pembesaran
udang windu. Hingga kini, penyakit virus dan bakteri merupakan penyakit utama
yang dihadapi para petambak dan sering menyebabkan kegagalan panen
(Kurniawan, 2003).
Pengendalian penyakit infeksi diantaranya dilakukan dengan
memproduksi benih yang rentan terhadap penyakit. Tindakan ini merupakan
tindakan internal terhadap biota yang dilaksanakan dengan cara konvensional
dan dengan menggunakan teknologi maju. Upaya ini merupakan kegiatan
pemuliaan udang windu yang diharapkan unggul dari aspek kesehatan terutama
untuk memperoleh Specific Pathogen Free (SPF) (Wyban, 1992). Meskipun
demikian aspek nutritif, pertumbuhan dan reproduktif juga harus dipertimbangkan
dalam pemuliaan hewan (Kurniawan, 2003).
Pemuliaan Dengan Teknologi Transgenik
Alternatif lain untuk menghadapi kendala dalam budidaya adalah
pemuliaan dengan teknologi transgenik. Devlin et al. (2001) mengungkapkan,
bahwa teknologi transgenik dapat memacu pertumbuhan ikan Rainbow trout
(Onchorhynchus mykiss) liar. Hal ini dilakukan dengan konstruksi gen
pertumbuhan (OnMTGHI) melalui mikroinjeksi telur. Atas dasar itu, teknologi
transgenik mungkin dapat diterapkan pada pemuliaan udang windu untuk
memperoleh udang unggulan. Udang transgenik adalah udang yang telah
mengalami perubahan secara buatan pada gennya dengan cara mengubah
susunan asli genom aslinya dengan tehnik rekombinan DNA (Kurniawan, 2003).
DNA (DEOXIRIBO NUCLEAT ACID)
A. Gambaran Umum DNA
Asam deoksiribonukleat, lebih dikenal dengan DNA (bahasa Inggris:
deoxyribonucleic acid), adalah sejenis asam nukleat yang tergolong biomolekul
utama penyusun berat kering setiap organisme. Di dalam sel, DNA umumnya
terletak di dalam inti sel. Secara garis besar, peran DNA di dalam sebuah sel
adalah sebagai materi genetik; artinya, DNA menyimpan cetak biru bagi segala
aktivitas sel. Ini berlaku umum bagi setiap organisme. Di antara perkecualian
yang menonjol adalah beberapa jenis virus (dan virus tidak termasuk organisme)
seperti HIV (Human Immunodeficiency Virus) (Suparmuji, 2012).
Rangka utama untai DNA terdiri dari gugus fosfat dan gula yang
berselang-seling. Gula pada DNA adalah gula pentosa (berkarbon lima), yaitu 2-
deoksiribosa. Dua gugus gula terhubung dengan fosfat melalui ikatan
fosfodiester antara atom karbon ketiga pada cincin satu gula dan atom karbon
kelima pada gula lainnya. Salah satu perbedaan utama DNA dan RNA adalah
gula penyusunnya; gula RNA adalah ribosa (Suparmuji, 2012).
B. Sturktur DNA
DNA terdiri atas dua untai yang berpilin membentuk struktur heliks ganda.
Pada struktur heliks ganda, orientasi rantai nukleotida pada satu untai
berlawanan dengan orientasi nukleotida untai lainnya. Hal ini disebut sebagai
antiparalel. Masing-masing untai terdiri dari rangka utama, sebagai struktur
utama, dan basa nitrogen, yang berinteraksi dengan untai DNA satunya pada
heliks. Kedua untai pada heliks ganda DNA disatukan oleh ikatan hidrogen
antara basa-basa yang terdapat pada kedua untai tersebut. Empat basa yang
ditemukan pada DNA adalah adenina (dilambangkan A), sitosina (C, dari
cytosine), guanina (G), dan timina (T). Adenina berikatan hidrogen dengan
timina, sedangkan guanina berikatan dengan sitosina. Segmen polipeptida dari
DNA disebut gen, biasanya merupakan molekul RNA (Suparmuji, 2012).
Gambar 2. Ilustrasi Struktur Molekul DNA (Suparmuji, 2012)
Gambar 3. Struktur DNA
C. Fungsi DNA
DNA merupakan polimer yang amat penting dalam kehidupan suatu sel
karena DNA inilah yang mengekspresikan sifat genetika, DNA merupakan
pembawa informasi genetik yang hasil akhir ekspresinya berupa suatu protein
atau RNA. Gen adalah bagian dari DNA yang berperan sebagai pembawa
informasi genetika melalui pembentukan molekul protein secara tidak langsung.
Jika terjadi mutasi pada DNA suatu gen maka hasil ekspresinya dapat
mengalami perubahan susunan asam amino pada posisi tertentu sehingga dapat
mengakibatkan perubahan sifat maupun aktivitas protein yang dihasilkan (Admin,
2011).
DNA dari berbagai spesies mempunyai jumlah pasangan basa dan
jumlah gen yang berbeda. Organisme tingkat tinggi mempunyai jumlah gen yang
lebih banyak dibandingkan organisme tingkat rendah. DNA suatu spesies atau
organisme tertentu mempunyai perbandingan dan urutan unit mononukleotida
yang khas. Sel prokariotik yang hanya mengandung 1 kromosom mempunyai
DNA yang merupakan suatu makromolekul tunggal sedangkan sel eukariotik
mempunyai beberapa atau banyak kromosom dengan berat molekul yang besar
pula (Admin, 2011).
PCR ( Polymerase Chain Reaction)
PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul
DNA pada target tertentu dengan cara mensintesis molekul DNA baru yang
berkomplemen dengan molekul DNA target dengan bantuan enzim dan
oligonukleotida sebagai primer, dan dilakukan di dalam thermocycler. Panjang
target DNA berkisar antara puluhan sampai ribuan nukleotida yang posisinya
diapit sepasang primer. Primer yang berada sebelum target disebut primer
forward dan primer yang berada setelah target disebut primer reverse. Enzim
yang digunakan sebagai pencetak rangkaian molekul DNA baru disebut sebagai
enzim polymerase. Untuk dapat mencetak rangkaian tersebut dalam teknik PCR,
diperlukan juga dNTPs yang mencakup dATP (nukleotida berbasa Adenine),
dCTP (nukleotida berbasa Cytosine) dan dTTP (nukleotida berbasa Thymine)
(Muladno, 2002).
PCR adalah suatu metode yang menggunakan komponen‐komponen
replikasi DNA untuk mereplikasi suatu fragmen DNA yang spesifik di dalam
tabung reaksi. Metode ini dikembangkan untuk mempercepat isolasi DNA
spesifik tanpa membuat dan melakukan pustaka genom. Dua primer
oligonukleotida pendek digunakan untuk mengapit daerah DNA yang akan
diamplifikasi. Primer menguatkan dan mencangkok target sequens, satu dari
setiap strand dari double strand DNA molekul. Primer menetapkan limit daerah
yang akan diamplifikasi dan DNA polymerase mereplikasi DNA diantara primer
menggunakan empat deoksiribonukelotida (dGTP, dATP, dCTP, dTTP) yang
disediakan di dalam tabung reaksi dengan penambahan dNTPs. Di dalam
sebuah siklus amplifikasi (=replikasi), DNA template didenaturasi pada
temperature tinggi, annealing primer dilakukan dengan menurunkan temperature
dan DNA polymerase memperpanjang DNA dari primer. Pengulangan siklus
denaturasi, annealing primer, dan sintesis DNA menghasilkan DNA melalui
amplifikasi secara eksponensial. Sekitar 25 sampai 40 siklus pada umumnya
digunakan di dalam thermalcycler, yaitu sebuah instrumen yang secara otomatis
mengontrol temperature dan waktu. Suatu DNA polymerase khusus – Taq
polymerase, yang diisolasi dari suatu bakteri thermofilik, Thermus aquaticus,
yang hidup di hot spring – yang stabil pada temperature tinggi digunakan untuk
mendenaturasi DNA template. Produk yang dihasilkan dari PCR dianalisa
menggunakan elektroforesis gel agarose (Barnum, 2005).
Beberapa komponen yang penting yang dibutuhkan dalam reaksi PCR
adalah : DNA target, primer, enzim Taq DNA polymerase, deoksinukleoside
triphosphat dan larutan penyangga (buffer). Molekul DNA yang targetnya akan
dilipatgandakan jumlahnya dapat berupa untai tunggal atau untai ganda. Jumlah
yang digunakan dalam proses PCR tidak terlalu berpengaruh terhadap kualitas
hasil PCR, tetapi jumlah dalam ukuran pikogram sudah cukup. DAlam
menentukan jumlah ini, dapat pula dilakukan ujicoba dengan berbagai ukuran,
misalnya 10, 100, atau 1000 pikogram sehingga diperoleh kualitas PCR yang
paling baik. Apabila target yang digunakan berupa total DNA genom, sebaiknya
DNA tersebut dipotong terlebih dahulu dengan enzim tertentu sehingga potongan
DNA yang dihasilkan masih berukuran cukup besar, misalnya enzim Sal I atau
Not I yang mempunyai sedikit situs pemotongan di dalam total DNA genom.
Primer atau oligonukleotida sebaiknya berukuran paling pendek 16 basa dan
biasanya berkisar antara 18 – 24 basa (Muladno, 2002).
Gambar 4. Rangkaian Alat PCR
Elektroforesis DNA
Elektroforesis DNA merupakan teknik untuk memisahkan sampel DNA
berdasarkan atas ukuran (berat molekul) dan struktur fisik molekulnya. Gel yang
biasa digunakan antara lain agarosa. Elektroforesis gel agarosa dapat dilakukan
untuk memisahkan sampel DNA dengan ukuran dari beberapa ratus hingga
20.000 pasang basa (bp) (Pramono, 2012).
Molekul DNA bermuatan negatif sehingga di dalam medan listrik akan
bermigrasi melalui matriks gel menuju kutub positif (anode). Makin besar ukuran
molekulnya, makin rendah laju migrasinya. Berat molekul suatu fragmen DNA
dapat diperkirakan dengan membandingkan laju migrasinya dengan laju migrasi
fragmen-fragmen molekul DNA standar (DNA marker) yang telah diketahui
ukurannya. Visulisasi DNA selanjutnya dilakukan di bawah paparan sinar
ultraviolet setelah terlebih dahulu gel dalam pembuatannya ditambahkan larutan
etidium bromid. Cara lain untuk melihat visualisasi DNA adalah gel direndam di
dalam larutan etidium bromid sebelum dipaparkan di atas sinar ultraviolet
(Pramono, 2012).
Gambar 5. Rangkaian Alat Elektroforesis DNA
Dalam kegiatan biologi molekuler, elektroforesis merupakan salah satu
cara untuk memvisualisasikan keberadaan DNA, plasmid, dan produk PCR. DNA
dapat dilihat secara langsung dan dapat ditentukan ukurannya berdasarkan
migrasinya pada gel agarose maupun gel poliakrilamid. Migrasi DNA dalam gel
disebut sebagai elektroforesis. Untuk dapat divisualisasikan, maka DNA yang
terdapat di gel diwarnai dengan ethidium bromida (EtBr), kemudian dilihat di atas
sinar ultra violet. Ethidium bromida dapat menangkap sinar ultra violet sehingga
pendaran sinar UV ini dapat terlihat. Ethidium mengikat molekul DNA, sehingga
molekul DNA dapat terlihat ketika dilihat di atas sinar ultra violet. DNA
merupakan molekul bermuatan negatif, sehingga bila diletakkan dalam medan
listrik, DNA akan bermigrasi dari kutub negatif ke kutub positif. Kecepatan migrasi
ditentukan oleh : i) ukuran molekul DNA; ii) prosentase/kerapatan gel yang dilalui
DNA; iii) arus listrik yang diberikan untuk memigrasikan molekul DNA. Semakin
kecil ukurannya DNA akan semakin cepat migrasi DNA. Semakin rapat media
yang digunakan, semakin tinggi prosentasenya, maka semakin lambat DNA
bermigrasi. Semakin besar arus yang diberikan, maka semakin cepat DNA
bermigrasi (Anam, 2010).
Gel elektroforesis digunakan untuk memisahkan fragmen DNA
berdasarkan ukurannya. Dimana jika sentrifugasi berarti memisahkan molekul
menggunakan kekuatan gravitasi sementara gel elektroforesis berarti
memisahkan molekul dengan menggunakan kekuatan elektrik. Gel elektroforesis
mengambil keuntungan bahwa, sebagai asam organik, DNA bermuatan negatif.
Ketika diletakkan di dalam medan listrik, molekul DNA menuju ke kutub positif
(anoda) dan menjauhi kutub negatif (katoda) (Anam, 2010).
Sebelum dilakukan elektroforesis, suspensi DNA terlebih dahulu harus
ditambahkan loading buffer (dye), yang berfungsi untuk i) menambah densitas,
sehingga DNA akan selalu berada di dasar sumur; ii) pewarna untuk
memudahkan meletakkan sampel DNA ke dalam sumur, iii) agar dapat bergerak
ke arah anoda dengan laju yang dapat diperkirakan sehingga dapat digunakan
sebagai tanda migrasi DNA. Pewarna yang biasa digunakan adalah bromophenol
blue dan xylene cyanol. Selain itu, pembacaan pita DNA di dalam gel yang telah
diwarnai dengan ethidium bromida di atas lampu UV yang dibandingkan dengan
DNA standar juga sering dilakukan untuk menganalisis kuantitas jumlah DNA
(Suharsono dan Widyastuti, 2006 dalam Anam, 2010).
III. METODE PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat
Praktikum Analisis DNA pada Udang Windu (Penaeus monodon)
dilaksanakan bertepatan pada hari Rabu 1 Mei 2013 pukul 08.00 WITA
bertempat di Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu
Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Alat dan Bahan
Alat dan Bahan yang digunakan pada praktikum Analisis DNA pada
Udang Windu (Penaeus monodon) adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Alat yang digunakan dalam Praktikum Analisis DNA pada Udang Windu (Penaeus monodon)No.
Alat Fungsi
1 Microwave Untuk memanaskan gel agarose.2 Mikropipet beserta
tipnyaUntuk engambil sampel.
3 Vortex Untuk menghomogenkan bahan dalam ekstraksi DNA.
4 Seperangkat alat elektroforesis
Pembuatan gel agarose.
5 UV transluminator Untuk mengamati pita DNA.6 Freezer Untuk mengawetkan sampel.7 PCR Untuk mengetahui deteksi DNA.8 Mikrotube Untuk memisahkan supernatan dengan DNA.9 Sisir/Comb Sebagai cetakan sumur/well elektroforesis.10 Labu erlenmeyer Tempat larutan agarose.11 Kertas parafilm Tempat pencampuran sampel ekstraksi DNA
dengan loading dye sebelum dimasukkan pada sumur gel agarose.
Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam Praktikum Analisis DNA pada Udang Windu (Penaeus monodon)No. Bahan Fungsi1 Sampel DNA Sampel yang akan diamati pita
DNAnya.2 Nucleus lysis buffer 500 – 600 µL Larutan untuk menambah densitas
agar tedapat dalam sumur.3 Proteinase K 4,3 µL Enzim dalam ekstraksi DNA.4 Larutan protein perification 200 Larutan dalam pembuatan ekstraksi
µL DNA.5 Isopropanol 300µL Larutan untuk pemisahan superatan
DNA.6 Ethanol 70%, 600 µL Larutan untuk mencuci.7 Larutan TAE Bahan pembuatan gel agarose.8 Loading dye Menambah densitas, sehingga DNA
akan selalu berada di dasar sumur; memudahkan meletakkan sampel DNA ke dalam sumur, agar dapat bergerak ke arah anoda dengan laju yang dapat diperkirakan sehingga dapat digunakan sebagai tanda migrasi DNA.
9 Marker DNA Sebagai pemberat agar sampel tidak mengapung pada gel agarose.
10 TNES Urea Membersihkan ampas-ampas dna.11 SDS 10% Memisahkan DNA.12 TE Buffer Menjaga pH pada nilai tertentu.13 Gel red Pengganti etidium bromida, sebab
etidium bromida bersifat karsinogenik.
Prosedur Kerja
A. Isolasi DNA Udang Windu (Panaeus monodon)
Penghancuran Sel (Cell Lysis)
Semua peralatan yang akan digunakan dalam pembuatan ekstraksi DNA
diautoclave. Sampel udang ditimbang sebanyak 10-20 mg, lalu dimasukkan ke
dalam tabung evendorf (1,5 ml). 100-200 µl Cell Lysis Solution ditambahkan ke
dalam tabung yang diletakkan di atas es lalu jaringan digerus hingga homogen.
Kemudian 200 µl Cell Lysis Solution kembali ditambahkan ke dalam tabung dan
dihomogenkan. 0,5 µl Proteinase K ditambahkan ke dalam tabung dan diaduk
dengan menggunakan pipet. Tabung berisi suspensi kemudian diinkubasi pada
suhu 55 ºC selama 3-24 jam.
Eliminasi RNA
10,5-1 µl Rnase dimasukkan ke dalam setiap tabung lalu diaduk dengan
membolak-balikkan tabung sebanyak 25 kali. Kemudian diinkubasi pada suhu 37
ºC selama 15-60 menit. Setelah inkubasi selesai, homogenat didinginkan pada
suhu ruang.
Pengendapan Protein
30-40 l Protein Precipitation Solution ke dalam larutan homogenat lalu
divortex pada kecepatan tinggi selama 20 detik. Kemudian homogenat
disentrifuse pada kecepatan 14.000 rpm selama 3 menit hingga terbentuk
endapan protein dan larutan yang mengandung DNA.
Pengendapan DNA
Larutan supernatan yang terbentuk dituangkan dengan hati-hati ke dalam
tabung baru yang telah berisi 200 l Larutan Isopropanol 100 %. Tabung yang
berisi larutan DNA ini kemudian diaduk dengan membolak-balikkan tabung
sebanyak 50 kali hingga terlihat untaian pita DNA yang berwarna putih.
Kemudian tabung tersebut disentrifuse dengan kecepatan 14.000 rpm selama 1
menit hingga terbentuk pelet DNA di dasar tabung. Larutan supernatan dibuang
dan tabung dikeringkan di atas kertas tissue. 200 µl Larutan Etanol 70 % dingin,
kemudian dimasukkan ke dalam tabung yang berisi pelet DNA. Lalu tabung
dibolak-balik beberapa kali untuk membilas sisa-sisa DNA yang berada di dinding
tabung. Tabung disentrifuse pada kecepatan 14.000 rpm selama 1 menit.
Kemudian larutan etanol dibuang dengan hati-hati, lalu tabung dikeringkan diatas
kertas tissue dan dibiarkan kering udara selama 15 menit. Pelet DNA yang
terbentuk dilarutkan kembali dengan menambahkan 20 µl akuades steril (SDW)
ke dalam tabung. Kemudian larutan DNA disimpan dalam freezer atau langsung
digunakan untuk proses selanjutnya.
Pengukuran Konsentrasi DNA dan RNA
Larutan DNA diencerkan terlebih dahulu 10-20 kali (tergantung pada hasil
ekstraksi). Alat Gene Quant dinyalakan, dan kuvet dikeluarkan dari tempat
penyimpanan lalu dibilas dengan akuades. Kalibrasi dilakukan dengan mengukur
absorbansi pelarut (SDW untuk DNA), dengan memasukkan 70 l pelarut
tersebut ke dalam kuvet. Kemudian kuvet dimasukkan ke dalam alat, lalu tekan
tombol “set ref”, hasil pembacaan akan menunjukkan nilai absorbansi 0,000.
Dilanjutkan dengan pengukuran konsentrasi DNA atau RNA. Kuvet yang akan
digunakan, dibilas terlebih dahulu dengan 20 µl larutan DNA yang akan diukur.
Setelah itu larutan asam nukleat yang akan diukur dimasukkan ke dalam kuvet
sebanyak 70 µl dan kuvet ditempatkan di dalam alat. Setelah tombol “sample”
ditekan dan konsentrasi larutan sudah terbaca, kuvet dikeluarkan dan dibilas
dengan akuades.
B. Elektroforesis Gel Agarose
Membuat 250 ml larutan buffer TAE 1x dengan cara mencamnpurkan 5
ml TAE 50x ke dalam 245 ml akuades. Membuat gel agarosa 1% dengan cara
menimbang agarosa 0,2 g untuk dilarutkan e dalam bufer TAE 1x hingga volume
20 ml. Larutan agarosa dididihkan hingga larut sempurna. Menyiapkan baki gel
agarosa, lekatkan selotip di tiap ujung baki gel agarosa (memastikan bahwa
selotip melekat kuat dan tidak ada lubang pada masing-masing ujung baki).
Memasang sisir elektroforesis di salah satu ujung baki gel agarosa dengan posisi
hampir menyentuh dasar baki. Memeriksal suhu larutan agarosa dengan cara
menempelkan erlenmeyer ke tangan, jika suhunya sudah turun hingga sekitar
50-60 0C, tambahkan 1 μl jel red. Larutan agarosa dihomogenkan sebentar,
kemudian tuangkan larutan ke dalam baki gel agarosa, biarkan hingga larutan
berubah menjadi gel yang padat. Mengambil sisir dengan hati-hati, lepaskan
selotip dari ujung-ujung baki. Memasukkan baki yang telah berisi gel agarosa ke
dalam tangki elektroforesis yang telah diisi dengan larutan bufer TAE 1x
(pastikan bahwa gel terendam seluruhnya dalam TAE).
Menyiapkan sekitar 5 cm kertas parafilm di dekat tangki
elektroforesis.Memasukkan 10 μl sampel DNA dan 2 μl loading dye 6x ke dalam
sumuran gel agarosa dengan cara mencampurkan kedua bahan tersebut terlebih
dahulu secara merata pada kertas parafilm menggunakan mikropipet. Membuat
catatan mengenai nomor sumuran dan jenis sampel DNA yang dimasukkan.
Menghubungkan kabel dari sumber arus ke tangki elektroforesis (pastikan bahwa
kabel yang tersambung ke kutub negatif berada di dekat sumuran; jika tidak
demikian, ubahlah posisi baki/gel ke arah sebaliknya). Menyalakan sumber arus,
aturlah volatse dan waktu running hingga diperoleh angka 80 V dan 45 menit
dengan cara menekan tombol yang sesuai pada sumber arus. Menjalankan
elektroforesis (lakukan running) dengan cara menekan tombol run pada sumber
arus. Elektroforesis akan berhenti apabila waktu yang ditetapkan sudah habis,
yang ditandai oleh adanya bunyi alarm. Matikan sumber arus dan angkatlah baki
dari tangki elektroforesis. Mengeluarkan gel dan letakkan di atas UV
transluminator (letakkan selubung kaca hitam di atas UV transluminator).
Menyalakan UV transluminator, amati pita-pita DNA yang tervisualisasi.
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Gambar 6. Pita DNA pada Udang Windu (Panaeus monodon)
Pembahasan
Hasil gambar di atas menunjukkan atau menejelaskan bahwa
hasilekstraksi DNA pada udang windu (Panaeus monodon) memiliki kemurnian
karena tampak jelas pita DNAnya. Berdasarkan hasil uji PCR udang windu
(Panaeus monodon) dengan menggunakan primer F.
Isolasi DNA pada dasarnya dapat dilakukan dengan merusak dinding dan
membrane sel dan juga membrane inti. Berdasarkan hasil pengamatan, larutan
yang berisi strawberry dan buffer berwarna merah sesuai dengan warna buah
strawberry. Penambahan buffer ekstraksi ini berfungsi untuk melisiskan membran
sel. Dan penambahan SDS 20% bertujuan untuk melisiskan dinding sel dan
mendenaturasi protein sehingga DNA pada jaringan buah strawberry dapat
diisolasi. Larutan dalam tabung tersebut dihomogenkan dengan menggunakan
vorteks.
Dewasa ini, perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang
bioteknologi dan biologi molekuler berlangsung sangat pesat. Berawal dari
terungkapnya struktur dan fungsi DNA (Deoxyribonucleic acid) oleh Francis Crick
M 1 2 3 3
pada tahun 1958, kemudian disusul dengan ditemukannya enzim restriksi,
pembuatan pustaka gen berdasarkan situs restriksi, cloning sekuen DNA pada
organisme prokaryot, penggunaan berbagai macam penanda DNA (DNA marker)
sampai akhirnya sintesis dan penggandaan DNA secara in vitro serta sekuen
genom dan analisisnya (Kususwaty, 2007).
Kajian keragaman genetik yang berdasarkan DNA mitokondria saat ini
sangat berkembang karena DNA mitokondria mempunyai jumlah turunan yang
tinggi (high copy number), mempunyai jumlah salinan sebesar 103-104 molekul
DNA mitokondria/sel somatik. Ukuran DNA mitokondria kecil sehingga dapat
dipelajari secara utuh. Genom DNA mitokondria mempunyai laju evolusi 5-10 kali
lebih cepat dari DNA inti. Daerah D-loop DNA mitokondria adalah control region,
yaitu daerah yang tidak mengkode protein. Dinamakan D-loop karena pada
fragmen tersebut terdapat fragmen DNA dengan sruktur 3-rantai (membentuk
hairpin), terbentuk akibat terciptanya rantai berat (H-strand) yang menggantikan
rantai induk dan membentuk struktur tripleks D-loop (3-strand). Daerah yang
membentuk hairpin/D-loop berdekatan dengan gen tRNAphe dan terdapat
promotor (Heavy Strand Promotor/HSP dan Light Strand Promotor/ LSP) yang
berfungsi sebagai transkripsi genom mitokondria, juga terdapat daerah OH
(Origin of Replication) untuk rantai berat yang berfungsi awal replikasi (Clayton,
1992 dalam Sulandari dan Zein, 2008).
Dalam proses elektroforesis, sampel molekul DNA ditempatkan ke dalam
sumur (well) pada gel yang ditempatkan di dalam larutan penyangga, kemudian
dialirkan listrik dengan kutub yang terpisah satu sisi dengan sisi lainnya. Molekul-
molekul sampel tersebut akan bergerak di dalam matriks gel ke arah salah satu
kutub listrik sesuai dengan muatannya. Dalam hal asam nukleat, arah
pergerakan adalah menuju elektroda positif, disebabkan oleh muatan negatif
alami pada rangka gula-fosfat yang dimilikinya. Untuk menjaga agar laju
perpindahan asam nukleat benar-benar hanya berdasarkan ukuran (yaitu
panjangnya), zat seperti natrium hidroksida atau formamida digunakan untuk
menjaga agar asam nukleat berbentuk lurus. Sementara itu, protein didenaturasi
dengan deterjen (misalnya natrium dodesil sulfat, SDS) untuk membuat protein
tersebut berbentuk linear dan bermuatan negatif pada sisi luarnya sehingga pada
saat dielektroforesis akan menuju ke kutub positif secara seragam. Setelah
proses elektroforesis selesai, dilakukan proses pewarnaan (staining) agar
molekul sampel yang telah terpisah dapat dideteksi. Dalam praktikum ini kami
menggunakan Etidium bromida sebagai zat pewarnanya,. Etium bromida akan
berinteraksi dengan basa dari molekul DNA dan akan memberikan warna orange
fluoresance yang dapat dilihat di bawah sinar ultraviolet (Anonim, 2010).
Ketika dilihat di bawah sinar ultraviolet akan terlihat pita-pita (band) pada
lajur-lajur (lane) yang berbeda pada gel; satu lajur merupakan arah pergerakan
sampel dari sumur gel. Pita-pita yang berjarak sama dari sumur gel pada akhir
elektroforesis mengandung molekul-molekul yang bergerak di dalam gel selama
elektroforesis dengan kecepatan yang sama, yang berarti bahwa molekul-
molekul tersebut berukuran sama. Penanda (marker) yang merupakan campuran
molekul dengan ukuran berbeda-beda dapat digunakan untuk menentukan
ukuran molekul dalam pita sampel dengan meng-elektroforesis penanda tersebut
pada lajur di gel yang paralel dengan sampel. Pita-pita pada lajur marker tersebut
dapat dibandingkan dengan pita sampel untuk menentukan ukurannya. Jarak
pita dari sumur gel berbanding terbalik terhadap logaritma ukuran molekul.
Dalam Hasil pengamatan terlihat bahwa terdapat fragmen DNA yang terlihat
terurai dan tidak terurai. Semakin sedikit DNA yang terurai, maka semakin baik
hasil elektroforesis DNA nya (Anonim, 2010).
V. PENUTUP
Kesimpulan
Dari hasil praktikum mengenai Analisis DNA pada Udang Windu
(Panaeus monodon) dapat disimpulkan bahwa hasil ekstraksi DNA Udang windu
(Panaeus monodon) adalah memilki kemurnian DNA karena tampak jelas pita
pada gel agarose dalam pembacaan di UV transiluminator.
Saran
Untuk pelaksanaan praktikum selanjutnya semoga dapat dilakukan
proses ekstraksi DNA dan proses PCR secara langsung agar tidak lagi adanya
kekurangan pengetahuan mengenai penggunaan teknologi.
DAFTAR PUSTAKA
Admin. 2011. Asam Nukleat. Online http://perikanan-hangtuah.blogspot.Com /2011/02/asam-nukleat.html. Pada hari kamis 2 mei 2013 pukul 23.46 di Universitas Hasanuddin.
Anam, Khairul. 2010. Laporan I (Isolasi dan Pemetaan DNA Plasmid). Institut Pertanian Bogor.
Anonim. 2010. Elektroforesis dan Isolasi DNA.
Kurniawan, Dedy. 2003. Pengembangan Budidaya Tambak Udang Windu Berkelanjutan Dalam Perspektif Perundangan.
Nuraisyah, Annisa. 2012. Analisis DNA. Online http://ichapiiz.blogspot.Com /2012/09/analisis-dna.html. Pada hari kamis 2 mei 2013 pukul 23.57 di Universitas Hasanuddin.
Kusumawaty, Diah. 2001. RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA). Program Studi Biologi Jurusan Pendidikan Biologi UPI.
Kusumawaty. 2007. Prinsip-Prinsip Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Aplikasinya. Kursus Singkat Isolasi dan amplifikasi DNA – 20 Juni 2007.
Pramono, Hendro. 2012. Elektroforesis Gel Agarosa Online http:// 02bios2unsoed.wordpress.com/tentang/acara-praktikum/3-elelektroforesis -dna/. Pada Hari Sabtu 4 mei 2013 di Universitas Hasanuddin.
Prihatman, Kemal. 2000. Budidaya Udang Windu (Palaemonidae/ Penaeidae). Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Suparmuji. 2012. Insight Gen, DNA, dan Kromosom. Wahana Biologi.
Sulandari, S dan M.S.A Zein. 2008. Analisis D-loop DNA Mitokondria untuk Memposisikan Ayam Hutan Merah dalam Domestikasi Ayam di Indonesia. Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi-LIPI.