manajeman cairan pada neonatusprint

32
MANAJEMEN CAIRAN PERIOPERATIVE PADA NEONATUS PREMATUR PENDAHULUAN Manajeman cairan dan elektrolit sangat penting dan merupakan bagian yang memerlukan perhatian pada awal manajemen neonatus prematur dan dalam keadaan sakit yang berat (Lorenz,2008). Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan yang paling sering pada neonatus prematur dan dalam keadaan sakit yang berat (Aggarwal, et.al, 2001). Prinsip-prinsip dasar manajemen cairan dan elektrolit neonatus mirip dengan pasien pediatrik, dengan mempertimbangkan pengecualian, pada maturitas ginjal, komposisi tubuh, kehilagan cairan yang fisiologis, persalinan, perbedaan pada sistem saraf otonom. Manajemen cairan dan elektrolit perioperatif meliputi;status dehidrasi, puasa, manajemen cairan intraoperatif, masalah pasca operasi, dan terapi transfusi (Newton, et.al, 2010). Pada neonatus prematur,hilangnya cairan sangat besar, sangat bervariasi dan luas dan tidak terdapat pengaturan umpan balik dan kemampuan ginjal untuk mengkompensasi keseimbangan cairan dan elektrolit yang terbatas dibandingkan bayi cukup bulan. Hal ini diperberat juga oleh keterbatasan pematangan fungsi ginjal secara bertahap yang merupakan perubahan yang bersifat akut pada hari-hari awal setelah kelahiran dalam hal kemampuan neonatus mengekskresikan cairan dan elektrolit. Lebih jauh lagi, 1

Upload: kbdindasm

Post on 20-Jan-2016

57 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

terapi cairan anak

TRANSCRIPT

Page 1: Manajeman Cairan Pada Neonatusprint

MANAJEMEN CAIRAN PERIOPERATIVE

PADA NEONATUS PREMATUR

PENDAHULUAN

Manajeman cairan dan elektrolit sangat penting dan merupakan bagian

yang memerlukan perhatian pada awal manajemen neonatus prematur dan

dalam keadaan sakit yang berat (Lorenz,2008). Gangguan keseimbangan

cairan dan elektrolit merupakan yang paling sering pada neonatus prematur

dan dalam keadaan sakit yang berat (Aggarwal, et.al, 2001).

Prinsip-prinsip dasar manajemen cairan dan elektrolit neonatus mirip

dengan pasien pediatrik, dengan mempertimbangkan pengecualian,

pada maturitas ginjal, komposisi tubuh, kehilagan cairan yang fisiologis,

persalinan, perbedaan pada sistem saraf otonom. Manajemen cairan dan

elektrolit perioperatif meliputi;status dehidrasi, puasa, manajemen cairan

intraoperatif, masalah pasca operasi, dan terapi transfusi (Newton, et.al,

2010).

Pada neonatus prematur,hilangnya cairan sangat besar, sangat

bervariasi dan luas dan tidak terdapat pengaturan umpan balik dan

kemampuan ginjal untuk mengkompensasi keseimbangan cairan dan

elektrolit yang terbatas dibandingkan bayi cukup bulan. Hal ini diperberat juga

oleh keterbatasan pematangan fungsi ginjal secara bertahap yang merupakan

perubahan yang bersifat akut pada hari-hari awal setelah kelahiran dalam hal

kemampuan neonatus mengekskresikan cairan dan elektrolit. Lebih jauh lagi,

perubahan yang besar pada cairan tubuh total dan keseimbangan elektrolit

yang terjadi pada masa transisi dari janin ke neonatus pada prematur

neonatus (Aggarwal, et.al, 2001),(Murat,2007).

Tujuan dari manajemen cairan dan elektrolit pada neonatus adalah

bukan hanya menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, tetapi untuk

menjaga perubahan yang terjadi tidak mengganggu status cairan dan elektrolit

(Lorenz,2008). Sehingga kepedulian tentang kebutuhan cairan dan

metabolisme elektrolit perioperatif untuk meningkatkan keberhasilan dan

keamanan pembedahan (Newton, et.al, 2010).

1

Page 2: Manajeman Cairan Pada Neonatusprint

FAKTOR-FAKTOR KESEIMBANGAN CAIRAN

Fisiologi Cairan Tubuh

Secara umum diketahui bahwa neonatus yang sehat akan kehilangan

rata-rata 5-10 % berat badannya pada minggu pertama kelahiran dan

kehilangan berat badan ini lebih berat pada neonatus prematur (10-20 %). Hai

ini terjadi karena kontraksi kompartemen cairan ekstrasel yang diikuti oleh

diuresis, natriuresis dan penurunan berat badan (Bhatia,2006).

Pada neonatus prematur, baik jumlah total cairan tubuh maupun cairan

ekstraseluler (CES) bertambah seiring dengan berkurangnya umur kehamilan.

Sebagai contor, CES seorang bayi prematur pada usia kehamilan 28-32

minggu adalah 52% dari berat tubuhnya. Saat usia 1 minggu, proporsi CES

berkurang 12%; neonatus ini mengalami pengurangan cairan dalam 1 minggu,

yang jumlah tersebut seharusnya membutuhkan 8 minggu intrauterin

(Snyder,2008),(Murat,2007).

Tabel 1 Komposisi tubuh dan data morfometrik pada anak

Prematur Penuh 1 th 3 th

BW (kg)

BSA (m2)

BSA/BW

Air tubuh total

(% BW)

ECF (% BW)

ICF (% BW)

1.5

0.15

0.1

80

50

30

3

0.2

0.07

78

45

33

10

0.5

0.05

65

25

40

15

0.6

0.04

60

20

40

Singkatan: BSA, body surface area; BW, body weight; ICF, intracellular fluida;

ECF, extracellular fluida (Murat,2007).

Fungsi Ginjal

Perubahan cairan tubuh setelah lahir terjadi terutama melalui

pengaturan cairan dan natrium di ginjal. Pengaturan cairan oleh ginjal

berhubungan dengan filtrasi glomerulus dan fungsi tubulus. Laju filtrasi

glomerulur (LFG) neonatus aterm adalah 25% LFG orang dewasa. LFG

neonatus meningkat dengan cepat selama minggu pertama kehidupan dan

kemudian naik perlahan hingga mencapai kapasitas dewasa pada usia 2

2

Page 3: Manajeman Cairan Pada Neonatusprint

tahun (Snyder,2008), (Cote,2004), (Isabelle,2005) (Nair & Balachandran,

2004).

Terlepas dari LFG yang rendah, anak aterm dapat mengatasi masukan

cairan yang besar karena efek positif dari kapasitas konsentrasi rendah ginjal

anak mengimbangi efek negatif LFG yang rendah. Namun, neonatus prematur

memiliki mekanisme kompensasi yang terbatas dan mungkin tidak dapat

mentoleransi masukan cairan yang banyak ataupun hipovolemia tanpa

menimbulkan komplikasi klinis yang berat (Snyder,2008), (Cote,2004),

(Isabelle,2005).

Kapasitas konsentrasi ginjal anak lebih rendah dari dewasa. Untuk

merespon kekurangan cairan, ginjal neonatus aterm dapat meningkatkan

osmolalitas urin hingga maksimal 600-700 mOsm/kg. Sebagai perbandingan,

osmolalitas urin maksimum dewasa adalah 1200 mOsm/kg. Variasi pelepasan

vasopresin atau hormon antidiuretik mengatur osmolalitas Cairan Ekstra sel.

Walaupun neonatus yang mengalami dehidrasi tidak dapat meningkatkan

konsentrasi urin sebaik orang dewasa, namun klirens cairan bebas pada anak

lebih besar daripada orang dewasa. Setelah masukan cairan bebas, anak

dapat mengekskresikan urin terdilusi hingga 50 mOsm/kg; sebaliknya, pada

dewasa, urin terdilusi maksimal adalah 70-100 mOsm/kg (Snyder,2008),

(Cote,2004),(Roberta,2004)

Kondisi klinis yang dapat meningkatkan kebutuhan cairan basal pada

anak antara lain hipertermia, peningkatan kehilangan cairan melalui evaporasi

pada ventilasi mekanik, dan kehilangan transepitelial pada preterm. Manuver

sederhana untuk mengatasi perubahan keseimbangan cairan ini antara lain

penggantian cairan basal pada anak dengan hipertermia atau anak yang

diletakkan di bawah lampu pemanas bilirubin dan memastikan semua selang

ventilator telah dihumidifikasi (Snyder,2008), (Cote,2004).

Kondisi hidrasi, fungsi ginjal, dan masukan osmolar pasien akan

menentukan jumlah dan konsentrasi urinnya. Masukan osmolar terdiri atas

solusi endogen dan eksogen yang harus difiltrasi ginjal agar homeostasis

tetap terjaga. Volume cairan ginjal haru mencukupi agar ginjal dapat

membersihkan beban osmolarnya karena kapasitas konsentrasi yang terbatas

(Snyder,2008), (Cote,2004).

3

Page 4: Manajeman Cairan Pada Neonatusprint

Laju filtrasi glomerulur (LFG)

Neonatus aterm yang sehat dapat mengekskresikan cairan tergantung

pada masukan cairan dan dalam periode waktu yang cepat. Demikian juga

pada Neonatus prematur usia 29-34 minggu kehamilan,mampu mengatur

ekskresi cairannya secara bervariasi antara 96-200 ml/kgBB/hari dari mulai

hari ketiga setelah lahir, dengan meningkatkan pengeluaran cairan tanpa

meningkatkan LFG dan mempertahankan kadar zat yang terlarut tetap

sama. Hal ini menunjukkan bahwa bayi baru lahir yang sehat mampu

mempertahankan keseimbangan cairan yang adekuat pada variasi

besarnya input pada beberapa hari setelah kelahiran, dengan diberikan

intake cairan minimal untuk mencukupi IWL nya dan kehilangan cairan

lewat pengeluaran urin (Hartnoll,2006),(Newton, et.al, 2010).

(Newton, et.al, 2010).

Fungsi Tubular

Na+-K+-ATP-ase adalah enzim yang bertanggung jawab untuk tranport

sodium di semua sel eukariotik. Di ginjal, terdapat di dalam sel -sel tubulus.

Dengan mengusir natrium dari sel-sel lumen tubulus, tercipta gradien

elektrokimia yang menggerakkan energi pada Na+/ H + counter transporter

dan Na+ /glukosa serta Na+/ asam amino co-transporter, sehingga

menyediakan sumber energi untuk reabsorbsi tubuler Na+ , glukosa dan

asam-asam amino (Hartnoll,2006).

4

Tabel 2.

Page 5: Manajeman Cairan Pada Neonatusprint

Na+-K+-ATP-ase pada saat lahir kadarnya rendah,terutama pada umur

kehamilan dibawah 34 minggu. Setelah lahir, ada peningkatan yang pesat

dari aktivitas Na+-K+-ATP-ase dan peningkatan jumlah unit Na+-K+-ATP-

ase dalam membran basolateral sel tubulus ginjal, disertai dengan

peningkatan jumlah mRNA sel dalam pengkodean Na+-K+-ATP-ase.

Perubahan ini berfungsi untuk meningkatkan kapasitas ginjal dalam

menyerap kembali natrium selama beberapa hari pertama dan minggu

setelah kelahiran (Hartnoll,2006).

Sebelumnya diketahui bahwa neonatus mengalami diuresis setelah

lahir yang ditandai dengan natriuresis,dan merupakan bagian dari

kontraksi fisiologis yang normal dari volume cairan ekstraseluler. Hal ini

dianggap normal jika neonatus memiliki keseimbangan natrium awal yang

negatif, tetapi kemudian yang penting adalah mempertahankan natrium

untuk pertumbuhan. Ketidakmatangan fungsi tubular pada neonatus

prematur yang memiliki kemampuan terbatas untuk mengekskresikan

natrium,serta tidak mampu mempertahankan natrium seperti pada

neonatus aterm (Hartnoll,2006) (Murat,2007).

Meskipun terjadi pematangan dengan cepat pada mekanisme

homeostasis natrium, sistem rennin-angiotensin-aldosteron pada neonatus

prematur tidak dapat dihambat secara maksimal, sehingga ada resiko

kelebihan natrium pada pemberian natrium yang terlalu berlebihan, dengan

resiko adaptasi setelah lahir yang terlambat (Hartnoll,2006) (Murat,2007).

Adaptasi Pasca Kelahiran

Sejumlah proses akan dialami neonatus sebagai bagian dari adaptasi

pasca kelahiran. Hal yang relevan untuk keseimbangan cairan adalah

kontraksi dari volume cairan ekstrasel. Semua neonatus akan mengalami

kontraksi volume cairan ekstrasel setelah lahir, yang

ditandai dengan diuresis yang diikuti natriuresis (Hartnoll,2006).

Peningkatan fungsi pernafasan sejalan dengan diuresis ini. Karena

ketidakmampuan neonatus prematur dalam mengeluarkan beban natrium

yang memadai, maka pemberian natrium pada neonatus lahir kurang dari usia

kehamilan 32 minggu harus dibatasi seminimal mungkin sampai setelah

5

Page 6: Manajeman Cairan Pada Neonatusprint

diuresis terjadi. Sayangnya, pemberian diuretik tidak membantu proses ini

dan, meskipun mengakibatkan urin output urin meningkat, namun tidak

merubah keadaan (Hartnoll,2006)(Bhatia,2006).

Sindrom gangguan pernapasan (RDS)

Efek utama dari RDS pada keseimbangan cairan pada neonatus

prematur adalah tertundanya kontraksi pascakelahiran dari volume cairan

ekstrasel, yang dimanifestasikan dengan tertundanya diuresis. Diuresis ini

merupakan konsekuensi dari kontraksi volume cairan ekstrasel postnatal

yang normal dan mulai oleh keadaan natriuresis (Hartnoll,2006).

Dengan adanya keterbatasan dari neonatus untuk mengeluarkan

natrium, maka diperlukan pembatasan input natrium untuk neonatus dengan

RDS sampai setelah terjadi kontraksi volume cairan ekstrasel. Hal ini buktikan

oleh dua studi yang menunjukkan peningkatan ketergantungan oksigen pada

neonatus yang telah berikan natrium yang dimulai dari hari kedua kelahiran

dibandingkan dengan neonatus yang dilakukan penundaan pemberian natrium

(Hartnoll,2006),(Bhatia, 2006).

Transepidermal Water Loss (TEWL)

TEWL merupakan faktor penting terkait kebutuhan cairan pada

neonatus prematur dikarenakan proporsi yang tidak seimbang pada luas

permukaan tubuh dibandingkan dengan berat badannya,serta struktur kulit

yang belum matang. Sehingga terjadi penguapan yang berlebihan melalui kulit

dan saluran pernapasan yang belum matang (Hartnoll,2006),(Bhatia, 2006).

Hilangnya cairan terbesar terjadi pada hari pertama setelah lahir,

dengan penurunan secara eksponensial permeabilitas transepidermal selama

beberapa hari pertama. TEWL yang terbesar pada sebagian besar bayi

prematur dan 15 kali lebih tinggi pada neonatus pada usia kehamilan 25

minggu dibandingkan dengan neonatus normal (Hartnoll,2006).

6

Page 7: Manajeman Cairan Pada Neonatusprint

Meskipun TEWL berkurang cepat dengan berjalannya waktu, TEWL

pada neonatus prematur masih lebih besar secara signifikan daripada

neonatus normal sampai dengan 4 minggu setelah lahir. TEWL dapat

dikurangi secara substansial dengan merawat bayi pada kelembaban yang

maksimum. Hal ini dicapai dengan menggunakan inkubator tertutup, atau

penyekat udara dapat digunakan dibawah pancaran penghangat. Pada

kelembaban 20%, bayi yang sangat prematur akan kehilangan sekitar 200 g /

kg / hari atau 20% dari berat lahir di 24 jam pertama kelahiran. Hal ini dapat

dikurangi sampai 50 hari g / kg / atau 5% dari berat badan lahir jika dirawat

pada kelembaban 80% (Hartnoll,2006).

Metode lain untuk mengurangi TEWL adalah melembabkan gas

terinspirasi secara rutin, sehingga mengurangi kehilangan cairan dari saluran

pernapasan, dan perawatan kulit yang baik, kulit yang rusak akan kehilangan

lebih banyak air dari kulit utuh. Agen topikal telah terbukti efektif dalam

mengurangi TEWL dan mungkin memiliki peran dalam kasus yang sulit. Untuk

neonatus lebih tua dan stabil, pakaian akan mengurangi TEWL. Sehingga

ketika neonatus cukup stabil dengan diberikan pakaian, maka keseimbangan

cairan biasanya tidak menjadi masalah (Hartnoll,2006).

7

Tabel 3.

Page 8: Manajeman Cairan Pada Neonatusprint

Faktor lain

Kebanyakan neonatus prematur sekarang ini telah menerima pemberian

steroid sebelum lahir. Tujuan pemberian ini adalah untuk pematangan ginjal

dan fungsi kulit, sehingga membuat manajeman cairan dan natrium menjadi

lebih mudah, serta untuk pematangan fungsi paru lebih cepat. Ini berarti

bahwa untuk neonatus yang belum menerima steroid antenatal, mungkin

diperlukan pembatasan cairan dan natrium lebih lama (Hartnoll,2006).

MONITORING KESEIMBANGAN CAIRAN

1. Berat badan

Parameter yang paling mungkin berguna untuk pemantauan

keseimbangan cairan adalah berat neonatus. Perubahan berat badan yang

cepat akan mencerminkan perubahan dalam keseimbangan cairan, dengan

asumsi penimbangan yang akurat dan setiap penambahan atau

pengurangan,seperti infus juga telah diperhitungkan. Dalam beberapa hari

pertama setelah melahirkan, minimum satu kali ditimbang setiap hari, atau

dua kali sehari untuk neonatus yang mengalami masalah dengan

keseimbangan cairan (Hartnoll,2006).

pengukuran berat serial bisa digunakan sebagai panduan untuk

memperkirakan defisit cairan pada neonatus. Neonatus normal kehilangan 1-

2% dari berat lahir dengan kumulatif kehilangan 5-10% pada minggu pertama

kehidupan. Neonatus prematur kehilangan 2-3% dari berat lahir dengan

kumulatif kehilangan 15-20% pada minggu pertama kehidupan. Tidak

turunnya berat badan pada minggu pertama kehidupan harus menjadi

8

Tabel 4.

Page 9: Manajeman Cairan Pada Neonatusprint

indikator untuk restriksi cairan. Namun kehilangan berat badan berlebihan

pada 7 hari pertama atau lebih adalah bukan hal yang fisiologis dan

memerlukan koreksi dengan terapi cairan (Aggarwal, et.al, 2001).

2. Pemeriksaan Klinis

Berat ringannya dehidrasi merupakan parameter pemantauan cairan

pada neonatus dan anak-anak yang diperkirakan dari riwayat dan evaluasi

klinis (Tabel 5.) (Black,2004), (Nair & Balachandran, 2004).

Empat hal pemeriksaan yang penting untuk konfirmasi jenis dari

dehidrasi meliputi (Nair & Balachandran, 2004):

1. Osmolaritas serum dan kadar natrium dalam serum

2. Status asam-basa, pH serum dan defisit basa

3. Kadar Kalium serum dibandingkan dengan pH nya

4. Urin output (mendeteksi nekrosis tubuler akut)

3. Serum biokimia

Dalam beberapa hari pertama setelah melahirkan,natrium serum juga

merupakan indikator yang berguna untuk status hidrasi. Peningkatan natrium

menunjukkan keadaan dehidrasi dan natrium yang menurun menunjukkan

hidrasi yang berlebihan. Dengan demikian, semua bayi harus memiliki

estimasi natrium serum pada saat masuk ke unit perawatan intensif sebagai

9

Table 5. Assessment of dehydration severity in neonates and infants.

Page 10: Manajeman Cairan Pada Neonatusprint

kadar natrium dasar, sehingga ketika diulang beberapa jam kemudian, dapat

untuk menafsirkannya naik turunnya kadar natrium. Untuk neonatus yang

sangat prematur, direkomendasikan pengukuran serum natrium setidaknya

tiga kali sehari sampai keadaan stabil (Hartnoll,2006).

Serum natrium dan plasma osmolaritas akan membantu dalam

penilaian status hidrasi neonatus. Kadar natrium dalam serum harus

dipertahankan antara 135-145 meq / L. Hiponatremia dengan penurunan berat

badan menunjukkan deplesi natrium dan memerlukan pengganti natrium.

Hiponatremia dengan penambahan berat badan menunjukkan kelebihan

cairan dan memerlukan pembatasan cairan. Hipernatremia dengan penurunan

berat badan menunjukkan dehidrasi dan membutuhkan cairan koreksi lebih

dari 48 jam. Hipernatremia dengan penambahan berat badan menunjukkan

kelebihan natrium dan cairan sehingga perlu pembatasan natrium dan cairan

(Aggarwal, et.al, 2001).

4. Serum Darah Urea Nitrogen (BUN), kreatinin:

Kadar Ureum dan kreatinin serum biasanya tidak sangat berguna

dalam pemantauan keseimbangan cairan. Namun, nilai kreatinin berguna

untuk memantau fungsi ginjal selama beberapa waktu (1-2 minggu). Kreatinin

cenderung meningkat selama 2-3 hari pertama setelah melahirkan, tetapi

kemudian secara bertahap akan kembali ke nilai normal pada akhir minggu

pertama (Hartnoll,2006).

Penurunan eksponensial dalam kadar kreatinin serum pada minggu

pertama kehidupan sebagai akibat diekskresikannya kreatinin yang berasal

dari ibu. Tidak terjadinya penurunan normal secara serial pemeriksaan serum

merupakan indikator yang baik dari terjadinya gagal ginjal. (Aggarwal, et.al,

2001).

5. Urin Output, Specific Gravity (SG) dan Osmolaritas

Urin output harus dipantau pada semua neonatus, pemasangan kateter

dapat dilakukan pada neonatus yang lebih besar, yang sakit berat. Untuk

neonatus yang lebih kecil, urin output dapat dimonitor menggunakan kantong

urin atau dengan pampers. Urin output harus dievaluasi 6-8 jam, dengan

10

Page 11: Manajeman Cairan Pada Neonatusprint

tujuan menilai minimum urin output sebesar 0,5 ml / kg / jam, tetapi sebaiknya

mendekati 1,0 ml / kg / jam (Hartnoll,2006).

Kapasitas ginjal neonatus dalam mengkonsentrasikan atau

mengencerkan urin sangat terbatas. Pengukuran spesifik gravitasi (SG) akan

berguna untuk memandu terapi cairan. Kisaran urin output yang diterima

adalah 1-3 ml / kg / jam, spesifik gravitasi antara 1,005-1,012 dan osmolaritas

antara 100-400 mOsm / L. (Aggarwal, et.al, 2001).

6. Gas Darah:

Gas darah tidak diperlukan secara rutin untuk manajeman cairan.

Namun, berguna dalam penilaian asam basa pada pasien dengan perfusi

jaringan yang buruk dan syok. (Aggarwal, et.al, 2001).

7. Fraksi Ekskresi Natrium (FeNa)

Fraksi ekskresi Natrium (FeNa) adalah indikator dari fungsi tubulus

yang normal, sehingga penggunaannya tidak cocok pada neonatus

premature, oleh karena karena perkembangan tubulus ginjal yang belum

sempurna (Aggarwal, et.al, 2001).

MANAJEMEN CAIRAN PERIOPERATIF

Manajemen cairan Perioperatif dibagi menjadi 3 macam :

1) Terapi defisit,

2) Terapi rumatan, dan

3) Terapi pengganti

(Snyder,2008),(Cote,2004),(Morgan,2006), (Roberta,2004).

1. Terapi Defisit

Terapi defisit adalah manajemen kehilangan cairan dan elektrolit

yang dilakukan sebelum tampak manifestasi klinis pada pasien. Terapi

defisit memiliki 3 komponen : 1) perkiraan beratnya dehidrasi, 2) penentuan

tipe defisit cairan, dan 3) perbaikan defisit tersebut (Snyder,2008)

11

Page 12: Manajeman Cairan Pada Neonatusprint

Perkiraan Derajat Dehidrasi

Derajad dehidrasi diperkirakan melalui anamnesa dan kondisi fisik pasien.

Pada anak dengan dehidrasi ringan (misal, kehilangan 1-5% cairan tubuh),

dengan riwayat penyakitnya misal, muntah, diare, hasil pemeriksaan fisik

tidak tampak banyak perubahan dari normal. Anak dengan dehidrasi

sedang (kehilangan 6-10%) memiliki riwayat kehilangan cairan dan temuan

pada pemeriksaan fisik yang meliputi turgor kulit menurun, turun berat

badan, mata cowong dan ubun-ubun cekung, agak letargis, dan membran

mukosa kering (Snyder,2008),(Cote,2004).

Kebanyakan pasien dengan dehidrasi berat (kehilangan 11-15%) memiliki

instabilitas kardiovaskuler (misal, akral dingin, takikardia, hipotensi) dan

keterlibatan gangguan neurologis (misal; iritabilitas, koma) (Snyder,2008),

(Cote,2004).

Penentuan Tipe Defisit

Tipe defisit cairan dapat diperkirakan melalui riwayat pasien, pemeriksaan

fisik, hasil pemeriksaan elektrolit, dan tonisitas serum (Snyder,2008),

(Roberta,2004).

Tipe-tipe dehidrasi meliputi :

o isotonis (osmolalitas serum 270-300 mOsm/L, konsentrasi Na+ serum

130-150 mEq/L),

o hipotonis (osmolalitas serum <270 mOsm/L, konsentrasi Na+ serum

<130 mEq/L),

o hipertonis (osmolalitas serum >310 mOsm/L, konsentrasi Na+ serum

>150 mEq/L). Pasien-pasien dengan dehidrasi hipertonis membutuhkan

perhatian khusus karena dapat terjadi komplikasi seperti edema

serebri.

12

Page 13: Manajeman Cairan Pada Neonatusprint

Perbaikan Defisit

Mengembalikan fungsi kardiovaskuler, SSP, dan perfusi ginjal merupakan

sasaran utama dalam perbaikan defisit cairan. Dimulai dengan terapi

cairan volume expander yang isotonis. Perbaikan total defisit cairan

mungkin membutuhkan waktu agak lama. Misalnya, kehilangan natrium

tidak dapat diperbaiki dalam waktu singkat. Setelah neonatus memproduksi

urin, tambahkan sejumlah kecil natrium (<40 mEq/L) ke dalam cairan.

Monitor terus kecukupan terapi defisit dengan cara memeriksa kondisi klinis

pasien, jumlah urin, dan urine specific gravity (Snyder,2008),

(Roberta,2004).

Pada neonatus dengan kekurangan cairan, penting untuk segera diberikan

pengganti CES dan bukan pemberian terapi defisif klasik, seperti yang telah

diterangkan di atas. Sebagai contoh, setelah luka bakar berat, pasien

membaik dan mortalitas menurun bila diberikan pengganti CES cepat.

Jumlah total cairan yang diberikan pada 6-12 jam pertama diperkirakan

sekitar 100 mL/kg cairan tipe CES, seperti normal saline atau solusi RL

(Snyder,2008),(Murat,2007).

Dalam penjelasannya mengenai terapi rehidrasi, Friedman (2005)

menyatakan bahwa neonatus dengan dehidrasi sedang yang tidak dapat

mentoleransi rehidrasi oral, harus segera dipulihkan dengan memberikan

solusi RL dengan dosis 40 mL/kg dalam 1-2 jam, rehidrasi oral harus

segera dimulai setelah infus (IV) dipasang. Pada pasien-pasien dengan

dehidrasi berat, CES harus segera diganti dengan memberikan solusi RL

secara intravena, NaCl 0,9% (misal solusi NaCl isotonis, normal saline),

atau keduanya dengan dosis 40 mL/kg dalam 1-2 jam. Jika turgor kulit,

kesadaran, atau laju nadi tidak menjadi normal pada akhir infus, maka

dibutuhkan tambahan 20-40 mL/kg dalam 1-2 jam (Snyder,2008),

(Murat,2007).

Sebagai tambahan, bahwa neonatus mempunyai cadangan glikogen yang

rendah dan glukoneogenesis yang belum sempurna. Neonatus prematur

berumur kurang dari 2 hari cenderung hipoglikemia, khususnya bila sudah

13

Page 14: Manajeman Cairan Pada Neonatusprint

mendapat nutrisi parenteral. Untuk kondisi seperti ini biasanya dilakukan

pemasangan infus 2 jalur, yang pertama untuk pemberian glukosa dan

yang kedua untuk pengganti cairan. Monitor gula darah perlu dilakukan

untuk mencegah hiperglikemia dan terjadinya kerusakan otak dan

perdarahan intraventrikuler (Murat ,2007).

2. Terapi Rumatan

Tujuan terapi rumatan adalah untuk mengganti kehilangan cairan dan

elektrolit pada kondisi biasa (Snyder,2008). Cairan rumatan diperlukan

untuk menggantikan kehilangan cairan dari kulit, traktus respiratorius dan

gastrointestinal dan urine. Kehilangan cairan utama adalah cairan

ekstraselular yang terdiri dari cairan transelular, cairan intersisial dan

plasma.

Perhitungan cairan berikut ini dapat dipakai untuk memperkirakan

kebutuhan cairan selama operasi.

Perhitungan cairan selama operasi per kg/bb adalah :

10 kg l, 4 cc/kg/jam,

10 kg ll 2 cc/kg/jam, dan

10 kg berikutnya 1 cc/kg/jam.

Terapi rumatan mengganti kehilangan cairan melalui 2 proses hilang

cairan dari tubuh: 1) Evaporatif (misal insensible water loss) dan 2)

kehilangan melalui ekskresi urin. Kehilangan evaporatif terdiri dari

kehilangan cairan bebas solusi melalui kulit dan paru-paru.

Kehilangan cairan insensible pada kondisi normal, diperkirakan sekitar

30-35% dari volume total rumatan, dan cairan yang terbebas ini adalah

sekitar sepertiga kebutuhan total cairan rumatan. Kehilangan cairan

insensible ini dipengaruhi oleh kelembaban dan temperatur. Pasien-pasien

yang menggunakan udara yang dilembabkan (humidified air) memiliki

kehilangan cairan insensible yang lebih rendah daripada pasien yang

menggunakan udara biasa. Pasien-pasien hipertermia atau takipneu

mengalami kehilangan insensible yang lebih besar (Snyder,2008),

(Roberta,2004), Alderson & Bunn, 2004).

14

Page 15: Manajeman Cairan Pada Neonatusprint

Pada kondisi euvolemik, kehilangan cairan urin adalah 280-300

mOsm/kg, dengan gravitasi spesifik 1,008-1,015. Pada beberapa keadaan

(misal diabetes insipidus, prematuritas), produksi urin terdilusi harus ada,

dan volume cairan rumatan harus disesuaikan dengan peningkatan

kehilangan cairan ini. Pada keadaan lain (misal, sekresi ADH berlebih,

stress fisiologis), pasien mungkin tidak dapat mengurangi osmolaritas urin

menjadi 300 mOsm/kg, sehingga volume cairan rumatan harus dikurangi.

Pada kondisi euvolemik, kehilangan cairan melalui urin adalah sejumlah

sepertiga dari cairan rumatan (Snyder,2008), (Roberta,2004), Alderson &

Bunn, 2004).

Petunjuk terapi cairan rumatan untuk neoatus aterm adalah sebagai

berikut (Snyder,2008), (Roberta,2004), Alderson & Bunn, 2004).

Hari 1 – D10W diinfus dengan kecepatan 50-60 mL/kg/hr

Hari 2 – D10W dengan NaCl 0,2% dengan kecepatan 100 mL/kg/hr

>hari 7 – D5W dengan NaCl 0,45% atau D10W dengan NaCl 0,45%

100-150 mL/kg/hari

Sedangkan kebutuhan cairan berdasarkan berat badan lahir Neonatus

seperti pada tabel 6.

3. Terapi Pengganti

Pada periode perioperatif, pemberian cairan rumatan seringkali tidak

mencukupi akibat kehilangan cairan ke ruang ketiga, yaitu ke dalam

interstitium dan rongga perut. Terapi pengganti cairan dibuat untuk

15

Tabel 6.

Page 16: Manajeman Cairan Pada Neonatusprint

menggantikan kehilangan cairan dan elektrolit yang abnormal. Peningkatan

volume cairan rumatan untuk mengkompensasi kehilangan ini bisa sangat

berbahaya, karena pengganti kehilangan ini seringkali berbeda dengan

komposisi cairan rumatan (Snyder,2008).

Trauma pada tubuh menyebabkan hilangnya kehilangan cairan

intersisial, perubahan traumatik pada dinding kapiler menyebabkan

kehilangan cairan ke ruang ketiga. Kehilangan cairan dapat diganti dengan

RL/normal saline (Snyder,2008),(Cote,2004), (Roberta,2004).

Sebagai alternatif, dapat dilakukan penghitungan kadar kehilangan

elektrolit dan menggantinya dengan cara miliekuivalen untuk miliekuivalen

atau mililiter untuk mililiter pada kondisi tertentu. Untuk pasien yang

mengalami stress fisiologis tinggi atau pasien bedah ekstensif, hitunglah

kehilangan cairan ke ruang ketiga (interstitium) dan sesuaikan jumlah terapi

cairan pengganti (Snyder,2008), Friedman,2005).

(Nair & Balachandran, 2004)

Kontrol terhadap kehilangan cairan dilakukan melalui aktivasi reseptor

di atrium, arcus aorta, sinus caroticus dan makula densa, dan osmoreseptor

hipotalamus. Pada kasus kehilangan cairan secara akut respon awal

adalah pengeluaran katekolamin dan ADH yang menyebabkan

vasokonstriksi perifer dan takikardi dan refil transkapiler pada pada ruang

plasma dengan cairan intersisial. Jika terjadi penurunan turgor kulit, ini

menunjukkan penurunan cairan intersisial. Dapat digunakan sebagai

16

Table 7.

Page 17: Manajeman Cairan Pada Neonatusprint

gantinya bolus 25 ml/kg bolus RL/NS (Snyder,2008 (Roberta,2004),

(Murat,2007).

Untuk mekanisme kompensasi kehilangan Na dan air dicapai dengan

aktivasi sistem renin angiotensin-aldosteron. Jika cairan ekstraselular

dalam rentang normal mekanisme ini akan menjaga osmolaritas dalam

rentang normal yaitu 280-290mOsm/L. Mekanisme ini kurang efesien pada

neonatus karena terjadi kehilangan Na secara obligat yang disebabkan

imaturitas tubulus distalis (Snyder,2008), , (Roberta,2004).

Pada saat terjadi kehilangan Na yang tidak disadari dan masukan Na

yang inadekuat, terjadi dominasi baroreseptor dibanding sistem

angiotensin-ADH yang teraktifasi. Terjadi peningkatan reaborpsi air yang

akan mengencerkan cairan ekstravascular, dapat terjadi hiponatremia

delusional (Snyder,2008), (Roberta,2004).

Tanda awal hiponatremia meliputi letargik, nausea dan vomitus. Jika

kadar Na dibawah 120 mEq/l terjadi iritabilitas saraf pusat, yang dapat

berakibat kejang. Hiponatremia simptomatik adalah kasus gawat darurat

dan memerlukan penanganan segera. Penanganan cepat dapat dengan

memberikan NS 3%. Pada anak harus diberikan bolus 5 ml/kg setelah 5-10

menit. Na bikarbonat adalah saline 6% dapat pula digunakan dengan dosis

2,5 ml/kg. Evaluasi segera tanda dan gejala. Jika perbaikan yang cepat

tidak terjadi dalam 5-10 menit pada harus diulang kembali pemberian bolus

dan periksa kembali kadar Na serum. Jika rendah (120-130mEq) dan

pasien asimtomatik koreksi dapat dilakukan secara lambat dengan

memberikan full strength saline (Roberta,2004), (Alderson &Bunn,2004)

Cairan postoperatif diberikan sebagai cairan pengganti muntah,

perdarahan yang tidak diketahui dan perpindahan cairan ke rongga ke-3.

Infus rutin glukose sangat penting terutama pada anak malnurisi, prematur

atau hiperalimentasi.

Tabel 8 menggambarkan rencana terapi rumatan perioperatif secara

umum (Snyder,2008).

17

Page 18: Manajeman Cairan Pada Neonatusprint

Tabel 8. Petunjuk untuk Terapi Awal Postoperatif dan Terapi Rumatan

(Snyder,2008), (Cote,2004),

Age (mo) <12 h After Surgery Maintenance Fluids

<6

D10W with 0.45% NaCl at

1.5 times the

maintenance rate

D10W with 0.2% NaCl

plus KCl 10-20 mEq/L

at maintenance rate

>6

D5W with RL solution at

1.5 times the

maintenance rate

D10W with 0.45% NaCl

Plus KCl 10-20 mEq/L

at maintenance rate

Note: D10W = 10% dextrose dalam air, D5W = 5% dextrose dalam air.

Pilihan Cairan Koloid Dibandingkan Cairan Kristaloid

Baik cairan koloid maupun kristaloid banyak digunakan untuk resusitasi

cairan pada anak yang sakit berat. Beberapa pilihan cairan koloid yang

tersedia adalah albumin, hidroksietil starch (Hetastarch), dan dekstran.

Perdebatan efektivitas cairan koloid dibandingkan kristaloid (misal RL

dibandingkan NaCl0,9%) terus berlanjut. Dalam review Cochrane terbaru,

para peneliti melakukan beberapa percobaan randomized dan

quasirandomized untuk membandingkan penggunaan koloid dan kristaloid

pada pasien-pasien yang membutuhkan pengganti cairan. Namun,

percobaan pada neonatus dieksklusi. Tidak terdapat bukti yang mendukung

penggunaan kristaloid pada pasien trauma atau luka bakar atau bedah

dapat mengurangi angka mortalitas.

Karena koloid tidak terbukti memberikan angka survival yang lebih

tinggi namun lebih mahal daripada kristaloid, maka penggunaan koloid

pada pasien gawat mungkin tidak bisa dibenarkan, kecuali pada pasien

penelitian (Snyder,2008, Friedman,2005).

Penggantian Kehilangan Darah

Penggantian volume darah tergantung KU pasien, Maximal Available

Blood Loose (MABL) dan jenis operasi. Untuk memperkirakan jumlah

18

Page 19: Manajeman Cairan Pada Neonatusprint

perdarahan dipakai beberapa perhitungan sebagai berikut :(Snyder,2008),

(Cote,2004), (Roberta,2004), (Murat,2007).

Estimated Blood Loss EBV = 90ml/kg (neonates), 80 cc/kg (<1tahun),

70ml/kg (>1th).

Estimated red cell mass ERCM= EBVxHmt/100

Acceptable Red Cell Loss ARCL = ERCM-ERCM 30

Acceptable Blood Loss ABL = ARCL X 3

Jika kehilangan darah < dari 1/3 ABL diberikan RL. Jika kehilangan

darah >1/3 ABL dapat diganti koloid/albumin 5%. Jika kehilangan darah >

ABL diganti dengan PRC dan beberapa koloid. Perhitungan diatas

didasarkan perhitungan Hmt 30% tanpa peningkatan resiko yang signifikan

pada pasien. Jika pasien mendapat resusitasi cairan karena kehilangan

darah yang banyak penggantian cairan yang hilang harus diganti dengan

darah. Pasien masih memiliki fungsi kardiovasa dan respirasi yang adekuat

dengan kadar Hmt 25%. Banyak neonatologist yang menyatakan bahwa

kadar Hmt <40% merupakan anemia, perlu dikoreksi. Faktor determinan

lain perlunya tranfusi darah adalah jenis operasi. ABL adalah jumlah darah

yang boleh hilang yang dapat menyebabkan nilai Hmt 25-30% atau reduksi

bolume darah 20-25%. ABL harus terlebih dahulu dijelaskan pada operator

sebelumnya sehingga dapat menjalin persetujuan cara terbaik penggantian

cairan dan terapi transfusi (Roberta,2004).

Penghangat Darah

Suatu penghangat cairan atau penghangat darah merupakan hal yang

penting untuk pasien-pasien yang kemungkinan membutuhkan koreksi

cepat volume intravaskuler. Penggunaan alat-alat tersebut tadi untuk

maintenance terapi cairan IV tidak menyediakan keuntungan karena

kecepatan infus begitu lambat sehingga cairan IV kembali ke suhu ruangan

antara waktu dimana cairan/darah ini keluar dari penghangat dan

memasuki pasien. Peralatan penghangat terbaru yang menggunakan

penghangat cuntercurrant atau penghangat gelombang mikro lebih unggul

dibandingkan dengan peralatan penghangat air yang lebih tua. Aliran pasif

19

Page 20: Manajeman Cairan Pada Neonatusprint

kapasitas rendah melalui suatu alat seperti hotline sangat berguna, tetapi

perlatan ini dapat menyebabkan emboli udara. Sistem aliran aktif kapasitas

tinggi mampu menghantarkan sejumlah besar volume darah atau kristaloid

dalam periode yang singkat. Alat terbaru dapat menghantarkan sampai

1500 mL/menit. Secara umum kateter yang besar dan pendek merupakan

yang paling efisien (Cote,2004).

PROBLEM CAIRAN POST OPERATIF

Asupan cairan per oral biasanya dilakukan dalam tiga jam pertama

postoperasi pada sebagian besar pasien pediatrik. Asupan cairan per oral

lebih awal diperlukan di sebagian besar institusi, sebelum memulangkan

pasien dari rumah sakit. Pandangan ini sekarang diragukan karena dilaporkan

bahwa dengan tidak memberikan cairan per oral postoperasi pada anak-anak

yang mendapat tindakan bedah akan menurunkan kejadian muntah

(Murat,2007).

Jika asupan oral ditunda (misalnya setelah operasi pembedahan

abdomen), terapi cairan seharusnya dilakukan biasanya melalui vena perifer

jika durasi infus intravena diperkirakan tidak lebih dari lima hari atau pada

vena sentral jika diperlukan pemberian nutrisi parenteral jangka panjang.

Terapi cairan seharusnya memenuhi kebutuhan metabolik dasar dan dapat

mengkompensasi kehilangan pada gastrointestinal (misalnya akibat gastric

suctioning) dan kehilangan tambahan lainnya (misalnya karena demam).

Kebutuhan metabolisme basal biasanya dapat dipenuhi dengan cairan

hipotonis, seperti telah didiskusikan di atas, tetapi kehilangan lainnya harus

digantikan dengan larutan garam seimbang. Pengetahuan mengenai kuantitas

kehilangan pada gastrointestinal seringkali ditaksir terlalu rendah,

menjelaskan tingginya kejadian hiponatremia dilusional (karena pengenceran)

pada periode postoperasi akibat defisit relatif dalam asupan natrium dan/atau

dari sekresi ADH postoperasi (Murat,2007)

Hiponatremia postoperatif merupakan gangguan elektrolit tersering

pada periode postoperatif. Hiponatremia berat (<120-125 mmol/L) dapat

menyebabkan terjadinya kerusakan otak sementara atau permanen. Sebagian

besar hiponatremia postoperatif yang teramati pada ASA 1 anak-anak adalah

20

Page 21: Manajeman Cairan Pada Neonatusprint

akibat pemberian cairan hipotonis saat kapasitas sekresi air bebas terganggu .

Penyebab lain hiponatremia meliputi insufisiensi pituitari atau adrenal, cedera

otak atau tumor otak terkait dengan kehilangan garam dan sekresi yang tidak

tepat dari ADH. ADH plasma sering meningkat pada periode postoperasi

akibat hipovolemia, stres, nyeri atau traksi pada dura mater. Kombinasi

sekresi ADH dan infus cairan hipotonis akan menghasilkan suatu kondisi

hiponatremia dilusional (akibat pengenceran). Hiponatremia berat akan

mendorong terjadinya edema serebral, yang meliputi tanda klinis seperti

penurunan tingkat kesadaran, disorientasi, muntah dan pada kasus yang berat

terjadi aktivitas kejang. Hiponatremia simptomatik akut merupakan suatu

kondisi kegawatdaruratan medis yang memerlukan suatu terapi cepat. NaCl

hipertonis harus diberikan untuk meningkatkan kadar natrium plasma sampai

125 mmol/L, karena di atas nilai tersebut resiko terjadinya kejang akan

menurun. Restriksi air dapat dilakukan pada pasien dengan volume vascular

normal atau tinggi. Hiponatremia postoperatif harus dicegah dengan

menghindari pemberian larutan hipotonis selama tindakan bedah dan pada

periode awal postoperatif (Murat,2007).

KESIMPULAN

1. Manajemen cairan perioperatif pada neonatus prematur memerlukan

pemahaman fisiologi cairan pada neonatus.

2. Manajemen cairan perioperatif pada neonatus prematur memerlukan

ketepatan dalam waktu pemberian, jenis cairan dan keadaan

keseimbangan cairan pada neonatus prematur.

3. Monitoring status kecukupan cairan perioperatif pada neonatus prematur

hampir sama dengan anak-anak yang lebih tua, tetapi harus tetap

mempertimbangkan perubahan fisiologis cairan dari neonatus prematur

DAFTAR PUSTAKA

21

Page 22: Manajeman Cairan Pada Neonatusprint

Snyder,CL.,2008, Fluid Management for Pediatric Surgery, e-medicine,

University of Missouri, Kansas City.

Cote,CJ., 2004, Anaesthesia for Pediatric Surgery; in Miller's Anesthesia 5th

ed.

Roberta,HL, 2004, Pediatric Anesthesia; The requisites in Anesthesiology 1st

ed, Elsevier,Mosby.

Murat,I,2007, Perioperative Fluid Therapy in Pediatric in Perioperative Fluid

Therapy, Informa health care USA inc

Friedman,AL,2005, Pediatric Hydration Therapy: Historical Review and a New

Approach, Kidney Int ;67(1);380-8

Anderson,P & Bunn F, 2004, Colloids versus crystalloids for Fluid Resucitation

in Critically ill Patients, Cochrane Database Syst;(4);CD000567

Bhatia,J,2006, Fluid and Electrolyte Management in The Very Low Birth

Weight Neonate, Journal of Perinatology;S19-S21, Nature

Publishing Group, Medical College of Georgia.

Nair,SG & Balachandran, R, 2004, Perioperative Fluid and Electrolyte

Management in Paediatric Patients, Indian J. Anaesth;48(5);355-

364

Black,AE & Ewan,Mc,2004, Pediatric and Neonatal Anaesthesia ;Anaesthesia

in a Nutshell, Butterworth, Heinemann London

Lorenz, JM, 2008, Fluid and Electrolyte Therapy in the Very Low-birthweight

Neonate, the American Academy of Pediatrics. All rights reserved.

Hartnoll, G, 2006, The Physiology of Fluid Management in Preterm Infants,

Elsevier,Ltd.

Aggarwal,R, Deorari,AK, Paul,VK, 2001, Fluid and Electrolyte Management in

Term and Preterm Neonates, Indian J Pediatric; 68 (12): 1139-1142

Newton,MW,Banieghbal,B, Lakhoo,K,2010, Fluids and Electrolyte Therapy in

the Paediatric Surgical Patient;in Paediatric Surgery: A

Comprehensive Text For Africa [Chapter 05], Global-Help,Org.

22