pmr dgn stad bab 2
DESCRIPTION
fdssTRANSCRIPT
4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Hasil Belajar
Menurut tim penyusun KBBI dalam jurnal scholaria (2011: 203) hasil
belajar adalah penguasaan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh mata
pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes dan angka yang diberikan oleh
guru. Sedangkan menurut Mulyono Abdulrahman dalam jurnal scholaria (2011:
203) hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui
kegiatan hasil belajar.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan hasil belajar merupakan
tingkat pencapaian suatu tujuan pembelajaran matematika yang dilihat dari aspek
kognitif atau pencapaian bentuk perubahan perilaku yang cenderung menetap. Hal
ini dapat dilihat dari proses belajar yang dilakukan pada waktu tertentu, yang
dihasilkan dari usaha dengan cara latihan dan pengalaman belajar. Untuk
memperoleh hasil belajar diperlukan penilaian atau dilakukan evaluasi pada siswa
yang merupakan tindak lanjut atau cara yang dilakukan untuk mengukur tingkat
penguasaan siswa dalam proses mengajar sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Menurut Susianha dalam jurnal scholaria (2011: 205) Hasil belajar yang
dicapai oleh siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor dari dalam diri
siswa dan faktor dari luar siswa. Faktor yang datang dari siswa yaitu kemampuan
yang dimilikinya. Faktor kemapuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil
belajar yang dicapai. Hasil belajar siswa disekolah mencapai 70% dipengaruhi
oleh kemampuan siswa dan 30 % dipengaruhi oleh lingkungan.
Untuk mencapai hasil belajar sesuai apa yang diharapkan, maka kedua
faktor tesebut harus saling mendukung dan saling melengkapi untuk
menghasilkan hasil belajar yang optimal.
5
2.1.2 Pendekatan Matematika Realistik
Pendekatan matematika realistik merupakan sebuah pendekatan
pembelajaran matematika yang berawal dari pandangan Hans Freudenthal.
Pendekatan ini memandang matematika sebagai kegiatan manusia dan harus
dikaitkan dengan realitas. Artinya, matematika harus dekat dan relevan dengan
kehidupan siswa sehari-hari.
Menurut Yusuf Hartono (2008: 7.1) Pendekatan matematika realistik
(PMR), adalah sebuah pendekatan belajar matematika yang dikembangkan sejak
tahun 1971 oleh sekelompok ahli matematika dari Freudenthal Institute, Utrecht
University di Negeri Belanda. Pendekatan ini didasarkan pada anggapan Hans
Freudenthal (1905 – 1990) bahwa matematika adalah kegiatan manusia. Menurut
pendekatan ini, kelas matematika bukan tempat memindahkan matematika dari
guru kepada siswa, melainkan tempat siswa menemukan kembali ide dan konsep
matematika melalui eksplorasi masalah-masalah nyata. Di sini matematika dilihat
sebagai kegiatan manusia yang bermula dari pemecahan masalah.
Dapat disimpulkan bahwa pendekatan matematika realistik adalah proses
pembelajaran matematika yang menggunakan konteks dunia nyata sebagai titik
awal pembelajaran dan mengutamakan keaktifan siswa selama proses
pembelajaran.
Menurut Yusuf Hartono (2008:7.18) terdapat lima karakteristik utama
pendekatan matematika realistik sebagai pedoman dalam merancang pembelajaran
matematika. Kelima karakteristik itu adalah sebagai berikut:
1. Pembelajaran harus dimulai dari masalah kontekstual yang diambil dari dunia
nyata. Masalah yang digunakan sebagai titik awal pembelajaran harus nyata
bagi siswa agar mereka dapat langsung terlibat dalam situasi yang sesuai
dengan pengalaman mereka.
2. Dunia abstak dan nyata harus dijembatani oleh model. Model harus sesuai
dengan tingkat abstraksi yang harus dipelajari siswa. Di sini model dapat
berupa keadaan atau situasi nyata dalam kehidupan siswa, seperti cerita-cerita
lokal atau bangunan-bangunan yang ada di tempat tinggal siswa. Model dapat
6
pula berupa alat peraga yang dibuat dari bahan-bahan yang juga ada di sekitar
siswa.
3. Siswa dapat menggunakan strategi, bahasa, atau simbol mereka sendiri dalam
proses mematematikakan dunia mereka. Artinya, siswa memiliki kebebasan
untuk mengekspresikan hasil kerja mereka dalam menyelesaikan masalah
nyata yang diberikan oleh guru.
4. Proses pembelajaran harus interaktif. Interaksi baik antara guru dan siswa
maupun antara siswa dengan siswa merupakan elemen yang penting dalam
pembelajaran matematika. Di sini siswa dapat berdiskusi dan bekerjasama
dengan siswa lain, bertanya dan menanggapi pertanyaan, serta mengevaluasi
pekerjaan mereka.
5. Hubungan di antara bagian-bagian dalam matematika, dengan disiplin ilmu
lain, dan dengan masalah dari dunia nyata diperlukan sebagai satu kesatuan
yang saling kait mengait dalam penyelesaian masalah.
Menurut Suwarsono dalam Warman (2008: 6) kekuatan atau kelebihan
pendekatan matematika realistik antara lain memberikan pengertian yang jelas
kepada siswa: 1) tentang keterkaitan antara matematika dengan kehidupan
sehari-hari dantentang kegunaan matematika pada umumnya bagi manusia; 2)
matematika adalah suatu bidang kajian yang dapat dikonstruksi dan
dikembangkan sendiri oleh siswa dan oleh orang lain tidak hanya oleh mereka
yang disebut pakar matematika; 3) cara penyelesaian suatu soal atau masalah
tidak harus tunggal, dan tidak usah harus sama antara orang yang satu dengan
yang lainnya; 4) mempelajari matematika proses pembelajaran merupakan
sesuatu yang utama dan untuk mempelajari matematika orang harus menjalani
sendiri proses itu dan menemukan sendiri konsep-konsep matematika dengan
bantuan guru; 5)memadukan kelebihan-kelebihan dari berbagai pendekatan
pembelajaran lain yang juga dianggap unggul yaitu antara lain pendekatan
pemecahan masalah, pendekatan konstruktivisme, dan pendekatan pembelajaran
yang berbasis lingkungan.
Kelemahan pendekatan matematika realistik menurut Suwarsono antara
lain: 1) pencarian soal-soal yang kontekstual tidak selalu mudah untuk setiap
topik matematika yang perlu dipelajari siswa; 2) penilaian dalam pembelajaran
matematika realistik lebih rumit daripada dalam pembelajaran konvensional; 3)
pemilihan alat peraga harus cermat sehingga dapat membantu proses berpikir
siswa.
7
Menurut Suwarsono dalam Warman (2008: 6) cara mengatasi kelemahan
pendekatan matematika realistik dapat dilakukan upaya-upaya antara lain:
1) memotivasi semua siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran; 2)
memberikan bimbingan kepada siswa yang memerlukan; 3) memberikan waktu
yang cukup kepada siswa untuk dapat menemukan dan memahami konsep, dan
4) menggunakan alat peraga yang sesuai sehingga dapat membantu proses
berpikir siswa, maka pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik
dapat meningkatkan kemampuan pemahaman siswa terhadap konsep matematika.
2.1.3 Model Pembelajaaran Kooperatif
Posamentier dalam Rachmadi (2004:13) secara sederhana menyebutkan
cooperative learning atau belajar secara kooperatif adalah penempatan beberapa
siswa dalam kelompok kecil dan memberikan mereka sebuah atau beberapa tugas.
Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang di
dalamnya mengkondisikan para siswa bekerja bersama-sama di dalam kelompok-
kelompok kecil untuk membantu satu sama lain dalam belajar. Pembelajaran
kooperatif didasarkan pada gagasan atau pemikiran bahwa siswa bekerja bersama-
sama dalam belajar, dan bertanggung jawab terhadap aktivitas belajar kelompok
mereka seperti terhadap diri mereka sendiri. Pembelajaran kooperatif merupakan
salah satu model pembelajaran yang menganut paham konstruktivisme.
Menurut Slavin dalam Krismanto (2003: 14) menyatakan bahwa
pendekatan konstruktivis dalam pengajaran secara khusus membuat belajar
kooperatif ekstensif, secara teori siswa akan lebih mudah menemukan dan
memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling
mendiskusikannya dengan temannya.
Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang mengutamakan
kerjasama antar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menggunakan
pembelajaran kooperatif merubah peran guru dari peran yang berpusat pada
gurunya ke pengelolaan siswa dalam kelompok-kelompok kecil. Menurut teori
konstruktivis, tugas guru (pendidik) adalah memfasilitasi agar proses
pembentukan (konstruksi) pengetahuan pada diri sendiri tiap-tiap siswa terjadi
secara optimal. Agar terlaksana dengan baik strategi ini dilengkapi dengan lembar
kerja siswa (LKS) yang berisi tugas atau pertanyaan yang harus dikerjakan siswa.
Selama bekerja dalam kelompok, setiap anggota kelompok berkesempatan untuk
8
mengemukakan pendapatnya dan memberikan respon terhadap pendapat
temannya. Setelah menyelesaikan tugas kelompok, masing-masing kelompok
menyajikan hasil pekerjaanya di depan kelas untuk didiskusikan dengan seluruh
siswa.
Dari pembahasan pembelajaran kooperatif maka dapat disimpulkan
pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara kelompok
yang heterogen, yang keberhasilan kelompok tersebut akan tercipta jika adanya
kerjasama dan keterlibatan setiap anggota kelompok tersebut dalam
menyelesaikan suatu masalah.
2.1.4 Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Menurut Slavin dalam Tukirman (2011:64) Pembelajaran kooperatif tipe
STAD (Student Teams Achievement Divisions) merupakan salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, sehingga cocok bagi guru yang
baru mulai menggunakan pembelajaran kooperatif.
Menurut Slavin dalam Tukirman (2011:64) pembelajaran kooperatif tipe
STAD siswa ditempatkan dalam kelompok belajar beranggotakan empat atau lima
orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerja, jenis kelamin dan suku.
Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja didalam kelompok mereka
untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah menguasai materi
pelajaran tersebut.
Pada akhirnya siswa diberikan tes yang mana pada saat tes ini mereka
tidak dapat saling membantu. Poin setiap anggota tim ini selanjutnya dijumlahkan
untuk mendapat skor kelompok. Tim yang mencapai kriteria tertentu diberikan
sertifikat atau ganjaran lain.
Dalam pembelajaran kooperatif STAD, materi pembelajaran dirancang
untuk pembelajaran kelompok. Dengan menggunakan LKS atau perangkat
pembelajaran yang lain, siswa bekerja secara bersama-sama untuk menyelesaikan
materi. Siswa saling membantu satu sama lain untuk memahami materi pelajaran,
sehingga setiap anggota kelompok dapat memahami materi pelajaran secaratuntas.
Menurut Slavin STAD terdiri dari lima komponen utama yaitu: 1) presentasi
9
Kelas, 2) Kelompok, 3) Kuis (tes), 4) Skor peningkatan individual, 5)
Penghargaan kelompok.
Ide utama di balik STAD adalah untuk memotivasi siswa saling memberi
semangat dan membantu dalam menuntaskan keterampilan-keterampilan yang
dipresentasikan guru. Apabila siswa menginginkan tim mereka mendapatkan
penghargaan tim, mereka harus membantu teman satu tim dalam mempelajari
bahan ajar tersebut. Mereka harus memberi semangat teman satu timnya yang
melakukan yang terbaik, menyatakan norma bahwa belajar itu penting,
bermamfaat, dan menyenangkan. Siswa bekerja sama setelah guru
mempresentasikan pelajaran. Mereka dapat bekerja berpasangan dengan cara
membandingkan jawaban-jawabannya, mendiskusikan perbedaan yang ada, dan
saling membantu satu sama lain saat menghadapi jalan buntu mereka dapat
mendiskusikan.
Pendekatan, yang dipakai untuk memecahkan masalah, atau mereka dapat
saling memberikan kuis tentang materi yang sedang mereka pelajari. Mereka
mengajar teman timnya dan mengases kekuatan dan kelemahan mereka untuk
membantu agar mereka berhasil dalam kuis tersebut.
Meskipun siswa belajar bersama, mereka tidak boleh saling membantu
dalam mengerjakan kuis. Setiap siswa harus menguasai materi tersebut. Tanggung
jawab individual ini memotivasi siswa melakukan sebuah pekerjaan tutorial
dengan baik dan saling menjelaskan satu sama lain, mengingat satu-satunya cara
tim tersebut berhasil jika seluruh anggota tim telah menuntaskan informasi atau
keterampilan yang sedang dipelajarinya. Karena skor tim didasarkan pada
peningkatan diatas skor mereka yang lalu (kesempatan yang sama untuk berhasil),
semua siswa memiliki peluang menjadi bintang pada suatu minggu tertentu,
dengan cara memperoleh skor baik diatas skor terdahulu atau dengan,
mendapatkan skor sempurna. Skor sempurna selalu menghasilkan poin
maksimum tidak memandang berapapun rata-rata skor terdahulu siswa.
Menurut Soewarso dalam Ricky (2010:34) kelemahan-kelemahan yang
mungkin terjadi adalah sebagai berikut:
10
1. Pembelajaran kooperatif tipe STAD bukanlah obat yang paling mujarab untuk
memecahkan masalah yang timbul dalam kelompok kecil.
2. Adanya ketergantungan sehingga siswa yang lambat berfikir tidak dapat
berlatih belajar mandiri.
3. Pembelajaran kooperatif tipe STAD memerlukan waktu yang lama sehingga
target pencapaian kurikulum tidak dapat dipenuhi.
4. Pembelajaaran kooperatif tipe STAD tidak dapat menerapkan materi
pelajaran secara cepat.
5. Penilaian terhadap individu, kelompok dan pemberian hadiah menyulitkan
bagi guru untuk melaksanakannya
Meskipun banyaknya kelemahan yang timbul, menurut Soewarso dalam
Ricky (2010:34) pembelajaran kooperatif tipe STAD juga memiliki keuntungan,
yaitu :
1. Pelajaran kooperatif tipe STAD membantu siswa mempelajari isi materi
pelajaran yang sedang dibahas.
2. Adanya anggota kelompok lain yang menghindari kemungkinan siswa
mendapatkan nilai rendah, karena dalam pengetesan lisan siswa dibantu oleh
anggota kelompoknya.
3. Pembelajaran kooperatif tipe STAD menjadikan siswa mampu belajar
berdebat, belajar mendengarkan pendapat orang lain, dan mencatat hal-hal
yang bermanfaat untuk kepentingan bersama-sama.
4. Pembelajaran kooperatif tipe STAD menghasilkan pencapaian belajar siswa
yang tinggi menambah harga diri siswa dan memperbaiki hubungan dengan
teman sebaya.
5. Hadiah atau penghargaan yang diberikan akan akan memberikan dorongan
bagi siswa untuk mencapai hasil yang lebih tinggi.
6. Siswa yang lambat berfikir dapat dibantu untuk menambah ilmu
pengetahuannya.
7. Pembentukan kelompok-kelompok kecil memudahkan guru untuk memonitor
siswa dalam belajar bekerja sama.
Pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan model pembelajaran yang
sesuai dengan keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia. Dengan sifat
masyarakat yang homogen ini dapat diterapkan dalam kerjasama kelompok untuk
dapat saling membantu antar anggota kelompok tersebut. Pembelajaran STAD ini
lebih mengutamakan pada kelompok dan perkembangan kemampuan siswa yang
terjadi secara terus-menerus sesuai dengan bahasan yang dipelajari. Dengan
penerapan model ini juga akan membantu dalam pemerataan kemampuan siswa
dalam pemahaman materi yang diberikan.
11
2.1.5 Pendekatan Matematika Realistik Melalui Pembelajaran Kooperatif
Tipe STAD
Pembelajaran kooperatif tipe STAD yang didasari pada kerja kelompok/
diskusi memang dapat menumbuhkan kemampuan siswa dalam kerja sama. Tetapi
pembelajaran dengan model STAD cenderung akan membuat siswa bingung dan
susah dalam menjalani pembelajaran tersebut. Hal ini terjadi karena pengemasan
model pembelajaran yang masih bersifat kaku dan umum. Maka model ini dapat
dikembangkan agar pembelajaran menjadi lebih optimal dan menyenangkan bagi
siswa.
Model pembelajaran ini dapat dikembangkan dengan pendekatan
matematika realistik yang mengutamakan pembelajaran menggunakan benda
konkrit sebagai medianya. Dengan menggunakan benda konkrit, siswa dapat lebih
mudah memahami suatu keadaan atau materi yang dipelajari. Hal ini sesuai
dengan pendapat Piaget (Nyimas Aisyah: 2007) bahwa siswa pada sekolah dasar
(7-12 tahun) dalam tahap periode operasional konkrit. Pada tahap ini siswa
pekerjaan yang menggunakan logika dapat dilakukan dengan berorientasi ke
obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa yang langsung dialami siswa, dan berfikir
logikanya didasarkan atas manipulasi fisik dari obyek-obyek. Maka tepat bila
pembelajaran kooperatif tipe STAD dikembangkan dengan pendekatan
matematika realistik agar lebih optimal dan menyenangkan bagi siswa.
Pengembangan yang dilakukan dilakukan pada proses pembelajaran
STAD itu sendiri. Terutama pada tahapan materi dan diskusi. Pada tahap materi,
guru dapat menjelaskan materi pembelajaran dengan menggunakan benda konkrit
sebagai media pembelajarannya. Sehingga sebelum melakukan suatu diskusi
mandiri siswa sudah memahami dan mempunyai bekal yang cukup untuk
menjalankan tugas nantinya.
Selain pada tahap materi, pengembangan dengan pendekatan matematika
realistik juga dapat dilakukan pada tahap diskusi. Pada tahap ini dapat dilakukan
dengan mendesain diskusi menggunakan media yang menarik dan nyata. Tentu
dengan menggunakan media yang membatasi agar siswa tetap pada lingkup
STAD yang mengutamakan kerjasama kelompok. Dengan penggunaan media
12
nyata dalam diskusi diharapkan dapat meningkatkan minat siswa untuk
menyelesaikan tugas yang diberikan.
Dengan penggunaan pendekatan matematika realistik melalui
pembelajaran kooperatif tipe STAD, diharapkan pembelajaran dapat berlangsung
dengan optimal. Pembelajaran yang dilakukan dengan benda konkrit dan desain
permainan dapat menimbulkan minat dan keinginan siswa untuk mengikuti dan
memahami materi pembelajaran.
2.1.6 Syntak Pendekatan Matematika Realistik Melalui Pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD
Slavin dkk dalam Widyantini (2008:7) menerangkan syntak penerapan
pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebagai berikut.
1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dalam
pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar.
2. Guru menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa sesuai kompetensi
dasar yang akan dicapai. Guru dapat menggunakan berbagai pilihan dalam
menyampaikan materi pembelajaran ini kepada siswa. Misal, menggunakan
media melalui pendekatan matematika realistik. Langkah ini tidak harus
dilakukan dalam satu kali pertemuan, tetapi dapat lebih dari satu.
3. Guru membentuk beberapa kelompok dan memberikan permasalahan dengan
bantuan media yang sehari-hari ditemui siswa. Setiap kelompok terdiri dari 4 –
5 anggota, dimana anggota kelompok mempunyai kemampuan akademik yang
berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah). Jika mungkin, anggota kelompok
berasal dari budaya atau suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan
jender.
4. Guru memberikan tugas kepada kelompok berkaitan dengan materi yang telah
diberikan, mendiskusikannya secara bersama-sama, saling membantu
antaranggota lain, serta membahas jawaban tugas yang diberikan guru. Tujuan
utamanya adalah memastikan bahwa setiap kelompok dapat menguasai konsep
dan materi. Bahan tugas untuk kelompok dipersiapkan oleh guru agar
kompetensi dasar yang diharapkan dapat dicapai.
5. Guru memberikan tes kepada setiap siswa secara individu
13
6. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman (kesimpulan),
mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang
telah dipelajari.
7. Guru memberi penghargaan kepada kelompok berdasarkan perolehan nilai
baik hasil kegiatan diskusi maupun hasil belajar individual.
2.1.7 Pembelajaran Konvensional
Ujang Sukandi dalam jurnal scholaria (2011: 215) mendeskripsikan bahwa
pembelajaran konvensional ditandai dengan guru mengajar lebih banyak mengajar
konsep- konsep bukan kompetensi, tujuannya adalah siswa mengetahui sesuatu
bukan mampu untuk melakukan sesuatu, dan pada saat proses pembelajaran siswa
lebih banyak mendengarkan. Pembelajaran konvensional merupakan metode
pembelajaran yang berpusat pada guru dimana hampir seluruh kegiatan
pembelajaran dikendalikan oleh guru. Jadi guru memegang peranan utama
menentukan isi dan proses belajar termasuk dalam menilai kemajuan siswa.
Sedangkan menurut I Wayan Sukra dalam jurnal scholaria (2011: 215) metode
konvensional terlihat dari proses siswa penerima informasi secara pasif, siswa
belajar secara individual, hadiah/ penghargaan untuk perilaku baik adalah pujian
atau nilai angka/ raport saja, pembelajaran tidak memperhatikan pengalaman
siswa, dan hasil belajar diukur hanya dengan tes.
Dalam pembelajaran konvensional perbedaan individu kurang
diperhatikan karena seorang guru hanya mengelola kelas dan mengelola
pembelajaran dari depan kelas. Pembelajaran konvensional menurut Sagala dalam
jurnal scholaria (2011: 216) cenderung menempatkan siswa dalam posisi pasif.
Kegiatan yang cenderung menerimadan menghafal pada umumnya diberikan
secara klasikal dengan ceramah. Dalam pembelajaran siswa dituntut untutk selalu
memusatkan perhatian pada pelajaran, kelas harus sunyi dan siswa harus duduk di
tempat masing- masing mengikuti uraian guru. Menurut Djamarah dalam jurnal
scholaria (2011: 216) pembelajaran konvensional ditandai dengan ceramah,
pemberian tugas dan latihan.
14
2.1.8 Pembelajaran Matematika
Dalam KTSP Standar Isi 2006 matematika merupakan ilmu universal yang
mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam
berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di
bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh
perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang
dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan
diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.
Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik
mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan
berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan
bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki
kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk
bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Matematika pada satuan pendidikan SD/MI memiliki aspek-aspek sebagai
berikut, yaitu bilangan, geometri dan pengukuran, pengolahan data. Tujuan dari
pembelajaran matematika dalam KTSP Standar Isi 2006 agar peserta didik
memiliki kemampuan sebagai berikut.
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan
tepat, dalam pemecahan masalah
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi
yang diperoleh
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain
untuk memperjelas keadaan atau masalah
15
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika,
serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Neli Nurhayati. 2010. “Penerapan
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbasis Realistik untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Matematika pada Siswa Kelas IV SD Negeri Kebaturan Bawang
Batan” dari hasil penelitian pada siklus I menunjukkan rata-rata skor aktivitas
siswa 2,5 dengan kriteria baik, siklus II meningkat menjadi 3,1 dengan kriteria
sangat baik. Selain aktivitas siswa, aktivitas guru juga mengalami peningkatan,
pada siklus I rata-rata yang diperoleh 2,7 dengan kriteria baik, siklus II meningkat
menjadi 3,1 dengan kriteria sangat baik. Hasil belajar matematika pada tes awal
sebelum siklus diperoleh rata-rata 50 dengan ketuntasan belajar yang diperoleh
40%, Pada siklus I rata-rata yang diperoleh 55 dengan ketuntasan belajar klasikal
50%. Pada siklus II terjadi peningkatan hasil belajar dengan nilai rata-rata pada 68
dengan ketuntasan belajar klasikal 70%. Pada siklus III hasil belajar juga
meningkat dengan nilai rata-rata 79 dengan ketuntasan belajar klasikal 87%. Ini
berarti diakhir siklus III sudah menunjukkan ketuntasan belajar klasikal sesuai
dengan indikator keberhasilan penelitian. Disimpulkan bahwa model
pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbasis Realistik dapat meningkatkan
aktivitas siswa dan guru serta hasil belajar siswa.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Siti Umamik. 2007. “Keefektifan
Model Pembelajaran Matematika Cooperative Learning Tipe STAD Melalui
Pemanfaatan Alat Peraga Pada Sub materi pokok Keliling dan Luas Daerah
Lingkaran Terhadap Hasil Belajar Peserta Didik Kelas VIII Semester II SMP
Negeri 4 Kudus Tahun Pelajaran 2006/2007” dari penelitian diketahui bahwa rata-
rata kelompok eksperimen = 66,45 dan rata-rata kelompok kontrol = 65,68.
Dengan n1 = 40 dan n2 = 40 diperoleh t hitung = 2,884. Dengan taraf nyata 5% dan
dk = 78 diperoleh ttabel = 1,98. Karena t hitung > t tabel maka Ho ditolak dan Ha
diterima berarti pembelajaran matematika pada sub materi pokok keliling dan luas
daerah lingkaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD melalui
16
pemanfaatan alat peraga lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran
konvensional.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ferdianto, Wanda. 2011 “Pengaruh
Penerapan Teori Belajar Dienes Dalam Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
STAD Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Matematika Kelas IV Semester II Di
SD Negeri Salatiga 1” disimpulkan bahwa penerapan teori belajar Dienes dalam
pembelajaran kooperatif tipe STAD berpengaruh pada peningkatan hasil belajar
siswa.
2.3 Kerangka Berpikir
Banyak cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan hasil belajar siswa,
diantaranya adalah memilih strategi, pendekatan dan model belajar serta
penggunaan media dan sumber belajar, agar tujuan pembelajaran yang diterapkan
guru kepada siswanya dapat dicapai dengan baik. Salah satu pendekatan dan
model belajar yang memadukan antara kekompakan dalam kerjasama dan
pengalaman nyata pada kegiatan pembelajaran adalah pendekatan matematika
realistik melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD. Alasannya pendekatan
matematika realistik digunakan untuk mengajak siswa mengenali materi
pembelajaran dengan pengalaman nyata. Sehingga siswa dalam memahami materi
pembelajaran akan lebih bermakna dan tidak mudah lupa. Sedangkan
pembelajaran kooperatif tipe STAD menginginkan kegiatan pembelajaran
dilakukan dengan cara berkelompok. Sesuai dengan karakteristik dari pendekatan
realistis yaitu interaktif dimana terjadi hubungan antara guru dengan siswa
maupun siswa dengan siswa. Hal ini yang dapat memadukan antara pendekatan
matematika realistik melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Pendekatan matematika realistik melalui pembelajaran kooperatif tipe
STAD diharapkan memberikan pengalaman baru baik bagi guru maupun siswa
dalam proses belajar dan menambah pengetahuannya tentang pembelajaran
matematika. Selain itu pembelajaran akan lebih mudah dipahami dibandingkan
dengan pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Dari
pembelajaran yang baik diharapkan melalui model pembelajaran yang baru dapat
17
meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD khususnya dalam pembelajaran
matematika.
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, kajian teori, dan kerangka berfikir, maka
dalam penelitian ini dapat dirumuskan hipotesis. Adapun hipotesis dalam
penelitian ini adalah ada perbedaan hasil belajar antara pendekatan matematika
realistik melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pembelajaran
konvensional dalam pembelajaran matematika pada siswa kelas IV SD semester II
Desa Sugihan Kabupaten Grobogan Tahun Ajaran 2011/2012.