melalui model kooperatif tipe stad dapat · pdf filepenelitian ini meliputi hasil belajar...

61

Upload: doandung

Post on 04-Feb-2018

234 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

65

Nurhayati, A.Ma* adalah Guru pada SD Negeri 57 Banda Aceh

MELALUI MODEL KOOPERATIF TIPE STAD DAPAT MENINGKATKAN KUALITAS

PEMBELAJARAN IPS DI KELAS IV SD NEGERI 57 BANDA ACEH

SEMESTER I TAHUN AJARAN 2011/2012

Oleh

Nurhayati*

Abstrak

Pembelajaran dengan menggunakan Model Kooperatif tipe STAD dianggap cocok

diterapkan dalam pendidikan di Indonesia karena sesuai dengan budaya bangsa Indonesia

yang menjunjung tinggi kerjasama, sehingga upaya guru dalam meningkatkan partisipasi

aktif dari siswa dapat tercapai. Tujuan penelitian ini adalah: a) untuk meningkatan

keterampilan guru dalam pengelolaan pembelajaran IPS materi kenampakan alam melalui

Model Kooperatif tipe STAD; b) untuk meningkatan aktivitas siswa kelas melalui Model

Kooperatif tipe STAD; c) untuk meningkatan hasil belajar siswa melalui Model Kooperatif

tipe STAD. Penelitian ini berlangsung dalam dua siklus, masing-masing siklus terdiri dari

perencanaan, tindakan, observasi, refleksi dan penilaian. Data yang diperoleh dari

penelitian ini meliputi hasil belajar siswa yang diambil dari pemberian soal tes pada akhir

siklus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa tuntas dalam belajar, hal ini terbukti

dengan adanya peningkatan hasil belajar yaitu pada siklus I sebanyak 58.39% siswa tuntas

belajar pada kegiatan pertama meningkat menjadi 62.72% siswa tuntas belajar pada

kegiatan kedua. Selanjutnya pada siklus kedua II kegiatan pertama sebanyak 67.17% siswa

tuntas dalam belajar dan pada kegiatan kedua meningkat menjadi 71.11% siswa tuntas

dalam belajar. Dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat

meningkatkan hasil belajar IPS pada materi Keragaman suku bangsa dan budaya di

Indonesia siswa kelas IV SD Negeri 57.

Kata Kunci: Model pembelajaran kooperati tipe STAD dan hasil belajar

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

merupakan mata pelajaran yang

mengintegrasikan materi-materi terpilih dari

ilmu-ilmu sosial untuk kepentingan pengajaran

pada peserta didik. Melalui pembelajaran IPS

diharapkan anak didik memiliki wawasan

sederhana tentang konsep-konsep dasar ilmu

sosial. Berdasarkan pengamatan peneliti di

kelas IV SD Negeri 57 Banda Aceh

pembelajaran IPS, guru sering menggunakan

model pembelajaran ceramah yaitu

menjelaskan materi dan memberi tugas saja

sehingga siswa hanya mendengar penjelasan

dari guru seterusnya mengerjakan soal, siswa

kurang aktif (masih pasif) dalam mengikuti

pembelajaran IPS dan siswa takut untuk

bertanya serta mengemukakan pendapatnya,

sehingga siswa kurang antusias, kurang

bersemangat dalam pembelajaran IPS tersebut.

Hasil nilai rata-rata pelajaran IPS

dikelas IV masih rendah yaitu 58, dengan

ketuntasan belajar secara klasikal sebesar 47%

dengan kriteria ketuntasan minimal 62. siswa

kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran,

dan hasil belajar siswa rendah.

Berdasarkan uraian di atas model

pembelajaran kooperatif tipe Students Teams-

Achievement Divisions dapat dijadikan

alternatif penyelesaian pembelajaran IPS.

Pembelajaran Pembelajaran Kooperatif tipe

Students Teams-Achievement Divisions akan

merangsang siswa untuk berpartisipasi aktif dan

akan meningkatkan keterampilan siswa dalam

memecahkan masalah yang merupakan hasil

dari kegiatan yang di dalamnya saling interaksi

dan saling mendukung dan membantu satu

sama lain dalam menguasai kemampuan yang

diajarkan oleh guru sehingga motivasi siswa

dapat meningkat (Slavin, 2005:10).

Berdasarkan latar belakang masalah

diatas, peneliti ingin mengadakan penelitian

dengan judul “Model Kooperatif Tipe STAD

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2014 Volume 19 Nomor 2

66

Nurhayati, A.Ma* adalah Guru pada SD Negeri 57 Banda Aceh

untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran

IPS di Kelas IV SD Negeri 57 Banda Aceh

Semester I Tahun Ajaran 2011/2012”.

Secara umum Penelitian tindakan

kelas ini bertujuan untuk meningkatkan hasil

belajar IPS siswa kelas IV pada SD Negeri 57

Banda Aceh

KAJIAN PUSTAKA

Model pembelajaran kooperatif atau

gotong royong merupakan sebuah sistem

pembelajaran yang memberikan kesempatan

kepada anak didik untuk bekerja sama dengan

sesama siswa dalam tugas– tugas terstruktur.

Jadi, sistem pengajaran kooperatif dapat

didefinisikan sebagai sistem kerja atau belajar

kelompok yang terstruktur yang termasuk di

dalam struktur ini adalah lima unsur pokok,

yaitu saling ketergantungan positif, tanggung

jawab individual, interaksi personal, keahlian

bekerja sama, dan proses kelompok (Slavin

2005: 144).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan

bahwa pembelajaran kooperatif adalah sistem

kerja atau belajar kelompok yaitu sistem

pengelompokan /tim kecil yang berbeda

(heterogen) terstruktur yang di dalam struktur

itu terdapat lima unsur pokok; saling

ketergantungan positif, tanggung jawab

individual, interaksi personal, keahlian bekerja

sama , dan proses kelompok yang dapat

meningkatkan kemampuan kognitif dan

meningkatkan kemampuan afektif yang

ditunjang kemampuan psikomotorik.

Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

(Student Teams Achiement Division) merupakan

Strategi pembelajaran dimana siswa belajar

dalam kelompok kecil yang memiliki tingkat

yang berbeda. Dalam menyelesaikan tugas

kelompok, setiap anggota saling bekerja sama

dan membantu untuk memahami suatu bahan

pembelajaran. Selama bekerja kelompok, tugas

anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan

materi yang disajikan oleh guru dan saling

membantu teman dalam mencapai ketuntasan.

Bekerja sama selama belajar, siswa

diminta mempertanggung jawabkan secara

individu materi yang dikerjakan dalam

kelompok kooperatif, perlu diajarkan

keterampilan–keterampilan kooperatif yang

meliputi (1) Keterampilan dalam tugas, (2)

Keterampilan mengambil giliran dalam berbagi

tugas, (3) keterampilan berpartisipasi, (4)

Keterampilan mendengarkan dengan aktif, serta

(5) keterampilan bertanya. STAD ( Student

Teams Achiement Division ) terdiri atas lima

komponen utama yaitu:

a) Presentasi Kelas

Materi dalam STAD pertama-tama

diperkenalkan dalam presentasi di dalam

kelas. Pengajaran langsung seperti diskusi

yang dipimpin guru atau presentasi

audiovisual. Presentasi tersebut harus

berfokus pada unit STAD. Siswa harus

benar-benar memberi perhatian penuh

selama presentasi kelas, karena dengan

demikian akan sangat membantu siswa

mengerjakan kuis-kuis.

b) Tim

Tim terdiri dari lima atau enam siswa yang

mewakili seluruh bagian dari kelas dalam

hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan

etnisitas.

c) Kuis

Para siswa akan mengerjakan kuis

individual setelah guru memberikan

presentasi. Para siswa tidak diperbolehkan

untuk saling membantu dalam mengerjakan

kuis. Sehingga, tiap siswa bertanggung

jawab secara individual untuk memahami

materi.

d) Skor kemajuan individual

Skor kamajuan individual adalah untuk

memberikan kepada tiap siswa tujuan

kinerja yang akan dapat dicapai apabila

mereka bekerja lebih giat dan memberikan

kinerja yang lebih daripada sebelumnya.

e) Rekognisi Tim-Tim akan mendapatkan

sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain

apabila skor rata-rata mereka mencapai

kriteria tertentu (Etin Solihatin. 2008:

Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

adalah pembelajaran yang dimulai dari para

siswa dibagi dalam tim belajar yang terdiri atas

empat orang yang berbeda-beda tingkat

kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang

etniknya. Guru menyampaikan pelajaran, lalu

siswa bekerja dalam tim mereka untuk

memastikan bahwa semua anggota tim telah

mengusai pelajaran. Selanjutnya, semua siswa

mengerjakan kuis mengenai materi secara

sendirisendiri, dimana saat itu mereka tidak

diperbolehkan saling bantu. Skor kuis para

siswa dibandingkan dengan rata-rata pencapai

mereka sebelumnya, dan kepada masing-

masing tim akan diberikan point berdasarkan

tingkat kemajuan yang diraih siswa

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2014 Volume 19 Nomor 2

67

Nurhayati, A.Ma* adalah Guru pada SD Negeri 57 Banda Aceh

dibandingkan hasil yang mereka capai

sebelumNya.

Secara umum belajar dapat diartikan

sebagai proses perubahan perilaku individu dari

hasil interaksi dengan lingkungannya. Proses

yang disengaja dan direncanakan agar terjadi

perubahan perilaku disebut sebagai proses

belajar. Beberapa tokoh pendidikan

mendefinisikan belajar sebagai berikut:

a. Hilgard dan Bower, ( Purwanto, 1997:84)

mengemukakan bahwa belajar berhubungan

dengan perubahan tingkah laku seseorang

terhadap situasi tertentu yang disebabkan

oleh pengalamannya yang berulang-ulang

dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah

laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar

kecenderungan respon pembawaan,

kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat

seseorang

b. Gagne, (Purwanto, 1997:84) menyatakan

bahwa “Belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama ingatan mempengaruhi

siswa sedemikian rupa sehingga

perbuatannya (Performance-nya) berubah

dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu

kewaktu sesudah ia mengalami situasi tadi”. Dari Beberapa definisi yang

dikemukakan di atas, dapat dikemukakan

adanya beberapa elemen yang penting yang

mencirikan pengertian tentang belajar, yaitu:

a. Belajar merupakan suatu perubahan dalam

tingkah laku, dimana perubahan itu dapat

mengarah kepada tingkah laku yang lebih

baik, tetapi juga ada kemungkinan

mengarah kepada tingkah laku yang lebih

buruk.

b. Belajar merupakan suatu perubahan yang

terjadi melalui latihan atau pengalaman;

dalam arti perubahan-perubahan yang

disebabkan oleh pertumbuhan atau

kematangan tidak dianggap sebagai hasil

belajar.

c. Tingkah laku yang mengalami perubahan

karena belajar menyangkut beberapa aspek

kepribadian, baik fisik maupun psikis,

seperti: perubahan dalam pengertian,

pemecahan suatu masalah/berfikir,

keterampilan, kecakapan, kebiasaan, atau

sikap (Purwanto,1997: 85).

Sebagai tanda bahwa seorang telah

melakukan proses belajar adalah terjadinya

perubahan tingkah laku pada diri orang

tersebut. Sedangkan perubahan yang terjadi

akibat proses kematangan seseorang tidak

dianggap sebagai hasil belajar. Belajar adalah

proses perubahan perilaku individu dari hasil

interaksi dengan lingkungannya yang dapat

mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik

melalui latihan atau pengalaman.

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-

ilmu sosial yang dirumuskan atas dasar realitas

dan fenomena sosial yang mewujudkan satu

pendekatan interdisipliner dari aspek cabang-

cabang ilmu-ilmu sosial (sosiologi, sejarah,

geografi, ekonomi, politik, hukum, dan

budaya). IPS atau Studi Sosial merupakan

bagian dari kurikulum sekolah yang di turunkan

dari isi materi cabang-cabang ilmu sosial:

sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik,

antropologo, filsafat, dan psikologi sosial

(Trianto, 2006: 124-125).

Mata pelajaran IPS di SD bertujuan

agar siswa mampu mengembangkan

pengetahuan dan keterampilan dasar yang

berguna bagi dirinya dalam kehidupan sehari-

hari. Menurut Sumaatmadja (Sholihatin, 2005:

16-15), Tujuan pendidikan IPS adalah membina

anak didik menjadi warga negara yang baik,

memeliki pengetahuan, keterampilan dan

kepedulian sosial bagi dirinya sendiri serta bagi

masyarakat dan negara. Untuk merealisasikan

tujuan tersebut, proses mengajar dan

membelajarkannya, tidak hanya terbatas pada

aspek–aspek pengetahuan (kognitif) dan

keterampilan (psikomotor) saja, melainkan

meliputi juga aspek akhlak (afektif) dalam

menghayati serta menyadari kehidupan yang

penuh dengan masalah, tantangan, hambatan

dan persaingan ini.

Melalui pendidikan IPS, anak dibina

dan dikembangkan kemampuan mental–intelektualnya menjadi warga negara yang

berketerampilan dan berkepedulian sosial serta

bertanggung jawab sesuai dengan nilai–nilai

yang terkandung dalam Pancasila.

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

merupakan salah satu mata pelajaran yang

diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai

SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji seperangkat

peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang

berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang

SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi

Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi.

Melalui mata pelajaran IPS, peserta

didik diarahkan untuk dapat menjadi warga

negara Indonesia yang demokratis, dan

bertanggung jawab, serta warga dunia yang

Nurhayati, Melalui Model Kooperatif Tipe STAD

68

Nurhayati, A.Ma* adalah Guru pada SD Negeri 57 Banda Aceh

cinta damai. Pembelajaran IPS dirancang untuk

mengembangkan pengetahuan, pemahaman,

dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial

masyarakat dalam memasuki kehidupan

bermasyarakat yang dinamis untuk menghadapi

tantangan berat karena kehidupan masyarakat

global selalu mengalami perubahan setiap saat

di masa yang akan datang yang akan dihadapi

oleh peserta didik.

Hasil belajar adalah merupakan tujuan

yang akan dicapai dalam proses belajar

mengajar. Suprayekti, (2003 : 15 - 19).

Menguraikanbahwa siswa sebagai subyek

dalam interaksi belajar mengajar adalah yang

akan mencapai tujuan belajar yaitu Hasil

Belajar. Menurut Dimyati dan Mudjiono, hasil

belajar merupakan hal yang dapat dipandang

dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru.

Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat

perkembangan mental yang lebih baik bila

dibandingkan pada saat sebelum belajar.

Tingkat perkembangan mental tersebut

terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif,

afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi

guru, hasil belajar merupakan saat

terselesikannya bahan pelajaran. Menurut

Hamalik, hasil belajar adalah bila seseorang

telah belajar akan terjadi perubahan tingkah

laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak

tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti

menjadi mengerti.

METODA PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Kelas IV

Sekolah Dasar Negeri 57 Kota Banda Aceh

semester I pada materi Kenampakan alam.

Subyek penelitian ini adalah siswa

Kelas IV SDN 57 Banda Aceh Tahun Pelajaran

2011/2012 dengan jumlah siswa sebanyak 18

orang siswa yang terdiri dari 9 siswa putra dan

9 siswa putri

. Berdasarkan pengamatan peneliti selama

mengajar dikelas tersebut hampir semua siswa

memiliki pemahaman yang sangat homogen,

namun kemampuan dan kecerdasan meraka

sangat heterogan

Data yang diperoleh berasal dari siswa

kelas IV SDN 57 dan guru/teman sejawat yang

merupakan guru kolaborasi dalam

melaksanakan kegiatan penelitian ini serta

pihak-pihak lain yang terkait dengan pelajaran

tersebut.

Data yang di kumpulkan dengan cara

sebagai berikut:

a. Test

Test dilakukan pada setiap akhir proses

pembelajaran dengan menggunakan instrument

soal (test tulis) soal yang diberikan adalah soal

uraian

b. Obsevasi

Observasi yang dilakukan oleh

kolabolator sebagai observer dengan

menggunakan lembaran instrumen. Untuk

melihat kegiatan dalam proses pembelajaran.

c. Wawancara.

Wawancara dilakukan oleh observer

dan guru peneliti terhadap siswa terhadap guru

yang melaksanakan pembelajaran yang

menyangkut dengan kelancaran dan kendala

pembelajaran.

Alat pengumpulan Data yang

digunakan adalah:

a. Butir soal test.

b. Lembar instrument aktivitas siswa.

c. Lembar instrument PBM guru.

Indikator kinerja yang di harapakn

dalam kegiatan penelitian ini adalah:

1. Terjadi peningkatan hasil belajar yaitu

sebanyak 70% siswa mencapai ketuntasan

belajar.

2. Terjadi peningkatan aktivitas belajar siswa

pada setiap siklus.

3. Terjadi peningkatan pelaksanaan proses

belajar mengajar yang diselenggarakan oleh

guru.

Penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan metode Penelitian Tindakan

Kelas (PTK) yang terdiri dari 2 siklus (setiap

siklus dilakukan 2 kegiatan). Adapun langkah-

langkah dalam setiap siklus terdiri dari :

1. Planning

Kegiatan yang dilakukan pada kegiatan

ini adalah membuat perencanaan proses

pembelajaran. Perencanaan yang dibuat adalah

berupa silabus dan RRP beserta perangkatnya

dan media pembelajaran yang diperlukan.

Membuat instrumen observasi kegiatan siswa

dan instrumen observasi PBM guru.

2. Acting

Kegiatan yang dilakukan adalah

melaksanakan seluruh kegiatan yang terdapat

didalam kegiatan perencanaan. Melaksanakan

kegiatan Proses pembelajaran materi

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2014 Volume 19 Nomor 2

69

Nurhayati, A.Ma* adalah Guru pada SD Negeri 57 Banda Aceh

kenampakan alam dengan menerapkan metode

kooperatif tipe STAD.

3. Observasi

Melaksanakan observasi atau

pengamatan yang dilakukan oleh guru peneliti

terhadap siswa pada saat PBM berlangsung

untuk melihat kegiatan siswa dan observasi

yang dilakukan oleh guru kolaborasi terhadap

PBM yang diselenggarakan oleh peneliti.

4. Refleting

Refleksi dilakukan pada akhir PBM

untuk melihat hasil dari kegiatan PBM yang

telah dilaksanakan. Kemudian hasil dari

refleksi pada siklus I kegiatan pertama

merupakan acuan bagi peneliti untuk

melakukan tindakan pada siklus I kegiatan

selanjutnya (siklus I kegiatan 2). Selanjutnya

pada kegiatan kedua siklus I peneliti melakukan

perubahan tindakan pada proses belajar

mengajar terhadap kekurangan yang terjadi

pada kegiatan pertama siklus I sehingga hasil

PBM akan menjadi lebih baik sesuai dengan

harapan dan tujuan yang ingin dicapai. Setelah

siklus I selesai, peneliti melanjutkan dengan

siklus II yang juga melakukan 2 kegiatan

dengan tujuan dan harapan peneliti pemahaman

siswa terus meningkat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Siklus I

a. Perencanaan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap

perencanaan ini adalah: Membuat RPP,

membuat criteria penilaian, membuat lembar

observasi.

b. Pelaksanaan

Pelaksanaan pembelajaran pada siklus

I dilaksanakan selama dua kali pertemuan yaitu

empat jam pelajaran. pelaksanaan pembelajaran

pada siklus ini diawali dengan guru memberi

penjelasan pada siswa kemudian guru

membentuk siswa menjadi beberapa kelompok

kecil setelah itu guru memberikan LKS pada

siswa dan dikerjakan dengan cara diskusi

dengan teman dimana apabila ada anggota

kelompok yang belum bisa kelompok

bertanggung jawab membantu.

Guru membahas hasil diskusi

kemudian siswa diberi kuis disetiap akhir

pertemuan. Untuk akhir siklus guru

memberikan penghargaan untuk kelompok

yang memperoleh skor nilai kuis tertinggi.

Dari hasil analisis terhadap hasil

belajar siswa diperoleh data bahwa siswa yang

memperoleh nilai 62 ke atas untuk pertemuan

pertama berjumlah 2 orang siswa sedangkan

untuk pertemuan kedua berjumlah 7 orang

siswa dari 18 siswa, maka jumlah siswa yang

mengalami ketuntasan belajar untuk pertemuan

pertama dan kedua dalam siklus I berturut-turut

sebesar 11,11% dan 38,89 %. Hasil belajar

siswa dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1. Data ketuntasan belajar siswa siklus I

S I

K

L U

S

I

Pertemuan

Jumlah Siswa

yang Tuntas

Persentase Siswa

yang Tuntas

Tuntas Tidak

Tuntas Tuntas

Tidak

Tuntas

1 2

orang

16

orang

11.11

%

88,89%

2 7

orang

11

orang

38,89

%

61,11%

c. Observasi

Pada kegiatan observasi ini observer

mengamati aktivitas siswa dan guru saat proses

pembelajaran berlangsung. Aktivitas guru

diamati dengan tujuan untuk melihat apakah

proses pembelajaran yang dilakukan guru sudah

sesuai dengan rencana atau belum dan utnuk

memperbaiki tindakan untuk siklus selanjutnya.

Berdasarkan data hasil observasi dapat

dianalisis bahwa tingkat aktivitas siswa dalam

pembelajaran untuk pertemuan pertama dan

kedua berturut-turut sebesar 34,92% dan

42.86%, sedangkan kemampuan guru dalam

melakukan pembelajaran untuk pertemuan

pertama dan pertemuan kedua adalah 2,78

(Kurang) dan 3.00 (Baik).

d. Refleksi

Setelah siklus I selesai peneliti

menganalisis tindakan apa yang harus

diperbaiki pada siklus selanjutnya. Tindakan

tersebut antara lain: memotivasi siswa yang

kurang bersungguh-sungguh dalam melakukan

proses belajar.

B. Diskripsi Hasil Siklus II

a. Perencanaan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap

perencanaan ini adalah: Membuat RPP,

Membuat criteria penilaian, Membuat lembar

observasi.

b. Pelaksanaan

Pelaksanaan pembelajaran pada siklus

II dilaksanakan selama dua kali pertemuan

Nurhayati, Melalui Model Kooperatif Tipe STAD

70

Nurhayati, A.Ma* adalah Guru pada SD Negeri 57 Banda Aceh

yaitu empat jam pelajaran. pelaksanaan

pembelajaran pada siklus ini diawali dengan

guru memberi penjelasan pada siswa kemudian

guru membentuk siswa menjadi beberapa

kelompok kecil setelah itu guru memberikan

LKS pada siswa dan dikerjakan dengan cara

diskusi dengan teman dimana apabila ada

anggota kelompok yang belum bisa kelompok

bertanggung jawab membantu. Setelah itu guru

membahas hasil diskusi kemudian siswa diberi

kuis disetiap akhir pertemuan. Untuk akhir

siklus guru memberi penghargaan untuk

kelompok yang memperoleh skor nilai kuis

tertinggi.

Dari hasil analisis terhadap hasil

belajar siswa diperoleh data bahwa siswa yang

memperoleh nilai 62 ke atas untuk pertemuan

pertama berjumlah 15 orang siswa sedangkan

untuk pertemuan kedua sebanyak 16 siswa dari

18 siswa, maka jumlah siswa yang mengalami

ketuntasan belajar dari pertemuan pertama

sampai pertemuan kedua berturut-turut sebesar

83,33% dan 88,89%. Hasil belajar siswa dapat

dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2. Data ketuntasan belajar siklus II

S

I

K

L

U

S

II

Pertemuan

Jumlah Siswa

yang Tuntas

Persentase Siswa

yang Tuntas (%)

Tuntas Tidak

Tuntas Tuntas

Tidak

Tuntas 1 15

orang

3 orang 83,33 16,67

2 16

orang

2 orang 88,89 11,11

c. Observasi

Pada kegiatan observasi ini observer

mengamati aktivitas siswa dan guru saat proses

pembelajaran berlangsung. Aktivitas guru

diamati dengan tujuan untuk melihat apakah

proses pembelajaran yang dilakukan guru sudah

sesuai dengan rencana atau belum dan utnuk

memperbaiki tindakan untuk siklus selanjutnya.

Berdasarkan data hasil observasi dapat

dianalisis bahwa tingkat aktivitas siswa dalam

pembelajaran untuk pertemuan pertama dan

kedua berturut-turut sebesar 52.38% dan

70.63%.

Sedangkan kemampuan guru dalam

melakukan pembelajaran untuk pertemuan

pertama dan pertemuan kedua pada siklus

kedua juga terjadi peningkatan yang signifikan

yaitu 3,33 (Baik) dan 3.56 (Baik).

C. Pembahasan Tiap Siklus Berdasarkan hasil penelitian dari

siklus I dan siklus II dapat dilihat bahwa ada

peningkatan baik hasil belajar, aktivitas siswa

dalam proses pembelajaran maupun

kemampuan guru dalam melaksanakan proses

pembelajaran. Berdasarkan data yang diperoleh

dapat dilihat bahwa pada siklus I hasil belajar

siswa hanya terdapat 11.11% siswa yang tuntas

pada pertemuan pertama dan meningkat

menjadi 38,89% siswa yang tuntas pada

pertemuan kedua. Perbaikan proses

pembelajaran yang dilakukan peneliti pada

siklus II berhasil meningkatkan hasil belajar

siswa yaitu terdapat 69,47% siswa yang tuntas

pada pertemuan pertama dan 88,89% siswa

yang tuntas pada pertemuan kedua.

Tidak hanya hasil belajar siswa saja

yang meningkat, aktivitas siswa dan

kemampuan guru dalam pembelajaran juga

meningkat. Hal ini terlihat dari data yang

diperoleh bahwa pada siklus I aktivitas siswa

dan kemampuan guru dalam pembelajaran

berturut-turut yaitu 58,39% dan 62,72%.

Sedangkan kemampuan guru dalam melakukan

pembelajaran untuk pertemuan pertama dan

pertemuan kedua adalah 2,78 (Kurang) dan

3.00 (Baik). Setelah direfleksi kemudian

ditemukan beberapa kekurangan dalam

pembelajaran pada siklus I dan dilakukan

perbaikan pada suklus II sehingga terjadi

peningkatan aktivitas siswa dan kemampuan

guru dalam pembelajaran berturut-turut yaitu

sebesar 63.98% dan 75.78%. Sedangkan

kemampuan guru dalam melakukan

pembelajaran untuk pertemuan pertama dan

pertemuan kedua pada siklus II juga terjadi

peningkatan yang signifikan yaitu 3,33 (Baik)

dan 3.56 (Baik).

Setelah dianalisis ternyata peningkatan

hasil belajar siswa berkaitan langsung dengan

penggunaan metode STAD. Karena dengan

metode/ ini siswa lebih aktif dalam

pembelajaran dimana yang pada awalnya siswa

hanya mendengarkan ceramah guru dengan

metode STAD siswa aktif dalam pembelajaran,

hubungan antara siswa dengan siswa dan siswa

dengan guru terjalin dengan sangat baik karena

dalam pembelajaran terdapat diskusi baik

dengan guru maupun dengan teman. Untuk

siswa yang takut bertanya pada guru mereka

bisa bertanya pada teman yang sudah bisa.

Sehingga dalam pembelajaran terjadi

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2014 Volume 19 Nomor 2

71

Nurhayati, A.Ma* adalah Guru pada SD Negeri 57 Banda Aceh

kenyamanan. Data dapat dilihat pada tabel di

bawah ini:

Tabel 3. Data ketuntasan belajar siklus I dan II

Pertemuan

Jumlah Siswa

yang Tuntas

Persentase Siswa

yang Tuntas (%)

Tuntas Tidak

Tuntas Tuntas

Tidak

Tuntas S

I

K

L

U S

I

1 2

orang

16

orang

11.11 88,89

2 7

orang

11

orang

38,89 61,11

S I

K

L U

S

II

1 15

orang

3 orang 83,33 16,67

2 16

orang

2

orang

88,89 11,11

Tabel 4 Data aktivitas siswa dan guru siklus I

dan II

SIKLUS I SIKLUS II Pertemuan

1

Pertemuan

2

Pertemuan

1

Pertemuan

2

Aktivitas

Siswa 34.92% 42.86% 52.38% 70.63%

Kemampuan

Guru 2,78 3,00 3.33 3.56

Kriteria

Penilaian CUKUP BAIK BAIK BAIK

Berdasarkan dari seluruh hasil

tindakan yang menunjukkan terjadinya

peningkatan hasil belajar siswa, peningkatan

keaktifan siswa serta peningkatan terhadap

kemampuan guru dalam melaksanakan proses

belajar mengajar maka dapat disimpulkan

bahwa pembelajaran dengan menggunakan

model pembelajaran tipe STAD dapat

digunakan mata pelajaran IPS Kelas IV SD

Negeri 57 Banda Aceh

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan, dapat disimpulkan sebagai

berikut:

1. Penggunaan metode STAD dapat

meningkatkan hasil belajar siswa pada

materi Keragaman suku bangsa dan budaya

di Indonesia siswa kelas V Sekolah Dasar

Negeri 57 Kota Banda Aceh.

2. Penggunaan metode STAD dapat

meningkatkan aktivitas siswa pada materi

Keragaman suku bangsa dan budaya di

Indonesia siswa kelas V Sekolah Dasar

Negeri 57 Kota Banda Aceh.

3. Penggunaan STAD dapat meningkatkan

kemampuan guru dalam mengelola

pembelajaran materi Keragaman suku

bangsa dan budaya di Indonesia siswa kelas

V Sekolah Dasar Negeri 57 Kota Banda

Aceh.

1. Saran-Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan

kondisi selama penelitian, maka peneliti

memberikan saran sebagai berikut:

1. Kepada guru-guru yang sering mengalami

kesulitan dalam meningkatkan keterampilan

proses belajar mengajar pada siswa agar

dapat merancang proses pembelajaran

dengan menggunakan metode yang sesuai

dengan materi yang ingin disampaikan.

2. Guru dapat menggunakan metode STAD

sebagai alternatif dalam memilih metode

pembelajaran di sekolah khususnya pada

materi keragaman suku bangsa dan budaya

di Indonesia untuk siswa kelas V SD.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2007. Prosedur Penelitian Suatu

Pendekatan Praktif. Jakarta: PT. Rineka

Cipta.

Dimyati dan Mudjiono. 1999. Belajar dan

Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta

Hamalik, Oemar. 2005. Proses Belajar

Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Solihatin, Etin. 2006. KooperatifAnalisa Model

Pembelajaran IPS. Jakarta: Bumi

Aksara.

Sudjana Nana. 2004. Dasar-Dasar Proses

Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru

Algensindo

Sulistyorini, Sri. 2007. Model Pembelajaran

IPA Sekolah Dasar. Semarang: Tiara

Wacana.

Suprayekti. 2003. Interaksi Belajar Mengajar.

Jakarta : Depdiknas.

Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu

dalam Teori dan praktek. Jakarta:

Prestasi Pustaka.

Nurhayati, Melalui Model Kooperatif Tipe STAD

72

Dra. Husniati* adalah Guru Agama SMPN 11 Kota Banda Aceh

PENINGKATAN HASIL BELAJAR PAI PADA MATERI SHALAT JAMA’ DAN

QASHAR MELALUI METODE DEMONSTRASI

Oleh

Husniati*

Abstrak

Kegiatan Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan di SMP Negeri 11 Banda Aceh.

Sebagai subjek Penelitian Tindakan Kelas ini adalah para peserta didik kelas VII SMPN 11

Banda Aceh yang jumlah peserta didiknya sebanyak 27 orang terdiri dari 11 laki-laki dan 16

perempuan. Sumber data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah hasil pembelajaran

peserta didik, hasil observasi oleh teman sejawat dan dokumentasi nilai peserta didik yang

dimulai bulan Febuari sampai dengan April 2012. Hasil penelitian menunjukkan ketuntasan

belajar pada siklus I sebanyak 10 orang peserta didik (37%). Setelah dilaksanakan siklus II

dengan menerapkan metode Demonstration hasil belajar peserta didik meningkat menjadi

21 orang peserta didik (77,8%) yang tuntas belajar. Jumlah ini jelas menunjukkan bahwa

telah terjadi peningkatan yang cukup signifikan dari siklus I kesiklus II. Berdasarkan hasil

pembelajaran siklus I kesiklus II ketuntasan belajar telah tercapai sesuai dengan yang

diharapkan yaitu ketuntasan hasil belajar peserta didik sebesar 77,8%.

Kata Kunci: Hasil belajar, PAI, Metode Demonstration.

Abstract

Activity classroom action research was conducted at SMPN 11 Banda Aceh. As the subjects

in the study of this class action is the student’s seventh of SMPN 11 Banda Aceh that the

large number of student’s as many 27 people, including 11 males and 16 females. The

source of data obtained in this study is the result of student learning, the observation by

peers and documentation of as student’s grade on Febuary until April 2012. The result

showed mastery learning in the first cycle as many as 10 student’s (37%). Once

implemented the second cycle learning by implementing the method of demonstration, the

student’s learning result increase of 21 student’s (77,8%) that mastery learning. This

number clearly shows that there has been a significant increase from cycle I to cycle II.

Based on the learning result of cycle I to cycle II mastery learning has been achieved as

expected is the mastery of student’s learning result of 77,8%.

Keywords: Learning result, PAI, Demonstration method.

Pelaksanaan pembelajaran Pendidikan

Agama Islam di SMP Negeri 11 Banda Aceh

diawal penelitian ini aktivitas dan hasil belajar

belum seperti yang diharapkan. Rendahnya

hasil belajar peserta didik ditandai oleh

kurangnya pencapaian nilai KKM, yaitu hanya

37% peserta didik yang tuntas belajar diatas

KKM rata-rata sedangkan 63% peserta didik

masih dibawah KKM.

Rendahnya nilai yang diperoleh

peserta didik adalah akibat monotonnya guru

dalam menyajikan materi pelajaran. Oleh

karena itu, sebagai guru harus mampu

membangkitkan semangat belajar peserta didik

untuk memotivasi dan mengkoordinir peserta

didik yang lemah dalam belajar. Untuk itu guru

dituntut kemampuannya dalam memotivasi

peserta didik dengan menemukan kekurangan

yang dimiliki pada pembelajaran sebelumnya.

Dalam hal ini, penggunaan strategi atau metode

yang dipilih adalah kunci keberhasilan guru

dalam proses belajar mengajar.

Berpijak dari hal tersebut, maka

penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan

aktifitas, kreatifitas dan kemampuan guru

dengan memberdayakan metode pembelajaran

yang mampu merubah kondisi awal

pembelajaran hingga termotivasi peserta didik

untuk memperoleh nilai KKM yang telah

ditetapkan.

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2014 Volume 19 Nomor 2

73

Dra. Husniati* adalah Guru Agama SMPN 11 Kota Banda Aceh

Berdasarkan latar belakang tersebut,

peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:

Apakah dengan menggunakan metode

Demonstration dapat meningkatkan hasil

belajar PAI pada materi shalat jama’ dan qashar bagi peserta didik kelas VII SMP Negeri

11 Banda Aceh?

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

membuktikan secara ilmiah bahwa penggunaan

metode Demonstration pada materi shalat

jama’ dan qashar dapat meningkatkan hasil belajar PAI bagi peserta didik kelas VII SMP

Negeri 11 Banda Aceh di samping

mendapatkan data empiris secara akurat.

Manfaat dari Penelitian Tindakan

Kelas ini untuk meningkatkan aktivitas dan

kreatifitas peserta didik dalam proses belajar

mengajar sehingga tercapai kompetensi dasar

mata pelajaran PAI khususnya, dan bagi

guru/teman sejawat lainnya dapat memperbaiki

strategi pembelajaran serta menggunakan

metode Demonstration dalam pembelajaran

demi meningkatkan hasil belajar peserta didik.

KAJIAN PUSTAKA Menurut Hilgord, dalam Pasarisu dan

Simanjuntak (1980) belajar adalah suatu proses

perubahan kegiatan, reaksi terhadap

lingkungan, perubahan tersebut tidak dapat

disebut belajar apabila disebabkan oleh

pertumbuhan atau keadaan sementara

seseorang seperti kelelahan atau disebakan

obat-obatan.

Kemudian menurut James O.

Withaker dalam Dewi Ketut Sukardi (1983),

mendefinisikan belajar sebagai proses dimana

tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui

latihan atau pengalaman, disamping itu juga

diartikan sebagai proses sebagian tingkah laku

melalui pendidikan atau lebih khusus melalui

proses pelatihan. Sedang menurut Ngalim

Purwanto (1992) mengemukakan belajar

adalah setiap perubahan yang relative menetap

dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu

hasil dari latihan atau pengalaman. Dengan

demikian belajar adalah proses dimana tingkah

laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan

atau pengalaman.

Menurut Hamalik (2001) bahwa hasil

belajar menunjukkan kepada prestasi belajar,

sedangkan prestasi belajar itu merupakan

indikator adanya derajat perubahan tingkah

laku siswa. Sedangkan Nasution (2006) hasil

belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindak

belajar mengajar dan biasanya ditunjukkan

dengan nilai tes yang diberikan guru. Sedang

menurut Dimyati dan Mudjiono (2002) hasil

belajar adalah hasil yang ditunjukkan dari suatu

interaksi tindak belajar dan biasanya

ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan

guru.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat

disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan

hasil yang diperoleh siswa setelah terjadinya

proses pembelajaran yang ditunjukkan dengan

nilai tes yang diberikan oleh guru setiap selesai

memberikan materi pelajaran pada satu pokok

bahasan.

METODA PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di SMP

Negeri 11 Kota Banda Aceh dikelas VII-1

semester 2 tahun pelajaran 2011/2012 yang

berjumlah 27 orang peserta didik, yang terdiri

dari 16 orang perempuan dan 11 orang laki-

laki. Penelitian Tindakan Kelas ini

dilaksanakan selama tiga bulan, dimulai pada

bulan Februari s/d April 2012 semester genap.

Sumber data adalah proses

pembelajaran yang berlangsung dikelas VII

materi shalat jama’ dan qashar melalui tahapan perencanaan pembelajaran, pembahasan

pembelajaran dan evaluasi pembelajaran

berdasarkan hasil test peserta didik. Test

dilakukan pada setiap akhir proses

pembelajaran dengan menggunakan instrumen

soal (test tulis) yang berbentuk uraian.

Untuk observasi dilakukan dengan

menggunakan lembaran instrumen agar dapat

melihat kegiatan peserta didik dalam proses

pembelajaran, diantaranya adalah aktifitas

peserta didik saat melakukan demonstrasi

didepan kelas juga observasi yang dlakukan

oleh guru kolaborasi sebagai observer pada saat

proses belajar mengajar berlangsung.

Validasi data disusun berdasarkan

hasil belajar peserta didik yang dikumpulkan

peneliti dengan menganalisis data tersebut

secara deskriptif yaitu triangulasi antara peserta

didik, guru yang melaksanakan proses belajar

mengajar dan guru kolaboratif sebagai

observer.

Kemudian hasil belajar tersebut

dibandingkan antara hasil pembelajaran satu

dengan hasil pembelajaran dua yang terdapat

pada siklus I dan siklus II sehingga

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2014 Volume 19 Nomor 2

74

Dra. Husniati* adalah Guru Agama SMPN 11 Kota Banda Aceh

teridentifikasi jumlah peserta didik yang tuntas

mencapai KKM dan jumlah peserta didik yang

belum tuntas mencapai KKM.

Indikator keberhasilan dalam

penelitian ini adalah peningkatan hasil belajar

peserta didik dari pengamatan data analisis

deskriptif kompratif yaitu ketuntasan belajar

yang mengalami peningkatan mulai dari 37%

tuntas di siklus I hingga menjadi 77,8% tuntas

di siklus II.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Tabel 1. Hasil belajar peserta didik siklus I

Siklus

I

Perolehan hasil

belajar (KKM 75)

Ketuntasan

(%)

Nilai 75

keatas

Nilai 75

kebawah Tuntas

Tidak

Tuntas

10

orang

17

orang 37 % 63%

Berdasarkan pengamatan dari tabel

data hasil belajar peserta didik pada siklus I di

atas, peserta didik yang memperoleh nilai

tuntas atau KKM 75 keatas sebanyak 10

peserta didik dengan persentase 37% dan

peserta didik yang memperoleh nilai tidak

tuntas atau KKM 75 kebawah sebanyak 17

peserta didik dengan persentase 63%.

Tabel 2. Hasil belajar peserta didik siklus II

Siklus

I

Perolehan hasil

belajar (KKM 75)

Ketuntasan

(%)

Nilai 75

keatas

Nilai 75

kebawah Tuntas

Tidak

Tuntas

21

orang 6 orang

77,8

%

22,2

%

Berdasarkan pengamatan dari tabel

data hasil belajar peserta didik pada siklus II di

atas terjadi peningkatan, peserta didik yang

memperoleh nilai tidak tuntas atau KKM 75

kebawah sebanyak 6 peserta didik dengan

persentase 22,2%. Sedangkan peserta didik

yang memperoleh nilai tuntas atau KKM

diatas 75 meningkat menjadi 21 peserta didik

dengan persentase 77,8%.

B. Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil pengamatan dalam

penelitian tindakan kelas di sini, perbandingan

hasil belajar siklus I dan siklus II terjadi

peningkatan yang cukup signifikan. Dari

jumlah 27 peserta didik seluruhnya di kelas

VII-1, hanya 6 orang atau 22,2% peserta didik

yang belum mencapai ketuntasan. Dalam hal

ini, melihat hasil belajar peserta didik pada

siklus II dapat disimpulkan bahwa melalui

penggunaan metode Demonstration pada

materi shalat jama’ dan qashar dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik

sebesar 77,8% di akhir siklus II.

Hasil belajar peserta didik yang

diperoleh pada siklus I belum sesuai dengan

harapan yang diinginkan peneliti yaitu 75

diatas rata-rata sesuai ketentuan KKM . Hasil

belajar siklus I hanya 37% peserta didik yang

tuntas. Mendapatkan hasil belajar yang belum

sesuai dengan harapan yang diinginkan, maka

dilanjutkan dengan siklus II untuk

mengupayakan penyempurnaan kekurangan-

kekurangan yang terjadi pada siklus I.

Setelah diupayakan pelaksanaan siklus

II, ternyata terjadi peningkatan jumlah peserta

didik yang tuntas belajar sebanyak 21 orang

dari jumlah total peserta didik 27 orang,

dengan persentase ketuntasan 77,8%. Jumlah

ini jelas menunjukkan bahwa telah terjadi

peningkatan yang cukup signifikan dari siklus I

ke siklus II. Dan hasil tersebut telah sesuai

dengan harapan yang diinginkan peneliti yaitu

nilai 75 diatas rata-rata sesuai ketentuan KKM.

Dengan demikian, terbuki bahwa penggunaan

metode Demonstration pada materi shalat dapat

mengoptimalkan hasil belajar peserta didik.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat

disimpulkan, penggunaan metode

Demonstration dalam proses belajar mengajar

dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik

dan aktifitas peserta didik pada materi shalat

jama’ dan shalat qashar di kelas VII-1 SMPN

11 Banda Aceh.

Metode Demonstration dalam PBM

mampu meningkatkan kemampuan guru dan

cukup efektif untuk materi shalat jama’ dan qashar di kelas VII-1 SMPN 11 Banda Aceh.

1. Saran-Saran

Kepada guru-guru Pendidikan Agama

Islam yang sering menemukan kendala dalam

penyampaian materi tentang shalat khususnya

atau yang membutuhkan demonstrasi supaya

lebih teliti dan cermat dalam menentukan

Husniati, Peningkatan Hasil Belajar PAI

75

Dra. Husniati* adalah Guru Agama SMPN 11 Kota Banda Aceh

pilihan penggunaan metode yang akan

diterapkan.

Khusus pada materi shalat jama’ dan qashar guru Pendidikan Agama Islam harus

ekstra dalam memonitoring semua

perlengkapan baik sarana/prasarana yang

tersedia untuk mendukung lancarnya

pembelajaran sampai kepada konsep yang akan

digunakan agar terhidar dari polemic ajaran

yang sesat sehingga dapat melakukan sunnah

Rasulullah SAW yang shahih dalam

implementasinya untuk beribadah kepada Allah

SWT.

DAFTAR PUSTAKA

Dimyati dan Mudjiono (2002).

http://www.hasiltesguru.com/2012/04/pen

gertian-hasil-belajar.html

Sukardi, Dewi Ketut (1983). Bimbingan &

Penyuluhan Belajar. Surabaya, Usaha

Nasional.

Hamalik, Oemar (2001). Psikologi Belajar

Mengajar. Bandung, Sinar Baru Algeindo.

Nasution (2006). http://zukhrufarisma.

wordpress.com/2010/11/02/strategi-

pembelajaran/

Ngalim Purwanto (1992). http://www.slide

share.net/sitiKhadijah 16/konsep-belajar-

dan-pembelajaran-25211555

Pasarisu dan Simanjuntak (1980). Proses

Belajar Mengajar. Bandung, Tarsito.

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2014 Volume 19 Nomor 2

76

Bukhari Asryad, S.Pd* adalah Guru matematika pada SMA Negeri 5 Banda Aceh

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN

HASIL BELAJAR PADA METERI STATISTIK PADA SISWA KELAS XI-IS.2

SEMESTER GANJIL SMA NEGERI 5 BANDA ACEH

Oleh

Bukhari Arsyad*

Abstrak

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi dan

mempunyai peranan penting dalam berbagai disiplin serta memajukan daya pikir

manusia. Oleh karena itu pengajaran matematika menjadi salah satu hal yang pokok

dalam menanamkan nilai-nilai dasar ilmu pengetahuan yang lain. Tujuan dari penelitian

ini adalah untuk meningkatkan prestasi belajar siswa pada pelajaran matematika

khususnya pada materi bentuk akar dan pangkat pecahan. Penelitian ini berlangsung

dalam dua siklus, masing-masing siklus terdiri dari perencanaan, tindakan, observasi,

refleksi dan penilaian. Data yang diperoleh dari penelitian ini meliputi hasil belajar siswa

yang diambil dari pemberian soal tes pada akhir siklus. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa pada siklus I hasil belajar siswa adalah 37,9% tidak tuntas, dan 62,1% tuntas. Pada

siklus II hasil belajar siswa adalah 82,8% tuntas, dan 17,2% tidak tuntas. Maka hasil

penelitian menunjukkan bahwa adanya peningkatan hasil belajar siswa pada siklus ke II

dibandingkan siklus I dan pra siklus. Dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran

kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada materi statistik

siswa kelas XI IS. Pada SMA Negeri 5 Banda Aceh

Kata kunci : Hasil belajar, Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Matematika adalah cabang utama

dari ilmu filsafat yang merupakan ibu dari

segala ilmu, dengan demikian pengajaran

matematika menjadi salah satu hal yang

pokok dalam menanamkan nilai-nilai dasar

ilmu pengetahuan yang lain.

Pada pelaksanaaan proses belajar

mengajar, guru memegang peranan penting.

Berdasarkan pengalaman dan pengamatan

penulis ketika proses belajar mengajar, penulis

menemukan bahwa nilai hasil belajar siswa

kelas XI masih rendah, kondisi ini

disebabkan oleh minat, motivasi, aktivitas dan

peran serta siswa dalam pembelajaran masih

rendah serta kurangnya interaksi antara guru

dan siswa, dan antara siswa dengan siswa.

Dalam melaksanakan proses belajar

mengajar guru dituntut dapat memilih

interaksi belajar mengajar yang tepat untuk

dapat mewujudkan kondisi pembelajaran

siswa aktif. Setiap strategi yang direncanakan

oleh guru diharapkan dapat mengedepankan

keaktifan siswa dalam mengikuti

pembelajaran di sekolah. Diantara berbagai

tipe pembelajaran kooperatif, maka

pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student

Team Achievement Divisioan), dapat

diterapkan pada bidang studi matematika

materi statistik, dimana siswa akan belajar dan

berkerjasama, saling membantu memahami

konsep-konsep sulit didalam kelompok

kooperatif

Secara umum Penelitian tindakan

kelas ini bertujuan untuk meningkatkan hasil

belajar matematika materi statistik siswa kelas

XI pada SMA Negeri 5 Banda Aceh.

KAJIAN PUSTAKA

Pembelajaran adalah proses, cara,

menjadikan orang atau makhluk hidup belajar.

Belajar adalah berusaha memperoleh

kepandaian atau ilmu, berubah tingkah laku

atau tanggapan yang disebabkan oleh

pengalaman. (KBBI, 1996: 14).

Jadi pembelajaran adalah proses

yang disengaja yang menyebabkan siswa

belajar pada suatu lingkungan belajar untuk

melakukan kegiatan pada situasi tertentu.

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2014 Volume 19 Nomor 2

77

Bukhari Asryad, S.Pd* adalah Guru matematika pada SMA Negeri 5 Banda Aceh

Pembelajaran kooperatif adalah suatu

pelajaran yang melibaan siswa untk bekerja

dalam kelompok-kelompok unuk menetapkan

tujuan bersama. (Felder,1994: 2). Wahyuni

(2001: 8) menyebutkan bahwa pembelajaran

kooperatif merupakan strategi pembelajaran

dengan cara menempatkan siswa dalam

kelompok-kelompok kecil yang memiliki

kemampuan berbeda.

Dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran kooperatif adalah suatu metode

pembelajaran dengan cara mengelompokkan

siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil

untuk bekerja sama dalam memecahkan

masalah. Kemampuan siswa dalam setiap

kelompok adalah hiterogen.

Menurut Tanireja dkk, Jenis-jenis

model pembelajaran kooperatif meliputi:

Student Teams-Achievment Division (STAD),

Tipe Teams Games Turnaments (TGT),

Model pembelajaran Investigasi

Kelompok/Group Investigaation (GI).

Tipe STAD merupakan salah satu

metode pembelajaran kooperatif yang paling

sederhana. Tipe STAD dikembang oleh

Slavin, yang menekankan pada adanya

aktivitas dan interaksi di antara siswa untuk

saling memotivasi dan saling membantu

dalam menguasai materi pelajaran guna

mencapai prestasi yang maksimal.

Ada tiga komponen mendasar dari

model pembelajaran tipe STAD (Eggen &

Kauchak), yaitu: 1) Penghargaan Kelompok

(group goals), 2) Tanggung Jawab Individual

(individual accountability), 3) Kesempatan

yang sama untuk berhasil (equal opportunity

for success),

Menurut Slavin dalam Ismail dkk

(2007), ada lima tahapan dalam penerapan

pembelajaran kooperatif tipe STAD, yaitu:

1. Penyajian Materi, materi diberikan oleh

guru, diawali dengan penjelasan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD.

2. Belajar Kelompok, kelompok terdiri

dari empat atau lima anggota dengan

memperhatikan perbedaan kemampuan,

jenis kelamin, dan asal sekolah .

3. Tes atau Kuis, Tes atau kuis diberikan

secara individual, tidak diperbolehkan

membantu satu sama lain.

4. Poin Peningkatan Individual, Poin

ditentukan berdasarkan selisih skor tes

terdahulu (skor dasar/awal) dengan skor

terakhir.

Tabel 2.1 Penghitungan Poin Peningkatan

Individual

Skor Tes Akhir Poin

Peningkatan

Lebih dari 10 poin di

bawah skor dasar

1 s. d 10 poin di bawah

skor dasar

Sama atau 10 poin di atas

skor dasar

Lebih dari 10 poin di atas

skor dasar

Nilai sempurna (tidak

berdasarkan skor awal)

0

10

20

30

30

5. Penghargaan Kelompok, setelah dilakukan

penghitungan poin peningkatan individual

dilakukan pemberian penghargaan

kelompok.

METODA PENELITIAN

A. Setting Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMA

Negeri 5 Banda Aceh JL Hamzah Fansuri No

3 Darussalam Kota Banda Aceh.

Subjek penelitian adalah siswa kelas

XII IS-2 SMA Negeri 5 Tahun pembelajaran

2013/2014.Jumlah siswa sebanyak 29 orang

yang terdiri dari 14 siswa laki-laki dan 15

siswa perempuan. Berdasarkan pengamatan

peneliti selama mengajar dikelas tersebut

hampir semua siswa memiliki pemahaman

yang sangat homogen, namun kemampuan

dan kecerdasan meraka sangat heterogan

B. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam

pengumpulan data dilakukan dengan cara test

dan observasi. Alat pengumpulan Data yang

digunakan adalah: butir soal test, lembar

instrument aktivitas siswa, lembar instrument

PBM guru.

Analisis data yang digunakan adalah

analisis deskriptif yang terdiri dari analisis

hasil belajar, analisis aktivitas siswa. Analisis

hasil belajar dilakukan dengan analisa

deskriptif comparative yaitu dengan

membandingkan nilai tes antar siklus. Analisis

aktivitas siswa dan guru dianalisis secara

deskriptif dengan memberikan penjelasan

terhadap hasil observasi yang dilakukan.

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2014 Volume 19 Nomor 2

78

Bukhari Asryad, S.Pd* adalah Guru matematika pada SMA Negeri 5 Banda Aceh

C. Prosedur Penelitian

Penelitian ini terdiri atas dua siklus terdiri

dari:

1. Perencanaan, kegiatan yang dilakukan

adalah membuat silabus, dan RRP

berserta perangkatnya. Mempersiapkan

bahan-bahan media pembelajaran

beberapa alat-alat bantu yang diperlukan.

Membuat instrumen observasi kegiatan

siswa dan instrument observasi PBM guru.

3. Pelaksanaan, melaksanakan pembelajara

untuk mencapai KD sesuai dengan

standar proses yang terdapat dalam

kegiatan perencanaan yaitu melaksanakan

pembelajaran

4. Observasi ( pengamatan ), Pengamatan

dilaksanakan oleh observer terhadap siswa

dalam proses pembelajaran dan guru

peneliti..

5. Refleksi dilakukan pada akhir PBM

dengan melakukan konfirmasi antara

observer dan guru peneliti dalam diskusi

secara objective. Kemudian dari hasil

refleksi merupakan cermin bagi peneliti

untuk mencermati keberhasilan dan

kegagalan dalam pembelajaran yang telah

direncanakan hasil refleksi dapat dijadikan

rencana tindak lanjut untuk pembelajaran

selanjutnya (siklus II).

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Siklus I

Kegiatan perencanaan dilakukan pada

siklus I adalah mempersiapkan RPP,

menyusun instrument aktifitas dan Instrumen

PBM guru peneliti.

Pelaksanaan pembelajaran pada siklus I

diawali dengan memberikan motivasi dengan

menggali pengetahuan awal siswa serta

memberi informasi kompetensi yang akan

dipelajari. Selanjutnya guru membagi siswa

menjadi beberapa kelompok. Dan selanjutnya

guru membagi soal per kelompok, setelah siap

mengerjakan soal perkelompok, ketua

kelompok maju kedepan untuk

mempresentasikan hasil yang diperoleh dari

kelompoknya masing-masing.

Memberi kesempatan kepada setiap

kelompok untuk memaparkan hasil diskusi

kelompoknya, tahap selanjutnya guru

memberikan klarifikasi dan penguatan

terhadap materi yang telah didiskusikan serta

memberi bimbingan/contoh kepada siswa

yang belum memahami materi statistika.

Kegiatan ini dilakukan dengan

empat kali pertemuan, pada akhir

pembelajaran diberikan evaluasi dalam bentuk

soal uraian yang terdapat dalam RPP. Dari

analisis terhadap hasil belajar yang dicapai

oleh siswa diperoleh data bahwa siswa yang

memperoleh nilai 65 keatas (diatas KKM 65)

berjumlah 18 siswa, dari jumlah keseluruhan

siswa 29 orang maka jumlah siswa yang

mengalami ketuntasan belajar sebesar 62,1% ,

jumlah yang belum tuntas ada 11 Siswa

dengan persentase 37,9%.

Dari data yang diperoleh terjadi

peningkatan hasil belajar siswa dari pra siklus

siswa yang memperoleh nilai tuntas KKM 65

sebanyak 10 siswa dengan persentasenya

34,5% meningkat menjadi 18 siswa dengan

persentase 62,1%.

Observasi yang dilakukan pada siklus

1 ini antara lain adalah aktivitas siswa saat

PBM berlangsung dan pelaksanaan PBM yang

diselenggarakan oleh guru. Hasil observasi

guru terhadap aktifitas siswa pada saat proses

belajar mengajar berlangsung dengan

menggunakan lembar observasi aktifitas siswa

yaitu presentasi aktifitas sebesar 62,1%

Dalam pelaksanaan kegiatan belajar

diperoleh informasi dari hasil pengamatan

sebagai berikut:

a. Memotivasi siswa

b. Membimbing siswa merumuskan

kesimpulan/menemukan konsep

c. Pengelolaan waktu

Pelaksanaan kegiatan belajar

mengajar pada siklus I ini masih terdapat

kekurangan, sehingga perlu adanya revisi

untuk dilakukan pada siklus berikutnya.

B. Deskripsi Siklus II

Kegiatan perencanaan dilakukan

pada siklus II adalah mempersiapkan

beberapa hal yang diperlukan dalam

pelaksanaan penelitian, yaitu: membuat RPP,

menyusun instrument aktifitas dan Instrumen

PBM guru peneliti.

Pelaksanaan kegiatan belajar

mengajar untuk siklus II dilaksanakan. proses

belajar mengajar mengacu pada rencana

pelajaran dengan memperhatikan refisi pada

siklus I, sehingga kesalahan atau kekurangan

pada siklus I tidak terulang lagi pada siklus II.

Bukhari Arsyad, Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

79

Bukhari Asryad, S.Pd* adalah Guru matematika pada SMA Negeri 5 Banda Aceh

Pengamatan (observasi)

dilaksanakan bersama dengan pelaksanaan

belajar mengajar. Pada akhir proses belajar

mengajar siswa diberi tes uraian dengan

tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan

siswa dalam proses belajar mengajar yang

telah dilakukan. Instrumen yang digunakan

adalah tes uraian II. Adapun data hasil

penelitian pada siklus II adalah: terjadi

peningkatan hasil belajar siswa. Pada siklus I,

siswa yang memperoleh nilai tuntas KKM 65

sebanyak 19 siswa dengan persentasenya

65,5% meningkat menjadi 24 siswa dengan

persentase 82,8%.

Hasil observasi keaktifan siswa dalam

pelaksanaan PBM pada siklus II dapat dilihat

pada tabel berikut ini.

Melalui hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa model STAD memiliki

dampak positif dalam meningkatkan prestasi

belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari

semakin mantapnya pemahaman siswa

terhadap materi yang disampaikan guru

(ketuntasan belajar meningkat dari siklus I

dan siklus II). Pada siklus II ketuntasan

belajar siswa secara klasikal telah tercapai.

Penyempurnaan aspek-aspek dalam

menerapkan metode pembelajaran kooperatif

model STAD diharapkan dapat berhasil

semaksimal mungkin.

Berdasarkan analisis data diperoleh

aktivitas siswa dalam proses pembelajaran

matematika pada materi statistik dengan

model STAD yang paling dominan adalah

memperhatikan informasi guru dan bekerja

dalam kelompok. Jadi dapat dikatakan bahwa

aktifitas siswa dapat dikatagorikan aktif.

Sedangkan untuk katagori guru selama

pembelajaran telah melaksanakan langkah-

langkah model STAD dengan baik. Hal ini

terlihat dari aktifitas guru yang muncul

diantaranya aktivitas membimbing dan

mengamati siswa, melatih keterampilan dan

mengamati siswa dalam mengerjakan

LKS/menemukan konsep, menjelaskan,

memberi umpan balik/evaluasi/ tanya jawab

dimana persentase untuk aktifitas di atas

cukup besar.

Pada tahap ini akan dikaji apa yang

telah terlaksana dengan baik maupun yang

masih kurang baik dalam proses belajar

mengajar dengan penerapan metode

pembelajaran kooperatif model STAD. Dari

data-data yang diperoleh dapat diuraikan

sebagai berikut :

a) Selama proses belajar mengajar guru telah

melaksanakan semua pembelajaran dengan

baik. Meskipun ada beberapa aspek yang

belum sempurna, tetapi presentase

pelaksanaannya untuk masing-masing

aspek cukup besar .

b) Berdasarkan data hasil pengamatan

diketahui bahwa siswa aktif selama proses

belajar mengajar berlangsung.

c) Kekurangan pada siklus-siklus

sebelumnya sudah mengalami perbaikan

dan peningkatan sehingga menjadi lebih

baik .

d) Hasil belajar siswa pada siklus II

mencapai ketuntasan.

Pada siklus II guru telah menerapkan

metode pembelajaran kooperatif model STAD

dengan baik dan dilihat dari aktifitas siswa

serta hasil belajar siswa pelaksanaan proses

belajar mengajar sudah berjalan dengan baik.

Maka tidak diperlukan revisi terlalu banyak,

tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakan

selanjutnya adalah memaksimalkan dan

mempertahankan apa yang telah ada dengan

tujuan agar pada pelaksanaan proses belajar

mengajar selanjutnya penerapan model STAD

dapat meningkatkan proses belajar mengajar

sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai

dengan baik.

SIMPULAN DAN SARAN

Setelah dilakukan penelitian tindakan

kelas, diperoleh hasil pada siklus I hasil

belajar siswa adalah 37,9% tidak tuntas, dan

62,1% tuntas. Pada siklus II hasil belajar

siswa adalah 82,8% tuntas, dan 17,2% tidak

tuntas. Maka hasil penelitian menunjukkan

bahwa adanya peningkatan hasil belajar siswa

pada siklus ke II dibandingkan siklus I dan pra

siklus

Berdasarkan hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa :

1. Pembelajaran dengan menggunakan

model kooperatif tipe STAD dapat

meningkatkan aktivitas belajar

matematika siswa kelas XI SMA Negeri

5 Banda Aceh.

2. Pembelajaran dengan menggunakan

model kooperatif tipe STAD dapat

meningkatkan hasil belajar matematika

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2014 Volume 19 Nomor 2

80

Bukhari Asryad, S.Pd* adalah Guru matematika pada SMA Negeri 5 Banda Aceh

siswa kelas XI SMA Negeri 5 Banda

Aceh.

3. Pembelajaran dengan menggunakan

model kooperatif tipe STAD dapat

meningkatkan motivasi belajar

matematika siswa kelas XI SMA Negeri

5 Banda Aceh

1. Saran-Saran

Berdasarkan kesimpulan dan

implikasi hasil penelitian tindakan ini dapat

dikemukakan beberapa saran yaitu :

1. Bagi siswa, agar tetap menanamkan

sikap positif dalam pembelajaran

matematika yaitu aktif, menjalin

kerjasama yang baik, menghargai

pendapat orang lain dan bersemangat

dalam belajar.

2. Bagi guru matematika, model

pembelajaran kooperatif tipe STAD

dapat dijadikan sebagai alternatif untuk

meningkatkan aktivitas dan hasil belajar

siswa,

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad dan Rohani, (1995), Pengelolaan

Pengajaran, Rineka Cipta, Jakarta.

Arikunto, Suharsimi, dkk,(2006). Penelitian

Tindakan Kelas, Bumi Aksara,

Jakarta.

Azhar,L, (1993), Proses Belajar Mengajar

Pola CBSA, Usaha

Nasional,Surabaya.

Eggen, P.D & Kauchak, D.P. 1996. Strategies

for Teacher. Teaching Content and

Thinking Skill: Allyn and Bacon.

Suherman Erman, (2003). Strategi

Pembelajaran Matematika

Kontenporer. Bandung : JICA

Universitas Pendidikan Indonesia.

Sujana, Nana (1990), Penelitian Hasil Belajar

Mengajar, Remaja Rodaskarya,

Bandung.

Bukhari Arsyad, Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

81

Cut Nurul Fahmi, M.Pd* adalah Dosen Tetap Yayasan Universitas Serambi Mekkah

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH

TERHADAP KINERJA GURU PADA MTsN RUKOH BANDA ACEH

Oleh

Cut Nurul Fahmi*

Abstrak Budaya organisasi dan kepemimpinan kepala sekolah merupakan dua faktor penting

yang mempengaruhi kinerja guru. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

pengaruh budaya organisasi dan kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru

pada MTsN Rukoh Banda Aceh. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif

dengan metode deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi,

kuesioner, dokumentasi dan wawancara. Analisis data menggunakan teknik korelasi dan

regresi dengan program SPSS 17.0. Populasi/sampel dalam penelitian ini adalah semua

guru di MTsN Rukoh Banda Aceh yang berjumlah 37 orang. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa: (1) terdapat pengaruh positif dan signifikan antara budaya

organisasi terhadap kinerja guru dilihat dari aturan dan kebijakan dalam pembagian

tugas, iklim organisasi, kebiasaan dan norma yang berlaku disekolah, pelibatan guru

dalam perumusan visi dan misi serta tata tertib sekolah sehingga dapat meningkatkan

komitmen, tanggung jawab dan keterampilan yang ditampilkan oleh guru. (2) terdapat

pengaruh positif dan signifikan antara kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja

guru dilihat dari kemampuan kepala sekolah dalam menjalin hubungan kerjasama dan

koordinasi dengan berbagai pihak yang didasari oleh adanya keterampilan dan perilaku

kepala sekolah yang kondusif.(3) terdapat pengaruh positif dan signifikan antara budaya

organisasi dan kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru dilihat dari

kemampuan dan komitmen guru.

Kata kunci: Budaya organisasi, kepemimpinan, kinerja guru

Era globalisasi merupakan era kemajuan

ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah

menimbulkan persaingan dalam berbagai

bidang, yang menuntut masyarakat Indonesia

untuk memantapkan diri dalam peningkatan

kualitas dan sumber daya manusia yang

unggul, mampu berdaya saing, menguasai

ilmu pengetahuan, teknologi serta mempunyai

etos kerja tinggi. Perwujudan manusia yang

berkualitas tersebut menjadi tanggung jawab

pendidikan terutama dalam mempersiapkan

peserta didik menjadi subjek yang makin

berperan menampilkan keunggulan yang

tangguh, kreatif, mandiri, dan profesional

dalam bidangnya masing-masing.

Perubahan lingkungan organisasi yang

semakin kompleks dan kompetitif menuntut

setiap organisasi untuk bersikap lebih

responsif agar sanggup bertahan dan terus

berkembang. Untuk mendukung perubahan

organisasi tersebut, maka diperlukan adanya

perubahan individu. Proses menyelaraskan

perubahan organisasi dengan perubahan

individu ini tidaklah mudah. Pemimpin

sebagai panutan dalam organisasi, sehingga

perubahan harus dimulai dari tingkat yang

paling atas yaitu pemimpin itu sendiri.

Organisasi memerlukan pemimpin reformis

yang mampu menjadi motor penggerak yang

mendorong perubahan organisasi

Keberhasilan suatu organisasi sangat

dipengaruhi oleh kinerja karyawan, kinerja

merupakan prestasi kerja, yakni perbandingan

antara hasil kerja yang secara nyata dengan

standar kerja yang telah ditetapkan. Setiap

organisasi akan berusaha untuk selalu

meningkatkan kinerja karyawan demi

tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.

Berbagai cara bisa ditempuh organisasi dalam

meningkatkan kinerja karyawan diantaranya

dengan mewujudkan kepuasan kerja karyawan

melalui budaya organisasi dan kepemimpinan

yang sesuai dengan harapan karyawan.

Peran budaya organisasi sangat

ditentukan oleh perilaku (behavioral)

kepemimpinan kepala sekolah yang

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2014 Volume 19 Nomor 2

82

Cut Nurul Fahmi, M.Pd* adalah Dosen Tetap Yayasan Universitas Serambi Mekkah

bersangkutan. Burns (Indrafacruddin, 2006:40)

menyatakan pendekatan budaya organisasi

adalah “1) sumber power untuk sekolah yang

pada hakikatnya dari kelompok/terpimpin,

walaupun budaya organisasi itu

mempengaruhi kelompok tersebut, 2)

pengaruh itu terlihat pada penampilan

kelompok dalam mencapai tujuan”. Budaya organisasi merupakan variabel

kunci yang bisa mendorong keberhasilan guru

yang pada akhirnya dapat meningkatkan

kinerjanya. Sobirin (2009:243) menyebutkan:

“budaya organisasi memberi kontribusi terhadap keberhasilan kinerja sekolah”. Budaya organisasi juga sebagai alat untuk

melakukan integrasi internal. Jika peran ini

bisa berfungsi dengan baik dan dibarengi oleh

penyusunan strategi yang tepat maka bisa

diharapkan kinerja organisasi akan

meningkat. Untuk itu seorang pemimpin

dituntut kemampuannya untuk menerapkan

budaya yang sesuai dengan kebijakan bersama

antara guru dan kepala sekolah baik dalam

merumuskan, menspesifikasikan dan

menyusun daftar kegiatan serta memilah-milah

pekerjaan agat dapat membantu mencapai

tujuan yang telah ditetapkan.

Kinerja guru sebagai anggota organisasi

sekolah akan lebih mudah mencapai

efektivitas kerja yang tinggi jika ia

mempunnyai budaya yang positif dan

mendukung semangat kerja. Menyadari bahwa

dirinya tidak hanya sebagai anggota dari

organisasi sekolah, tetapi juga paham terhadap

tujuan organisasi sekolah tersebut. Dengan

demikian, seorang guru akan dapat memahami

sasaran dan kebijakan organisasi, dengan kata

lain pengembangan budaya organisasi

diharapkan dapat menimbulkan komitmen

guru untuk tujuan yang dimaksud.

Secara umum penelitian ini untuk

mengumpulkan informasi tentang budaya

organisasi dan kepemimpinan kepala sekolah

apakah telah memberikan pengaruh terhadap

kinerja guru dalam melaksanakan tugas

pokoknya.

Secara khusus untuk mengetahui

Pengaruh budaya organisasi dan

kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja

guru di MTsN Rukoh Banda Aceh.

KAJIAN PUSTAKA

A. Budaya organisasi

Menurut Wibowo (2010:19) budaya

organisasi merupakan“ Filosofi dasar organisasi yang memuat keyakinan, norma-

norma, dan nilai-nilai bersama yang menjadi

karakteristik inti tentang bagaimana cara

melakukan sesuatu dalam organisasi,

keyakinan, norma-norma, dan nilai-nilai

tersebut menjadi pegangan semua sumber daya

manusia dalam organisasi dalam

melaksanakan kinerjanya”. Setiap orang akan berperilaku sesuai

dengan budaya yang berlaku agar diterima di

lingkungannya. Kepribadian seseorang akan

dibentuk pula oleh lingkungannya dan agar

kepribadian tersebut mengarah kepada sikap

dan perilaku yang positif tentunya harus

didukung oleh norma yang diakui tentang

kebenarannya dan dipatuhi sebagai pedoman

dalam bertindak. Sesuai dengan yang di

ungkapkan oleh Denison (Riani 2011:07)

budaya organisasi merupakan “nilai-nilai,

keyakinan dan prinsip-prinsip dasar yang

merupakan landasan bagi sistem dan praktek-

praktek manajemen serta perilaku yang

meningkatkan dan menguatkan prinsip-

prinsip tersebut.

B. Elemen Budaya Organisasi

Unsur-unsur budaya organisasi

terdapat perbedaan pendapat para pakar,

menurut Gaplin (Rampersad, 2006:357)

memandang dari sudut pandangan keseluruhan

aktivitas organisasi yang tampak, unsur- unsur

yang dikemukakan, meliputi: “(a) aturan dan kebijakan, (b) tujuan dan pengukuran, (c)

kebiasaan dan norma, (d) pelatihan, (e)

upacara dan peristiwa, (f) perilaku manajemen,

dan (g) penghargaan dan pengakuan”.

C. Indikator Budaya Organisasi

Sesuai dengan yang dikemukan oleh Luthan

(2006:125) Budaya organisasi mempunyai

karakteristik penting yang dapat dijadikan

sebagai indikator atau ukuran untuk

berjalannya suatu organisasi yaitu akan

diuraikan sebagai berikut:

1. Aturan perilaku yang diamati. Ketika

anggota organisasi berinteraksi satu sama

lain, mereka menggunakan bahasa, istilah,

dan ritual umum yang berkaitan dengan

rasa hormat dan cara berperilaku.

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2014 Volume 19 Nomor 2

83

Cut Nurul Fahmi, M.Pd* adalah Dosen Tetap Yayasan Universitas Serambi Mekkah

2. Norma. Ada standar perilaku, mencakup

pedoman mengenai seberapa banyak

pekerjaan yang dilakukan “jangan melakukan terlalu banyak, jangan terlalu

sedikit.

3. Nilai dominan: organisasi mendukung dan

berharap peserta membagikan nilai-nilai

utama.

4. Filosofi. Terdapat kebijakan yang

membentuk kepercayaan organisasi

mengenai bagaimana karyawan dan atau

pelanggan diperlakukan.

5. Aturan. Terdapat pedoman ketat berkaitan

dengan pencapaian perusahaan. Pendatang

baru harus mempelajari teknik dan

prosedur yang ada agar diterima sebagai

anggota kelompok yang berkembang.

6. Iklim organisasi. Ini merupakan

keseluruhan “perasaan” yang disampaikan dengan pengaturan yang bersifat fisik, cara

peserta berinteraksi, dan cara anggota

organisasi berhubungan dengan pelanggan

dan individu dari luar.

D. Kepemimpinan Kepala Sekolah

Kepemimpinan merupakan

kemampuan untuk mempengaruhi suatu

kelompok kearah tercapainya suatu tujuan.

Terry (Robbins 2006: 432), menyatakan

bahwa kepemimpinan adalah “Hubungan antara seseorang dengan orang lain, pemimpin

mampu mempengaruhi orang lain, agar

bersedia bekerja sama-sama dalam tugas yang

berkaitan untuk mencapai tujuan yang

diinginkan”. menurut Yulk (2009:3) “Kepemimpinan sebagai suatu proses pengaruh sosial yang sengaja dilakukan oleh

seseorang terhadap orang lain untuk

menstruktur aktifitas-aktifitas dan relasi-relasi

didalam sebuah organisasi”.

E. Indikator Kepemimpinan Kepala

Sekolah

Menurut Wahyudi (2009:68) Terdapat tiga

macam indikator yang diperlukan oleh kepala

sekolah dalam mengelola sumberdaya

organisasi yaitu: “(a) keterampilan konseptual; (b) keterampilan hubungan dengan bawahan;

(c) keterampilan teknikal”.

F. Kinerja Guru

Menurut Wirawan (2007:5) kinerja

merupakan “Keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator suatu pekerjaan

atau suatu profesi dalam waktu tertentu”. Menurut Usman (2012:63) kinerja merupakan

“unjuk kerja yang ditampilkan oleh setiap pegawai, baik secara kualitas dan kuantitas

dalam melakukan pekerjaannya sesuai dengan

tanggung jawab yang diembankan kepadanya.

G. Indikator Kinerja Guru

Menurut Makmun (Usman, 2012:94),

kompetensi kinerja profesi keguruan (generic

teaching competencies) dalam proses

pembelajaran atau pengajaran minimal

memiliki indikator sebagai berikut:

1) Merencanakan proses belajar

mengajar (SAP atau Satpel);

2) Melaksanakan proses belajar

mengajar (mengorganisasikan kegiatan

interaksi belajar mengajar;

3) Mengevaluasi proses belajar-

mengajar (menilai kelayakan program atau

SAP/Satpel), kelancaran PBM, dan

keberhasilan pencapaian tujuan PBM, dan

keberhasilan pencapaian tujuan PBM dan /atau

kemajuan/ prestasi belajar prestasi peserta

didik;

4) Menganalisis hasil evaluasi proses

belajar mengajar (melakukan analisis SWOT-

kekuatan, kelemahan, peluang, dan hambatan-

atau melakukan diagnosis program-proses-

produk PBM)

5) Menindaklanjuti (follow up) atas

hasil analisis evaluasi PBM (mengadakan

pengajaran remedial bagi yang lemah, atau

pengayaan bagi yang sudah kuat, atau

membuat rujukan/referral kepada ahli lain.

Misalnya konselor, dan sebagainya.

METODA PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan

kuantitatif dengan metode deskriptif, dengan

maksud untuk mencari pengaruh antara

variabel independent (X) dengan variabel

dependent (Y) yang menggunakan rumus

statistic.

populasi dalam penelitian ini adalah guru

MTsN Rukoh Banda Aceh yang berjumlah 37

orang guru, maka semua polulasi dijadikan

sampel karena jumlahnya kurang dari 100,

sehingga penelitian ini disebut dengan

penelitian populasi.

Adapun teknik Pengumpulan data

dilakukan melalui observasi, kuesioner,

dokumentasi dan wawancara yang berkaitan

Cut Nurul Fahmi, Pengaruh Budaya Organisasi dan Kepemimpinan Kepala Sekolah

84

Cut Nurul Fahmi, M.Pd* adalah Dosen Tetap Yayasan Universitas Serambi Mekkah

dengan tujuan, sehingga tujuan dari sebuah

penelitian dapat diungkapkan secara

transparan dan akuntabel

Pengelolahan data dan analisis akan

dilanjutkan dengan menguji hipotesis dengan

menggunakan teknis analisis korelasi

sederhana, korelasi ganda, regresi sederhana

dan regresi ganda. Rumus yang digunakan

yaitu:

Rumus korelasi ganda yaitu:

Ryx1x2 =

21

2

21212

2

1

2

1

2

xxr

xrxryxryxyxryxr

r

2r

Rumus regresi yaitu: Ŷ = a + b1x1 + b2x2

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Budaya organisasi berpengaruh secara

signifikan terhadap kinerja guru

Pada penelitian ini terungkap bahwa

budaya organisasi menunjukkan pengaruh

yang signifikan terhadap kinerja guru dengan

koefisien korelasi sebesar 0.642 dan nilai thitung

sebesar 4.953 pada taraf signifikan α = 5% maka diperoleh nilai ttabel sebesar 1.70

sehingga pengaruh kedua variabel tersebut

dinyatakan signifikan. Koefisien ini termasuk

sangat kuat. Dengan kata lain budaya

organisasi menunjukkan pengaruh yang kuat

terhadap kinerja guru. Hal ini dapat dilihat dari

konstribusi yang diberikan oleh variabel

budaya organisasi terhadap kinerja guru

sebesar 41.2% sedangkan sisanya 58.8%

ditentukan oleh variabel lain.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa

dalam menciptakan budaya organisasi yang

kondusif pemimpin sekolah menjelaskan

tugas-tugas pegawainya dan menjelaskan

fungsi organisasi kepada seluruh personilnya

serta membuat struktur organisasi yang jelas.

Sehingga dengan adanya pembagian tugas

dan tanggung jawab masing-masing para

personil sekolah tahu dan jelas apa tujuan dari

pada organisasi.

B. Kepemimpinan kepala sekolah

berpengaruh secara signifikan terhadap

kinerja guru

Pada penelitian ini terungkap bahwa

kepemimpinan kepala sekolah menunjukkan

pengaruh yang signifikan terhadap kinerja

guru dengan koefisien korelasi sebesar 0.675

dan nilai thitung sebesar 5.408 pada taraf

signifikan α = 5% maka diperoleh nilai ttabel

sebesar 1.70 sehingga pengaruh kedua variabel

tersebut dinyatakan signifikan. Koefisien ini

termasuk sangat kuat. Dengan kata lain

kepemimpinan kepala sekolah menunjukkan

pengaruh yang kuat terhadap kinerja guru. Hal

ini dapat dilihat dari konstribusi yang

diberikan oleh kepemimpinan kepala sekolah

terhadap kinerja guru sebesar 45.5%

sedangkan sisanya 54.5% ditentukan oleh

variabel lain.

Berdasarkan temuan dalam penelitian ini

jelas bahwa kepemimpinan kepala sekolah

sangat berpengaruh terhadap kinerja guru

karena Kemampuan guru dalam

meningkatkan kinerjanya dikarenakan dengan

adanya kemampuan kepala sekolah dalam

menjalin hubungan kerjasama dan koordinasi

dengan berbagai pihak yang didasari oleh

adaya suatu kebijakan dari pimpinan

pendidikan yang dapat memberikan

kesempatan kepada guru untuk

mengembangkan mutu kinerjanya. Karena

itulah kepala sekolah sebagai pimpinan

sekolah hendaknya mengembangkan mutu

kinerja guru secara komprehensif dan kontinu

sebagai satu keharusan dalam kegiatan

sekolah.

C. Budaya organisasi dan kepemimpinan

kepala sekolah berpengaruh secara

signifikan terhadap kinerja guru

Pada pengujian hipotesis ini terungkap

bahwa secara simultan budaya organisasi dan

kepemimpinan menunjukkan pengaruh yang

signifikan terhadap kinerja guru dengan

koefisien korelasi sebesar 0.731 dan harga

Fhitung sebesar 19.523 pada taraf signifikan α = 5% maka diperoleh harga Ftabel sebesar 3.28

sehingga pengaruh secara bersama-sama

variabel budaya organisasi dan kepemimpinan

kepala sekolah terhadap kinerja guru

dinyatakan signifikan. Koefisien ini termasuk

kuat. Dengan kata lain secara simultan budaya

organisasi dan kepemimpinan kepala sekolah

menunjukkan pengaruh yang kuat terhadap

kinerja guru. Hal ini dapat dilihat dari

konstribusi yang diberikan oleh kedua

variabel tersebut terhadap kinerja guru sebesar

53.43% .

budaya organisasi dan kepemimpinan

kepala sekolah sangat berpengaruh terhadap

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2014 Volume 19 Nomor 2

85

Cut Nurul Fahmi, M.Pd* adalah Dosen Tetap Yayasan Universitas Serambi Mekkah

kinerja guru, karena dengan adanya

kemampuan seorang kepala sekolah

menciptakan budaya organisasi yang baik

sangat berdampak terhadap kinerja yang

dihasilkan oleh guru sehingga tujuan yang

diinginkan akan tercapai.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa:

a. Budaya organisasi mempunyai kaitan

yang positif terhadap kinerja guru.

Dengan demikian kinerja guru akan

meningkat apabila ada budaya yang

kondusif yang berkembang. Budaya

organisasi dapat dilihat dari aturan dan

kebijakan dalam pembagian tugas, iklim

organisasi, kebiasaan dan norma yang

berlaku disekolah, perumusan visi dan

misi dalam meningkatkan komitmen dan

keterampilan yang ditampilkan oleh guru.

b. Kepemimpinan kepala sekolah

mempunyai kaitan yang positif terhadap

kinerja guru. Dengan demikian

kemampuan kepala sekolah dalam

membina personil sekolah khususnya

guru sangat berpengaruh terhadap kinerja

guru. Kemampuan guru dalam

meningkatkan kinerjanya dikarenakan

karena adanya kemampuan kepala sekolah

dalam menjalin hubungan kerjasama dan

koordinasi dengan berbagai pihak yang

didasari oleh adanya keterampilan dan

perilaku kepala sekolah yang kondusif.

c. Budaya organisasi dan kepemimpinan

kepala sekolah secara bersama-sama

mempunyai pengaruh terhadap kinerja

guru. Adanya kemampuan seorang kepala

sekolah menciptakan budaya organisasi

yang kondusif di sekolah sangat

berdampak terhadap kinerja guru. Maju

mundurnya sekolah sangat tergantung

pada kepemimpinan kepala sekolah yang

mampu dan membina para personil

sekolah.

1. Saran-Saran

1. Kepala sekolah senantiasa meningkatkan

kinerja guru dengan cara memberikan

pembinaan, koordisasi serta memberikan

kesempatan untuk mengikuti penataran

dan pelatihan atau melanjutkan

pendidikan pendidikan yang lebih tinggi,

sehingga guru dapat meningkatkan

pengetahuan dan keterampilannya.

2. Untuk meningkatkan kinerja guru, maka

peran kepala sekolah selaku pemimpin

perlu lebih ditingkatkan lagi, karena

dengan peran kepemimpinan yang baik,

diharapkan dapat membangkitkan

semangat kerja guru menjadi lebih baik

lagi.

3. Guru dalam menjalankan tugas dan

tanggung jawabnya sebaiknya dilandasi

oleh kesadaran pada dirinya baik dari

dalam maupun di luar untuk

mewujudkankan pendidikan yang

bermutu. Oleh karena itu, perlu

diperhatikan kebutuhan fisik dan

rohaninya. Jika motivasi kerja ini

diberikan denga baik oleh pimpinan

sekolah, maka akan menimbulkan gairah

kerja dan semangat kerja yang tinggi

sehingga akan berpengaruh terhadap

kinerja yang akan ditampilkan oleh guru.

4. Untuk dinas pendidikan, di harapkan

dapat memberikan pembinaan kepada

sekolah-sekolah dalam meningkatkan

kinerja sekolah melalui pelaksanaan

kepemimpinan kepala sekolah yang tepat

dan sesuai dengan peraturan yang

berlaku.

DAFTAR PUSTAKA

Indrafachruddin.(2006). Mengantar

Bagaimana Memimpin Sekolah yang

baik. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Rampersad, Hubert K (2006). Total

Performance Scorecard, konsep

Manajemen Baru: mencapai Kinerja

dengan integritas. Jakarta: Gramedia.

Riani, Asri Laksmi(2011), Budaya Organisasi.

Yogyakarta: Graha Ilmu

Robbins, Stephen P. (2006). Perilaku

Organisasi (edisi Ke-10). Bahasa

Indonesia. Jakarta : PT ideks.

Sagala, Syaiful (2008). Budaya dan

Reinventing Organisasi Pendidikan;

Pemberdayaan Organisasi Pendidikan

Kearah yang Lebih Frofesioanal, dan

Dinamis di Provinsi, Kabupaten/Kota,

dan Satuan Pendidikan. Bandung:

Alfabeta.

Sobirin, Achmad (2009). Budaya Organisasi:

Pengertian. Makna dan Aplikasinya

Cut Nurul Fahmi, Pengaruh Budaya Organisasi dan Kepemimpinan Kepala Sekolah

86

Cut Nurul Fahmi, M.Pd* adalah Dosen Tetap Yayasan Universitas Serambi Mekkah

dalam Kehidupan Organisasi.

Yogyakarta: UUP-STIM YKPN.

Wibowo (2010). Budaya Organisasi; Jakarta;

Rajawali Pers.

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2014 Volume 19 Nomor 2

87

Dr. Israwati, M.Si adalah Staf Pengajar pada prodi PGSD FKIP Universitas Syiah Kuala

PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN DAN MOTIVASI MENGAJAR

GURU TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS AWAL

SD NEGERI 24 BANDA ACEH

Oleh

Israwati*

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi data akurat tentang Guru

yang dituntut untuk menguasai keterampilan dan pengetahuan yang luas dan sejumlah

besar professional dalam pembelajaran PKn. Metode yang digunakan dalam penelitian

ini adalah metode survey. Pengujian penelitian teridiri dari: Pengetahuan guru tentang

strategi pembelajaran (X1), Sikap mengajar (X2), motivasi mengajar (X3), sebagai

variabel bebas dan hasil belajar mata pelajaran pendidikan PKn(Y) sebagai variabel

terikat. Hasil Penelitian menunjukkan :Pertama, ada hubungan yang positif antara hasil

belajar dengan pengetahuan guru terhadap strategi pembelajaran sebesar r hitung =

0,810. Kedua, ada hubungan yang positif antara hasil belajar dengan sikap guru

sebesar r hitung = 0, 832. Ketiga, ada hubungan yang positif antara hasil belajar dengan

motivasi guru dan sikap guru sebesar r hitung = 0,861. Keempat, ada hubungan positif

antara hasil belajar dengan pengetahuan guru terhadap strategi pembelajaran, Sikap

guru, dan Motivasi guru sebesar r hitung = 0.810, besar kontribusi variable

Kata kunci: Guru, Sikap, Motvasi Mengajar

Rendahnya keberhasilan siswa

dipengaruhi oleh proses pembelajaran di dalam

kelas. Jika dalam proses pembelajaran siswa

cenderung ramai dan sulit diatur maka siswa

juga akan sulit mencapai hasil belajar yang

maksimal. Oleh karena itu guru memgang

peranan yang penting dalam proses

pembelajaran. Ambarjaya (2009: 8)

menyatakan bahwa “di dalam lingkup pendidikan, guru menjadi perantara

pengetahuan. Guru menerjemahkan ilmu

pengetahuan menjadi sebuah paket informasi

yang menyenangkan sehingga siswa mudah

meyerapnya”. Djamarah dan Zain (2006: 37) menyatakan bahwa “kegiatan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang dengan sengaja

diciptakan. Gurulah yang menciptakannya guna

membelajarakan anak didik”. Oleh karena itu pemerintah telah

berupaya dengan berbagai cara meningkatkan

kemampuan guru dalam mengajar seperti:

melalui penataran, pelatihan, seminar,

lokakarya, tugas belajar, izin belajar,

pembaharuan di bidang kurikulum. Selanjutnya

membentuk suatu wadah kerja sama antara

guru dalam mengelola pembelajaran, seperti

Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)

dan sertifikasi guru. Suryabrata (2012: 227)

menyatakan bahwa “masalah belajar dan

mengajar yang dapat dikatakan sebagai tindak

pelaksanaan usaha pendidikan adalah masalah

setiap orang”. Selain itu pemerintah telah

melengkapi sarana dan prasarana pendidikan,

namun keluhan tentang rendahnya kualitas

pendidikan masih dirasakan.

Dalam melaksanakan tugasnya guru

perlu bekerja sama dengan guru-guru yang lain,

baik dalam merencanakan pengajaran, maupun

evaluasi proses dan hasil belajar. Adanya kerja

sama antara guru tersebut diharapkan dapat

membantu guru memecahkan masalah yang

dihadapi dalam mengelola pengajaran serta

menimbulkan rasa tanggung jawab bersama

untuk mencapai keberhasilan pendidikan di

sekolah. Kerja sama ini akan dapat mencapai

hasil yang diharapkan apabila berlangsung

dalam iklim kerjasama yang kondusif di

sekolah serta keterbukaan dalam

berkomunikasi.

Faktor sikap guru juga sangat

berpengaruh pada kemampuan mengajar guru.

Guru yang bersikap positif akan melakukan

tugas mengajar ditandai dengan sikap atau

perasaan menyenangi, menyukai dan gemar

melaksanakan tugas-tugas yang berhubungan

dengan pekerjaannya, yakni tugas mengajar di

kelas. Sebaliknya guru yang tidak bersikap

positif ditandai dengan perasaan yang tidak

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2014 Volume 19 Nomor 2

88

Dr. Israwati, M.Si adalah Staf Pengajar pada prodi PGSD FKIP Universitas Syiah Kuala

menyenangi, tidak suka atau tidak gemar

melakukan pekerjaan mengajar. Guru yang

bersikap positif tentunya mempunyai motivasi

kerja yang baik, dan akan mempengaruhi

kemampuannya dalam menjalankan tugas

mengajar.

Dari uraian di atas menunjukkan

bahwa kemampuan mengajar guru belum

memenuhi harapan yang diinginkan, oleh

karena itu perlu dikaji apakah benar dugaan

bahwa faktor-faktor internal manusia seperti

pengetahuan guru tentang strategi

pembelajaran, sikap mengajar, dan motivasi

guru mempengaruhi hasil belajar khususnya

pada siswa kelas awal yaitu kelas I dan II

Sekolah Dasar Negeri 24 kotamadya Banda

Aceh.

Guru yang professional adalah guru

yang memiliki kemampuan sesuai dengan yang

dipersyaratkan. Salah satu diantaranya adalah

kemampuan dalam mengajar. Peranan

mengajar di kelas amat penting, karena

kegiatan yang dilakukan oleh guru adalah

mentransfer pengetahuan, keterampilan, dan

nilai kepada peserta didik, sehingga hasil

transformasi tersebut memiliki makna bagi

peserta didik dalam mengembangkan diri

dalam masyarakat (Philip, 2001: 46). Dalam

proses transfer tersebut menurut Zamroni

seperti yang dikutip oleh Philip, guru

dibutuhkan peranannya dalam menggerakkan,

membangkitkan, dan menggabungkan seluruh

kemampuan yang dimiliki siswa, memotivasi

agar siswa tertantang untuk selalu bertanya dan

belajar, mendorong terbentuknya kepribadian

yang kuat, dan membekali siswa dalam

mengarungi kehidupannya dimasa kini,

maupun masa datang.

Berdasarkan uraian yang dikemukan

di atas, maka masalah penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut: Adakah pengaruh

strategi pembelajaran dan motivasi guru

terhadap hasil belajar PKn Siswa Sekolah

Dasar Negeri 24 Banda Aceh.

Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui pengaruh strategi pembelajaran

dan motivasi guru terhadap hasil belajar PKn

Siswa Sekolah Dasar Negeri 24 Banda Aceh.

Penelitian ini diharapkan dapat

bermanfaat bagi:

1. Untuk meningkatkan kemampuan guru

dalam menggunakan strategi

pembelajaran pada kegiatan belajar

mengajar di kelas.

2. Bahan masukan dalam upaya

meningkatkan strategi pembelajaran dan

motivasi belajar guru mengajar di kelas

awal.

3. Dinas Pendidikan dalam upaya

meningkatkan kemampuan guru terhadap

strategi pembelajaran, sikap dan motivasi

mengajar.

4. Bagi Peneliti lain dapat bermanfaat untuk

dijadikan referensi dan informasi dalam

melakukan penelitian selanjutnya.

KAJIAN PUSTAKA

A. Hakikat Hasil Belajar.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi yang telah dica oleh umat manusia

dewasa ini menunjukkan kemampuan yang

sangat tinggi. Hasil tersebut tidak dapat

dilepaskan dari adanya proses belajar yang

terus berlangsung. Dalam rangka meningkatkan

mutu pendidikan, salah satu usaha yang dapat

dilakukan ialah dengan memahami bagaimana

anak-anak belajar.

Menurut Anni (2006: 5) hasil belajar

merupakan perubahan perilaku yang dilakukan

pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar.

Bloom (Suprijono 2009: 6) berpendapat bahwa

hasil belajar mencakup kemampuan kognitif,

afektif, dan psikomotor. Domain kognitif

meliputi pengetahuan, pemahaman, penerapan,

menguraikan dan menentukan hubungan,

mengorganisasikan, dan menilai. Domain

afektif meliputi sikap menerima, memberikan

respon, menilai, mengorganisasikan, dan

karakteristik. Domain psikomotor mencakup

keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial,

manajerial, dan intelektual. Sama halnya

dengan pemikiran Gagne, hasil belajar berupa

informasi verbal, keterampilan intelektual,

strategi kognitif, keterampilan motorik, dan

sikap (Suprijono 2009: 5). Sedangkan menurut

Sudjana, hasil belajar adalah kemampuan yang

dimiliki siswa setelah menerima pengalaman

belajarnya (Sanjaya 2011).Berdasarkan

pendapat para ahli di atas, ternyata suatu proses

belajar mengajar pada akhirnya akan

menghasilkan kemampuan seseorang yang

mencakup: pengetahuan, sikap, dan

keterampilan. Perubahan kemampuan itu

merupakan indikator untuk mengetahui hasil

belajar. Teori-teori tentang pengertian belajar

dan hasil belajar yang dikemukakan di atas,

menjadi acuan untuk menentukan jenis hasil

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2014 Volume 19 Nomor 2

89

Dr. Israwati, M.Si adalah Staf Pengajar pada prodi PGSD FKIP Universitas Syiah Kuala

belajar yang diasumsikan paling memadai

dalam penelitian ini.

B. Strategi Pembelajaran

Dalam Berdasarkan pendapat para ahli

di atas, ternyata suatu proses belajar mengajar

pada akhirnya akan menghasilkan kemampuan

seseorang yang mencakup: pengetahuan, sikap,

dan keterampilan. Perubahan kemampuan itu

merupakan indikator untuk mengetahui hasil

belajar. Oleh karena itu penting bagi guru

memahami sebaik-baiknya tentang proses

belajar siswa, agar ia dapat memberikan

bimbingan dan meneyediakan lingkungan

belajar yang tepat dan sesuai dengan siswa.

Pengajaran adalah suatu kegiatan

belajar mengajar yang tujuannya adalah untuk

prinsip hubungan, prinsip pengulangan,

memudahkan siswa belajar. Untuk itu guru

perlu mengetahui dan memahami teori belajar

yang berhubungan dengan rancangan

pengajaran yang akan dilakukan guru, misalnya

mengetahui tentang prinsip suatu pembelajaran

yang dapat digunakannya dalam merencanakan

suatu pembelajaran, yaitu (1). Prinsip

hubungan, (2). Prinsip pengulangan, dan (3).

Prinsip penguatan (Gagne, P. 7). Pada prinsip

hubungan, menyatakan bahwa situasi stimulus

agar seseorang menanggapinya harus disajikan

pada waktu berhubungan dengan respon-respon

yang diinginkannya.

Persiapan pembelajaran, murid-murid

harus sudah cukup siap untuk mengikuti

pemeblajaran yang berikutnya dengan terlebih

dahulu mendapatkan pembelajaran

sebelumnya. Hal ini untuk memudahkan siswa

menghubungkan kepada struktur pelajaran

secara menyeluruh. Motivasi terus menerus

dilakukan oleh para guru pada saat murid

melakukan tugas-tugas pembelajaran, misalnya

memberikan penguatan kepada siswa secara

tepat tanpa menghukum siswa yang

belum/tidak dapat menyelesaikan tugas

pembelajaran.

C. Motivasi Mengajar.

Motivasi berasal dari kata motivum

(bahasa latin) yang artinya suatu alasan yang

menggerakkan, dan diterjemahkan dalam

bahasa Inggris menjadi motivation. Seseorang

yang bekerja di suatu perusahaan dengan rajin

tentu mempunyai alasan yang mendorong ia

untuk berbuat demikian. Dorongan atau motif

yang mendasari perbuatannya dapat muncul

dari dalam dirinya sendiri maupun dari luar

dirinya. Keinginan untuk berprestasi kerja lebih

baik, memperoleh kepuasan kerja dan ingin

menunjukkan kemampuan kepada orang lain

merupakan motif yang berasal dari dalam diri

seseorang. Motivasi adalah kontruksi dugaan

yang dilakukan seseorang dalam bertindak atau

berperilaku yang memiliki konsep: kebutuhan

untuk berhasil, kebutuhan untuk bekerja

bersama atau afiliasi, insentif, kebiasaan,

pertentangan, dan keingintahuan, serta

digunakan untuk prakarsa, petunjuk, intensitas,

dan keteguhan perilaku yang dituju.

Mengapa seorang guru datang ke

sekolah seperti biasa dan mengerjakan tugas

sedikit terpaksa, sedangkan guru lain bekerja

dengan sepenuh hati ? tentunya ada dorongan

yang dapat menjelaskan mengapa guru bekerja

dengan rajin atau kurang rajin, rela atau

terpaksa. Keberhasilan dalam melaksanakan

suatu kegiatan pembelajaran sebagaimana yang

telah dituliskan dalam perencanaan akan

memberikan kepuasan pada guru. Penghargaan

yang diberikan kepada guru bukan hanya

dalam bentuk materi saja, tetapi dapat juga

berupa ucapan selamat atau kata-kata pujian

dari kepala sekolah. Perkembangan yang dapat

dilakukan untuk memotivasi diri dapat berupa

menambah ilmu pengetahuan atau

keterampilan melalui pelatihan, kursus,

pendidikan formal untuk meningkatkan mutu

pembelajaran akan memberikan kepuasan bagi

guru.

METODA PENELITIAN Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode survey. Dalam hal

ini peneliti ingin menguji hipotesis yang teridiri

dari: Pengetahuan guru tentang strategi

pembelajaran (X1), Sikap mengajar (X2),

motivasi mengajar (X3), sebagai variabel

bebas dan hasil belajar mata pelajaran

pendidikan PKn (Y) sebagai variabel terikat.

sebagaimana konstelasi masalah penelitian

berikut ini:

A. Populasi dan Sampel.

Populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh guru-guru SD Negeri 24 kota Banda

Aceh yang mengajar mata pelajaran PKn

berjumlah sebanyak 25 orang. Selanjutnya

sampel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah keseluruhan populasi yakni sebanyak 25

orang guru. Masing-masimg kelas ditetapkan 1

orang sebagai sampel, sedangkan jumlah siswa

Israwati, Pengaruh Strategi Pembelajaran dan Motivasi Mengajar

90

Dr. Israwati, M.Si adalah Staf Pengajar pada prodi PGSD FKIP Universitas Syiah Kuala

kelas awal pada SDN 24 sebanyak 230 siswa.

Dari 230 siswa tersebut kemudian ditetapkan

10% sebagai sampel, sehingga sampel yang

representatif sebanyak 23 orang.

B. Teknik Pengumpulan Data.

1. wawancara

2 angket

3 tes Hasil Belajar

C. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah:

Data primer yang berasal dari

responden dalam bentuk kuesioner secara

manual dipindahkan kedalam tabel-tabel

setelah sebelumnya melalui proses editing

distribusi frekwensi. Untuk mendapatkan angka

persentase dihitung berdasarkan rumus x 100

%. Kegiatan tabulasi ini menghasilkan tabel-

tabel firekwensi ataupun tabuasi silang dengan

dua variabel yang mempunyai kaitan dengan

variabel terpengaruh maupun variabel

pengaruh.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

Gambaran umum mengenai data hasil

penelitian adalah sebagai berikut.

1. Hasil Belajar

Berdasarkan hasil pengolahan data dengan

bantuan komputer SPSS/PC+ versi 16.00

diperoleh: Banyaknya data Hasil belajar n

+ 67; rata-rata skor X = 69,50; median

=70; modus = 70; standar deviasi s = 5,88;

varians = 34,58; range = 26; skor minimal

X min = 59; sedangkan skor maksimum X

max =85.1

2. Pengetahuan Guru tentang Strategi

Pembelajaran

Pengetahuan Guru tetang Strategi

Pembelajaran Berdasarkan hasil

pengolahan data dengan bantuan komputer

SPSS/PC+ versi 16.00 diperoleh:

Banyaknya data persepsi guru n + 15; rata-

rata skor X = 71,45; median = 70; modus =

70; standar deviasi s = 5,62; varians =

31,55; range = 26; skor minimal Xmin =

60,sedangkan skor maksimum Xmax =

86.2

3. Sikap Mengajar Guru

Berdasarkan hasil pengolahan data dengan

bantuan komputer SPSS/PC+ versi 16.00

diperoleh: Banyaknya data persepsi guru n

+ 15; rata-rata skor X = 70,97;median =

70,00; modus = 65,00; standar deviasi s =

6,97; varians = 48,65; range = 29,00; skor

minimal Xmin = 59; sedangkan skor

maksimum Xmax = 88.3

4. Motivasi Guru

Motivasi Guru Berdasarkan hasil

pengolahan data dengan bantuan komputer

SPSS/PC+ versi 16.00 diperoleh:

Banyaknya data persepsi guru n + 15; rata-

rata skor X = 71,45; median = 70; modus =

70; standar deviasi s = 5,62; varians =

31,55; range = 26; skor minimal Xmin =

60,sedangkan skor maksimum X max =

86.2.

B. Persyaratan Analisis

1. Uji Normalitas digunakan Test of

Normality Kolmogorov-Smirnov

a. Sebaran Data Hasil Belajar

Hasil belajar diperoleh signifikansi

sebesar = 0, 061 lebih besar dari harga

alpha (a = 0,05) 4. Karena hasil signifikan

(0,061) lebih besar dari harga alpha (a

=0,05), maka hipotesis nol diterima,

berarti populasi berdistribusi normal.

b. Sebaran Data Pengetahuan Guru tentang

Strategi Pembelajaran

Untuk menguji Normalitas data

pengetahuan guru tentang Strategi

pembelajaran menunjukkan bahwa

pengetahuan guru tentang strategi

pembelajaran diperoleh signifikansi

sebesar = 0,119 lebih besar dari harga

alpha (a = 0, 05).6 Karena hasil signifikan

(0,119) lebih besar dari harga alpha (a =

0,05), maka hipotesis nol diterima, berarti

populasi berdistribusi normal.

c. Sebaran Data Sikap Guru

Untuk menguji Normalitas data Sikap

guru menunjukkan bahwa sikap guru

diperoleh signifikansi sebesar = 0, 159

lebih besar dari harga alpha (a = 0,05)6

Karena hasil signifikan (0,159) lebih

besar dari harga alpha (a = 0,05), rnaka

hipotesis nol diterima, berarti populasi

berdistribusi normal.

d. Sebaran Data Motivasi Guru

Untuk menguji Normalitas data motivasi

guru menunjukkan bahwa pengetahuan

guru tentang strategi pembelajaran

diperoleh signifikansi sebesar = 0,119

lebih besar dari harga alpha (a = 0, 05).6

Karena hasil signifikan (0,119) lebih

besar dari harga alpha (a = 0,05), maka

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2014 Volume 19 Nomor 2

91

Dr. Israwati, M.Si adalah Staf Pengajar pada prodi PGSD FKIP Universitas Syiah Kuala

hipotesis nol diterima, berarti populasi

berdistribusi normal.

2. Uji Homogenitas

Persyaratan analisis data diuji melalui

uji homogenitas. Uji homogenitas data yang

digunakan adalah uji Bartlett. Dari hasil

perhitungan terlihat bahwa nilai X2 Hiung =

1,98 lebih kecil dari nilai X2 Tabel (a = 0,05) =

5,99. Hal ini menunjukkan bahwa sampel

penelitian berasal dari populasi yang homogen.

3. Pengujian Linieritas

1. Pengujian linieritas hubungan variabel

bebas pengetahuan guru terhadap strategi

pembelajaran dengan variabel terikat Hasil

menunjukkan bahwa uji linieritas hubungan

variabel bebas dengan variable terikat

terlihat dari analisis di peroleh taraf

signifikan 0,000 lebih kecil dari taraf

signifikansi uji a = 0,05. Hal ini

menunjukkan kelinieran terpenuhi.

2. Pengujian linieritas hubungan variabel

bebas sikap guru dengan variabel terikat

Hasil Belajar menunjukkan bahwa uji

linieritas hubungan variabel bebas dengan

variabel terikat diperoleh taraf signifikan

adalah 0,000 lebih kecil dari taraf

signifikansi uji a = 0,05, ini menunjukkan

kelinieran terpenuhi.

3. Pengujian linieritas hubungan variabel

bebas Motivasi Guru dengan variabel

terikat Hasil penbelajaran menunjukkan

bahwa uji linieritas hubungan variabel

bebas dengan variable terikat terlihat dari

analisis di peroleh taraf signifikan 0,000

lebih kecil dari taraf signifikansi uji a =

0,05. Hal ini menunjukkan kelinieran

terpenuhi.

C. Hasil Pengujian Hipotesis

1. Hubungan antara Pengetahuan guru

terhadap strategi pembelajaran dengan

Hasil Belajar Untuk menguji berapa besar

hubungan antara persepsi guru terhadap

pembelajaran tepadu digunakan Pearson

Cor relat ion, dengan bantuan komputer

SPSS 10.00 for window. Berdasarkan tabel

diperoleh nilai r hitung = 0,809. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa ada

hubungan yang positif antara pengetahuan

guru terhadap strategi pembelajaran

dengan Hasil belajar . Koefisien

determinasi diperoleh r2 = 0,64811. Dengan

demikian Hasil belajar ditentukan oleh

pengetahuan guru terhadap strategi

pembelajaran sebesar 64,8 %.

2. Hubungan Antara Sikap Guru dengan

Hasil belajar.Hipotesis kedua yang diajukan

dalam penelitian ini adalah; Terdapat

hubungan positif antara Sikap guru dengan

hasil belajar. Untuk menguji berapa besar

hubungan antara sikap guru digunakan

Pearson Correlation, dengan bantuan

komputer SPSS 10.00 for window.

Berdasarkan Tabel 12 diperoleh nilai r

hitung = 0,832. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa ada hubungan yang

positif antara Sikap Guru dengan hasil

belajar. Koefisien determinasi diperoleh r2

= 0,64944. Dengan demikian hasil belajar

ditentukan oleh SIkap Guru sebesar 64,9

%.

3. Hubungan antara Motivasi Guru dengan

hasil belajar. Untuk menguji berapa besar

hubungan antara motivasi guru dengan

hasil belajar diperoleh nilai r hitung =

0,809. Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa ada hubungan yang positif antara

pengetahuan guru terhadap strategi

pembelajaran dengan Hasil belajar .

Koefisien determinasi diperoleh r2 =

0,64811. Dengan demikian Hasil belajar

ditentukan oleh pengetahuan guru terhadap

strategi pembelajaran sebesar 64,8 %.

4. Hubungan antara pengetahuan guru

terhadap strategi pembelajaran dan sikap

guru dan Motivasi Guru dengan Hasil

belajar, dapat disimpulkan bahwa ada

hubungan yang positif antara pengetahuan

guru terhadap trategi pembelajaran dan

sikap guru dan Motivasi guru secara

bersama-sama dengan Hasil belajar . Dari

hasil analisis di atas diperoleh besarnya

koefisien determinasi = 0,741. Ini berarti

besar Hasil belajar ditentukan oleh

Pengetahuan guru. Dari hasil analisis di atas

nilai F hitung = 50.180 dengan besar

Israwati, Pengaruh Strategi Pembelajaran dan Motivasi Mengajar

92

Dr. Israwati, M.Si adalah Staf Pengajar pada prodi PGSD FKIP Universitas Syiah Kuala

signifikansi adalah 0.00 lebih kecil dari

harga alpha (a =0.05).9 Maka hal ini berarti

terdapat pengaruh pengetahuan guru

terhadap strategi pembelajaran, sikap guru

dan Motivasi Guru terhadap Hasil belajar

terhadap strategi pembelajaran, sikap guru,

dan motivasi guru adalah 74,1%.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan penelitian yang telah

dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:

Pertama, ada hubungan yang positif antara

hasil belajar dengan pengetahuan guru

terhadap strategi pembelajaran sebesar r hitung

= 0,809. Kedua, ada hubungan yang positif

antara hasil belajar dengan sikap guru sebesar

r hitung = 0, 832. Ketiga, ada hubungan yang

positif antara hasil belajar dengan motivasi

guru dan sikap guru sebesar r hitung = 0,861.

Keempat, ada hubungan positif antara hasil

belajar dengan pengetahuan guru terhadap

strategi pembelajaran dan Sikap guru, dan

Motivasi guru sebesar r hitung = 0.809.

Hasil belajar ditentukan oleh

pengetahuan guru terhadap strategi

pembelajaran, sikap guru, motivasi guru

sebesar R square (koefisien diterminasi) =

0,741. ini berarti besarnya kemampuan guru

dalam melaksanakan pembelajaran terpadu

ditentukan oleh persepsi guru dan sikap guru

dalam pembelajaran terpadu adalah 74,1 %.

1. Saran-Saran

Secara umum dapat disarankan bahwa

guru-guru Sekolah Dasar agar lebih

menanggapi positif dan mempunyai sikap

positif terhadap mata pelajaran PKn dengan

meningkatkan pengetahuan guru terhadap

trategi pembelajaran, dan memiliki sikap yang

positif dan motivasi yang tinggi dalam

mendidik anak pada mata pelajaran keSDan.

DAFTAR PUSTAKA

Ambarjaya. 2009. Model-Model Pembelajaran

Kreatif. Badndung: Regina.

Anni, Catharina Tri. 2006. Teori Pembejaran.

Semarang: MKU UNNES.

Bloom Benjamin S. (Ed), 1973.Taxonomy of

Educational Objectives: The

Classification of Educational Goals

Handbook II : Affective Domain,

London : Longman Group Limited

Djaali H, Psikologi Pendidikan, 2000.Jakarta :

Program Pascasarjana – Universitas

Negeri Jakarta

Djamarah, S.B dan Zain, A. 2006. Strategi

Belajar Mengajar Edisi Revisi. Jakarta:

Rineka Cipta.

Gagne Robert and Leslie J. Brigs,2000.

Principles of Intuctional Design,

Florida State University.

Sudjana Nana, 1998.Penelitian Hasil Proses

Belajar Mengajar, Bandung : PT.

Remaja Rosdakarya

Philip Suprastowo, 2001. Guru pada Era

Reformasi, Kajian dalam Meningkatkan

Profesionalissme Guru Jakarta : Pusat

Penelitian Kebijakan, Badan Penelitian

dan Pengembangan Departemen

Pendidikan Nasional

Suryabrata. 2012. Psikologi Pendidikan.

Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Sanjaya, aade. 2011. Pengertian, Definisi Hasil

Belajar Siswa. Diunduh dari

http://aadesanjaya.blogspot.com/2011/0

3/pengertian-definisi-hasil-belajar.html.

[diakses pada 12/07/2011].

Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning.

Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2014 Volume 19 Nomor 2

93

Drs. Muhammad Isa, M.Pd* adalah Dosen dpk pada Univeritas Serambi Mekkah

KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL PERTIDAKSAMAAN LINEAR SATU

VARIABEL SISWA KELAS VII SMP N 3 INGIN JAYA ACEH BESAR

Oleh

Muhammad Isa*

Abstrak

Pertidaksamaan linear satu variabel merupakan salah satu materi yang diajarkan di

tingkat-tingkat SMP atau MTsN. Materi ini diharapkan dapat dipahami dan dikuasai

dengan baik, namun pada kenyataannya masih banyak siswa yang belum memahami

materi tersebut dikarenakan kurangnya pemahaman siswa terhadap penerapan sifat-sifat

pertidaksamaan. Adapun permasalah dalam penelitian ini adalah bagaimana

kemampuan menyelesaikan soal pertidaksamaan linear satu variabel siswa kelas VII

SMP N 3 Ingin Jaya, sedangkan tujuannya adalah untuk menelaah kemampuan siswa

dalammenyelesaikan soal pertidaksamaan linear satu variabel. Populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP N 3 Ingin Jaya yang terdiri dari 7

kelas yang berjumlah 196 siswa, sedangkan sampel yang diambil adalah kelas VII1

yang berjumlah 28 siswa. Pengumpulan data dilakukan melalui tes yang berupa soal

berbentuk uraian sebanyak 15 butir soal, setelah seluruh data terkumpul data diolah

dengan menggunakan statistik-t dengan kriteria ujipihak kiri pada taraf signifikan α =

0,05 dan dk = 27. Hasil pengolahan data dan analisis data dapat disimpulkan bahwa

kemampuan menyelesaikan soal pertidaksamaan linear satu variabel siswa SMP N 3

Ingin Jaya Aceh Besar belum mencapai standar ketuntasan.

Kata Kunci : Kemampuan Menyelesaikan Soal, Pertidaksamaan Linear Satu Variabel

Matematika mempunyai peranan

penting dalam kehidupan manusia sebab

matematika sebagai ilmu adalah merupakan

bahasa atau alat untuk menyelesaikan masalah

– masalah sosial, ekonomi, fisika, kimia dan

teknik. Namun banyak siswa yang

menganggap bahwa matematika merupakan

pelajaran yang sulit padahal matematika

sangat diperlukan didalam kehidupan.

Menurut Abdurahman (2003:250).

“Matematika merupakan ilmu yang mendasari

perkembangan teknologi modrn, mempunyai

peran penting dalam berbagai disiplin dan

mengembangkan daya pikir manusia”

Menurut Depdiknas (2005:345).

“Matematika juga merupakan salah satu

pelajaran yang diajarkan di tiap – tiap tingkat

satuan pendidikan”. Pendidikan matematika

dapat membentuk kemampuan berfikir logis,

analisis, sistematis, kritis, dan kreatif agar

peserta didik dapat memiliki kemampuan

memperoleh, mengelola, dan memamfaatkan

informasi guna meningkatkan perbaikan

kehidupan.

Demikian pentingnya peranan

matematika sehingga perlu diajarkan pada

setiap jenjang pendidikan misalnya: SD, SMP,

SMA dan perguruan tinggi. Memperhatikan

pentingnya peran matematika seperti

disebutkan diatas, maka dalam mempelajari

matematika siswa disiapkan melalui suatu

proses pembelajaran agar mereka dapat

mengetahui, memahami dan menguasai materi

atau bahan ajar matematika.

Namun demikian pada kenyataannya

bahwa tidak semua siswa dapat mengetahui

bagaimana belajar matematika, banyak siswa

tidak memahami dengan benar materi yang

telah diajarkan dikelas dan banyak siswa yang

tidak menguasai konsep-konsep dari materi

matematika disampaikan oleh gurunya. Oleh

karena itu siswa hanya mempelajari begitu

saja sehingga pemahaman siswa terhadap

pelajaran matematika jauh dari apa yang

diharapkan.

Salah satu materi pelajaran yang

diajarkan di SMP adalah Pertidaksamaan

Linear Satu Variabel. Diantara tujuan yang

ingin dicapai melalui pengajaran materi ini

adalah siswa diharapkan mampu

menyelesaikan soal – soal pertidaksamaan

linear dengan satu variabel dalam berbagai

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2014 Volume 19 Nomor 2

94

Drs. Muhammad Isa, M.Pd* adalah Dosen dpk pada Univeritas Serambi Mekkah

bentuk penyajian baik dalam bentuk soa yang

abstrak maupun dalam bentuk soal cerita, oleh

karena itu, guru memiliki peran yang sangat

penting untuk melatih dan menjelaskan kepada

siswa tentang bentuk – bentuk soal – soal serta

penyelesaian pertidaksamaan linear satu

variabel tersebut.

Secara umum materi pertidaksamaan

linear satu variabel bukanlah materi yang sulit

namun, namun karena kurangnya pemahaman

siswa terhadap penerapan sifat- sifat

pertidaksamaan dan juga masih ada siswa

yang kurang kreatif dan aktif dalam

mengerjakan soal latihan yang diberikan

sehingga materi tersebut menjadi sulit.

Berdasarkan uraian latar belakang

yang telah dikemukakan diatas, maka peneliti

ingin melakukan penelitian dengan judul

“Kemampuan Menyelesaikan Soal

Pertidaksamaan linear satu variabel siswa

SMP Negeri 3 Ingin Jaya”.

Sesuai dengan latar belakang yang

telah disampaikan maka rumusan

permasalahan yang di ajukan adalah

“Bagaimana Kemampuan Menyelesaikan Soal

Pertidaksamaan linear satu variabel siswa

kelas 1 SMP Negeri 3 Ingin Jaya Aceh Besar.

Setiap penelitian dilakukan pasti

memiliki tujuan. Adapun tujuan dari penelitian

ini adalah untuk mengetahui tingkat

kemampuan siswa dalam Menyelesaikan Soal

Pertidaksamaan linear satu variabel pada siswa

Kelas 1 SMP Negeri 3 Ingin Jaya Aceh Besar.

Menurut Arikunto (2000:14):

”anggapan dasar merupakan suatu pernyataan

yang tidak perlu diteliti kebenarannya”.

Adapun anggapan dasar dalam penelitian ini

adalah:

a. Pertidaksamaan linear satu variabel ada

pada kurikulum yang diajarkan di SMP

Negeri 3 Ingin Jaya Aceh Besar.

b. Semua siswa kelas V11 mendapatkan

materi pertidaksamaan linear satu

variabel.

c. Siswa dianggap berhasil terhadap materi

pertidaksamaan linear satu variabel

apabila menguasai lebih atau sama dengan

65% dari materi yang diajarkan.

Sudarato (2002:115): mengemukakan

bahwa: “Hipotesis adalah pendapat atau

kesimpulan sementara, dengan kata lain, suatu

pendapat yang kita gunakan untuk menangkap

kenyataan kebenarandari suatu hal yang belum

terbukti kebenarannya”.

Adapun hipotesisi dalam penelitian

ini adalah “kemampuan siswa SMP Negeri 3

Ingin Jaya dalam menyelesaikan soal

pertidaksamaan linear satu variabel belum

mencapai standar yang diinginkan”.

Hasil penelitian ini diharapkan akan

bermanfaat:

a. Sebagai bahan masukan bagi penulis

sendiri dan juga bagi guru matematika

dalam rangka meningkatkan mutu

pembelajaran matematika dengan cara

mencari jalan keluar dalam mengatasi

kesulitan siswa menyelesaikan PtLSV.

b. Siswa dapat lebih terampil dalam

menyelesaikan PtLSV.

c. Sebagai informasi bagi lembaga terkait

dalam upaya meningkatkan kualitas guru

matematika dan mutu pendidikan.

KAJIAN PUSTAKA

A. Tujuan Pembelajaran Matematika Di

SMP

Pada hakikatnya pendidikan

merupakan suatu usaha yang dilakukan

manusia untuk meningkatkan taraf hidup

kearah yang lebih sempurna.disamping itu

pendidikan merupakan suatu kegiatan yang

dinamis yang sangat berpengaruh terhadap

perkembangan fisik, mental, etika dan seluruh

aspek dalam kehidupan manusia.

Definisi atau ungkapan mengenai

pengertian matematika yang dikemukakan

oleh para pakar matematika sangat

beragam. Secara etimologis matematika

berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh

dengan bernalar. Herman Hudojo(2005: 103)

menyatakan,”matematika merupakan suatu

ilmu yang berhubungan atau menelaah

bentuk-bentuk atau sruktur-struktur abstrak

dan hubungan-hubungan di antara hal-hal itu”.

James dan Jemes (Erman Suherman,2001:18)

menyatakan,”matematika adalah ilmu

tentang logika mengenai bentuk, susunan,

besaran dan konsep- konsep yang

berhubungan satu dengan yang lain dengan

jumlah yang banyak yang terbagi kedalam tiga

bidang yaitu aljabar, analisis, dan geometri”.

Tujuan umum diberikan matematika

kepada anak didik sejak dari sekolah dasar

sampai sekolah menengah atas adalah seperti

yang tercantum dalam kurikulum 2004

(Depdiknas) yaitu :Melatih cara berfikir dan

bernalar dalam menarik kesimpulan.

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2014 Volume 19 Nomor 2

95

Drs. Muhammad Isa, M.Pd* adalah Dosen dpk pada Univeritas Serambi Mekkah

1. Mengembangkan aktifitas kreatif yang

melibatkan imajinasi dan penemuan

dengan mengembangkan pemikiran

divergen original rasa ingin tau membuat

membuat prediksi dan dugaan serta

mencoba – coba

2. Mengembangkan kemampuan

memecahkan masalah

3. Mengembangkan kemampuan

menyampaikan imformasi atau

mengkomunikasikan gagasan antara lain

melalui, pembicaraan lisan, grafik, peta

diagram dan menjelaskan gagasan.

Adapun tujuan khusus pengajaran

matematika di SMP menurut Depdiknas

(2006:6) adalah :

1. Melatih cara berfikir dan bernalar dalam

menarik kesimpulan, misalnya melalui

kegiatan penyelidikan, ekspolarasi,

menunjukkan kesamaan, perbedaan,

konsisten dan inkonsisten.

2. Mengembangkan aktifitas kreatif yang

mengembangkan imajinasi, intuisi dan

penemuan dengan mengembangkan

pemikiran yang divergen, orisinil, rasa

ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan

sementaraserta mencoba- coba.

3. Mengembangkan kemampuan

memecahkan masalah

4. Mengembangkan kemampuan

menyampaikan imformasi atau

mengkomunikasikan gagasan antara lain

melalui pembicaraan lisan, catatan,

diagram dalam menyelesaikan masalah.

Tujuan pendidikan dan pengajaran

matematika di SMP sebagai mana yang dimuat

dalam kurikulumsatuan pendidikan

(Departemen Pendidikan Nasional 2006:346)

adalah:

1. Memahami konsep matematika,

menjelaskan keterkaitan antara konsep dan

mengaplikasikan konsep atau logaritma

secar luwes, akurat, efisien dantepat dalam

pemecahan masalah

2. Menggunakan penalaran pada pola dan

sifat, melakukan manipulasi matematika

dalam membuat generalisasi, menyusun

bukti atau menjelaskan gagasan dan

penjelasan matematika

3. Memecahkan masalah yang meliputi

kemampuan memahami

masalah,merancang model matematika,

menyelesaika model dan menafsirkan

solusi yang diperoleh

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan

symbol, table, diagram atau media lain

untuk memperjelas keadaan atau masalah

5. Memiliki sikap menhargai kegunaan

matematika dalam kehidupan yaitu

memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan

minat dalam mempelajari matematika

serta sikap ulet dan percaya diri dalam

pemecahan masalah.

Dari kutipan tadi jelaslah bahwa tujuan

diberikan matematika di SMP adalah untuk

membentuk sikap befikir logis, cermat kreatif

dan disiplin kepada siswa juga untuk

mempersiapkan siswa dalam menempuh

pendidikan yang lebih tinggi juga berguna untuk

membantu siswa mempelajari ilmu – ilmu lain.

Mengingat pentingnya matematika

dalam berbagai bidang kehidupan maka perlu

diperhatikan mutu pelajaran bidang study

matematika yang di ajarkan disetiap jenjang

dan jenis pendidikan, disini tentunya guru

memegang peranan penting dalam

mentransfer ilmu matematikanya kepada anak

didik, agar mereka mampu mengatasi semua

persoalan yang ada dalam metamatika yang

diajarkan di SMP tersebut.

B. Pengertian Kemampuan Belajar

Matematika

Dalam kehidupan sehari – hari setiap

manusia melaksanakan segala kegiatan dalam

upaya mempertahankan kelangsungan hidup.

Merupakan cara atau usaha pribadi manusia

untuk membuktikan kemampuan dalam

hidupnya. Hal ini tidak terlepas dari

kemampuan yang dimiliki individu tersebut.

Kemampuan dapat di miliki dan diperoleh

berdasarkan belajar dan pengalaman dari

berbagai peristiwa yang di alami. Menurut

Hasan Alwi dkk (2002:707) kemampuan

berasal dari kata dasar “mampu” yang artinya

kuasa (sanggup, bisa, dapat), Dari definisi

tersebut dapat dipahami bahwa kemampuan

merupakan suatu kesanggupan yang dimiliki

oleh setiap manusia dalam melakukan serta

memahami suatu objek atau pekerjaan yang

sederhana yang dihadapi. Menurut Robert, M.

Gagne (2003:69): “kemampuan adalah

kacakapan untuk melakukan suatu tugas khusu

dalam kondisi yang telah ditentukan”. Apabila

dikaitkan dengan pembelajaran, kemampuan

khusus yang dimaksud adalah kemampuan

siswa dalam menyelesaikan tugas dari guru,

Muhammad Isa, Kemampuan Menyelesaikan Soal Pertidaksamaan Linear Satu Variabel

96

Drs. Muhammad Isa, M.Pd* adalah Dosen dpk pada Univeritas Serambi Mekkah

misalnya kemampuan mengerjakan latihan,

ulangan maupun tugas lainnya.

Menurut Robert (2003:70):

“kemampuan didefinisikan sebagai

perwujudan pengetahuan, ketrampilan dan

nilai dalam kebiasaan berfikir dan bertindak”.

Maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan

adalah kopetensi mandasar yang perlu dimiliki

siswa yang mempelajari lingkup materi

tertentu dalam suatu mata pelajaran pada

jenjang tertentu.

Dari kutipan diatas dapat disimpulkan

bahwa kemampuan setiap siswa dapat

ditempuh melalui jenjang pendidikan dengan

cara belajar yang intensif untuk dapat

menghadapi dan memecahkan persoalan

belajar. Dengan demikian bahwa semakin

tinggi tingkat pendidikan seseorang maka

semakin tinggi pula tingkat kemampuan yang

di peroleh.

Maka dalam penelitian ini, untuk

melihat kemampuan siswa dalam

menyelesaikan soal pertidaksamaan linear

satu variabel dianggap berhasil apabila nilai

rata-rata ≥ 65.

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Kemampuan Belajar

Pada dasarnya semua anak didik

berusaha untuk mencapai prestasi belajar

semaksimal mungkin. Dalam kenyataan tidak

semua anak didik mencapai prestasi belajar

sebagaimana yang diharapkan. Hal ini dapat

disebabkan oleh beberapa faktor yang ada

pada dirinya yaitu IQ, bakal, minat dan

sebagainya, serta tidak tertutup kemungkinan

disebabkan oleh faktor yang berada di luar

dirinya seperti latar belakang tempat tinggal,

keadaan ekonomi dan dorongan orang tua.

Secara

garis besar ada dua faktor

yang mempengaruhi kemampuan belajar

siswa, yaitu faktor internal dan faktor

eksternal.

a. Faktor Intern

Faktor intern merupakan faktor yang

sumbernya berasal dari dalam diri seseorang,

faktor tersebut meliputi faktor fisiologis dan

psikologis.

1. Faktor fisiologis

Faktor fisiologis merupakan salah satu

faktor yang berasal dari diri seseorang

yang menyangkut dengan keadaan

jasmani. Faktor fisiologis pada umumnya

sangat berpengaruh terhadap belajar

seseorang. Seseorang yang sehat

jasmaninya akan berlainan dengan orang

yang kurang sehat jasmaninya.

2. Faktor psikologis

Faktor psikologis adalah salah satu faktor

yang berasal dari dalam diri seseorang

yang menyangkut jiwa dan keadaan

rohani, yang termasuk ke dalam faktor

psikologis antara lain :

a) Kecerdasan inteligensi

Inteligensi kecerdasan di definisikan

sebagai kemampuan dasar seseorang

yang dibawa sejak lahir, untuk

menyesuaikan diri dengan lingkungan

atau kemampuan seseorang

memecahkan suatu masalah,

b) Minat

Minat adalah keinginan seseorang

untuk menyenangi suatu objek dan

dari objek dan dari objek tersebut

dapat menimbulkan hasrat untuk terus

ingin mencapainya.

c) Bakat

Bakat merupakan salah satu potensi

yang ada pada diri seseorang yang

dapat dikembangkan melalui proses

belajar, setiap individu mempunyai

bakat, faktor bakat merupakan salah

satu faktor yang mempengaruhi

dalam belajar.

b. Faktor Ekstern

Faktor ekstern adalah faktor yang

berada di luar diri siswa yang meliputi

lingkungan-lingkungan sosial, seperti :

1) Lingkungan Keluarga

Lingkungan keluarga adalah tempat

pertama anak mengenal dan mengecap

pendidikan dari orang tua, karena di

lingkungan inilah anak belajar segala

sesuatu yang memungkinkan ia tumbuh

dan berkembang keadaan ekonomi dart

suasana dalam keluarga atau kebiasaan-

kebiasaan yang dihadapi dalam keluarga

mempunyai pengaruh bagi kemajuan

belajarnya kelak.

2) Lingkungan Sekolah

Sekolah merupakan sarana pendidikan

formal yang mempunyai peranan penting

dalam menentukan prestasi belajar siswa.

Lingkungan sekolah yang baik dapat

mendorong siswa belajar lebih giat,

sedangkan lingkungan sekolah yang

kurang baik dapat menyebabkan

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2014 Volume 19 Nomor 2

97

Drs. Muhammad Isa, M.Pd* adalah Dosen dpk pada Univeritas Serambi Mekkah

kegairahan siswa dalam belajar akan

berkurang.

3) Lingkungan Masyarakat

Lingkungan masyarakat merupakan

lembaga nonformal yang juga disebut

sebagai faktor eksternal yang

berpengaruh terhadap prestasi belajar

siswa. Di dalam lingkungan masyarakat

terdapat berbagai ragam dengan latar

belakang sosial budaya yang berbeda--

beda, lingkungan masyarakat yang tidak

mendukung dengan sendirinya akan

mempengaruhi perkembangan anak

dalam belajar yang juga mengakibatkan

menurunnya prestasi anak tersebut.

METODA PENELITIAN

A. Lokasi Dan Waktu Penelitian

Sehubungan dengan tujuan penelitian

pada bab 1 maka untuk mendapatkan hasil

tentang kemampuan siswa menyelesaikan soal

– soal pertidaksamaan linear dengan satu

variabel penulis mengadakan penelitian di

SMP Negeri 3 Ingin Jaya yang berlokasi di Jl.

Banda Aceh – Blang Bintang, desa Siron Aceh

Besar. Untuk mengetahui bagaimana

kemampuan siswa menyelesaikan soal – soal

pertidaksamaan linear satu variabel.

B. Populasi Dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan subjek

penelitian, sedangkan sampel adalah sebagian

dari keseluruhan yang diteliti (salasih,2002:2).

Yang menjadi populasi pada penelitian ini

adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 3

Ingin Jaya, sedangkan sampel dari populasi

tersebut adalah siswa kelas V111 untuk

menentukan besarnya populasi dalam

penelitian tersebut menurut Arikunto

(2000:107) mengemukakan bahwa “Apabila

subjeknya kurang dari 100, lebih baik diamati

semua sehingga penelitiannya merupakan

penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah

subjeknya lebih besar dapat diambil antara 10-

15% atau 20-25% atau lebih.

C. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah semua

alat yang digunakan untuk mengumpulkan,

memeriksa atau menyelidiki suatu masalah.

Menurut hasan alwi (2002:437) “instrumen

penelitian adalah suatu sasaran peneliti berupa

seperangkat tes tertentu untuk mengumpulkan

data sebagai bahan pengolahan”.

Instrumen yang digunakan dalam

penelitian ini adalah tes. Tes ini digunakan

untuk menelaah kemampuan siswa

menyelesaikan soal – soal pertidaksamaan

linear satu variabel di SMP. Amir dalam

Suharsimi (2007:32) mengatakan bahwa : “tes

adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis

dan objektif untuk memperoleh data – data

atau keterangan – keterangan yang di inginkan

seseorang dengan cara boleh dikatakan tepat

dan cepat

D. Metode Pengumpulan Data

Pada tahapan pengumpulan data ini,

data akan dikumpulkan secara kuantitatif Jadi

instrumen yang digunakan dalam penelitian ini

ada tes. Tes berbentuk uraian sebanyak 15

soal, Saat tes diberikan kepada siswa yang

menjadi sampel penelitian dikerjakan dengan

waktu 2 x 40 menit. Skor yang diberikan untuk

setiap butir soal berbeda, disesuaikan dengan

tingkat kesulitan soal. Total skor yang

diberikan adalah 100.

E. Metode Pengolahan Data

Data yang di olah merupakan

jawaban siswa terhadap soal yang diberikan,

untuk keperluan analisis tersebut, maka

terlebih dahulu di tentukan rata – rata dan

standar deviasi S atau tafsiran simpangan baku

sampel. Rata – rata menurut Sudjana

(2002:70) dihitung dengan rumus

fi

fixix

Dengan deviasi (S2) standar menurut Sudjana

(2002:95) dihitung dengan rumus :

S2 =

Selanjutnya untuk menguji normalitas

data, digunakan statistik chi – kuadrat. Adapun

rumus chi –kuadrat yang dikemukakan sudjana

(2005:273) adalah :

Untuk pengujian digunakan dk = (k–

3) dengan kriteria penguji adalah tolak HO

jika (1- ) (k–1) dengan = taraf nyata

untuk pengujian.

Muhammad Isa, Kemampuan Menyelesaikan Soal Pertidaksamaan Linear Satu Variabel

98

Drs. Muhammad Isa, M.Pd* adalah Dosen dpk pada Univeritas Serambi Mekkah

F. Pengujian hipotesis.

Statistik yang digunakan dalam

penelitian ini adistribusi student, maka rumus

yang dipakai menurut sudjana (2005:227)

yaitu :

t =

Dengan kriteria penguji hipotesis

adalah tolak HO jika thitung t(1- ) dan terima

Ho jika berharga lainnya. Dengan derajat

kebebasan untuk taraf distribusi t adalah dk =

n – 1 dengan peluang (1- ).

Perumusan hipotesis nol (Ho) dan

hipotesis alternative (Ha) dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

Ho : µ ≥ µo (kemampuan dalam

menyelesaikan soal – soal

pertidaksamaan linear satu

variabel siswa SMP Negeri 3

Ingin Jaya sudah mencapai

standar ketuntasan)

Ha : µ < µo (kemampuan dalam

menyelesaikan soal – soal

pertidaksamaan linear satu

variabel siswa SMP Negeri 3

Ingin Jaya belum mencapai

standar ketuntasan)

Pengujian hipotesis dilakukan dengan

menggunakan uji pihak kiri pada taraf nyata α

= 0,05 dengan dk = ( n – 1 ). Kriteria

pengujian hipotesis adalah menolak Ho jika t ≤

t (1 – α ), dengan t ( 1 - α ) didapat dari derajat

distribusi student t menggunakan peluang ( 1 -

α ) dan dk = ( n – 1 ). Untuk t > t (1 - α),

hipotesis Ho diterima.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengumpulan Data

Bab ini menguraikan hasil penelitian

yang telah dilakukan pada siswa SMP N 3

Ingin Jaya Aceh Besar tahun pelajaran

2013/2014 yang telah dilaksanakan dari

tanggal 1 sampai 9 Oktober 2014. Sesuai

dengan metode pengolahan data pada bagian

III, maka data akan diolah berdasarkan kriteria

yang telah ditetapkan. Adapun data yang

diperoleh dari hasil penelitian adalah sebagai

berikut:

20 25 31 36 42 44 46

47 55 55 56 57 60 65

67 69 69 76 79 79 80

80 80 81 82 85 85 89

B. Pengolahan Data

1. Menghitung nilai rata – rata ( ), varians

(S2) dan simpangan baku (S)

Pengolahan data untuk tes

kemampuan siswa menyelesaikan soal

pertidaksamaan linear satu variabel kelas VII

SMP N 3 Ingin Jaya tahun pelajaran

2013/2014 berdasarkan data yang telah

terkumpul dalam bentuk tabel adalah sebagai

berikut:

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Dari Nilai Tes Siswa SMP N 3 Ingin Jaya Untuk Mengetahui Nilai

Rata – Rata Dan Standar Deviasi.

Skor siswa fi xi fixi xi - (xi – )

2 fi (xi – )

2

20 – 31 3 25,5 76,5 -37,29 13905,54 41716,6

32 – 43 2 37,5 75 -25,29 639,58 1279,2

44 – 55 5 49,5 247,5 -13,29 176,62 883,1

56 – 67 5 61,5 307,5 -1,29 1,66 8,3

68 – 79 5 73,5 367,5 10,71 114,7 573,5

80 – 91 8 85,5 684 22,71 515,7 4125,6

Jumlah 28 1758 5353,8 48586,3

Berdasarkan tabel tersebut didapat nilai

rata - rata sebagai berikut:

fi

xifix

.

=

=

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2014 Volume 19 Nomor 2

99

Drs. Muhammad Isa, M.Pd* adalah Dosen dpk pada Univeritas Serambi Mekkah

Jadi, nilai rata – rata siswa kelas VII dalam

menyelesaikan soal pertidaksamaan linear satu

variable adalah = 62,79, selanjutnya

menghitung standar deviasi sebagai berikut:

S2 =

S2 =

S2 = 1799,5

S =

S = 42,42

Berdasarkan perhitungan diperoleh =

62,79 dan s = 42,42

Selanjutnya menentukan batas - batas

interval, untuk menghitung luas dibawah

kurva normal, bagi tiap interval batas kelas ke

satu di batasi oleh 19,5 dan 31,5 atau dalam

angka standar z score dibatasi oleh -1,02 dan -

0,74 dengan z score = .Jika dengan

perhitungan yang sama dilakukan untuk kelas

interval lainnya, maka diperoleh :

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Uji Normalitas Sebaran Data Nilai Tes Siswa SMP N 3 Ingin Jaya.

Interval Batas kelas

( x )

Z score Batas

daerah

Luas

daerah

Frekuensi

harapan (Ei)

Frekuensi

diamati (Oi)

19,5 -1,02 0,3461

20 – 31 0,0757 2,12 3

31,5 -0,74 0,2704

32 – 43 0,0968 2,71 2

43,5 -0,45 0,1736

44 – 55 0,1061 2,97 5

55,5 -0,17 0,0675

56 – 67 0,0237 0,66 5

67,5 0,11 0,0438

68 – 79 0,1079 3,02 5

79,5 0,39 0,1517

80 – 91 0,1001 2,80 8

91,5 0,68 0,2518

x2 = + +

+

x2 =

x2 = 0,36 + 0,18 + 1,39 + 28,54 + 1,3 + 9,66

x2 = 41,43.

Dengan taraf signifikan α = 0,05 dan

banyak kelas 6, maka derajat kebebasan dk = (

k – 3 ) = 6 – 3 = 3 maka tabel ini di peroleh x2

(1 – α )( k – 1) = x2 (0,95)(3) = 7,81. Dari hasil

penelitian ini di peroleh x2 hitung > x

2 tabel yaitu

41,43 > 7,81 maka dapat disimpulkan bahwa

sebaran data dari kemampuan menyelesaikan

soal-soal pertidaksamaan inear satu variabel

siswa kelas VII SMP N 3 Ingin Jaya menolak

Ho dan menerima Ha sehingga dapat

disimpulkan kemampuan siswa dalam

menyelesaikan soal-soal pertidaksamaan linear

satu variabel belum mencapai standar

ketuntasan.

C. Tinjauan Terhadap Hipotesis.

Untuk pengujian hipotesis pada

penelitian ini, penelitian diuji dengan

menggunakan statistik t, pada taraf signifikan

α = 0,05. Hipotesis itu akan di uji dengan

menggunakan uji pihak kiri. Selanjutnya dari

hasil pengolahan data dengan n = 28, =

62,79 dan s = 42,42. Berdasarkan hipotesis

maka dalam penelitian ini diambil nilai µo =

65 yang merupakan nilai standar ketuntasan

yang telah ditetapkan. Pengujian hipotesis

dengan menggunakan uji-t adalah sebagai

berikut:

x

t =

t = -0,28

Muhammad Isa, Kemampuan Menyelesaikan Soal Pertidaksamaan Linear Satu Variabel

100

Drs. Muhammad Isa, M.Pd* adalah Dosen dpk pada Univeritas Serambi Mekkah

Pada taraf signifikan α = 0,05 dan dk

= n – 1= 6 – 1 = 5, maka di daftar distribusi t

di dapat t(0,95)(5) = 2,02. Karena thitung < ttabel

yaitu -0,28 < 2,02, maka terjadi penolakan

terhadap Ho dengan demikian Ha diterima.

Sehingga hipotesis dalam penelitian ini

menyatakan kemampuan siswa dalam

menyelesaikan soal pertidaksamaan linear satu

variabel belum mencapai standar ketuntasan.

D. Pembahasan

Berdasarkan data diatas dengan taraf

signifikan α = 0,05 dan derajat kebebasan dk

= n – 1 = 28 – 1 =27 , dari daftar distribusi t

didapat t (0,95) (27) = 1,70. Karena -0,28 < 1,70

maka sesuai dengan kriteria pengujian pihak

kiri sebagai dikemukakan oleh Sudjana (

2005: 232) yaitu “Kriteria pengujian didapat

dari daftar distribusi student t dengan dk = n –

1 dan peluang = 1- α . jadi tolak H0 jika t hitung

≤ t (1- ) dan terima Ha. Dengan demikian Ha

diterima dan Ho ditolak sehingga hipotesis

yang berbunyi: “kemampuan menyelesaikan

soal pertidaksamaan linear satu variabel

siswa kelas VII SMP N 3 Ingin Jaya Aceh

Besar belum mencapai standard ketuntasan”.

Diterima.

Bila dilihat dari hasil tes yang

diperoleh, terlihat bahwa pada umumnya siswa

masih kurang mampu dalam memahami

penerapan sifat-sifat pertidaksamaan dengan

baik, hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

Misalkan kita ambil soal no 2c yaitu

3x + 17 < 5x + 3

3x + 17 – 17 < 5x + 3 – 17

3x < 5x – 14

3x – 5x < 5x – 5x – 14

-2x < -14

-2x x -½ < -14 x -½

X < 7

Sesuai dengan ketentuan dari sifat

pertidaksamaan apabila kedua ruas dikalikan

atau dibagi dengan bilangan bulat negative

maka terjadi perubahan tanda dari x < 7

menjadi x > 7). Sebagian siswa menjawab

dengan benar dan ada juga sebagian yang

menjawab salah.

Kemudian pada soal no 4 yaitu soal

cerita tidak ada satupun siswa mampu

mendifinisikan apa yang di jabarkan pada soal

cerita tersebut itu dikarenakan siswa belum

mampu memahami soal pertidaksamaan dalam

bentuk cerita.

Setelah pengujian hipotesis, ternyata

siswa kelas VII SMP N 3 ingin jaya belum

mampu menyelesaikan soal-soal

pertidaksamaan linear satu variabel. Hal ini

dapat dilihat dari nilai standar yang di berikan

dalam penelitian ini karena nilai 65 merupakan

penguasaan 65 % dari penguasaan materi

pertidaksamaan linear satu variabel tersebut.

Secara umum siswa kelas VII SMP N 3 ingin

jaya belum sepenuhnya menguasai materi

pertidaksamaan linear satu variabel.

Namun tak dapat dipungkiri bahwa

ada beberapa siswa yang sudah menguasai

materi pertidaksamaan linear satu variabel dan

hal ini dapat dibuktikan dari 28 siswa kelas

VII1 terdapat 15 siswa yang mendapat nilai

diatas 65. Proses penelitian ini berjalan dengan

lancar dan sesuai dengan prosedurnya, seperti

materi yang diberikan telah diajarkan oleh

guru yang bersangkutan. Seperti yang sudah

kita ketahui bersama bahwa dasar pelajaran ini

adalah harus sudah mengetahui tentang

pertidaksamaan itu sendiri. Tanpa pemahaman

yang memadai akan menghambat proses

penyelesaian soal-soal mengenai materi

tersebut.

Selain itu masih ada siswa yang

kurang serius dengan penelitian ini yang

mengakibatkan nilai yang mereka perolah

bukan nilai yang mutlak. Seperti, dalam

penelitian ini waktu yang diberikan adalah 2 x

45 menit atau 2 jam pelajaran. Masih ada

siswa yang hanya duduk-duduk saja bukan

langsung menjawab soal yang telah diberikan,

Sehingga waktu pengerjaan penyelesaian soal

mereka sudah berkurang dan tidak mungkin

lagi mereka meminta penambahan waktu

karena akan mengakibatkan ketidaktercapaian

hasil yang diharapkan dalam proses penelitian

ini.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian diatas

dapat kita simpulkan bahwa siswa kelas VII

SMP N 3 ingin jaya belum mampu

menyelesaikan soal-soal pertidaksamaan linear

satu variabel. Hal ini dapat kita lihat dari nilai

rata-rata yang diperoleh siswa. Nilai rata-rata

yang diperoleh adalah 62,79 sementara nilai

standar yang telah ditetapkan adalah 65. Masih

sedikit jauh tertinggal dari nilai yang telah

ditetapkan. Namun hal ini dapat kita jadikan

tolak ukur untuk dijadikan suatu kesimpulan

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2014 Volume 19 Nomor 2

101

Drs. Muhammad Isa, M.Pd* adalah Dosen dpk pada Univeritas Serambi Mekkah

dalam sebuah penelitian sehngga dari jumlah

28 siswa kelas VII khususnya kelas VII1 hanya

15 siswa yang sudah memenuhi nilai standar

dalam penelitian ini.

1. Saran - Saran

1) Diharapkan kepada guru mata pelajaran

matematika untuk lebih memberi

pemahaman kepada siswa mengenai cara

merubah sebuah soal cerita khususnya

mengenai materi pertidaksamaan linear

satu variabel,

2) Guru hendaknya lebih sering

memberikan tugas tambahan kepada

siswa dalam bentuk latihan maupun

pekerjaan rumah Untuk lebih

memantapkan pemahaman siswa

mengenai materi pertidaksamaan linear

satu variabel ini,

3) Guru juga harus mengajarkan materi ini

dengan metode yang tepat dan disukai

siswa,

4) Guru juga harus bisa menjelaskan kepada

siswa tentang pengaplikasian materi

pertidaksamaan linear satu variabel ini

dalam kehidupan sehari-hari

5) Siswa diharapkan untuk lebih aktif dan

kreatif dalam menerima pelajaran ini.

DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman, M. 2003 pendidikan bagi anak

berkesulitan belajar, jakarta: Rineke

Cipta

Arikunto, Suharsimi. (2000). Dasar – dasar

evaluasi pendidikan. Jakarta: bumi

Aksara.

Candra Himawan, S.Pd ”Buku Sakti

Matematika (Bandung: Kaifa, 2011)

Dewi Nurhani, Triwahyuni ”Matematika

Konsep dan Aplikasi Kelas VIII SMP

dan MTsN. (Jakarta : Aneka Ilmu,

2008).

Djamarah, 1996, Strategi Belajar Mengajar,

Jakarta Rineka Cipta.

Hasan Alwi, 2002. Kamus besar bahasa

indonesia. balai pustaka, jakarta

Robert,M. Gagne, 2003. Pengertian

kemampuan, http:www.pengertian

kemampuan.com

Salasi, 2001. Stastistik dasar, FKIP USM.

Banda Aceh.

Simajuntak, 1993. Proses Belajar Mengajar.

Penerbit Tarsito.

Slamet Dalam Djamarah. Belajar dan Faktor-

faktor yang mempengaruhinya (Jakarta

Bina Aksara, 2003).

Sudjana, 2005. Metode Statistika. Bandung

Tarsito.

Sudarato, 2002. Metode penelitian, Bandung:

Rineka Cipta

Suharsimi, 2007. Dasar – Dasar Evaluasi

Pendidikan. Bumi aksara. jakarta

http://id.answer.yahoo.com/question/idex/03/0

5/2011).

http://id.wikibooks.org/wiki/subjek:matematik

a/materi:persamaandanpertidaksamaan

linear satu variabel.

Muhammad Isa, Kemampuan Menyelesaikan Soal Pertidaksamaan Linear Satu Variabel

102

Drs. Zainuddin, M.Pd* adalah Pengawas TK/SD Kecamatan Peusangan Kabupaten Bireuen

MENINGKATKAN KETERAMPILAN GURU KELAS MEMBUAT PERANGKAT

PEMBELAJARAN BERBASIS KTSP MELALUI PEMBERIAN MODEL PADA

KKG SD NEGERI 3 PEUSANGAN SELATAN KABUPATEN BIREUEN

Oleh

Zainuddin*

Abstrak Penelitian Tindakan Sekolah ini dilakukan melalui pemberian Model yang bertujuan untuk

meningkatkan ketrampilan guru membuat perangkat pembelajaran berbasis KTSP bagi

guru pada SD Negeri 3 Peusangan Selatan. Penelitian dilaksanakan pada semester I tahun

Pelajatran 2010/2011. Dengan subjek penelitian sebanyak 13 orang guru kelas. Metode

yang digunakan. Adalah Desain Penelitian Tindakan sekolah. Masing-masing melalui

tahap perencanaan, tindakan, obsevasi/evaluasi dan refleksi. Hasil penelitian menunjukan

bahwa pemberian model terlebih dahulu oleh peneliti, meningkatkan ketrampilan guru

pada kelompok KKG guru kelas pada SD Negeri 3 Peusangan Selatan dalam membuat

Silabus dan RPP berbasis KTSP.

Kata Kunci : Perangkat Pembelajaran dan Pemberian Model.

Salah satu indikasi terjadinya

peningkatan kualitas pendidikan dapat dilihat

dari adanya peningkatan prestasi

akademik/hasil belajar siswa secara

keseluruhan, mulai dari jenjang pendidikan

dasar, menengah sampai pendidikan tinggi.

Dewasa ini kualitas prestasi akademik/hasil

belajar siswa, baik dari dimensi vertikal

ataupun horizontal tampaknya masih perlu

ditingkatkan karena cenderung belum tinggi.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP) menegaskan bahwa kedudukan guru

sangatlah strategis dalam menentukan

keberhasilan siswa untuk pencapaian standar

Kompetensi yang diharapkan. Guru merupakan

figur yang akan menentukan kedalaman dan

keluasan materi pelajaran, penentuan alat

evaluasi dan sumber belajar yang akan

disajikan didepan kelas. Tugas ini dituangkan

dalam perangkat pembelajaran dalam bentuk

silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

(RPP).

Kemampuan guru dalam

merencanaan, membuat dan melaksanakan

pembelajaran tidak terlepas dari pembinaan

Pengawas Sekolah dalam membimbing guru

khusus bidang akademik lewat supervisi kelas

yang juga merupakan kompetensi kepala

sekolah selama ini pada kegiatan KKG sekolah,

masih banyak guru menemui kesulitan dalam

membuat perangkat pembelajaran, karena

kurangnya pemahaman dalam hal merancang

strategi pembelajaran yang memadai,

menerapkan materi pokok yang sesuai dengan

kompetensi dasar yang akan dicapai dan masih

cendrung menggunakan strategi atau model

konvensional yang didominasi oleh metode

ceramah.

Guru masih kurang menguasai dalam

hal menentukan strategi/model pembelajaran

yang membuat siswa belajar secara mandiri,

berdiskusi dan memecahkan masalah sendiri

(problem solving for selfhelping) selain itu, alat

penilain yang dibuat masih cenderung pada

evaluasi tertulis, belum membuat penilain

proses. Untuk mengatasi masalah tersebut

maka Pengawas Sekolah/ peneliti perlu

mencari pemecahannya agar guru yang ada

pada SD Negeri 3 Peusangan Selatan dapat

membuat perangkat pembelajaran yang

berbasis KTSP dan tanpa merasa terlalu banyak

digurui.

Salah satu cara yang dapat ditempuh

adalah pemberian model (modeling) yaitu

dengan cara peneliti/ Pengawas Sekolah

memberi model perangkat pembelajaran yang

terdiri atas Silabus dan Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP) yang berbasais KTSP

terlebih dahulu. Kemudian mendiskusikannya

sebelum guru pada kelompok KKG di SD

Negeri 3 Peusangan Selatan membuat

perangkat pembelajaran yang sesuai dengan

model tersebut dan kemudian Pengawas

Sekolah memperagakan langkah-langkah

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2014 Volume 19 Nomor 2

103

Drs. Zainuddin, M.Pd* adalah Pengawas TK/SD Kecamatan Peusangan Kabupaten Bireuen

penggunaan RPP tersebut didepan guru-guru

SD Negeri 3 Peusangan Selatan, karena

pengawas sekolah juga instruktur di gugus

KKG Kecamatan Peusangan.

Alasan pemberian model dijadikan

sebagai cara pemecahan masalah adalah karena

adanya kesan pada guru bahwa kepala Sekolah

hanya bisa menanda tangani RPP, PSP, PS saja

tanpa dapat mengeritik atau memberi

pembianaan kepada guru-guru di sekolah yang

dia pimpin dan sekaligus memberi contoh

bagaimana RPP yang baik dan benar sesuai

dengan kaidah yang dituntut oleh Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan( KTSP). Sosial

Bandura (2002): Sebagaian besar yang dialami

manusia tidak dibentuk konsekwensi-

konsekwensi, malainkan manusia manusia

tersebut belajar dari suatu model tertentu.

Kemudian, Nukman Sumantri (1998)

menyatakan pula bahwa : pelajaran yang

diberikan di sekolah-sekolah sangat

menjemukan, membosankan. Hal ini

disebabkan penyajiannya bersifat monoton dan

ekpositoris. Sehingga siswa kurang antusias

yang dapat mengakibatkan pelajaran kurang

menarik. Salah satu kewajiban guru dalam

mengajar adalah menarik minat siswa, agar

pelajaran yang diberikan bisa dikuasai oleh

siswa dengan baik, guru wajib berusaha secara

optimal merebut minat anak didik terhadap

pelajaran yang mereka ajar, karena minat anak

didik merupakan modal dasar mencapai

keberhasilan pendidikan.

Adapun yang menjadi rumusan masalah

pada penelitian tindakan sekolah ini adalah:

Bagaimana pemberian model perangkat

pembelajaran oleh Pengawas Sekolah/peneliti

dapat meningkatkan ketrampilan guru kelas

pada KKG SD Negeri 3 Peusangan Selatan

dalam membuat Silabus dan RPP berbasis

KTSP.

KAJIAN PUSTAKA

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP) adalah kurikulum operasional yang

disusun oleh dan dilaksanakan dimasing-

masing satuan pendidikan. Pemahamanya

adalah bahwa pada tingkat satuan pendidikan

yaitu sekolah, harus mengembangkan

kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan

kondisi sekolah masing-masing. Berdasarkan

peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2006,

Tentang Standar Nasional Pedidikan,

penyusunan kurikulum pada satuan pendidikan

jenjang pendidikan dasar dan menengah

berpedoman pada panduan yang disusun oleh

BSNP. Kurikulum satuan pendidikan

dikembangkan sesuai dengan (1) satuan

pendidikan (2) potensi daerah /karateristik

daerah. (3) sosial budaya masyarakat setempat

dan (4) peserta didik. Sementara itu silabus

dikembangkan berdasarkan : (1) kerangka

dasar kurikulum dan struktur kurikulumnya

dan (2) Standar Kompetensi Lulusan .

Disamping itu, pada peraturan

pemerintah No.19 Tahun 2006 Standar

Nasional Pendidikan terdapat pasal lain yang

walaupun tidak berkaitan dengan KTSP, tetapi

juga merupakan aturan yang mengikat dalam

pengembangan kurikulum satuan pendidikan.

Terdapat aturan sebagai berikut, pada standar

proses : Setiap satuan pendidikan melakukan

perencanaan proses pembelajaran, penilaian

hasil pembelajaran, pelaksanaan proses

pembelajaran dan pengawasan proses

pembelajaran. Perencanaan proses

pembelajaran meliputi silabus dan rencana

pelaksanaan pembelajaran (RPP), yang memuat

sekurang-kurangnya :tujuan pelajaran, materi

ajar, metode pengajaran, sumber Belajar dan

penilain hasil belajar. Pelaksanaan proses

pembelajaran harus : 1) memperhatikan jumlah

maksimal peserta didik perkelas, beban

mengajar maksimal pendidik dan rasio

maksimal buku teks peserta didik, 2)

mengembangkan budaya membaca dan

menulis.

Penilaian hasil pembelajaran

menggunakan berbagai teknik penilaian sesuai

dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai,

seperti tes tertulis, observasi, tes praktek,

penugasan perseorangan atau kelompok.

Penilaian observasi secara individual untuk

mata pelajaran IPTEK sekurang-kurangnya

satu kali dalkam satu semester.

A. Tujuan Kelompok Kerja Guru

Adapun tujuan kelompok kerja guru

pada SD Negeri 3 Peusangan Selatan adalah:

1) Memperluas wawasan dan pengetahuan

guru kelas dalam berbagai hal,

khususnya penguasaan subtansi materi

pelajaran, penyusunan sillabus,

penyusunan bahan-bahan pembelajaran,

strategi/metoda pembelajaran,

memaksimalakan penggunaan

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Mei September 2014 Volume 19 Nomor 2

104

Drs. Zainuddin, M.Pd* adalah Pengawas TK/SD Kecamatan Peusangan Kabupaten Bireuen

sarana/prasarana belajar, memanfaatkan

sumber belajar dan sebagainya.

2) Mengembangkan mutu profesionalisme

guru –guru kelas sebagai pilar utama

dalam menejmen kelas sehingga merasa

bangga terhadap profesinya.

3) Mewujudkan pembelajaran yang efektif

sehingga siswa dapat menguasai materi

pelajaran dengan antuintas ( mastery

learning).

4) Menumbuh kembangkan budaya mutu

melalui berbagai macam cara seperti

diskusi, seminar, simposium dan

kegiatan keilmuan lainnya.

5) Menciptakan suasana pembelajaran yang

menyenangkan dengan berprinsip pada

pembelajaran PAKEM.

6) Membahas konsep inovasi

pembelajaran, diantara quantum

learning contextual learning, brain

baset learning, collaborative learning

contruvtiveisme learning,revolution

learning, accelerative learning,sciense

technology sociaty approach, problem

solvingapproach, peer teaching dll.

7) Classroom reform dilakukan dengan

manajmen kelas yang efektif.

Prinsip Kerja Kelompok

1) Merupakan lembaga yang mandiri dan

tidak mempunyai struktur organisasi

yang hirakis, birokratis dan saling

bergantungan tetapi merupakan wadah

perkumpulan guru –guru kelas.

2) Dinamikanya berlangsung secara

alamiah sesuai dengan kondisi dan

kebutuhan.

3) Mempunyai fisi dan misi yang

strategis yaitu mengembangkan

profesionalisme guru–guru, wawasan

dan penngetahuan serta memberikan

pelayanan pendidikan yang

diharapkan oleh masyarakat.

4) Inovatif terhadap upaya

pengembangan mutu pendidikan.

B. Pemberian Model (Modeling)

Menurut Bandura dalam Corebima

(2002) ”Belajar akan sangat menghabiskan

waktu dan tenaga, bahkan berbahaya jika

manusia harus menggantungkan diri

sepenuhnya pada hasil kegiatannya sendiri.

untungnya sebagian besar tingkah laku manusia

dipelajarai secara observasi melalui pemodelan

dari observasi tingkah laku orang lain.

Seseoarang membentuk pengertian bagaimana

melakukan tingkah laku baru dan pada

kesempatan inmformasi yang telah dimodelkan

tersebut berfungsi sebagai suatu pemandu

untuk tindakan. Manusia dapat belajar dari

contoh (Model) setidaknya dalam bentuk yang

mendekati aslinya, sebelum melakukan

kegiatan (tingkah laku) tertentu sehingga dapat

terhindar dari kesalahan –kesalahan yang tidak

perlu.

Ada empat fase belajar dari model,

yaitu : (1) fase perhatian (atention), pengamat

(siswa) dapat memperhatikan tingkah laku

tersebut dengan jelas dan tidak terlampau

komleks ; (2) fase retensi, perhatian dari suatu

prilaku yang diamati dapat dimantapkan jika

pengamat dapat dapat menghubungkan

obsevasi yang dilakukan dengan pengalaman-

pengalaman sebelumnya yang bermakna

baginya dan terlibat dalam pengulangan

kognitif atas kegiatan itu ; 3) fase produksi,

ditandai dengan seseorang diminta untuk

melakukan kegiatan seperti yang telah diamati

pada model. Hal ini penting karena kekurangan

dari prilaku yang dirtiru seseorang hanya dapat

dilakukan bila ia diminta menampilkan prilaku

tersebut. (4) fase motivasi, penguatan

memegang peranan dalam pembelajaran

melalui pengamatan. Apabila seseorang

mengantisipasi akan memperoleh penguatan

pada saat meniru tindakan suatu model, maka

ia akan lebih termotivasi untuk menaruh

perhatian mengingat dan memproduksi

perilaku itu.

Guru/pembimbing harus melakukan

beberapa syarat dalam memodelkan seseorang

untuk dapat mencapai tujuan yang diinginkan

antara lain : (1) guru dapat mengekpresikan

objek yang dimodelkan (harus menguasainya)

(2) pesan yang disampaikan harus jelas, dan (3)

situasinya harus cocok dengan tahap

perkembangan intlektual siswa.

Pentingnya

pembelajaran/pembimbingan dengan

pemodelan juga dapat dijelaskan dengan teori

kognitif, terutama bagaimana mengemas suatu

imformasi menjadi bermakna. Menurut Gledler

dalam Indana (2002) : Proses pemindahan

imformasi baru dari memori jangka pendek ke

memori jangka panjang memiliki dua cara:

yaitu : gladi pelihara dan gladi elaborasi. Gladi

untuk diingant-ingat, sedangkan gladi elobrasi

merupakan pengubahan imformasi baru

menjadi informasi bermakna, artinya informasi

Zainuddin, Meningkatkan Keterampilan Guru Kelas Membuat Perangkat Pembelajaran Berbasis KTSP

105

Drs. Zainuddin, M.Pd* adalah Pengawas TK/SD Kecamatan Peusangan Kabupaten Bireuen

tersebut dihubungkan dengan informasi yang

telah disimpan, dan atau informasi tersebut

dilengkapi dengan informasi tambahan untuk

memudahkan mengingatnya.

C. Hakekat Prestasi Belajar

Pengertian belajar sebagaimana yang

dikemukakan oleh Nasution (1982:39) adalah :

Belajar itu membawa suatu perubahan pada

individu yang belajar. Perubahan itu tidak

hanya mengenai jumlah pengetahuan

melainkan juga dalam bentuk kecakapan,

kebiasaan, pengertian, penghargaan, minat,

penyesuaian diri, pendeknya semua bentuk

aspek organisme atau pribadi seseorang. Syah

(2003:65) menyatakan: Belajar adalah

perolehan perubahan tingkah laku yang relatif

menetap sebagai akibat latihan dan

pengalaman. Arsyad (2003:1) menyatakan:

Salah satu pertanda bahwa seorang itu telah

belajar adalah adanya perubahan tingkah laku

pada diri orang itu yang mungkin disebabkan

oleh terjadinya perubahan pada tingkat

pengetahuan, keterampilan, atau sikapnya.

Berdasarkan beberapa pengertian

belajar diatas, maka dapatlah dinyatakan bahwa

belajar adalah terjadinya perubahan kelakuan

melalui sesuatu kegiatan tertentu. Seseorang

dilakukan telah melakukan kegiatan belajar

apabila ia dapat melakukan sesuatu yang tak

dapat dilakukannya sebelum ia belajar, atau

bila kelakuannya berubah sehingga lain

caranya menghadapi suatu situasi dari pada

sebelum itu. Kelakuan atau tingkah laku yang

dimaksud dalam kegiatan belajar adalah dalam

arti yang luas dan melingkupi pengamatan,

pengenalan, pengertian, perbuatan,

keterampilan, perasaan, minat, penghargaan,

dan sikap. Jadi belajar tidak hanya mengenai

bidang intelektual, tetapi mengenai seluruh

pribadi anak. Sedangkan perubahan kelakuan

disebabkan karena mabuk atau keletihan

bukanlah hal belajar karena tidak diakibatkan

oleh latihan. Demikian pula kemampuan

burung yang pandai membuat sarang bukan

hasil belajar karena merupakan perbuatan

insting.

Djaali (2000:128-129) menyatakan:

kegiatan belajar untuk mencapai hasil yang

sebaik-baiknya dipengaruhi oleh faktor yang

dari dalam diri (Kesehatan, integensi, minat

dan motivasi dan cara belajar) dan faktor yang

berada diluar diri siswa (keluarga, sekolah,

masyarakat, dan lingkungan sekitar). Faktor

yang berasal dari dalam diri itu sering disebut

dengan faktor internal, sedangkan faktor yang

berasal dari luar dirinya disebut dengan faktor

eksternal.

D. Peran Supervisi

Istilah supervisi berasal dari dua kata,

yaitu “super” dan “vision”. Dalam Webster’s

New World Dictionary istilah super berarti

“higher in rank or position than, superior to

(superintendent), a greater or better than

others” (1991:1343) sedangkan kata vision

berarti “the ability to perceive something not

actually visible, as through mental acuteness

or keen foresight (1991:1992).

Supervisor adalah seorang yang

profesional. Dalam menjalankan tugasnya, ia

bertindak atas dasar kaidah-kaidah ilmiah

untuk meningkat- kan mutu pendidikan. Untuk

melakukan supervise diperlukan kelebihan

yang dapat melihat dengan tajam terhadap

permasalahan peningkatan mutu pendidikan,

menggunakan kepekaan untuk memahaminya

dan tidak hanya sekedar menggunakan

penglihatan mata biasa. Ia membina pening-

katan mutu akademik melalui penciptaan

situasi belajar yang lebih baik, baik dalam hal

fisik maupun lingkungan non fisik.

Perumusan atau pengertian supervisi

dapat dijelaskan dari berbagai sudut, baik

menurut asal-usul (etimologi), bentuk

perkataannya, maupun isi yang terkandung di

dalam perkataanya itu (semantic). Secara

etimologis, supervisi menurut S. Wajowasito

dan W.J.S Poerwadarminta yang dikutip oleh

Ametembun (1993:1) : “Supervisi dialih

bahasakan dari perkataan inggris “Supervision”

artinya pengawasan.

Pengertian supervisi secara etimologis

masih menurut Ametembun (1993:2),

menyebutkan bahwa dilihat dari bentuk

perkataannya, supervisi terdiri dari dua buah

kata super + vision : Super = atas, lebih, Vision

= lihat, tilik, awasi. Makna yang terkandung

dari pengertian tersebut, bahwa seorang

supervisor mempunyai kedudukan atau posisi

lebih dari orang yang disupervisi, tugasnya

adalah melihat, menilik atau mengawasi orang-

orang yang disupervisi.

Para ahli dalam bidang administrasi

pendidikan memberikan kese-pakatan bahwa

supervisi pendidikan merupakan disiplin ilmu

yang memfokuskan diri pada pengkajian

peningkatan situasi belajar-mengajar, seperti

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2014 Volume 19 Nomor 2

106

Drs. Zainuddin, M.Pd* adalah Pengawas TK/SD Kecamatan Peusangan Kabupaten Bireuen

yang diungkapkan oleh (Gregorio, 1966,

Glickman Carl D, 1990, Sergiovanni, 1993 dan

Gregg Miller, 2003). Hal ini diungkapkan pula

dalam tulisan Asosiasi Supervisi dan

Pengembangan Kurikulum di Amerika

(Association for Supervision and Curriculum

Development, 1987:129) yang menyebutkan

sebagai berikut:

Almost all writers agree that the

primary focus in educational supervision is-

and should be-the improvement of teaching and

learning. The term instructional supervision is

widely used in the literature of embody all

effort to those ends. Some writers use the term

instructional supervision synonymously with

general supervision.

Supervisi yang lakukan oleh

pengawas satuan pendidikan, tentu memiliki

misi yang berbeda dengan supervisi oleh

kepala sekolah. Dalam hal ini supervisi lebih

ditujukan untuk memberikan pelayanan kepada

kepala sekolah dan guru dalam melakukan

pengelolaan kelembagaan dan pembelajaran

secara efektif dan efisien serta

mengembangkan mutu kelembagaan

pendidikan.

Dalam konteks pengawasan mutu

pendidikan, maka supervisi oleh pengawas

satuan pendidikan antara lain kegiatannya

berupa pengamatan secara intensif terhadap

proses pembelajaran pada lembaga pendidikan,

kemudian ditindak lanjuti dengan pemberian

feed back. (Razik, 1995: 559). Hal ini sejalan

pula dengan pandangan L Drake (1980: 278)

yang menyebutkan bahwa supervisi adalah

suatu istilah yang sophisticated, sebab hal ini

memiliki arti yang luas, yakni identik dengan

proses mana-jemen, administrasi, evaluasi dan

akuntabilitas atau berbagai aktivi- tas serta

kreatifitas yang berhubungan dengan

pengelolaan kelembagaan pada lingkungan

kelembagaan setingkat sekolah.

Rifa’i (1992: 20) merumuskan istilah

supervisi merupakan penga- wasan profesional,

sebab hal ini di samping bersifat lebih spesifik

juga melakukan pengamatan terhadap kegiatan

akademik yang mendasarkan pada kemampuan

ilmiah, dan pendekatannya pun bukan lagi

pengawasan manajemen biasa, tetapi lebih

bersifat menuntut kemampuan profesional yang

demokratis dan humanistik oleh para pengawas

pendidikan.

Supervisi pada dasarnya diarahkan

pada dua aspek, yakni: supervisi akademis, dan

supervisi manajerial. Supervisi akademis

menitikberatkan pada pengamatan supervisor

terhadap kegiatan akademis, berupa

pembelajaran baik di dalam maupun di luar

kelas. Supervisi manajerial menitik beratkan

pada pengamatan pada aspek-aspek

pengelolaan dan administrasi sekolah yang

berfungsi sebagai pendukung (supporting)

terlaksananya pembelajaran.

Oliva (1984: 19-20) menjelaskan ada

empat macam peran seorang pengawas atau

supervisor pendidikan, yaitu sebagai:

coordinator, consultant, group leader dan

evaluator. Supervisor harus mampu

mengkoordinasikan programs, goups,

materials, and reports yang berkaitan dengan

sekolah dan para guru. Supervisor juga harus

mampu berperan sebagai konsultan dalam

manajemen sekolah, pengembangan kurikulum,

teknologi pembelajaran, dan pengembangan

staf. Ia harus melayani kepala sekolah dan

guru, baik secara kelompok maupun indivi-

dual. Ada kalanya supervisor harus berperan

sebagai pemimpin kelompok, dalam

pertemuan-pertemuan yang berkaitan dengan

pengem- bangan kurikulum, pembelajaran atau

manajemen sekolah secara umum.

Gregorio (1966) mengemukakan

bahwa ada lima fungsi utama supervisi, yaitu:

sebagai inspeksi, penelitian, pelatihan,

bimbingan dan penilaian. Fungsi inspeksi

antara lain berperan dalam mempelajari

keadaan dan kondisi sekolah, dan pada

lembaga terkait, maka tugas seorang supevisor

antara lain berperan dalam melakukan

penelitian mengenai keadaan sekolah secara

keseluruhan baik pada guru, siswa, kurikulum

tujuan belajar maupun metode mengajar, dan

sasaran inspeksi adalah menemukan

permasalahan dengan cara melakukan

observasi, interview, angket, pertemuan-

pertemuan dan daftar isian.

E. Pemecahan Masalah

Masih kurangnya pemahaman guru

dalam menjabarkan kompetensi dasar kedalam

indikator, merancang metode /strategi dan alat

penilaian pembelajaran berbasis KTSP yang

dikelola oleh guru-guru di KKG SD Negeri 3

Peusangan Selatan, merupakan masalah yang

perlu segera dipecahkan melalui pemberian

model oleh peneliti/Pengawas sekolah.

Langkah-langkah yang ditempuh

dalam pemecahan masalah sebagai berikut :

Zainuddin, Meningkatkan Keterampilan Guru Kelas Membuat Perangkat Pembelajaran Berbasis KTSP

107

Drs. Zainuddin, M.Pd* adalah Pengawas TK/SD Kecamatan Peusangan Kabupaten Bireuen

peneliti menyiapkan suatu model Silabus dan

RPP berbasis KTSP alat dan bahan, serta

lembar obsevasi/penilaian dan keriterianya

yang akan dipakai mengevaluasi Silabus dan

RPP yang dibuat guru, baik sebelum maupun

sesudah memberi tindakan. Selanjutnya peneliti

memberi tindakan melalui pemberian suatu

model Silabus dan RPP berbasis KTSP yang

telah disiapkan dan selanjutnya didiskusikan.

Masing-masing guru diberi tugas membuat

Silabus dan RPP pada kompetensi dasar yang

berbeda kemudian diobservasi dan dievaluasi

kembali sampai indikator keberhasilan tercapai.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil supervisi awal menunjukan

bahwa nilai perolehan guru pada pembuatan

silabus dan Rencana Kegiatan Pembelajaran

(RPP) secara perorangan berada pada katagori

kurang dan sangat kurang bahkan tidak ada

silabus dan RPP yang siap digunakan di kelas,

hal ini disebabkan oleh ketidakpahaman guru

dalam membuat silabus dan RPP yang berbasis

KTSP baik secara individu dan kelompok,

cenderung menggunakan Silabus dan RPP

yang diproduk oleh peserta penataran tingkat

nasional maupun tingkat daerah dengan tidak

menyesuaikan dengan visi dan misi sekolah.

Setelah diadakan pembinaan dan

supervise kelas dengan pemberian model pada

kelompok (KKG) guru kelas berdampak

signifikan terhadap kemampuan guru dalam

pembuatan Silabus dan RPP yang berbasis

KTSP. Berdasarkan hasil dan pembahasan

diatas, ada beberapa kesimpulan yang dapat

disimpulkan dalam penelitian ini : 1)

Kemampuan awal pemahaman guru tentang

Silabus dan RPP yang berbasis KTSP

sebelum diberi perlakuan hanya rata-rata

mencapai 13,88 atau pada kategori D (sangat

kurang), 2) Setelah diberi tindakan selama

siklus I dalam beberapa pertemuan, maka rata-

rata kemampuan guru meningkat hingga

mencapai 23,8 atau pada katagori C dan berada

pada level cukup dan hal ini belum mencapai

target yang diharapkan sesuai dengan indikator

kerja walaupun ada peningkatan secara

signifikat. 3) Setelah siklus II berakhir yang

juga merupakan akhir dari penelitian ini, maka

ada peningkatan yang sangat signifikan

mengenai kemampuan guru menyusun Silabus

dan RPP yang berbasis KTSP. Mencapai

angka 38,75 atau pada katagori A dan berada

pada level sangat baik dan nilai sudah

mencapai indikator penelitian yang diharapkan

oleh peneliti.

DAFTAR PUSTAKA

Cronbach. J. & Snow (1977). Aptitude and

Intructional Methods; a Handbook for

research on instruction. New York:

irvington.

Depdikbud RI. (1993). Pedoman Kegiatan

Belajar Mengajar SD . Mata Pelajaran

Matematika Jakarta.

Depdikbud RI. (1994). Metodik Khusus

Pengajaran Matematika di SD . Jakarta.

Depdikbud RI. (1995-1996). Kurikulum

Pendidikan Dasar GBPP SD. Jakarta

De Porter. & Hernacki. (1999). Quantum

Learning: Membisakan Belajar Nyaman

dan Menyenangkan. Bandung: Penerbit

kaifa.

Direktorat Tenaga Kependidikan , Dirjen

PMPTK Depdiknas ,(2007),Petunjuk

Teknis Penelitian Tindakan Sekolah

,Peningkatan Kompetensi Kepala

Sekolah SD,Jakarta.

______(2007) Pedoman Penyusunan Karya

Tulis Ilmiah Pada Kegiatan

Pengembangan Propesi Guru.

.Direktorat Tenaga Kependidikan.

Gagne. (1977). Condition of Learning. New

York: Holt renheart and Winston.

Jarolimek, J. (1986). Social Studies in

Elementry Education. New York: Mac

Millan Publisher Co.

Luthan, Yusmarni. (2000). Studi Pembelajaran

Mata Pelajaran Matematika dengan

Menerapkan Model Mengajar Advance

Organizer di SD. Tesis tidak

dipublikasikan. Padang: PPS UNP

Padang.

Munandar, utami. (1999). Kreativitas dan

Keberkatan: Strategi Mewujudkan

Potensi Kreatif dan Bakat. Jakarta : PT.

Gramedia Pustaka Utama.

Sumatmadja, Nursid. (1996). Jurnal Pendidikan

Ilmu Sosial. Edisi Kedua, IKIP

Bandung.

Sunal, & Has. (1993). Social Studies and the

elementary/middle school student.

Toronto. Harcourt Brace Jovanovich

College Publishers.

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2014 Volume 19 Nomor 2

108

Drs. Zainuddin, M.Pd* adalah Pengawas TK/SD Kecamatan Peusangan Kabupaten Bireuen

Suryadi, Ace & H.A.R. Tilar (1992) Analisis

Kebijakan: Suatu Pengantar. Bandung:

Remaja Rosdakarya.

Suryasubrata, Sumadi, (1987). Psikologi

Pendidikan. CV. Rajawali, Jakarta.

Suwarno Al-Muchtar. (1991). Pengembangan

Kemampuan Berfikir dan Nilai dalam

Pendidikan IPS (Suatu Studi Budaya

Pendidikan). Disertasi tidak

dipublikasikan. Bandung: PPs IKIP

Bandung.

Winkel, W.S. (1987). Psikologi Pengajaran,

PT. Gramedia Jakarta.

Zainuddin, Meningkatkan Keterampilan Guru Kelas Membuat Perangkat Pembelajaran Berbasis KTSP

109

Dra. Roslina, M.Pd* adalah Dosen dpk pada Universitas Serambi Mekkah

Drs. Agus Wahyuni, ST., M.Pd** adalah Dosen Pend. Fisika FKIP Unsyiah, Aceh

PENGARUH PENGEMBANGAN MEDIA BERBASIS ICT TERHADAP HASIL

PEMBELAJARAN FISIKA SMA/MA DI PROVINSI ACEH

Oleh

Roslina* dan Agus Wahyuni**

Abstrak

Tujuan Penelitian ini dimaksudkan untuk menguji Kelaikan hasil pengembangan

Teknologi Sebagai Media Ajar Untuk Meningkatkan Profesionalisme Guru Dalam

Pembelajaran Fisika SMA/MA Di Provinsi Aceh. Penelitian ini merupakan penelitian

lanjutan tahun ke 2 dari 2 tahun yang direncanakan. Pada penelitian ini menggunakan

desain one group pretest-posttest design sebagai grant design dengan metode

eksperimen. Responden pada penelitian adalah siswa SMA/MA kelas XI di Provinsi

Aceh melalui sampel, pengambilan sampel ditetapkan dengan teknik stratified random

sampling. Untuk mengumpulkan data terkait dengan variabel-variabel yang diteliti,

digunakan soal tes dan dokumentasi. Sebelum digunakan dalam penelitian, semua

instrumen divalidasi terlebih dahulu. Untuk menganalisis data digunakan teknik analisis

deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian dan uji yang dilakukan, dapat disimpulkan

bahwa Ada pengaruh antara penerapan media berbasis ICT terhadap hasil belajar siswa.

Kata Kunci: Media ajar, ICT, profesionalisme guru, Fisika.

Salah satu kebijakan yang dituangkan

dalam propenas 1999-2004 adalah peningkatan

mutu pendidikan nasional. Berbagai upaya

untuk meningkatkan mutu pendidikan akan dan

telah dilakukan, diantaranya dengan

melengkapi sekolah-sekolah dengan berbagai

sarana dan sumber belajar. Hal ini seiring

dengan UU No.20 tahun 2003 tentang

SISDIKNAS yang mensyaratkan agar setiap

satuan pendidikan jalur sekolah menyediakan

sarana belajar yang memadai sebagai

pendukung pelaksanaan pendidikan. Selain itu,

peningkatan mutu pendidikan tidak pernah

lepas dari peran aktif guru sebagai pengajar

dan pendidik untuk menciptakan siswa yang

memiliki kreativitas dan hasil belajar yang

tinggi dengan membuat pembelajaran lebih

bermakna bagi siswa.

Penggunaan media secara kreatif

dapat memungkinkan siswa belajar lebih

banyak, menerapkan apa yang dipelajari

dengan lebih baik, dan meningkatkan

kemampuan mereka sesuai dengan tujuan yang

ingin dicapai. Untuk dapat menggunakan

media sebagai alat bantu pengajaran sehingga

memperoleh hasil yang sesuai dengan yang

diharapkan, seorang guru harus dapat memilih

media yang tepat untuk menyampaikan materi

yang akan diajarkan.

Perkembangan media pembelajaran

saat ini sangat pesat. Oleh karena itu, untuk

mendungkung pengembangan media

pembelajaran interaktif adalah penguasaan

teknologi pengembangan media interaktif oleh

guru. Sebagai alternatif dalam pembuatan

media pembelajaran ini akan menggunakan

software presentasi Microsoft Powerpoint dan

camtasia. Microsoft Powerpoint merupakan

sebuah software yang memberikan banyak

sekali manfaat dalam pembuatan media. Dua

keuntungan pokok dari software ini adalah:

(a) tersedia di semua komputer berprogram

Microsoft Office;

(b) dapat dikembangkan oleh orang yang buta

program komputer.

Quiz creator merupakan software

untuk membuat soal berbasis ICT, kegiatan

yang ditampilkan komputer melalui monitor

dengan menyisipkan suara, langkah ini

memudahkan guru dalam menyampaikan

pembelajaran melalui media yang digunakan.

Melalui software ini dapat menampilkan teks,

gambar, suara, dan menyisipkan video. Dengan

demikian, software ini bisa mengakomodasi

semua kegiatan pembelajaran interaktif seperti

mendengarkan, membaca, dan juga melakukan

pemberian tes secara langsung. Tampilan yang

dihasilkan dari software ini bisa semenarik

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2014 Volume 19 Nomor 2

110

Dra. Roslina, M.Pd* adalah Dosen dpk pada Universitas Serambi Mekkah

Drs. Agus Wahyuni, ST., M.Pd** adalah Dosen Pend. Fisika FKIP Unsyiah, Aceh

program yang dibangun dengan software yang

canggih.

Salah satu komponen interaksi

edukatif adalah media belajar. Media belajar

dapat menunjang untuk mencapai tujuan

kegiatan belajar mengajar, proses komunikasi

dan interaksi harus terjadi secara efektif, oleh

karena itu perlu diupayakan adanya suatu

pembelajaran yang mampu menghubungkan

antara komponen kegiatan belajar mengajar.

Dengan kata lain untuk

mengefektifkan suatu komunikasi dan interaksi

dalam kegiatan belajar mengajar diperlukan

adanya suatu media mengajar sebagai perantara

media belajar meliputi alat dan metode. Namun

dalam hal ini titik tekan media belajar adalah

pada fungsinya sebagai alat peraga atau alat

bantu.

Sudjana (2005:1) mengatakan bahwa,

“Media pengajaran sebagai alat bantu mengajar

ada dalam komponen metodologi sebagai salah

satu lingkungan belajar yang diatur oleh guru.”

Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa

media sebagai alat bantu yang diatur

pemakaiannya oleh guru dan merupakan sarana

untuk memudahkan siswa dalam memahami

suatu materi pelajaran.

Kemajuan teknologi juga telah

memungkinkan format sajian dapat bermacam-

macam, mulai dari kaset, CD (compact disc),

dan DVD (Digital Versatile Disc). Hal ini

dapat mempermudah kita dalam mengajar bisa

lewat video player, VCD, DVD juga bisa

didistribusikan melalui pengembangan media

melalui software-software menjadi suatu

aplikasi sebagai media pembelajaran. Oleh

karena itulah suatu materi yang telah dibuat

melalui microsoft powerpoint kemudian

direkam menggunakan camtasia dan

selanjutnya dijadikan suatu aplikasi

pembelajaran yang dapat digunakan baik untuk

proses pembelajaran tatap muka (langsung)

maupun jarak jauh.

Komputer dengan perangkat lunak

(software) yang direncanakan merupakan

sarana yang baik untuk membantu guru dalam

proses belajar mengajar di sekolah. Menurut

Supriyanto (2005:3), “Komputer merupakan

perangkat elektronik yang dapat menerima

masukan (input), dan selanjutnya melakukan

pengolahan (process) untuk menghasilkan

keluaran (output) berupa informasi”. Komputer

memiliki kelebihan dalam hal: kecepatan, dan

ketepatan yang meyakinkan, mensimulasikan

proses dan percobaan, memberikan pemecahan

masalah grafik, program interaktif, interaksi

dan pengukuran langsung dalam mengolah

data, menyimpan data yang dapat dengan

mudah digunakan kembali. Hal ini dikarenakan

komputer mempunyai berbagai kemampuan

sebagaimana dikemukakan oleh Rusman dkk

(2011:110), yaitu “komputer mampu

menyampaikan informasi dan pengetahuan

dengan tingkat realism yang tinggi. Hal ini

menyebabkan program komputer sering

dijadikan sebagai sarana untuk melakukan

kegiatan belajar yang bersifat simulasi”.

Keunggulan dalam penerapan ICT

dalam pembelajaran yaitu tersedianya

informasi secara luas, cepat, dan tepat, adanya

kemudahan dalam proses pembelajaran dan

dukungan teknologi untuk memudahkan proses

belajar mengajar dan diharapkan dapat

memotivasi, menarik minat belajar siswa.

Penerapan ICT juga membantu guru dalam

memanajemen waktu, meningkatkan efisiensi,

efektivitas dan kualitas pendidikan serta

manajemen pendidikan dengan implementasi

ICT.

UNESCO merumuskan tujuan dari

pengintegrasian ICT dalam kelas untuk;

1. Membangun “Knowledge-Based Society

Habits”, seperti kemampuan

mengkomunikasikan dan mengolah

informasi itu sendiri menjadi pengetahuan

baru.

2. Untuk mengembangkan ketrampilan

menggunakan ICT dan

3. untuk meningkatkan efektifitas dan

efisiensi proses pembelajaran.

METODA PENELITIAN

Untuk melihat pengaruh setelah

penerapan pengembangan media pembelajaran

berbasis ICT, tes dilaksanakan dua kali, yaitu

sebelum dan setelah treatment. Untuk itu,

desain yang digunakan dalam penelitian ini

adalah one group pretest-posttest design, yaitu

perlakuan yang yang diberikan pada suatu

kelompok eksperimen, dan kemudian diamati

pengaruh dari perlakuan tersebut, (Arifin,

2011:77). Perbedaan antara pengamatan awal

dengan pengamatan akhir dianggap sebagai

pengaruh perlakuan. Dengan demikan, hasil

perlakuan dapat diketahui lebih akurat karena

dapat dibandingkan dengan keadaan sebelum

diberi perlakuaan, (Sugiyono 2011:111).

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2014 Volume 19 Nomor 2

111

Dra. Roslina, M.Pd* adalah Dosen dpk pada Universitas Serambi Mekkah

Drs. Agus Wahyuni, ST., M.Pd** adalah Dosen Pend. Fisika FKIP Unsyiah, Aceh

Skema model one group pre-test and post-test

21 OXO 2OX

keterangan

O1 : Pre-test untuk melihat konsepsi awal

siswa sebelum menerapkan pembelajaran

menggunakan media

X : Perlakuan, yaitu menerapkan pembelajaran

dengan menggunakan media.

O2 : Post-test untuk melihat konsepsi siswa

sesudah belajar dengan menggunakan media.

A. Subjek Penelitian

Subyek penelitian adalah Sekolah

Menengah Atas (SMA) dan Madrasah Aliyah

(MA) di 23 daerah kabupaten/kota di Provinsi

Aceh. Mengingat waktu dan dana yang ada,

selanjutnya dipilih 2 (dua) sekolah secara purposif

dari 5 kabupaten/kota. Purposive dilakukan agar

SMA/MA yang dipilih merupakan sekolah

yang “relatif homogen” terutama dari segi

kemampuan terhadap penggunaan teknologi yang

terbagi dalam tiga wilayah yaitu mewakili Pantai

timur (Kabupaten Aceh Tamiang, Pidie Jaya),

Pantai Barat-selatan (Aceh Barat Daya) dan bagian

tengah (Aceh Tengah dan Bener Meriah).

B. Pengolahan data tes

Karena sampel dalam desain

penelitian One Group pretest and posttest

desain adalah sama, uji t yang digunakan

adalah uji t berpasangan (paired sampel t-test).

Menurut Guiford (dalam Johar, 1997:46)

mengatakan bahwa untuk sampel yang

berkolerasi (berpasangan) tidak dilakukan uji F

(homogenitas varians). sedangkan, Arifin

(2011:281) mengatakan bahwa untuk kedua

sampel yang berdistribusi normal jika ukuran

sampel (≥ 30), maka tidak perlu dilakukan uji

normalitas data. Berdasarkan kedua pendapat

ini, peneliti tidak melakukan uji normalitas

maupun uji homogenitas varian.

Uji t berpasangan (paired sampel t-

test) dilakukan dengan tujuan untuk

mengetahui ada tidaknya perbedaan secara

signifikan untuk sebuah sampel dengan subjek

yang sama, tetapi mendapat dua perlakuan

yang berbeda (Najmah, 2011:130). Uji ini

dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 16.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Uji Validitas Tes

Uji validitas dilakukan untuk

mengetahui tingkat valid instrument tes. Uji

validitas dengan N: 225 dan rtabel = 0.13,

ketentuan jika rtabel lebih besar dari rhitung maka

tes tersebut tidak valid. Dengan hasil penelitian

sebagai berikut:

Tabel Uji Validitas Tes

Soal

Tes

Nilai

rhitung

Nilai

rtabel Keterangan

1 0.355 0.13 Valid

2 0.163 0.13 Valid

3 0.173 0.13 Valid

4 0.325 0.13 Valid

5 0.300 0.13 Valid

6 0.489 0.13 Valid

7 0.361 0.13 Valid

8 0.087 0.13 Tidak Valid

9 -0.040 0.13 Tidak Valid

10 0.178 0.13 Valid

11 0.480 0.13 Valid

12 0.254 0.13 Valid

13 0.495 0.13 Valid

14 0.181 0.13 Valid

15 0.455 0.13 Valid

Sumber data: Hasil Penelitian 2014

Berdasarkan tabel di atas, dari 15 butir

soal yang diujikan kepada siswa yang

berjumlah 225 orang. Jumlah soal yang valid

adalah 13 dan 2 tidak valid. Soal yang

digunakan pada tes formatif berjumlah 13 soal

berupa pretes dan postes.

B. Uji Reliabilitas

Reliabitas tes adalah untuk

mengetahui tingkat reliable tes yang

dilaksanakan dengan ketentuan apabila

didapatkan nilai Croanbach’s Alpha kurang

dari 0,600 berarti buruk, sekitar 0,700 diterima

dan lebih dari atau sama dengan 0,800 adalah

baik.

Roslina dan Agus Wahyuni, Pengaruh Pengembangan Media Berbasis ICT

112

Dra. Roslina, M.Pd* adalah Dosen dpk pada Universitas Serambi Mekkah

Drs. Agus Wahyuni, ST., M.Pd** adalah Dosen Pend. Fisika FKIP Unsyiah, Aceh

Tabel 5.2 Reabilitas Tes

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

0.379 13

Sumber data: Olah SPPS 2014

Dengan menggunakan tabel reliabiltas

Cronbach's Alpha pada tabel tergambarkan

bahwa tes tidak reliable yaitu sebaran nilai

siswa yang tidak satu arah.

C. Hasil Belajar Siswa

Dari hasil postes siswa, bahwa sebaran nilai

siswa pada postes sangat bervariasi disetiap

SMA kabupaten kota tempat pelaksanaan

penelitian tetapi hasil penelitian menunjukkan

bahwa penerapan pembelajaran berpengaruh

terhadap hasil belajar siswa. Ketuntasan siswa

mencapai 91.11% atau 205 siswa dan hanya

8.89% atau 20 siswa tidak mencapai

ketuntasan. Selanjutnya rata-rata nilai siswa

77.5, nilai tertinggi siswa 100 dan nilai

terendah siswa 47. Hal ini menunjukkan bahwa

pembelajaran yang dilaksanakan memiliki

tingkat keberhasilan 91.11% berdasarkan

KKM.

Sumber data: Pengolahan data dengan SPSS

D. Uji t-test

Uji t dilakukan terhadap nilai pretes

dan postes yang telah dianalisis dengan

menggunakan SPSS. Berdasarkan tabel Paired

Samples Test dibawah ini terlihat bahwa nilai t

adalah 14,07 dengan probabilitas signifikasi

0,000 < 0,05, Ttabel diperoleh dengan df = 224,

sig 5% (2-tailed) = 1.971. Karena t tabel < dari

t hitung (1.971 < 14.807), maka Tolak Ho dan

Ha diterima, maka dapat disimpulkan bahwa

terdapat pengaruh penggunaan media

pembelajaran berbasis ICT terhadap hasil

belajar siswa.

Paired Samples Statistics

Mean N Std.

Deviatio

n

Std.

Error

Mean

Pair

1

Postes 77.5407 225 9.88470 .65898

pretes 61.0640 225 12.89489 .85966

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair

1

Postes

& pretes

225 -.057 .392

Dari hasil analisis Uji Hipotesis dengan

menggunakan Paired Samples T-Test didapat

kesimpulan bahwa:

1. Melihat table Paired samples statistic nilai

mean untuk pretest (sebelum perlakuan)

adalah 61,06, dan untuk postest (sesudah

perlakuan) nilai mean adalah 77,54,

sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa

nilai rata-rata pretes dan postes lebih besar

postes. Dapat diartikan bahwa penggunaan

media berbasis ICT berpengaruh terhadap

hasil belajar.

2. Melihat table Paired Samples Test dan

Paired samples correlations nilai sig (2-

tailed) 0.000 < 0,05 berarti sangat

signifikan. Dapat disimpulkan bahwa

terdapat perbedaan yang signifikan setelah

pemberian perlakuan (postest) dan

sebelum perlakuan (pretest) sehingga

terdapat pengaruh penggunaan media

berbasis ICT terhadap hasil belajar.

Paired Samples Test

Paired Differences t Df Sig. (2-tailed)

Mean Std.

Deviation

Std. Error

Mean

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair

1

Postes

-

pretes

16.476

67

16.69142 1.11276 14.2838

5

18.66949 14.807 224 .000

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2014 Volume 19 Nomor 2

113

Dra. Roslina, M.Pd* adalah Dosen dpk pada Universitas Serambi Mekkah

Drs. Agus Wahyuni, ST., M.Pd** adalah Dosen Pend. Fisika FKIP Unsyiah, Aceh

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang

telah dilakukan. Maka dalam hal ini dapat

dikemukakan beberapa kesimpulan yaitu:

1. RPP yang dibuat sudah sesuai dengan

kurikulum 2013. Berdasarkan hasil

validasi soal sebanyak 15 butir soal. 13

soal dinyatakan valid.

2. Terdapat pengaruh penggunaan media

pembelajaran berbasis ICT terhadap

hasil belajar siswa di Provinsi Aceh.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terimakasih yang sebesar-

besarnya disampaikan kepada pimpinan bidang

penelitian Kementerian Pendidikan Nasional

Dikti yang telah memberi kesempatan pada

kami untuk melakukan penelitian melalui

SKIM penelitian Hibah Bersaing, Pimpinan

dan staf Lembaga Penelitian Universitas

Serambi Mekkah atas proses serta kepercayaan

kepada kami untuk meneliti, Bapak Dekan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Serambi Mekkah yang telah

menyetujui penelitian ini, dan Kepala Sekolah

beserta guru fisika SMA di provinsi Aceh

tempat peneliti melakukan penelitian yang

telah mengizinkan dan membantu kami untuk

meneliti.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Z. 2011. Penelitian Pendidikan Metode

dan Paragdima Baru. Bandung:

Remaja Rosdakarya

Arikunto, S. 2008 a. Prosedur Penelitian.

Jakarta: Renika Cipta.

Arikunto, S. 2008 b, Dasar-dasar Evaluasi

Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta:

Bumi Aksara

Najmah. 2011. Managemen dan Analisa Data

Kesehatan; Kombinasi Teori dan

Aplikasi SPSS. Yogyakarta:Nuha

Medika

Johar, R. 1997. Penerapan Model

Pembelajaran Perubahan Konseptual

dengan CLS pada Topik

Perbandingan di Kelas II SMP

Khadijah Surabaya. Tesis Tidak

Diterbitkan. Surabaya: Program

Pendidikan Matematika IKIP

Surabaya

Rusman dkk. (2011). Pembelajaran Berbasis

Teknologi Informasi dan Komunikasi.

Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Sudjana. (2005). Strategi Pembelajaran.

Bandung : Falah production

Suprianto, A (2005). Pengantar Teknologi

Informasi. Jakarta : Salemba Infotek

Roslina dan Agus Wahyuni, Pengaruh Pengembangan Media Berbasis ICT

114

Drs. Badaruddin,MDM* adalah Dosen dpk pada Universitas Serambi Mekkah

Drs. Soewarno. S, M.Si** adalah Dosen Pend. Fisika FKIP Unsyiah, Aceh

PENGEMBANGAN MODEL PELATIHAN PENDALAMAN MATERI UNTUK

MENINGKATKAN PROFESIONALISME GURU FISIKA SMA DI KOTA BANDA ACEH

Oleh

Badaruddin* dan Soewarno. S**

Abstrak

Penelitian ini dimaksudkan untuk menguji model pelatihan pendalaman materi berbasis

konsep yang komprehensif bagi guru-guru Fisika SMA yang dapat meningkatkan

profesionalisme guru. Objek penelitian adalah guru-guru Fisika SMA di Kota Banda Aceh,

pengambilan sampel ditetapkan dengan teknik stratified randoom sampling. Variabel yang

menjadi objek penelitian adalah: model pelatihan sebagai variable bebas dan hasil belajar

sebgai variable terikat yang terdiri dari pretes dan postes. Penelitian ini menggunakan pre

eksperimen dengan pre-post one group design. Untuk mengumpulkan data terkait dengan

variabel-variabel yang diteliti, digunakan tes. Sebelum digunakan dalam penelitian,

semua instrumen divalidasi terlebih dahulu. Hipotesis yang diajukan adalah : terdapat

peningkatan penguasaan materi yang signifikan setelah diterapkannya pelatihan berbasis

konsep. Untuk menganalisis data digunakan teknik analisis uji-t. Berdasarkan hasil

penelitian dan analisis data menunjukkan bahwa .

Temuan ini mengindikasikan bahwa model pelatihan pendalaman materi berbasis

konsep yang komprehensif dapat meningkatkan kompetensi professional.

Kata kunci: model, konsep, komprehensif, profesionalisme

Abstract

This study aimed to test the model-based training materials deepening comprehensive

concept for high school physics teachers who can improve the professionalism of

teachers. The object of research is a high school physics teachers in Banda Aceh, set

sampling with stratified sampling randoom. Variable which is the object of research are:

the training model as independent variables and the dependent variables learning

outcomes as composed of pretest and posttest. This study used a pre-experiment with

one-group pre-post design. To collect data related to the variables studied, the test used.

Before being used in the study, all first validated instruments. The hypothesis is: there is

a significant increase in mastery of the material after the implementation of the concept

based training. Techniques used to analyze the data t-test analysis. Based on the results

of research and analysis of the data showed that t_hitung> t_tabel (2.36> 1.67). These

findings indicate that the training model deepening comprehensive concept-based

materials can improve professional competence.

Keywords: models, concepts, comprehensive, professionalisme

Berdasarkan hasil penelitian terhadap

hasil UN tahun 2011 yang dilakukan di SMA

Kota Banda Aceh, ternyata Kompetensi Dasar

(KD) yang tidak dikuasai paling banyak terjadi

pada pelajaran fisika yang mencapai 17 KD.

Berdasarkan hasil penelusuran penyebabnya

adalah KD tersebut tidak diajarkan, hal ini

disebabkan guru tidak menguasai KD

dimaksud (Muhammad Harun, dkk; 2011).

Dari 46 guru fisika SMA di Kota

Banda Aceh yang mengikuti UKG tahun 2012

memperoleh nilai rata-rata 41,63 dengan nilai

tertinggi 63 (hanya 1 orang) dan nilai terendah

14 ( LPMP; 2012). Kenyataan tersebut

mengindikasikan bahwa kompetensi

profesional guru fisika SMA di Kota Banda

Aceh dapat digolongkan masih rendah.

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2014 Volume 19 Nomor 2

115

Drs. Badaruddin,MDM* adalah Dosen dpk pada Universitas Serambi Mekkah

Drs. Soewarno. S, M.Si** adalah Dosen Pend. Fisika FKIP Unsyiah, Aceh

Untuk itu diperlukan suatu desain

model pelatihan pendalaman materi bagi guru-

guru Fisika SMA yang operasional dan praktis

yang dapat meningkatkan kompetensi

profesional. Untuk dapat mendisain model

pelatihan dimaksud, maka diperlukan data

tentang kondisi dan kinerja riel guru Fisika

SMA selama ini serta model pelatihan yang

bagaimana yang dibutuhkan guru sesuai

dengan kondisi yang ada (need assessment).

Berdasarkan hasil penelitian tahun

pertama, ditemukan bahwa rata-rata guru fisika

tidak menguasai konsep secara kompleks.

Artinya kebanyakan dari mereka memahami

konsep-konsep fisika secara hafalan terlebih

konsep yang banyak menggunakan rumus

matematika. Sebagai contoh rumus

penjumlahan vector :

, mereka tidak

mengetahui mengapa rumusnya seperti itu dan

dari mana rumus itu. Mereka hanya tahu bahwa

rumus jumlah vector adalah seperti itu. Lebih

lanjut mereka menginginkan adanya pelatihan

tentang pendalaman materi yang berbasis

konsep, artinya setiap konsep dibahas mulai

dari konsep fisika disertai penurunan konsep

matematik (Asmarol Hidayat; 2013).

Secara umum ada empat bidang

kompetensi yang harus dimiliki oleh guru

untuk menyelenggarakan pembelajaran yang

efektif. Salah satu bidang yang sangat

menentukan keberhasilan pembelajaran adalah

memahami materi subjek yang akan diajarkan

pada siswa (Cooper:1990).

Pengembangan program pelatihan

merupakan desain utama dari aktivitas

pelatihan. Pengembangan program merupakan

proses dalam menentukan materi apa yang

harus diberikan dalam pelatihan, harapan yang

akan dicapai oleh para peserta pelatihan,

prosedur pemberian isi pelatihan, metode yang

digunakan dalam pemberian materi pelatihan,

mengembangkan materi pendukung dan

penilaian untuk peserta pelatihan serta

meletakkan semua aspek-aspek tersebut dalam

periode waktu yang telah dipilih atau

ditentukan, sehingga dapat dikatakan bahwa

pengembangan program pelatihan merupakan

proses dan berorientasi kepada aksi dan

tindakan (Wenting : 1993).

Praktik-praktik pembelajaran hanya

dapat diubah melalui pengujian terhadap cara-

cara guru mengemas dan melaksanakan

pembelajaran. Untuk itu, diperlukan program-

program pembinaan profesi guru. Program-

program tersebut membutuhkan fasilitas yang

dapat memberi peluang kepada mereka

learning how to learn dan to learn about

teaching. Fasilitas yang dimaksud, antara lain

dalam bentuk pelatihan pembelajaran untuk

meningkatkan profesi guru (Santyasa, I.W,

2009).

Isu mengenai program pembinaan

profesi guru melalui pelatihan telah

diungkapkan oleh Suastra (2006), salah satunya

program peningkatan kualitas pembelajaran

melalui pelatihan dan pelaksanaan

pembelajaran dan asesmen inovatif atau

pelatihan dan pelaksanaan lesson study.

Untuk meningkatan kompetensi guru,

perlu dilakukan pembinaan profesi mereka,

yang mana peningkatan tersebut akan

berdampak positif pada peningkatan kualitas

proses pembelajaran dan pada gilirannya akan

berdapak pada hasil belajar siswa. Oleh karena

itu perlu memberikan pelayanan secara kontinu

kepada para guru melalui pembinaan profesi.

Pelayanan yang baik kepada para guru akan

berdampak pada pelayanan yang baik oleh guru

kepada siswa. Pelayanan tersebut dapat

dilaksanakan dalam bentuk pembinaan melalui

aktivitas pelatihan-pelatihan (Santyasa, I.W,

2009).

Tujuan khusus penelitian adalah untuk

menguji kelaikan model yang dikembangkan

pada tahun I melalui eksperimen yaitu : model

pelatihan pendalaman materi berbasis konsep

kepada guru Fisika SMA di Kota Banda Aceh.

METODA PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Sehubungan dengan tujuan utama

penelitian ini, maka penelitian ini dapat

dikategorikan sebagai salah satu jenis penelitian

eksperimen.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian adalah guru

Fisika Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kota

Banda Aceh yang jumlahnya 10 sekolah. Sebagai

sampel sekolah akan diambil seluruh sekolah

(total sampling) . Sebagai sampel guru diambil

satu guru dari setiap kelas (X, XI, dan XII) secara

purposive sampling. Sehingga jumlah sampel

keseluruhan sebanyak 30 orang.

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2014 Volume 19 Nomor 2

116

Drs. Badaruddin,MDM* adalah Dosen dpk pada Universitas Serambi Mekkah

Drs. Soewarno. S, M.Si** adalah Dosen Pend. Fisika FKIP Unsyiah, Aceh

C. Variabel dan Definisi Operasional

Variabel

Variabel utama yang akan diselidiki

dalam penelitian ini adalah kelaikan

pengembangan model. Definisi operasional

masing-masing variabel tersebut adalah:

(1) Kelaikan adalah sejauh mana model yang

dikembangkan dapat meningkatkan

kompetensi professional guru Fisika SMA di

Kota Banda Aceh.

(2) Model adalah model pelatihan

pendalaman materi berbasis konsep yang

komprehensif.

(3) Pengetahuan dan pemahaman guru terhadap

materi dan pembelajaran Fisika, adalah

kondisi pengetahuan konseptual guru

tentang materi dan pembelajaran Fisika.

Kondisi pengetahuan yang dimiliki guru

akan diperoleh melalui uji kompetensi.

D. Pengumpulan dan Analisis Data

1) Instrumen Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan

dalam penelitian ini, sesuai dengan variabel

penelitian, mempergunakan instrumen tes, yaitu

pretes dan postes.

2) Teknik Analisis Data dan Cara Penafsiran

Hasil Penelitian

Analisis didahului dengan uji

prasyarat yang meliputi: uji normalitas, uji

homogenitas, dan uji t-matching. Hipotesis

diuji dengan uji t-pihak kanan. Adapun kriteria

pengujian t pihak kanan yaitu :

Perumusan hipotesis untuk uji satu pihak kanan

adalah H0 :μ ≤ μo melawan Ha : μ > μo

a) Untuk menguji hipotesis ini, jika σ

diketahui maka digunakan statistik t

Kriteria Pengujian;

Tolak Ho, Jika harga t hitung ≥ to .5-α

Nilai to.5-α diperoleh dari distribusi

normal baku dengan peluang (0,5-α) dan

dalam hal lainya Ho diterima.

b) Jika σ tidak diketahui, maka untuk

menguji hipotesis diatas digunakan

statistik t

Kriteria pengujian:

Tolak Ho jika harga t hitung ≥ t1-α dalam

hal ini, t1-α diperoleh dari daftar

distribusi student t dengan peluang (1-α)

dan dk =(n-1). Dan dalam hal lainya Ho

diterima.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan Hasil analisis data, data

berdistribusi normal dan homogen dari jumlah

soal tes pemahaman konsep sebanyak 35

setelah di validitasi oleh pakar dan diuji coba

soal bisa digunakan sebanyak 30 soal, 50 %

kategori soal sedang 30 % kategori mudah dan

30% kategori sukar, dengan reliabiltas sebesar

0.72 Berdasarkan hasil penelitian dan analisis

data menunjukkan bahwa

. Temuan ini

mengindikasikan bahwa model pelatihan

pendalaman materi berbasis konsep dapat

meningkatkan kompetensi professional.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis data dapat

disimpulkan bahwa : pelatihan pendalaman

materi berbasis konsep dapat meningkatkan

kompetensi professional guru Fisika.

1. Saran-Saran

1) Diharapkan kepada peneliti selanjutnya

agar dapat menguji kelaikan model

pelatihan pendalaman materi berbasis

konsep sebagai sebuah model yang dapat

meningkatkan profesionalisme guru

Fisika SMA.

2) Diharapkan kepada guru Fisika SMA di

Kota Banda Aceh agar dapat terus

mengingkatkan pemahamannya tentang

materi agar pembelajaran Fisika dapat

dilakukan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Cooper, James, M. (1990). Classroom

Teaching Skills, Fourth Edition.

Toronto: D.C. Heath And Company

Hidayat, Asmarol, dkk., 2013. Pengembangan

Model Pelatihan Pendalaman Materi

Untuk Meningkatkan Profesionalisme

Guru Fisika SMA Di Kota Banda Aceh.

Laporan Penelitian.

Muhammad Harun, dkk., 2011. Pemetaan dan

Peningkatan Mutu pendidikan Siswa

SMA di Kabupaten Aceh Besar dan

Kota Banda Aceh. Laporan Penelitian.

Penelitian Pemetaan dan pengembangan

Mutu Pendidikan Tahun Anggaran

2011. Ditlitabmas Ditjen Dikti

Kemendiknas.

Badaruddin dan Soewarno. S, Pengembangan Model Pelatihan Pendalaman Materi

117

Drs. Badaruddin,MDM* adalah Dosen dpk pada Universitas Serambi Mekkah

Drs. Soewarno. S, M.Si** adalah Dosen Pend. Fisika FKIP Unsyiah, Aceh

Santyasa, I W., 2009. Keberadaan Dan

Kepentingan Pengembangan Model

Pelatihan Untuk Pembinaan Profesi

Guru, Program Pascasarjana Universitas

Pendidikan Ganesha

Suastra, I W. 2006. Strategi dalam menyikapi

berlakunya Undang-Undang Guru dan

Dosen. Makalah. Disajikan pada

workshop peningkatan profesionalisme

pengawas sekolah se kabupaten

Buleleng, tanggal 24-26 Agustus 2006,

di Singaraja.

Wenting, Tim. (1993). Planning For Effective

Training: A guide to Curriculum

Development. Roma: Food and

Agriculture Organization of The United

Nations.

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2014 Volume 19 Nomor 2

118

Drs. Burhanuddin AG., M.Pd* adalah Dosen dpk pada Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh

Murni, M.Pd., Ph.D* adalah Dosen dpk pada Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh

PORTOFOLIO ASSESSMENT PADA GEOMETRI BIDANG PGSD:

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN

Oleh

Burhanuddin AG* dan Murni*

Abstrak

Dalam memahami kosep-konsep, geometri bidang dianggap mata kuliah salah satu mata

kuliah yang sukar. Hal ini di sebabkan karena geometri bidang dianggap mempunyai

tingkat kesukaran yang tinggi dan sulitnya penyesuaian mahasiswa dengan pembelajaran

yang ada di dunia barunya yaitu universitas. Selain itu, penilaian dosen juga dianggap

lebih menitikberatkan pada aspek kognitif saja. Oleh karena itu, perlu adanya penilaian

yang dapat mengembangkan kesuluruhan aspek (kognitif, afektif, psikomotorik, dan

emosional) yaitu authentic assessment dengan portofolio.Target khusus dalam penelitian

ini adalah: (1) dapat menghasilkan instrumen Portopolio Asessment pada Pembelajaran

Giometri Bidang yang dilengkapi dengan kontrak perkuliahan (SAP); (2) Buku Panduan

Mahasiswa; (3) Lembar Kerja Mahasiswa; (4) Buku Pegangan Guru SD dalam

pembelajaran Giometri Bidang SD; (5) Jurnal Internasional; (6) Jurnal Nasional; (7)

Workshop Guru SD Aceh Besar. Penelitian ini dilakukan dengan sampelnya yaitu

mahasiswa PGSD di Universitas Serambi Mekkah, karena diharapkan nantinya mereka

dapat mempraktekannya langsung untuk siswa-siswa di SD yang merupakan level awal

khususnya dalam mempelajari geometri (Tujuan Jangka Panjang). Pengembangan

penelitian ini dilakukan mengikuti 5 (lima) tahapan pengembangan Plomp yang

dimodifikasi dengan memandu tahapan pengembangan material (produk) oleh Nieveen

dengan memperhatikan 3 aspek kualitas, yakni aspek kevalidan, aspek kepraktisan, dan

aspek keefektifan (Metode). Sehingga diharapkan mendapat suatu penilaian geometri

yang menilai keseluruhan aspek. Untuk menyadarkan mahasiswa semakin mengetahui

dan menyadari pentingnya selalu meningkatkan Kualitas Kemampuan Berfikir Kritis

dalam Melaksanakan Pembelajaran Giometri di SD. Bertujuan agar mahasiswa PGSD

semakin mengetahui dan menyadari bahwa aspek penilaian tidak hanya unsur kognitif,

melainkan juga aspek psikomotorik dan afektif untuk dapat meningkatkan kreativitas

mahasiswa PGSD dalam pembelajaran Giometri Bidang. Bagi Mahasiswa PGSD, dapat

dijadikan sebagai tahap awal pelatihan dalam mengaplikasikan kurikulum 2013 pada

mata kuliah Pembelajaran Giometri Bidang

Keyword: assessment, portofolio, geometri bidang, PGSD, Pembelajaran Matematika.

Geometri bidang adalah salah satu

mata kuliah yang sangat penting dan

fundamental untuk di pelajari oleh mahasiswa

S-1 PGSD. Sangat penting, karena konsep

geometri bidang dan beberapa prinsip

teraplikasi secara langsung dalam kehidupan

sehari-hari maupun dalam beberapa ilmu

lainnya. Fundamental, karena pada mata kuliah

selanjutnya hampir semua menggunakan

geometri bidang.

Dalam pembelajaran Mata Kuliah

Geometri di S-1 PGSD, mahasiswa atau calon

guru harus mampu mengenali dan memahami

konsep-konsep dalam geometri bidang, mulai

bentuknya, pengertiannya, ciri-cirinya,

membuktikan dan mengaplikasikannya dalam

kehidupan sehari-hari.

Kenyataan di lapangan menunjukkan

bahwa pada umumnya mahasiswa merasa

sukar dalam mengenali dan memahami

konsep-konsep geometri bidang. Hal ini

terbukti dengan nilai rata-rata mahasiswa

kurang dari 3. Dugaan sementara, (1) konsep

dalam geometri bidang memiliki kesukaran

agak tinggi, (2) pembelajaran di SMA berbeda

dengan PT sehingga kabanyakan mahasiswa

kaget dengan sistem pembelajarannya dan (3)

penilaain dosen lebih cenderung pada

pemahaman konsep secara kognitif, dan

kurang memperhatikan aspek afektif dan

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2014 Volume 19 Nomor 2

119

Drs. Burhanuddin AG., M.Pd* adalah Dosen dpk pada Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh

Murni, M.Pd., Ph.D* adalah Dosen dpk pada Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh

psikomotorik. Khusus point (3), di perlukan

suatu penerapan penilaian (assessment) yang

lebih mengukur kemampuan mahasiswa secara

keseluruhan yang disebut dengan authentic

assessment yang dalam pelaksanaannya

menggunakan portofolio. Penerapan authentic

assessment ini bertujuan untuk

mengembangkan keseluruhan aspek penilaian

baik langsung maupun tidak langsung(kognitif,

afektif, psikomotor, dan emosional

mahasiswa). Authentic assessment di terapkan

untuk lebih menggiatkan para mahasiswa agar

mampu mengenali dan memahami konsep

geometri bidang dan mendemonstrasikan

pengalaman belajar serta dapat

mengaplikasikannya di sekolah dasar. Gagasan

utama penerapan model assessment ini adalah

supaya mahasiswa S-1 PGSD meninggalkan

assessment konvensional yang biasa digunakan

oleh pendidik, karena dipandang kurang

relevan dan kreatif dengan kondisi riil peserta

didik. Oleh karena itu, para pendidik ditantang

untuk mampu mengidentifikasi bagaimana

cara mahasiswa dalam mendemonstrasikan

pengalaman belajarnya secara baik dan tepat,

serta mereka harus mampu memilih standar

penilaian yang cocok (adekuat) dalam

mengakses performance mahasiswa (Savage

and Amstrong, 1996), seperti yang

diamanatkan oleh Kurikulum 2013.

Urgensi (keutamaan) Penelitian

Kebijakan penilaian (assessment)

merupakan bagian dari reformasi Sistem

Pendidikan Nasional sebagaimana tertuang

dalam Undang-undang Republik Indonesia

Nomor 20 Tahun 2003, yang dalam

pelaksanaannya diatur melalui Peraturan

Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang

Standar Nasional Pendidikan. Penilaian

(assessment) adalah istilah umum yang

mencakup semua metode yang biasa

digunakan untuk menilai dan mengumpulkan

informasi baik sera individu maupun peserta

didik. Proses penilaian mencakup

pengumpulan bukti secara langsung yang

menunjukkan pencapaian belajar peserta didik.

Penilaian merupakan suatu pernyataan

berdasarkan sejumlah fakta untuk menjelaskan

karakteristik seseorang atau sesuatu (Angari,

2005). Penilaian juga diartikan sebagai

kegiatan menafsirkan data hasil pengukuran

atau kegiatan untuk memperoleh data dan

informasi tentang pencapaian kemajuan belajar

peserta didik.

Portofolio adalah kumpulan dokumen

atau jurnal dan karya-karya peserta didik

dalam bidang tertentu yang diorganisasikan

untuk mengetahui minat, perkembangan

prestasi, dan kreativitas peserta didik. Bentuk

ini cocok untuk mengetahui perkembangan

unjuk kerja peserta didik dengan menilai

bersama karya-karya atau tugas-tugas yang

dikerjakannya. Peserta didik dan pendidik

perlu melakukan diskusi untuk menentukan

skor penilaian. Perkembangan kemampuan

peserta didik dapat dilihat pada hasil penilaian

portofolio. Sistem penilaian meliputi kegiatan

perancangan dan pelaksanaan penilaian,

analisis dan tindak lanjut hasil penilaian, serta

pelaporan penilaian. Mekanisme penilaian

hasil belajar peserta didik digambarkan

pada bagan berikut:

Bagan 1. Mekanisme Penilaian

Hasil pengembangan dari penelitian

ini diutamakan untuk kepentingan teoritis dan

praktis, yaitu:

1) diharapkan dapat memberikan sumbangsih

dalam pembelajaran matematika terutama

terkait dengan pembelajaran mata kuliah

Geometri bidang.

Perencanaan

Pelaksanaan

Analisis hasil

Tindak lanjut

hasil

Pelaporan hasil

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2014 Volume 19 Nomor 2

120

Drs. Burhanuddin AG., M.Pd* adalah Dosen dpk pada Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh

Murni, M.Pd., Ph.D* adalah Dosen dpk pada Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh

2) diharapkan dapat meningkatkan keaktifan

dan kreativitas dalam mempelajari

geometri bidang PGSD

3) diharapkan dapat menjadikan model

assessment alternatif yang dapat

membantu dosen dalam memacu minat

dan motivasi mahasiswa S-1 PGSD dalam

belajar Geometri bidang.

Inovasi yang ditargetkan dalam penelitian

ini adalah:

a) Bagi dosen, sebagai bahan pertimbangan

dalam perkuliahan untuk pemilihan

strategi pembelajaran dan model

assessment sehingga dapat

menumbuhkan minat, motivasi dan

semangat belajar bagi mahasiswa PGSD

untuk memperoleh hasil belajar yang

lebih baik dan berkualitas

b) Bagi guru Calon Guru SD dan Guru SD,

dapat dijadikan sebagai alternatif pilihan

dalam mengajar materi Geometri bidang

c) Bagi lembaga, sebagai bahan informasi

yang dapat dijadikan pertimbangan dalam

menetapkan Kurikulum 2013 di Program

Studi Pendidikan Matematika FKIP,

d) Bagi mahasiswa PGSD, semakin

mengetahui dan menyadari bahwa aspek

penilaian tidak hanya unsur kognitif,

melainkan juga unsur lainnya yaitu aspek

psikomotorik dan afektif.

METODA PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah dan

tujuan penelitian yang telah ditetapkan, maka

jenis penelitian ini termasuk penelitian

pengembangan (developmental research).

Menurut Seels & Richey (dalam Richey &

Nelson, 1996), penelitian pengembangan

berorientasi pada pengembangan produk

dimana proses pengembangannya

dideskripsikan seteliti mungkin dan produk

akhirnya dievaluasi. Dalam penelitian ini yang

dikembangkan berupa model pembelajaran,

perangkat pembelajaran, dan instrumen-

instrumen yang diperlukan. Proses

pengembangan berkaitan dengan kegiatan pada

setiap tahap-tahap pengembangan. Produk

akhir dievaluasi berdasarkan aspek kualitas

produk yang ditetapkan. Pengembangan model

dilakukan mengikuti 5 (lima) tahapan

pengembangan model perancangan pendidikan

dari Plomp. Model perancangan pendidikan

tersebut masih terlalu umum, sehingga

dipandang perlu melakukan modifikasi dengan

memadu tahapan pengembangan material

(produk) oleh Nieveen dengan memperhatikan

3 aspek kualitas, yakni aspek kevalitan, aspek

kepraktisan, dan aspek keefektifan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kegiatan yang Dilaksanakan dan yang

akan Dilaksanakan

Kegiatan penelitian yang telah

dilakukan adalah pada tahapan pembuatan

Prodak yang dihasilkan pada tahun pertama

adalah : (1) Naskah SAP (Satuan Acara

Perkuliahan); (2) Naskah Buku Panduan

Mahasiswa (BPM); (3) Lembar Kerja

Mahasiswa (LKM); (4) Buku Authentik

Asessment Mahasiswa (B2AM); (5) Drap

Buku Pegangan Guru (BPG) dan pelaksanaan

penelitian akan dilaksanakan pada tahun

kedua. Pada Tahun ke dua dianalisis kembali

dan disempurnakan kemudian diuji cobakan.

Hasil ujicoba pada tahun kedua Semua Prodak

direvisi jika perlu ini diputuskan oleh para ahli

dan disempurnakan. Pada tahun ketiga

konsentrasi prodak akhir yaitu menghasilkan

Buku Pegangan Guru dan Sekaligus dapat

digunakan oleh Calon Guru SD (Mahasiswa

PGSD) dan Guru SD, Geometri Bidang

kopetensi “Bangun Datar”. Sedangkan

tahapan penyusunan Naskah dan Drap Prodak

laporan penelitian (untuk tahun pertama).

B. Hasil pada Fase lnvestigasi Awal

Investigasi Awal dilakukan kajian

terhadap (1) permasalahan pembelajaran

matematika di PGSD, (2) teori-teori yang

relevan dengan model pembelajaran yang

dikembangkan, (3) teori tentang

pengembangan model pembelajaran, (4)

analisis kondisi Mahasiswa, dan (5) analisis

kurikulum. Dari investigasi awal

pengembangan pembelajaran Portofolio

Asessment Geometri Bidang kopetensi

“Bangun Datar”. Masalah-masalah

pembelajaran dalam giometri Kopetensi

“Bangun Datar untuk meningkatkan

kemampuan hasil belajar mahasiswa

mengggunakan Authentik Asessment melalui

Portofolio. Mahasiswa belum sepenuhnya

mengetahui dan menyadari bahwa aspek

penilaian tidak hanya unsur kognitif,

melainkan juga aspek lainnya yaitu

psikomotorik dan afektif. (1) rendahnya minat

Burhanuddin AG. dan Murni, Portofolio Assessment pada Geometri Bidang PGSD

121

Drs. Burhanuddin AG., M.Pd* adalah Dosen dpk pada Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh

Murni, M.Pd., Ph.D* adalah Dosen dpk pada Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh

dan motivasi mahasiswa untuk mempelajari

giometri (bangun datar dan bangun ruang), (2)

strategi pembelajaran giometri yang

dilaksanakan dosen belum seluruhnya

menggambarkan penataan ke arah pentingnya

mahasiswa mengetahui dan menyadari bahwa

aspek penilaian tidak hanya unsur kognitif,

melainkan juga aspek psikomotorik dan afektif

(3) aspek psikomororik dan motorik sangat

sungkan dilakukan, dan (4) strategi dosen

dalam mengajarkan bangun datar lebih

dominan kepada kognitif dalam upaya

meningkatkan hasil belajar.

Hasil investigasi awal menunjukkan

bahwa perlu adanya penataan pembelajaran

bangun datar hal ini untuk membentuk dan

mengembangkan kemampuan Calon Guru

Sekolah Dasar mengetahui dan menyadari

bahwa aspek penilaian tidak hanya unsur

kognitif saja melainkan juga aspek

psikomotorik dan afektif. Sehingga nantinya

pembelajaran bangun datar di SD diharapkan

mengalami beberapa perubahan antara lain :

(1) perubahan prilaku belajar mengajar, (2)

reorientasi tujuan pembelajaran bangun datar

dan bangun ruang dan strategi pembelajaran

yang disesuaikan dengan karakteristik bangun

datar dan bangun ruang dan kaitannya dengan

penyadaran mahasiswa Calon Guru SD bahwa

aspek penilaian itu tidak hanya unsur kognitif

melainkan juga aspek psikomotorik dan afektif

yang menilai kemampuan siswa/muridnya

nanti secara komperhensip yang dalam

pelaksanaannya menggunakan portofolio, dan

(3) metode penilaian hasil belajar mahasiswa

yang berterusan/komprehensif.

Melalui perubahan pembelajaran di

atas, mengakibatkan perlu adanya skenario

baru dalam pembelajaran bangun datar dan

bangun ruang untuk mengembangkan

kemampuan mahasiswa Calon Guru Sekolah

Dasar mengetahui dan menyadari aspek

penilaian itu tidak hanya unsur kognitif saja

melainkan juga aspek psikomotorik dan afektif

melalui portofolio asessment, yaitu dengan

pemberian soal yang berkenaan (ada) dalam

kehidupan sehari-harinya atau yang paling

sering dilakukan dan dilihat mahasiswa.

Pengembangan porofolio asessment berupa

catatan anekdotal, yaitu berupa lembaran

khususnya selama berlangsung proses

pembelajaran. Lembaran ini memuat identitas

yang diamati, waktu pengamatan, dan lembar

rekaman kejadiannya, yang meliputi kognitif,

afektif, dan psikomotor. Catatan anekdotal

dalam assessment portofolio terdiri dari jurnal

belajar harian, lembar kerja mahasiswa dan

buku panduan mahasiswa, rangkuman materi

yang sudah dijelaskan, pekerjaan rumah,

proyek, latihan soal, kuis, ulangan harian, dan

refleksi akhir pembelajaran dan aktivitas

mahasiswa: (1) Jurnal Belajar Harian; (2)

Lembar Kerja Mahasiswa (LKM) dan Buku

Panduan Mahasiswa (BPM); (3) Rangkuman

Materi: (4) Pekerjaan Rumah (PR); (5) Proyek

(6) Latihan Soal; (7) Kuis; (8) Ulangan

Harian; (9) Refleksi Akhir Pembelajaran.

C. Hasil pada Fase Desain

Rencana pembelajaran yang disusun

berdasarkan pada komponen komponen

pembelajaran, analisis kurikulum, analisis

topik dan analisis tugas yang dijabarkan

berdasarkan materi pembelajaran untuk

mencapai kompotensi yang ditetapkan.

Berdasarkan analisis kurikulum, dipilih satu

kompetensi, yaitu: "Bangun Datar".

Kompetensi dasar dan kriteria kinerja

dirumuskan kembali agar sesuai dengan tujuan

pembelajaran. Berdasar analisis topik

ditetapkan banyak waktu yang tersedia untuk

mengajarkan kompetensi tersebut adalah 5

Satuan Acara Perkuliahan (14 s/d 16 kali

pertemuan).

Lembar kegiatan siswa disusun

berdasarkan pada unsur-unsur Portofolio

Asessment, baik jawaban dan cara mahasiswa

dalam menjawab. Lembar kerja mahasiswa

disusun dengan sistematika, persepsi, tujuan,

materi, dan kesimpulan, dan soal

Pengembangan pembelajaran Portofolio

Asessment kemudian ditutup dengan latihan.

Jawaban latihan pada lembar kerja mahasiswa

diberikan untuk pegangan dosen dalam

membimbing mahasiswa. Dalam pelitian ini

kegiatan yang dilakukan adalah memilih

format dan jenis instrumen yang dibutuhkan,

menetapkan aspek dan indikator pengukuran

kevalidan, keterlaksanaan, dan keefektifan

model untuk masing-masing jenis instrumen,

merancang aturan dan kriteria penentuan

validitas dan reliabilitas masing-masing jenis

instrumen.

D. Hasil pada Fase Realisasi

1. Hasil Realisasi Satuan Acara Perkuliahan

(SAP)

Satuan Acara Perkuliahan (SAP),

Lembar Kerja Siswa (LKS) dan Buku Panduan

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2014 Volume 19 Nomor 2

122

Drs. Burhanuddin AG., M.Pd* adalah Dosen dpk pada Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh

Murni, M.Pd., Ph.D* adalah Dosen dpk pada Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh

Mahasiswa (BPM) adalah perangkat

pembelajaran yang dihasilkan. Secara

operasional komponen-komponen model

dijabarkan dalam satuan acara perkuliahan.

Kegiatan perkuliahan berisikan lembaran

kegiatan mahasiswa dan dosen menuruti

langkah-langkah pembelajaran beserta alokasi

waktu yang direncanakan.

2. Hasil Realisasi Lembar Kegiatan

Mahasiswa (LKM)

Dalam Lembar Kerja Mahasiswa,

dibuat langkah-langkah penyelesaian masalah

Bangun datar dan kegiatan yang menimbulkan

minat mahasiswa untuk mengkomunikasikan

ide mereka dalam bentuk tulisan. Dari proses

penyelesaian masalah, mahasiswa dituntut

membangun konsep dan menuliskannya

dengan kalimat sendiri/kata-katanya sendiri

pada kotak yang disediakan pada Lembar

Kerja Mahasiswa tersebut. Kegiatan akhir pada

Lembar Kerja Siswa disajikan soal-soal

aplikasi kemampuan kreatifitas.

3. Hasil Realisasi Buku Panduan Mahasiswa

(BPM)

Dalam Buku Panduan Mahasiswa,

dibuat langkah-langkah penyelesaian masalah

dan kegiatan yang bertujuan

mahasiswa dapat mengaplikasikan dan

menimbulkan minat mahasiswa untuk

mengkomunikasikan ide mereka dalam bentuk

tulisan. Dari proses penyelesaian masalah,

Dosen dituntut membimbing mahasiswa

sehingga Dosen dapat menuntut mahasiswa

membangun konsep dan menuliskannya

dengan kalimat sendiri/kata-katanya sendiri

pada kotak yang disediakan pada Buku

Panduan Mahasiswa. Kegiatan akhir pada

Buku Panduan Mahasiswa disajikan soal-soal

aplikasi kemampuan kreatifitas untuk

kopetensi berikutnya. Untuk menunjang

aktifitas pembelajaran digunakan Buku

Panduan Mahasiswa BPM. BPM juga

digunakan dosen untuk Projek yang dilakukan

mahasiswa yang dipandu oleh dosen dengan

menerapkan materi bangun datar bangun ruang

dengan mengambil contoh-contoh atau benda-

benda yang ada dalam dikehidupannya serta

menyelesaikan masalah bangun datar dan

bangun ruang secara bertahap. BPM juga

digunakan dosen menugaskan mahasiswa

merangkum materi yang telah dipelajari dari

pada pertemuan tersebut, kemudian dosen juga

meminta mahasiswa untuk mencari

imformasi/bahan dari internat dan dari dua

sumber itu membuat rangkuman materi

tersebit. Pada pertemuan selajunya

dikumpulkan.

SIMPULAN Berdasarkan temuan-temuan dan hasil

analisis data, dapat disimpulkan hal-hal

sebagai berikut.

1.Pengalaman pakar dan data persepsi dapat

disimpulkan bahwa Pengembangan

portofolio Asessment pembelajaran

Geometri bidang, yang dikembangkan

dapat diterapkan secara praktis dan efektif

dalam pelaksanaan pembelajaran Geometri

Bidang Kompetensi “Bangun Datar” untuk

mahasiswa PGSD USM menggunakan

perangkat pembelajaran yang disediakan.

2. Menghasilkan perangkat pembelajaran

pendukung Portofolio Asessment dalam

pelaksanaan pembelajaran giometri

Authentik Asessment melalui Portofolio

kompetensi "bangun datar” yang akan

memenuhi kriteria kevalidan, kepraktisan,

dan keefektifan. Perangkat pembelajaran

terdiri dari Satuan Acara Perkuliahan

(SAP); (BPM); (B2AM); (BPG) dan

Instrument lainnya.

3 Pengalaman pakar dan data persepsi .

Pembelajaran Geometri Kompetensi

“Bangun Datar” dapat di uji cobakan pada

Mahasiswa PGSD, Bertujuan agar

mahasiswa PGSD semakin mengetahui dan

menyadari bahwa aspek penilaian tidak

hanya unsur kognitif, melainkan juga aspek

psikomotorik dan afektif untuk dapat

meningkatkan kreativitas mahasiswa PGSD

dalam pembelajaran Giometri Bidang.

4. Untuk Mahasiswa, dapat dijadikan sebagai

tahap awal pelatihan dalam

mengaplikasikan kurikulum 2013 pada

mata kuliah Pembelajaran Giometri

Bidang Untuk menyadarkan mahasiswa

semakin mengetahui dan menyadari

pentingnya selalu meningkatkan Kualitas

Kemampuan Berfikir Kritis dan kreatif

dalam Melaksanakan Pembelajaran

Geometri Bidang di SD.

Burhanuddin AG. dan Murni, Portofolio Assessment pada Geometri Bidang PGSD

123

Drs. Burhanuddin AG., M.Pd* adalah Dosen dpk pada Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh

Murni, M.Pd., Ph.D* adalah Dosen dpk pada Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh

DAFTAR PUSTAKA

Akker, d. v. J., Branch, M.R., Gustafson, K.,

Nieveen, N., and Plompt, T. 1999.

Design Approaches and Tools in

Education and Training.

Dordrecht/Boston/London: Kluwer

Academic Publishers.

Angari, Angie Siti. 2005. Rubrik sebagai salah

satu alat assessment. Makalah

disajikan dalam Seminar Nasional

Pendidikan Matematika, himpunan

Matematika indonesia Bekerjasama

dengan SBI MADANIA Parung,

Bogor, 9-11 April.

Arikunto, S. 1999. Dasar-Dasar Evaluasi

Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu

Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka

Cipta.

Borich D, G. 1992. Effective Teaching Method.

New Jersey: Prentice Hall Inc.

Borich, G.D. 1994. Observation Skills for

Effective Teaching. New York:

Macmillan Publishing Company.

Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga

Kependidikan dan Ketenagaan

Perguruan Tinggi Direktorat Jenderal

Pendidikan Tinnggi Fepdiknas. 2005.

Pengembangan Sistem Assessment

Berbasis Kompetensi, Buku I Pedoman

Umum. Jakarta: Dirjen Dikti.

Doolittle, P.E. & Camp, G.W. 1999.

Constructivism : The Career and

Technical Education Perspective.

Journal of Vocational and Technical

Education. Volume 16, Number 1,

Fall 1999. (http://scholar.lib.vt.edu/

ejournals/ JVTE/v16n1/doolitle.pdf,

diakses 4 Januari 2006)

Grinnell, Jr, R.M. 1988. Social Work Research

and Evaluation (Third Edition)

Illionis: F.E. Peacock Publisher Inc.

Grounlund, N.E. 1982. Constructing

Achievement Test, (Third Edition).

Englewood Cliff: Printice-Hall.

Johnson, E.B. 2002. Contextual Teaching and

Learning, what it is and why it’s here

stay. California: Corwin Press, Inc.

Hudojo, Herman. 2001. Mengembangkan

Kurikulum dan Pembelajaran

Matematika. Jurusan Pendidikan

Matematika: FMIPA UM Malang

Kahfi, Muhammad, Shohibul. 2005. Panduan

Belajar Mengembangkan Perangkat

Pembelajaran Maetematika dalam

Kurikulum Berbasis Kompetensi.

Malang. FMIPA UM.

Karim, Muchtar Abdul. 2004. Assessment

Authentic dalam Pembelajaran

Matematika di Sekolah. Makalah

Disajikan dalam Seminar Dan

Worksop Calon Fasilitator Kolaborasi

FMIPA UM-MGMP kota Malang.

Malang, 19-20 Maret 2004.

Linn, R.L & Gronlund, N.E. 1995.

Measurement and assessment in

Teaching. New Jersey: Prentice Hall

Regent.

McCallum et.al. 1996. Teacher’s Own

Assessment: ed. Craft, A “Primary

Education Assessing and Planning

Learning”. Routledge.

Plomp, T. 1997. Educational and Training

System Design. Enschede,

Netherlands: Twente University.

Reigeluth, C.M. 1996. “What is instructional

Design Theory and How is It

Changing?”. In Reigeluth, C.M. (Ed).

Instructional design Theories and

Models : A New Paradigm of

Instructional.

Richey, R. and Nelson. 1996. “Developmental

Research”. In Jonassen (Ed)

Handbook of Research for

Educational Communications and

Technology. New York: Macmillan

Simon & Schuster.

Robinson. 1998. Student Portofolio in

Mathematics. The Mathematic

Theacher.

Rusoni, Elin. 2002. Portofolio dan Pradikma

Baru dalam Penilaian Matematika.

(http://www.depdiknas.go.id, diakses

05 April 2008)

Savage V. TOM and Amstrong G. David.

1996. Effective Teaching in Elementary

Social Studies. New Jersey: Prentice

Hall, Inc.

Setyono, B. 2004. Penilaian Authentic dalam

KBK. Dalamjurnal Pengembangan

Pendidikan Vol. 2, No. 4 tahun 2005.

Slavin E, R. 1997. Educational Psychology

Theory and Practice. A Viacom

Company.

Surapranata, S.& Hatta, M. 2006. Penilaian

Portofolio. Bandung : PT Remaja

Rosdakarya.

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2014 Volume 19 Nomor 2

124

Drs. Burhanuddin AG., M.Pd* adalah Dosen dpk pada Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh

Murni, M.Pd., Ph.D* adalah Dosen dpk pada Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh

Susilo & Subaidah. 2004. Assessment

Portofolio dalam Pembelajaran

Matematika dan Sain. Makalah

disajikan dalam Seminar dan

Workshop Calon Fasilitator

Kolaborasi FMIPA UM-MGMP Kota

Malang, Malang, 19-20 Maret 2004.

Yasin, Anas. 2002. Penerapan Model

Assessment Portofolio pada

Pengajaran Bahasa Inggris.

Gentengkali. Vol, 4, (3 dan 4) : hlm.

64.

Zainul, A dan Nasoetion, N. 1997. Penilaian

Hasil Belajar. Jakarta: PAU untuk

Peningkatan dan Pengembangan

Aktivitas Instruksional Ditjen Dikti

Depdiknas.

Burhanuddin AG. dan Murni, Portofolio Assessment pada Geometri Bidang PGSD