manajemen kasus anestesi ga
TRANSCRIPT
LAPORAN MANAJEMEN KASUS
STASE ILMU ANASTESI DAN REAMINASI
“LAPAROTOMI SALPINGOOFOREKTOMI”
Disusun oleh:
Ninda Devita
08711236
Dokter Pembimbing Klinik:
Dr. H. Awal Tunis Yantoro SKM. Sp.An
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2013
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama: Nn. E
Umur: 21 tahun
Alamat: Karang Jati, Purbalingga
No RM: 526974
Ruang: Bougenvil
Masuk RS: 24 April 2013
Operasi: 25 April 2013
B. PRIMARY SURVEY
1. Airway
Clear, Mallampati 1, tidak terdapat gigi palsu atau ompong, jarak antara gigi atas
dan bawah kira-kira 2 jari, deviasi septum (-), discharge (-), polip (-), leher pendek
(-), jejas (-), trakea teraba di tengah, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
2. Breathing
Nafas spontan, RR 20x/menit, reguler, gerak dada simetris, tidak terdapat retraksi,
suara nafas vesikuler, tidak terdapat ronkhi atau wheezing.
3. Circulation
Kulit hangat, TD: 90/60 mmHg, nadi 100x/menit, reguler, S1>S2 reguler, gallop
(-), murmur (-).
4. Disability
Keadaan umum tampak lemah, gizi cukup, kesadaran compos mentis, pupil bulat,
isokor, refleks cahaya +/+
C. SECONDARY SURVEY
1. Anamnesis
a. Keluhan Utama: Nyeri perut kanan bawah
b. Riwayat Penyakit Sekarang:
Sejak tadi pagi, pasien mengeluh nyeri perut kanan bawah mendadak,
terus menerus, seperti ditusuk-tusuk, tidak menjalar ke tempat lain. Keluhan
disertai mual (+), muntah (+), badan terasa lemas. Keluhan tidak disertai
demam (-), BAB N, BAK N.
Sejak 6 minggu yang lalu, pasien ternyata terlambat haid. Pasien
mengaku pernah berhubungan dengan pacarnya. Pasien belum melakukan tes
kehamilan.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan sama (-)
Riwayat asma (-)
Riwayat alergi makanan atau obat (-)
Riwayat operasi (-)
Riwayat penyakit darah tinggi dan gula (-)
Pemakaian obat-obatan (-)
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat asma (-)
Riwayat alergi makanan atau obat (-)
Riwayat penyakit darah tinggi dan gula (-)
2. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum: tampak lemas
Kesadaran: Compos Mentis
GCS: E4V5M6
Vital Sign: Tekanan darah: 90/60 mmHg
Nadi: 100x/menit
Suhu: 36,5 oC
Pernafasan: 20 x/menit
BB: 50 kg
Status Lokalis
Kepala: Tampak tidak ada jejas, rambut hitam, distribusi merata, dan tidak
mudah dicabut
Mata: Konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik (-), pupil isokorm refleks
cahaya +/+
Hidung: Deviasi septum (-), discharge (-), polip (-)
Tenggorokan: Arcus faring simeteris, mukosa faring hiperemis (-), uvula
ditengah simetris, tonsil T1/T1
Mulut/ Gigi: terdapat caries, gigi ompong (-), gigi palsu (-), jarak antara
gigi atas dan bawah kira-kira 2 jari
Leher: Leher pendek (-), jejas (-), trakea teraba di tengah, tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid
Thorax:
1. Jantung:
Inspeksi: tampak ictus cordis 1 jari lateral LMC sinistra
Palpasi: ictus cordis teraba kuat angkat
Perkusi: Batas atas: SIC II LPS sinistra, batas kanan: SIC IV LPS
dextra, batas kiri: SIC V 1 jari lateral LMC sinistra
Auskultasi: S1>S2, reguler, gallop (-), murmur (-)
2. Paru
Inspeksi: simetris, rektraksi (-), ketertinggalan gerak (-)
Palpasi: simetris, fremitus normal, ketertinggalan gerak (-)
Perkusi: sonor di kedua lapang paru
Auskultasi: vesikuler +/+
Abdomen:
Inspeksi: datar, simeteris, jejas (-), abdmen tampak tegang
Auskultasi : bising usus (+)
Palpasi: nyeri tekan (+) pada perut bagian kanan bawah
Perkusi: timpani
Obstetrik:
TFU: belum teraba
VT: dinding vagina normal, porsio licin, mencucu, tertutup, nyeri
goyang porsio (+), cavum douglas menonjol, korpus uteri antefleksi
Ekstremitas: akral hangat, sianosis (-), pucat (+)
3. Pemeriksaan Penunjang
a. PP test: positif
b. Darah rutin:
Hemoglobin: 6,2 g/dl
Leukosit: 17.700/μl
Hematrokrit: 45%
Eritrosit: 2,2x106 /μ
Trombosit: 207000/ μl
CT/BT: 4’/3,3’
c. Kimia Klinik:
GDS: 120 mg/dL
d. USG
Asites positif keruh. DD: Haemoperitoneum
Pada abdomen kanan bawah/ adneksa dextra tampak massa hiperechoic.
Diameter < 3 mm dengan bagian kistik di dalamnya. DD: KET
Uterus membesar, anteflexi, dengan cavum uteri tampak lebar
D. DIAGNOSIS
Kehamilan Ektopik Terganggu
E. KESIMPULAN
ASA II E
F. LAPORAN ANASTESI
a. Diagnosis Pra Bedah: KET
b. Diagnosis Pasca Bedah: post salpingooforektomi
c. Penatalaksanaan Preoperasi
Informed Concent
Pasang IVFD 2 jalur. Jalur pertama: Loading RL 2 kolf. Jalur kedua:
Transfusi PRC 3 kolf.
Pasang DC
d. Penatalaksanaan Operasi
Jenis Pembedahan: Laparotomi Salpingooforektomi Dextra
Jenis Anasthesi: General Anastesi
Teknik Anasthesi: semi closed nafas kendali dengan ET no 7,0
Mulai Anastesi: 25 April 2013 pukul 10.15 WIB
Mulai Operasi: 25 April 2013 pukul 10.25 WIB
Premedikasi: Fentanyl 100 mg, Sulfat Atropin 0,25 mg, Ondancentron
4 mg.
Medikasi induksi: Ketamin 100 mg
Maintenance: O2, N2O dan Sevofluran 2%
Medikasi tambahan: Asam Tranexamat 500 mg, Ketorolac 30 mg
Relaksasi: Rocuronium bromide 25 mg
Posisi: Supine
Cairan masuk durante operasi: 1500 ml terdiri dari 500 cc Gelafusal
dan 1000 cc RL.
Cairan keluar durante operasi: perdarahan: 1000ml, urin 300 ml
Pemantauan tekanan darah dan HR:
Waktu Hasil Tindakan
10.15 WIB TD: 110/70 mmHg
HR: 100x/mnt
SpO2 100%
Pasien masuk ke ruang OK dan dilakukan
pemasangan NIBP dan saturasi O2. Infus RL
dan transfusi PRC terpasang di kedua tangan.
Diberikan premedikasi dengan Fentanyl 100
mg, Sulfat Atropin 0,25 mg, Ondancentron 4
mg. Mulai anstesi dengan ketamin 100 mg.
Dilakukan face mask dengan sevofluran,
N2O, dan O2. Nafas dikendalikan.
10.25 TD: 100/70 mmHg
HR: 92x/mnt
SpO2 100%
Dimulai pembedahan
10.55 TD 100/70 mmHg
HR: 90x/mnt
SpO2 100%
Pemberian Asam Tranexamat 500 mg IV,
Ketorolac 30 mg IV
11.15 TD: 110/ 60 mmHg
HR: 96x/menit
SaO2: 100%
Pembedahan selesai
Selesai Operasi: 11.15 WIB
Selesai Anastesi: 11.25 WIB
e. Recovery
Setelah operasi selesai pasien dipindahkan ke recovery room dan diobservasi
berdasarkan Aldrete Score. Monitor tekanan darah: 114/68 mmHg, nadi 93
kali/menit, SpO2 100%, observasi dengan Aldrete Score:
Kesadaran : tidak sadar, ada rekasi terhadap rangsangan (1)
Pernapasan : napas dalam, teratur (2)
Sirkulasi : baik (2)
Warna : merah muda, SaO2 > 92% (2)
Aktivitas : 4 ekstremitas dapat digerakkan (2)
f. Pemantauan di ICU
Tanggal 25 April 2013 jam 19.00 WIB
Keadaan umum: baik
Tekanan darah: 109/54 mmHg
HR: 105 x/mnt
RR: 22 x/mnt
SpO2: 100%
Cairan masuk: PRC 2 kolf, NaCL 500 ml, RL 2 kolf
Urin output: sejak pukul 17.00 170 ml
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anestesi Umum
Anestesi umum (general anestesia) adalah suatu tindakan menghilangkan nyeri secara
sentral dengan disertai hilangnya kesadaran, dan bersifat reversibel. Komponen anastesi yang
ideal terdiri dari hipnotik, analgesia, dan relaksasi otot. Mekanisme kerja anastesi umum
adalah obat yang masuk ke sirkulasi akan menyebar ke jaringan terutama adalah jaringan
yang kaya pembuluh darah. Otak kaya pembuluh darah sehingga obat anastesi banyak
terdistribusi ke sana mengakibatkan kesadaran menurun/ hilang dan hilangnya rasa sakit.
Anestesi umum dipilih pada pasien dengan durasa pembedahan yang diperkirakan lama atau
pasien yang memiliki kecemasan yang cukup besar. Pada pasien ini dipilih anestesi umum
mungkin dikarenakan durasi pembedahan yang cukup lama.
2.2. Pre Operasi
A. Anamnesis
Anamnesis berfungsi untuk menentukan teknik anestesi yang akan dilakukan.
Anamnesis meliputi riwayat penyakit sistemik yang diderita yang dapat
mempengaruhi atau dipengaruhi oleh anestesi (seperti asma, diabetes melitus,
hipertensi, alergi, penyakit ginjal), riwayat pemakaian obat yang telah maupunsedang
digunakan, riwayat operasi terdahulu, kebiasaan merokok, dan riwayat alergi.
Pada pasien ini tidak ditemukan hal yang dapat mempengaruhi proses anestesi
B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik berupa mencari tanda-tanda penyakit saluran nafas, mulut, hidung,
dan leher sangat penting untuk mengetahui apakah laringoskop intibasai susah
dilakukan. Pada pasien ini tidak ditemukan kelainan pada jalan nafas sehingga
laringoskop intubasi mudah dilakukan. Pemeriksaan fisik lain secara sistematik juga
diperlukan. Dan pada pasien ini ditemukan gangguan hemodinamik berupa tekanan
darah yang turun dan nadi cepat karenaperdarahan. Hal ini perlu ditangani karena
proses pembedahan dan anastesi sangat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh fungsi
hemodinamik.
C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboraturium terdiri dari pemeriksaan rutin dan khusus. Pemeriksaan ang
dilakukan pada pasien ini berupa darah rutin dan kimia darah. Hasil pemeriksaan
laboraturium yang kurang baik pada pasien ini adalah kadar hemoglobinnya.
Kadar hemoglobin yang baik diperlukan untuk memfasilitasi distribusi oksigen ke
jaringan. Kadar hemoglobin <8 g/dl menurunkan kemampuan distribusi oksigenn.
Apalagi pada pasie yang akan menjalani operasi. Resiko perdarahan pasti ada.
Perdarahan yang masif akan menurunkan kadar hemoglobin sehingga kadar
hemoglobin harus dikoreksi.
D. Masukan Oral
Pasien dengan operasi elektif sebaiknya dipuasakan untuk mencegah aspirasi isi
lambung akibat penurunan refleks laring selama pemberian obat anastesi. Namun,
untuk pasien operasi cito, puasa tidak bisa dilakukan. Pemberinta obat antimuntah
premedikasi mungkin bisa mengurangi resiko muntah.
E. Klasifikasi status fisik
ASA membagi status pasien ke dalam 5 kategori. Pada pasien ini dikarenakan adanya
penurunan angka hemoglobin maka dimasukkan dalam ASA 2 (pasien dengan
penyakit sistemik ringan atau sedang) Karena pembedahan yang dilakukan secara
darurat, maka status anestesi pasien adalah ASA 2 E.
F. Premedikasi
Pemberian premedikasi bertujuan untuk meredakan kecemasan dan ketakutan,
memperlancar induksi anastesi, mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus,
meminimalisir jumlah obat anastetik, dan mengurangi mual muntah.
a. Fentanyl
Adalah merupakan derivat agonis sintetik opioid yang berikatan dengan reseptor μ
di SSP. Fentanil berefek narkosis dan analgesia. Fentanil dimetabolisme terutama
di hepar dan diekskresikan melalui urin. Fentanil sebagai awalan dari anestesi
mempunyai kelebihan menstabilkan hemodinamik dengan cara: efek depresi
myocard yang rendah, menghilangkan atau tidak mencetuskan pelepasan histamin,
dan mensupressi stress pada respon operasi. Kekurangannya adalah gagal
mencegah respon nervus simpatik pada stimulasi operasi
yang menyakitkan, terutama pada pasien dengan funsi ventrikel kiri yang baik,
kemungkinan pasien sadar, dan depresi nafas.
b. Sulfat Atropin
Sulfas atropin menghambat aksi asetilkolin pada bagian parasimpatik di otot
bronkial sehingga mengurangi sekresi saliva yang bertambah pada intubasi. Efek
lainnya adalah mengurangi efek parasimpatis pada kardiovaskuler, melemaskan
otot polos organ dan menurunkan spasme gastrointestinal. Efek samping adalah
konstipasi, bradikardi, retensi urin, mulut kering.
c. Ondancentron
Adalah antagonis 5HT3 yang selektif yang dapat menekan muntah. Ondansentron
bekerja di reseptor 5HT3 di kemoreseptor trigger zone dan aferen vagal saluran
cerna. Obat ini juga memepercepat pengosongan lambung.
2.3. Durante Operasi
Pada pasien ini dilakukan teknik anestesi umum dengan semiclosed
menggunakan pipa endotrakeal metode nafas kendali. Sistem semiclosed mempunyai
keutungan seperti ekonomis, konsentrasi gas relatif stabil, tingkat polusi rendah. Pipa
endotrakeal berfungsi untuk menjaga patensi jalan nafas. Indikasi pemasangan pipa
endotrakeal adalah menjaga patensi jalan nafas pada kelainan anatomi, bedah khusus,
bedah posisi khusus; mempermudah ventilasi positifdan oksigenasi seperti saat
resusitasi, ventilasi jangka panjang, dan mencegah terhadap aspirasi. Pada pasien ini
dipasang ETT mungkin karena untuk menjaga ventilasi jangka panjang karena operasi
yang lama, terdapat resiko untuk aspirasi dan untuk prosedur operasi meliputi rongga
perut atau kepala dan leher. Metode nafas kendali berarti pasien dalam keadaan
terdepresi sempurna sehingga membutuhkan bantuan nafas penuh. Metode ini salah
satunya diindikasikan pada pembedahan yang lama. Selain itu pada pasien ini
dilakukan pembedahan intraabdomen yang dikhawatirkan meningkatkan tekanan
intraabdomen sehingga mengganggu pergerakan diafragma.
Untuk mempermudah pernafasan kendali selama anastesi dan mempermudah atau
mengurangi cidera tindakan laringoskop dan intubasi trakea,diberikan pelemas otot.
Rocuronium adalah agen pelemas otot nondepolarisasi dengan onset cepat sampau
menengah dan durasi aksi intermediet. Obat ini bekerja dengan hambatan kompetisi
dengan asetilkolin untuk reseptor kolinergik di motor end plate. Onset kerja pada 1-2
menit dengan durasi 14-18 menit. Rocuronium memiliki efek samping meningkatkan
nadi karena hambatan vagal. Metabolisme di hepar dan diekskresikan melalui ginjal.
Induksi adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar
sehingga memungkinkan dimulainya anastesi dan pembedahan. Setelah pasien tidur
akibat induksi, anastesi langsung dilanjutkan dengan maintenance sampai tindakan
pembedahan selesai.
Pasien di induksi menggunakan ketamin sebanyak 100mg. Ketamin memiliki
efek analgesik yang kuat selain efek hipnosis. Ketamin bekerja dengan menghambat
efek membran dan neurotransmiter eksitasi asam glutamat di korteks. Ketamin
merangsang kardiovaskuler karena efek perangsangannya pada pusat saraf simpatis
dan juga hambatan ambilan norepinefrin. Tekanan darah, fekuensi nadi, dan curah
jantung meningkat 25% sehingga bermanfaat untuk pasien dengan resiko hipotensi.
Hal ini sesuai dengan pasien ini di mana tekanan darah rendah.
Tahap maintenance dilakukan dengan pemberian O2, N2O, dan sefofluran. N2O
berfungsi sebagai analgesia dan tidak memiliki khasiat hipnosis.N2O tidak
menimbulkan efek samping pada kardiovaskuler. N2O biasanya dikombinasikan
dengan O2 karena N2O bersifat mendesak O2 dalam tubuh. Perbandingan yang
digunakan yaitu 60:40 ataupun 70:30. Pada akhir anastesi, saat N2O dihentikan, maka
gas ini akan keluar mengisi alveoli sehingga terjadi pengenceran O2 dan terjadi
hipoksia difusi. Untuk mencegah hal tersebut, maka diberikan O2 100% selama 5-10
menit.
Sevofluran 2% digunakan sebagai komponen hipnotik. Selain itu, sevofluran
memiliki efek analgesia dan relaksasi otot yang ringan. Obat ini tidak mempengaruhi
nafas, kardiovaskuler dan mekanisme autoregulasi di otak. Onset cepat dan pemulihan
juga cepat.
Selain itu pasien diberikan ketorolac sebagai pencegah nyeri pasca pembedahan.
Ketorolac adalah AINS, bekerja menghambatb enzim COX1 dan COX2, dengan
durasi sedang, dan dengan waktu paruh 4-6 jam. Pasien juga diberikan asam
tranexamat sebagai antifibrinolitik sehingga mengurangi perdarahan pasca
pembedahan.
Tekanan darah dipantau setiap 15 menit untuk mengetahui penurunan tekanan
darah yang bermakna. Efedrin diberikan ika terjadi penurunan tekanan darah > 20%
dari tekanan darah awal. Sehingga pada pasien ini tidak diberikan. Nadi dan SpO2
juga dipantau dengan pulse oxymetri.
2.4 Post Operasi
Pasien kemudian dibawa ke ruang pemulihan (Recovery Room). Pengawasan
ketat dilakukan sampai tanda bahaya hilang. Komponen yang perlu di monitoring
berupa vital sign dan SpO2. Pada pasien ini selama di ruang pemulihan jalan nafas
dalam keadaan baik, nafas spontan dan adekuat serta kesadaran belum benar-benar
pulih, tekanan darah 114/68 mmHg. Pada penilaian dengan skala Aldrette total
penilaian 9 sehingga bisa ke ruang perawatan. Pasien kemudian di pindahkan ke ICU.
Selama di ICU kondisi stabil sehingga dipindahkan ke bangsal.
BAB III
KESIMPULAN
1. Pasien, Nn.E didiagnosis Kehamilan Ektopik Terganggu dilakukan tindakan
laparotomi salpingooforektomi cito. Pasien dengan anemia sehingga masuk kategori
ASA 2E.
2. Anestesi dilakukan dengan teknik anestesi umum dengan semiclosed menggunakan
pipa endotrakeal metode nafas kendali. Medikasi induksi dengan ketamin dan
maintenance dengan sevofluran, O2 dan N2O.
3. Cairan yang diberikan selama operasi adalah Gelafusal 500 cc dan Ringer laktat
sebanyak 1000 cc.
4. Lama operasi 60 menit.
5. Pasien di ruang pemulihan stabil dengan skor Aldrette 9.
DAFTAR PUSTAKA
Gupta, S., et al. 2005. Airway Assesment: Predictor op Difficult Airway, Indian Journal
Anasthesiology, 45 (9): 257-263
Ezekiel, M.R., et al. 2004. Handbook of Anesthesiology, Current Clinical Strategies,
California.
Latief,S.A., et al, 2001. Petunjuk Praktis Anestesiologi, edisi II, FK UI, Jakarta.
Muhiman, M., et al., 1989. Anestesiologi, FK UI, Jakarta.