makalahpak yoyok
DESCRIPTION
Makalah Bahasa Indonesia Keilmuan oleh Pak Yoyok.TRANSCRIPT
KETERKAITAN ARCA GANESYA DENGAN WAHANA TIKUS DI MUSEUM MPU PURWA YANG DITEMUKAN
TAHUN 2008 DI KOTA MALANG
MAKALAHUntuk memenuhi tugas mata kuliah
Bahasa Indonesia Keilmuanyang dibina oleh Bapak Sutriono Hariadi
oleh:
1. Luki Setiadi N. (100731403669)2. Achmad Sabilul Ibad (100731405533)3. Ahmad Arifin (100731405537)4. M. Dani Ariantono (100731405538)
UNIVERSITAS NEGERI MALANGFAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAHNOVEMBER 2010
KETERKAITAN ARCA GANESYA DENGAN WAHANA TIKUS DI MUSEUM MPU PURWA YANG DITEMUKAN
TAHUN 2008 DI KOTA MALANGPendahuluan
Dalam konsepsi Agama Hindu, kita mengenal adanya banyak dewa-dewa
(polytheisme).Diantara dewa tersebut ada yang disebut dengan Trimurti yaitu
Brahma, Wisnu, dan Syiwa. Ketiga dewa-dewa ini memiliki julukan masing-
masing, Dewa Brahma sebagai dewa pencipta, Dewa Wisnu sebagai dewa
pelindung, dan Dewa Syiwa sebagai dewa penghancur. Brahma sebagai dewa
pencipta dianggap sebagai pencipta alam semesta besrta isinya,Wisnu sebagai
dewa pelindung adalah yang melindungi dari malapetaka, dan Syiwa sebagai
dewa penghancur merupakan dewa yang menghancurkan segala yang ada di alam
semesta. Diantara dewa-dewa pencipta tersebut yang paling banyak disembah
oleh pemeluk Agama Hindu ialah Syiwa, karena Dewa Syiwa adalah Hastadik
Palapa yang artinya dewa penjaga mata angin. Selain itu, jika dikorelasikan
dengan keadaan manusia saat ini, Dewa Syiwa yang dianggap sebagai dewa
penghancur membuat takut umat manusia. Oleh karena itu, masyarakat Hindu
menyembah Syiwa dengan harapan memperoleh belas kasihan untuk menghindari
bencana atau penghancuran yang di sebabkan oleh Syiwa.
Umat hindu memepercayai bahwa tingkah laku dewa diibaratkan seperti
tingkah laku manusia. Manusia memiliki keturunan,begitu pula dewa juga
dianggap memiliki keturunan. Syiwa dalam perjalanan hidupnya memilki putra
yang bernama Ganesya. Ganesya ini adalah hasil buah kasih antara Dewa Syiwa
dengan Dewi Parvati. Ganesya yang dilahirkan memberi pengaruh besar terhadap
kepercayaan para pemeluk Agama Hindu. Mereka biasanya menghormati
keberadaan Ganesya dengan membuat arca (patung) dengan bentuk kepala gajah
dan bertubuh manusia sebagai perwujudan dari Ganesya yang mereka yakini.
Arca Ganesya di Indonesia banyak kita jumpai di museum-musem
peninggalan benda purba kala,termasuk yang berada di Museum Mpu Purwa di
jalan Soekarno Hatta komplek perumahan Griyashanta kelurahan Mojolangu
kecamatan Lowokwaru kota Malang. Museum ini didirikan pada tahun 2003 dan
memiliki banyak koleksi benda-benda purbakala dan cagar budaya.pada masa
peninggalani zaman kerajaan Kanjuruhan abad VIII M, hingga masa akhir
kerajaan Majapahit abad XVI M.
Pada umumnya arca Ganesya di Museum Mpu Purwa memiliki badan
manusia dan berkepala gajah serta berwahana Patmasana (bantalan bunga teratai
merah). Lain halnya yang ditemukan di Malang. Arca Gaensya ini memiliki
tinggi 37 cm, lebar 24 cm, dan tebal 22,5 cm ini berwahana Musaka (tikus) pada
bantalannya yang merupakan hibah dari bapak Jayusman dari Klayatan Malang.
Motif seperti ini tidak ditemukan di Indonesia,bahkan satu-satunya yang ada di
Indonesia. Dan arca semacam ini sangat tidak lazim bagi orang-orang yang
mengetahui tentang Ganesya,serta banyak orang bertanya-tanya tentang asal-usul
dari arca ini. Apa yang melatarbelakanginya dan apa motif dibalik Arca Ganesya
yang berwahana tikus ini. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengkaji filosofis
apa yang terkandung dibalik arca Ganesya tersebut.
Rumusan Masalah
Ganesya merupakan putra dari Dewa Syiwa yang memiliki bentuk
berbadan manusia dan berkepala gajah. Badan Ganesya selalu buncit pada
perutnya dan kepalanya yang berbentuk kepala gajah dihiasi dengan mahkota atau
ksesoris yang msing-masing memiliki arti tersendiri. Dalam perjalanannya,
Ganesya banyak disembah oleh para pemeluk Agama Hindu karena dianggap
sebagai dewa yang dapat mewakili keluhuran para dewata. Banyak orang
mengkonsepsikan Ganesya dalam berbagai pandangannya. Bagaimanakah
historyografi Ganesya ditinjau dari makna filsafat ajaran agama Hindhis. Apakah
sama seperti halnya pemikiran oleh banyak orang? Dan bagaimanakah bentuk
pengarcaan Ganesya yang terdapat di Nusantara pada umumnya, ditinjau dari segi
ilmu Iconografi (ilmu yang mempelajari tentang bentuk atau perwujudan suatu
arca). Serta mengapa Ganesya yang terdapat di Museum Mpu Purwa berwahana
tikus yang sangat jarang dijumpai di Indonesia?
TujuanGanesya merupaakn dewa yang memiliki bentuk berbeda dari dewa-dewa
lainnya. Tubuhnya berbentuk manusia dan kepalanya berbentuk kepala gajah.
Untuk menjawab persoalan ini kami memiliki tujauan yaitu,untuk mengetahui
historyografi Ganesya ditinjau dari makna filsafat ajaran Agama
Hindhis.Selanjutnya Untuk mengetahui bentuk pengarcaan Ganesya yang terdapat
di Nusantara pada umumnya ditinjau dari segi ilmu Iconografi. Serta untuk
mengetahui Ganesya yang terdapat di Museum Mpu Purwa yang berwahana tikus.
PEMBAHASAN
Historiografi Ganesya ditinjau dari makna filsafat ajaran Agama Hindhis
Arca yang terdapat di Indonesia sangat banyak macam dan bentuknya,
mulai dari arca yang berlatarbelakang Agama Budha hingga arca yang
berkembang pada masa ajaran Hindis.Suwondo(1979:51) menyimpulkan
”Perkembangan seni arca klasik di Indonesia dimulai lebih awal daripada
arsitekturnya, hal ini mungkin disebabkan karena bangunan kuno di Indonesia
pada mulanya dibuat dari bahan-bahan yang tak tahan lama sedangkan untuk
pembuatan arca telah dipergunakan batu dan sebagainya”. Kebanyakan batu yang
digunakan untuk membuat arca adalah batu andesit yang lebih kuat serta lebih
mudah dalam membentuknya. Batu ini memiliki pori-pori batu yang dapat
memudahkan dalam memehatnya,sehingga banyak dari pemahat arca(patung)
menggunakan batu jenis ini.
Wibawa (2006:89)menyimpulkan sebagai berikut
Dalam metologi Hindu, Ganesya adalah dewa berkepala gajah yang merupakan pemimpin orang-orang Gana (pemuja Ganesya). Ganesya berasal dari kata Gana yang memiliki arti sekelompok pemuja Ganesya, sedangkan Isya memiliki arti yaitu tuan. Jadi, Ganesya artinya tuan orang-orang Gana atau pemimpin orang-orang Gana.Secara literlek, kata Ganesya berasal dari kata Gana yang berarti kelompok, spesies kesatuan (human species, divine species, animal species) yang berada di setiap loka atau daerah dan Esya berarti Tuhan. Jadi, Ganesya berarti Tuhan dari semua alam semesta.
Ganesya sebagai Tuhan alam semesta dianggap dewa yang dapat
melindungi umatnya dari bencana alam serta memberikan berkah dan penyelamat
bagi mereka. Bencana alam yang dapat memberikan kesengsaraan bagi umatt
manusia sangat dikhawatirkan dan tidak jarang dari mereka takut dalam hal ini.
Demi menghidari dari kemurkaan alam, pengikut Ganesya berdoa dan
menyembahnya dengan harapan Ganesya dapat memberikan perlindungan bagi
mereka dari kemurkaan alam tersebut.
Di dalam menceritakan asal-usul Ganesya para umat Hindu memiliki
banyak versi. Diantaranya yaitu berdasarkan kitab Beahmavairvata yang
mengisahkan bahwa ketika dewa ini lahir berkepala manusia. Semua dewa ingin
melihat bayi yang baru lahir tersebut. Salah satu dewa yang datang ketika itu
adalah Dewa Sani (Saturnus). Dewa Sani mempunyai kekuatan bahwa siapa yang
dipandangnya dengan penuh perhatian akan meledak. Ketika bayi tersebut
dipandang, seketika itu meledaklah kepalanya. Semua dewa yang hadir bingung
dan akhirnya Dewa Wisnu mempunyai inisiatif untuk mencarikan penggantinya,
kemudian Dewa Wisnu turun ke bumi untuk mencari pengganti kepala Ganesya
yang telah hancur. Ketika tiba di bumi, yang didapati adalah hewan gajah. Tanpa
berpikir panjang, kepala gajah tersebut dipenggal kemudian Dewa Wisnu kembali
ke kahyangan untuk segera memasangkan ke kepala Ganesya yang telah hancur.
Akhirnya jadilah Ganesya yang memiliki badan manusia dan berkepala gajah.
Suwardono (2003:19) dalam bukunya yang berjudul Mengenal Koleksi Benda
Cagar Budaya di Kota Malang menyimpulkan bahwa.
Ganesya tercipta dari kerudung Parwati, dan dijadikannya sebagai pengawal pribadinya. Ketika Parwati sedang mandi, Dewa Syiwa hendak masuk, tetapi dicegah oleh pengawal Parwati tadi, maka terjadilah perang Syiwa yang akhirnya berhasil membunuh dengan memenggal kepala pengawal tersebut. Karena bingung, akhirnya Syiwa mengganti kepala pengawal tersebut dengan kepala seekor gajah, sehingga Parwati tidak jadi marah.
Selain itu dalam kitab Smaradahana, Ganesya diceritakan sebagai seorang
putera dari Dewa Syiwa dan Dewi Parwati. Dalam tradisi kedewaan, ketika Dewi
Parwati hendak melahirkan, para dewa diundang ke Istadewata oleh Dewa Syiwa
untuk mengunjunginya. Saat itu, para Dewa datang dengan menggunakan
kendaraannya masing-masing. Salah satu dewa yang datang adalah Dewa Indra
(dewa perang). Ia datang paling akhir setelah dewa-dewa lain berkumpul. Dewa
Indra datang dengan menggunakan kendaraan yang paling disukainya yaitu
aeravata (gajah). Gajah yang digunakan sebagai kendaraannya adalah gajah yang
paling besar dan paling menyeramkan. Karena terkejut akan kedatangan Dewa
Indra dengan kendaraannya, Dewi Parwati seketika itu langsung melahirkan
seorang putera dan anehnya putera yang dilahirkan memiliki kepala berbentuk
kepala gajah.
Dalam menceritakan tentang Ganesya ada yang menyebutkan bahwa ”Dia
(Ganesya) muncul dari wajah Syiwa yang menyatakan prinsip Akasatattva.
Kecemerlangannya yang menawan hati membuat Parwati bereaksi dengan marah
dan mengutuknya, yang berakibat pada wujudnya yang kasar”. (Maswinara,
1999:46). Ganesya yang di maksud berwujud kasar tidak lain adalah wujud
kepalanya yang berbentuk kepala gajah.
Diantara teori-teori di atas, ada dua teori yang diyakini kebenarannya oleh
pemeluk Agama Hindu di Indonesia, yaitu yang berasal dari kitab
Beahmavairvata dan kitab Smaradahana.
Wibawa (2006:89) mengkonsepsikan pandanganya tentang umat Hindu adalah
sebagai berikut
Dalam masyarakat Hindu, terdapat suatu tradisi rohani sebelum melaksanakan suatu upacara, dilaksanakan pemujaan kepada Ganesya yang memiliki tujuan multifungsi sebagai pemberi berkah, pelenyap segala rintangan, penyakit atau memberikan viveka (budhi, siddhi, dan shakti), apapun permohonan yang diinginkannya. Oleh karena itu, dewa Ganesya selalu dipuja lebih awal dari dewa-dewa lainnya. Demikian pula terdapat kebiasaan ketika membuat rumah, melakukan upacara, membeli sesuatu, membuka toko, memulai belajar, berdoa, dan bersembahyang dimulai dengan memuja kepada dewa Ganesya. Itu artinya Ganesya adalah sebagai pembuka jalan dalam pelaksanaan segala aktivitas manusia.
Di Indonesia umat Hindu memiliki konsepsi bahwa dewa yang mereka
sembah mempunyai sifat-sifat seperti manusia. Manusia memiliki pendamping
hidup begitu juga dengan dewa yang mereka sembah. Masyarakat Hindu percaya,
dewa yang mereka sembah kekal abadi, namun mereka juga menyakini jika dewa
yang mereka sembah memiliki pencipta berupa kekuatan gaib yang mengikuti
para dewa tersebut. Selain itu, umat Hindu juga meyakini bahwa dewa
mempunyai syakti (istri). Dewa di anggap takut terhadap syaktinya. Oleh karena
itu, sebagian umat Hindu menyembah syakti para dewa.
Dalam proses pemujannya Koentjaraningrat (2002:378) mengindikasikan sebagai
berikut.
Sistem upacara keagamaan secara khusus mengandung empat aspek yang menjadi perhatian khusus dari para antropologi adalah (i) tempat upacara keagamaan dilakukan; (ii) saat-saat upacara keagamaan dijalankan; (iii) benda-benda dan alat upacara; (iv) orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara.Aspek pertama berhubungan dengan tempat-tempat keramat dimana upacara dilakukan, yaitu makam, candi, pura, kuil, gereja, langgar, surau, masjid dan sebagainya. Aspek kedua adalah aspek yang mengenai saat-saat beribadah, hari-hari keramat dan suci dan sebagainya. Aspek ketiga adalah tentang benda-benda yang dipakai dalam upacara termasuk patung-patung yang melambangkan dewa-dewa, alat-alat bunyi-bunyian seperti lonceng suci, seruling suci, genderang suci dan sebagainya. Aspek keempat adalah aspek yang mengenai para pelaku upacara keagamaan, yaitu para pendeta biksu, syaman, dukun dan lain-lain.
Bentuk Pengarcaan Ganesya yang Terdapat di Nusantara pada Umumnya Ditinjau dari Segi Ilmu Iconografi
Dewa Syiwa memiliki syakti yang bernama dewi Parwati. Dewi Parwati
dianggap sebagai dewi ilmu. Sedangkan Dewa Syiwa dianggap sebagai dewa
penghancur. Dalam perjalanannya Dewa Syiwa dikaruniai seorang anak yang
bernama Ganesya. Ganesya yang kita kenal selama ini adalah mahkluk
Antropomorphis, yaitu mahkluk yang memiliki beberapa wujud dalam satu tubuh.
Oleh karena itu, Ganesya merupakan mahkluk yang bertubuh manusia,tetapi
memiliki kepala gajah.
Menurut Sedyawti (1985:71) menggambarkan sebagai berikut.
Ganesya digambarkan dalam bentuk manusia berkepala gajah, sehingga diberi nama Gajendrawadana, Gajanama, Gajawadana,dan Karimuka. Ganesya bertelinga lebar sehingga disebut Lambakarma. Badan Ganesya digambarkan gemuk namun perutnya buncit, sehingga disebut Lambadara. Ganesya sering pula digambarkan dengan kepala gajah bertaring satu,
sehingga sering dikatakan sebagai Ekadanta. Ganesya biasanya digambarkan bertangan empat setiap tangannya memegang senjata atau laksana tertentu.
Pemakaian gajah sebagai kepala Ganesya tampaknya tidak bisa dilepaskan
dari pentingnya fungsi gajah dalam Pantheon Agama Hindu. Gajah Aeravata
yang mengakibatkan Ganesya berkepala gajah adalah wahana Dewa Indra yang
berstatus dewa perang. Pemanfaatan gajah sebagai wahana Dewa Indra berkaitan
erat dengan karakteristik yaitu, perkasa dan memiliki kecakapan belajar yang baik
sehingga mudah menyesuaikan diri dengan perintah Tuannya.
Atmaja (1999: 32) mengatakan bahwa
Keperkasaan dan kecakapan belajar sang gajah mengakibatkan bahwa gajah memainkan peran penting yaitu sebagai salah satu teknologi perang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kepala gajah pada hakekatnya memiliki makna simbolik yakni untuk menunjukkan karakter Ganesya yang perkasa dan memiliki kecakapan belajar, sehingga menjadi dewa yang bijaksana. Selain itu, penggambaran tersebut memberikan suatu pengajaran kepada umat manusia bahwa menilai seseorang tidak boleh hanya berlandaskan pada aspek fisik, lahiriyah atau wajahnya, akan tetapi harus pula melihat dari aspek batiniyah.
Menghargai seseorang merupakan hal terpenting dalam hidup kita, karena
dalam bermasyarakat kita selalu membutuhkan bantuan orang lain. Untuk itu jika
kita memiliki rasa menghargai seseorang maka kita tidak akan mpernh
menyepelehan bantuan yang diberikan orang lain kepada kita. Selain iu kita juaga
dpat dihargai oleh oarang lain karena kebijaksanaan sikap kita.
Setelah melekukan observasi atau penelitian terhadap arca Ganesya di
Museum Mpu Purwa, arca-arca Ganesya yang di temukan memiliki ciri-ciri khas
seperti posisi duduk bersila layaknya seorang bayi, mempunyai tangan yang
berjumlah empat, yaitu tangan kanan belakang membawa parasu (kapak), tangan
kiri belakang membawa aksamala (tasbih), tangan kanan depan membawa denta
(gading), dan tangan kiri depan membawa modaka (mangkuk madu).
Pada umumnya, arca Ganesya berada pada posisi duduk di atas bantalan
atau wahana yang berbentuk bunga teratai merah(patsamana). Bunga teratai
merah memiliki arti filosofis yang sangat mendalam. Bunga teratai mewakili tiga
komponen yang ada di dunia ini, yaitu udara, air, dan tanah. Hal ini dikorelasikan
dengan posisi tumbuhan teratai yang kita kenal saat ini. Bunga pada tumbuhan
teratai berada pada udara, daun pada tumbuhan teratai berada pada air, dan akar
pada tumbuhan teratai berada pada tanah di dasar air. Masing-masing mewakili
unsur alam semesta. Bunga teratai yang berada di udara melambangkan kehidupn
manusia yang takkan pernah lepas dengan udara sebagi jantung nafas umat
manuia, daun terati yang berada di air menceritakn tentang betapa butuhnya
mahkluk hidup di bumi ini akan kesegaran hidup, yaitu airsebagi sumber
penghidupan. Dan yang terakhir adalah akar terati yang berada di dasar air yang
memiliki arti bahwa manusia dalan melangsungkan hidup selalu berpijak pada
tanah sebagai tempat tinggalnya. Jadi, arca Ganesya diibaratkan sebagai dewa
yang menguasai seluruh alam semesta ini
Seperti dewa-dewa yang lainnya, Ganesya juga memiliki senjata.
Diantaranya bernama parasu yang berbentuk kapak, aksamala yang berbentuk
tasbih, dan juga denta yang berbentuk gading.
Kapak berada pada tangan kiri atau kanan bagian belakang yang fungsinya
untuk mengingatkan bahwa Ganesya adalah putera Syiwa. Selain itu, kapak
berfungsi pula sebagai lambang keperkasaan dan kepahlawanan Ganesya dalam
mengalahkan musuh-musuhnya.
Tasbih atau aksamala berada pada tangan kiri atau kanan pada bagian
belakang. Tasbih dapat bertukar tempat dengan kapak denga artian jika kapak
berada di tangan kanan, tasbih berada di tangan kiri, begitu juga sebaliknya.
Tasbih melambangkan hakekat Ganesya sebagai dewa Ilmu Pengetahuan secara
terus menerus meski digali tidak akan ada habisnya, bahkan terus mengalir
sehingga menumpuk secara berkelanjutan. Selain itu tasbih merupakan alat untuk
melakukan japa. Berjapa, berarti melakukan aktivitas spiritual untuk menyebut
nama Tuhan secara berulang-ulang.
Pada saat berperang, taring Ganesya patah terkena senjata Bajra yang
dilemparkan oleh Nilarudraka. Dalam rangka mengenang peristiwa itu, Ganesya
digambarkan menggunakan denta atau taring. Akibatnya Ganesya sering
digambarkan bertaring satu yang disebut Ekadanta.
Mangkuk juga terletak pada tangan bagian depan bisa kanan atau kiri
namun posisinya dapat bertukar dengan denta. Ujung belalai Ganesya biasanya
masuk ke dalam mangkuk. Penanda ini mengingatkan saat perang antara Ganesya
melawan Nilarudraka. Di India mangkuk digambarkan berisi modaka yakni
sejenis kue berbentuk bulatan-bulatan kecil. Penanda ini mungkin dimaksudkan
untuk menggambarkan pemberi keselamatan kepada umatnya.
Menurut kepercayaan Hindu Ganesya diibaratkan sebagai dewa
pendidikan, karena Ganesya adalah dewa yang sangat cerdas diantara dewa lain,
Ganesya juga dipercaya sebagai dewa penjaga mata angin timur dan barat dan
sebagai penangkal magis negatif (Klecajala). Selain itu, Ganesya sebagai klecajala
biasanya ditempatkan pada daerah-daerah yang memiliki kondisi alam
berkekuatan magis yang sangat tinggi, seperti pada tempat bertemunya aliran
antara dua hingga tiga sungai yang terkadang dianggap sebagai tempat para
mhkluk-mhkluk tertentu saling bertemu.
Ganesya yang Terdapat di Museum Mpu Purwa Berwahana Tikus
Arca Ganesya yang tersebar diseluruh Nusantara pada umumnya memiliki
ciri-ciri khas, seperti posisi duduk bersila layaknya seorang bayi, mempunyai
tangan yang berjumlah empat, yaitu tangan kanan belakang membawa parasu
(kapak), tangan kiri belakang membawa aksamala (tasbih), tangan kanan depan
membawa denta (gading), dan tangan kiri depan membawa modaka (mangkuk
madu). Arca Ganesya juga berada pada posisi duduk di atas bantalan atau wahana
yang berbentuk patmasana (bunga teratai merah)
Arca ini sangat istimewa,dilihat dari bentuk ukurannya tergolong arca
yang kecil, tetapi dilihat dari figur raut mukanya ,tersimpan daya kekuatan yang
besar. Arca ini belum ditemukan dari mana asalnya. Pemilik arca ini hanya
memberikan informasi bahwa arca ini di emukan bersama arca Ganesya yang di
temukan temannya di Lawang.
Di lihat dari pahatannya arca ini berasal dari jaman Kadiri,sekitar abad 12
M. Cirinanya agak kaku, perhiasan berlebihan,dan terdapat tali di pangkal
lengan(tali bedung untuk wayang orang).
Arca ini di gambarkan seperti arca Ganesya pada umumnya, tetapi duduk
di atas bantalan segi empat yang di depannya terdapat gambar musaka (tikus).
Fenomena ini sangat jarang ditemukan di Indonesia, hanya satu yang ditemukan
di Malang.Ini merupakan hal yang sangat jarang dujumpai di Indonesia. Padahal
tempat duduk seperti ini hanya dapat dijumpai di daerah India. Ganesya yang
diibaratkan dengan dewa berkepala gajah serta dianggap berfigur besar dan
memiliki kendaraan seekor tikus yang kecil merupakan hal yang tidak lazim dan
tidak dapat dipahami secara riil di Indoneia. Oleh karena itu, harus dipahami
secara filsafat keagamaan yang mendasarinya.
Menurut ilmu Biologi, dapat diketahui bahwa hewan mamalia yang dalam
hal ini adalah gajah, tidak dapat bersatu dengan hewan pengerat seperti tikus. Ini
dapat terjadi karena gajah dan tikus memiliki stuktur genetika yang berbeda, maka
tingkah laku kedua hewan ini juga berbeda. Hal ini mengakibatkan keduanya
tidak bisa hidup bersama meski dalam satu ekosistem.
Dalam kenyataannya, gajah sebagai hewan yang besar takut terhadap tikus
yang badannya relatif kecil. Sebagai contoh, ketika gajah di hutan bertemu dengan
tikus, gajah tersebut lari ketakutan sehingga tak tentu arah dan tujuannya.
Kemudian gajah itu menabrak pepohonan yang dilewatinya. Hal semacam ini
merupakan hukum alam yang terjadi dalam kenyataanya, meski belum ada yang
membuktikan secara ilmiah mengapa hal ini bisa terjadi.
Dalam bahasa Sanskreta, kata Musaka diambil dari akar kata “Mus” yang
berarti “mencuri”. Seekor tikus secara diam-diam masuk ke dalam suatu barang
dan menghancurkannya dari dalam. Selain itu tikus mewakili kegelapan, yang
memiliki arti sebagai simbol dari kebodohan. Tikus juga dikenal memiliki indra
Vasana yang kuat (indra penciuman). Tikus akan menggunakan indra
penciumannya dari sebuah benda, tikus itu akan menemukan jalan menuju benda
itu. Makna indra penciumannya dianggap lebih dalam dan tikus juga dianggap
sebagai yang mewarisi Vasana dari kehidupannya terdahulu.
Tikus bergerak pada malam hari dan dapat melihat di dalam kegelapan,
begitu juga dengan Ganesya yang dianggap sebagai pengendali kegelapan dan
kebodohan. Tikus juga bermakna keinginan. Tanpa memahami makna yang ada
dan semua keinginan, orang-orang menanyakan bagaimana makhluk besar seperti
Ganesya dapat mengendarai makhluk pengerat seperti tikus.
Wibawa(2006:89) mengibaratkan
Ganesya berarti kemenangan dalam kebijaksanaan di atas kebodohan dan tanpa rasa ego di atas keinginan. Demikian pula halnya ego atau keangkuhan seseorang masuk ke dalam jiwa atau akal pikiran tanpa disadari dan diperhatikan itu secara diam-diam akan menghancurkan perbuatan dari yang bersangkutan.
Pengendalian oleh kebijaksanaanlah yang bisa dimanfaatkan sebagai
saluran yang berguna bagi pikiran yaitu ilmu pengetahuan. Dalam hal ini dewa
ilmu pengetahuan adalah Ganesya. Tikus juga dapat dikatakan yang biasa melihat
di dalam segala benda-benda. Oleh karena itu dinyatakan sebagai yang memiliki
kecerdasan yang tajam. Karena Ganesya merupakan penguasa kecerdasan,maka
tepatlah apabila ia menjadi pengendali dari si Musaka (tikus), yaitu si kecerdasan
yang tajam.
Ganesya yang bewahana tikus ini diduga karena pada masa pemerintah
Kadiri, para Brahmana di suruh membuat patung sebagai penghormatan pada
Ganesya pada masa itu, akan tetapi Brahmana yang berada di Jawa tidak
mengetahui tentang arca Ganesya yang berada di India, sehingga raja
memerintahkan untuk mendatangkan Brahmana dari India yang mengetahui
tentang pengarcaan Ganesya tersebut dan disuruh untuk membuat arca Ganesya
yang sesuai dengan Ganesya yang beradsa di India. Itulah mengapa arca Ganesya
yang satu ini berwahana tikus, tidak berwahana bung teratai pada arca Ganesya
pada umumnya yang terdapat di Indonesia.
Di India arca Ganesya yang berwahana tikus sangat banyak ditemukan,
karena di sana mengagggap tikus merupkan mahkluk suci yang memiliki kekuatan
dan kecerdikan yang mendalam. Tikus di India sangat disucikan, oleh karena itu
tidak ada masyarakat India yang berani untuk mengusik keberadaanya.
PENUTUP
Kesimpulan
Ganesya merupakan anak dari Dewa Syiwa dengan Dewi Parwati.Ganesya
merupakan mahkluk Antropomorphis, yaitu mahkluk yang memiliki beberapa
wujud dalam satu tubuh. Oleh karena itu, Ganesya merupakan mahkluk yang
bertubuh manusia,tetapi memiliki kepala gajah.
. Ganesya yang dikenal sebagai dewa pendidikan, digambarkan dalam figur
manusia berkepala gajah, yang memiliki arti semakin besar kepala binatang
tersebut dianggap semakin cerdas pemikirannya. Selain itu Ganesya digambarkan
bertangan empat yang dilengkapi dengan berbagai senjata yang memiliki fungsi
serta arti yang berbeda-beda dan Ganesy digambarkan duduk di atas bantalan segi
empat yang berwahana padmasana atau teratai merah. Namun, pada arca Ganesya
yang berada di Museum Mpu Purwa memiliki keunikan tersendiri, yaitu Arca ini
di gambarkan seperti arca Ganesya pada umumnya, melainkan duduk di atas
bantalan segi empat yang di depannya terdapat gambar musaka (tikus).Wahana
arca ini merupakan satu-satunya arca yang ditemukan di Indonesiayang kini
berada di Museum Mpu Purwa, kota Malang. Sedangkan pada umumnya, arca
tersebut banyak ditemukan di India. Hal ini merupakan suatu yamg unik yang ada
di Indonesia.
Arca Ganesya yang memiliki tubuh manusia dan berkepala gajah
melambangkan suatu kekuatan yang besar dan tikus sebagai wahananya, memiliki
arti filosofis yaitu, tikus melambangkan kecerdikan. Sehingga, dapat dikatakan
bahwa dewa yang memiliki kekuatan besar serta kecerdikan yang menjadikan
Ganesya memiliki kekuatan ganda.
Saran
Bagi pemerintah hendaknya arca yang berada di Museum Mpu Purwa
dijaga dan dilestarikan keberadaannya sehingga tidak sampai rusak serta dapat di
jadikan sebagai obyek pendidikan bagi pelajar yang berada di Kota Malang.Bagi
masyarakat, sebaiknya ikut serta dalam melestarikan benda purbakala ini dan di
harapkan memiliki rasa cinta terhadap benda cagar budaya. Serta jangan sampai
tidak mengetahui tentang sejarah peninggalan masa lampau.Bagi pengelola
Museum sebaiknya mengelola, merawat dan menjaga semua benda-benda
purbakala secara baik serta membuat peraturan-peraturan bagi pengunjung agar
tidak merusak atau merubah bentuk benda purbakala yang berada di Museum
Mpu Purwa agar keberadaannya tetap lestari. Bagi pengunjung sebaiknya tidak
melakukan hal yang dapat mempengaruhi benda purbakala yang berada di
Museum Mpu Purwa.
DAFTAR PUSTAKA
Aripta, Made Wibawa. 2006. Ganesha Puja. Bali: panakom PublishingBawa, Nengah Atmaja. 1999. Ganesha sebagai AVIGHNESVAKA, VINAYAKA
dan Pengelukat. Surabaya: Paramita
DISBUDPAR. 2004. Balai Penyelamatan Benda Purbakala MPU PURWA.
Malang: DISBUDPAR
Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antopologi. Jakarta: Rineka Cipta
Maswinara, I Wayan. 1999. Dewa-Dewi Hindu. Surabaya: Paramita
Suwardono. 2003. Mengenal Koleksi Benda Cagar Budaya di Kota Malang
Seri 1. Malang: Pemerintah Kota Malang Dinas Pendidikan
--------------. 2004. Mengenal Koleksi Benda Cagar Budaya di Kota Malang
Seri 2. Malang: Pemerintah Kota Malang Dinas Pendidikan
Suwondo, Bambang dkk. 1979. Sejarah Seni Rupa Indonesia. Proyek
Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah Departemen Pendidikan
Dan Kebudayaan