sesar baribis cimandiri

12
Convention Bandung 2004 (CB2004) The 33 rd Annual Convention & Exhibition 2004 Indonesian Association of Geologist Horizon Hotel, 29-30 Nov, 1 Dec 2004, Bandung 1 Tektonik Sesar Baribis-Cimandiri Iyan Haryanto Jurusan Geologi-Unpad Abstrak Sesar Baribis dan Cimandiri merupakan dua nama sesar regional yang berkembang di Jawa Barat. Pesamaan kedua sesar regional tersebut antara lain merupakan sesar aktif. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu menunjukan bahwa kedua sesar regional tersebut mempunyai beberapa perbedaan, antara lain sesar Baribis sebagai sesar naik, terbentuk pada tektonik Plio-Plistosen, berarah barat- timur dan baratlaut - tenggara; Sedangkan sesar Cimandiri merupakan sesar mendatar hingga oblik, berarah timurlaut-baratdaya dan merupakan sesar tua. Dengan mengkompilasikan data lapangan, interpretasi citra indraja dan peta geologi regional Jawa Barat serta mengacu pada model trapdoor structure, maka diduga bahwa Sesar Baribis dan Cimandiri merupakan satu rangkaian sesar regional yang terbentuk pada tektonik Plio-Plistosen. Abstract Baribis and Cimandiri Faults is a names of regional faults develop in West Java. According to the past research, it’s show that both fault has some differences, there are : Baribis fault is thrust fault, formed in Plio – Plistosen Tectonic, with W - E and NW – SE direction, Cimandiri fault is a sinistral strike-slip fault, with W–E to NE - SW direction and known as old fault. From the compilation of field data, remote sensing and regional geology map of West Java, it’s interpret that Baribis and Cimandiri is connected with regional fault, formed in Plio – Plistosen tectonic.

Upload: ichsan-alfan

Post on 02-Feb-2016

121 views

Category:

Documents


16 download

DESCRIPTION

a

TRANSCRIPT

Page 1: Sesar Baribis Cimandiri

Convention Bandung 2004 (CB2004) The 33rd Annual Convention & Exhibition 2004

Indonesian Association of Geologist Horizon Hotel, 29-30 Nov, 1 Dec 2004, Bandung

1

Tektonik Sesar Baribis-Cimandiri

Iyan Haryanto

Jurusan Geologi-Unpad

Abstrak Sesar Baribis dan Cimandiri merupakan dua nama sesar regional yang berkembang di Jawa Barat. Pesamaan kedua sesar regional tersebut antara lain merupakan sesar aktif. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu menunjukan bahwa kedua sesar regional tersebut mempunyai beberapa perbedaan, antara lain sesar Baribis sebagai sesar naik, terbentuk pada tektonik Plio-Plistosen, berarah barat-timur dan baratlaut - tenggara; Sedangkan sesar Cimandiri merupakan sesar mendatar hingga oblik, berarah timurlaut-baratdaya dan merupakan sesar tua. Dengan mengkompilasikan data lapangan, interpretasi citra indraja dan peta geologi regional Jawa Barat serta mengacu pada model trapdoor structure, maka diduga bahwa Sesar Baribis dan Cimandiri merupakan satu rangkaian sesar regional yang terbentuk pada tektonik Plio-Plistosen. Abstract Baribis and Cimandiri Faults is a names of regional faults develop in West Java. According to the past research, it’s show that both fault has some differences, there are : Baribis fault is thrust fault, formed in Plio – Plistosen Tectonic, with W - E and NW – SE direction, Cimandiri fault is a sinistral strike-slip fault, with W–E to NE - SW direction and known as old fault. From the compilation of field data, remote sensing and regional geology map of West Java, it’s interpret that Baribis and Cimandiri is connected with regional fault, formed in Plio – Plistosen tectonic.

Page 2: Sesar Baribis Cimandiri

Convention Bandung 2004 (CB2004) The 33rd Annual Convention & Exhibition 2004

Indonesian Association of Geologist Horizon Hotel, 29-30 Nov, 1 Dec 2004, Bandung

2

PENDAHULUAN Batuan sedimen Tersier di Jawa Barat telah mengalami proses pelipatan dan pensesaran. Struktur lipatan berupa antiklin dan sinklin umumnya membujur relatif barat-timur. Struktur lipatan ini juga berasosiasi dengan sesar naik sehingga secara keseluruhan dapat dikatakan sebagai pola lipatan anjakan (fold thrust belt). Disamping sesar naik juga berkembang sesar mendatar baik yang berukuran kecil maupun regional. Struktur sesar regional yang mempengaruhi kondisi geologi di Jawa Barat antara lain sesar Cimandiri dan sesar Baribis (Gambar 1). Fenomena keberadaan Sesar Cimandiri dan Baribis menarik untuk dikaji lebih lanjut mengingat masih ada beberapa pertanyaan mengenai keterkaitan kedua sesar tersebut ditinjau dari aspek umur, mekanisme dan dinamika gerak kedua sesarnya. Hasil penelitian yang telah dipublikasikan oleh peneliti terdahulu, diketahui ada persamaan dan perbedaan antara kedua sesar tersebut. Perbandingan kedua jenis sesar regional tersebut di atas, diantaranya adalah sesar Cimandiri termasuk kedalam jenis sesar mendatar, merupakan sesar tua dan masih aktif hingga sekarang, berarah barat-timur hingga baratlaut-tenggara (Noeradi, 1994); Sedangkan sesar Baribis termasuk kedalam jenis sesar naik, merupakan sesar muda dan masih aktif hingga sekarang, berarah relatif barat-timur naik hingga baratlaut-tenggara (van Bemmelen, 1949; Martodjojo, 1984). Dari penjelasan tersebut di atas ada beberapa hal yang menarik untuk dikaji lebih mendalam yaitu apakah ada hubungan genetik kedua sesar regional tersebut di atas ?, dan apabila ada kapan mulai terbentuk proses pensesarannya ?. Hasil penelitian ini masih bersifat pendahuluan, karena masih banyak menggunakan data-data regional dari peneliti terdahulu yang digabungkan dengan data hasil penelitian lapangan. METODA PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan beberapa tahapan pekerjaan, mulai dari penafsiran kelurusan struktur melalui pengamatan citra indraja yang kemudian dilanjutkan dengan penelitian lapangan yang digunakan untuk menganalisis jenis serta mekanisme gerak sesar di segmen jalur sesar tertentu. GEOLOGI REGIONAL Sebagian besar batuan penyusun Jawa Barat terdiri atas batuan sedimen, vulkanik dan plutonik mulai dari yang berumur Tersier hingga Kuarter. Di daerah Ciletuh Sukabumi dijumpai singkapan batuan pra-Tersier yang diyakini pemunculannya akibat proses pengangkatan melalui mekanisme pensesaran.

Page 3: Sesar Baribis Cimandiri

Convention Bandung 2004 (CB2004) The 33rd Annual Convention & Exhibition 2004

Indonesian Association of Geologist Horizon Hotel, 29-30 Nov, 1 Dec 2004, Bandung

3

Sesar regional yang mempengaruhi geologi Jawa Barat, diantaranya adalah sesar regional Cimandiri dan Baribis. Keberadaan kedua sesar tersebut diyakini berbeda dalam hal umur serta mekanisme pembentukannya. Sesar Cimandiri mudah dikenali melalui citra indraja, yaitu dicirikan dengan adanya kelurusan Sungai Cimandiri di Sukabumi. Sesar ini dikenal sebagai sesar mendatar yang membentang mulai dari teluk Pelabuhanratu-Sukabumi yang menerus hingga ke sekitar komplek Gunung Tanggubanprahu Kabupaten Bandung (Noeradi, 1994). Berdasarkan pada batuan yang disesarkannya, sesar Cimandiri diyakini sebagai sesar tua (Pola Meratus) yang terus aktif hingga sekarang (Pulungggono dan Martodjojo, 1994). Selanjutnya Anugrahadi (1993) mengemukakan bahwa Tegasan terbesar sesar Cimandiri Timur di Kabupaten Bandung menunjukan arah utara-selatan dan sesar ini merupakan jenis sesar mendatar sinistral. Berbeda dengan sesar Cimandiri, Sesar Baribis merupakan sesar muda (pola Jawa) yang terbentuk pada periode tektonik Plio-Plistosen dan diyakini masih aktif hingga sekarang (Pulungggono dan Martodjojo, 1994). Sesar Baribis untuk pertamakalinya dikemukakan oleh Bemmelen (1949) sebagai sesar naik yang membentang mulai dari Purwakarta hingga ke daerah Baribis, Majalengka. Beberapa peneliti mempunyai pandangan berbeda mengenai sesar Baribis, seperti yang dikemukakan oleh Martodjojo (1984), Simandjuntak (1994), Haryanto dkk (2002) dan Rahardjo dkk (2002). Martodjojo (1984), meyakini bahwa sesar Baribis menerus ke tenggara melalui kelurusan Sungai Citanduy sebagai sesar naik, sedangkan Haryanto dkk (2002) berpendapat penerusan sesar ke arah tenggara sebagai sesar mendatar dekstral. Berbeda dengan kedua penulis di atas, Simandjuntak (1994) berpendapat bahwa sesar Baribis menerus ke timur melalui daerah Kendeng dan berakhir di sekitar Nusatenggara Barat, sehingga penulis ini menamakannya sebagai Baribis-Kendeng fault zone. Selanjutnya Rahardjo dkk (2002) berpendapat bahwa sesar Baribis merupakan sesar inversi yang semula merupakan sesar normal berubah menjadi sesar naik. PEMBAHASAN Penafsiran Citra Indraja Hasil pengamatan citra indraja terhadap daerah penelitian menunjukan adanya sejumlah kelurusan topografi yang keberadaannya diyakini sebagai akibat terjadinya proses pensesaran. Kelurusan tersebut umumnya berarah baratlaut-tenggara, barat-timur dan timurlaut-baratdaya. Beberapa kelurusan struktur regional Jawa Barat yang dapat dikenali dari citra indraja (Gambar 2), antara lain :

Page 4: Sesar Baribis Cimandiri

Convention Bandung 2004 (CB2004) The 33rd Annual Convention & Exhibition 2004

Indonesian Association of Geologist Horizon Hotel, 29-30 Nov, 1 Dec 2004, Bandung

4

• Kelurusan Cimandiri-Subang, membentang mulai dari Teluk Pelabuhan

Ratu Sukabumi hingga ke kompleks Gunung Tanggubanprahu (Utara Bandung) dan diperkirakan hingga ke daerah Subang. Di bagian barat, kelurusan Cimandiri relatif berarah barat-timur, mulai dari teluk Pelabuhan Ratu hingga sekitar selatan Sukabumi-Cianjur selanjutnya ke arah timur berbelok menjadi relatif timurlaut-baratdaya.

• Kelurusan Teluk Pelabuhan – Gunung Pangrango, dapat dikenali berdasarkan adanya kelurusan pantai Teluk Pelabuhanratu bagian selatan yang menerus ke arah timur laut melalui beberapa kelurusan segmen Sungai Citatih, Sungai Citarik dan Cidurian (Sukabumi) hingga ke kompleks Gunung Pangrango (Bogor-Sukabumi), dan diperkirakan menerus ke utaranya lagi.

• Kelurusan Sungai Cikaso – Gunung Malang, berarah baratdaya-timurlaut yang membentang mulai dari pantai selatan Jampang Kulon hingga ke kompleks Gunung Malang, Cianjur.

• Kelurusan Sungai Ciseureuh – Cikondang (Cianjur), berarah utara timurlaut – selatan baratdaya. Kelurusan ini membentang mulai dari pantai selatan Jampang Kulon hingga bergabung dengan kelurusan Cimandiri di daerah Cianjur.

• Kelurusan Lembang ditemukan di utara Bandung , memperlihatkan adanya gawir sesar yang memanjang dan ditafsirkan sebagai sesar normal. Bagian utara dari jalur sesar merupakan hanging wall yang membentuk morfologi pedataran sedangkan bagian selatan merupakan foot wall membentuk rangkaian perbukitan memanjang berarah barat-timur.

• Kelurusan Citanduy - Ciremai, berarah baratlaut-tenggara membentang mulai dari pantai selatan Jawa (Ciamis) dan melalui kjelurusan Sungai Citanduy menerus hingga ke daerah baratlaut Gunung Ciremai (Majalengka).

Geologi dan Struktur Regional Dalam bahasan geologi selain berdasarkan data lapangan dan interpretasi citra indraja, juga mengacu kepada peta geologi regional yang telah dipublikasikan. Singkapan batuan tertua yang tersingkap di Jawa Barat adalah batuan ofiolit berumur pra-Tersier yang tersebar di daerah Ciletuh Sukabumi (Sukamto, 1975). Selanjutnya singkapan ini ditutupi oleh Formasi Ciletuh berumur Eosen hingga Oligosen (Schiler, 1991, dalam Noeradi,1994). Kedua kelompok batuan tersebut sebagian besar tersingkap di dalam lembah membusur yang disekelilingnya ditutupi oleh Formasi Jampang yang berumur Miosen Bawah (Sukamto, 1975). Dari beberapa pengukuran lapisan konglomerat (bagian dari Formasi Ciletuh) yang tersingkap di sekitar Desa Ciwaru, menunjukan arah relatif barat-timur hingga baratlaut-tenggara dengan kemiringan berkisar antara 15˚ hingga 25˚. Pada peta geologi Lembar Jampang, nampaknya pola lipatan pada formasi ini

Page 5: Sesar Baribis Cimandiri

Convention Bandung 2004 (CB2004) The 33rd Annual Convention & Exhibition 2004

Indonesian Association of Geologist Horizon Hotel, 29-30 Nov, 1 Dec 2004, Bandung

5

lebih kompleks (Sukamto, 1975). Selanjutnya jurus perlapisan batuan pada Formasi Jampang yang diukur di sekitar Balekambang menunjukan arah relatif baratlaut-tenggara dengan nilai “dip” di bawah 15º. Mengacu kepada peta geologi lembar Jampang, nampaknya jurus perlapisan batuan Formasi Jampang di sekitar lembah Ciletuh mengikuti geometri tebing lembahnya (Sukamto, 1975). Tersingkapnya batuan pra-tersier dan Formasi Ciletuh di daerah ini kemungkinan berhubungan dengan aktifitas sesar Pelabuhanratu – Pangrango yang diperkirakan sebagai sesar mendatar sinistreal. Melalui sesar regional inilah batuan di bagian timur sesar bergerak ke utara secara lateral dan pada saat yang bersamaan diikuti oleh pengangkatan. Adanya perbedaan ketinggian akibat pensesaran ini kemungkinan menyebabkan sebagian Formasi Jampang runtuh (longsor) ke arah barat (ke arah samudra) dan akhirnya menyingkapkan batuan pra-tersier dan Formasi Ciletuh. Bukti-bukti adanya pelengseran ini nampak pada citra indraja (Gambar 2). Di daerah Pelabuhan Ratu, sesar Pelabuhan Ratu – Pangrango selain memotong kelurusan Cimandiri juga memotong Formasi Jampang dan Formasi Cimandiri (Miosen Tengah). Dari hasil pengukuran jurus perlapisan batuan di kedua formasi ini, menunjukan arah relatif barat-timur dengan sudut kemiringan batuan berkisar antara 20˚ hingga 30˚. Selanjutnya ke arah barat muara Sungai Cimandiri (ke arah hulu sungai) tersingkap Formasi Rajamandala dengan jurus relatif sama namun memiliki kemiringan lapisan batuan lebih tegak lagi. Tersingkapnya ketiga formasi di lembah Cimandiri ini diperkirakan berhubungan dengan aktifitas sesar berarah barat-timur atau merupakan bagian dari kelurusan struktur Cimandiri – Subang bagian barat. Bukti-bukti yang memperkuat pendapat ini yang pertama adalah adanya kesamaan arah antara jurus perlapisan batuan dengan kelurusan Cimandiri-Subang bagian barat dan yang kedua adalah tersingkapnya lapisan batuan Formasi Rajamandala dengan kemiringan lapisan cukup besar. Pada peta geologi regional lembar Cianjur (Sudjatmiko, 1972), hubungan pola lipatan dengan kelurusan struktur Cimandiri nampaknya masih konsisten dimana pola lipatan batuan dari Formasi Rajamandala (Oligo-Mio) dan Formasi Citarum (Miosen Tengah) relatif sejajar dengan zona sesar Cimandiri. Berdasarkan pada peta geologi regional tersebut di atas serta bukti-bukti lapangan, memperkuat dugaan bahwa sesar Cimandiri cenderung sebagai sesar naik. Ke arah timur laut yaitu di sekitar Lembang, sesar Cimandiri memotong kelurusan sesar Lembang yang berarah barat-timur. Sesar lembang ini diperkirakan sebagai sesar antitetik dari sesar Cimandiri. Selanjutnya ke arah timur laut, sesar Cimandiri ini menerus hingga ke daerah Subang melalui kompleks Gunung Burangrang dan Tangubanprahu. Dapat diduga bahwa gunungapi ini muncul melalui rekahan yang terbentuk akibat sesar regional ini.

Page 6: Sesar Baribis Cimandiri

Convention Bandung 2004 (CB2004) The 33rd Annual Convention & Exhibition 2004

Indonesian Association of Geologist Horizon Hotel, 29-30 Nov, 1 Dec 2004, Bandung

6

Berdasarkan hasil interpretasi struktur serta hasil penelitian lapangan di daerah Subang, maka dapat diduga bawa Sesar Cimandiri ke arah timurnya menerus sebagai sesar Baribis. Sesar Baribis di daerah Subang sebenarnya masih berlanjut ke arah barat, hal ini masih dapat dilihat dari adanya pola lipatan anjakan di bagian barat Subang. Dengan demikian dapat ditafsirkan di daerah ini terbentuk konjugasi antara sesar Baribis dengan sesar Cimandiri (Gambar 3). Sesar Baribis pada segmen Subang-Kadipaten berarah barat-timur hingga barat baratlaut-timur tenggara. Pada peta geologi regional lembar Bandung (Silitonga, 1973) dan Lembar Arjawinangun Djuri (1995), sesar Baribis memotong Formasi Subang Miosen Atas), Formasi Kaliwangu (Pliosen) dan Formasi Citalang (Plistosen). Salah satu bukti lapangan yang menunjukan adanya sesar Baribis, adalah ditemukannya singkapan batugamping di daerah Baribis-Kadipaten. Tubuh batugamping ini dipotong oleh ratusan sesar minor mulai dari yang berukuram centimeter hingga puluhan meter. Hasil pengamatan dan pengukuran lapangan menunjukan bahwa sesar minor tersebut terdiri atas berbagai macam arah serta jenis pergerakannya (Haryanto dkk, 2002). Dari hasil penafsiran citra indraja, jalur sesar Baribis berbelok arahnya ke tenggara sebagai sesar mendatar dekstral. Jalur sesar Baribis yang terakhir ini merupakan bagian dari kelurusan Citanduy-Ciremai. Bukt lainnya yang mendukung adanya sesar ini, ditunjukan dengan adanya zona gempa dangkal di sepanjang jalur sesar tersebut (Soehaimi A., 1991). DISKUSI DAN KESIMPULAN Pola struktur regional Jawa Barat yang berkembang pada batuan sedimen berumur Oligosen hingga Plistosen umumnya didominasi oleh struktur lipatan dan sesar naik. Struktur lipatan anjakan ini secara genetik mirip dengan konsepnya Boyer dan Elliot (1982) yang membehas mengenai pembentukan “fault thrust system”. Dalam konsepnya dijelaskan bahwa pembentukan sesar naik dapat terjadi secara berurutan dan masing-masing sesar dapat saling berhubungan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa sesar Cimandiri dan Sesar Baribis diduga berhubungan di daerah Subang selatan (Gambar 3), dengan demikian kedua sesar tersebut secara genetik dapat terjadi pada periode tektonik yang sama. Selanjutnya baik sesar Cimandiri dan Sesar Baribis keduanya berhubungan dengan sesar mendatar regional. Dengan mengacu kepada wrench-thrust model trapdoor structure (Gambar 4), maka dapat ditafsirkan pula bahwa sesar mendatar ini berhubungan dengan pembentukan sesar naik Cimandiri dan Sesar Baribis.

Page 7: Sesar Baribis Cimandiri

Convention Bandung 2004 (CB2004) The 33rd Annual Convention & Exhibition 2004

Indonesian Association of Geologist Horizon Hotel, 29-30 Nov, 1 Dec 2004, Bandung

7

Mekanisme pensesaran di Jawa Barat dapat dijelaskan sebagai berikut : Seluruh batuan sedimen mulai dari Formasi Ciletuh (Eosen-oligosen) hingga Formasi Citalang (Plistosen) mengalami tektonik kompresi yang menyebabkan batuan menglami proses pelipatan dan pensesaran. Tektonik kompresi ini secara besar-besaran terjadi pada periode Plio-Plistosen (Martodjojo, 1984). Proses pelipatan dan pensesaran terjadi pada saat batuan bergerak ke utara dengan mekanisme mendatar-naik (Gambar 4, 5 dan 6). Proses ini tentunya terjadi pada banyak tempat di Jawa sehingga pada saat itu batuan sedimen terpotong-potong ke dalam beberapa bagian, termasuk didalamnya akibat sesar Cimandiri dan Baribis.

UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ismawan, Mega Rosana, Euis Tintin, Ike Bermana, Billy G. Adhiperdhana, Johanes Hutabarat, Faisal Helmi dan Thomas Maman Sudirman, yang telah membantu dan mendorong dalam penyelesaian makalah ini. DAFTAR PUSTAKA Anugrahadi, A.,1993, Tegasan Terbesar Sesar Cimandiri Timur Kabupaten

Bandung Jawa Barat, Proceed. PIT XXII IAGI, Bandung, 6-9 Des. 1983, 226-240.

Boyer, S.E., dan Elliott, D., 1982, Thrust System, Buletin AAPG. 66, 9, h. 260-296

Djuri, 1995, Peta geologi lembar Arjawinangun, Jawa: Direktorat Geologi. Effendi, A.C., Kusnama, Hermanto B., 1998, Peta Geologi Lembar Bogor,

Jawa: Direktorat Geologi. Haryanto, I., Harsolukmakso, A.H., Asikin, S. 2002, Tektonik Tectonic of

Baribis Fault., Proceed. PIT XXXI IAGI, Surabaya, 2002, 858-869. Koesmono, M., Kusnama, Suwarna.,N., 1996, Peta Geologi Lembar

Sindangbarang dan Bandarwaru, Jawa: Direktorat Geologi. Noeradi, N., Villemin, T dan Rampnoux, J.P., 1994, Paleostresses and strike-

slip movment: the Cimandiri Fault Zone, West Java, Indonesia. Jour. Of Southeast Asian Earth Sci.,9,No.1/2,3-11.

Noeradi, N., 1997, Evolusi Cekungan Paleogen di Daerah Ciletuh Jawa Barat Selatan, Buletin Geologi, Jurusan Teknik Geologi, Institut Teknologi Bandung, Vol. 27, No.1/3, 27-42.

Rahardjo, B., Armandita, C., Syafri, I., Martin, H., Nugraha,E., Wanasherpa, Graha,S., Rahardjo, dkk, A.H., Rachmat,S dan Prasetya, A., 2002, Perkiraan Inversi Sesar Baribis serta Perannya terhadap Proses Sedimentasi dan Kemungkinan Adanya Rework Source pada Endapan Turbidit Lowstand Setara Talang Akar; Studi Pendahuluan di Daerah Sumedang dan Sekitarnya, Buletin Geologi, Jurusan Teknik Geologi, Institut Teknologi Bandung, Vol. 34, No.3, p. 205-220.

Page 8: Sesar Baribis Cimandiri

Convention Bandung 2004 (CB2004) The 33rd Annual Convention & Exhibition 2004

Indonesian Association of Geologist Horizon Hotel, 29-30 Nov, 1 Dec 2004, Bandung

8

Sukamto, R., 1975, Peta Geologi Lembar Jampang dan Balekambang, Jawa: Direktorat Geologi.

Lowell, J.D., 1985, Structural Styles in Petroleum Exploration, OGCI Publication, Tulsa, 477 p.

Martodjojo, S., 1984, Evolusi Cekungan Bogor, Jawa Barat, Tesis Doktor, Pasca Sarjana ITB. (Tidak dipublikasikan)

Pulunggono, A., dan S. Martodjojo, 1994, Perubahan tektonik Paleogen dan Neogen merupakan peristiwa tektonik terpenting di Jawa, Proceeding geologi dan geoteknik Pulau Jawa sejak akhir Mesozoik hingga Kuarter., h. 37-50.

Silitonga, P.H., 1973, Peta Geologi Lembar Bandung, Jawa: Direktorat Geologi.

Simandjuntak, T.O., 1994, Back-Arch Thrusting and Neogene Orogeny in Jawa: Indonesia, Prosiding tahunan CCOP 31, Kualalumpur., 18 p.

Soehaimi A., 1991, Seismotektonik Lajur Sesar Baribis: Direktorat Geologi. 25 h.

Sudjatmiko.,1972, Peta Geologi Lembar Cinajur,Jawa : Direktorat Geologi. Van Bemmelen, R.W., 1949, The geology of Indonesian vol. I A: Government

Printing Office, The Hague, 732 p.

Page 9: Sesar Baribis Cimandiri

Convention Bandung 2004 (CB2004) The 33rd Annual Convention & Exhibition 2004

Indonesian Association of Geologist Horizon Hotel, 29-30 Nov, 1 Dec 2004, Bandung

9

Figures

Page 10: Sesar Baribis Cimandiri

Convention Bandung 2004 (CB2004) The 33rd Annual Convention & Exhibition 2004

Indonesian Association of Geologist Horizon Hotel, 29-30 Nov, 1 Dec 2004, Bandung

10

Gambar 2. Citra landsat sebagian daerah Jawa Barat Selatan

Gambar 1. Sesar Cimandiri dan Sesar Baribis di Jawa Barat (Noeradi,1997,

Modifikasi)

Page 11: Sesar Baribis Cimandiri

Convention Bandung 2004 (CB2004) The 33rd Annual Convention & Exhibition 2004

Indonesian Association of Geologist Horizon Hotel, 29-30 Nov, 1 Dec 2004, Bandung

11

Gambar 4. Trapdoor structure (Lowell, 1985)

Gambar 3. Sesar Cimandiri dan Sesar Baribis di Jawa Barat

Page 12: Sesar Baribis Cimandiri

Convention Bandung 2004 (CB2004) The 33rd Annual Convention & Exhibition 2004

Indonesian Association of Geologist Horizon Hotel, 29-30 Nov, 1 Dec 2004, Bandung

12

Gambar 6. Wrench-thrust model trapdoor structure (Lowell, 1985)

Gambar 5. Berbagai macam kemungkinan splay fault (Boyer and Elliot, 1982)