marker molekuler

12
Marker Molekuler Molekular marker merupakan potongan dari material genetik yang mudah diidentifikasi yang dapat digunakan di laboratorium untuk memisahkan sel, individu, populasi atau spesies. Pengembangan molekular marker dimulai dari ekstraksi DNA dari jaringan tanaman (misalnya daun, biji, polen atau kadang-kadang jaringan kayu). Molekular marker yang ideal adalah antara lain memiliki polimorfisme yang tinggi, bersifat kodominan, banyak/sering terdapat dalam genom, aksesnya mudah, memiliki konsistensi tinggi. Bermacam-macam teknik telah dikembangkan untuk memvisualisasi polimorfisme pada DNA. Umumnya molekular marker diklasifikasikan dalam dua kelompok: Hybridization-based marker dan PCR (polymerase chain reaction)-based marker. Pada Hybridization-based marker profil DNA divisualisasi dengan melakukan hibridisasi antara DNA yang telah dipotong dengan enzim restriksi dengan probe yang telah dilabel. Probe merupakan fragmen DNA yang diketahui asal atau sekuennya. PCR (polymerase chain reaction)-based marker melibatkan amplifikasi in vitro dari sekuen DNA tertentu atau lokus-lokus tertentu dengan bantuan primer dan enzim DNA polimerase yang termostabil. Fragmen yang diamplifikasi dipisahkan dengan elektroforesis dan dideteksi dengan pewarnaan. Hybridization-based marker – RFLP

Upload: oktaviani-sianturi

Post on 01-Jan-2016

166 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Marker Molekuler

Marker Molekuler

Molekular marker merupakan potongan dari material genetik yang mudah diidentifikasi

yang dapat digunakan di laboratorium untuk memisahkan sel, individu, populasi atau spesies.

Pengembangan molekular marker dimulai dari ekstraksi DNA dari jaringan tanaman (misalnya

daun, biji, polen atau kadang-kadang jaringan kayu). Molekular marker yang ideal adalah antara

lain memiliki polimorfisme yang tinggi, bersifat kodominan, banyak/sering terdapat dalam

genom, aksesnya mudah, memiliki konsistensi tinggi.

Bermacam-macam teknik telah dikembangkan untuk memvisualisasi polimorfisme pada

DNA. Umumnya molekular marker diklasifikasikan dalam dua kelompok: Hybridization-based

marker dan PCR (polymerase chain reaction)-based marker. Pada Hybridization-based marker

profil DNA divisualisasi dengan melakukan hibridisasi antara DNA yang telah dipotong dengan

enzim restriksi dengan probe yang telah dilabel. Probe merupakan fragmen DNA yang diketahui

asal atau sekuennya. PCR (polymerase chain reaction)-based marker melibatkan amplifikasi in

vitro dari sekuen DNA tertentu atau lokus-lokus tertentu dengan bantuan primer dan enzim DNA

polimerase yang termostabil. Fragmen yang diamplifikasi dipisahkan dengan elektroforesis dan

dideteksi dengan pewarnaan.

Hybridization-based marker – RFLP

RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism) berasal dari susunan DNA yang

terjadi karena proses evolusi, mutasi titik pada situs enzim restriksi, insersi atau delesi dalam

fragmen DNA. Dalam analisis RFLP, genomik DNA yang dipotong dengan enzim restriksi

dipisahkan melalui gel elektroforesis, dan diblot ke membrane netroselulase. Dasar dari transfer

DNA dari gel ke pensupport yang lebih solid adalah untuk mengawetkan posisi fragmen DNA

dan menyebabkan hibridisasi dapat dilakukan. Pola banding yang spesifik divisualisasi dengan

hibridisasi dengan probe yang dilabel. Probe biasanya probe lokus tunggal yang spesies-specific

berukuran 0.5 – 3kb yang diperoleh dari cDNA library atau genomik library.

RFLP merupakan marker co-dominant. RFLP merupakan marker yang sangat dapat

dpercaya dalam analisis linkage dan breeding dan dapat ditentukan dengan mudah jika karakter

terdapat dalam bentuk homozigot atau heterozigot. Kekuatan dari marker RFLP adalah

konsistensi yang tinggi, sifat pewarisan co-dominant, dapat diulang antar laboratorium,

Page 2: Marker Molekuler

memberikan marker yang locus-specific, tidak memerlukan informasi sekuen, dan relative

mudah discor karena perbedaan yang besar antar fragmen. Tetapi penggunaan RFLP

memerlukan DNA dalam jumlah yang besar untuk pemotongan dengan enzim restriksi. Di

samping itu penggunaan isotop radioaktif relatif mahal dan berbahaya. Waktu yang diperlukan

juga cukup lama.

PCR (polymerase chain reaction)-based marker

PCR adalah sebuah teknik biologi molekuler untuk mereplikasikan DNA dengan

menggunakan enzim Taq polimerase. PCR digunakan untuk mengamplifikasi bagian DNA yang

pendek (sampai 10 kb). Sejak ditemukan oleh Kary Mullis pada tahun 1983, teknik ini telah

melahirkan teknik PCR-based marker teknik lainnya yang sangat bervariasi. Protokol dasar PCR

adalah:

a. DNA utas ganda didenaturasi pada suhu 95C sehingga membentuj DNA utas tunggal yang

berfungsi sebagai cetakan.

b. DNA utas tunggal yang pendek (disebut primer) berikatan dengan DNA cetakan pada

temperature rendah. Ikatan preimer terjadi pada utas yang komplementer dengan cetakan

pada daerah ujung batas sekuen DNA target.

c. Suhu ditingkatkan menjadi 72C sehingga enzim DNA polymerase dapat melakukan sintesis

DNA membentuk utas ganda DNA baru. Utas ganda DNA yang baru disintesis, didenaturasi

pada suhu tinggi dan siklus berulang.

d. Produk PCR diamati dengan gel elektroforesis dengan menggunakan gel agarose ataupun gel

poliakrilamida dan diamati dengan uv-transiluminator.

RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

Salah satu teknik molecular marker yang menggunakan PCR adalah RAPD. Metode

standar RAPD menggunakan oligonukleotida tunggal pendek (10-12 basa) dengan urutan acak

sebagai primer untuk mengamplifikasi genomik DNA dalam jumlah nanogram dengan

temperatur annealing yang rendah. Produk amplifikasi PCR dipisahkan dengan agarose gel

diwarnai dengan ethidium bromide. Primer decamer secara komersial tersedia di berbagai

sumber (misalnya Operon Technologies Inc., Alameda, California atau University of British

Page 3: Marker Molekuler

Columbia, Canada). Analisis RAPD berbeda dengan kondisi PCR standar dimana hanya

menggunakan satu primer dan tidak memerlukan informasi sekuen DNA awal.

Pada temperature annealing yang tepat selama siklus thermal, oligonukleotida primers

dengan urutan sekuen acak berikatan pada beberapa priming site pada sekuen komplementer

pada template DNA genomik dan menghasilkan produk jika priming site berada dalam

wilayah/jarak yang dapat diamplifikasi. Profil amplifikasi DNA tergantung pada homologi

sekuen nukleotida antara template/cetakan DNA dengan oligonucleotide primer. Variasi

nukleotida antar template DNA menghasilkan ada tidaknya band karena perubahan priming site.

Aplikasi analisis RAPD

Karena teknik RAPD yang sederhana dan biaya yang diperlukan lebih murah maka

terdapat aplikasi yang sangat luas dari RAPD pada berbagai area biologi. Beberapa area tersebut

antara lain:

Kemampuan RAPD mendeteksi variasi intra-specifik dapat digunakan untuk melakukan

screening untuk tingkat inbreeding pada tanaman komersial untuk mencegah peningkatan

frekuensi alel resesif yang merugikan dalam populasi.

Marker species-specific digunakan dalam inter-specific gene flow dan identifikasi hybrid.

Sama halnya dengan marker population-specific akan bermanfaat dalam identifikasi populasi

hibrid. Marker RAPD lebih cocok untuk organisme klonal dibandingkan organisme yang

bereproduksi secara seksual. Karena bereproduksi secara aseksual, maka fragmen polimorfik

antar individual dapat digunakan untuk menentukan identitas klonal.

Walaupun metode RAPD relatif cepat, murah dan gampang dilaksanakan

dibandingkan metode marker DNA lain, isu konsistensi/reproducibility menjadi perhatian

sejak dipublikasikannya teknik ini. RAPD sangat sensitif terhadap perubahan kondisi reaksi

PCR. Problem reproducibility/konsistensi biasanya terjadi pada band dengan intensitas yang

rendah. Hal ini mungkin terjadi karena primer tidak cocok secara sempurna pada sekuen priming

site, amplifikasi pada beberapa siklus mungkin tidak terjadi sehingga band tetap samar.

Page 4: Marker Molekuler

ISSR (Inter Simple Sequence Repeat)

ISSR melibatkan amplifikasi segmen DNA yang berada pada jarak yang dapat

teramplifikasi antara dua daerah mikrosatelit berulang yang identik tetapi dengan orientasi arah

yang berbeda. Teknik ini menggunakan primer mikrosatelit tunggal dalam reaksi PCR dengan

target multiple-locus genomik untuk mengamplifikasi inter simple sequence repeats dengan

ukuran yang berbeda. Mikrosatelit yang digunakan sebagai primer bisa berupa di-nucleotide, tri-

nucleotide, tetranucleotide atau penta-nucleotide. Primer yang digunakan bisa unanchored atau

umumnya anchored pada ujung 3` atau 5` dengan 1 sampai 4 basa degenerate yang berada pada

daerah batas ujung mikrosatelit. Panjang primer ISSR yang digunakan adalah 15–30 mers

duibandingkan dengan RAPD yang menggunakan primer 10 mers. Suhu annealing tergantung

pada kandungan GC dari primer yang digunakan, biasanya berkisar 45 sampai 65C. Produk hasil

amplifikasi biasanya berukuran 200–2000 bp dan dapat dideteksi dengan menggunakan gel

agarosa atau poliakrilamid elektroforesis.

Mikrosatelit

Mikrosatelit, juga dikenal dengan simple sequence repeats (SSRs) adalah kelas terkecil

dari sekuen berulang. Sekuen yang berulang sering sederhana, terdiri dari dua, tiga atau empat

nukleotida (di-, tri-, dan tetranukleotida berulang). Salah satu contoh umum mikrosatelit adalah

dinucleotida berulang (CA)n, dimana n menunjukkan jumlah total nukeotida berulang/repeats

yang berada pada kisaran 10 dan 100. Marker ini sering menunjukkan polimorfisme inter dan

intra spesifik dengan level tinggi.

Reaksi PCR untuk SSRs dilakukan dengan primer forward dan reverse yang

berikatan/anneal pada ujung 5` dan 3` dari DNA cetakan. Fragmen produk PCR biasanya

dipisahkan pada gel poliakrilamid dengan pewarnaan AgNO3, dengan autoradiografi atau

dengan sistem deteksi menggunakan fluoresens. Gel agarose gels (biasanya 3%) dengan

pewarnaan EtBr dapat digunakan saat perbedaan dalam ukuran alel antar sampel lebih besar dari

10bp.

Pengembangan mikrosatelit melibatkan beberapa tahapan dimulai dari pembentukan

library untuk pengembangan set primer yang dapat mengamplifikasi lokus mikrosatelit yang

polimorfik. Ini melibatkan:

Page 5: Marker Molekuler

1. Konstruksi library mikrosatelit.

2. Identifikasi lokus mikrosatelit yang unik.

3. Identifikasi area yang sesuai untuk disain primer.

4. Mendapatkan produk PCR.

5. Evaluasi dan interpretasi pola banding.

6. Penilaian produk PCR yang polimorfik.

SSRs sekarang merupakan marker yang dipilih pada banyak area genetika molekuler

karena mikrosatelih sangat polimorfik bahkan untuk spesies atau galur yang berkerabat dekat,

memerlukan DNA dalam jumlah kecil, dapat diautomasi.

Kloroplas DNA (cpDNA) dan mitokondrial DNA (mtDNA)

DNA terdapat di nukleus dan dalam organel (ekstrakromosomal DNA). Pada tanaman,

DNA juga terdapat pada mitokondria dan kloroplas. Sekuens kloroplas DNA komplit telah

terdapat untuk tanaman Nicotiana tabacum, Marchantia polymorpha, Oryza sativa dan Epifagus

virginiana dan lain-lain. Informasi ini tersedia untuk digunakan dalam studi perbandingan

struktur dan kandungan gen pada genom kloroplas. Karakteristik kloroplas yang memiliki

kecepatan sunstitusi nukleotida yang konservatif menyebabkan penggunaan kloroplas DNA

untuk menentukan filogeni tanaman dan evolusi tanaman. Kloroplas DNA diwariskan secara

maternal pada sebagian besar angiospermae, sedang pada conifer pewarisannya adalah paternal.

Terdapat perkecualan, seperti pada tanaman kiwi, kloroplas DNA diwariskan secara paternal.

DNA mitokondria juga diwariskan secara uniparental yaitu secara maternal. Tersedianya

primer universal untuk amplifikasi sekuen cpDNA dan mtDNA menyebabkan kemudahan dalam

analisa filogeni tanaman dengan menggunakan cpDNA dan mtDNA. Teknik yang bervariasi

digunakan untuk mengamati variasi pada kloroplas DNA dan mitokondrial DNA. Teknik yang

paling sering digunakan adalah RFLP dan PCR-RFLP. Pada PCR-RFLP, sekuen kloroplas atau

mitokondria diamplifikasi dengan PCR. Variasi dilihat dari ukuran sekuens. Jika tidak terdapat

perbedaan ukuran hasil PCR (tidak terdapat length polymorphism), maka produk PCR

selanjutnya dipotong dengan enzim restriksi. Sequencing daerah cpDNA atau mtDNA juga

merupakan salah satu teknik untuk melihat perbedaan basa nukleotida antar sekuens.

DNA nukleus

Page 6: Marker Molekuler

Sebagian DNA organisme berlokasi di nukleus. Nuklear yang mengkode ribosomal DNA

(rDNA) adalah nuklear DNA yang paling sering digunakan pada studi filogenetik. Pada sel

tanaman tingkat tinggi, setiap genom nuklear haploid mengandung 1,000 sampai 10,000 copy

rDNA yang tersusun secara tandem pada satu atau beberapa lokasi kromosom. Setiap unit dalam

satu rangkaian mengkode gen dengan urutan 5’- 18S, 5.8S, 26S -3’ subunit rRNA. Di antara

daerah 18S dan 5.8S terdapat beberapa ratus pasang basa DNA yang disebut internal transcribe

spacer 1 (ITS1), dan antara daerah 5.8S dan 25S region adalah ITS2. Daerah yang memisahkan

unit transkripsi dari adjacent rDNA berulang adalah intergenic spacer (IGS).

Daerah ITS lebih variable dibandingkan daerah coding, sehingga bermanfaat untuk

membandingkan hubungan antar spesies dan genus yang berkerabat dekat.

Beberapa gen nuclear lainnya dapat digunakan untuk studi filogenetik. Terdapat 16 low copy

nuclear genes yang telah digunakan pada studi filogenetik alcohol dehydrogenase (Adh),

calmodulin (Cam), floricaula/leafy (FLO/LFY), glycerol-3-phosphate acyltransferase (GPAT),

granule-bound starch synthase (GBSSI or Waxy), phosphoglucose isomerase (PgiC).

Pustaka

Bardakci, F. 2001. Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) Markers. Turk J Biol 25:185-

196

Semagn, K., Bjørnstad, A., Ndjiondjop, M.N. 2006. An overview of molecular marker methods

for plants. African Journal of Biotechnology 5: 2540-2568

Namun ada juga yang mengatakan dengan lebih spesifik bahwa marka molekular adalah

suatu metode yang bertujuan untuk menunjukkan keberadaan suatu urutan DNA pada suatu

genom tertentu. Marka molekular pada umumnya berupa daerah yang conserve alias daerah yang

perubahannya sangat sedikit atau tidak mengalami perubahan akibat berbagai faktor seperti

mutasi, insersi, dan seleksi alam. Karena marka molekular adalah urutan DNA yang bersifat

conserve, maka daerah tersebut juga diwariskan kepada keturunannya. Dengan adanya daerah

conserve inilah dapat dilakukan berbagai macam analisis untuk mengetahui karakter suatu DNA

pada mahkluk hidup. 

Page 7: Marker Molekuler

Untuk mendeteksi adanya marka molekular, berikut adalah beberapa metode atau teknik yang

digunakan untuk mendeteksi keberadaan marka molekular antara lain: 

1. RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphisms)

2. SSRs (Simple Sequence Repeats-SSRs)

3. AFLP (Amplified Fragment Length Polymorphisms)

4. RAPD (Random Amplified Polymorphisms DNA)

5. STS (Sequence-Tagged Sites)

6. SCAR (Sequence Characterized Amplified Regions)

7. ISSR (Inter-Simple Sequence Repeat)

8. ESTs (Expressed Sequence Tags)

9. CAPs (Cleaved Amplified Polymorphic Sequences)

10. dCAPS (Derived Cleaved Amplified Polymorphic Sequences)

11. MPSS (Massively Parallel Signature Sequencing)

 “Marka” atau penanda (marker) yang merupakan campuran molekul dengan ukuran

berbeda-beda dapat digunakan untuk menentukan ukuran molekul dalam pita sampel dengan

meng-elektroforesis marka tersebut pada lajur di gel yang paralel dengan sampel. Pita-pita pada

lajur marka tersebut dapat dibandingkan dengan pita sampel untuk menentukan ukurannya. Jarak

pita dari sumur gel berbanding terbalik terhadap logaritma ukuran molekul.

a. PCR disebut juga sebagai penanda genetik (genetic marker). Sebenarnya PCR itu

sendiri dibagi lagi kedalam beberapa variasi, yaitu :

b. PCR; menggunakan rantai primer panjang (umumnya 20 base)

c. PCR-RAPD; pada dasarnya sama dengan PCR, namun rantai primernya hanya 10

basa. Kegunaan : Analisis biodiversitas, Hubungan kekerabatan, Deteksi variasi

somaklonal, Identifikasi kultivar, Resistensi

Page 8: Marker Molekuler

d. PCR-AFLP; menggabungkan teknik RFLP dan PCR, melibatkan enzim restriksi,

rumit bagi pemula

e. Microsatellite; berisi segmen tandem repeats dari urutan basa sederhana biasanya

berisi 1 hingga 5 basa. Sering digunakan pada penelitian tanaman.

Keuntungan : Reproducibility/konsistensi lebih tinggi dibandingkan RAPDs,

Dapat mendeteksi variasi untuk studi dalam populasi. Kerugian merupakan

marker dominan.

Perbedaan : Beda ISSR dengan SSR adalah:

ISSR menggunakan primer yang merupakan daerah repeat untuk mengamplifikasi

daerah yang berada di antara 2 repeat. ISSR hanya menggunakan satu primer.SSR

menggunakan primer pada daerah ujung batas repeat sehingga mengamplifikasi

repeat itu sendiri. SSR menggunakan 2 primer yaitu primer forward dan primer

reverse. Polimorfisme pada SSR didasarkan pada jumlah dari unit repeat dan

sangat bervariasi SSRs memiliki amplifikasi yang stabil dan konsistensi yang

baik/reproducibility tinggi PCR dengan SSR marker gampang dilakuka

f. Selain PCR, ada penanda genetik lain yang lebih dulu dikembangkan yaitu RFLP.

Teknik ini memanfaatkan enzim restriksi untuk memotong sekuens tertentu dari

DNA yang dikenal i.