masyarakat sumbermujur dan interaksinya dengan hutan bambu di desa sumbermujur kecamatan candipuro...

34
Masyarakat Sumbermujur dan Interaksinya dengan Hutan Bambu di Desa Sumbermujur Kecamatan Candipuro Kabupaten Lumajang Tugas Mata Kuliah Strategi Perencanaan Pembangunan Wilayah Disusun Oleh : Junaidi 130820201001

Upload: junaidiikip

Post on 26-Dec-2015

115 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Masyarakat Sumbermujur dan Interaksinya dengan Hutan Bambu di Desa Sumbermujur Kecamatan Candipuro Kabupaten Lumajang.docx

Masyarakat Sumbermujur dan Interaksinya dengan Hutan Bambu di Desa Sumbermujur Kecamatan Candipuro Kabupaten Lumajang

Tugas Mata Kuliah Strategi Perencanaan Pembangunan Wilayah

Disusun Oleh :

Junaidi 130820201001

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU EKONOMI

UNIVERSITAS JEMBER

2014

Page 2: Masyarakat Sumbermujur dan Interaksinya dengan Hutan Bambu di Desa Sumbermujur Kecamatan Candipuro Kabupaten Lumajang.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Keragaman bangsa Indonesia dari sisi etnis, suku, budaya dan lainnya

sejatinya juga menunjuk kepada karaktreristik masing-masing. Pada saat yang

sama, kekhasan itu pada umumnya memiliki kearifan yang pada masa-masa lalu

menjadi salah satu sumber nilai dan inspirasi dalam merajut dan menapaki

kehidupan mereka.

Sejarah menunjukkan, masing-masing etnis dan suku memiliki kearifan

lokal sendiri. Misalnya saja (untuk tidak menyebut yang ada pada seluruh suku

dan etnis di Indonesia), suku Batak kental dengan keterbukaan, Jawa nyaris

identik dengan kehalusan, suku Madura memiliki harga diri yang tinggi, dan etnis

Cina terkenal dengan keuletan. Lebih dari itu, masing-masing memiliki keakraban

dan keramahan dengan lingkungan alam yang mengitari mereka.

Kearifan lokal itu tentu tidak muncul serta-merta, tapi berproses panjang

sehingga akhirnya terbukti, hal itu mengandung kebaikan bagi kehidupan mereka.

Keterujiannya dalam sisi ini membuat kearifan lokal menjadi budaya yang

mentradisi, melekat kuat pada kehidupan masyarakat.

Lumajang merupakan salah satu kota kecil yang terletak di antara kota-

kota besar seperti Malang, Jember, dan Probolinggo. Sehingga tidak heran jika

banyak masyarakat yang tidak tahu bahkan tidak mendengar kota ini. Kota

Lumajang yang terkenal dengan sebutan “Kota Pisang” ini menyimpan sejuta

keindahan alam dan kebudayaan asli yang unik dan tidak akan pernah ditemukan

di daerah lain bahkan di seluruh dunia. Disebut kota pisang karena di mana-mana

di sudut wilayah kabupaten Lumajang ini kita akan menjumpai beragam jenis

spesias pisang yang langka, unik, dan tentunya enak dimakan. Lumajang juga

terkenal dengan wisata alamnya seperti Wisata Alam Taman Nasional Bromo

Page 3: Masyarakat Sumbermujur dan Interaksinya dengan Hutan Bambu di Desa Sumbermujur Kecamatan Candipuro Kabupaten Lumajang.docx

Tengger Semeru, Pantai Bambang yang langsung berbatasan dengan Samudera

Hindia, Pantai Godek, Pantai Watu Pecak, Pemandian Alam Selokambang, Ranu

Pane dan Ranu-ranu yang lain, Hutan Bambu, dan masih banyak lagi yang lain.

Kabupaten Lumajang terdiri atas 21 kecamatan dan salah satunya adalah

kecamatan Candipuro.  Kecamatan Candipuro mempunyai ketinggian wilayah 322

m dpl. Dengan curah hujan 2.018 mm/th. Yang terbagi menjadi 10 desa yaitu desa

Jugosari, Jarit, Candipuro, Sumberejo, Sumberwuluh, Sumbermujur, Penanggal,

Tambahrejo. Kloposawit, dan desa Tumpeng. Dan mempunyai kepadatan

penduduk sebanyak 482 km/jiwa. Yang terdiri dari 34.528 orang berjenis kelamin

laki-laki dan 34.999 orang berjenis kelamin perempuan. Sebagian dari penduduk-

penduduk itu tersebar di desa Sumbermujur.

Berdasarkan data di Kantor Kelurahan Desa Sumbermujur, warga Desa

Sumbermujur kurang lebih jumlahnya 2.159 keluarga atau 6.761 jiwa. Desa ini

terletak sekitar 30 km dari kota Lumajang dan termasuk desa yang berada di

wilayah dataran tinggi sehingga suhunya cukup dingin. Letak geografisnya yang

berada di dataran tinggi ini mempengaruhi mata pencaharian warga sekitar yang

sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani utamanya sayuran. Desa ini

memiliki ikon wisata yang bias dibilang satu-satunya di Indonesia, yaitu Hutan

Bambu. Adanya hutan bambu ini juga dibarengi dengan tradisi unik yang

dilakukan oleh warga setiap tahunnya.

Page 4: Masyarakat Sumbermujur dan Interaksinya dengan Hutan Bambu di Desa Sumbermujur Kecamatan Candipuro Kabupaten Lumajang.docx

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Kearifan Lokal

Dalam pengertian kamus, kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari

dua  kata: kearifan (wisdom) dan lokal (local). Dalam Kamus Inggris Indonesia

John M. Echols dan Hassan Syadily, local berarti setempat,

sedangkan wisdom (kearifan) sama dengan kebijaksanaan. Secara umum

maka local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan

setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang

tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.

Ridwan (2007) mengemukakan bahwa kearifan lokal dapat dipahami

sebagai usaha manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk

bertindak dan bersikap terhadap sesuatu, objek atau peristiwa yang terjadi dalam

ruang tertentu.

Pengertian tersebut disusun secara etimologi, dimana wisdom/kearifan

dipahami sebagai kemampuan seseorang dengan menggunakan akal pikirannya

dalam bertindak atau bersikap sebagai hasil penilaian terhadap sesuatu, objek atau

peristiwa yang terjadi. Sebagai sebuah istilah wisdom kemudian diartikan sebagai

kearifan/kebijaksanaan. Sementara Local secara spesifik menunjuk pada ruang

interaksi terbatas dengan sistem nilai yang terbatas pula. Sebagai ruang interaksi

yang sudah didesain sedemikian rupa yang di dalamnya melibatkan suatu pola-

pola hubungan antara manusia dengan manusia atau manusia dengan lingkungan

fisiknya. Pola interaksi yang sudah terdesain tersebut disebut settting.

Ahimsa-Putra, menyatakan kearifan lokal dapat didefinisikan sebagai

perangkat pengetahuan dan praktek-praktek baik yang berasal dari generasi-

generasi sebelumnya maupun dari pengalaman berhubungan dengan lingkungan

dan masyarakat lainnya milik suatu komunitas di suatu tempat, yang digunakan

untuk menyelesaikan secara baik dan benar berbagai persoalan dan/atau kesulitan

yang dihadapi (2008 : 12).

Page 5: Masyarakat Sumbermujur dan Interaksinya dengan Hutan Bambu di Desa Sumbermujur Kecamatan Candipuro Kabupaten Lumajang.docx

Sementara Jim Ife (2002), menyatakan bahwa kearifan lokal merupakan

nilai-nilai yang diciptakan, dikembangkan dan dipertahankan dalam masyarakat

lokal dan karena kemampuannya untuk bertahan dan menjadi pedoman hidup

masyarakatnya. Di dalam kearifan lokal tercakup berbagai mekanisme dan cara

untuk bersikap, berprilaku dan bertindak yang dituangkan dalam tatananan sosial.

Kearifan lokal merupakan semua kecerdasan–kecerdasan lokal yang

ditranformasikan ke dalam cipta, karya dan karsa sehingga masyarakat dapat

mandiri dalam berbagai iklim sosial yang terus berubah-ubah. Cipta, karya dan

karsa itu disebut juga budaya. Kebudayaan bukan merupakan istilah baru, namun

yang dimaksudkan dengan kebudayaan adalah semua pikiran, perilaku, tindakan,

dan sikap hidup yang selalu dilakukan orang setiap harinya. Menurut

Koentjaraningrat (dalam Rustanto,2005) pembudayaan atau dalam istilah Inggris

dikenal dengan istilah ”Institusionalization” yaitu proses belajar yang dilalui

setiap orang selama hidupnya untuk menyesuaikan diri di alam pikirannya serta

sikapnya terhadap adat, sistem norma dan semua peraturan yang terdapat dalam

kebudayaan dan masyarakatnnya.

Secara umum, kearifan lokal dianggap pandangan hidup dan ilmu

pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang

dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam

pemenuhan kebutuhan mereka. Dengan pengertian-pengertian tersebut, kearifan

lokal bukan sekedar nilai tradisi atau ciri lokalitas semata melainkan nilai tradisi

yang mempunyai daya-guna untuk untuk mewujudkan harapan atau nilai-nilai

kemapanan yang juga secara universal yang didamba-damba oleh manusia.

(dalam situs Departemen Sosial RI)

Dalam teori determinasi budaya (cultural determinism) Melville J.

Herkovits dan Bronislow Malinowski mengatakan bahwa “segala sesuatu yang

terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh adanya kebudayaan yang dimiliki

masyarakat tersebut” (Selo Soemardjan,1964 : 115). Pernyataan ini kemudian

dipertegas kembali oleh Soerjono Soekanto yang menyatakan bahwa masyarakat

adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan

demikian tidak ada masyarakat yang tidak memiliki kebudayaan dan sebaliknya

Page 6: Masyarakat Sumbermujur dan Interaksinya dengan Hutan Bambu di Desa Sumbermujur Kecamatan Candipuro Kabupaten Lumajang.docx

tidak ada kebudayaan tanpa masyarakat sebagai bingkai dari potret budaya

tersebut (Soekanto, 1987:154).

menurut Koentjaraningrat isi dari semua kebudayaan yang ada di dunia ini adalah:

1. sistem religi dan upacara keagamaan

2. sistem dan organisasi kemasyarakatan

3. sistem pengetahuan

4. bahasa

5. kesenian

6. sistem mata pencaharian hidup

7. sistem teknologi dan peralatan

Naritoom mengatakan bahwa kearifan lokal sebagai pengetahuan yang

terakumulasi karena pengalama-pengalaman hidup, dipelajari dari berbagai situasi

di sekeliling kehidupan manusia dalam suatu wilayah. Secara filosofis, kearifan

lokal dapat diartikan sebagai sistem pengetahuan masyarakat lokal/pribumi yang

bersifat empirik dan pragnatis. Bersifat empirik karena hasil olahan masyarakat

secara lokal berangkat dari fakta-fakta yang terjadi di sekeliling kehidupan

mereka. Bertujuan pragmatis karena seluruh konsep yang terbangun dari hasil

olah pikir pengetahuan tersebut bertujuan untuk memecahkan kehidupan sehari-

hari.

Teezzi, Marchettini, dan Rosini mengatakan bahwa kearifan lokal nantinya

akan mengendap dan berwujud tradisi atau agama. Kearifan lokal biasanya

tercermin dalam kebiasaan-kebiasaan hidup masyarakat yang telah berlangsung

lama. Keberlangsungan kearifan lokal akan tercermin dalam nilai-nilai yang

berlaku dalam kelompok masyarakat tertentu. Nilai-nilai itu menjadi pegangan

kelompok masyarakat tertentu yang biasanya akan menjadi bagian hidup tak

terpisahkan yang dapat diamati melalui sikap dan perilaku mereka sehari-hari.

Dalam beradaptasi terhadap lingkungan, kelompok-kelompok masyarakat

tersebut mengembangkan kearifan lingkungan sebagai hasil abstraksi pengalaman

mengelola lingkungan. Pemahaman mereka terhadap lingkungan sekitar sangat

Page 7: Masyarakat Sumbermujur dan Interaksinya dengan Hutan Bambu di Desa Sumbermujur Kecamatan Candipuro Kabupaten Lumajang.docx

kuat dan menjadi pedoman bagi mereka untuk mengembangkan kearifan lokal di

lingkungan mereka yang dikaitkan dengan kebudayaan, terutama kepercayaan dan

hukum adat. Kearifan tersebut kemudian digunakan oleh masyarakat dalam

bertindak terhadap lingkungan dan mengelolanya dengan baik sehingga tidak

terjadi masalah di lingkungan mereka.

Menurut UU Nomor 4 Tahun 1982, lingkungan adalah kesatuan ruang

dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup yang termasuk di

dalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan

perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Hubungan

yang seimbang antara manusia dengan lingkungan akan mampu menyajikan

kehidupan yang harmonis dan tidak saling merusak satu sama lain. Agar

harmonisasi kehidupan tercipta, manusia harus bersikap arif terhadap lingkungan

yang meliputi benda, tumbuhan, dan hewan yang ada di sekitar kita. Masalah

lingkungan merupakan aspek negatif dari aktivitas manusia terhadap lingkungan

biofisik.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kearifan lokal merupakan

seperangkat pengetahuan, nilai-nilai, perilaku, serta cara bersikap terhadap

objek dan peristiwa tertentu di lingkunganya yang diakui kebaikan

dan  kebenarannya oleh komunitas tersebut.

C.       Ciri-ciri Kearifan Lokal

Dalam disiplin antropologi dikenal istilah local genius. Local genius ini

merupakan istilah yang mula pertama dikenalkan oleh Quaritch Wales. Haryati

Soebadio mengatakan bahwa localgenius adalah juga cultural identity,

identitas/kepribadian budaya bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu

menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendiri

(Ayatrohaedi, 1986:18-19). Sementara Moendardjito (dalam Ayatrohaedi,

1986:40-41) mengatakan bahwa unsur budaya daerah potensial sebagai local

genius karena telah teruji kemampuannya untuk bertahan sampai sekarang. Ciri-

cirinya adalah:

Page 8: Masyarakat Sumbermujur dan Interaksinya dengan Hutan Bambu di Desa Sumbermujur Kecamatan Candipuro Kabupaten Lumajang.docx

1. mampu bertahan terhadap budaya luar

2. memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar

3. mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya

asli

4. mempunyai kemampuan mengendalikan

5. mampu memberi arah pada perkembangan budaya.

D.        Fungsi Kearifan LokalSirtha (2003) sebagaimana dikutip oleh Sartini (2004), menjelaskan bahwa

bentuk-bentuk kearifan lokal yang ada dalam masyarakat dapat berupa: nilai,

norma, kepercayaan, dan aturan-aturan khusus. Bentuk yang bermacam-macam

ini mengakibatkan fungsi kearifan lokal menjadi bermacam-macam pula. Fungsi

tersebut antara lain adalah:

1.     Kearifan lokal berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumberdaya alam.

2.     Kearifan lokal berfungsi untuk mengembangkan sumber daya manusia.

3.     Berfungsi sebagai pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan.

4.     Berfungsi sebagai petuah, kepercayaan, sastra dan pantangan.

Menurut Prof. Nyoman Sirtha dalam “Menggali Kearifan Lokal untuk Ajeg

Bali” menyatakan bentuk-bentuk kearifan lokal dalam masyarakat dapat berupa:

nilai, norma, etika, kepercayaan, adat-istiadat, hukum adat, dan aturan-aturan

khusus. Oleh karena bentuknya yang bermacam-macam dan ia hidup dalam aneka

budaya masyarakat maka fungsinya menjadi bermacam-macam. Dari penjelasan

fungsi-fungsi tersebut tampak betapa luas ranah keraifan lokal, mulai dari yang

sifatnya sangat teologis sampai yang sangat pragmatis dan teknis.

E.        Bentuk Kearifan Lokal

Jim Ife (2002) menyatakan bahwa kearifan lokal terdiri dari enam dimensi yaitu :

1.     Pengetahuan Lokal.

Setiap masyarakat dimanapun berada baik di pedesaan maupun pedalaman

selalu memiliki pengetahuan lokal yang terkait dengan lingkungan hidupnya.

Pengetahuan lokal terkait dengan perubahan dan siklus iklim kemarau dan

Page 9: Masyarakat Sumbermujur dan Interaksinya dengan Hutan Bambu di Desa Sumbermujur Kecamatan Candipuro Kabupaten Lumajang.docx

penghujan, jenis-jenis fauna dan flora, dan kondisi geografi, demografi, dan

sosiografi. Hal ini terjadi karena masyarakat mendiami suatu daerah itu cukup

lama dan telah mengalami perubahan sosial yang bervariasi menyebabkan mereka

mampu beradaptasi dengan lingkungannnya. Kemampuan adaptasi ini menjadi

bagian dari pengetahuan lokal mereka dalam menaklukkan alam.

2.     Nilai Lokal.

Untuk mengatur kehidupan bersama antara warga masyarakat, maka setiap

masyarakat memiliki aturan atau nilai-nilai lokal yang ditaati dan disepakati

bersama oleh seluruh anggotannya. Nilai-nilai ini biasanya mengatur hubungan

antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam dan manusia dengan

Tuhannnya. Nilai-nilai ini memiliki dimensi waktu, nilai masa lalu, masa kini dan

masa datang, dan nilai ini akan mengalami perubahan sesuai dengan kemajuan

masyarakatnya.

3.     Keterampilan Lokal.

Kemampuan bertahan hidup (survival) dari setiap masyarakat dapat

dipenuhi apabila masyarakat itu memiliki keterampilan lokal. Keterampilan lokal

dari yang paling sederhana seperti berburu, meramu, bercocok tanam sampai

membuat industri rumah tangga. Keterampilan lokal ini biasanya hanya cukup dan

mampu memenuhi kebutuhan keluargannya masing-masing atau disebut dengan

ekonomi subsisten. Keterampilan lokal ini juga bersifat keterampilan hidup (life

skill), sehingga keterampilan ini sangat tergantung kepada kondisi geografi tempat

dimana masyarakat itu bertempat tinggal.

4.     Sumber daya Lokal.

Sumber daya lokal ini pada umumnya adalah sumber daya alam yaitu

sumber daya yang tak terbarui dan yang dapat diperbarui. Masyarakat akan

menggunakan sumber daya lokal sesuai dengan kebutuhannya dan tidak akan

mengekpoitasi secara besar-besar atau dikomersilkan. Sumber daya lokal ini

sudah dibagi peruntukannnya seperti hutan, kebun, sumber air, lahan pertanian,

dan permukiman, Kepemilikan sumber daya lokal ini biasanya bersifat kolektif

atau communitarian.

5.     Mekanisme Pengambilan Keputusan Lokal.

Page 10: Masyarakat Sumbermujur dan Interaksinya dengan Hutan Bambu di Desa Sumbermujur Kecamatan Candipuro Kabupaten Lumajang.docx

Menurut ahli adat dan budaya sebenarnya setiap masyarakat itu memiliki

pemerintahan lokal sendiri atau disebut pemerintahan kesukuan. Suku merupakan

kesatuan hukum yang memerintah warganya untuk bertindak sebagai warga

masyarakat. Masing masing masyarakat mempunyai mekanisme pengambilan

keputusan yang berbeda –beda. Ada masyarakat yang melakukan secara

demokratis atau “duduk sama rendah berdiri sama tinggi”. Ada juga masyarakat

yang melakukan secara bertingkat atau berjenjang naik dan bertangga turun.

Pendapat lain menyatakan bahwa bentuk kearifan lokal dapat dikategorikan

ke dalam dua aspek, yaitu kearifan lokal yang berwujud nyata (tangible) dan yang

tidak berwujud (intangible).

a. Berwujud Nyata (Tangible)

Bentuk kearifan lokal yang berwujud nyata meliputi beberapa aspek berikut:

1.     Tekstual

Beberapa jenis kearifan lokal seperti sistem nilai, tata cara, ketentuan khusus yang

dituangkan ke dalam bentuk catatan tertulis seperti yang ditemui dalam kitab

tradisional primbon, kalender dan prasi (budaya tulis di atas lembaran daun

lontar). Sebagai contoh, prasi, secara fisik, terdiri atas bagian tulisan (naskah

cerita) dan gambar (gambar ilustrasi).

2.     Bangunan/Arsitektural

Banyak bangunan-bangunan tradisional yang merupakan cerminan dari bentuk

kearifan lokal, seperti bangunan rumah rakyat di Bengkulu. Bangunan rumah

rakyat ini merupakan bangunan rumah tinggal yang dibangun dan digunakan oleh

sebagian besar masyarakat dengan mengacu pada rumah ketua adat. Bangunan

vernakular ini mempunyai keunikan karena proses pembangunan yang mengikuti

para leluhur, baik dari segi pengetahuan maupun metodenya (Triyadi dkk., 2010).

Bangunan vernacular ini terlihat tidak sepenuhnya didukung oleh prinsip dan teori

bangunan yang memadai, namun secara teori terbukti mempunyai potensi-potensi

lokal karena dibangun melalui proses trial & error, termasuk dalam menyikapi

kondisi lingkungannya.

3.     Benda Cagar Budaya/Tradisional (Karya Seni)

Page 11: Masyarakat Sumbermujur dan Interaksinya dengan Hutan Bambu di Desa Sumbermujur Kecamatan Candipuro Kabupaten Lumajang.docx

Banyak benda-benda cagar budaya yang merupakan salah satu bentuk

kearifan lokal, contohnya, keris. Keris merupakan salah satu bentuk warisan

budaya yang sangat penting. Meskipun pada saat ini keris sedang menghadapi

berbagai dilemma dalam pengembangan serta dalam menyumbangkan kebaikan-

kebaikan yang terkandung di dalamnya kepada nilai-nilai kemanusiaan di muka

Bumi ini, organisasi bidang pendidikan dan kebudayaan atau UNESCO Badan

Perserikatan Bangsa Bangsa, mengukuhkan keris Indonesia sebagai karya agung

warisan kebudayaan milik seluruh bangsa di dunia. Setidaknya sejak abad ke-9,

sebagai sebuah dimensi budaya, Keris tidak hanya berfungsi sebagai alat beladiri,

namun sering kali merupakan media ekspresi berkesenian dalam hal konsep,

bentuk, dekorasi hingga makna yang terkandung dalam aspek seni dan tradisi

teknologi arkeometalurgi. Keris memiliki fungsi sebagai seni simbol jika dilihat

dari aspek seni dan merupakan perlambang dari pesan sang empu penciptanya.

Ilustrasi lainnya adalah batik, sebagai salah satu kerajinan yang memiliki

nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa)

sejak lama. Terdapat berbagai macam motif batik yang setiap motif tersebut

mempunyai makna tersendiri. Sentuhan seni budaya yang terlukiskan pada batik

tersebut bukan hanya lukisan gambar semata, namun memiliki makna dari leluhur

terdahulu, seperti pencerminan agama (Hindu atau Budha), nilai-nilai sosial dan

budaya yang melekat pada kehidupan masyarakat.

b. Tidak Berwujud (Intangible)

Selain bentuk kearifan lokal yang berwujud, ada juga bentuk kearifan lokal

yang tidak berwujud seperti petuah yang disampaikan secara verbal dan turun

temurun yang dapat berupa nyanyian dan kidung yang mengandung nilai-nilai

ajaran tradisional. Melalui petuah atau bentuk kearifan lokal yang tidak berwujud

lainnya, nilai sosial disampaikan secara oral/verbal dari generasi ke generasi.

Sehingga kearifan lokal merupakan suatu gagasan konseptual yang hidup

dalam masyarakat, tumbuh dan berkembang secara terus-menerus dalam

kesadaran masyarakat, berfungsi dalam mengatur kehidupan masyarakat dari yang

sifatnya berkaitan dengan kehidupan yang sakral sampai yang profan.

Page 12: Masyarakat Sumbermujur dan Interaksinya dengan Hutan Bambu di Desa Sumbermujur Kecamatan Candipuro Kabupaten Lumajang.docx

2.1. Kondisi Umum Daerah Kabupaten Lumajang.

A. Gambaran Umum Geografis

a. Letak Wilayah

Kabupaten Lumajang secara geografis terletak diantara 7°52’ s/d 23’

Lintang Selatan dan 112°50’ s/d 113°22’ Bujur Timur. Secara administratif

wilayah Kabupaten Lumajang sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten

Probolinggo, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Jember, sebelah barat

berbatasan dengan Kabupaten Malang, dan sebelah selatan berbatasan dengan

Samudera Indonesia.

b. Luas Wilayah

Kabupaten Lumajang memiliki wilayah seluas 179.090,00 Ha (1.790,90

Km2) atau sekitar 3,73 persen dari luas Provinsi Jawa Timur. Secara administratif

terdiri dari 21 wilayah kecamatan, 205 desa/kelurahan, 1.794 RW dan 6.991 RT.

c. Topografi

Ketinggian tempat di Kebupaten Lumajang bervariasi pada umumnya

ketinggian tempat di Kabupaten Lumajang adalah antara 100 - 500 m dari

permukaan laut sekitar 63.109,15 Ha (35,24% dari luas wilayah) yang tersebar di

bagian Tengah-Barat dan Utara wilayah Kabupaten. Ketinggian 0-25 m dpl ada di

9 daerah kecamatan yang luasnya sekitar 4.664,31 Ha (2,60%), ketinggian antara

25-100 tercatat 38.600,86 Ha atau 21,55%, ketinggian 500-1000 meter dpl ada di

9 daerah kecamatan yang luasnya sekitar 30.561,60 Ha (17,06%), sedangkan

ketinggian > 2000 meter dpl ada di 3 daerah kecamatan yang luasnya sekitar

6.889,40 ha yang terletak di Kecamatan Pronojiwo, Senduro dan Gucialit.

d. Iklim dan Hidrologi

Lokasi Kabupaten Lumajang yang berada di sekitar garis katulistiwa

menyebabkan Kabupaten Lumajang mempunyai perubahan iklim dua jenis setiap

tahun, yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Untuk musim kemarau

berkisar pada bulan April hingga Oktober, sedangkan musim penghujan dari

bulan Oktober hingga April.

B. Gambaran Umum Demografis

Page 13: Masyarakat Sumbermujur dan Interaksinya dengan Hutan Bambu di Desa Sumbermujur Kecamatan Candipuro Kabupaten Lumajang.docx

Penduduk Kabupaten Lumajang umumnya adalah Suku Jawa dan Suku

Madura, dan agama mayoritas adalah Islam. Jumlah penduduk Lumajang pada

tahun 2012 sebesar 1.180.351 jiwa terdiri dari 584.011 laki–laki (49,5%) dan

596.340 perempuan (50,5%), dengan rata-rata kepadatan penduduk 660 jiwa/km2.

Berdasar data BPS Kabupaten Lumajang, struktur mata pencaharian pada

tahun 2011 tidak banyak mengalami perubahan dibanding pada tahun 2010. Pada

tahun 2010 sumber mata pencaharian penduduk Kabupaten Lumajang sebagian

besar masih bergerak di sektor pertanian sebanyak 48,97 %, perdagangan

sebanyak 19,44 %, jasa-jasa 13,37 % dan industri 8,15 %. Sedangkan pada tahun

2011 sektor penyerap tenaga kerja terbanyak adalah sektor pertanian yang

mencapai 51,20 %, perdagangan 18,00 %, jasa–jasa 9,40 % dan industri 9,59 %.

Perpaduan masyarakat etnis Jawa, Madura dan Tengger menjadikan

Kabupaten Lumajang kaya akan budaya serta kesenian daerah. Salah satu dari

keragaman tradisi tersebut adalah upacara tradisi “Petik Laut” di Kecamatan

Yosowilangun. Tradisi ini digelar setiap tahun sekali pada bulan Suro

penanggalan Jawa. Upacara diawali dengan Selamatan (kenduri). Setelah  selesai

selamatan dilanjutkan dengan melarung sesajen ke tengah laut.

Selain upacara tradisi Petik Laut, di lumajang juga terdapat Paguyuban

Kuda Kencak yang merupakan kesenian tradisional. Acara kesenian tersebut

digelar dengan proses kirab dan atraksi jaran (kuda) kencak di sekitar Ranu

Lamongan, Desa Tegalrandu, Kecamatan Klakah, Kabupaten Lumajang. Dan

tidak kalah pentingnya yaitu Seni Tari Topeng Kaliwungu, satu dianatra kesenian

tradisional Kabupaten Lumajang yang mulai Go Internasional.

Letak Geografis Hutan Bambu

Semua orang tentu sudah mengetahui bahwa Gunung Semeru memiliki

keindahan memukau, gunung tersebut merupakan salah satu gunung aktif yang

terletak pada ketinggian 3.676 meter dari permukaan laut dan merupakan gunung

api tertinggi di Pulau Jawa. Namun, tidak banyak orang yang tahu kalau di lereng

Page 14: Masyarakat Sumbermujur dan Interaksinya dengan Hutan Bambu di Desa Sumbermujur Kecamatan Candipuro Kabupaten Lumajang.docx

Gunung Semeru terdapat salah satu obyek wisata yang asri dan alami dengan

rerimbunan ribuan batang bambu berbagai jenis, yakni obyek wisata Hutan

Bambu yang terletak di Desa Sumbermujur, Kecamatan Candipuro, Kabupaten

Lumajang. Lokasi Hutan Bambu sekitar 30 kilometer dari kota Lumajang dan

perjalanan sekitar 1 jam ke arah selatan melewati Kecamatan Tempeh, kemudian

Kecamatan Pasirian dan masuk ke Kecamatan Candipuro.

Hutan yang berada di Desa Sumbermujur, Kecamatan Candipuro,

Kabupaten Lumajang, Provinsi Jawa Timur ini, memang memiliki pesona yang

mengagumkan. Hutan seluas sembilan hektar ini berada di tengah-tengah di antara

desa-desa yang mengitarinya. Hutan ini berlokasi di 35 kilometer arah barat dari

Kabupaten Lumajang, atau delapan kilometer dari Kecamatan Candipuro dengan

ketinggian di atas 700 meter dari permukaan laut ini, juga dihuni banyak satwa.

Selain itu, sekitar 250 rumpun bambu, yang terdiri dari 10 jenis bambu

membentuk lorong-lorong yang menaungi jalan-jalan ke desa sekitar. Ke arah

utara dibatasi aliran sungai Besuktunggeng masuk Desa Pasrujambe Kecamatan

Pasrujambe; ke selatan masuk Desa Sumberwuluh Kecamatan Sumberwuluh; ke

timur masuk Desa Penanggal Kecamatan Candipuro; sedangkan ke arah barat

berbatasan dengan Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru (TNBTS).

Kondisi Fisik Hutan Bambu

Ketika udara terasa sesak dan panas. Ketika matahari terasa begitu

menyengat, menimbulkan sebuah kerinduan untuk merasakan segarnya udara, dan

sejuknya angin berembus. Di kawasan wisata alam Hutan Bambu, Sumbermujur,

Candipuro, Lumajang, semua itu tersedia. Bahkan, serasa berada di dalam lemari

es karena suhu udara yang begitu dingin. Padahal, tidak ada pendingin udara di

tempat ini. Hanya ada 250-350 rumpun bambu yang memenuhi seluruh areal

wisata. Selain itu, ada beberapa pohon yang menjulang tinggi ke langit biru.

Seolah membuktikan kebenaran bahwa pepohonan dan hutan adalah paru-paru

dunia, begitu juga dengan keberadaan hutan bambu ini begitu berarti bagi warga

Sumbermujur di sekitar hutan bambu.

Page 15: Masyarakat Sumbermujur dan Interaksinya dengan Hutan Bambu di Desa Sumbermujur Kecamatan Candipuro Kabupaten Lumajang.docx

Sayang, saat ini hutan bambu Sumbermujur yang memiliki begitu banyak

kekayaan plasma nutfah tidak tersisa cukup banyak. Tidak mengherankan jika

tempat wisata ini menjadi jujugan banyak orang, yang sudah bosan berada di

tengah keramaian kota. Segarnya udara yang kaya oksigen ini, mampu menjadi

pelepas kejenuhan. Menjauhkan rasa suntuk dari tekanan rutinitas kerja dan

aktivitas sehari-hari. Bagi keluarga, hutan bambu ini bisa menjadi tempat rekreasi

yang nyaman. Utamanya untuk warga Surabaya yang terkenal akan kepadatan

aktivitasnya.

Akar-akar tanaman bambu yang serabut, sangat memungkinkan untuk

menahan butir-butir air hujan, hingga akhirnya membentuk sebuah sumber air.

Dan seperti air sumber lainnya, air sumber hutan bambu ini juga jernih, dan

dingin. Bahkan, air ini bisa langsung diminum.

“Untuk melihat keamanan air, kami menggunakan indikator berupa ikan

koi,” jelas Bapak Heri Gunawan yang notabene adalah salah seorang Penyelamat

Hutan Bambu ini. Setidaknya ada empat ekor ikan yang dipelihara di area sumber.

Ikan-ikan ini digunakan sebagai indikator untuk mengetahui keamanan air.

Karena ada kemungkinan tercemar oleh gas beracun Gunung Semeru. Mengingat,

sumber air tersebut berada di kaki Gunung Semeru, yang sangat mungkin

terkontaminasi oleh gas beracun atau bahan vulkanik lainnya.

Flora dan Fauna Hutan Bambu

Satwa yang menghuni Hutan Bambu ini diantaranya kera yang jumlahnya

diperkirakan lebih dari 50 ekor, ribuan kalong, tupai dan macan. Selain itu, sekitar

250-350 rumpun bambu, yang terdiri dari 10 jenis bambu (apus, petung ungu,

petung hijau, ori, ampel hijau, ampel kuning, cina, rampai, putih dan jajag),

membentuk lorong-lorong yang menaungi jalan-jalan ke desa sekitar. Selain itu,

puluhan jenis tanaman keras yang berumur ratusan tahun tumbuh di sana. Hutan

Bambu Sumber Mujur ini dihuni oleh ribuan kalong atau sejenis kelelawar ukuran

raksasa dan kera. Puluhan kera juga hidup di hutan bambu ini. Hewan primata ini

terlihat jinak dan menjadi hiburan bagi wisatawan. Diantaranya menyapa dengan

memberikan makanan. Para pengunjung juga bisa melihat ribuan ekor kalong atau

kelelawar yang bergelantungan di pohon bambu. Hewan herbivora pemakan buah

Page 16: Masyarakat Sumbermujur dan Interaksinya dengan Hutan Bambu di Desa Sumbermujur Kecamatan Candipuro Kabupaten Lumajang.docx

dan menghisap nektar bunga ini sejatinya hidup di hutan. Penebangan kayu hutan

secara liar diduga menjadi penyebabnya. Mereka pindah mencari tempat yang

lebih aman.

Hutan Bambu merupakan kawasan yang dikenal sebagai tempat

konservasi berbagai jenis tanaman bambu dan juga beberapa satwa seperti kera

dan kalong yang ada di Desa Sumber Mujur Kecamatan Candipuro Kabupaten

Lumajang. Selain itu di Hutan Bambu terdapat mata air Sumber Deling yang

merupakan salah satu penyuplai air bagi kehidupan masyarakat di Sumbermujur

dan sekitarnya. Pada musim kemarau debit mata air ini antara 600-800 liter per

detik sedangkan pada musim hujan mencapai 1.000 liter per detik.

Sumber Deling yang ada di kawasan Hutan Bambu mengaliri 426 hektar

sawah di Desa Sumbermujur dan 561 hektar sawah di Desa Pandanwangi

Kecamatan Tempeh. Selain itu mata air ini juga mengaliri sawah di tiga desa lain

seperti Desa Penganggal, Desa Tambakrejo, dan Desa Kloposawit yang totalnya

kurang lebih 891 hektar. Untuk kebutuhan air minum, ribuan warga yang ada di

desa-desa yang ada di lereng Semeru menggantungkan hidupnya pada mata air

Sumber Deling ini. Melihat pentingnya keberadaan Hutan Bambu dan mata air

Sumber Deling, warga Desa Sumbermujur membuat Peraturan Desa Nomor 6

Tahun 2007 yang menyatakan bahwa kawasan Sumbermujur tidak boleh

“disentuh” baik flora maupun faunanya. Jika ada yang melanggar, maka pelaku

akan dikenai sanksi sesuai hukum lingkungan, yaitu hukuman badan atau denda

Rp. 500.000.000,00.

Setiap tanggal 1 Muharam atau 1 Suro, warga Desa Sumbermujur

mengadakan ritual larung pendam sesaji atau Maheso Suroan di kawasan Hutan

Bambu. Kegiatan Maheso Suroan ini dilakukan oleh warga secara turun temurun

untuk melestarikan tradisi yang dari nenek moyang mereka. Selain itu tradisi ini

dilakukan oleh warga sebagai rasa syukur terhadap hasil pertanian yang melimpah

dan agar warga terhindar dari bencana. Biasanya dalam acara ini, warga

mendatangkan kesenian kuda lumping atau reog ponorogo untuk menyemarakkan

acara.

Page 17: Masyarakat Sumbermujur dan Interaksinya dengan Hutan Bambu di Desa Sumbermujur Kecamatan Candipuro Kabupaten Lumajang.docx

Dalam melaksanakan tradisi ini, warga mengumpulkan berbagai macam

sesaji yang berisi tumpeng nasi kuning, hasil perkebunan atau pertanian warga

desa, serta satu kepala sapi atau kerbau dan dikumpulkan di Balai Desa

Sumbermujur. Kemudian sesaji tersebut diarak beramai-ramai oleh warga dari

balai desa ke mata air Sumber Deling di kawasan Hutan Bambu. Setelah sampai

di sana, sesepuh desa membacakan doa untuk keselamatan warga lereng semeru,

setelah sesepuh desa selesai membaca doa warga boleh mengambil sesaji yang

tadi diarak dengan berebut beramai-ramai.

Puncak dari ritual Maheso Suroan tersebut ditandai dengan menanam

kepala sapi atau kerbau di atas mata air Sumber Deling. Alasan mereka

memendam kepala sapi atau kerbau karena kerbau atau sapi adalah hewan yang

memiliki air kencing banyak. Dengan mengubur kepala sapi atau kerbau di sekitar

mata air, warga berharap Sumber Deling selalu mengalirkan air bening yang

melimpah seperti kencing sapi atau kerbau.

Dari sudut pandang geografi, dengan adanya kearifan lokal tersebut secara

tidak langsung warga akan menjaga kawasan Hutan Bambu dan tidak menebangi

pohon bambu yang ada di sana. Mereka akan menganggap bahwa daerah tersebut

mempunyai nilai sakral sehingga mereka tidak berani untuk menebangi bambu

secara sembarangan. Keberadaan bambu sangat erat kaitannya dengan mata air

Sumber Deling yang ada di kawasan tersebut dan jika bambu di hutan itu

ditebangi maka debit air di mata air akan mengecil. Hal ini akan berdampak buruk

terhadap ribuan warga dan sawah yang menggantungkan hidupnya pada mata air

tersebut.

Pada tahun 1970-an, keadaan ekonomi Indonesia masih belum begitu

bagus. Masyarakat Desa Sumbermujur pada umumnya bekerja sebagai

pembuat gedek atau dinding dari anyaman bambu. Mereka mengambil bambu dari

kawasan Hutan Bambu dan karena Hutan Bambu terletak di sekitar empat dusun,

maka pembabatan bambu di daerah tersebut sangat cepat dan hanya tersisa satu

Page 18: Masyarakat Sumbermujur dan Interaksinya dengan Hutan Bambu di Desa Sumbermujur Kecamatan Candipuro Kabupaten Lumajang.docx

rumpun bambu yang berisi 20 batang. Hal tersebut mengakibatkan debit air di

mata air Sumber Deling menurun sampai 300 liter per detik.

Menurunnya debit air di mata air Sumber Deling menyebabkan dampak

yang begitu besar bagi masyarakat sekitar. Setiap malam warga harus mengantri

untuk mendapatkan air bersih karena air yang mereka tamping pada siang hari

tidak mencukupi kebutuhan mereka. Pada saat itu dilakukan penyaluran air secara

bergilir ke setiap dusun dan dalam seminggu hanya tiga kali air mengalir ke satu

dusun sehingga berakibat pada lahan pertanian warga. Minimnya air yang didapat

oleh warga juga berdampak pada masalah sosial karena tidak jarang mereka

bentrok dengan anggota warga lain untuk mendapatkan air bersih.

Masyarakat akhirnya menyadari bahwa dampak yang ditimbulkan dari

pembabatan hutan bambu sangat besar sehingga pada tahun 1975-1976 warga

bekerja sama dengan Kelompok Pelestari Sumber Daya Alam (KPSA) mulai

menanami kembali hutan tersebut dengan bambu. Sejak itu warga sangat

mendukung sekali pelestarian hutan bambu, bahkan mereka bekerja sama

membangun plengsengan pelindung mata air dan menata hutan bambu agar

nyaman dikunjungi.

Penggunaan bambu untuk menjaga sumber mata air memang sangat tepat

karena bambu mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan jenis

tanaman lain. Pohon bambu merupakan sumber tangkapan air yang sangat baik

sehingga mampu meningkatkan aliran air bawah tanah. Selain itu pohon bambu

mudah ditanam, tidak membutuhkan perawatan khusus, dapat tumbuh di semua

jenis tanah (basah maupun kering), tidak membutuhkan investasi besar,

pertumbuhannya cepat, dan memiliki toleransi tinggi terhadap gangguan alam dan

kebakaran. Bambu juga memiliki kemampuan peredam suara yang baik dan

menghasilkan banyak oksigen sehingga pengelolaan hutan bambu cocok untuk

digunakan sebagai pembatas jalan.

Ritual Maeso Syuoran atau Ruat Semeru

Page 19: Masyarakat Sumbermujur dan Interaksinya dengan Hutan Bambu di Desa Sumbermujur Kecamatan Candipuro Kabupaten Lumajang.docx

Hutan Bambu di kaki Gunung Semeru itu layaknya rahim kehidupan bagi

warga Desa Sumbermujur, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang, Jawa

Timur. Di tengah areal pohon bambu seluas 13 hektar tersebut, sebuah mata air

tak henti-hentinya ”melahirkan” sumber kehidupan bagi warga, air yang

mahabening. Setiap 1 Suro (1 Muharam) warga Desa Sumbermujur menggelar

Maheso Suroan, sebuah ruwatan mata air dengan simbol mengubur kepala kerbau

di tanah sekitar mata air sumber Deling. Ini merupakan tradisi turun-temurun

warga desa.

”Kerbau adalah hewan yang kencingnya banyak. Dengan mengubur kepala

kerbau di sekitar mata air, kami berharap mata air ini selalu mengalirkan air

bening yang melimpah ruah seperti kencing kerbau,” kata Herry Gunawan, Ketua

Kelompok Pelestari Sumber Daya Alam (KPSA) Kalijambe. Ritual ini juga

bertujuan agar terhindar dari segala musibah, terutama dari bencana Gunung

Semeru.

Prosesi Ritual Maeso Syuoran atau Larung Pendem Sesaji

Acara didahului dengan prosesi di Balai Desa Sumbermujur. Lima

gunungan dan lima pikulan berisi hasil bumi, dihimpun di halaman balai desa.

Kesenian kuda lumping dan reog ponorogo didatangkan untuk menyemarakkan

acara. Sebuah kepala sapi diletakkan di atas pikulan bambu menjadi sarana utama

upacara. Kepala sapi menjadi alternatif saat ini karena kepala kerbau sulit

didapatkan. Setelah reog ponorogo menuntaskan tugasnya, warga desa beriringan

mengusung pikulan-pikulan tersebut. Dari balai desa mereka berjalan menuju

hutan bambu yang jaraknya sekitar dua kilometer.

Di lokasi sekitar mata air, sebagian warga desa lainnya telah berkumpul.

Mereka membawa barikan yang diletakkan rapi di sekitar mata air. Barikan adalah

makanan; biasanya berupa nasi dan telur ayam goreng yang akan dijadikan

santapan makanan bersama setelah upacara selesai. Setiba di hutan bambu,

pikulan hasil bumi dan kepala sapi langsung diletakkan di dekat mata air.

Page 20: Masyarakat Sumbermujur dan Interaksinya dengan Hutan Bambu di Desa Sumbermujur Kecamatan Candipuro Kabupaten Lumajang.docx

Sementara itu, Sesepuh desa, Mbah Tirto, membakar seikat sabut kelapa dan

merapalkan mantra.

Ratusan warga, mulai dari anak-anak sekolah dasar, remaja, hingga orang

tua, antusias mengikuti upacara tersebut. Begitu Mbah Tirto selesai memanjatkan

doa dan dengan mantranya, warga langsung berebut mengambil hasil bumi dari

pikulan. Sementara itu, kepala sapi dikubur ke dalam tanah setelah dibalut kain

mori. Menurut Mbah Tirto, hal ini juga dimaksudkan sebagai persembahan bagi

penunggu Semeru yang berada di sumber mata air yang berwujud Uling Putih

seperti Ular. Sebab sumber mata air itu sebagai pertanda meletus atau tidaknya

Gunung Semeru.

Beberapa aturan adat warisan ajaran leluhur yang masih dipatuhi

masyarakat. kepatuhan menjaga hutan lindung sebagai sumber air dan benteng

alam; melaksanakan upacara adat (nyuguh, hajat bumi, dan babarit) yang

berkaitan untuk kepentingan seluruh warga sebagai ungkapan syukur; dan

beberapa warga ada yang memasak menggunakan tungku berbahan bakar kayu

dan aturan adat lainnya. Tradisi leluhur yang masih dijalankan tersebut diyakini

oleh mereka apabila tidak dilaksanakan atau jika melanggar tabu atau larangan

tersebut, maka orang tersebut akan mendapatkan sanksi berupa malapetaka

musibah atau marabahaya yang akan melanda kampung mereka.

Nilai luhur dalam pengelolaan dan pelestarian lingkungan yang dapat

dijadikan kajian dari masyarakat adat adalah nilai-nilai Local genius/Kearifan

local. Salah satu wujud Local genius/Kearifan lokal masyarakat adat adalah

menjadikan hutan sebagai tempat yang disakralkan (dikeramatkan). Kelestarian

alam tersebut bukan merupakan gejala alam yang alami tetapi merupakan wujud

dari kesadaran akan pelestarian alam dan lingkungan yang dihasilkan dari budaya

lokal atau Local genius/yang sampai saat ini masih dipertahankan. Konsepsi-

konsepsi Local genius/Kearifan lokal ini diwariskan secara turun temurun .

Page 21: Masyarakat Sumbermujur dan Interaksinya dengan Hutan Bambu di Desa Sumbermujur Kecamatan Candipuro Kabupaten Lumajang.docx

LAMPIRAN FOTO-FOTO

Gambar 1. Gapura masuk kawasan wisata alam Hutan Bambu “Sumber

Dhelling”

Gambar 2. Bagian dalam Hutan Bambu

Page 22: Masyarakat Sumbermujur dan Interaksinya dengan Hutan Bambu di Desa Sumbermujur Kecamatan Candipuro Kabupaten Lumajang.docx

Gambar 9. Keadaan dalam Hutan Bambu Gambar 10. Wisatawan

Gambar 13-15. Aktivitas warga dan hasil panen