mengatasi dilema industri kelapa sawit dengan sesar (ryan arifin)

19
Mengatasi Dilema Industri Kelapa Sawit dengan SESAR (Stakeholder’s Earth and Social Assurance Responsibility) Oleh : Ryan Arifin A. Pertumbuhan industri kelapa sawit di Indonesia dan Kalimantan Barat Indonesia dengan luas tanah lebih dari 180 juta hektar merupakan wilayah kepulauan tropis terbesar di dunia. Indonesia mempunyai curah hujan yang tinggi sepanjang tahun, kesesuaian tanah yang baik untuk semua jenis tanaman tropis, serta 360 hari kondisi iklim yang lebih baik dibandingkan negara-negara empat musim pada umumnya. Keuntungan geo-lingkungan ini membuat Indonesia terutama provinsi Kalimantan Barat sangat tepat untuk pengembangan industri berbasis perkebunan, misalnya kelapa sawit. Produksi kelapa sawit untuk tahun 2006 terdiri dari produksi perkebunan rakyat yaitu 350,171 ton dan produksi perkebunan negara, yaitu 134,886 ton, dan produksi perkebunan swasta yaitu 565,393 ton. Tahun 2007, terdiri dari produksi perkebunan rakyat yaitu 385,130 ton, untuk tahun 2008 produksi perkebunan rakyat adalah 392,002 ton, untuk tahun 2009 Terdiri dari produksi perkebunan rakyat, yaitu 394,014 Ton, produksi perkebunan Negara adalah 128,877 Ton, dan produksi perkebunan swasta adalah 339,624 Ton. Tahun 2010, produksi kelapa sawit meningkat dari tahun 2009 1

Upload: ryan-arifin-suryanto

Post on 05-Dec-2014

55 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

artikel ilmiah kelapa sawit

TRANSCRIPT

Page 1: Mengatasi Dilema Industri Kelapa Sawit Dengan SESAR (Ryan Arifin)

Mengatasi Dilema Industri Kelapa Sawit dengan SESAR

(Stakeholder’s Earth and Social Assurance Responsibility)

Oleh : Ryan Arifin

A. Pertumbuhan industri kelapa sawit di Indonesia dan Kalimantan Barat

Indonesia dengan luas tanah lebih dari 180 juta hektar merupakan wilayah

kepulauan tropis terbesar di dunia. Indonesia mempunyai curah hujan yang tinggi

sepanjang tahun, kesesuaian tanah yang baik untuk semua jenis tanaman tropis,

serta 360 hari kondisi iklim yang lebih baik dibandingkan negara-negara empat

musim pada umumnya. Keuntungan geo-lingkungan ini membuat Indonesia

terutama provinsi Kalimantan Barat sangat tepat untuk pengembangan industri

berbasis perkebunan, misalnya kelapa sawit.

Produksi kelapa sawit untuk tahun 2006 terdiri dari produksi perkebunan

rakyat yaitu 350,171 ton dan produksi perkebunan negara, yaitu 134,886 ton, dan

produksi perkebunan swasta yaitu 565,393 ton. Tahun 2007, terdiri dari produksi

perkebunan rakyat yaitu 385,130 ton, untuk tahun 2008 produksi perkebunan

rakyat adalah 392,002 ton, untuk tahun 2009 Terdiri dari produksi perkebunan

rakyat, yaitu 394,014 Ton, produksi perkebunan Negara adalah 128,877 Ton, dan

produksi perkebunan swasta adalah 339,624 Ton. Tahun 2010, produksi kelapa

sawit meningkat dari tahun 2009 terdiri dari produksi perkebunan rakyat yaitu

401,894 Ton, produksi perkebunan negara adalah 132,099 ton, dan produksi

perkebunan swasta yaitu 347,775 ton. Tren ini menunjukkan peningkatan yang

mengindikasikan adanya peningkatan jumlah produksi kelapa sawit.

Tabel 1. Produksi Perkebunan Sawit di Kalimantan Barat 2006 – 2010 (data

statistik perkebunan (2009-2012)

Produksi Sawit Kalimantan Barat 2010

(Ton)

881.768

Produksi Sawit Kalimantan Barat 2009

(Ton)

862.515

Produksi Sawit Kalimantan Barat 2008

(Ton)

392.002

1

Page 2: Mengatasi Dilema Industri Kelapa Sawit Dengan SESAR (Ryan Arifin)

Produksi Sawit Kalimantan Barat 2007

(Ton)

385.130

Produksi Sawit Kalimantan Barat 2006

(Ton)

1.050.450

Pada saat yang bersamaan permintaan dunia akan minyak kelapa sawit

semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2010, China memerlukan 9.95 juta

ton minyak sawit, India memerlukan 7.2 juta ton dan eropa memerlukan 5.25 juta

ton. Penyebab dari meningkatnya permintaan minyak sawit adalah karena negara-

negara Eropa dan lainnya tengah mendorong penggunaan biomassa sebagai bahan

bakar (biofuel) dalam transportasi dan pembangkit listrik untuk memenuhi

komitmen Protokol Kyoto. Biofuel yang lebih minim emisi karbon jika

dibandingkan dengan bahan bakar fosil kini dipromosikan sebagai solusi untuk

menghadapi fenomena pemanasan global.

Berdasarkan data dari Indonesia Palm Oil Board, Pemerintah Indonesia

telah beberapa kali menerbitkan peraturan yang berkaitan dengan perkembangan

industri perkebunan kelapa sawit, misalnya Peraturan Lingkungan dan Kehutanan

(1997) dan Peraturan Perkebunan (2004). Berdasarkan World Rainforest

Movement, hingga sekarang Pemerintah Indonesia telah menerbitkan lima jenis

peraturan secara berurutan: PIR-Trans (berakhir pada Oktober 1993), deregulasi

(1993 – 1996), privatisasi (1996 – 1998), kooperatif (1998 – 2002) dan

desentralisasi (2002 – 2006) (World Rainforest Movement, 2008). Gambar 1

menunjukkan fase-fase perubahan kebijakan dalam pengembangan industri kelapa

sawit di Indonesia. Setiap perubahan peraturan menunjukkan bahwa penguasa

daerah semakin hari semakin mampu memberikan izin pembukaan lahan baru

maupun perluasan lahan perkebunan sawit yang semakin besar. Kombinasi

keuntungan geo-lingkungan, permintaan dunia dan peraturan yang ‘memanjakan’

ini telah menciptakan pertumbuhan industri kelapa sawit yang luar biasa di

Indonesia. Hingga tahun 2010, berdasarkan interpretasi citra satelit, luas lahan

perkebunan sawit yang telah dewasa, baru tanam, maupun yang baru saja

mengalami pembukaan lahan (land clearing) telah mencapai lebih dari 10 juta

hektar dengan total produksi lebih dari 20 juta ton, baik perkebunan besar maupun

2

Page 3: Mengatasi Dilema Industri Kelapa Sawit Dengan SESAR (Ryan Arifin)

perkebunan rakyat. Pembangunan industri kelapa sawit ini telah berkontribusi

besar terhadap pendapatan nasional. Pada tahun 2007, tercatat 9.4 miliar dolar,

atau sekitar 6% dari total ekspor Indonesia, berasal dari industri kelapa sawit.

Gambar 1. Perubahan kebijakan dalam perkembangan industri kelapa sawit di

Indonesia

Pembangunan industri kelapa sawit ini juga telah menciptakan lapangan

pekerjaan bagi komunitas lokal. Perusahaan perkebunan skala besar biasanya

menyediakan fasilitas lengkap bagi para pekerja dan keluarganya, mulai dari

rumah yang dilengkapi fasilitas mendasar, misalnya air bersih dan listrik, asuransi

kesehatan diri dan keluarga, fasilitas pendidikan, serta pembangunan infrastruktur

jalan yang baik. Banyak wilayah di Indonesia, terutama pedesaan yang merupakan

lokasi perkebunan sawit besar, mengandalkan perusahaan-perusahaan besar ini

untuk mengembangkan daerah mereka khususnya dalam pembangunan

infrastruktur jalan. Hal ini terjadi di wilayah-wilayah pedesaan yang terletak di

Kalimantan Barat yaitu kabupaten Sanggau, Sintang, dan Ketapang.

3

Page 4: Mengatasi Dilema Industri Kelapa Sawit Dengan SESAR (Ryan Arifin)

B. Dampak Industri Kelapa Sawit Terhadap Lingkungan Wilayah Kalimantan

Barat

Adanya Peningkatan produksi kelapa sawit dan perluasan lahan sawit di

Kalimantan Barat dapat menyebabkan dampak terhadap lingkungan yang

merugikan bagi masyarakat sekitar industri dan perkebunan kelapa sawit

diantaranya sebagai berikut :

1. Bencana Kabut Asap

Sejak tahun 1997 sampai awal tahun 2008, bencana kabut asap akibat

pembakaran hutan dan lahan juga gambut untuk membuka kebun sawit terus

saja terjadi, terutama di Kalimantan Barat. Terdapat ribuan masyarakat yang

mengidap penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) akibat pembakaran

lahan dan hutan. Lebih dari seribu jiwa di kota Pontianak, Kalbar, terkena

ISPA.

2. Bencana Banjir

Pembabatan hutan yang menjadi daerah resapan air. Saat dibuka menjadi

kebun kelapa sawit maka hal tersebut dapat menjadi penyebab utama banjir

terjadi. Diketahu pohon kelapa sawit sangat "rakus" terhadap air, namun tidak

mampu menangkap air dalam jumlah besar. Sehingga kebun sawit, bukan

areal yang bisa dijadikan tangkapan air dan memicu terjadinya banjir.

3. Kesulitan Air Bersih dan Pencemaran Air

Satu batang pohon sawit membutuhkan 10-12 liter air per hari untuk

menopang hidupnya yang berakar serabut. Kebutuhan air dalam jumlah besar

tersebut dipastikan membuat sungai-sungai yang ada disekitar perkebunan

kelapa sawit mengalami penurunan jumlah debit air bahkan sebagian sungai

tersebut mengalami kekeringan. Hal ini menyebabkan akses masyarakat

terhadap air bersih semakin sedikit dan sulit.Selain itu, bukan rahasia lagi  bila

pabrik-pabrik pengolahan tandan buah sawit membuang limbah langsung ke

sungai yang letakknya dekat dengan pabrik, tanpa perlu mengelolanya lebih

dulu. Temuan Sawit Watch terhadap pembuangan limbah pabrik tersebut

banyak didapati di sepanjang daerah aliran antara lain DAS sungai Siak (Riau)

4

Page 5: Mengatasi Dilema Industri Kelapa Sawit Dengan SESAR (Ryan Arifin)

dan sungai Kapuas (Kalbar). Tidak mengherankan bila penduduk yang

menggantungkan sumber airnya dari air tersebut banyak mengalami gangguan

kesehatan, terutama penyakit kulit.

Bahkan menurujuk data Bank Dunia, sekurang-kurangnya 850 juta orang

yang tinggal di desa-desa di negara berkembang tidak memiliki akses guna

mendapatkan air bersih untuk minum, masak, dan cuci. Sumber-sumber air

telah terkontaminasi dengan bahan kimia beracun, dan metal berat yang sudah

sulit untuk dihilangkan dengan menggunakan teknik purifikasi biasa (standar).

Dilaporkan juga bahwa penggunaan air yang tercemar tersebut telah

menyebabkan jutaan orang meninggal dan lebih dari satu milyar orang sakit

setiap tahun (World Bank, 2008).

4. Pemanasan Global dan perubahan Iklim

Dalam 10 tahun terakhir, menurut data WETLAND International, dari

pembakaran hutan Indonesia telah menyumbang 140 juta ton CO2

(kabondioksida). Ditambahkan lembaga itu, emisi karbon dioksida yang

dihasilkan dari pembukaan lahan kelapa sawit dapat jauh lebih besar yakni

625 juta ton.

5. Penurunan Tingkat Kesuburan Tanah

Sekitar lebih dari 2,5 juta ton pupuk dibutuhkan untuk menyuburkan

perkebunan sawit seluas 7,4 juta hektar (data dirjen perkebunan, 2008). Tidak

sampai di situ saja, setiap tahun hampir 1,5 juta liter pestisida disemprotkan ke

tanaman pertanian, terutama untuk menjaga hama dan gulma pada kebun sawit

(yayasan Gita Pertiwi, Solo, 2007) mengakibatkan menurunnya kemampuan

tanah tersebut untuk memproses nutrisi mencari bahan yang berguna bagi

tanaman

6. Penurunan Tingkat keanekaragaman hayati akibat Pengrusakan Hutan

Dari hasil penelitian yang dilakukan Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia (LIPI) pada tahun 2005/2006 kerusakan hutan tropis yang telah

5

Page 6: Mengatasi Dilema Industri Kelapa Sawit Dengan SESAR (Ryan Arifin)

mencapai 59,3 juta hektar dari 127 juta hektar total luas hutan Indonesia telah

menyebabkan punahnya 30% spesies flora dan fauna hutan tropis. Penelitian

tadi masih dilanjutkan oleh lembaga Perserikatan Bangsa-Banga dimana para

peneliti memperkirakan bahwa empat sampai delapan persen dari species yang

masih hidup di hutan tropis akan punah dalam 25 tahun mendatang (Reid,

1992). Semakin menurunnya tingkat keragaman biota tentunya merupakan

ancaman serius bagi keseimbangan dan kelestarian alam (WRI in 

collaboration with the UNEP and the UNDP, 1992).

C. Dilema industri kelapa sawit di Indonesia

Di balik keuntungan ekonomi yang disebutkan di bagian dua, industri

kelapa sawit menciptakan ancaman yang tinggi, tidak hanya untuk keberadaan

hutan hujan tropis yang merupakan paru-paru dunia, namun juga ancaman

terhadap sumber penghidupan masyarakat lokal yang masih mengandalkan hasil

hutan selain kelapa sawit. Hilangnya keanekaragaman flora dan fauna,

meningkatnya konflik terkait dengan pembebasan lahan, serta polusi yang

disebabkan penggunaan herbisida dan pembangunan pabrik pengolahan minyak

sawit juga merupakan efek samping yang patut dipikirkan bersama.

Pembangunan industri kelapa sawit Indonesia, singkatnya, telah lama

menjadi dilema tiga aspek: (1) pembangunan sosio-ekonomi masyarakat, (2)

peningkatan pendapatan nasional, dan (3) menurunnya kualitas lingkungan.

Penyebab dilema tiga hal ini adalah kurangnya perhatian pemerintah Indonesia

terhadap menurunnya kualitas lingkungan dan hilangnya keanekaragaman hayati.

Pemerintah lokal juga kurang berpihak kepada masyarakatnya, terutama ketika

konflik-konflik yang berhubungan dengan pembebasan lahan, biaya kompensasi,

hak milik tanah, janji-janji yang tidak dipenuhi perusahaan besar, terjadi di

wilayahnya. Organisasi-organisasi non-pemerintah juga kurang menyadari

pentingnya keberadaan kelapa sawit bagi pembangunan sosio-ekonomi

masyarakat lokal dan pertumbuhan ekonomi nasional.

Adapun masalah dalam pengelolaan kebun kelapa sawit plasma

berkelanjutan diantaranya yang dihadapi oleh industri kelapa sawit Kalimantan

Barat adalah : (1) Kompetensi dan keterampilan petani plasma belum memadai

6

Page 7: Mengatasi Dilema Industri Kelapa Sawit Dengan SESAR (Ryan Arifin)

untuk membangun perkebunan berkelanjutan, (2) minimnya peran serta instansi

terkait tingkat kabupaten dan provinsi dalam membina dan memberdayakan

masyarakat setempat, (3) sumber daya lahan di lokasi perkebunan merupakan

tanah dengan status kesuburan rendah, bereaksi masam sehingga memerlukan

teknologi pengelolaan spesifik lokasi yang tepat untuk mempertahankan

produktivitas lahan, (4) rendahnya kepedulian petani plasma terhadap kelestarian

lingkungan, (5) rendahnya keterlibatan lembaga swadaya masyarakat (LSM)

sebagai lembaga pendamping dalam pengelolaan sumber daya alam dan

lingkungan daerah, dan (6) rendahnya kepedulian stakeholders, terutama policy

maker daerah terhadap pencegahan dan upaya konservasi sumber daya sehingga

degradasi lahan perkebunan masih terjadi secara intensif.

D. Stakeholder’s Earth and Social Assurance Responsibility (SESAR)

Untuk memecah kebuntuan dilema ini, serta dalam upaya mencapai

pertumbuhan industri perkebunan kelapa sawit yang ramah lingkungan dan

berkelanjutan, kami mengusulkan strategi baru dalam pembangunan industri

kelapa sawit. Strategi ini berbasis kepentingan lokal dan nasional, namun tetap

memenuhi kebutuhan permintaan global. Kami menyebutnya Stakeholder’s Earth

and Social Assurance Responsibility (SESAR).

Gips (1986) diacu dalam Reijntjes et al. (1992) menyebutkan bahwa

perkebunan berkelanjutan harus memenuhi beberapa indikator antara lain :

1. Mantap secara ekologis, yang berarti bahwa kualitas sumberdaya alam

dipertahankan dan kemampuan agroekosistem secara keseluruhan dari

manusia, tanaman, hewan sampai organisme tanah ditingkatkan. Hal itu akan

terpenuhi jika tanah dikelola dan kesehatan tanaman, hewan dan masyarakat

dipertahankan melalui proses biologi (regulasi sendiri). Sumberdaya lokal

dipergunakan sedemikian rupa sehingga kehilangan unsur hara, biomassa dan

energi bisa ditekan serendah mungkin serta mampu mencegah pencemaran.

Tekanannya adalah pada penggunaan sumberdaya yang dapat diperbaharui.

2. Berlanjut secara ekonomis, yang berarti bahwa petani bisa cukup

menghasilkan untuk pemenuhan kebutuhan dan atau pendapatan sendiri serta

mendapatkan penghasilan yang mencukupi untuk mengembalikan tenaga dan

7

Page 8: Mengatasi Dilema Industri Kelapa Sawit Dengan SESAR (Ryan Arifin)

biaya yang dikeluarkan. Keberlanjutan ekonomis dapat diukur dari produk

usaha tani yang langsung namun juga dalam hal fungsi melestarikan

sumberdaya alam dan meminimalkan resiko.

3. Adil, yang berarti sumberdaya alam dan kekuasaan di distribusikan

sedemikian rupa sehingga kebutuhan dasar semua masyarakat terpenuhi dan

hak-hak mereka dalam penggunaan lahan, modal yang memadai, bantuan

teknis serta peluang pemasaran terjamin. Semua orang memiliki kesempatan

untuk berperan serta dalam pengembilan keputusan, baik di lapangan maupun

di masyarakat.

4. Manusiawi, yang berarti bahwa semua bentuk kehidupan (tanaman, hewan

dan manusia) dihargai. Martabat dasar semua makhluk hidup dihormati dan

hubungan serta institusi menggabungkan nilai kemanusiaan yang mendasar,

seperti kepercayaan, kejujuran, harga diri, kerjasama dan rasa sayang.

Integritas budaya dan spritualitas masyarakat dijaga dan dipelihara.

5. Luwes, yang berarti bahwa masyarakat pedesan mampu menyesuaikan diri

dengan perubahan kondisi usaha tani yang berlangsung terus seperti

pertambahan jumlah penduduk, kebijakan, permintaan pasar dan lain-lain.

Hal ini meliputi bukan hanya pengembangan tekhnologi yang baru dan

sesuai, namun juga inovasi dalam arti sosial dan budaya.

Untuk mencapai perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan harus

memperhatikan komunitas yang terdapat pada lokasi tersebut. Pendekatan

komunitas berkelanjutan (sustainable community) merupakan alternatif dalam

menyelesaikan persoalan kesenjangan sosial, kerusakan lingkungan dan kerusakan

tata sosial lokal yang muncul dari pembaungunan yang dilaksanakan (Susan,

2009).

Komunitas berkelanjutan dapat dikatakan sebagai kemandirian dan

prestasi ekonomi dengan menciptakan mekanisme sosial mengenai pencapaian

kesejahteraan secara berkelanjutan. Hal ini dapat dilakukan melalui mekanisme

dimana pemerintah bertanggung jawab dalam menciptakan struktur kondusif

berkaitan dengan praktek ekonomi komunitas berkelanjutan. Sedangkan swasta

dan masyarakat sipil bertanggung jawab dalam dimensi peningkatan kapasitas

8

Page 9: Mengatasi Dilema Industri Kelapa Sawit Dengan SESAR (Ryan Arifin)

kelembagaan komunitas. Dengan adanya program SESAR diharapkan dapat

mengatasi berbagai dilema dalam industri perkebunan kelapa sawit dan memenuhi

indikator yang dapat menjadi tolak ukur keberhasilan perkembangan industri

perkebunan kelapa sawit khususnya di Provinsi Kalimantan Barat.

E. Bentuk dan fungsi SESAR

SESAR merupakan badan yang bersifat independen dan nirlaba. SESAR

harus berisi ilmuwan yang bebas kepentingan dan berasal dari berbagai bidang,

misalnya lingkungan, geografi, sosiologi, ekonomi, bio-teknologi, kimia,

hidrologi dan geologi. Para ilmuwan yang duduk di dalam SESAR dipilih oleh

pihak universitas sebagai perwakilannya, contohnya Universitas Tanjungpura

Pontianak yang dapat dipilih karena merupakan Universitas yang terbesar di

Kalimantan Barat yang nantinya dapat diangkat resmi oleh pemerintah.

SESAR bertujuan memberikan kesempatan yang besar kepada empat

pihak dalam skema SESAR, yaitu komunitas lokal, ilmuwan, organisasi non-

pemerintah dan pemerintah, untuk berkontribusi aktif dalam pembangunan

daerahnya khususnya Kalimantan Barat, pembangunan yang ramah lingkungan,

berkelanjutan, dan tetap memperhatikan pembangunan perekonomian lokal dan

nasional.

Secara teknis, para ilmuwan yang duduk di dalam SESAR akan menajami

dalam bentuk sertifikat yang akan disahkan oleh pemerintah jika sebuah

perusahaan mampu memenuhi kriteria-kriteria dasar manajemen pengelolaan

industri kelapa sawit. Kriteria-kriteria dasar ini adalah ramah lingkungan,

berkelanjutan, membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal dan

berkomitmen dalam membangun daerah dimana lokasi perkebunan kelapa sawit

nantinya berada. Setiap perusahaan yang akan mengeksploitasi lahan untuk tujuan

komersial harus memiliki sertifikat ini.

F. Kawasan SESAR

9

Page 10: Mengatasi Dilema Industri Kelapa Sawit Dengan SESAR (Ryan Arifin)

Guna mencapai tujuan SESAR, kawasan yang merupakan fokus SESAR

adalah areal hutan yang telah mencapai konsesi bersama antara masyarakat lokal,

ilmuwan, organisasi non-pemerintah dan pemerintah. Hutan ini tidak berupa hutan

primer tropis yang tersisa, lahan gambut, bakau, dan areal lain yang potensial

untuk menjaga keseimbangan alam, keanekaragaman hayati, dan kehidupan

masyarakat hutan. Areal yang memiliki kesesuaian lahan yang tinggi tidak harus

selalu dikonversikan menjadi lahan perkebunan kelapa sawit. Saat ini

pembangunan perkebunan kelapa sawit selalu diwarnai dengan pembukaan hutan

primer maupun sekunder, hilangnya sumber-sumber penghidupan masyarakat

hutan, penggantian lahan-lahan utama pertanian lokal dan konflik antara

masyarakat dengan perusahan yang dapat memakan korban jiwa.

G. Peran Ilmuwan, Pemerintah, Organisasi Non-Pemerintah dan Masyarakat

Lokal Dalam Mencapai Tujuan SESAR

Peran ilmuwan sangat vital dalam menentukan secara ilmiah dan tepat.

Ilmuwan wajib memberikan informasi yang lengkap kepada masyarakat,

misalnya: mana lahan yang patut dikonservasi, dan mana lahan yang bisa dibuka

sebagai perkebunan kelapa sawit. Peran ilmuwan juga dibutuhkan dalam proses

konversi kelapa sawit ini, dan ini memerlukan peneliti-peneliti lintas bidang

keilmuan (ilmu dasar, limu terapan dan ilmu sosial). Kerjasama ilmuwan ini

mendukung pembuatan informasi spasial berbasis keruangan sehingga masyarakat

lokal dapat berkontribusi besar dalam menentukan arah pembangunan daerahnya.

Di dalam skema SESAR, ilmuwan dan perwakilan masyarakat lokal akan

memantau secara aktif perilaku perusahaan-perusahaan besar kelapa sawit. Peran

organisasi-organisasi non-pemerintah juga penting dalam mendampingi dan

mencerdaskan masyarakat local melalui program pemberdayaan masyarakat

melalui penyuluhan, pelatihan dan lain-lain.

Pemerintah berperan menciptakan kebijakan-kebijakan yang bisa

mendorong masyarakat berpikir kreatif dan inovatif dalam memperbaiki kondisi

sosio-ekonomi dan keberlangsungan lingkungan dalam jangka panjang. Dalam hal

ini, pemerintah berperan penting dalam menciptakan peraturan dan menjatuhkan

hukuman yang tegas bila ditemukan perilaku yang tidak ramah lingkungan dan

10

Page 11: Mengatasi Dilema Industri Kelapa Sawit Dengan SESAR (Ryan Arifin)

tidak berkelanjutan. Apabila ditemukan pelanggaran maka pemerintah dapat

menjatuhkan hukuman, misalnya berupa kompensasi finansial yang besarnya dua

kali lipat keuntungan bersih perusahaan pada tahun terakhir produksi. Kompensasi

finansial ini akan diberikan kepada daerah lokal. Pemerintah juga harus mampu

bekerja sama dengan ilmuwannya, dan melibatkan peran organisasi-organisasi

non-pemerintah dalam mencerdaskan masyarakat lokal.

Tantangan terbesar sebenarnya ada di pihak pemerintah. Pemerintah harus

memiliki komitmen yang kuat untuk menciptakan peraturan yang dapat menjaga

keseimbangan alam dan pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal dan nasional

pada saat yang bersamaan. Pemerintah tidak dapat berpihak pada kepentingan

pemilik modal dan memenuhi permintaan pasar dunia saja.

H. Solusi Lain

Mengandalkan perkebunan sawit untuk pertumbuhan sosio-ekonomi

rasanya tidak memungkinkan. Usia optimal pohon sawit kira-kira di bawah 20

tahun. Setelah umur 20 tahun, pohon sawit akan berhenti menghasilkan minyak

sawit. Ketika itu, petani biasanya memotong membabat pohon sawit, dan

membiarkan semak belukar tumbuh. Sementara itu, perusahaan bermodal besar

akan terus berupaya mencari lahan baru guna membuka perkebunan kelapa sawit.

Maka, sebagai solusinya pihak peneliti, pemerintah dan masyarakat harus bekerja

sama dalam proses pengembalian fungsi tanah akibat penanaman tanaman kelapa

sawit. Peneliti yang berasal dari lembaga pendidikan dan penelitian harus

mengembangkan teknologi yang dapat mengembalikan fungsi tanah dan melalui

pemerintah dapat disosialisasikan kepada masyarakat melalui penyuluhan-

penyuluhan serta pemerintah dijadikan kebijakan dalam mengatur pembukaan

lahan perkebunan kelapa sawit untuk perusahaan sawit agar pembukaan lahan

yang dapat merusak lingkungan dapat diminimalisir dan bahkan dihentikan.

I. Kesimpulan

SESAR (Stakeholder’s Earth and Social Assurance Responsibility)

merupakan Badan yang bersifat independen dan nirlaba. SESAR merupakan

badan yang berisi ilmuwan yang bebas kepentingan dan berasal dari berbagai

11

Page 12: Mengatasi Dilema Industri Kelapa Sawit Dengan SESAR (Ryan Arifin)

bidang, misalnya lingkungan, geografi, sosiologi, ekonomi, bio-teknologi, kimia,

hidrologi dan geologi. Diharapkan dibentuknya SESAR dapat menjadi badan yang

dapat menjadi garda terdepan dalam meneliti aspek produk-produk peningkat

produksi, pencegahan dan penanggulangan dampak terhadap lingkungan, tindakan

penyuluhan pada petani, pemantauan dan penanganan kesehatan pada masyarakat

sekitar perkebunan kelapa sawit serta penyalur aspirasi dan meneruskannya pada

pemerintah sehingga akan terjadi peningkatan produksi kelapa sawit lokal

Kalimantan Barat tanpa menyebabkan dampak terhadap lingkungan dan masalah

sosio-ekonomi lainnya.

12