management luka sistem integume

39
BAB II PEMBAHASAN Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit (Taylor,1997). Luka adalah kerusakan kontinuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain (Kozier,1995). Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul seperti hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, respon stres simpatis, perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri, dan kematian sel. A. Luka Akut dan Kronis Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati. Luka kronis : yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen. B. Pengkajian Luka Saat ini penatalaksanaan luka akut dan kronik adalah merupakan bidang spesialis yang mengalami perkembangan yang cukup pesat dalam area praktik pengkajian pada luka secara akurat dan lengkap adalah esensial untuk perawatan, intervensi pengobatan dan penatalaksanaan yang continue adalah didasarkan pada awal pengkajian dan lanjutan dalam pengkaijan luka.

Upload: imamaimaa

Post on 05-Aug-2015

172 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Management Luka Sistem Integume

BAB II

PEMBAHASAN

Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit (Taylor,1997). Luka

adalah kerusakan kontinuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain

(Kozier,1995). Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul seperti hilangnya seluruh atau

sebagian fungsi organ, respon stres simpatis, perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi

bakteri, dan kematian sel.

A. Luka Akut dan Kronis

Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep

penyembuhan yang telah disepakati.

Luka kronis : yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan,

dapat karena faktor eksogen dan endogen.

B. Pengkajian Luka

Saat ini penatalaksanaan luka akut dan kronik adalah merupakan bidang

spesialis yang mengalami perkembangan yang cukup pesat dalam area praktik

pengkajian pada luka secara akurat dan lengkap adalah esensial untuk perawatan,

intervensi pengobatan dan penatalaksanaan yang continue adalah didasarkan pada

awal pengkajian dan lanjutan dalam pengkaijan luka.

Dalam pengkajian, hal yang paling penting adalah mengetahui patologi atau

penyebab luka yang harus ditentukan terlebih dahulu sebelum melakukan intervensi.

Pasien dengan luka seperti : luka bedah, traumatic, luka neuropati, vascular dan luka

dekubitus berhubungan dengan penyebab. Kita dapat mencontohkan misalnya pada

pasien dengan luka akut yang disebabkan oleh gigitan binatang, serangga dan atau

manusia, tentu rencana intervensi akan berbeda dengan pasien dengan luka bakar.

Pasien yang digigit binatang, perlu adanya pemeriksaan kemungkinan kerusakan

saraf, ligament, atau tulang juga menentukan status vaksin rabies pada binatang dan

memerlukan imunisasi tetanus ( Bower MG, 2002 ). Patologi penyebab akan menjadi

dasar untuk pemeriksaan dan evaluasi dalam proses pengkajian.

Page 2: Management Luka Sistem Integume

1. Pengkajian

Pengkajian riwayat pasien/keluarga dan pemeriksaan pada luka adalah dasar untuk

intervensi. Penkajian riwayat pasien yang perlu dikaji adalah :

a. Informasi mengenai proses penyakit

b. Patologi penyebab

c. Pengobatan atau perawatan yang sudah diberikan

d. Tanyakan mingkin ada menggunakan obat steroid dan penyembuhan.

e. Apabila ada pasien dengan diabetes focus pertanyaan pada hasil glukosa

darah, uji perfusi oksigen, tekanan darah, aktivitas dan diet.

2. Pemeriksaan Fisik

Yang perlu dikaji dalam pemeriksaan fisik adalah melihat langsung kondisi kulit

dari ujung kaki sampai ujung rambut.

a. Amati area kulit, kuku dan rambut. Pada kulit mungkin ada seperti skar, kulit

yang tampak berubah karena tekanan.

b. Periksa suhu

c. Perisa warna kulit

d. Pengisian kembali kapiler

e. Periksa denyut nadi

f. Periksa adanya kalus

g. Periksa rambut pada kulit terutama sekali pada ekstremitas bawah yang terkait

dengan luka pembuluh arterial, adanya hemosederin pada pasien dengan

insufisiensi pembuluh vena atau dengan luka venous ( venous ulcer )

h. Periksa adanya edema

3. Pengkajian Kondisi Luka

Sering tidaknya melakukan pengkajian kondisi luka tergantung pada setting

klinik. Kalau di ICU mungkin harus setiap hari dan kalau di fasilitas atau ruangan

lain atau yang bukan pelayanan akut mungkin pengkajian luka hanya pada saat

Page 3: Management Luka Sistem Integume

pertama kali pasien datang dan seminggu sekali. Minimal dalam melakukan

pengkajian luka harus mencakup: patologi penyebab, tipe luka, karakteristik luka

yang meliputi : likasi, ukuran, kedalaman, eksudat, dan tipe jaringan .

4. Elemen Pada Pemeriksaan Luka

Pada setiap tipe luka kita perlu mengidentifikasi elemen pada luka sehingga

akan memudahkan kita untuk melakukan pengkajian kontinyu dan mengetahui

perkembangan dari luka.

5. Lokasi, Penyebab dan Usia Luka

Lokasi dan usia luka harus didokumentasikan, contoh pasien dengan luka

dekubitus di bagian trokhanter, dan berapa lama sudah pasien mengalami luka.

Hal yang perlu ditanyakan, bagaimana keadaan luka, apakah akut, kronik dan

berapa lama proses penyembuhannya. Perlu digambarkan lokasi anatomi letak

luka dengan tujuan agar lebih memahami secara jelas.

6. Ukuran dan Derajat

Pengukuran dalam luka adalah komponen penting pada awal pengkajian dan

sebagai pedoman untuk mengetahui kemajuan atau kemunduran pada luka.

Pengukuran secara teratur adalah penting untuk mengetahui keakuratan misalnya

setiap lima hari sekali atau seminggu sekali. Untuk lebih memudahkan kita dalam

memamahi kondisi kemajuan atau kemunduran luka sangat perlu

didokumentasikan dengan foto-foto dari luka pada awal pengkajian sampai akhir

intervensi.

7. Terowongan, Rongga atau Kantong

Pada kondisi luka tertentu biasanya terdapat kantong atau terowongan. Sering

dijumpai seperti pada pasien dengna luka dekubitus yang luas dan mengalami

infeksi. Dapat juga pada luka dengan abses yang kadanga dijumpai terowongan

atau rongga. Luka dengan adanya terowongan/kantong/rongga dan atau fistel akan

memperlambat proses penyembuhan. Jadi sangat penting pengkajian luka

mencakup juga bagaimana kondisi luka dengan adanya terowongan (sinus tract).

Page 4: Management Luka Sistem Integume

Terowongan ini pada umumnya banyak muncul pada pasien setelah pembedahan,

dan dapat juga pada luka neuropati, atau luka arterial.

Penatalakasanaan luka akan sangat penting bagaimana penanganan pada luka

yang berongga guna menstimulasi granulasi dan kontraksi luka. Kebanyakan

orang-orang klinik lebih menggunakan cara seperti gambar jam. Contoh : patokan

kita pada jam 12, kemudian kita mengukur mulai dari adanya terowongan atau

rongga pada jam 12 sampai jam 4 dan kita dapatkan ukuran 4 cm. saat ini sudah

ada alat pengukuran yang lebih canggih lagi dan sangat praktis digunakan yang

namanya Vistrak. Alat ini dapat mengukur luas luka lebih akurat dibandingkan

cara seperti manual dan telah digunakan oleh negara-negara maju seperti jepang.

8. Eksudat

Eksudat adalah suatu kumpulan cairan dalam luka. Cairan eksudat

komponennya dapat berupa serum, sel debris, bakteri dan leukosit. Eksudat dapat

tampak kering, basah, drainase atau tidak ada drainase.

Dalam pengkajian eksudat yang perlu dikaji adalah konsistensi, jumlah

( minimal, sedang dan banyak ), warna.

Eksudat dapat berupa:

a. Serous ( jelas atau kunign pucat )

b. Serosangiunous ( serous atau bercampur darah )

c. Sangiunous ( banyak darah/berdarah )

d. Mengkaji konsistensi eksudat : cair, kental, purulent dan atau seperti susu.

9. Sepsis

Pada kondisi luak yang mengalami sepsis dapat disebabkan oleh bakteri

anaerob dan bakteri gram negative.

Dalam menentukan luka adanya sepsis pengajian harus mempertimbangkan hal

yang meliputi : Eritema, hangat, edema, purulent atau meningkatnya drainase,

adanya indurasi, meningkatnya rasa nyeri.

Untuk menentukan infeksi local atau ssitemik perlu didukung dengan adanay

hasil labolatorium ( serum darah, biopsy dan kultur ). Dalam mengkaji kondisi

luka dengan infeksi, kita harus memperhatikan bagaimana perawatan sebelumnya.

Yang menjadi focus pada kita adalah bila pasien dengan luka banyak eksudat dan

baunya menyengat, maka kita harus tahu bahwa bau itu dari luak buka karena

balutan. Bau dapat di jaidkan salah satu sebagai indikasi untuk frekuensi dalam

Page 5: Management Luka Sistem Integume

mengganti balutan. Kalau luka yang disebabkan oleh pseudomonas akan sangat

mudah baunya dikenal oleh para tenaga klinik terlatih.

Sekeliling jaringan luka : pada luka yang tampak ada eritema dan hangat akan

mudah diketahui dan dapat dijadikan sebagai indikasi adanya infeksi. Bila

terdapat gangguan pada sekeliling luka seperti iritasi, erosi, adanya papula atau

pustule perlu dipertimbangkan kemungkinan reaksi alergi dari bahan balutan. Hal

penting lainnya adalah kita perlu melakukan palpasi pada sekeliling luka

kemungkinan edema, indurasi ( keras dan lunak pada jaringan ), dan adanya abses.

Mengamati sekeliling luka harus dilakukan secara kontinyu untuk indikasi

intervensi dalam menentukan perawatan dan pengobatan.

10. Maserasi

Adanya maserasi pada sekeliling luka seringkali dilupakan oleh tenaga klinik.

Maserasi ini akan muncul karena luka yang terlalu basah dan akan tampak

berwarna keputihan. Ini juga daapt disebabkan penatalaksaan eksudat yang kurang

baik. Kemungkinan akan sangat tidak cocok apabila menggunakan obat seperti

krem atau berupa salep. Salah satu aspek penting dalam melakukan pencegahan

untuk tidak mengalami maserasi adalah frekuensi mengganti balutan dan

pertimbangkan macam balutan yang digunakan.

11. Epitelialisasi

Epitelialisasi adalah suatu regenerasi epidermis pada permukaan kulit.

Epitelialisasi akan bermigrasi dari pinggiran luka ditutupi dengan epithelium yang

akan tampak seperti mutiara atau perak yang mengkilat, tipis dan mudah rapuh

atau mudah rusak. Pinggiran luka bila menyatu jaringannya akan mudah

bergranulasi, bila tidak mungkin akan terjadi seperti gulungan atau menekuk

kedalam dan atau ada rongga. Bila luka membentuk yang pinggirannya

menggulung kedalam dapat disebabkan luka yang terlalu kering, sehingga

pinggiran luak harus mencari bagian yang lembab. Epitelialisasi dapat muncul

pada pertengahan jaringan luka jika ada folikel rambut atau adanya pertumbuhan

sel baru. Untuk mengukur epitelialisasi dapat digunakan dengan prosentase

seberapa banyak terjadi epitelialisasi pada sekeliling jaringan luka.

12. Jaringan Nekrotik

Jaringan nekrotik adalah jaringan yang sudah mati, jaringan yang tidak

memiliki pembuluh darah untuk vaskularisasi dan sangat mudah untuk media

berkembang biaknya proliferasi bakteri dan penghambat proses penyembuhan.

Page 6: Management Luka Sistem Integume

Jaringan yang nekrosis dapat tampak warna kunign, coklat, abu-abu, aatu hitam.

Kalau jaringan nekrosis yang berwarna kuning sering disebut dengan slough ( sel

yang sudah mati ), atau biasanya disebut juga eskar dan sel debris.

13. Tissue Bed

Tissue bad seringkali dapat diartikan sebagai perangkat dasar jaringan luka.

Tissue bed adalah fase dan perkembangan penyembuhan luka dengan melalui

observasi warna dari jaringan, tingkat kelembapan, dan jumlah epitelialisasi. Pada

dasar luka dapat terlihat warna pink, pink pucat, merah, kuning. Kalau bersih

granulasi akan tampak warna merah dan kalau terdapat slough akan berwarna

kuning. Untuk mengetahui apakah perangkat dasar luka kering atau basah, kita

perlu evaluasi penggunaan balutan yang digunakan.

14. Nyeri

Observasi nyeri pada luka adalah aspek penting dalam pengkajian luka. Kita

perlu mengidentifikasi nyeri, mungkin karena infeksi atau trauma. Nyeri pada luka

adalah salah satu tanda sekunder dari infeksi. Untuk itu perlu di evaluasi apakah

serangan nyeri yang terjadi terus – menerus saat dilakukan debridement, berjalan,

dan atau disentuh dan lain-lain.

15. Format Pengkaijan Luka

Bagan ini adalah salah satu dasar kita melakukan pengkajian luka dalam rangka

melaksanakan intervensi perawatan dan pengobatan.

Penyebab luka :

Pembedahan

Arterial

Venous

Dekubitus

Diabetic atau neuropati

Trauma

Lain…

Anatomi lokasi luka :

Atas / bawah dada

Abdomen

Punggung

Maserasi

Ada ; lokasi dimana : . . . cm : . . .

Tidak ada

Pinggiran luka dan epitelialisasi :

Pinggiran utuh

Pinggiran tidak utuh

Insisi terbuka

Jahitan insisi utuh

Ada epitelialisasi : . . . cm

Tidak ada epitelilisasi

Jaringan nekrotik :

Page 7: Management Luka Sistem Integume

Sacrum

Kaki kiri / kanan

Tungkai kiri / kanan

Iscium atau bokong

Siku

Tumit kaki kiri / kanan

Lengan kiri / kanan

Punggung kaki kiri / kanan

Lateral maleolus kiri / kanan

Medial maleolus kiri / kanan

Troukhanter

Oksiput

Bahu kiri / kanan

Scapula kiri / kanan

Lokasi lain…

Usia luka :

Akut pembedahan : . . . hari / bulan /

tahun

Kronik : . . . hari / bulan / tahun

Ukuran luka, bentuk dan derajat :

Panjang : . . . cm, Lebar : . . . cm, Diameter : .

. . cm

Bentuknya : oval, tidak beraturan, lain : . . .

Derajat ( luka dekubitus ) : I II III

IV

Luka neuropati menurut Wagner : 1 2 3

4

Kantong / lubang / terowongan / saluran :

Fistula

Tidak ada

Ada dan lokasi : . . . berapa cm : . . .

Tidak ada

Ada tipe

Kuning slough

Hitam

Lunak

Keras

Mudah / tidak terkelupas

Persentase : 25 % 50 % 75

%

100 % lainnya : . . .

%

Perangkat dasar jaringan luka ( Tissue

Bed ) :

Tidak ada jaringan granulasi

Ada jaringan granulasi : . . . %

Lembap

Kering

Warna pink

Pucat

Nyeri :

Ada

Tidak ada

Pada saat diganti balutan

Kapan saja

Kadang-kadang

Bila disentuh

Lainnya : . . .

Rentang skala nyeri :

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Perawatan / pengobatan sebelumnya : . . .

Perawatan / pengobatan saat ini : . . .

Page 8: Management Luka Sistem Integume

Eksudat :

Tidak ada

Ada ; minimal / sedang / berat

Warna ; serous / serosanguenous /

senguenous

Konsistensi ; cair / kental / purulent /

seperti susu / kental warna hijau

Sepsis :

Sistemik

Local

Keduanya

Tidak ada

Keadaan sekeliling kulit dan atau margin

luka :

Utuh

Eritema

Edema

Indurasi

Hangat

Dingin

Kering

Kotor

Lainnya : . . .

Page 9: Management Luka Sistem Integume

Karakteristik Eksudat Luka

Tipe Eksudat Warna Konsistensi Keterkaitan

Sanguinous / campur

darah

Merah Cair Indikasi pertumbuhan pembuluh

darah baru atau kerusakan pada

pembuluh darah

Serosanguineous Merah jelas

atau pink

Cair Normal pada masa radang dan

penyembuhan pada fase proliferasi

Serous Jelas Cair Normal pada masa radang dan

penyembuhan pada fase proliferasi

Seropurulent Gelap,

kuning

sampai

warna

coklat

Cair Dapat diindikasikan tanda awal luka

mengalami infeksi

Purulent Kuning,

coklat atau

hijau,

buram

Kental Suatu tanda luka mengalami infeksi

C. Jenis-Jenis Luka

1. Luka diabetk pada kaki

Beberapa istilah yang biasanya digunakan pada luka diabetik adalah luka

neuropati, atau diabetik luka neuropati. Luka diabetik adalah luka yang terjadi

pada pasien dengan diabetik yang melibatkan gangguan pada saraf pariferal

danautonomik.

Page 10: Management Luka Sistem Integume

2. Luka Arterial

Luka arterial adalah luka yang terjadi pada area arterial yang disebabkan oleh

tidak adekuatnya suplai darah atau sutau luka iskemik yang disebabkan oleh

insufisiensi arterial. Luka pada arteial juga di kenal seabgaai luka iskemik.

3. Luka Venous

Luka venous adalah luka yang mengenai lapisan kulit sampai jaringan subkutan

dan terjadi pada bagian kaki akibat terhambatnya sirkulasi aliran vena.

4. Luka Dekubitus

Page 11: Management Luka Sistem Integume

Luka dekubitus, sinonimnya adalah pressure ulcer, bed sores, atau pressure

sore. Luka dekubitus adalah suatu area yang terlokalisir dengan jaringan

mengalami nekrosis yang biasanya terjadi pada bagian permukaan tulang yang

menonjol, sebagai akibat dari tekanan dalam jangka waktu lama yang

menyebabkan peningkatan tekanan kapiler.

5. Luka Bedah Akut

Luka bedah adalah adanya insisi kareana prosedur pembedahan yang biasanya

dikerjakan pada suatu lingkungan steril. Ada terdapat beberapa metode penutupan

pada luka bedah. Luka bedah dalam penutupan luka mayoritas menggunakan

benang penjahit operasi dengan maksud untuk penyembuhan. Luka bedah harus

ditutup tanpa menimbulkan ketegangan pada pinggiran luka dan memerlukan

perawatan yang adekuat setelah operasi. Prioritas utama perawatan luka bedah

adalah promosi penyembuhan, pencegahan infeksi, adan memeperbaiki fungsi

normal sedini mungkin. Pada penyembuhan luka yang dijahit dan tidak

mengalami komplikasi, hal ini terkait dengan kondisi kesehatan pasien dan

keterampilan yang dimiliki oleh ahli bedah.

6. Luka Bakar

Luka bakar dapat didefinisiskan sebagai suatu kerusakan pada kulit atau

kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh suhu panas, kimia, radiasi atau

Page 12: Management Luka Sistem Integume

elektrik. Berat dan ringannnya luka bakar tergantung pada jumlah area permukaan

tubuh, derajat kedalaman dan lokasi luka bakar yang terjadi.

7. Luka Trauma Umum

Bila seseorang mengalami luka akan menimbulkan seperti kerusakan kulit,

jaringan otot, bahkan sampai tulang. Penyebab terjadinya luka dapat disebabkan

oleh berbagai macam dan termasuk jenis lukanya. Luka dapat dikategorikan

dalam beberapa kategori yaitu luka tertutup dan luka terbuka, kemudian luka akut

dan luka kronik. Jenis luka kronik seperti pada luka diabetic dan luka akut

misalnya pada luka tembakan atau gigitan binatang.

8. Luka Kutaneus Malignan

Luka kutaneus maliganan juga diketahui sebagai luka atau tumor fungating

atau nekrosisi tumor. Luka ulercertif dan fungating biasanya akan tercium bau

yabg tidak sedap dan nyeri.

9. Berdasarkan Integritas Kulit

a. Luka terbuka

Kerusakan melibatkan kulit atau membran mukosa; kemungkinan perdarahan

disertai kerusakan jaringan;

risiko infeksi

b. Luka tertutup

Page 13: Management Luka Sistem Integume

Tidak terjadi kerusakan pada integritas kulit, tetapi terdapat kerusakan

jaringan lunak; mungkin cedera internal dan perdarahan.

10. Berdasarkan Desriptors

a. Aberasi

Luka akibat gesekan kulit; superficial; terjadi akibat prosedur dermatologik

untuk pengangkatan jaringan skar.

b. Puncture

Trauma penetrasi yang terjadi secara disengaja atau tidak disengaja oleh akibat

alat-alat yang tajam yang menusuk kulit dan jaringan di bawah kulit.

c. Laserasi

Tepi luka kasar disertai sobekan jaringan, objek mungkin terkontaminasi;

risiko infeksi

d. Kontusio

Luka tertutup; perdarahan di bawah jaringan akibat pukulan tumpul; memar

11. Berdasarkan Bentuknya

Luka terbuka : terputusnya kontinuitas kulit dan/atau jaringan subkutis di

bawahnya.

Luka tertutup : terputusnya kontinuitas jaringan di bawah kulit saja, kulit tetap

utuh.

12. Berdasarkan Berat Ringannya Luka

Luka ringan : kecil, dangkal, perdarahan sedikit

Luka berat : luka lebar dan perdarahan banyak

Page 14: Management Luka Sistem Integume

Luka parah : perdarahan banyak di beberapa tempat

13. Berdasarkan Lamanya Waktu Penyembuhan Luka

Luka akut; yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep

penyembuhan yang telah disepakati.

Luka kronis; yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan,

dapat karena faktor eksogen dan endogen.

D. Mikroba pada luka ( Wound bioburden )

Walaupun kita berusaha hidup dalam lingkungan yang bersih, namun kita

akan bersama dengan banyak mikroorganisme. Kalau kita mempunyai kesempatan

mengamati ruangan tempat kita tinggal sekarang dengan mikroskop, maka kita akan

melihat jutaan organism yang hidup bersama kita. Kulit, yang menututupi seluruh

tubuh manusia layaknya selubung, penuh dengan sifat yang menakjubkan. Kulit

mamapu memeperbaiki dan memperbaharui diri, air tidak dapat menembusnya,

meskipun banyak pori-pori kecil di permukaannnya, padahal ia berfungsi membuang

air lewat proses perspirasi. Strukturnya yang luar biasa lentur, memungkinkan

gerakan bebas, dan ia cukup tebal sehingga tidak mudah robek.

Kulit mampu melindungi tubuh dari panas, dingin, dan sinar matahari yang

merugikan. Kesemuanya itu hanyalah sedikit sifat kulit yang khusus diciptakan untuk

manusia. Mikroba yang hidup di kulit menjalankan fungsi perlindungan dari kulit.

Sekelompok mikroba tak berbahaya hidup di kulit, dan telah beradaptasi dengan

medium asam kulit yang dapat dikatakan sebgai Flora. Normal flora yang normal

dapat menghambat mikroorganisme yang purulent. Namun apabila tubuh kita

mengalami ketidakseimbangan atau daya tahan tubuh menurun sehingga

meningkatkan jumlah mikroorganisme dan virulensi.

Kerusakan pada kulit termasuk luka, maka mikroorganisme akan masuk pada

jaringan yang luka dengan cepat. Mikroorganisme yang masuk dalam luka akan

direspon oleh penjamu ( Host ). Reespon penjamu yang non spesifik terjadi tanpa

memperhatikan spesies microbial. Respon penjamu spesifik dipicu oleh

mikroorganisme spesifik dan melibatkan system imun. Respon spesifik dan non

spesifik adalah esensial untuk pencegahan masuknya mikroorganisme luka ke organ

Page 15: Management Luka Sistem Integume

dan jaringan vital. Respon non spesifik termasuk fagositosis oleh polymorphonuclear

leukocytes ( PMNs ) dan makrofag dan inflamasi.

Inflamasi : respon pertahanan pertama kali organism melawan penyerangnya

yang berbahaya adalah perbaikan sendiri yang cepat dari jaringan kulit setelah

munculnya luka. Ketika luka merusak kulit, maka sel-sel pertahanan akan segera

bergerak menuju luka untuk memerangi se lasing dan membuang sisa-sisa jarigan

yang terganggu. Kemudian, sejumlah sel pertahanan lainnya meningkatkan produksi

fibrin yang dilepaskan oleh platelet, yaitu protein yang dengan cepat menutupi

kembali lika dengan jarinagan berserat

Hal tersebut dipicu oleh mediator endogenous ( sumber penjamu ) dan

exogeneous sebagai microbial. Mediato endogeneous seperti cytokines dan factor

pertumbuhan akan muncul dari sel mast, PMNs, makrofag dan system komplemen,

dan sel-sel imun. Sel-sel tersebut melepasakan mediator dalam merespon kontak

dengan mikroorganisme atau produk mokrobial.

Mediator inflamasi eksogenous dihasilakan oleh mikroorganisme. Pada

umumnya adalah endotiksin, yang diproduksi oleh bakteri gram negative-positif. Jika

dilepaskan didalam darah , semua aktivitas semua aktivitas endotoksin yang

menyebabakan mekanisme radang pada saat sekali, dapat menimbulkan septiksok

( Baranoski S and Ayello EA, 2003 ). Eksitoksin adalah mediator yang menyebabkan

radang yang diproduksi oleh bakteri. Banyak eksotoksin bakteri yang luar baisa

kemotaktik yaitu mereka menyerang lekosit. Akan tetapi banyak juga toksin bakteri

tidak mendatangkan inflamasi secara langsung. Mereka secara tidak langsung

mendatangkan inflamasi dengan pengaktivan sel mast dan makrofag atau

membangkitkan suatu respon imun adaptasi. Kemudian menghasilkan mediator yamg

menimbulakan radang.

Pengeluaran mediator inflamasi akan menghasilkan vasodilatasi local dan

menigkatkan aliran darah ke area yang mengalami injuri. Bersamaan dengan

peningkatan permeabilitas vaskuler memicu cepatnya proses fagosit sel, masuknaya

komplemen, adan antibody kedalam luka. Mereka secara kolektif akan menganagakat

mikroorganisme dan debris juga toksin bakteri, dan enzim. Respon fisisoligi tersebut

pada injuri akan tampak sebagai tanda dari peradangan yang dimanifestasikan dengan

eritema, hangat, edema dan nyeri ( Baranoski S and Ayello EA, 2003 ).

Infeksi; adalah invasi dan multifikasi mikroorganisme dalam jarinagan luka

yang menghasilkan efek patofisiologi atau injuri pada jaringan. Bila resistansi

Page 16: Management Luka Sistem Integume

penjamu gagal untuk mengkontrol pertumbuhan mikroorganisme, lokasi daerah luka

akan terjadi infeksi. Dengan tidaknya terkontrolnya infeksi pada lokasi luka dapat

menyebabkan lebih dalam lagi merusak jaringan dan dapat menimbulkan bahyaa

seperti cellulites, osteomilitis, bakteremia dan sepsis. Yang lebih parahnya adalah

menghambat proses penyembuhan luka sehingga akan menjadi penyebab untuk luka

menjadi luka kronik.

Persisten keberadaan mikroorganisme menyebabakan pemasukan fagosit;

mmelepasakan enzim proteolitik, mediator radang dan radikal bebas. Efek komulatif

pada substansi tersebut dalam luka menambah keburukan pada jaringan injuri dan

luka. Selain itu mediator radang menyebabkan vasokontriksi dan thrombosis yang

pada akhirnya menjadi hipoksia pada lingkungan luka. Lingkungan luka yang

hipoksia lebih lanjut meningkatkan proliferasi bakteri dalam pengrusakan dan

lamanya siklus radanag ( Baranoski S and Ayello EA, 2003 ).

Luka yang mengalami infeksi akan sukar untuk berkembang labih baik karena

migrasi jaringan epithelia dihambat oleh toksin bakteri dan ephitelium baru akan

mudah menjadi lisis dan pengeringan oleh protease netrofil yang akhirnya kontraksi

luka menjadi terhambat dengan banyaknya jumlah bakteri.

Adanya bakteri pada luka dapat dikategorikan sebgaai luka kontaminasi, luka

infeksi dan luka kolonisasi. Luka kontaminasi adalah adanya bakteri pada permukaan

luka dengan tidak ada replikasi dari mikroorganisme atau bakteri. Kolonisasi adalah

adanya replikasi dari bacteri atau mikroorganisme pada permukaan luka tanpa adanya

injuri pada penjamu atau tanpa invasi jaringan luka dan tidak ada respon imun

penjamu. Luka infeksi adalah replikasi dari mikroorganisme dan meneyebabkan injuri

pada penjamu.

Didalam praktik yang menjadi hal penting dalam manajemen luka infeksi

adalah mengidentifikasi dan mendiagnosa berdasarkan tanda dan gejala infeksi atau

penemuan dari kultur luka. Metoda yang paling sering digunakan dalam praktik klinik

untuk mengidentifikasi luka infeksi adalah dengan mengamati tanda dan gejala klinik.

Tanda dan gejala tersebut adalah merupakan gambaran dari respon penjamu dengan

invasi atau injuri jaringan. Tanda dan gejala dapat diamati langsung pada area dan

sekeliling luka. Tanda klasik dari infeksi tersebut adalah meningkatnya eritema,

temperature suhu local atau bila diraba akan dirasakan hangat, edema, nyeri, dan

eksudat purulent. Empat tanda pertama kali yang dapat muncul; nyeri, eritema, edema

dan hangat adalah dikenal sebagai tanda inflamasi. Kalau pada luka kronik yang

Page 17: Management Luka Sistem Integume

mengalami infeksi dapat mencakup tanda dan gejala; drainase yang serous bersamaan

dengan inflamasi, penyembuhan menjadi lambat, berubah warana pada jaringan

granulasi ( pucat, kehitaman ), mudah rusak, perdarahan dan atau rapuh pada jaringan,

adanya kantong atau rongga pada dasar luka, bau busuk, dan kerusakan pada luka

( Cutting KF, 1998 ).

Selain mengenal tanda dan gejala infeksi dengan cara observasi sebagai

petunjuk untuk intervensi, nmaun hal penting lagi adalah melakuakan pemeriksaan

mikrobiologi specimen pada luka. Pemeriksaan specimen dapat diperoleh pada

jaringan luka, aspirasi dengan menggunakan jarum steril dan hapusan. Alasan penting

adalah bahwa optimal manajemen pada luka harus berpedoman pada patologi, bakteri

yang mnejadi penghambat dan memelihara kelembapan lingkungan luka untuk

fasilitas penyembuhan. Kemudian penanganan untuk luka infeksi kronik dengan

pemberian terapi non antibiotic dan kombinasi pemberian antibiotic yang harus

difokuskan adalah rasionalnya dengan mempertimbangkan menurunkan resiko

resisten antimicrobial pada kemudian hari. Yang tidak kalah pentingnya adalah

dilakukan kultur kuman pada luka sebagai konfirmasi diagnosis, identififkasi

organisme spesifik dan mengidentifikasi antibiotic terhadap sensitivitas organisme.

Bila dalam kultur menunjukkan ?105 organisme per gram, konfirmasi adanya infeksi

jaringan. Kemudian hasil penelitian dilaporkan bila angaka menunjukkan lebih dari

105 per gram pada jaringan, meyebabakan kegagalan luka untuk menutup ( Gordon

D, 2001 ). Sue C, 2001 menegidentifikasi beberapa contoh mikroba koloni / infeksi

yang menyebabkan resisten antibiotic; klebsiella pneumonia, multiple resisten pada

Serratia marcescens, S. epidermidis, methicillin-resistant S. aureaus ( MARSA ). Jadi

merupakan hal penting dalam mengidentifikasi luka terutama kondisi luka dengan

adanya tanda-tanda infeksi mulai dari yang ringan sampai yang berat.

Pembersihan pada luka adalah salah satu aspek yang paling penting dalam

manajemen luka. Optimaliasi penyembuhan luka tidak akan terjadi bila benda-benda

asing yang menyebabkan inflamasi tidak diangkat atau dibersihkan dari luka. Dengan

pembersihan luka maka segala kotoran, sel debris, eksudat, bakteri dan benda asing

lainnya akan hilang atau berkurang mengkontaminasi luka. Dalam pencucian luka

untuk memepercepat proses penyembuhan dapat dilakukan dengan cara debridement,

irigasi atau dengan cara hapusan dengan larutan fisiologis ( 0,9% sodium chloride )

atau air biasa yang dibuat dengan 2 sendok garam dengan 1 liter yang sudah direbus

dan juga larutan antiseptic / mikrobal. Pembersihan pada luka dengan menggunakan

Page 18: Management Luka Sistem Integume

larutan adalah untuk mengangkat atau menghilangkan kuman, benda-benda asing

yang menyebabkan kontaminasi pada permukaan luka. Agar luka tidak mengalami

luka trauma pada saat melakukan pembersihan, perlu diperhatikan seperti melakukan

irigasi harus dengan tekanan yang tidak terlalu kuat terutama dengan jaringan yang

baru bergranulasi.

Alat-alat yang dapat digunakan untuk membersihkan luka dapat dipakai bahan-bahan

seperti kasa lembut, bahan lap yang lembut dan atau sikat dengan memperhatikan

kondisi jaringan luka. Alat-alat yang digunakan harus pula mempertimbangkan

kondisi jaringan luka yang mungkin akan mudah mengalami trauma. Yang harus

diingat bahwa proses pembersihan luka dapat menyebabakan trauma pada luka.

E. Pencucian Luka

Pencucian luka merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam

perawatan luka. Pencucian luka dibutuhkan untuk membersihkan luka dari

mikroorganisme, benda asing, jaringan mati selain itu pencucian luka dapat

memudahkan perawat dalam melakukan pengkajian luka sehingga perawat dapat

dengan tepat menentukan tujuan perawatan luka dan pemilihan balutan. Pencucian

luka yang baik dan benar akan mengurangi waktu perawatan luka atau mempercepat

proses penyembuhan luka. Begitu pentingnya pencucian luka ini sehingga harus

mendapat perhatian khusus dari seorang perawat luka. Namun hati-hati dalam

pemilihan cairan pencuci luka karena tidak semua cairan pencuci luka baik dan tepat

untuk setiap luka sama halnya dengan pemilihan balutan. Pemilihan cairan pencuci

luka berdasarkan kondisi luka dan tujuan pencucian luka tersebut, jangan sampai

pencucian luka yang dilakukan mengganggu proses penyembuhan luka itu sendiri.

Bila tujuannya untuk mengatasi infeksi maka cucilah dengan antiseptik, bila untuk

menghilangkan benda asing beri H2O2 dst. Sel darah putih dan fibroblast (foresman

PA,1993) dan sel darah merah merupakan sel peyembuhan luka. Sudah banyak

beredar bahan-bahan komersil untuk membersihkan luka, mungkin perlu di kenali

oksisitasnya, karena identifikasi PH pada luka merupakan hal yang terkait dengan

proses penyembuhan luka. Kadar PH yang sedikit asam dapat mencegah pertumbuhan

bakteri dan mestimulasi proliferasi fibroblast (Tsukada dkk, 1992). Di negara maju

seperti Jepang, untuk membersihkan luka banyak menggunakan air hangat steril

setelah itu dibilas dengan larutan fisiologis. Dari hasil penelitian dilaporkan bahwa

Page 19: Management Luka Sistem Integume

tidak ada perbedaan tingkat infeksi dan penyembuhan antara luka yang tidak

dibersihkan dengan luka yang dibersihkan dengan air biasa atau leding dan larutan

lainnya (Fernandez R dkk, 2002). Hasil penelitian lain pada luka dekubitus tingkat 2

dan lebih, di laporkan bahwa adanya peningkatan waktu penyembuhan luka yang di

bersihkan dengan normal salin, dibandingkan dengan luka yang tidak dibersihkan

dengan normal salin (Konya C dkk, 2005). Cara membersihkan luka dengan tekana

pada metode irigasi secara mekanik juga berpengaruh pada penyembuhan luka,

karena jika tekanan terlalu kuat makan akan merusak jaringan. Untuk menghilangkan

benda-benda asing pada luka dengan irigasi secara mekanik, tekanannya 10 pounds

persquare (psi) sampai dengan 70 psi, hasilnya lebih efektif dalam mengangkat dan

mengurangi bakteri dan sel debris (Rodeheaver GT,2001). Perlu diketahui bahwa

jumlah tekanan yang diharapkan juga tergangtung pada jarum dan syringe yang

digunakan. Pencucian pada luka akan memperhatikan kondisi jaringan. Bila jaringan

masih terdapat 100% nekrotik apakah masih keras atau lembut, luka dapat dibersihkan

dengan sabun atau antiseptik secara keseluruhan dari luar dan dalam. Bila kondisi

jaringan luka terdapat granulasi hindari penggunaan antiseptik yang dapat merusak

jaringan, atau sabn yang sifatnya mengiritasi dan hindari trauma jaringan. Proses

perbaikan jaringan pada injuri sangat tergantung pada kualitas dan kuantitas jaringan

nekrosis. Nekrosis adalah sejumlah perubahan morfologi yang mengindifikasikan

kematian sel, dan disebabkan leh penurunan progresif aktivitas enzim dan dapat

mempengaruhi sekelompok sel, atau bagian dari struktur atau organ. Dalam prose

statis, nekrosis tidak dapat terlalu lama, akan tetapi tergantung pada keseimbangan

antara proteolisis, koagulasi dan denaturasi protein yang menyebabkan perbedaan

morfologi pada jaringan nekrosis (Vincent F, 2001)

Sacara alami, bila individu mengalami injuri maka fase awal terhadap respon

injuri adalah adanya akumulasi lekosit dan makrofag pada luka dengan rangsangan

kemosentitif yang sangat diperlukan untuk degradasi pada debris. Netrofi dari garis

depan pertahanan, diikuti dengan aktivitas makrofag yang sangat berperan dalam

penghancuran bakteri dan jaringan nekrotik.

F. Macam-macam Cairan Pencuci luka

Page 20: Management Luka Sistem Integume

Cairan Pencuci luka apa saja dapat di jadikan cairan pencuci luka, yang

terpenting seorang perawat harus mengetahui apa kandungan cairan itu dan apakah

sesuai dengan tujuan pencucian luka yg dilakukan. Berikut cairan pencuci luka

menurut Carville K (1998)

• Normal Saline

• Chlorhexidine Gluconate

• Centrimide (Savlon)

• Hydrogen Peroxide

• Povidone Iodine

• Trisdine

• Varidase Topical

• Elase

• Cadexomer Iodine Ointment

Namun di Indonesia sesungguhnya banyak herba/tanaman yang memiliki

effect yang baik dalam pencucian luka misalnya; air rebusan daun jambu biji, air

rebusan daun sirih dll dipercaya mempunyai efect antiseptik atau memberikan respon

pada beberapa jenis bakteri. Ada beberapa tekhnik pencucian luka, seperti menggosok

(swabbing), mengguyur (showering), dan merendam (bathing), namun tidak ada

perbedaan yang signifikan diantara tekhnik tersebut (Moore & Cowman, 2005).

Menggunakan alat bantu seperti kain atau spons dapat meningkatkan efikasi

pencucian luka, Meskipun demikian haru sangat hati-hati dalam penggunaannya

untuk meminimalkan trauma terhadap dasar luka (Whitney., et al 2006). Pencucian

luka dengan menggunakan spons yang kasar secara signifikan meningkatkan resiko

infeksi bila dibandingkan dengan menggunakan spons yang lembut (Rodeheaver &

Ratliff, 2007; Rodeheaver, Smith, Thacker, Edgerton, & Edlich, 1975).

Page 21: Management Luka Sistem Integume

G. Debridement

1. Pengertian

Debridement merupakan suatu tindakan eksisi yang bertujuan untuk

membuang jaringan nekrosis maupun debris yang mengahalangi proses

penyembuhan luka dan potensial terjadi atau berkembangnya infeksi sehingga

merupakan tindakan pemutus rantai respon inflamasi sistemik dan maupun sepsis.

Tindakan ini dilakukan seawal mungkin, dan dapat dilakukan tindakan ulangan

sesuai kebutuhan.

2. Tujuan

Debridemen merupakan sisi lain pada perawatan luka bakar. Tindakan ini

memiliki dua tujuan :

- Untuk menghilangkan jaringan yang terkontaminasi oleh bakteri dan benda

asing.

- Untuk menghilangkan jaringan yang sudah mati dalam persiapan kesembuhan

luka.

3. Jenis-jenis debridement

a. Debridemen alami: Pada peristiwa debridemen alami, jaringan mati akan

memisahkan diri secara spontan dari jaringan viable yang ada di bawahnya.

Namun, pemakaian preparat topical anti bakteri cenderung memperlambat

proses pemisahan ester yang alami. Tindakan mempercepat proses ini akan

menguntungkan bagi pasien dan dapat dilakukan dengan cara-cara lain seperti

debridemen mekanis atau bedah sehingga waktu antara terjadinya invasi

bakteri dan  tumbuhnya masalah yang lain dapat dikurangi.

b. Debridemen mekanis: Debridemen mekanis meliputi penggunaan gunting

bedah dan forsep untuk memisahkan dan mengangkat eskar. Teknik ini dapat

dilakukan oleh dokter atau perawat yang berpengalaman, dan biasanya

debridemen mekanis dikerjakan setiap hari pada saat penggantian balutan serta

pembersihan luka. Debridemen dengan cara-cara ini  dilaksanakan sampai

tempat yang masih terasa sakit dan mengeluarkan darah. Preparat hemostatik

atau balutan tekan dapat digunakan untuk menghentikan perdarahan dari

pembuluh-pembuluh darah yang kecil.

Page 22: Management Luka Sistem Integume

c. Debridemen bedah: Debridemen bedah merupakan tindakan operasi dengan

melibatkan eksisi primer seluruh tebal kulit sampai fasia ( eksisi tangensial )

atau dengan mengupas lapisan kulit yang terbakar secara bertahap hingga

mengenai jaringan yang masih berdarah. Tindakan ini dapat dimulai beberapa

hari atau segera setelah kondisi hemodinamik pasien stabil dan edemanya

berkurang. Kemudian lukanya segera ditutup dengan graf kulit atau balutan.

Balutan biologic temporer atau balutan biosintetik dapat digunakan dahulu

sebelum graf kulit dipasang pada pembedahan berikutnya.

H. Desinfeksi dan Tehnik Aseptic Perawatan Luka

Desinfeksi adalah menghancurkan atau membunuh kebanyakan organisme patogen

pada benda atau instrumen dengan menggunakan campuran zat kimia cair yang

bersifat nonselektif. Hasil proses desinfeksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, di

antaranya:

1. Beban organik (beban biologis) yang dijumpai pada benda.

2. Tipe dan tingkat kontaminasi mikroba.

3. Pembersihan/dekontaminasi benda sbelumnya.

4. Konsentrasi desinfektan dan waktu pajanan

5. Struktur fisik benda

6. Suhu dan pH dari proses desinfeksi

Aseptik/asepsis

Aseptik berarti tidak adanya patogen pada suatu daerah tertentu. Teknik aseptik

adalah usaha mempertahankan objek agar bebas dari mikroorganisme.

Asepsis ada 2 macam:

1. Asepsis medis

Tehnik bersih, termasuk prosedur yang digunakan untuk mencegah penyebaran

mikroorganisme. Misalnya: mencuci tangan, mengganti linen tempat tidur, dan

menggunakan cangkir untuk obat.

Page 23: Management Luka Sistem Integume

2. Asepsis bedah

Teknik steril, termasuk prosedur yang digunakan untuk membunuh

mikroorganisme dari suatu daerah.

Prinsip-Prinsip Tindakan Asepsis Yang Umum

Semua benda yang menyentuh kulit yang luka atau dimasukkan ke dalam kulit

untuk menyuntikkan sesuatu ke dalam tubuh, atau yang dimasukkan ke dalam

rongga badan yang dianggap steril haruslah steril.

1. Jangan sekali-kali menjauhi atau membelakangi tempat yang steril.

2. Peganglah objek-objek yang steril, setinggi atas pinggang dengan demikian

objek-objek itu selalu akan terlihat jelas dan ini mencegah terjadinya

kontaminasi diluar pengawasan.

3. Hindari berbicara, batuk, bersin atau menjangkau suatu objek yang steril.

4. Jangan sampai menumpahkan larutan apapun pada kain atau kertas yang sudah

steril.

5. Bukalah bungkusan yang steril sedemikian rupa, sehingga ujung

pembungkusnya tidak mengarah pada si petugas.

6. Objek yang steril menjadi tercemar, jika bersentuhan dengan objek yang tidak

steril.

7. Cairan mengalir menurut arah daya tarik bumi, jika forcep dipegang sehingga

cairan desinfektan menyentuh bagian yang steril, maka forcep itu sudah

tercemar.

Page 24: Management Luka Sistem Integume

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum, wr.wb.

Bismillahirahmanirrahim,Alhamdulillahirabbil’alamin,penulis bersyukur kepada

Allah SWT karena berkat rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada

waktunya.Makalah yang kami buat ini membahas tentang Konsep Klinik dalam Manajemen

Luka.Semoga dengan adanya makalah ini dapat menjadi acuan dan tolak ukur untuk kita

semakin meningkatkan pengetahuan kita.Adapun kami sadari makalah kami ini masih jauh

dari sempurna,maka dari itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami

harapkan.

Wabillahitaufik walhidayah,wassalamualaikum wr.wb.

Pontianak, November 2012

Penulis

Page 25: Management Luka Sistem Integume

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Luka adalah sebuah injuri pada jaringan yang mengganggu proses selular

normal, luka dapat juga dijabarkan dengan adanya kerusakan pada

kuntinuitas/kesatuan jaringan tubuh yang biasanya disertai dengan kehilangan

substansi jaringan.

Pada saat ini, perawatan luka telah mengalami perkembangan yang sangat

pesat terutama dalam dua dekade terakhir ini. Teknologi dalam bidang kesehatan juga

memberikan kontribusi yang sangat untuk menunjang praktek perawatan luka ini.

Disamping itu pula, isu terkini yang berkait dengan manajemen perawatan

luka ini berkaitan dengan perubahan profil pasien, dimana pasien dengan kondisi

penyakit degeneratif dan kelainan metabolic semakin banyak ditemukan. Kondisi

tersebut biasanya sering menyertai kekompleksan suatu luka dimana perawatan yang

tepat diperlukan agar proses penyembuhan bisa tercapai dengan optimal.

2. Masalah

Dalam makalah ini kami mebahas masalah mengenai konsep manajemen luka.

3. Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas

makalah yang diberikan oleh pengampu mata kuliah Sistem Integumen II dan agar

kita mengetahui bagaimana manajemen luka.

Page 26: Management Luka Sistem Integume

BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit (Taylor,1997).

Luka adalah kerusakan kontinuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ

tubuh lain (Kozier,1995). Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul seperti

hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, respon stres simpatis, perdarahan dan

pembekuan darah, kontaminasi bakteri, dan kematian sel.

2. Saran

Dengan adanya makalah ini diharapkan penulis berharap pembaca dapat

menerapkan dalam kehidupan sehari-hari dan mencari referensi lainnya untuk

menambah pengetahuan mengenai manajemen luka

Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit (Taylor,1997).

Luka adalah kerusakan kontinuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ

tubuh lain (Kozier,1995). Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul seperti

hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, respon stres simpatis, perdarahan dan

pembekuan darah, kontaminasi bakteri, dan kematian sel.