prentasi kasus anestesi

38
BAB I LAPORAN KASUS A. Identitas Pasien 1. Nama : Ny. RK 2. Umur : 29 tahun 3. Berat badan : 45 Kg 4. Jenis kelamin : perempuan 5. Alamat : Krajan 11/3 Flambn, Suruh, Semaran 6. Agama : Islam 7. Pekerjaan : ibu rumah tangga 8. Pendidikan : SMA 9. Tanggal masuk RSMS : 30 Juli 2015 B. Anamnesis 1. Keluhan utama Perdarahan dari jalan lahir 2. Keluhan tambahan Nyeri perut bawah 3. Riwayat penyakit sekarang Pasien G3P2A0 hamil 12 minu kiriman pliklik kandunan dan kebidanan dengan perdarahan dari jalan lahir sejak 1 bulan yan lalu tetapi tidak pernah di US. Awalnya perdarahan berupa flek merah kehitaman, namun sejak 1 hari SMRS, perdarahan menjadi banyak seperti menstruasi disertai umpalan darah. Perut baian bawah terasa nyeri. Keluhan pusin, pandanan kabur, mual muntah disankal pasien. Riwayat obstetri anak pertama usia 11 tahun

Upload: husnawaty-dayu

Post on 14-Dec-2015

252 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

presentasi kasus anestesi

TRANSCRIPT

Page 1: Prentasi kasus anestesi

BAB I

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

1. Nama : Ny. RK

2. Umur : 29 tahun

3. Berat badan : 45 Kg

4. Jenis kelamin : perempuan

5. Alamat : Krajan 11/3 Flambn, Suruh, Semaran

6. Agama : Islam

7. Pekerjaan : ibu rumah tangga

8. Pendidikan : SMA

9. Tanggal masuk RSMS : 30 Juli 2015

B. Anamnesis

1. Keluhan utama

Perdarahan dari jalan lahir

2. Keluhan tambahan

Nyeri perut bawah

3. Riwayat penyakit sekarang

Pasien G3P2A0 hamil 12 minu kiriman pliklik kandunan dan kebidanan dengan

perdarahan dari jalan lahir sejak 1 bulan yan lalu tetapi tidak pernah di US. Awalnya

perdarahan berupa flek merah kehitaman, namun sejak 1 hari SMRS, perdarahan

menjadi banyak seperti menstruasi disertai umpalan darah. Perut baian bawah terasa

nyeri. Keluhan pusin, pandanan kabur, mual muntah disankal pasien. Riwayat

obstetri anak pertama usia 11 tahun lahir spntan di bidan denan berat badan lahir

3200 r, anak kedua usia 5 tahun lahir spntan di bidan BBL 3200 r, anak ketia hamil

ini. Riwayat kntrasepsi denan pil KB. Riwayat nikah 1kali selama 12 tahun, riwayat

haid teratur selama 7 hari, siklus 28 hari, menarche umur 12 tahun.

4. Riwayat penyakit dahulu

a. Riwayat penyakit darah tinggi : disangkal

b. Riwayat penyakit DM : disangkal

c. Riwayat penyakit jantung : disangkal

d. Riwayat penyakit asma : disangkal

Page 2: Prentasi kasus anestesi

e. Riwayat operasi sebelumnya : disangkal

f. Riwayat aleri bat : disankal

5. Riwayat penyakit keluarga

a. Riwayat penyakit darah tinggi : disankal

b. Riwayat penyakit DM : disangkal

c. Riwayat penyakit jantung : disangkal

d. Riwayat penyakit asma : disangkal

C. Pemeriksaan Fisik

Status generalis

a. Keadaan umum : tampak lemah

b. Kesadaran : compos mentis

c. Vital Sign

Tekanan darah = 110/70 mmHg

Respirasi = 20 kali/menit

Nadi = 76 /menit, isi dan tekanan penuh

Suhu = 36,5oC

d. Kepala : mesochepal

1) Mata : konjungtiva anemis -/-

sklera tidak ikterik

reflek cahaya +/+

pupil isokor, (/) 3 mm

2) Hidung : discharge (-)

epistaksis (-)

deviasi septum (-)

3) Mulut : bibir kering (-)

lidah kotor (-)

pembesaran tonsil (-)

mallapati kelas 1

4) Gigi : gigi palsu (-)

5) Telinga : discharge (-), deformitas (-)

e. Leher : pembesaran tiroid dan kelenjar getah bening (-)

f. Thorax : simetris kanan – kiri, tidak ada retraksi

Page 3: Prentasi kasus anestesi

1) Pulmo

a) SD : vesikuler (+/+)

b) ST : ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

2) Cor : BJ I-II reguler, bising (-)

3) Abdomen : status lokalis

a) Inpeksi : datar

b) Auskultasi : bising usus (+) normal

c) Perkusi : timpani

d) Palpasi : tinggi fundus uterus (TFU) tidak teraba

g. Enital : inspeksi vulva vagina tenang, perdarahan per vainam (+) h. Extremitas

1) Superior : akral hangat (+/+), edema (-/-), sianosis (-/-)

2) Inferior : akral hangat (+/+), edema (-/-), sianosis (-/-)

i. Turgor kulit : cukup

D. Pemeriksaan Laboratorium (Tanggal 30 – – 2015)

Pemeriksaan darah lengkap :

1. Hb : 13.2 g/dl (12 – 16 g/dl)

2. Leukosit : 6810 ul (4800 – 10800 ul)

3. Ht : 43,2 % (W 37 – 47 %)

4. Eritrosit : 5.2 jt/ul (W 4.2 – 5.4 jt)

5. Trombosit : 294000/ul (150000 – 450000/ul)

6. MCV : 81.0 fl (79 – 99 fl)

7. MCH : 25.4 pgr (27 – 31 pgr)

8. MCHC : 31.33 % (33 -37 %)

9. Hitung jenis :

a. Eosinofil : 0.1 (2 – 4%)

b. Basofil : 0.1 (0-1%)

c. Batang : 0 (2 – 5%)

d. Segmen : 65.4 (40-70 %)

e. Limfosit : 10.6 (25 – 40 %)

10. Monosit : 2.8 (2 – 8%)

11. PT : 12.1 detik (11.5-15.5 detik)

12. APTT : 29.8 detik (25-35 detik)

Page 4: Prentasi kasus anestesi

E. Diagnosis Klinis

Diagnosis prabedah : abortus inkomplet

Diagnosis pasca bedah : missed abortion

Jenis pembedahan : kuretase

F. Kesimpulan Pemeriksaan Fisik

Status ASA I

G. Tindakan

Dilakukan: kuretase

Tanggal : 31 Julii 2015

H. Laporan Anestesi

1. Persiapan Anestesi

a. Informed concent

b. Stop makan dan minum 6 jam sebelum operasi

2. Penatalaksanaan Anestesi

a. Jenis anestesi : TIVA

b. Premedikasi : Sulfas Atropin 0,25 mg, Anesfar 2 mg

c. Induksi : Ketamin 50 ml

Propofol 50 mg

d. Maintenance : Invomit 4 m

Thorasic 30 m

Methergin 0,2mg/ml

3. Teknik anestesi

a. TIVA

b. Respirasi : spntan

c. Posisi : litotomi

d. Inhalasi : O2

e. Jumlah cairan yang masuk : aserin 500 cc

4. Pemantauan selama anestesi :

a. Waktu anestesi

1) Mulai anestesi : 09.30

Page 5: Prentasi kasus anestesi

2) Mulai operasi : 09.35

3) Selesai operasi : 09.45

b. Cairan yang masuk durante operasi:

Aserin : 500 cc

Jam

(waktu)

Tindakan Tekanan darah

(mmHg)

Nadi

(x/menit)

09.15 Pasien masuk ke kamar operasi dan di pindahkan ke meja operasi

Pemasangan monitoring tekanan darah, nadi, saturasi oksigen.

Infus RL terpasang pada tangan kiri

140/93 80

SPO2: 99 %

09.30 Premedikasi dengan Sulfas Atropin 0,25 mg, Anesfar 2 mg

MedikasiPropofol 70 mg, Ketamin 50 mg

Pemberian Oksigen 2 liter/menit

Posisikan pasien litotomi

140/90 76

SPO2 : 97 %

09.35 Dilakukan asepsis dan antisepsis lapangan operasi

Operasi dimulai

130/80 73 x/mnt

SPO2 : 98 %

09.40 Diberikan methergin 0,2mg/ml

132/82 75 x/mnt

SPO2 : 97 %

09.45 Operasi selesai 128/84 70 x/mnt

SPO2 : 99 %

c. Tindakan dan pemantauan selama operasi

Page 6: Prentasi kasus anestesi

Keadaan akhir pembedahan

Tekanan darah : 128/84 mmHg, Nadi : 70 x/m, Saturasi O2 : 99%

Penilaian Pemulihan Kesadaran (berdasarkan Skor Aldrete) :

Nilai 2 1 0

Page 7: Prentasi kasus anestesi

Kesadaran Sadar, orientasi baik

Dapat dibangunkan

Tak dapat dibangunkan

Warna Merah muda (pink) tanpa O2,

SaO2 > 92 %

Pucat atau kehitaman perlu O2

agar SaO2 > 90%

Sianosis dengan O2

SaO2 tetap < 90%

Aktivitas 4 ekstremitas bergerak

2 ekstremitas bergerak

Tak ada ekstremitas bergerak

Respirasi Dapat napas dalam

Batuk

Napas dangkal

Sesak napas

Apnu atau obstruksi

Kardiovaskular Tekanan darah berubah 20 %

Berubah 20-30 % Berubah > 50 %

Total = 8 Pasien tetap dipantau di ruang pemulihan

I. Prognosa

1. ad vitam ad bonam

2. ad functionam dubia ad bonam

3. ad sanationam ad bonam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Total Intravenous Anesthesi

Anestesi total intravena adalah teknik anestesi dimana induksi dan rumatan

anestesi dicapai melalui obat-obatan yang diberikan lewat jalur intravena saja;

Page 8: Prentasi kasus anestesi

menghindari pemakaian agen volatile ataupun N2O. Pada teknik ini pasien dibiarkan

bernafas spontan atau diberikan ventilasi dengan campuran oksigen dan air. TIVA

sendiri pertama kali muncul pada awal tahun 1900 dan mulai popular digunakan di

seluruh dunia sejak akhir abad 20, sekitar tahun 1990an.

Konsep TIVA sendiri telah mengalami perkembangan dari induksi untuk anestesi

umum menuju TIVA modern dimana sudah lebih dipahami farmakokinetik dan

farmakodinamik obat-obatan yang digunakan, dimana obat dapat secara akurat dititrasi

dan diberikan lewat jalur intravena.

Kriteria Obat Untuk TIVA :

1. Larut di dalam air sehingga penggunaan pelarut/solvent dapat dihindari

2. Obat tetap stabil meskipun terlarut dan terpapar cahahaya matahari

3. Tidak adsorpsi terhadap bahan-bahan plastik seperti infuse set

4. Tidak iritan terhadap vena (baik nyeri pada penyuntikan, vena phlebitis atau

thrombosis) atau merusak jaringan ketika diberikan intravena maupun intraarterial

5. Menghasilkan hipnotik/tertidur dalam one arm circulation time

6. Mula kerja obat cepat dan diinaktifkan oleh metabolisme baik hati, darah

maupun jaringan lain

7. Minimal efek terhadap kardiovascular dan respirasi

Dari pemaparan diatas, jelas bahwa belum ada satu obat pun yang mampu

memenuhi semua kriteria diatas.

Indikasi Anestesi Total Intravena :

1. Sebagai alternative agen volatil.

2. Untuk situasi dimana anestesi konvensional sulit untuk dikerjakan, misalnya

pada operasi di medan perang, ataupun pada setting daerah yang kurang peralatan

anestesi dan obat -obat anestesi

3. Pada keadaan dimana gas N2O tidak diperbolehkan atau kontraindikasi relatif,

misalnya pada operasi yang membutuhkan konsentrasi inspirasi O2 yang tinggi, middle

ear surgery

Keuntungan TIVA :

1. O2 konsentrasi tinggi dapat diberikan

2. Menghindari penggunaan N2O

3. Bermanfaat pada kondisi setting terbatas

4. Menghindari efek tidak diinginkan dari anestesi volatile

Page 9: Prentasi kasus anestesi

5. Mengurangi polusi udara

6. Sedikit efek yang mencetus terjadinya hipertermi maligna

7. Day care surgeries, cepat pulit sadar

Kesulitan dan keterbatasan TIVA :

1. Untuk menghasilkan konsentrasi obat dalam darah secara cepat dan

mempertahankan jumlah yang diinginkan terkadang dibutuhkan peralatan yang lebih

kompleks seperti zero order infusion

2. Tidak terprediksinya hubungan antara dosis dan respons pasien yang bervariasi

terhadap obat, premedikasi dan bolus.

3. Tidak terprediksinya pulih dari anesthesia dan efek samping pasca anestesi

berdasarkan variasi distribusi, eliminasi dan farmakokinetik obat, usia, jenis kelamin, dan

lain-lain.

4. Akumulasi obat-obat TIVA yang berakibat pada pemanjangan waktu pulih

5. Interaksi obat

6. Definisi yang tidak tegas tentang berakhirnya masa anestesi

7. Ada kemungkinan tidak bisa mengontrol kedalaman anestesi

8. Kebutuhan untuk menciptakan jalur intravena terpisah

B. Persiapan Pra Anestesi

Persiapan pra pembedahan harus dilakukan secara memadai untuk

menghindari hal-hal yang tidak diinginkan saat proses pembedahan. Salah satu hal

dalam persiapan pra pembedahan yang dilakukan oleh dokter spesialin anestesi

adalah kunjungan pra pembedahan. Kunjungan ini dilakukan untuk mempersiapkan

pasien sehingga pasien berada dalam kondisi segar bugar pada saat pembedahan.

Tujuan utama kunjungan pra pembedahan atau pra anestesia adalah untuk

mengurangi kesakitan operasi, mengurangi biaya operasi dan meningkatkan kualitas

pelayanan kesehatan.

Dalam proses persiapan ini, pasien juga perlu dinilai mengenai kesiapan

pasien dalam menjalani pembedahan. Penilaian dilakukan melalui beberapa proses,

yaitu :

1. Anamnesis

Anamnesis yang lengkap memungkinkan ahli anastesi untuk

merencanakan manajemen anastesi dan masa pasca anastesi dengan lebih

Page 10: Prentasi kasus anestesi

efektif. Hal-hal yang penting untuk ditanyakan pada proses anamnesis

diantaranya:

a. Riwayat prosedur anestesi dan bedah yang pernah dijalani

b. Riwayat penyakit berat dan rawat inap di rumah sakit

c. Masalah pernafasan

d. Masalah jantung

e. Masalah saluran cerna

f. Masalah hematologis

g. Masalah ginjal

h. Keadaan psikososial

i. Obat yang sedang digunakan

j. Alergi obat, makanan dan bahan tertentu (plester, kasa, dll)

k. Waktu makan dan minum terakhir (pada kasus gawat darurat)

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan mencakup pemeriksaan keadaan

umum, kesadaran, tanda vital dan pemeriksaan umum semua organ tubuh pasien

meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pemeriksaan gigi geligi,

tindakan buka mulut dan lidah sangat penting untuk dilakukan untuk

mengetahui penyulit yang mungkin terjadi pada saat tindakan laringoskop

intubasi.

3. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan sebelum tindakan anestesi

diantaranya :

a. Pemeriksaan darah rutin (kadar hemoglobin, leukosit, APTT dan PTT)

b. Pemeriksaan kadar gula darah puasa

c. Liver function test

d. Renal function test

e. Pemeriksaan foto toraks

f. Pemeriksaan pelengkap atas indikasi seperti gula darah 2 jam post prandial,

pemeriksaan EKG untuk pasien > 40 tahun

g. Pada operasi besar dan mungkin bermasalah periksa pula kadar albumin,

globulin, elektrolit darah, CT scan, faal paru, dan faal hemostasis.

4. Klasifikasi status pasien

Page 11: Prentasi kasus anestesi

Status fisik pasien ditentukan dengan klasifikasi ASA (American Society

Anesthesiology):

a. ASA I: Pasien normal sehat, kelainan bedah terlokalisir, tanpa kelainan

faali, biokimiawi, dan psikiatris. Angka mortalitas 2%.

b. ASA II: Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai dengan sedang

sebagai akibat kelainan bedah atau proses patofisiologis. Angka mortalitas

16%.

c. ASA III: Pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga aktivitas harian

terbatas. Angka mortalitas 38%.

d. ASA IV: Pasien dengan gangguan sistemik berat yang mengancam jiwa,

tidak selalu sembuh dengan operasi. Misalnya insufisiensi fungsi organ,

angina menetap. Angka mortalitas 68%.

e. ASA V: Pasien dengan kemungkinan hidup kecil. Tindakan operasi hampir

tak ada harapan. Tidak diharapkan hidup dalam 24 jam tanpa operasi /

dengan operasi. Angka mortalitas 98%. Untuk operasi cito, ASA ditambah

huruf E (Emergency) tanda darurat .

C. Premedikasi

Premedikasi adalah tindakan awal anastesi dengan memberikan obat-obatan

pendahuluan yang terdiri dari obat golongan antikolinergik, sedative dan

analgetik.

Tujuan premedikasi :

1. Menimbulkan rasa nyaman, bebas dari rasa takut,

tegang, khawatir, bebas nyeri.

2. Mengurangi sekresi kelenjar dan menekan reflex vagus

3. Memudahkan induksi

4. Mengurangi dosis obat anestesi

,

D. Induksi dan Pemeliharaan Anestesi Umum

Anestesi umum adalah keadaan ketiadaan nyeri secara sentral disertai

hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversibel). Anestetik umum yang

baik dan ideal mempunyai sifat-sifat mudah cara pemberiannya, mempunyai daya

Page 12: Prentasi kasus anestesi

analgesik pada dosis kecil, menimbulkan relaksasi otot yang cukup, tidak toksik, dan

mudah dinetralkan.

Induksi anestesia ialah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi

tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainva anestesia dan pembedahan. Induksi

anestesia dapat dikerjakan dengan secara intravena, inhalasi, intramuskular atau

rectal.

Pemeliharaan atau rumatan anestesia dapat dikerjakan dengan secara

intravena, inhalasi atau dengan campuran keduanya. Pemeliharaan anestesia

biasanya mengacu pada trias anestesia yaitu tidur ringan (hipnosis) sekedar

tidak sadar, analgesia cukup, diusahakan agar pasien selama dibedah tidak

menimbulkan nyeri dan relaksasi otot lurik yang cukup.

E. Jenis obat-obatan

1. Propofol

Propofol merupakan derivat fenol yang banyak digunakan sebagai

anestesi intravena. Obat ini pertama kali digunakan dalam praktik anestesi pada

tahun 1977 sebagai obat induksi. Saat ini propofol digunakan untuk induksi dan

pemeliharaan dalam anestesi umum, pada pasien dewasa dan anak-anak berusia

lebih dari 3 tahun. Obat ini dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih

susu yang bersifat isotonik dengan kepekatan 1 % (1 ml = 10 mg) dan pH 7-8.

Obat ini juga kompatibel dengan D5W.

a. Mekanisme kerja

Mekanisme kerjanya sampai saat ini masih kurang diketahui, tapi

diperkirakan efek primernya berlangsung di reseptor GABA–A (Gamma

Amino Butired Acid).

b. Farmakokinetik

1) Absorpsi

Digunakan secara intravena dan bersifat lipofilik dimana 98% terikat

protein plasma.

2) Distribusi

Waktu paruh propofol diperkirakan berkisar antara 2 – 24 jam. Namun

dalam kenyataanya di klinis jauh lebih pendek karena propofol

didistribusikan secara cepat ke jaringan tepi. Dosis induksi cepat

menyebabkan sedasi ( rata – rata 30 –45 detik ) dan kecepatan untuk

Page 13: Prentasi kasus anestesi

pulih juga relatif singkat. Satu ampul 20ml mengandung propofol

10mg/ml. Propofol bersifat hipnotik murni tanpa disertai efek analgetik

ataupun relaksasi otot.

3) Metabolisme

Hepar

4) Eliminasi

Hepar

c. Farmakodinamik

1) Sistem saraf pusat

Dosis induksi menyebabkan pasien tidak sadar, dimana dalam dosis

yang kecil dapat menimbulkan efek sedasi, tanpa disetai efek analgetik.

Pada pemberian dosis induksi (2mg/kgBB) pemulihan kesadaran

berlangsung cepat. Dapat menyebabkan perubahan mood tapi efeknya

tidak sehebat thiopental. Dapat menurunkan tekanan intrakranial dan

tekanan intraokularsebanyak 35%.

2) Sistem kardiovaskuler

Induksi bolus 2-2,5 mg/kg dapat menyebabkan depresi pada jantung

dan pembuluhdarah dimana tekanan dapat turun sekali disertai dengan

peningkatan denyut nadi. Ini diakibatkan Propofol mempunyai efek

mengurangi pembebasan katekolamin danmenurunkan resistensi

vaskularisasi sistemik sebanyak 30%.

3) Sistem pernafasan

Dapat menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal, dalam

beberapa kasusdapat menyebabkan henti nafas kebanyakan muncul

pada pemberian diprivan.

d. Dosis dan penggunaan

1) Induksi : 2,0 sampai 2.5 mg/kg IV

2) Sedasi : 25 to 75 µg/kg/min dengan I.V infus

3) Dosis pemeliharaan pada anastesi umum : 100 - 150 µg/kg/min IV

(titrate to effect)

4) Turunkan dosis pada orang tua atau pasien dengan gangguan

hemodinamik atau apabila digabung penggunaannya dengan obat

anestesi lain.

Page 14: Prentasi kasus anestesi

5) Dapat dilarutkan dengan Dextrosa 5 % untuk mendapatkan konsentrasi

yang minimal

6) Propofol mendukung perkembangan bakteri, sehingga harus berada

dalam lingkungan yang steril dan hindari profofol dalam kondisi sudah

terbuka lebih dari 6 jam untuk mencegah kontaminasi dari bakteri

e. Efek samping

1) Nyeri

Propofol dapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50%

sampai 75%. Nyeri ini bisa muncul akibat iritasi pembuluh darah vena.

Nyeri pada pemberian propofol dapat dihilangkan dengan

menggunakan lidokain (0,5 mg/kg) dan jika mungkin dapat diberikan 1

sampai 2 menit dengan pemasangan torniquet pada bagian proksimal

tempat suntikan, berikan secara intravena melaui vena yang besar.

2) Mual dan muntah

Gejala mual dan muntah juga sering sekali ditemui pada pasien setelah

operasi menggunakan propofol. Propofol merupakan emulsi lemak

sehingga pemberiannya harus hati – hati pada pasien dengan gangguan

metabolisme lemak seperti hiperlipidemia dan pankreatitis.

3) Kejang

Pada sesetengah kasus dapat menyebabkan kejang

mioklonik (thiopental < propofol < etomidate atau methohexital).

4) Phlebitis

Phlebitis juga pernah dilaporkan terjadi setelah pemberian induksi

propofol tapi kasusnya sangat jarang.

5) Nekrosis jaringan

Terdapat juga kasus terjadinya nekrosis jaringan pada ekstravasasi

subkutan pada anak-anak akibat pemberian propofol.

2. Tiopentin

Tiopentin (Sodium Penthotal, Thiopenal, Thiopenton Sodium atau

Trapanal) merupakan obat anestesi umum barbiturat short acting. Dalam waktu

1 menit, tiopenton sudah mencapai puncak konsentrasi. Setelah 5 – 10 menit,

konsentrasi di otak mulai menurun dan kesadaran kembali seperti semula. Dosis

Page 15: Prentasi kasus anestesi

yang banyak atau dengan menggunakan infus akan menghasilkan efek sedasi

dan hilangnya kesadaran.

a. Mekanisme kerja

Barbiturat terutama bekerja pada reseptor GABA. Barbiturat akan

menyebabkan hambatan pada reseptor GABA di sistem saraf pusat.

Hambatan ini akan menekan sistem aktivasi retikuler yang terletak di

batang otak yang salah satu fungsinya adalah mengontrol beberapa fungsi

vital termasuk kesadaran.

b. Farmakokinetik

1) Absorpsi

Untuk induksi anestesi umum pada anak dan dewasa digunakan secara

intravena, sedangkan untuk premedikasi dilakukan secara

intramuskuler.

2) Distribusi

Pada pemberian intravena, segera didistribusikan ke seluruh jaringan

tubuh yang selanjutnya akan diikat oleh jaringan saraf dan jaringan lain

yang kaya akan vaskularisasi. Secara perlahan akan mengalami difusi

kedalam jaringan lain seperti hati, otot, dan jaringan lemak. Setelah

terjadi penurunan konsentrasi obat dalam plasma ini terutama oleh

karena redistribusi obat dari otak ke dalam jaringan lemak.

3) Metabolisme

Metabolisme terjadi di hepar menjadi bentuk yang inaktif.

4) Eksresi

Sebagian besar akan diekskresikan lewat urine.

c. Farmakodinamis

1) Sistem saraf pusat

Dapat menyebabkan hilangnya kesadaran tetapi menimbulkan

hiperalgesia, menghasilkan penurunan metabolisme serebral dan aliran

darah pada dosis subhipnotik, sedangkan pada dosis yang tinggi akan

menghasilkan isoelektrik elektro ensepalogram. Thiopental turut

menurunkan tekanan intrakranial.

2) Mata

Page 16: Prentasi kasus anestesi

Tekanan intraokluar menurun 40% setelah pemberian induksi

thiopental. Biasanya diberikan suksinilkolin setelah pemberian induksi

thiopental supaya tekanan intraokular kembali ke nilai sebelum induksi.

3) Sistem kardiovaskuler

Menurunkan tekanan darah dan cardiac output serta dapat

meningkatkan frekwensi jantung. Penurunan tekanan darah sangat

tergantung dari konsentrasi obat dalam plasma. Hal ini disebabkan

karena efek depresinya pada otot jantung, sehingga curah jantung

turun, dan dilatasi pembuluh darah. Penurunan tekanan darah yang

bersifat ringan akan pulih normal dalam beberapa menit tetapi bila obat

disuntik secara cepat atau dosisnya tinggi dapat terjadi hipotensi yang

berat. Hal ini terutama terjadi akibat dilatasi pembuluh darah karena

depresi pusat vasomotor. Dilain pihak turunnya tekanan darah juga

dapat terjadi oleh karena efek depresi langsung obat pada miokard.

4) Sistem pernafasan

Menyebabkan depresi pusat pernafasan dan sensitifitas terhadap CO2.

Terjadi penurunan frekwensi nafas dan volume tidal bahkan dapat

sampai menyebabkan terjadinya asidosis respiratorik. Dapat juga

menyebabkan refleks laringeal yang lebih aktif berbanding propofol

sehingga menyebabkan laringospasme. Jarang menyebabkan

bronkospasme.

d. Dosis dan penggunaan

Dosis yang biasanya diberikan berkisar antara 3-5 mg/kgBB. Untuk

menghindarkan efek negatif, sering diberikan dosis kecil dulu 50-75 mg

sambil menunggu reaksi pasien.

e. Efek samping

1) Alergi

2) Nyeri

Iritasi vena dan kerusakan jaringan akan menyebakan nyeri pada saat

pemberian melalui intravena, hal ini dapat diatasi dengan pemberian

heparin dan dilakukan blok regional simpatis.

3. Ketamin

Page 17: Prentasi kasus anestesi

Ketamin (ketalar atau ketaject) merupakan arylcyclohexylamine yang memiliki

struktur mirip dengan phencyclidine. Ketamin pertama kali disintesis tahun

1962, untuk menggantikan obat anestetik yang lama (phencyclidine) yang lebih

sering menyebabkan halusinasi dan kejang. Ketamin hidroklorida adalah

golongan fenil sikloheksilamin, merupakan “rapid actingnon barbiturate general

anesthesia”. Ketamin kurang digemari untuk induksi anastesia, karena sering

menimbulkan takikardi, hipertensi , hipersalivasi , nyeri kepala, pasca anasthesi

dapat menimbulkan muntah–muntah, pandangan kabur dan mimpi buruk.

Ketamin juga sering menyebabkan terjadinya disorientasi, ilusi sensoris dan

persepsi serta mimpi gembira yang mengikuti anesthesia yang sering disebut

dengan emergencephenomena.

a. Mekanisme kerja

Efek analgesik terjadi karena blok terhadap reseptor opiat dalam otak dan

medula spinalis.

b. Farmakokinetik

1) Absorpsi

Pemberian dapat dilakukan secara intravena dan intramuskular

2) Distribusi  

Ketamin lebih larut dalam lemak sehingga dengan cepat akan

didistribusikan keseluruh organ.Efek muncul dalam 30–60 detik setelah

pemberian secara I.V dengan dosisinduksi, dan akan kembali sadar

setelah 15 – 20 menit. Jika diberikan secara I.M maka efek baru akan

muncul setelah 15 menit.

3) Metabolisme

Ketamin dimetabolisme di hepar.

4) Eksresi

Eksresi ketamin melalui ginjal

c. Farmakodinamik

1) Sistem saraf pusat

Apabila diberikan intravena maka dalam waktu 30 detik pasien akan

mengalami perubahan tingkat kesadaran yang disertai tanda khas pada

mata berupa kelopak mata terbuka spontan dan nistagmus. Selain itu

kadang-kadang dijumpai gerakan yang tidak disadari (cataleptic

appearance), seperti gerakan mengunyah, menelan, tremor dan kejang.

Page 18: Prentasi kasus anestesi

Apabila diberikan secara intramuskular, efeknya akan tampak dalam 5-

8 menit, sering mengakibatkan mimpi buruk dan halusinasi pada

periode pemulihan sehingga pasien mengalami agitasi. Aliran darah ke

otak meningkat, menimbulkan peningkatan tekanan darah intrakranial.

Pemberian ketamin dapat menyebabkan efek psikologis yang berupa

mimpi buruk, perasaan ekstrakorporeal (merasa seperti melayang

keluar dari badan)·, salah persepsi, salah interpretasi dan

ilusi,·euphoria, eksitasi, kebingungan serta ketakutan.

2) Sistem kardiovaskuler

Ketamin adalah obat anestesia yang bersifat simpatomimetik sehingga

bisa meningkatkan tekanan darah dan jantung. Peningkatan tekanan

darah akibat efek inotropik positif dan vasokonstriksi pembuluh darah

perifer.

3) Sistem pernafasan

Pada dosis biasa, tidak mempunyai pengaruh terhadap sistem respirasi.

Dapat menimbulkan dilatasi bronkus karena sifat simpatomimetiknya,

sehingga merupakan obat pilihan pada pasien asma.

4) Mata

Menimbulkan lakrimasi, nistagmus dan kelopak mata terbuka spontan.

Terjadi peningkatan tekanan intraokuler akibat peningkatan aliran

darah pada pleksus koroidalis.

d. Dosis

1) Dosis induksi adalah 1-2mg/kgBB secara intravena

2) Dosis sedatif 0,2 mg/kgBB dan harus dititrasi untuk mendapatkan efek

yang diinginkan. Untuk pemeliharaan dapat diberikan secara

intermitten atau kontinyu. Pemberian secara intermitten diulang setiap

10 –15 menit dengan dosis setengah dari dosis awal sampai operasi

selesai

3) Dosis obat untuk menimbulkan efek sedasi atau analgesic adalah

0,2 – 0,8mg/kg IV atau 2 – 4 mg/kg IM atau 5 – 10 µg/kg/min IV drip

infus.

e. Efek samping

1) Peningkatan sekresi air liur pada mulut

2) Agitasi dan perasaan lelah

Page 19: Prentasi kasus anestesi

3) Halusinasi dan mimpi buruk   pasca operasi

4) Peningkatan tekanan intracranial

5) Nistagmus dan diplopia.

f. Kontra indikasi

1) Trauma kepala

2) Tumor otak

3) Operasi intrakranial

4) Glaukoma

5) Operasi intraokuler

6) Diabetes melitus

7) Hipertensi

8) Tirotoksikosis

9) Penyakit jantung kronis

4. Opioid

Opioid telah digunakan dalam penatalaksanaan nyeri selama ratusan tahun. Obat

opium didapat dari ekstrak biji buah poppy papaverum somniferum, dan kata

“opium“ berasal dari bahasa yunani yang berarti getah. Opium mengandung

lebih dari 20 alkaloid opioids. Morphine, meperidine, fentanyl, sufentanil,

alfentanil, dan remifentanil merupakan golongan opioid yang sering digunakan

dalam anestesi umum. Efek utamanya adalah analgetik.

a. Mekanisme kerja

Opioid berikatan pada reseptor spesifik yang terletak pada sistem saraf

pusat dan jaringan lain. Empat tipe mayor reseptor opioid yaitu , μ,Ќ,δ,σ.

Walaupun opioid menimbulkan sedikit efek sedasi, opioid lebih efektif

sebagai analgesia.

b. Farmakokinetik

1) Absorbsi

Absorpsi terjadi melalui pemberian secara intravena, intramuskular dan

transmukosal.

2) Distribusi

Waktu paruh opioid umumnya cepat (5-20 menit). Morfin memiliki

kelarutan lemak yang rendah sehingga memperlambat laju melewati

sawar darah otak, sehingga onset kerja lambat dan durasi kerja juga

Page 20: Prentasi kasus anestesi

Iebih panjang. Sebaliknya fentanil dan sufentanil onsetnya cepat dan

durasi singkat setelah injeksi bolus.

3) Metabolisme

Metabolisme di hepar

4) Eksresi

Eksresi lewat urin.

c. Farmakodinamik

1) Sistem kardiovaskuler 

Tidak menyebabkan perubahan kontraktilitas otot jantung dan tonus

otot pembuluh darah. Tahanan pembuluh darah biasanya akan menurun

karena terjadi penurunan aliran simpatis medulla, tahanan sistemik juga

menurun hebat pada pemberian meperidin atau morfin karena adanya

pelepasan histamin.

2) Sistem pernafasan

Golongan ini dapat menyebabkan penekanan pusat nafas, ditandai

dengan penurunan frekuensi nafas dan volume tidal. Opioid juga bisa

merangsang refleks batuk pada dosis tertentu

3) Sistem gastrointestinal

4) Opioid menyebabkan penurunan peristaltik sehingga pengosongan

lambung terhambat.

5) Endokrin 

Fentanil mampu menekan respon sistem hormonal dan metabolik

akibat stress anesthesia dan pembedahan, sehingga kadar hormon

katabolik dalam darah relatif stabil.

d. Dosis dan pemberian

Premedikasi petidin diberikan I.M dengan dosis 1 mg/kgbb atau intravena

0,5mg/Kgbb, sedangkan morfin sepersepuluh dari petidin dan fentanil

seperseratus dari petidin.

5. Benzodiazepin

Golongan benzodiazepine yang sering digunakan oleh anestesiologi adalah

diazepam (valium), lorazepam (ativan) dan midazolam (versed).

a. Mekanisme kerja

Page 21: Prentasi kasus anestesi

Golongan benzodiazepine bekerja sebagai hipnotik, sedative, anxiolitik,

amnestik, antikonvulsan dan pelumpuh otot yang bekerja di sentral.

Benzodiazepine bekerja di reseptor ikatan GABA-A. Afinitas pada reseptor

GABA-A berurutan seperti berikut lorazepam >midazolam > diazepam.

b. Farmakokinetik

Obat golongan benzodiazepine dimetabolisme di hepar, efek puncak akan

muncul setelah 4-8 menit setelah diazepam disuntikkan secara I.V dan

waktu paruh dari benzodiazepine ini adalah 20 jam. Dosis ulangan akan

menyebabkan terjadinya akumulasi dan pemanjangan efeknya sendiri.

Midazolam dan diazepam didistribusikan secara cepat setelah injeksi bolus.

c. Farmakodinamik

1) Sistem saraf pusat 

Dapat menimbulkan amnesia, anti kejang, hipnotik, relaksasi otot dan

mempunyai efek sedasi, efek analgesik tidak ada, menurunkan aliran

darah otak dan laju metabolisme.

2) Sistem Kardiovaskuler 

3) Menyebabkan vasodilatasi sistemik yang ringan dan menurunkan

cardiac out put. Ttidak mempengaruhi frekuensi denyut jantung.

Perubahan hemodinamik mungkin terjadi pada dosis yang besar atau

apabila dikombinasi dengan opioid.

4) Sistem Pernafasan

Mempengaruhi penurunan frekuensi nafas dan volume tidal, depresi

pusat nafas mungkin dapat terjadi pada pasien dengan penyakit paru

atau pasien dengan retardasi mental.

5) Sistem saraf otot 

Menimbulkan penurunan tonus otot rangka yang bekerja di tingkat

supraspinal dan spinal, sehingga sering digunakan pada pasien yang

menderita kekakuan otot rangka.

d. Dosis

Dosis midazolam bervariasi tergantung dari pasien itu sendiri.

1) Untuk preoperatif digunakan 0,5 – 2,5mg/kgbb.

2) Untuk keperluan endoskopi digunakan dosis 3-5 mg

3) Sedasi pada analgesia regional, diberikan intravena.

4) Menghilangkan halusinasi pada pemberian ketamin.

Page 22: Prentasi kasus anestesi

e. Efek samping

Midazolam dapat menyebabkan depresi pernafasan jika digunakan sebagai

sedasi. Lorazepam dan diazepam dapat menyebabkan iritasi pada vena dan

trombophlebitis. Benzodiazepine turut memperpanjang waktu sedasi dan

amnesia pada pasien. Efek samping dapat diatasi dengan flumazenil

(Anexate, Romazicon) 0.1-0.2 mg IV prn sampai 1 mg, dan 0.5 - 1

mcg/kg/menit berikutnya.

F. Pemulihan

Pemulihan atau perawatan pasca anestesi biasanya dilakukan di recovery

room. Pasien dapat dikembalikan ke unit perawatan setelah status pasien dianggap

stabil. Pengkajian status pasien meliputi (Berman, 2009):

1. Keadekuatan jalan nafas

2. Saturasi oksigen

3. Keadekuatan ventilasi

4. Status kardiovaskular

5. Tingkat kesadaran

6. Status cairan

7. Kondisi area operasi

8. Status cairan

9. Warna kulit

Page 23: Prentasi kasus anestesi

BAB III

PEMBAHASAN

A. Pre Operatif

Persiapan pre operatif yang dilakukan pada pasien dalam kasus ini diantaranya :

1. Persiapan alat

Persiapan alat meliputi alat-alat kuretase, monitor tanda vital, alat inhalasi dan alat-

alat pendukung lain yang berada di ruang operasi.

2. Persiapan obat

Obat yang disiapkan diantaranya :

a. Ketamin 50 ml

b. Propofol 50 mg

c. Methergin 0,2 mg/1A

3. Penilaian dan persiapan pasien

Penilaian dan persiapan pasien diantaranya:

a. Anamnesis

Pada saat anamnesis ditanyakan mengenai identitas, riwayat asma, riwayat

alergi obat dan makanan, riwayat penyakit jantung, diabetes melitus dan

hipertensi, serta riwayat operasi sebelumnya. Pada kasus ini pasien tidak

memiliki riwayat asma, alergi, penyakit jantung, diabetes melitus dan hipertensi.

Pasien pernah kuret sebelumnya dan tidak ada masalah selama proses

anestesinya. Hasil anamnesis mengindikasikan minimalnya kemungkinan

penyulit yang akan terjadi pada saat pelaksanaan kuretase.

b. Pemeriksaan fisik dan laboratorium

c. Penilaian status pasien (ASA I )

d. Puasa 6 jam pre operasi

e. Persiapan informed consent, suatu persetujuan medis untuk mendapatkan

ijin dari pasien sendiri dan keluarga pasien untuk melakukan tindakan

anestesi dan operasi, sebelumnya pasien dan keluarga pasien diberikan

penjelasan mengenai risiko yang mungkin terjadi selama operasi dan post

operasi.

Page 24: Prentasi kasus anestesi

B. Durante Operatif

Teknik anestesi yang digunakan adalah general anestesi dengan Total

Intravenous Anesthesi (TIVA). Teknik ini merupakan teknik yang mudah dan paling

disenangi ahli anestesi. Teknik ini merupakan teknik anestesi pilihan pada beberapa

beberapa pasien, tetapi penggunaannya harus diawasi karena dosisnya dapat meningkat

secara tiba-tiba dan dapat menyebabkan henti nafas.

Induksi intravena dilakukan dengan ketamin dan propofol secara bolus melalui

karet selang infus. Ketamin merupakan obat yang mempunyai sifat analgesik, anestetik

dan kataleptik dengan kerja singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk sistem somatik,

tetapi lemah untuk sistem viseral. Ketamin tidak menyebabkan relaksasi otot lurik,

bahkan kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi. Kesadaran pasien yang menggunakan

ketamin akan pulih setelah 10-15 menit. Efek analgesia akan bertahan selama 40 menit,

sedangkan amnesia dapat berlangsung selama 1-2 jam. Ketamin dapat digunakan dalam

proses induksi maupun rumatan pada proses anestesi saat pembedahan. Obat ini banyak

digunakan dalam pembedahan singkat.

Propofol lebih sering digunakan sebagai terapi rumatan anestesi dibandingkan

dengan induksi. Penyuntikan propofol secara intravena dapat menimbulkan nyeri

sehingga biasanya didahului dengan lidokain. Kelebihan propofol dibandingkan obat

anestesi lain diantaranya dapat meminimalisasi konfusi dan mual-muntal pasca bedah.

Kombinasi ketamin (ketalar) dan propofol dikenal dengan ketofol. Kombinasi ini

sering digunakan pada anestesi jenis TIVA. Ketamin dianggap lebih aman pada sistem

pernafasan dibandingkan dengan golongan opioid yang dapat menyebabkan depresi

nafas. Kombinasinya (ketamin) dengan propofol dapat menghambat efek gangguan

hemodinamik oleh propofol.

Propofol dapat menyebabkan depresi nafas dan sistem kardiovaskuler, sifat sedasi

kuat tetapi tidak sebagai analgesik. Ketamin memiliki efek minimal terhadap sistem

pernafasan dan kardiovaskuler, serta memiliki sifat analgesik kuat.

Midazolam yang diberikan setelah induksi sebenarnya berfungsi sebagai obat-

obatan premedikasi. Berfungsi sebagai neurolepanalgesia, yaitu suatu bentuk analgesia

yang dihasilkan dari penggunaan neuroleptik dan analgesia secara bersamaan yang dapat

menurunkan kecemasan, aktivitas motorik dan kepekaan terhadap rangsang sakit

sehingga pasien menjadi tenang dan tidak terganggu oleh lingkungan sekitarnya. Efek ini

diperlukan untuk mencegah terjadinya emergence phenomenon yang terjadi karena

Page 25: Prentasi kasus anestesi

pemberian ketamin. Midazolam merupakan obat pre medikasi golongan benzodiazepin.

Golongan ini menyebabkan tidur, amnesia retrograd dan dapat mengurangi rasa cemas.

Pada pasien ini diberikan cairan infus asering sebagai cairan fisiologis untuk

mengganti cairan dan elektrolit yang hilang akibat puasa.

C. Post Operatif

Setelah operasi selesai, pasien dibawa ke ruang perawatan. Observasi post kuretase dilakukan

selama 15 menit dan dilakukan pemantauan tekanan darah. Oksigen tetap diberikan. Setelah

pasien sadar dan tidak ditemukan tanda-tanda kegawatan, pasien dibawa kembali ke ruangan.

Page 26: Prentasi kasus anestesi

DAFTAR PUSTAKA

Latief, dkk. 2009. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Penerbit FK UI: Jakarta

Morgan G.Edward .2007. Clinical Anesthesiology. 4 th Edition: Philsdelphia

Said. Petunjuk Praktis Anestesi. Bagian Anestesi dan Terapi :FK UI:Jakarta: 2011