membaca endangered mind_jane healy oleh ellen kristi_editedaif

Upload: sugi-harto

Post on 16-Oct-2015

16 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 5/26/2018 Membaca Endangered Mind_Jane Healy Oleh Ellen Kristi_editedAIF

    1/15

    www.cmindonesia.com Page 1

    Membaca 'Endangered Minds' (1)01/15/2014

    Catatan: Tulisan psikolog pendidikan senior Jane Healy ini direkomendasikanolehAmbleside Onlinesebagai buku yang wajib dibaca oleh setiap orangtua!.Menyambut tahun 2014, saya berencana akan menayangkan secara sinambungringkasan isinya dari bab ke bab, supaya hikmahnya bisa terbagikan ke sebanyakmungkin orang. Meskipun konteksnya adalah kondisi anak-anak Amerika, sayayakin banyak pelajaran yang bisa kita tarik bagi anak-anak Indonesia karenasecara intuitif saya merasa situasi yang sama juga terjadi di sini. Bagi praktisimetode CM, buku ini akan membuat kita semakin mengerti mengapa secaraneurologis metode CM sangat efektif.

    BAB 1 OTAK ANAK ZAMAN SEKARANG BEDA?

    Menjadi guru selama berpuluh-puluh tahun, dengan sendirinya Jane Healy merasakan bahwa adasesuatu yang berbeda dengan anak-anak zaman sekarang. Meskipun sekilas dari luar mereka tampaklebih terbuka dan spontan, tapi dari segi kecerdasan, sepertinya terjadi penurunan. Dan bukan Janeseorang diri yang punya kesan demikian. Ketika menanyai tiga ratus guru veteran lain merekayang telah mengabdi puluhan tahun di sekolah dan mencintai profesi ini hampir semuanyaberpendapat sama. Anak zaman sekarang memang beda, dalam arti negatif. Dibandingkan generasikakek-nenek atau ayah-ibu mereka, anak-anak sekarang lebih sulit diajar, malas membaca, lemahdalam daya konsentrasi, perhatian mudah terpecah, tidak sabaran, pasif berpikir, kalau mengerjakantugas harus dituntun langkah per langkah, kurang rasa ingin tahu, kurang motivasi, kurang terampilbersosialisasi, kurang mampu mengungkapkan pikiran secara verbal, kurang mampu mendengar

    secara mendalam, kurang bagus keterampilan motoriknya, ... dan sejenisnya.

    Kegelisahan Jane dan teman-teman gurunya didukung oleh data statistik. Memang terjadipenurunan rata-rata skor tes kemampuan akademik siswa dari dekade ke dekade. Jika diringkas,yang mengalami penurunan secara signifikan adalah: (1) segala aspek pembelajaran yang berkaitandengan bahasa, mulai dari membaca, menulis, penalaran analitis, pengungkapan pikiran secara lisan;(2) kemampuan berkonsentrasi dalam rentang waktu panjang, contohnya: skor ujian akan lebihrendah untuk soal-soal yang penyelesaiannya butuh lebih dari satu langkah; (3) kemampuanmemecahkan masalah.

    Yang paling parah adalah fenomena krisis membaca di

    kalangan generasi muda. Oh ya, tolong diluruskan dulubahwa membaca yang Jane maksud bukan sekadarbisa membunyikan huruf-huruf. Banyak orangtua danguru yang merasa lega ketika akhirnya, setelah jungkirbalik mengajari, anak akhirnya bisa menyuarakanhuruf-huruf. Namun bisa menyuarakan huruf barulahtahap membaca yang paling dasar. Berikutnya kitamasih harus mencari tahu: Apakah anak memahami

    makna bacaan? Bisakah dia menceritakan ulang atau menuliskan kembali atau berdiskusidan berargumentasi tentang isi bacaan?

    Survei membuktikan, anak yang suka baca kini terbilang makhluk langka. Riset terhadap

    http://www.cmindonesia.com/1/post/2014/01/membaca-endangered-minds-1.htmlhttp://www.amblesideonline.org/ReviewHealy.htmlhttp://www.amblesideonline.org/ReviewHealy.htmlhttp://www.amblesideonline.org/ReviewHealy.htmlhttp://www.amblesideonline.org/ReviewHealy.htmlhttp://www.cmindonesia.com/1/post/2014/01/membaca-endangered-minds-1.html
  • 5/26/2018 Membaca Endangered Mind_Jane Healy Oleh Ellen Kristi_editedAIF

    2/15

    www.cmindonesia.com Page 2

    para siswa kelas 5 SD mendapati bahwa 50% anak hanya membaca selama 4 menit ataukurang per hari, 30% membaca 2 menit atau kurang, dan 10% tidak membaca sama sekali,sementara durasi harian mereka menonton televisi terus meningkat. Makin sedikit anakmuda yang meminati karya sastra berbobot. Oplah buku-buku serius mengalami trenmenurun. Lebih celaka lagi, survei lain menunjukkan bahwa anak-anak yang tidak terampildan/atau tidak suka membaca ini merasa diri mereka baik-baik saja, tidak merasa punyamasalah dengan kemampuan membaca mereka, dan tidak merasa perlu bantuan untukmemperbaikinya.

    Dari data ini, Jane dengan sedih menyimpulkan bahwa generasi muda kita sedangmengalami sindrom iliterasi (keterampilan membaca kurang) dan aliterasi (minat membacarendah). Bernice Cullinan dari New York University merumuskan aliteratesebagai orangyang tahu cara membaca, tapi memilih untuk tidak membacamereka tidak menganggapmembaca itu sumber kesenangan, lebih suka mencari informasi dari media audiovisualdaripada tulisan. Karena akhirnya hanya memperoleh informasi secara dangkal, seorangyang enggan membaca secara substansial tidak lebih hebat dari mereka yang belum mampu

    membaca.

    Banyak anak, mulai dari jenjang SD sampai perguruan tinggi, yang bilang membaca bukuitu terlalu membosankan dan sulit. Mereka tak sabar mengikuti urutan ide yang disajikanpengarang. Jane Healy menduga bahwa mereka tak terlatih secara mental untuk menggarapbacaan, tak terbiasa berkonsentrasi dalam rentang waktu panjang. Agar bisa membacadengan baik, benak harus terlatih menggunakan bahasa, berefleksi, dan tekun mengatasikesulitan. [Sebelum siswa berhasil] menangkap makna bacaan, bagi mereka membaca itutetap terasa hampa dan tak memuaskan, kata Jane. Maka, jangan keburu puas melihat anakbisa membunyikan kalimat. Kita baru boleh puas atas kemampuan membaca anak kita kalau

    dia sudah mampu menaklukkan teks sungguhan dengan tata bahasa, kosakata, dan mutuliterer yang tinggi.

    Situasi iliterasi dan aliterasi ini semakin parah karena orang-orang dewasa juga membericontoh serupa. Berapa banyak orangtua yang tidak suka membaca? Atau kalaupunmembaca, bahan bacaannya tak lebih dari tabloid, koran (bahkan koran pun dipilih yangbahasanya mudah? berita kriminal dibaca tapi opini dan tajuk rencana ogah?) atau majalahyang banyak gambarnya dan tulisannya pendek-pendek. Guru pun demikian. Surveiterhadap mahasiswa keguruan di Kent State University mendapati bahwa seperempat dariresponden mengaku tidak suka membaca. Kalaupun terdesak membuat tugas makalah,

    mereka cenderung mencari bahan bacaan yang pendek (google saja, beres!?). Bisadibayangkan, kalau minat baca orangtua atau gurunya saja seperti itu, kelak literasi anakdan siswanya bakal seperti apa?

    Namun Jane menemukan paradoks yang aneh. Sementara kemampuan

    mental anak sekarang tampak menurun, data statistik lain menunjukkan

    bahwa tren skor IQ terus meningkat. Bukankah itu berarti anak zaman

    sekarang makin cerdas? Tapi mengapa skor akademis mereka menurun?

    Seolah-olah para siswa yang masuk sekolah itu makin hari makin cerdas,

    tetapi mereka lulus dari sekolah dengan kemampuan akademis yang

    makin hari makin buruk. Generasi lebih cerdas yang makin tak terdidik,bagaimana mungkin ini terjadi? keluh Dr. James R. Flynn dari Universitas

  • 5/26/2018 Membaca Endangered Mind_Jane Healy Oleh Ellen Kristi_editedAIF

    3/15

    www.cmindonesia.com Page 3

    Ontago di Selandia Baru, setelah mengumpulkan semua informasi mengenai tren IQ dari 14 negara

    maju.

    Berarti sekolah dan guru yang salah? Tunggu dulu. Sebab sementara masyarakat menyalahkan para

    pendidik, sebenarnya sekolah dan guru pun mengeluh, betapa anak-anak yang orangtua titipkan

    kepada mereka sangat minim kesiapannya untuk belajar. Saya menduga ini semua karena TV dan

    orangtua yang terlalu sibuk, kecam seorang pendidik. Dulu, orangtua punya waktu untuk

    mengajak anaknya mengalami berbagai hal bersama, punya waktu untuk berdiskusi, membacakan

    buku, olahraga bareng, tapi sekarang kalau pergi keluar paling-paling cuma untuk mengantarkan

    anaknya berangkat ke sekolah atau kursus. Padahal tanpa pengalaman, tidak akan terbentuk konsep.

    Tanpa konsep, rentang perhatian menjadi pendek, karena anak tidak paham isi percakapan.

    Nah, tuh kan, jadinya guru dan orangtua saling menyalahkan!

    Jane berpendapat, tidak ada gunanya saling menyalahkan, sebab tak ada yang sepenuhnya salah.

    Baik orangtua maupun guru sering merasa tak berdaya di hadapan tekanan hidup serta tuntutan

    pekerjaan. Kedua belah pihak sama-sama bingung karena formula pengasuhan dan pendidikan

    tradisional sudah tak efektif lagi. Jalan terbaik untuk menghadapi fenomena perubahan otak ini

    adalah memahami seluk-beluk tentang otak itu sendiri. Jane mengajak kita mendalami bagaimana

    pengetahuan neurosains bisa memperbaiki praktek pendidikan kita di rumah maupun di sekolah

    dan, dengan itu, menyelamatkan benak anak-anak kita.

    Dengan memahami proses perkembangan otak, kita akan melihat bahwa otak itu sangat luwes. Dia

    berubah bersama lingkungan dan budaya tempat hidupnya. Ketika lingkungan dan budaya berubah,

    anak memperoleh pengalaman yang berbeda dari generasi terdahulu, maka otak mereka akan

    beradaptasi dan ikut berubah. Fenomena menurunnya kemampuan mental anak merupakan indikasi

    bahwa ada sesuatu dalam pola serta gaya hidup anak-anak masa kini yang berisiko menghambat

    dan merusak perkembangan otak anak, sehingga dia gagal mengaktualisasi potensi-potensi luar

    biasa dalam dirinya. Mulai dari lingkungan yang beracun, pola hidup yang tak sehat, pilihan

    kegiatan anak setiap harinya (termasuk intensitas pemakaian TV, gadget, dan video games), sampai

    metode pengajaran yang keliru dan minimnya interaksi orangtua-anak, semua faktor ini berperan

    membentuk otak generasi muda kita menjadi seperti sekarang.

    Maka, langkah krusialnya adalah: terima tanggung jawab! Jangan hanya mengeluhkan generasi

    muda sekarang yang serba negatif begini-begitu. Orangtua dan guru ibarat supir yang memegang

    kemudi mobil. Kalaupun penumpangnya ribut dan banyak ulah, tetaplah kita punya privilese untuk

    membimbing anak-anak muda ini menuju ke arah yang kita anggap tepat. Bisa jadi di era informasiini, kita merasa minder terhadap anak kita sendiri, merasa diri kita gaptek dan ketinggalan zaman.

    Jane berpesan, jangan jadikan gaptek sebagai alasan untuk memasrahkan kemudi pendidikan

    kepada anak, lalu membiarkan dia memakai piranti teknologis untuk menjelajah ke mana pun dia

    mau tanpa pengawasan. Jangan biarkan pula arah kehidupan anak kita disetir oleh desakan teman

    sebaya atau budaya populer di sekelilingnya.

    Supaya bisa memberi arahan yang tepat kepada anak-anak, tentu saja kita mesti banyak belajar.

    Dalam bab-bab berikutnya, Jane ingin menjelaskan kepada kita seluk beluk dan kebutuhan otak

    anak, supaya kita bisa memfasilitasinya dengan tepat. (bersambung)

    http://www.cmindonesia.com/1/post/2014/01/membaca-endangered-minds-1.html

    http://www.cmindonesia.com/1/post/2014/01/membaca-endangered-minds-2.htmlhttp://www.cmindonesia.com/1/post/2014/01/membaca-endangered-minds-2.htmlhttp://www.cmindonesia.com/1/post/2014/01/membaca-endangered-minds-2.htmlhttp://www.cmindonesia.com/1/post/2014/01/membaca-endangered-minds-2.html
  • 5/26/2018 Membaca Endangered Mind_Jane Healy Oleh Ellen Kristi_editedAIF

    4/15

    www.cmindonesia.com Page 4

    Membaca 'Endangered Minds' (2)01/20/2014

    Ringkasanbab sebelumnya:Data menunjukkan bahwa anak-anak zaman sekarang mengalamipenurunan kemampuan akademis, terutama yang terkait dengan bahasa,dibanding generasi beberapa dekade lalu, padahal di sisi lain skor IQ rata-rata meningkat. Terjadi fenomena iliterasi (kurangnya keterampilanmembaca) dan aliterasi (rendahnya minat baca). Anak-anak seringmengeluh bahwa membaca buku itu terlalu sulit dan membosankan.Sepertinya mereka kesulitan mempertahankan konsentrasi dalam rentangpanjang. Semua fenomena ini, Jane Healy menduga, merupakan indikasibahwa otak anak-anak kita sedang mengalami perubahan karenalingkungan dan budaya mereka juga berubah.

    BAB 2OTAK YANG PLASTIS: HEBAT TAPI RISKAN!

    Suatu hari, Jane Healy menghadiri acaraceramah bagi guru. Tampil di sana Dr. MarianDiamond, seorang profesor neuro-anatomi dariUniversitas California. Marian menyajikan hasilpercobaannya terhadap sekawanan tikus.Sebagian tikus ditempatkan dalam lingkungankaya stimuli (antara lain: kandang lebih besar,

    teman sekandang lebih banyak, diberi tantanganbelajar hal-hal baru), sebagian lagi di lingkunganmiskin stimuli. Ternyata otak tikus-tikuskelompok pertama menjadi lebih besar danberat dibanding otak tikus-tikus kelompokkedua. Ini menunjukkan, kata Marian, betapaotak sangat terpengaruh oleh lingkungannya.

    Otak sangat terpengaruh oleh lingkungannya,bukan hanya oleh faktor keturunan (heredity)! Itu artinya, kita betul-betul tak boleh meremehkanproses pendidikan. Dan pendidikan itu harus dipahami dalam arti seluas-luasnya. Setiap

    pengalaman anak, entah itu di rumah, di sekolah, atau di tempat lain, akan memberikan stimulitertentu pada bagian otak tertentu. Banyak bermain di alam bebas akan merangsang otak secaraberbeda dibandingkan banyak bermain video games. Biasa membaca buku-buku bermutu sastraakan mengaktifkan sel otak (neuron) yang berbeda dari membaca buku-buku teks yang garing.Diajak mengobrol secara hangat dan penuh respek akan membentuk jejaring syaraf yang berbedadibandingkan diperintah-perintah secara diktator dengan nada marah-marah. Sering diajakbepergian ke tempat-tempat baru membentuk otak dengan cara yang berbeda dari terus-menerusjadi anak rumahan. Dan lain sebagainya.

    Sebetulnya ketika dalam kandungan, semua janin manusia sama-sama dianugerahi alam denganjumlah sel otak yang berlebih-lebih. Ada milyaran neuron yang menunggu untuk saling terhubung,

    tergantung stimuli dari lingkungannya nanti seperti apa. Itu sebabnya manusia hampir selalu bisaberadaptasi dengan segala jenis lingkungan, seekstrem apa pun. Menurut pakar otak Dr. WilliamGreenough, otak manusia punya bagian bebas yang lebih luas ketimbang otak b inatang.

    http://www.cmindonesia.com/1/post/2014/01/membaca-endangered-minds-2.htmlhttp://www.cmindonesia.com/1/post/2014/01/membaca-endangered-minds-1.htmlhttp://www.cmindonesia.com/1/post/2014/01/membaca-endangered-minds-1.htmlhttp://www.cmindonesia.com/1/post/2014/01/membaca-endangered-minds-1.htmlhttp://www.cmindonesia.com/1/post/2014/01/membaca-endangered-minds-1.htmlhttp://www.cmindonesia.com/1/post/2014/01/membaca-endangered-minds-2.html
  • 5/26/2018 Membaca Endangered Mind_Jane Healy Oleh Ellen Kristi_editedAIF

    5/15

    www.cmindonesia.com Page 5

    Maksudnya begini: Pada binatang, sebagian besar sel otaknya secara genetis telah terprogram untukmelakukan fungsi tertentu (mencari makan, berkembang biak, merawat anak, bermigrasi, dansebagainya). Ini membuat anak binatang seolah otomatis bisa menjalankan fungsi-fungsi tersebuttanpa harus banyak belajar atau berpikir, meski dampaknya, binatang mudah punah ketikahabitatnya rusak atau berubah. Tapi pada manusia, sel-sel otaknya banyak yang belum terprogramsecara spesifik mau berfungsi sebagai apa. Neuron bebas ini baru membentuk jejaring sesuai fungsiyang dibutuhkan si pemilik otak. Di mana kita tinggal, seperti apa budaya masyarakat kita,

    bagaimana kebiasaan keluarga kita, otak kita belajar menguasai keterampilan-keterampilan hidupterkait. Keterampilan apa saja bisa kita kuasai asalkan ada stimulasi yang cukup bagi otak.

    Nah, ketika anak semakin besar, jumlah neuron yang berlebih itu akan dirampingkan secara alami.Neuron yang tidak berhasil eksis (melakukan fungsi tertentu dan berjejaringdengan neuron lain)akan mati. Hanya neuron yang terpakai akan bertahan. Dan makin sering dia dipakai, jejaringnyamakin kuat dan sulit digantikan. Seumpama jalan setapak yang bercabang-cabang di tengah hutan,kalau sering dilewati tentu jalan setapak itu tambah jelas dan mapan. Begitu pula jejaring antarneuron. Waktu awal kita belajar setir mobil, misalnya, kita masih merasa canggung, bingung inipedal rem atau gas, kapan harus pindah gigi, dan sebagainya. Itu karena jejaring neuron yangberfungsi menyetir mobil masih baru, jalan setapaknya masih samar-samar. Tambah jam terbang,

    menyetir mobil tidak lagi jadi hal sukar, bahkan bisa dikerjakan sambil menggarap hal lain mengobrol dengan teman di samping, menerima panggilan telepon (tidak direkomendasikan!) ataubahkan mengetik SMS (sangat tidak direkomendasikan!). Itu karena jejaring neuron yang bertugasmenyetir mobil sudah kuat, jalan setapaknya telah menjadi jalan raya.

    Sifat otak yang begitu plastis ini, kata Jane Healy, bagaikan pedang bermata dua. Hebat tapi riskan.Hebat, karena membuat pribadi jadi begitu unik, otak satu orang dengan orang lain tak pernah samakarena setiap orang punya pengalaman yang berbeda-beda tentang lingkungannya. Hebat, karenavariasi jejaring neuron otak boleh dibilang tanpa batas! Jadi, kita selalu bisa mempelajari apa punyang kita mau pelajari. Tetapi riskan, karena belum tentu seorang anak hidup di lingkungan yangbaik. Belum tentu semua anak memperoleh stimulasi yang tepat secara cukup. Dus, belum tentu

    semua anak mampu mengaktualisasi segala potensi-potensi hebatnya.

    Kita ambil contoh masalah perkembangan keterampilan berbahasa yang guru-guru keluhkan tentanggenerasi muda zaman sekarang. Terasah atau tidaknya keterampilan berbahasa sangat tergantungpada pengalaman, yakni cara anak dibesarkan. Otak dari anak yang input bahasanya sebagian besarbersumber dari televisi, misalnya, akan berbeda dari anak yang inputnya dari orang sungguhan yangmengajaknya bicara secara personal. Ketika irama gaya hidup kontemporer merangsang anak terus-menerus dengan stimuli dari luar diri mereka, sehingga mereka tak lagi punya banyak waktu untuktenang, berpikir, berefleksi, dan melakukan percakapan batin, bentuk otak mereka juga mengalamiperubahan. Dr. Greenough menduga, perubahan lingkungan dan budaya skala besar di era iniotomatis menimbulkan perubahan skala besar pula dalam cara otak anak-anak zaman sekarangmemproses informasi.

    Hal lain terkait kehidupan modern yang membuat Jane kuatir

    adalah polusi lingkungan. Zat-zat beracun dan berbahaya bisa

    mempengaruhi (secara negatif) perkembangan otak anak sejak dia

    masih janin dalam kandungan. Otak janin belum punya

    kemampuan untuk menangkal zat-zat beracun/berbahaya yang

    merasukinya. Racun itu bisa menerobos plasenta dan menyerang

    janin, seperti terbukti dalam tragediThalidomide. Residu asap

    rokok bisa menyumbat plasenta dan menghalangi asupan gizi

    janin, atau bahkan menyebabkan kecacatan pada janin karena

    http://helix.northwestern.edu/article/thalidomide-tragedy-lessons-drug-safety-and-regulationhttp://helix.northwestern.edu/article/thalidomide-tragedy-lessons-drug-safety-and-regulationhttp://helix.northwestern.edu/article/thalidomide-tragedy-lessons-drug-safety-and-regulationhttp://helix.northwestern.edu/article/thalidomide-tragedy-lessons-drug-safety-and-regulation
  • 5/26/2018 Membaca Endangered Mind_Jane Healy Oleh Ellen Kristi_editedAIF

    6/15

    www.cmindonesia.com Page 6

    rusaknya sperma ayah (yang perokok) sejak semula. Alkohol dapat menyebabkan abnormalitas

    serius pada perkembangan mental dan jasmani janin. Berbagai jenis logam (timah, merkuri, arsenik,

    aluminium, dan kadmium) bisa menyebabkan keterbelakangan mental dan cacat lainnya. Pestisida

    serta bahan-bahan kimia lain berpengaruh pada sistem syaraf pusatnya. Belum lagi setelah lahir,

    anak berhadapan dengan polusi pabrik, asap knalpot, makanan yang terkontaminasi bahan kimia

    berbahaya, efek samping obat-obatan, dan sebagainya. Diduga akan makin banyak anak-anak di

    masa mendatang yang mengalami kesulitan dan gangguan belajar akibat pengaruh segala macamtoksin ini.

    Jane Healy menyemangati para orangtua agar menjadi pihak yang terinformasi mengenai semua

    faktor ancaman ini. Kalau sudah tahu hal-hal tertentu buruk, zat-zat tertentu berbahaya, mari

    hindarkan supaya (calon) anak kita kalau bisa jangan terekspos. Namun jangan pula menjadi terlalu

    tertekan sampai panik dan merasa tak berdaya! Terutama ketika hamil, betul-betul jagalah

    ketenangan hati Anda dan jangan stres. Stres selama masa kehamilan bisa mengacaukan sistem

    tranmisi kimiawi dalam otak janin, diduga karena hormon-homon stres yang menembus plasenta.

    Secara intuitif kita tahu bahwa stres itu bisa menular. Kalau orangtua stres, anak juga ikut stres. Dan

    pengalaman stres itu pasti akan memodifikasi perkembangan otak anak!

    Memang sulit ya, tahu berbagai hal buruk, tapi tidak boleh stres ...

    Karena itulah, Jane Healy menutup bab ini dengan memaparkan bahwa riset neurosains juga

    membawa pesan optimis: bahwa otak punya daya juang yang tinggi untuk mengatasi segala macam

    tantangan. Otak yang sudah tua, telanjur kuat jejaring neuronnya (baca: telanjur mengakar kebiasaan

    lamanya yang buruk) pun bisa berubah, asal ada cukup kemauan. Otak yang cacat bagian

    tertentunya pun bisa melakukan kompensasi, mengaktifkan bagian lain untuk menggantikan bagian

    yang rusak itu. Otak itu sangat luwes! Asalkan pemiliknya punya motivasi kuat dan ketika

    lingkungan memberi dukungan penuh, otak bisa memunculkan perubahan yang tadinya dianggapmustahil. Oleh karena itu, apa pun gangguan belajar anak, sebagai orangtua dan guru, tak ada alasan

    bagi kita untuk menyerah kalah. Mari belajar terus melakukan yang terbaik. (bersambung)

    http://www.cmindonesia.com/1/post/2014/01/membaca-endangered-minds-2.html

    http://www.cmindonesia.com/1/post/2014/01/membaca-endangered-minds-3.htmlhttp://www.cmindonesia.com/1/post/2014/01/membaca-endangered-minds-3.htmlhttp://www.cmindonesia.com/1/post/2014/01/membaca-endangered-minds-3.htmlhttp://www.cmindonesia.com/1/post/2014/01/membaca-endangered-minds-2.htmlhttp://www.cmindonesia.com/1/post/2014/01/membaca-endangered-minds-2.htmlhttp://www.cmindonesia.com/1/post/2014/01/membaca-endangered-minds-3.html
  • 5/26/2018 Membaca Endangered Mind_Jane Healy Oleh Ellen Kristi_editedAIF

    7/15

    www.cmindonesia.com Page 7

    Membaca 'Endangered Minds' (3)01/28/2014

    Ringkasanbab sebelumnya:Riset menunjukkan, otak tikus yang lingkungannya kaya stimulasiberkembang lebih pesat dibanding otak tikus yang dikurung dalamlingkungan miskin stimulasi. Dari sini diperoleh gambaran betapa otakbersifat plastis, dan perkembangannya sangat dipengaruhi olehlingkungan. Plastisitas otak paling optimum ketika anak masih dalamkandungan, karena di fase inilah jumlah sel otak meningkat secara luarbiasa. Namun, fase janin ini sekaligus adalah fase paling rentan. Cacat otakbisa terjadi ketika janin terekspos pada lingkungan yang beracun, mulaidari residu rokok, alkohol, obat-obatan, logam berat, sampai hormon stresibunya. Kabar baiknya, otak punya kemampuan mengkompensasi cacatperkembangan itu asalkan dalam diri pemiliknya ada motivasi kuat dandari lingkungannya ada dukungan penuh untuk maju.

    BAB 3MENGAWAL OTAK YANG BERKEMBANG

    Pada dasarnya kebanyakan orangtua itu ambisius dan mudah senewen kalau sudah masuk kemasalah anak. Ayah-ibu mana yang tidak ingin melihat anaknya menjadi jenius, hebat,berprestasi, crme de la crme? Biaya sebesar apa pun tak akan sayang-sayang dikeluarkan demimeraih impian manis itu. Berbagai produk mahal, asal berlabel edukatif mulai dari CD musikklasik, kursus ini-itu, sampai sekolah favorit multibahasa laku keras di berbagai belahan dunia. Hasrat orangtua

    menjelma menjadi pangsa pasar yang menjanjikan senilaimilyaran dollar.

    Namun, Jane Healy mengingatkan, sadarkah kita apa yangsebenarnya sedang kita pertaruhkan di sini? Ya, anak-anakkita sendiri! Jadi, jangan mudah percaya klaim-klaim yangbelum kita pelajari sendiri kebenarannya. Jangan sampaiterkecoh oleh mitos yang keliru sehingga otak anak kitamenjadi korbannya.

    Mitos bisa lahir dari fakta neurosains yang diambil sepotong-potong lalu ditafsirkan terlepas dari

    kebenaran utuhnya. Ada kalanya sesat pikirpars pro toto ini dimanfaatkan oleh industri, dikemasmenjadi informasi produk, lalu diiklankan besar-besaran kepada orangtua sebagai kebenaran,sehingga orangtua yang ambisius tapi kurang kritis akhirnya terpedaya dan ternyata orangtuaseperti ini cukup banyak juga jumlahnya!

    Contoh pertama: Mitos tentang stimulasi janin sejak dalam kandungan.

    Memang betul, fase janin adalah masa ketika otak mengalami pertumbuhan paling pesat. Danmemang betul, stimulasi dari lingkungan berperan besar membentuk otak anak. Memang betul, fetusbisa membedakan suara orangtuanya segera setelah lahir. Masalahnya, apa benar orangtua perlumemberikan stimulasi ekstra kepada janin mereka sejak dalam kandungan? Penulis buku How to

    Have a Smarter Baby, Dr. Susan Luddington-Hoe, mempermasalahkan menjamurnya program danproduk prenatal yang ambisius. Memasang headset stereo di perut untuk memperdengarkan berbagai

    http://www.cmindonesia.com/1/post/2014/01/membaca-endangered-minds-3.htmlhttp://www.cmindonesia.com/1/post/2014/01/membaca-endangered-minds-2.htmlhttp://www.cmindonesia.com/1/post/2014/01/membaca-endangered-minds-2.htmlhttp://www.cmindonesia.com/1/post/2014/01/membaca-endangered-minds-2.htmlhttp://www.cmindonesia.com/1/post/2014/01/membaca-endangered-minds-2.htmlhttp://www.cmindonesia.com/1/post/2014/01/membaca-endangered-minds-3.html
  • 5/26/2018 Membaca Endangered Mind_Jane Healy Oleh Ellen Kristi_editedAIF

    8/15

    www.cmindonesia.com Page 8

    musik dan suara kepada janin sepanjang waktu; membacakanflash cardssambil menyenteri perut ibuhamil, dengan harapan kelak setelah lahir anak akan cepat bisa menghafal aksara; mengikutsertakanjanin dalam Universitas Prenatal (ini sungguh ada, lho!) ... Saya tidak merekomendasikan hal-halseperti itu, tegas pakar kesehatan ibu dan anak dari UCLA ini. Percayakanlah pada proses alami,mengapa kita harus mengacaukannya?

    Dalam proses kehamilan yang sehat, fetus akan menerima banyak sekali stimulasi dari lingkungan

    rahim dan kegiatan sehari-hari sang ibu: suaranya, detak jantungnya, bahkan rasa dan aroma cairanketubannya. Produk-produk dan program-program prenatal dengan janji setinggi langit itu belumpunya dasar kuat secara ilmiah, apakah benar-benar menguntungkan, atau justru merugikan. Parapeneliti otak yang bertanggung jawab akan memperingatkan Anda: berusaha merekayasa secaraberlebihan proses pembelajaran anak pada usia berapa pun bisa mengakibatkan bencana emosionaldan neurologis baginya. Cukuplah jalani kehamilan dengan sehat dan bahagia, maka Anda bisayakin, bayi Anda akan muncul pada akhir masa sembilan bulannya dalam kondisi siap beradaptasidengan kehidupan dunia nyata.

    Contoh kedua: Tentang periode sensitif perkembangan otak windows of opportunity.

    Periode sensitif adalah suatu rentang waktu ketika bagian otak tertentu mengalami perkembanganpesat dan membutuhkan stimulasi yang tepat supaya bisa berkembang optimal, dan apabilastimulasi yang dibutuhkan tidak tersedia pada waktunya, bagian itu tak akan pernah lagi bisaberkembang optimal.

    Adanya periode sensitif ini bukan mitos. Terbukti pada sekian kasus, anak yang mengalami infeksitelinga selama masa balitanya di kemudian hari akan mengalami gangguan membaca dan menulis,karena dia tidak bisa mendengar dan menuliskan yang dia dengar secara akurat. Begitu juga dalamhal belajar bahasa asing. Orang dewasa relatif sulit menirukan aksen bahasa asing seperti penuturaslinya, sementara anak kecil lebih mudah, sebab orang dewasa telah melewati periode sensitifbahasa. Pita suaranya bisa jadi mampu, tapi otaknya tak bisa lagi menangkap pola suara dan

    menirukan aksen asing yang berbeda dari bahasa hariannya.

    Apakah itu berarti supaya anak mahir berbahasa asing, dia harus dibesarkan secara dwibahasa, ataubahkan multibahasa, sejak bayi? Tidak begitu juga, kata Jane Healy. Apa pun yang dipaksakanpada anak bisa berakhir sebagai bencana alih-alih berkat. Makin banyak bukti bahwa cara belajarbahasa asing yang salah justru bisa meruwetkan jejaring syaraf anak, sehingga dia malah kesulitanmenguasai bahasa ibunya sendiri! Dr. Nico Spinelli berpendapat bahwa mengkondisikan anak bicaradalam dua bahasa bisa merampas energi dan jejaring otak terlalu banyak. Menurutnya, ada carayang lebih baik untuk menyiapkan anak menjadi poliglot. Ajarilah anak mengucapkan denganpronunsiasi sempurna sekitar lima puluh kosakata dari bahasa tertentu entah itu Jerman, Perancis,Jepang, Spanyol, atau yang lainnya, maka di kemudian hari anak akan bisa mempelajari bahasa itu

    dengan lebih mudah dan tanpa aksen, karena otaknya telah diberi fondasi.

    Jadi, meskipun keberadaan periode sensitif ini bukan mitos, kita harus berhati-hati dengan caramenafsirkannya. Penafsiran apa pun yang membuat kita memaksakan suatu proses pembelajarankepada anak-anak usia dini harus diwaspadai. Sebab sebetulnya, jendela kesempatan pada anakusia dini justru terutama membuka bagi perkembangan kemampuan indera, kemampuan motoris,dan keterampilan bahasanya. Dan semua itu bisa dikembangkan lewat banyak-banyak bermain (!) danbergaul. Bukan tanpa alasan anak-anak balita itu tak betah disuruh duduk diam di kursi dalamruangan, berjam-jam sehari. Otak mereka sedang mencari sebanyak mungkin stimulasi jasmaniah.Ajaklah mereka bergerak, menjelajah, bermain di alam bebas, menyentuh, memanipulasi benda-benda dengan tangan dan kakinya, maka kebutuhan otak itu akan terpuaskan. Tidak perlu jugamainan yang mahal-mahal. Mainan sederhana, asal ada interaksi berbahasa yang mendalam denganorang sungguhan apalagi orangtuanya adalah stimulasi terbaik bagi anak. Sering-seringlah bicara

  • 5/26/2018 Membaca Endangered Mind_Jane Healy Oleh Ellen Kristi_editedAIF

    9/15

    www.cmindonesia.com Page 9

    pada mereka, mengobrol, bercerita; bacakanlah mereka buku-buku yang bagus. Kemampuanberbahasa mereka pasti berkembang pesat luar biasa!

    Contoh ketiga: Mitos bahwa anak-anak perlu sedini mungkin disekolahkan untuk diajarimembaca, menulis, matematika, dan berbagai keterampilan akademis lainnya.

    Ini justru sangat riskan dan berbahaya bagiperkembangan otak anak! Secara genetis, otak setiapanak punya jadwal perkembangan yang unik, satu anakberbeda dari anak yang lain. Memaksakan anak untukmenguasai suatu keterampilan ketika otaknya belum siapuntuk itu justru bisa merugikan dia dalam jangkapanjang. Penjelasannya demikian:

    Otak yang berkembang bukan hanya otak yangbertambah beratnya (jumlah sel-selnya meningkat) tapijuga makin matang. Kematangan otak ditentukan oleh proses myelinasi. Myelin adalah nama

    selubung bagian ekor sel otak (akson). Hanya setelah diselubungi myelin, sel-sel itu bisamenyampaikan pesan secara cepat dan jernih. Sebelum myelinasi selesai, otak tidak bisa beroperasisecara efisien. Ini sebabnya, kata Jane Healy, memaksa anak menguasai keterampilan akademistertentu sebelum otak mereka matang untuk hal itu bisa mengacaukan pola pembelajaran.Myelinasi berlangsung lama. Pada kebanyakan orang baru selesai di usia 20-an, bahkan ada yanglebih lambat lagi. Bagian yang paling akhir dimatangkan adalah yang mengatur kemampuanberpikir tingkat tinggi dan abstraksi.

    Di dalam otak terdapat banyak sekali sistem jejaring syaraf. Setiap keterampilan akademis akanefisien dikerjakan oleh sistem ini atau itu. Nah, kalau sistemnya belum siap, tapi anak sudah dipaksamenguasai keterampilan akademis terkait, terpaksa otak memanfaatkan sistem lain yang sebetulnya

    kurang efisien, sehingga hasilnya tak akan bisa optimal. Ibarat seseorang mau ke Yogya dariSemarang, tapi jalur di kota Ungaran masih dalam perbaikan, lalu dia terpaksa memakai jaluralternatif memutar ke Weleri dulu, lalu ke Sukorejo-Parakan-Temanggung. Meski akhirnya sama-sama sampai di Yogya, tapi rute ini jauh lebih boros waktu dan tenaga. Otak pun demikian. Kalaumemang dipaksa cukup keras, anak batita pun bisa diajari membaca, namun sebenarnya diamemakai jalur alternatif yang lebih boros waktu dan energi, dibandingkan jika pelajaranmembacanya ditunda sampai jalur yang semestinya telah siap dipakai. Situasi bisa lebih parah lagiketika jalur alternatif yang boros waktu dan energi itu akhirnya malah dimapankan oleh otak,dimyelinasi. Jalur di kota Ungaran sudah siap pakai, tapi tak pernah dipakai karena si pelancongsudah telanjur terbiasa memakai jalur Weleri-Sukorejo-Parakan-Temanggung. Jane merasa sedihmelihat anak-anak kelas 2 dan 3 SD yang menggenggam pensil mereka dengan canggung dan

    tegang, posisi genggam yang menyulitkan mereka menulis cepat dan bagus. Dia menduga posisi ituawalnya karena mereka belajar menulis terlalu dini, ketika jari-jemari mereka belum siap untukmenggerakkan alat tulis secara luwes. Setelah menjadi kebiasaan, anak-anak ini sulit mengubah caramereka memegang pensil.

    Neural readiness, kesiapan neuron. Itulah kata kunci yang menentukan berhasil tidaknya anakmenguasai suatu keterampilan akademis secara optimal. Kesiapan neuron lebih penting lagidiperhatikan untuk bidang-bidang yang menuntut penalaran tingkat tinggi dan daya abstraksi. Adabanyak anak yang mengira diri mereka dungu gara-gara sulit memahami suatu pelajaran, nilainyauntuk subjek itu jeleeeek terus (yang paling jamak mungkin matematika). Padahal sebetulnya kalaumereka mempelajari pelajaran itu pada usia yang berbeda (lebih tua) atau dengan cara atau materiyang berbeda (sesuai pola kerja dan tahap perkembangan otaknya), sangat mungkin merekamendapati bahwa mereka ternyata berbakat dalam bidang itu.

  • 5/26/2018 Membaca Endangered Mind_Jane Healy Oleh Ellen Kristi_editedAIF

    10/15

    www.cmindonesia.com Page 10

    Lesson learnt: Wahai ayah-ibu, lebih bersabarlah sedikit, tunggu otak anak siap sebelum memintanyabelajar keterampilan akademis tertentu, dan latihkanlah setiap hal dengan benar sejak pertama kalianak mengerjakannya. Merombak kebiasaan buruk yang telanjur mengakar jauh lebih sulitketimbang bertekun menanamkan kebiasaan baik selangkah demi selangkah sebelum anak terbiasaapa-apa. [Wow, Charlotte Mason tak bisa lebih setuju lagi dengan neurosains dalam hal ini! Diasenantiasa mengingatkan agar orangtua tidak memaksakan pelajaran terstruktur apa pun sebelum

    anak mencapai umur 6-7 tahun. Cegah anak sebelum dia mengembangkan kebiasaan buruk dalamhal apa pun (Vol. 1 hlm. 19), termasuk dalam hal membaca dan menulis. Lebih baik menulis satuhuruf dengan benar daripada satu halaman penuh huruf tapi asal-asalan.]

    Sampai kini, tak ada seorang pun tahu cara membuat myelinasi terjadi. Myelinasi bisa dihambat(ketika gizi dan stimulasi minim), tapi tak bisa dipercepat. Secara tersirat, ini adalah pesan bagi paraorangtua: Berhentilah berambisi menjadikananak-anak kita jenius! Berhentilah bertanya,Bagaimanamembuatanak saya cerdas? Mengapa? Sebab pada dasarnya anak-anak kita sudahjeniusdan cerdas ... dalam bidang mereka masing-masing, dengan jadwal kemunculan yang berbeda-beda.Yang perlu kita pikirkan adalah: Bagaimana saya bisamembantuanak saya mengaktualisasi segalapotensi dan kecerdasannya, supaya dia memperoleh kehidupan yang memuaskan, bahagia, dan

    berguna?

    Ingat, kita hanya berperan sebagai aktor pembantu, bukan

    pemeran utama!

    Hal itu ditekankan oleh Jane Healy ketika menjelaskan

    bagaimana otak tikus dalam lingkungan kaya stimulasi bisa

    berkembang pesat. Ada dua faktor yang memfasilitasi

    perkembangan otak: pertama, mitra dalam berkegiatan

    (companionship); kedua, aktif terlibat menggarap tantangan

    atas inisiatif sendiri (active involvement).

    Meskipun disediakan banyak mainan, tapi kalau si tikus cuma duduk diam dan menonton, otaknya

    tidak akan jauh beda dari tikus yang berada di lingkungan miskin stimulasi. Tikus itu mesti tertarik,

    dan mesti melibatkan diri secara penuh lebih baik lagi jika seluruh jasmaninya dipakai untuk

    berkegiatan supaya otaknya berkembang. Berikut dua alinea komentari dari Jane Healy yang saya

    anggap sangat penting kita camkan:

    Karena niat baiknya, orangtua dan guru seringkali mengambil alih proses pembelajaran dan

    berusaha menjejalkan alih-alih mendorong supaya rasa ingin tahu anak-anak ini bangkit untuk

    mengawali proses mereka sendiri. ... Saya sendiri sering bertanya dalam hati ketika saya berjuanguntuk mengajari anak-anak sesuatu. Otak siapa yang sedang berkembang hari ini?Siapa yang berminat?

    Siapa yang penasaran? Siapa yang sedang mengajukan pertanyaan? [Otak saya, atau otak mereka?]

    Anak-anak butuh stimulasi dan tantangan intelektual, tapi haruslah mereka sendiri yang terlibat

    aktif dalam pembelajaran itu, bukannya sekadar merespons secara pasif sementara yang sinapsisnya

    aktif berkembang justru otak orang lain yang sibuk mengajari mereka entah otak guru atau

    orangtua.

    Kegiatan apa pun yang membangkitkan minat dan imajinasi siswa, yang memantik hasrat mereka

    mencari jawaban atas suatu pertanyaan, atau untuk merenungkan sesuatu, atau menciptakan

    tanggapan, adalah potensi makanan otak yang baik. ... Kita seharusnya tidak membiarkan, apalagi

    memfasilitasi, otak-otak yang tengah berkembang ini tenggelam dalam kegiatan pasif dosis tinggi.

  • 5/26/2018 Membaca Endangered Mind_Jane Healy Oleh Ellen Kristi_editedAIF

    11/15

    www.cmindonesia.com Page 11

    Sayangnya kepasifan dosis tinggi itu tengah terjadi bukan hanya di depan TV, tapi juga di banyak

    tempat pengasuhan anak, sekolah, tempat-tempat kursus, bahkan di rumah.

    Tugas orangtua, lanjut Jane Healy, adalah menyediakan sebanyak mungkin stimulasi, namun di sisi

    lain mendorong agar anak berinisiatif untuk memilih stimulasi mana yang menarik baginya, yang

    mau dia garap. Saran Jane ini mengingatkan saya pada prinsip kurikulum yang kaya dan masterly

    inactivity dalam metode CM. Pendidikan, kata Charlotte, ibarat pesta besar bagi anak-anak untuk

    mereka pilih dan nikmati. Kepentingan kita, baik untuk tubuh jasmani ataupun benak mereka,

    adalah menyediakan meja yang disiapkan dengan seksama penuh berisi makanan lezat, sehat, dan

    beragam. Anak-anak akan mengambil apa yang mereka butuhkan, mengunyah, dan mencernanya

    sendiri dengan gaya mereka masing-masing. (Vol. 5, hlm. 71-72) Dan karena pembelajaran sejati

    berlangsung dari dalam, bukan dipaksakan dari luar, maka supaya pendidikan itu optimal: Anak-

    anak harus diberi kesempatan berefleksi, harus dibiarkan bergulat dengan pikiran-pikiran mereka

    sendiri. Makin sedikit orangtua dan guru campur tangan dan menjabarkan versi pengetahuan dan

    pemikiran mereka, makin baiklah itu bagi anak-anak. (Vol. 3, hlm. 162)

    Bab ini ditutup dengan kisah tentang eksperimen mengenai dua ekor anak kucing. Merekadimasukkan ke dalam keranjang yang berbeda, tapi dihubungkan dengan tongkat beroda. Tikus

    yang satu kakinya keluar dari keranjang, yang kedua tidak. Setiap kali anak kucing yang pertama

    berjalan, saudaranya ikut bergerak. Eksperimen ini dikerjakan ketika dua anak kucing itu berada

    dalam periode sensitif mengenali garis vertikal. Hasilnya sungguh mengherankan! Anak kucing

    yang berjalan-jalan bisa melihat dengan baik, sementara saudaranya yang cuma membonceng

    akhirnya buta terhadap garis vertikal.

    Apa maknanya bagi kita? Lingkungan memang merangsang perkembangan otak, tapi hanya jika kita

    berinteraksi dengan stimulasi dari lingkungan tadi. Permainan fisik adalah salah satu cara utama

    anak berinteraksi dengan lingkungan, kata Dr. Bernstein. Jadi apa yang akan terjadi ketikaanak-anak zaman sekarang menghabiskan waktu mereka duduk di kursi, entah di kelas atau di muka TV

    dan layargadgetlainnya, dengan telinga ditutupi oleh headset, bukannya menapakkan kaki di tanah

    untuk berlari-lari atau membaca atau bercakap-cakap dengan manusia sungguhan?

    Saya benci untuk membayangkannya, Dr. Bernstein mendesah.

    Sungguh, mengawal otak yang sedang berkembang itu tugas yang menantang. Di satu sisi, kita mesti

    tetap mematok standar dan visi yang tinggi untuk materi pelajaran anak-anak kita. Mari perhatikan:

    jam demi jam anak kita dihabiskan untuk menyerap stimulasi apa? Orangtua mau tak mau harus

    peduli. Masa kanak-kanak sampai remaja adalah masa sel-sel otak dirampingkan dan dibentuk.Ketika seorang anak menghabiskan banyak waktunya untuk kegiatan tertentu, maka otak akan

    memyelinasi jaringan syaraf yang relevan. Setelah myelinasi usai menjadi sistem neuron yang

    mapan, sulit untuk merombaknya kembali.

    Namun di sisi lain, kita harus selalu berhati-hati agar tidak memaksakan pelajaran yang tidak sesuai

    dengan tahap perkembangan otak anak. Dan karena bawaan genetis serta jadwal perkembangan

    setiap otak anak berbeda-beda, proses belajar juga harus bersifat individual, tidak bisa dipukul sama

    rata bagi semua anak. Sekolah-sekolah, yang menangani banyak anak sekaligus, harus sadar benar

    akan hal itu. (bersambung)

    http://www.cmindonesia.com/1/post/2014/01/membaca-endangered-minds-3.html

    http://www.cmindonesia.com/1/post/2014/02/membaca-endangered-minds-4.htmlhttp://www.cmindonesia.com/1/post/2014/02/membaca-endangered-minds-4.htmlhttp://www.cmindonesia.com/1/post/2014/02/membaca-endangered-minds-4.htmlhttp://www.cmindonesia.com/1/post/2014/01/membaca-endangered-minds-3.htmlhttp://www.cmindonesia.com/1/post/2014/01/membaca-endangered-minds-3.htmlhttp://www.cmindonesia.com/1/post/2014/01/membaca-endangered-minds-3.htmlhttp://www.cmindonesia.com/1/post/2014/02/membaca-endangered-minds-4.html
  • 5/26/2018 Membaca Endangered Mind_Jane Healy Oleh Ellen Kristi_editedAIF

    12/15

    www.cmindonesia.com Page 12

    Membaca 'Endangered Minds' (4)02/17/2014

    Ringkasanbab sebelumnya:Fakta neurosains yang diambil sepotong-potong tanpa melihat konteksutuhnya bisa ditafsirkan menjadi berbagai informasi dan mitospengasuhan anak yang menyesatkan, dengan memanfaatkan hasrat

    orangtua untuk memiliki anak yang superior. Misalnya, mitos bahwa ibuhamil perlu menstimulasi janin sejak dalam kandungan denganmemasang headset di perutnya; mitos tentang membesarkan anak secarabilingual; mitos tentang perlunya menyekolahkan anak sedini mungkindan mengajarinya membaca, menulis atau berhitung, dsb. Padaprinsipnya setiap anak itu unik, jadwal perkembangan otaknya berbeda-beda. Ada proses neurologis bernama myelinasi yang menentukankesiapan otak untuk menguasai sesuatu. Memaksa anak menguasaisesuatu sebelum otaknya siap hanya akan membuatnya memyelinasi jalursyaraf yang keliru, sehingga suatu kebiasaan buruk menjadi permanen

    dalam otaknya.

    BAB 4DARI SIAPA ANAK-ANAK INI BELAJAR BICARA?

    Ya, dari siapa anak-anak kita belajar bicara? Apakah darimenyimak layar televisi? Atau dari interaksi denganmanusia sungguhan? Kalaupun dengan manusiasungguhan: apakah itu orangtuanya atau pengasuhlainnya? Seberapa kompeten sang pengasuh itu dalamberbahasa? Dan seberapa peduli dia pada anakasuhannya? Adakah interaksi dua arah yang intensif,kebiasaan berdiskusi dan sikap siap mendengarkan yangempatik dari orang dewasa, atau sekadar ceramah,nasihat, bahkan amarah satu arah?

    Cara anak mempelajari keterampilan berbahasanya sangat menentukan apakah otaknya akanberkembang optimal atau tidak. Keterampilan berbahasa itu meliputi baik mendengar maupunberbicara, lisan maupun tulisan. Di usia dini, otak anak rakus sekali mencari stimulasi bahasa,namun memasuki fase pubertas, pola-pola berbahasanya makin mengerak dan sulit untuk berubah.(Barangkali ini sebabnya Charlotte Mason mengingatkan, jangan sampai anak tiba di usia 12 tahundalam kondisi masih tidak suka membaca, sebab anak yang demikian barangkali seumur hidup tak

    akan pernah lagi mampu merasakan nikmatnya membaca.)

    Bahasa adalah ciri khas dan faktor unggul budaya manusia. Bukan hanya membantu berkomunikasidengan orang lain, menguasai makna lambang-lambang bahasa membuat kapasitas mental anakdiasah. Dia jadi mampu berpikir logis dan menalar secara kompleks. Dalam budaya yangdidominasi oleh tulisan, kata Neil Postman, wacana publiknya ditandai dengan sifat koheren,orang-orang mampu menata secara runtut berbagai fakta dan ide. Menurut Neil, ketika materitulisan digantikan oleh materi bergambar, didominasi oleh konten audio-visual, kemampuanmasyarakat untuk melakukan penalaran secara cerdas bisa-bisa rusak. Mutu percakapan antarmanusia era televisi turun drastis dibanding era buku. Pidato-pidato yang indah, esai-esai yangbermakna, buku-buku yang bernas makin sedikit dilahirkan, juga makin sedikit disimak/dibaca oleh

    warga kebanyakan. Generasi masa kini menjadi generasi media sosial pembaca status kapasitasberbahasanya terbatas mencerna untuk bacaan pendek, instan, yang sebetulnya dangkal makna.

    http://www.cmindonesia.com/1/post/2014/02/membaca-endangered-minds-4.htmlhttp://www.cmindonesia.com/1/post/2014/01/membaca-endangered-minds-3.htmlhttp://www.cmindonesia.com/1/post/2014/01/membaca-endangered-minds-3.htmlhttp://www.cmindonesia.com/1/post/2014/01/membaca-endangered-minds-3.htmlhttp://www.cmindonesia.com/1/post/2014/01/membaca-endangered-minds-3.htmlhttp://www.cmindonesia.com/1/post/2014/02/membaca-endangered-minds-4.html
  • 5/26/2018 Membaca Endangered Mind_Jane Healy Oleh Ellen Kristi_editedAIF

    13/15

    www.cmindonesia.com Page 13

    Kalau sudah disodori buku sungguhan, apalagi yang tebal, langsung menyerah dan mengeluhsulit!

    Namun tak bisa juga menyalahkan begitu saja anak-anak muda ini. Memang penguasaan bahasa mulai dari tata bahasa yang rumit, kekayaan kosakata, dan pemakaian yang tepat serta kontekstual bukanlah anugrah yang mendadak jatuh dari langit. Semua akibat tentu ada sebabnya. Duduk didepan TV, melontarkan pikiran dan reaksi setengah jadi entah kepada siapa, demikianlah wujud

    pelatihan bahasa anak yang pertama dan terutama bagi kebanyakan siswa saya. Sama sekali tidakmemadai untuk mengembangkan dan memperkuat komunikasi verbal, karena tidak ada interaksiyang bermakna. Kini di kelas, saya harus menghadapi generasi anak muda yang dibesarkan dalamdunia yang mengkondisikan mereka pasif berbahasa. Saya harus mengajari mereka bagaimanaberkomunikasi verbal secara gamblang mulai dari tingkat yang paling dasar, keluh Ibu Hamilton,seorang guru SMP yang diwawancarai oleh Jane Healy.

    Namun, penggunaan televisi dan gadgets berlebihan oleh orangtua sebagai e-Nanny(pengasuhelektronik) hanyalah gejala dari penyakit sesungguhnya. Ada sesuatu dalam budaya kita sekarangyang membuat orangtua makin dijauhkan dari anak-anak mereka sendiri. Ada sesuatu dalam duniamasa kini yang membuat ayah-ibu merasa makin tak punya waktu untuk anak-anaknya, tak sabar

    menghadapi mereka, tak tahu harus ngapainketika bersama mereka. Sebagian ayah-ibu merasa lebihnyaman lembur menggarap pekerjaan kantor daripada menghabiskan waktu dua jam untukmendampingi anak-anak tanpa bantuan orang lain. Akhir pekan yang berharga pun banyakdihabiskan untuk melepas anak di arena bermain (playground) mal, mereka disuruh bermain sendiri,sementara kita sibuk textingatau browsingdengansmartphone;atau anak bermain ditunggui olehpengasuh, sementara kita asyik berbelanja. Di sini saya jadi teringat tulisan dokter Tan Shot Yen:waktu terpenting bagi anak adalah saat bermain dan saat tidur; merasa kesulitan menemani anakbermain dan ngeloni anak tidur adalah ciri dari orangtua yang ikatan emosionalnya dengan anak(bonding) bermasalah!

    Perkembangan kecerdasan dan keterampilan berbahasa anak menuntut mutu dan jumlah interaksi

    yang cukup selama tahun-tahun pertamanya. Titik awalnya adalah percakapan macam apa yangdibiasakan di rumah: anak-anak harus diberi kesempatan untuk berbicara, bukan hanya mendengar!Anak-anak butuh ditanggapi, bukan hanya menggumam bagi dirinya sendiri. Itu sebabnya televisidangadgets apa pun adalah mitra berbahasa yang buruk karena sifatnya selalu searah.

    Orangtua yang ingin anaknya cerdas dalam arti otaknya berkembang secara optimal sebetulnyatak perlu repot-repot mengirim anak itu ke playgroup mahal atau membelikannya mainan impordengan harga selangit. Tak ada playgroup atau mainan yang bisa menggantikan ayah dan ibu yangmau mendengar anaknya mengoceh, menanggapi ocehan itu, memancing dia untuk lebih banyakbicara, ikut serta dalam permainan mereka, memberikan bimbingan tanpa memaksa, dan senantiasasiap memfasilitasi minat mereka dan mengembangkan wawasan mereka. Orangtua yangterinformasi tentang ilmu perkembangan anak dan mau sepenuh hati terjun langsung mendampingianaknya adalah berkah yang tak ada bandingannya dalam kehidupan seorang anak!

    Riset menunjukkan bahwa pengalaman berbahasa anakdi rumah memiliki dampak besar dalam jangka panjangpada prestasi akademisnya. Bahkan pada anak-anakberkebutuhan khusus, seperti penyandang DownsSyndrome, interaksi yang sehat antara orangtua dan anakbisa membuat masa depan mereka di sekolah lebih baik.Studi lain mendapati, hanya dengan memberi orangtuapelatihan bermain sambil belajar pada saat bayi merekaberumur 30 bulan dapat membuat bayi-bayi itu tumbuh

  • 5/26/2018 Membaca Endangered Mind_Jane Healy Oleh Ellen Kristi_editedAIF

    14/15

    www.cmindonesia.com Page 14

    menjadi anak-anak yang unggul dalam kemampuan memahami bacaan sampai 10 tahun berikutnya.

    Jadi, apakah Anda punya komitmen untuk hadir lebih banyak dan lebih penuh bagi anak Anda hari

    ini dan hari-hari selanjutnya? Ada beberapa tips yang diberikan oleh Jane Healy:

    Pertama, jangan pernah remehkan stimulasi berbahasa pada satu tahun pertama usia anak hanya

    karena mereka belum bisa bicara. Jejaring syaraf otak (sinapsis) keterampilan berbahasa sedang

    dibentuk pada fase ini. Banyak-banyaklah mengajaknya bicara, karena otaknya akan belajarmengenali pola bunyi dan nuansa bahasa ibunya. Lakukanlah berbagai permainan menyenangkan

    seperti cilukba dan tepuk tangan.

    Kedua, sebisa mungkin dampingi sendiri buah hati Anda. Ada studi yang membandingkan interaksi

    antara anak-anak dengan orangtuanya dengan pengasuh selain orangtua. Orangtua didapati punya

    naluri yang lebih baik untuk mengenali kebutuhan anaknya dan berkomunikasi secara lebih alamiah

    dibanding pengasuh dewasa lain. Kalau si pengasuh berbeda keterampilan berbahasanya dari kita,

    tak perlu kaget jika perkembangan anak kita juga terpengaruh. Menitipkan anak ke daycareatau

    membiarkannya di depan televisi sepanjang hari (karena baby sitter suka menonton sinetron?)

    menurunkan kecepatan perkembangannya oleh karena minimnya interaksi yang bermakna.

    Ketiga, tinggalkanlah paradigma bahwa anak harus diam. Masih banyak guru sekolah yang

    menganut paradigma ini. Mereka takut, ketika dibiarkan bicara, anak jadi tak terkendali, sehingga

    target-target mengajar tak tercapai, karena seringkali kelas mereka terlalu besar. Padahal sebagai

    institusi yang dimaksudkan untuk menggantikan peran orangtua sebagai pendidik karena

    orangtua terlalu sibuk bekerja atau dianggap tak mampu sekolah punya tanggung jawab sangat

    berat untuk menstimulasi anak menjadi pembelajar aktif. Mengapa akhirnya anak-anak hanya

    dikondisikan menjadi pendengar pasif, yang bahkan tak mampu mencerna secara optimal apa yang

    mereka dengar? Anak yang pasif terkondisi untuk makin pasif, sebab dia tak punya cukup

    keterampilan berbahasa untuk meminta informasi atau menganalisis masalah. Merumuskan

    pertanyaan secara tepat saja tidak mampu, apalagi menulis esai bermutu. Kepasifan berbahasa

    adalah resep ampuh untuk menghasilkan anak-anak yang tidak cendikia. Maka, lihatlah gaya

    berbahasa anak masa kini, simak bahasa alay mereka, dengan tata bahasa semrawut, ejaan ngawur,

    dan kosakata miskin itulah cermin kinerja orang dewasa yang mendampingi mereka, yakni ... kita!

    Keempat, ajari anak tidak tergantung pada konten audio-visual. Mampu mencerna makna dari kata-

    kata belaka, tanpa disertai gambar, menunjukkan benak seseorang telah naik ke tahap keterampilan

    berbahasa yang lebih tinggi. Anak butuh latihan untuk bisa sampai ke tahap abstraksi itu. Kisah-kisah imajinatif adalah anak tangga yang paling efektif untuk mengantar mereka ke sana. Entah

    mendongeng spontan atau membacakan buku cerita atau memperkenalkan pada puisi dan bentuk-

    bentuk karya sastra bermutu lainnya, semua itu akan membantu anak berefleksi tentang makna

    bahasa dan tentang dunia.

    Jane Healy menekankan pentingnya bahasa sebagai perkakas untuk berpikir. Sayangnya masalah

    anak dengan keterampilan berbahasa dan berpikir biasanya baru dikenali pada saat ia duduk di

    kelas 4 SD, ketika materi pelajaran menuntutnya berpikir lebih kompleks dalam mengorganisir

    informasi, memahami bacaan, dan menulis makin panjang. Jika tak tertangani, kemajuan akademis

    anak bakal makin terhambat sementara dia meneruskan pendidikan ke jenjang SMP dan SMA.

  • 5/26/2018 Membaca Endangered Mind_Jane Healy Oleh Ellen Kristi_editedAIF

    15/15

    www.cmindonesia.com Page 15

    Berapa banyak siswa yang tak mampu mengaitkan gagasan satu dengan gagasan lain secara logis,

    yang tak bisa mengungkapkan pikiran di kepalanya ke dalam argumen lisan atau ke atas kertas? Dan

    kabar buruknya adalah, keterampilan verbal yang rendah ini didapati merata pada anak-anak dari

    semua kelas sosial-ekonomi. Kepasifan berbahasa dan berpikir telah menjadi epidemi! Untuk

    memeranginya, kita harus mau meluangkan waktu dan tenaga. Akan sulit bagi ayah-ibu menyimak

    balitanya dengan sabar jika agenda penuh dengan deadlines yang mendesak. Adalah perjuangan bagi

    orangtua untuk mengajak anak-anaknya bermain, berdiskusi, apalagi melatihnya berpikir secaralogis dari argumen ke argumen, jika mata sudah mengantuk, badan dan pikiran sudah kelelahan di

    tempat kerja. Di tengah kesibukan kita sehari-hari: maukah kita betul-betul hadir,fully present in the

    moment, sebagai mentor anak-anak ini? (bersambung)

    http://www.cmindonesia.com/1/post/2014/02/membaca-endangered-minds-4.html