memperpanjang umur simpan dgn metode pengeringan
TRANSCRIPT
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 1/100
SKRIPSI
UPAYA MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN TEMPE
DENGAN METODE PENGERINGAN DAN STERILISASI
Oleh :
SARI KEMALA NAULI P.F24103302
2006
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 2/100
Sari Kemala Nauli P. F.24103302. Upaya Memperpanjang Umur Simpan
Tempe dengan Metode Pengeringan dan Sterilisasi. Skripsi. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrum, MSc. Departemen Teknologi Pangan
dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 2006.
RINGKASAN
Tempe merupakan makanan tradisional Indonesia yang dikonsumsi olehhampir semua lapisan masyarakat. Tempe mengandung komponen-komponen giziyang tinggi, seperti protein dan vitamin B12. Tempe juga diketahui mengandungsenyawa antioksidan yang diidentifikasi sebagai isoflavon. Senyawa ini diyakinimempunyai peranan dalam meredam aktivitas radikal bebas, sehingga bermanfaat
bagi pencegahan kanker seperti halnya karotenoid, vitamin E dan vitamin C.Tempe pada umumya mempunyai daya simpan yang relatif singkat.
Penelitian ini bertujuan untuk memperpanjang umur simpan tempe sehingga
jangkauan pendistribusiannya dapat lebih luas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengeringan dengan batch fluidized solar dryer , pengeringan
dengan oven, dan sterilisasi.Tempe yang digunakan dalam penelitian ini adalah tempe M dan tempe N.
Kedua jenis tempe tersebut berbeda dalam hal jenis kedelai dan metode pembuatannya.
Pengeringan dilakukan pada suhu di bawah 100 C, karena tempe akanrusak jika terkena panas tinggi. Pada pengeringan menggunakan batch fluidized
solar dryer dan oven dengan suhu F1 dan F2 C, warna biji kedelai tempe M
kuning dan tempe N kecoklatan sedangkan miseliumnya berwarna agak coklat.Pengeringan dengan suhu F3 C warna biji dan miseliumnya menjadi sangatcoklat.
Aroma tempe M dan tempe N sesudah pengeringan merupakan senyawahasil reaksi Maillard, dengan intensitas aroma semakin pekat dengan semakintingginya suhu pengeringan. Tekstur tempe yang dikeringkan dengan batch
fluidized solar dryer pada suhu F3 C sudah mengalami case hardening (suatukondisi dimana bagian luar bahan pangan sudah kering sedangkan bagian
dalamnya masih basah).Berdasarkan hasil pengamatan organoleptik dan laju pengeringan maka
suhu pengeringan yang dipilih dalam penelitian ini adalah suhu F2 C. Penetapanlama pengeringan didasarkan pada kadar air kesetimbangan (kadar air di dalam
bahan pangan mencapai kesetimbangan dengan kelembaban udara disekitarnya).
Kadar air kesetimbangan tempe kering pada suhu dan RH ruang adalah 39%.Kadar air kesetimbangan ini dicapai dengan pengeringan selama f8 jam dengan
menggunakan batch fluidized solar dryer dan v2 jam dengan menggunakan oven.Pada proses sterilisasi tempe, suhu yang digunakan disesuaikan dengan
tingkat ketahanan panas bahan pengemas, yaitu suhu S1. Dari hasil perhitunganwaktu sterilisasi optimum untuk tempe M adalah s1 menit, sedangkan untuktempe N adalah s2 menit.
Derajat putih tempe sterilisasi adalah 48,49 untuk tempe M, dan 48,05untuk tempe N. Nilai ini menurun dari nilai derajat putih tempe segar, di manatempe M memiliki derajat putih 55,59 dan tempe N 53,92. Penurunan ini
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 3/100
disebabkan karena terjadinya reaksi browning non enzimatik pada tempe
sterilisasi. Nilai tekstur tempe M sterilisasi adalah 3220,65 gforce sementara tempe N
sterilisasi 2683,75 gforce. Nilai tekstur tersebut lebih rendah daripada nilai teksturtempe segar, dimana tempe M berkisar 5673,70 gforce dan tempe N 5414,85
gforce.Tempe yang dikeringkan dengan batch fluidized solar dryer maupun oven
dan disimpan pada suhu ruang sudah mengalami kerusakan pada hari ke-4.
Kerusakan ini ditandai dengan timbulnya bau busuk, tekstur agak lunak, warnakedelai memudar, dan permukaan tempe dipenuhi kapang berwarna putih danagak lengket. Pertumbuhan kapang tersebut disebabkan karena tempe kering
masih memiliki kadar air dan aktivitas air yang tinggi. Tempe yang dikeringkandengan batch fluidized solar dryer selama f8 jam pada suhu F2 C memiliki kadarair 41,77 hingga 44,8% dan nilai aktivitas air 0,902 hingga 0,915. Sedangkantempe yang dikeringkan dengan oven selama v2 jam pada suhu F2 C memilikikadar air 39,85 hingga 40,26% dan nilai aktivitas air 0,891 hingga 0,918.
Tempe sterilisasi masih layak penampakan organoleptiknya setelah
disimpan selama 14 hari (2 minggu). Nilai gizi tempe sterilisasi juga cukup tinggi;yaitu kadar air 63,78 hingga 64,69% (bb), kadar abu 0,62 hingga 0,65%, kadar
protein 16,61 hingga 17,66% (bb), kadar le mak 14,09 hingga 15,62% (bb), dankadar karbohidrat 2,94 hingga 3,34% (bb). Nilai gizi tempe steril cukup stabil
selama penyimpanan 14 hari, hal ini dapat dilihat dari komposisi kimiawi tempe;yaitu kadar air 64,13 hingga 66,86% (bb), kadar abu 0,60 hingga 0,65 %, kadar
protein 16,41 hingga 17,63% (bb), kadar lemak 13,15 hingga 14,39% (bb), dankadar karbohidrat 1,76 hingga 4,42% (bb).
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 4/100
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 5/100
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 27 Maret 1978 di Jakarta. Penulis adalah
anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Pontas Pakpahan dan Ibu
Sinta Minaria br Pohan.
Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1990 di SD Xaverius II
Baturaja, Sumatera Selatan, kemudian penulis melanjutkan sekolah lanjutan
tingkat pertama di SLTP Xaverius I Baturaja, Sumatera Selatan dan tamat tahun
1993. Tahun 1993 penulis melanjutkan pendidikan di sekolah menengah di SMU
Xaverius I Baturaja, Sumatera Selatan dan tamat pada tahun 1996.
Pada tahun 1996 penulis diterima sebagai salah satu mahasiswa IPB dan
terdaftar sebagai mahasiswa Diploma III Program Studi Supervisor Jaminan MutuPangan, Departemen Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Setelah menamatkan studi pada tahun 1999, penulis bekerja sebagai salah
satu karyawan di PT. Ceres, Bandung hingga tahun 2003. Pada tahun 2003
penulis melanjutkan studi Sarjana dan diterima sebagai salah satu mahasiswa
Departemen Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 6/100
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Allah atas segala berkat dan
kasihNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi ini yang
merupakan syarat dalam kelulusan sarjana. Penulis mengucapkan rasa terima
kasih kepada mama dan papa tercinta yang telah mendidik, mengasuh, memberi
kasih sayang dan doa kepada penulis serta atas segala jerih payahnya dalam
bentuk moril maupun materiil.
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir.
Harsi D. Kusumaningrum, MSc atas segala bimbingan dan pengarahannya selama
kuliah, penelitian, penulisan dan penyelesaian skripsi. Kepada Dra. Suliantari, MSdan Ir. Indra Ishak sebagai penguji, penulis mengucapkan terimakasih atas saran
dan masukan yang diberikan. Ucapan yang sama penulis sampaikan juga kepada
PT. ABC Indonesia yang telah memberikan bantuan materiil sehingga penelitian
ini dapat dilaksanakan.
Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada seluruh keluarga besarku
untuk doa dan kasih sayangnya. Kepada teman-teman di Program Studi ITP
angkatan 39 dan 40 serta adik-adikku di Gladys atas kebersamaannya selama ini,
dan semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu.Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan masih
jauh dari kesempurnaan baik dari segi teknik penulisan maupun dalam
penyampaian isinya. Akhir kata penulis berharap semoga karya kecil ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Bogor, Mei 2006
Penulis
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 7/100
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL............................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................v
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................vi
1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .....................................................................................1
B. Perumusan Masalah..............................................................................5
C. Tujuan dan Manfaat ............................................................................. 7
2. TINJAUAN PUSTAKAA. Mikrobiologi Fermentasi Tempe.......................................................... 8
B. Pembuatan Tempe ...............................................................................11
1. Bahan baku....................................................................................11
2. Tahapan proses pembuatan tempe................................ .................12
C. Pengemasan tempe olahan..................................................................15
3. METODE PENELITIAN
A. Bahan dan Alat....................................................................................18
B. Metode ..............................................................................................201. Penelitian pendahuluan.................................................................20
1.1. Persiapan bahan baku...........................................................20
1.2. Penentuan suhu pengeringan................................................20
1.3. Penentuan waktu pengeringan..............................................21
1.4. Penentuan suhu sterilisasi.....................................................22
1.5. Penentuan waktu sterilisasi ..................................................22
1.6. Penentuan metode pengawetan tempe ................................ ..23
2. Penelitian utama ............................................................................24
C. Rancangan Percobaan.........................................................................24
1. Hipotesis........................................................................................24
2. Perlakuan.......................................................................................25
3. Rancangan percobaan....................................................................25
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 8/100
ii
D. Peubah yang Diamati..........................................................................26
1. Analisis sifat kimia........................................................................26
1.1. Kadar air ...............................................................................26
1.2. Kadar abu .............................................................................26
1.3. Kadar protein........................................................................27
1.4. Kadar lemak .........................................................................27
1.5. Kadar karbohidrat.................................................................28
2. Analisis sifat fisik..........................................................................28
2.1. Nilai pH ................................................................................28
2.2. Tekstur ..................................................................................29
2.3. Warna ...................................................................................29
2.4. Aktivitas air ........................................................................ 304. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penelitian Pendahuluan .......................................................................31
1. Pengukusan....................................................................................31
2. Penentuan suhu pengeringan.........................................................34
3. Penentuan waktu pengeringan.......................................................38
4. Penentuan suhu sterilisasi..............................................................41
5. Penentuan waktu sterilisasi ...........................................................42
6. Penentuan metode pengawetan .................................................... 44B. Penelitian Utama.................................................................................49
1. Sifat fisik ..................................................................................50
1.1. Nilai pH ................................................................................50
1.2. Tekstur ..................................................................................51
1.3. Warna ..................................................................................52
2. Sifat kimia ..................................................................................53
2.1. Kadar air ...............................................................................53
2.2. Kadar abu .............................................................................54
2.3. Kadar protein........................................................................55
2.4. Kadar lemak .........................................................................56
2.5. Kadar karbohidrat.................................................................57
3. Tempe sterilisasi sebagai bahan pangan kaya gizi........................58
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 9/100
iii
5. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ..................................................................................60
B. Saran ..............................................................................................60
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................61
LAMPIRAN....................................................................................................68
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 10/100
iv
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Keuntungan dan Kerugian Pemanasan dengan Air Panas
dan Uap Panas .....................................................................................31
2. Penampakan Organoleptik Tempe Kering..........................................35
3. Perhitungan Kadar Air dan Laju Pengeringan Tempe ........................37
4. Nilai Kadar Air dan Aktivitas air (Aw) Tempe Malang
Kering ..............................................................................................39
5. Pengamatan Tempe yang Diawetkan dengan Metode
Pengeringan dan Sterilisasi .................................................................44
6.
Komposisi Proksimat Beberapa Varietas Kedelai..............................507. Kandungan Gizi Tempe Sterilisasi......................................................58
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 11/100
v
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Diagram Alir Proses Pembuatan Tempe dengan Metode
Kupas Basah........................................................................................13
2. Diagram Alir Proses Pembuatan Te mpe dengan Metode
Kupas Kering.......................................................................................14
3. Diagram Alir Penelitian ......................................................................19
4. Alat Pengering Oven dan Batch Fluidized Solar Dryer ......................20
5. Alat Retort dan Vacuum Packer..........................................................22
6. Diagram Alir Metode Pengawetan Tempe..........................................24
7. Penampakan Tempe yang Dikeringkan Pada SuhuF1, F2, dan F3 C ................................................................................36
8. Kondisi Kemasan yang Dipanaskan Pada Suhu
S1 dan S2 C........................................................................................42
9. Penampakan Tempe N dan Tempe M yang
Disimpan Selama 3 Hari .....................................................................46
10. Penampakan Tempe Kering yang Disimpan Selama
4 Hari..................................................................................................47
11. Penampakan Tempe Sterilisasi yang Disimpan Selama14 Hari.................................................................................................49
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 12/100
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Standar Tempe Berdasarkan SNI 01-3144-1998 ................................68
2. Standar Tempe Berdasarkan USDA Nutrient Database.....................69
3. Kadar Air Kesetimbangan Tempe Kering yang Disimpan
Pada Suhu Kamar (30-37°C) dan RH 70-90% ....................................71
4. Sidik Ragam dan Uji Duncan pH pada Perlakuan
Pengolahan Tempe yang Berbeda .......................................................72
5. Sidik Ragam dan Uji Duncan Tekstur pada Perlakuan
Pengolahan Tempe yang Berbeda .......................................................73
6. Sidik Ragam dan Uji Duncan Warna pada PerlakuanPengolahan Tempe yang Berbeda .......................................................74
7. Sidik Ragam dan Uji Duncan Kadar Air pada Perlakuan
Pengolahan Tempe yang Berbeda .......................................................75
8. Sidik Ragam dan Uji Duncan Kadar Abu pada Perlakuan
Pengolahan Tempe yang Berbeda .......................................................76
9. Sidik Ragam dan Uji Duncan Kadar Protein pada Perlakuan
Pengolahan Tempe yang Berbeda .......................................................77
10. Sidik Ragam dan Uji Duncan Kadar Lemak pada PerlakuanPengolahan Tempe yang Berbeda .......................................................78
11. Sidik Ragam dan Uji Duncan Kadar Karbohidrat pada
Perlakuan Pengolahan Tempe yang Berbeda......................................79
12. Sidik Ragam dan Uji Duncan Nilai pH pada Perlakuan
Masa Simpan yang Berbeda ................................................................80
13. Sidik Ragam dan Uji Duncan Tekstur pada Perlakuan
Masa Simpan yang Berbeda ................................................................81
14. Sidik Ragam dan Uji Duncan Warna pada Perlakuan
Masa Simpan yang Berbeda ................................................................82
15. Sidik Ragam dan Uji Duncan Kadar Air pada Perlakuan
Masa Simpan yang Berbeda ................................................................83
16. Sidik Ragam dan Uji Duncan Kadar Abu pada Perlakuan
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 13/100
vii
Masa Simpan yang Berbe da................................................................84
17. Sidik Ragam dan Uji Duncan Kadar Protein pada Perlakuan
Masa Simpan yang Berbeda ................................................................85
18. Sidik Ragam dan Uji Duncan Kadar Lemak pada Perlakuan
Masa Simpan yang Berbeda ................................................................86
19. Sidik Ragam dan Uji Duncan Kadar Karbohidrat pada
Perlakuan Masa Simpan yang Berbeda ...............................................87
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 14/100
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 15/100
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 16/100
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 17/100
4
tempe juga mengandung zat aktif isoflavon (daedzein, genistein, dan isoflavon
tipe 2) yang dapat berikatan dengan reseptor hormon estrogen dalam tubuh,
mengurangi keluhan psikovasomotor, dan mencegah gangguan dini menopause
(Anonim, 2005 b). Kadar asam fitat yang rendah juga dapat meningkatkan
penyerapan zat besi dan kalsium (Russel, 2004).
Tempe juga merangsang fungsi kekebalan tubuh terhadap radikal bebas,
sehingga dapat mencegah penyakit kanker. Hal ini disebabkan karena adanya
senyawa dalam tempe yang diduga memiliki aktivitas antipenyakit degeneratif.
Senyawa tersebut antara lain vitamin E, karotenoid, superoksida dismutase, dan
isoflavon (Anonim, 2005 b
).
Vitamin E dan karotenoid adalah antioksidan non enzimatik dan lipolitik
yang memberikan satu ion hidrogen kepada radikal bebas, sehingga radikal bebastersebut stabil dan tidak reaktif lagi. Superoksida dismutase yang terdapat pada
tempe merupakan enzim yang dapat mengendalikan radikal bebas hidroksil yang
sangat ganas, sekaligus memicu tubuh untuk membentuk superoksida itu sendiri,
sehingga menjadi salah satu senyawa kunci dalam mencegah penyakit kanker
(Anonim, 2005 b
).
Shimoni (2004) melaporkan bahwa kandungan isoflavon dalam tempe
terdiri atas tiga kelompok, yaitu daidzein (269-305µg/g), genistein (452-490µg/g),
dan glycitein (30-31µg/g). Selama proses fermentasi maka genistein dan daidzein
akan mengalami penurunan akibat proses pengasaman dan perebusan. Tetapi
Mangels (1995) menyatakan bahwa walaupun proses fermentasi dapat
menurunkan jumlah isoflavon tetapi daya cernanya justru lebih baik sehingga
efektivitasnya cukup tinggi dalam mencegah penyakit kanker. Genisterin dapat
menghambat pertumbuhan sel-sel kanker prostat, menghambat potensi
penyebaran sel-sel kanker prostat yang lepas, dan mampu menghambat aktivitas
5-alfa-reduktase yaitu enzim pengubah hormon testosteron menjadi
dihidrotestosteron yang merangsang pertumbuhan jaringan prostat (Afriansyah,
2001). Genistein juga berfungsi sebagai fitoestrogen yang dapat menempel pada
reseptor sel-sel duktus kelenjar susu. Jika seluruh reseptor diblokir genistein maka
estrogen tidak berpeluang menempel pada reseptor sehingga pertumbuhan sel
kanker payudara dapat dicegah (Anonim, 2005 c).
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 18/100
5
Berbagai penelitian yang dilakukan para ilmuwan terhadap tempe semakin
beragam. Penelitian yang dilakukan meliputi pula pengembangan produk tempe
tidak hanya pada generasi pertama, tetapi juga generasi kedua dan ketiga.
Pengembangan produk tempe sebagai makanan yang siap dikonsumsi disesuaikan
dengan budaya masyarakat setempat dan perkembangan teknologi, sehingga
diharapkan setiap lapisan masyarakat baik di dalam maupun di luar negeri dapat
menikmati khasiat kesehatan dari produk tempe.
B. Perumusan Masalah
Tempe berkualitas tinggi adalah kesatuan kacang kedelai dalam ikatan
miselium putih yang seragam dan memenuhi seluruh badan tempe membentuk
suatu susunan yang padat dan kompak (Syarief et al ., 1999). Jika dilakukaninkubasi dilakukan dalam jangka waktu yang terlalu lama, miselium akan menjadi
abu-abu atau hitam. Namun selama tidak timbul bau amonia, tempe tetap layak
dikonsumsi.
Apabila tempe menjadi basah dan berlendir dengan warna kecoklatan,
berbentuk rapuh dan miselium tumbuh tidak merata serta dalam keadaan busuk
dan berbau amonia maka tempe tidak layak lagi untuk dikonsumsi.
Terbentuknya bau busuk merupakan sumber kerusakan utama (Sarwono,
2002). Bau busuk tersebut disebabkan oleh aktivitas enzim proteolitik dalammenguraikan protein menjadi peptida atau asam amino secara anaerobik yang
menghasilkan H2S, amonia, metil sulfida, amin, dan senyawa -senyawa lain berbau
busuk. Karenanya tempe segar yang disimpan dalam suhu ruang dan tidak
dikemas dengan baik akan bertahan maksimal dua hari.
Peningkatan daya simpan dan daya terima tempe dilakukan dengan usaha
pengawetan dan pengolahan tempe sehingga menghasilkan produk yang bernilai
ekonomis lebih tinggi dan lebih awet. Hal ini juga bertujuan sebagai usaha
penganekaragaman pangan (Koswara, 1995).
Shurtleff dan Aoyagi (1979) melakukan penyimpanan suhu dingin yang
dapat memperpanjang umur simpan tempe maksimal satu minggu, sementara
penyimpanan beku dapat mengawetkan tempe hingga 100 hari tanpa perubahan
berarti dalam penampilan dan citarasa tempe. Proses blansir pada tempe yang
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 19/100
6
dilakukan oleh Hesseltine (1963), dan dikombinasikan dengan penyimpanan
dingin atau beku, dapat memperpanjang penyimpanan selama 2 hingga 3 minggu.
Iljas (1969) melakukan proses pengalengan tempe, sehingga bisa memperpanjang
umur simpan tempe selama 10 minggu.
Steinkraus (1965) seperti yang dikutip dalam Nuraini (1995)
menginkubasi tempe berbentuk kubus kecil (2.5 cm) dalam pengering sehingga
diperoleh kadar air 2-4 persen, sehingga umur simpan tempe bisa diperpanjang
selama beberapa bulan dalam suhu ruang.
Metode penggorengan keripik tempe yang sudah dikeringkan
diperkenalkan oleh Muchtadi et al . (1978), sehingga produk dapat langsung
dikonsumsi dengan rasa yang dapat diterima dan umur simpannya mencapai 2
hingga 4 minggu (Muliawati, 1993).Pembekuan cepat tempe (-29°C) yang dianjurkan oleh Frazier dan
Westhoff (1978) dan dikutip oleh Simatupang (1985) dapat meningkatkan umur
simpan tempe hingga 4 bulan. Tetapi karena tempe bukan bahan penghantar
dingin yang baik maka ukuran tempe harus direduksi untuk meningkatkan luas
permukaannya.
Koswara (1995) memperkenalkan beberapa metode pengawetan antara
lain pengeringan beku (f reeze drying ) yang dilakukan dengan pembekuan cepat
(-14°C) lalu pengeringan pada suhu sedang dengan menggunakan vakum, metodeyang lain adalah pengeringan semprot (spray drying ) dengan hasil akhir berupa
bubuk tempe yang dapat digunakan sebagai campuran makanan lainnya.
Metode yang lain adalah dengan menunda proses fermentasi, dengan cara
kedelai kukus dikeringkan sampai kadar airnya kira-kira 12.2%, kemudian
dibungkus dengan plastik. Apabila hendak dibuat tempe, kedelai direhidrasidalam
air panas selama 15 menit, didinginkan, diinokulasi, dibungkus plastik berlubang
dan diinkubasi pada suhu kamar selama 18-20 jam (Prihatna, 1991).
Nuraini (1995) juga telah mengembangkan salah satu metode pengawetan
tempe, yaitu dengan aplikasi pemberian bumbu, pengemasan vakum dan
penyimpanan suhu rendah yang dapat meningkatkan umur simpan tempe hingga
mencapai 4 minggu.
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 20/100
7
Metode terbaru dalam memperpanjang umur simpan tempe adalah dengan
pembuatan hidrolisat tempe (Subagio et al ., 2002). Tempe dihidrolisis dengan
menggunakan enzim protease Flavourzyme , setelah dihidrolisis maka dipanaskan
dengan menambahkan dekstrin dan NaCl, bahan yang telah kental kemudian
dikeringkan dengan oven 70°C selama 48 jam, selanjutnya ditepungkan dan
diayak. Produk yang dihasilkan memiliki umur simpan lebih lama dari tepung
tempe dan berpotensi dimanfaatkan sebagai bumbu penyedap masakan
Pada penelitian ini diusahakan suatu metode pengawetan yang tidak
menggunakan biaya tinggi dan memiliki kestabilan mutu selama penyimpanan.
Metode tersebut antara lain dengan pengeringan udara panas (oven dan batch
fluidized solid dryer ) dan sterilisasi menggunakan retort .
C. Tujuan dan Manfaat
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan produk tempe yang
memiliki umur simpan relatif tinggi pada suhu ruang sehingga dapat mendukung
aplikasi pemanfaatan tempe sebagai salah satu pangan sumber protein.
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 21/100
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Mikrobiologi Fermentasi Tempe
Dalam pembuatan tempe, laru tempe memegang peranan penting, karena
laru tempe mengandung spora-spora kapang yang pada pertumbuhannya mampu
menghasilkan enzim-enzim hidrolitik yang dapat menguraikan substratnya
menjadi komponen-komponen yang lebih sederhana sehingga lebih mudah
dicerna.
Secara tradisional, kapang tempe diinokulasikan dalam bentuk laru tempe
yang dibuat dengan menumbuhkan spora kapang dari tempe yang bermutu baik
pada onggok. Di Jawa Tengah dikenal pembuatan inokulum tempe dengan cara
membiarkan spora kapang dari udara tumbuh pada permukaan daun waru( Hybiscus sp.) atau daun jati (Tectona grandis) yang disebut ‘usar’. Adanya bulu-
bulu tersebut maka kapang tempe dan sporanya dapat menempel (Syarief et al .,
1999).
Menurut Shurtleff dan Aoyagi (1979), kebanyakan fermentasi modern
menggunakan kultur murni sebagai inokulumnya, yang terdiri dari satu atau
kombinasi beberapa jenis mikroba. Penggunaan kultur murni dapat mencegah
kontaminasi dari bakteri pembusuk.
Kapang yang berperan dalam pembuatan tempe adalah kapang dari genus Rhizopus sp dan yang paling sering ditemukan adalah Rhizopus oligosporus dan
Rhizopus oryzae (Steinkraus, 1983).
Dwidjoseputro dan Wolf (1970) mengamati adanya beberapa perbedaan
kapang yang tumbuh pada tempe yang berasal dari daerah yang berbeda. Pada
tempe Malang banyak ditemukan kapang R. oligosporus, R. oryzae, R. arrhizus,
dan Mucor rouxii. Sedangkan R. stolonifer dan R. oryzae ditemukan pada tempe
dari daerah Surakarta. Pada tempe yang ada di Jakarta terdapat Mucor javanicum,
Trichosporus pullulans, Aspergillus niger dan Fusarium sp. Steinkraus (1983)
menambahkan pada tempe Indonesia (Jakarta, Bogor, Bandung, Purwokerto,
Yogyakarta, Malang, Bali dan Medan) banyak ditemukan R. oligosporus, R.
arrhizus, R. stolonifer, C. freundii, M. luteus, Candida sp., Bacillus sp.,
Corynebacterium sp., dan Bacterium epidermis.
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 22/100
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 23/100
10
karena itu digunakan inokulum dalam bentuk laru dengan cara menumbuhkan
kapang dari tempe pasar, kultur murni dan usar pada beras. Pada penggunaan
kultur murni dengan cara inokulasi langsung, kapang akan beradaptasi terlebih
dahulu sehingga pertumbuhan kapang menjadi lambat, serta dapat menyebabkan
rendahnya penghambatan pertumbuhan bakteri gram positif dan menimbulkan bau
yang tidak enak.
Beberapa media yang sering digunakan untuk menumbuhkan kapang
tempe antara lain beras, singkong, agar, jagung, dedak, tapioka atau gaplek.
Setelah kapang dicampurkan dalam media, ditambahkan air bersih secukupnya,
pembungkusan, pemeraman, pengeringan, dan penepungan. Tepung halus ini
adalah inokulum yang selanjutnya dapat digunakan untuk pembuatan tempe
(Syarief et al ., 1999).Inokulum tempe pertama kali diproduksi oleh LIPI (Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia) Bandung pada tahun 1976. Ragi tempe LIPI ini
dipersiapkan dari biakan murni Rhizopus ol igosporus yang ditumbuhkan pada
media beras yang telah dimasak, kemudian media beras yang telah dibiakkan
tersebut dikeringkan dan digiling (Sapuan et al., 1996).
Dari air rendaman kedelai, selain kapang tempe juga sering ditemukan
beberapa jenis bakteri. Bakteri-bakteri tersebut terikut pada proses perendaman
kedelai. Berdasarkan penelitian para ilmuwan di Universitas Munster ditemukandua jenis bakteri penghasil vitamin B12, yaitu Citrobacter freundii dan Klebsiella
pneumoniae, dan dua jenis bakteri penghasil antioksidan trihidroksi isoflavon,
yaitu Corynebacterium sp. atau Micrococcus luteus. Karmini et al . (1995)
mengembangkan inokulum tempe yang merupakan campuran kapang Rhizopus
oligosporus dan masing-masing bakteri tersebut. Dari hasil penelitian didapatkan
bahwa inokulum campuran R.oligosporus dan bakteri Klebsiella pneumoniae atau
Citrobacter freundii mampu meningkatkan kadar vitamin B12 lebih dari 100%,
sementara inokulum campuran R.oligosporus dan Corynebacterium sp. atau
Micrococcus luteus tidak menunjukkan adanya kandungan antioksidan isoflavon
di dalam tempe.
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 24/100
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 25/100
12
2. Tahapan Proses Pembuatan Tempe
Secara garis besar pembuatan tempe dibedakan berdasarkan metode
pengupasan kulit kedelai, yaitu metode kupas basah dan metode kupas kering
(Syarief et al ., 1999).
Metode kupas basah (Gambar 1) ciri utamanya adalah dengan proses
pengupasan kedelai dengan cara basah setelah perendaman dalam air panas ( pre
cooking ), pemanasan atau pemasakan pada air yang diasamkan, dan dilanjutkan
dengan proses pemeraman pada kantong plastik polietilen yang telah diberi
lubang. Perendaman dalam air panas bertujuan untuk mengurangi waktu
pemasakan, melunakkan kulit kedelai sehingga mudah untuk dikupas, dan
mengurangi jumlah bakteri yang ada dipermukaan kulit kedelai. Tahap
selanjutnya adalah perendaman kedelai sehingga keasaman biji kedelai mencapainilai pH antara 3.5 sampai 5, sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri
pencemar tanpa harus mengganggu pertumbuhan mikroorganisme laru tempe.
Metode kupas kering (Gambar 2) perlakuan awal adalah pengeringan
menggunakan oven dengan suhu 177°C selama 5 menit atau dengan
menggunakan sirkulasi udara panas (93°C) selama 10 menit. Perlakuan pra
pemanasan ini akan menyebabkan kulit menjadi pecah dan mudah dikupas, tanpa
harus memecahkan biji kedelai, sehingga jumlah kerusakan dan kehilangan dapat
ditekan seminimal mungkin. Setelah dibersihkan, kedelai kemudian dikupasdengan menggunakan mesin penggiling, lalu dilewatkan pada hembusan udara
untuk menghilangkan kulit arinya.
Tahapan selanjutnya adalah pengasaman yang bertujuan untuk mendukung
pertumbuhan kapang tempe dan sekaligus menghambat pertumbuhan bakteri
pembusuk. Pada metode pengupasan kering, tahapan pra fermentasi ini umumnya
kurang dapat berjalan dengan baik sehingga untuk mencapai nilai pH yang cukup
rendah diperlukan penambahan bahan pengasam, misalnya asam laktat, asam
asetat, asam sitrat atau asam cuka. Penambahan bahan pengasam dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu ditambahkan pada air pemasak selama pemasakan akhir
atau ditambahkan langsung pada kedelai setelah ditiriskan dan didinginkan.
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 26/100
13
Kedelai
Tempe
Gambar 1. Diagram alir proses pembuatan tempe dengan metode kupas basah.
Dibersihkan
Dicuci
Direbus dalam air mendidih (100°C, 30 menit)
Direndam dalam air rebusan selama 22 jam
Dikupas kulitnya dan dicuci
Direbus dalam air asam (pH 3-5) selama 45 hingga 60 menit
Ditiriskan dan didinginkan hingga mencapai suhu
25-27°C
Dicampur laru tempe yang aktif
Dibungkus dengan wadah tempe
Diinkubasi pada suhu 31°C dan RH 70-85% selama
22-26 jam
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 27/100
14
Kedelai
Tempe
Gambar 2. Diagram alir proses pembuatan tempe dengan metode kupas kering.
Dibersihkan dalam kondisi kering
Disemprot udara panas (93°C, 10 menit) atau dikeringkan dengan oven(177°C, 10 menit)
Dikupas menggunakan mesin penggiling
Dipisahkan kulit dengan cara meniupkan udara kering atau perendamandalam air
Direbus dalam air asam (pH 3 – 5) selama 40 hingga 60menit
Ditiriskan dan didinginkan hingga mencapai suhu
25-27°C
Dicampur dengan laru tempe yang aktif
Dibungkus dengan wadah tempe
Diinkubasi pada suhu 31°C dan RH 70-85%
selama 22-26 jam
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 28/100
15
Perebusan kedelai bertujuan untuk melunakkan biji kedelai yang sudah
dikupas sebelumnya, sehingga memudahkan kapang tempe tumbuh dan
miseliumnya menembus dan merajut antar biji kedelai, sehingga diperoleh tempe
dengan struktur padat dan kompak, dan mudah diiris. Pemasakan juga penting
untuk meningkatkan daya cerna tempe yang dihasilkan, menghasilkan zat anti
gizi, menghentikan proses pra-fermentasi, dan membunuh semua bakteri yang
tidak diinginkan.
Penirisan dilakukan sesudah kedelai dimasak. Kedelai didinginkan
sehingga mencapai suhu 25-27°C, untuk memudahkan pertumbuhan starter spora
Rhizopus sp.
Tahapan terakhir adalah pembungkusan, dilakukan setelah pencampuran
ragi. Jenis pembungkus yang dapat diguna kan umumnya sangat beragam.Kemasan awal yang sering digunakan oleh pengusaha tempe tradisional adalah
daun pisang, sedangkan untuk daerah Ngawi dan Madiun Jawa Timur tempe
sering dikemas dengan daun jati, sementara produsen tempe yang berada di
daerah Temanggung lebih sering memanfaatkan batang bambu sebagai
pembungkus tempe (Sapuan et al , 1996). Pada tahun 1964 Martinelli dan
Hesseltine memperkenalkan tempe yang dibungkus plastik polietilen (Soyfoods
Center , 2004). Penggunaan plastik polietilen diperkenalkan di Indonesia oleh Dr.
Seno Hamidjoyo pada tahun 1970, dan sejak saat itu para produsen tempe mulai beralih menggunakan plastik polietilen sebagai bahan pengemas (Anonim, 2005
a).
C. Pengemasan tempe olahan
Untuk memperpanjang masa simpan tempe ola han, maka beberapa
perlakuan dapat dilakukan, antara lain dengan pengemasan vakum. Pada dasarnya,
dengan menggunakan vakum (mengeluarkan udara dari dalam kemasan) maka
ketersediaan udara (khususnya oksigen) akan berkurang. Dengan tidak adanya
oksigen ini maka kerusakan-kerusakan akan diperlambat, sehingga umur
simpannya menjadi lebih panjang (Syarief et al ., 1999). Jenis pengemas yang
umumnya digunakan untuk pengemasan vakum adalah PE (polietilen), PP
(polipropilen), dan Ni-PE (nilon-polietilen).
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 29/100
16
Polietilen adalah polimerisasi dari etilen yang berupa padatan yang jernih
dan dalam bentuk film bersifat transparan. Dengan pemanasan polietilen menjadi
lunak dan mencair pada suhu 110°C. Salah satu sifat yang paling penting dari
polietilen adalah permeabilitasnya yang rendah terhadap uap air. Polietilen juga
bersifat thermoplastik sehingga mudah dibuat kemasan dengan derajat kerapatan
yang baik (Syarief et al , 1989).
Syarief et al . (1989) menyatakan sifat plastik polipropilen antara lain kaku,
ringan, daya tembus terhadap uap airnya rendah, mempunyai ketahanan yang baik
terhadap lemak, stabil pada suhu tinggi dan cukup mengkilap. Plastik tipis yang
tidak mengkilap mempunyai daya tahan yang cukup rendah terhadap suhu tetapi
bukan penahan gas yang baik. Hambali et al . (1990) menambahkan polipropilen
mempunyai densitas yang sangat rendah, mempunyai kekuatan tarik yang sangattinggi, kekakuan dan ketahanan kikis yang lebih besar dari polietilen, lebih
transparan dengan permukaan halus, tahan terhadap minyak dan lemak, tahan
terhadap basa kuat dan pelarut pada suhu normal kecuali oleh karbon terklorinasi,
daya tembus terhadap uap air rendah dan stabil pada suhu tinggi.
Poliamida atau nilon diperoleh dengan cara kondensasi polimer dari asam
amino atau diamina dengan asam 2-karboksilat (diacid). Poliamida tergolong
termoplastik non etilen dengan sifat-sifat antara lain inert, tahan panas, dan
mempunyai sifat-sifat mekanik yang istimewa, tahan terhadap asam encer dan basa, tetapi tidak tahan asam kuat dan pengoksidasi. Nilon tidak berasa, tidak
berbau dan tidak beracun, larut dalam asam formal dan fenol, tahan suhu tinggi,
dan dapat disterilisasi. Nilon cukup kedap gas, tetapi tidak kedap uap air.
Sehingga umumnya nilon dilapisi atau digunakan secara kombinasi dengan bahan-
bahan lain agar diperoleh sifat kemasan yang inert dan mempunyai permeabilitas
rendah. Untuk memperoleh sifat kemasan yang mempunyai permeabilitas rendah
terhadap gas dan uap air, nilon dilapisi dengan LDPE ( Low Density Poly
Ethylene). LDPE memiliki sifat kedap air dan uap air yang baik, tetapi transmisi
gas cukup tinggi (Syarief et al ., 1999).
Jika produk tempe disterilisasi dengan retort maka perlu dikemas dengan
bahan pengemas tahan panas (retort pouch). Hal ini bertujuan supaya setelah
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 30/100
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 31/100
18
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah tempe M dan tempe N yang diperoleh dari pengrajin tempe di daerah Bogor. Bahan analisa yang digunakan antara lain HCl
0.0485 N, NaOH, K 2SO4, HgO, H2SO4, H3BO3, Na2S2O3, heksana, indikator
merah metil dan indikator biru metil yang diperoleh dari laboratorium Biokimia
ITP IPB dan laboratorium Kimia ITP IPB.
Peralatan yang digunakan antara lain blancher , alat pengering (oven) merk
United Heater , alat pengering batch fluidized solid dryer IC 49 D, sealer , retort
merk Korimat dan vacuum packer merk Quickpack . Peralatan untuk menganalisis
antara lain kjeldhal , oven, tanur, soxhlet , mortar, pH meter, penangas air dan gelaskimia.
B. Metode
Penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan
penelitian utama (Gambar 3). Penelitian pendahuluan bertujuan menentukan
metode yang sesuai untuk memperpanjang umur simpan tempe. Metode yang
dilakukan antara lain pengeringan (menggunakan oven dan fluidized bed dryer )
dan sterilisasi menggunakan retort . Penelitian utama bertujuan menganalisa
kandungan gizi dan sifat fisik tempe yang sudah disimpan selama dua minggu,
sebagai indikator penerimaan konsumen terhadap produk yang dihasilkan dan
indikator komposisi gizi tempe olahan sebagai bahan pangan sumber protein.
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 32/100
19
Tahap I
Tahap II
Gambar 3. Diagram alir penelitian
Pemotongan tempe
Pengukusan suhu K°C, k menit
Pengeringan Sterilisasi
Kontrol
Penyimpanan suhu
ruang
Pengamatan setiap hari sampai tempemenunjukkan tanda-tanda kerusakan
Penentuan metode yang paling sesuaiuntuk memperpanjang umur simpan
tem e
Analisa sifat fisik dan sifat kimia
tempe yang memiliki umur simpan paling lama
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 33/100
20
1. Penelitian Pendahuluan
1.1. Persiapan bahan baku
Tempe N dengan ketebalan 2,2 cm dipotong-potong ukuran 17,0 x 6,0 cm
dan tempe M dengan ketebalan 2,5 cm dipotong-potong berukuran 17,4 x 6,0 cm.
Kedua jenis tempe tersebut kemudian ditimbang dan didapatkan bahwa tempe M
memiliki bobot rata-rata 190 gram sementara tempe N memiliki bobot rata-rata
seberat 155 gram. Tempe kemudian dikukus suhu K C selama k menit, lalu
ditiriskan.
1.2. Penentuan suhu pengeringan
Tempe M dan tempe N yang telah ditiriskan kemudian dikeringkan dengan
menggunakan alat oven dan batch fluidized solar dryer . Kedua jenis alat pengering tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Alat pengering oven (kiri) dan batch fluidized solar dryer (kanan)
Suhu yang digunakan dalam pengeringan adalah F1, F2, dan F3°C untuk
batch fluidized solar dryer serta F1 dan F2°C untuk oven. Pemilihan suhu tersebut
berdasarkan pertimbangan bahwa suhu tersebut merupakan suhu pasteurisasi
sehingga diharapkan dapat menginaktifkan kapang tempe. Sedangkan suhu F3°C
merupakan batas suhu tertinggi pengeringan untuk tidak merusak nilai biologis
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 34/100
21
dari protein, yang merupakan komponen terbesar di dalam tempe.
Hasil pengeringan kemudian diamati penampakannya secara organoleptik,
laju penurunan kadar airnya dan kadar air akhirnya.
Tempe M dan tempe N yang dikeringkan, diukur kadar air rata-rata basis
basahnya. Data tersebut kemudian digunakan untuk menghitung laju pengeringan
tempe.
Persamaan yang digunakan untuk menentukan laju pengeringan tempe
adalah :
LPi = (KBBi – KBB i-1)/ (Ti – T i-1)
Dimana :
LP : laju pengeringan bahan (% bb/ menit)
KBBi : kadar air basis basah bahan ke-iKBB i-1 : kadar air basis basah bahan ke (i – 1)
Ti : selang waktu pengamatan ke-i
T i-1 : selang waktu pengamatan ke (i – 1)
I : indeks 1, 2, 3, 4, dan seterusnya
1.3. Penentuan waktu pengeringan
Suhu yang digunakan dalam pengeringan adalah suhu yang memberikan
penampakan organoleptik terbaik dan laju penurunan kadar air yang tinggi. Waktu pengeringan yang digunakan adalah f1, f2, f3, f4, f5, f6, f7, dan f8 jam untuk
batch fluidized solid dryer serta v1, v2, v3, v4, v5, v6, dan v7 jam untuk oven.
Waktu pengeringan yang relatif lama tersebut didasarkan pertimbangan
ukuran tempe yang cukup besar, sehingga diharapkan air bebas yang dikeluarkan
dari dalam bahan cukup besar dan merata dari seluruh bagian tempe. Tempe yang
sudah dikeringkan kemudian diukur kadar air dan aktivitas airnya.
Kadar air kesetimbangan tempe diukur dengan cara 100 gram tempe
kering yang memiliki kadar air terendah disimpan pada suhu kamar (30-37ºC)
dan RH kamar (70-80%). Tempe yang sudah disimpan selama 24 jam kemudian
diukur kadar airnya.
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 35/100
22
1.4. Penentuan suhu sterilisasi
Tempe yang sudah ditiriskan, kemudian dikemas vakum dan disterilisasi
dengan menggunakan retort. Alat retort dan vacuum packer dapat dilihat pada
Gambar 5.
Gambar 5. Alat retort (kiri) dan vacuum packer (kanan)
Suhu yang digunakan adalah suhu S1 dan S2. Suhu yang dipilih adalah
suhu tertinggi yang dapat diterima oleh kemasan, diharapkan kemasan tidak
menipis dan tidak mengalami kebocoran.
1.5. Penentuan waktu sterilisasi
Penentuan waktu sterilisasi ditentukan berdasarkan hasil pengukuran
penetrasi panas. Termokopel dipasang ditengah kemasan pada bagian tengah
tempe (dianggap bagian titik terdingin dari kemasan). Kemasan kemudian
Kadar air (% bb) = ( W awal contoh – W akhir contoh ) x 100%
W awal contoh
W = berat (g)
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 36/100
23
divakum dan dikelim, kemudian dimasukkan kedalam retort. Termokopel
dihubungkan dengan rekorder, kemudian mulai dilakukan pengukuran setelah
retort mencapai suhu retort.
Selama proses pemanasan, perubahan suhu dicatat setiap menit.
Pengukuran data pemanasan dilakukan sejak air pemanas diisikan ke dalam retort
sampai suhu produk mencapai suhu sterilisasi yang didapatkan dari penentuan
suhu sterilisasi sebelumnya.
Dari hasil pencatatan kemudian diplotkan ke dalam kertas semi logaritma
untuk kurva pemanasannya. Karena pendinginan tempe dilakukan tanpa
menggunakan air pendingin maka nilai T pic ditetapkan sama dengan nilai Tic,
penetapan ini bertujuan untuk meningkatkan waktu pemanasan. Berdasarkan
kurva pemanasan dapat diketahui nilai Tih, T pih, dan fh. Sedangkan nilai T pic, Tic,dan fc diperoleh dari penetapan waktu pendinginan.
Perhitungan waktu sterilisasi menggunakan metode formula (Ball) dengan
rumus :
P= fh (log Jch Ih – log g) dan B = P + 0,4 CUT
Dimana nilai fh diperoleh dari pembacaan grafik, dan nilai Ih dan Jch
diperoleh dari perhitungan, sedangkan nilai g diperoleh dari pembacaan tabel
hubungan antara fh/U, Z dan Jcc dengan g.
1.6. Penentuan metode pengawetan tempe
Berdasarkan penentuan suhu dan waktu pengeringan serta sterilisasi maka
didapatkan parameter yang dapat digunakan dalam pengawetan tempe. Diagram
alir metode pengawetan tempe dapat dilihat pada Gambar 6.
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 37/100
24
Gambar 6. Diagram alir metode pengawetan tempe
Penyimpanan dilakukan selama dua minggu, kemudian dilakukan
pengamatan organoleptik untuk mengetahui pengaruh metode pengawetan
terhadap umur simpan tempe.
2. Penelitian Utama
Dari kedua metode tersebut dipilih metode yang paling efektif dalam
memperpanjang umur simpan tempe. Untuk mengetahui kestabilan nilai gizi dan
daya terima konsumen terhadap tempe yang dihasilkan maka dilakukan pengujian
sifat fisik dan kimia pada minggu ke-0 dan minggu ke-2.
C. Rancangan Percobaan
1. Hipotesis
H0 = tidak ada perbedaan pengaruh dari perlakuan yang diuji.
H1 = paling sedikit ada 2 perlakuan yang berbeda.
Tempe M Tempe N
Pengukusan dengan uap panasK°C selama k menit
Pengeringan Pengemasan vakum
Pengemasan vakum Sterilisasi
Penyimpanan pada suhu ruang
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 38/100
25
Analisis statistik yang dilakukan adalah analisis sidik ragam (uji F) untuk
mengetahui apakah ada perbedaan secara nyata nilai rata-rata tiap persamaan yang
diuji.
Untuk mengetahui parameter yang menunjukkan perbedaan maka
dilakukan uji pembanding harga rata-rata dengan menggunakan uji Duncan.
2. Perlakuan
A. Jenis tempe
A1 = tempe N
A2 = tempe M
B. Cara pengawetan pada tempe
B1 = segarB2 = sterilisasi
C. Lama penyimpanan (minggu)
C1 = minggu ke-0
C2 = minggu ke-2
3. Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah
rancangan acak lengkap yang disusun dengan faktorial 2 x 2 dengan dua kaliulangan.
Model linier rancangan percobaan tersebut adalah sebagai berikut :
Yijl = ì + Ai + B j + (AB)ij + ål(ij)
Keterangan :
Yijl = nilai pengamatan pengaruh jenis tempe taraf ke-i dan pengaruh
lama penyimpanan/ kondisi pengolahan taraf ke-j dengan
ulangan ke-l
ì = rata-rata
Ai = pengaruh perlakuan A (jenis tempe) pada taraf ke-i (tempe M
dan tempe N).
B j = pengaruh perlakuan B (lama penyimpanan/pengawetan) pada
taraf ke-j (0 minggu dan 2 minggu/ segar dan sterilisasi)
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 39/100
26
(AB)ij = pengaruh interaksi taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B
ål(ij) = pengaruh kesalahan percobaan pada ulangan ke-l karena
pengaruh Ai , B j , dan (AB)ij.
D. Peubah Yang Diamati.
1. Analisis Sifat Kimia Tempe
1.1. Kadar air (AOAC, 1995)
Mula-mula cawan kosong dikeringkan dalam oven 100-105°C selama 30
menit dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Sebanyak 5 gram
contoh homogen dimasukkan dalam cawan yang telah ditimbang dan selanjutnya
dikeringkan dalam oven pada suhu 100-105°C selama 6 jam atau sampai berat
tetap. Cawan yang telah berisi contoh tersebut selanjutnya dipindahkan kedesikator, didinginkan dan ditimbang. Pengeringan dilakukan sampai diperoleh
berat konstan. Kadar air dihitung berdasarkan kehilangan berat, yaitu selisih berat
awal dikurangi berat akhir.
Kadar air (% bb) = ( W awal contoh – W akhir contoh ) x 100%
W awal contoh
W = berat (g)
1.2. Kadar abu (AOAC, 1995)
Penentuan kadar abu ditentukan dengan alat tanur. Cawan porsele n
dipanaskan terlebih dahulu dalam tanur kemudian didinginkan dalam desikator
dan ditimbang. Sebanyak 3 – 5 gram contoh di dalam cawan porselen dibakar
sampai tidak berasap dan diabukan dalam tanur bersuhu 600°C sampai berwarna
putih (semua sampel telah menjadi abu atau sampai berat tetap). Contoh kemudian
didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perhitungan kadar abu adalah :
Kadar abu (% bb) = W abu x 100%
W contoh awal
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 40/100
27
1.3. Kadar protein (AOAC, 1995)
Ditimbang 0.2 gram contoh (kira-kira membutuhkan 3 – 10 ml HCl 0.01 N
atau 0.02 N). Contoh dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl dan ditambahkan 1.9 ±
0.1 g K 2SO4 40 ± 10 mg HgO dan 2.0 ± 0.1 ml H2SO4. Contoh kemudian
dididihkan sampai cairan menjadi jernih (sekitar 1-1.5 jam). Tabung beserta
sampel didinginkan dengan air dingin. Ke dalam labu Kjeldahl ditambahkan 25
ml air suling secara perlahan. Larutan jernih ini kemudian dipindahkan ke dalam
alat destilasi. Labu Kjeldahl dicuci dengan air (1-2 ml) sebanyak 5-6 kali. Air
cucian dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambah 8 – 10 ml larutan NaOH-
Na2S2O3.
Di bawah kondensor diletakkan erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml
larutan H3BO3 dan 2-4 tetes indikator (campuran 2 bagian metil merah 0.2%dalam alkohol dan 1 bagian metil biru 0.2% dalam alkohol). Ujung tabung
kondensor harus terendam dalam larutan H3BO3. Kemudian destilasi dilakukan
sampai tertampung kira-kira 15 ml destilat dalam erlenmeyer. Tabung kondensor
dibilas dengan air dan ditampung dalam erlenmeyer yang sama. Isi erlenmeyer
kemudian diencerkan sampai 50 ml lalu dititrasi dengan HCl 0.02 N sampai
terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Prosedur ini dilakukan juga terhadap
blanko. Dari persen nitrogen yang terukur maka kadar protein produk dapat
diketahui.
N (% bb) = (ml HCl contoh – ml HCl blanko) x N HCl x 14.007 x 100%
mg sampel kering
Kadar protein (% bb) = faktor konversi (f.k = 6.25) x % N
1.4. Kadar lemak (AOAC, 1995)
Metode yang digunakan dalam analisis lemak adalah proses ekstraksi
Soxhlet . Pertama kali labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven,
kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya. Sebanyak 5 gram
contoh dalam bentuk tepung dibungkus dengan kertas saring. Kertas saring yang
berisi contoh tersebut kemudian dimasukkan ke dalam alat ekstraksi Soxhlet . Alat
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 41/100
28
kondensor diletakkan di atasnya dan lemak labu diletakkan di bawahnya. Pelarut
heksana dimasukkan ke dalam labu lemak secukupnya. Selanjutnya dilakukan
refluks minimal 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke dalam lemak
berwarna jernih.
Pelarut yang ada di dalam lemak didestilasi, dan pelarut ditampung
kembali. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven
pada suhu 105°C sehingga mencapai berat yang tetap, kemudian didinginkan
dalam desikator. Selanjutnya labu beserta lemak didalamnya ditimbang dan berat
lemak dapat diketahui.
Kadar lemak (% bb) = W lemak x 100 %
W sampel awal
1.5. Kadar karbohidrat ( by dif ference )
Kadar karbohidrat dalam sampel dihitung dari sisa kandungan komponen
kimia lainnya untuk mencapai 100%
Kadar karbohidrat (%) = 100% - (kadar air + kadar abu + kadar protein + kadar
lemak)
2. Analisis Sifat Fisik Tempe
2.1. Nilai pH (Apriyantono et al ., 1989)
Sebelum pengukuran pH meter telah dinyalakan dan distabilkan selama
15-30 menit, kemudian dikalibrasi dengan menggunakan larutan buffer pada pH 7.
Elektroda dibilas dengan akuades dan dikeringkan dengan kertas pengering.
Contoh yang telah dihaluskan sebanyak 10 gram ditambah dengan 10 ml
air destilata dan dicampur sampai merata. Elektroda pH meter kemudian
dicelupkan ke dalam sampel dan dibiarkan hingga menunjukkan suatu angka
(stabil). Nilai pH diukur sebanyak 2 kali ulangan.
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 42/100
29
2.2. Tekstur
Pengukuran tekstur tempe dilakukan dengan alat Texture Analyzer . Sebelum
pengujian terlebih dahulu dilakukan kalibrasi alat. Kalibrasi alat meliputi
penentukan jarak antara piring sampel dengan plunger yang akan digunakan yaitu
40 mm, kecepatan penurunan plunger 1 mm/sec, waktu penekanan yaitu 9,5 detik
, dan distance penekanan yang sesuai yaitu 25% . Sampel yang memiliki ukuran
dimensi yang seragam (3 x 3 x 3 cm) diletakkan pada piringan. Plunger diaktifkan
dengan menekan TA quick run as test atau tombol Ctrl dan Q pada komputer.
Hasil pengukuran terekam berupa kurva.
Tekstur tempe dinyatakan sebagai gram gaya yang dibutuhkan untuk
melakukan deformasi sebesar 25% pada bahan pangan, yang ditunjukkan oleh
puncak kurva.
2.3. Warna
Pengujian sifat fisik warna dilakukan dengan menggunakan alat Minolta
Chroma Meters CR310. Setelah alat dihidupkan, dilakukan pengaturan indeks
data dengan cara menekan tombol Index Set , lalu dilanjutkan dengan menekan
tombol Scroll Bar dan Enter untuk mengaktifkan perintah pengukuran warna.
Pengukuran warna dilanjutkan dengan cara mendekatkan kamera pengukur warna
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 43/100
30
pada sampel dan dilanjutkan dengan menekan tombol Target Color Set . Data hasil
pengukuran warna L, a, dan b akan tercatat pada alat Paper Sheat .
Nilai L menunjukkan tingkat kecerahan yang memiliki nilai antara 0
(hitam) sampai 100 (putih). Nilai a menunjukkan warna kromatik merah sampai
hijau. Nilai + a (positif) mempunyai kisaran 0 sampai 100 untuk warna merah dan
nilai –a (negatif) dari 0 sampai –80 untuk warna hijau. Nilai b menunjukkan
warna kromatik biru sampai kuning dengan kisaran 0 sampai +70 untuk warna
kuning dan nilai 0 sampai –70 untuk warna biru.
Efek pemanasan terhadap warna bahan dapat dilihat dengan rumus :
Dimana semakin rendah nilai derajat putih maka semakin coklat warna
bahan.
2.4. Aktivitas air (Aw)
Sebelum dilakukan pengukuran, maka alat Shibura WA-360 ter lebih
dahulu distandarisasi dengan menggunakan larutan standar NaCl jenuh, diperoleh
nilai 0.750. Kemudian 1 gram sampel dimasukkan ke dalam wadah, tombol start
ditekan dan ditunggu hingga alat selesai mengukur kisaran aw sampel yangditandakan dengan nilai yang tidak berubah lagi (completed ).
Derajat putih = 100 – [(100-L)2 + (a2+b2)]1/2
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 44/100
31
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penelitian Pendahuluan
1. Pengukusan
Pengukusan adalah proses pemanasan bahan pangan dengan uap air atau
air panas secara langsung pada suhu K°C selama kurang lebih k menit. Secara
umum keuntungan dan kerugian pemanasan dengan air panas dan uap air dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Keuntungan dan kerugian pemanasan dengan air panas dan uap panas
Proses Keuntungan Kerugian
Pemanasan dengan uap panas
Kehilangan komponenlarut air minimum
Dapat dioperasikan da-
lam volume bahan
sedikit
Pencucian bahan pa-ngan terbatas
Biaya investasi tinggi
Pemanasan dengan air
panas
Biaya investasi rendah
Efisiensi energi lebih
baik
Kehilangan komponen
larut air cukup besar
Mempunyai resiko
kontaminasi oleh
bakteri thermofilik
Sumber : Fellows (1992) di dalam Salam (1999)
Tempe selain merupakan pangan nabati berprotein tinggi, juga berperan
dalam menjaga kesehatan. Komponen-komponen yang berperan dalam menjaga
kesehatan tubuh dari tempe adalah vitamin, mineral, dan isoflavon. Ketiga jenis
komponen tersebut bersifat larut air (Salam, 1999), sehingga untuk mencegah
kehilangan komponen-komponen nutrisi dan mengurangi resiko kontaminasi oleh
bakteri termofilik, maka proses pemanasan yang diterapkan dalam penelitian ini
menggunakan uap air panas. Kalor pemanasan lebih cepat terhantarkan dengan
media air panas daripada uap panas, sehingga proses perusakan protein dengan
air panas semakin cepat pula terjadi (Nurasa, 1991).
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 45/100
32
Proses pengukusan yang diterapkan juga bertujuan mematikan kapang
pada tempe sehingga proses fermentasi berhenti. Pemanasan 60 C selama 10
menit dapat mematikan bentuk vegetatif kapang, tetapi spora kapang
membutuhkan ‘heat shock’ yang lebih tinggi, yaitu sekitar 75-100 C selama 5
hingga 20 menit (Naim, 2003).
Proses pengukusan sering diterapkan pada sistem jaringan sebelum
pembekuan, pengeringan, atau sterilisasi. Tujuan proses pengukusan tergantung
pada perlakuan lanjutan terhadap bahan pangan tersebut. Misalnya pengukusan
sebelum pembekuan atau pengeringan terutama untuk menonaktifkan enzim yang
dapat menyebabkan perubahan warna, citarasa dan tekstur, proses pengukusan
sebelum sterilisasi untuk melayukan jaringan tanaman, menghilangkan gas dari
jaringan, menginaktifkan enzim dan menaikkan suhu awal bahan sebelumdisterilisasi (Damayanthi et al ., 1995).
Selain itu berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hartoyo
(1994), didapatkan bahwa proses pengukusan pada pengolahan tempe memiliki
peranan dalam menurunkan kadar rasa pahit pada produk akhir. Rasa pahit dari
produk kedelai berasal dari peptida yang tidak terhidrolisis sempurna. Peptida-
peptida tersebut diantaranya H.Gly-Leu.OH, H.Leu-Phe.OH, H.Ser-Lys-Gly-
Leu.OH, H.Arg-Leu-Leu.OH, dan H.Arg-Leu.OH. Hal ini dimungkinkan karena
senyawa-senyawa tersebut bersifat volatil sehingga ikut menguap bersama uap air.Aktivitas enzim lipoksigenase dalam mengkatalisis oksidasi lemak tidak
jenuh sehingga menimbulkan rasa pahit pada tempe juga dapat diturunkan
melalui proses pengukusan. Berdasarkan hasil penelitian Savage (1995)
didapatkan bahwa aktivitas lipoksigenase menurun sebesar 23% dengan
pemanasan suhu 98,9 C selama 15 menit.
Proses pengukusan dapat menurunkan kadar lemak pada irisan tempe.
Pada tempe yang dikukus kadar lemaknya sekitar 26,82%, sementara tempe yang
tidak dikukus memiliki kadar lemak sekitar 27,45% (Salam, 1999). Penurunan
kadar lemak pada tempe menyebabkan jumlah asam lemak yang dapat teroksidasi
menjadi lebih rendah, sehingga rasa pahit yang ditimbulkan oleh oksidasi asam
lemak dan aroma tengik dapat dicegah.
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 46/100
33
Berdasarkan hasil penelitian Salam (1999) proses pengukusan dapat
menurunkan kadar air irisan tempe sebelum dikeringkan. Irisan tempe yang tidak
mengalami pengukusan memiliki kadar air sebesar 3,67% sementara irisan tempe
yang mengalami pengukusan memiliki kadar air sebesar 3,42%. Hal ini
disebabkan karena pengukusan menyebabkan perubahan membran sitoplasmik
jaringan bahan pangan sehingga pergerakan air terikat dan komponen-komponen
larut air tidak terhambat. Kadar air yang rendah menyebabkan tingkat kerenyahan
tempe kering menjadi lebih besar.
Proses pengukusan juga berpengaruh pada peningkatan kecerahan, karena
terjadinya penghilangan udara dan debu pada permukaan yang menyebabkan
perubahan panjang gelombang cahaya yang dipantulkan. Irisan tempe yang
dikukus memiliki tingkat kecerahan 59,23 sementara irisan tempe yang tidakdikukus memiliki tingkat kecerahan 57,19 (Salam, 1999).
Tempe merupakan bahan penghantar panas yang kurang baik. Kandungan
air yang tinggi pada tempe (64.77 hingga 65.52%) menyebabkan tempe
membutuhkan kalor pemanasan yang besar pula . Uap air yang merupakan media
pemanasan pada proses sterilisasi memiliki nilai koefisien pindah panas konveksi
yang rendah (87,50 BTU/hr/ F/ft2). Karakteristik tempe yang bersifat penghantar
panas yang kurang baik dan nilai koefisien pindah panas media uap air yang
rendah menyebabkan proses sterilisasi tempe membutuhkan waktu yang cukuplama. Pemanasan dalam waktu lama dapat menyebabkan kerusakan protein yang
cukup besar. Untuk mencegah tingkat kerusakan protein yang terlalu besar maka
perlu diupayakan suatu metode untuk dan menurunkan tekstur tempe, sehingga
kalor pemanasan akan lebih cepat terhantarka n.
Proses pengukusan tempe dapat menyebabkan timbulnya gangguan pada
dinding sel kedelai dan melonggarkan jaringan kedelai, sehingga tekstur tempe
menjadi lebih porous dan gas yang terperangkap di dalam jaringan dapat
dikeluarkan. Tekstur tempe yang porous akan memudahkan proses penetrasi
panas sehingga waktu yang dibutuhkan untuk sterilisasi juga menjadi lebih
singkat, sedangkan hilangnya gas dari dalam jaringan dapat mengurangi tekanan
dalam kemasan sehingga proses sterilisasi menjadi lebih efektif (Fardiaz, 1988).
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 47/100
34
Populasi sel mikroba awal juga mempengaruhi efektivitas proses
sterilisasi. Semakin tinggi jumlah sel mikroba awal maka semakin tinggi tingkat
ketahanan terhadap panas, karena semakin banyak komponen pelindung yang
dihasilkan dan semakin besar peluang untuk mendapatkan sel yang mempunyai
ketahanan panas tinggi (Fardiaz, 1992). Pengukusan yang dilakukan sebelum
proses sterilisasi akan menurunkan jumlah mikroba awal pada bahan pangan,
sehingga waktu sterilisasi yang dibutuhkan menjadi lebih singkat.
2. Penentuan suhu pengeringan
Proses pengeringan adalah proses penurunan kadar air sampai batas
tertentu, sehingga dapat memperlambat kerusakan bahan akibat aktivitas biologis
dan kimia sebelum bahan diolah. Pengeringan juga merupakan proses pindah panas dan kandungan air bahan secara simultan. Panas yang dibawa oleh media
pengering (udara) dipakai untuk menguapkan air yang terdapat di dalam bahan.
Uap air tersebut akan dilepaskan dari permukaan bahan ke udara pengering.
Semakin tinggi suhu udara pengering, semakin besar perbedaan suhu, maka
semakin besar kadar air yang dapat diuapkan dari dalam bahan pangan. Parameter
di dalam proses pengeringan adalah suhu udara pengering, kelembaban nisbi
udara pengering, kecepatan aliran udara pengering, laju pindah panas atau laju
pengeringan, kadar air awal bahan dan kadar air akhir bahan yang dikeringkan(Devahastin, 2000).
Udara mengandung uap air yang dinyatakan dengan kejenuhan relatif
(RH) dan humiditas mutlak. Apabila humiditas udara rendah maka
kemampuannya dalam menyerap uap air dari dalam bahan akan semakin besar.
Salah satu upaya untuk menurunkan humiditas udara adalah dengan pemanasan,
mengingat humiditas udara tropis sangat tinggi maka dibutuhkan suhu
pengeringan yang tinggi pula. Semakin tinggi suhu pengeringan semakin banyak
air yang dapat dikeluarkan dari dalam bahan pangan sehingga kadar air bahan
pangan pun semakin rendah (Sarwono, 2005).
Suhu yang digunakan dalam penelitian antara lain F1, F2, dan F3°C
(pengeringan dengan batch fluidized solar dryer ) serta F1 dan F2°C (pengeringan
dengan oven). Pemilihan suhu pengeringan berdasarkan hasil uji penampakan
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 48/100
35
secara organoleptik terhadap produk hasil pengeringan (Tabel 2 dan Gambar 7),
laju penurunan kadar airnya dan kadar air produk akhir.
Tabel 2. Hasil uji penampakan secara organoleptik terhadap tempe kering
Penampakan organoleptikJenis
tempe
Suhu
( C)
Cara
pengeringan Warna Aroma Tekstur
oven Biji kedelai kuning, miselium
agak coklat (+)
Maillard
(+)
Agak keras
(+)F1
Batch fluidized
solar dryer
Biji kedelai kuning, miselium
agak coklat (+)
Maillard
(+)
Agak keras
(+)
oven Biji kedelai kuning, miselium
agak coklat (++)
Maillard
(++)
Agak keras
(++)F2
Batch fluidized
solar dryer
Biji kedelai kuning, miselium
agak coklat (++)
Maillard
(++)
Agak keras
(++)
Tempe
Malang
F3
Batch fluidized
solar dryer
Biji kedelai dan miselium
coklat (+++)
Maillard
(+++)
Keras, dan terbentuk
case hardening pada
permukaan tempe
(+++)
oven Biji kedelai krem kecoklatan,
miselium agak coklat (+)
Maillard
(+)
Agak keras
(+)F1
Batch fluidized
solar dryer
Biji kedelai krem kecoklatan,
miselium agak coklat (+)
Maillard
(+)
Agak keras
(+)
oven Biji kedelai krem kecoklatan,
miselium agak coklat (++)
Maillard
(++)
Agak keras
(++)F2
Batch fluidized
solar dryer
Biji kedelai krem kecoklatan,
miselium agak coklat (++)
Maillard
(++)
Agak keras
(++)
Tempe
Bogor
F3
Batch fluidized
solar dryer
Biji kedelai dan miselium
coklat (+++)
Maillard
(+++)
Keras, dan terbentuk
case hardening pada
permukaan tempe
(+++)
Keterangan : +, ++, +++, dan ++++ menunjukkan tingkat intensitas parameter
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 49/100
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 50/100
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 51/100
38
Laju pengeringan pada suhu F1 C lebih rendah daripada laju pengeringan
suhu F2 dan F3 C. Hal ini disebabkan karena suhu pengeringan yang digunakan
cukup rendah, sehingga humiditas udara pengering tinggi. Selama pengeringan
terjadi migrasi uap air dari dalam bahan ke udara, sehingga humiditas udara
bertambah, dan akhirnya mencapai kejenuhan. Udara jenuh tidak mampu lagi
menyerap uap air dari bahan pangan, sehingga kadar air akhir tempe kering cukup
tinggi (Manley, 1998).
Pada suhu F2°C laju penurunan kadar air selama proses pengeringan
tinggi, hal ini disebabkan karena suhu yang digunakan cukup tinggi sehingga
humiditas udara rendah. Karena humiditas udara rendah, maka kemampuannya
dalam menyerap air akan lebih besar sehingga selama proses pengeringan tempe
udara belum mencapai kejenuhan.Pada suhu F3°C laju pengeringan lebih rendah daripada suhu F2°C, tetapi
lebih tinggi daripada laju pengeringan suhu F1°C. Suhu yang terlalu tinggi akan
memicu terjadinya ‘case hardening’ , yaitu suatu keadaan dimana bagian luar
bahan sudah kering sedangkan bagian dalamnya masih basah. Hal ini disebabkan
karena terjadinya penggumpalan protein pada permukaan bahan sehingga
menghambat proses penarikan air dari dalam bahan (Manley, 1998)
Berdasarkan penampakan organoleptik tempe yang cukup baik dan laju
pengeringan yang cukup tinggi (0,0924%bb/menit untuk batch fluidized solardryer dan 0,0305%bb/menit untuk oven), maka suhu yang dipilih sebagai suhu
pengeringan tempe dalam penelitian ini adalah F2 C.
3. Penentuan waktu pengeringan
Tempe memiliki kandungan air yang cukup besar, yaitu sekitar 64,77
hingga 65,52%. Selama proses pengeringan terjadi penguapan air dari dalam
tempe, sehingga terjadi penurunan kandungan air pada tempe, air yang menguap
ini merupakan tipe air bebas. Berdasarkan hasil penelitian Muliawati (1993) yangmengeringkan keripik tempe dengan ketebalan 0,2 cm, didapatkan bahwa kadar
air tempe yang semula 61,14 hingga 68,18% setelah dikeringkan menjadi 1,58
hingga 10,98%. Kondisi ini menunjukkan bahwa air yang terkandung di dalam
tempe sebagian besar merupakan air bebas.
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 52/100
39
Pada umumnya semakin lama waktu pengeringan maka jumlah air yang
diuapkan dari dalam bahan pangan semakin besar, sehingga kadar air bahan
pangan semakin rendah.
Keawetan produk pangan yang dikeringkan selain dipengaruhi oleh kadar
air juga dipengaruhi oleh aktivitas airnya. Aktivitas air menerangkan air yang
tidak terikat atau bebas dalam suatu sistem yang dapat menunjang reaksi biologis
dan kimiawi. Air yang terkandung dalam bahan pangan apabila terikat kuat
dengan komponen bukan air, lebih sukar digunakan baik untuk aktivitas
mikrobiologis maupun aktivitas kimia (Winarno, 1997). Pengurangan aktivitas air
sampai di bawah 0,700 dianggap cukup baik untuk mencegah kerusakan
mikrobiologis (Wirakartakusumah et al ., 1992).
Nilai kadar air dan aktivitas air (Aw) tempe yang dikeringkan pada suhuF2 C dengan menggunakan batch fluidized solar dryer dan oven dapat dilihat
pada Tabel 4. Pengamatan dilakukan tiap 30 menit dimulai dari pengeringan
selama f1 jam hingga f8 jam untuk batch fluidized solar dryer , dan tiap 1 jam
dimulai dari pengeringan selama v1 jam hingga v7 jam untuk oven.
Tabel 4. Nilai kadar air dan aktivitas air (Aw) tempe kering
Jenis alat
pengering
Waktu
pengeringan
(jam)
Kadar air
rata-rata
(%bb)
Nilai Aw
rata-rata
f1 43,85 *
f2 45,51 *
f3 51,36 0,940
f4 49,50 0,933
f5 46,67 0,932
f6 44,93 0,927
f7 40,92 0,926
Batch fluidized
solar dryer
f8 39,68 0,915
v1 45,37 *
v2 42,13 0,918
v3 36,79 0,912
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 53/100
40
v4 34,09 0,904
v5 27,32 0,895
v6 23,67 0,772
Oven
v7 24,74 0,772*tidak dilakukan pengukuran
Proses pengeringan dilakukan dengan tujuan untuk menurunkan aktivitas
air hingga di bawah 0,700. Laju penurunan aktivitas air dengan pengeringan
menggunakan batch fluidized solar dryer kurang efektif, hanya mengalami
penurunan sebesar 0,001 hingga 0,011 satuan setia p 30 menit. Laju penurunan
aktivitas air tersebut relatif kecil sehingga membutuhkan waktu yang sangat lama
untuk menurunkan aktivitas air dari 0,940 menjadi kurang dari 0,700. Berdasarkan pertimbangan efisiensi maka pengeringan tempe menggunakan batch fluidized
solar dryer dihentikan setelah f8 jam dengan aktivitas air mencapai 0,915.
Pada pengeringan tempe dengan menggunakan oven, laju penurunan
aktivitas air cukup tinggi, yaitu sekitar 0,006 hingga 0,123 satuan setiap 1 jam.
Setelah pengeringan mencapai v7 jam terjadi peningkatan kadar air kembali. Hal
ini diduga karena terjadi penggumpalan protein pada permukaan tempe yang akan
menghambat penguapan air dari dalam bahan. Berdasarkan pertimbangan tersebut
maka proses pengeringan dengan menggunakan oven dihentikan setelah mencapai
v7 jam.
Kadar air pada permukaan bahan pangan juga dipengaruhi oleh
kelembaban nisbi (RH) udara di sekitarnya. Bila kadar air bahan rendah
sedangkan RH lingkungan sekitar tinggi, maka akan terjadi penyerapan uap air
dari udara sehingga bahan menjadi basah atau kadar airnya menjadi lebih tinggi
(Syarief et al ., 1993). Karena itu perlu dicari kadar air kesetimbangan tempe yang
disimpan pada suhu ruang.
Tempe kering dengan kadar air terendah (23,67%) disimpan dalam kondisi
kontak dengan udara ruang penyimpanan (suhu 30-37 C dan RH 70-90%) selama
24 jam. Bahan kemudian diukur kadar airnya, didapatkan bahwa kadar air
kesetimbangan rata-rata yang dapat dicapai adalah 39.07%. Karena itu
pengeringan tempe dihentikan apabila kadar airnya sudah mendekati 39%, yang
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 54/100
41
dicapai dalam waktu f8 jam dengan menggunakan batch fluidized solar dryer dan
v2 jam dengan menggunakan oven. Perhitungan kadar air kesetimbangan tempe
dapat dilihat pada Lampiran 3.
4. Penentuan suhu sterilisasi
Wala upun pH pada tempe cukup tinggi, tetapi di dalam tempe terdapat suatu
senyawa yang aktif dalam menghambat Streptococcus lactis, S. cremoris,
Leuconostoc dextranicum, L. Mesenteroides, Staphylococcus aureus , B. subtilis ,
C. botulinum, C. sporogenes, C. butyricum, dan Klebsiella pneumoniae (Syarief et
al ., 1999).
Mikroba kontaminan yang ditemukan pada tempe umumnya berasal dari
proses sanitasi yang kurang baik. Sapuan et al . (1996) menyatakan beberapamikroba kontaminan yang sering ditemukan pada tempe Indonesia adalah
Lactobacillus sp., Aspergillus sp., Bacillus sp., C. freundii, E. coli, Enterobacter
cloacae , Klebsiella planticola , dan Micrococcus sp. Mikroba kontaminan tersebut
berperan dalam menyebabkan proses pembusukan pada tempe.
Winarno (1993) menyatakan bahwa bentuk vegetatif bakteri termofilik
dapat diinaktifkan dalam waktu 1 hingga 4 menit dengan pemanasan 100 C,
tetapi bentuk sporanya masih dapat bertahan pada pemanasan selama 20 hingga
30 menit, bahkan ada beberapa spora yang masih mampu bertahan pada pemanasan selama 60 menit. Berdasarkan sifat ketahanan terhadap panas spora
bakteri maka pemanasan dilakukan pada suhu di atas 100 C, yang bertujuan
untuk menginaktifkan spora bakteri.
Pemanasan pada suhu di atas 100 C dapat dilakukan dengan uap air panas
bertekanan tinggi menggunakan sterilizer , autoclave, atau retort . Uap air pada
tekanan 5 psi (di atas tekanan udara 1 atm) bersuhu 109 C, pada 10 psi bersuhu
115,5 C dan pada 15 psi bersuhu 121,5 C (Winarno, 1993).
Selain sifat karakteristik produk dan sifat mikroorganisme, sifat bahan
pengemas yang digunakan juga menjadi salah satu faktor pembatas dalam proses
sterilisasi (Syarief et al ., 1989).
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa kemasan plastik yang
digunakan tidak dapat menaha n tekanan yang diberikan pada pemanasan suhu S2,
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 55/100
42
sehingga kemasan menipis dan mengalami kebocoran. Pada pemanasan suhu S1
kondisi kemasan masih baik dan tidak mengalami kebocoran, sehingga suhu yang
kemudian digunakan dalam proses sterilisasi tempe adalah S1. Kondisi kemasan
plastik yang dipanaskan pada suhu S1 dan S2 dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Kondisi kemasan plastik yang dipanaskan
pada (a) suhu S1 dan (b) suhu S2
5. Penentuan waktu sterilisasi
Proses sterilisasi adalah salah satu cara pengawetan dengan suhu tinggi
untuk membunuh semua mikroorganisme yang ada. Sterilisasi absolute tersebut
membutuhkan suhu tinggi dan waktu pemanasan yang lama sehingga dapat
merusak komponen gizi bahan pangan. Dalam pengawetan bahan pangan, proses
sterilisasi yang dilakukan adalah sterilisasi komersial, dimana suhu dan waktu
sterilisasi yang digunakan memiliki kemampuan dalam membunuh mikroba
patogen dan pembusuk, tetapi nilai gizi bahan pangan tidak banyak mengalami
kerusakan (Damayanthi et al., 1995).
Waktu sterilisasi optimum ditentukan berdasarkan penetrasi panas dan
waktu kematian untuk bakteri yang paling tahan panas pada kondisi bahan pangan
yang diawetkan. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode
Formula (metode Ball).
Tempe digolongkan ke dalam bahan pangan asam rendah (pH diatas 4,5),
sehingga mikroba standar yang sering digunakan sebagai rujukan dalam proses
sterilisasi adalah C. botulinum dan C. sporogenes. C. sporogenes memiliki
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 56/100
43
resistensi lebih tinggi, de ngan nilai D250 maksimum sebesar 1,4 menit dan nilai z
maksimum 18°C. Karena nilai D250 C. sporogenes diatas 1 menit, maka proses
sterilisasi tidak dapat menerapkan konsep 12D, karena akan menyebabkan bahan
pangan menerima panas yang berlebihan dan terjadi penurunan mutu. Konsep 5D
yang diterapkan pada proses sterilisasi dapat menekan kerusakan sampai tingkat
yang masih dapat diterima dari segi mutu dan dapat dipertanggungjawabkan
keamanannya (Fardiaz, 1996).
Periode waktu yang dibutuhkan oleh retort seja k uap bertekanan dialirkan
ke dalam retort sampai retort mencapai suhu sterilisasi disebut ‘come up time’
(CUT). Come up time ini tidak dipengaruhi oleh jenis dan ukuran kemasan,
temperatur awal produk dan temperatur retort, tetapi tergantung dari spesifikasi
retort itu sendiri.Pada saat pengukuran penetrasi panas, kemasan diletakkan dalam retort
pada posisi horisontal dengan jumlah kemasan lima buah pada setiap pengukuran.
Posisi termokopel diletakkan di bagian tengah kemasan pada posisi vertikal. Hal
ini sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Winarno (1994) bahwa pada produk-
produk yang penetrasi panasnya secara konduksi mempunyai titik terdingin
terletak di bagian pusat kemasan pada sumbu vertikal.
Dari kurva pemanasan yang dibuat di atas kertas semilogaritma didapatkan
nilai Tih, Tpih, fh, dan jh. Karena pendinginan yang dilakukan tidakmenggunakan air melainkan udara, maka ditetapkan nilai Tpic sama dengan nilai
Tic, sehingga nilai Jcc = 1.
Berdasarkan hasil perhitungan waktu sterilisasi didapatkan bahwa pada
suhu S1 C waktu sterilisasi optimum (B) tempe M adalah s1 menit dan tempe N
s2 menit.
Tempe M memerlukan waktu pemanasan yang lebih lama dibandingkan
tempe N. Hal ini disebabkan karena karakteristik tempe M yang memiliki massa
kedelai lebih banyak dibandingkan tempe N (berat rata-rata tempe M sebesar 190
gram sementara berat rata-rata tempe N sebesar 155 gram) juga mempengaruhi
waktu sterilisasi yang dibutuhkan. Keping biji kedelai akan lebih sukar ditembus
oleh panas daripada miselium kapang, Kecepatan penetrasi panas pada tempe M
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 57/100
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 58/100
45
0 Biji kedelai kuning kecoklatan
dan miselium coklat
Keras MaillardM
4 Warna coklat pada tempe
memudar, dan permukaan
tempe ditumbuhi kapang-
kapang putih
Agak lunak Bau busuk
0 Biji kedelai dan miselium
coklat
Keras Maillard
Batch
fluidized
solar dryer
N
4 Warna coklat pada tempe
memudar, dan permukaan
tempe ditumbuhi kapang-
kapang putih
Agak lunak Bau busuk
0 Biji kedelai kuning kecoklatan
dan miselium coklat
Keras MaillardM
4 Warna coklat pada tempe
memudar, dan permukaan
tempe ditumbuhi kapang-
kapang putih
Agak lunak Bau busuk
0 Biji kedelai dan miselium
coklat
Keras Maillard
Oven
N
4 Warna coklat pada tempe
memudar, dan permukaan
tempe ditumbuhi kapang-
kapang putih
Agak lunak Bau busuk
0 Agak coklat Agak lunak Norma l, khas tempe
rebus
M
14 Coklat Agak lunak Normal,
0 Agak coklat Agak lunak Normal, khas tempe
rebus
Sterilisasi
N
14 Coklat Agak lunak Normal,
Untuk melihat efektivitas metode pengawetan dalam memperpanjang
umur simpan tempe, maka tempe hasil pengeringan dan sterilisasi disimpan pada
suhu ruang dan diamati setiap hari sampai tempe mengalami kerusakan. Sebagai
kontrol maka digunakan tempe segar (tidak mengalami proses pengeringan atau
sterilisasi).
Tempe segar merupakan tempe yang paling cepat mengalami kerusakan.
Pada penyimpanan hari ke-3, tempe sudah mengeluarkan bau busuk, teksturnya
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 59/100
46
sangat lunak, warna kedelai sudah pudar dan permukaan tempe lengket.
Penampakan tempe yang telah disimpan selama 3 hari dapat dilihat pada Gambar
9.
Gambar 9. Penampakan (a) tempe N dan (b) tempe M
yang telah disimpan selama 3 hari
Tempe segar memiliki kadar air dan aktivitas air yang tinggi. Kadar air
tempe segar berkisar antara 64,77 sampai 65,52% sedangkan aktivitas airnya
berkisar antara 0,948 sampai 0,959. Kadar air dan nilai aktivitas air yang tinggi
tersebut berpotensi untuk pertumbuhan berbagai berbagai jenis mikroorganisme.
Pada umumnya bakteri pembusuk dapat tumbuh pada aw minimal 0,91 dan
kapang pembusuk dapat tumbuh pada aw minimal 0,80 (Fardiaz, 1992).
Nilai pH pada tempe segar juga cukup tinggi, yaitu berkisar antara 6,33
hingga 6,50. Nilai pH tempe yang tinggi tersebut berpotensi untuk pertumbuhan
berbagai jenis mikroorganisme. Pada umumnya mikroorganisme dapat tumbuh
pada kisaranpH 5 hingga 8 (Fardiaz, 1992).
Proses pengemasan vakum yang dilakukan pada tempe segar akan
menghambat pertumbuhan mikroorganisme aerob, sehingga mikroorganisme yang
berpotensi untuk tumbuh pada tempe segar dan dikemas vakum adalah bakteri dan
kapang yang bersifat anaerob fakultatif dan anaerob. Kapang dan bakteri akan
menghidrolisis protein dalam kondisi anaerob, dan memproduksi komponen-
komponen berbau busuk seperti hidrogen sulfida, merkaptan, amin, indol, skatol,
dan asam-asam lemak. Proses metabolisme bakteri dan kapang juga
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 60/100
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 61/100
48
udara ini akan menjadi udara penghantar dan bergabung sangat cepat dan
meningkat, hal ini menyebabkan pencampuran bahan yang hebat. Tahap akhir
kecepatan udara masih tinggi dan merata serta permukaan bahan akan menjadi
lebih halus (Cenkowski et al ., 2004). Karena ada tahapan pencampuran (mixing)
bahan yang dikeringkan maka tingkat keberhasilan pengeringan dengan metode
ini sangat tergantung pada distribusi ukuran partikel dan distribusi gas fluidisasi
(Chaplin, 2001). Pehanic (2004) menambahkan bahwa tingkat keberhasilan sistem
batch fluidized solar dryer dalam menurunkan kadar air tergantung pada
kecepatan udara pengering, daya angkat dan pemisahan produk saat dihamburkan,
serta efektivitas udara panas menyelubungi produk. Sehingga dapat dikatakan
bahwa semakin kecil partikel bahan yang dikeringkan dan semakin cepat laju
aliran udara pengeringnya maka semakin cepat bahan tersebut dikeringkan dansemakin baik hasil pengeringannya
Proses pindah panas yang terjadi pada oven terjadi secara konveksi
(melalui udara pengering), konduksi (melalui loyang tempat bahan pangan
diletakkan) dan radiasi (dari dinding oven). Karena dimensi tempe yang
dikeringkan cukup besar maka udara kering pada batch fluidized solar dryer tidak
dapat menghamburkan tempe ke bagia n atas tabung, sedangkan proses pindah
panas secara konduksi dan radiasi pada oven juga berlangsung kurang efektif.
Suhu yang terlalu tinggi akan memicu terjadinya ‘case hardening ’, yaitu suatukeadaan di mana bagian luar bahan sudah kering sedangkan bagian dalamnya
masih basah (Manley, 1998).
Tempe kering yang dihasilkan pada penelitian ini masih memiliki kadar air
dan aktivitas air yang tinggi. Tempe yang dikeringkan dengan batch fluidized
solar dryer selama f8 jam pada suhu F2 C memiliki kadar air 41,77 hingga
44,8% dan nilai aktivitas air 0,902 hingga 0,915. Tempe yang dikeringkan dengan
oven selama v2 jam pada suhu F2 C memiliki kadar air 39,85 hingga 40,26%
dan nilai aktivitas air 0,891 hingga 0,918. Kadar air dan nilai aktivitas air yang
tinggi tersebut berpotensi untuk pertumbuhan berbagai berbagai jenis
mikroorganisme. Pada umumnya bakteri pembusuk dapat tumbuh pada aw
minimal 0,91 dan kapang pembusuk dapat tumbuh pada aw minimal 0,80
(Fardiaz, 1992).
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 62/100
49
Tempe sterilisasi masih layak penampakan organoleptiknya setelah
disimpan selama 14 hari. Proses sterilisasi komersial dapat membunuh semua
mikroorganisme pembusuk yang dapat tumbuh pada kondisi penyimpanan yang
normal. Sehingga pada bahan pangan yang disterilisasi hanya bakteri pembentuk
spora yang masih mungkin tumbuh. Spora bakteri tersebut akan berada dalam
kondisi tidak mampu bergerminasi, tidak dapat tumbuh menjadi sel vegetatif, dan
tidak dapat membelah diri (Fardiaz, 1992).
Proses pengemasan vakum pada bahan pangan yang disterilisasi bertujuan
untuk mencegah rekontaminasi mikroorganisme pada bahan pangan yang telah
disterilisasi (Winarno, 1994).
Warna tempe sterilisasi yang telah disimpan selama 14 hari agak
menggelap, tetapi tekstur tempe masih cukup keras, pena mpakan tempe secaraumum masih baik dan aromanya normal (khas tempe rebus). Penampakan tempe
sterilisasi yang telah disimpan selama 14 hari dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Penampakan (a) tempe M sterilisasi dan (b) tempe N sterilisasi yang
telah disimpan selama 14 hari
B. Penelitian Utama
Berdasarkan tingkat efektivitas dalam memperpanjang umur simpan maka
proses pengawetan tempe yang dipilih adalah sterilisasi. Tempe yang disterilisasi
dan dikemas vakum kemudian disimpan selama dua minggu dan dianalisa sifat
fisik dan kimianya untuk mengetahui kestabilan mutu tempe selama
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 63/100
50
penyimpanan. Parameter sifat fisik yang diuji meliputi nilai pH, warna, dan
tekstur. Parameter sifat kimia yang diuji meliputi kadar air, kadar protein, kadar
lemak, dan kadar karbohidrat.
Sifat fisik dan sifat kimia tempe dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia
kedelai yang digunakan, karenanya komposisi proksimat kedelai juga perlu
diketahui. Komposisi proksimat beberapa varietas kedelai dapat dilihat pada
Tabel 6 di bawah ini :
Tabel 6. Komposisi proksimat beberapa varietas kedelai (%)*
Varietas
kedelai
K. air
(bb)
K. lemak
(bk)
K. protein
(bk)
K. serat
(bk)
K. abu
(bk)
K.
karbohidrat
(bk)
RRC 9.78 22.44 42.50 3.85 5.10 26.11
Amerika 7.94 23.05 41.08 6.86 5.68 23.32
Galunggung 6.34 20.09 34.54 5.34 5.33 34.70
Orba 6.86 13.59 43.75 6.58 6.16 29.91
Willis 6.95 15.44 43.27 2.78 6.28 32.23
Petek 6.30 14.54 27.56 6.28 6.12 45.51
*Berdasarkan hasil penelitian Muliawati (1993)
1. Sifat fisik
1.1. Nilai pHHasil uji Duncan nilai pH tempe dengan dua proses pengolahan dan dua
kondisi masa simpan dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 12.
Nilai pH pada kedua jenis tempe berbeda. Nilai pH tempe M 6,50
sedangkan nilai pH tempe N adalah 6,33, hal ini disebabkan karena perbedaan
jumlah onggok yang ditambahkan pada pencampuran laru. Onggok adalah limbah
padat atau ampas yang diperoleh dari hasil pemerasan ubi kayu dalam pengolahan
pati singkong (tapioka). Komponen utama pada onggok adalah karbohidrat (45 –
69%) sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber karbon dalam proses
fermentasi. Kapang Rhizopus oligosporus yang tumbuh pada onggok akan
menghasilkan enzim amilase untuk memutuskan ikatan glikosidik polimer pati
menjadi glukosa, selanjutnya terjadi pemecahan glukosa menjadi asam piruvat
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 64/100
51
melalui lintasan heksosa diphosphat (HDP) dan heksosa monophosphat (HMP),
adanya asam piruvat tersebut akan menurunkan nilai pH tempe (Hariyadi, 1989).
Jumlah onggok yang ditambahkan pada tempe N lebih banyak maka
jumlah asam piruvat yang dihasilkan lebih banyak, sehingga pH tempe N lebih
asam daripada tempe M.
Interaksi antara jenis tempe dengan proses pengolahan menunjukkan
bahwa hampir semua perlakuan berbeda nyata (p=0,0007). Setelah proses
sterilisasi maka tempe mengalami penurunan nilai pH. Nilai pH tempe M
sterilisasi adalah 5,74 sedangkan nilai pH tempe N sterilisasi adalah 5,56.
Sterilisasi menyebabkan denaturasi protein, dimana terjadi perubahan struktur dari
melipat menjadi tidak melipat. Bentuk struktur tidak melipat tersebut
menyebabkan protein membentuk agrerat dan tidak larut dalam air. Ketersedianunsur Nitrogen (yang bersifat basa) dalam larutan menjadi berkurang, sehingga
pH menurun (Halwalkar, 1990).
Interaksi antara jenis tempe dengan masa penyimpanan menunjukkan
bahwa perlakuan penyimpanan berbeda nyata (p=0,0003). Nilai pH tempe M
sterilisasi yang disimpan selama 2 minggu adalah 6,27 sedangkan nilai pH tempe
N sterilisasi adalah 5,81. Semakin lama masa penyimpanan maka nilai pH akan
meningkat, hal ini disebabkan penyimpanan pada suhu ruang memicu proses
degradasi asam amino menjadi amonia (Singh et al ., 1998).
1.2. Tekstur
Hasil uji Duncan tekstur tempe dengan dua proses pengolahan dan dua
kondisi masa simpan dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 13.
Tekstur pada tempe segar dipengaruhi oleh bahan baku dan efektivitas
proses fermentasi. Kedelai bahan baku tempe M memiliki kadar air yang lebih
besar dibandingkan kedelai yang digunakan dalam pembuatan tempe N, sehingga
tekstur kedelai tempe M lebih lunak. Tekstur kedelai yang lunak akan memicu
Rhizopus oligosporus menghasilkan spora dalam jumlah besar sehingga
pertumbuhan miseliumnya lebih banyak. Miselium kapang akan mengurangi
matriks diantara sel-sel biji kedelai sehingga tekstur tempe menjadi lebih kompa k
(Shurleff dan Aoyagi, 1979). Selain itu massa kedelai yang digunakan dalam
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 65/100
52
pembuatan tempe M juga lebih besar daripada tempe N (berat tempe M sekitar
190 gram sementara tempe N sekitar 155 gram), sehingga jumlah substrat untuk
pertumbuhan Rhizopus oligosporus lebih besar, karenanya tekstur tempe M akan
lebih kompak. Hal ini dapat dilihat dari berat beban yang dibutuhkan untuk
menimbulkan deformasi pada tempe M adalah 5673,7 gforce sementara tempe N
hanya 5414,85 gforce.
Interaksi antara jenis tempe dengan proses pengolahan menunjukkan
bahwa perlakuan pengolahan berbeda nyata (p=0,0037). Berat beban yang
dibutuhkan untuk menimbulkan deformasi pada tempe M sterilisasi adalah
3220,65 gforce sementara tempe N sterilisasi 2683,75 gforce. Proses sterilisasi
menyebabkan kerusakan ikatan nonkovalen dan ikatan hidrogen antara polimer
dinding sel dan penurunan kekerasan jaringan karena kematian sel-sel dan pelunakan dinding sel. Panas yang diberikan selama proses sterilisasi akan
menyebabkan timbulnya gangguan pada dinding sel dan melonggarkan jaringan
kedelai sehingga tempe menjadi lebih lunak (Salam, 1999).
Interaksi antara jenis tempe dengan masa penyimpanan menunjukkan
bahwa masa penyimpanan tidak berbeda nyata (p=0,4200). Berat beban yang
dibutuhkan untuk menimbulkan deformasi pada tempe M sterilisasi yang
disimpan selama 2 minggu adalah 3009,60 gforce sementara tempe N 2466,60
gforce Hal ini disebabkan karena difusi uap air dari lingkungan penyimpanan kedalam kemasan berlangsung dalam taraf relatif rendah sehingga perubahan kadar
air tidak terlalu ekstrim, sehingga tekstur tempe pun tidak berbeda nyata (Nuraini,
1995).
1.3.Warna
Hasil uji Duncan warna tempe dengan dua proses pengolahan dan dua
kondisi masa simpan dapat dilihat Lampiran 6 dan 14.
Warna tempe segar dipengaruhi oleh miselium kapang. Kondisi kemasan
(daun atau plastik berlubang) dapat mempertahankan difusi udara yang optimum
dan mencegah terjadinya sporulasi yang menimbulkan warna abu-abu atau hitam
pada tempe sehingga warna putih miselium dapat dipertahankan untuk waktu
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 66/100
53
yang lebih lama (Sapuan et al., 1996). Nilai derajat putih tempe M adalah 55,58
sedangkan tempe N adalah 53,92.
Interaksi antara jenis tempe dengan proses pengolahan menunjukkan
bahwa perlakuan berbeda nyata (p=0,0079). Nilai derajat putih tempe M sterilisasi
adalah 48,49 sedangkan tempe N sterilisasi adalah 48,06. Suhu yang tinggi dalam
proses sterilisasi akan menstimulir terjadinya reaksi pencoklatan non enzimatik.
Bahan pangan yang mengandung karbohidrat dalam reaksinya karena panas akan
membentuk furfuraldehid atau gugusan yang mempunyai karbonil aktif untuk
kemudian berpolimerisasi atau bereaksi dengan senyawa yang mengandung
nitrogen hasil pemecahan protein dan membentuk warna coklat (deMan, 1997).
Interaksi antara jenis tempe dengan masa penyimpanan menunjukkan
bahwa masa penyimpanan tidak berbeda nyata (p=0,3679). Nilai derajat putihtempe M sterilisasi yang telah disimpan selama 2 minggu adalah 40,88 sedangkan
tempe N sterilisasi adalah 42,40. Hal ini disebabkankarena proses sterilisasi dapat
menginaktifkan enzim peroksidase dan enzim katalase yang dapat menyebabkan
perubahan warna pada bahan pangan selama proses penyimpanan (deMan, 1997).
Penurunan jumlah ikatan rangkap karotenoid akibat proses isomerisasi dan
pembentukan reaksi pencoklatan pada penyimpanan suhu ruang tidak terlalu
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap warna (Desrosier, 1988).
2. Sifat kimia
2.1. Kadar air (berat basah)
Hasil uji Duncan kadar air tempe dengan dua proses pengolahan dan dua
kondisi masa simpan dapat dilihat pada Lampiran 7 dan 15.
Kadar air tempe segar dipengaruhi oleh bahan baku dan proses
pengolahan. Kedelai yang digunakan sebagai bahan baku tempe M memiliki
kadar air yang lebih besar dibandingkan kedelai yang digunakan dalam
pembuatan tempe N. Perebusan dua kali yang dilakukan pada pembuatan tempe
M menyebabkan penetrasi air kedalam kedelai akan berlangsung lebih efektif,
sehingga tempe M memiliki kadar air 65,52% sedangkan tempe N 64,77%.
Interaksi antara jenis tempe dengan proses pengolahan menunjukkan
bahwa hampir semua perlakuan tidak berbeda nyata (p = 0,0452). Kadar air
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 67/100
54
tempe M sterilisasi sebesar 64,69%, sedangkan tempe N sterilisasi sebesar
63,78%. Kerusakan dinding sel dapat menyebabkan kehilangan air dan padatan
terlarut serta menurunkan kemampuan jaringan dalam mengikat air (Zivanovic et
al ., 2004), tetapi karena proses pengemasan vakum dapat menghambat difusi
partikel air dari dalam bahan maka kehilangan air tidak terjadi secara ekstrim
(Sacharow dan Griffin, 1980).
Interaksi antara jenis tempe dengan masa penyimpanan menunjukkan
bahwa hampir semua perlakuan tidak berbeda nyata (p = 0,0048). Kadar air secara
umum menunjukkan kecenderungan yang meningkat dari awal penyimpanan
sampai akhir penyimpanan, kadar air tempe M sterilisasi yang telah disimpan
selama 2 minggu sebesar 66,86% sedangkan tempe N sterilisasi sebesar 64,13%.
Hal ini disebabkan karena kemasan plastik yang digunakan mempunyai sifathidrofilik (cenderung menyerap air dari lingkungan sekitar), tetapi proses
pengemasan vakum yang diterapkan dapat menghambat difusi partikel air ke
dalam bahan, sehingga peningkatan kadar air tidak terjadi secara ekstrim (Nuraini,
1995).
2.2. Kadar abu (berat basah)
Hasil uji Duncan kadar abu tempe dengan dua proses pengolahan dan dua
kondisi masa simpan dapat dilihat pada Lampiran 8 dan 16.Kadar abu pada tempe segar dipengaruhi oleh bahan baku. Kedelai yang
merupakan bahan baku tempe M memiliki kadar abu yang lebih kecil
dibandingkan kedelai yang digunakan dalam pembuatan tempe N. Kadar abu
kedua jenis kedelai tidak jauh berbeda, sehingga kadar abu tempe yang dihasilkan
juga tidak berbeda jauh, tempe M memiliki kadar abu sebesar 0,54% dan tempe N
memiliki kadar abu sebesar 0,56%.
Interaksi antara jenis tempe dengan proses pengolahan menunjukkan
bahwa hampir semua perlakuan tidak berbeda nyata (p=0,2042). Kadar abu
tempe M sterilisasi sebesar 0,62% sedangkan tempe N sterilisasi sebesar 0,65%.
Proses sterilisasi akan menurunkan kadar air tempe sehingga kadar abu akan
meningkat. Perhitungan kadar abu didapatkan dari dekstruksi komponen organik
dan air, sehingga kadar abu akan berkorelasi negatif dengan kadar airnya (Nielsen,
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 68/100
55
1994). Tetapi karena penurunan kadar air pada tempe sterilisasi tidak terlalu besar,
maka peningkatan kadar abunya pun rendah.
Interaksi antara jenis tempe dengan masa penyimpanan menunjukkan
bahwa hampir semua perlakuan tidak berbeda nyata (p=0,7242). Kadar abu tempe
M sterilisasi yang telah disimpan selama 2 minggu sebesar 0,60% sedangkan
tempe N sterilisasi sebesar 0,65%. Selama masa penyimpanan terjadi peningkatan
kadar air, sehingga kadar abu pun akan menurun. Tetapi karena peningkatan kadar
air selama penyimpanan tempe sterilisasi tidak terlalu besar, maka penurunan
kadar abunya pun rendah.
2.3. Kadar protein (berat basah)
Hasil uji Duncan kadar protein tempe dengan dua proses pengolahan dandua kondisi masa simpan dapat dilihat pada Lampiran 9 dan 17.
Kandungan protein pada tempe M (19,85%) lebih besar daripada tempe N
(18,98%) disebabkan karena kandungan protein pada kedelai yang digunakan
pada tempe M lebih besar daripada kandungan protein pada kedelai yang
merupakan bahan baku tempe N. Selain itu kekuatan laru tempe M lebih besar,
sehingga aktivitas enzim proteolitik Rhizopus sp. menghasilkan asam-asam amino
sebagai hasil penguraian protein juga optimal (Halwalkar, 1990).
Interaksi antara jenis tempe dengan proses pengolahan menunjukkan bahwa hampir semua perlakuan saling berbeda nyata (p=0,0004). Kadar protein
tempe M sterilisasi sebesar 17,66% dan tempe N sterilisasi sebesar 16,61%.
Proses sterilisasi menurunkan kadar protein, karena pemanasan dapat
menyebabkan denaturasi protein. Protein yang telah rusak selama pemanasan akan
teroksidasi kandungan nitrogennya dan membentuk nitrogen oksida (NO2) dalam
bentuk gas yang selanjutnya menguap sehingga tidak terukur dengan metode
Kjeldahl (Stevenson dan Miller, 1960).
Interaksi antara jenis tempe dengan masa penyimpanan menunjukkan
bahwa hampir semua perlakuan tidak berbeda nyata (p=0,0117). Kadar protein
tempe M sterilisasi yang telah disimpan selama 2 minggu sebesar 17,63% dan
tempe N sterilisasi sebesar 16,41%. Selama masa penyimpanan terjadi penurunan
kadar protein. Protein terdegradasi menjadi senyawa-senyawa volatil basa seperti
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 69/100
56
amonia. Kadar protein yang terdegradasi tidak terlalu tinggi jumlahnya, sehingga
penurunan tersebut tidak berbeda nyata.
2.4. Kadar lemak (berat basah)
Hasil uji Duncan kadar lemak tempe dengan dua proses pengolahan dan
dua kondisi masa simpan dapat dilihat pada Lampiran 10 dan 18.
Asam lemak bebas terbentuk selama fermentasi. Kandungan asam lemak
tidak jenuh (terutama linolenat) merupakan jenis asam lemak yang dihidrolisis
oleh enzim lipase. Oleh karena itu jumlah asam lemak linolenat yang berbeda dari
tiap varietas kedelai dapat mempengaruhi jumlah asam lemak bebas yang
dihasilkan (deMan, 1997). Kadar lemak kedelai yang digunakan dalam pembuatan
tempe N lebih besar daripada kedelai yang digunakan dalam pembuatan tempe M, sehingga diduga kandungan asam linolenat pada kedelai tempe N juga lebih
besar. Tetapi karena perbedaan kadar lemak antar kedua jenis varietas kedelai
tersebut tidak terlalu jauh, maka kadar lemak tempe yang dihasilkan pun hampir
sama. Kadar lemak tempe M sebesar 9,87% sedangkan kadar lemak tempe N
sebesar 11,46%.
Interaksi antara jenis tempe dengan kondisi pengolahan menunjukkan
bahwa hampir semua perlakuan saling berbeda nyata (p=0,0044). Kadar lemak
tempe M sterilisasi sebesar 14,09% dan tempe N sterilisasi 15,62%. Prosessterilisasi akan meningkatkan kadar lemak netral dan menurunkan kadar glikolipid
serta phospolipid yang larut dalam air. Pada proses pemanasan asam linolenat
menurun kadarnya, sementara asam oleat, asam heksadekanoat, asam stearat dan
asam linoleat mengalami peningkatan (Choe et al ., 2001). Kadar lemak dalam
suatu bahan pangan berhubungan dengan kadar bahan pangan yang larut dalam air
(air, protein, dan karbohidrat). Karena di dalam bahan pangan masing-masing
komponen mempunyai kecenderungan berupa fungsi kubik, maka penurunan
kadar ketiga komponen larut air tersebut akan meningkatkan kadar lemak.
Interaksi antara jenis tempe dengan masa penyimpanan menunjukkan
bahwa perlakuan berbeda nyata (p=0,0020). Kadar lemak tempe M sterilisasi yang
telah disimpan selama 2 minggu sebesar 13,16% dan tempe N sterilisasi 14,39%.
Sebagian asam-asam lemak tidak jenuh akan rusak selama penyimpanan.
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 70/100
57
Terurainya lemak menjadi asam lemak yang bersifat volatil dan memiliki berat
molekul yang rendah menyebabkan penurunan kadar lemak (Ketaren, 1986).
2.5. Kadar karbohidrat
Hasil uji Duncan kadar karbohidrat tempe dengan dua proses pengolahan
dan dua kondisi masa simpan dapat dilihat pada Lampiran 11 dan 19.
Kadar karbohidrat tempe dipengaruhi oleh kadar karbohidrat bahan
bakunya. Karbohidrat pada kedelai terdiri atas sukrosa, pentosa, galaktan, dan
oligosakarida (stakiosa dan rafinosa). Selama proses fermentasi akan terjadi
perombakan oligosakarida, sukrosa, pentosa, galaktan, dan oligosakarida menjadi
gula-gula sederhana (maltosa dan glukosa) (Shurtleff dan Aoyagi, 1979). Kedelai
yang merupakan bahan baku tempe M memiliki kadar karbohidrat lebih kecildibandingkan kedelai yang digunakan dalam pembuatan tempe N. Kadar
karbohidrat kedua jenis kedelai tidak jauh berbeda, sehingga kadar karbohidrat
tempe yang dihasilkan juga tidak berbeda jauh, tempe M memiliki kadar
karbohidrat sebesar 4,22% dan tempe N memiliki kadar karbohidrat sebesar
4,13%.
Interaksi antara jenis tempe dengan kondisi pengolahan menunjukkan
bahwa perlakuan tidak berbeda nyata (p=0,4423). Kadar karbohidrat tempe M
sterilisasi sebesar 2,94% dan tempe N sterilisasi sebesar 3,34%. Proses sterilisasimenyebabkan terjadinya reaksi pencoklatan non enzimatik. Reaksi pencoklatan
non enzimatik melibatkan senyawa karbonil yang berasal dari gula pereduksi dan
asam amino (lisin, arginin, dan histidin). Karbohidrat pada kacang kedelai
memiliki bentuk konformasi yang kurang stabil dan struktur rantainya banyak
yang terbuka sehingga lebih reaktif dalam reaksi pencoklatan non enzimatik
(deMan, 1997).
Interaksi antara jenis tempe dengan masa penyimpanan menunjukkan
bahwa hampir semua perlakuan saling berbeda nyata (p=0,0112). Kadar
karbohidrat tempe M sterilisasi yang telah disimpan selama 2 minggu sebesar
1,75% dan tempe N sterilisasi sebesar 4,41%. Perubahan kadar karbohidrat
dipengaruhi oleh perubahan komposisi bahan pangan yang lain. Komposisi bahan
pangan satu sama lain saling mempengaruhi dari segi kuantitatif maupun
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 71/100
58
kualitatif, karena dalam bahan pangan masing-masing komponen mempunyai
kecenderungan berupa fungsi kubik (Nuraini, 1995).
3. Tempe sterilisasi sebagai pangan kaya gizi
Tempe sterilisasi memiliki beberapa kelebihan antara lain kandungan gizi
dan senyawa organiknya yang cukup lengkap, bermanfaat bagi kesehatan, dan
memiliki umur simpan yang relatif lama. Kandungan gizi tempe sterilisasi dapat
dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Kandungan gizi tempe sterilisasi
Parameter
mutu
Jenis
tempe
Nilai
gizi*
Standar
SNI**
Standar
USDA***Tempe M 64.69K. air (%)
Tempe N 63.78
Maks 65 54.95
Tempe M 0.62K. abu (%)
Tempe N 0.65
Maks 1.5 1.4
Tempe M 17.66K. protein (%)
Tempe N 16.61
Min 20 18.95
Tempe M 14.09K. lemak (%)
Tempe N 15.62
Min 10 7.68
Tempe M 4.44K. karbohidrat
(%) Tempe N 4.76
- 17.03
* Perhitungan berdasarkan basis berat basah
** SNI 01-3144-1998
*** USDA Nutrient Database for Standard Reference (1998)
Air merupakan komponen utama bahan pangan, oleh sebab itu air dapat
mempengaruhi rupa, tekstur, maupun citarasa. Selain itu kandungan air dalam
bahan pangan ikut menentukan acceptability , kesegaran, dan daya tahan bahan
pangan (Winarno, 1997). Kadar air tempe sterilisasi masih berada dalam batasan
standar SNI, tetapi melebihi standar USDA. Perbedaan standar ini lebih
disebabkan karena perbedaan metode fermentasi asam pada pembuatan tempe di
Indonesia dan di Amerika Serikat. Di Indonesia proses fermentasi asam
berlangsung secara alami dengan merendam tempe selama satu malam, sementara
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 72/100
59
di Amerika Serikat proses fermentasi asam menggunakan bahan kimia hingga
hanya berlangsung selama tiga jam. Perendaman yang lebih lama menyebabkan
kedelai lebih banyak menyerap air sehingga kadar air tempe pun lebih tinggi
(Sapuan et al ., 1996).
Kandungan abu dari suatu bahan pangan menunjukkan residu bahan
anorganik yang tersisa setelah bahan organik dalam makanan didekstruksi. Kadar
abu dapat menjadi indikator tingkat kebersihan produk dari endospermnya juga
adanya kontaminasi dari debu atau pasir. Primkopti membedakan tempe menjadi
tiga kategori, yaitu tempe kualitas satu (tingkat kebersihan dari kulit mencapai
80% atau lebih), kualitas dua (tingkat kebersihan dari kulit mencapai 60 - 80%),
dan kualitas tiga (tingkat kebersihan kulit di bawah 60%). Kadar abu dari tempe
sterilisasi rendah, yang menunjukkan tempe bebas dari kontaminasi debu danmemiliki kualitas yang baik bila dilihat dari tingkat kebersihan kulitnya.
Kadar abu juga seringkali diidentikkan dengan kandungan mineral total,
tetapi Nielsen (1994) menyatakan bahwa kadar abu tidak selalu ekuivalen dengan
kadar mineral, karena ada beberapa mineral yang hilang selama volatilisasi atau
berinteraksi antar komponen. Kandungan mineral yang cukup banyak berada di
dalam tempe antara lain kalsium, zat besi, magnesium, fosfor, dan potasium
(USDA, 1998).
Kandungan lemak tempe sterilisasi melebihi batas minimal standar SNIdan USDA. Lemak berperan sebagai sumber energi, pelarut bagi vitamin larut
lemak (A, D, E, K), dan sumber asam lemak essensial yang berguna bagi tubuh
(Winarno, 1997). Kandungan asam lemak yang terdapat pada tempe antara lain
asam palmitat, asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat (Syarief et al ., 1999).
Kadar karbohidrat yang rendah pada tempe sterilisasi lebih dikarenakan
karena perhitungan by differencenya. Kandungan karbohidrat yang rendah pada
tempe sterilisasi dapat dimanfaatkan untuk diet diabetik.
Kadar protein tempe sterilisasi berada di bawah standar SNI dan USDA.
Hal ini disebabkan karena proses sterilisasi akan menyebabkan denaturasi protein,
sehingga kadar protein tempe menurun.
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 73/100
60
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan efektivitas memperpanjang umur simpan dapat disimpulkan
bahwa metode sterilisasi merupakan metode yang paling baik diterapkan untuk
memperpanjang umur simpan tempe yang berdimensi cukup besar.
Kadar lemak tempe setelah disterilisasi dan disimpan selama 2 minggu
cenderung meningkat sedangkan kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar
karbohidrat cenderung stabil.
B. Saran
Kadar protein tempe sterilisasi relatif rendah, sehingga dibutuhkan upayauntuk mengoptimalkan proses sterilisasi dan pengemasan yang diterapkan pada
tempe agar protein yang dikandung tempe sterilisasi relatif tidak jauh berbeda
dengan tempe segar. Selain itu juga dibutuhkan penelitian lebih lanjut tentang
umur simpan maksimum tempe sterilisasi.
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 74/100
61
DAFTAR PUSTAKA
Afriansyah, N. 2001. Tempe Cegah Prostat. http://www.indonesiamedia.com :
[05 Januari 2006].
Anonim. 2005a. History of Tempeh. http://www.tempe.info.html : [05
Desember 2005].
Anonim. 2005 b. Tempe Enak Dimakan dan Perlu.http://www.pjnhk.go.id./berita-artikel : [05 Desember 2005].
Anonim. 2005c. Jangan Lupakan Tempe. http://www.bpksulteng.go.id : [05
Desember 2005].
Apriyantono, A., D. Fardiaz, N. L. Puspitasari, Sedarnawati dan S. Budiyanto.1989. Analisis Pangan. IPB Press. Bogor.
Association of Official Analytical Chemists (AOAC). 1995. Official Methods
of Analysis. 16th Edition. Association of Official Analytical Chemistry.Washington, D. C.
Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, dan M. Wootton. 1990. IlmuPangan. UI Press. Jakarta.
Chaplin, G. 2001. Monitoring Fluidized Bed Dryer Hydrodynamics UsingPressure Fluctuations and Electrical Capacitance Tomography.http://library.usask.ca/gec564phd. pdf : [07 Januari 2006]
Choe, E. J. Lee, K. Park, dan S. Lee. 2001. Effects of heat pretreatment on lipidand pigments of freeze dried spinach. Journ. of Food Science. 66 (8):1074 – 1078.
Damayanthi, E. dan E. S. Mudjajanto. 1995. Teknologi Makanan. DepartemenPendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
DeMan, J. M. 1997. Kimia Makanan. Penerbit ITB. Bandung.
Desrosier, N. W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerbit Universitas
Indonesia. Jakarta.
Devahastin, S. 2000. Pengeringan Industrial. Terjemahan : Armansyah H. T.,
Dyah W., Edy H., dan Leopold O. N. IPB Press. Bogor.
Dwidjoseputro, D. dan F. T. Wolf. 1970. Microbiological Studies of IndonesianFermented Foodstuffa. Di dalam : Muliawaty, L. Studi Kesesuaian BahanBaku Tempe dari Berbagai Varietas Kedelai Untuk Pembuatan KeripikTempe. Fateta IPB. Bogor.
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 75/100
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 76/100
63
Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. UI Press. Jakarta.
Koswara, S. 1995. Teknologi Pengolahan Kedelai. Pustaka Sinar Harapan.
Jakarta.
Krisdiana, R. dan Heriyanto. 2000. Penggunaan Komoditas Kedelai UntukIndustri Produk Olahan Rumah Tangga di Pulau Jawa. Di dalam: ProsidingSeminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian Dalam Upaya
Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Pusat Penelitian danPengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Badan Penelitian danPengembangan Pertanian. Jakarta.
Labuza, T.P., L. McNally, D. Gallagher, J. Hawkes dan F. Hurtado. 1972.Stability of Intermediate Moisture Foods. Journal of Food Science. 37 :154 – 159.
Lakanra, O. dan M. A. Watson. Storage effects on lipase activity in fresh cut
cantaloupe melon and fermentation. Journal of Food Science. 69 (2) :FCT126 – FCT130.
Liu, K. 1997. Soybeans. Chemistry, technology, and utilization. International
Thompson Publishing. New York.
Mahmud, M. K. 1987. Penggunaan Makanan Bayi Formula Tempe Dalam DiitBayi dan Anak Balita Sebagai Suatu Upaya Penanggulangan Masalah Diare.Disertasi. Fateta IPB. Bogor.
Mangels, R. 1995. Soy products supply isoflavonoids, which appear to play a
role in cancer prevention. J. Am Diet Assoc. 95 : 545-551. Di dalam :
http://www.natural-connectoin.com : [05 Januari 2006].
Manley, D. 1998. Technology of Biscuits, Crackers and Cookies. WoodheadPublishing Limited. Cambridge.
Matsuhashi, T. 1985. Improvement of Community Level Food Processing. Didalam : Brury Wijaya. Pembuatan Tahu Rehidrasi dari Kedelai Lokal dan
Impor. Fateta IPB. Bogor.
McCabe, W. L. 1990. Operasi Teknik Kimia. PT Erlangga. Jakarta.
Muchtadi, D., A. Rachman, B. S. L. Jenie, T. R. Muchtadi, T. K. Bunasor dan M.
Thenawijaya. 1978. Studies on the Preservation of Tempeh. Di dalam :Muliawaty, L. Studi Kesesuaian Bahan Baku Tempe dari Berbagai
Varietas Kedelai Untuk Pembuatan Keripik Tempe. Fateta IPB. Bogor.
Muchtadi, T. R. 1989. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. PAU Pangan
dan Gizi. IPB. Bogor.
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 77/100
64
Muliawaty, L. 1993. Studi Kesesuaian Bahan Baku Tempe dari Berbagai
Varietas Kedelai Untuk Pembuatan Keripik Tempe. Skripsi. Fateta IPB.Bogor.
Mutiara, D. 1985. Mempelajari Pengaruh Pengeringan dan Penyimpanan
Tempe Berflavor Sintetis terhadap Penerimaan. Skripsi. Fateta IPB.Bogor.
Nielsen, S. 1994. Chemical Analysis of Foods. Jones and Bartlett Publishers.Boston.
Nur, M. A., H. S. Rukmini, dan H. Adijuwana. 1990. Teknik Laboratoriumuntuk Bidang Biologi dan Kimia. PAU Bioteknologi. IPB. Bogor.
Nuraini, M. 1995. Kajian Pengaruh Pemberian Bumbu dan Kemasan terhadapDaya Simpan dan Daya Tarik Produk Tempe. Skripsi. Fateta IPB.
Bogor.
Nurasa, D. 1991. Beberapa Perubahan Protein Akibat Penggunaan Panas.Disertasi. Pasca Sarjana IPB. Bogor.
Nurdini, M. D. 1996. Aspek Teknologi Pangan pada Proses Produksi Tempedan Tahu di Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (KOPTI)
Kotamadya Bandung. Laporan Praktek Lapang. Fateta IPB. Bogor.
Nurhaida, R. 1999. Kajian Pengaruh Pengukusan dan Lama Penyimpanan
Tempe terhadap Mutu Kerupuk Tempe. Skripsi. Fateta IPB. Bogor.
Nurkori. 1999. Identifikasi dan Karakterisasi Flavor Tempe. Skripsi. Fateta
IPB. Bogor.
Pehanic, M. 2004. Food safety and control drive oven and dryer innovations.www.foodengineeringmag.com : [10 Januari 2006].
Prihatna, A. 1991. Studi Pembuatan Tempe Instan. Skripsi. Fateta IPB.Bogor.
Rahmadi, A. 2000. Mempelajari Pembuatan Es Krim Tempe Bergizi Tinggi
dalam Upaya Peningkatan Gizi dan Kesehatan. Skripsi. Ffateta IPB.Bogor.
Raimbault, M. 1998. General and Microbiological aspects of solid substratefermentation. http://www.scielo.d.scielo. : [05 Januari 2006].
Russel, T. A. 2004. Comparison of Sensor y Properties of Whey and SoyProtein Concentrates and Isolates. http://www.lib.ncsu.edu/theses/etd.pdf :
[15 September 2005].
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 78/100
65
Sacharow, S. dan R. C. Griffin Jr. 1980. Food Packaging. Di dalam : Diana,
M. Pengaruh Kadar Cabe, Lama Perendaman dan Lama PenyimpananTerhadap Mutu Hot Sweetened Papaya Slice Selama Pengemasan Vakum.
Fateta IPB. Bogor.
Salam, M. 1999. Mempelajari Pengaruh Blansir dan Pengeringan terhadapMutu Keripik Tempe. Skripsi. Fateta IPB. Bogor.
Sapuan dan N. Soetrisno. 1996. Bunga Rampai Tempe Indonesia. YayasanTempe Indonesia. Jakarta.
Sarwono, B. 2002. Membuat Tempe dan Oncom. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sarwono, R. 2005. Pengering Suhu Rendah Untuk Menjaga Mutu BahanPertanian. J. Teknologi dan Industri Pangan. 2 (XVI) : 168 – 173.
Savage, W. D., L. S. Wei, J. W. Sutherland, dan S. J. Schmidt. 1995.
Biologically active component inactivation and protein insolublilizationduring heat processing of soybeans. Journal of Food Science. 69 (6) :R160 – R165.
Shurtleff, W. dan A. Aoyagi. 1979. The Book of Tempeh. Di dalam : Nuraini,M. Kajian Pengaruh Pemberian Bumbu dan Kemasan terhadap Daya
Simpan dan Daya Tarik Produk Tempe. Fateta IPB. Bogor.
Simatupang, I. A. 1985. Mempelajari Pengaruh Penyimpanan Beku terhadap
Penyimpanan Tempe yang Berflavor. Skripsi. Fateta IPB. Bogor.
Singh, R. P. dan L. A. Laub. 1998. Food Storage Stability. CRC Press. New
York.
Siswadji, C. L. 1985. Pembuatan Minuman Sari Tempe dari Ekstraksi Tape UbiKayu ( Manihot sp.). Skripsi. Fateta IPB. Bogor.
Soegiharto, I. S. 1995. Mempelajari Pembuatan Cookies dengan SubstitusiTepung Tempe. Skripsi. Fateta IPB. Bogor.
Soyfoods Center. 2004. History of tempeh. http://www.thesoydailyclub.com :
[10 Januari 2006].
Standar Nasional Indonesia. 2002. SNI Berbagai Produk Hortikultura, Biji-
bijian, dan Kacang-kacangan. Fateta IPB. Bogor.
Steinkraus, K. H., J.P. Van Buren, L. R. Hackler dan D. B. Hand. 1965. A PilotPlant Process for the Production Dehydrated Tempeh. Di dalam : Nuraini,M. Kajian Pengaruh Pemberian Bumbu dan Kemasan terhadap Daya
Simpan dan Daya Tarik Produk Tempe. Fateta IPB. Bogor.
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 79/100
66
Steinkraus, K. H. 1983. Handbook of Indigenous Fermented Food. Di dalam :
Muliawaty, L. Studi Kesesuaian Bahan Baku Tempe dari BerbagaiVarietas Kedelai Untuk Pembuatan Keripik Tempe. Fateta IPB. Bogor.
Styoboedhie, P. 1991. Pemanfaatan Tepung Singkong sebagai Bahan
Pensubstitusi Tepung dalam Pembuatan Mie Kering yang Difortifikasidengan Tepung Tempe. Skripsi. Fateta IPB. Bogor.
Subagio, A., S. Hartanti, W.S. Windrati, Unus, M. Fauzi, dan B. Herry. 2002.Kajian sifat fisikokimia dan organoleptik hidrolisat tempe hasil hidrolisis
protease. Jurnal Teknol. dan Ind. Pangan. XIII (3) : 204-210.
Sumarno. 1986. Kedelai dan Cara Budidayanya. Yasaguna. Jakarta.
Syarief, R., S. Santausa, dan B. Isyana. 1989. Buku dan Monograf TeknologiPengemasan Pangan. Laboratorium Rekayasa Proses Pangan. PAU
Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.
Syarief, R. dan H. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Arcan Press.Jakarta.
Syarief, R., Joko H., Purwiyatno H., Sutedja W., Suliantari, Dahrul S., Nugraha E.S., dan Y. Pieter S. 1999. Wacana Tempe Indonesia. Universitas Katolik
Widya Mandala. Surabaya.
Stevenson, G. T. dan C. Miller. 1960. Introductory Food Science. Harrison
and Sons. London.
Tejoparanoto, S. 1988. Sifat-sifat Analog Sosis Tempe. Skripsi. Fateta IPB.
Bogor.
Timotius, K. A. dan P. Farley. 1990. Extracellular Enzimes of Rhizopusoligosporus. Di dalam : Tempeh Symposium. Second Asian Symposiumon Non Salted Soybean Fermentation. 13-15 February 1990. Ministry ofHealth National Institute for Health Research and Development. Jakarta.
USDA. 1998. USDA Nutrient Database for Standard Reference.http://users.chariot.net.au/%7ådna/koji.html#tempeh : [01Januari 2006].
Winarno, F.G., S. Fardiaz, dan D. Fardiaz. 1985. Pengantar Teknologi Pangan.PT. Gramedia. Jakarta.
Winarno, F. G. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. PT Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Winarno, F. G. 1994. Sterilisasi Komersial Produk Pangan. PT Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 80/100
67
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Wirakartakusumah, M. A., Subarna, M. Arpah, D. Syah dan S. I. Budiwati.1992. Peralatan dan Unit Proses Industri Pangan. Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi PAU. IPB.Bogor.
Yusfik, H. 1998. Kajian Formulasi Crackers dengan Protein Berkualitas Tinggidari Tepung Jagung, Beras, Kedelai, dan Tempe. Skripsi. Fateta IPB.Bogor.
Zivanovic, S. dan R. Buescher. 2004. Change in mushroom texture and cellwallcomposition affected by thermal processing. Journal of Food Science. 69(1): SNQ44 – SNQ48.
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 81/100
68
Lampiran 1. Standar tempe berdasarkan SNI.
Jenis Uji Satuan Persyaratan
Keadaan
Bau - Normal, khas tempeWarna - Normal
1.
Rasa - Normal
2. Air (b/b) % Maks 65
3. Abu (b/b) % Maks 1.5
4. Protein (N x 6.25) (b/b) % Min 20
5. Lemak (b/b) % Min 10
6. Serat kasar (b/b) % Maks 2.5
Sumber : SNI 01-3144-1998
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 82/100
69
Lampiran 2. Standar tempe berdasarkan USDA Nutrient Database
No. Nutrisi Satuan Jumlah/100 g
Proksimat
Air g 54.95
Energi Kkal 199
Protein g 18.95
Total lemak g 7.68
Karbohidrat g 17.03
1.
Abu g 1.4
Mineral
Kalsium mg 93
Zat besi mg 2.26
Magnesium mg 70
Fosfor mg 206
Potasium mg 367
Sodium mg 6
Zinc mg 1.81
Tembaga mg 0.67
Mangan mg 1.43
2.
Selenium mg 8.8
VitaminVitamin C mg 0
Tiamin mg 0.131
Riboflavin mg 0.111
Niasin mg 4.63
Asam pantotenat mg 0.355
Vitamin B6 mg 0.299
Asam folat mcg 52
Vitamin B12 mcg 1
3.
Vitamin A IU 686
4. Lipid
Asam lemak jenuh
14 : 0 (asam miristat)
16 : 0 (asam palmitat)
g
g
0.021
0.815
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 83/100
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 84/100
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 85/100
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 86/100
73
Lampiran 5a.Data hasil analisa tekstur pada perlakuan pengolahan tempe yang berbeda.
Kondisi PengolahanJenis tempe
B1 B2
5639,8 2514,9A1
5189,9 2852,6
5826,9 3688,2A2
5520,5 2753,1
Keterangan :
A1 = tempe N B1 = segar
A2 = tempe M B2 = steril
Lampiran 5b. Hasil analisa keragaman terhadap tekstur pada perlakuan pengolahan
tempe yang berbeda.
Sumber Keragaman dk JK KT F-hitung Pr > F
Jenis tempe 1 316609,03 316609,03 1,97
Kondisi pengolahan 1 13437705,61 13437705,61 83,68
Jenis tempe*kondisi
pengolahan
1 38655,90 38655,90 0,24
0,0037*
Kekeliruan 4 642372,13 160593,03
Total terkoreksi 7 14435342,68
(Pr > F) < 0,05 = berpengaruh nyata (*)
Lampiran 5c. Hasil uji jarak Duncan tekstur untuk perlakuan pengolahan tempe yang
berbeda.
Interaksi Rata-rata Kelompok
Duncan
A2B1 5673,7 ± 216,66 A
A1B1 5414,9 ± 318,13 A
A2B2 3220,7 ± 661,22 B
A1B2 2683,8 ± 238,79 B
Catatan : Rata-rata dengan huruf yang sama pada kelompok Duncan menunjukkan taraf
perlakuan tidak memberikan hasil yang berbeda nyata pada nilai á = 0,05
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 87/100
74
Lampiran 6a. Data hasil analisa warna pada perlakuan pengolahan tempe yang berbeda.
Kondisi PengolahanJenis tempe
B1 B2
55,12 48,75A1
52,73 47,36
55,99 49,48A2
55,18 47,50
Keterangan :
A1 = tempe N B1 = segar
A2 = tempe M B2 = steril
Lampiran 6b. Hasil analisa keragaman terhadap warna pada perlakuan pengolahan
tempe yang berbeda.
Sumber Keragaman dk JK KT F-hitung Pr > F
Jenis tempe 1 2,20 2,20 1,44
Kondisi pengolahan 1 83,94 83,94 54,88
Jenis tempe*kondisi
pengolahan
1 0,75 0,75 0,49
0,0079*
Kekeliruan 4 6,11 1,53
Total terkoreksi 7 93,00
(Pr > F) < 0,05 = berpengaruh nyata (*)
Lampiran 6c.Hasil uji jarak Duncan warna untuk perlakuan pengolahan tempe yang
berbeda.
Interaksi Rata-rata Kelompok
Duncan
A2B1 55,59 ± 0,57 A
A1B1 53,92 ± 1,69 A
A2B2 48,49 ± 1,40 B
A1B2 48,06 ± 0,98 B
Catatan : Rata-rata dengan huruf yang sama pada kelompok Duncan menunjukkan taraf
perlakuan tidak memberikan hasil yang berbeda nyata pada nilai á = 0,05
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 88/100
75
Lampiran 7a. Data hasil analisa kadar air (%bb) pada perlakuan pengolahan tempe
yang berbeda.
Kondisi PengolahanJenis tempe
B1 B2
65,19 63,42A1
64,35 64,14
65,15 64,29A2
65,89 65,09
Keterangan :
A1 = tempe N B1 = segar
A2 = tempe M B2 = steril
Lampiran 7b. Hasil analisa keragaman terhadap kadar air (%bb) pada perlakuan
pengolahan tempe yang berbeda.
Sumber Keragaman dk JK KT F-hitung Pr > F
Jenis tempe 1 2,33 2,33 9,66
Kondisi pengolahan 1 2,69 2,69 11,15
Jenis tempe*kondisi
pengolahan
1 0,06 0,06 0,24
0,0452*
Kekeliruan 4 0,96 0,24
Total terkoreksi 7 6,05
(Pr > F) < 0,05 = berpengaruh nyata (*)
Lampiran 7c.Hasil uji jarak Duncan kadar air untuk perlakuan pengolahan tempe yang
berbeda.
Interaksi Rata-rata Kelompok
Duncan
A2B1 65,52 ± 0,18 A
A1B1 64,77 ± 0,59 AB
A2B2 64,69 ± 0,56 AB
A1B2 63,78 ± 0,51 B
Catatan : Rata-rata dengan huruf yang sama pada kelompok Duncan menunjukkan taraf
perlakuan tidak memberikan hasil yang berbeda nyata pada nilai á = 0,05
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 89/100
76
Lampiran 8a. Data hasil analisa kadar abu (%bb) pada perlakuan pengolahan tempe
yang berbeda.
Kondisi PengolahanJenis tempe
B1 B2
0,56 0,71A1
0,57 0,60
0,54 0,66A2
0,55 0,59
Keterangan :
A1 = tempe N B1 = segar
A2 = tempe M B2 = steril
Lampiran 8b. Hasil analisa keragaman terhadap kadar abu (%bb) pada perlakuan
pengolahan tempe yang berbeda.
Sumber Keragaman dk JK KT F-hitung Pr > F
Jenis tempe 1 0,001 0,001 0,58
Kondisi pengolahan 1 0,014 0,014 6,72
Jenis tempe*kondis i
pengolahan
1 0,00005 0,00005 0,02
0,2042
Kekeliruan 4 0,0086 0,0022
Total terkoreksi 7 0,024
(Pr > F) < 0,05 = berpengaruh nyata (*)
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 90/100
77
Lampiran 9a. Data hasil analisa kadar protein (%bb) pada perlakuan pengolahan tempe
yang berbeda.
Kondisi PengolahanJenis tempe
B1 B2
18,93 16,30A1
19,03 16,92
19,75 17,78A2
19,95 17,54
Keterangan :
A1 = tempe N B1 = segar
A2 = tempe M B2 = steril
Lampiran 9b. Hasil analisa keragaman terhadap kadar protein (%bb) pada perlakuan
pengolahan tempe yang berbeda.
Sumber Keragaman dk JK KT F-hitung Pr > F
Jenis tempe 1 1,8432 1,8432 29,9707
Kondisi pengolahan 1 10,3968 10,3968 169,0537
Jenis tempe*kondisi
pengolahan
1 0,0162 0,0162 0,2634
0,0004*
Kekeliruan 4 0,246 0,0615
Total terkoreksi 7 12,5022
(Pr > F) < 0,05 = berpengaruh nyata (*)
Lampiran 9c.Hasil uji jarak Duncan kadar protein (%bb) untuk perlakuan pengolahan
tempe yang berbeda.
Interaksi Rata-rata Kelompok
Duncan
A2B1 19,85 ± 0,31 A
A1B1 18,98 ± 0,01 B
A2B2 17,66 ± 0,12 C
A1B2 16,61 ± 0,23 D
Catatan : Rata-rata dengan huruf yang sama pada kelompok Duncan menunjukkan taraf
perlakuan tidak memberikan hasil yang berbeda nyata pada nilai á = 0,05
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 91/100
78
Lampiran 10a. Data hasil analisa kadar lemak (%bb) pada perlakuan pengolahan tempe
yang berbeda.
Kondisi PengolahanJenis tempe
B1 B2
10,48 15,79A1
12,44 15,46
9,98 14,26A2
9,77 13,93
Keterangan :
A1 = tempe N B1 = segar
A2 = tempe M B2 = steril
Lampiran 10b. Hasil analisa keragaman terhadap kadar lemak (%bb) pada perlakuan
pengolahan tempe yang berbeda.
Sumber Keragaman dk JK KT F-hitung Pr > F
Jenis tempe 1 4,85 4,85 9,46
Kondisi pengolahan 1 35,15 35,15 68,53
Jenis tempe*kondisi
pengolahan
1 0,001 0,001 0,00
0,0044*
Kekeliruan 4 2,05 0,51
Total terkoreksi 7 42,06
(Pr > F) < 0,05 = berpengaruh nyata (*)
Lampiran 10c.Hasil uji jarak Duncan kadar lemak (%bb) untuk perlakuan pengolahan
tempe yang berbeda.
Interaksi Rata-rata Kelompok
Duncan
A1B2 15,63 ± 0,23 A
A2B2 14,09 ± 0,23 A
A1B1 11,46 ± 1,38 B
A2B1 9,88 ± 0,15 B
Catatan : Rata-rata dengan huruf yang sama pada kelompok Duncan menunjukkan taraf
perlakuan tidak memberikan hasil yang berbeda nyata pada nilai á = 0,05
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 92/100
79
Lampiran 11a. Data hasil analisa kadar karbohidrat (%bb) pada perlakuan pengolahan
tempe yang berbeda.
Kondisi PengolahanJenis tempe
B1 B2
4,84 3,78A1
3,61 2,88
4,58 3,01A2
3,84 2,85
Keterangan :
A1 = tempe N B1 = segar
A2 = tempe M B2 = steril
Lampiran 11b. Hasil analisa keragaman terhadap kadar karbohidrat (%bb) pada
perlakuan pengolahan tempe yang berbeda.
Sumber Keragaman dk JK KT F-hitung Pr > F
Jenis tempe 1 00861 00861 0,2378
Kondisi pengolahan 1 2,3653 2,3653 6,5340
Jenis tempe*kondisi
pengolahan
1 0,0742 0,0742 0,2050
0,4423
Kekeliruan 4 1,448 0,362
Total terkoreksi 7 3,9736
(Pr > F) < 0,05 = berpengaruh nyata (*)
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 93/100
80
Lampiran 12a. Data hasil analisa pH pada perlakuan masa simpan tempe sterilisasi yang
berbeda.
Masa SimpanJenis tempe
C1 C2
5,56 5,86A1
5,57 5,76
5,77 6,30A2
5,72 6,25
Keterangan :
A1 = tempe N C1 = 0 minggu
A2 = tempe M C2 = 2 minggu
Lampiran 12b. Hasil analisa keragaman terhadap pH pada perlakuan masa simpan tempe
sterilisasi yang berbeda.
Sumber Keragaman dk JK KT F-hitung Pr > F
Jenis tempe 1 0,21 0,21 110,21
Kondisi pengolahan 1 0,30 0,30 159,11
Jenis tempe*kondisi
pengolahan
1 0,04 0,04 21,52
0,0003*
Kekeliruan 4 0,007 0,002
Total terkoreksi 7 0,56
(Pr > F) < 0,05 = berpengaruh nyata (*)
Lampiran 12c.Hasil uji jarak Duncan nilai pH untuk perlakuan masa simpan tempe
sterilisasi yang berbeda.
Interaksi Rata-rata Kelompok
Duncan
A2C2 6,28 ± 0,04 A
A1C2 5,81 ± 0,07 B
A2C1 5,74 ± 0,04 B
A1C1 5,56 ± 0,01 C
Catatan : Rata-rata dengan huruf yang sama pada kelompok Duncan menunjukkan taraf
perlakuan tidak memberikan hasil yang berbeda nyata pada nilai á = 0,05
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 94/100
81
Lampiran 13a. Data hasil analisa tekstur pada perlakuan masa simpan tempe sterilisasi
yang berbeda.
Masa SimpanJenis tempe
C1 C2
2514,9 2352,8A1
2852,6 2580,4
3688,2 3353,9A2
2753,1 2665,3
Keterangan :
A1 = tempe N C1 = 0 minggu
A2 = tempe M C2 = 2 minggu
Lampiran 13b. Hasil analisa keragaman terhadap tekstur pada perlakuan masa simpan
tempe sterilisasi yang berbeda.
Sumber Keragaman dk JK KT F-hitung Pr > F
Jenis tempe 1 583092,01 583092,01 3,08
Kondisi pengolahan 1 91677,62 91677,62 0,48
Jenis tempe*kondisi
pengolahan
1 18,61 18,61 0,00
0,4200
Kekeliruan 4 757212,51 189303,13
Total terkoreksi 7 1432000,74
(Pr > F) < 0,05 = berpengaruh nyata (*)
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 95/100
82
Lampiran 14a. Data hasil analisa warna pada perlakuan masa simpan tempe sterilisasi
yang berbeda.
Masa SimpanJenis tempe
C1 C2
48,75 47,74A1
47,36 37,07
49,48 44,56A2
47,50 37,20
Keterangan :
A1 = tempe N C1 = 0 minggu
A2 = tempe M C2 = 2 minggu
Lampiran 14b. Hasil analisa keragaman terhadap warna pada perlakuan masa simpan
tempe yang berbeda.
Sumber Keragaman dk JK KT F-hitung Pr > F
Jenis tempe 1 0,59 0,59 0,03
Kondisi pengolahan 1 88,05 88,05 4,05
Jenis tempe*kondisi
pengolahan
1 1,92 1,92 0,09
0,3679
Kekeliruan 4 86,96 21,74
Total terkoreksi 7 177,51
(Pr > F) < 0,05 = berpengaruh nyata (*)
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 96/100
83
Lampiran 15a. Data hasil analisa kadar air (%bb) pada perlakuan masa simpan tempe
sterilisasi yang berbeda.
Masa SimpanJenis tempe
C1 C2
63,42 64,02A1
64,14 64,25
64,29 66,80A2
65,09 66,92
Keterangan :
A1 = tempe N C1 = 0 minggu
A2 = tempe M C2 = 2 minggu
Lampiran 15b. Hasil analisa keragaman terhadap kadar air (%bb) pada perlakuan masa
simpan tempe sterilisasi yang berbeda.
Sumber Keragaman dk JK KT F-hitung Pr > F
Jenis tempe 1 6,61 6,61 43,12
Kondisi pengolahan 1 3,19 3,19 20,81
Jenis tempe*kondisi
pengolahan
1 1,65 1,65 10,75
0,0048*
Kekeliruan 4 0,61 0,15
Total terkoreksi 7 12,05
(Pr > F) < 0,05 = berpengaruh nyata (*)
Lampiran 15c.Hasil uji jarak Duncan kadar air untuk perlakuan masa simpan tempe
sterilisasi yang berbeda.
Interaksi Rata-rata Kelompok
Duncan
A2C2 66,86 ± 0,08 A
A2C1 64,69 ± 0,56 B
A1C2 64,13 ± 0,16 B
A1C1 63,78 ± 0,51 B
Catatan : Rata-rata dengan huruf yang sama pada kelompok Duncan menunjukkan taraf
perlakuan tidak memberikan hasil yang berbeda nyata pada nilai á = 0,05
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 97/100
84
Lampiran 16a. Data hasil analisa kadar abu (%bb) pada perlakuan masa simpan tempe
sterilisasi yang berbeda.
Masa SimpanJenis tempe
C1 C2
0,71 0,63A1
0,60 0,67
0,66 0,61A2
0,59 0,60
Keterangan :
A1 = tempe N C1 = 0 minggu
A2 = tempe M C2 = 2 minggu
Lampiran 16b. Hasil analisa keragaman terhadap kadar abu (%bb) pada perlakuan masa
simpan tempe sterilisasi yang berbeda.
Sumber Keragaman dk JK KT F-hitung Pr > F
Jenis tempe 1 0,003 0,003 1,20
Kondisi pengolahan 1 0,0003 0,0003 0,13
Jenis tempe*kondisi
pengolahan
1 0,0001 0,0001 0,05
0,7242
Kekeliruan 4 0,009 0,002
Total terkoreksi 7 0,012
(Pr > F) < 0,05 = berpengaruh nyata (*)
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 98/100
85
Lampiran 17a. Data hasil analisa kadar protein (%bb) pada perlakuan masa simpan
tempe sterilisasi yang berbeda.
Masa SimpanJenis tempe
C1 C2
16,30 16,44A1
16,92 16,38
17,78 17,68A2
17,54 17,58
Keterangan :
A1 = tempe N C1 = 0 minggu
A2 = tempe M C2 = 2 minggu
Lampiran 17b. Hasil analisa keragaman terhadap kadar protein (%bb) pada perlakuan
masa simpan tempe sterilisasi yang berbeda.
Sumber Keragaman dk JK KT F-hitung Pr > F
Jenis tempe 1 2,5764 2,5764 45,2794
Kondisi pengolahan 1 0,0264 0,0264 0,4639
Jenis tempe*kondisi
pengolahan
1 0,0145 0,0145 0,2548
0,0117*
Kekeliruan 4 0,2278 0,0569
Total terkoreksi 7 2,8451
(Pr > F) < 0,05 = berpengaruh nyata (*)
Lampiran 17c.Hasil uji jarak Duncan kadar protein untuk perlakuan masa simpan tempe
sterilisasi yang berbeda.
Interaksi Rata-rata Kelompok
Duncan
A2C1 17,66 ± 0,05 A
A2C2 17,63 ± 0,13 A
A1C1 16,61 ± 0,30 B
A1C2 16,41 ± 0,04 B
Catatan : Rata-rata dengan huruf yang sama pada kelompok Duncan menunjukkan taraf
perlakuan tidak memberikan hasil yang berbeda nyata pada nilai á = 0,05
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 99/100
86
Lampiran 18a. Data hasil analisa kadar lemak (%bb) pada perlakuan masa simpan tempe
sterilisasi yang berbeda.
Masa SimpanJenis tempe
C1 C2
15,79 14,33A1
15,46 14,46
14,26 12,94A2
13,93 13,37
Keterangan :
A1 = tempe N C1 = 0 minggu
A2 = tempe M C2 = 2 minggu
Lampiran 18b. Hasil analisa keragaman terhadap kadar lemak (%bb) pada perlakuan
masa simpan tempe sterilisasi yang berbeda.
Sumber Keragaman dk JK KT F-hitung Pr > F
Jenis tempe 1 3,84 3,84 73,14
Kondisi pengolahan 1 2,35 2,35 44,89
Jenis tempe*kondisi
pengolahan
1 0,04 0,04 0,80
0,0020*
Kekeliruan 4 0,21 0,05
Total terkoreksi 7 6,44
(Pr > F) < 0,05 = berpengaruh nyata (*)
Lampiran 18c.Hasil uji jarak Duncan kadar lemak (%bb) untuk perlakuan masa simpan
tempe sterilisasi yang berbeda.
Interaksi Rata-rata Kelompok
Duncan
A1C1 15,63 ± 0,23 A
A1C2 14,39 ± 0,09 B
A2C1 14,09 ± 0,23 B
A2C2 13,16 ± 0,30 C
Catatan : Rata-rata dengan huruf yang sama pada kelompok Duncan menunjukkan taraf
perlakuan tidak memberikan hasil yang berbeda nyata pada nilai á = 0,05
7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan
http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 100/100
87
Lampiran 19a. Data hasil analisa kadar karbohidrat (%bb) pada perlakuan masa simpan
tempe sterilisasi yang berbeda.
Kondisi PengolahanJenis tempe
B1 B2
3,78 4,58A1
2,88 4,24
3,01 1,97A2
2,85 1,53
Keterangan :
A1 = tempe N C1 = 0 minggu
A2 = tempe M C2 = 2 minggu
Lampiran 19b. Hasil analisa keragaman terhadap kadar karbohidrat (%bb) pada
perlakuan masa simpan tempe sterilisasi yang berbeda.
Sumber Keragaman dk JK KT F-hitung Pr > F
Jenis tempe 1 4,6818 4,6818 32,7169
Kondisi pengolahan 1 0,005 0,005 0,0349
Jenis tempe*kondisi
pengolahan
1 2,5538 2,5538 17,8463
0,0112*
Kekeliruan 4 0,5724 0,1431
Total terkoreksi 7 7,813
(Pr > F) < 0,05 = berpengaruh nyata (*)
Lampiran 19c.Hasil uji jarak Duncan kadar karbohidrat (%bb) untuk perlakuan masa
simpan tempe sterilisasi yang berbeda.
Interaksi Rata-rata Kelompok