memperpanjang umur simpan dgn metode pengeringan

101
SKRIPSI UPAYA MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN TEMPE DENGAN METODE PENGERINGAN DAN STERILISASI Oleh : SARI KEMALA NAULI P. F24103302 2006 DEPARTEMEN TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Upload: niztgirl

Post on 12-Apr-2018

350 views

Category:

Documents


26 download

TRANSCRIPT

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 1/100

SKRIPSI

UPAYA MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN TEMPE

DENGAN METODE PENGERINGAN DAN STERILISASI

Oleh :

SARI KEMALA NAULI P.F24103302

2006

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 2/100

Sari Kemala Nauli P. F.24103302. Upaya Memperpanjang Umur Simpan

Tempe dengan Metode Pengeringan dan Sterilisasi. Skripsi. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrum, MSc. Departemen Teknologi Pangan

dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 2006.

RINGKASAN

Tempe merupakan makanan tradisional Indonesia yang dikonsumsi olehhampir semua lapisan masyarakat. Tempe mengandung komponen-komponen giziyang tinggi, seperti protein dan vitamin B12. Tempe juga diketahui mengandungsenyawa antioksidan yang diidentifikasi sebagai isoflavon. Senyawa ini diyakinimempunyai peranan dalam meredam aktivitas radikal bebas, sehingga bermanfaat

 bagi pencegahan kanker seperti halnya karotenoid, vitamin E dan vitamin C.Tempe pada umumya mempunyai daya simpan yang relatif singkat.

Penelitian ini bertujuan untuk memperpanjang umur simpan tempe sehingga

 jangkauan pendistribusiannya dapat lebih luas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengeringan dengan batch fluidized solar dryer , pengeringan

dengan oven, dan sterilisasi.Tempe yang digunakan dalam penelitian ini adalah tempe M dan tempe N.

Kedua jenis tempe tersebut berbeda dalam hal jenis kedelai dan metode pembuatannya.

Pengeringan dilakukan pada suhu di bawah 100   C, karena tempe akanrusak jika terkena panas tinggi. Pada pengeringan menggunakan batch fluidized

 solar dryer   dan oven dengan suhu F1 dan F2 C, warna biji kedelai tempe M

kuning dan tempe N kecoklatan sedangkan miseliumnya berwarna agak coklat.Pengeringan dengan suhu F3   C warna biji dan miseliumnya menjadi sangatcoklat.

Aroma tempe M dan tempe N sesudah pengeringan merupakan senyawahasil reaksi Maillard, dengan intensitas aroma semakin pekat dengan semakintingginya suhu pengeringan. Tekstur tempe yang dikeringkan dengan batch

 fluidized solar dryer   pada suhu F3 C  sudah mengalami case hardening   (suatukondisi dimana bagian luar bahan pangan sudah kering sedangkan bagian

dalamnya masih basah).Berdasarkan hasil pengamatan organoleptik dan laju pengeringan maka

suhu pengeringan yang dipilih dalam penelitian ini adalah suhu F2   C. Penetapanlama pengeringan didasarkan pada kadar air kesetimbangan (kadar air di dalam

 bahan pangan mencapai kesetimbangan dengan kelembaban udara disekitarnya).

Kadar air kesetimbangan tempe kering pada suhu dan RH ruang adalah 39%.Kadar air kesetimbangan ini dicapai dengan pengeringan selama f8 jam dengan

menggunakan batch fluidized solar dryer  dan v2 jam dengan menggunakan oven.Pada proses sterilisasi tempe, suhu yang digunakan disesuaikan dengan

tingkat ketahanan panas bahan pengemas, yaitu suhu S1. Dari hasil perhitunganwaktu sterilisasi optimum untuk tempe M adalah s1 menit, sedangkan untuktempe N adalah s2 menit.

Derajat putih tempe sterilisasi adalah 48,49 untuk tempe M, dan 48,05untuk tempe N. Nilai ini menurun dari nilai derajat putih tempe segar, di manatempe M memiliki derajat putih 55,59 dan tempe N 53,92. Penurunan ini

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 3/100

disebabkan karena terjadinya reaksi browning   non enzimatik pada tempe

sterilisasi. Nilai tekstur tempe M sterilisasi adalah 3220,65 gforce sementara tempe N

sterilisasi 2683,75 gforce. Nilai tekstur tersebut lebih rendah daripada nilai teksturtempe segar, dimana tempe M berkisar 5673,70  gforce  dan tempe N 5414,85

 gforce.Tempe yang dikeringkan dengan batch fluidized solar dryer  maupun oven

dan disimpan pada suhu ruang sudah mengalami kerusakan pada hari ke-4.

Kerusakan ini ditandai dengan timbulnya bau busuk, tekstur agak lunak, warnakedelai memudar, dan permukaan tempe dipenuhi kapang berwarna putih danagak lengket. Pertumbuhan kapang tersebut disebabkan karena tempe kering

masih memiliki kadar air dan aktivitas air yang tinggi. Tempe yang dikeringkandengan batch fluidized solar dryer  selama f8 jam pada suhu F2 C memiliki kadarair 41,77 hingga 44,8% dan nilai aktivitas air 0,902 hingga 0,915. Sedangkantempe yang dikeringkan dengan oven selama v2 jam pada suhu F2 C memilikikadar air 39,85 hingga 40,26% dan nilai aktivitas air 0,891 hingga 0,918.

Tempe sterilisasi masih layak penampakan organoleptiknya setelah

disimpan selama 14 hari (2 minggu). Nilai gizi tempe sterilisasi juga cukup tinggi;yaitu kadar air 63,78 hingga 64,69% (bb), kadar abu 0,62 hingga 0,65%, kadar

 protein 16,61 hingga 17,66% (bb), kadar le mak 14,09 hingga 15,62% (bb), dankadar karbohidrat 2,94 hingga 3,34% (bb). Nilai gizi tempe steril cukup stabil

selama penyimpanan 14 hari, hal ini dapat dilihat dari komposisi kimiawi tempe;yaitu kadar air 64,13 hingga 66,86% (bb), kadar abu 0,60 hingga 0,65 %, kadar

 protein 16,41 hingga 17,63% (bb), kadar lemak 13,15 hingga 14,39% (bb), dankadar karbohidrat 1,76 hingga 4,42% (bb).

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 4/100

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 5/100

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 27 Maret 1978 di Jakarta. Penulis adalah

anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Pontas Pakpahan dan Ibu

Sinta Minaria br Pohan.

Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1990 di SD Xaverius II

Baturaja, Sumatera Selatan, kemudian penulis melanjutkan sekolah lanjutan

tingkat pertama di SLTP Xaverius I Baturaja, Sumatera Selatan dan tamat tahun

1993. Tahun 1993 penulis melanjutkan pendidikan di sekolah menengah di SMU

Xaverius I Baturaja, Sumatera Selatan dan tamat pada tahun 1996.

Pada tahun 1996 penulis diterima sebagai salah satu mahasiswa IPB dan

terdaftar sebagai mahasiswa Diploma III Program Studi Supervisor Jaminan MutuPangan, Departemen Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor.

Setelah menamatkan studi pada tahun 1999, penulis bekerja sebagai salah

satu karyawan di PT. Ceres, Bandung hingga tahun 2003. Pada tahun 2003

 penulis melanjutkan studi Sarjana dan diterima sebagai salah satu mahasiswa

Departemen Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut

Pertanian Bogor.

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 6/100

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Allah atas segala berkat dan

kasihNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi ini yang

merupakan syarat dalam kelulusan sarjana. Penulis mengucapkan rasa terima

kasih kepada mama dan papa tercinta yang telah mendidik, mengasuh, memberi

kasih sayang dan doa kepada penulis serta atas segala jerih payahnya dalam

 bentuk moril maupun materiil.

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir.

Harsi D. Kusumaningrum, MSc atas segala bimbingan dan pengarahannya selama

kuliah, penelitian, penulisan dan penyelesaian skripsi. Kepada Dra. Suliantari, MSdan Ir. Indra Ishak sebagai penguji, penulis mengucapkan terimakasih atas saran

dan masukan yang diberikan. Ucapan yang sama penulis sampaikan juga kepada

PT. ABC Indonesia yang telah memberikan bantuan materiil sehingga penelitian

ini dapat dilaksanakan.

Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada seluruh keluarga besarku

untuk doa dan kasih sayangnya. Kepada teman-teman di Program Studi ITP

angkatan 39 dan 40 serta adik-adikku di Gladys atas kebersamaannya selama ini,

dan semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu.Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan masih

 jauh dari kesempurnaan baik dari segi teknik penulisan maupun dalam

 penyampaian isinya. Akhir kata penulis berharap semoga karya kecil ini dapat

 bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Bogor, Mei 2006

Penulis

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 7/100

  i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL............................................................................................ iv

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................v

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................vi

1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .....................................................................................1

B. Perumusan Masalah..............................................................................5

C. Tujuan dan Manfaat ............................................................................. 7

2. TINJAUAN PUSTAKAA. Mikrobiologi Fermentasi Tempe.......................................................... 8

B. Pembuatan Tempe ...............................................................................11

1. Bahan baku....................................................................................11

2. Tahapan proses pembuatan tempe................................ .................12

C. Pengemasan tempe olahan..................................................................15

3. METODE PENELITIAN

  A. Bahan dan Alat....................................................................................18

B. Metode ..............................................................................................201. Penelitian pendahuluan.................................................................20

1.1. Persiapan bahan baku...........................................................20

1.2. Penentuan suhu pengeringan................................................20

1.3. Penentuan waktu pengeringan..............................................21

1.4. Penentuan suhu sterilisasi.....................................................22

1.5. Penentuan waktu sterilisasi ..................................................22

1.6. Penentuan metode pengawetan tempe ................................ ..23

2. Penelitian utama ............................................................................24

C. Rancangan Percobaan.........................................................................24

1. Hipotesis........................................................................................24

2. Perlakuan.......................................................................................25

3. Rancangan percobaan....................................................................25

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 8/100

  ii

D. Peubah yang Diamati..........................................................................26

1. Analisis sifat kimia........................................................................26

1.1. Kadar air ...............................................................................26

1.2. Kadar abu .............................................................................26

1.3. Kadar protein........................................................................27

1.4. Kadar lemak .........................................................................27

1.5. Kadar karbohidrat.................................................................28

2. Analisis sifat fisik..........................................................................28

2.1. Nilai pH ................................................................................28

2.2. Tekstur ..................................................................................29

2.3. Warna ...................................................................................29

2.4. Aktivitas air ........................................................................ 304. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Penelitian Pendahuluan .......................................................................31

1. Pengukusan....................................................................................31

2. Penentuan suhu pengeringan.........................................................34

3. Penentuan waktu pengeringan.......................................................38

4. Penentuan suhu sterilisasi..............................................................41

5. Penentuan waktu sterilisasi ...........................................................42

6. Penentuan metode pengawetan .................................................... 44B. Penelitian Utama.................................................................................49

1. Sifat fisik ..................................................................................50

1.1. Nilai pH ................................................................................50

1.2. Tekstur ..................................................................................51

1.3. Warna ..................................................................................52

2. Sifat kimia ..................................................................................53

2.1. Kadar air ...............................................................................53

2.2. Kadar abu .............................................................................54

2.3. Kadar protein........................................................................55

2.4. Kadar lemak .........................................................................56

2.5. Kadar karbohidrat.................................................................57

3. Tempe sterilisasi sebagai bahan pangan kaya gizi........................58

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 9/100

  iii

5. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ..................................................................................60

B. Saran ..............................................................................................60

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................61

LAMPIRAN....................................................................................................68

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 10/100

  iv

DAFTAR TABEL

 Nomor Halaman

1.  Keuntungan dan Kerugian Pemanasan dengan Air Panas

dan Uap Panas .....................................................................................31

2.  Penampakan Organoleptik Tempe Kering..........................................35

3.  Perhitungan Kadar Air dan Laju Pengeringan Tempe ........................37

4.   Nilai Kadar Air dan Aktivitas air (Aw) Tempe Malang

Kering ..............................................................................................39

5.  Pengamatan Tempe yang Diawetkan dengan Metode

Pengeringan dan Sterilisasi .................................................................44

6. 

Komposisi Proksimat Beberapa Varietas Kedelai..............................507. Kandungan Gizi Tempe Sterilisasi......................................................58

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 11/100

  v

DAFTAR GAMBAR

 Nomor Halaman

1. Diagram Alir Proses Pembuatan Tempe dengan Metode

Kupas Basah........................................................................................13

2. Diagram Alir Proses Pembuatan Te mpe dengan Metode

Kupas Kering.......................................................................................14

3. Diagram Alir Penelitian ......................................................................19

4. Alat Pengering Oven dan  Batch Fluidized Solar Dryer ......................20

5. Alat Retort dan Vacuum Packer..........................................................22

6. Diagram Alir Metode Pengawetan Tempe..........................................24

7. Penampakan Tempe yang Dikeringkan Pada SuhuF1, F2, dan F3 C ................................................................................36

8. Kondisi Kemasan yang Dipanaskan Pada Suhu

S1 dan S2   C........................................................................................42

9. Penampakan Tempe N dan Tempe M yang

Disimpan Selama 3 Hari .....................................................................46

10. Penampakan Tempe Kering yang Disimpan Selama

4 Hari..................................................................................................47

11. Penampakan Tempe Sterilisasi yang Disimpan Selama14 Hari.................................................................................................49

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 12/100

  vi

DAFTAR LAMPIRAN

 Nomor Halaman

1. Standar Tempe Berdasarkan SNI 01-3144-1998 ................................68

2. Standar Tempe Berdasarkan USDA  Nutrient Database.....................69

3. Kadar Air Kesetimbangan Tempe Kering yang Disimpan

Pada Suhu Kamar (30-37°C) dan RH 70-90% ....................................71

4. Sidik Ragam dan Uji Duncan pH pada Perlakuan

Pengolahan Tempe yang Berbeda .......................................................72

5. Sidik Ragam dan Uji Duncan Tekstur pada Perlakuan

Pengolahan Tempe yang Berbeda .......................................................73

6. Sidik Ragam dan Uji Duncan Warna pada PerlakuanPengolahan Tempe yang Berbeda .......................................................74

7. Sidik Ragam dan Uji Duncan Kadar Air pada Perlakuan

Pengolahan Tempe yang Berbeda .......................................................75

8. Sidik Ragam dan Uji Duncan Kadar Abu pada Perlakuan

Pengolahan Tempe yang Berbeda .......................................................76

9. Sidik Ragam dan Uji Duncan Kadar Protein pada Perlakuan

Pengolahan Tempe yang Berbeda .......................................................77

10. Sidik Ragam dan Uji Duncan Kadar Lemak pada PerlakuanPengolahan Tempe yang Berbeda .......................................................78

11. Sidik Ragam dan Uji Duncan Kadar Karbohidrat pada

Perlakuan Pengolahan Tempe yang Berbeda......................................79

12. Sidik Ragam dan Uji Duncan Nilai pH pada Perlakuan

Masa Simpan yang Berbeda ................................................................80

13. Sidik Ragam dan Uji Duncan Tekstur pada Perlakuan

Masa Simpan yang Berbeda ................................................................81

14. Sidik Ragam dan Uji Duncan Warna pada Perlakuan

Masa Simpan yang Berbeda ................................................................82

15. Sidik Ragam dan Uji Duncan Kadar Air pada Perlakuan

Masa Simpan yang Berbeda ................................................................83

16. Sidik Ragam dan Uji Duncan Kadar Abu pada Perlakuan

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 13/100

  vii

Masa Simpan yang Berbe da................................................................84

17. Sidik Ragam dan Uji Duncan Kadar Protein pada Perlakuan

Masa Simpan yang Berbeda ................................................................85

18. Sidik Ragam dan Uji Duncan Kadar Lemak pada Perlakuan

Masa Simpan yang Berbeda ................................................................86

19. Sidik Ragam dan Uji Duncan Kadar Karbohidrat pada

Perlakuan Masa Simpan yang Berbeda ...............................................87

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 14/100

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 15/100

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 16/100

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 17/100

  4

tempe juga mengandung zat aktif isoflavon (daedzein, genistein, dan isoflavon

tipe 2) yang dapat berikatan dengan reseptor hormon estrogen dalam tubuh,

mengurangi keluhan psikovasomotor, dan mencegah gangguan dini menopause

(Anonim, 2005   b). Kadar asam fitat yang rendah juga dapat meningkatkan

 penyerapan zat besi dan kalsium (Russel, 2004).

Tempe juga merangsang fungsi kekebalan tubuh terhadap radikal bebas,

sehingga dapat mencegah penyakit kanker. Hal ini disebabkan karena adanya

senyawa dalam tempe yang diduga memiliki aktivitas antipenyakit degeneratif.

Senyawa tersebut antara lain vitamin E, karotenoid, superoksida dismutase, dan

isoflavon (Anonim, 2005 b

).

Vitamin E dan karotenoid adalah antioksidan non enzimatik dan lipolitik

yang memberikan satu ion hidrogen kepada radikal bebas, sehingga radikal bebastersebut stabil dan tidak reaktif lagi. Superoksida dismutase yang terdapat pada

tempe merupakan enzim yang dapat mengendalikan radikal bebas hidroksil yang

sangat ganas, sekaligus memicu tubuh untuk membentuk superoksida itu sendiri,

sehingga menjadi salah satu senyawa kunci dalam mencegah penyakit kanker

(Anonim, 2005 b

).

Shimoni (2004) melaporkan bahwa kandungan isoflavon dalam tempe

terdiri atas tiga kelompok, yaitu daidzein (269-305µg/g), genistein (452-490µg/g),

dan glycitein (30-31µg/g). Selama proses fermentasi maka genistein dan daidzein

akan mengalami penurunan akibat proses pengasaman dan perebusan. Tetapi

Mangels (1995) menyatakan bahwa walaupun proses fermentasi dapat

menurunkan jumlah isoflavon tetapi daya cernanya justru lebih baik sehingga

efektivitasnya cukup tinggi dalam mencegah penyakit kanker. Genisterin dapat

menghambat pertumbuhan sel-sel kanker prostat, menghambat potensi

 penyebaran sel-sel kanker prostat yang lepas, dan mampu menghambat aktivitas

5-alfa-reduktase yaitu enzim pengubah hormon testosteron menjadi

dihidrotestosteron yang merangsang pertumbuhan jaringan prostat (Afriansyah,

2001). Genistein juga berfungsi sebagai fitoestrogen yang dapat menempel pada

reseptor sel-sel duktus kelenjar susu. Jika seluruh reseptor diblokir genistein maka

estrogen tidak berpeluang menempel pada reseptor sehingga pertumbuhan sel

kanker payudara dapat dicegah (Anonim, 2005 c).

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 18/100

  5

Berbagai penelitian yang dilakukan para ilmuwan terhadap tempe semakin

 beragam. Penelitian yang dilakukan meliputi pula pengembangan produk tempe

tidak hanya pada generasi pertama, tetapi juga generasi kedua dan ketiga.

Pengembangan produk tempe sebagai makanan yang siap dikonsumsi disesuaikan

dengan budaya masyarakat setempat dan perkembangan teknologi, sehingga

diharapkan setiap lapisan masyarakat baik di dalam maupun di luar negeri dapat

menikmati khasiat kesehatan dari produk tempe.

B. Perumusan Masalah

Tempe berkualitas tinggi adalah kesatuan kacang kedelai dalam ikatan

miselium putih yang seragam dan memenuhi seluruh badan tempe membentuk

suatu susunan yang padat dan kompak (Syarief et al ., 1999). Jika dilakukaninkubasi dilakukan dalam jangka waktu yang terlalu lama, miselium akan menjadi

abu-abu atau hitam. Namun selama tidak timbul bau amonia, tempe tetap layak

dikonsumsi.

Apabila tempe menjadi basah dan berlendir dengan warna kecoklatan,

 berbentuk rapuh dan miselium tumbuh tidak merata serta dalam keadaan busuk

dan berbau amonia maka tempe tidak layak lagi untuk dikonsumsi.

Terbentuknya bau busuk merupakan sumber kerusakan utama (Sarwono,

2002). Bau busuk tersebut disebabkan oleh aktivitas enzim proteolitik dalammenguraikan protein menjadi peptida atau asam amino secara anaerobik yang

menghasilkan H2S, amonia, metil sulfida, amin, dan senyawa -senyawa lain berbau

 busuk. Karenanya tempe segar yang disimpan dalam suhu ruang dan tidak

dikemas dengan baik akan bertahan maksimal dua hari.

Peningkatan daya simpan dan daya terima tempe dilakukan dengan usaha

 pengawetan dan pengolahan tempe sehingga menghasilkan produk yang bernilai

ekonomis lebih tinggi dan lebih awet. Hal ini juga bertujuan sebagai usaha

 penganekaragaman pangan (Koswara, 1995).

Shurtleff dan Aoyagi (1979) melakukan penyimpanan suhu dingin yang

dapat memperpanjang umur simpan tempe maksimal satu minggu, sementara

 penyimpanan beku dapat mengawetkan tempe hingga 100 hari tanpa perubahan

 berarti dalam penampilan dan citarasa tempe. Proses blansir pada tempe  yang

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 19/100

  6

dilakukan oleh Hesseltine (1963), dan dikombinasikan dengan penyimpanan 

dingin atau beku, dapat memperpanjang penyimpanan selama 2 hingga 3 minggu.

Iljas (1969) melakukan proses pengalengan tempe, sehingga bisa memperpanjang

umur simpan tempe selama 10 minggu.

Steinkraus (1965) seperti yang dikutip dalam Nuraini (1995)

menginkubasi tempe berbentuk kubus kecil (2.5 cm) dalam pengering sehingga

diperoleh kadar air 2-4 persen, sehingga umur simpan tempe bisa diperpanjang

selama beberapa bulan dalam suhu ruang.

Metode penggorengan keripik tempe yang sudah dikeringkan 

diperkenalkan oleh Muchtadi et al . (1978), sehingga produk dapat langsung

dikonsumsi dengan rasa yang dapat diterima dan umur simpannya mencapai 2

hingga 4 minggu (Muliawati, 1993).Pembekuan cepat tempe (-29°C) yang dianjurkan oleh Frazier dan

Westhoff (1978) dan dikutip oleh Simatupang (1985) dapat meningkatkan umur

simpan tempe hingga 4 bulan. Tetapi karena tempe bukan bahan penghantar

dingin yang baik maka ukuran tempe harus direduksi untuk meningkatkan luas

 permukaannya.

Koswara (1995) memperkenalkan beberapa metode pengawetan antara

lain pengeringan beku  (f reeze drying ) yang dilakukan dengan pembekuan cepat

(-14°C) lalu pengeringan pada suhu sedang dengan menggunakan vakum, metodeyang lain adalah pengeringan semprot (spray drying )  dengan hasil akhir berupa

 bubuk tempe yang dapat digunakan sebagai campuran makanan lainnya.

Metode yang lain adalah dengan menunda proses fermentasi, dengan cara

kedelai kukus dikeringkan sampai kadar airnya kira-kira 12.2%, kemudian

dibungkus dengan plastik. Apabila hendak dibuat tempe, kedelai direhidrasidalam

air panas selama 15 menit, didinginkan, diinokulasi, dibungkus plastik berlubang

dan diinkubasi pada suhu kamar selama 18-20 jam (Prihatna, 1991).

 Nuraini (1995) juga telah mengembangkan salah satu metode pengawetan

tempe, yaitu dengan aplikasi pemberian bumbu, pengemasan vakum dan

 penyimpanan suhu rendah yang dapat meningkatkan umur simpan tempe hingga

mencapai 4 minggu.

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 20/100

  7

Metode terbaru dalam memperpanjang umur simpan tempe adalah dengan

 pembuatan hidrolisat tempe (Subagio et al ., 2002). Tempe dihidrolisis dengan

menggunakan enzim protease  Flavourzyme , setelah dihidrolisis maka dipanaskan

dengan menambahkan dekstrin dan NaCl, bahan yang telah kental kemudian

dikeringkan dengan oven 70°C selama 48 jam, selanjutnya ditepungkan dan

diayak. Produk yang dihasilkan memiliki umur simpan lebih lama dari tepung

tempe dan berpotensi dimanfaatkan sebagai bumbu penyedap masakan

Pada penelitian ini diusahakan suatu metode pengawetan yang tidak

menggunakan biaya tinggi dan memiliki kestabilan mutu selama penyimpanan.

Metode tersebut antara lain dengan pengeringan udara panas (oven dan batch  

 fluidized solid dryer ) dan sterilisasi menggunakan retort .

C. Tujuan dan Manfaat

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan produk tempe yang

memiliki umur simpan relatif tinggi pada suhu ruang sehingga dapat mendukung

aplikasi pemanfaatan tempe sebagai salah satu pangan sumber protein.

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 21/100

  8

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Mikrobiologi Fermentasi Tempe

Dalam pembuatan tempe, laru tempe memegang peranan penting, karena

laru tempe mengandung spora-spora kapang yang pada pertumbuhannya mampu

menghasilkan enzim-enzim hidrolitik yang dapat menguraikan substratnya

menjadi komponen-komponen yang lebih sederhana sehingga lebih mudah

dicerna.

Secara tradisional, kapang tempe diinokulasikan dalam bentuk laru tempe

yang dibuat dengan menumbuhkan spora kapang dari tempe yang bermutu baik

 pada onggok. Di Jawa Tengah dikenal pembuatan inokulum tempe dengan cara

membiarkan spora kapang dari udara tumbuh pada permukaan daun waru( Hybiscus sp.) atau daun jati (Tectona grandis) yang disebut ‘usar’. Adanya bulu-

 bulu tersebut maka kapang tempe dan sporanya dapat menempel (Syarief et al .,

1999).

Menurut Shurtleff dan Aoyagi (1979), kebanyakan fermentasi modern

menggunakan kultur murni sebagai inokulumnya, yang terdiri dari satu atau

kombinasi beberapa jenis mikroba. Penggunaan kultur murni dapat mencegah

kontaminasi dari bakteri pembusuk.

Kapang yang berperan dalam pembuatan tempe adalah kapang dari genus Rhizopus sp  dan yang paling sering ditemukan adalah  Rhizopus oligosporus dan

 Rhizopus oryzae  (Steinkraus, 1983).

Dwidjoseputro dan Wolf (1970) mengamati adanya beberapa perbedaan

kapang yang tumbuh pada tempe yang berasal dari daerah yang berbeda. Pada

tempe Malang banyak ditemukan kapang  R. oligosporus,  R. oryzae,  R. arrhizus,

dan Mucor rouxii. Sedangkan  R. stolonifer  dan  R. oryzae ditemukan pada tempe

dari daerah Surakarta. Pada tempe yang ada di Jakarta terdapat  Mucor javanicum,

Trichosporus pullulans,  Aspergillus niger   dan  Fusarium  sp. Steinkraus (1983)

menambahkan pada tempe Indonesia (Jakarta, Bogor, Bandung, Purwokerto,

Yogyakarta, Malang, Bali dan Medan) banyak ditemukan  R. oligosporus, R.

arrhizus, R. stolonifer, C. freundii, M. luteus, Candida sp., Bacillus sp.,

Corynebacterium sp., dan  Bacterium epidermis.

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 22/100

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 23/100

  10

karena itu digunakan inokulum dalam bentuk laru dengan cara menumbuhkan

kapang dari tempe pasar, kultur murni dan usar pada beras. Pada penggunaan

kultur murni dengan cara inokulasi langsung, kapang akan beradaptasi terlebih

dahulu sehingga pertumbuhan kapang menjadi lambat, serta dapat menyebabkan

rendahnya penghambatan pertumbuhan bakteri gram positif dan menimbulkan bau

yang tidak enak.

Beberapa media yang sering digunakan untuk menumbuhkan kapang

tempe antara lain beras, singkong, agar, jagung, dedak, tapioka atau gaplek.

Setelah kapang dicampurkan dalam media, ditambahkan air bersih secukupnya,

 pembungkusan, pemeraman, pengeringan, dan penepungan. Tepung halus ini

adalah inokulum yang selanjutnya dapat digunakan untuk pembuatan tempe

(Syarief et al ., 1999).Inokulum tempe pertama kali diproduksi oleh LIPI (Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia) Bandung pada tahun 1976. Ragi tempe LIPI ini

dipersiapkan dari biakan murni  Rhizopus ol igosporus  yang ditumbuhkan pada

media beras yang telah dimasak, kemudian media beras yang telah dibiakkan

tersebut dikeringkan dan digiling (Sapuan et al., 1996).

Dari air rendaman kedelai, selain kapang tempe juga sering ditemukan

 beberapa jenis bakteri. Bakteri-bakteri tersebut terikut pada proses perendaman

kedelai. Berdasarkan penelitian para ilmuwan di Universitas Munster ditemukandua jenis bakteri penghasil vitamin B12, yaitu Citrobacter freundii dan  Klebsiella

 pneumoniae, dan dua jenis bakteri penghasil antioksidan trihidroksi isoflavon,

yaitu Corynebacterium sp. atau  Micrococcus luteus. Karmini et al . (1995)

mengembangkan inokulum tempe yang merupakan campuran kapang  Rhizopus

oligosporus  dan masing-masing bakteri tersebut. Dari hasil penelitian didapatkan

 bahwa inokulum campuran  R.oligosporus dan bakteri  Klebsiella pneumoniae atau

Citrobacter freundii  mampu meningkatkan kadar vitamin B12 lebih dari 100%,

sementara inokulum campuran  R.oligosporus  dan Corynebacterium sp. atau

 Micrococcus luteus tidak menunjukkan adanya kandungan antioksidan isoflavon

di dalam tempe.

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 24/100

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 25/100

  12

2. Tahapan Proses Pembuatan Tempe

Secara garis besar pembuatan tempe dibedakan berdasarkan metode

 pengupasan kulit kedelai, yaitu metode kupas basah dan metode kupas kering

(Syarief et al ., 1999).

Metode kupas basah (Gambar 1) ciri utamanya adalah dengan proses

 pengupasan kedelai dengan cara basah setelah perendaman dalam air panas ( pre

cooking ), pemanasan atau pemasakan pada air yang diasamkan, dan dilanjutkan

dengan proses pemeraman pada kantong plastik polietilen yang telah diberi

lubang. Perendaman dalam air panas bertujuan untuk mengurangi waktu

 pemasakan, melunakkan kulit kedelai sehingga mudah untuk dikupas, dan

mengurangi jumlah bakteri yang ada dipermukaan kulit kedelai. Tahap

selanjutnya adalah perendaman kedelai sehingga keasaman biji kedelai mencapainilai pH antara 3.5 sampai 5, sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri

 pencemar tanpa harus mengganggu pertumbuhan mikroorganisme laru tempe.

Metode kupas kering (Gambar 2) perlakuan awal adalah pengeringan

menggunakan oven dengan suhu 177°C selama 5 menit atau dengan

menggunakan sirkulasi udara panas (93°C) selama 10 menit. Perlakuan pra

 pemanasan ini akan menyebabkan kulit menjadi pecah dan mudah dikupas, tanpa

harus memecahkan biji kedelai, sehingga jumlah kerusakan dan kehilangan dapat

ditekan seminimal mungkin. Setelah dibersihkan, kedelai kemudian dikupasdengan menggunakan mesin penggiling, lalu dilewatkan pada hembusan udara

untuk menghilangkan kulit arinya.

Tahapan selanjutnya adalah pengasaman yang bertujuan untuk mendukung

 pertumbuhan kapang tempe dan sekaligus menghambat pertumbuhan bakteri

 pembusuk. Pada metode pengupasan kering, tahapan pra fermentasi ini umumnya

kurang dapat berjalan dengan baik sehingga untuk mencapai nilai pH yang cukup

rendah diperlukan penambahan bahan pengasam, misalnya asam laktat, asam

asetat, asam sitrat atau asam cuka. Penambahan bahan pengasam dapat dilakukan

dengan dua cara, yaitu ditambahkan pada air pemasak selama pemasakan akhir

atau ditambahkan langsung pada kedelai setelah ditiriskan dan didinginkan.

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 26/100

  13

Kedelai

Tempe

Gambar 1. Diagram alir proses pembuatan tempe dengan metode kupas basah.

Dibersihkan

Dicuci

Direbus dalam air mendidih (100°C, 30 menit)

Direndam dalam air rebusan selama 22 jam

Dikupas kulitnya dan dicuci

Direbus dalam air asam (pH 3-5) selama 45 hingga 60 menit

Ditiriskan dan didinginkan hingga mencapai suhu

25-27°C

Dicampur laru tempe yang aktif

Dibungkus dengan wadah tempe

Diinkubasi pada suhu 31°C dan RH 70-85% selama

22-26 jam

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 27/100

  14

Kedelai

Tempe

Gambar 2. Diagram alir proses pembuatan tempe dengan metode kupas kering.

Dibersihkan dalam kondisi kering

Disemprot udara panas (93°C, 10 menit) atau dikeringkan dengan oven(177°C, 10 menit)

Dikupas menggunakan mesin penggiling

Dipisahkan kulit dengan cara meniupkan udara kering atau perendamandalam air

Direbus dalam air asam (pH 3 – 5) selama 40 hingga 60menit

Ditiriskan dan didinginkan hingga mencapai suhu

25-27°C

Dicampur dengan laru tempe yang aktif

Dibungkus dengan wadah tempe

Diinkubasi pada suhu 31°C dan RH 70-85%

selama 22-26 jam

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 28/100

  15

Perebusan kedelai bertujuan untuk melunakkan biji kedelai yang sudah

dikupas sebelumnya, sehingga memudahkan kapang tempe tumbuh dan

miseliumnya menembus dan merajut antar biji kedelai, sehingga diperoleh tempe

dengan struktur padat dan kompak, dan mudah diiris. Pemasakan juga penting

untuk meningkatkan daya cerna tempe yang dihasilkan, menghasilkan zat anti

gizi, menghentikan proses pra-fermentasi, dan membunuh semua bakteri yang

tidak diinginkan.

Penirisan dilakukan sesudah kedelai dimasak. Kedelai didinginkan

sehingga mencapai suhu 25-27°C, untuk memudahkan pertumbuhan starter spora

 Rhizopus sp.

Tahapan terakhir adalah pembungkusan, dilakukan  setelah pencampuran

ragi. Jenis pembungkus yang dapat diguna kan umumnya sangat beragam.Kemasan awal yang sering digunakan oleh pengusaha tempe tradisional adalah

daun pisang, sedangkan untuk daerah Ngawi dan Madiun Jawa Timur tempe

sering dikemas dengan daun jati, sementara produsen tempe yang berada di

daerah Temanggung lebih sering memanfaatkan batang bambu sebagai

 pembungkus tempe (Sapuan et al , 1996). Pada tahun 1964 Martinelli dan

Hesseltine memperkenalkan tempe yang dibungkus plastik polietilen (Soyfoods

Center , 2004). Penggunaan plastik polietilen diperkenalkan di Indonesia oleh Dr.

Seno Hamidjoyo pada tahun 1970, dan sejak saat itu para produsen tempe mulai beralih menggunakan plastik polietilen sebagai bahan pengemas (Anonim, 2005

 

a).

C. Pengemasan tempe olahan

Untuk memperpanjang masa simpan tempe ola han, maka beberapa

 perlakuan dapat dilakukan, antara lain dengan pengemasan vakum. Pada dasarnya,

dengan menggunakan vakum (mengeluarkan udara dari dalam kemasan) maka

ketersediaan udara (khususnya oksigen) akan berkurang. Dengan tidak adanya

oksigen ini maka kerusakan-kerusakan akan diperlambat, sehingga umur

simpannya menjadi lebih panjang (Syarief et al ., 1999). Jenis pengemas yang

umumnya digunakan untuk pengemasan vakum adalah PE (polietilen), PP

(polipropilen), dan Ni-PE (nilon-polietilen).

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 29/100

  16

Polietilen adalah polimerisasi dari etilen yang berupa padatan yang jernih

dan dalam bentuk film bersifat transparan. Dengan pemanasan polietilen menjadi

lunak dan mencair pada suhu 110°C. Salah satu sifat yang paling penting dari

 polietilen adalah permeabilitasnya yang rendah terhadap uap air. Polietilen juga

 bersifat thermoplastik sehingga mudah dibuat kemasan dengan derajat kerapatan

yang baik (Syarief et al , 1989).

Syarief et al . (1989) menyatakan sifat plastik polipropilen antara lain kaku,

ringan, daya tembus terhadap uap airnya rendah, mempunyai ketahanan yang baik

terhadap lemak, stabil pada suhu tinggi dan cukup mengkilap. Plastik tipis yang

tidak mengkilap mempunyai daya tahan yang cukup rendah terhadap suhu tetapi

 bukan penahan gas yang baik. Hambali et al . (1990) menambahkan polipropilen

mempunyai densitas yang sangat rendah, mempunyai kekuatan tarik yang sangattinggi, kekakuan dan ketahanan kikis yang lebih besar dari polietilen, lebih

transparan dengan permukaan halus, tahan terhadap minyak dan lemak, tahan

terhadap basa kuat dan pelarut pada suhu normal kecuali oleh karbon terklorinasi,

daya tembus terhadap uap air rendah dan stabil pada suhu tinggi.

Poliamida atau nilon diperoleh dengan cara kondensasi polimer dari asam

amino atau diamina dengan asam 2-karboksilat (diacid). Poliamida tergolong

termoplastik non etilen dengan sifat-sifat antara lain inert, tahan panas, dan

mempunyai sifat-sifat mekanik yang istimewa, tahan terhadap asam encer dan basa, tetapi tidak tahan asam kuat dan pengoksidasi. Nilon tidak berasa, tidak

 berbau dan tidak beracun, larut dalam asam formal dan fenol, tahan suhu tinggi,

dan dapat disterilisasi. Nilon cukup kedap gas, tetapi tidak kedap uap air.

Sehingga umumnya nilon dilapisi atau digunakan secara kombinasi dengan bahan-

 bahan lain agar diperoleh sifat kemasan yang inert dan mempunyai permeabilitas

rendah. Untuk memperoleh sifat kemasan yang mempunyai permeabilitas rendah

terhadap gas dan uap air, nilon dilapisi dengan LDPE ( Low Density Poly

 Ethylene). LDPE memiliki sifat kedap air dan uap air yang baik, tetapi transmisi

gas cukup tinggi (Syarief et al ., 1999).

Jika produk tempe disterilisasi dengan retort maka perlu dikemas dengan

 bahan pengemas tahan panas (retort pouch). Hal ini bertujuan supaya setelah

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 30/100

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 31/100

  18

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah tempe M dan tempe N yang diperoleh dari pengrajin tempe di daerah Bogor. Bahan analisa yang digunakan antara lain HCl

0.0485 N, NaOH, K 2SO4, HgO, H2SO4, H3BO3, Na2S2O3, heksana, indikator

merah metil dan indikator biru metil yang diperoleh dari laboratorium Biokimia

ITP IPB dan laboratorium Kimia ITP IPB.

Peralatan yang digunakan antara lain blancher , alat pengering (oven) merk

United Heater , alat pengering batch fluidized solid dryer IC 49 D, sealer , retort  

merk Korimat dan vacuum packer  merk Quickpack . Peralatan untuk menganalisis

antara lain kjeldhal , oven, tanur, soxhlet , mortar, pH meter, penangas air dan gelaskimia.

B. Metode

Penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan

 penelitian utama (Gambar 3). Penelitian pendahuluan bertujuan menentukan

metode yang sesuai untuk memperpanjang umur simpan tempe. Metode yang

dilakukan antara lain pengeringan (menggunakan oven dan  fluidized bed dryer )

dan sterilisasi menggunakan retort . Penelitian utama bertujuan menganalisa

kandungan gizi dan sifat fisik tempe yang sudah disimpan selama dua minggu,

sebagai indikator penerimaan konsumen terhadap produk yang dihasilkan dan

indikator komposisi gizi tempe olahan sebagai bahan pangan sumber protein.

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 32/100

  19

Tahap I

Tahap II

Gambar 3. Diagram alir penelitian

Pemotongan tempe

Pengukusan suhu K°C, k menit

Pengeringan Sterilisasi

Kontrol

Penyimpanan suhu

ruang

Pengamatan setiap hari sampai tempemenunjukkan tanda-tanda kerusakan

Penentuan metode yang paling sesuaiuntuk memperpanjang umur simpan

tem e

Analisa sifat fisik dan sifat kimia

tempe yang memiliki umur simpan paling lama

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 33/100

  20

1.  Penelitian Pendahuluan

1.1. Persiapan bahan baku

Tempe N dengan ketebalan 2,2 cm dipotong-potong ukuran 17,0 x 6,0 cm

dan tempe M dengan ketebalan 2,5 cm dipotong-potong berukuran 17,4 x 6,0 cm.

Kedua jenis tempe tersebut kemudian ditimbang dan didapatkan bahwa tempe M

memiliki bobot rata-rata 190 gram sementara tempe N memiliki bobot rata-rata

seberat 155 gram. Tempe kemudian dikukus suhu K C selama k menit, lalu

ditiriskan.

1.2. Penentuan suhu pengeringan

Tempe M dan tempe N yang telah ditiriskan kemudian dikeringkan dengan

menggunakan alat oven dan batch fluidized solar dryer . Kedua jenis alat pengering tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Alat pengering oven (kiri) dan batch fluidized solar dryer  (kanan)

Suhu yang digunakan dalam pengeringan adalah F1, F2, dan F3°C untuk

batch fluidized solar dryer  serta F1 dan F2°C untuk oven. Pemilihan suhu tersebut

 berdasarkan pertimbangan bahwa suhu tersebut merupakan suhu pasteurisasi

sehingga diharapkan dapat menginaktifkan kapang tempe. Sedangkan suhu F3°C

merupakan batas suhu tertinggi pengeringan untuk tidak merusak nilai biologis

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 34/100

  21

dari protein, yang merupakan komponen terbesar di dalam tempe.

Hasil pengeringan kemudian diamati penampakannya secara organoleptik,

laju penurunan kadar airnya dan kadar air akhirnya.

Tempe M dan tempe N yang dikeringkan, diukur kadar air rata-rata basis

 basahnya. Data tersebut kemudian digunakan untuk menghitung laju pengeringan

tempe.

Persamaan yang digunakan untuk menentukan laju pengeringan tempe

adalah :

LPi = (KBBi – KBB i-1)/ (Ti – T i-1)

Dimana :

LP   : laju pengeringan bahan (% bb/ menit)

KBBi : kadar air basis basah bahan ke-iKBB i-1  : kadar air basis basah bahan ke (i – 1)

Ti : selang waktu pengamatan ke-i

T i-1  : selang waktu pengamatan ke (i – 1)

I : indeks 1, 2, 3, 4, dan seterusnya 

1.3. Penentuan waktu pengeringan

Suhu yang digunakan dalam pengeringan adalah suhu yang memberikan

 penampakan organoleptik terbaik dan laju penurunan kadar air yang tinggi. Waktu pengeringan yang digunakan adalah f1, f2, f3, f4, f5, f6, f7, dan f8 jam untuk

batch fluidized solid dryer  serta v1, v2, v3, v4, v5, v6, dan v7 jam untuk oven.

Waktu pengeringan yang relatif lama tersebut didasarkan pertimbangan

ukuran tempe yang cukup besar, sehingga diharapkan air bebas yang dikeluarkan

dari dalam bahan cukup besar dan merata dari seluruh bagian tempe. Tempe yang

sudah dikeringkan kemudian diukur kadar air dan aktivitas airnya.

Kadar air kesetimbangan tempe diukur dengan cara 100 gram tempe

kering yang memiliki kadar air terendah disimpan pada suhu kamar (30-37ºC)

dan RH kamar (70-80%). Tempe yang sudah disimpan selama 24 jam kemudian

diukur kadar airnya.

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 35/100

  22

1.4. Penentuan suhu sterilisasi

Tempe yang sudah ditiriskan, kemudian dikemas vakum dan disterilisasi

dengan menggunakan retort. Alat retort dan vacuum packer   dapat dilihat pada

Gambar 5.

Gambar 5. Alat retort (kiri) dan vacuum packer  (kanan)

Suhu yang digunakan adalah suhu S1 dan S2. Suhu yang dipilih adalah

suhu tertinggi yang dapat diterima oleh kemasan, diharapkan kemasan tidak

menipis dan tidak mengalami kebocoran.

1.5. Penentuan waktu sterilisasi

Penentuan waktu sterilisasi ditentukan berdasarkan hasil pengukuran

 penetrasi panas. Termokopel dipasang ditengah kemasan pada bagian tengah

tempe (dianggap bagian titik terdingin dari kemasan). Kemasan kemudian

Kadar air (% bb) = ( W awal contoh – W akhir contoh ) x 100%

W awal contoh

W = berat (g)

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 36/100

  23

divakum dan dikelim, kemudian dimasukkan kedalam retort. Termokopel

dihubungkan dengan rekorder, kemudian mulai dilakukan pengukuran setelah

retort mencapai suhu retort.

Selama proses pemanasan, perubahan suhu dicatat setiap menit.

Pengukuran data pemanasan dilakukan sejak air pemanas diisikan ke dalam retort

sampai suhu produk mencapai suhu sterilisasi yang didapatkan dari penentuan

suhu sterilisasi sebelumnya.

Dari hasil pencatatan kemudian diplotkan ke dalam kertas semi logaritma

untuk kurva pemanasannya. Karena pendinginan tempe dilakukan tanpa

menggunakan air pendingin maka nilai T pic  ditetapkan sama dengan nilai Tic,

 penetapan ini bertujuan untuk meningkatkan waktu pemanasan. Berdasarkan

kurva pemanasan dapat diketahui nilai Tih, T pih, dan fh. Sedangkan nilai T pic, Tic,dan fc diperoleh dari penetapan waktu pendinginan.

Perhitungan waktu sterilisasi menggunakan metode formula (Ball) dengan

rumus :

P= fh (log Jch Ih – log g) dan B = P + 0,4 CUT

Dimana nilai fh diperoleh dari pembacaan grafik, dan nilai Ih dan Jch

diperoleh dari perhitungan, sedangkan nilai g diperoleh dari pembacaan tabel

hubungan antara fh/U, Z dan Jcc dengan g.

1.6. Penentuan metode pengawetan tempe

Berdasarkan penentuan suhu dan waktu pengeringan serta sterilisasi maka

didapatkan parameter yang dapat digunakan dalam pengawetan tempe. Diagram

alir metode pengawetan tempe dapat dilihat pada Gambar 6.

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 37/100

  24

Gambar 6. Diagram alir metode pengawetan tempe

Penyimpanan dilakukan selama dua minggu, kemudian dilakukan

 pengamatan organoleptik untuk mengetahui pengaruh metode pengawetan

terhadap umur simpan tempe.

2. Penelitian Utama

Dari kedua metode tersebut dipilih metode yang paling efektif dalam

memperpanjang umur simpan tempe. Untuk mengetahui kestabilan nilai gizi dan

daya terima konsumen terhadap tempe yang dihasilkan maka dilakukan pengujian

sifat fisik dan kimia pada minggu ke-0 dan minggu ke-2.

C. Rancangan Percobaan

1. Hipotesis

H0 = tidak ada perbedaan pengaruh dari perlakuan yang diuji.

H1 = paling sedikit ada 2 perlakuan yang berbeda.

Tempe M Tempe N

Pengukusan dengan uap panasK°C selama k menit

Pengeringan Pengemasan vakum

Pengemasan vakum Sterilisasi

Penyimpanan pada suhu ruang

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 38/100

  25

Analisis statistik yang dilakukan adalah analisis sidik ragam (uji F) untuk

mengetahui apakah ada perbedaan secara nyata nilai rata-rata tiap persamaan yang

diuji.

Untuk mengetahui parameter yang menunjukkan perbedaan maka

dilakukan uji pembanding harga rata-rata dengan menggunakan uji Duncan.

2. Perlakuan 

A. Jenis tempe

A1 = tempe N

A2 = tempe M

B. Cara pengawetan pada tempe

B1 = segarB2 = sterilisasi

C. Lama penyimpanan (minggu)

C1 = minggu ke-0

C2 = minggu ke-2

3. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah

rancangan acak lengkap yang disusun dengan faktorial 2 x 2 dengan dua kaliulangan.

Model linier rancangan percobaan tersebut adalah sebagai berikut :

Yijl = ì + Ai + B j + (AB)ij + ål(ij) 

Keterangan :

Yijl  = nilai pengamatan pengaruh jenis tempe taraf ke-i dan pengaruh

lama penyimpanan/ kondisi pengolahan taraf ke-j dengan

ulangan ke-l

ì =   rata-rata

Ai = pengaruh perlakuan A (jenis tempe) pada taraf ke-i (tempe M

dan tempe N).

B j  = pengaruh perlakuan B (lama penyimpanan/pengawetan) pada

taraf ke-j (0 minggu dan 2 minggu/ segar dan sterilisasi)

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 39/100

  26

(AB)ij   = pengaruh interaksi taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B

ål(ij)  = pengaruh kesalahan percobaan pada ulangan ke-l karena

 pengaruh Ai , B j , dan (AB)ij.

D. Peubah Yang Diamati.

1. Analisis Sifat Kimia Tempe

1.1. Kadar air (AOAC, 1995)

Mula-mula cawan kosong dikeringkan dalam oven 100-105°C selama 30

menit dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Sebanyak 5 gram

contoh homogen dimasukkan dalam cawan yang telah ditimbang dan selanjutnya

dikeringkan dalam oven pada suhu 100-105°C selama 6 jam atau sampai berat

tetap. Cawan yang telah berisi contoh tersebut selanjutnya dipindahkan kedesikator, didinginkan dan ditimbang. Pengeringan dilakukan sampai diperoleh

 berat konstan. Kadar air dihitung berdasarkan kehilangan berat, yaitu selisih berat

awal dikurangi berat akhir.

Kadar air (% bb) = ( W awal contoh – W akhir contoh ) x 100%

W awal contoh

W = berat (g)

1.2. Kadar abu (AOAC, 1995)

Penentuan kadar abu ditentukan dengan alat tanur. Cawan porsele n

dipanaskan terlebih dahulu dalam tanur kemudian didinginkan dalam desikator

dan ditimbang. Sebanyak 3 – 5 gram contoh di dalam cawan porselen dibakar

sampai tidak berasap dan diabukan dalam tanur bersuhu 600°C sampai berwarna

 putih (semua sampel telah menjadi abu atau sampai berat tetap). Contoh kemudian

didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perhitungan kadar abu adalah :

Kadar abu (% bb) = W abu x 100%

W contoh awal

 

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 40/100

  27

1.3. Kadar protein (AOAC, 1995)

Ditimbang 0.2 gram contoh (kira-kira membutuhkan 3 – 10 ml HCl 0.01 N

atau 0.02 N). Contoh dimasukkan ke dalam labu  Kjeldahl  dan ditambahkan 1.9 ±

0.1 g K 2SO4 40 ± 10 mg HgO dan 2.0 ± 0.1 ml H2SO4. Contoh kemudian

dididihkan sampai cairan menjadi jernih (sekitar 1-1.5 jam). Tabung beserta

sampel didinginkan dengan air dingin. Ke dalam labu  Kjeldahl  ditambahkan 25

ml air suling secara perlahan. Larutan jernih ini kemudian dipindahkan ke dalam

alat destilasi. Labu  Kjeldahl   dicuci dengan air (1-2 ml) sebanyak 5-6 kali. Air

cucian dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambah 8 – 10 ml larutan NaOH-

 Na2S2O3.

Di bawah kondensor diletakkan erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml

larutan H3BO3 dan 2-4 tetes indikator (campuran 2 bagian metil merah 0.2%dalam alkohol dan 1 bagian metil biru 0.2% dalam alkohol). Ujung tabung

kondensor harus terendam dalam larutan H3BO3. Kemudian destilasi dilakukan

sampai tertampung kira-kira 15 ml destilat dalam erlenmeyer. Tabung kondensor

dibilas dengan air dan ditampung dalam erlenmeyer yang sama. Isi erlenmeyer

kemudian diencerkan sampai 50 ml lalu dititrasi dengan HCl 0.02 N sampai

terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Prosedur ini dilakukan juga terhadap

 blanko. Dari persen nitrogen yang terukur maka kadar protein produk dapat

diketahui.

 N (% bb) = (ml HCl contoh – ml HCl blanko) x N HCl x 14.007 x 100%

mg sampel kering

Kadar protein (% bb) = faktor konversi (f.k = 6.25) x % N

1.4. Kadar lemak (AOAC, 1995)

Metode yang digunakan dalam analisis lemak adalah proses ekstraksi

Soxhlet . Pertama kali labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven,

kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya. Sebanyak 5 gram

contoh dalam bentuk tepung dibungkus dengan kertas saring. Kertas saring yang

 berisi contoh tersebut kemudian dimasukkan ke dalam alat ekstraksi Soxhlet . Alat

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 41/100

  28

kondensor diletakkan di atasnya dan lemak labu diletakkan di bawahnya. Pelarut

heksana dimasukkan ke dalam labu lemak secukupnya. Selanjutnya dilakukan

refluks minimal 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke dalam lemak

 berwarna jernih.

Pelarut yang ada di dalam lemak didestilasi, dan pelarut ditampung

kembali. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven

 pada suhu 105°C sehingga mencapai berat yang tetap, kemudian didinginkan

dalam desikator. Selanjutnya labu beserta lemak didalamnya ditimbang dan berat

lemak dapat diketahui.

Kadar lemak (% bb) = W lemak x 100 %

W sampel awal

1.5. Kadar karbohidrat ( by dif ference )

Kadar karbohidrat dalam sampel dihitung dari sisa kandungan komponen

kimia lainnya untuk mencapai 100%

Kadar karbohidrat (%) = 100% - (kadar air + kadar abu + kadar protein + kadar

lemak)

2. Analisis Sifat Fisik Tempe

2.1. Nilai pH (Apriyantono et al ., 1989)

Sebelum pengukuran pH meter telah dinyalakan dan distabilkan selama

15-30 menit, kemudian dikalibrasi dengan menggunakan larutan buffer  pada pH 7.

Elektroda dibilas dengan akuades dan dikeringkan dengan kertas pengering.

Contoh yang telah dihaluskan sebanyak 10 gram ditambah dengan 10 ml

air destilata dan dicampur sampai merata. Elektroda pH meter kemudian

dicelupkan ke dalam sampel dan dibiarkan hingga menunjukkan suatu angka

(stabil). Nilai pH diukur sebanyak 2 kali ulangan.

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 42/100

  29

2.2. Tekstur

Pengukuran tekstur tempe dilakukan dengan alat Texture Analyzer . Sebelum

 pengujian terlebih dahulu dilakukan kalibrasi alat. Kalibrasi alat meliputi

 penentukan jarak antara piring sampel dengan plunger  yang akan digunakan yaitu

40 mm, kecepatan penurunan  plunger  1 mm/sec, waktu penekanan yaitu 9,5 detik

, dan distance penekanan yang sesuai yaitu 25% . Sampel yang memiliki ukuran

dimensi yang seragam (3 x 3 x 3 cm) diletakkan pada piringan.  Plunger  diaktifkan

dengan menekan TA quick run as test   atau tombol Ctrl   dan Q  pada komputer.

Hasil pengukuran terekam berupa kurva.

Tekstur tempe dinyatakan sebagai gram gaya yang dibutuhkan untuk

melakukan deformasi sebesar 25% pada bahan pangan, yang ditunjukkan oleh

 puncak kurva.

2.3. Warna

Pengujian sifat fisik warna dilakukan dengan menggunakan alat  Minolta  

Chroma Meters  CR310. Setelah alat dihidupkan, dilakukan pengaturan indeks

data dengan cara menekan tombol  Index Set , lalu dilanjutkan dengan menekan

tombol Scroll Bar   dan  Enter   untuk mengaktifkan perintah pengukuran warna.

Pengukuran warna dilanjutkan dengan cara mendekatkan kamera pengukur warna

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 43/100

  30

 pada sampel dan dilanjutkan dengan menekan tombol Target Color Set . Data hasil

 pengukuran warna L, a, dan b akan tercatat pada alat Paper Sheat .

 Nilai L menunjukkan tingkat kecerahan yang memiliki nilai antara 0

(hitam) sampai 100 (putih). Nilai a menunjukkan warna kromatik merah sampai

hijau. Nilai + a (positif) mempunyai kisaran 0 sampai 100 untuk warna merah dan

nilai –a (negatif) dari 0 sampai –80 untuk warna hijau. Nilai b menunjukkan

warna kromatik biru sampai kuning dengan kisaran 0 sampai +70 untuk warna

kuning dan nilai 0 sampai –70 untuk warna biru.

Efek pemanasan terhadap warna bahan dapat dilihat dengan rumus :

Dimana semakin rendah nilai derajat putih maka semakin coklat warna

 bahan.

2.4. Aktivitas air (Aw)

Sebelum dilakukan pengukuran, maka alat Shibura WA-360 ter lebih

dahulu distandarisasi dengan menggunakan larutan standar NaCl jenuh, diperoleh

nilai 0.750. Kemudian 1 gram sampel dimasukkan ke dalam wadah, tombol start

ditekan dan ditunggu hingga alat selesai mengukur kisaran aw sampel yangditandakan dengan nilai yang tidak berubah lagi (completed ).

Derajat putih = 100 – [(100-L)2 + (a2+b2)]1/2 

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 44/100

  31

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Penelitian Pendahuluan

1. Pengukusan

Pengukusan adalah proses pemanasan bahan pangan dengan uap air atau

air panas secara langsung pada suhu K°C selama kurang lebih k menit. Secara

umum keuntungan dan kerugian pemanasan dengan air panas dan uap air dapat

dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Keuntungan dan kerugian pemanasan dengan air panas dan uap panas

Proses Keuntungan Kerugian

Pemanasan dengan uap panas

Kehilangan komponenlarut air minimum

Dapat dioperasikan da-

lam volume bahan

sedikit

Pencucian bahan pa-ngan terbatas  

Biaya investasi tinggi

Pemanasan dengan air

 panas

Biaya investasi rendah

Efisiensi energi lebih

 baik

Kehilangan komponen

larut air cukup besar

Mempunyai resiko

kontaminasi oleh

 bakteri thermofilik

Sumber : Fellows (1992) di dalam Salam (1999)

Tempe selain merupakan pangan nabati berprotein tinggi, juga berperan

dalam menjaga kesehatan. Komponen-komponen yang berperan dalam menjaga

kesehatan tubuh dari tempe adalah vitamin, mineral, dan isoflavon. Ketiga jenis

komponen tersebut bersifat larut air (Salam, 1999), sehingga untuk mencegah

kehilangan komponen-komponen nutrisi dan mengurangi resiko kontaminasi oleh

 bakteri termofilik, maka proses pemanasan yang diterapkan dalam penelitian ini

menggunakan uap air panas. Kalor pemanasan lebih cepat terhantarkan dengan

media air panas daripada uap panas, sehingga proses perusakan protein dengan

air panas semakin cepat pula terjadi (Nurasa, 1991).

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 45/100

  32

Proses pengukusan yang diterapkan juga bertujuan mematikan kapang

 pada tempe sehingga proses fermentasi berhenti. Pemanasan 60   C selama 10

menit dapat mematikan bentuk vegetatif kapang, tetapi spora kapang

membutuhkan ‘heat shock’   yang lebih tinggi, yaitu sekitar 75-100 C selama 5

hingga 20 menit (Naim, 2003).

Proses pengukusan sering diterapkan pada sistem jaringan sebelum

 pembekuan, pengeringan, atau sterilisasi. Tujuan proses pengukusan tergantung

 pada perlakuan lanjutan terhadap bahan pangan tersebut. Misalnya pengukusan

sebelum pembekuan atau pengeringan terutama untuk menonaktifkan enzim yang

dapat menyebabkan perubahan warna, citarasa dan tekstur, proses pengukusan

sebelum sterilisasi untuk melayukan jaringan tanaman, menghilangkan gas dari

 jaringan, menginaktifkan enzim dan menaikkan suhu awal bahan sebelumdisterilisasi (Damayanthi et al ., 1995).

Selain itu berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hartoyo

(1994), didapatkan bahwa proses pengukusan pada pengolahan tempe memiliki

 peranan dalam menurunkan kadar rasa pahit pada produk akhir. Rasa pahit dari

 produk kedelai berasal dari peptida yang tidak terhidrolisis sempurna. Peptida-

 peptida tersebut diantaranya H.Gly-Leu.OH, H.Leu-Phe.OH, H.Ser-Lys-Gly-

Leu.OH, H.Arg-Leu-Leu.OH, dan H.Arg-Leu.OH. Hal ini dimungkinkan karena

senyawa-senyawa tersebut bersifat volatil sehingga ikut menguap bersama uap air.Aktivitas enzim lipoksigenase dalam mengkatalisis oksidasi lemak tidak

 jenuh sehingga menimbulkan rasa pahit pada tempe juga dapat diturunkan

melalui proses pengukusan. Berdasarkan hasil penelitian Savage (1995)

didapatkan bahwa aktivitas lipoksigenase menurun sebesar 23% dengan

 pemanasan suhu 98,9  C selama 15 menit.

Proses pengukusan dapat menurunkan kadar lemak pada irisan tempe.

Pada tempe yang dikukus kadar lemaknya sekitar 26,82%, sementara tempe yang

tidak dikukus memiliki kadar lemak sekitar 27,45% (Salam, 1999). Penurunan

kadar lemak pada tempe menyebabkan jumlah asam lemak yang dapat teroksidasi

menjadi lebih rendah, sehingga rasa pahit yang ditimbulkan oleh oksidasi asam

lemak dan aroma tengik dapat dicegah.

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 46/100

  33

Berdasarkan hasil penelitian Salam (1999) proses pengukusan dapat

menurunkan kadar air irisan tempe sebelum dikeringkan. Irisan tempe yang tidak

mengalami pengukusan memiliki kadar air sebesar 3,67% sementara irisan tempe

yang mengalami pengukusan memiliki kadar air sebesar 3,42%. Hal ini

disebabkan karena pengukusan menyebabkan perubahan membran sitoplasmik

 jaringan bahan pangan sehingga pergerakan air terikat dan komponen-komponen

larut air tidak terhambat. Kadar air yang rendah menyebabkan tingkat kerenyahan

tempe kering menjadi lebih besar.

Proses pengukusan juga berpengaruh pada peningkatan kecerahan, karena

terjadinya penghilangan udara dan debu pada permukaan yang menyebabkan

 perubahan panjang gelombang cahaya yang dipantulkan. Irisan tempe yang

dikukus memiliki tingkat kecerahan 59,23 sementara irisan tempe yang tidakdikukus memiliki tingkat kecerahan 57,19 (Salam, 1999).

Tempe merupakan bahan penghantar panas yang kurang baik. Kandungan

air yang tinggi pada tempe (64.77 hingga 65.52%) menyebabkan tempe

membutuhkan kalor pemanasan yang besar pula . Uap air yang merupakan media

 pemanasan pada proses sterilisasi memiliki nilai koefisien pindah panas konveksi

yang rendah (87,50 BTU/hr/ F/ft2). Karakteristik tempe yang bersifat penghantar

 panas yang kurang baik dan nilai koefisien pindah panas media uap air yang

rendah menyebabkan proses sterilisasi tempe membutuhkan waktu yang cukuplama. Pemanasan dalam waktu lama dapat menyebabkan kerusakan protein yang

cukup besar. Untuk mencegah tingkat kerusakan protein yang terlalu besar maka

 perlu diupayakan suatu metode untuk dan menurunkan tekstur tempe, sehingga

kalor pemanasan akan lebih cepat terhantarka n.

Proses pengukusan tempe dapat menyebabkan timbulnya gangguan pada

dinding sel kedelai dan melonggarkan jaringan kedelai, sehingga tekstur tempe

menjadi lebih porous dan gas yang terperangkap di dalam jaringan dapat

dikeluarkan. Tekstur tempe yang porous akan memudahkan proses penetrasi

 panas sehingga waktu yang dibutuhkan untuk sterilisasi juga menjadi lebih

singkat, sedangkan hilangnya gas dari dalam jaringan dapat mengurangi tekanan

dalam kemasan sehingga proses sterilisasi menjadi lebih efektif (Fardiaz, 1988).

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 47/100

  34

Populasi sel mikroba awal juga mempengaruhi efektivitas proses

sterilisasi. Semakin tinggi jumlah sel mikroba awal maka semakin tinggi tingkat

ketahanan terhadap panas, karena semakin banyak komponen pelindung yang

dihasilkan dan semakin besar peluang untuk mendapatkan sel yang mempunyai

ketahanan panas tinggi (Fardiaz, 1992). Pengukusan yang dilakukan sebelum

 proses sterilisasi akan menurunkan jumlah mikroba awal pada bahan pangan,

sehingga waktu sterilisasi yang dibutuhkan menjadi lebih singkat.

2. Penentuan suhu pengeringan

Proses pengeringan adalah proses penurunan kadar air sampai batas

tertentu, sehingga dapat memperlambat kerusakan bahan akibat aktivitas biologis

dan kimia sebelum bahan diolah. Pengeringan juga merupakan proses pindah panas dan kandungan air bahan secara simultan. Panas yang dibawa oleh media

 pengering (udara) dipakai untuk menguapkan air yang terdapat di dalam bahan.

Uap air tersebut akan dilepaskan dari permukaan bahan ke udara pengering.

Semakin tinggi suhu udara pengering, semakin besar perbedaan suhu, maka

semakin besar kadar air yang dapat diuapkan dari dalam bahan pangan. Parameter

di dalam proses pengeringan adalah suhu udara pengering, kelembaban nisbi

udara pengering, kecepatan aliran udara pengering, laju pindah panas atau laju

 pengeringan, kadar air awal bahan dan kadar air akhir bahan yang dikeringkan(Devahastin, 2000).

Udara mengandung uap air yang dinyatakan dengan kejenuhan relatif

(RH) dan humiditas mutlak. Apabila humiditas udara rendah maka

kemampuannya dalam menyerap uap air dari dalam bahan akan semakin besar.

Salah satu upaya untuk menurunkan humiditas udara adalah dengan pemanasan,

mengingat humiditas udara tropis sangat tinggi maka dibutuhkan suhu

 pengeringan yang tinggi pula. Semakin tinggi suhu pengeringan semakin banyak

air yang dapat dikeluarkan dari dalam bahan pangan sehingga kadar air bahan

 pangan pun semakin rendah (Sarwono, 2005).

Suhu yang digunakan dalam penelitian antara lain F1, F2, dan F3°C

(pengeringan dengan batch fluidized solar dryer ) serta F1 dan F2°C (pengeringan

dengan oven). Pemilihan suhu pengeringan berdasarkan hasil uji penampakan

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 48/100

  35

secara organoleptik terhadap produk hasil pengeringan (Tabel 2 dan Gambar 7),

laju penurunan kadar airnya dan kadar air produk akhir.

Tabel 2. Hasil uji penampakan secara organoleptik terhadap tempe kering

Penampakan organoleptikJenis

tempe

Suhu

(   C)

Cara

pengeringan Warna Aroma Tekstur

oven Biji kedelai kuning, miselium

agak coklat (+)

Maillard

(+)

Agak keras

(+)F1

 Batch fluidized

 solar dryer

Biji kedelai kuning, miselium

agak coklat (+)

Maillard

(+)

Agak keras

(+)

oven Biji kedelai kuning, miselium

agak coklat (++)

Maillard

(++)

Agak keras

(++)F2

 Batch fluidized

 solar dryer

Biji kedelai kuning, miselium

agak coklat (++)

Maillard

(++)

Agak keras

(++)

Tempe

Malang

F3

 Batch fluidized

 solar dryer

Biji kedelai dan miselium

coklat (+++)

Maillard

(+++)

Keras, dan terbentuk

case hardening  pada

 permukaan tempe

(+++)

oven Biji kedelai krem kecoklatan,

miselium agak coklat (+)

Maillard

(+)

Agak keras

(+)F1

 Batch fluidized

 solar dryer  

Biji kedelai krem kecoklatan,

miselium agak coklat (+)

Maillard

(+)

Agak keras

(+)

oven Biji kedelai krem kecoklatan,

miselium agak coklat (++)

Maillard

(++)

Agak keras

(++)F2

 Batch fluidized

 solar dryer  

Biji kedelai krem kecoklatan,

miselium agak coklat (++)

Maillard

(++)

Agak keras

(++)

Tempe

Bogor

F3

 Batch fluidized

 solar dryer  

Biji kedelai dan miselium

coklat (+++)

Maillard

(+++)

Keras, dan terbentuk

case hardening  pada

 permukaan tempe

(+++)

Keterangan : +, ++, +++, dan ++++ menunjukkan tingkat intensitas parameter

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 49/100

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 50/100

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 51/100

  38

Laju pengeringan pada suhu F1 C lebih rendah daripada laju pengeringan

suhu F2 dan F3   C. Hal ini disebabkan karena suhu pengeringan yang digunakan

cukup rendah, sehingga humiditas udara pengering tinggi. Selama pengeringan

terjadi migrasi uap air dari dalam bahan ke udara, sehingga humiditas udara

 bertambah, dan akhirnya mencapai kejenuhan. Udara jenuh tidak mampu lagi

menyerap uap air dari bahan pangan, sehingga kadar air akhir tempe kering cukup

tinggi (Manley, 1998).

Pada suhu F2°C laju penurunan kadar air selama proses pengeringan

tinggi, hal ini disebabkan karena suhu yang digunakan cukup tinggi sehingga

humiditas udara rendah. Karena humiditas udara rendah, maka kemampuannya

dalam menyerap air akan lebih besar sehingga selama proses pengeringan tempe

udara belum mencapai kejenuhan.Pada suhu F3°C laju pengeringan lebih rendah daripada suhu F2°C, tetapi

lebih tinggi daripada laju pengeringan suhu F1°C. Suhu yang terlalu tinggi akan

memicu terjadinya ‘case hardening’ , yaitu suatu keadaan dimana bagian luar

 bahan sudah kering sedangkan bagian dalamnya masih basah. Hal ini disebabkan

karena terjadinya penggumpalan protein pada permukaan bahan sehingga

menghambat proses penarikan air dari dalam bahan (Manley, 1998)

Berdasarkan penampakan organoleptik tempe yang cukup baik dan laju

 pengeringan yang cukup tinggi (0,0924%bb/menit untuk batch fluidized solardryer   dan 0,0305%bb/menit untuk oven), maka suhu yang dipilih sebagai suhu

 pengeringan tempe dalam penelitian ini adalah F2 C.

3. Penentuan waktu pengeringan

Tempe memiliki kandungan air yang cukup besar, yaitu sekitar 64,77

hingga 65,52%. Selama proses pengeringan terjadi penguapan air dari dalam

tempe, sehingga terjadi penurunan kandungan air pada tempe, air yang menguap

ini merupakan tipe air bebas. Berdasarkan hasil penelitian Muliawati (1993) yangmengeringkan keripik tempe dengan ketebalan 0,2 cm, didapatkan bahwa kadar

air tempe yang semula 61,14 hingga 68,18% setelah dikeringkan menjadi 1,58

hingga 10,98%. Kondisi ini menunjukkan bahwa air yang terkandung di dalam

tempe sebagian besar merupakan air bebas.

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 52/100

  39

Pada umumnya semakin lama waktu pengeringan maka jumlah air yang

diuapkan dari dalam bahan pangan semakin besar, sehingga kadar air bahan

 pangan semakin rendah.

Keawetan produk pangan yang dikeringkan selain dipengaruhi oleh kadar

air juga dipengaruhi oleh aktivitas airnya. Aktivitas air menerangkan air yang

tidak terikat atau bebas dalam suatu sistem yang dapat menunjang reaksi biologis

dan kimiawi. Air yang terkandung dalam bahan pangan apabila terikat kuat

dengan komponen bukan air, lebih sukar digunakan baik untuk aktivitas

mikrobiologis maupun aktivitas kimia (Winarno, 1997). Pengurangan aktivitas air

sampai di bawah 0,700 dianggap cukup baik untuk mencegah kerusakan

mikrobiologis (Wirakartakusumah et al ., 1992).

 Nilai kadar air dan aktivitas air (Aw) tempe yang dikeringkan pada suhuF2  C dengan menggunakan batch fluidized solar dryer   dan oven dapat dilihat

 pada Tabel 4. Pengamatan dilakukan tiap 30 menit dimulai dari pengeringan

selama f1 jam hingga f8 jam untuk batch fluidized solar dryer , dan tiap 1 jam

dimulai dari pengeringan selama v1 jam hingga v7 jam untuk oven.

Tabel 4. Nilai kadar air dan aktivitas air (Aw) tempe kering

Jenis alat

pengering

Waktu

pengeringan

(jam)

Kadar air

rata-rata

(%bb)

Nilai Aw

rata-rata

f1 43,85 *

f2 45,51 *

f3 51,36 0,940

f4 49,50 0,933

f5 46,67 0,932

f6 44,93 0,927

f7 40,92 0,926

 Batch fluidized

 solar dryer

f8 39,68 0,915

v1 45,37 *

v2 42,13 0,918

v3 36,79 0,912

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 53/100

  40

v4 34,09 0,904

v5 27,32 0,895

v6 23,67 0,772

Oven

v7 24,74 0,772*tidak dilakukan pengukuran

 

Proses pengeringan dilakukan dengan tujuan untuk menurunkan aktivitas

air hingga di bawah 0,700. Laju penurunan aktivitas air dengan pengeringan

menggunakan batch fluidized solar dryer   kurang efektif, hanya mengalami

 penurunan sebesar 0,001 hingga 0,011 satuan setia p 30 menit. Laju penurunan

aktivitas air tersebut relatif kecil sehingga membutuhkan waktu yang sangat lama

untuk menurunkan aktivitas air dari 0,940 menjadi kurang dari 0,700. Berdasarkan pertimbangan efisiensi maka pengeringan tempe menggunakan batch fluidized

 solar dryer  dihentikan setelah f8 jam dengan aktivitas air mencapai 0,915.

Pada pengeringan tempe dengan menggunakan oven, laju penurunan

aktivitas air cukup tinggi, yaitu sekitar 0,006 hingga 0,123 satuan setiap 1 jam.

Setelah pengeringan mencapai v7 jam terjadi peningkatan kadar air kembali. Hal

ini diduga karena terjadi penggumpalan protein pada permukaan tempe yang akan

menghambat penguapan air dari dalam bahan. Berdasarkan pertimbangan tersebut

maka proses pengeringan dengan menggunakan oven dihentikan setelah mencapai

v7 jam.

Kadar air pada permukaan bahan pangan juga dipengaruhi oleh

kelembaban nisbi (RH) udara di sekitarnya. Bila kadar air bahan rendah

sedangkan RH lingkungan sekitar tinggi, maka akan terjadi penyerapan uap air

dari udara sehingga bahan menjadi basah atau kadar airnya menjadi lebih tinggi

(Syarief et al ., 1993). Karena itu perlu dicari kadar air kesetimbangan tempe yang

disimpan pada suhu ruang.

Tempe kering dengan kadar air terendah (23,67%) disimpan dalam kondisi

kontak dengan udara ruang penyimpanan (suhu 30-37 C dan RH 70-90%) selama

24 jam. Bahan kemudian diukur kadar airnya, didapatkan bahwa kadar air

kesetimbangan rata-rata yang dapat dicapai adalah 39.07%. Karena itu

 pengeringan tempe dihentikan apabila kadar airnya sudah mendekati 39%, yang

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 54/100

  41

dicapai dalam waktu f8 jam dengan menggunakan batch fluidized solar dryer dan

v2 jam dengan menggunakan oven. Perhitungan kadar air kesetimbangan tempe

dapat dilihat pada Lampiran 3.

4. Penentuan suhu sterilisasi

Wala upun pH pada tempe cukup tinggi, tetapi di dalam tempe terdapat suatu

senyawa yang aktif dalam menghambat Streptococcus lactis, S. cremoris,

 Leuconostoc dextranicum,  L. Mesenteroides, Staphylococcus aureus ,  B. subtilis ,

C. botulinum, C. sporogenes, C. butyricum, dan  Klebsiella pneumoniae (Syarief et

al ., 1999).

Mikroba kontaminan yang ditemukan pada tempe umumnya berasal dari

 proses sanitasi yang kurang baik. Sapuan et al . (1996) menyatakan beberapamikroba kontaminan yang sering ditemukan pada tempe Indonesia adalah

 Lactobacillus sp.,  Aspergillus sp.,  Bacillus sp., C. freundii,  E. coli, Enterobacter

cloacae , Klebsiella planticola , dan  Micrococcus sp. Mikroba kontaminan tersebut

 berperan dalam menyebabkan proses pembusukan pada tempe.

Winarno (1993) menyatakan bahwa bentuk vegetatif bakteri termofilik

dapat diinaktifkan dalam waktu 1 hingga 4 menit dengan pemanasan 100 C,

tetapi bentuk sporanya masih dapat bertahan pada pemanasan selama 20 hingga

30 menit, bahkan ada beberapa spora yang masih mampu bertahan pada pemanasan selama 60 menit. Berdasarkan sifat ketahanan terhadap panas spora

 bakteri maka pemanasan dilakukan pada suhu di atas 100 C, yang bertujuan

untuk menginaktifkan spora bakteri.

Pemanasan pada suhu di atas 100   C dapat dilakukan dengan uap air panas

 bertekanan tinggi menggunakan  sterilizer , autoclave, atau retort . Uap air pada

tekanan 5 psi (di atas tekanan udara 1 atm) bersuhu 109 C, pada 10 psi bersuhu

115,5   C dan pada 15 psi bersuhu 121,5   C (Winarno, 1993).

Selain sifat karakteristik produk dan sifat mikroorganisme, sifat bahan

 pengemas yang digunakan juga menjadi salah satu faktor pembatas dalam proses

sterilisasi (Syarief et al ., 1989).

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa kemasan plastik yang

digunakan tidak dapat menaha n tekanan yang diberikan pada pemanasan suhu S2,

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 55/100

  42

sehingga kemasan menipis dan mengalami kebocoran. Pada pemanasan suhu S1

kondisi kemasan masih baik dan tidak mengalami kebocoran, sehingga suhu yang

kemudian digunakan dalam proses sterilisasi tempe adalah S1. Kondisi kemasan

 plastik yang dipanaskan pada suhu S1 dan S2 dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Kondisi kemasan plastik yang dipanaskan

 pada (a) suhu S1 dan (b) suhu S2

5. Penentuan waktu sterilisasi

Proses sterilisasi adalah salah satu cara pengawetan dengan suhu tinggi

untuk membunuh semua mikroorganisme yang ada. Sterilisasi absolute tersebut

membutuhkan suhu tinggi dan waktu pemanasan yang lama sehingga dapat

merusak komponen gizi bahan pangan. Dalam pengawetan bahan pangan, proses

sterilisasi yang dilakukan adalah sterilisasi komersial, dimana suhu dan waktu

sterilisasi yang digunakan memiliki kemampuan dalam membunuh mikroba

 patogen dan pembusuk, tetapi nilai gizi bahan pangan tidak banyak mengalami

kerusakan (Damayanthi et al., 1995).

Waktu sterilisasi optimum ditentukan berdasarkan penetrasi panas dan

waktu kematian untuk bakteri yang paling tahan panas pada kondisi bahan pangan

yang diawetkan. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode

Formula (metode Ball).

Tempe digolongkan ke dalam bahan pangan asam rendah (pH diatas 4,5),

sehingga mikroba standar yang sering digunakan sebagai rujukan dalam proses

sterilisasi adalah C. botulinum  dan C. sporogenes. C. sporogenes  memiliki

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 56/100

  43

resistensi lebih tinggi, de ngan nilai D250 maksimum sebesar 1,4 menit dan nilai z

maksimum 18°C. Karena nilai D250  C. sporogenes  diatas 1 menit, maka proses

sterilisasi tidak dapat menerapkan konsep 12D, karena akan menyebabkan bahan

 pangan menerima panas yang berlebihan dan terjadi penurunan mutu. Konsep 5D

yang diterapkan pada proses sterilisasi dapat menekan kerusakan sampai tingkat

yang masih dapat diterima dari segi mutu dan dapat dipertanggungjawabkan

keamanannya (Fardiaz, 1996).

Periode waktu yang dibutuhkan oleh retort seja k uap bertekanan dialirkan

ke dalam retort sampai retort mencapai suhu sterilisasi disebut ‘come up time’

(CUT). Come up time   ini tidak dipengaruhi oleh jenis dan ukuran kemasan,

temperatur awal produk dan temperatur retort, tetapi tergantung dari spesifikasi

retort itu sendiri.Pada saat pengukuran penetrasi panas, kemasan diletakkan dalam retort

 pada posisi horisontal dengan jumlah kemasan lima buah pada setiap pengukuran.

Posisi termokopel diletakkan di bagian tengah kemasan pada posisi vertikal. Hal

ini sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Winarno (1994) bahwa pada produk-

 produk yang penetrasi panasnya secara konduksi mempunyai titik terdingin

terletak di bagian pusat kemasan pada sumbu vertikal.

Dari kurva pemanasan yang dibuat di atas kertas semilogaritma didapatkan

nilai Tih, Tpih, fh, dan jh. Karena pendinginan yang dilakukan tidakmenggunakan air melainkan udara, maka ditetapkan nilai Tpic sama dengan nilai

Tic, sehingga nilai Jcc = 1.

Berdasarkan hasil perhitungan waktu sterilisasi didapatkan bahwa pada

suhu S1   C waktu sterilisasi optimum (B) tempe M adalah s1 menit dan tempe N

s2 menit.

Tempe M memerlukan waktu pemanasan yang lebih lama dibandingkan

tempe N. Hal ini disebabkan karena karakteristik tempe M yang memiliki massa

kedelai lebih banyak dibandingkan tempe N (berat rata-rata tempe M sebesar 190

gram sementara berat rata-rata tempe N sebesar 155 gram) juga mempengaruhi

waktu sterilisasi yang dibutuhkan. Keping biji kedelai akan lebih sukar ditembus

oleh panas daripada miselium kapang, Kecepatan penetrasi panas pada tempe M

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 57/100

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 58/100

  45

0 Biji kedelai kuning kecoklatan

dan miselium coklat

Keras MaillardM

4 Warna coklat pada tempe

memudar, dan permukaan

tempe ditumbuhi kapang-

kapang putih

Agak lunak Bau busuk

0 Biji kedelai dan miselium

coklat

Keras Maillard

 Batch

 fluidized

 solar dryer

 N

4 Warna coklat pada tempe

memudar, dan permukaan

tempe ditumbuhi kapang-

kapang putih

Agak lunak Bau busuk

0 Biji kedelai kuning kecoklatan

dan miselium coklat

Keras MaillardM

4 Warna coklat pada tempe

memudar, dan permukaan

tempe ditumbuhi kapang-

kapang putih

Agak lunak Bau busuk

0 Biji kedelai dan miselium

coklat

Keras Maillard

Oven

 N

4 Warna coklat pada tempe

memudar, dan permukaan

tempe ditumbuhi kapang-

kapang putih

Agak lunak Bau busuk

0 Agak coklat Agak lunak Norma l, khas tempe

rebus

M

14 Coklat Agak lunak Normal,

0 Agak coklat Agak lunak Normal, khas tempe

rebus

Sterilisasi

 N

14 Coklat Agak lunak Normal,

Untuk melihat efektivitas metode pengawetan dalam memperpanjang

umur simpan tempe, maka tempe hasil pengeringan dan sterilisasi disimpan pada

suhu ruang dan diamati setiap hari sampai tempe mengalami kerusakan. Sebagai

kontrol maka digunakan tempe segar (tidak mengalami proses pengeringan atau

sterilisasi).

Tempe segar merupakan tempe yang paling cepat mengalami kerusakan.

Pada penyimpanan hari ke-3, tempe sudah mengeluarkan bau busuk, teksturnya

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 59/100

  46

sangat lunak, warna kedelai sudah pudar dan permukaan tempe lengket.

Penampakan tempe yang telah disimpan selama 3 hari dapat dilihat pada Gambar

9.

Gambar 9. Penampakan (a) tempe N dan (b) tempe M

yang telah disimpan selama 3 hari

Tempe segar memiliki kadar air dan aktivitas air yang tinggi. Kadar air

tempe segar berkisar antara 64,77 sampai 65,52% sedangkan aktivitas airnya

 berkisar antara 0,948 sampai 0,959. Kadar air dan nilai aktivitas air yang tinggi

tersebut berpotensi untuk pertumbuhan berbagai berbagai jenis mikroorganisme.

Pada umumnya bakteri pembusuk dapat tumbuh pada aw minimal 0,91 dan

kapang pembusuk dapat tumbuh pada aw minimal 0,80 (Fardiaz, 1992).

 Nilai pH pada tempe segar juga cukup tinggi, yaitu berkisar antara 6,33

hingga 6,50. Nilai pH tempe yang tinggi tersebut berpotensi untuk pertumbuhan

 berbagai jenis mikroorganisme. Pada umumnya mikroorganisme dapat tumbuh

 pada kisaranpH 5 hingga 8 (Fardiaz, 1992).

Proses pengemasan vakum yang dilakukan pada tempe segar akan

menghambat pertumbuhan mikroorganisme aerob, sehingga mikroorganisme yang

 berpotensi untuk tumbuh pada tempe segar dan dikemas vakum adalah bakteri dan

kapang yang bersifat anaerob fakultatif dan anaerob. Kapang dan bakteri akan

menghidrolisis protein dalam kondisi anaerob, dan memproduksi komponen-

komponen berbau busuk seperti hidrogen sulfida, merkaptan, amin, indol, skatol,

dan asam-asam lemak. Proses metabolisme bakteri dan kapang juga

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 60/100

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 61/100

  48

udara ini akan menjadi udara penghantar dan bergabung sangat cepat dan

meningkat, hal ini menyebabkan pencampuran bahan yang hebat. Tahap akhir

kecepatan udara masih tinggi dan merata serta permukaan bahan akan menjadi

lebih halus (Cenkowski et al ., 2004). Karena ada tahapan pencampuran (mixing)

 bahan yang dikeringkan maka tingkat keberhasilan pengeringan dengan metode

ini sangat tergantung pada distribusi ukuran partikel dan distribusi gas fluidisasi

(Chaplin, 2001). Pehanic (2004) menambahkan bahwa tingkat keberhasilan sistem

batch fluidized solar dryer   dalam menurunkan kadar air tergantung pada

kecepatan udara pengering, daya angkat dan pemisahan produk saat dihamburkan,

serta efektivitas udara panas menyelubungi produk. Sehingga dapat dikatakan

 bahwa semakin kecil partikel bahan yang dikeringkan dan semakin cepat laju

aliran udara pengeringnya maka semakin cepat bahan tersebut dikeringkan dansemakin baik hasil pengeringannya

Proses pindah panas yang terjadi pada oven terjadi secara konveksi

(melalui udara pengering), konduksi (melalui loyang tempat bahan pangan

diletakkan) dan radiasi (dari dinding oven). Karena dimensi tempe yang

dikeringkan cukup besar maka udara kering pada batch fluidized solar dryer  tidak

dapat menghamburkan tempe ke bagia n atas tabung, sedangkan proses pindah

 panas secara konduksi dan radiasi pada oven juga berlangsung kurang efektif.

Suhu yang terlalu tinggi akan memicu terjadinya ‘case hardening ’, yaitu suatukeadaan di mana bagian luar bahan sudah kering sedangkan bagian dalamnya

masih basah (Manley, 1998).

Tempe kering yang dihasilkan pada penelitian ini masih memiliki kadar air

dan aktivitas air yang tinggi. Tempe yang dikeringkan dengan batch fluidized

 solar dryer   selama f8 jam pada suhu F2 C memiliki kadar air 41,77 hingga

44,8% dan nilai aktivitas air 0,902 hingga 0,915. Tempe yang dikeringkan dengan

oven selama v2 jam pada suhu F2 C memiliki kadar air 39,85 hingga 40,26%

dan nilai aktivitas air 0,891 hingga 0,918. Kadar air dan nilai aktivitas air yang

tinggi tersebut berpotensi untuk pertumbuhan berbagai berbagai jenis

mikroorganisme. Pada umumnya bakteri pembusuk dapat tumbuh pada aw

minimal 0,91 dan kapang pembusuk dapat tumbuh pada aw minimal 0,80

(Fardiaz, 1992).

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 62/100

  49

Tempe sterilisasi masih layak penampakan organoleptiknya setelah

disimpan selama 14 hari. Proses sterilisasi komersial dapat membunuh semua

mikroorganisme pembusuk yang dapat tumbuh pada kondisi penyimpanan yang

normal. Sehingga pada bahan pangan yang disterilisasi hanya bakteri pembentuk

spora yang masih mungkin tumbuh. Spora bakteri tersebut akan berada dalam

kondisi tidak mampu bergerminasi, tidak dapat tumbuh menjadi sel vegetatif, dan

tidak dapat membelah diri (Fardiaz, 1992).

Proses pengemasan vakum pada bahan pangan yang disterilisasi bertujuan

untuk mencegah rekontaminasi mikroorganisme pada bahan pangan yang telah

disterilisasi (Winarno, 1994).

Warna tempe sterilisasi yang telah disimpan selama 14 hari agak

menggelap, tetapi tekstur tempe masih cukup keras, pena mpakan tempe secaraumum masih baik dan aromanya normal (khas tempe rebus). Penampakan tempe

sterilisasi yang telah disimpan selama 14 hari dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Penampakan (a) tempe M sterilisasi dan (b) tempe N sterilisasi yang

telah disimpan selama 14 hari

B. Penelitian Utama

Berdasarkan tingkat efektivitas dalam memperpanjang umur simpan maka

 proses pengawetan tempe yang dipilih adalah sterilisasi. Tempe yang disterilisasi

dan dikemas vakum kemudian disimpan selama dua minggu dan dianalisa sifat

fisik dan kimianya untuk mengetahui kestabilan mutu tempe selama

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 63/100

  50

 penyimpanan. Parameter sifat fisik yang diuji meliputi nilai pH, warna, dan

tekstur. Parameter sifat kimia yang diuji meliputi kadar air, kadar protein, kadar

lemak, dan kadar karbohidrat.

Sifat fisik dan sifat kimia tempe dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia

kedelai yang digunakan, karenanya komposisi proksimat kedelai juga perlu

diketahui. Komposisi proksimat beberapa varietas kedelai dapat dilihat pada

Tabel 6 di bawah ini :

Tabel 6. Komposisi proksimat beberapa varietas kedelai (%)*

Varietas

kedelai

K. air

(bb)

K. lemak

(bk)

K. protein

(bk)

K. serat

(bk)

K. abu

(bk)

K.

karbohidrat

(bk)

RRC 9.78 22.44 42.50 3.85 5.10 26.11

Amerika 7.94 23.05 41.08 6.86 5.68 23.32

Galunggung 6.34 20.09 34.54 5.34 5.33 34.70

Orba 6.86 13.59 43.75 6.58 6.16 29.91

Willis 6.95 15.44 43.27 2.78 6.28 32.23

Petek 6.30 14.54 27.56 6.28 6.12 45.51

*Berdasarkan hasil penelitian Muliawati (1993)

1. Sifat fisik  

1.1. Nilai pHHasil uji Duncan nilai pH tempe dengan dua proses pengolahan dan dua

kondisi masa simpan dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 12.

 Nilai pH pada kedua jenis tempe berbeda. Nilai pH tempe M 6,50

sedangkan nilai pH tempe N adalah 6,33, hal ini disebabkan karena perbedaan

 jumlah onggok yang ditambahkan pada pencampuran laru. Onggok adalah limbah

 padat atau ampas yang diperoleh dari hasil pemerasan ubi kayu dalam pengolahan

 pati singkong (tapioka). Komponen utama pada onggok adalah karbohidrat (45 – 

69%) sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber karbon dalam proses

fermentasi. Kapang  Rhizopus oligosporus  yang tumbuh pada onggok akan

menghasilkan enzim amilase untuk memutuskan ikatan glikosidik polimer pati

menjadi glukosa, selanjutnya terjadi pemecahan glukosa menjadi asam piruvat

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 64/100

  51

melalui lintasan heksosa diphosphat (HDP) dan heksosa monophosphat (HMP),

adanya asam piruvat tersebut akan menurunkan nilai pH tempe (Hariyadi, 1989).

Jumlah onggok yang ditambahkan pada tempe N lebih banyak maka

 jumlah asam piruvat yang dihasilkan lebih banyak, sehingga pH tempe N lebih

asam daripada tempe M.

Interaksi antara jenis tempe dengan proses pengolahan menunjukkan

 bahwa hampir semua perlakuan berbeda nyata (p=0,0007). Setelah proses

sterilisasi maka tempe mengalami penurunan nilai pH. Nilai pH tempe M

sterilisasi adalah 5,74 sedangkan nilai pH tempe N sterilisasi adalah 5,56.

Sterilisasi menyebabkan denaturasi protein, dimana terjadi perubahan struktur dari

melipat menjadi tidak melipat. Bentuk struktur tidak melipat tersebut

menyebabkan protein membentuk agrerat dan tidak larut dalam air. Ketersedianunsur Nitrogen (yang bersifat basa) dalam larutan menjadi berkurang, sehingga

 pH menurun (Halwalkar, 1990).

Interaksi antara jenis tempe dengan masa penyimpanan menunjukkan

 bahwa perlakuan penyimpanan berbeda nyata (p=0,0003). Nilai pH tempe M

sterilisasi yang disimpan selama 2 minggu adalah 6,27 sedangkan nilai pH tempe

 N sterilisasi adalah 5,81. Semakin lama masa penyimpanan maka nilai pH akan

meningkat, hal ini disebabkan penyimpanan pada suhu ruang memicu proses

degradasi asam amino menjadi amonia (Singh et al ., 1998).

1.2. Tekstur

Hasil uji Duncan tekstur tempe dengan dua proses pengolahan dan dua

kondisi masa simpan dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 13.

Tekstur pada tempe segar dipengaruhi oleh bahan baku dan efektivitas

 proses fermentasi. Kedelai bahan baku tempe M memiliki kadar air yang lebih

 besar dibandingkan kedelai yang digunakan dalam pembuatan tempe N, sehingga

tekstur kedelai tempe M lebih lunak. Tekstur kedelai yang lunak akan memicu

 Rhizopus oligosporus  menghasilkan spora dalam jumlah besar sehingga

 pertumbuhan miseliumnya lebih banyak. Miselium kapang akan mengurangi

matriks diantara sel-sel biji kedelai sehingga tekstur tempe menjadi lebih kompa k

(Shurleff dan Aoyagi, 1979). Selain itu massa kedelai yang digunakan dalam

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 65/100

  52

 pembuatan tempe M juga lebih besar daripada tempe N (berat tempe M sekitar

190 gram sementara tempe N sekitar 155 gram), sehingga jumlah substrat untuk

 pertumbuhan Rhizopus oligosporus  lebih besar, karenanya tekstur tempe M akan

lebih kompak. Hal ini dapat dilihat dari berat beban yang dibutuhkan untuk

menimbulkan deformasi pada tempe M adalah 5673,7  gforce sementara tempe N

hanya 5414,85  gforce.

Interaksi antara jenis tempe dengan proses pengolahan menunjukkan

 bahwa perlakuan pengolahan berbeda nyata (p=0,0037). Berat beban yang

dibutuhkan untuk menimbulkan deformasi pada tempe M sterilisasi adalah

3220,65  gforce  sementara tempe N sterilisasi 2683,75  gforce. Proses sterilisasi

menyebabkan kerusakan ikatan nonkovalen dan ikatan hidrogen antara polimer

dinding sel dan penurunan kekerasan jaringan karena kematian sel-sel dan pelunakan dinding sel. Panas yang diberikan selama proses sterilisasi akan

menyebabkan timbulnya gangguan pada dinding sel dan melonggarkan jaringan

kedelai sehingga tempe menjadi lebih lunak (Salam, 1999).

Interaksi antara jenis tempe dengan masa penyimpanan menunjukkan

 bahwa masa penyimpanan tidak berbeda nyata (p=0,4200). Berat beban yang

dibutuhkan untuk menimbulkan deformasi pada tempe M sterilisasi yang

disimpan selama 2 minggu adalah 3009,60  gforce  sementara tempe N 2466,60

 gforce Hal ini disebabkan karena difusi uap air dari lingkungan penyimpanan kedalam kemasan berlangsung dalam taraf relatif rendah sehingga perubahan kadar

air tidak terlalu ekstrim, sehingga tekstur tempe pun tidak berbeda nyata (Nuraini,

1995).

1.3.Warna

Hasil uji Duncan warna tempe dengan dua proses pengolahan dan dua

kondisi masa simpan dapat dilihat Lampiran 6 dan 14.

Warna tempe segar dipengaruhi oleh miselium kapang. Kondisi kemasan

(daun atau plastik berlubang) dapat mempertahankan difusi udara yang optimum

dan mencegah terjadinya sporulasi yang menimbulkan warna abu-abu atau hitam

 pada tempe sehingga warna putih miselium dapat dipertahankan untuk waktu

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 66/100

  53

yang lebih lama (Sapuan et al., 1996). Nilai derajat putih tempe M adalah 55,58

sedangkan tempe N adalah 53,92.

Interaksi antara jenis tempe dengan proses pengolahan menunjukkan

 bahwa perlakuan berbeda nyata (p=0,0079). Nilai derajat putih tempe M sterilisasi

adalah 48,49 sedangkan tempe N sterilisasi adalah 48,06. Suhu yang tinggi dalam

 proses sterilisasi akan menstimulir terjadinya reaksi pencoklatan non enzimatik.

Bahan pangan yang mengandung karbohidrat dalam reaksinya karena panas akan

membentuk furfuraldehid atau gugusan yang mempunyai karbonil aktif untuk

kemudian berpolimerisasi atau bereaksi dengan senyawa yang mengandung

nitrogen hasil pemecahan protein dan membentuk warna coklat (deMan, 1997).

Interaksi antara jenis tempe dengan masa penyimpanan menunjukkan

 bahwa masa penyimpanan tidak berbeda nyata (p=0,3679). Nilai derajat putihtempe M sterilisasi yang telah disimpan selama 2 minggu adalah 40,88 sedangkan

tempe N sterilisasi adalah 42,40. Hal ini disebabkankarena proses sterilisasi dapat

menginaktifkan enzim peroksidase dan enzim katalase yang dapat menyebabkan

 perubahan warna pada bahan pangan selama proses penyimpanan (deMan, 1997).

Penurunan jumlah ikatan rangkap karotenoid akibat proses isomerisasi dan

 pembentukan reaksi pencoklatan pada penyimpanan suhu ruang tidak terlalu

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap warna (Desrosier, 1988).

2. Sifat kimia

2.1. Kadar air (berat basah)

Hasil uji Duncan kadar air tempe dengan dua proses pengolahan dan dua

kondisi masa simpan dapat dilihat pada Lampiran 7 dan 15.

Kadar air tempe segar dipengaruhi oleh bahan baku dan proses

 pengolahan. Kedelai yang digunakan sebagai bahan baku tempe M memiliki

kadar air yang lebih besar dibandingkan kedelai yang digunakan dalam

 pembuatan tempe N. Perebusan dua kali yang dilakukan pada pembuatan tempe

M menyebabkan penetrasi air kedalam kedelai akan berlangsung lebih efektif,

sehingga tempe M memiliki kadar air 65,52% sedangkan tempe N 64,77%.

Interaksi antara jenis tempe dengan proses pengolahan menunjukkan

 bahwa hampir semua perlakuan tidak berbeda nyata (p = 0,0452). Kadar air

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 67/100

  54

tempe M sterilisasi sebesar 64,69%, sedangkan tempe N sterilisasi sebesar

63,78%. Kerusakan dinding sel dapat menyebabkan kehilangan air dan padatan

terlarut serta menurunkan kemampuan jaringan dalam mengikat air (Zivanovic et

al ., 2004), tetapi karena proses pengemasan vakum dapat menghambat difusi

 partikel air dari dalam bahan maka kehilangan air tidak terjadi secara ekstrim

(Sacharow dan Griffin, 1980).

Interaksi antara jenis tempe dengan masa penyimpanan menunjukkan

 bahwa hampir semua perlakuan tidak berbeda nyata (p = 0,0048). Kadar air secara

umum menunjukkan kecenderungan yang meningkat dari awal penyimpanan

sampai akhir penyimpanan, kadar air tempe M sterilisasi yang telah disimpan

selama 2 minggu sebesar 66,86% sedangkan tempe N sterilisasi sebesar 64,13%.

Hal ini disebabkan karena kemasan plastik yang digunakan mempunyai sifathidrofilik (cenderung menyerap air dari lingkungan sekitar), tetapi proses

 pengemasan vakum yang diterapkan dapat menghambat difusi partikel air ke

dalam bahan, sehingga peningkatan kadar air tidak terjadi secara ekstrim (Nuraini,

1995).

2.2. Kadar abu (berat basah)

Hasil uji Duncan kadar abu tempe dengan dua proses pengolahan dan dua

kondisi masa simpan dapat dilihat pada Lampiran 8 dan 16.Kadar abu pada tempe segar dipengaruhi oleh bahan baku. Kedelai yang

merupakan bahan baku tempe M memiliki kadar abu yang lebih kecil

dibandingkan kedelai yang digunakan dalam pembuatan tempe N. Kadar abu

kedua jenis kedelai tidak jauh berbeda, sehingga kadar abu tempe yang dihasilkan

 juga tidak berbeda jauh, tempe M memiliki kadar abu sebesar 0,54% dan tempe N

memiliki kadar abu sebesar 0,56%.

Interaksi antara jenis tempe dengan proses pengolahan menunjukkan

 bahwa hampir semua perlakuan tidak berbeda nyata (p=0,2042). Kadar abu

tempe M sterilisasi sebesar 0,62% sedangkan tempe N sterilisasi sebesar 0,65%.

Proses sterilisasi akan menurunkan kadar air tempe sehingga kadar abu akan

meningkat. Perhitungan kadar abu didapatkan dari dekstruksi komponen organik

dan air, sehingga kadar abu akan berkorelasi negatif dengan kadar airnya (Nielsen,

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 68/100

  55

1994). Tetapi karena penurunan kadar air pada tempe sterilisasi tidak terlalu besar,

maka peningkatan kadar abunya pun rendah.

Interaksi antara jenis tempe dengan masa penyimpanan menunjukkan

 bahwa hampir semua perlakuan tidak berbeda nyata (p=0,7242). Kadar abu tempe

M sterilisasi yang telah disimpan selama 2 minggu sebesar 0,60% sedangkan

tempe N sterilisasi sebesar 0,65%. Selama masa penyimpanan terjadi peningkatan

kadar air, sehingga kadar abu pun akan menurun. Tetapi karena peningkatan kadar

air selama penyimpanan tempe sterilisasi tidak terlalu besar, maka penurunan

kadar abunya pun rendah.

2.3. Kadar protein (berat basah)

Hasil uji Duncan kadar protein tempe dengan dua proses pengolahan dandua kondisi masa simpan dapat dilihat pada Lampiran 9 dan 17.

Kandungan protein pada tempe M (19,85%) lebih besar daripada tempe N

(18,98%) disebabkan karena kandungan protein pada kedelai yang digunakan

 pada tempe M lebih besar daripada kandungan protein pada kedelai yang

merupakan bahan baku tempe N. Selain itu kekuatan laru tempe M lebih besar,

sehingga aktivitas enzim proteolitik Rhizopus sp. menghasilkan asam-asam amino

sebagai hasil penguraian protein juga optimal (Halwalkar, 1990).  

Interaksi antara jenis tempe dengan proses pengolahan menunjukkan bahwa hampir semua perlakuan saling berbeda nyata (p=0,0004). Kadar protein

tempe M sterilisasi sebesar 17,66% dan tempe N sterilisasi sebesar 16,61%.

Proses sterilisasi menurunkan kadar protein, karena pemanasan dapat

menyebabkan denaturasi protein. Protein yang telah rusak selama pemanasan akan

teroksidasi kandungan nitrogennya dan membentuk nitrogen oksida (NO2) dalam

 bentuk gas yang selanjutnya menguap sehingga tidak terukur dengan metode

Kjeldahl (Stevenson dan Miller, 1960).

Interaksi antara jenis tempe dengan masa penyimpanan menunjukkan

 bahwa hampir semua perlakuan tidak berbeda nyata (p=0,0117). Kadar protein

tempe M sterilisasi yang telah disimpan selama 2 minggu sebesar 17,63% dan

tempe N sterilisasi sebesar 16,41%. Selama masa penyimpanan terjadi penurunan

kadar protein. Protein terdegradasi menjadi senyawa-senyawa volatil basa seperti

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 69/100

  56

amonia. Kadar protein yang terdegradasi tidak terlalu tinggi jumlahnya, sehingga

 penurunan tersebut tidak berbeda nyata.

2.4. Kadar lemak (berat basah)

Hasil uji Duncan kadar lemak tempe dengan dua proses pengolahan dan

dua kondisi masa simpan dapat dilihat pada Lampiran 10 dan 18.

Asam lemak bebas terbentuk selama fermentasi. Kandungan asam lemak

tidak jenuh (terutama linolenat) merupakan jenis asam lemak yang dihidrolisis

oleh enzim lipase. Oleh karena itu jumlah asam lemak linolenat yang berbeda dari

tiap varietas kedelai dapat mempengaruhi jumlah asam lemak bebas yang

dihasilkan (deMan, 1997). Kadar lemak kedelai yang digunakan dalam pembuatan

tempe N lebih besar daripada kedelai yang digunakan dalam pembuatan tempe M, sehingga diduga kandungan asam linolenat pada kedelai tempe N juga lebih

 besar. Tetapi karena perbedaan kadar lemak antar kedua jenis varietas kedelai

tersebut tidak terlalu jauh, maka kadar lemak tempe yang dihasilkan pun hampir

sama. Kadar lemak tempe M sebesar 9,87% sedangkan kadar lemak tempe N

sebesar 11,46%.

Interaksi antara jenis tempe dengan kondisi pengolahan menunjukkan

 bahwa hampir semua perlakuan saling berbeda nyata (p=0,0044). Kadar lemak

tempe M sterilisasi sebesar 14,09% dan tempe N sterilisasi 15,62%. Prosessterilisasi akan meningkatkan kadar lemak netral dan menurunkan kadar glikolipid

serta phospolipid yang larut dalam air. Pada proses pemanasan asam linolenat

menurun kadarnya, sementara asam oleat, asam heksadekanoat, asam stearat dan

asam linoleat mengalami peningkatan (Choe et al ., 2001). Kadar lemak dalam

suatu bahan pangan berhubungan dengan kadar bahan pangan yang larut dalam air

(air, protein, dan karbohidrat). Karena di dalam bahan pangan masing-masing

komponen mempunyai kecenderungan berupa fungsi kubik, maka penurunan

kadar ketiga komponen larut air tersebut akan meningkatkan kadar lemak.

Interaksi antara jenis tempe dengan masa penyimpanan menunjukkan

 bahwa perlakuan berbeda nyata (p=0,0020). Kadar lemak tempe M sterilisasi yang

telah disimpan selama 2 minggu sebesar 13,16% dan tempe N sterilisasi 14,39%.

Sebagian asam-asam lemak tidak jenuh akan rusak selama penyimpanan.

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 70/100

  57

Terurainya lemak menjadi asam lemak yang bersifat volatil dan memiliki berat

molekul yang rendah menyebabkan penurunan kadar lemak (Ketaren, 1986).

2.5. Kadar karbohidrat

Hasil uji Duncan kadar karbohidrat tempe dengan dua proses pengolahan

dan dua kondisi masa simpan dapat dilihat pada Lampiran 11 dan 19.

Kadar karbohidrat tempe dipengaruhi oleh kadar karbohidrat bahan

 bakunya. Karbohidrat pada kedelai terdiri atas sukrosa, pentosa, galaktan, dan

oligosakarida (stakiosa dan rafinosa). Selama proses fermentasi akan terjadi

 perombakan oligosakarida, sukrosa, pentosa, galaktan, dan oligosakarida menjadi

gula-gula sederhana (maltosa dan glukosa) (Shurtleff dan Aoyagi, 1979). Kedelai

yang merupakan bahan baku tempe M memiliki kadar karbohidrat lebih kecildibandingkan kedelai yang digunakan dalam pembuatan tempe N. Kadar

karbohidrat kedua jenis kedelai tidak jauh berbeda, sehingga kadar karbohidrat

tempe yang dihasilkan juga tidak berbeda jauh, tempe M memiliki kadar

karbohidrat sebesar 4,22% dan tempe N memiliki kadar karbohidrat sebesar

4,13%.

Interaksi antara jenis tempe dengan kondisi pengolahan menunjukkan

 bahwa perlakuan tidak berbeda nyata (p=0,4423). Kadar karbohidrat tempe M

sterilisasi sebesar 2,94% dan tempe N sterilisasi sebesar 3,34%. Proses sterilisasimenyebabkan terjadinya reaksi pencoklatan non enzimatik. Reaksi pencoklatan

non enzimatik melibatkan senyawa karbonil yang berasal dari gula pereduksi dan

asam amino (lisin, arginin, dan histidin). Karbohidrat pada kacang kedelai

memiliki bentuk konformasi yang kurang stabil dan struktur rantainya banyak

yang terbuka sehingga lebih reaktif dalam reaksi pencoklatan non enzimatik

(deMan, 1997).

Interaksi antara jenis tempe dengan masa penyimpanan menunjukkan

 bahwa hampir semua perlakuan saling berbeda nyata (p=0,0112). Kadar

karbohidrat tempe M sterilisasi yang telah disimpan selama 2 minggu sebesar

1,75% dan tempe N sterilisasi sebesar 4,41%. Perubahan kadar karbohidrat

dipengaruhi oleh perubahan komposisi bahan pangan yang lain. Komposisi bahan

 pangan satu sama lain saling mempengaruhi dari segi kuantitatif maupun

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 71/100

  58

kualitatif, karena dalam bahan pangan masing-masing komponen mempunyai

kecenderungan berupa fungsi kubik (Nuraini, 1995).

3. Tempe sterilisasi sebagai pangan kaya gizi

Tempe sterilisasi memiliki beberapa kelebihan antara lain kandungan gizi

dan senyawa organiknya yang cukup lengkap, bermanfaat bagi kesehatan, dan

memiliki umur simpan yang relatif lama. Kandungan gizi tempe sterilisasi dapat

dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Kandungan gizi tempe sterilisasi

Parameter

mutu

Jenis

tempe

Nilai

gizi*

Standar

SNI**

Standar

USDA***Tempe M 64.69K. air (%)

Tempe N 63.78

Maks 65 54.95

Tempe M 0.62K. abu (%)

Tempe N 0.65

Maks 1.5 1.4

Tempe M 17.66K. protein (%)

Tempe N 16.61

Min 20 18.95

Tempe M 14.09K. lemak (%)

Tempe N 15.62

Min 10 7.68

Tempe M 4.44K. karbohidrat

(%) Tempe N 4.76

- 17.03

* Perhitungan berdasarkan basis berat basah

** SNI 01-3144-1998

*** USDA Nutrient Database for Standard Reference (1998)

Air merupakan komponen utama bahan pangan, oleh sebab itu air dapat

mempengaruhi rupa, tekstur, maupun citarasa. Selain itu kandungan air dalam

 bahan pangan ikut menentukan acceptability , kesegaran, dan daya tahan bahan

 pangan (Winarno, 1997). Kadar air tempe sterilisasi masih berada dalam batasan

standar SNI, tetapi melebihi standar USDA. Perbedaan standar ini lebih

disebabkan karena perbedaan metode fermentasi asam pada pembuatan tempe di

Indonesia dan di Amerika Serikat. Di Indonesia proses fermentasi asam

 berlangsung secara alami dengan merendam tempe selama satu malam, sementara

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 72/100

  59

di Amerika Serikat proses fermentasi asam menggunakan bahan kimia hingga

hanya berlangsung selama tiga jam. Perendaman yang lebih lama menyebabkan

kedelai lebih banyak menyerap air sehingga kadar air tempe pun lebih tinggi

(Sapuan et al ., 1996).

Kandungan abu dari suatu bahan pangan menunjukkan residu bahan

anorganik yang tersisa setelah bahan organik dalam makanan didekstruksi. Kadar

abu dapat menjadi indikator tingkat kebersihan produk dari endospermnya juga

adanya kontaminasi dari debu atau pasir. Primkopti membedakan tempe menjadi

tiga kategori, yaitu tempe kualitas satu (tingkat kebersihan dari kulit mencapai

80% atau lebih), kualitas dua (tingkat kebersihan dari kulit mencapai 60 - 80%),

dan kualitas tiga (tingkat kebersihan kulit di bawah 60%). Kadar abu dari tempe

sterilisasi rendah, yang menunjukkan tempe bebas dari kontaminasi debu danmemiliki kualitas yang baik bila dilihat dari tingkat kebersihan kulitnya.

Kadar abu juga seringkali diidentikkan dengan kandungan mineral total,

tetapi Nielsen (1994) menyatakan bahwa kadar abu tidak selalu ekuivalen dengan

kadar mineral, karena ada beberapa mineral yang hilang selama volatilisasi atau

 berinteraksi antar komponen. Kandungan mineral yang cukup banyak berada di

dalam tempe antara lain kalsium, zat besi, magnesium, fosfor, dan potasium

(USDA, 1998).

Kandungan lemak tempe sterilisasi melebihi batas minimal standar SNIdan USDA. Lemak berperan sebagai sumber energi, pelarut bagi vitamin larut

lemak (A, D, E, K), dan sumber asam lemak essensial yang berguna bagi tubuh

(Winarno, 1997). Kandungan asam lemak yang terdapat pada tempe antara lain

asam palmitat, asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat (Syarief et al ., 1999).

Kadar karbohidrat yang rendah pada tempe sterilisasi lebih dikarenakan

karena perhitungan by differencenya. Kandungan karbohidrat yang rendah pada

tempe sterilisasi dapat dimanfaatkan untuk diet diabetik.

Kadar protein tempe sterilisasi berada di bawah standar SNI dan USDA.

Hal ini disebabkan karena proses sterilisasi akan menyebabkan denaturasi protein,

sehingga kadar protein tempe menurun.

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 73/100

  60

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan efektivitas memperpanjang umur simpan dapat disimpulkan

 bahwa metode sterilisasi merupakan metode yang paling baik diterapkan untuk

memperpanjang umur simpan tempe yang berdimensi cukup besar.

Kadar lemak tempe setelah disterilisasi dan disimpan selama 2 minggu

cenderung meningkat sedangkan kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar

karbohidrat cenderung stabil.

B. Saran

Kadar protein tempe sterilisasi relatif rendah, sehingga dibutuhkan upayauntuk mengoptimalkan proses sterilisasi dan pengemasan yang diterapkan pada

tempe agar protein yang dikandung tempe sterilisasi relatif tidak jauh berbeda

dengan tempe segar. Selain itu juga dibutuhkan penelitian lebih lanjut tentang

umur simpan maksimum tempe sterilisasi.

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 74/100

  61

DAFTAR PUSTAKA

Afriansyah, N. 2001. Tempe Cegah Prostat. http://www.indonesiamedia.com :

[05 Januari 2006].

Anonim. 2005a. History of Tempeh. http://www.tempe.info.html  : [05

Desember 2005].

Anonim. 2005 b. Tempe Enak Dimakan dan Perlu.http://www.pjnhk.go.id./berita-artikel : [05 Desember 2005].

Anonim. 2005c. Jangan Lupakan Tempe. http://www.bpksulteng.go.id :  [05

Desember 2005].

Apriyantono, A., D. Fardiaz, N. L. Puspitasari, Sedarnawati dan S. Budiyanto.1989. Analisis Pangan. IPB Press. Bogor.

Association of Official Analytical Chemists (AOAC). 1995. Official Methods

of Analysis. 16th Edition. Association of Official Analytical Chemistry.Washington, D. C.

Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, dan M. Wootton. 1990. IlmuPangan. UI Press. Jakarta.

Chaplin, G. 2001. Monitoring Fluidized Bed Dryer Hydrodynamics UsingPressure Fluctuations and Electrical Capacitance Tomography.http://library.usask.ca/gec564phd. pdf  : [07 Januari 2006]

Choe, E. J. Lee, K. Park, dan S. Lee. 2001. Effects of heat pretreatment on lipidand pigments of freeze dried spinach. Journ. of Food Science. 66 (8):1074 – 1078.

Damayanthi, E. dan E. S. Mudjajanto. 1995. Teknologi Makanan. DepartemenPendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.

DeMan, J. M. 1997. Kimia Makanan. Penerbit ITB. Bandung.

Desrosier, N. W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerbit Universitas

Indonesia. Jakarta.

Devahastin, S. 2000. Pengeringan Industrial. Terjemahan : Armansyah H. T.,

Dyah W., Edy H., dan Leopold O. N. IPB Press. Bogor.

Dwidjoseputro, D. dan F. T. Wolf. 1970. Microbiological Studies of IndonesianFermented Foodstuffa. Di dalam : Muliawaty, L. Studi Kesesuaian BahanBaku Tempe dari Berbagai Varietas Kedelai Untuk Pembuatan KeripikTempe. Fateta IPB. Bogor.

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 75/100

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 76/100

  63

Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. UI Press. Jakarta.

Koswara, S. 1995. Teknologi Pengolahan Kedelai. Pustaka Sinar Harapan.

Jakarta.

Krisdiana, R. dan Heriyanto. 2000. Penggunaan Komoditas Kedelai UntukIndustri Produk Olahan Rumah Tangga di Pulau Jawa. Di dalam: ProsidingSeminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian Dalam Upaya

Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Pusat Penelitian danPengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Badan Penelitian danPengembangan Pertanian. Jakarta.

Labuza, T.P., L. McNally, D. Gallagher, J. Hawkes dan F. Hurtado. 1972.Stability of Intermediate Moisture Foods. Journal of Food Science. 37 :154 – 159.

Lakanra, O. dan M. A. Watson. Storage effects on lipase activity in fresh cut

cantaloupe melon and fermentation. Journal of Food Science. 69 (2) :FCT126 – FCT130.

Liu, K. 1997. Soybeans. Chemistry, technology, and utilization. International

Thompson Publishing. New York.

Mahmud, M. K. 1987. Penggunaan Makanan Bayi Formula Tempe Dalam DiitBayi dan Anak Balita Sebagai Suatu Upaya Penanggulangan Masalah Diare.Disertasi. Fateta IPB. Bogor.

Mangels, R. 1995. Soy products supply isoflavonoids, which appear to play a

role in cancer prevention. J. Am Diet Assoc. 95 : 545-551. Di dalam :

http://www.natural-connectoin.com : [05 Januari 2006].

Manley, D. 1998. Technology of Biscuits, Crackers and Cookies. WoodheadPublishing Limited. Cambridge.

Matsuhashi, T. 1985. Improvement of Community Level Food Processing. Didalam : Brury Wijaya. Pembuatan Tahu Rehidrasi dari Kedelai Lokal dan

Impor. Fateta IPB. Bogor.

McCabe, W. L. 1990. Operasi Teknik Kimia. PT Erlangga. Jakarta.

Muchtadi, D., A. Rachman, B. S. L. Jenie, T. R. Muchtadi, T. K. Bunasor dan M.

Thenawijaya. 1978. Studies on the Preservation of Tempeh. Di dalam :Muliawaty, L. Studi Kesesuaian Bahan Baku Tempe dari Berbagai

Varietas Kedelai Untuk Pembuatan Keripik Tempe. Fateta IPB. Bogor.

Muchtadi, T. R. 1989. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. PAU Pangan

dan Gizi. IPB. Bogor.

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 77/100

  64

Muliawaty, L. 1993. Studi Kesesuaian Bahan Baku Tempe dari Berbagai

Varietas Kedelai Untuk Pembuatan Keripik Tempe. Skripsi. Fateta IPB.Bogor.

Mutiara, D. 1985. Mempelajari Pengaruh Pengeringan dan Penyimpanan

Tempe Berflavor Sintetis terhadap Penerimaan. Skripsi. Fateta IPB.Bogor.

 Nielsen, S. 1994. Chemical Analysis of Foods. Jones and Bartlett Publishers.Boston.

 Nur, M. A., H. S. Rukmini, dan H. Adijuwana. 1990. Teknik Laboratoriumuntuk Bidang Biologi dan Kimia. PAU Bioteknologi. IPB. Bogor.

 Nuraini, M. 1995. Kajian Pengaruh Pemberian Bumbu dan Kemasan terhadapDaya Simpan dan Daya Tarik Produk Tempe. Skripsi. Fateta IPB.

Bogor.

 Nurasa, D. 1991. Beberapa Perubahan Protein Akibat Penggunaan Panas.Disertasi. Pasca Sarjana IPB. Bogor.

 Nurdini, M. D. 1996. Aspek Teknologi Pangan pada Proses Produksi Tempedan Tahu di Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (KOPTI)

Kotamadya Bandung. Laporan Praktek Lapang. Fateta IPB. Bogor.

 Nurhaida, R. 1999. Kajian Pengaruh Pengukusan dan Lama Penyimpanan

Tempe terhadap Mutu Kerupuk Tempe. Skripsi. Fateta IPB. Bogor.

 Nurkori. 1999. Identifikasi dan Karakterisasi Flavor Tempe. Skripsi. Fateta

IPB. Bogor.

Pehanic, M. 2004. Food safety and control drive oven and dryer innovations.www.foodengineeringmag.com : [10 Januari 2006].

Prihatna, A. 1991. Studi Pembuatan Tempe Instan. Skripsi. Fateta IPB.Bogor.

Rahmadi, A. 2000. Mempelajari Pembuatan Es Krim Tempe Bergizi Tinggi

dalam Upaya Peningkatan Gizi dan Kesehatan. Skripsi. Ffateta IPB.Bogor.

Raimbault, M. 1998. General and Microbiological aspects of solid substratefermentation. http://www.scielo.d.scielo. : [05 Januari 2006].

Russel, T. A. 2004. Comparison of Sensor y Properties of Whey and SoyProtein Concentrates and Isolates. http://www.lib.ncsu.edu/theses/etd.pdf  :

[15 September 2005].

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 78/100

  65

Sacharow, S. dan R. C. Griffin Jr. 1980. Food Packaging. Di dalam : Diana,

M. Pengaruh Kadar Cabe, Lama Perendaman dan Lama PenyimpananTerhadap Mutu  Hot Sweetened Papaya Slice Selama Pengemasan Vakum.

Fateta IPB. Bogor.

Salam, M. 1999. Mempelajari Pengaruh Blansir dan Pengeringan terhadapMutu Keripik Tempe. Skripsi. Fateta IPB. Bogor.

Sapuan dan N. Soetrisno. 1996. Bunga Rampai Tempe Indonesia. YayasanTempe Indonesia. Jakarta.

Sarwono, B. 2002. Membuat Tempe dan Oncom. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sarwono, R. 2005. Pengering Suhu Rendah Untuk Menjaga Mutu BahanPertanian. J. Teknologi dan Industri Pangan. 2 (XVI) : 168 – 173.

Savage, W. D., L. S. Wei, J. W. Sutherland, dan S. J. Schmidt. 1995.

Biologically active component inactivation and protein insolublilizationduring heat processing of soybeans. Journal of Food Science. 69 (6) :R160 – R165.

Shurtleff, W. dan A. Aoyagi. 1979. The Book of Tempeh. Di dalam : Nuraini,M. Kajian Pengaruh Pemberian Bumbu dan Kemasan terhadap Daya

Simpan dan Daya Tarik Produk Tempe. Fateta IPB. Bogor.

Simatupang, I. A. 1985. Mempelajari Pengaruh Penyimpanan Beku terhadap

Penyimpanan Tempe yang Berflavor. Skripsi. Fateta IPB. Bogor.

Singh, R. P. dan L. A. Laub. 1998. Food Storage Stability. CRC Press. New

York.

Siswadji, C. L. 1985. Pembuatan Minuman Sari Tempe dari Ekstraksi Tape UbiKayu ( Manihot sp.). Skripsi. Fateta IPB. Bogor.

Soegiharto, I. S. 1995. Mempelajari Pembuatan Cookies dengan SubstitusiTepung Tempe. Skripsi. Fateta IPB. Bogor.

Soyfoods Center. 2004. History of tempeh. http://www.thesoydailyclub.com :

[10 Januari 2006].

Standar Nasional Indonesia. 2002. SNI Berbagai Produk Hortikultura, Biji-

 bijian, dan Kacang-kacangan. Fateta IPB. Bogor.

Steinkraus, K. H., J.P. Van Buren, L. R. Hackler dan D. B. Hand. 1965. A PilotPlant Process for the Production Dehydrated Tempeh. Di dalam : Nuraini,M. Kajian Pengaruh Pemberian Bumbu dan Kemasan terhadap Daya

Simpan dan Daya Tarik Produk Tempe. Fateta IPB. Bogor.

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 79/100

  66

Steinkraus, K. H. 1983. Handbook of Indigenous Fermented Food. Di dalam :

Muliawaty, L. Studi Kesesuaian Bahan Baku Tempe dari BerbagaiVarietas Kedelai Untuk Pembuatan Keripik Tempe. Fateta IPB. Bogor.

Styoboedhie, P. 1991. Pemanfaatan Tepung Singkong sebagai Bahan

Pensubstitusi Tepung dalam Pembuatan Mie Kering yang Difortifikasidengan Tepung Tempe. Skripsi. Fateta IPB. Bogor.

Subagio, A., S. Hartanti, W.S. Windrati, Unus, M. Fauzi, dan B. Herry. 2002.Kajian sifat fisikokimia dan organoleptik hidrolisat tempe hasil hidrolisis

 protease. Jurnal Teknol. dan Ind. Pangan. XIII (3) : 204-210.

Sumarno. 1986. Kedelai dan Cara Budidayanya. Yasaguna. Jakarta.

Syarief, R., S. Santausa, dan B. Isyana. 1989. Buku dan Monograf TeknologiPengemasan Pangan. Laboratorium Rekayasa Proses Pangan. PAU

Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.

Syarief, R. dan H. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Arcan Press.Jakarta.

Syarief, R., Joko H., Purwiyatno H., Sutedja W., Suliantari, Dahrul S., Nugraha E.S., dan Y. Pieter S. 1999. Wacana Tempe Indonesia. Universitas Katolik

Widya Mandala. Surabaya.

Stevenson, G. T. dan C. Miller. 1960. Introductory Food Science. Harrison

and Sons. London.

Tejoparanoto, S. 1988. Sifat-sifat Analog Sosis Tempe. Skripsi. Fateta IPB.

Bogor.

Timotius, K. A. dan P. Farley. 1990. Extracellular Enzimes of  Rhizopusoligosporus. Di dalam : Tempeh Symposium. Second Asian Symposiumon Non Salted Soybean Fermentation. 13-15 February 1990. Ministry ofHealth National Institute for Health Research and Development. Jakarta.

USDA. 1998. USDA Nutrient Database for Standard Reference.http://users.chariot.net.au/%7ådna/koji.html#tempeh : [01Januari 2006].

Winarno, F.G., S. Fardiaz, dan D. Fardiaz. 1985. Pengantar Teknologi Pangan.PT. Gramedia. Jakarta.

Winarno, F. G. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. PT Gramedia

Pustaka Utama. Jakarta.

Winarno, F. G. 1994. Sterilisasi Komersial Produk Pangan. PT Gramedia

Pustaka Utama. Jakarta.

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 80/100

  67

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta.

Wirakartakusumah, M. A., Subarna, M. Arpah, D. Syah dan S. I. Budiwati.1992. Peralatan dan Unit Proses Industri Pangan. Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi PAU. IPB.Bogor.

Yusfik, H. 1998. Kajian Formulasi Crackers dengan Protein Berkualitas Tinggidari Tepung Jagung, Beras, Kedelai, dan Tempe. Skripsi. Fateta IPB.Bogor.

Zivanovic, S. dan R. Buescher. 2004. Change in mushroom texture and cellwallcomposition affected by thermal processing. Journal of Food Science. 69(1): SNQ44 – SNQ48.

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 81/100

  68

Lampiran 1. Standar tempe berdasarkan SNI.

Jenis Uji Satuan Persyaratan

Keadaan

Bau - Normal, khas tempeWarna - Normal

1.

Rasa - Normal

2. Air (b/b) % Maks 65

3. Abu (b/b) % Maks 1.5

4. Protein (N x 6.25) (b/b) % Min 20

5. Lemak (b/b) % Min 10

6. Serat kasar (b/b) % Maks 2.5

  Sumber : SNI 01-3144-1998

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 82/100

  69

Lampiran 2. Standar tempe berdasarkan USDA  Nutrient Database 

No. Nutrisi Satuan Jumlah/100 g

Proksimat

Air g 54.95

Energi Kkal 199

Protein g 18.95

Total lemak g 7.68

Karbohidrat g 17.03

1.

Abu g 1.4

Mineral

Kalsium mg 93

Zat besi mg 2.26

Magnesium mg 70

Fosfor mg 206

Potasium mg 367

Sodium mg 6

Zinc mg 1.81

Tembaga mg 0.67

Mangan mg 1.43

2.

Selenium mg 8.8

VitaminVitamin C mg 0

Tiamin mg 0.131

Riboflavin mg 0.111

 Niasin mg 4.63

Asam pantotenat mg 0.355

Vitamin B6 mg 0.299

Asam folat mcg 52

Vitamin B12 mcg 1

3.

Vitamin A IU 686

4. Lipid

Asam lemak jenuh

14 : 0 (asam miristat)

16 : 0 (asam palmitat)

g

g

0.021

0.815

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 83/100

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 84/100

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 85/100

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 86/100

  73

Lampiran 5a.Data hasil analisa tekstur pada perlakuan pengolahan tempe yang berbeda.

Kondisi PengolahanJenis tempe

B1 B2

5639,8 2514,9A1

5189,9 2852,6

5826,9 3688,2A2

5520,5 2753,1

Keterangan :

A1 = tempe N B1 = segar

A2 = tempe M B2 = steril

Lampiran 5b. Hasil analisa keragaman terhadap tekstur pada perlakuan pengolahan

tempe yang berbeda.

Sumber Keragaman dk JK KT F-hitung Pr > F

Jenis tempe 1 316609,03 316609,03 1,97

Kondisi pengolahan 1 13437705,61 13437705,61 83,68

Jenis tempe*kondisi

 pengolahan

1 38655,90 38655,90 0,24

0,0037*

Kekeliruan 4 642372,13 160593,03

Total terkoreksi 7 14435342,68

(Pr > F) < 0,05 = berpengaruh nyata (*)

Lampiran 5c. Hasil uji jarak Duncan tekstur untuk perlakuan pengolahan tempe yang

 berbeda.

Interaksi Rata-rata Kelompok

Duncan

A2B1 5673,7 ± 216,66 A

A1B1 5414,9 ± 318,13 A

A2B2 3220,7 ± 661,22 B

A1B2 2683,8 ± 238,79 B

Catatan : Rata-rata dengan huruf yang sama pada kelompok Duncan menunjukkan taraf

 perlakuan tidak memberikan hasil yang berbeda nyata pada nilai á = 0,05

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 87/100

  74

Lampiran 6a. Data hasil analisa warna pada perlakuan pengolahan tempe yang berbeda.

Kondisi PengolahanJenis tempe

B1 B2

55,12 48,75A1

52,73 47,36

55,99 49,48A2

55,18 47,50

Keterangan :

A1 = tempe N B1 = segar

A2 = tempe M B2 = steril

Lampiran 6b. Hasil analisa keragaman terhadap warna pada perlakuan pengolahan

tempe yang berbeda.

Sumber Keragaman dk JK KT F-hitung Pr > F

Jenis tempe 1 2,20 2,20 1,44

Kondisi pengolahan 1 83,94 83,94 54,88

Jenis tempe*kondisi

 pengolahan

1 0,75 0,75 0,49

0,0079*

Kekeliruan 4 6,11 1,53

Total terkoreksi 7 93,00

(Pr > F) < 0,05 = berpengaruh nyata (*)

Lampiran 6c.Hasil uji jarak Duncan warna untuk perlakuan pengolahan tempe yang

 berbeda.

Interaksi Rata-rata Kelompok

Duncan

A2B1 55,59 ± 0,57 A

A1B1 53,92 ± 1,69 A

A2B2 48,49 ± 1,40 B

A1B2 48,06 ± 0,98 B

Catatan : Rata-rata dengan huruf yang sama pada kelompok Duncan menunjukkan taraf

 perlakuan tidak memberikan hasil yang berbeda nyata pada nilai á = 0,05

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 88/100

  75

Lampiran 7a. Data hasil analisa kadar air (%bb) pada perlakuan pengolahan tempe

yang berbeda.

Kondisi PengolahanJenis tempe

B1 B2

65,19 63,42A1

64,35 64,14

65,15 64,29A2

65,89 65,09

Keterangan :

A1 = tempe N B1 = segar

A2 = tempe M B2 = steril

Lampiran 7b. Hasil analisa keragaman terhadap kadar air (%bb) pada perlakuan

 pengolahan tempe yang berbeda.

Sumber Keragaman dk JK KT F-hitung Pr > F

Jenis tempe 1 2,33 2,33 9,66

Kondisi pengolahan 1 2,69 2,69 11,15

Jenis tempe*kondisi

 pengolahan

1 0,06 0,06 0,24

0,0452*

Kekeliruan 4 0,96 0,24

Total terkoreksi 7 6,05

(Pr > F) < 0,05 = berpengaruh nyata (*)

Lampiran 7c.Hasil uji jarak Duncan kadar air untuk perlakuan pengolahan tempe yang

 berbeda.

Interaksi Rata-rata Kelompok

Duncan

A2B1 65,52 ± 0,18 A

A1B1 64,77 ± 0,59 AB

A2B2 64,69 ± 0,56 AB

A1B2 63,78 ± 0,51 B

Catatan : Rata-rata dengan huruf yang sama pada kelompok Duncan menunjukkan taraf

 perlakuan tidak memberikan hasil yang berbeda nyata pada nilai á = 0,05

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 89/100

  76

Lampiran 8a. Data hasil analisa kadar abu (%bb) pada perlakuan pengolahan tempe

yang berbeda.

Kondisi PengolahanJenis tempe

B1 B2

0,56 0,71A1

0,57 0,60

0,54 0,66A2

0,55 0,59

Keterangan :

A1 = tempe N B1 = segar

A2 = tempe M B2 = steril

Lampiran 8b. Hasil analisa keragaman terhadap kadar abu (%bb) pada perlakuan

 pengolahan tempe yang berbeda.

Sumber Keragaman dk JK KT F-hitung Pr > F

Jenis tempe 1 0,001 0,001 0,58

Kondisi pengolahan 1 0,014 0,014 6,72

Jenis tempe*kondis i

 pengolahan

1 0,00005 0,00005 0,02

0,2042

Kekeliruan 4 0,0086 0,0022

Total terkoreksi 7 0,024

(Pr > F) < 0,05 = berpengaruh nyata (*)

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 90/100

  77

Lampiran 9a. Data hasil analisa kadar protein (%bb) pada perlakuan pengolahan tempe

yang berbeda.

Kondisi PengolahanJenis tempe

B1 B2

18,93 16,30A1

19,03 16,92

19,75 17,78A2

19,95 17,54

Keterangan :

A1 = tempe N B1 = segar

A2 = tempe M B2 = steril

Lampiran 9b. Hasil analisa keragaman terhadap kadar protein (%bb) pada perlakuan

 pengolahan tempe yang berbeda.

Sumber Keragaman dk JK KT F-hitung Pr > F

Jenis tempe 1 1,8432 1,8432 29,9707

Kondisi pengolahan 1 10,3968 10,3968 169,0537

Jenis tempe*kondisi

 pengolahan

1 0,0162 0,0162 0,2634

0,0004*

Kekeliruan 4 0,246 0,0615

Total terkoreksi 7 12,5022

(Pr > F) < 0,05 = berpengaruh nyata (*)

Lampiran 9c.Hasil uji jarak Duncan kadar protein (%bb) untuk perlakuan pengolahan

tempe yang berbeda.

Interaksi Rata-rata Kelompok

Duncan

A2B1 19,85 ± 0,31 A

A1B1 18,98 ± 0,01 B

A2B2 17,66 ± 0,12 C

A1B2 16,61 ± 0,23 D

Catatan : Rata-rata dengan huruf yang sama pada kelompok Duncan menunjukkan taraf

 perlakuan tidak memberikan hasil yang berbeda nyata pada nilai á = 0,05

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 91/100

  78

Lampiran 10a. Data hasil analisa kadar lemak (%bb) pada perlakuan pengolahan tempe

yang berbeda.

Kondisi PengolahanJenis tempe

B1 B2

10,48 15,79A1

12,44 15,46

9,98 14,26A2

9,77 13,93

Keterangan :

A1 = tempe N B1 = segar

A2 = tempe M B2 = steril

Lampiran 10b. Hasil analisa keragaman terhadap kadar lemak (%bb) pada perlakuan

 pengolahan tempe yang berbeda.

Sumber Keragaman dk JK KT F-hitung Pr > F

Jenis tempe 1 4,85 4,85 9,46

Kondisi pengolahan 1 35,15 35,15 68,53

Jenis tempe*kondisi

 pengolahan

1 0,001 0,001 0,00

0,0044*

Kekeliruan 4 2,05 0,51

Total terkoreksi 7 42,06

(Pr > F) < 0,05 = berpengaruh nyata (*)

Lampiran 10c.Hasil uji jarak Duncan kadar lemak (%bb) untuk perlakuan pengolahan

tempe yang berbeda.

Interaksi Rata-rata Kelompok

Duncan

A1B2 15,63 ± 0,23 A

A2B2 14,09 ± 0,23 A

A1B1 11,46 ± 1,38 B

A2B1 9,88 ± 0,15 B

Catatan : Rata-rata dengan huruf yang sama pada kelompok Duncan menunjukkan taraf

 perlakuan tidak memberikan hasil yang berbeda nyata pada nilai á = 0,05

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 92/100

  79

Lampiran 11a. Data hasil analisa kadar karbohidrat (%bb) pada perlakuan pengolahan

tempe yang berbeda.

Kondisi PengolahanJenis tempe

B1 B2

4,84 3,78A1

3,61 2,88

4,58 3,01A2

3,84 2,85

Keterangan :

A1 = tempe N B1 = segar

A2 = tempe M B2 = steril

Lampiran 11b. Hasil analisa keragaman terhadap kadar karbohidrat (%bb) pada

 perlakuan pengolahan tempe yang berbeda.

Sumber Keragaman dk JK KT F-hitung Pr > F

Jenis tempe 1 00861 00861 0,2378

Kondisi pengolahan 1 2,3653 2,3653 6,5340

Jenis tempe*kondisi

 pengolahan

1 0,0742 0,0742 0,2050

0,4423

Kekeliruan 4 1,448 0,362

Total terkoreksi 7 3,9736

(Pr > F) < 0,05 = berpengaruh nyata (*)

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 93/100

  80

Lampiran 12a. Data hasil analisa pH pada perlakuan masa simpan tempe sterilisasi yang

 berbeda.

Masa SimpanJenis tempe

C1 C2

5,56 5,86A1

5,57 5,76

5,77 6,30A2

5,72 6,25

Keterangan :

A1 = tempe N C1 = 0 minggu

A2 = tempe M C2 = 2 minggu

Lampiran 12b. Hasil analisa keragaman terhadap pH pada perlakuan masa simpan tempe

sterilisasi yang berbeda.

Sumber Keragaman dk JK KT F-hitung Pr > F

Jenis tempe 1 0,21 0,21 110,21

Kondisi pengolahan 1 0,30 0,30 159,11

Jenis tempe*kondisi

 pengolahan

1 0,04 0,04 21,52

0,0003*

Kekeliruan 4 0,007 0,002

Total terkoreksi 7 0,56

(Pr > F) < 0,05 = berpengaruh nyata (*)

Lampiran 12c.Hasil uji jarak Duncan nilai pH untuk perlakuan masa simpan tempe

sterilisasi yang berbeda.

Interaksi Rata-rata Kelompok

Duncan

A2C2 6,28 ± 0,04 A

A1C2 5,81 ± 0,07 B

A2C1 5,74 ± 0,04 B

A1C1 5,56 ± 0,01 C

Catatan : Rata-rata dengan huruf yang sama pada kelompok Duncan menunjukkan taraf

 perlakuan tidak memberikan hasil yang berbeda nyata pada nilai á = 0,05

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 94/100

  81

Lampiran 13a. Data hasil analisa tekstur pada perlakuan masa simpan tempe sterilisasi

yang berbeda.

Masa SimpanJenis tempe

C1 C2

2514,9 2352,8A1

2852,6 2580,4

3688,2 3353,9A2

2753,1 2665,3

Keterangan :

A1 = tempe N C1 = 0 minggu

A2 = tempe M C2 = 2 minggu

Lampiran 13b. Hasil analisa keragaman terhadap tekstur pada perlakuan masa simpan

tempe sterilisasi yang berbeda.

Sumber Keragaman dk JK KT F-hitung Pr > F

Jenis tempe 1 583092,01 583092,01 3,08

Kondisi pengolahan 1 91677,62 91677,62 0,48

Jenis tempe*kondisi

 pengolahan

1 18,61 18,61 0,00

0,4200

Kekeliruan 4 757212,51 189303,13

Total terkoreksi 7 1432000,74

(Pr > F) < 0,05 = berpengaruh nyata (*)

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 95/100

  82

Lampiran 14a. Data hasil analisa warna pada perlakuan masa simpan tempe sterilisasi

yang berbeda.

Masa SimpanJenis tempe

C1 C2

48,75 47,74A1

47,36 37,07

49,48 44,56A2

47,50 37,20

Keterangan :

A1 = tempe N C1 = 0 minggu

A2 = tempe M C2 = 2 minggu

Lampiran 14b. Hasil analisa keragaman terhadap warna pada perlakuan masa simpan

tempe yang berbeda.

Sumber Keragaman dk JK KT F-hitung Pr > F

Jenis tempe 1 0,59 0,59 0,03

Kondisi pengolahan 1 88,05 88,05 4,05

Jenis tempe*kondisi

 pengolahan

1 1,92 1,92 0,09

0,3679

Kekeliruan 4 86,96 21,74

Total terkoreksi 7 177,51

(Pr > F) < 0,05 = berpengaruh nyata (*)

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 96/100

  83

Lampiran 15a. Data hasil analisa kadar air (%bb) pada perlakuan masa simpan tempe

sterilisasi yang berbeda.

Masa SimpanJenis tempe

C1 C2

63,42 64,02A1

64,14 64,25

64,29 66,80A2

65,09 66,92

Keterangan :

A1 = tempe N C1 = 0 minggu

A2 = tempe M C2 = 2 minggu

Lampiran 15b. Hasil analisa keragaman terhadap kadar air (%bb) pada perlakuan masa

simpan tempe sterilisasi yang berbeda.

Sumber Keragaman dk JK KT F-hitung Pr > F

Jenis tempe 1 6,61 6,61 43,12

Kondisi pengolahan 1 3,19 3,19 20,81

Jenis tempe*kondisi

 pengolahan

1 1,65 1,65 10,75

0,0048*

Kekeliruan 4 0,61 0,15

Total terkoreksi 7 12,05

(Pr > F) < 0,05 = berpengaruh nyata (*)

Lampiran 15c.Hasil uji jarak Duncan kadar air untuk perlakuan masa simpan tempe

sterilisasi yang berbeda.

Interaksi Rata-rata Kelompok

Duncan

A2C2 66,86 ± 0,08 A

A2C1 64,69 ± 0,56 B

A1C2 64,13 ± 0,16 B

A1C1 63,78 ± 0,51 B

Catatan : Rata-rata dengan huruf yang sama pada kelompok Duncan menunjukkan taraf

 perlakuan tidak memberikan hasil yang berbeda nyata pada nilai á = 0,05

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 97/100

  84

Lampiran 16a. Data hasil analisa kadar abu (%bb) pada perlakuan masa simpan tempe

sterilisasi yang berbeda.

Masa SimpanJenis tempe

C1 C2

0,71 0,63A1

0,60 0,67

0,66 0,61A2

0,59 0,60

Keterangan :

A1 = tempe N C1 = 0 minggu

A2 = tempe M C2 = 2 minggu

Lampiran 16b. Hasil analisa keragaman terhadap kadar abu (%bb) pada perlakuan masa

simpan tempe sterilisasi yang berbeda.

Sumber Keragaman dk JK KT F-hitung Pr > F

Jenis tempe 1 0,003 0,003 1,20

Kondisi pengolahan 1 0,0003 0,0003 0,13

Jenis tempe*kondisi

 pengolahan

1 0,0001 0,0001 0,05

0,7242

Kekeliruan 4 0,009 0,002

Total terkoreksi 7 0,012

(Pr > F) < 0,05 = berpengaruh nyata (*)

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 98/100

  85

Lampiran 17a. Data hasil analisa kadar protein (%bb) pada perlakuan masa simpan

tempe sterilisasi yang berbeda.

Masa SimpanJenis tempe

C1 C2

16,30 16,44A1

16,92 16,38

17,78 17,68A2

17,54 17,58

Keterangan :

A1 = tempe N C1 = 0 minggu

A2 = tempe M C2 = 2 minggu

Lampiran 17b. Hasil analisa keragaman terhadap kadar protein (%bb) pada perlakuan

masa simpan tempe sterilisasi yang berbeda.

Sumber Keragaman dk JK KT F-hitung Pr > F

Jenis tempe 1 2,5764 2,5764 45,2794

Kondisi pengolahan 1 0,0264 0,0264 0,4639

Jenis tempe*kondisi

 pengolahan

1 0,0145 0,0145 0,2548

0,0117*

Kekeliruan 4 0,2278 0,0569

Total terkoreksi 7 2,8451

(Pr > F) < 0,05 = berpengaruh nyata (*)

Lampiran 17c.Hasil uji jarak Duncan kadar protein untuk perlakuan masa simpan tempe

sterilisasi yang berbeda.

Interaksi Rata-rata Kelompok

Duncan

A2C1 17,66 ± 0,05 A

A2C2 17,63 ± 0,13 A

A1C1 16,61 ± 0,30 B

A1C2 16,41 ± 0,04 B

Catatan : Rata-rata dengan huruf yang sama pada kelompok Duncan menunjukkan taraf

 perlakuan tidak memberikan hasil yang berbeda nyata pada nilai á = 0,05

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 99/100

  86

Lampiran 18a. Data hasil analisa kadar lemak (%bb) pada perlakuan masa simpan tempe

sterilisasi yang berbeda.

Masa SimpanJenis tempe

C1 C2

15,79 14,33A1

15,46 14,46

14,26 12,94A2

13,93 13,37

Keterangan :

A1 = tempe N C1 = 0 minggu

A2 = tempe M C2 = 2 minggu

Lampiran 18b. Hasil analisa keragaman terhadap kadar lemak (%bb) pada perlakuan

masa simpan tempe sterilisasi yang berbeda.

Sumber Keragaman dk JK KT F-hitung Pr > F

Jenis tempe 1 3,84 3,84 73,14

Kondisi pengolahan 1 2,35 2,35 44,89

Jenis tempe*kondisi

 pengolahan

1 0,04 0,04 0,80

0,0020*

Kekeliruan 4 0,21 0,05

Total terkoreksi 7 6,44

(Pr > F) < 0,05 = berpengaruh nyata (*)

Lampiran 18c.Hasil uji jarak Duncan kadar lemak (%bb) untuk perlakuan masa simpan

tempe sterilisasi yang berbeda.

Interaksi Rata-rata Kelompok

Duncan

A1C1 15,63 ± 0,23 A

A1C2 14,39 ± 0,09 B

A2C1 14,09 ± 0,23 B

A2C2 13,16 ± 0,30 C

Catatan : Rata-rata dengan huruf yang sama pada kelompok Duncan menunjukkan taraf

 perlakuan tidak memberikan hasil yang berbeda nyata pada nilai á = 0,05

7/21/2019 Memperpanjang Umur Simpan Dgn Metode Pengeringan

http://slidepdf.com/reader/full/memperpanjang-umur-simpan-dgn-metode-pengeringan 100/100

  87

Lampiran 19a. Data hasil analisa kadar karbohidrat (%bb) pada perlakuan masa simpan

tempe sterilisasi yang berbeda.

Kondisi PengolahanJenis tempe

B1 B2

3,78 4,58A1

2,88 4,24

3,01 1,97A2

2,85 1,53

Keterangan :

A1 = tempe N C1 = 0 minggu

A2 = tempe M C2 = 2 minggu

Lampiran 19b. Hasil analisa keragaman terhadap kadar karbohidrat (%bb) pada

 perlakuan masa simpan tempe sterilisasi yang berbeda.

Sumber Keragaman dk JK KT F-hitung Pr > F

Jenis tempe 1 4,6818 4,6818 32,7169

Kondisi pengolahan 1 0,005 0,005 0,0349

Jenis tempe*kondisi

 pengolahan

1 2,5538 2,5538 17,8463

0,0112*

Kekeliruan 4 0,5724 0,1431

Total terkoreksi 7 7,813

(Pr > F) < 0,05 = berpengaruh nyata (*)

Lampiran 19c.Hasil uji jarak Duncan kadar karbohidrat (%bb) untuk perlakuan masa

simpan tempe sterilisasi yang berbeda.

Interaksi Rata-rata Kelompok