pmr dgn stad bab 2

14
4 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Menurut tim penyusun KBBI dalam jurnal scholaria (2011: 203) hasil belajar adalah penguasaan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes dan angka yang diberikan oleh guru. Sedangkan menurut Mulyono Abdulrahman dalam jurnal scholaria (2011: 203) hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan hasil belajar. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan hasil belajar merupakan tingkat pencapaian suatu tujuan pembelajaran matematika yang dilihat dari aspek kognitif atau pencapaian bentuk perubahan perilaku yang cenderung menetap. Hal ini dapat dilihat dari proses belajar yang dilakukan pada waktu tertentu, yang dihasilkan dari usaha dengan cara latihan dan pengalaman belajar. Untuk memperoleh hasil belajar diperlukan penilaian atau dilakukan evaluasi pada siswa yang merupakan tindak lanjut atau cara yang dilakukan untuk mengukur tingkat penguasaan siswa dalam proses mengajar sesuai dengan tujuan pembelajaran. Menurut Susianha dalam jurnal scholaria (2011: 205) Hasil belajar yang dicapai oleh siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari luar siswa. Faktor yang datang dari siswa yaitu kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemapuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Hasil belajar siswa disekolah mencapai 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30 % dipengaruhi oleh lingkungan. Untuk mencapai hasil belajar sesuai apa yang diharapkan, maka kedua faktor tesebut harus saling mendukung dan saling melengkapi untuk menghasilkan hasil belajar yang optimal.

Upload: wahyu-ardi

Post on 21-Oct-2015

20 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

fdss

TRANSCRIPT

Page 1: Pmr Dgn Stad Bab 2

4

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Hasil Belajar

Menurut tim penyusun KBBI dalam jurnal scholaria (2011: 203) hasil

belajar adalah penguasaan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh mata

pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes dan angka yang diberikan oleh

guru. Sedangkan menurut Mulyono Abdulrahman dalam jurnal scholaria (2011:

203) hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui

kegiatan hasil belajar.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan hasil belajar merupakan

tingkat pencapaian suatu tujuan pembelajaran matematika yang dilihat dari aspek

kognitif atau pencapaian bentuk perubahan perilaku yang cenderung menetap. Hal

ini dapat dilihat dari proses belajar yang dilakukan pada waktu tertentu, yang

dihasilkan dari usaha dengan cara latihan dan pengalaman belajar. Untuk

memperoleh hasil belajar diperlukan penilaian atau dilakukan evaluasi pada siswa

yang merupakan tindak lanjut atau cara yang dilakukan untuk mengukur tingkat

penguasaan siswa dalam proses mengajar sesuai dengan tujuan pembelajaran.

Menurut Susianha dalam jurnal scholaria (2011: 205) Hasil belajar yang

dicapai oleh siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor dari dalam diri

siswa dan faktor dari luar siswa. Faktor yang datang dari siswa yaitu kemampuan

yang dimilikinya. Faktor kemapuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil

belajar yang dicapai. Hasil belajar siswa disekolah mencapai 70% dipengaruhi

oleh kemampuan siswa dan 30 % dipengaruhi oleh lingkungan.

Untuk mencapai hasil belajar sesuai apa yang diharapkan, maka kedua

faktor tesebut harus saling mendukung dan saling melengkapi untuk

menghasilkan hasil belajar yang optimal.

Page 2: Pmr Dgn Stad Bab 2

5

2.1.2 Pendekatan Matematika Realistik

Pendekatan matematika realistik merupakan sebuah pendekatan

pembelajaran matematika yang berawal dari pandangan Hans Freudenthal.

Pendekatan ini memandang matematika sebagai kegiatan manusia dan harus

dikaitkan dengan realitas. Artinya, matematika harus dekat dan relevan dengan

kehidupan siswa sehari-hari.

Menurut Yusuf Hartono (2008: 7.1) Pendekatan matematika realistik

(PMR), adalah sebuah pendekatan belajar matematika yang dikembangkan sejak

tahun 1971 oleh sekelompok ahli matematika dari Freudenthal Institute, Utrecht

University di Negeri Belanda. Pendekatan ini didasarkan pada anggapan Hans

Freudenthal (1905 – 1990) bahwa matematika adalah kegiatan manusia. Menurut

pendekatan ini, kelas matematika bukan tempat memindahkan matematika dari

guru kepada siswa, melainkan tempat siswa menemukan kembali ide dan konsep

matematika melalui eksplorasi masalah-masalah nyata. Di sini matematika dilihat

sebagai kegiatan manusia yang bermula dari pemecahan masalah.

Dapat disimpulkan bahwa pendekatan matematika realistik adalah proses

pembelajaran matematika yang menggunakan konteks dunia nyata sebagai titik

awal pembelajaran dan mengutamakan keaktifan siswa selama proses

pembelajaran.

Menurut Yusuf Hartono (2008:7.18) terdapat lima karakteristik utama

pendekatan matematika realistik sebagai pedoman dalam merancang pembelajaran

matematika. Kelima karakteristik itu adalah sebagai berikut:

1. Pembelajaran harus dimulai dari masalah kontekstual yang diambil dari dunia

nyata. Masalah yang digunakan sebagai titik awal pembelajaran harus nyata

bagi siswa agar mereka dapat langsung terlibat dalam situasi yang sesuai

dengan pengalaman mereka.

2. Dunia abstak dan nyata harus dijembatani oleh model. Model harus sesuai

dengan tingkat abstraksi yang harus dipelajari siswa. Di sini model dapat

berupa keadaan atau situasi nyata dalam kehidupan siswa, seperti cerita-cerita

lokal atau bangunan-bangunan yang ada di tempat tinggal siswa. Model dapat

Page 3: Pmr Dgn Stad Bab 2

6

pula berupa alat peraga yang dibuat dari bahan-bahan yang juga ada di sekitar

siswa.

3. Siswa dapat menggunakan strategi, bahasa, atau simbol mereka sendiri dalam

proses mematematikakan dunia mereka. Artinya, siswa memiliki kebebasan

untuk mengekspresikan hasil kerja mereka dalam menyelesaikan masalah

nyata yang diberikan oleh guru.

4. Proses pembelajaran harus interaktif. Interaksi baik antara guru dan siswa

maupun antara siswa dengan siswa merupakan elemen yang penting dalam

pembelajaran matematika. Di sini siswa dapat berdiskusi dan bekerjasama

dengan siswa lain, bertanya dan menanggapi pertanyaan, serta mengevaluasi

pekerjaan mereka.

5. Hubungan di antara bagian-bagian dalam matematika, dengan disiplin ilmu

lain, dan dengan masalah dari dunia nyata diperlukan sebagai satu kesatuan

yang saling kait mengait dalam penyelesaian masalah.

Menurut Suwarsono dalam Warman (2008: 6) kekuatan atau kelebihan

pendekatan matematika realistik antara lain memberikan pengertian yang jelas

kepada siswa: 1) tentang keterkaitan antara matematika dengan kehidupan

sehari-hari dantentang kegunaan matematika pada umumnya bagi manusia; 2)

matematika adalah suatu bidang kajian yang dapat dikonstruksi dan

dikembangkan sendiri oleh siswa dan oleh orang lain tidak hanya oleh mereka

yang disebut pakar matematika; 3) cara penyelesaian suatu soal atau masalah

tidak harus tunggal, dan tidak usah harus sama antara orang yang satu dengan

yang lainnya; 4) mempelajari matematika proses pembelajaran merupakan

sesuatu yang utama dan untuk mempelajari matematika orang harus menjalani

sendiri proses itu dan menemukan sendiri konsep-konsep matematika dengan

bantuan guru; 5)memadukan kelebihan-kelebihan dari berbagai pendekatan

pembelajaran lain yang juga dianggap unggul yaitu antara lain pendekatan

pemecahan masalah, pendekatan konstruktivisme, dan pendekatan pembelajaran

yang berbasis lingkungan.

Kelemahan pendekatan matematika realistik menurut Suwarsono antara

lain: 1) pencarian soal-soal yang kontekstual tidak selalu mudah untuk setiap

topik matematika yang perlu dipelajari siswa; 2) penilaian dalam pembelajaran

matematika realistik lebih rumit daripada dalam pembelajaran konvensional; 3)

pemilihan alat peraga harus cermat sehingga dapat membantu proses berpikir

siswa.

Page 4: Pmr Dgn Stad Bab 2

7

Menurut Suwarsono dalam Warman (2008: 6) cara mengatasi kelemahan

pendekatan matematika realistik dapat dilakukan upaya-upaya antara lain:

1) memotivasi semua siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran; 2)

memberikan bimbingan kepada siswa yang memerlukan; 3) memberikan waktu

yang cukup kepada siswa untuk dapat menemukan dan memahami konsep, dan

4) menggunakan alat peraga yang sesuai sehingga dapat membantu proses

berpikir siswa, maka pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik

dapat meningkatkan kemampuan pemahaman siswa terhadap konsep matematika.

2.1.3 Model Pembelajaaran Kooperatif

Posamentier dalam Rachmadi (2004:13) secara sederhana menyebutkan

cooperative learning atau belajar secara kooperatif adalah penempatan beberapa

siswa dalam kelompok kecil dan memberikan mereka sebuah atau beberapa tugas.

Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang di

dalamnya mengkondisikan para siswa bekerja bersama-sama di dalam kelompok-

kelompok kecil untuk membantu satu sama lain dalam belajar. Pembelajaran

kooperatif didasarkan pada gagasan atau pemikiran bahwa siswa bekerja bersama-

sama dalam belajar, dan bertanggung jawab terhadap aktivitas belajar kelompok

mereka seperti terhadap diri mereka sendiri. Pembelajaran kooperatif merupakan

salah satu model pembelajaran yang menganut paham konstruktivisme.

Menurut Slavin dalam Krismanto (2003: 14) menyatakan bahwa

pendekatan konstruktivis dalam pengajaran secara khusus membuat belajar

kooperatif ekstensif, secara teori siswa akan lebih mudah menemukan dan

memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling

mendiskusikannya dengan temannya.

Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang mengutamakan

kerjasama antar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menggunakan

pembelajaran kooperatif merubah peran guru dari peran yang berpusat pada

gurunya ke pengelolaan siswa dalam kelompok-kelompok kecil. Menurut teori

konstruktivis, tugas guru (pendidik) adalah memfasilitasi agar proses

pembentukan (konstruksi) pengetahuan pada diri sendiri tiap-tiap siswa terjadi

secara optimal. Agar terlaksana dengan baik strategi ini dilengkapi dengan lembar

kerja siswa (LKS) yang berisi tugas atau pertanyaan yang harus dikerjakan siswa.

Selama bekerja dalam kelompok, setiap anggota kelompok berkesempatan untuk

Page 5: Pmr Dgn Stad Bab 2

8

mengemukakan pendapatnya dan memberikan respon terhadap pendapat

temannya. Setelah menyelesaikan tugas kelompok, masing-masing kelompok

menyajikan hasil pekerjaanya di depan kelas untuk didiskusikan dengan seluruh

siswa.

Dari pembahasan pembelajaran kooperatif maka dapat disimpulkan

pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara kelompok

yang heterogen, yang keberhasilan kelompok tersebut akan tercipta jika adanya

kerjasama dan keterlibatan setiap anggota kelompok tersebut dalam

menyelesaikan suatu masalah.

2.1.4 Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Menurut Slavin dalam Tukirman (2011:64) Pembelajaran kooperatif tipe

STAD (Student Teams Achievement Divisions) merupakan salah satu tipe

pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, sehingga cocok bagi guru yang

baru mulai menggunakan pembelajaran kooperatif.

Menurut Slavin dalam Tukirman (2011:64) pembelajaran kooperatif tipe

STAD siswa ditempatkan dalam kelompok belajar beranggotakan empat atau lima

orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerja, jenis kelamin dan suku.

Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja didalam kelompok mereka

untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah menguasai materi

pelajaran tersebut.

Pada akhirnya siswa diberikan tes yang mana pada saat tes ini mereka

tidak dapat saling membantu. Poin setiap anggota tim ini selanjutnya dijumlahkan

untuk mendapat skor kelompok. Tim yang mencapai kriteria tertentu diberikan

sertifikat atau ganjaran lain.

Dalam pembelajaran kooperatif STAD, materi pembelajaran dirancang

untuk pembelajaran kelompok. Dengan menggunakan LKS atau perangkat

pembelajaran yang lain, siswa bekerja secara bersama-sama untuk menyelesaikan

materi. Siswa saling membantu satu sama lain untuk memahami materi pelajaran,

sehingga setiap anggota kelompok dapat memahami materi pelajaran secaratuntas.

Menurut Slavin STAD terdiri dari lima komponen utama yaitu: 1) presentasi

Page 6: Pmr Dgn Stad Bab 2

9

Kelas, 2) Kelompok, 3) Kuis (tes), 4) Skor peningkatan individual, 5)

Penghargaan kelompok.

Ide utama di balik STAD adalah untuk memotivasi siswa saling memberi

semangat dan membantu dalam menuntaskan keterampilan-keterampilan yang

dipresentasikan guru. Apabila siswa menginginkan tim mereka mendapatkan

penghargaan tim, mereka harus membantu teman satu tim dalam mempelajari

bahan ajar tersebut. Mereka harus memberi semangat teman satu timnya yang

melakukan yang terbaik, menyatakan norma bahwa belajar itu penting,

bermamfaat, dan menyenangkan. Siswa bekerja sama setelah guru

mempresentasikan pelajaran. Mereka dapat bekerja berpasangan dengan cara

membandingkan jawaban-jawabannya, mendiskusikan perbedaan yang ada, dan

saling membantu satu sama lain saat menghadapi jalan buntu mereka dapat

mendiskusikan.

Pendekatan, yang dipakai untuk memecahkan masalah, atau mereka dapat

saling memberikan kuis tentang materi yang sedang mereka pelajari. Mereka

mengajar teman timnya dan mengases kekuatan dan kelemahan mereka untuk

membantu agar mereka berhasil dalam kuis tersebut.

Meskipun siswa belajar bersama, mereka tidak boleh saling membantu

dalam mengerjakan kuis. Setiap siswa harus menguasai materi tersebut. Tanggung

jawab individual ini memotivasi siswa melakukan sebuah pekerjaan tutorial

dengan baik dan saling menjelaskan satu sama lain, mengingat satu-satunya cara

tim tersebut berhasil jika seluruh anggota tim telah menuntaskan informasi atau

keterampilan yang sedang dipelajarinya. Karena skor tim didasarkan pada

peningkatan diatas skor mereka yang lalu (kesempatan yang sama untuk berhasil),

semua siswa memiliki peluang menjadi bintang pada suatu minggu tertentu,

dengan cara memperoleh skor baik diatas skor terdahulu atau dengan,

mendapatkan skor sempurna. Skor sempurna selalu menghasilkan poin

maksimum tidak memandang berapapun rata-rata skor terdahulu siswa.

Menurut Soewarso dalam Ricky (2010:34) kelemahan-kelemahan yang

mungkin terjadi adalah sebagai berikut:

Page 7: Pmr Dgn Stad Bab 2

10

1. Pembelajaran kooperatif tipe STAD bukanlah obat yang paling mujarab untuk

memecahkan masalah yang timbul dalam kelompok kecil.

2. Adanya ketergantungan sehingga siswa yang lambat berfikir tidak dapat

berlatih belajar mandiri.

3. Pembelajaran kooperatif tipe STAD memerlukan waktu yang lama sehingga

target pencapaian kurikulum tidak dapat dipenuhi.

4. Pembelajaaran kooperatif tipe STAD tidak dapat menerapkan materi

pelajaran secara cepat.

5. Penilaian terhadap individu, kelompok dan pemberian hadiah menyulitkan

bagi guru untuk melaksanakannya

Meskipun banyaknya kelemahan yang timbul, menurut Soewarso dalam

Ricky (2010:34) pembelajaran kooperatif tipe STAD juga memiliki keuntungan,

yaitu :

1. Pelajaran kooperatif tipe STAD membantu siswa mempelajari isi materi

pelajaran yang sedang dibahas.

2. Adanya anggota kelompok lain yang menghindari kemungkinan siswa

mendapatkan nilai rendah, karena dalam pengetesan lisan siswa dibantu oleh

anggota kelompoknya.

3. Pembelajaran kooperatif tipe STAD menjadikan siswa mampu belajar

berdebat, belajar mendengarkan pendapat orang lain, dan mencatat hal-hal

yang bermanfaat untuk kepentingan bersama-sama.

4. Pembelajaran kooperatif tipe STAD menghasilkan pencapaian belajar siswa

yang tinggi menambah harga diri siswa dan memperbaiki hubungan dengan

teman sebaya.

5. Hadiah atau penghargaan yang diberikan akan akan memberikan dorongan

bagi siswa untuk mencapai hasil yang lebih tinggi.

6. Siswa yang lambat berfikir dapat dibantu untuk menambah ilmu

pengetahuannya.

7. Pembentukan kelompok-kelompok kecil memudahkan guru untuk memonitor

siswa dalam belajar bekerja sama.

Pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan model pembelajaran yang

sesuai dengan keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia. Dengan sifat

masyarakat yang homogen ini dapat diterapkan dalam kerjasama kelompok untuk

dapat saling membantu antar anggota kelompok tersebut. Pembelajaran STAD ini

lebih mengutamakan pada kelompok dan perkembangan kemampuan siswa yang

terjadi secara terus-menerus sesuai dengan bahasan yang dipelajari. Dengan

penerapan model ini juga akan membantu dalam pemerataan kemampuan siswa

dalam pemahaman materi yang diberikan.

Page 8: Pmr Dgn Stad Bab 2

11

2.1.5 Pendekatan Matematika Realistik Melalui Pembelajaran Kooperatif

Tipe STAD

Pembelajaran kooperatif tipe STAD yang didasari pada kerja kelompok/

diskusi memang dapat menumbuhkan kemampuan siswa dalam kerja sama. Tetapi

pembelajaran dengan model STAD cenderung akan membuat siswa bingung dan

susah dalam menjalani pembelajaran tersebut. Hal ini terjadi karena pengemasan

model pembelajaran yang masih bersifat kaku dan umum. Maka model ini dapat

dikembangkan agar pembelajaran menjadi lebih optimal dan menyenangkan bagi

siswa.

Model pembelajaran ini dapat dikembangkan dengan pendekatan

matematika realistik yang mengutamakan pembelajaran menggunakan benda

konkrit sebagai medianya. Dengan menggunakan benda konkrit, siswa dapat lebih

mudah memahami suatu keadaan atau materi yang dipelajari. Hal ini sesuai

dengan pendapat Piaget (Nyimas Aisyah: 2007) bahwa siswa pada sekolah dasar

(7-12 tahun) dalam tahap periode operasional konkrit. Pada tahap ini siswa

pekerjaan yang menggunakan logika dapat dilakukan dengan berorientasi ke

obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa yang langsung dialami siswa, dan berfikir

logikanya didasarkan atas manipulasi fisik dari obyek-obyek. Maka tepat bila

pembelajaran kooperatif tipe STAD dikembangkan dengan pendekatan

matematika realistik agar lebih optimal dan menyenangkan bagi siswa.

Pengembangan yang dilakukan dilakukan pada proses pembelajaran

STAD itu sendiri. Terutama pada tahapan materi dan diskusi. Pada tahap materi,

guru dapat menjelaskan materi pembelajaran dengan menggunakan benda konkrit

sebagai media pembelajarannya. Sehingga sebelum melakukan suatu diskusi

mandiri siswa sudah memahami dan mempunyai bekal yang cukup untuk

menjalankan tugas nantinya.

Selain pada tahap materi, pengembangan dengan pendekatan matematika

realistik juga dapat dilakukan pada tahap diskusi. Pada tahap ini dapat dilakukan

dengan mendesain diskusi menggunakan media yang menarik dan nyata. Tentu

dengan menggunakan media yang membatasi agar siswa tetap pada lingkup

STAD yang mengutamakan kerjasama kelompok. Dengan penggunaan media

Page 9: Pmr Dgn Stad Bab 2

12

nyata dalam diskusi diharapkan dapat meningkatkan minat siswa untuk

menyelesaikan tugas yang diberikan.

Dengan penggunaan pendekatan matematika realistik melalui

pembelajaran kooperatif tipe STAD, diharapkan pembelajaran dapat berlangsung

dengan optimal. Pembelajaran yang dilakukan dengan benda konkrit dan desain

permainan dapat menimbulkan minat dan keinginan siswa untuk mengikuti dan

memahami materi pembelajaran.

2.1.6 Syntak Pendekatan Matematika Realistik Melalui Pembelajaran

Kooperatif Tipe STAD

Slavin dkk dalam Widyantini (2008:7) menerangkan syntak penerapan

pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebagai berikut.

1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dalam

pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar.

2. Guru menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa sesuai kompetensi

dasar yang akan dicapai. Guru dapat menggunakan berbagai pilihan dalam

menyampaikan materi pembelajaran ini kepada siswa. Misal, menggunakan

media melalui pendekatan matematika realistik. Langkah ini tidak harus

dilakukan dalam satu kali pertemuan, tetapi dapat lebih dari satu.

3. Guru membentuk beberapa kelompok dan memberikan permasalahan dengan

bantuan media yang sehari-hari ditemui siswa. Setiap kelompok terdiri dari 4 –

5 anggota, dimana anggota kelompok mempunyai kemampuan akademik yang

berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah). Jika mungkin, anggota kelompok

berasal dari budaya atau suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan

jender.

4. Guru memberikan tugas kepada kelompok berkaitan dengan materi yang telah

diberikan, mendiskusikannya secara bersama-sama, saling membantu

antaranggota lain, serta membahas jawaban tugas yang diberikan guru. Tujuan

utamanya adalah memastikan bahwa setiap kelompok dapat menguasai konsep

dan materi. Bahan tugas untuk kelompok dipersiapkan oleh guru agar

kompetensi dasar yang diharapkan dapat dicapai.

5. Guru memberikan tes kepada setiap siswa secara individu

Page 10: Pmr Dgn Stad Bab 2

13

6. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman (kesimpulan),

mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang

telah dipelajari.

7. Guru memberi penghargaan kepada kelompok berdasarkan perolehan nilai

baik hasil kegiatan diskusi maupun hasil belajar individual.

2.1.7 Pembelajaran Konvensional

Ujang Sukandi dalam jurnal scholaria (2011: 215) mendeskripsikan bahwa

pembelajaran konvensional ditandai dengan guru mengajar lebih banyak mengajar

konsep- konsep bukan kompetensi, tujuannya adalah siswa mengetahui sesuatu

bukan mampu untuk melakukan sesuatu, dan pada saat proses pembelajaran siswa

lebih banyak mendengarkan. Pembelajaran konvensional merupakan metode

pembelajaran yang berpusat pada guru dimana hampir seluruh kegiatan

pembelajaran dikendalikan oleh guru. Jadi guru memegang peranan utama

menentukan isi dan proses belajar termasuk dalam menilai kemajuan siswa.

Sedangkan menurut I Wayan Sukra dalam jurnal scholaria (2011: 215) metode

konvensional terlihat dari proses siswa penerima informasi secara pasif, siswa

belajar secara individual, hadiah/ penghargaan untuk perilaku baik adalah pujian

atau nilai angka/ raport saja, pembelajaran tidak memperhatikan pengalaman

siswa, dan hasil belajar diukur hanya dengan tes.

Dalam pembelajaran konvensional perbedaan individu kurang

diperhatikan karena seorang guru hanya mengelola kelas dan mengelola

pembelajaran dari depan kelas. Pembelajaran konvensional menurut Sagala dalam

jurnal scholaria (2011: 216) cenderung menempatkan siswa dalam posisi pasif.

Kegiatan yang cenderung menerimadan menghafal pada umumnya diberikan

secara klasikal dengan ceramah. Dalam pembelajaran siswa dituntut untutk selalu

memusatkan perhatian pada pelajaran, kelas harus sunyi dan siswa harus duduk di

tempat masing- masing mengikuti uraian guru. Menurut Djamarah dalam jurnal

scholaria (2011: 216) pembelajaran konvensional ditandai dengan ceramah,

pemberian tugas dan latihan.

Page 11: Pmr Dgn Stad Bab 2

14

2.1.8 Pembelajaran Matematika

Dalam KTSP Standar Isi 2006 matematika merupakan ilmu universal yang

mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam

berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di

bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh

perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang

dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan

diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.

Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik

mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan

berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan

bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki

kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk

bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.

Matematika pada satuan pendidikan SD/MI memiliki aspek-aspek sebagai

berikut, yaitu bilangan, geometri dan pengukuran, pengolahan data. Tujuan dari

pembelajaran matematika dalam KTSP Standar Isi 2006 agar peserta didik

memiliki kemampuan sebagai berikut.

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan

mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan

tepat, dalam pemecahan masalah

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi

matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan

gagasan dan pernyataan matematika

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi

yang diperoleh

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain

untuk memperjelas keadaan atau masalah

Page 12: Pmr Dgn Stad Bab 2

15

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu

memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika,

serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Neli Nurhayati. 2010. “Penerapan

Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbasis Realistik untuk Meningkatkan

Hasil Belajar Matematika pada Siswa Kelas IV SD Negeri Kebaturan Bawang

Batan” dari hasil penelitian pada siklus I menunjukkan rata-rata skor aktivitas

siswa 2,5 dengan kriteria baik, siklus II meningkat menjadi 3,1 dengan kriteria

sangat baik. Selain aktivitas siswa, aktivitas guru juga mengalami peningkatan,

pada siklus I rata-rata yang diperoleh 2,7 dengan kriteria baik, siklus II meningkat

menjadi 3,1 dengan kriteria sangat baik. Hasil belajar matematika pada tes awal

sebelum siklus diperoleh rata-rata 50 dengan ketuntasan belajar yang diperoleh

40%, Pada siklus I rata-rata yang diperoleh 55 dengan ketuntasan belajar klasikal

50%. Pada siklus II terjadi peningkatan hasil belajar dengan nilai rata-rata pada 68

dengan ketuntasan belajar klasikal 70%. Pada siklus III hasil belajar juga

meningkat dengan nilai rata-rata 79 dengan ketuntasan belajar klasikal 87%. Ini

berarti diakhir siklus III sudah menunjukkan ketuntasan belajar klasikal sesuai

dengan indikator keberhasilan penelitian. Disimpulkan bahwa model

pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbasis Realistik dapat meningkatkan

aktivitas siswa dan guru serta hasil belajar siswa.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Siti Umamik. 2007. “Keefektifan

Model Pembelajaran Matematika Cooperative Learning Tipe STAD Melalui

Pemanfaatan Alat Peraga Pada Sub materi pokok Keliling dan Luas Daerah

Lingkaran Terhadap Hasil Belajar Peserta Didik Kelas VIII Semester II SMP

Negeri 4 Kudus Tahun Pelajaran 2006/2007” dari penelitian diketahui bahwa rata-

rata kelompok eksperimen = 66,45 dan rata-rata kelompok kontrol = 65,68.

Dengan n1 = 40 dan n2 = 40 diperoleh t hitung = 2,884. Dengan taraf nyata 5% dan

dk = 78 diperoleh ttabel = 1,98. Karena t hitung > t tabel maka Ho ditolak dan Ha

diterima berarti pembelajaran matematika pada sub materi pokok keliling dan luas

daerah lingkaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD melalui

Page 13: Pmr Dgn Stad Bab 2

16

pemanfaatan alat peraga lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran

konvensional.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ferdianto, Wanda. 2011 “Pengaruh

Penerapan Teori Belajar Dienes Dalam Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

STAD Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Matematika Kelas IV Semester II Di

SD Negeri Salatiga 1” disimpulkan bahwa penerapan teori belajar Dienes dalam

pembelajaran kooperatif tipe STAD berpengaruh pada peningkatan hasil belajar

siswa.

2.3 Kerangka Berpikir

Banyak cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan hasil belajar siswa,

diantaranya adalah memilih strategi, pendekatan dan model belajar serta

penggunaan media dan sumber belajar, agar tujuan pembelajaran yang diterapkan

guru kepada siswanya dapat dicapai dengan baik. Salah satu pendekatan dan

model belajar yang memadukan antara kekompakan dalam kerjasama dan

pengalaman nyata pada kegiatan pembelajaran adalah pendekatan matematika

realistik melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD. Alasannya pendekatan

matematika realistik digunakan untuk mengajak siswa mengenali materi

pembelajaran dengan pengalaman nyata. Sehingga siswa dalam memahami materi

pembelajaran akan lebih bermakna dan tidak mudah lupa. Sedangkan

pembelajaran kooperatif tipe STAD menginginkan kegiatan pembelajaran

dilakukan dengan cara berkelompok. Sesuai dengan karakteristik dari pendekatan

realistis yaitu interaktif dimana terjadi hubungan antara guru dengan siswa

maupun siswa dengan siswa. Hal ini yang dapat memadukan antara pendekatan

matematika realistik melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD.

Pendekatan matematika realistik melalui pembelajaran kooperatif tipe

STAD diharapkan memberikan pengalaman baru baik bagi guru maupun siswa

dalam proses belajar dan menambah pengetahuannya tentang pembelajaran

matematika. Selain itu pembelajaran akan lebih mudah dipahami dibandingkan

dengan pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Dari

pembelajaran yang baik diharapkan melalui model pembelajaran yang baru dapat

Page 14: Pmr Dgn Stad Bab 2

17

meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD khususnya dalam pembelajaran

matematika.

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, kajian teori, dan kerangka berfikir, maka

dalam penelitian ini dapat dirumuskan hipotesis. Adapun hipotesis dalam

penelitian ini adalah ada perbedaan hasil belajar antara pendekatan matematika

realistik melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pembelajaran

konvensional dalam pembelajaran matematika pada siswa kelas IV SD semester II

Desa Sugihan Kabupaten Grobogan Tahun Ajaran 2011/2012.