marker molekuler
TRANSCRIPT
![Page 1: Marker Molekuler](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082411/55cf9aaf550346d033a2e31d/html5/thumbnails/1.jpg)
Marker Molekuler
Molekular marker merupakan potongan dari material genetik yang mudah diidentifikasi
yang dapat digunakan di laboratorium untuk memisahkan sel, individu, populasi atau spesies.
Pengembangan molekular marker dimulai dari ekstraksi DNA dari jaringan tanaman (misalnya
daun, biji, polen atau kadang-kadang jaringan kayu). Molekular marker yang ideal adalah antara
lain memiliki polimorfisme yang tinggi, bersifat kodominan, banyak/sering terdapat dalam
genom, aksesnya mudah, memiliki konsistensi tinggi.
Bermacam-macam teknik telah dikembangkan untuk memvisualisasi polimorfisme pada
DNA. Umumnya molekular marker diklasifikasikan dalam dua kelompok: Hybridization-based
marker dan PCR (polymerase chain reaction)-based marker. Pada Hybridization-based marker
profil DNA divisualisasi dengan melakukan hibridisasi antara DNA yang telah dipotong dengan
enzim restriksi dengan probe yang telah dilabel. Probe merupakan fragmen DNA yang diketahui
asal atau sekuennya. PCR (polymerase chain reaction)-based marker melibatkan amplifikasi in
vitro dari sekuen DNA tertentu atau lokus-lokus tertentu dengan bantuan primer dan enzim DNA
polimerase yang termostabil. Fragmen yang diamplifikasi dipisahkan dengan elektroforesis dan
dideteksi dengan pewarnaan.
Hybridization-based marker – RFLP
RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism) berasal dari susunan DNA yang
terjadi karena proses evolusi, mutasi titik pada situs enzim restriksi, insersi atau delesi dalam
fragmen DNA. Dalam analisis RFLP, genomik DNA yang dipotong dengan enzim restriksi
dipisahkan melalui gel elektroforesis, dan diblot ke membrane netroselulase. Dasar dari transfer
DNA dari gel ke pensupport yang lebih solid adalah untuk mengawetkan posisi fragmen DNA
dan menyebabkan hibridisasi dapat dilakukan. Pola banding yang spesifik divisualisasi dengan
hibridisasi dengan probe yang dilabel. Probe biasanya probe lokus tunggal yang spesies-specific
berukuran 0.5 – 3kb yang diperoleh dari cDNA library atau genomik library.
RFLP merupakan marker co-dominant. RFLP merupakan marker yang sangat dapat
dpercaya dalam analisis linkage dan breeding dan dapat ditentukan dengan mudah jika karakter
terdapat dalam bentuk homozigot atau heterozigot. Kekuatan dari marker RFLP adalah
konsistensi yang tinggi, sifat pewarisan co-dominant, dapat diulang antar laboratorium,
![Page 2: Marker Molekuler](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082411/55cf9aaf550346d033a2e31d/html5/thumbnails/2.jpg)
memberikan marker yang locus-specific, tidak memerlukan informasi sekuen, dan relative
mudah discor karena perbedaan yang besar antar fragmen. Tetapi penggunaan RFLP
memerlukan DNA dalam jumlah yang besar untuk pemotongan dengan enzim restriksi. Di
samping itu penggunaan isotop radioaktif relatif mahal dan berbahaya. Waktu yang diperlukan
juga cukup lama.
PCR (polymerase chain reaction)-based marker
PCR adalah sebuah teknik biologi molekuler untuk mereplikasikan DNA dengan
menggunakan enzim Taq polimerase. PCR digunakan untuk mengamplifikasi bagian DNA yang
pendek (sampai 10 kb). Sejak ditemukan oleh Kary Mullis pada tahun 1983, teknik ini telah
melahirkan teknik PCR-based marker teknik lainnya yang sangat bervariasi. Protokol dasar PCR
adalah:
a. DNA utas ganda didenaturasi pada suhu 95C sehingga membentuj DNA utas tunggal yang
berfungsi sebagai cetakan.
b. DNA utas tunggal yang pendek (disebut primer) berikatan dengan DNA cetakan pada
temperature rendah. Ikatan preimer terjadi pada utas yang komplementer dengan cetakan
pada daerah ujung batas sekuen DNA target.
c. Suhu ditingkatkan menjadi 72C sehingga enzim DNA polymerase dapat melakukan sintesis
DNA membentuk utas ganda DNA baru. Utas ganda DNA yang baru disintesis, didenaturasi
pada suhu tinggi dan siklus berulang.
d. Produk PCR diamati dengan gel elektroforesis dengan menggunakan gel agarose ataupun gel
poliakrilamida dan diamati dengan uv-transiluminator.
RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)
Salah satu teknik molecular marker yang menggunakan PCR adalah RAPD. Metode
standar RAPD menggunakan oligonukleotida tunggal pendek (10-12 basa) dengan urutan acak
sebagai primer untuk mengamplifikasi genomik DNA dalam jumlah nanogram dengan
temperatur annealing yang rendah. Produk amplifikasi PCR dipisahkan dengan agarose gel
diwarnai dengan ethidium bromide. Primer decamer secara komersial tersedia di berbagai
sumber (misalnya Operon Technologies Inc., Alameda, California atau University of British
![Page 3: Marker Molekuler](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082411/55cf9aaf550346d033a2e31d/html5/thumbnails/3.jpg)
Columbia, Canada). Analisis RAPD berbeda dengan kondisi PCR standar dimana hanya
menggunakan satu primer dan tidak memerlukan informasi sekuen DNA awal.
Pada temperature annealing yang tepat selama siklus thermal, oligonukleotida primers
dengan urutan sekuen acak berikatan pada beberapa priming site pada sekuen komplementer
pada template DNA genomik dan menghasilkan produk jika priming site berada dalam
wilayah/jarak yang dapat diamplifikasi. Profil amplifikasi DNA tergantung pada homologi
sekuen nukleotida antara template/cetakan DNA dengan oligonucleotide primer. Variasi
nukleotida antar template DNA menghasilkan ada tidaknya band karena perubahan priming site.
Aplikasi analisis RAPD
Karena teknik RAPD yang sederhana dan biaya yang diperlukan lebih murah maka
terdapat aplikasi yang sangat luas dari RAPD pada berbagai area biologi. Beberapa area tersebut
antara lain:
Kemampuan RAPD mendeteksi variasi intra-specifik dapat digunakan untuk melakukan
screening untuk tingkat inbreeding pada tanaman komersial untuk mencegah peningkatan
frekuensi alel resesif yang merugikan dalam populasi.
Marker species-specific digunakan dalam inter-specific gene flow dan identifikasi hybrid.
Sama halnya dengan marker population-specific akan bermanfaat dalam identifikasi populasi
hibrid. Marker RAPD lebih cocok untuk organisme klonal dibandingkan organisme yang
bereproduksi secara seksual. Karena bereproduksi secara aseksual, maka fragmen polimorfik
antar individual dapat digunakan untuk menentukan identitas klonal.
Walaupun metode RAPD relatif cepat, murah dan gampang dilaksanakan
dibandingkan metode marker DNA lain, isu konsistensi/reproducibility menjadi perhatian
sejak dipublikasikannya teknik ini. RAPD sangat sensitif terhadap perubahan kondisi reaksi
PCR. Problem reproducibility/konsistensi biasanya terjadi pada band dengan intensitas yang
rendah. Hal ini mungkin terjadi karena primer tidak cocok secara sempurna pada sekuen priming
site, amplifikasi pada beberapa siklus mungkin tidak terjadi sehingga band tetap samar.
![Page 4: Marker Molekuler](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082411/55cf9aaf550346d033a2e31d/html5/thumbnails/4.jpg)
ISSR (Inter Simple Sequence Repeat)
ISSR melibatkan amplifikasi segmen DNA yang berada pada jarak yang dapat
teramplifikasi antara dua daerah mikrosatelit berulang yang identik tetapi dengan orientasi arah
yang berbeda. Teknik ini menggunakan primer mikrosatelit tunggal dalam reaksi PCR dengan
target multiple-locus genomik untuk mengamplifikasi inter simple sequence repeats dengan
ukuran yang berbeda. Mikrosatelit yang digunakan sebagai primer bisa berupa di-nucleotide, tri-
nucleotide, tetranucleotide atau penta-nucleotide. Primer yang digunakan bisa unanchored atau
umumnya anchored pada ujung 3` atau 5` dengan 1 sampai 4 basa degenerate yang berada pada
daerah batas ujung mikrosatelit. Panjang primer ISSR yang digunakan adalah 15–30 mers
duibandingkan dengan RAPD yang menggunakan primer 10 mers. Suhu annealing tergantung
pada kandungan GC dari primer yang digunakan, biasanya berkisar 45 sampai 65C. Produk hasil
amplifikasi biasanya berukuran 200–2000 bp dan dapat dideteksi dengan menggunakan gel
agarosa atau poliakrilamid elektroforesis.
Mikrosatelit
Mikrosatelit, juga dikenal dengan simple sequence repeats (SSRs) adalah kelas terkecil
dari sekuen berulang. Sekuen yang berulang sering sederhana, terdiri dari dua, tiga atau empat
nukleotida (di-, tri-, dan tetranukleotida berulang). Salah satu contoh umum mikrosatelit adalah
dinucleotida berulang (CA)n, dimana n menunjukkan jumlah total nukeotida berulang/repeats
yang berada pada kisaran 10 dan 100. Marker ini sering menunjukkan polimorfisme inter dan
intra spesifik dengan level tinggi.
Reaksi PCR untuk SSRs dilakukan dengan primer forward dan reverse yang
berikatan/anneal pada ujung 5` dan 3` dari DNA cetakan. Fragmen produk PCR biasanya
dipisahkan pada gel poliakrilamid dengan pewarnaan AgNO3, dengan autoradiografi atau
dengan sistem deteksi menggunakan fluoresens. Gel agarose gels (biasanya 3%) dengan
pewarnaan EtBr dapat digunakan saat perbedaan dalam ukuran alel antar sampel lebih besar dari
10bp.
Pengembangan mikrosatelit melibatkan beberapa tahapan dimulai dari pembentukan
library untuk pengembangan set primer yang dapat mengamplifikasi lokus mikrosatelit yang
polimorfik. Ini melibatkan:
![Page 5: Marker Molekuler](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082411/55cf9aaf550346d033a2e31d/html5/thumbnails/5.jpg)
1. Konstruksi library mikrosatelit.
2. Identifikasi lokus mikrosatelit yang unik.
3. Identifikasi area yang sesuai untuk disain primer.
4. Mendapatkan produk PCR.
5. Evaluasi dan interpretasi pola banding.
6. Penilaian produk PCR yang polimorfik.
SSRs sekarang merupakan marker yang dipilih pada banyak area genetika molekuler
karena mikrosatelih sangat polimorfik bahkan untuk spesies atau galur yang berkerabat dekat,
memerlukan DNA dalam jumlah kecil, dapat diautomasi.
Kloroplas DNA (cpDNA) dan mitokondrial DNA (mtDNA)
DNA terdapat di nukleus dan dalam organel (ekstrakromosomal DNA). Pada tanaman,
DNA juga terdapat pada mitokondria dan kloroplas. Sekuens kloroplas DNA komplit telah
terdapat untuk tanaman Nicotiana tabacum, Marchantia polymorpha, Oryza sativa dan Epifagus
virginiana dan lain-lain. Informasi ini tersedia untuk digunakan dalam studi perbandingan
struktur dan kandungan gen pada genom kloroplas. Karakteristik kloroplas yang memiliki
kecepatan sunstitusi nukleotida yang konservatif menyebabkan penggunaan kloroplas DNA
untuk menentukan filogeni tanaman dan evolusi tanaman. Kloroplas DNA diwariskan secara
maternal pada sebagian besar angiospermae, sedang pada conifer pewarisannya adalah paternal.
Terdapat perkecualan, seperti pada tanaman kiwi, kloroplas DNA diwariskan secara paternal.
DNA mitokondria juga diwariskan secara uniparental yaitu secara maternal. Tersedianya
primer universal untuk amplifikasi sekuen cpDNA dan mtDNA menyebabkan kemudahan dalam
analisa filogeni tanaman dengan menggunakan cpDNA dan mtDNA. Teknik yang bervariasi
digunakan untuk mengamati variasi pada kloroplas DNA dan mitokondrial DNA. Teknik yang
paling sering digunakan adalah RFLP dan PCR-RFLP. Pada PCR-RFLP, sekuen kloroplas atau
mitokondria diamplifikasi dengan PCR. Variasi dilihat dari ukuran sekuens. Jika tidak terdapat
perbedaan ukuran hasil PCR (tidak terdapat length polymorphism), maka produk PCR
selanjutnya dipotong dengan enzim restriksi. Sequencing daerah cpDNA atau mtDNA juga
merupakan salah satu teknik untuk melihat perbedaan basa nukleotida antar sekuens.
DNA nukleus
![Page 6: Marker Molekuler](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082411/55cf9aaf550346d033a2e31d/html5/thumbnails/6.jpg)
Sebagian DNA organisme berlokasi di nukleus. Nuklear yang mengkode ribosomal DNA
(rDNA) adalah nuklear DNA yang paling sering digunakan pada studi filogenetik. Pada sel
tanaman tingkat tinggi, setiap genom nuklear haploid mengandung 1,000 sampai 10,000 copy
rDNA yang tersusun secara tandem pada satu atau beberapa lokasi kromosom. Setiap unit dalam
satu rangkaian mengkode gen dengan urutan 5’- 18S, 5.8S, 26S -3’ subunit rRNA. Di antara
daerah 18S dan 5.8S terdapat beberapa ratus pasang basa DNA yang disebut internal transcribe
spacer 1 (ITS1), dan antara daerah 5.8S dan 25S region adalah ITS2. Daerah yang memisahkan
unit transkripsi dari adjacent rDNA berulang adalah intergenic spacer (IGS).
Daerah ITS lebih variable dibandingkan daerah coding, sehingga bermanfaat untuk
membandingkan hubungan antar spesies dan genus yang berkerabat dekat.
Beberapa gen nuclear lainnya dapat digunakan untuk studi filogenetik. Terdapat 16 low copy
nuclear genes yang telah digunakan pada studi filogenetik alcohol dehydrogenase (Adh),
calmodulin (Cam), floricaula/leafy (FLO/LFY), glycerol-3-phosphate acyltransferase (GPAT),
granule-bound starch synthase (GBSSI or Waxy), phosphoglucose isomerase (PgiC).
Pustaka
Bardakci, F. 2001. Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) Markers. Turk J Biol 25:185-
196
Semagn, K., Bjørnstad, A., Ndjiondjop, M.N. 2006. An overview of molecular marker methods
for plants. African Journal of Biotechnology 5: 2540-2568
Namun ada juga yang mengatakan dengan lebih spesifik bahwa marka molekular adalah
suatu metode yang bertujuan untuk menunjukkan keberadaan suatu urutan DNA pada suatu
genom tertentu. Marka molekular pada umumnya berupa daerah yang conserve alias daerah yang
perubahannya sangat sedikit atau tidak mengalami perubahan akibat berbagai faktor seperti
mutasi, insersi, dan seleksi alam. Karena marka molekular adalah urutan DNA yang bersifat
conserve, maka daerah tersebut juga diwariskan kepada keturunannya. Dengan adanya daerah
conserve inilah dapat dilakukan berbagai macam analisis untuk mengetahui karakter suatu DNA
pada mahkluk hidup.
![Page 7: Marker Molekuler](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082411/55cf9aaf550346d033a2e31d/html5/thumbnails/7.jpg)
Untuk mendeteksi adanya marka molekular, berikut adalah beberapa metode atau teknik yang
digunakan untuk mendeteksi keberadaan marka molekular antara lain:
1. RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphisms)
2. SSRs (Simple Sequence Repeats-SSRs)
3. AFLP (Amplified Fragment Length Polymorphisms)
4. RAPD (Random Amplified Polymorphisms DNA)
5. STS (Sequence-Tagged Sites)
6. SCAR (Sequence Characterized Amplified Regions)
7. ISSR (Inter-Simple Sequence Repeat)
8. ESTs (Expressed Sequence Tags)
9. CAPs (Cleaved Amplified Polymorphic Sequences)
10. dCAPS (Derived Cleaved Amplified Polymorphic Sequences)
11. MPSS (Massively Parallel Signature Sequencing)
“Marka” atau penanda (marker) yang merupakan campuran molekul dengan ukuran
berbeda-beda dapat digunakan untuk menentukan ukuran molekul dalam pita sampel dengan
meng-elektroforesis marka tersebut pada lajur di gel yang paralel dengan sampel. Pita-pita pada
lajur marka tersebut dapat dibandingkan dengan pita sampel untuk menentukan ukurannya. Jarak
pita dari sumur gel berbanding terbalik terhadap logaritma ukuran molekul.
a. PCR disebut juga sebagai penanda genetik (genetic marker). Sebenarnya PCR itu
sendiri dibagi lagi kedalam beberapa variasi, yaitu :
b. PCR; menggunakan rantai primer panjang (umumnya 20 base)
c. PCR-RAPD; pada dasarnya sama dengan PCR, namun rantai primernya hanya 10
basa. Kegunaan : Analisis biodiversitas, Hubungan kekerabatan, Deteksi variasi
somaklonal, Identifikasi kultivar, Resistensi
![Page 8: Marker Molekuler](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082411/55cf9aaf550346d033a2e31d/html5/thumbnails/8.jpg)
d. PCR-AFLP; menggabungkan teknik RFLP dan PCR, melibatkan enzim restriksi,
rumit bagi pemula
e. Microsatellite; berisi segmen tandem repeats dari urutan basa sederhana biasanya
berisi 1 hingga 5 basa. Sering digunakan pada penelitian tanaman.
Keuntungan : Reproducibility/konsistensi lebih tinggi dibandingkan RAPDs,
Dapat mendeteksi variasi untuk studi dalam populasi. Kerugian merupakan
marker dominan.
Perbedaan : Beda ISSR dengan SSR adalah:
ISSR menggunakan primer yang merupakan daerah repeat untuk mengamplifikasi
daerah yang berada di antara 2 repeat. ISSR hanya menggunakan satu primer.SSR
menggunakan primer pada daerah ujung batas repeat sehingga mengamplifikasi
repeat itu sendiri. SSR menggunakan 2 primer yaitu primer forward dan primer
reverse. Polimorfisme pada SSR didasarkan pada jumlah dari unit repeat dan
sangat bervariasi SSRs memiliki amplifikasi yang stabil dan konsistensi yang
baik/reproducibility tinggi PCR dengan SSR marker gampang dilakuka
f. Selain PCR, ada penanda genetik lain yang lebih dulu dikembangkan yaitu RFLP.
Teknik ini memanfaatkan enzim restriksi untuk memotong sekuens tertentu dari
DNA yang dikenal i.