dr. yoyok ucuk suyono, s.h., m.hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf ·...

244

Upload: others

Post on 20-Mar-2021

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,
Page 2: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

i

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

HUKUM KEPOLISIANKEDUDUKAN POLRI DALAM SISTEM

KETATANEGARAAN INDONESIASETELAH PERUBAHAN UUD 1945

2014

Page 3: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

ii

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

Perpustakaan Nasional RI: Katalog dalam Terbitan (KDT)

HUKUM KEPOLISIANKEDUDUKAN POLRI DALAM SISTEM KETATANEGARAANINDONESIA SETELAH PERUBAHAN UUD 1945© Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.. Surabaya 2013

Cetakan I: September 2013Cetakan II: Oktober 2014

All right reserved

Hak cipta dilindungi oleh undang-undangDilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku inidengan cara apapun, tanpa izin tertulis dari penerbit

xiv + 228 Halaman; 15.5 x 23 cmISBN-10: 602-18663-9-8ISBN-13: 978-602-18663-9-9

Editor : Dr. H. Suriansyah Murhaini, S.H., M.H.Rancang Sampul : Agung IstiadiPenata Isi : Iqbal Novian

Diterbitkan pertama kali oleh:LAKSBANG GRAFIKAJl. Plosokuning Raya, Minomartani, Ngaglik,Sleman, Yogyakartatelp. 0274 - 4462377

Page 4: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

iii

KATA PENGANTAR

Keberadaan organisasi Polri di dalam lingkup TNI dan menyatudengan ABRI seperti yang terjadi pada masa Orde Baru menjadikanPolri sebagai seorang yang terlatih dalam menggunakan senjata namundalam tugas pokoknya sebagai penegak hukum menjadi kurangterlatih, karena menganggap kurang dibutuhkan. Hal ini di dasarkanpada pemahaman dan kebiasaan yang berlaku di lingkungan militeryang dididik secara keras. Akibat dari pola Polisi yang militeristik dalamorganisasi Polri tersebut menjadikan masyarakat selalu takut kepadapolisi apabila ditangkap dan dimasukkan ke rumah tahanan.

Keberadaan Kepolisian Negara di Indonesia walaupun merupakaninstitusi peninggalan penjajah, namun secara teoritis kelahirannyabermula dari kebutuhan dan keinginan masyarakat untuk mencipta-kan situasi dan kondisi aman, tertib, tenteram dan damai dalamkehidupan sehari-hari. Kemudian berkembang sejalan dengan per-kembangan dan perubahan kondisi negara di mana kepolisian menjadikebutuhan negara sebagai alat untuk menghadapi masyarakat. Disinilah kemudian terjadi pergeseran fungsi kepolisian yang semulalahir dari keinginan masyarakat kemudian menjadi keinginan negara,sehingga terkonsep bahwa kepolisian berada pada pihak Negara.

Pergeseran konsep tersebut sudah barang tentu bertentangandengan filosofi awal lahirnya lembaga kepolisian, karena kepolisianlahir dari fungsi kepolisian yang telah ada di masyarakat sehubungandengan adanya kepentingan dan kebutuhan untuk terpelihara danterjaganya rasa aman, tenteram, keteraturan dan ketertiban dalamkehidupan masyarakat. Oleh karena itu untuk memahami eksistensipolisi tidak dapat dilepaskan dengan fungsi dari organ atau lembaga

Page 5: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

iv

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

kepolisian tersebut, serta tidak dapat dilepaskan dari konsep pemikirantentang adanya perlindungan hukum bagi rakyat. Dalam perspektiffungsi maupun lembaga, kepolisian memiliki tanggung jawab untukmelindungi rakyat dari segala bentuk ancaman kejahatan dan ganggu-an yang dapat menimbulkan rasa tidak aman, tidak tertib dan tidaktenteram.

Kesemuanya itu dimaksudkan untuk menciptakan keteraturandalam kehidupan masyarakat. Keteraturan tersebut dipertahankandalam negara yang menurut konsep Aristoteles disebut dengan Kota(Polis) sebagai konsekuensi berlakunya Hukum Kodrat bagi warganegara dengan tujuan untuk memberikan perlindungan hukum kepa-da rakyat. Pemberian perlindungan hukum tersebut merupakan salahsatu fungsi kepolisian, mengingat fungsi kepolisian berkaitan eratdengan kewajiban masyarakat untuk mematuhi hukum dan kewajibanPemerintah untuk menjaga, memelihara, melindungi dan memperta-hankan hak-hak masyarakat melalui penegakan hukum. Fungsikepolisian tersebut telah terangkum dalam Pasal 2 Undang UndangNomor 2 Tahun 2002 yang menyatakan bahwa fungsi kepolisian adalahpemeliharaan Kamtibmas, penegakan hukum, perlindungan,pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

Pada awalnya eksistensi kepolisian di Indonesia tidak diatursecara jelas dan tegas dalam UUD 1945, lain halnya dengan AngkatanDarat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara yang diatur secara tegasdalam pasal 10 UUD 1945, yakni “Presiden memegang kekuasaan tertinggiatas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara”. Akan tetapiketentuan dalam pasal 30 ayat (5) UUD 1945 mensyaratkan adanyatindak lanjut pembentukan undang-undang yang mengatur tentangsusunan dan kedudukan, hubungan kewenangan Polri dalammenjalankan tugasnya. Sebagai konsekuensi logis dari ketentuan pasal30 ayat (5) UUD 1945 tersebut maka kemudian dibentuk Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RepublikIndonesia, di mana dalam Undang-undang tersebut lembaga kepolisiandiposisikan berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden.Disamping itu adanya beberapa instrumen hukum yang sebelumlahirnya Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 telah mengaturtentang kedudukan lembaga Polri di bawah Presiden, seperti peraturanPresiden Nomor 89 Tahun 2000 dan Tap MPR RI Nomor VII/ MPR/2000 tentang Peran TNI dan Polri.

Page 6: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

v

Dilihat dari sejarah perkembangan pemikiran dan upaya untukmemposisikan lembaga kepolisian telah dilakukan melalui suatuproses perjuangan dan pertentangan yang serius antar beberapalembaga yang menginginkan kepolisian berada di bawah lembaga ataudepartemen/kementerian, seperti Kementerian Dalam Negeri, Kemen-terian Kehakiman, atau Kejaksaan Agung. Daniel S. Lev, menyatakanbahwa sesudah pengakuan kedaulatan timbul dua persoalan yangsaling berkait tentang posisi kepolisian nasional. Pertama, adalahtentang Kementerian manakah yang seharusnya berwenang atasangkatan kepolisian. Dalam hal ini Kementerian Kehakiman danKementerian Dalam Negeri masing-masing ingin memasukkankepolisian di bawah wewenangnya. Kedua, pihak-pihak lain yangmengusulkan agar kepolisian tetap di bawah kekuasaan PerdanaMenteri atau dibentuk kementerian baru, yakni Kementerian Keama-nan yang dipimpin oleh Jaksa Agung yang di dalamnya membawahilembaga kepolisian nasional.

Tarik menarik terjadi karena adanya suatu anggapan, bahwa mem-bawahi kepolisian akan memperkuat kekuasaan dan prestisekementerian bersangkutan yang berhasil memenangkannya, sehinggapersaingan untuk itu semakin menjadi sengit. Namun perjuanganuntuk memposisikan lembaga kepolisian pada tempat yang mandiridan independen tetap berlanjut, dan yang terakhir terjadi pada erareformasi dengan dikeluarkannya Tap. MPR RI Nomor: VI/MPR/2000, Tap. MPR Nomor: VII/MPR/2000 yang ditindaklanjuti dengandibentuknya Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002, sehingga Polriditempatkan di bawah Presiden, namun perdebatan masih belumberakhir. Di dalam teori ketatanegaraan, bagi negara yang menganutsistem pemerintahan presidensiil negara dipimpin oleh seorangPresiden dalam jabatannya selaku kepala negara dan kepala pemerin-tahan. Dikaitkan dengan makna kepolisian sebagai “alat negara”sebagaimana disebutkan dalam pasal 30 ayat (4) UUD 1945, berartikepolisian dalam menjalankan wewenangnya berada di bawahPresiden selaku Kepala Negara.

Pada tanggal 1 Juli 2000 kepolisian memasuki sejarah baru, yakniPolri kembali terpisah dari TNI, seakan mengulangi sejarah padatanggal 1 Juli 1946 ketika Polri terlepas dari Depdagri dan menjadidepartemen tersendiri. Kini Polri menjadi lembaga yang mandiri danbertanggung jawab langsung kepada Presiden selaku Kepala Negara.

Kata Pengantar

Page 7: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

vi

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

Polri saat ini telah memasuki sejarah baru dengan padadigma barukarena beberapa dekade telah terperosok menjadi lembaga yang tidakmandiri, terkooptasi dan terintervensi oleh kepentingan sehinggamelemahkan kinerja Polri. Lemahnya Polri berdampak sangat luasterhadap perjalanan dan perkembangan bangsa Indonesia, yangmenonjol adalah disiplin rapuh dan supremasih hukum lemah. Halini memperkuat teori, disiplin bangsa yang kuat dan tangguh dengansistem organisasi Kepolisian Negara yang baik.

Kepolisian yang kuat telah ditetapkan sebagai prasyarat pentingdalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara karena ditangan kepolisian yang kuat, maka Undang Undang akan menjadihukum yang hidup, sebaliknya ditangan kepolisian yang lemah,Undang Undang hanya bagaikan barang mati. Oleh karena itulahkepolisian menjadi salah satu profesi yang standar idealnya ditentukanole PBB, seperti ratio jumlah personil polisi dibanding dengan jumlahpenduduk suatu negara yang ideal adalah satu polisi membawahiempat ratus orang masyarakat. Kesejahteraan polisi ideal adalah apabilagaji seorang polisi lebih tinggi dari gaji seorang pegawai keuangannegara dan perbankan pada strata dan golongan yang sama, prasyaratpenting acuan internasional semacam itu ternyata masih diabaikandi negara kita.

Kedudukan Polri dalam organisasi kenegaraan ini dilandasi olehsuatu konsep adanya kebutuhan lembaga kepolisian yang mandiri(Independen) dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, sehinggadapat mewujudkan penyelenggaraan Kepolisian Negara Indonesiayang profesional berorientasi pada masyarakat yang dilanyani, penega-kan hukum yang adil dan netral serta perlindungan, pengayomandan pelayanan kepada masyarakat sebagai pengabdi masyarakat. Didalam UUD 1945 memang tidak diatur secara jelas tentang kedudukanKepolisian di bawah Presiden, lain halnya dengan Angkatan darat,angkatan laut dan angkatan Udara yang diatur secara tegas dan jelasdalam pasal 10 UUD 1945. Namun ketentuan dalam pasal 30 ayat(5) UUD 1945 mensyaratkan adanya tindak lanjut pembentukanUndang-undang yang mengatur tentang susunan dan kedudukan,hubungan kewenangan Polri dalam menjalankan tugasnya, sehinggakemudian dibentuk Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentangPolri, dengan menempatkan lembaga Kepolisian berada dibawah danbertanggung jawab kepada Presiden. Melalui buku ini Penulis

Page 8: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

vii

mengajak para Pembaca untuk menyelami lebih mendalam tentangeksistensi dan kedudukan Polri dalam struktur ketatanegaraan di In-donesia menurut UUD 1945 pasca amandemen.

Pada kesempatan ini Penulis menyampaikan ucapan terima kasihyang setulus-tulusnya kepada keluarga, terutama untuk isteri tercinta,Yushinta Indah Puspasari, S.E. dan putra-putri Penulis, yaitu YoshiShallom Natalie, dan Yonathan Pramutian Yusak, atas dukunganyang diberikan sehingga dapat menjadi penyemangat bagi Penulisdalam menyelesaikan buku ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan danmasukan dalam penulisan buku ini, dan secara khusus kepadaLaksBang Group yang telah berkenan menerbitkan buku ini sehinggadapat sampai di tangan pembaca yang budiman. Namun demikian,Penulis sangat berharap adanya masukan, kritik dan saran bagikesempurnaan buku ini serta buku-buku karya berikutnya. Akhirnyadengan segala kerendahan hati Penulis haturkan buku ini kepadasidang pembaca sekalian dengan harapan dapat memberikan gunadan manfaat bagi dunia akademis dan praktik hukum.

Surabaya, Awal Juli 2013 Salam

Penulis

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.H.

Kata Pengantar

Page 9: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

viii

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

Page 10: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

ix

Buku ini kupersembahkan untuk:Buku ini kupersembahkan untuk:Buku ini kupersembahkan untuk:Buku ini kupersembahkan untuk:Buku ini kupersembahkan untuk:

Istriku : Yushinta Indah Puspasari, S.E.Anakku : 1. Yoshi Shallom Natalie

2. Yonathan Pramutian Yusak

Page 11: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

x

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

Page 12: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

xi

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................ iiiHalaman Persembahan ........................................................... ixDaftar Isi ................................................................................. xi

BAB IPENDAHULUAN ..................................................................... 11.1. Latar Belakang Masalah ..................................................... 11.2. Metode Penulisan ............................................................ 13

BAB IIEKSISTENSI POLRI DALAM SISTEMKETATANEGARAAN INDONESIA .................................... 172.1. Sistem Ketatanegaraan Indonesia .................................... 17

2.1.1. Sistem Ketatanegaraan Indonesia BerdasarkanKonstitusi RIS 1949................................................ 19

2.1.2.Sistem Ketatanegaraan Indonesia BerdasarkanUUDS 1950 ............................................................ 20

2.1.3.Sistem Ketatanegaraan Indonesia BerdasarkanUUD 1945 setelah Perubahan................................. 21

2.1.4. Konsep Pembagian Kekuasaan Negara ................... 222.2. Eksistensi Polri dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia ... 42

2.2.1. Eksistensi Polri di Tengah PerubahanKetatanegaraan dan Pemerintahan di Indonesia ...... 42

Page 13: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

xii

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

A. Kondisi Ketatanegaraan dan PemerintahanPasca Pemilu 1997 .............................................. 43

B. Kondisi Ketatanegaraan dan PemerintahanPasca 21 Mei 1998 .............................................. 45

C. Kondisi Ketatanegaraan dan PemerintahanPasca Pemilu 1999 .............................................. 47

D. Kondisi Ketatanegaraan dan PemerintahanPasca Sidang Istimewa MPR-RI Tahun 2001 ....... 50

2.2.2. Eksistensi Polri menurut Undang-undangKepolisian............................................................... 52A. Polri Menurut Undang-Undang Nomor 13

Tahun 1961 ........................................................ 54B. Polri Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28

Tahun 1997 ........................................................ 59C. Polri Menurut Undang-undang Nomor 2

Tahun 2002 ........................................................ 672.2.3. Eksistensi Polri Menurut Tiga UUD dan

Perubahan UUD 1945 ............................................ 75A. Polri Menurut Undang-Undang Dasar 1945 ....... 76B. Polri Menurut Konstitusi Republik Indonesia

Serikat 1949 ....................................................... 79C. Polri Menurut Undang-Undang Dasar

Sementara 1950 ................................................. 83D. Polri Menurut UUD 1945 Setelah Dekrit

Presiden 5 Juli 1959 ........................................... 86E. Polri Menurut UUD 1945 Setelah Amandemen .. 88

BAB IIIKEDUDUKAN POLRI DALAM SISTEMKETATANEGARAAN INDONESIA .................................... 933.1. Kedudukan Polri dalam sejarah ........................................ 933.2. Kedudukan Kepolisian di Beberapa Negara ................... 103

Page 14: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

xiii

3.2.1. Kepolisian di Inggris ............................................ 1033.2.2. Kepolisian di Amerika Serikat ............................... 1073.2.3. Kepolisian di Jepang ............................................. 115

3.3. Kedudukan Polri Berdasarkan PeraturanPerundang-undangan .................................................... 1173.3.1. Kedudukan Polri Menurut Ketetapan MPR

Nomor: VII/MPR/2000 ........................................ 1173.3.2. Kedudukan Polri Menurut Keputusan Presiden

Nomor 89 Tahun 2000 .......................................... 1183.3.3. Kedudukan Polri Menurut Undang-undang

Nomor 2 Tahun 2002 ............................................ 1193.3.4. Kedudukan Polri Menurut Keputusan Presiden

Nomor 70 Tahun 2002 .......................................... 1203.4. Penempatan Kedudukan Polri Berada di Bawah Presiden . 120

BAB IVTANGGUNG JAWAB DAN WEWENANG POLRIDALAM ORGANISASI NEGARA REPUBLIKINDONESIA SETELAH PERUBAHAN UUD 1945 .......... 1254.1 Fungsi Polri Dikaitkan dengan Prinsip

Kepemerintahan yang Baik (Good Governance) ................ 1254.1.1. Lahirnya Prinsip Kepemerintahan yang Baik

(Good Governance) ................................................. 1254.1.2. Ciri-ciri dan Karakteristik Good Governance ........... 133

4.2. Upaya Peningkatan Profesionalitas dan Peran Polridi Masyarakat ................................................................ 1474.2.1. Dasar Hukum Profesi Polri .................................. 1474.2.2. Ukuran Profesionalisme Polri .............................. 1534.2.3. Kualitas dan Faktor yang Mempengaruhi

Profesionalisme Polri ............................................ 158A. Pengaruh Internasional .................................... 160B. Pengaruh Regional ........................................... 161C. Pengaruh Nasional ........................................... 162

4.2.4. Profesionalisme Polri di Mata Masyarakat ............ 163

Daftar Isi

Page 15: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

xiv

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

4.3. Tanggung Jawab dan Wewenang Polri BerdasarkanUndang-Undang ........................................................... 1664.3.1.Regulasi Polri Berdasarkan Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 1961 .......................................... 1664.3.2.Kewenangan Polri Berdasarkan Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 1997 .......................................... 1684.3.3.Regulasi Polri Berdasarkan Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2002 ............................................ 1704.3.4.Sumber Kewenangan Polri dalam Kinerja

Pelaksanaan Tugas ................................................ 172

BAB VPENUTUP ............................................................................ 1795.1. Kesimpulan .................................................................... 1795.2. Saran .............................................................................. 181

DAFTAR BACAAN .............................................................. 185

LAMPIRANUNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002TENTANG KEPOLISIAN NEGARAREPUBLIK INDONESIA ..................................................... 193

Page 16: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

1

BAB IPENDAHULUAN

1.1.Latar BelakangPembentukan lembaga kepolisian dalam suatu negara tidak

terlepas dari konsep adanya upaya negara untuk mencegah ataumenghadapi kemungkinan timbulnya gangguan yang dapatmempengaruhi keamanan, ketenteraman dan ketertiban masyarakatdalam negara, sehingga mengakibatkan kegiatan aktivitas masyarakatmenjadi kacau atau terganggu. Perdebatan dan wacana tentang fungsikepolisian dalam suatu negara dari waktu kewaktu tetap saja terjadi.Satu hal yang pasti adalah masyarakat membutuhkan lembagakepolisian untuk menciptakan keamanan dan ketertiban. Di dalamhubungan ini, makna tentang fungsi kepolisian akan dapat dipahamimelalui beberapa difinisi yang menjelaskan apa sebenarnya kepolisianitu, sementara kilasan sejarah tentang kepolisian akan ikutmemberikan gambaran yang utuh tentang fungsi kepolisian.

Sejalan dengan kemajuan dan perkembangan teknologi, ilmupengetahuan dan perkembangan kejahatan, pengertian kepolisianmenjadi berkembang tidak lagi terbatas pada arti harafiah atau polisian sich, akan tetapi arti kepolisian mencakup fungsi, tugas danwewenang, lembaga (organ), bahkan petugas dan jabatan (ambt) sertaadministrasi.

Dalam buku “polizeirecht” yang diterjemahkan Momo Kelanasebagaimana telah dibahas di muka dijelaskan, bahwa istilah polisimempunyai dua arti, yaitu:a. Polisi dalam arti formal adalah mencakup penjelasan tentang

organisasi dan kedudukan suatu instansi kepolisian;

Page 17: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

2

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

b. Polisi dalam arti material adalah memberikan jawaban terhadappersoalan-persoalan tugas dan wewenang dalam rangkamenghadapi bahaya atau gangguan keamanan dan ketertiban baikdalam rangka kewenangan kepolisian umum melalui ketentuan-ketentuan yang diatur dalam peraturan atau undang-undang1.

Dari pengertian polisi tersebut secara subtantif mengandungunsur-unsur pokok, yakni sebagai lembaga atau organ dan menunjukrincian tugas dan wewenang. Dalam tataran operasional, makna polisidikemukakan oleh Gavin Drewry yang mengatakan bahwa: “Policeare intermediaries between state and citizen and a visible manifestation ofgovernmental authority. In their hands rest the responsibility for day to dayapplication of the criminal law and the maintenance of order”. Drewryjuga mendefinisikan tugas polisi antara lain: “Police­men are instru­ments of public order, but there must to be said for keeping them apart frompolitics and government”2.

Di dalam kepustakaan, kedudukan dan fungsi kepolisian dalamlembaga penegakan hukum didefinisikan sebagai: “The branch of thecriminal justice system that has the specific re­sponsibility of main taininglaw and order and combating crime within the society”3. Henry CampbleBlack mengartikan polisi dalam makna yang lebih luas: “Police is abranch of the gov­ernment which is charge with the preservation of publicorder and tranquility, the promotion of public health, safety and morals andthe prevention, detection, and punishment of crimes”4. Di dalam kamusWebster polisi diartikan lebih sempit, yakni terbatas pada performance;the special work done by an organ structure. Di sini penekanannya padapekerjaannya saja. Pendapat lain dari Logemann, fungsi kepolisiandilukiskan sebagai suatu lingkungan pekerjaan tertentu (tetap) yangdiadakan dan dilakukan guna kepentingan negara5.

1 Momo Kelana dalam R. Abdussalam, op. cit h. 202 Gavin Drewry, Law, Justice and politics, Longman, London, 1975, p. 1073 Arthur Niederhoffer, Behind The Shield, The Police in Urban Society, Doubleday,

1967, sebagaimana dikutip dari Encycylopedia Americana, 1997 Edition,Vol 22, p, 325, American Corporation, New York

4 Henry Compabel Black, Black Law Dictionary, Fifth Edition, West Publishing Co. St Paul, Cincinnati, 1994, p. 1041

5 Logemann, distrir Momo Kelana, Hukum Kepolisian, op.cit, h. 34

Page 18: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

3

Berkaitan dengan pembahasan tentang fungsi kepolisiantersebut, Banurusman juga pernah mengemukakan, bahwapemakaian istilah “polisi” hendaknya selalu dengan penjelasan apakah:1. Polisi sebagai fungsi/tugas/lingkungan pekerjaan tertentu;2. Polisi sebagai badan/organ, atau3. Polisi sebagai petugas/pejabat6.

Bahkan di dalam perkembangannya istilah “polisi” dapat diartikansebagai fungsi administrasi, yakni menjalankan fungsi pemerintahandi bidang keamanan dan ketertiban hukum (preventieverechtzorg). Teoristate of nature tentang perjanjian asal mula negara yang dikemukakanoleh Hobbes, John Lock dan Rousseau, bahwa bagaimanatenteramnya (suatu negara) akan selalu mengandung ancaman bagikeselamatan individu atau kelompok selama tidak ada negara ataupemerintah yang menjamin keamanan dan ketertiban7. Oleh karenaitu dirumuskan kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan yangbersifat umum, yakni kekuasaan menyelenggarakan adminis-trasinegara, yang salah satu tugas dan wewenangnya di bidang keamanandan ketertiban umum8. Di lihat dari fungsinya, polisi menjalankanadministrasi negara maupun ketatausahaan kepolisian yang berkaitandengan surat-menyurat.

Untuk lebih memperjelas esensi fungsi kepolisian makadipandang perlu mengemukakan beberapa pendapat tentang definisifungsi secara terpisah, yang kemudian tertuju pada fungsi yangmelekat pada lembaga kepolisian, sehingga antara definisi fungsi dankepolisian dapat dipahami menjadi satu makna.

Berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 79 Tahun 1969(lampiran 3) fungsi didefinisikan sebagai “sekelompok pekerjaankegiatan­kegiatan dan usaha yang satu sama lainnya ada hubungan eratuntuk melaksanakan segi­segi tugas pokok”9.

6 Banurusman Kata Pengantar dalam Polisi Masyarakat dan Negara, PenyuntingEko Prasetyo dkk, Bigraf Publishing Yogyakarta, 1995, h.vii

7 Hobbes, Jonh Lock dan Rousseau dalam Bagir Manan, Lembaga Kepresidenan,FH UII Press, Yogyakarta, Cet.2.2003,h.122-123

8 Bagir Manan, ibid9 Soebroto Brotodiredjo dalam karangan berjudul “Sedikit Tentang Hukum

Kepolisian di Indonesia” dalam Hukum Kepolisian di Indonesia, penyuntingD.P.M Sitompul, Tarsito, Bandung.1985,h.1

Pendahuluan

Page 19: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

4

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

Sjachran Basah berpendapat lain, fungsi menurutnatuurwissenschaft mempunyai 4 (empat) arti, sedangkan dalamgeisteswissenschaft mempunyai 3 (tiga) arti, ialah10:1. Fungsi berarti tergantung pada (pengertian pertama dari

natuurwissenschaft),2. Fungsi berarti tugas, ambtwerking in het verband met het geheel (arti

kedua dari natuurwissenschaft dan arti pertama dari giesteswissnschaft),3. Fungsi berarti hubungan timbal balik antara bagian dan

keseluruhan (arti ketiga dari natuurwissenschaft dan arti kedua darigiesteswissenschaft),

4. Fungsi berarti werking (arti keempat dari natuurwissen­schaft danarti ketiga dari giesteswissenschaft).

Pengertian fungsi yang disitir oleh Sjachran Basah tersebut, jikadipilah antara pengertian yang dirumuskan dalam natuurwissenschaftdan dalam giesteswissenschaft dapat dikelompokkan, sebagai berikut:1. Di dalam Natuurwissenschaft, pengertian fungsi:

a. tergantung pada pengertian natuurwissenschaft,b. tugas, ambtwerking in het verband met het geheel;c. hubungan timbal balik antara bagian dan keseluruhan;d. werking.

2. Di dalam Geisteswissenschafta. Fungsi berarti tugas, ambtwerking in het verband met het geheel;b. Fungsi berarti hubungan timbal balik antara bagian dan

keseluruhan;

a. Fungsi berarti pekerjaaan (werking).Dilihat dari beberapa definisi fungsi tersebut di atas dapat

dimaknai bahwa fungsi adalah merupakan suatu kegiatan atau aktivitasyang berkaitan dengan tugas pokok yang wajib dilaksanakan. Tugaspokok yang dilaksanakan tersebut untuk mencapai tujuan (goal) dariorganisasi dimaksud. Fungsi kepolisian tentunya berkaitan eratdengan tugas dan wewenang lembaga kepolisian yang dilaksanakan

10 Sjachran Basah, Tiga Tulisan Tentang Hukum, Armico, Bandung, 1986,h.18-19

Page 20: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

5

untuk mencapai tujuan dari dibentuknya lembaga tersebut. Secaraumum telah disebutkan di muka, bahwa tujuan dibentuknya lembagakepolisian adalah untuk menciptakan kondisi aman, tenteram dantertib dalam masyarakat. Di dalam menyelenggarakan tugas danwewenang tersebut dicapai melalui tugas preventif dan tugas represif.

Tugas-tugas di bidang preventif dilaksanakan dengan konsep danpola pembinaan dalam wujud pemberian pengayoman, perlindungandan pelayanan kepada masyarakat, agar masyarakat merasa aman,tertib, dan tenteram tidak terganggu segala aktivitasnya. Faktor-faktoryang dihadapi pada tataran preventif ini secara teoritis dan tekniskepolisian, mencegah adanya Faktor Korelasi Kriminogin (FKK) agartidak berkembang menjadi Police Hazard (PH) dan muncul sebagaisuatu Ancaman Faktual (AF). Sehingga dapat diformulasikan apabilaniat dan kesempatan bertemu, maka akan terjadi kriminalitas ataukejahatan (n + k = c), oleh karena itu langkah preventif adalah usahamencegah bertemunya niat dan kesempatan berbuat jahat, sehinggatidak terjadi kejahatan atau kriminalitas.

Pengertian dari Faktor Korelasi Kriminogin (FKK) tersebut adalahsituasi dan kondisi yang padat dengan faktor-faktor yang dapatmenstimulir terjadinya Police Hazard dan Ancaman Faktual. PoliceHazard (PH) adalah situasi dan kondisi sangat potensial untuk menjadigangguan keamanan dan ketertiban masyarakat, dan Ancaman Faktual(AF) adalah ancaman yang nyata dan terwujud dalam bentukgangguan keamanan dan ketertiban masyarakat seperti kejahatan ataupelanggaran hukum11. Tindakan preventif ini biasanya dilakukanmelalui cara penyuluhan, pengaturan, penjagaan, pengawalan, patrolipolisi dan Iain-lain sebagai teknis dasar kepolisian.

Tugas-tugas di bidang represif, adalah mengadakan penyidikanatas kejahatan dan pelanggaran hukum menurut ketentuan dalamUndang-undang. Tugas represif ini sebagai tugas kepolisian dalambidang peradilan atau penegakan hukum, yang dibebankan kepadapetugas kepolisian, sebagaimana dikatakan oleh Harsja W. Bachtiar,bahwa petugas-petugas kepolisian dibebani dengan tanggung jawabkhusus untuk memelihara ketertiban masyarakat dan menanganitindakan-tindakan kejahatan, baik dalam bentuk tindakan terhadap

11 Pengertian disitir dari Kunarto, Perilaku Organisasi Polri, Cipta Manunggal,Jakarta,1997,h.384

Pendahuluan

Page 21: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

6

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

pelaku kejahatan maupun dalam bentuk upaya pencegahan kejahatanagar supaya para anggota masyarakat dapat hidup dan bekerja dalamkeadaan aman dan tenteram12.

Tugas preventif dan represif tersebut pada tataran tertentumenjadi suaru tugas yang bersamaan, olah karena itu pekerjaan polisipun menjadi tidak mudah, pada satu sisi dihadapkan pada struktursosial dalam rangka memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,di sisi lain dihadapkan pada struktur birokrasi dan hukum modernyang memiliki ciri rasional.

Dengan demikian tugas-tugas kepolisian menjadi dinamis yangberorientasi pada kepentingan dan perkembangan masyarakat,walaupun pada kenyataannya perkembangan masyarakat lebih cepatdari pola-pola penegakan hukum (law­enforcement) yang dilakukanoleh kepolisian, terutama bidang teknologi komunikasi dan informasi.

Tugas kepolisian sebagaimana tersebut di atas, selain kepolisiansebagai alat negara penegak hukum yang menjalankan tugas represifyustisiil, juga melaksanakan tugas sosial dalam rangka memberikanpengayoman, perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat. Kondisidemikianlah yang menjadi ciri khas pekerjaan kepolisian, di satu sisiharus memelihara ketertiban dan di sisi lain diharuskanmemeliharanya dengan jalan penegakan hukum. Sehingga kondisiseperti tersebut polisi akan mudah menjadi cercaan masyarakat.Sebagaimana dikemukan oleh Satjipto Rahardjo yang dikutip olehAchmad Ali, bahwa:

“Aparat penegak hukum menjalankan dua tugas yaitu di satu pihak untukmencapai ketertiban (order) dan di pihak lain untuk melaksanakan hukum(law). Ini tampak pada tugas kepolisian, mereka berbeda dua hal, yaituhukum dan keter­tiban yang sering bertentangan, maka pekerjaan polisipun paling gampang mendapat kecaman dari warga masyarakat13”.

Dari uraian di atas dapat ditarik pemahaman secara teoritik, bahwafungsi utama kepolisian adalah untuk menghentikan sesuatu yangseharusnya tidak boleh terjadi dan mendorong seseorang agar berbuatlebih baik sekarang14. Akan tetapi fungsi kepolisian secara umum dan

12 Hasrya W, Bachtiar, op.cit.h.113 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Pustaka Prima, Jakarta, 1998, h. 13914 Egon Bittner dalam David H, Beley, Police For the Future disadur oleh Kunarto

dkk, Polisi Masa Depan, Cipta Manunggal, Jakarta 1998, h. 29

Page 22: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

7

mendasar, adalah bagian dari administrasi pemerintahan tetapi bukanadministrasi pemerintahan umum, tetapi yang khusus fungsinyahanya untuk menegakkan hukum, memelihara keamanan danketertiban dalam masyarakat, mendeteksi dan mencegah terjadinyakejahatan dan meme-rangi kejahatan, dalam arti:

a. Menegakkan hukum dan bersamaan dengan itu menegak-kankeadilan sesuai dengan hukum yang berlaku;

b. Memerangi kejahatan yang mengganggu dan merugikanmasyarakat, warga masyarakat dan negara.

c. Mengayomi dan melindungi masyarakat, warga masyara-kat dannegara dari ancaman dan tindak kejahatan yang menganggudan merugikan.

d. Memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Menurut pendapat Van Vollenhoven, sebagaimana dikutip olehKoentjoro Purbopranoto, bahwa pemerintahan (bewindvoering)tersebut meliputi: membuat peraturan (regel geven), pemerintah/pelaksana (bestuur), peradilan (rechtspraak) dan polisi (politie15). Dansebagaimana disitir oleh E.Utrecht,”bewindvoeren” itu dapat dibagidalam empat fungsi (lain): “bestuur” (pemerintahan dalam arti katasempit), polisi, mengadili dan membuat peraturan. Dengan demikianfungsi Polisi adalah menjalankan “preventieve rechtszorg”, yaknimemaksa penduduk suatu wilayah mentaati ketertiban hukum sertamengadakan penjagaan sebelumnya (preventif), menjaga tata-tertibmasyarakat agar tetap terpelihara,16 yang oleh Donner dikatakanpreventieve rechtszorg itu tersimpul “bestuur”17.

Lebih lanjut Donner mengemukakan “Wie “bestuur” en “politie“uit elkaar halt, scheidt tweezaken, die in het dagelijks leven ten nauwstemetelkaar zijn verweven en ook met elkaar behoren te blijven verweven”(Barang siapa memisahkan “bestuur” dan “politie”’, maka memisahkandua hal yang hubungannya antara yang satu dengan yang lain sangaterat dalam penghidupan sehari-hari dan yang hubungannya itu yang

15 Van Vollenhoven dalam Kuntjoro Purbopranoto, Beberapa Catatan HukumTata Pemerintahan dan Peradilan Administrasi Negara, Alumni, Bandung, 1981,h. 40

16 Van Vollenhoven dalam E.Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi RepublikIndonesia, Pustaka Tinta Mas, Surabaya, 1986, h.41-42

17 Donner dalam E. Utrect, ibid, h.42

Pendahuluan

Page 23: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

8

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

harus juga tetap erat)18. Dengan demikian penyelenggaraan fungsikepolisian merupakan peny0elenggaraan fungsi pemerintahan yangfungsi utamanya meliputi:

a. Sebagai bagian dari birokrasi pengemban fungsi peme-rintahandi bidang pelayanan umum dalam bentuk pemberian ijinkegiatan tertentu, izin mengemudi, pelayanan pengaturanketertiban dan pengayom masyarakat. Di dalam menjalankanfungsi ini kepolisian memiliki kewenangan diskresi untukmenterjemahkan norma hukum dan kecenderungan sosialtertentu dalam kurun waktu tertentu pula.

b. Sebagai bagian dari birokrasi peradilan pidana, khususnya dibidang penyidikan tindak pidana. Di dalam posisi ini kepolisianharus patuh dan disiplin terhadap hukum serta melindungi hak-hak asasi manusia.

Dari uraian tentang fungsi kepolisian di muka walaupun sangatvariatif, namun dapat ditarik pemahaman secara garis besar, bahwafungsi kepolisian meliputi tugas dan wewenang yang melekat padalembaga kepolisian. Dengan demikian hakekat fungsi kepolisian dapatdipahami bahwa:

a. Fungsi kepolisian ada karena kebutuhan dan tuntutanmasyarakat akan rasa aman dan tertib dalam lingkunganhidupnya;

b. Masyarakat membutuhkan adanya suatu lembaga yang mampudan professional untuk mewujudkan keamanan dan ketertibanbaginya.

c. Lembaga kepolisian dibentuk oleh negara yang bertanggungjawabatas keamanan dan ketertiban masyarakatnya dengan dibebanitugas dan wewenang serta tanggung jawab terhadap keamanandan ketertiban masyarakat.

d. Fungsi kepolisian melekat pada lembaga kepolisian atas kuasaundang-undang untuk memelihara atau menjaga keamanan danketertiban yang dibutuhkan masyarakat.

Di beberapa negara, seperti Inggris dan negara-negara Anglo-Saxon mendeskripsikan lembaga kepolisian dalam makna yang hampir

18 Ibid

Page 24: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

9

sama, namun dalam uraian yang berbeda: “The term police is now usedprimarily to denote a body of people organized to maintain civil order andpublic safety, to enforce the law, and to investigate breaches of the law”19.Beberapa definisi tersebut di atas ada yang lebih spesifik, namun belummemberikan gambaran yang lengkap tentang fungsi kepolisian. Akantetapi semuanya merujuk pada letak lembaga kepolisian sebagai salahsatu dari catur wangsa peradilan yang membentuk “criminal justicesystem”. Dengan demikian pemahaman akan konsep dan makna dalambeberapa definisi tentang fungsi kepolisian dalam masyarakat tersebutakan saling melengkapi.

Bentuk pemolisian sebenarnya telah ada sejak beberapa ribu tahunyang lalu dan dapat ditelusuri sampai pada jaman Babilon. Polisi jamandulu diorganisasikan dalam bentuk polisi militer atau polisi semi-militer(semi­military organizations) yang dikembangkan dari pengawal pribadi(personal body­guard) para penguasa (rulers) dan kepala-kepala suku(war­lords), dan juga dibentuk atas keperluan masyarakat yangmemerlukan suatu sarana perlindungan untuk kepentingan bersama.

Para penulis dari beberapa negara telah mengartikan danmendefinisikan kata polisi dengan arti yang berbeda-beda, yang padaumumnya banyak dipengaruhi oleh latar belakang sejarahpengorganisasian kepolisian dalam masyarakat serta keanekaragamandalam bahasa. Itulah sebabnya tidak ada keseragaman dalampenggunaan kata polisi, karena ada istilah politia, police, polizey, politiedan di Indonesia disebut polisi. Istilah polisi jika ditelusuri berasaldari kata Yunani Kuno politia yang berarti pemerintahan negara kota(polls).

Kaisar Agustus yang memerintah Kerajaan Romawi, adalah or-ang pertama yang dikenal sebagai peletak dasar pendirian lembagakepolisian yang dikenal sekarang ini. Pada tahun 7 Sebelum Masehi(SM), ia membagi Roma dalam 14 regiones masing-masing dibagi dalamvici yang diawasi oleh seorang vicomagistri yang bertanggung jawabmenghadapi bahaya kebakaran (fireprotection), selain urusanadministrasi dan keagamaan. Kebakaran hebat yang melanda kotaRoma, membuat Kaisar Agustus pada tahun 6 Setelah Masehi,memperluas dinas pemadaman kebakaran (firebrigade) dalam suatu

19 Robert P. Gwinn et al, dalam The New Encyclopedia Britannica, Vol.25, Fif-teenth Edition, London, 1999,p. 938

Pendahuluan

Page 25: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

10

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

korps yang dinamakan vigiles yang terdiri dari 7 kelompok atau co­horts (squads), masing-masing terdiri dari 1000 orang. Setiap cohortsbertanggung jawab mengatasi kebakaran, sementara malam harisecara khusus perlindungan dari kepolisian dibagi dalam 2 regiones.

Untuk menjamin keamanan kota Roma yang berpendudukhampir 1.000.000. orang, Kaisar Agustus membentuk 3 cohortskepolisian, yang merupakan bagian dari Angkatan Bersenjata (Army),yang ditempatkan di bawah kewenangan walikota (urbanperfect). Polisiyang diorganisasikan dalam 3 cohorts ini, selain mempunyai tugas-tugas pengamanan, ternyata juga memikul tanggung jawab yangsangat penting untuk mengamankan sang Raja, karena itu merekajuga disebut sebagai Pengawal Kerajaan (praetorian guard20). Padajaman Kaisar Agustus inilah cikal bakal kata ‘politia’ yang berasal dariYunani Kuno tersebut mulai digunakan. Pada abad 15 dan 16 saatberlakunya hukum Romawi di Eropa Barat, kata ‘politia’ yang dipakaioleh Kaisar Agustus pada awal Tarik Masehi (7 Setelah Masehi) mulaidiresap ke seluruh daratan Eropa.

Pada tahun 1066, Norman Conquest di Inggris memperbaikisistem pengamanan masyarakat yang mandiri (private system) denganmendirikan ‘constable’ guna mengawasi keamanan gerbang kotakhususnya pada malam hari, yang merupakan tanggung jawabmasyarakat. Mulai saat itu masyarakat Inggris mengenal istilah ‘con­stabulary’. Dalam The Statute of Winchester yang dibuat pada tahun1285, dimuat kodifikasi beberapa ketentuan tentang keterlibatanmasyarakat dan tanggung jawab para warga dalam mengupayakanpengamanan bersama, serta memuat kewajiban seorang constableuntuk mengadakan penuntutan di hadapan hakim pengadilan terhadappara pelanggar hukum.

Pada jaman pemerintahan feodal Jepang, fungsi kepoli-sian jugadiatur dalam organisasi semi militer. Pada abad ke 17, penguasa feodalJepang membagi sedemikian rupa peran dan fungsi kepolisian,sehingga setiap kota memiliki seorang samurai berlatar belakang militeryang bertindak sebagai magister kota (town magistrate), hakim dansekaligus bertin-dak sebagai kepala kepolisian. Samurai tersebutselanjutnya mengangkat beberapa petugas yang diperlengkapi dan

20 Robert P. Gwinn et al, dalam The New Encyclopedia Britannica, Vol.25, Fif-teenth Edition, London, 1999,p. 939

Page 26: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

11

membawa samurai (yoriki dan doshin), merekalah yang akan berpatrolimenjamin keamanan.

Pada awal abad ke 17, di Russia fungsi kepolisian adalah untukmemastikan kepatuhan masyarakat terhadap hukum. Tsar NicholasI, kemudian memperluas dan mengubah fungsi kepolisian sehinggamencakup bidang politik. Lembaga kepolisian yang diberi namaOkhranka tersebut berubah menjadi lembaga yang sangat menakutkanmasyarakat. Sesudah revolusi Bolshevik, Lenin mengubah fungsikepolisian menjadi suatu lembaga yang sangat berkuasa dan sangatterorganisasi serta memberinya nama Cheka. Keterlibatan polisi yangsangat kental di bidang pengawasan dan pembatasan hak-hak politikinilah yang kemudian diadopsi sebagai model kepolisian yang idealoleh Mussolini pada waktu ia mendirikan Ovra sebagai lembagakepolisian di Italia pada jaman pemerintahan fasis, serta oleh Hitlerpada waktu ia mendirikan Gestapo di Jerman.

Jauh sebelum Hitler mendirikan Gestapo, pada paruh pertamaabad ke 15, Jerman telah mengenal istilah polizey yang diartikan sebagaipemerintahan negara yang bersifat umum dan menyeluruh. Pada akhirabad ke 15, cabang pemerintahan tersebut dipisahkan dari pengertianpolizey yang lama. Dalam tahap ini polizey diartikan sebagai seluruhpemerintahan dalam negeri (gesamte innere staatsver­waltiring) yangmencakup dua kekuasaan, yakni menjamin keamanan negara yangdisebut wohlfahrtspolizey.

Pada abad pencerahan (aufklarung ­ enlightment), arti kepolisianmemperoleh makna baru, khususnya di Perancis. Kepolisian diPerancis tumbuh sangat berbeda dengan kepolisian Inggris. Jika diInggris constable adalah merupakan polisi yang dibentuk dan didanaioleh masyarakatnya sendiri (private system), maka lembaga kepolisiandi Perancis dibentuk, didanai dan dikendalikan oleh pemerintah. Padaawalnya polisi adalah pengawal raja di bidang politik (politi­cal policeof the king), yang dibentuk untuk memastikan kepatuhan berperilakupara warga berdasarkan standard yang di tetapkan oleh raja. Denganadanya peran polisi tersebut, maka situasi keamanan kota Paris jauhlebih aman dibandingkan keamanan kota London. Kepolisian Perancisdipimpin oleh seorang liutenant­generale de police yang diangkat olehraja. Lingkup tugas dan wewenang seorang liutenant general de policeantara lain adalah memastikan terciptanya ketertiban umum dalammasyarakat, baik di bidang sosial, politik dan ekonomi.

Pendahuluan

Page 27: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

12

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

Pembentukan kepolisian di Indonesia dapat ditelusuri sejak jamankerajaan Majapahit yang diberi nama Bhayangkara untukmembedakannya dengan laskar perang biasa. Tugas pokok Bhayangkaraadalah menjaga keselamatan raja dan keluarganya dan menjagakeselamatan negara dengan mengumpulkan informasi yang diperlukanraja terhadap kemungkinan-kemungkinan gangguan terhadapkeamanan umum yang dapat mempengaruhi arus perdagangan atausegala sesuatu yang dapat mengganggu terciptanya rasa aman,sehingga penduduk mencari tempat lain yang dianggap lebih aman,atau bahkan memberontak terhadap raja Majapahit21.

Berdasarkan uraian kilasan sejarah terhadap diperlukan adanyalembaga kepolisian dalam masyarakat, nampak bahwa lembagakepolisian dari waktu ke waktu sangat diperlukan oleh masyarakat.Oleh karena lembaga ini keberadaannya dianggap sangat penting,maka kekuasaan yang diberikan kepadanya ternyata dapat dimanipulasioleh pemerintah yang berkuasa untuk berbagai tujuan politik gunamelestarikan kekuasaan mereka. Itulah sebabnya dalam sejarahperkembangan demokrasi, fungsi kepolisian semakin memperolehpenajaman, dan wacana untuk itu tetap berkembang dari waktu kewaktu.

Kemungkinan besar apa yang diharapkan dari lembaga kepolisiandalam suatu masyarakat yang demokratis akan selalu berubah danberkembang sejalan dengan kebutuhannya, namun The British RoyalCommission on Police pada tahun 1962 dapat menjabarkannya secaratepat dalam kalimat sebagai berikut:

“The police should be powerful, but not oppressive; they should be efficientbut not officious; they should form an impartial force in the body of politic,and yet be subject to a degree of control by persons who are not required tobe impartial and who are themselves liable to police supervision”22.

Peran ideal kepolisian yang dijabarkan oleh The British Royal Com­mission on Police dalam suatu masyarakat yang demokratis tersebutpada dasarnya adalah untuk menjawab wacana yang menyangkut

21 Harsya W. Bachtiar, Ilmu Kepolisian Suatu Cabang Ilmu Pengetahuan Yang Baru,Grasindo, Jakarta, 1994, h.37

22 Arthur Niederhoffer, Behind The Shield : The Police in Urban Society sebagaimanadikutip dari Encyclopedia Americana, International Edition, Americana Cor-poration, New York, 1997, Vol. 22 p. 325

Page 28: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

13

kompleksitas dan keanekaragaman fungsi kepolisian, cakupan tugas,kewenangan serta fenomena yang melatarbelakangi fungsi kepolisianyang begitu kompleks tersebut. Di dalam suatu masyarakat yangdemokratis, unsur-unsur dalam sistem pemerintahan haruslahmencerminkan adanya keseimbangan (check and balance) dalammenjalankan roda pemerintahan. Jika kekuasaan lembaga kepolisianbegitu besarnya, lalu siapa yang mengawasinya?. Itulah sebabnyamuncul wacana tentang perlunya menjaga netralitas dan wewenanglembaga kepolisian secara tepat guna dalam masyarakat demokratisyang semakin kompleks tersebut.

1.2. Metode PenulisanMetode penulisan merupakan faktor yang penting untuk

penulisan buku yang bersifat ilmiah, sehingga kebenarannya dapatdipertanggungjawabkan. Metodologi penulisan merupakan cara kerjabagaimana menemukan atau memperoleh sesuatu gagasan, pendapatatau hasil olah pikir. Metode penulisan juga merupakan upayaseseorang dalam menjalankan suatu kegiatan untuk memperoleh hasilyang konkrit dan juga metode tersebut merupakan cara utama untukmencapai tujuan. Penulisan buku ini didasarkan pada penelitianhukum yang bersifat normatif (yuridis normatif) dengan penelitiankepustakaan yang difokuskan dengan mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma yang ada dalam hukum positif yangberhubungan dengan substansi dalam buku ini seperti halnya aturan-aturan hukum yang bersifat formil seperti undang-undang dasar,undang-undang, peraturan perundang-undangan lainnya sertaliteratur yang berisi konsep teoritis yang memiliki korelasi denganpermasalahan yang dibahas dalam buku ini. Beberapa pendekatan yangdigunakan penulisan buku ini adalah pendekatan Undang-Undang(statue approach), pendekatan konseptual (conseptual approach),pendekatan kesejarahan (historical approach), dan pendekatanperbandingan (comparative approach).

Pada pendekatan undang-undang (statue approach) dilakukandengan menelaah undang undang dasar, undang-undang danperaturan perundang-undangan lainnya yang terkait dengan eksistensidan kedudukan Polri dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia, yaitu:

Pendahuluan

Page 29: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

14

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

1. Tiga UUD yang pernah berlaku di Indonesia (UUD 1945, KonstitusiRIS 1949, UUD Sementara 1950 dan UUD 1945 PascaAmandemen).

2. Ketetapan MPR RI Nomor VII/ MPR/2000 tentang Peran TNI danPolri.

3. Tiga Undang-undang yang mengatur Polri (UU Nomor 13 Tahun1961, UU Nomor 28 Tahun 1997, dan UU Nomor 2 Tahun 2002).

4. Presiden Nomor 89 Tahun 2000.

Pendekatan konseptual (conseptual approach) yang dilakukandalam penulisan buku ini adalah dengan merujuk pada doktrin danteori-teori hukum yang disampaikan oleh para ahli terkait denganeksistensi dan kedudukan Polri dalam sistem ketatanegaraan di In-donesia. Melalui penelaahan konsep dan teori hukum tersebut akanmembantu Penulis untuk menemukan ide-ide yang melahirkanpengertian hukum, konsep-konsep hukum dan asas-asas hukumyang relevan dengan isu hukum terkait eksistensi dan kedudukanPolri di Indonesia. Pendekatan konseptual yang digunakan dalam bukuini juga bertujuan untuk membangun suatu konsep yang dapatdijadikan acuan dalam mengkonstruksikan keberadaan institusi Polridalam system ketatanegaraan di Indonesia, yakni denganmenguraikan fakta dan problema atau permasalahan hukum terkaitinstitusi Polri dengan merujuk pada prinsip hukum yang diketemukandi dalam pandangan atau teori hukum yang digunakan.

Pendekatan kesejarahan (historical approach) dalam penulisan bukuini dilakukan dengan menelaah dan menelusuri sejarah keberadaandan pembentukan institusi kepolisian di Indonesia, yang dirunut darimasa kerajaan, di mana pada jaman kerajaan Majapahit sudah dibentukinstitusi kepolisian oleh mahapatih Gadjah Mada yang diberi namaBhayangkara. Di samping itu juga diulas sejarah kepolisian di Indone-sia pada masa penjajahan bangsa Barat (Eropah) dan kemudian padamasa Indonesia merdeka. Pendekatan kesejarahan terhadap lembagakepolisian di Indonesia juga diperbandingkan dengan sejarahpembentukan dan pengaturan lembaga kepolisian di berbagai negaradi dunia, terutama pada masa kekaisaran Romawi. Dari penelusuransejarah kepolisian tersebut dapat diketahui bagaimana pasang surutdan tarik ulur terhadap institusi Polri untuk kemudian dijadikan pijakandalam mengatur dan menempatkan Polri pada posisi yang ideal, netral,

Page 30: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

15

mandiri dan independen, sehingga dapat menjalankan tugas-tugaspemeliharaan Kamtibmas secara professional dan proporsional.

Suatu studi dikatakan menggunakan pendekatan komparatif (com­parative approach) atau studi tersebut dikatakan sebagai suatu studikomparatif atau perbandingan, menurut Hug23 apabila mencakup ataumengenai (salah satu atau lebih) dari hal-hal di bawah ini:a. Memperbandingkan sistem asing dengan sistem domestik dalam

rangka menemukan persamaan dan perbedaan;b. Studi yang menganalisis berbagai solusi secara obyektif dan

sistimatis yang ditawarkan oleh berbagai sistem untuk suatumasalah hukum tertentu;

c. Studi yang menginvestigasi hubungan kausal antara sistem-sistemhukum berbeda;

d. Studi-studi yang membandingkan tahap-tahap dari beberapa sistemhukum;

e. Studi yang berusaha menemukan atau mengkaji evolusi hukumsecara umum berdasarkan sistem dan periodenya.

Kegunaan pendekatan ini adalah untuk memperoleh persamaandan perbedaan di antara kedua sistem kelembagaan, pengaturan dankondisi internal dan eksternal dari lembaga kepolisian yangdiperbandingkan. Sehingga penulis memperoleh pengayaan materiyang dapat dijadikan masukan dalam menata dan merestrukturisasilembaga kepolisian di Indonesia dengan mengacu pada sistem danpengaturan lembaga kepolisian di negara lain apabila dinilai cocokuntuk diterapkan di Indonesia. Negara yang dijadikan bahankomparasi dalam penulisan buku ini adalah kepolisian di Inggris,Amerika Serikat dan Jepang, dengan disinggung sepintas tentanglembaga kepolisian di beberapa negara lainnya. Sudah barang tentuperbandingan tersebut dilakukan dengan tetap memelihara ciri khasnasional dari kelembagaan Polri yang tidak sama dengan polisi dinegara lain. Dari semua langkah perbandingan tersebut kemudiandiambil suatu kesimpulan bagaimana pengaturan lembaga kepolisiandi Indonesia, serta manfaat dan relevansinya dalam menciptakan figurpolisi sipil yang dicintai dan dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia.

23 Fendi Setyawan. Pelatihan Metodologi penelitian dan penulisan hukum;metodologipendekatan dalam penelitian hukum.hlm.7

Pendahuluan

Page 31: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

16

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

Page 32: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

17

BAB IIEKSISTENSI POLRI DALAM SISTEM

KETATANEGARAAN INDONESIA

2.1. Sistem Ketatanegaraan Indonesia.Dari segi kelembagaan, prinsip kedaulatan rakyat dapat

diorganisasikan melalui dua pilihan cara, yaitu melalui sistempemisahan kekuasaan [separation of power] dan pembagian kekuasaan[division of power]. Pemisahan kekuasaan bersifat horisontal dalamarti kekuasaan dipisah-pisahkan ke dalam fungsi-fungsi yangtercermin dalam lembaga-lembaga negara yang sederajat dan salingmengimbangi [cheks and balances]. Sedangkan pembagian kekuasaanbersifat vertikal dalam arti perwujudan kekuasaan itu dibagikan secaravertikal ke bawah kepada lembaga-lembaga tinggi negara di bawahlembaga pemegang kekuasaan yang bersifat vertikal, bukanpemisahan kekuasaan yang bersifat horisontal.

UUD 1945 setelah amandemen tidak memberikan ketentuanyang tegas tentang pembagian kekuasaan. Meminjam teori IvorJennings dapatlah dilihat bahwa pemisahan kekuasaan dalam artimateriil — dalam arti pembagian kekuasaan itu dipertahankan denganprinsipil dalam fungsi-fungsi kenegaraan yang secara karakteristikmemperlihatkan adanya pemisahan itu kepada tiga bagian — tidakdianut oleh UUD 1945. UUD 1945 hanya mengenal pemisahankekuasaan dalam arti formil, oleh karena itu pemisahan kekuasaanitu tidak dipertahankan secara prinsipil. Dengan kata lain UUD 1945hanya mengenal pembagian kekuasaan (devision of power) bukanpemisahan kekuasaan (separation of power).24

24 Ismail Suny, Loc. Cit.

Page 33: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

18

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

Dalam konstruksi sistem ketatanegaraan, kedaulatan rakyatberdasarkan UUD 1945 pra amandemen dianggap terwujud penuhdalam wadah Majelis Permusyawaratan Rakyat (selanjutnya disebutMPR) yang ditafsirkan sebagai lembaga tertinggi ataupun sebagaiforum tertinggi. Dari sini, fungsi-fungsi tertentu dibagikan sebagaitugas dan kewenangan lembaga-lembaga tinggi negara yang ada dibawahnya, yaitu Presiden, DPR, MA, dan seterusnya.

Namun demikian, berkaitan dengan konstruksi sistemketatanegaraan Indonesia pra amandemen, Ismail Suny mengatakan,bahwa apabila dicermati akan terlihat, bahwa UUD 1945 praamandemen tidak memberikan ketentuan yang tegas tentangpembagian kekuasaan.25

Mempertegas pendapat Ismail Suny, Phillipus M. Hadjonmengatakan, bahwa pembagian kekuasaan negara berdasarkanlembaga-lembaga negaranya menurut UUD 1945 [pra amandemen]tidaklah mengikuti ajaran pemisahan kekuasaan dari Montesqueieuyang popular dengan ajaran ‘trias politika’, dan tidak juga mengikutipola dan praktik Amerika Serikat, serta tidak pula mengikuti pola danpraktik negara-negara Eropa khususnya negeri Belanda yang telahmenjajah negeri Indonesia, sistem inilah yang membuat unik sistemketatanegaraan Indonesia.

Sedangkan dalam pandangan Soepomo, bahwa UUD 1945mempunyai sistem tersendiri, yaitu berdasarkan pembagiankekuasaan. Walaupun dalam pembagian kekuasaan itu setiap lembaganegara sudah mempunyai tugas tertentu, namun dalam sistem inidimungkinkan adanya kerjasama antar lembaga Negara.Jelaslah bahwa, UUD 1945 tidak menganut pemisahan kekuasaansecara ketat (separation of power), tetapi dalam sistem inidimungkinkan adanya pembagian kekuasaan sebagai berikut :

1) Pada dasarnya UUD 1945 mengenal pembagian kekuasaan;2) UUD 1945 membagi kekuasaan kepada tiga lembaga yang

diatur secara mendasar kedudukan dan fungsinya;

25 Apabila dicermati UUD 1945 praamandemen membagi dalam pasal-pasaltersendiri mengenai tiap-tiap alat perlengkapan negara dengan tidakmenekankan kepada pemisahannya. Hal ini dapat dilihat dalam sistematikadari pada UUD 1945 yang membagi dalam bab per bab, Bab III tentangKekuasaan Pemenntah Negara, Bab VII tentang Dewan Perwakilan Rakyat,dan Bab IX tentang Kekuasaan Kehakiman.

Page 34: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

19

3) Antar lembaga negara ada kerja sama di dalam menjalankanfungsi dan tugasnya sesuai aturan perundang-undangan;

4) Kekuasaan yudisial, dalam menjalankan tugasnya merupakankekuasaan yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaanlainnya, baik eksekutif maupun legislatif. Di samping itu lembagapenuntut umum (Kejaksaan Agung) yang tidak terdapatpenyebutannya dalam UUD 1945.

Menyikapi hal ini Ismail Suny berpendapat bahwa dalam suatunegara hukum yang penting bukan ada atau tidak adanya trias politica,persoalannya adalah dapat atau tidakkah alat-alat kekuasaan negaraitu dihindarkan dari praktik birokrasi dan tirani. Dan hal ini tidaklahtergantung pada pemisahan kekuasaan itu sendiri, tetapi kepadaadanya sendi negara demokrasi yaitu kedaulatan rakyat.26

2.1.1. Sistem Ketatanegaraan Indonesia Berdasarkan KonstitusiRIS 1949.

Berbeda dengan ketentuan dalam UUD 1945 yang menyatakandengan jelas bahwa kedaulatan adalah di tangan rakyat dandilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Pasal1 ayat (2) UUD 1949 menentukan bahwa kekuasaan berkedaulatanRepublik Indonesia Serikat dilakukan oleh Pemerintah bersama-samadengan Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat. Berkaitan dengan haltersebut Moh. Yamin begitu juga dengan Ismail Suny berpendapat,bahwa yang memegang kedaulatan dalam Republik Indonesia Serikat,bukanlah rakyat, tetapi negara.27 Jadi yang menjadi asas UUD atauKonstitusi RIS 1949 adalah kedaulatan negara [sfaatssautrramfaj].Dengan demikian dapat disimpuikan mengenai sistemketatanegaraan Indonesia berdasarkan Konstitusi RIS:

(1) Menurut Koosritusi RIS Badan Eksekutif dan Badan legislatifdipisahkan secara tajam; dalam artian baik Perdana Menterimaupun anggotanya tidak dapat merangkap menjadianggota Parlemen;

(2) Menganut sistem pertanggungjawaban Menteri, tetapi tidakdikenal bahwa Presiden dapat membubarkan DPR:

26 Ismail Suny, Loc. Cit.27 Ibid., h. 84

Eksistensi Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 35: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

20

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

(3) Kekuasaan perundang-undangan federal dilaku-kan olehPemerintah bersama dengan Parlemen.

Berkaitan dengan sistem pemisahan kekuasaan, maka sepertihalnya UUD 1945 - maka dalam Konstitusi RIS 1949 pemisahankekuasaan yang dianut hanyalah dalam arti formil.28 Jadi meskipundalam Konstiusi RIS ada ‘kepala-kepala bab’ [headings] yang menunjukkepada Pemerintah, Senat, dan Dewan Perwakilan Rakyat sertaMahkamah Agung, bukanlah itu berarti suatu pemisahan kekuasaan,tetapi sekedar menunjuk kepada adanya pembagian kekuasaan.

2.1.2. Sistem Ketatanegaraan Indonesia Berdasarkan UUDS1950

UUDS 1950 adalah formil sebuah perubahan Konstitusi RIS1949. Sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) UUDS 1950 menetapkan, bahwakedaulatan Republik Indonesia adalah di tangan rakyat. Ketentuanini berlainan dengan UUD 1945, UUDS 1950 dengan khususmenentukan bahwa kedaulatan rakyat itu dilakukan oleh Pemerintahbersama dengan DPR. Paham ini tidak terdapat dalam Konstitusi RIS1949. Menilik konsep demikian, maka menurut Ismail Suny, bahwaUUDS 1950 tidak menganut teori Jean Bodin, yang menyatakan bahwakedaulatan itu bulat tak boleh dipecah-pecah, tetapi sebaliknyamenganut secara tegas prinsip ‘kedaulatan yang dapat dibagi-bagi’[divided sovereignty].29 Walaupun secara samar-samar dinyatakan,bahwa kedaulatan yang bersifat politik [political sovereighty] diletakkandi tangan rakyat dipisah dalam dua bagian kekuasaan, yaitu legislatifdan eksekutif.

Prinsip-prinsip Sistem Ketatanegaraan yang tercantum dalamUUDS 1950 Negara Kesatuan antara lain:

(1) Penghapusan senat;(2) DPR Sementara terdiri atas gabungan DPR RIS dan Badan

Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat;(3) DPRS bersama-sama dengen Komite Nasional Pusat disebut

Majelis Perubahan Undang-Undang Dasar dengan hakmengadakan perubahan dalam UUD baru;

28 Ibid., h. 8929 Ibid., h. 123­124

Page 36: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

21

(4) Konstituante terdiri dari anggota-anggota yang dipilih melaluiPemilu.

2.1.3. Sistem Ketatanegaraan Indonesia BerdasarkanUUD 1945 setelah Perubahan

Dalam perspektif pembagian kekuasaan, prinsip kesederajatandan perimbangan kekuasaan itu tidak bersifat primer. Karena itu,dalam UUD 1945 pra amandmen tidak diatur pemisahan yang tegasdari fungsi legislatif dan eksekutif. Dalam sistem ketatanegaraanmenurut UUD 1945 pra-amandemen, fungsi utama DPR lebihmerupakan lembaga pengawas daripada lembaga legislasi dalam artisebenarnya.

Dalam perjalanannya sistem ketatanegaraan Indonesiamengalami perubahan yang sangat mendasar sejak adanyaamandemen UUD 1945 yang dilakukan MPR pada tahun 1999 hingga2002. Perubahan tersebut dilatarbelakangi adanya kehendak untukmembangun pemerintahan yang demokratis dengan checks and bal­ances yang setara dan seimbang di antara cabang-cabang kekuasaan,mewujudkan supremasi hukum dan keadilan, serta menjamin danmelindungi hak asasi manusia.30

Dalam kelembagaan negara, salah satu tujuan utama amandemenUUD 1945 adalah untuk menata keseimbangan (check and balance)antar lembaga negara. Hubungan itu ditata sedemikian rupa sehinggatidak terjadi pemusatan kekuasaan pada salah satu institusi negarasaja. Apalagi, the central goal of a constitution is to create the preconditionfor well­functioning democratic order. Dengan penumpukan kekuasaanpada satu institusi negara, kehidupan ketatanegaraan yang lebihdemokratik tidak mungkin diwujudkan.

Bentuk nyata dari perubahan mendasar hasil amandemen UUD1945 adalah perbedaan yang substansial tentang kelembagaan negaramenurut UUD 1945 Hasil Amandemen dengan UUD 1945, terutamayang menyangkut lembaga negara, kedudukan, tugas, wewenang,hubungan kerja dan cara kerja lembaga yang bersangkutan.

30 Mahkamah Konstitusi, Cetak Biru: Membangun Mahkamah Konstitusi sebagaiInstitusi Peradilan Konstitusi yang Modern dan terpercaya, Jakarta: MahkamahKonstitusi, 2004, h. 3

Eksistensi Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 37: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

22

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

Berkaitan dengan sistem ketatanegaraan perubahan pertama dankedua UUD 1945, prinsip pemisahan kekuasaan secara horisontaljelas mulai dianut olen para perumus Perubahan UUD sepertitercermin dalam perubahan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1)sampai ayat (5).

Menurut Jimly Asshiddiqie, bahwa prinsip anutan pahampemisahan atau pembagaian kekuasaan ini penting untuk dijernihkankarena pilihan di antara keduanya akan sangat mempengaruhimekanisme kelembagaan negara secara keseluruhan, terutama dalamhubungannya dengan penerapan prinsip checks and balances antaralembaga-lembaga tinggi negara, termasuk dengan fungsi kekuasaankehakiman, dengan keberadaan MPR sebagai lembaga tertingginegara, dan bahkan dengan format dan prosedur penyusunanperaturan perundang-undangan.31

Secara kronologis substansi pengaturan kelembagaan negaradalam perubahan UUD 1945 adalah sebagai berikut; perubahanpertama UUD 1945 memuat pengendalian kekuasaan Presiden dantugas serta wewenang Dewan Perwakilan Rakyat [selanjutnya disebutDPR] dan Presiden dalam hal pembentukan undang-undang.Perubahan kedua UUD 1945 menata ulang keanggotaan, fungsi, hak,maupun cara pengisiannya. Perubahan ketiga, membahas ulangkedudukan dan kekuasaan MPR, jabatan Presiden yang berkaitandengan tata cara pemilihan dan pemilihan secara langsung,pembentukan lembaga negara baru meliputi Mahkamah Konstitusi[MK], Dewan Perwakilan Daerah [DPD], dan Komisi Yudisial [KY]serta pengaturan tambahan Badan Periksa Keuangan [BPK]. Danperubahan keempat UUD 1945, meliputi keanggotaan MPR, pemilihanPresiden dan Wakil Presiden tahap kedua dan kemungkinan Presiden/Wakil Presiden berhalangan tetap, serta kewenangan Presiden.

2.1.4. Konsep Pembagian Kekuasaan NegaraKonsep pembagian kekuasaan negara, karena dari konsep

pembagian kekuasaan tersebut akan dapat diketahui dan digambarkanesensi pembagian kekuasaan dan batas-batas kekuasaan dari masing-masing lembaga negara, baru kemudian akan dibahas tentangeksistensi Polisi dalam konsep tersebut. Sebagai illustrasi terlebih

31 Jimly Asshiddiqie, Op. Cit., h. 12

Page 38: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

23

dahulu akan dikemukakan secara singkat proses terbentuknya suatunegara dan perlunya ada pembagian kekuasaan, yang secara teoritiskonsep pembagian kekuasaan ditujukan untuk kepentingankelangsungan dan tujuan dibentuknya suatu negara.

Dilihat dari proses terbentuknya suatu negara tidak dapatdipisahkan dari faktor kepentingan dan keinginan dari sekelompokmanusia yang tumbuh karena adanya hubungan intar sesama manusiauntuk membentuk negara. Oleh karena itu negara yang dibentukmerupakan suatu organisasi yang terdiri dari kelompok manusia yangterpolakan untuk mencapai tujuan tertentu, antara lain usaha untukmewujudkan dan menjamin kebahagiaan atau kesejahteraan lahir danbatin bagi anggota organisasi atau rakyatnya.

Usaha dimaksud dijalankan melalui penetapan suatu kekuasaanatau kewenangan untuk memfungsikan organisasinya dalammewujudkan tujuannya, sehingga proses mempolakan secara tetaphubungan antar manusia dimaksud disebut sistem politik suatunegara, yang oleh Robert Dahl dikatakan bahwa “A political system isany persistent pattern of human rela­tionships that involves to a significantextent, power, rules or authority”,32 yang mencakup:

a. Pola yang tetap dari pada hubungan antar manusia;b. Yang melibatkan sesuatu hal luas yang berarti tentang

kekuasaan, aturan-aturan kewenangan.33

Sistem hubungan di atas dilembagakan melalui peraturan-peraturan, dan di dalamnya ditetapkan adanya lingkungan kekuasaandan lingkungan wewenang. Sehingga dikatakan oleh Sri Soemantri,bahwa Negara adalah sebagai organisasi kekuasaan, oleh karena itudi dalam setiap organisasi yang bernama negara selalu kita jumpaiadanya organ atau alat kelengkapan yang mempunyai kemampuanuntuk memaksa kehendaknya kepada siapapun juga yang bertempattinggal dalam wilayah kekuasaannya.34

Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat J.H.A. Logemannyang mengatakan bahwa negara adalah organisasi kekuasaan (machtsorganisatie) Dikatakan demikian karena dalam setiap negara akan selalu

32 Robert Dahl dikutip oleh Sri Soemantri, dalam Sistem­Sist Pemenntahan Negara­Negara Asean, Transito, Bandung, 1976, h. 2

33 Sri Soemantri, ibid 5 Ibid, h.334 Ibid, h.3

Eksistensi Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 39: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

24

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

terdapat adanya pusat-pusat kekuasaan baik yang terdapat dalam su-pra struktur politik maupun yang terdapat dalam infra struktur politik.Pusat-pusat kekuasaan tersebut jelas mempunyai kekuasaan ataukemampuan memaksakan kehendak kepada pihak lain ataumempunyai kemampuan mengendalikan pihak lain. Bagaimanapunkecilnya setiap kekuasaan cenderung disalahgunakan oleh yangmemegang kekuasaan. Oleh karena itu mereka yang terlibat dalamusaha berdirinya negara mencari jalan keluar dengan cara bagaimanapenyalahgunaan kekuasaan tersebut dapat dibatasi dan dicegah.35

Jika ditinjau dari aspek kekuasaan, Negara adalah sebagaiorganisasi kekuasaan dengan suatu pemerintahan pusat, yang jugadisebut negara dalam arti formil. Negara dalam arti formil inimengandung makna negara sebagai pemerintah (staat­overheid)36 yangmemiliki kekuasaan untuk memerintah dalam suatu negara ataudaerah negara. Dengan demikian untuk pemeliharaan danpengembangan tata tertib masyarakat, negara atau pemerintah diberikekuasaan oleh masyarakat yang berada di lembaga sentral (pusat).

Peraturan-peraturan yang dipolakan dan di dalamnya adaketetapan tentang kekuasaan atau tugas dan wewenang tersebut,selain untuk memberikan batas terhadap tindakan negara ataupemerintah, juga untuk memberikan legalitas bagi negara sebagaipemegang kekuasaan untuk memerintah kepada rakyat ataumasyarakatnya, sehingga akan tampak jelas batas kekuasaan atautugas dan wewenang negara sebagai pemerintah dan rakyat ataumasyarakat sebagai pihak yang diperintah, atau batas-batas kekuasaanlembaga-lembaga pemerintahan. Kekuasaan negara atau kekuasaanpemerintah dilaksanakan melalui lembaga-lembaganya atau organ-organ yang terstruktur dalam organisasi negara dengan sistempemerintahan yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan pembentuknegara.

Kekuasaan dimaksud dapat meliputi ruang, waktu, barang danmanusia, akan tetapi pada gilirannya kekuasaan tersebut ditujukanpada diri manusia, khususnya kekuasaan pemerintahan dalam negara,sehingga negara dalam menjalankan pemerintahannya memiliki

35 Sri Soemantri, M, Sistem Kontitusi dalam Pembatasan Kekuasaan dalam JurnalHukum dan Kekuasaan editor: Dahlan Thaib dan Mila Karmila Adi, FakHukum UII Yogyakarta, Cetakan 1,1998, h.91-92

36 F. Isjawara, Pengantar IlmuPolitik, Dhewantara, Bandung, 1964, h.82

Page 40: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

25

otoritas kekuasaan atau kewenangan. Otoritas dalam arti hak untukmemiliki legitimasi kekuasaan, dan kewenangan dalam arti hak untukditaati. Oleh karena negara sebagai suatu kekuasaan yangdilembagakan, maka pemerintahan suatu negara tidak hanya tampakbagaikan kenyataan memiliki kekuasaan, akan tetapi juga mempunyaihak untuk menguasai.37

Kekuasaan dimaksud berasal dari beberapa sumber, antara lainbersumber dari legitimate power (pengangkatan coersive power(kekerasan), expert power (keahliah), reward power (pemberian), rev­erent power (daya tarik), information power (komunikasi), dan connec­tion power (hubungan/relasi).38 Sedangkan kewenangan berasal daritradisi, berasal dari Tuhan, dari kualitas pribadi sang pemimpin, berasaldari peraturan perundang-undangan yang mengatur prosedur dansyarat-syarat menjadi pemimpin pemerintahan, dan berasal darisumber yang bersifat instrumental seperti keahlian dan kekayaan.39

Dari sumber-sumber kekuasaan dimaksud dapat ditarikpemahaman, bahwa kekuasaan dapat lahir dari suatu pemaksaandalam arti kekerasan dan dari kepercayaan rakyat. Kekua-saan yanglahir dari pemaksaan akan cenderung otoriter dan tidak demokratis,dan kekuasaan yang demokratis adalah kekuasaan yang diperoleh darikepercayaan rakyat. Menurut pendapat Soewoto Mulyosudarmobahwa kekuasaan pemerintah harus dilaksanakan secarabertanggungjawab, karena kekuasaan itu lahir dari suatu kepercayaanrakyat. Kekuasaan yang diperoleh dari suatu lembaga yang dibentuksecara demokratis, adalah logis harus dipertanggungjawabkan kepadarakyat.40 Doktrin ini hanya berlaku untuk kekuasaan dalam arti a realpower yang dilaksanakan oleh Presiden selaku kepala eksekutif.41

Dengan demikian kekuasaan yang lahir dari kepercayaan rakyatdimaksud sebagai kekuasaan yang demokratis, oleh karena itu perluditetapkan ke dalam suatu peraturan agar kekuasaan yang berasal

37 Inu Kencana Syafiie, Ilmu Politik, Rineka Cipta, Jakarta, 1997, h. 5438 JRP French & Bertran Raven dalam bukunya The Basic of Social Power

sebagaimana dikutip oleh Ralph Melvin Stogdill dalam bukunya Stoga Hand­book Leadership di kutip oleh Stepein Robein dalam bukunya i chology dikutipoleh Fred Luthan dalam bukunya Orghanizational Behavior dalam ibid.

39 Ramlan Surbakti, MemahamiIlmu Poltik, Gramedia, Jakarta, 1999, h. 86-8740 Soewoto Mulyosudarmo, Peralihan Kekuasaan Kajian Teoritis dan Yuridis Terhadap

Pidato Nawaksara, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,1997,h.l41 Ibid.

Eksistensi Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 41: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

26

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

dari kepercayaan itu dapat dipertanggungjawabkan oleh penguasanegara atau pemimpin negara.

Untuk mencegah timbulnya kekuasaan yang sewenang-wenangdan agar tidak ada dalam satu tangan (absolut) atau kelompok kecil(oligarki), maka kekuasaan negara harus dibagi-bagikan dandipisahkan satu sama lain serta perlu dibentuk badan-badan tertentuyang juga terpisah satu sama lain (scheiding van organen), sehinggatidak ada campur tangan antara badan-badan itu di dalammelaksanakan kekua-saan masing-masing.42

Pembagian kekuasaan negara melalui badan-badan tertentudimaksud dilaksanakan dengan suatu sistem yang disebut sistempembagian kekuasaan, sebagaimana diungkapkan oleh Betram M.Gross, bahwa setiap organisasi apapun bentuk dan namanya adalahsuatu sistem yang memungkinkan setiap orang dapatmengembangkan kekuasaannya untuk berbuat sesuatu atau tidakmelakukan sesuatu. Setiap man-ager, atau administrator ataupemimpin adalah seorang yang diharapkan melaksanakan beberapajenis kekuasaan di dalam atau atas suatu organisasi,43 yang kadangkalakepemimpinan ini diartikan sebagai pelaksanaan otoritas danpembuatan keputusan,44 maka agar keputusan-kepurusan penguasanegara atau melalui lembaga-lembaganya tidak mengarah dan menjadikeputusan yang otoriter, sistem pembagian kekuasaan merupakansuatu cara yang dapat mencegahnya, karena dari dominannyakekuasaan dapat menimbulkan beberapa akibat yang tendensinya dapatmerugikan masyarakat atau rakyat, yakni:45

1. Akan terjadi sistem birokrasi yang berbelit-belit danberkepanjangan.

2. Akan dapat terjadi arogansi pemerintah. Aparat pemerintahbukan lagi sebagai abdi masyarakat, akan tetapi sebaliknyamasyarakat yang harus melayani aparat pemerintah,

42 Moh Kusnardi dan Bintan R. Saragih, Susunan Pembagian KekuasaanMenurut Sistem Undang—Undang Dasar 1945, Gramedia Pustaka Utama,Jakarta, 1994, h. 31

43 Betram M Grosss dalam Miftah Thoha, Perilaku OrganisasiKonsep Dasar danPerilakunya, CV Rajawali, Jakarta, 1992, h. 254

44 Robert Dubin dalam ibid h. 25345 Muchsan, dalam makalahnya berjudul Pembatasan Kekuasaan Dalam Negara

Kesejahteraan dimuat dalam Jurnal Hukum dan Kekuasaan op.cit. h.109

Page 42: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

27

3. Kebebasan individu akan semakin sempit sebagai akibat semakinmeluasnya kebebasan dan kekuasaan pemerintah.

Oleh karena itu di dalam melakukan perubahan konstitusi, politikhukum yang digunakan sebagai dasar perubahan harusmemperhatikan beberapa hal antara lain:

a. pembatasan kekuasaan, mendistribusikan kekuasaan secaravertikal dan membagikan kekuasaan secara hori-zontal, untukmenghindari pemusatan kekuasaan disatu tangan;

b. mengatur pemberhentian pejabat publik dalam masa jabatan danakhir masa jabatan secara rinci;

c. mengubah kekuasaan yang sentralistik dan mengganti ke arahyang desentralistik;

d. meningkatkan peran DPR dalam melakukan pengawasanterhadap kekuasaan eksekutif dan peran DPR dibidang legislasi;

e. menjaga kekuasaan yang seimbang dengan menerapkanmekanisme check and balance system;

f. Menata kembali sistem peradilan dan pranata lunak untukmemulihkan kepercayaan pencari keadilan;

g. Membangun struktur perekonomian yang memberikan jaminanterhadap peningkatan kesejahteraan rakyat;

h. Memberikan perlindungan hak asasi manusia danmenghindarkan kehidupan ketatanegaraan yang diskriminatif.46

Sistem pembagian kekuasaan ini merupakan suatu pola untukmencegah terjadinya kekuasaan negara atau pemerintah berada padasatu tangan dan tidak adanya campur tangan antara badan-badandalam melaksanakan kekuasaaan masing-masing, karena masing-masing lembaga tidak boleh melampaui batas kekuasaaan yang sudahditentukan atau masing-masing lembaga tidak mau dicampurikekuasaannya, sehingga antar lembaga terdapat suatu perimbangankekuasaan. Untuk mencegah akibat dimaksud dan menujupemerintahan yang demokratis perlu dilakukan pembagian kekuasaanmelalui sistem Pembagian Kekuasaan Negara berdasarkan konstitusi.

46 Soewoto Mulyosudarmo, Refleksi Hukum terhadap Putusan Sidang Umum MPR1999 dan Sidang Tahunan MPR 2000 dimuat dalam Analisis CSIS Tahun XXX/2001 No.l h.87

Eksistensi Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 43: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

28

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

Pembagian kekuasaan ini merupakan teori modifikasi dari teoripemisahan kekuasaan, karena pemisahan kekuasaan tidak bisaditerapkan secara konsisten.

Dasar pemikiran “pemisahan kekuasaan” (separation of power)ini dicetuskan oleh John Locke, yang pada tahun 1690 yang menulisbuku berrjudul “ Two Treatises on Civil Government’. Dalam bukudimaksud John Locke membicarakan bahwa kekuasaan tiap-tiap negaradipisahkan ke dalam tiga kekuasaaan, yakni kekuasaan legislatif,kekuasaan eksekutif dan kekuasaan federatif. Kekuasaan legislatifsebagai kekuasaan negara untuk membuat undang-undang;kekuasaan eksekutif, sebagai kekuasaan melaksanakan undang-undang; dan kekuasaaan federatif, sebagai kekuasaan negara yangmeliputi kekuasaan mengenai perang dan damai, membuatperserikatan dan aliansi serta segala tindakan dengan semua orangdan badan-badan di luar negeri.

Ide pemisahan kekuasan dari John Locke ini dilandasai fiksifilsafatnya terhadap manusia dan digali dari hak kodrat manusia yangmerumuskan manusia sejak lahir telah memiliki hak kodrat sebagaihak alamiah atau hak asasi, yakni hak hidup, hak milik, hak kebebasandan kemerdekaan. Untuk melindungi properti mereka kemudianmanusia mengadakan suatu original agreement dengan maksud supayahak-hak dasar setiap individu akan dapat dilindungi secara lebih baik.Hak-hak ini tidak bisa diganggu, dihapuskan dan dilanggar olehsiapapun, maka dengan terbentuknya suatu negara dan adanyapenguasa, hak-hak ini tidak ikut diserahkan kepada negara ataupenguasa.

Menurut John Locke justru negara diminta untuk melindungidan menjamin hak-hak dasar manusia. Negara tidak diperkenankanmelanggar apalagi mengurangi hak-hak dasar yang diperjanjikan itu.Wewenang negara hanya terbatas pada hal-hal yang diperjanjikan,dan kekuasaan negara dibatasi seminimal mungkin dan tidak lagimutlak, bahkan sebaliknya setiap individu diberikan kemerdekaan dankebebasan yang besar.47 Oleh karena itu ketika collectiviteitmenyerahkan kekuasaan kepada raja, maka raja harus berjanji bahwaia akan menjunjung tinggi hak-hak dasar. Meskipun demikian masih

47 S.F. Marbun, Peradilan AJministrasi Negara dan Upaya Administrasidi Indone­sia, Liberty, Yogyakarta, 1997, h. 7

Page 44: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

29

ada kemungkinan raja akan bertindak sewenang-wenang. Untukmencegah hal itu, maka John Locke memandang perlu untukmengadakan pemisahan kekuasaan, yaitu badan-badan legislatif,eksekutif dan federatif tersebut. Jadi pemisahan kekuasaan tujuannyaialah untuk memperkuat perlindungan terhadap hak-hak dasar dandengan perkataan lain grondrechten dan scheiding van machten terdapathubungan erat.48

Pendapat Jonh Locke ini mempunyai implikasi yang sangat luaskhususnya dalam perkembangan sejarah ketatanegaraan, karenasecara prinsip membongkar teori-teori sebelumnya yang memberikankekuasaan mutlak dan tak terbatas kepada raja atau negara. John Lockemengantarkan babakan baru sejarah ketatanegaraan modern,khususnya mengenai pembatasan dan pemisahan kekuasaan negara,yang masing-masing diserahkan kepada legislatif, eksekutif danfederatif. John Locke menghendaki agar pembatasan dan pemisahanitu dijamin dalam sebuah konstitusi.49 Eksistensi konstitusi ini sebagaibagian dari hukum dasar yang harus diciptakan untuk mencegahterjadinya penyalahgunaan kekuasaan.

Teori pemisahan kekuasaan John Locke ini selajutnyadikembangkan oleh Mostesquieu yang merumuskan, bahwa setiappemerintah terdapat tiga jenis kekuasaan yang disebut sebagaikekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif dan kekuasa-an yudisiil.Kekuasaan legislatif sebagai kekuasaan pembuat undang-undang,kekuasaan eksekutif sebagai pelaksana undang-undang dankekuasaan yudisiil sebagai kekuasaan peradilan yang berdiri sendiri.Ide Montesquieu ini berbeda dengan John Locke, jika John Lockememasukkan kekuasaan yudikatif ke dalam kekuasaan eksekutif, akantetapi Montesquieu memasukkan kekuasaan federatif ke dalamkekuasaan eksekutif. Oleh Montesquieu kekuasaan federatifdisatukan dengan kekuasaan eksekutif dan kekuasaan mengadili(yudisiil) dijadikan kekuasaan berdiri sendiri, karena tujuanMontesquieu untuk memperkenalkan Trias Politica untuk kebebasanberpolitik (melindungi hak asasi manusia) yang hanya dapat dicapaidengan kekuasaan mengadili (lembaga yudisiil) yang berdiri sendiri.50

48 Djokosutono, KuliahUmuNegara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982, h.86-8749 Miriam Budiardjo, Dasar­Dasar Umu PoJ/t/A, Gramedia, Jakarta, 1988, h. 5250 Abu Daud Busroh, Ilmu Negara, PT Bumi Aksara, Jakarta, 2001,h.85

Eksistensi Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 45: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

30

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

Di dalam ajaran Montesquieu tersebut menginginkan adanyacheck and balances hubungan antar lembaga, yang masing-masinglembaga atau badan tidak boleh saling mencampuri dan melampauibatas kekuasaan yang sudah ditentukan, sehingga akan ada kekuasaanyang seimbang. Prinsip dalam “Trias Politica” tersebut di sampingkeinginan untuk mencegah adanya konsentrasi kekuasaan di bawahsatu tangan dan prinsip adanya check and balances, juga untuk mencegahadanya campur tangan antar badan, serta adanya kebebasan politik(political freedom).

Menurut Montesquieu ketiga jenis kekuasaaan itu haruslahterpisah satu sama lain, baik mengenai fungsi maupun mengenai alatperlengkapan (organ) yang menyelenggarakannya, terutama adanyakebebasan kekuasaan yudisiil, karena kemerdekaan hanya dapatdijamin jika ketiga kekuasaan tersebut tidak dipegang oleh satu or-ang atau badan, tetapi oleh tiga orang atau badan yang terpisah. Pokokdari ajaran Montesquieu menginginkan jaminan bagi kemerdekaanindividu terhadap tindakan sewenang-wenang dari penguasa. Hal ituhanya mungkin tercapai jika diadakan pemisahan secara mutlak antaraketiga kekuasaan tersebut.51

Ajaran Trias Politica tersebut sebagai suatu prinsip normatifbahwa kekuasaan-kekuasaan (function) sebaiknya tidak diserahkankepada orang yang sama untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaanoleh pihak yang berkuasa. Dengan demikian diharapkan hak-hak azasiwarga negara lebih terjamin. Teori John Locke dan Montesquieu padataraf itu ditafsirkan sebagai pemisahan kekuasaan (separation of power).Pandangan Monstesquieu dimaksud dijelaskan oleh Jones, sebagaiberikut:

“There can no be liberty when the legislative and executive powers arejointed in the same persons or body of lords, because it to be feared that themonarch or body will make tyrannical laws to be administered in tyrannicalway. Nor is there any liberty if the judicial power is not separated from thelegislative and executive power”.52

51 Miriam Budiardjo, op.cit, h.152-15352 Jones dalam Soewoto Mulyosudarmo, Peralihan Kekuasaan Kajian Teoritis dan

Yuridis TerhadapPidato Nawaksara, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997,h.26-27

Page 46: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

31

Dari kutipan tersebut ada 3 hal yang dapat diuraikan, yaitu:1. Montesquieu memiliki latar belakang kehidupan sosial dan politik

yang tertekan, oleh karena itu yang dicita-citakan adalah bentukmasyarakat yang bebas (liberty). Pendambaan masyarakat yangbebas adalah wajar, karena Montes-quieu hidup di bawahkekuasaan Raja Lodewijk XIV yang memerintah secara absolut.

2. Jalan yang harus ditempuh untuk mencapai masyarakat yang bebasadalah bahwa kekuasaan legislatif harus dipisahkan dari kekuasaaneksekutif. Oleh Montesquieu tidak dibenarkan jika kedua fungsiitu berada di satu or-ang atau badan. Suatu badan atau orang yangmendapatkan kepercayaan memegang kekuasaan legislatif daneksekutif, dikhawatirkan akan melaksanakan pemerintahan tirani.Kekuasaan tirani diberi ciri pembuatan dan pelaksanaan hukum ditangan seorang atau suatu badan yang beranggotakan kaumbangsawan.

3. Jalan kedua yang harus ditempuh adalah bahwa kekuasaan judisiilharus dipisahkan dari fungsi legislatif. Hal ini dimaksudkan agarhakim dapat bertindak secara bebas dalam memeriksa dan memutusperkara.53

Konsep pemisahan kekuasaan Montesquieu dimaksud jikadihadapkan pada negara negara yang sedang berkembang dan sedangbergulat dengan permasalahan sosial, ekonomi yang cukup komplek,maka eksekutif telah banyak mengatur hampir semua aspek kehidupanmasyarakat, lebih-lebih dengan berkembangnya konsep negarakesejahteraan (welfare state) yang menuntut tanggungjawabpemerintah untuk mensejahterakan rakyatnya yang mengharuskanperkembangan ekonomi dan sosial diselenggarakan secaramenyeluruh, sehingga satu badan tidak bisa hanya diserahi satufungsi.

Oleh karena itu fungsi kenegaraan sudah melebihi dari tigakekuasa-an yang dirumuskan oleh Montesquieu. Kekuasaan eksekutiftidak lagi hanya sebagai pelaksana undang-undang yang diterima darilegislatif, akan tetapi ikut bergerak aktif di bidang legislatif sepertimembuat rancangan undang-undang, membuat Keputusan Presiden(Keppres), Peraturan Menteri (Permen) dan Iain-lain. Sehingga Trias

53 Soewoto Mulyosudarmo, ibid.

Eksistensi Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 47: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

32

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

Politica dalam arti “pemisahan kekuasaan” sudah tidak dapatdipertahankan lagi dan cenderung ditafsirkan, bahwa “Trias Politica”tidak lagi sebagai “pemisahan kekuasaan” (separation of power) tetapisebagai “pembagian kekuasaan” (division of power) yang diartikanhanya fungsi pokoklah yang dibedakan menurut sifatnya sertadiserahkan kepada badan yang berbeda (distinct hands), dan untukselebihnya kerjasama di antara fungsi-fungsi tersebut tetap diperlukanuntuk kelancaran organisasi.54

Walapun ajaran Montesquieu tersebut ditentang oleh IvorJennings, akan tetapi pada kenyataannya Ivor Jennings juga tetapmenghendaki adanya pemisahan kekuasan yang menurutnyakekuasaan dipisahkan menjadi dua pengertian, yang meliputipemisahan kekuasaan dalam arti materiil dan pemi-sahan kekuasaandalam arti formil. Pemisahan kekuasaan dalam arti materiil, yakniapabila pembagian kekuasaan itu dipertahankan dengan tegas dalamtugas-tugas (fungsi-fungsi) kenegaraaan yang secara karakteristikmemperlihatkan ada-nya pemisahan kekuasaan itu kepada tiga bagian,yakni legislatif, eksekutif dan yudisiil. Sedangkan pemisahankekuasaan dalam arti formil, apabila pembagian kekuasaan itu tidakdipertahankan dengan tegas. Dengan demikian dapat disimpulkanbahwa pemisahan kekuasaan dalam arti materiil disebut “pemisahankekuasaan” (separation of power), sedangkan dalam arti formil disebut“pembagian kekuasaan” (division of power).55

Konsep ajaran “trias politica” yang dikembangkan olehMontesqueu di atas, jika dikaitkan dengan pengertian pemerintahanyang dikutip oleh Kuntjoro Purbopranoto masuk pada pemerintahandalam arti luas yang meliputi tiga kekuasaan, yakni: pembentukanundang-undang (la puissance legislative), pelaksana (la puissance execu­tive) dan peradilan (la puissance juger). Sedangkan menurut rumusanVan Vollenhoven dengan teorinya yang dikenal “catur praja”,Pemerintahan dalam arti luas {bewindvoering atau regeren) meliputiempat kekuasaan, yakni: membuat peraturan (regel­geven),pemerintah/pelaksana (bestuur), peradilan (recht­spraak), dan polisi(politie). Konsep tentang arti pemerintahan secara luas dari Van

54 Freiedrich dalam Miriam Budiardjo, op.cit, h. 15555 Sir Ivor Jennings, The Law and the Constitution, London, 1956, h. 22 dan 267,

dikutip oleh Ismail Suny dalam Pembagian Kekuasaan Negara,Aksara Barn,Jakarta, 1985, h. 3-4

Page 48: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

33

Vollenhoven tersebut memberi warna dan pengaruh dalampembidangan Hukum Tata Pemerintahan, dengan membagi menjadiempat bidang yang meliputi: hukum keprajaan (bestuursrecht), hukumkepolisian (politie­recht), hukum peradilan (justitierechf), dan hukumperundang-undangan (regelaarsrechf).

Di dalam teori “catur praja” memunculkan adanya pembagiankekuasan di dalam menjalankan pemerintahan atau negara, danmenempatkan kekuasan polisi (kepolisian) dalam suatu kekuasaantersendiri di luar kekuasaan eksekutif. Munculnya konsep ini, karenatugas dan tujuan pemerintah atau negara tidak lagi hanya membuatdan mempertahankan hukum dan tidak hanya melaksanakan undang-undang atau merealisir kehendak negara, akan tetapi menjadi lebihluas, yaitu untuk menyelenggarakan kepentingan umum, artinyasuatu negara dijalankan oleh alat pemerintahan (bestuur­orgaan) yangmeliputi badan pemerintah yang diberi kewenangan oleh undang-undang untuk bertindak atas nama nega-ra atau pemerintah, danbadan pemerintahan sebagai satu kesatuan hukum yang dilengkapikewenangan untuk memaksa.

Teori “catur praja” tersebut selanjutnya ditegaskan dandikembangkan oleh Stelinga menjadi “panca praja” yang mengarahpada pemahaman hukum administrasi, yang meliputi Hukum TataPemerintahan dari rumusan Van Vollenhoven ditambah denganHukum Tata Pemerintahan untuk Warganegara {administrative rechtvoor de burgers). Dengan demikian Stelinga pun sependapat denganVan Vollenhoven, bahwa lembaga politie (kepolisian) sebagai badanatau lembaga berdiri sendiri secara fungsional dengan dilengkapi alatkewenangannya.

Menarik teori “catur praja” dari Van Vollenhoven tersebut, badanatau lembaga Polisi (Kepolisian) sebagai salah satu lembaga dalampemerintahan atau negara yang memiliki kekuasaan tersendiri,terpisah dengan lembaga pembuat undang-undang, pelaksana undang-undang maupun peradilan. Dengan demikian menurut VanVollenhoven dan Stelinga menempatkan lembaga polisi tidak dalamsatu lembaga eksekutif atau pelaksana undang-undang danmerupakan suatu lembaga yang terpisah dengan yang lain sertamemiliki kekuasaan tersendiri.

Beranjak dari konsep pembagian kekuasaan dengan pendekatanpada teori Van Vollenhoven dan Stelinga, lembaga polisi sebagai fungsi

Eksistensi Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 49: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

34

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

maupun sebagai bagian dari lembaga dalam pemerintahan yang jugamemiliki kekuasaan dapat dikaji eksitensinya dalam suatupemerintahan negara, di samping lembaga-lembaga yang lain, yaknilembaga eksekutif, legislatif maupun yudisiil.

Lembaga Polisi dalam konsepnya lahir dari adanya fungsikepolisian yang telah ada dalam masyarakat, karena kepentingan dankebutuhan untuk terpeliharanya dan terjaganya rasa aman, tenteram,keteraturan dan ketertiban dalam kehidupan masyarakat. Oleh karenaitu, membahas Polisi baik sebagai fungsi maupun organ atau lembaga,tidak dapat dilepaskan dari konsep pemikiran tentang adanyaperlindungan hukum bagi rakyat, karena dalam perspektif fungsimaupun lembaga Polisi memiliki tanggung jawab untuk melindungirakyat dari segala bentuk ancaman kejahatan dan gangguan yang dapatmenimbulkan rasa tidak aman, tidak tertib dan tidak tenteram.

Prinsip perlindungan hukum bagi rakyat ini menurut PhilipusM. Hadjon bersumber dari konsep tentang pengakuan danperlindungan terhadap hak-hak asasi manusia kare-na menurutsejarahnya di Barat, lahirnya konsep-konsep pengakuan danperlindungan hak-hak asasi manusia diarahkan kepada pembatasan-pembatasan dan peletakan kewajiban pada masyarakat danpemerintah.56 Pengakuan hak-hak asasi dalam arti, bahwa setiapindividu dan negara wajib mengakui, menghormati dan menjunjungtinggi hak-hak sesama individu dan hak-hak yang melekat pada setiapwarga negara, sedangkan perlindungan dalam arti, negaraberkewajiban untuk menjaga, menjamin dan mencegah adanyapelanggaran terhadap hak asasi.

Pembatasan dan peletakan kewajiban tersebut dimaksudkan, agarhak dan kewajiban warga negara dan pemerintah terinci secara jelas,sehingga dapat dirumuskan apa hak-hak dan kewajiban warga negaradan apa hak-hak dan kewajiban negara. Dengan demikian konteksperlindungan hukum bagi rakyat tertuju kepada hak (rights) rakyatyang harus dipenuhi oleh pemerintah atau negara yang merupakankewajibannya (duties).

Konsep perlindungan hukum ini merupakan salah satu fungsikepolisian, mengingat fungsi kepolisian berkaitan erat dengan adanya

56 Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Di Indonesia, Bina Ilmu,Surabaya, 1987, h. 38

Page 50: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

35

kewajiban masyarakat untuk mematuhi hukum dan kewajibanpemerintah untuk menjaga, memelihara, melindungi danmempertahankan hak-hak masyarakat melalui penegakan hukum.

Menelusuri eksistensi Polisi, jika kita kembali mencermati pemikiranpara filsuf Yunani Kuno, yang pada waktu itu telah berfikir mengenaifungsi dan organ kepolisian serta diperlukannya bagi warga negara, makaakan terlihat pada pemikiran Aristoteles dalam bukunya “Politeia” yangmengatakan, bahwa Negara Kota sebagai komune yang hidup dalamketeraturan. Di dalam keteraturan tersebut orang yang kuat melin-dungiyang lemah, dan semua orang diberikan hak untuk berpendapat. Bagipendapat yang banyak kemudian disepakati dan dijadikan kebijaksanaanbagi warga Negara Kota. Aturan-aturan tersebut yang kemudiandinamakan sebagai hukum. Untuk menindak dan mengingatkan bagiwarga negara yang tidak taat atau bahkan menentang aturan, makadiperlukan aparat yang mampu untuk menegakkan aturan-aturantersebut, yang kemudian lahir fungsi dan organ polisi.

Keteraturan yang ada dan dipertahankan dalam Negara Kota(Polis) tersebut sebagai konsekuensi berlakunya hukum kodrat bagiwarga negara, karena hukum kodrat dianggapnya sebagai akal buditertinggi, yaitu akal budi Illahi, hidup penuh keutamaan moral yanghadir dan terjelma dalam akal budi manusia. Manusia mempunyaikewajiban moral yang paling utama untuk menjaga danmempertahankan hidupnya sebagai suatu anugerah alam.57

Menurut hukum kodrat, bahwa kebebasan batin, hak atas namabaik dan hak privasi dan Iain-lain yang dianggap sebagai hak funda-mental harus dijaga dan dipertahankan, baik oleh setiap individumaupun kelompok, yang menurut pendapat Theo Huijbers, bahwa“sejak jaman klasik orang sudah mulai menyadari bahwa hukumharus mewujudkan keadilan. Karena kesadaran tentang tujuan hukumpada jaman tersebut telah tersusun prinsip-prinsip hukum tertentusebagai “hukum alam” atau “hukum kodrat”. Hukum kodratmenghormati manusia sebagai pribadi, sehingga manusia menjadisubyek hukum.58 Prinsip-prinsip yang terkandung dalam pengakuan

57 Marcus Tullius Cicero, De Finobus Bonorum et Malorum terjemahan Inggrisoleh H. Rackham dalam Sonny Keraf, Hukum Kodrat dan Teori Hak MilikPribadi, Kanisius, Yogyakarta, 1997, h. 18-19

58 Theo Huijbers, Filsafat Hukum, Cetakan Ke3, Kanisius, Yogyakarta, 1995,h.101

Eksistensi Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 51: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

36

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

manusia sebagai subyek hukum ini, pertama-tama dirumuskansebagai bagian integral tata hukum di Negara Inggris, yakni dalamrumusan “Magna Charta” (1215), kemudian dalam “The Virginia Billof Rights” (1776) dan Iain-lain.

Hukum dianggap sebagai salah satu kaidah yang terdapat dalammasayarakat, yang oleh Mac Iver dalam bukunya The Web of Govern­ment dikatakan bahwa di dalam masyarakat digambarkan sebagaisarang laba-laba (web) yang terdapat berbagai kaidah yang mengaturhubungan antar individu yang bertujuan untuk tercapainya kedamaian,ketertiban, dan kesejahteraan,59 serta dalam memenuhi kebutuhanagar tidak terjadi ekses-ekses akibat adanya benturan-benturan,terutama antara kepentingan-kepentingan yang saling berlawanan.60

Hukum kodrat itu tidak tertulis tetapi ditanggapi tiap-tiap orangsebagai hukum, karena menyatakan apa yang termasuk alam manusiasendiri, yakni kodratnya.61

Kodrat manusia ini tidak bisa dialihkan kepada siapa saja, kecualidikembalikan kepada Tuhan karena hak kodrat diperoleh dari Tuhan.Hak kodrat dikatakan sebagai hak fundamental yang meliputi hakuntuk hidup, hak kebebasan dan hak untuk memiliki, dirnana hak-hak dimaksud merupakan bagian dari hak asasi manusia. Konsep Barattentang hak asasi manusia menekankan eksistensi hak dan kebebasanyang melekat pada kodrat manusia dan statusnya pada individu. Haktersebut berada di atas negara dan di atas semua organisasi politikdan sifatnya mutlak dan tidak dapat diganggu gugat.62

Sikap perilaku dan keteraturan warga negara yang ada dalamnegara kota sebagai bentuk dan wujud adanya kehidupan sosial danindividual yang sadar dan taat pada aturan yang telah disepakati.Menurut Messner, bahwa hukum kodrat sama dengan prinsip-prinsipdasar bagi kehidupan dan individual,63 yang dibagi tiga macam, yakni:hukum kodrat primer yang mutlak; hak fundamental, yakni kebebasan59 Mac Iver dalam Lili Rasjidi, Filsafat Hukum Apakah Hukum Itu?, Remaja

Rusdhakarya, Bandung, Cet. Ke-6,1993, h. 3160 Lili Rasjidi, ibid.61 Theo Huijebers, op. cit, h. 8062 H. Gros Espiell, dalam Philipus M. Hadjon, op. cit, hal. 49, yang dikutip

dari H. Gros Espiell dalam bukunya “ The Evolving Concept of Human Rights:Western: Socialist and the Third World Approaches, dimuat dalam B.G. Ramcharan,ed., Human Rights: thirty years after the universal dec­laration, h. 49,50

63 Messner dalam Theo Huijbers, op. cit, h. 82

Page 52: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

37

batin, kebebasan agama, hak atas nama baik, hak atas privacy, hakatas pemikiran, hak untuk membentuk keluarga dan sebagainya; danhukum kodrat sekunder, yakni hak-hak yang diperoleh karenaberkaitan dengan situasi kebudayaan, umpamanya hak milik.64

Upaya untuk mempertahankan dan menjaga hak manusia sebagaihak kodrat dimaksud, agar tetap adanya kebebasan, ketertiban,keteraturan, dan privasi masing-masing individu tidak terganggudalam memenuhi kebutuhannya, sehingga tidak terjadi ekses-eksesakibat adanya benturan-benturan, terutama antara kepentingan-kepentingan yang saling berlawanan serta untuk mengatasi terhadapwarga negara yang tidak taat hukum, bahkan menentang aturan-aturan yang telah disepakati dalam kehidupan sosialnya, dibentukorgan polisi untuk menegakkan dan memeliharanya, sehingga hakpribadi tetap ada, kaidah dalam masyarakat tetap berlaku dan ditaatioleh setiap individu.

Polisi di sini sebagai kekuasaan untuk menegakkan danmenertibkan terhadap warga negara yang tidak taat dan menentangaturan. Dengan demikian pada hakekatnya Polisi ada karena adanyawarga negara yang tidak taat, bahkan menentang terhadap aturan-aturan yang telah disepakati oleh warga negara dan dianggap sebagaihukum. Sehingga organ polisi lahir karena adanya fungsi polisi yangharus menindak dan mengingatkan bagi warga negara yang tidak taatdan menentang aturan yang telah disepakati tersebut. Baru kemudiandibentuk organ atau lembaga polisi yang dibebani tugas untukmenegakkan aturan dimaksud.

fungsi Polisi semakin nyata terutama di bidang penegakan hukum(represif) dan bidang pencegahan atau pembinaan keamanan danketertiban masyarakat (preventif). Bahkan dalam fungsi-fungsi yang lainyang belum berjalan pun menjadi tugas polisi. Untuk mengefektifkanfungsi polisi saat itu dengan mencermati teori Trias Politica tentangpemisahan kekuasaan (legislatit, eksekutif dan yudisiil) yang diajarkanoleh Montesquieu dan kemudian dikembangkan oleh Van Vollenhovendengan teorinya yang terkenal “Catur Praja”, lembaga polisi telahdikeluarkan dari kekuasaan eksekutif dan sebagai kekuasaan tersendiri,yakni “politie”, yang memiliki fungsi pemeliharaan ketertiban,ketentraman, dan keamanan seseorang serta harta bendanya.

64 Ibid.

Eksistensi Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 53: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

38

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

Di dalam teori Negara Kepolisian ( police state) sebagai lawandari Negara Kesejahteraan (welfare state) dikatakan oleh RusadiKantaprawira, bahwa Negara Polisi pemerintah dengan jaringan-jaringannya melakukan kontrol yang ketat terhadap para warganya,baik dalam bidang kemasyarakat-an, ekonomi maupun politik.65

Pengertian negara polisi dimaksud adalah negara yangmenyelenggarakan kemakmuran dan keamanan atau perekonomian.Akan tetapi dalam penyelenggaraan negara tersebut diselenggarakansecara absolut, karena raja yang menentukan semuanya. Walaupunslogan dari Negara Polisi tersebut “kepentingan umum yang harusdiutamakan”, akan tetapi siapa yang menentukan mana kepentinganumum dan mana yang bukan adalah raja, bukan oleh orang yangberkepentingan atau rakyat.66

Pendapat lain Rusadi Kantaprawira, bahwa eksistensi polisi baruada apabila terlebih dahulu ada negara, seperti yang dicontohkan padaNegara Kota atau Polis di muka. Kemudian negara baru berjalanapabila ada pemerintah yang menjalankan aktifitas atau prosespemerintahan untuk mewujudkan tujuan negara (derzweck des states),sehingga harus tercipta keselarasan antara idea negara denganpemerintahan. Hal ini berawal dari konsep “politea” dan polis, istilahYunani Kuno yang ada dalam jaman para filsuf Socrates, Plato danArestoteles, yang kemudian berkembang konsep pengertian tentangpolitics, policy dan police.67 Dilihat dari uraian di atas organ Polisi timbuldari adanya fungsi polisi untuk menindak warganegara yang tidaktaat hukum, untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakatdalam arti membina dan memelihara keteraturan warga masyarakat.

Pada awalnya fungsi kepolisian ini sebagai bagian dari fungsinegara terutama bidang perlindungan, sebagimana dikatakan olehMac. Iver, bahwa fungsi negara itu dapat digolongkan atas fungsiketertiban, fungsi perlindungan dan fungsi pemeliharaan danperkembangan. Negara mempunyai fungsi perlindungan berupa:“penyelenggaraan fungsi kepolisian, menjamin hidup dan milik;penegakan dan perlindungan dari pada kewenangan-kewenangan yangditentukan menurut hukum; menegakkan dan memaksakan hak-hak

65 Rusadi Kantaprawira, dalam makalah ibid, h. 4-566 Azhary, Negara Hukum Indonesia, UI Press, Jakarta, 1995, h. 3467 Rusadi Kantaprawira, op at

Page 54: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

39

dan kewajiban-kewajiban yang ditentukan menurut hukum”.68 BahkanJ. Bool mempertegas dan mengatakan, bahwa tugas kepolisian itumeliputi seluruh usaha negara dan merupakan bagian penolak danperlindungannya. Dengan demikian di dalam deretan fungsi-fungsinegara selalu terdapat fungsi polisi.69

Kepolisian di masing-masing negara terbentuknya melalui prosesyang berbeda-beda, dipengaruhi oleh faktor sejarah, kondisi negarapada saat itu, kultur, ideologi dan konsep negara. Seperti eksistensiPolisi di Inggris, pada awalnya dibentuk untuk menghadapi perlawananyang kuat dari perbagai kepentingan politik dan falsafah yang memlikicakupan sangat luas. Oleh karena itu Charles Reith dalam bukunya“The Blind Eye of History” mengartikan Polisi dengan subtansi yangberbeda, yakni “Police in the English language came to mean many kind ofplanning for improving or ordering communal existence”,70 artinya polisisebagai tiap-tiap usaha untuk memperbaiki atau menertibkan tatasusunan kehidupan masyarakat.71

Di Jerman, polisi mengusahakan kesejahteraan, keamanan danpenolakan bahaya, bahkan meliputi seluruh pemerintahan negara. DiAmerika Serikat,72 polisi dilembagakan untuk mencegah dan menekanangka kejahatan yang terjadi dengan rasio sangat tinggi, sehinggapenampilan kerja kepolisian dinilai berdasarkan kriteria efektifitas,efisiensi dan kejujuran. Efektifitas dinilai, dalam segi apakah kepolisianmencapai tujuan mereka didirikan, antara lain peningkatan keamanandan ketentraman umum. Secara sederhana, ukuran efektifitas polisidituntut mengurangi kejahatan. Di sisi lain David H. Bayleymengatakan, bahwa Kepolisian Amerika diciptakan untuk menghadapimasalah pelaksanaan hukum yang sungguh-sungguh khas, seperti:

68 Mac. Iver, The Modern State, diterjemahkan oleh Martono, Ikhtiar, Jakarta,1965, h. 147

69 Mr. J. Bool, dalam Momo Kelana, Hukum Kepolisian, PTIK Jakarta, 1984,h.35-36

70 Soeparno Soeriaatmadja dalam Momo Kelana, op.cit, h. 1571 ibid, h. 1672 David H. Bayley, Police For The Future, Oxford University Press Inc New

York, 1994, disadur oleh Kunarto dan Ny. Khobibah M. Arief Demiyati,Cipta Manunggal, Jakarta, 1998, h. 129

Eksistensi Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 55: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

40

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

kerusuhan di daerah kota, keadaan mabuk, terutama di kalangankelompok emigran, perbuatan mengacau, pelacuran dan perjudian.73

Angkatan Kepolisian di negara bagian yang mulai dikembangkanpada awal abad ke-20 diciptakan untuk menegakkan hukum negarabagian yang diabaikan oleh komunitas setempat.74 Harapan dari rakyatAmerika, ialah supaya polisi menjadi pelaksana hukum yang penuhsemangat dan jujur. Polisi Jepang pada saat pendudukan Sekutu;Amerika Serikat), setelah Perang Dunia II diciptakan dengan tujuanuntuk mengubah orientasi politik rakyat Jepang, sehingga dilakukanpenyusunan kembali lembaga-lembaga kepolisian Jepang dengankepekaan terhadap tujuan-tujuan politik umum yang belum tercermindalam pembaharuan polisi di Amerika Serikat. Polisi Jepangdiharuskan menjadi salah satu dari berbagai proyek percontohan dalamdemokrasi.75

Dari pemikiran di atas dapat ditarik pemahaman secara umum,bahwa kepolisian adalah sebagai fungsi yang kemudian sebagai or-gan dan dilembagakan oleh negara karena eksistensinya diperlukanuntuk menjaga dan memelihara ketertiban, keteraturan dariwarganegara dan menegakkan aturan hukum dengan menindak ataumengingatkan bagi warga negara yang tidak mentaati atau menentangaturan yang telah disepakati, dan sebagai tujuan politik. Terciptanyasuatu keamanan, ketertiban dan keteraturan tersebut adalahmerupakan tugas negara, yang menurut Charles E. Merriam tugasnegara ada 5 (lima), yakni: external security, internal order, justice, wel­fare dan freedom.76 Dengan demikian polisi dibentuk dengan tugasmenjaga dan memelihara ketertiban kedalam (internal order).

Eksistensi Polisi dalam konsep pembagian kekuasaanmendekatkan pada teori “trias politica” dari Montesquieu, teori “caturpraja” dari Van Vollenhouven dan teori “panca praja” dari Stellinga diatas, hubungan lembaga Polisi dengan lembaga-lembaga lain yangberkaitan dengan tugas dan wewenang memiliki hubungan vertikaldan horizontal, yang oleh Philipus M. Hadjon dirumuskan, bahwa

73 David H. Bayley 2, Bangsa dan Polisi, dalam Citra­Citra Polisi, PenyuntingMochtar Lubis, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1988, h. 50-51

74 Bruce Smith, Police System in the United States (New York: Harper and Row,Second Edition, 1960) h. 147-154

75 David H. Bayley 2, op. cit. h. 5176 Charles E. Merriam dalam bukunya Systematic Politics disitir oleh ibid,h.37.

Page 56: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

41

hubungan institusi di tingkat pemerintahan secara vertikal dalambentuk pengawasan, kontrol, dan sebagainya, sedangkan hubunganhorizontal meliputi perjanjian kerjasama diantara para pejabat yangberada pada tingkat yang sama.77 Hubungan vertikal (pengawasan)dilaksanakan oleh badan-badan pemerintah yang bertingkat lebihtinggi terhadap yang lebih rendah, se-dangkan hubungan horizontal(kerjasama) adalah mengadakan perjanjian kerjasama denganlembaga-lembaga lain.78

Eksistensi kepolisian di Indonesia walaupun merupakankepolisian peninggalan penjajah, namun secara teoritis bermula darikebutuhan dan keinginan mayarakat untuk menciptakan situasi dankondisi aman, tertib, tenteram dan damai da-lam kehidupan sehari-harinya, namun kemudian berkembang sejalan dengan perkembangandan perubahan kondisi negara, dimana kepolisian menjadi kebutuhannegara sebagai alat negara untuk menghadapi masyarakat, di sinilahterjadi pergeseran fungsi kepolisian dari keinganan masyarakatmenjadi suatu keinginnan negara, sehingga terkonsep kepolisianberada pada pihak negara. Konsep ini di negara Indonesiabertentangan dengan filososi yang termanifestasi dalam Pancasila danPembukaan Undang-undang Dasar 1945.

Pancasila adalah merupakan landasan filosofis dalampenyelenggaraan kepolisian di Indonesia. Di dalam sila-sila Pancasilaterkonsep, bahwa hakekat Pancasila terdiri dari hakekat ketuhanan,kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Ketuhanan adalahkesusuaian dengan kahikat Tuhan, Kemanusasiaan kesusuaiandengan hakekat manusia, Persatuan kesesuaian dengan hakekat satu,Kerakyatan adalah kesesuaian dengan hakekat rakyat, dan Keadilanadalah kesesuaian dengan hakekat adil.

Hakikat dari masing-masing sila dalam Pancasila dikaitkatdengan penyelenggaraan kepolisian, bahwa bagi penyelenggarakepolisian bersikap taklim dan taat kepada Tuhan, artinya memuliakan,memandang teragung, tertinggi, terbahagia kepada Tuhan, dan patuh(menurut), bertaqwa (merasa takut), segan karena hormat (cinta)kepada-Nya oleh sebab itu soleh; melindungi dan menghormati hak-

77 Philipus M. Hadjon dkk, Pengantar Hukum Admnistrasi Indonesia (In­troductionto the Indonesian an Administrative Law), Gadjah Mada Uni-versity Press,Yogyakarta, Cetakan ke-empat, 1995, h. 74

78 ibid, h. 78

Eksistensi Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 57: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

42

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

hak dasar manusia; menjaga persatuan dan kestuan bangsa danmanyarakat; menghargai hak-hak demokrasi rakyat; dan bersikap adildalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Begitu jugasebagaimana terkandung dalam pokok pikiran alenia ke-IV PembukaanUUD1945 yang substansinya pemerintahan Negara Republik Indo-nesia melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darahIndo-nesia.

Dengan demikian Polri sebagai pelindung, pengayom dan pelayankepada masyarakat menjalankan amanat hakekat sila Kemanusiaandari Pancasila dan tujuan Negara Indone-sia. Butir-butir sila dalamPancasila dan tujuan Negara Republik Indonesia sebagaimana tersiratdalam alenia ke-IV Pembukaan UUD 1945 tersebut sebagai landasanfilosofis dan arah dalam penyelenggaraan kepolisian, agarpenyelenggaraan kepolisian di Indonesia tidak bertentangan dengancita hukum (recht idée) yang ada dalam negara hukum Indonesia.

2.2. Eksistensi Polri dalam Sistem KetatanegaraanIndonesia

2.2.1. Eksistensi Polri di Tengah Perubahan Ketatanegaraandan Pemerintahan di Indonesia

Dalam kurun waktu 1997-2002 kondisi ketatanegaraan danPemerintahan ditandai dengan instabilitas sosial, politik dan man, sertakrisis multidimensial yang terjadi di berbagai kehidupan bangsa dannegara yang pada gilirannya membuahkan dua kali pergantianPimpinan Nasional. Dalam kurun waktu ini telah terjadi dua kaliPemilihan Umum yaitu Pemilu 1997 Pemilu 1999 sehingga pada kurunwaktu 1997-2002 sebagai “Era Kebangkitan Demokrasi” atau “EraReformasi”. Pada sub bab ini diuraikan kondisi ketatanegaraan danpemerintahan di Indonesia dalam kurun waktu 1997-2000 danpengaruhnya terhadap institusi Polri. Uraian tersebut memuat empatbagian atau periode, yaitu: (1) Kondisi Pasca Pemilu 1997; (2) KondisiPasca Penyerahan Kekuasaan Orde Baru 21 Mei 1998; (3) KondisiPasca Pemilu 1999; dan (4) Kondisi Pasca Sidang Istimewa MPR- RIJuli 2001.79

79 Momo Kelana, Op. cit, h. 9.

Page 58: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

43

A. Kondisi Ketatenegaraan dan Pemerintahan Pasca Pemilu 1997Pasca pemilu 1997 kedudukan Polri berada satu atap dengan TNI

dalam satu kesatuan ABRI, legitimasi kekuasaan Orde Baru yangberupa Surat Perintah Sebelas Maret 1966 dan ditambah denganKetetapan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 serta Ketetapan MPRS No.XLIII/MPRS/1968 telah semakin kokoh dan dimantapkan melaluiPemilihan Umum Tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992 dan Pemilu1997. Pada setiap Pemilu tersebut, Golkar tampil sebagai pemenangdengan mayoritas tunggal (single majority). Kemenangan ituselanjutnya telah mengantarkan Golkar menjadi partai hegemonikyang kemudian bersama ABRI, menjadikan dirinya sebagai tumpuanutama Pemerintah Orde Baru untuk mendominasi semua prosespolitik di Indonesia.

Kondisi tersebut didukung secara konstitusional melaluipenerbitan Undang-Undang Bidang Pembangunan Politik, antara lain:1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum;2. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan

Golongan Karya;3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi

Kemasyarakatan.

Pasca Pemilu 1997 melalui Sidang Umum MajelisPermusyawaratan Rakyat RI Tahun 1997, Soeharto dipilih kembalimenjadi Presiden R.I untuk masa bakti 1997-2002 dengan mendapatdukungan terbesar dari Golkar dan ABRI. Dengan demikian makakonfigurasi politik tidak berbeda dengan kurun waktu sebelumnya,yaitu 1981-1984 yang mengandung ciri-ciri pemerintahan masihbersifat otoriter birokratis, patrimonialisme, dan integralistik.80

Kondisi seperti itu dapat terlihat dari peranan militer dalampemerintahan, dukungan para pemilik modal yang bekerja samadengan pemerintahan sehingga terjadi kolusi antara pengusaha danpenguasa, pengambilan keputusan dari atas (top down) tanpa haktawar menawar dari rakyat dan penonjolan penggunaan tindakanrepresif untuk mengontrol kegiatan yang tidak sejalan denganpemerintahan. Nuansa tersebut dengan sendirinya terefleksi dalamtindakan aparat keamanan dan penegak hukum termasuk Kepolisian

80 Berita, Golkar dan ABRI, Kompas, 31 Juli 1997, h. XII.

Eksistensi Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 59: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

44

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

Negara R.I. dengan merebaknya gejala krisis moneter yang kemudianmenjadi krisis ekonomi telah membawa kesenjangan dan kemundurantaraf hidup rakyat yang kemudian menimbulkan huru-hara dankerusuhan di berbagai daerah yang mencerminkan kurangberfungsinya tatanan dan pemerintahan, bahkan kemudianberkembang jadi krisis politik.81

Akumulasi dari berbagai krisis tersebut adalah terjadinya yanglebih parah yaitu krisis kepercayaan yang menghancurkan legitimasikekuasaan dan pemerintahan Orde Baru. Upaya Presiden untukmenampung aspirasi rakyat yang berkembang, dengan membentuk(Kabinet Reformasi serta Komite Reformasi Nasional tidak terlaksanakarena tidak mendapat dukungan yang cukup dari berbagai pihak(rakyat). Klimaksnya pada tanggal 21 Mei 1998, Soeharto menyatakanberhenti dari jabatan Presiden dan kemudian digantikan oleh WakilPresiden Bacharuddin Jusuf Habibie.82

Konfigurasi politik Orde Baru sampai dengan Pasca Pemilu 1997tidak demokratis atau cenderung otoriter dengan tumpuan kekuatanpada Presiden Soeharto, ABRI, Golkar dan Birokrasi. Terjadi pemusatankekuasaan pada satu tangan dengan dalih membangun stabilitasnasional sebagai prasyarat kelancaran pembangunan ekonomi. PeriodeOrde Baru (1966-1998) menampilkan konfigurasi politik non-demokratis. Dengan catatan, pada awal perjalanannya ada toleransibagi penampilan konfigurasi yang demokratis.83 berlangsung sangatotoriter dan represif, sehingga pemerintahan tidak berjalan secarademokratis. Pemilu yang dilaksanakan setiap lima tahun hanya sebagaiajang untuk melegitimasi kekuasaan dan pemerintahan yang tidakdemokratis tersebut. Hal itu terlihat dari adanya ketidakbebasan rakyatuntuk mendirikan partai politik dan menyampaikan aspirasi politiknya,salah satunya adalah monoloyalitas di kalangan pegawai pemerintah(PNS) kepada Golkar.

Sebagai kelanjutan dan proses perjalanan pemerintahan padarezim Orde Baru, dalam kurun waktu Pasca Pemilu 1997 masih tetapmenunjukkan ciri-ciri sistem pemerintahan yang tidak sesuai denganUndang-Undang Dasar 1945 yaitu menonjolkan intervensi pemerintah

81 Kunarto, Op. Cit, h. 31.82 Berita, Pengunduran Diri, H. M. Soeharto, Kompas, 21 Mei 1998, h. V.83 Moh. Mahfud, Masa Orde Baru, Jakarta, 1998, h. 17.

Page 60: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

45

dalam setiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara berdasar ataskekuasaan.84 Dominasi penyelenggaraan negara ada pada Presidensebagai pusat kekuasaan, sehingga menimbulkan ketidakseimbangankekuasaan antara Lembaga Tertinggi Negara dengan Lembaga TinggiNegara, khususnya antara MPR, DPR, MA dan Presiden.

Upaya untuk merombak sistem dan struktur pemerintahansebagaimana yang dianut UUD 1945 pada waktu itu “sangat dilarang”dan bahkan dianggap sebagai perbuatan mencederai konsensusnasional yang berupa tekad untuk tidak mengubah UUD 1945. Bahkanupaya untuk merombak sistem dan struktur pemerintahan sertagagasan amandemen UUD 1945 pada waktu itu dianggap sebagaiperbuatan melawan pemerintah atau subversif. Padahal, sistem danstruktur pemerintahan sebagaimana yang diatur UUD 1945 (sebelumamandemen) terbukti hanya menghasilkan Penguasa otoriter yangtertuju pada satu or-ang. Lembaga negara yang ada, mulai MPR, DPR,BPK, dan MA semuanya terkooptasi dan menjadi sub ordinat di bawahPresiden.

B. Kondisi Ketatenegaraan dan Pemerintahan Pasca 21 Mei1998.Pada masa ini Polri berperan penuh dalam pengamanan

Kamtibmas, dibantu unsur TNI, Polri dalam era ini masih satu atapdengan TNI, namun wacana perubahan kedudukan Polri keluar dariABRI mulai kuat di hembuskan baik melalui politik maupun media.Pada saat itu ada mumentum penting yaitu Bacharuddin Jusuf Habibiemenggantikan Soeharto sebagai Presiden RI setelah pada tanggal 21Mei 1998 Soeharto menyatakan berhenti dari jabatan Presiden.Legitimasi kekuasaan dan pemerintahan Habibie didasarkan padaUndang-Undang Dasar RI 1945 Pasal 8. Pro-kontra dan kontroversitentang keabsahan penyerahan kekuasaan tersebut terus berkembangyang semakin melemahkan kepercayaan rakyat terhadap pemerintahanHabibie. Kepercayaan rakyat terhadap pemerintahan Habibie semakinmenurun sehubungan dengan opsi Timor-Timur yang dilontarkanPresiden Habibie dan hasilnya adalah lepasnya Propinsi Timor Timurdari Indonesia, sehingga menambah permasalahan yang dihadapi olehbangsa dan negara.85

84 Berita, Golkar dan ABRI, Op. Cit, h. 10.85 Berita, Timor­Timur, Kompas, 1998, h. II

Eksistensi Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 61: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

46

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

Tuntutan agar pemerintahan segera diganti terus menguat seiringlemahnya legitimasi yang dimiliki oleh Presiden B.J Habibie. Makakemudian MPR melaksanakan Sidang Istimewa pada tahun 1998, yangsalah satu I keputusannya adalah percepatan Pemilu yang dilaksanakanpada 1999. Padahal, apabila mengacu pada Pasal 8 UUD 1945, sebagaipengganti Soeharto mestinya B.J Habibie menjabat sampai tahun 2002.Hanya saja karena kuatnya tuntutan rakyat agar pemerintahdireformasi, kemudian dilakukan percepatan penggantianpemerintahan melalui Pemilu tahun 1999 dengan menganut sistemmulti partai yang menghasilkan pemerintahan lebih demokratis.

Dalam pidato kenegaraan tanggal 15 Agustus 1998 PresidenHabibie menegaskan saat terjadinya pergantian kepemimpinannasional pada tanggal 21 Mei 1998 merupakan tonggak sejarahdimulainya Era Kebangkitan Demokrasi. Hak-hak untukmengeluarkan pendapat secara lisan maupun tertulis dibuka lebarsehingga memperbesar peluang keikutsertaan rakyat dalam kehidupanpolitik melalui organisasi politik dan atau organisasi kemasyarakatan.Dalam agenda reformasi tercacat antara lain percepatanpenyelenggaraan Pemilihan Umum 1999, dan penyelenggaraan sidangUmum MPR 1999.86 Demokratisasi salah satunya itandai denganmunculnya banyak partai peserta Pemilu 999, yang merupakan sesuatuyang mustahil pada masa Orde Baru.

Sistem pemerintahan pasca jatuhnya Orde Baru 21 Mei 1998diwarnai oleh beberapa paradigma baru yang membatasikemungkinan penyimpangan dari sistem pemerintahan negarasebagaimana ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar 1945.Paradigma baru tersebut termuat dalam beberapa ketetapan MPR danUndang-Undang 1945 Perubahan Pertama. Beberapa Ketetapan MPRtersebut adalah:1. Ketetapan MPR-RI Nomor XI/MPR/1998 tentang

Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,Kolusi dan Nepotisme.

2. Ketetapan MPR-RI Nomor XII/MPR/1998 tentang PencabutanKetetapan MPR-RI Nomor V/MPR/1998 tentang Pemberian Tugasdan Wewenang Khusus kepada Presiden/Mandataris MPR-RI.

86 Moh. Mahfud, Op. Cit, h. 18

Page 62: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

47

3. Ketetapan MPR-RI Nomor XIII/MPR/1998 tentang PembatasanMasa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.

4. Perubahan Pertama Undang-Undang Dasar 1945 antara laintentang:a. Kekuasaan membentuk undang-undang setelah perubahan

UUD menjadi kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 20ayat (1), yang sebelumnya merupakan kekuasaan Presiden(Pasal 5 ayat 1).

b. Pembatasan dan penegasan masa jabatan Presiden hanya duakali (Pasal 7).

c. Pelaksanaan sumpah jabatan Presiden dan Wakil Presiden (Pasal9 ayat 1 dan 2).

d. Peranan DPR dan Mahkamah Agung dalam memberikanpertimbangan kepada Presiden (Pasal 13 ayat (1) dan (2) danPasal 14 ayat 1 dan 2).

Supremasi hukum direncanakan melalui kebijakan reformasi dibidang hukum yang tidak hanya terbatas pada penyempurnaan saranadan prasarana, materi dan aparatur hukum tetapi juga berkaitandengan pembangunan budaya hukum dan menumbuhkan kesadaranhukum, sehingga terlihat adanya upaya untuk perwujudan supremasihukum dan penegakan hukum.87

C. Kondisi Ketatanegaraan dan Pemerintahan Pasca Pemilu1999Pasca pemilu 1999 kedudukan Polri sudah mulai berubah yaitu

keluar dari ABRI perubahan ini dimulai dari pendidikan Polri, sebutandalam pangkat serta perubahan doktrin kepolisian, dalam transisi inisecara adminitratratif Polri masih berada di bawah Dephankam, dansecara bertahap kegaiatan adminitrasi Polri berpindah ke Mabes Polri.Pada era ini pemilu 1999 dipersiapkan dalam waktu 2 (dua) tahunsetelah Pemilu 1997 dan menghasilkan pemerintahan yang dipilihsecara demokratis yang dipimpin oleh Abdurrahman Wahid sebagaiPresiden RI dan Megawati Soekarnoputri sebagai Wakil Presiden RI.Hasil Pemilu 1999 sebagai Pimpinan Nasional melalui Sidang UmumMPR Tahun 1999, dianggap lebih demokratis dan diakui legitimasinya

87 Berita, Supremasi Hukum pada era Reformasi, Kompas, 1998, h. I

Eksistensi Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 63: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

48

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

berdasarkan Undang-Undang Politik yaitu: (1) UU Nomor 2 Tahun1999 tentang Partai Politik; (2) UU Nomor 3 Tahun 1999 tentangPemilihan Umum; dan (3) UU Nomor 4 Tahun 1999 tentang Susunandan Kedudukan MPR-DPR-DPRD.

Secara resmi, legitimasi kekuasaan dalam pemerintahan PascaPemilu 1999 tertuang dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan RakyatRepublik Indonesia tentang Pengangkatan Presiden Republik Indone-sia dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indone-sia tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia. PemilihanPresiden dan Wakil Presiden masih dilakukan oleh MPR, tetapiprosesnya berjalan secara demokratis karena dilakukan melalui voting,tidak berdasarkan musyawarah-mufakat seperti yang biasa terjadi padaPemilihan Presiden dan Wakil Presiden pada masa Orde Baru. Hal inimenandakan bahwa kepemimpinan nasional pada masa tersebut lebihlegitimated dibanding pada masa pemerintahan Orde Baru.

Pemerintahan hasil Pemilu 1999 merupakan refleksi erademokratisasi dan reformasi dari sistem Orde Baru yang penuhkekangan dan arahan secara otoriter dengan peranan militeryangcukup dominan. Pasca Pemilu 1999, kebebasan untuk menyampaikanpendapat dan unjuk rasa merupakan bagian dari ciri demokrasi yangsemakin marak, walaupun dalam aktualisasinya seringkali masihdiwarnai oleh terjadinya pemaksaan kehendak dan kekuasaan yangjustru bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi.

Peranan DPR dalam pengawasan politik semakin intensif.Demikian juga dalam penggunaan hak inisiatif pembuatan undang-undang tidak lagi menjadi monopoli Pemerintah/Eksekutif, namunsecara konstitusional telah menjadi kekuasaan Dewan PerwakilanRakyat. Terjadi penguatan peran lembaga legislatif baik di Pusatmaupun daerah, sehingga mempunyai bargaining position terhadappemerintah (Eksekutif). Peran lembaga legislatif semakin menguat,tidak hanya sekedar sebagai stempel pemerintah seperti yang terjadipada pemerintahan Orde Baru. Terjadi pergeseran paradigma dalampenyelenggaraan pemerintahan oleh eksekutif dan legislatif, yakni dariexecutif heavy menjadi legislative heavy. Kontrol terhadap jalannyapemerintahan juga dilakukan oleh rakyat baik secara lisan maupuntulisan tanpa ditakuti bayang-bayang distigmasi sebagai pelakukejahatan penyebar kebencian atau melawan pemerintah seperti yangterjadi pada masa Orde Baru.

Page 64: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

49

Namun demikian aktualisasi demokrasi sering muncul dalambentuk yang berlebihan dan bersifat anarkhis sehingga menimbulkankerawanan dalam bentuk gangguan keamanan dan ketertibanmasyarakat yang harus dihadapi oleh Kepolisian Negara RI. Haltersebut disebabkan oleh sikap pemerintah yang memberikan toleransiterlalu jauh terhadap tindakan anarkhis, sehingga timbul kesanseolah-olah aparatur negara dan pemerintah tidak tegas dan tidak lagiberwibawa.88 Namun demikian secara demokratis MajelisPermusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah menyiapkan Garis-garis Besar Haluan Negara 1999-2004 yang dituangkan dalamKetetapan MPR-RI No. IV/MPR/1999.

Paradigma baru yang telah bergulir dalam era reformasi yangtermuat dalam berbagai Ketetapan MPR 1998 dan Undang-UndangDasar 1945 Perubahan Pertama, Pasca Pemilu 1999 terus berlanjutmelalui Ketetapan-ketetapan MPR-RI 2000 dan Perubahan KeduaUndang-Undang Dasar 1945 pada Sidang Tahunan MPR 2000.Beberapa Ketetapan MPR-RI tersebut antara lain:1. Ketetapan MPR-RI No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum

dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan.2. Ketetapan MPR-RI No. IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi

Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah.3. Ketetapan MPR-RI No. V/MPR/2000 tentang Pemantapan

Persatuan dan Kesatuan Nasional.

Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945 antara Bab XIIPertahanan dan Keamanan Negara Pasal 30 ayat (1) sampai denganayat (5) yang sangat relevan dengan status Kepolisian, KebijakanPenegakan Hukum dan Penyelenggaraan Fungsi Kepolisian(Pemolisian).89 Kemudian dilakukan reformasi hukum denganmerombak struktur dan mekanisme pengawasan lembaga peradilandengan mengubah Undang Undang Pokok Kekuasaan KehakimanNo. 14 Tahun 1970 menjadi UU No. 35 Tahun 1999 dan terakhirdengan UU No. 4 Tahun 2004. Pengawasan hakim tidak lagi dilakukansecara dualisme, tetapi berada pada satu atap di bawah MahkamahAgung sebagai lembaga peradilan tertinggi.

88 Kurnato, Op. Cit., h. 39.89 M. Khoidin dan Sadjijono, Menatap Wajah Polisi Kita, LaksBang PRESSindo,

Yogyakarta, 2005, 114.

Eksistensi Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 65: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

50

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

Di samping itu juga dilakukan perombakan struktur dan sistempemerintahan dari yang bersifat sentralisis ke arah sistempemerintahan desentralisasi. Pemerintah memberikan kewenangankepada Daerah dalam mengatur sebagian urusan rumah tangganyauntuk diatur tersendiri melalui sistem otonomi daerah. Lahirnya UUPemerintahan Daerah No. 22 tahun 1999 menggantikan UU No. 5tahun 1974 ternyata mampu memberikan kebebasan dan kemandirianDaerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Demikian puladalam pemilihan kepada daerah tidak lagi dilakukan berdasarkanpesanan Pemerintah Pusat, tetapi sepenuhnya dilakukan oleh DewanPerwakilan Rakyat Daerah, termasuk penilaian pertanggungjawabantahunan dan akhir masa jabatan kepala daerah, serta pemberhentiankepala daerah dilakukan oleh DPRD apabila melakukan penyimpanganatau pelanggaran hukum.

D. Kondisi Ketatanegaraan dan Pemerintahan Pasca SidangIstimewa MPR-RI Tahun 2001Pasca sidang istimewa MPR-RI 2001 pada masa ini kedudukan

Polri sudah benar- benar mandiri dan sudah terlepas dari ABRI, dankinerja Polri bertanggung jawab pada Presiden. Pemerintahan PresidenAbdurrahman Wahid sebagai hasil Pemilu 1999 berlangsung dari 20Oktober 1999 sampai 23 Juli 2001 (Ketetapan MPR-RI Nomor: VII/MPR/1999). Sidang Istimewa MPR-RI tanggal 23 Juli 2001 mencabutmandat Abdurachman Wahid selaku Presiden melalui Ketetapan MPR-RI Nomor II/MPR/2001, dan mengangkat Wapres MegawatiSoekamoputri sebagai Presiden dengan Ketetapan MPR-RI NomorIII/MPR/2001. Pencopotan Abdurrahman Wahid dilakukan karenadituduh terlibat dalam penyelewengan Dana Yanatera Bulog dan DanaBantuan Hibah dari Sultan Brunei. Dukungan terhadap pemerintahanMegawati Soekarnoputri cukup kuat karena didorong oleh keinginanuntuk mewujudkan pemerintahan yang lebih baik dari sebelumnya.

Nuansa demokrasi dalam pemerintahan ditandai dengansemangat kebersamaan yang selalu didengungkan oleh PresidenMegawati Soekarnopoetri yang secara konkrit juga dapat dilihat dariEnam Program Pokok Kabinet Gotong Royong, yaitu:1. Mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka

Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Page 66: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

51

2. Meneruskan proses reformasi dan demokrasi dalam seluruh aspekkehidupan nasional melalui kerangka, arah dan agenda yang lebihjelas, dengan terus meningkatkan penghormatan terhadap hak asasimanusia.

3. Normalisasi kehidupan ekonomi dan kemasyarakatan untukmemperkuat dasar bagi kehidupan perekonomian rakyat.

4. Melaksanakan penegakan hukum secara konsisten, mewujudkanrasa aman serta tenteram dalam kehidupan masyarakat,melaksanakan pemberantasan KKN.

5. Melaksanakan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif,memulihkan martabat bangsa dan negara serta meningkatkankepercayaan luar negeri, termasuk lembaga/badan pemberi jaminandari kalangan inves-tor terhadap pemerintah.

6. Mempersiapkan penyelenggaraan Pemilihan Umum tahun 2004yang aman, tertib, rahasia dan langsung.

Sistem pemerintahan Pasca Sidang Istimewa MPR-RI 2001menggambarkan komitmen terhadap perombakan Undang-UndangDasar 1945 yang dalam pelaksanaannya diupayakan adanyakeseimbangan kekuatan, baik dalam kabinet maupun antara eksekutifdan lembaga tinggi negara lainnya. Presiden Megawati meletakkanlandasan bagi perombakan sistem pemerintahan dengan menerbitkanUU No. 23 tahun 2003 Tentang Pemilihan Presiden secara langsung.Demikian pula dalam pengaturan pemerintahan di tingkat daerah,dilakukan perombakan dengan terbitnya No. 32 Tahun 2004 yang didalamnya diatur tentang pemilihan Kepala Daerah secara langsung.

Dari program kabinet gotong royong dapat diketahui bahwasistem pemerintahan masih berpegang pada paradigma konstitusionalyang telah ada dengan penekanan pada komitmen terhadap negaraKesatuan Republik Indonesia, proses reformasi dan demokrasi,peningkatan penghormatan rerhadap HAM, memperkuat dasar bagikehidupan perekonomian rakyat, penegakan hukum yang konsisten,mewujudkan rasa aman dan tenteram, pemberantasan KKN,memulihkan martabat bangsa dan negara serta mempersiapkanpenyelenggaraan Pemilu 2004.

Pada era pemerincahan Megawati terjadi reformasi di bidanghukum dengan melakukan perombakan struktur dan sistem baik dilembaga peradilan maupun perombakan aparat penegak hukum.

Eksistensi Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 67: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

52

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

Kekuasaan kehakiman yang pada awalnya hanya dipegang oleh MAkemudian dirombak dengan diterbitkannya UU No. 24 Tahun 2003tentang Mahkamah Konstitusi. Juga dilakukan reformasi dalampemberantasan korupsi di Indonesia dengan menerbitkan UU No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 1999 TentangPemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan sekaligus menerbitkan UUNo. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak PidanaKorupsi. Reformasi juga dilakukan di bidang kepolisian denganmenerbitkan UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian NegaraRepublik Indonesia sebagai pengganti UU No. 28 Tahun 1997.

2.2.2. Eksistensi Polri Menurut Undang-Undang Kepolisian.Dilihat dari tugas dan wewenang kepolisian yang dirumuskan

secara tersebar dalam beberapa peraturan perundang-undangan, baikyang mengatur secara khusus maupun secara umum, kepolisianmenjadi suatu lembaga yang memiliki fungsi vital, artinya fungsitersebut dibutuhkan dan melekat dalam kehidupan manusia.Berdasarkan isi dan muatannya peraturan perundang-undangan yangmengatur tugas dan wewenang kepolisian secara khusus berkaitandengan proses penegakan hukum dan mengatur internal organisasi,sedangkan secara umum meliputi tugas dan wewenang sebagaipengayom, pelindung dan pelayan kepada masyarakat.

Peraturan Perundang-undangan yang mengatur tugas danwewenang Polri secara khusus, seperti halnya tugas dan wewenangPolri sebagai penyelidik dan penyidik dalam proses peradilan pidana.Kewenangan ini diatur dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1981tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Disamping itu diatur juga dalam undang-undang yang bersifat khususseperti Undang-undang No. 31 tahun 1999 yang diubah dengan UUNo. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,Undang-undang No. 9 tahun 1998 tentang KemerdekaanMenyampaikan Pendapat Dimuka Umum, Undang-undang No. 36Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, Undang-undang No. 22 Tahun1997 tentang Narkotika dan Undang-undang No. 5 Tahun 1997tentang Psikotropika, Undang-undang No. 19 Tahun 1992 tentangMerk, Undang-undang No. 15 Tahun 2003 tentang PemberantasanTindak Pidana Terorisme, dan masih banyak lagi Undang-undang yang

Page 68: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

53

memberikan wewenang Polri secara khusus sebagai penyelidikmaupun penyidik.

Peraturan perundang-undangan yang mengatur internalorganisasi kepolisian seperti Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2003tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara RI, PeraturanPemerintah No. 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin AnggotaKepolisian Negara RI dan Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2003tentang Pelaksanaan Teknis Institusional Peradilan Umum BagiAnggota Kepolisian Negara RI. Selain itu ada undang-undang yangdibentuk untuk mengatur kedudukan, fungsi dan peranan kepolisian,yang secara tehnis juga mengatur tugas dan wewenang kepolisianyang menjangkau tugas secara umum sifatnya, yakni Undang-undangKepolisian Negara Republik Indonesia.

Sejarah perkembangan kepolisian sebagaimana telah diuraikandi muka, sejak kemerdekaan hingga sekarang telah mengalamibeberapa kali perubahan status maupun kedudukan, dan telahbeberapa kali mengalami perubahan Undang-undang Kepolisian,tercatat tiga Undang-undang Kepolisian yang pernah berlaku, antaralain Undang-undang No. 13 Tahun 1961 tentang Ketentuan-KetentuanPokok Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berlaku sejaktanggal 30 Juni 1961 - tanggal 7 Oktober 1997; Undang-undang No.28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia berlakusejak tanggal 7 Oktober 1997 -tanggal 8 Januari 2002; dan Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indo-nesia yang berlaku sejak tanggal 8 Januari 2002 sampai dengansekarang.

Di dalam tiga Undang-undang Kepolisian dimaksud masing-masing mengatur tugas dan wewenang kepolisian yang sedikit banyakmemiliki perbedaan, walaupun secara implisit memberikankewenangan kepolisian sebagai pengayom, pelindung dan pelayankepada masyarakat dan penegak hukum, akan tetapi ditinjau darisubtansinya menempatkan kepolisian pada kekuasaan dan status yangberbeda. Hal ini dipengaruhi oleh perkembangan politik ketatanegaraandan dinamika hukum dan peraturan perundang-undangan. Beranjakdari perubahan yang terjadi, maka berikut akan dikaji secara runtuttugas dan wewenang kepolisian menurut Undang-undang Kepolisianyang pernah berlaku di Indonesia.

Eksistensi Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 69: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

54

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

A. Polri Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 1961Undang-undang No. 13 Tahun 1961 yang diundangkan pada

tanggal 30 Juni 1961 tercatat dalam Lembaran Negara RI Tahun 1961No. 245 merupakan Undang-undang yangpertama kali mengatursecara rinci tentang tugas dan wewenang kepolisian. Sebelumnyatugas dan wewenang kepolisian banyak diatur secara khusus dalambentuk Ordanantie yang tersebar, seperti dalam HIR (HerzieneInlandsch Reglement), Keputusan Presiden/Keputusan Perdana Menterimaupun Keputusan Menteri. Akan tetapi pernah juga diatur dalamhukum dasar (groundwet) pada saat berlakunya UUDS 1950.

Lahirnya Undang-undang No. 13 Tahun 1961 tersebut tidakterlepas dari tindak lanjut Keputusan Presiden Republik IndonesiaNo. 75 Tahun 1954 tanggal 31 Maret 1954 tentang PembentukanPanitia Negara Perancang Undang-undang Kepolisian, yang bekerjadalam kurun waktu lebih kurang tujuh tahun baru berhasilmembentuk Undang-undang Kepolisian.

Di dalam Undang-undang No. 13 Tahun 1961 menetapkan bahwakepolisian negara memiliki tugas pokok atau tugas utama dan tugastambahan. Tugas utama yakni menjaga dan rnemelihara1 keamanandalam negeri terhadap ancaman yang datangnya dari dalam. denganmelalui penegakan hukum, sedang tugas tambahan sebagai bagiandari Angkatan Bersenjata yang sewaktu-waktu ikut berperangbersama-sama Angkatan Bersenjata yang lain (Angkatan Darat,Angkatan Laut dan Angkatan Udara). Pembebanan tugas ini disampimg kepolisian sebagai alat negara penegak hukum juga sebagaiAngkatan Bersenjata, hal ini dipengaruhi juga pada saat menyusunUndang-undang kondisi negara sedang menyelesaikan revolusi dankepolisian sebagai salah satu alat revolusi.

Sejarah inilah yang kemudian dijadikan pertimbangandilakukannya integrasi antara Angkatan Bersenjata (TNI) denganPolisi. Tugas-tugas tambahan ini dapat diartikan sebagai tugas khusus,sesuai apa yang dimaksudkan dalam pasal 2 ayat (4) Undang-undangNo. 13 Tahun 1961, yang apabila negara dalam keadaan bahaya polisiikut serta secara fisik di dalam pengamanan usaha pertahanan negara.Tugas khusus ini sebagai konsekuensi kepolisian merupakan bagiandari Angkatan Bersenjata. Sedangkan tugas pokok atau tugas utamayang meliputi tugas kepolisian secara umum sebagaimana diaturdalam pasal 2 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) UU No. 13 Tahun 1961.

Page 70: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

55

Berdasarkan pasal 2 Undang-undang No. 13 Tahun 1961 tugas-tugas utama atau tugas pokok kepolisian negara dapat diuraikan secararingkas, sebagai berikut:1. melihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;

a. mencegah dan memberantas menjalarnya penyakit-penyakitmasyarakat;

b. memelihara keselamatan negara terhadap gangguan dari dalam;c. memelihara keselamatan orang, benda dan masyarakat,

termasuk memberi perlindungan dan pertolongan; dand. mengusahakan ketaatan warga negara dan masyarakat terhadap

peraturan-peraturan negara;2. dalam bidang menurut ketentuan-ketentuan dalam Undang-

undang Hukum Acara Pidana dan Iain-lain peraturan negara;3. mengawasi aliran-aliran kepercayaan yang dapat membahayakan

masyarakat dan negara;4. rnelaksanakan tugas-tugas khusus lain yang diberikan kepadanya

oleh suatu peraturan negara.

Dari uraian di atas dapat ditarik pemahaman, bahwa tugaskepolisian pada pokok atau utamanya bersangkut-paut denganpenegakan hukum, pemeliharaan ketertiban dan keamanan umum,sehingga tugas-tugas dimaksud dapat dipetakan dan diurai meliputi:tugas bidang penegakan hukum sebagai penyelidik dan penyidik(yustisi)90, tugas sosial dan kemanusiaan, tugas pendidikan kesadaranhukum, dan tugas menjalankan pemerintahan (bestuurlijk) terbatas.

Tugas-tugas khusus atau tugas tambahan di atur secara tersendiridalam peraturan negara, yang realisasinya tetap berpegang padaKetetapan MPRS No. II/MPRS/1960 tentang Pemerintahan danKeamanan/Pertahanan, No. 51 Ketetapan MPRS dimaksudmenyatakan, bahwa “Polisi Negara diikutsertakan dalam prosesproduksi dengan tidak mengurangi tugas utamanya”, dan ditegaskan

90 Tugas Yustisi adalah melakukan segala usaha, pekerjaan dan kegiatan untukmembantu tugas kehakiman guna memberantas perbuatan-perbuatan yangdapat dipidana yang telah dilakukan, dengan cara: menangkap, memeriksa,menahan, menggeledah, menyita, membuat Berita Acara Pemeriksaanpendahuluan dan melakukan pemberkasan selanjutnya menyerahkan kepadaJaksa Penuntut

Eksistensi Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 71: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

56

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

lagi dalam pasal 3 Undang-Undang No. 13 Tahun 1961, yakniKepolisian Negara adalah Angkatan Bersenjata. Eksistensi fungsipertahanan dan keamanan dalam Ketetapan MPRS No. 11/ MPRS/1960 dimaksud adalah sebagai fungsi integral, artinya tugas-tugasyang dilaksanakan oleh Polri bersama-sama dan terpadu dengan tugasAngkatan Bersenjata lainnya, yakni Angkatan Darat, Angkatan Lautdan Angkatan Udara.

Selain tugas khusus atau tugas tambahan di atas masih adapembebanan tugas tambahan yang diuraikan dalam KeputusanMenhankam/Pangab tanggal 1 Agustus 1970 No. Kep./A/385/VIII/1970 dalam pasal 3, terdiri dari:a. Ikut serta secara phisik di dalam pertahanan dan ikut serta di dalam

pengamanan usaha pertahanan guna mencapai potensi maksimaldari rakyat dalam sistem Pertahanan Rakyat Semesta, menurutketentuan-ketentuan kebijaksanaan Menhankam/Pangab;

b. Menyiapkan komponen-komponen untuk kepentingan pertahananapabila diperlukan.

Di dalam menjalankan tugas-tugas utama maupun tugas-tugaskhusus dimaksud tetap berpedoman pada hukum yang berlaku danmenjunjung tinggi hak-hak asasi rakyat.

Berkaitan dengan wewenang kepolisian, berdasarkan Undang-undang No. 13 Tahun 1961 dapat di analisa meliputi wewenangmelakukan tindakan dan wilayah melakukan tindakan. Wewenangmelakukan tindakan telah dirumuskan dengan jelas dalam pasal 12dan pasal 13, yakni wewenang untuk melakukan penyelidikan danpehyidikan perkara pidana, sedangkan wewenang yang menyangkutwilayah tindakan, bahwa dalam menjalankan tugas dan wewenangtersebut diseluruh wilayah Republik Indonesia atau wilayah di manaditempatkan. Wewenang yang melekat pada kepolisian sebagaimanadirumuskan dalam pasal 13 khususnya untuk kepentingan penyidikan,terdiri dari:a. menerima pengaduan;b. memeriksa tanda pengenal;c. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;d. menangkap orang;e. menggeledah badan;

Page 72: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

57

f. menahan orang sementara;g. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa;h. mendatangkan ahli;i. menggeledah halaman, rumah, gudang, alat pengangkutan

darat, laut dan udara;j. membeslah barang untuk dijadikan bukti; dank. mengambil tindakan-tindakan lain.91

Wewenang di atas dijalankan menurut ketentuan dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana dan/atau lain Peraturan Negara dengansenantiasa mengindahkan norma-norma keagamaan,perikemanusiaan, kesopanan dan kesusilaan.

Ketentuan Undang-undang Hukum Acara Pidana yang harusditurut dalam menjalankan kewenangan kepolisian tersebut, sebelumlahirnya Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana tetap mendasarkan pada H.I.R. (HerzieneInlandsch Reglemeni) atau R.I.B. (Reglement Indonesia Baru).Menjalankan wewenang penyelidikan dan penyidikan perkara pidana,kepolisian dalam status sebagai pembantu Jaksa (hulpmagistraat). Halitu ditegaskan dalam pasal 15 R.I.B. yang intinya menyatakan bahwa“Dalam melaksanakan wewenang dimaksud dalam pasal 12 dan 13diindahkan ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang PokokKejaksaan”.

Dalam Penjelasan Undang-undang No. 13 Tahun 1961diterangkan, bahwa “Kejaksaan berwenang melakukan penyelidikanlanjutan maka perlu adanya ketentuan-ketentuan yang mengaturkerjasama antara Kejaksaan dan Kepolisian Negara dalam penyidikanlanjutan”. Kemudian dipertegas lagi dengan tugas Kejaksaansebagaimana dirumuskan dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-undang No.15 Tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok KejaksaanRepublik Indonesia yang menyatakan, bahwa Kejaksaan mempunyaitugas:

“Melakukan penyidikan lanjutan terhadap kejahatan dan pelanggaranserta mengawasi dan mengkoordinasikan alat­alat penyidik menurut

91 Lihat pada Undang-undang No. 13 Tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kepolisian Negara (L.N. Tahun 1961 No. 245 tanggal30Juni l961)

Eksistensi Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 73: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

58

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

ketentuan­ketentuan dalam Undang­undang Hukum Acara Pidana (RIB/HIR cursive penulis) dan Iain­lain Peraturan Negara “.

Ketentuan di dalam R.I.B. dimaksud sebagaimana dimuat dalamPasal 43 ayat (1) R.I.B. yang menyatakan, bahwa:

“Tiap­tiap kekuasaan yang diadakan, tiap­tiap pegawai umum, yang dalammenjalankan jabatannya mendapat tabu bahwa ada sesuatu kejahatan,haruslah dengan segera me’mberitahukan hal itu kepada pegawai penuntutumum atau jaksa­jaksa pembantu pada pengadilan negeri yang berkuasadi daerah hukum tempal kejahatan itu terjadi atau ditempat utertuduhdiam atau boleh kedapatan, dan harus pula mengirimkan sekalian surat­surat, proses perbaldan akte­akte yang berhubungan dengan perkara itu,kepada pegawai atau jaksa pembantu itu”.

Dengan demikian penyelidikan dan penyidikan yang dilakukanoleh kepolisian sebagai tindakan awal dalam proses peradilan pidana,yang kemudian dilakukan penyelidikan dan penyidikan lanjutan(ulang) oleh Jaksa Pembantu.

Untuk mengatasi timbulnya kerancuan dalam penegakanhukum terhadap perkara pidana, solusinya dikeluarkan SuratKeputusan Bersama tentang Landasan dan Ketentuan-ketentuanKegiatan Bersama Alat-alat Negara Penegak Hukum Nomor: 02/KMA/70, KEP-034/D.A/7/1970; KEP.03b/D.A/ 7/1970; POL: 86/SK/KAPOLRI/1970J.S.7/7/15 yang dalam pertimbangannyadisebutkan, bahwa telah disadari bersama masih terdapatnyaperbedaan di dalam pelaksanaan tugas penegakan hukum sebagaiakibat ketidak keserasian diantara Undang-undang No. 5/1959,Undang-undang Kejaksaan, Undang-undang Pokok Kepolisian, R.I.B,Undang-undang No. 1 Drt/1951 dan Undang-undang No. 19/1964.Tugas dan wewenang yang dibebankan kepada kepolisian menurutUndang-undang No. 13 Tahun 1961 secara teknis dan komandodipimpin oleh Kepala Kepolisian Negara yang dalam penyelenggaraantugasnya baik pencegahan (preventif) maupun pemberantasan(represif) dipimpin dan diawasi oleh Menteri yang selanjutnyadipertanggungjawabkan kepada Presiden selaku pemegangkekuasaan tertinggi atas Kepolisian Negara. Dengan demikianpimpinan kepolisian negara secara struktural diatur berjenjang mulaidari Kepala Kepolisian Negara hingga Pimpinan Kepolisian Daerah.Sedangkan hubungan antar instansi yang ada merupakan hubungan

Page 74: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

59

fungsional, di mana Kepala Daerah dapat menggunakan kepolisianyang ada di daerahnya manakala diperlukan.

B. Polri Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997Secara filosofis dibentuknya Undang-undang No. 28 Tahun 1997

sebagai pengganti Undang-undang No. 13 Tahun 1961 untuk lebihmemantapkan kedudukan, peranan dan fungsi Kepolisian NegaraRepublik Indonesia sebagai unsur dari Angkatan Bersenjata RepublikIndonesia dan sebagai alat penegak hukum yang profesional. Harapandari terbentuknya Undang-undang No. 28 Tahun 1997 tentangKepolisian Negara Republik Indonesia dapat memberikan landasanhukum yang kukuh dalam tata susunan tugas dan wewenangKepolisian Negara Republik Indonesia, sehingga mampu menjalankanperan utamanya memelihara keamanan dalam negeri, sebagai penegakhukum, pengayom, pelindung dan pembimbing masyarakat.

Materi Undang-undang No. 28 Tahun 1997 mengatur lebih luastentang tugas dan wewenang kepolisian terutama tugas danwewenangnya sebagai penegak hukum, pengayom, pelindung danpelayan masyarakat. Sedangkan berkaitan dengan kedudukan, peranandan fungsi kepolisian sebagai unsur Angkatan Bersenjata walaupuntidak menggeser tugas dan wewenang utamanya, akan tetapi secarapraktis berpengaruh terhadap teknis dan komando sertapertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan wewenangnya sehari-hari, karena adanya pertanggungjawaban yang ganda. Seperti contoh,Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) dalam menjalankantugas dan wewenangnya harus bertanggungjawab kepada Presiden,Menteri Pertahanan Keamanan (Menhankam) dan PanglimaAngkatan Bersenjata (Pangab).

Hal di atas dijelaskan dalam pasal 9 ayat (2) huruf a, yakni didalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab atas penyelenggaraankegiatan operasional kepolisian dalam rangka pelaksanaan tugasKepolisian Negara Republik Indo-nesia bertanggungjawab kepadaMenteri Pertahanan Keamanan (Menhankam) yang tata carapelaksanaan tugas dan tanggungjawab lebih lanjut diatur oleh Menteri,sedangkan atas penyelenggaraan pembinaan kemampuan KepolisianNegara Republik Indonesia bertanggungjawab kepada PanglimaAngkatan Bersenjata (Pangab) lebih lanjut diatur oleh Panglima; dansecara umum dalam menjalankan tugas-tugas kepolisian Kepala

Eksistensi Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 75: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

60

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) bertanggungjawab kepadaPresiden selaku pemegang kekuasaan Pemerintahan yang berwenangmengangkat dan memberhentikan Kapolri (pasal 11 ayat (1) UU No.28 Tahun 1997).

Di dalam kondisi demikian penjenjangan tanggungjawab tugasdan wewenang kepolisian memencar yang masing-masing memilikiaturan sendiri, sehingga untuk memudahkan pengawasan danpengendalian tugas digunakan suaru konsep yang radikal dengan jalurkomando sebagaimana yang lazim diterapkan dan menjadikebijaksanaan dalam lingkungan kehidupan TNI (Militer). Di sisi laindengan pertanggunjawaban yang bersifat memencar jugamengakibatkan kendala dan menimbulkan keragu-raguan bagipelaksanaan tugas dan wewenang kepolisian. Lebih-lebih denganberlakunya beberapa instrumen hukum militer bagi kepolisian, sepertiUndang-undang No. 26 Tahun 1997 tentang Hukum Disiplin Militer,Undang-undang No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer danPeraturan perundang-undangan lain berkaitan dengan Militer yangberlaku bagi Polri. Hal ini dapat memberikan peluang bagi lembagalain untuk mencampuri dan atau mempengaruhi tugas-tugaskepolisian yang sering menimbulkan benturan.

Berdasarkan Undang-undang No. 28 Tahun 1997 tentang Polri,fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara dibidang penegakan hukum, perlindungan dan pelayanan masyarakatserta pembimbingan masyarakat. Di dalam ketatanegaraan lembagayang menjalankan fungsi pemerintahan ini lazimnya dijalankan olehlembaga eksekutif yang dipimpin oleh Presiden selaku KepalaPemerintahan (Kepala Eksekutif). Dilihat dari penjenjangantanggungjawab pimpinan kepolisian bertanggungjawab kepadaPresiden, di sini dapat dipahami bahwa tugas dan wewenang yangdijalankan oleh Polri yang merupakan salah satu fungsi pemerintahan,esensinya adalah tugas dan tanggungjawab Presiden, yangdidelegasikan kepada Kepala Kepolisian (Kapolri).

Fungsi pemerintahan yang dijalankan oleh Polri terutama yangbersangkut paut dengan penegakan hukum, pengayoman,perlindungan, pelayanan dan pembimbingan kepada masyarakat.Tugas-tugas ini berkaitan erat dengan tugas-tugas sosial yang sehari-harinya berhadapan dengan masyarakat. Sangatlah berbeda dengantugas sebagai Angkatan Bersenjata yang dihadapkan pada kondisi dan

Page 76: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

61

sasaran yang berbeda. Pertanyaan yang timbul dapatkan tugas-tugasmiliter yang harus menghadapai lawan/musuh dikatagorikan sebagaitugas sosial?. Di sinilah titik temu terjadinya perubahan perilaku Polisimenjadi perilaku militer, yang disebabkan adanya tarik ulurkepentingan tugas sehingga secara otomatis akan membentukperilaku perorangan menjadi perilaku organisasi/lembaga.

Terpulang dari sikap militeristik dan tugas sosialnya, Undang-undang No. 28 Tahun 1997 telah merumuskan tugas dan wewenangKepolisian Negara Republik Indonesia secara umum yang diatur dalampasal 13, dan uraian tugasnya secara rinci dirumuskan dalam pasal14. Di dalam pasal 13 Undang-undang No. 28 Tahun 1997merumuskan tugas-tugas Kepolisian Negara Republik Indo-nesia(Polri), sebagai berikut:a. selaku alat negara penegak hukum memelihara serta meningkatkan

tertib hukum;b. melaksanakan tugas kepolisian selaku pengayom dalam

memberikan perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat bagitegaknya ketentuan peraturan perundang-undangan;

c. bersama-sama dengan segenap komponen ketentuan pertahanankeamanan negara lainnya membina ketenteraman masyarakatdalam wilayah negara guna mewujudkan keamanan dan ketertibanmasyarakat;

d. membimbing masyarakat bagi terciptanya kondisi yang menunjangterselenggaranya usaha dan kegiatan sebagai-mana dimaksud padahuruf a, huruf b, dan huruf c;

e. melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Tugas-tugas sebagaimana disebutkan dalam pasal 13, rinciannyadirumuskan dalam pasal 14, antara lain:a. melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak

pidana sesuai dengan Hukum Acara Pidana dan peraturanperundang-undangan lainnya;

b. menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,dan laboratorium forensik serta psikologi kepolisian untukkepentingan tugas kepolisian;

c. memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;

Eksistensi Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 77: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

62

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

d. memelihara keselamatan jiwa raga, harta benda, masyara-kat, danlingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencanatermasuk memberikan perlindungan dan pertolongan denganmenjunjung tinggi hak asasi manusia;

e. menyelenggarakan segala kegiatan dalam rangka membiriakeamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;

f. melindungi dan melayani kepentingan warga masyarakat untuksementara, sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yangberwenang;

g. membina ketaatan diri warga masyarakat terhadap hukum danperaturan perundang-undangan;

h. turut serta dalam pembinaan hukum nasional dan pembinaankesadaran hukum masyarakat;

i. melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknisterhadap alat-alat kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil,dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa yang memilikikewenangan kepolisian terbatas;

j. melakukan pengawasan terhadap orang asing yang berada diwilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait sesuai denganperaturan perundang-undangan;

k. mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasikepolisian internasional.

Tugas-tugas kepolisian di atas .dapat dikelompokkan menjadiberberapa kelompok besar, yakni pertama: tugas sebagai alat negarapenegak hukum; kedua: tugas sebagai pengayom, pelindung danpelayan masyarakat; ketiga: tugas hubungan luar negeri; dan keempattugas sebagai unsur Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.a. Selaku alat negara penegak hukum dengan rincian tugas-nya,

antara lain:1) melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak

pidana sesuai dengan Hukum Acara Pidana dan peraturanperundang-undangan lainnya;

2) menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokterankepolisian, dan laboratorium forensik serta psikologi kepolisianuntuk kepentingan tugas kepolisian;

Page 78: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

63

3) menyelenggarakan segala kegiatan dalam rangka mem-binakeamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;

b. Sebagai pengayom, pelindung, pelayan dan pembimbingmasyarakat:1) memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;2) memelihara keselamatan jiwa raga, harta benda, masya-rakat,

dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/ataubencana termasuk memberikan perlindungan dan pertolongandengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;

3) menyelenggarakan segala kegiatan dalam rangka membinakeamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;

4) melindungi dan melayani kepentingan warga masyarakat untuksementara, sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yangberwenang;

5) membina ketaatan diri warga masyarakat terhadap hukum danperaturan perundang-undangan;

6) turut serta dalam pembinaan hukum nasional dan pembinaankesadaran hukum masyarakat;

c. Tugas hubungan luar negeri, yakni mewakili pemerintah RepublikIndonesia dalam organisasi kepolisian internasional.

d. Tugas sebagai Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, merujukUndang-undang No. 2 Tahun 1988 tentang Prajurit AngkatanBersenjata Republik Indonesia, sebagai kekuatan pertahanankeamanan negara, yakni menangkal serangan dari luar negeri, dansebagai kekuatan sosial politik.

Dilihat dari tugas utama Angkatan Bersenjata Republik Indone-sia (ABRI), maka Kepolisian Negara Republik Indone-sia (Polri)sebagai unsur ABRI dengan tugas utamanya memelihara keamanandalam negeri, akan tetapi pada kondisi tertentu sebagai kekuatanpertahanan yang harus menangkal terhadap ancaman, tantangan,hambatan dan gangguan dari luar negeri, dan juga sebagai kekuatansosial politik.

Berkaitan dengan wewenang Kepolisian Negara Republik Indo-nesia (Polri) berdasarkan Undang-undang No. 28 Tahun 1997 tentangPolri, meliputi wewenang umum, wewenang sesuai Peraturan

Eksistensi Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 79: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

64

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

Perundang-undangan lain, dan wewenang dalam rangka prosesperkara pidana. Wewenang Polri secara umum dirumuskan dalampasal 15 ayat (1) UU No. 28 Tahun 1997, wewenang sesuai PeraturanPerundang-undangan lainnya dirumuskan dalam pasal 15 ayat (2),dan wewenang dalam proses pidana diatur dalam pasal 16 Undang-undang No. 28 Tahun 1997.1. Wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) secara

umum, terdiri dari:a. Menerima laporan dan pengaduan;b. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;c. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret

seseorang;d. Mencari keterangan dan barang bukti;e. Menyelenggarakan pusat informasi kriminal nasional;f. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat

yang dapat mengganggu ketef tiban umum;g. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit

masyarakat;h. Mengawasi aliran kepercayaan yang dapat menimbul-kan

perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;i. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan

pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, sertakegiatan masyarakat;

j. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakankepolisian dalam rangka pencegahan;

k. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementarawaktu;

l. Mengeluarkan surat ijin dan/atau surat keterangan yangdiperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat;

m.Mengeluarkan Peraturan Kepolisian dalam lingkup kewenanganadministrasi kepolisian yang mengikat warga masyarakat.

2. Wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sesuaiPeraturan Perundang-undangan, lain meliputi:a. Memberikan ijin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan

kegiatan masyarakat lainnya;

Page 80: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

65

b. Menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik;c. Memberikan ijin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan

peledak, dan senjata tajam;d. Menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan

bermotor;e. Memberikan surat ijin mengemudi kendaraan bermotor;f. Memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian

khusus dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknisKepolisian;

g. Melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalammenyidik dan memberantas kejahatan internasional;

h. Melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkuptugas kepolisian.

3. Wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dalamrangka proses pidana, meliputi:a. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan

penyitaan;b. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat

kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan;c. Membawa dan menghadapakan orang kepada penyidik dalam

rangka penyidikan;d. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan

serta memeriksa tanda pengenal diri;e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai

tersangka atau saksi;g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya

dengan pemeriksaan perkara;h. Mengadakan penghentian penyidikan;i. Menyerahkan berkas perkara kepada Penuntut Umum;j. Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat

imigrasi dalam keadaan mendesak untuk melaksanakan cegahdan tangkal terhadap orang yang disangka mela-kukan tindakpidana;

Eksistensi Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 81: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

66

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

k. Memberikan petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidikpegawai negeri sipil serta menerima hasil penyidikan, penyidikpegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum;

l. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab.

Di dalam memenuhi tugas dan wewenangnya sebagai-manadiuraikan di atas, segala tindakan Kepolisian Negara Republik Indo-nesia harus berdasarkan atas norma hukum dan mengindahkan normaagama, kesopanan, kesusilaan dan menjunjung tinggi hak asasimanusia serta mengutamakan tindakan pencegahan (preventif).

Di samping tugas dan wewenang tersebut, ada tugas danwewenang Polri yang sangat luas dan mendasarkan pada kemampuansetiap anggota Polri untuk menilai terhadap situasi dan kondisi untukmelakukan tindakan hukum, yakni “mengadakan tindakan lainmenurut hukum yang bertanggungjawab” di atur pasal 16 huruf 1dan “dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri” diatur dalam pasal18 ayat (1)” UU No. 28 Tahun 1997.

Kedua tindakan tersebut jika kita kaji secara dalam memilikiperbedaan yang mendasar. “Mengadakan tindakan lain menuruthukum yang bertanggung jawab” mengandung suatu pemahaman,bahwa Kepolisian Negara Republik Indo-nesia (Polri) dalammelakukan penyelidikan maupun penyidikan berwenang melakukantindakan-tindakan lain yang belum diatur oleh Undang-undangberdasarkan kewajiban dengan menempatkan kepentingan umumsebagai usaha mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat.

Tindakan tersebut dilakukan atas pertimbangan dan ataumemenuhi syarat kepantasan, antara lain: pertama, tindakan tersebuttidak bertentangan dengan suatu aturan hukum; kedua, tindakantersebut selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskandilakukannya tindakan jabatan, artinya tindakan diambil apabila betul-betul diperlukan untuk meniadakan atau mencegah suatu gangguan;ketiga, tindakan tersebut harus patut dan masuk akal dan termasukdalam lingkungan jabatannya, artinya tindakan itu merupakantindakan atau jalan yang paling tepat; keempat, tindakan tersebut ataspertimbangan yang layak berdasarkan keadaaan memaksa; dan kelima,tindakan tersebut harus tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia.92

92 R. Abdussalam, op.cit, h. 29-33

Page 82: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

67

Kata “bertindak menurut penilaiannya sendiri” yang lazimdisebut sebagai “deskresi kepolisian” mengandung beberapapemahaman. Menurut Thomas J. Aaron dalam bukunya Controle ofPolice Discretion, menyebutkan bahwa “Discretion is a power or author­ity confered bylaw to action on the basic of judgement or conscience, and itsuse is more an idea of morals than law”93, jadi deskresi dikaitkan dengankekuasaan atau kewenangan berdasarkan hukum untuk bertindakatas dasar pertimbangan atau keyakinan yang lebih ditekankan padamoral pribadinya dari pada hukum. Pendapat lain dari Alvina TrendBurrows, dalam bukunya The Basic Dictionary of American English,mengatakan “dis­cretion is ability to choose wisely or to judge for ownself”94 (diskresi adalah kemampuan untuk memilih secara bijaksanaatau mempertimbangkan bagi diri sendiri. Tindakan ini yang mampumengukur adalah pribadi dari setiap orang yang memegang kekuasaankepolisian).

Dengan demikian penilaian dan kebenaran untuk bertindaksangat dipengaruhi tingkat kecerdasan, pengetahuan, pengalaman,keberanian dan moralitas yang dimiliki oleh setiap personil polisi,sehingga tindakan dimaksud akan dinilai patut dan wajar oleh hukumdan masyarakat. Tugas dan wewenang untuk bertindak ini juga diaturdalam pasal 7 ayat (1) huruf j Undang-undang No. 8 Tahun 1981tentang KUHAP yang intinya penyidik Polri karena kewajibannyamempunyai wewenang “mengadakan tindakan lain menurut hukumyang bertanggungjawab”.

C. Polri Menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002Lahirnya Undang-undang No. 2 Tahun 2002 sebagai pengganti

Undang-undang No. 28 Tahun 1997 tidak dapat dipisahkan denganadanya reformasi di bidang hukum yang terjadi di Indonesia, bahkandapat dikatakan sebagai hasil dari adanya reformasi. Dikatakandemikian, karena reformasi mampu mendobrak eksistensi Polri yangtelah berpuluh-puluh tahun sebagai bagian atau unsur AngkatanBersenjata Republik Indonesia dirubah sebagai Polri yang mandiri.Secara filosofis lahirnya Undang-undang No. 2 Tahun 2002 karena

93 Thomas J. Aaron, Control of Police Discretion, CharlesC. Thomas, Spring-field,1960, h. 9

94 Alvina Trend Burrows, The Basic dictionary of American English, New York,Rinchart and Winston Inc., 1966, h. 226

Eksistensi Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 83: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

68

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

terjadinya pergeseran paradigma dalam sistem ketatanegaraan, danadanya penegasan pemisahan kelembagaan Tentara Nasional Indo-nesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Oleh karena itulah maka kemudian diperlukan suatu Undang-undang Kepolisian yang sesuai dengan pertumbuhan, pekembanganhukum dan ketatanegaraan Republik Indone-sia yang mampumenghilangkan watak militerisme yang sebelumnya masih melekatdan dominan pada perilaku Polri. Tujuannya adalah agar Polri mampuuntuk mewujudkan keamanan dalam negeri, yang meliputiterpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dantegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman,pelayanan dan terbinanya ketenteraman masyarakat denganmenjunjung tinggi hak asasi manusia.

Perubahan perilaku militeristik Polri ini menjadi sangat penting,karena eksistensi Polri sebagai penegak hukum (law enforcement)dengan mendekatkan sudut legalistik organisasi dan mekanisme kerjaorganisasi kepolisian, Polri adalah sebagai agensi pelaksana “the ruleof criminal procedure” (RCP) yang diberi kekuasaan oleh undang-undang untuk mempertahankan dan memelihara ketertiban dankeamanan sebagaimana yang diatur dalam “ the rule of the criminalcode” (RCC), yang secara umum berlaku “ Code of Conduct For LawEnforcement Officiate’ dan “ Basic Principle on the Use of Force andFirearmas by Law Enforcement Officials” yang telah ditetapkan dalamKongres Perserikatan Bangsa Bangsa Ke-VII dan Ke-VIII tentang “The Prevention of Crime and the Treat­ment of Offenders”.

Ditinjau dari sisi penegakan hukum menurut RomliAtmasasmita, sifat universal kepolisian dan perpolisian yang tampakadalah dalam segi kedudukan organisasi kepolisian dimana sebagianterbesar negara di dunia menempatkan organisasi kepolisian bebasdari dan tidak tunduk pada organisasi Angkatan Bersenjata (Militer).95

Karena dengan watak perilaku militer, maka visi misi kepolisian bukanlagi pada “how to combat crimes” akan tetapi menitik beratkan pada“how to combat the enemy”. Selain itu besarnya harapan dan tuntutanmasyarakat terhadap pelaksanaan tugas Polri yang lebih berorientasi

95 Romli Atmasasmita, Reformasi Hukum, Hak Asasi Manusia & Penegakan Hukum,CV. Mandar Maju, Bandung, 2001, h. 191

Page 84: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

69

kepada masyarakat yang dilayani, juga menjadi pertimbangansosiologis untuk dibentuknya Undang-undang Kepolisian di maksud.

Keberhasilan cita-cita undang-undang tersebut sangatlahditentukan oleh profesionalisme Polri, yang didukung denganinstrumen hukum yang memberikan ketegasan batas tugas danwewenangnya, sehingga tampak tegas adanya kemandirian danpemisahan kelembagaan antara Tentara Nasional Indo-nesia dan Polri.Dilihat tugas dan wewenang Kepolisian Negara Republik RepublikIndonesia (Polri) dalam Undang-undang Kepolisian No. 2 Tahun 2002,dapat dikaji dari pendekatan tugas pokok Polri dan wewenang Polriyang meliputi wewenang umum dan khusus. Tugas Pokok KepolisianNegara Republik Indonesia berdasarkan ketentuan Undang-undangNo. 2 Tahun 2002, meliputi:a. Memelihara kemanan dan ketertiban masyarakat;b. Menegakkan hukum, danc. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada

masyarakat.

Rincian dari tugas-tugas pokok tersebut, terdiri dari:a. Melaksanakan pengaturan penjagaan, pengawalan, dan patroli

terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan,

ketertiban dan kelancaran lalu lintas di jalan;c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,

kesadaran hukum masyarakat, serta ketaatan warga masyarakatterhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;

d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;

melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknisterhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil danbentuk-bentuk pengamanan swakarsa;

f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknisterhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil danbentuk-bentuk pengamanan swakarsa;

g. Melakukan penyelidikan dan penyelidikan terhadap semua tindakpidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturanperundang-undangan lainnya;

Eksistensi Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 85: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

70

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingantugas kepolisian;

i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, danlingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencanatermasuk memberikan bantuan dan pertolongan denganmenjunjung tinggi hak asasi manusia;

j. Malayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelumditangani oleh instansi dan/atau pihak berwenang;

k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengankepentingan dalam lingkup tugas kepolisian; serta

l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan perturan perun-dang-undangan .

Berkaitan dengan wewenang kepolisian meliputi wewenangumum dan wewenang khusus. Wewenang umum sebagaimanadirumuskan dalam pasal 15 ayat (1) yang, meliputi:a. Menerirna laporan dan/atau pengaduan;b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang

dapat mengganggu ketertiban umum;c. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;d. Mengawasi aliran yang dapat menombilkan perpecahan atau

mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;e. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan

administratif kepolisian;f. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan

kepolisian dalam rangka pencegahan;g. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;h. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret

seseorang;i. Mencari keterangan dan barang bukti;j. Menyelenggarakan pusat informasi Kriminal Nasional;k. Mengeluarkan surat ijin dan/atau surat keterangan yang diperlukan

dalam rangka pelayanan masyarakat;l. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan

Page 86: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

71

putusan pengadilan, kegiatan instansi lain serta kegiatanmasyarakat;

m.Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementarawaktu.

Berkaitan dengan wewenang khusus kepolisian, antara lainmeliputi: pertama, Kewenangan sesuai peraturan Perundang-undangan (pasal 15 ayat 2), dan kedua, Wewenang penyelidikan ataupenyidikan proses pidana, diatur dalam pasal 16 ayat (1) Undang-undang No. 2 Tahun 2002.1. Wewenang sesuai peraturan perundang-undangan:

a. Memberikan ijin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dankegiatan masyarakat lainnya;

b. Menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraanbermotor;

c. Memberikan surat ijin mengemudi kendaraan bermotor;d. Menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik;e. Memberikan ijin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan

peledak dan senjata tajam;f. Memberikan ijin operasional dan melakukan pengawas-an

terhadap badan usaha di bidang jasa pengamanan;g. Memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian

khusus dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang tekniskepolisian;

h. Melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalammenyidik dan memberantas kejahatan internasional;

i. Melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orangasing yang berada di wilayah Indonesia dengan koordinasiinstansi terkait;

j. Mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasikepolisian internasional;

k. Melaksakan kewenangan lain dalam lingkup tugas kepolisian.

2. Wewenang polisi di bidang proses pidana:a. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan

penyitaan;

Eksistensi Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 87: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

72

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

b. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempatkejadian perkara untuk kepentingan penyidikan;

c. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalamrangka penyidikan;

d. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakanserta memeriksa tanda pengenal diri;

e. Melakukan pemeriksaan-pemeriksaan surat;f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai

tersangka atau saksi;g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannnya

dengan pemeriksaan perkara;h. Mengadakan penghentian penyidikan;i. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;j. Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat

imigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalamkeadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah ataumenangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana;

k. Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidikpegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum;dan

l. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yangbertanggungjawab.

Kewenangan dalam melakukan tindakan lain menurut hukumyang bertanggungjawab sebagaimana disebutkan dalam pasal 16 ayat(1) huruf 1 dapat dilaksanakan oleh penyelidik atau penyidik, dengansyarat:a. Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;b. Selaras dengan kewajiban hukum yang, mengharuskan tindakan

tersebut dilakukan;c. Harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan

jabatannya;d. Pertimbangan yang iayak berdasarkan keadaan yang memaksa; dane. Menghormati hak asasi manusia.

Page 88: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

73

Sedangkan untuk kewenangan bertindak menurut penilaiannyasendiri (diskresi), dapat dilakukan dalam keadaan:a. Keadaan yang sangat perlu;b. Tidak bertentangan dengan perundang-undangan;c. Tidak bertentangan dengan kode etik profesi kepolisian.

Kewenangan diskresi tersebut dalam pelaksanaannya juga harusmempertimbangkan manfaat serta resiko dari tindakannya dan betul-betul untuk kepentingan umum. Tugas dan wewenang sebagaimanatelah diuraikan di atas dilaksanakan tetap berdasarkan pada normahukum, dan mengindahkan norma agama, kesopanan dan kesusilaan,menjunjung tinggi hak asasi manusia serta mengutamakan tindakanpencegahan.

Di dalam pelaksanaan tugas dan wewenang kepolisian dipimpinoleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri), danKapolri bertanggungjawab atas penyelenggaraan kegiatan operasionalkepolisian serta penyelenggaraan pembinaan kemampuan KepolisianNegara Republik Indone-sia kepada Presiden selaku KepalaPemerintahan. Berkaitan dengan pimpinan kepolisian diatur secaraberjenjang dari tingkat pimpinan pusat sampai dengan tingkat daerahyang dipertanggungjawabkan secara hirearkhi. Di dalam Undang-undang No. 2 Tahun 2002 mengatur secara tegas bahwa kekuasaankepolisian dipertanggungjawabkan kepada Presiden hal ini besarkemungkinan berorientasi pada pengangkatan Kapolri yang dilakukanoleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dan ataukedudukan Kepolisian Negara yang berada langsung di bawahPresiden.

Selain tugas dan wewenang sebagaimana diuraikan dimuka,dengan lahirnya Undang Undang No. 2 Tahun 2002 ini lebihditegaskan lagi bahwa fungsi kepolisian sebagai salah satu pemegangfungsi. pemerintahan negara khususnya di bidang pemeliharaankeamanan.dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dan lebihprinsipil bahwa kedudukan Kepolisian Negara Republik Indonesia(Polri) tidak lagi sebagai unsur Angkatan Bersenjata Republik Indo-nesia, yang dalam Undang-undang No. 28 Tahun 1997 tentangKepolisian Negara Republik Indonesia masih ditetapkan sebagaibagian dari Angkatan Bersenjata.

Eksistensi Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 89: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

74

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

Dengan perubahan Undang-undang kepolisian dimaksud,Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) benar-benar telahterlepas dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) secara kelembagaandan sebagai lembaga yang mandiri. Dengan konsep kemandiriantersebut sebagai modal dasar untuk mengembangkan lembagakepolisian menjadi Polri yang profesional dan betul-betul mampumemenuhi tuntutan serta harapan masyarakat, namun hal tersebuttidak terlepas dari sumber daya manusia Polri.

Setelah dilakukannya pemisahan secara kelembagaan antara TNIdan Polri, maka anggota Polri tidak lagi menjadi bagian dari PegawaiNegeri Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), akan tetapimenjadi Pegawai Negeri Kepolisian Negara Republik Indonesia yangtunduk pada Undang-undang No. 43 Tahun 1999 tentang PerubahanUndang-undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaianyang menjalankan salah satu fungsi pemerintahan, sehinggaperaturan perundang-undangan yang mengatur tentang militer tidakberlaku lagi bagi aparatur Polri.

Terlepas dari tugas dan wewenang di atas, ada hal yang sangatmendasar dalam Undang-undang No. 2 Tahun 2002, yakni sejakdiberlakukannya Undang-undang dimaksud, maka anggota KepolisianNegara Republik Indonesia tunduk pada Peradilan Umum, sehinggapermasalahan dan kasus-kasus pidana bagi anggota kepolisiandiselesaikan pada Peradilan Umum, yang proses penyidikannyadilakukan oleh penyidik Polri.

Dengan demikian berdasarkan Undang-undang No. 2 Tahun2002 telah jelas bahwa Polri bukan lagi sebagai militer dan produk-produk administrasi kepolisian tidak lagi tunduk pada Tata UsahaMiliter sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 31 Tahun 1997tentang Peradilan Militer, akan tetapi masuk pada lingkup Pajabat TataUsaha Negara yang tunduk pada Undang-undang No. 5 Tahun 1986tentang Peradilan Tata Usaha Negara, mengingat produk administrasikepolisian sebagai produk Tata Usaha Negara, apabila berupakeputusan (beeschiking), maka masuk pada kategori sebagai KeputusanTata Usaha Negara (KTUN).

Apabila terjadi sengketa atas keputusan pejabat kepolisian yangbersifat konkrit, individual dan final, peradilan yang memilikikompetensi untuk menyelesaikan sengketa dimaksud adalah PeradilanTata Usaha Negara sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 5

Page 90: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

75

Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang diubah denganUndang-undang No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata UsahaNegara (L.N. Tahun 2004 Nomor 35; T.L.N. Nomor 4380) yang berlakusecara efektif sejak ditetapkannya Undang-undang No. 2 Tahun 2002tentang Polri dan keluarnya Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2003tentang Pemberhentian Anggota Polri, Peraturan Pemerintah No. 2Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri, dan PeraturanPemerintah No. 3 Tahun 2003 Pelaksanaan Teknis InstitusionalPeradilan Umum Bagi Anggota Polri

2.2.3. Eksistensi Polri Menurut Tiga UUD dan PerubahanUUD 1945.

Dilihat dari perkembangan sejarah perjalanan eksistensi NegaraRepublik Indonesia, sejak proklamasi kemerdekaan negara RepublikIndonesia hingga sekarang tercatat telah mengalami beberapa kalipergantian dan perubahan (amandemen) Undang-Undang Dasar.Perubahan-perubahan dimaksud membawa pengaruh terhadap sistempemerintahan dan ketatanegaraan Indonesia, yang secara otomatismembawa pengaruh pula terhadap eksistensi kepolisian negara.

Undang-Undang Dasar yang pernah berlaku di negara Indone-sia menurut waktu berlakunya adalah: UUD 1945 yang berlaku sejakbulan Agustus 1945 sampai dengan bulan Desember 1949; KonstitusiRIS 1949 berlaku mulai bulan Desember 1949 sampai dengan bulanAgustus 1950; UUDS 1950 berlaku bulan Agustus 1950 sampaidengan bulan Juli 1959; kembali ke UUD 1945 (dengan DekritPresiden 5 Juli 1959) dan Amandemen UUD 1945 berlaku sejak 19Oktober 1999 hingga sekarang.

Jauh sebelum ditetapkannya UUD 1945 sebagai hukum dasaryang tertulis {groundwet) dan landasan operasional dalam menjalankannegara, fungsi dan lembaga kepolisian telah ada, baik yang dibentukoleh bangsa penjajah maupun para pejuang kemerdekaan Indonesia.Hal ini dapat kita telusuri sejak jaman VOC, jaman penjajahan Belandamaupun penjajahan Jepang. Setiap periode dari jaman penjajahantersebut, lembaga polisi tercatat berada pada kedudukan, fungsi, tugasdan wewenang yang berbeda-beda, disesuaikan pada kepentingan dantujuan bangsa penjajah, bukan semata-mata untuk kepentingan kaumpribumi.

Eksistensi Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 91: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

76

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

A. Polri Menurut Undang-Undang Dasar 1945Di dalam Undang-undang Dasar 1945 tidak mengatur secara jelas

dan tegas kedudukan dan eksistensi lembaga kepolisian, akan tetapijika dikaji secara cermat tentang esensi Pembukaan dan Batang TubuhUUD 1945, salah satu fungsi kepolisian menjadi tujuan atau cita-citanegara (staatsidee) yang harus diwujudkan oleh penyelenggara negara,yakni lembaga-lembaga yang mempunyai kekuasaan untukmenjalankan pemerintahan berdasarkan UUD 1945.

Dalam alenia ke-4 Pembukaan UUD’45 terkonsep adanya tujuandan cita-cita negara (staatsidee), diantaranya untuk membentuk suatunegara yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruhtumpah darah Indonesia. Esensi “perlindungan” yang ada dalampembukaan UUD 1945 tersebut, negara,96 bertujuan untukmemberikan rasa aman, rasa tentram dan damai kepada seluruh warganegara, menjaga warganegara dari segala ancaman baik dari luarmaupun dalam negeri, serta menjaga kelestarian bangsanya.

Secara teoritis dalam mewujudkan terciptanya suatu keamanan,ketertiban dan keteraturan tersebut memang menjadi tugas negara,sebagaimana dikatakan oleh Charles E Merriam yang telah ditulis dimuka, bahwa tugas negara meliputi 5 (lima) bidang, antara lain: ex­ternal security, inter­nal order, justice, welfare dan freedom97, yangdiselenggarakan melalui alat perlengkapan negara. Alat perlengkapannegara atau lembaga-lembaga penyelenggara negara yang dirumuskandalam UUD 1945, antara lain meliputi Lembaga Tertinggi Negara(MPR) dan lembaga-lembaga tinggi negara (Presiden, DPA, DPR,BPK dan MA).

Berpijak pada asas yang ada dalam Pembukaan UUD 1945terutama asas mengayomi bangsa dan tanah air, implementasinyadalam kehidupan nasional pemerintah atau ne-gara melekattanggungjawab untuk memberi perlindungan dan pengayomankepada warganegaranya. Tugas dan tanggungjawab tersebut menurutUUD 1945 dan teori pembagian kekuasaan berada pada Presiden selaku

96 Negara adalah suatu organisasi kekuasaan, dan organisasi itu merupakantata kerja dari alat-alat perlengkapan negara yang merupakan suatukeutuhan, yang melukiskan hubungan serta pembagian tugas dan kewajibanantara masing-masing alat perlengkapan negara untuk mencapai suatutujuan tertentu.

97 Charles E. Merriam, opcit, h. 37.

Page 92: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

77

pemegang kekuasaan eksekutif atau selaku penyelenggarapemerintahan, baik yang bersifat umum maupun khusus.Penyelenggara pemerintahan yang bersifat umum ini adalah kekuasaanmenjalankan administrasi negara. Disini Presiden sebagai pimpinantertinggi penyelenggara administrasi negara.

Menurut Bagir Manan, penyelenggaraan adminitrasi negara yangbersifat umum tersebut meliputi tugas dan wewenang adminstrasidi bidang keamanan dan ketertiban umum. Tugas dan wewenangmemelihara, menjaga, dan menegakkan keamanan dan ketertibanumum merupakan tugas dan wewenang paling awal dan tradisionalsetiap pemerintah.98 Oleh karena Presiden dalam menyelenggarakanadministrasi negara khususnya di bidang keamanan dan ketertibanumum tersebut tidak dapat dijalankan sendiri, maka didelegasikankepada alat perlengkapan negara yang dipimpin oleh menteri-menteriselaku pembantu Presiden.

Khusus untuk tugas dan wewenang melindungi, mengayomi,menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (internal order)didelegasikan kepada lembaga kepolisian. Sehingga secara strukturketatanegaraan menurut UUD 1945 lembaga kepolisian berada dalamDepartemen Pemerintahan yang dipimpin oleh Kepala Pemerintahan,yakni Presiden selaku kepala eksekutif, namun tugas danwewenangnya sehari-hari dilaksanakan oleh Kepala Kepolisian Negarayang diangkat oleh Presiden.

Dilihat awal berlakunya UUD 1945 dan ditelusuri dari prosespembentukannya, yakni pada saat PPKI bersidang membentukUndang-Undang Dasar terdapat suatu momen-tum yang penting bagisejarah eksistensi polisi, karena bersamaan itu pula memutuskanorgan kepolisian yang telah ada pada masa penjajahan Belandaditempatkan di bawah Departemen Urusan Dalam Negeri sebagaiJawatan Kepolisian Negara, dan membentuk berdirinya BadanKepolisian Negara.

Di sini tampak jelas lembaga kepolisian berada di bawah MenteriDalam Negeri yang membawahi Departemen Urusan Dalam Negeri,sehingga kekuasaan kepolisian dipertanggung-jawabkan kepadaPresiden selaku kepala eksekutif. Hal ini sebagai konsekuensi Menteri

98 Bagir Manan, Lembaga Kepresidenan, FH UII Press, Cet. Ke dua, Yogyakarta,2003, h. 122

Eksistensi Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 93: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

78

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

selaku pembantu Presiden dalam menjalankan pemerintahan (pouvoirexecutief), oleh karena itu dalam menjalankan pemerintahan sesuaibidang dan pekerjaan masing-masing, para menteri salingberkoordinasi satu sama lainnya di bawah pimpinan Presiden.

Dengan demikian kekuasaan kepolisian menurut UUD 1945adalah menjalankan kekuasan administrasi negara dibidang keamanandan ketertiban umum yang merupakan bagian dari tugas danwewenang Presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahannegara tertinggi, sehingga Kepala Kepolisian yang menerima delegasikewenangan dari Presiden melalui Menteri Dalam Negari (pembantuPresiden), bertanggungjawab kepada Menteri dan selanjutnya menteribertanggungjawab kepada Presiden. Sebelum UUD 1945 dilakukanamandemen telah menetapkan, bahwa Presiden sebagai mandatarisMPR yang wajib menjalankan putusan-putusan MPR, oleh karenakekuasaan negara tertinggi di tangan MPR dan selaku pemegangkedaulatan rakyat, maka tugas dan wewenang kepolisian yangdijalankan Presiden tersebut dipertanggungjawabkan kepada MPR.

Dengan demikian walaupun eksistensi Kepolisian tidakdirumuskan secara jelas dan tegas di dalam UUD 1945, namun ditinjaudari fungsi, tugas dan wewenang kepolisian negara menurut UUD1945 sebagai alat perlengkapan negara yang menjalankan tugasmenjaga keamanan dan ketertiban umum melalui penegakan hukum,melindungi dan mengayomi masyarakat telah tampak merupakan bagiandari lembaga eksekutif yang dipimpin oleh Kepala eksekutif, yakniPresiden, sehingga pembentukan lembaga kepolisian sebagai alatperlengkapan negara ditekankan pada peranan atau fungsinya untukmenjaga keamanan, ketertiban dan ketentraman masyarakat. Sangatberbeda dengan eksistensi TNI yang langsung dipegang oleh Presiden,sebagaimana diatur dalam pasal 10 UUD 1945, bahwa Presidenmemegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Lautdan Angkatan Udara. Hal ini sebagai konsekuensi kedudukan Presidenselaku Kepala Negara, akan tetapi kepolisian dipertanggung-jawabkankepada dan oleh Presiden dalam kedudukannya selaku KepalaPemerintahan (pemegang kekuasaan eksekutif).

Di sinilah tergambar dengan jelas, tugas dan wewenang Presidenselaku Kepala Pemerintahan dalam merealisasi tujuan dan cita-citanegara (staatsidee) untuk melindungi segenap bangsa, menjagakeamanan dan ketertiban warganegara dan selaku Kepala Negara.

Page 94: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

79

Menarik teori modifikasi tentang “pembagian kekua-saan”, kekuasaaneksekutif atau kekuasaan pemerintahan tidak mungkin dijalankan olehsatu lembaga, oleh karena itu tugas dan wewenang dimaksud dibagi-bagikan kepada alat perlengkapan pemerintahan yang lain sesuaibidang masing-masing ke dalam suatu sistem.

Dengan mendekatkan sistem pembagian kekuasaan yang dianutdalam UUD 1945, maka kekuasaan kepolisian masuk pada kekuasaanpemerintahan negara yang dijalankan oleh Presiden selaku kepalakekuasaan eksekutif dalam negara, oleh karena Kepala eksekutifbertanggungjawab terhadap keamanan dan ketertiban bangsa atauwarga masyarakat, sedangkan dalam mewujudkan tujuan dimaksudtidak mungkin dijalankan sendiri, maka tugas dan wewenangnyadidelegasikan kepada alat perlengkapan negara yang diberi wewenanguntuk itu, yakni kepolisian.

Lembaga kepolisian sebagai salah satu alat perlengkapan negarayang menjalankan kekuasaan pemerintahan berada di bawah Presidenselaku Kepala eksekutif. Tugas dan wewenang kepolisian lebih lanjutdiatur dengan undang-undang maupun Peraturan Pemerintah yangditetapkan oleh Presiden selaku Kepala Pemerintahan berdasarkankewenangannya sebagaimana diatur dalam pasal 5 ayat (1) dan (2)UUD 1945.Atas dasar kewenangan tersebut, Presiden mengeluarkanPenetapan Pemerintah No. 11/S.D tanggal 1 Juli 1946 yangmenetapkan bahwa kepolisian beralih status menjadi jawatantersendiri langsung di bawah Perdana Menteri setingkat denganDepartemen dan kedudukan Kepala Kepolisian Negara (KKN)setingkat dengan Menteri.

B. Polri Menurut Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949Pada saat terjadi perubahan sistem ketatanegaraan Republik In-

donesia dari negara Republik Kesatuan menjadi Republik IndonesiaSerikat (RIS) tahun 1949-1950 sebagai salah satu akibat PerjanjianKonferensi Meja Bundar (KMB) berlaku Konstitusi RIS 1949 diseluruh wilayah RI. Undang-Undang Dasar 1945 hanya berlaku diNegara Bagian yang berpusat di Yogyakarta.99 Selama berlakunyaKonstitusi RIS 1949 ada dua status kepolisian, yakni Kepolisian Negara

99 Bagir Manan, Teoridan Politik Konstitusi, FH.UII Press, Yogyakarta, 2003,h.5

Eksistensi Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 95: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

80

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

RI dan Kepolisian Fed-eral.100 Segala urusan kepolisian di daerah fed-eral secara administratif berada di bawah Menteri Dalam Negeri RISwalaupun pemindahan dan penempatan anggota masih disahkan olehMenteri Dalam Negeri RI, namun selanjutnya diambil alih olehkepolisian RIS.

Untuk memecahkan problem pembatasan tugas dan kerjasamaantara Kepolisian Negara RI dengan Kepolisian Federal, berdasarkanKetetapan Perdana Menteri RIS No. 1 Tahun 1950 dibentuk KomisiKepolisian dengan tugas menyusun suatu Rancangan Undang-undang Kepolisian yang mengatur organisasi, tugas dan kewajibannyaserta hubungan antara Jawatan Kepolisian RIS dengan negara-negarabagian sesuai dengan Konstitusi RIS 1949.

Hanya dalam keadaan tertentulah, yakni keadaan perang maupundarurat perang kekuasaan sipil dan polisi beralih kepada kuasa sipillainnya atau kuasa ketentaraan, sebagaimana diatur dalam pasal 184ayat (2) Konstitusi RIS 1949 yang isinya:

“Undang­undang federal mengatur akibat­akibat pernyataan demikianitu dan dapat pula menetapkan, bahwa kekuasaan­kekuasaan alat­alatperlengkapan kuasa sipil yang berdasarkan konstitusi tentang ketertibanumum dan polisi, seluruhnya atau sebagian beralih kepada alat­alatperlengkapan sipil yang lain ataupun kepada kuasa ketentaraan, danbahwa penguasa­penguasa sipil takluk kepada penguasa­penguasaketentaraan”.101

Berdasarkan ketetapan di atas maka apabila negara RIS ataubagian-bagian negara dinyatakan dalam keadaan perang atau dalamkeadaan darurat perang oleh Pemerintah atas ijin Dewan Perwakilan

100 Kepolisian Negara RI adalah lembaga kepolisian yang dibentuk dan telahada sebelum berlakunya Konstitusi RIS’49 sebagai Jawatan Kepolisian Negarakedudukannya di bawah Menteri Dalam Negeri RI, alat-alat kepolisiandaerah sebelum terbentuknya negara federal telah ada dan dikuasai olehmasing-masing daerah dengan nama Polisi Negara yang pada saat berlakunyaKRIS’49 berkedudukan, sedangkan Kepolisian Fed-eral sebagai lembaga yangdibentuk berdasarkan KRIS’49 yang berada di daerah-daerah negara bagiandan di bawah Menteri Dalam Negeri RIS berpusat di Jakarta, akan tetapibernaung dalam Jawatan Kepolisian Indonesia.

101 Baca Konstitusi RIS (Keputusan Presiden RIS tanggal 31 Januari 1950 Nr.48)LN.50-3 (d.u. 6 Pebruari 1950). Di dalam Konstitusi RIS 1949 terjadiperubahan sistem pemerintahan negara, dari sistem presidensial menjadisistem parlementer (ministery).

Page 96: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

81

Rakyat dan Senat yang bertujuan untuk kepentingan keamanan dalamnegeri dan keamanan terhadap luar negeri. Dalam kondisi daruratperang maka lembaga kepolisian dapat dilibatkan untuk membantumempertahankan negara.

Konstitusi RIS 1949 tidak mengatur secara jelas dan tegastentang eksistensi lembaga kepolisian, tidak seperti halnya tentara.Eksistensi tentara diatur dalam pasal 182 Konstitusi RIS 1949, di manaPresiden sebagai Panglima tertinggi tentara RIS. Polisi tidak masukpada pengertian tentara dan merupakan kuasa sipil sebagaimanadirumuskan dalam pasal 184 ayat (2) Konstitusi RIS 1949, maka polisitidak masuk pada ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 182 tersebut,bahkan sebagai salah satu pemegang kuasa sipil di samping kuasa-kuasa sipil yang lain.

Apabila dikaji secara dalam ketentuan dalam Pasal 51 KonstitusiRIS 1949 yang menyatakan “Penyelenggaraan pemerintahan tentangpokok­pokok yang terdaftar dalam lampiran Konstitusi ini dibebankansemata­mata kepada Republik Indonesia Serikat”, maka dapat dimaknai,bahwa segala sesuatu yang menyangkut penyelenggaraan pemerintahyang tidak diatur dalam Konstitusi RIS diubah atau tidaknya menjadihak sepenuhnya negara-negara bagian.

Lampiran yang dimaksud dalam pasal 51 Konstitusi RIS 1949 diatas intinya menegaskan, bahwa “Tugas dan wewenangPolisi.....mengatur dan menjalankan tugas Polisi bersangkutan denganpokok-pokok penyelenggaraan Pemerintahan Federal adalah salahsatu masalah dari pokok-pokok penyelenggaraan pemerintahan yangdibebankan kepada Republik Indonesia Serikat menurut pasal 51Konstitusi RIS”102, sehingga penyelenggaraan kepolisian sebagai salahsatu komponen penyelenggara Pemerintahan menjadi tanggungjawabsepenuhnya dari negara-negara bagian.

Wewenang kepolisian sebagaimana Lampiran yang ditetapkandalam Pasal 51 KRIS 1949, dapat dirinci, sebagai berikut:103

1. Mengatur dan menjalankan tugas polisi bersangkutan denganpokok-pokok penyelenggaraan pemerintahan fed-eral;

2. Pendidikan pegawai atasan polisi;

102 R.Memet Tanudjaja dkk, dalam Sejarah Kepolisian di Indonesia, Mabes Polri,Jakarta, 1999, h. 90

103 Dinas Sejarah Polri, Jakarta, 1980, h.14

Eksistensi Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 97: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

82

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

3. Mengadakan persediaan-persediaan untuk memajukankecakapan tehnik dan daya guna kepolisian Republik In-donesiaSerikat;

4. Mengadakan tindakan-tindakan untuk memajukan kerjasamayang tepat, di mana perlu, dalam pekerjaan pelbagai alatperlengkapan polisi.

Selama berlakunya Konstitusi RIS 1949, masing-masing daerahbagian memiliki aparatur kepolisian sendiri yang merupakan aparatkepolisian RIS, akan tetapi tentang segala sesuatu yang berkaitandengan tugas-tugas kepolisian disampaikan kepada Jawatan KepolisianNegara Indonesia berpusat di Jakarta yang berkantor pada KementrianDalam Negeri, dan struktur organisasi kepolisian disusun sesuaistruktur kepolisian Hindia Belanda pada negara-negara bagian, yangbernaung di bawah Konstitusi RIS 1949.

Di dalam penyelenggaraan administrasi kepolisian, ada perbedaanyang mendasar antara Negara Bagian dan Negara Republik Indone-sia, untuk Negara Indonesia Timur (NIT) dan Negara Sumatera Timurtugas dan wewenang kepolisian berada di bawah Menteri DalamNegeri dan Jaksa Agung mempertanggungjawabkan urusankepolisian kepada Menteri Dalam Negeri, sedangkan untuk di NegaraRepublik Indone-sia tugas dan wewenang kepolisian seluruhnyaberada di bawah Perdana Menteri. Administrasi kepolisian tidakterdapat kesesuaian antara sistem federal dengan Negara RI.104

Selain apa yang diuraikan di atas, di dalam Konstitusi RIS 1949menetapkan adanya penguasa dan kekuasaan umum dan kekuasaanlain yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukantindakan khusus, seperti halnya yang dirumuskan dalam pasal 17dalam hal kemerdekaan dan rahasia dalam perhubungan suatumasyarakat tidak boleh diganggu gugat, selain perintah hakim ataukekuasaan lain, dan pasal 26 ayat (2) dalam hal sesuatu benda harusdibinasakan untuk kepentingan umum, harus dirusakkan sampai takterpakai lagi oleh kekuasaan umum.

Kekuasaan dimaksud tidak dijelaskan secara tegas dan rinci dalambatang tubuh Konstitusi RIS 1949, akan tetapi apabila kita cermatidalam Lampiran Konstitusi RIS 1949 sebagaimana dirumuskan dalam

104 Ibid, 89-90.

Page 98: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

83

pasal 51, yakni Pokok-Pokok Penyelenggaraan Pemerintahan yangDibebankan Kepada Republik In-donesia Serikat, secara rinci telahmemuat kekuasaan alat perlengkapan negara dan kuasa-kuasa dalammenjalankan kekuasaan pemerintahan, termasuk kekuasaankepolisian yang disebutkan dalam huruf o Lampiran Konstitusi RIS1949 dan dimaksud dalam pasal 51. Dengan demikian dilihat daristruktur ketatanegaraan 0menurut Konstitusi RIS 1949, kepolisianmerupakan suatu lembaga yang diselenggarakan secara desentralistik.

C. Polri Menurut Undang-Undang Dasar Sementara 1950Setelah terjadi pemulihan kembali negara federal menjadi negara

kesatuan, Konstitusi RIS 1949 diganti dengan UUDS 1950. Hal inidinyatakan oleh Presiden Soekarno dalam HUT Kemerdekaan RItanggal 17 Agustus 1950 yang kemudian ditindaklanjuti dengandisahkannya Undang-undang No. 7 Tahun 1950 tentang PerubahanKonstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi UUDS RI.Pergantian UUD ini secara langsung maupun tidak langsungmembawa perubahan bagi lembaga kepolisian Indonesia. Perubahanyang mendasar bagi ketatanegaraan, yakni berubahnya bentuk negarafederal menjadi negara kesatuan dan tidak mengenal lagi adanyanegara-negara bagian. Akibat dari perubahan dimaksud eksistensikepolisian yang ada di negara-negara bagian digabungkan menjadisatu sebagai suatu kesatuan yang besar dalam institusi kepolisiannegara.

Konstitusi RIS 1949 tidak mengatur secara tegas tentangeksistensi kepolisian, beberapa hal dapat kita ketemukan dalamLampiran Konstitusi RIS 1949, lain halnya dengan UUDS 1950. Didalam batang tubuh UUDS 1950 telah memuat secara jelas eksistensikepolisian, terutama yang dirumuskan dalam pasal 130 yang isinya“Untuk memelihara ketertiban dan keamanan umum diadakan suatu alatkekuasaan kepolisian yang diatur dengan undang­undang”. Di sini jelas,diadakannya kekuasaan kepolisian untuk memelihara ketertiban dankeamanan umum, yang secara tegas akan diatur tersendiri dalamundang-undang.

Selain itu kekuasaan kepolisian merupakan kekuasaan tersendiriyang terpisah dengan kekuasaan sipil lainnya maupun kekuasaanketentaraan (Angkatan Perang). Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 129UUDS 1950, yang menyatakan apabila negara dalam keadaan bahaya

Eksistensi Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 99: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

84

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

kekuasaan alat-alat perlengkapan kuasa sipil dan polisi seluruhnyaatau sebagian beralih kepada kuasa Angkatan Perang. Pasal 130 UUDS1950 tersebut membawa situasi baru bagi kepolisian, status polisitidak lagi mudah berubah karena telah ditetapkan oleh pemerintahdan parlemen dalam suatu UUD yang apabila akan melakukanperubahan memerlukan proses yang tidak mudah. Di samping itumerupakan fakta yang penting dalam sejarah kepolisian Indonesia,karena:a. baru pertama kalinya di dalam sejarah Indonesia perumusan tugas

kepolisian diatur secara konstitusionil di dalam Undang-UndangDasar Negara.

b. dengan rumusan tugas Polisi dalam pasal 130 UUDS 1950 dalamBab III Bagian VI tentang “Pertahanan Negara dan KeamananUmum” nampak adanya pemikiran modern yang mengelompokkantugas Polisi dalam kesatuan tugas Pertahanan/KeamananNegara.105

Berkaitan erat dengan kekuasaan kepolisian berdasarkan pasal130 UUDS 1950 yang akan diatur tersendiri dengan undang-undang,tindak lanjutnya pada tanggal 27 Januari 1950 Perdana Menteri RImengeluarkan Penetapan No. 3/PM yang isinya pimpinan kepolisiandiserahkan kepada Menteri pertahanan dengan maksud memusatkanpimpinan kepolisian dan tentara dalam satu tangan, sehingga dapatmemperlancar tindakan pemerintah dalam penyelenggaraanketentrainan dan keamanan umum, walaupun pada akhirnyaKetetapan Perdana Menteri No. 3/PM tersebut pada bulan Septem-ber 1950 dicabut.

Pada saat kembalinya negara kesatuan RI dan diberlakukannyaUUDS 1950 terdapat dua pesoalan yang dihadapi oleh kepolisian, yakniberkaitan dengan status dan struktur kepolisian. Status kepolisiankembali pada Peraturan Pemerintah No. 11/SD tahun 1946, karenapasal peralihan UUDS 1950 memberi legalisasi sebagian peraturanperundang-undangan yang pernah berlaku, akan tetapi berkaitandengan struktur kepolisian mengalami kesulitan karena dari masing-masing negara federasi mempunyai kepolisian negara bagian yangberbeda-beda statusnya dan harus menjadi satu kesatuan kepolisiannasional. Kepolisian nasional ini sebelumnya telah terbentuk, namun105 Momo Kelana, op. at, h. 155-156

Page 100: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

85

dilebur menjadi kepolisian Republik Indo-nesia Serikat pada saatberlakunya Konstitusi RIS 1949.

Dengan demikian lembaga kepolisian kembali bertanggung jawabkepada Perdana Menteri dan semua anggota polisi berstatus sebagaiPegawai Negeri Sipil dengan organisasinya bernama PersatuanPegawai Negeri Polisi Republik Indonesia yang disingkat PPNPRI,akan tetapi kedudukan Kepolisian negara masih terikat denganKeppres RIS No. 22 Tahun 1950 tanggal 16 Januari 1950 yangmenempatkan Kepolisian Negara dalam kebijaksanaan polisionil dipimpin oleh Perdana Menteri dengan perantara Jaksa Agung.Pemeliharaan dan administrasi Kepolisian Negara dipimpin olehMenteri Dalam Negeri yang bertanggungjawab kepada DPRS.106

Dengan keluarnya Ketetapan Presiden RIS No. 150 Tahun 1950tanggal 7 Juni 1950 mengatur dan menempatkan organisasi kepolisiannegara-negara bagian disatukan dalam Jawatan Kepolisian Indone-sia,yang ditindak lanjuti dengan Ketetapan Perdana Menteri No. 6/PM/1950 tanggal 3 Oktober 1950 dimana kebijaksanaan politik polisionildiserahkan kepada Wakil Perdana Menteri, sehingga dengan demikiantanggungjawab organisasi kepolisian tetap berada pada wewenangPerdana Menteri yang juga haras dipertanggungjawabkan kepadaDPRS.

Dalam upaya pembentukan susunan organisasi kepolisianMenteri Dalam Negeri mengeluarkan Surat Keputusan Nomor: 4/2/28/Um tanggal 13 Maret 1951 yang isinya memuat tentang Susunanbagian dari kantor jawatan kepolisian Negara, yang merupakan suatuorganisasi besar dan hanya ada satu jawatan kepolisian. Selanjutnyadisusul dengan Order Kepala Kepala Kepolisian Negara (KKN) No.23/11/1951 tanggal 13 Mei 1951 tentang Staf Jawatan KepolisianNegara sebagai usaha melengkapi struktur kepolisian yang sudah adasebelumnya.

Di dalam sidang kabinet tanggal 2 Nopember 1951 memutuskan,bahwa Jawatan Kepolisian Negara seluruhnya berada di bawahpimpinan Perdana Menteri yang pelaksanaannya dimulai pada awaltahun 1952. Sambil menunggu keluarnya Undang-undang Kepolisianyang akan mengatur secara tetap kewajiban dan kekuasaan kepolisian

106 Mabes Polri, Sejarah Kepolisian di Indonesia, Markas Besar Kepolisian NegaraRepublik Indorfesia, Jakarta, 1999 h. 88

Eksistensi Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 101: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

86

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

baik secara represif maupun preventif, maka Jawatan KepolisianNegara tetap menjalankan fungsinya sebagai pembantu PerdanaMenteri Urusan Keamanan Umum.107

Di dalam kurun waktu dari tahun 1952 sampai dengandikeluarkannya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 tidak adaperubahan kedudukan yang sangat signifikan. Yang terjadi adalahperkembangan dan pembenahan struktur organisasi yang mengarahpada profesionalisme, seperti pembentukan kesatuan-kesatuan,pembentukan bagian polisi tugas khusus, reorganisasi dan Iain-lain.Perkembangan dan perubahan berdasarkan Keppres RI No. 75 Tahun1954 tanggal 31 Maret 1954 tentang pembentukan Panitia NegaraPerancang Undang-undang Kepolisian yang bertugas mengadakanpenelitian dan penyelidikan tentang status Kepolisian, serta hal-halyang berhubungan dengan pembentukan Undang-undang Kepolisianataupun status kepolisian tersebut. Perkembangan lainnya, yakniadanya penyesuaian susunan Kepolisian Negara yang ditetapkanberdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 1958.

D. Polri Menurut UUD 1945 Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959Setelah keluarnya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 yang

menetapkan: “pembubaran konstituante”; “berlakunya kembali UUD1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950”; “Rencana PembentukanMPRS serta Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dalamwaktu yang sesingkat-singkatnya”, maka hukum dasar tertulis yangberlaku bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Undang-Undang Dasar 1945. Dengan berlakunya kembali UUD 1945 tersebuteksistensi kepolisian tidak lagi dirumuskan secara tegas dalamUndang-Undang Dasar, sehingga dengan terjadinya perubahanKonstitusi ini mempunyai pengaruh yuridis bagi status kepolisiannegara, karena apa yang ditetapkan dalam pasal 130 Undang-UndangDasar Sementara 1950 (UUDS 1950) tentang “kekuasaan kepolisian”tidak lagi terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945 yangdiberlakukan kembali. Walaupun upaya-upaya untuk mewujudkanstatus dan eksistensi kepolisian tetap ada terutama tindak lanjutKeputusan Presiden RI No. 75 Tahun 1954 tanggal 31 Maret 1954tentang pembentukan Panitia Negara Perancang Undang-undang

107 Ibid, h. 91-92

Page 102: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

87

Kepolisian yang bertugas mengadakan penelitian dan penyelidikantentang status Kepolisian.

Undang-Undang Dasar 1945 tidak mengatur secara jelaseksistensi kepolisian, sehingga selama kurun waktu berlakunyakembali UUD 1945 instrumen hukum yang memberikan status dankekuasaan kepolisian tersebar, baik dalam bentuk Ketetapan MPRS,Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden maupunKeputusan Menteri. Berdasarkan Ketetapan MPRS No. 11/1960 pasal54 ayat c alenia terakhir menyatakan, bahwa Angkatan BersenjataRepublik Indonesia terdiri atas Angkatan Perang Republik Indonesiadan Polisi. Tap MPRS ini sebagai tonggak sejarah integrasi ABRI yangmenempatkan Polisi sebagai bagian dari ABRI dengan mengembanmatra keamanan dan ketertiban masyarakat. Konsep tersebutditegaskan kembali dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 1961 tentangPokok Kepolisian Negara yang menyatakan “Departemen Kepolisianmenyelenggarakan tugas Polri; kepolisian negara adalah AngkatanBersenjata”.

Dengan demikian Kepolisian Negara kedudukannya sama dansederajat dengan Angkatan Darat, Angkatan Laut dan AngkatanUdara. Kedudukan kepolisian sebagai Angkatan Bersenjata lebih lanjutditegaskan dengan Keputusan Presiden No. 290 tahun 1964 yangdisempurnakan dengan Keputusan Presiden No. 52 Tahun 1969 dandipertegas lagi dengan Keputusan Presiden No. 79/1969 danKeputusan Presiden No.80/1969 yang menyatakan, bahwa KepolisianNegara Republik Indonesia sebagai unsur Angkatan BersenjataRepublik Indonesia (ABRI) dan merupakan bagian organik dariDepartemen Pertahanan Keamanan.

Selanjutnya penyempurnaan organisasi dalam rangka integrasiABRI dikeluarkan Keputusan Menteri/Hankam/ Pangab No. Kep/A/835/VIII/1970 yang menetapkan tentang Pokok-pokok Organisasidan Prosedur Kepolisian Negara Republik Indoensia, yang kemudianuntuk penyempurnaan Hankam dikeluarkan Instruksi MenteriPertahanan Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata Nomor; INS/A/ 43/ XI /1973 tentang Penyusunan kembali orgnaisasi Angkatandan Polri, yang khusus dalam lingkungan Polri berdasarkan KeputusanMenhankam/Pangab Nomor: KEP/15/IV/1976 tentang Pokok-pokokdan Prosedur Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pada tahun 1984terjadi reorganisasi Departemen Pertahanan Keamanan dan Markas

Eksistensi Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 103: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

88

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

Besar ABRI, sehingga Organisasi Angkatan dan Polri mengalamiperubahan, untuk Polri didasarkan pada Keputusan PanglimaAngkatan Bersenjata Republik Indonesia Nomor: KEP/ll/P/III/1984tanggal 31 Maret 1984 tentang Pokok-pokok organisasi dan prosedurKepolisian Negara Republik Indonesia yang disingkat Polri.

Selama kedudukan kepolisian negara Republik Indone-siamenjadi bagian dari ABRI, tugas-tugas kepolisian selain memegangmatra Kamtibmas, dalam kondisi tertentu ikut mejalankan tugas-tugaspertahanan negara sebagaimana yang dijalankan oleh Angkatan Darat,Angkatan Laut dan Angkatan Udara. Sehingga anggota Polri tundukpada semua aturan Angkatan Bersenjata, mulai dari sistem pendidikan,perilaku maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku bagimiliter berlaku juga bagi anggota Polri. Seperti halnya Polri harustunduk pada Undang-undang No. 26 Tahun 1997 tentang DisiplinMiliter dan Undang-undang No. 31 Tahun 1997 tentang PeradilanMiliter. Oleh karena itu setiap pelanggaran disiplin maupun perbuatanpidana yang dilakukan oleh anggota Polri masuk pada katagoripelanggaran disiplin militer atau pidana militer yang prosesperadilannya berada pada Mahkamah Militer sebagaimana diatur dalamUndang-undang No. 31 tahun 1997.

Dapat disimpulkan bahwa selama berlakunya kembali UUD 1945status Polri merupakan bagian dari ABRI yang dipimpin oleh KepalaKepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri), yang secara strukturketatanegaraan berada di bawah Menteri Pertahanan Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata (Menhankam/Pangab) dandipertanggungjawabkan kepada Presiden selaku pemegang kekuasaanpemerintahan.

E. Polri Menurut UUD 1945 Setelah AmandemenAmandemen UUD 1945 adalah merupakan tonggak sejarah baru

bagi perkembangan Polri di masa depan sebagai Polri yang profesionaldan mandiri. Eksistensi Kepolisian Negara Republik Indonesia selamakurun waktu Orde Baru mengalami keterpurukan dan terkebirikekuasaannya oleh campur tangan lembaga yang terintergrasi dalamtubuh Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Tugas-tugas,fungsi dan wewenang (kekuasaan) Polri sebagai salah satu lembagapenegak hukum banyak dicampuri dan diintervensi serta adanyakerancuan dalam penempatan dan pembagian wewenang yang

Page 104: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

89

menjadi kekuasaan dan tanggungjawab Polri, sehingga dinilai tidakmampu menjalankan tugasnya secara maksimal, bahkan menjadikancitra Polri terpuruk di mata masyarakat.

Bergulirnya reformasi khususnya di bidang hukum merupakanangin baru bagi Polri, oleh karena itu melalui Instruksi Presiden No.2 Tahun 1999, Polri dipisahkan dari Angkatan Bersenjata RepublikIndonesia (ABRI). Tindak lanjut dari Instruksi Presiden tersebutdikeluarkan Ketetapan MPR RI. No.: VI/MPR/2000 tentangPemisahan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian NegaraRepublik Indonesia (Polri), dan Ketetapan MPR RI. No. VII/ MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan PeranKepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Di dalam KetetapanMPR RI No. VI/MPR/2000 khususnya dalam pasal 1 disebutkan,bahwa “Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara RepublikIndonesia secara kelembagaan terpisah sesuai dengan peran danfungsi masing-masing”. Peran TNI dan Polri dirumuskan dalam pasal2 ayat (1) dan (2), ayat (1) yang menyebutkan, bahwa “TentaraNasional In-donesia adalah alat negara yang berperan dalampertahanan negara”, dan ayat (2) menyebutkan, bahwa “KepolisianNegara Republik Indonesia adalah alat negara yang berperan dalammemelihara keamanan”.

Dengan dilakukannya pemisahan tersebut, maka telah jelasbahwa secara kelembagaan Kepolisian Negara Republik Indonesia(Polri) terpisah dengan Tentara nasional Indonesia (TNI), dan istilahAngkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dinyatakan tidak adalagi. Ketetapan MPR RI No. VII/MPR/2000 khususnya pasal 6 danpasal 7 lebih memperjelas peran Kepolisian Negara Republik Indone-sia (Polri), yakni sebagai alat negara yang mempunyai peranmemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkanhukum, memberikan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.Di dalam menjalankan perannya tersebut Polri berada di bawah danbertanggung jawab kepada Presiden.

Pemisahan Polri dengan TNI dan rumusan peran Polri tersebutmenjadi konsep dasar kekuasaan Polri dalam arti tugas, fungsi,wewenang dan tanggungjawab Polri dalam organisasi negara.Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam menjalankankekuasaannya terutama sebagai alat penegak hukum, penjaga dan

Eksistensi Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 105: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

90

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, pengayom,pelindung dan pelayanan kepada masyarakat secara kelembagaandipimpin oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri)yang diangkat oleh Presiden atas saran Komisi Kepolisian Nasionaldan setelah mendapat persetujuan DPR.

Kekuasaan Polri dijalankan di bawah Presiden mengandungkonsekuensi logis, bahwa Polri di dalam menjalankan kekuasaannyabertanggungjawab kepada Presiden, dalam arti harusmempertanggungjawabkan kekuasaannya kepada Presiden.Kekuasaan kepolisian dimaksud diperoleh secara atributif (atributive)maupun secara pelimpahan (mandaatsverlening) atau kekuasaanderevatif (derevative). Kekuasaan diperoleh secara atributif (atributive),karena kekuasaan kepolisian tersebut telah ditetapkan dalamamandemen UUD 1945 khususnya dalam pasal 30 ayat (4) yang intinya“Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yangmenjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi,mengayomi, melayani masyarakat serta menegakkan hukum”.

Selanjutnya mengenai kekuasaan kepolisian yang diperolehmelalui pelimpahan kekuasaan (mandaatsverlening) adalah dalam artikekuasaan derevatif (derevative), yakni Polri menerima pelimpahankekuasaan dari Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) baik secaralangsung maupun melalui Presiden. Kekuasaan yang diterimalangsung dari MPR seperti Ketetapan MPR RI No. II/MPR/1999khususnya pasal 11 Bagian 4 yang mengatur tentang TindakanKepolisian Terhadap Anggota MPR, Ketetapan MPR RI No. VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri, dan Ketetapan MPR RI No.VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan peran Polri, sedangkanpendelegasian kekuasaan dari Presiden ditetapkan dalam Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indo-nesia.

Selain itu kekuasaan Presiden yang diperoleh secara atributifmaupun pelimpahan kekuasaan dari MPR khususnya dalammenjalankan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang berkaitandengan keamanan dan ketertiban negara karena tidak mungkindijalankan sendiri, maka kekuasaan dimaksud didelegasikan kepadaPolri, sehingga tanggungjawab kekuasaan Polri atas pendelegasiankekuasaan tersebut ditujukan kepada Presiden, begitu jugapendelegasian kewenangan yang ditetapkan dalam Undang-undang

Page 106: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

91

No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.Pertanggungjawaban Polri kepada Presiden diatur secara tegas dalamPasal 8 ayat (2) Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang KepolisianNegara Republik Indonesia sebagai konsekuensi logis karenaKepolisian Negara Republik Indo-nesia berada di bawah Presiden danadanya pendelegasian kewenangan Presiden kepada Polri.

Bila kita cermati substansi pasal 2 Undang-undang No. 2 Tahun2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menyebutkan,bahwa fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan dibidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakanhukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepadamasyarakat. Esensi dari fungsi pemerintahan dimaksud, bahwa Polridalam menjalankan perannya merupakan salah satu lembaga yangmenjalankan fungsi pemerintahan (eksekutif) dalam bidangpemeliharaan kemanan dan ketertiban, pengayoman, perlindungandan pelayanan kepada masyarakat.

Fungsi pemerintahan yang dijalankan oleh Polri memiliki duakatogori, yakni fungsi sosial dalam tugas memelihara keamanan danketertiban masyarakat, pengayoman, perlindungan dan pelayanankepada masyarakat dan fungsi penegakan hukum dalam kapasitasnyasebagai alat negara penegak hukum. Di dalam menjalankankekuasaannya tersebut Polri menjalin hubungan kerja sama denganbadan, lembaga serta instansi lain. Dengan demikian Polri sebagaisuatu lembaga mendapatkan kekuasaan baik secara atributif, derivatifmaupun pendelegasian dari Presiden, yang tidak menutup adanyahubungan kerja antara Polri dengan lembaga-lembaga lain, sehinggaoperasional Polri mengenal adanya pembagian kerja yang juga dapatdisebut pembagian kekuasaan.

Eksistensi Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 107: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

92

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

Page 108: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

93

BAB IIIKEDUDUKAN POLRI DALAM SISTEM

KETATANEGARAAN INDONESIA

3.1.Kedudukan Polri dalam SejarahLahirnya Polisi Nasional berawal dari keluarnya Maklumat

Pemerintah tanggal 29 September 1945 yang mengangkat R. SaidTjokrodiatmodjo sebagai Kepala Kepolisian. Di dalam masa jabatannyaprioritas pembenahan dan perubahan yang dilakukan adalah berkaitandengan struktur polisi, watak dan falsafah hidup polisi. Kemudianpada saat Jepang menyerah kepada tentara sekutu dan dibubarkannyaPeta dan Heiho, kedudukan kepolisian tetap dipertahankan dan tetapmenjalankan fungsinya sebagai penjaga keamanan dan ketertibanmasyarakat.

Kedudukan kepolisian selama berada di bawah DepartemenDalam Negeri wewenangnya sangat terbatas, hal ini disebabkanadanya kendala stuktur serta operasional. Kemudian berdasarkanPeraturan Pemerintah No. 11/SD Tahun 1946 tanggal 1 Juli 1946 or-gan kepolisian berada langsung di bawah Perdana Menteri sederajatdengan Kejaksaan dan Kehakiman. Dengan demikian secarakelembagaan dan struktur organisasi pemerintah, eksistensikepolisian setingkat dengan Departemen dan kedudukan Kepala Polisisetingkat dengan Menteri, sehingga tugas-tugas kepolisian yangberaneka ragam disatukan menjadi Jawatan Kepolisian Negara yangbertanggungjawab langsung kepada Perdana Menteri. Momentumtersebut merupakan perubahan kedudukan organisasi kepolisian yangsemula berada di bawah Kementerian Dalam Negeri beralih berada dibawah Perdana Menteri.

Perubahan kedudukan, tugas dan tanggungjawab terjadi lagi padasaat keluarnya Ketetapan Dewan Pertahanan Negara No. 49 Tahun

Page 109: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

94

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

1946 tanggal 9 Nopember 1946 dan No. 112 tanggal 1 Agustus 1947,bahwa dengan pertimbangan perubahan situasi revolusi saat itukepolisian negara dimiliterisasi yang mempunyai kedudukan sebagaitentara, dengan tugas selain menjalankan tugas-tugas kepolisian dibawah kendali Kementerian Pertahanan juga diperintahkan untukmenjalankan pekerjaan tentara atas perintah komando tentara.

Berdasarkan Ketetapan Pemerintah No. l Tahun 1948 terhitungmulai tanggal 4 Februari 1948 kepolisian negara untuk sementaradipimpin langsung oleh Perdana Menteri/Wakil Perdana Menteri.Karena adanya agresi Militer Belanda ke II pada tanggal 19 Desember1948 dan Belanda menduduki Ibu Kota Perjuangan RI di Yogyakarta,maka kepolisian meninggalkan kota Yogyakarta dan membentukJawatan Kepolisian Darurat. Dengan terbentuknya PusatPemerintahan Militer di bawah Pemerintahan Darurat RI, maka padatanggal 15 Mei 1949 dibentuk alat kepolisian yang dinamakan PolisiPemerintahan Militer yang merupakan gabungan dari Polisi Negaradan CPM, sehingga semua peraturan dan perundang-undangan yangberlaku bagi Pusat Pemerintahan Militer diberlakukan pula bagi PolisiNegara dan CPM.

Keluarnya perjanjian Room Royen tanggal 15 Juli 1949, semuapasukan Belanda ditarik dari daerah-daerah yang didudukinyaterutama Yogyakarta, maka berdasarkan Penetapan Presiden No. 1Tahun 1949 mulai tanggal 15 Juli 1949 pimpinan Kepolisian Negaradiserahkan kepada Menteri Pertahanan selaku koordinator keamanan,yang kemudian pada tanggal 29 September 1949 oleh MenteriPertahanan pimpinan Kepolisian Negara dikembalikan kepada PerdanaMenteri.

Pada saat terjadi perubahan sistem ketatanegaraan, yakni denganterbentuknya Republik Indonesia Serikat (RIS) tahun 1949 -1950 adadua status kepolisian, yaitu Kepolisian Negara dan Kepolisian Fed-eral. Segala urusan kepolisian di daerah federal secara administratifberada di bawah Menteri Dalam Negeri RIS, namun pemindahan danpenempatan anggota masih disahkan oleh Menteri Dalam Negeri RIyang selanjutnya diambil alih oleh Kepolisian RIS.

Untuk memecahkan problem pembatasan tugas dan kerjasamaantara Kepolisian Negara RI dengan Kepolisian Federal, berdasarkanKetetapan Perdana Menteri RIS No. 1 Tahun 1950 dibentuk Komisi

Page 110: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

95

Kepolisian dengan tugas menyusun suatu Rencana Undang-undangKepolisian yang mengatur organisasi, tugas dan kewajibannya sertahubungan antara Jawatan Kepolisian RIS dengan negara-negara bagiansesuai dengan Konstitusi RIS.

Setelah terjadi perubahan kembali bentuk negara menjadi negarakesatuan dan diberlakukannya UUDS 1950, lembaga kepolisiankembali bertanggungjawab kepada Perdana Menteri dan semuaanggota polisi berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil denganorganisasinya bernama Persatuan Pegawai Negeri Polisi RepublikIndonesia yang disingkat PPNPRI. Di dalam UUDS 1950 tersebutjuga ditegaskan perlunya dibentuk alat kekuasaan kepolisian dalamnegara yang bertugas memelihara ketertiban dan keamanan umum,sebagaimana disebutkan dalam pasal 130 UUDS 1950, yang bunyinya“Untuk memelihara ketertiban dan keamanan umum diadakan suatualat kekuasaan kepolisian yang diatur dengan Undang-undang”.108

Pada awal kembali ke Negara Kesatuan RI tersebut, kedudukanKepolisian Negara masih terikat pada Keputusan Presiden RIS No.22 Tahun 1950 tanggal 16 Januari 1950 yang menempatkan KepolisianNegara dalam kebijaksanaan polisionil dipimpin oleh Perdana Menteridengan perantara Jaksa Agung. Pemeliharaan dan administrasiKepolisian Negara dipimpin oleh Menteri Dalam Negeri yangbertanggungjawab kepada DPRS.109

Melalui pertimbangan agar dapat memperlancar tindakan-tindakanpemerintah dalam penyelenggaraan ketentraman dan keamanan umumterutama dalam usaha penanggulangan gangguan keamanan, makadengan suatu Penetapan Perdana Menteri No. 3/PM tanggal 27 Januari1950 pimpinan kepolisian diserahkan kepada Menteri Pertahanandengan maksud unruk memusatkan pimpinan kepolisian dan tentaradalam satu tangan, dan dengan Ketetapan Presiden RIS No. 150 Tahun1950 tanggal 7 Juni 1950, organisasi kepolisian negara-negara bagiandisatukan dalam Jawatan Kepolisian Indonesia.

Pada tanggal 17 Agustus 1950 pemerintahan kembali ke negarakesatuan. Tanpa mengesampingkan Keputusan Presiden No. 22 Tahun

108 Baca UUDS 1950 (Undang-undang 15 Agustus 1950 no. 7) LN 50-56 (d.u.15 Agusutus 1950) Penj. TLN 37).

109 Mabes Polri, Sejarah Kepolisian di Indonesia, Markas Besar Kepolisian NegaraRepublik Indonesia Jakarta, 1999, h. 88

Kedudukan Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 111: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

96

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

1950 dikeluarkan Penetapan Perdana Menteri No. 6/PM/1950 yangmenetapkan, bahwa pimpinan dalam kebijaksanaan politik polisionildiserahkan kepada Wakil Perdana Menteri.

Di dalam sidang Kabinet tanggal 2 Nopember 1951 memutuskan,bahwa Jawatan Kepolisian Negara seluruhnya berada di bawahpimpinan Perdana Menteri yang pelaksanaannya dimulai pada awaltahun 1952. Sambil menunggu keluarnya Undang-undang Kepolisianyang akan mengatur secara tetap kewajiban dan kekuasaan Kepolisianbaik secara represif maupun preventif, maka Jawatan KepolisianNegara tetap menjalankan fungsinya sebagai pembantu PerdanaMenteri Urusan Keamanan Umum.110

Sejalan dengan keluarnya Keppres RI No. 75 Tahun 1954 tanggal31 Maret 1954 dibentuk Panitia Negara Perancang Undang-undangKepolisian yang bertugas mengadakan penelitian dan penyelidikantentang status Kepolisian, serta hal-hal yang berhubungan denganpembentukan Undang-undang Kepolisian ataupun status kepolisian,kemudian susunan Kepolisian Negara disesuaikan berdasarkanPeraturan Pemerintah No. 51 Tahun 1958 tentang PenyesuaianSusunan Kepolisian Negara.

Keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang ditindaklanjutidengan Penetapan Presiden Republik Indonesia No. 2 Tahun 1959(L.N. 1959 - 77 dan T.L.N. No. 1816) tentang Majelis PermusyawaratanRakyat Sementara (MPRS) dan Penetapan Presiden No. 3 Tahun 1959(L.N. 1959 - 78 dan T.L.N. No. 1917) tentang Dewan PertimbanganAgung Sementara (DPAS), ada suatu perubahan yang sangat mendasardalam pemerintahan, yakni tentang struktur tata pemerintahan negaradan sistem pemerintahan dari kabinet parlementer menjadi kabinetpresidensiil.

Keputusan politik pemerintah tersebut membawa perubahan bagisejarah kedudukan dan perkembangan Kepolisian negara, di sampingadanya pembentukan departemen-departemen baru juga adanyaperubahan tanggungjawab secara kelembagaan. Pada saat jabatanPerdana Menteri diganti dengan Menteri Pertama, kedudukanKepolisian Republik Indonesia tetap berada di bawah Menteri Pertamasampai dengan keluarnya Keppres No. 153 Tahun 1959 tanggal 10

110 Ibid.h. 91-92

Page 112: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

97

Juli 1959 yang menetapkan bahwa Kepala Kepolisian Negara (KKN)diberi kedudukan Menteri Negara ex­officio.

Berdasarkan Keputusan Presiden No. 154 Tahun 1959 tanggal13 Juli 1959 dibentuk Departemen Kepolisian Negara yangdimasukkan ke dalam bidang keamanan, dan sebutan KepalaKepolisian Negara (KKN) berubah menjadi Menteri Muda Kepolisian.Sejalan dengan Keppres No. 154 Tahun 1959 tersebut juga keluarSurat Edaran Menteri Pertama No.l/MP/ RI/1959 tanggal 26 Agustus1959 yang mengganti nama Kementerian menjadi Departemen,sehingga Jawatan Kepolisian Negara diganti menjadi DepartemenKepolisian dan Kepala Kepolisian dirubah menjadi Menteri MudaKepolisian yang memimpin Departemen Kepolisian.

Dalam perjalanan sejarah selanjutnya kemudian disusulkeluarnya Tap MPRS No. 11/1960 dan Tap MPRS No.III/1960 yangmenetapkan, bahwa ABRI terdiri atas Angkatan Perang dan PolisiNegara. Selanjutnya berdasarkan Keppres RI No. 21 Tahun 1960sebutan Menteri Muda Kepolisian diubah menjadi Menteri/KepalaKepolisian Nasional, dan juga sebutan pada Angkatan Perang lainnya.Selain itu Departemen Kepolisian dimasukkan ke dalam bidangKeamanan Nasional.

Pada tanggal 19 Juni 1961 DPR-GR mengesahkan Undang-undang Pokok Kepolisian No. 13 Tahun 1961. Di dalam Undang-undang Pokok Kepolisian No. 13 Tahun 1961 disebutkan, bahwakedudukan Kepolisian RI sebagai salah satu unsur ABRI, sebagaimanatersebut dalam pasal 3, bahwa “Kepolisian Negara adalah AngkatanBersenjata”, namun di dalam penjelasan Undang-undang dimaksudmenyatakan, bahwa Kepolisian RI adalah sipil dan militer, sehinggadapat ditafsirkan bahwa integrasi Polisi yang ada pada saat itu belumsempurna.

Kemudian melalui Keppres No. 94 Tahun 1962 dinyatakan, bahwaMenteri/KKN, Menteri/KSAD, Menteri/KSAL, Menteri/KSAU,Menteri Jaksa Agung dan Menteri Urusan Veteran dikoordinasikanoleh Wakil Menteri Pertama bidang Pertahanan/Keamanan.Selanjutnya berdasarkan Keppres No. 134 Tahun 1962 sebutanMenteri/KKN diubah menjadi Menteri/Kepala Staf AngkatanKepolisian, yang kemudian diganti lagi dengan sebutan Menteri/Panglima Angkatan Kepolisian. Sebagai Menteri/Panglima Angkatan

Kedudukan Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 113: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

98

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

Kepolisian membawa perubahan dan pengaruh terhadap KepolisianRI yang langsung bertanggung jawab kepada Presiden sebagai KepalaPemerintahan Negara.

Kedudukan tugas dan tanggungjawab Kepolisian RI berdasarkanKeppres No. 290 Tahun 1964 tanggal 12 Nopember 1964 terintegrasipenuh sebagai ABRI dengan tugas dan tanggung jawab sebagai alatNegara Penegak Hukum, koordinator Polsus, ikut serta dalampertahanan, pembinaan Kamtibmas, kekaryaan dan sebagai alatrevolusi. Dengan demikian kedudukan hukum, personil, materiil,keuangan, organisasi, administrasi Angkatan Kepolisian RI diatursecara teratur dan terintegrasi dengan Angkatan Darat (AD),Angkatan Laut (AL) dan Angkatan Udara (AU).

Setelah terjadinya peristiwa G.30 S/PKI tanggal 1 Oktober 1965lahirlah Orde Baru. Berdasarkan Surat Perintah Presiden RI yangdikenal dengan Surat Perintah 11 Maret 1966, Orde Baru bertekaduntuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dankonsekuen, yang selanjutnya pada tanggal 28 Maret 1966 dilantikKabinet Dwikora.

Pada awal Orde Baru tersebut menurut Awaluddin Djaminkeadaan negara sangat parah sekali, baik politik, ekonomi, sosialbudaya dan aparatur negara. Oleh karena keadaan aparatur danpemerintah yang sudah sangat parah, maka segera dilaksanakanpenyempurnaan yang menyeluruh (overall administrative reform) yangdimulai dari aparatur pemerintah tingkat pusat.111

Integrasi ABRI sebagaimana di sebutkan di muka bukan hanyadalam wujud organisasi, akan tetapi dalam bentuk sikap, pandangandan tindakan, sehingga dalam Sidang Umum MPRS tahun 1966masalah ABRI menjadi agenda pembicaraan. Kemudian keluarKetetapan MPRS RI No. XXIV/MPRS/1966 yang memuat tentangkebijaksanaan dalam bidang Pertahanan/Keamanan (Catatan: TapMPRS No. XXIV/MPRS/ 1966 kemudian dinyatakan tidak berlakudengan Tap MPR No. V/MPR/ 1973 tentang Peninjauan Produk-Produk Yang berupa Ketetapan-Ketetapan MPRS RI).

Dalam upaya untuk menertibkan fungsi Angkatan, yang terdiridari Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara dan Angkatan

111 Awaluddin Djamin, dalam Fko Prasetyo dkk, op.cit, h. 28

Page 114: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

99

Kepolisian, dikeluarkan Keputusan Presiden Nomor 132 Tahun 1967tentang Pokok-pokok Organisasi dan Prosedur DepartemenPertahanan dan Keamanan yang ditetapkan pada tanggal 24 Agustus1967. Keputusan Presiden ini merupakan usaha penyempurnaanstruktur organisasi dalam rangka integrasi Angkatan BersenjataRepublik Indo-nesia (ABRI).

Di dalam Keputusan Presiden No. 132 Tahun 1967 tersebutdisebutkan bahwa:

ABRI terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udaradan Angkatan Kepolisian, yang masing­masing dalam pelaksanaantugasnya dipimpin oleh Panglima Angkatan dan bertanggungjawab kepadaMenhankam/Pangab. Masing­masing Angkatan mempunyai tugasmenyelenggarakan pembinaan Hankamnas menurut matranya masing­masing.

Disebutkan juga, bahwa pemegang kekuasaan tertinggiAngkatan Bersenjata dan pucuk pimpinan Hankamnas adalahPresiden. Hal ini sejalan dengan apa yang dirumuskan dalam pasal10 UUD 1945 sebelum dilakukan amandemen, yang menyebutkan:“Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat,Angkatan Laut dan Angkatan Udara”. Karena di dalam Keppres Nomor132 Tahun 1967 tersebut menyebutkan, bahwa Angkatan Kepolisiansebagai salah satu unsur dari ABRI, maka secara implisit ditentukanjuga bahwa Presiden memegang kekuasaan tertinggi atas AngkatanKepolisian. Hal itu ditegaskan juga dalam pasal 6 Undang UndangNomor 13 Tahun 1961 tenrang Ketentuan-Ketentuan Pokok KepolisianNegara yang subtansinya menyatakan bahwa “Presiden memegangkekuasaan tertinggi atas Kepolisian Negara”. Kekuasaan-kekuasaan inimerupakan konsekuensi kedudukan Presiden sebagai Kepala Negara.Keputusan Presiden Nomor 132 Tahun 1967 tersebut merupakanlangkah awal integrasi ABRI yang dirasakan terlalu luas, oleh karenaitu pada saat peringatan hari Bhayangkara tanggal 1 Juli 1968 PresidenSoeharto menyatakan dan menyebutkan, bahwa agar Kepolisiankembali pada fungsinya sebagai Kepolisian.

Sebagai realisasi pernyataan tersebut kemudian dikeluarkanKeputusan Presiden Nomor 79 Tahun 1969 yang menetapkan, bahwaada perbedaan tugas dan kewajiban antara Kepolisian dan AngkatanPerang Republik Indonesia (APRI). Pendekatan sosial dan urusan

Kedudukan Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 115: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

100

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

keamanan nasional adalah urusan Kepolisian, sedangkan pendekatanpertahanan keamanan nasional adalah urusan Angkatan Perang.10

Maka sejak tanggal 27 Juni 1969 sebutan Angkatan KepolisianRepublik Indonesia (AKRI) diubah menjadi Kepolisian NegaraRepublik Indonesia (Polri) dan dengan perubahan sebutan makapimpinan dari Menteri/Panglima Angkatan Kepolisian Republik In-donesia (Men/Pangak RI) diubah menjadi Kepala Kepolisian RepublikIndonesia (Kapolri). Hal ini dipertegas dengan keluarnya KeputusanPresiden Nomor 5 Tahun 1969 tanggal 1 Juli 1969 yang menetapkankedudukan dan tugas Angkatan Kepolisian dikembalikan sebagaimanamestinya dan diadakan perubahan sebutan Panglima AngkatanKepolisian menjadi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesiadisingkat Kapolri.

Untuk menyesuaikan pemantapan integrasi fungsi PertahananKeamanan (Hankam) dengan strategi Hankamnasnya maka kemudiandikeluarkanlah Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1974 tentangPenyempurnaan Keputusan Presiden Nomor 79 Tahun 1969 yangmemuat ketentuan bahwa “ABRI terdiri dari Tentara NasionalIndone-sia yaitu TNI Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udaradan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri)”. Kemudian sejaktahun 1974 disusun Rencana Strategi ABRI yang difokuskan padapemantapan inlegrasi, reorganisasi kesatuan, pemantapan danpeningkatan kualitas.

Pada tahun 1999 merupakan momentum keluarnya Polri dariunsur angkatan bersenjata sehingga kedudukan bersifat Polri mandiriuntuk menentukan kebijakan organisasinya tanpa pengaruh daritentara. Dengan demikian maka kemudian Polri mempunyai programyaitu Polisi yang profesional dan mandiri. Pada tahun 2000 KepolisianNegara Republik Indonesia benar-benar lepas dari ABRI dan secarastruktural Polri tidak satu atap lagi dengan Departemen Pertahanandan Keamanan, sehingga Polri bisa menentukan organisasinya sendiri.Klimaksnya pada tahun 2002 keluar Undang Undang Nomor 2 Tahun2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yangmenegaskan bahwa institusi Polri berdiri sendiri dan bertanggungjawab langsung kepada Presiden.

Page 116: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

101

Diagram Sejarah Kedududukan Polri

1). Tahun 1945 2). Tahun 1946

3) Tahun 1947 4) Tahun 1948

Kedudukan Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 117: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

102

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

5). Tahun 1949 6). 29 September 1949

7). Tahun 1959 8). Tahun 1960

Page 118: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

103

9). Tahun 1999

3.2. Kedudukan Kepolisian di Beberapa Negara.3.2.1 Kepolisian di Inggris.

Terbentuknya lembaga kepolisian di Inggris tidak dapatdipisahkan dengan dokumen The Statute of Winches­ter pada tahun1285. Garis besar pengaturan dalam dokumen tersebut adalah sebagaiberikut:112

1. Adalah tugas dari semua warga untuk ikut serta menjaga keamanandan kedamaian bagi sang Raja. Setiap warga diberi hak untukmenangkap penjahat.

2. Tugas utama yang sama diwajibkan bagi seorang Constabley yangbekerja paruh waktu dan tidak memperoleh bayaran. Dikota-kota(towns) ia dibantu oleh bawahannya yang bertindak sebagaipengawas (watchman).

3. jika seorang penjahat tidak berhasil ketangkap tangan, makamereka yang gagal menangkap harus berteriak minta tolong.

Sebelum The Statute of Winchester yang dibuat pada tahun 1285,dokumen lebih tua yang mengindikasikan adanya peran constable dansheriff dalam masyarakat Inggris, dapat dibaca dalam beberapa pasaldari Magna Charta yang dibuat pada tahun 1215. Magna Charta (yangberarti Piagam Besar) terdiri dari 63 pasal yang dibuat pada jamanRaja John dengan para Baron Inggris yang ditandatangani di lapanganRunnymede, merupakan piagam yang membatasi hak-hak feodalsebagai dasar menuju monarkhi konstistusional.

Seperti diketahui, Magna Charta adalah dokumen pertama dinegara-negara Barat, yang diakui sebagai embrio yang kelak

112 Robert P. Gwinn et.al., Britannica Encyclopedia, op.cit. h. 940.

Kedudukan Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 119: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

104

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

melahirkan apa yang dikenal dalam dunia moderen sebagai Hak AsasiManusia. Ternyata dalam dokumen tersebut telah mengindikasikanadanya constable dan sheriff sebagai aparat penegak hukum yangkekuasaannya tidak boleh dilakukan secara sewenang-wenang ataudisalahgunakan, oleh karena itu kekuasaannya harus dibatasi.Tentulah istilah constable dan sheriff yang digunakan dalam MagnaCharta merupakan peninggalan Norman Conquest pada waktu iamemperbaiki sistem keamanan masyarakat Inggris pada tahun 1066.

Ketentuan dalam dokumen The Statute of Winchester yang antaralain memuat constable dan sheriff tersebut yang telah dijalankan selamaberabad-abad, memberi pengaruh pada bentuk-bentuk pemolisian dinegara-negara yang pernah menjadi koloni Inggris, seperti Canada,Australia dan Amerika Serikat. Peran polisi yang melekat pada seorangConstiable dan Sheriff yang mengabdi secara sukarela dan tanpa dibayar,dengan kewenangan yang berasal dari raja Inggris, bertindak atasdasar undang-undang dan kerjasama para warga masyarakat, ternyatatidak berfungsi pada kota-kota besar yang menjadi pusat perdaganganatau sementara tumbuh menjadi kota metropolitan.

Kota London sebagai kota yang menjadi pusat perdagangan,membentuk The Thames River Police, untuk memberantas para pencuriyang beroperasi di kota perdagangan dunia tersebut. Pada bulan Juni1798, The West India Trading Company, mendirikan polisi perairan (ma­rine police) untuk mengamankan jalur perdagangannya. PatrickColoquhoun ditunjuk sebagai direktur yang mengepalai 80 orangpolisi dibantu oleh 1.120 tenaga yang sewaktu-waktu siap digunakan(on­call) jika diperlukan. Tugas polisi perairan ini agak unik padajamannya. Mereka mengadakan patroli sebagai bentuk upaya preventifguna mengurangi pencurian di laut, dan mereka dibayar penuh sertadilarang meminta upah atau fee pada waktu menjalankan tugasnya.Ternyata cara yang ditempuh polisi perairan ini secara signifikan dapatmenurunkan tingkat kejahatan pencurian. Oleh karena itu pada bulanJuli 1890, House of Commons mengajukan suatu rancangan undang-undang yang disetujui parlemen, yang menetapkan bahwa PolisiPerairan (Marine Police) adalah sebuah lembaga kepolisian yang dibiayaioleh publik. Mulai saat itu terjadi perubahan yang fundamental dalampengelolaan lembaga kepolisian di Inggris.

Dalam usaha untuk mengatasi tindak kejahatan di kotametro-politan London, Menteri Dalam Negeri yang dijabat oleh Sir

Page 120: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

105

Robert Peel, mengajukan rancangan undang-undang ke parlemen,untuk membentuk suatu lembaga kepolisian yang terorganisasi gunamenggantikan peran Bow Street Runners atau juga disebut Bow StreetPolice yang dibentuk oleh Henry Fielding (seorang novelis dan magis-trate) pada pertengahan abad ke 18. Bow Street Runners terdiri darisejumlah kecil orang yang diorganisasikan dan berfungsi sebagai polisiserta dibayar untuk memerangi tindak kejahatan di kota London.Ternyata peran Bow Street Runners dalam memerangi tindak kejahatandapat menekan angka kejahatan di kota London.

Debat sengit di parlemen untuk membentuk lembaga ke-polisianterjadi karena diperlukan biaya besar untuk melengkapi kebutuhanmembangun suatu kekuatan kepolisian yang mandiri, dan ini harusdibayar oleh rakyat melalui pajak mereka. Meningkatkan pajak berartimembebani masyarakat. Pemikiran lain yang datang dari anggotaparlemen pada waktu itu muncul karena adanya penyalahgunaankekuatan kepolisian oleh penguasa, seperti yang dicontohkan olehkepolisian Perancis. Hal ini sangat berbeda dengan tradisi rakyat Inggrisyang membatasi wewenang kepolisian sehubungan denganperlindungan terhadap kebebasan individu yang dijunjung tinggi olehrakyatnya.

Menghadapi debat yang sengit di parlemen, pada tahun 1829upaya Sir Robert Peel berhasil dengan diundangkannya The Metro­politan Police Act yang berlaku khusus di wilayah kota MetropolitanLondon. Garis besar aturan tersebut antara lain adalah mewajibkansemua polisi memakai seragam dalam bertugas, harus mengadakanpatroli rutin sebagai langkah pencegahan, memperoleh gaji yangteratur, serta tidak boleh memperoleh bagian apa-apa lagi jika polisiberhasil membongkar kasus pencurian dan memperoleh kembalibarang yang dicuri.

Dalam waktu yang tidak lama yaitu pada tahun 1835, parlemenjuga mengesahkan Municipal Corporations Act yang mengijinkan kota-kota lain selain kota London, untuk mendirikan unit kepolisiannyamasing-masing. Pada tahun 1856, Parlemen memberi mandat kepadasemua daerah (province) untuk memiliki lembaga kepolisian gunamemerangi kejahatan. Di sini dapat dilihat bahwa lembaga kepolisiandi Inggris dibentuk berdasarkan undang-undang yang disandarkanpada sistem desentralisasi karena setiap wilayah (province) memilikilembaga kepolisiannya masing-masing. Namun dalam hal

Kedudukan Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 121: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

106

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

pembiayaan, jika Kementerian Dalam Negeri telah menyetujui danmengakui serta memberikan sertifikasi bagi keberadaan suatudepertemen kepolisian di tingkat wilayah, maka pemerintah pusatmembiayai setengah dari anggaran pengeluaran departemen kepolisianwilayah, sementara setengahnya lagi disediakan oleh pemerintahwilayah setempat.113

Lembaga kepolisian Inggris kedudukannya berada dibawahwewenang Menteri Dalam Negeri (Home Minister) yang dalam sistempemerintahan Inggris Metropolitan Police Act pada tahun 1829, sangatbesar dalam melatih perwira-perwira polisi di daerah lain. Nama Lon­don Metropolitan Police kemudian berobah menjadi Scotland Yard, sebuahnama unit lembaga kepolisian yang sangat prestisius yang diberi namasesuai dengan nama kantor pusatnya yang bersebelahan dengan GreatScotland Yard, sebuah istana yang dibangun pada abad pertengahanyang sering ditempati oleh bangsawan-bangsawan dari Skotlandia(Scottish Royalty) bila sedang berkunjung ke kota London. ScotlandYard telah beberapa kali berpindah alamat dari tempat semula diWhitehall Palace No. 4, ke alamat lain di The Thames Embankment danjuga akhirnya pada tahun 1967 pindah ke gedung baru di VictoriaStreet (Broadway No. 10) namun namanya tetap Scotland Yard (NewScotland Yard).114

Kemajuan yang sangat berarti dari Scotland Yard dalammengungkap tindak kejahatan, dimulai pada tahun 1842, bertepatandengan dibentuknya Criminal Investigation Divi­sion (CID) yangmenangani semua aspek yang menyangkut upaya pengungkapansemua tindak kejahatan. Termasuk da-lam tugas mereka menyimpanfile sidik jari, pemotretan, laboratorium dan menjalankan sekolah bagipara detektif. Scotland Yard juga memiliki divisi khusus yang bertugasmenjaga para tamu penting yang berkunjung ke Inggris, menjaga rajadan keluarganya dan para politisi serta negarawan. Scotland Yardmemiliki hubungan yang erat dengan aparat penegak hukum lain diInggris dan juga hubungan dengan Interpol.

Kehebatan dan kepiawaian Scotland Yard dalam mengungkapberbagai kasus kejahatan, telah memberikan inspirasi bagi beberapapenulis novel ternama seperti Sir Arthur Conan Doyle, Charles

113 Robert P. Gwinn, et.al., op.cit. p. 941114 Robebert P. Gwinn, op.cit., Vol. 10, p. 563

Page 122: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

107

Dickens, Wilkie Collins, Agatha Christie, di mana pola kerja,profesionalisme dan ketangguhan Scotland Yard menjadi contoh yangpatut memperoleh pujian.115

Dari uraian di atas dapat dilihat, bahwa secara strukturketatanegaraan kedudukan lembaga kepolisian Inggris berada dibavvah Menteri Dalam Negeri (Home Minister), namun dalammelaksanakan tugas menangani perkara pidana tetap bermuara padaPrivacy Council yang di Indonesia setara dengan Mahkamah Agung.

STRUKTUR KEDUDUKAN KEPOLISIAN NEGARADI NEGARA MAJU

1. INGGRIS

Sumber : The new Encyclopedia Britanica Inc. Robert P. Gwim ed (Volume 4,Volume 10, volume 25 yang telah dirangkum oleh 15th Edition, Chicago, 1990).

3.2.2 Kepolisian di Amerika SerikatLembaga kepolisian di Amerika Serikat mewarisi tradisi

kepolisian Inggris yang mewajibkan masyarakat ikut bertanggung

115 Leonard Gribble, The Triumphs of Scotland Yard, sebagaimana di kutip dariScotland Yard, The Encyclopedia Americana, Vol. 24, p. 426 - 427, Ameri-cana Corporation, New York, 1977. Lihat juga Robert P. Gwinn et.op.cit.p. 941.

Kedudukan Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 123: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

108

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

jawab terhadap keamanan, dan fungsi Constable sebagai pejabatkepolisian yang mengabdi secara sukarela dan tanpa menerimabayaran. Pertumbuhan ekonomi yang pesat dan semakin bertambahnyakaum imigran asal Inggris, Belanda, Perancis bahkan juga dari Jermandan Irlandia, maka keanekaragaman etnis, budaya dan perkembangandari masyarakat pedesaan yang serba sederhana tumbuh menjadimasyara-kat perkotaan yang semakin kompleks, yang semuanyamenimbulkan kerawanan sosial dan gangguan keamanan.

Sama seperti di Inggris, pada awalnya tidak ada keinginan untukmembentuk suatu kekuatan kepo-lisian untuk memerangi kejahatan.Pengamanan masyarakat berada di tangan constable atau di AmerikaSerikat lebih dikenal sebagai sheriff dengan fungsi yang telahdimodifikasi. Sheriff ini sangat berpengaruh menjelang abad XIX, barukemudian berkembang dan diikuti oleh lembaga-lembaga yang lain.116

Wewenang seorang sheriff begitu besar, antara lain meliputi:1. Kekuasaan sipil (civil power) untuk mengumpulkan pajak dan

mengenakan denda atas pelanggarnya;2. Kekuasaan kehakiman (judicial power) untuk menangkap

penjahat dan bahkan memutuskan perkara kejahatan tertentu danmenghukum pelakunya;

3. Kekuasaan militer (military power) untuk mengawasi pemilikansenjata api dan mendayagunakannya untuk kepentinganpertahanan wilayah;

4. Kekuasaan memobolisasi penduduk (yang berusia diatas 12 tahun)untuk membantunya dalam melakukan penangkapan penjahat(posse comitatus).117

Memasuki abad ke-19, terjadi perubahan sosial yangfun-damental, sebagai akibat adanya industrialisasi yang menjadi dayatarik kuat pemicu urbanisasi dan imigrasi. Angka kejahatan meningkatsecara drastis dan kompleksitas masalah yang dimunculkannya tidakmampu lagi diatasi oleh cara-cara pemolisian dengan sistem constable

116 Hasil wawancara dengan Consul General Amerika Serikat di Surabaya tanggal11 Desember 2003, narasumber Philip L. Antweiler.

117 Donald A. Torres, Handbook of State Police, Highway Patrol, and InvestigativeAgencies, Greenwood, New York, 1987, sebagaimana dikutip dari FaroukMuhammad, Sistem Kepolisian di Amerika Serikat, Restu Agung, Jakarta, 2001,h. 18.

Page 124: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

109

dan sheriff tersebut. Munculnya kota-kota metropolitan seperti NewYork, Philadelphia, Boston, dan kota-kota metropolitan lain,mengakibatkan adanya perubahan sikap untuk menangani maraknyakejahatan di kota-kota besar tersebut. Pada tahun 1844 untuk pertamakali dibentuk lembaga kepolisian di kota New York, yang mengambilmodel London Metropolitan Police. Terbentuknya New York Metropoli­tan Police ternyata diikuti oleh kota-kota lain seperti Boston dan Phila-delphia. Dalam rentang waktu yang singkat, hampir semua kota diAmerika Serikat ikut membentuk lembaga kepolisian sendiri-sendiri.

Seiring dengan perkembangan kepolisian di jaman modern,organisasi kepolisian di tingkat kota (city police) menjadi suatudepartemen tersendiri sehingga menjadi Police Department (P.D).Maka masyarakat mengenal nama-nama seperti NYPD (New York PoliceDepartment), LAPD (Los Angeles Police Department), APD (Atlanta Po­lice Department).

Desentralisasi lembaga kepolisian di Amerika Serikat, memilikinuansa yang berbeda dengan kepolisian di Inggris. Inggris memilikiRaja atau Ratu Inggris sebagai figur yang menjadi simbol pemersatu,tidak demikian dengan kepolisian di Amerika Serikat yang memilikimasyarakat yang majemuk di mana peran para politisi sangatmenonjol.

Badan-badan kepolisian di Amerika Serikat disusun berdasarkanprinsip desentralisasi (decentralized). Kecuali dalam hal hubungankoordinatif, lembaga kepolisian yang terfragmentasi tersebut satusama lain tidak memiliki hubungan administratif maupunorganisatoris. Begitu banyak lembaga yang menjalankan fungsikepolisian di Amerika Serikat, sehingga tidak dapat dipastikan berapajumlah tepatnya. Komisi Presiden untuk Penegakkan Hukum padatahun 1967 memperkirakan badan kepolisian di Amerika Serikat adasekitar 40.000, sementara penelitian Walker pada tahun 1992mengestimasikan sekitar 19.691. Pada tahun 1992, badan kepolisianyang melaporkan data kejahatan yang ditanganinya ke FBI tercatat13.246. Data dari Law Enforce­ment Management and AdministrationStatistics memper-kirakan lebih dari 17.000 badan kepolisian di AmerikaSerikat pada tahun 1993.118

118 Lihat, Farouk Muhammad, Sistem Kepolisian di Amerika Serikat, Restu Agung,Jakarta, 2001, h. 27.

Kedudukan Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 125: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

110

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

Beberapa badan atau lembaga kepolisian di Amerika Serikat, antaralain:1) Badan kepolisian lokal seperti Kepolisian Kabupaten (County Po­

lice) dan Kepolisian Kota (Municipality Po­lice). County Police adalahlapis terendah dari susunan pemerintahan yang yuridiksinya adalahmerupakan bagian dari wilayah yuridiksi dari suatu negara bagian(state). Penangung jawab fungsi kepolisian di tingkat county adalahseorang sheriff. Sementara itu Municipal­ity Police adalah lembagaatau badan kepolisian yang didirikan oleh pemerintahan kota yangbersangkutan.

2) Kepolisian Kota Besar (City Policy) adalah badan kepolisian yangdibentuk oleh Wali Kota (mayor) yang sekaligus memimpin DewanKota (City Council). Oleh karena itu badan kepolisian seperti inidibentuk suatu departemen yang bertanggung jawab langsungkepada Wali Kota. Beberapa departemen kepolisian di kota-kotabesar seperti yang telah di contohkan sebelumnya antara lain: NewYork Police Department (NYPD), Los Ange­les Police Department(LAPD) dan lain-lain. Namun demikian tidak semua Kota Besarmemiliki Wali Kota, bahkan ada kota besar yang dipimpin olehmanager yang diangkat sebagai Dewan Administratur Pemerintahdan terlepas dari pengaruh partai politik. Manager ini dipilih olehDewan Kota (city council) yang tidak terkait dengan par-tai politikdan berperan sebagai public administration.119

3) Kepolisian lokal lainnya (Town and Village Police), adalah badankepolisian yang dibentuk dikota-kota kecil dan bahkan di tingkatdesa, meski tidak semua desa atau kota kecil memiliki badankepolisian sendiri. Polisi atau kepala kepolisian di tingkat inibiasanya dipilih langsung oleh rakyat atau walikotanya.

4) Badan-badan Kepolisian Negara Bagian seperti Texas Ranger yangdibentuk pada tahun 1835, atau Pennsyl­vania State Police yang diorganisasikan pada tahun 1905. Badan-badan kepolisian sepertiini menjalankan fungsi kepolisian di tingkat negara bagian.

5) Badan-badan Kepolisian Federal seperti Federal Bureau of Investiga­tion (FBI), Drug Enforcement Administration (DEA), United StatesMarshal Service, United States Secret Service (USSS), Bureau of Alco­hol, Tobacco and Fire Erms (ATF).

119 Hasil wawancara, op.cit

Page 126: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

111

FBI adalah merupakan lembaga penyelenggara fungsi kepolisianfederal yang paling populer oleh karena profesionalisme dandukungan kecanggihan peralatan. Reputasi mereka tidak hanyadikenal di dalam negeri, tetapi juga hampir di seluruh dunia. FBIdibentuk pertama kali pada tahun 1908 oleh Charles J. Bonaparteselaku Jaksa Agung (At­torney General), yang berada di bawahDepartemen Kehakiman (Departement of Justice) sebagai jawaban atasperlunya suatu badan penyidik federal dalam pemerintahan. Padatahun 1924 Jaksa Agung Harlan Fiske Stone mengangkat J. EdgarHoover (1895 - 1972) sebagai Direktur FBI. Dibawah J. Edgar Hooverorganisasi FBI direstruktur menjadi organisasi yang sentralistis sertamemiliki laboratorium yang canggih dan sistem pengumpulan sidikjari serta foto yang terpusat guna mengungkap identitas para pelakukejahatan secara cepat dan akurat. FBI juga mengumpulkan danmengelola data kejahatan dari seluruh badan-badan kepolisian diAmerika Serikat yang disebut Uniform Crime Report (UCR).

Police Academy milik FBI secara reguler menyelenggarakanpendidikan, pelatihan dan pengembangan bagi personil badan-badankepolisian lainnya, termasuk juga dari negara lain. Tugas pokok FBIselain melaksanakan fungsi kepolisian dalam rangka penegakanhukum federal, tetapi juga dibebani tugas yang berkenaan dengankegiatan melindungi negara dari sasaran kegiatan intelijen asingtermasuk menangani kegiatan penumpasan terorisme (anti teror),pengungkapan jaringan organisasi dan obat terlarang, kejahatanbisnis dan keuangan serta tindak kekerasan lainnya. Selain itu FBIjuga dibebani tugas mengumpulkan informasi tentang data tokoh-tokoh nasional, dalam rangka pencalonan seseorang untuk mendudukisuatu posisi penting dalam pemerintahan. Dalam menanganikejahatan yang melibatkan lebih dari satu negara bagian (state), FBIberperan sebagai koordinator, mediator dan mempunyai kewenangansendiri untuk melihat atau menilai suatu kasus yang memeliki kriteriatertentu perlu dan tidaknya untuk disidangkan di Pengadilan Federal.120

DEA {Drug Enforcement Administration) didirikan pada tangal 1Juli 1973 sebagai merger dari Federal Bureau of Nar­cotics yang beradadi bawah Departemen Keuangan dan Bu­reau of Drug Abuse Control

120 Hasil wawancara, op.cit.

Kedudukan Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 127: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

112

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

(BDAC) yang berada di bawah Departemen Pertanian c.q Food andDrug Administration (FDA). Tugas pokok DEA adalah:121

1) Menegakkan hukum federal yang berkenaan dengan penanaman,produksi, distribusi dan perdagangan obat-obat terlarang atauterkendali (dilarang diedarkan atau digunakan secara bebas) dalamjaringan internasional dan antar negara bagian.

2) Menunjang upaya pencegahan penyalahgunaan obat-obatterlarang.

3) Merumuskan strategi, rencana, dan program pemerintah federaldalam upaya penanggulangan penyalah-gunaan obat terlarang sertamelakukan penilaian atas pelaksanaannya.

4) Menyelenggarakan pembinaan sistem intelijen nasional yangberkenaan dengan upaya penindakan kejahatan obat terlarang,dengan mengadakan koordinasi dengan semua instansi terkait didalam maupun di luar negeri.

United States Marshal Service adalah merupakan badan kepolisiantingkat federal yang tertua yang didirikan pada tahun 1789 bersamaandengan pembentukan badan-badan peradilan tingkat federal. Tugaspokok US Marshall Service adalah:122

1) Menyampaikan surat penggilan, melakukan penangkapan,penggeledahan, penyitaan dan penahanan atas perintah pengadilan;

2) Menghadirkan dan mengawal tahanan baik ke penjara maupununtuk keperluan persidangan;

3) Memanggil dan mengawal saksi dan juri;4) Menjamin kemanan jalannya sidang pengadilan;5) Mencari/menangkap narapidana yang melarikan diri dari lembaga

pemasyarakatan (federal), atau terpidana yang lalai membayardenda yang ditetapkan pengadilan;

6) Menjaga dan melindungi barang bukti barang tak bergerak, baikyang disita pengadilan maupun badan penegak hukum lain sepertiFBI, DEA dan lain-lain.

7) Mengambil tindakan penanggulangan darurat, seperti kerusuhanmassa, teror, penyanderaan, bahkan juga demonstrasi dalamkompleks militer.

121 Farouk Muhammad, op.cit., h. 48.122 Ibid., h. 49.

Page 128: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

113

FBI, DEA dan US Marshall, berada di bawah DepartemenKehakiman (Department of Justice).

United States Secret Service (USSS) adalah suatu badan kepolisianyang berada di bawah Departemen Keuangan (Department of Trea­sury). Badan atau lembaga ini didirikan pada tahun 1865, semula tugaspokoknya terbatas pada penyidikan kejahatan pemalsuan uang dansurat-surat berharga baik milik Amerika Serikat maupun negara lainyang beredar di AS. Sejak tahun 1901 setelah kasus terbunuhnyaPresiden William Mc. Kinley, badan ini diberi tangung jawab untukmelakukan pengamanan dan perlindungan terhadap Presiden. Dewasaini ruang lingkup tugasnya adalah mencakup: pertama, penyelidikankejahatan keuangan (investigative mission), dan kedua, perlindunganatas presiden dan pejabat serta tempat penting (protective mission).

ATF (Bureau of Alcohol, Tobacco and Fire Arms) adalah juga badankepolisian di tingkat federal yang berada di bawah DepartemenKeuangan. Badan ini adalah hasil reorganisasi dari Internal RevenueService (IRS) yang resmi dipisahkan dari IRS pada tanggal 1 Juli 1972.Tugas pokoknya adalah menyangkut penegakkan hukum federal yangberkaitan dengan alkohol, tembakau dan senjata api.

Selain badan kepolisian yang telah diuraikan di atas, masih adalagi badan-badan kepolisian lain seperti: Imigration and NaturalizationService (INS) atau dinas keimigrasian yang berada di bawahDepertemen Kehakiman. Juga ada United States Cus­tom Service (USCS)atau Dinas Bea dan Cukai yang berada di bawah DepartemenKeuangan dan United States Coast Guard (USCG) atau KepolisianPengamanan Pantai yang berada di bawah Departemen Perhubungan.

FBI, DEA dan US Marshall berada di bawah Departement of Jus­tice, sedangkan USSS, ATF, IRS, INS, USCS berada dibawahDepartement of Treasury dan US Coast Guard berada dibawahDepartement of Transportation. Sedangkan kepolisian lokal berada dibawah kontrol pemerintahan lokal atau negara bagian. Dapat dilihatbahwa sistem kepolisian di Amerika Serikat, selain terfragmentasidan umumnya terdesentralisasi, tetapi sebagian juga ada yangtersentralisasi.

Kepolisian Amerika Serikat memang memiliki ciri khas yang tidakada duanya di negara lain, karena lembaga kepolisian sangatterfragmentasi di berbagai Departemen yang ada di negara bagian

Kedudukan Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 129: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

114

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

(state) yang diberikan kewenangan oleh undang-undang untukmenjalankan kekuasaan kepolisian, di samping itu masih ada lembaga-lembaga kepolisian negara Federal, yang kekuasaannya untuk negaraFederal. Semua itu, baik kepolisian federal maupun negara bagiansama-sama bermuara pada Mahkamah Agung Amerika Serikat (TheSupremme Court of The United States).

Sistem peradilan pidana di Amerika Serikat dilakukan olehbeberapa komponen penegak hukum, yang meliputi kepolisian (po­lice), penuntut umum (prosecutor), kehakiman (court), dan pelaksanahukuman (correction). Akan tetapi secara umum hanya dikenal tigasub-sistem, yakni kepolisian (police), pengadilan (trial court), danpemasyarakatan (correc­tion). Di sini penuntut umum (prosecutor)tidak masuk pada sub-sistem, karena penuntut umum (prosecutor)masuk dan menyatu dalam sub-sistem pengadilan, akan tetapi dikenaladanya jaksa (public attorny) bahkan Jaksa Agung sebagai pejabatfungsional.

Sistem lembaga peradilan Amerika Serikat menerapkan sistemberganda (dual system), yakni sistem yang melekat pada pemerintahanfederal dan yang melekat pada pemerintahan negara bagian, di dalamNegara federal terdapat tiga lembaga peradilan, yakni MahkamahAgung (Supreme Court), Mahkamah Banding (U.S. Courts of Appeal),dan Mahkamah Distrik (U.S. District Court). Mahkamah Feredalmemeriksa dan memutus perkara-perkara yang menyangkut hukumfederal (federal laws).

Di negara bagian susunan badan-badan peradilan sangatbervariasi, namun pada dasarnya terdiri dari Mahkamah AgungNegara bagian (state supreme courts), Mahkamah Banding Negarabagian (intermediate appellate courts), dan Mahkamah Distrikkabupaten atau kotamadya (trial courts). Selain itu ada MahkamahKeluarga (family courts) dan Mahkamah Anak-anak/remaja (juvenilecourts).

Seluruh badan-badan peradilan di negara bagian termasuk tingkatkabupaten berfungsi menegakkan hukum Negara bagian (state laws),oleh karena itu semua unsur penegak hukum Negara bagian baikpolisi maupun peradilan kota ataupun kabupaten bertindak untuknegara bagian, dan kejahatan dituntut atas nama negara bagian.Kewenangan pemerintah dalam menerbitkan peraturan pidana sangat

Page 130: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

115

terbatas, sehingga materi hukum pidana Amerika Serikat sebagianbesar adalah hukum pidana Negara bagian.123

Dari kesekian keanekaragaman kepolisian di Amerika Serikat,satu hal yang perlu digarisbawahi adalah adanya standarisasi bagilembaga-lembaga kepolisian yang sudah dibentuk atau yang baru akandibentuk. Dari standarisasi inilah yang meminimalisasi terjadinyabenturan antara lembaga kepolisian yang satu dengan lembagakepolisian yang lain. Semua instansi di Amerika Serikat taat terhadapUndang-Undang Dasar, sehingga apabila isntansi ataupun kepolisianmelakukan pelanggaran terhadap hak-hak dasar masyarakat dapatdigugat melalui Peradilan Umum.124

3.2.3 Kepolisian di JepangSistem kepolisian Jepang diakui sebagai sistem kepolisian yang

terbaik di dunia saat ini, jika di ukur dari rendahnya tingkat kejahatandi Negeri Sakura tersebut. Hal ini dimungkinkan karena dukungansistem kehidupan dan tatanan sosial masyarakat Jepang yangmenghendaki suasana tertib, harmonis, tenteram dan aman dalamhubungan sosial, ekonomi, budaya, politis maupun sistem hukumdisana.125

Petugas polisi Jepang sangat dihormati dan dipercaya, bukankarena mereka memiliki wewenang, tetapi keberadaan mereka ditengah masyarakat menjadikan masyarakat merasa aman, dilindungi,diayomi dan dibimbing oleh polisinya. Hal ini dapat terwujud karenakepolisian Jepang menyadari sepenuhnya fungsi dan peran merekauntuk membina sistem keamanan dan ketenteraman hanya akanberhasil jika ada partisipasi aktif dari masyarakatnya. Sejarah panjangsistem kepolisian Jepang yang berorientasi pada masyarakat tersebuttetap terbina dengan baik dan hasilnya sama-sama dirasakan olehmasyarakat dan kepolisian Jepang. Meski pada satu sisi polisi Jepangbersikap ramah, toleran dan membantu, namun di pihak lain, ia jugadapat bertindak tegas, keras bahkan sangat keras bila perlu.

123 Torres dalam Farouk Muhammad, ibid, h.11124 Hasil wawancara, op.cit.125 Kunarto dalam sambutannya The Japanese Police System Today, An American

Perspective, karangan L. Craig Parker Jr., Cipta Manunggal, Jakarta 1998,h.vii.

Kedudukan Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 131: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

116

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

Banyak perubahan telah terjadi dalam pengembangan sistemhukum di Jepang. Sewaktu pemerintahan dinasti Meiji menjelangakhir abad ke-19, secara cepat diperkenalkan sistem hukum gayaEropa. Feodalisme yang berakar dalam pada periode Tokugawamenjadi penyebab mengapa upaya ini tidak membawa hasil yang cepat.Inovasi awal seperti Hukum Pidana pada tahun 1880 dan HukumAcara Pidana pada tahun yang sama, mencerminkan adanya pengaruhPerancis. Kemudian sistem hukum Meiji condong memperlihatkanpengaruh Jerman (Prusia) yang dapat dilihat dari berbagai reformasisosial dan politik yang ditempuh pemerintah pada waktu itu.126

Garis besar struktur dan karakter polisi Jepang saat inisebenarnya bermula pada era Meiji. Keistimewaan yang terus terjagahingga kini adalah ‘kunjungan kekeluargaan rutin” yang dilakukan padarumah tangga oleh petugas polisi Koban dan Chuzaisho. Koban adalahpos polisi di kota, sedangkan Chuzaisho adalah pos polisi di pedesaan.Pada era Meiji seorang kepala biro kepolisian dapat mengatakanbahwa: “Tidak ada rumah tangga di Jepang yang terlepas dari penglihatandan pendengaran polisi”.127

Pada tahun 1874, kewenangan dan pengawasan fungsi polisidipindahkan dari Menteri Kehakiman kepada Menteri Dalam Negeri.Badan kepolisian yang baru dinamai Biro Polisi berada di bawah kendaliMenteri Dalam Negeri sampai tahun 1947. Pada masa pendudukanSekutu, Badan Kepolisian ini didesentralisasi untuk mengubahorientasi politik rakyat Jepang guna memperkenalkan era demokrasi.Pada tahun 1954 ditetapkan Undang-undang Kepolisian yang kembaliberorientasi pada sistem sentralisasi.

Badan-badan kepolisian di tingkat kota maupun di pedesaan,diintegrasikan di bawah kerangka kerja 47 Departemen KepolisianDaerah. Dapat dilihat bahwa kedudukan Badan Kepolisian Nasional(National Police Agency) Jepang berada di bawah pengawasan danbertanggung jawab kepada Komisi Nasional Keselamatan Umum(National Public Safety Commission) yang diketuai oleh seorang anggotaDewan Perwakilan Rakyat yang ditunjuk, dan Komisi Nasional

126 L.Craig Parker Jr., The Japanese Police System Today, An American Per­spective,disadur oleh Kunarto dan Hariadi Kuswaryono, Cipta Manunggal, Jakarta,1998, h. 18.

127 Ibid., h.29.

Page 132: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

117

Keselamatan Umum (Na­tional Public Safety Commission) inibertanggungjawab kepada Perdana Menteri (Prime Menister).128

4. JEPANG

Sumber : L.Craig Parker. Jr, The Japnese Police System Today An AmericanPerspective Today, disadur oleh Koenarto, cipta manunggal, Jakarta, 1984.

3.3.Kedudukan Polri Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan.Mencermati hukum positif di Indonesia minimal ada empat

instrumen hukum yang mengatur tentang kedudukan Polri, yakniKetetapan MPR RI Nomor VII/MPR/ 2:00, Keputusan PresidenNomor 89 Tahun 2000, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentangKepolisian Negara Republik Indo-nesia, dan Keputusan PresidenNomor 70 Tahun 2002 tentang Organisasi Tata Kerja Kepolisian NegaraRepublik Indonesia.

3.3.1 Kedudukan Polri Menurut Ketetapan MPR NomorVII/MPR/2000.Di dalam Ketetapan MPR RI Nomor VII/MPR/2000 tentang

Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian NegaraRepublik Indonesia ada lima pasal yang mengatur tentang kepolisian,yakni dirumuskan dalam pasal 6, pasal 7, pasal 8, pasal 9 dan pasal

128 Ibid, h. 85 dan Hasil Wawancara, ibid.

Kedudukan Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 133: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

118

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

10. Substansi rumusan pasal-pasal di atas, antara pasal 6 mengaturtentang Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia; pasal 7mengatur tentang Susunan dan Kedudukan Kepolisian NegaraRepublik Indonesia; pasal 8 mengatur tentang lembaga kepolisiannasional; pasal 9 mengatur tentang Tugas Bantuan Kepolisian NegaraRepublik Indonesia; dan pasal 10 mengatur tentang KeikutsertaanKepolisian Negara Republik Indonesia dalam Penyelenggaraan Negara.

Berkaitan dengan Ketetapan MPR RI Nomor VII/MPR 2000tersebut kedudukan kepolisian diatur dalam pasal 7 ayat (2) yangsubtansinya menyatakan bahwa “Kepolisian Negara Republik Indonesiaberada di bawah Presiden”. Ketentuan tersebut dapat dimaknai bahwaPresiden secara kelembagaan membawahi kepolisian, danpenyelenggaraan kepolisian oleh Pimpinan Polridipertanggungjawabkan kepada Presiden. Subtansi dan ketentuanpasal 7 ayat (2) tersebut jika dicermati merupakan penetapan yangmenguatkan Keputusan Presiden Nomor 89 Tahun 2000 tentangKedudukan Kepolisian Negara Republik Indonesia, karena sebelumdikeluarkannya. Ketetapan MPR RI Nomor VII/MPR/2000 tersebuttelah dikeluarkan Keputusan Presiden Nomor 89 Tahun 2000 yangsubtansinya mengatur tentang Kedudukan Kepolisian NegaraRepublik Indonesia.

3.3.2. Kedudukan Polri Menurut Keputusan Presiden Nomor89 Tahun 2000.Di dalam Keputusan Presiden Nomor 89 Tahun 2000 kedudukan

Kepolisian Negara Republik Indonesia dirumuskan dalam pasal 2 ayat(1) yang menyebutkan bahwa: “Kepolisian Negara Republik Indonesiaberkedudukan langsung di bawah Presiden”, dan ayat (2) menyebutkan,bahwa: “Kepolisian Negara Republik Indonesia dipimpin oleh KepalaKepolisian Republik Indonesia yang dalam pelaksanaan tugasnyabertanggungjawab langsung kepada Presiden”. Ada perbedaan yangmendasar substansi pasal 2 ayat (1) Keputusan Presiden Nomor 89Tahun 2000 dan substansi pasal 7 ayat (2) Tap MPR RI Nomor VII/MPR/2000. Di dalam Keputusan Presiden Nomor 89 Tahun 2000terdapat kata-kata “berkedudukan langsung di bawah Presiden”, sedangkandalam Ketetapan MPR RI No. VII/MPR/2000 tertulis “berkedudukandi bawah Presiden”. Letak perbedaannya yakni adanya kata-kata“langsung”. Makna dari kedudukan langsung di bawah Presiden tidak

Page 134: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

119

dibahas dalam sub-bahasan ini, tetapi akan di bahas pada sub-bahasanberikutnya.

3.3.3. Kedudukan Polri Menurut Undang-undang Nomor 2Tahun 2002.Keluarnya Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 ini sebagai

amanat dan tindak lanjut Ketetapan MPR RI Nomor VII/MPR/2000dan pasal 30 ayat (5) UUD 1945. Di dalam pasal 11 Tap MPR RINomor VII/MPR/2000 diamanatkan bahwa ketentuan sebagaimanadimaksud dalam ketetapan ini diatur lebih lanjut dengan undang-undang, dan pasal 30 ayat (5) UUD 1945, mengamanatkan bahwasusunan dan kedudukan Kepolisian Negara Republik Indonesia lebihlanjut diatur dalam undang-undang. Konsekuensi logis dari subtansipasal 11 Tap MPR RI Nomor VII/MPR/2000 dan pasal 30 ayat (5)UUD 1945 tersebut ditetapkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, di mana dalamUndang-undang tersebut dirumuskan tentang kedudukan kepolisiankhususnya dalam pasal 8 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun2002 yang subtansinya menyatakan bahwa “Kepolisian Negara RepublikIndonesia berada di bawah Presiden”.

Hal-hal mendasar berkaitan dengan kedudukan kepolisian dibawah Presiden berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002dapat dicermati, sebagai berikut:a) Presiden mengatur susunan organisasi dan tata kerja Kepolisian

Negara Republik Indonesia disesuaikan dengan pelaksanaan tugas,fungsi dan wewenang kepolisian;

b) Presiden menerima pertanggungajwaban atas pelaksanaan tugaskepolisian yang dilaksanakan oleh Kapolri;

c) Presiden berwenang mengangkat dan memberhentikan Kapolridengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat;

d) Dalam keadaan mendesak Presiden dapat memberhentikansementara Kapolri dan mengangkat pelaksana tugas Kapolri yangselanjutnya dimintakan persetujuaan kepada Dewan PerwakilanRakyat;

e) Presiden berwenang mengatur tata cara pengusulan danpengangkatan Kapolri;

Kedudukan Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 135: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

120

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

f) Selain Presiden membawahi kepolisian juga membawa KomisiKepolisian Nasional yang dibentuk oleh Presiden.

Di lihat dari beberapa ketentuan hukum di atas dapat ditarik suatupemahaman bahwa “kedudukan kepolisian lansung di bawah presiden”dan tugas-tugas kepolisian dipertanggungjawabkan langsung kepadaPresiden. Di sini tampak jelas bahwa Presiden memegang kekuasaankepolisian secara langsung yang dalam pelaksanaannya sehari-harididelegasikan kepada Kepala Kepolisian (Kapolri).

3.3.4. Kedudukan Polri Menurut Keputusan Presiden Nomor70 Tahun 2002Secara umum Keputusan Presiden No. 70 Tahun 2002 mengatur

tentang organisasi tata kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia,akan tetapi dalam pasal 1 menegaskan tentang kedudukan kepolisian,yang substansinya menyatakan bahwa “Kepolisian Negara RepublikIndonesia disingkat Polri merupakan Kepolisian Nasional yang berada dibawah Presiden.”

Jika dilihat dari hirarkhi dan struktur peraturan perundang-undangan berdasarkan Ketetapan MPR RI Nomor III/MPR/2000,bahwa dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002yang telah mengatur secara jelas tentang kedudukan kepolisian, makakekuatan yuridis terhadap pasal 1 Keputusan Presiden Nomor 70Tahun 2002 khususnya yang mengatur tentang kedudukan kepolisiandapat dimaknai sebagai pelengkap saja, karena tanpa dirumuskandalam pasal 1 Keputusan Presiden Nomor 70 Tahun 2002 tersebutsudah cukup mempunyai kekuatan hukum, kecuali yang berkaitandengan organisasi dan tata kerja kepolisian.

3.4.Penempatan Kedudukan Polri Berada di Bawah PresidenDi dalam Kamus Bahasa Indonesia, kata-kata “di bawah”

mengandung arti di tempat (arah, sebelah, dsb) yang lebih rendah.129

Di dalam suatu organisasi, penegrtian di bawah memiliki makna sub­ordinate, artinya di dalam kekuasaannya, sehingga yang lebih rendahtidak boleh melampaui kewenangan yang lebih tinggi dan yang lebihtinggi berwenang untuk mengatur dan memerintah yang rendah.

129 W.J.S. Poerwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,Jakarrta, 1986, h.100

Page 136: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

121

Pengertian kedudukan, mensitir pendapat Philipus M. Hadjon dalammengartikan tentang istilah kedudukan lembaga negara, menyatakanbahwa, pertama, kedudukan diartikan sebagai posisi suatu lembaganegara dibandingkan dengan lembaga lain, dan aspek kedua,kedudukan adalah posisi suatu lembaga negara didasarkan pada fungsiutamanya.130

Beranjak dari pengertian di atas, kedudukan di bawahmengandung arti berada pada posisi yang lebih rendah, yang apabiladikaitkan dengan suatu kedudukan lembaga bahwa lembaga yangposisinya berada lebih rendah, maka ia berada dalam kekuasaan (tugasdan wewenang) lembaga yang ada di atasnya yang secara strukturalharus tunduk kepada yang lebih atas. Dengan demikian kontekskedudukan kepolisian di bawah Presiden dapat dimaknai bahwa posisilembaga kepolisian berada lebih rendah dari Presiden atau beradadalam kekuasaan Presiden, maksudnya lembaga kepolisian tundukpada Presiden selaku pemegang kekuasaan. Tugas dan wewenang yangmelekat pada lembaga kepolisian merupakan tugas dan wewenangPresiden yang didelegasikan kepada lembaga kepolisian, sehinggasecara organisasi lembaga kepolisian bertanggungjawab kepadaPresiden selaku pemegang kekuasaan. Kepolisian yang dimaksud disini adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembagapolisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pada saat kepolisian masih diintegrasikan ke dalam ABRI, tugas-tugas kepolisian yang sehari-harinya dilaksanakan oleh Kapolridipertanggung-jawabkan kepada Menteri Pertahanan/PanglimaAngkatan Bersenjata yang selanjutnya Menhankam/Pangabbertanggung-jawab kepada Presiden. Secara struktur ketatanegaraanPresiden tidak secara langsung menerima pertanggungjawabankekuasaan kepolisian dari Kapolri akan tetapi melalui Menteri, yakniMenhankam/Pangab.

Ditinjau dari sistem pembagian kekuasaan sebagaimana telahdibahas di muka, Presiden selaku pemegang kekuasaan eksekutif,dikaitkan dengan tugas dan wewenang kepolisian sebagai alat negarapenegak hukum dan merupakan salah satu komponen dalam sistemperadilan pidana, maka dapat dimaknai bahwa Presiden tidak hanya

130 Philiphus M. Hadjon, Lembaga Tertinggi dan Lembaga­lembaga Tinggi NegaraMenurut UUD 1945 Suatu Analisa Hukum dan Kenegaraan, op.cit, h. x

Kedudukan Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 137: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

122

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

memegang kekuasaan eksekutif, akan tetapi masuk pada wewenangyudisiil.

Apabila wewenang penegakan hukum dicampuri olehwewenang eksekutif atau wewenang yang lain, maka akan terjadi suatuproses penegakan hukum yang tidak netral dan sarat dengankepentingan politik, yang memungkinkan kepentingan-kepentinganpolitik pemegang kekuasaan berlindung di balik kepentinganpenegakan hukum. Sungguhlah hal itu berbeda apabila dibandingkandengan kedudukan Tentara Nasional Indone-sia (TNI AD, TNI AL,dan TNI AU) di bawah Presiden yang berperan di bidang PertahananNegara.

Permasalahan yang timbul, Presiden memegang kekuasa-ankepolisian secara langsung akan memiliki implikasi yang sangat luastanpa adanya kontrol kebijakan kecuali diserahkan kepa-da sistem,sehingga konsep akuntabilitas dalam penyelenggaraan kepolisiandipertanggungjawaban secara vertikal bukan kepada rakyat. Dengandemikian Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri)dalam melaksakan tugas sehari-hari terbatas pada kewenanganmembuat kebijakan yang bersifat teknis saja, antara lain meliputimenetapkan, menyelenggarakan, dan mengendalikan kebijakan tekniskepolisian, juga penyelenggaran kegiatan operasi kepolisian danpembinaan kemampuan kepolisian. Oleh karena kedudukan kepolisianlangsung di bawah Presiden, maka pertanggungjawaban kekuasaankepolisian menganut sistem pemerintahan yang bersifat vertikal, yaknidipertanggungjawabkan kepada Presiden selaku Kepala Pemerintahan,yang selanjutnya Presiden bertanggungjawab kepada rakyat sesuaisistem pemerintahan presidensiil.

Berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun2003 Presiden dan Wakil Presiden yang dipilih secara langsung olehrakyat, dan berdasarkan kesalahan-kesalahan tertentu saja dapatdilakukan pemakzulan (empeachment), seperti misalnya pelanggaranhukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan,tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, maupun terbuktitidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden,sehingga kesalahan dalam penyelenggaraan kekuasaan kepolisian tidakmenjadi syarat dapatnya dilakukan empeachment kepada Presiden.

Satu hal yang perlu menjadi catatan bahwa penyelenggaraankekuasaan kepoli-sian tidak dipertanggungjawabkan kepada siapapun,

Page 138: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

123

akan tetapi diawasi atau dikontrol oleh rakyat serta lembagaperwakilannya. Pemikiran ke depan siapa yang melakukanpengawasan secara efektif terhadap penyelenggaraan kepolisian yangdilakukan oleh Presiden dan didelegasikan kepada Kapolri, jika KomisiKepolisian Nasional dan Lembaga Ombudsman Nasional yangnotabene independent juga dibentuk oleh Presiden, yang semualembaga itu adalah sebagai pembantu dan berada dalam kekuasaanPresiden. Bagan di bawah menggambarkan secara jelas tentangkedudukan lembaga kepolisian di bawah Presiden serta garispertanggungjawabannya.

Kedudukan dan garis pertanggungjawaban Kepolisiandalam sruktur

Kedudukan Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Page 139: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

124

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

Page 140: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

125

BAB IV TANGGUNG JAWAB DAN WEWENANG POLRI

DALAM ORGANISASINEGARA REPUBLIK INDONESIA

SETELAH PERUBAHAN UUD 1945

4.1.Fungsi Polri Dikaitkan dengan Prinsip Kepemerintahanyang Baik (Good Governance).Uraian pada bab berikut ini adalah membahas tentang fungsi

kepolisian sebagai bagian dari urusan pemerintahan yang dijalankanoleh Presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi.Dengan demikian maka pelaksanaan fungsi pemerintahan olehPresiden, termasuk dalam urusan di bidang kepolisian, harusdijalankan berdasarkan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik(Good Governance) yang diukur dari parameter yang jelas, baik yangtelah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan maupundalam berbagai pendapat/doktrin para ahli.

4.1.1. Lahirnya Prinsip Kepemerintahan yang Baik ( GoodGovermance).Munculnya konsep good governance berawal dari adanya

kepentingan lembaga-lembaga donor seperti PBB, Bank Dunia, ADBmaupun IMF dalam memberikan bantuan pinjaman modal kepadanegara-negara yang sedang berkembang. Dalam perkembanganselanjutnya good governance ditetapkan sebagai syarat bagi negara yangmembutuhkan pinjaman dana, sehingga goodgovernance digunakansebagai standar penentu untuk mencapai pembangunan berkelanjutandan berkeadilan.131 Hal tersebut dapat dimaklumi, karena konsep danpro-gram lembaga-lembaga donatur dunia berorientasi pada

131 Hafifah Sj. Sumarto, Inovasi, Partisipasi Dan Good Governance, Yayasan OborIndonesia, Jakarta, 2003, h.5

Page 141: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

126

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

pengentasan kemiskinan, karena kemiskinan menjadi salah satu faktorpenghambat berkembangnya pembangunan dalam suatu negara.

Konsep good governance mengemuka menjadi paradigma tidakdapat dilepaskan dari adanya konsep governance, yang menurut sejarahpertama kali diadopsi oleh para praktisi di lembaga pembangunaninternasional, yang mengandung konotasi kinerja efektif yang terkaitdengan manajemen publik dan korupsi. Di dalam literature governancedidefinisikan secara variatif oleh beberapa penulis dan beberapalembaga nasional maupun dunia. Seperti halnya dikemukakan olehUnited Nations Development Programme (UNDP) yang mengartikangovernance, adalah “the exercise of political eco­nomic, and administrativeauthority to manage a nation’s af­fairs at all levels”132.

Dengan demikian kata “governance” berarti “penggunaan” atau“pelaksanaan”, yakni penggunaan politik, ekonomi dan administrasiuntuk mengelola masalah-masalah nasional pada semua tingkatan.Di sini tekanannya pada kewenangan, kekuasaan yang sah ataukekuasaan yang memiliki legitimasi.133 Selain itu menurut World Bank,kata governance diartikan sebagai “the way state power is used in manag­ing economic and social resources for development so­ciety”134, yang olehSadu Wasistiono dimaknai sebagai “cara”, yakni cara bagaimanakekuasaan negara digunakan untuk mengelola sumber daya-sumberdaya ekonomi dan sosial guna pembangunan masyarakat.

Lembaga Administrasi Negara (LAN) mengartikan gov­ernanceadalah proses penyelenggaraan kekuasaan negara dalammelaksanakan penyediaan public good and service135. Pinto mengartikangovernance sebagai praktek penyeleng-garaan kekuasaan dankewenangan oleh pemerintah dalam pengelolaan urusanpemerintahan secara umum dan pem-bangunan ekonomi padakhususnya,136 dan Ganie Rochman mengartikan governance adalahmekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial yang132 UNDP dalam Sadu Wasistiono, Kapita Selekta Penyelenggaraan Pemerintahan

Daerah, Fokusmedia, Cet, ke-tiga, Bandung, 2003,h.30133 Sadu Wasistiono, ibid134 World Bank dalam ibid135 Lembaga Administrasi Negara dan Badan Pengawasan Keuangan dan

Pembangunan, Akuntabilitasi dan Good Governance, Jakarta , 2000, h.1136 Pinto dalam Nisjar S. Karhi, Beberapa Catatan Tentang “Good Governance”,

Jurnal Administrasi dan Pembangunan , Vol. 1 No. 2, 1997. h 119 dalamJoko Widodo, Good Governance, Insan Cendekia, Surabaya 2001, h.18

Page 142: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

127

melibatkan pengaruh sektor negara dan sektor non-pemerintah dalamsuatu kegiatan kolektif. Lebih lanjut Ganie mengatakan, bahwa dalampenge-lolaan dimaksud tidak terbatas melibatkan pemerintah dannegara (state), akan tetapi juga peran berbagai aktor di luar pemerintahdan negara tersebut, sehingga pihak-pihak yang terlibat sangat luas137.

Dari beberapa definisi di atas dapat ditelaah, bahwa dalammenyelenggarakan kepemerintahan ditentukan adanya pelibatanbeberapa unsur sebagai stakeholder, tidak terbatas pada pemerintah(government) atau negara (state) saja, akan tetapi juga unsur non-pemerintah (privaatsector) dan masyarakat (society). Sehinggakepemerintahan (governance) dapat tercipta dengan baik apabila unsur-unsur dimaksud sebagai kekuatan yang sinergi dan saling mendukungserta memiliki suara dalam mempengaruhi pembuatan keputusan.

Proses penyelenggaraan kekuasaan dan kewenangan dimaksudmeghendaki adanya akuntabilias, transparansi, terbuka,bertanggungjawab. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan olehFord Foundation sebagai salah satu lembaga yang menjadi pionir pro-gram governance, bahwa peme-rintah yang efektif tergantung padalegitimasi yang diperoleh dari partisipasi yang berbasis luas, keadilandan akuntabilitas. Beranjak dari pengertian governance sebagai “cara”atau “penggunaan” atau “pelaksanaan” di atas, dengan demikian goodgovernance mengandung makna suatu cara dan pelaksanaan govern­ment yang baik, baik dalam arti tindakan atau perilaku para stakeholderdalam menjalankan pemerintahan (government) berlandaskan padaetika atau moral.

Istilah governance dan good governance telah mulai dipublikasikanoleh Bank Dunia pada tahun 1992 yang diterbitkan dengan judul:Governance and Development. Di dalam publikasi tersebu governancedidefinisikan “the man­ner in which power is exercised in the managementof a country’s social and economic resources for development”. Kemudianpada tahun 1995 Asean Development Bank (ADB) memliki policypaper bertajuk Governance: Sound Develop­ment Management, danmengartikulasi empat esensi good governance, yaitu accountability, par­ticipation, predictability, dan tranparancy.

Lebih jauh lagi United Nation Development Program (UNDP)menyebutkan ciri-ciri dari good governance, yakni mengikutsertakan

137 Joko Widodo, ibid

Tanggung Jawab Dan Wewenang Polri Dalam Organisasi Negara Republik Indonesia...

Page 143: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

128

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

semua, transparan dan bertanggungjawab, efektif dan adil, menjaminadanya supremasi hukum, menjamin bahwa prioritas-prioritas politik,sosial dan ekonomi didasarkan pada konsensus masyarakat, sertamemperhatikan kepentingan mereka yang paling miskin dan lemahdalam proses pengambilan keputusan menyangkut alokasi sumberdaya pembangunan138.

Istilah good governance secara etimologi diterjemahkan menjadipengelolaan yang baik atau penyelenggaraan yang baik139, tatapemerintahan yang baik dan berwibawa140. Bahkan ada pendapat yangmengatakan istilah good governance lebih tepat diganti dengan istilahethical141. Di dalam mendefinisikan good governance sangat variatif dantidak ada keseragaman, bahkan Bank Dunia sendiri tidak memberikandifinisi yang baku akan tetapi hanya memberikan ciri-ciri tentang goodgovernance, di mana tata pemerintahan yang baik harus pre­dictable,terbuka dan dalam proses pengambilan kebijaksanaan bebas darikecurigaan dan dapat dipertanggungjawabkan. Sehinggapemerintahan harus dijalankan dengan akuntabilitas, transparansi,terbuka, menerima perbedaan dan kontrol masyarakat, dan rule oflaw harus ditegakkan secara eksklusif.142

Dilihat dari segi kepentingan, good governance dapat dimaknaisebagai cita-cita (idee) dan sebagai suatu keadaan atau kondisi. Sebagaicita-cita (idee), karena merupakan suatu keinginan agarpenyelenggaraan pemerintahan diselenggarakan dengan bersih(cleangovernance), dalam arti terbebas dari penyimpangan-penyimpangan yang dapat merugikan negara atau masyarakat. Konseppemerintahan yang baik (goodgovernance) tersebut terwujud, jikapemerintahan diselenggarakan dengan transparan, rensponsif,partisipatif, taat pada ketentuan hukum (rule of law), berorientasi padakonsensus, adanya kebersamaan, akuntabilitas dan memiliki visi yang

138 Ibid, h.3139 Moh. Mahfud MD. Ketika Gudang Kehabisan Teori Ekonimi” dalam

Pemerintahan Yang Bersih, UII Press, Yogyakarta, 2000, h. vii140 Bank Dunia dalam Miftah Toha, “Transparansi dan pertanggungjawaban

Publik Terhadap Tindakan Pemerintah”, Makalah Seminar Hukum Nasionalke-7, Jakarta, 1999, h.2

141 Frans H. Winarta, “Governance and Corruption”, Makalah Conference on GoodGovernance in East Asia Realities, Problem, and challeneges, diselenggarakanoleh CSIS, Jakarta,

142 Bank Dunia disitir oleh Miftah Toha, op, cit, h.2

Page 144: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

129

strategis. Sedangkan dikatakan sebagai suatu keadaan atau kondisi,bila dimungkinkan pemerintahan telah dijalankan sesuai asas dankonsep good governance, sehingga keadaan pemerintah telah tertata,teratur, tertib, bersih, tanpa cacat, baik dan cukup berwibawa.

Akan tetapi secara filosofis good governance, dimaknai sebagaitindakan atau tingkah laku yang didasarkan pada nilai-nilai, danbersifat mengarahkan, mengendalikan atau mempenga-ruhimasyarakat/publik untuk mewujudkan nilai-nilai itu di dalam tindakandan kehidupan keseharian143. Pendapat di atas menekankan, bahwafaktor utama dari terwujudnya good governance adalah tindakan atautingkah laku yang dida-sarkan pada nilai-nilai, dalam arti nilai-nilaiyang baik. Nilai-nilai baik atau tidak baik dimaksud masuk pada tataranetika atau moral.

Menurut teori tentang moral, perkataan “moral” sebagaikeseluruhan kaidah dan nilai. Etika adalah teori tentang moral,sehingga perkataan moral disamakan dengan etika.144 JJ.H. Brugginkmengartikan “moral” sebagai keseluruhan kaidah dan nilai berkenaandengan ihwal “baik” atau perbuatan baik manusia, perbuatandimaksud mencakup merasa, berpikir atau berbicara yang apabilaperbuatannya itu memenuhi kaidah atau nilai tersebut berarti baik,dan apabila tidak memenuhi kaidah atau nilai (sebaliknya) berartiperbuat-an seseorang atau pribadi dari orang itu dinilai sebagai jahatatau jelek. Kaidah dan nilai ini adalah suatu sistem konseptual yangmewujudkan bagian dari kehidupan rohani manusia.145

Pendapat lain dikemukakan oleh Robert C. Salomon yangmengartikan “etika” adalah merupakan bagian dari filsafat yangmeliputi hidup baik, menjadi orang yang baik, berbuat baik, dan

143 Billah dalam Pendahuluan Kumpulan Makalah “Workshop and Seminar onGood Governance”, kerjasama Utrecht University dan Airlangga University,Surabaya, 4-6, October 2001

144 R. Van Haersolte sebagaimana disitir oleh JJ. H Bruggink mengadakanpembedaan yang sama: Perkataan “etika” kadang-kadang digunakan sebagaisinonim “moral”. Perkataan “etika” telah dibuat menjadi perkataan khasoleh para cendekiawan Yunani yang sering dipergunakan untuk menunjukpada refleksi intelektual terhadap moral. Jadi etika adalah pemikiran metamoral, pemikiran dan pembahasan tentang moral.

145 JJ.H Bruggink diterjemahkan oleh Arief Sidharta, Refleksi Tentang Hukum,Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1999, h. 223-224

Tanggung Jawab Dan Wewenang Polri Dalam Organisasi Negara Republik Indonesia...

Page 145: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

130

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

menginginkan hal-hal yang baik dalam hidup.146 Sehingga etika danmoral adalah merupakan kaidah atau norma, di mana norma moralitasadalah aturan, standar, atau ukuran yang dapat kita gunakan untukmengukur kebaikan atau keburukan suatu perbuatan.147 Sesuatuperbuatan yang secara positif sesuai ukurannya dapat dikatagorikanbermoral atau moral baik, dan apabila secara positif tidak sesuaiukurannya dapat disebut tidak bermoral atau moral buruk.

Selain itu etika adalah merupakan salah satu norma yang tidakdirumuskan dalam suatu ketentuan hukum, sehingga apabilapenyelenggaraan kepemerintahaan secara positif sesuai ukuransebagaimana dirumuskan dalam asas-asasnya, maka kepemerintahan akandinilai baik, namun apabila sebaliknya pemerintahan akan dinilai buruk.Tingkah laku dimaksud dapat dari badan atau lembaga penyelenggarapemerintahan, masyarakat atau lembaga non-pemerintahan (non­govermental organization). Dengan demikian terwujudnya good governancetidak semata-mata ditentukan oleh lembaga pemerintah saja, akan tetapijuga dari komunitas masyarakat ataupun organisasi masyarakat.

Berkaitan dengan good governance Anggito Abimanyu pernahmengemukakan sebagaimana disitir oleh Mahfud MD, bahwa goodgovernance “is participatory, transparent and accountable, effective and eq­uitable. And it promotes the rule oflaw” dan “ good governance will nevercredible as long as governance conditionality is imposed on a country with­out consulting civil society”148. Pendapat lain menurut Miftah Thoha,good governance disimpulkan sebagai tata pemerintahan yang terbuka,bersih, berwibawa, transparan dan bertanggung jawab.149 Danmenurut pendapat Bank Dunia dalam laporannya mengenai “GoodGovernance and Devel­opment” tahun 1992 yang dikutip oleh BintanR. Saragih, mengartikan good governance sebagai “pelayanan publik

146 Robert C. Salomon dan Ando Karo-karo, Etika Suatu Pengantar , Erlangga,Jakarta, 1987, h.2

147 W. Poespoprodjo, Filsafat Moral Kesusilaan Dalam Teori dan Praktek, PustakaGrafika,

148 Anggito Abimanyu dikutip oleh Mahfud MD dalam makalah berjudul“Kapabilitas DPR Dalam Pemantapan Good Governance”, disampaikan dalamSeminar Hukum Nasional Reformasi Hukum Menuju Terwujudnya masyarakatMadani (Civil Society), Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN)Departemen Kehakiman RI, Jakarta 12-15 Oktober 1999, h. 2

149 Miftah Toha, makalah pembanding dengan judul “Transparansi danPertanggung jawaban Publik terhadap Tindakan Pemerintah” dalam ibid, h. 12

Page 146: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

131

yang effisien, sistem pengadilan yang dapat diandalkan, pemerin-tahanyang bertanggungjawab (accountable) pada publiknya150.

Disimak dari beberapa pengertian di atas, bahwa di dalammengartikan atau mendefinisikan good governance sangat dipengaruhioleh faktor pendekatan baik ruang lingkup, hubungan, bidang,lembaga atau organisasi. Hal ini dapat dilihat dari pengertian yangdikemukakan di atas sangat variatif. Seperti pengertian lain yangdikemukakan oleh UNDP (United Nations Development Programme)sebagai suatu pengertian yang sangat luas yang menyebutkan, bahwa:“good governance adalah suatu hubungan sinergi antara negara, sektorswasta (pasar), dan masyarakat yang berlandas-kan pada sembilankarakteristik, yakni: partisipasi, rule of law, transparansi, sikapresponsif, berorientasi konsensus, kesejahteraan/kebersamaan, efektifdan efisien, akuntabi-litas, dan visi strategis.151

Pemerintahan (governance) pada dasarnya bisa baik atau bisa buruk,pemerintahan dikatakan baik (goodgovernance) manakala tujuan bersamadijalankan dengan baik, memperhatikan proses pembuatan keputusan,menjalankan fungsi peraturan, kekuasaan dijalankan sebagaimanamestinya, dan lembaga yang teratur. Dikatakan buruk apabila tujuansedikit dijalankan, kurang memperhatikan proses pembuatan keputusan,tidak berfungsinya peraturan dan kekuasaan dijalankan secara sewenang-wenang. Hal yang sama dikatakan oleh Carolina G. Hernandez, bahwa:

“In general, governance can be good or bad: good when collective goals areserved well, the processes of decision making are observed, governors performtheir functions and exercise their power properly, and the organisation issustained. It is bad when only the goal oj a jew, especially the governors areserved, prescribed processes are breached, power and entitlements are abused,and when the organisation survival is threatened or the organisation fragmentor dies.”152

150 Bintan R. Saragih, makalah pembanding berjudul “Kapabilitas DPR DalamPemantapan Good Governance”, dalam ibid, h. 4

151 Centre of Public Policy Study, LSM, dan Otonomi Daerah Membangun PeranUntuk Demokrasi dan Good Governance dalam reader Workshop and seminar onGood Governance diselenggarakan kerjasama University dan Airlangga Uni-versity, Surabaya 4-6 Oktober 2001. h.1

152 Carolina G. Hernandes. Makalah dengan judul “Governance , Civil, Societyand Democracy” disampaikan dalam Workshop and seminar on Good Gover-nance Kerjasama Utrecht University dan Airlangga University, Surabayatanggal 4,5,6 Oktober 2001

Tanggung Jawab Dan Wewenang Polri Dalam Organisasi Negara Republik Indonesia...

Page 147: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

132

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

Di sini dapat dipahami, bahwa baik dan tidaknya suatupemerintahan sangat ditentukan oleh tujuan dan proses pembuatankeputusan dalam penyelenggaraan pemerintah-an. Akan menjadi baikapabila tujuan bersama dijalankan dengan baik, proses pengambilankeputusan yang berorientasi pada tujuan bersama, pemerintah dalammenyelenggarakan fungsi dan menjalankan kewenangan dengansebaik-baiknya secara terus-menerus (berkelanjutan). Dan akanmenjadi buruk, apabila tujuan yang sempit hanya khusus untukkepentingan pemerintah, proses pengambilan kepu-tusan ditentukansendiri oleh pemerintah dan disalahgunakan, penyelenggaraanpemerintahan terpecah-pecah atau tidak jalan.

Suatu pemerintahan yang baik (goodgovernance) akan lahir darisuatu pemerintahan yang bersih (cleangovernance), pemerintahan yangbaik (good governance) hanya dapat terwujud manakala diselenggarakanoleh pemerintah yang baik, dan pemerintah akan baik apabiladilandaskan pada prinsip transparansi dan akuntabilitas.153 Olehkarena itu bagaimana dapat mewujudkan kondisi pemerintahan yangbaik?. Hal ini kiranya kembali pada lembaga atau pejabat yangmenerima tugas dan tanggungjawab sebagai penyelenggarapemerintahan, termasuk komunitas masyarakat dan organisasi non-pemerintah.

Mencermati pengertian dari good governance yang dikemukakanoleh beberapa pakar tersebut sangatlah variatif. Namun jika pengertianadalah suatu jembatan untuk memaknai terhadap suatu istilah(obyek), dan pengertian adalah merupakan isi pikiran (gedachteninhoud)yang dimunculkan oleh sebuah perkataan tertentu jika sebuah obyekatau seorang pribadi memperoleh sebuah nama. Maka pengertianadalah apa yang timbul dari pikiran kita sebagai arti dari perkataan,mengingat penunjukan itu pada obyek atau orang tertentu.154 Olehkarena itu pengertian good governance dapat digunakan sebagai pijakanuntuk pengembangan pemikiran terhadap karakteristik atau indikator-indikator dari good governance.

153 Soewoto Mulyosudarmo, Tinjauan Yuridis Terhadap Kekuasaan Pemerintah Daerahdan Dewan Perwakilan Rakyat, makalah disampaikan dalam forum Workshoptentang Revatalisasi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Madiun, 18-19 April 2000

154 Bruggink terjemahan B. Arief Sidharta, Refleksi Tentang Hukum, Citra AdityaBakti, Bandung, 1996, h. 46

Page 148: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

133

Dengan demikian dapat ditarik suatu pemahaman, bahwa padadasarnya good governance adalah merupakan penyelenggaraanpemerintahan yang bersih, teratur, tertib, tanpa cacat dan berwibawa,oleh karena itu tindak lanjut untuk mewujudkan pemerintahan yangbaik (goodgovernance) dan bersih (clean governance) denganmengaktualisasikan secara efektif Asas-Asas Umum Pemerintahanyang Baik (penulis: algemene beginselen van behoorlijk bestuur), yangdigunakan sebagai hukum tidak tertulis dengan melalui pelaksanaanhukum dan penerapan hukum serta pembentukan hukum.155

Dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang baik (good gov­ernance), sangat dipengaruhi oleh sikap dan keinginan para pemegangkekuasaan atau lembaga pemerintah-an (ambt) atau alat perlengkapannegara untuk mewujudkan suatu konsep pemerintahan yang baik(good governance) tersebut. Karena tugas dan wewenang pejabatadministrasi tersebut walaupun secara teoritik bersifat netral, akantetapi dalam pelaksanaannya sangat potensial untuk disalahgunakan(detournement du pouvoir), digunakan dengan sewenang-wenang (abusde droit) dan bahkan digunakan bertentangan dengan hukum(onrechtmatige overheidsdaad).

4.1.2. Ciri-Ciri dan Karakteristik Good Governance.Permasalahan pemerintahan ini menjadi suatu perdebatan, karena

adanya dinamika yang menuntut perubahan-perubahan, baik pada sisipemerintah maupun warga masyarakat. Perubahan diharapkan, agarpemerintah dan peran elite politik menjadi lebih demokratis, efesiendalam penggunaan sumber daya publik, efektif dalam menjalankanfungsi pelayanan publik, lebih tanggap serta mampu menyusunkebijakan, pro-gram dan hukum yang dapat menjamin hak asasi dankeadilan sosial. Di sisi lain warga atau masyarakat diharapkan memilikikesadaran akan hak dan kewajibannya, lebih terinformasi, memilikisolidaritas terhadap sesama, bersedia berpartisipasi aktif dalampenyenyelenggaraan urusan publik, memiliki kemampuan untukberurusan dengan pemerintah dan institusi publik lainnya, tidak apatis,serta tidak mementingkan diri sendiri.156

155 S. Fmarbun Ringkasan disertasi Eksistensi Asas­asas Umum PenyelenggaraanPemerintahan Ynag layak Dalam Menjelmakan Pemerintahan yang baik dan bersih.University Pajajaran, Bandung, 2001, h. 13

156 Hetifah SJ. Sumarto, op, cit.h.1

Tanggung Jawab Dan Wewenang Polri Dalam Organisasi Negara Republik Indonesia...

Page 149: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

134

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

Di dalam penyelenggaraan pemerintahan sebagaimanadikemukakan United Nation Development Programme (UNDP) padadasarnya berorientasi pada tiga elemen utama, yakni pemerintah ataunegara (state), sektor swasta (private sector), dan masyarakat (society)dan ditambahkan adanya interaksi antar ketiga elemen, yang oleh SaduWasistiono ditambah dua elemen lagi sehingga menjadi lima pilar,yakni pemerintah, kalangan swasta, masyarakat, lembaga legislatifdan kalangan perguruan tinggi.157

Ketiga elemen utama yang dikemukakan UNDP tersebut masing-masing memiliki fungsi yang tidak dapat dipisahkan saru sama laindan mempunyai hubungan yang sinergi tertuju pada penyelenggaraanpeme-rintahan. Fungsi dari masing-masing elemen tersebut, antaralain: negara berfungsi menciptakan lingkungan politik dan hukumyang kondusif; sektor swasta (privatesector) berfungsi menciptakanlapangan kerja dan meningkatkan pendapatan; dan masyarakat ikutberperan positif dalam interaksi sosialnya, baik dibidang sosial,ekonomi maupun politik.158

Lebih lanjut UNDP merumuskan karakteristik pemerintahanyang baik (goodgovernance) sebagaimana dikutip oleh LembagaAdminstrasi Negara LAN), yang meliputi :159

1. Partisipasi (participation).Setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban untuk

mengambil bagian dalam proses bernegara, berpemerintahan sertabermasyarakat, baik secara langsung maupun melalui intermediasiinstitusi legitimasi yang mewakili kepentingannya. Partisipasiwarga negara ini dilakukan tidak hanya pada tahapan implementasi,akan tetapi secara menyeluruh mulai dari tahapan penyusunankebijakan, pelaksanaan, evaluasi serta pemanfaatan hasil-hasilnya;

2. Penegakan Hukum (Rule of Law).Good governance dilaksanakan dalam rangka demokratisasi

kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu syarat kehidupan157 Sadu Wasistiono, Kapita Selekta Managemen Pemerintahan Daerah, Fokusmedia

cet. ke-empat. Bandung. 2003, h. 71158 Sedarmayanti, Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) dalam Rangka

Otonomi Daerah, Mandar Maju, Bandung, 2003, h. 5159 Lihat United Nations Development programmme (UNDP) dalam Sadu

Wasistiono, Kapita Selekta Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, op, cit, hal.33-35 dan dalam Sedarmayanti, ibid, h.7-8

Page 150: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

135

demokrasi adalah adanya penegakan hukum yang adil dandilaksanakan tanpa pandang bulu. Oleh karena itu langkah awalpenciptaan good governance adalah membangun sistem hukum yangsehat, baik perangkat lunak (soft ware), perangkat kerasnya (hardware), maupun sumber daya manusia yang menjalankan sistemnya(human ware).

3. Transparansi (Transparancy).Keterbukaan adalah merupakan salah satu karakteristik good

governance terutama adanya semangat zaman serba terbuka danakibat adanya revolusi informasi. Keter-bukaan mencakup semuaaspek aktivitas yang menyangkut semua kepentingan publik;

4. Daya tanggap (Responsiveness).Responsiveness sebagai konsekuensi logis dari keter-bukaan,

maka setiap komponen yang terlibat dalam proses pembangunangood governance perlu memiliki daya tanggap terhadap keinginanmaupun keluhan setiap stake­holders,

5. Consensus orientation.Good Governance menjadi perantara kepentingan yang berbeda

untuk memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebihluas, baik dalam hal kebijakan maupun prosedur;

6. Keadilan (Equity).Semua warga negara mempunyai kesempatan yang sama

untuk memperoleh kesejahteraan;7. Effectiveness and efficiency.

Proses dan lembaga menghasilkan sesuai dengan apa yangtelah digariskan dengan menggunakan sumber yang tersedia sebaikmungkin;

8. Akuntabilitas (Accountability).Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta,

dan masyarakat (civil society) bertanggungjawab kepada publik danlembaga stakeholders. Akuntabilitas ini tergantung pada organisasitersebut untuk kepentingan internal atau eksternal organisasi; dan

9. Visi strategis (Strategic vision).Para pemimpin dan publik harus mempunyai prespektif good

governance dan pengembangan manusia yang luas serta jauh ke

Tanggung Jawab Dan Wewenang Polri Dalam Organisasi Negara Republik Indonesia...

Page 151: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

136

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

depan sejalan dengan apa yang diperlukan untuk pembangunansemacam ini.

Apa yang dikemukakan oleh UNDP tersebut penekanannyapemerintahan yang baik dapat terwujud, apabila penyelenggaraanpemerintahan dijalankan dengan efektif dan effesien,bertanggungjawab kepada publik, menjaga hubungan vang seimbangantara pemerintah, sektor swasta dan masya-rakat, dan menjagasoliditas pemerintah.

Berkaitan dengan karakteristik dan indikator pemerin-tahan yangbaik (good governance) G.H. Addink memaknai asas good governancesama dengan asas good administration [principles of Good Governancesame as principles of Good Administration) dan merumuskan secara de-tail menjadi delapan asas yang mencakup karakter positif maupunnegatif.

Pemberian makna yang sama antara principles of good governancedan principles of good administration merupakan suatu pemikiran daninovasi baru dalam hukum administrasi, walaupun KuntjoroPurbopranoto pernah menulis Dasar-Dasar/Azas-azas Umum UntukPemerintahan Yang Baik, dalam kurung (The general Principles of GoodAdministra­tion),160 akan tetapi tidak diberi penjelasan persamaanmakna dari asas dimaksud.

Penulis sependapat dan mendukung pendapat G.H. Addink diatas dengan argumentasi: Pertama, beranjak dari konsep good gover­nance yang meliputi system administrasi negara, dimana upayamewujudkan good governance juga merupakan upaya melakukanpenyempurnaan pada sistem administrasi negara yang berlaku secaramenyeluruh. Kedua, salah satu tugas dan wewenang pemerintahadalah menyelenggarakan openbare dienst atau service pub­lic, yaknipemerintah menyelenggarakan kepentingan umum. Tugaspenyelenggaraan kepentingan umum ini dijalankan oleh alatpemerintahan (bestuurorgaan = administratief organ) yang bisaberwujud seorang petugas (fungsionaris) atau badan pemerintah (open­bare lichaam).

Ketiga, penyelenggaraan administrasi negara tertuju padakepentingan umum, dan penyelenggaraan pemerintah-an mempunyai160 Kuntjoro Purbopranoto, Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan Dan

Peradilan Administrasi Negara, Alumni, Bandung 1981, h.28

Page 152: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

137

tujuan yang sama dengan penyelengga-raan administrasi, yaknikepentingan umum. Keempat, pengertian tentang istilah governancemengandung arti penggunaan atau pelaksanaan kewenangan bidangadministrasi yang dilakukan oleh organ pemerintah dan menimbulkanakibat-akibat hukum bidang administrasi negara, sehingga indikasisuatu pemerintahan yang baik apabila administrasinya baik. Kelima,adanya pemahaman tindakan pemerintahan sebagai tindakanadministrasi, sehingga penyelenggaraan pemerintahan adalahmerupakan penyelenggaraan administrasi.

Selain itu G.H. Addink merumuskan Asas-asas Good Governancekedalam delapan asas dan unsur-unsur tindakannya yang meliputi:161

A. The principle of prohibition of misuse power or the prin­ciple of prohibi­tion of detournement de pouvoir (specialiteitsbeginsel):a. against the goal of the power;b. an incorrect goal;c. appropriate use;d. use consistent with the goal.

B. The principle of prohibition of arbitrarinees (the principle ofreasonablenees):a. arbitrarinees = evident unreasonable (complete unsys­tematic)b. visible unreasonable (balance of interest, but not accept­able);c. that cannot be done in reasonablenees (marginal judi­cial review);d. infairnees.

C. The principle of legal certainty:a. formal legal certainty (recognizable rights and duties);b. substansial legal certainty (durability of rules, order has to be com­

plied with, no infringe of rights without legal base, prohibition ofretroactive effect.

D. The principle of confidence:a. in general by policy ­ rules, directives or circulars;b. concrete case in inspiring confidence; relevant elements are: who, in

what way, by which act and aspects dispo­sition.161 D.H. Addink dalam lampiran paper Philipus. M, Hadjon berjudul Konsep

Dasar Hukum Administrasi yang disampaikan pada ceramahnya tanggal 29Maret 2004 di Kantor Menpan

Tanggung Jawab Dan Wewenang Polri Dalam Organisasi Negara Republik Indonesia...

Page 153: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

138

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

E. The principle of quality:a. equality for the law;b. equality of administra tion, elemen ts: no predisposition, no negative

discrimination, no positive discrimination;c. equal spread of costs general interest.

F. The principle of proporsionality:a. administrative sanctions (individual and general);b. right balance between means and aims.

G. The principle of carefulness:a. substantial carefulnees (careful balance of interests);b. formal carefulnees (steps in procedure of ordering: 1) treatment, 2)

researching, 3) consultation, 4) publication.H. The principle of reasonings:

a. substantial (bearing reason in relation to: facts, interest and rules);b. formal (recognizable reason by given/publication of administrative

motives).

Secara garis besar asas yang dikemukan oleh D.H. Addink diatas meliputi: asas larangan bertindak sewenang-wenang, asaskeadilan atau asas kewajaran, asas kepastian hukum, asas kepercayaan,asas kesamaan, asas proporsionalitas atau asas keseimbangan, asaskehati-hatian dan asas pertimbangan.

Khusus untuk asas larangan bertindak sewenang-wenang vangjuga dapat dimaknai sebagai asas specialitietsbeginsel atau asas specialitas,hakekatnya bahwa setiap kewenangan memiliki tujuan tertentu, yaknitujuan diberikannya wewenang yang dalam hukum administrasidikenal dengan ketajaman arah atau tujuan (zuiverheid van oogmerk).Sehingga di dalam penyelenggaraan pemerintahan harus selaras danseimbang dengan tujuan kewenangan yang diberikan. Dengandemikian apabila wewenang dijalankan tidak sesuai atau bertentangandengan tujuan, maka akan terjadi penyalahgunaan wewenang (de­tournement de pouvoir)162. Lebih lanjut Tatiek Sri Djatmiati mengatakan,bahwa asas specialitietsbeginselini merupakan onderdel dari asas legalitas

162 Lihat Disertasi Tatiek Sri Djatmiati dengan judul “Prinsip Izin Usaha Industridi Indonesia”, Program Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya, 2002,h. 108-109

Page 154: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

139

(legalitietbeginsel), maka asas specialitiets­beginsel masih sejenis(serumpun) dengan asas legalitas.

Suatu permasalahan yang mendasar bahwa di dalam asas legalitas(legaliteit beginsel) tidak memperhitungkan tujuan (specialitas), akantetapi sebaliknya dalam asas specialitas (specialiteit beginsel)menekankan pada tujuan diberikannya wewenang. Di sini terjadi suatupersinggungan, sehingga pada tataran tertentu tindakan pemerintahakan mengasampingkan asas legalitas, karena adanya peraturan yangberbeda, yakni pada satu sisi suatu tindakan atau tingkah laku harusdisetujui dan di sisi lain ada peraturan yang melarang, sehinggapengambilan keputusan mempertimbangkan kepentingan yang lain.163

Asas specialiteitbeginsel ini menjadi landasan bagi kewenanganpemerintah untuk bertindak dengan mempertim-bangkan pada suatutujuan. Dan dalam sudut pandang hukum administrasi dinyatakansebagai suatu rangkaian peraturan yang berkaitan dengan kepentinganumum tertentu.164

Robert Hass juga memberi indikator tentang “good gov­ernance”,yang rumusannya meliputi lima indikator, antara lain:165

1. Melaksanakan hak asasi manusia;2. Masyarakat berpartisipasi dalam pengambilan keputusan politik;3. Melaksanakan hukum untuk melindungi kepentingan masyarakat;4. Mengembangkan ekonomi pasar atas dasar tanggungjawab kepada

masyarakat; dan5. Orientasi politik pemerintah menuju pembangunan.

Indikator good governance yang disampaikan oleh Rob-ert Hassdi atas sangatlah ringkas dan padat, namun berorientasi pada tigaelemen pemerintahan yang berpengaruh terhadap penyelenggaraangood governance, yakni peme-rintah, sektor swasta, dan masyarakat.Menurut pendapat Ganie Rochman, good governance memiliki empatunsur utama, yang meliputi accountability, kerangka hukum (rule oflaw), informasi, dan transparansi. Bhatta juga menyebutkangoodgovernance ada empat unsur, antara lain: akuntabilitas (account­

163 ibid164 Mariette Kobussen dalam, ibid, h. 108165 Robert Hass dalam Bintan R. Saragih, op, cit, h. 5

Tanggung Jawab Dan Wewenang Polri Dalam Organisasi Negara Republik Indonesia...

Page 155: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

140

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

ability), transparansi (tranpasrency), keterbukaan (openness), dan aturanhukum (rule of law)166.

Pendapat lain dari Carolina G. Hernandez, bahwa “ Gov­ernanceinvolves a set of principles and rules defining the or­ganizational structuresand the responsibilities, accountabili­ties, function, entitlements, and pow­ers of those who govern and are governed in an organization. It includes theprocesses by which decisions affecting the organization are made”.167

Berikut juga pendapat Meutia menyebutkan “elemen-elemen goodgovernment’, terdiri dari:a. Accountability, yang terdiri dari:

Political accountability, yakni adanya mekanisme penggantianpejabat penguasa, tidak ada usaha untuk membangunmonoloyalitas secara sistematis, serta ada definisi dan penangananyang jelas terhadap pelanggaran kekuasaan di bawah rule of law.

Public accountability, yakni adanya pembatasan tugas yang jelasdan efisien. Berkaitan dengan akuntabilitas ini Jabbra dan Sridevimengemukakan adanya lima perspektif akuntabilitas, yakni:akuntabilitas organisasi/administrasi; akuntabilitas legal;akuntabilitas politik; akuntabilitas professional; dan akuntabilitasmoral.168

b. Adanya suatu kerangka hukum dalam pembangunan;Dari sudut aparat birokrasi, elemen ini berarti adanya kejelasan

dan pendidikan dari abdi negara terhadap sektor swasta. Dari sudutmasyarakat sipil, elemen ini berarti adanya kerangka hukum yangdiperlukan untuk menjamin hak-hak warganegara dalammenegakkan accountability pemerintah;

c. Informasi, yakni bahwa informasi mengenai setiap aspek kebijakanpemerintah dapat dijangkau oleh politik. Keterbukaan informasidiharapkan akan menghasilkan persaingan politik yang sehat,toleran, dan kebijakan dibuat berdasarkan pada preferensi publik;

d. Transparansi, yakni adanya kebijakan terbuka bagi pengawasan.

166 Ganie Rochman, Bhata dalam Joko Widodo, op, cit, h. 26167 Carolina G. Hernandez, op, cit, h. 2168 Jabbra dan Sridevi dalam Sadu Wasistiono, Kapita Selekta Penyelenggaraan

Pemerintahan Daerah, op, cit, h. 58

Page 156: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

141

Karakteristik good governance yang lain sebagaimana dikemukakanoleh Wibisono, yang tampaknya melalui pendekatan yang sangatkomperhensif, dilihat dari berbagai aspek tidak semata-mataditekankan pada perbaikan peme-rintah saja, akan tetapi beberapaelemen yang berpengaruh terselenggaranya good governance.

Ciri-ciri good governance yang menurut Wibisono diperluas dandiuraikan menjadi tujuh ciri, antara lain :169

1. Pengelolaan sumber-sumber daya alam. Kualitas pemanfaatansumber-sumber daya alam oleh negara merupakan faktor esensialuntuk menerangkan apakah pembangunan yang dilakukantergolong baik atau buruk. Dengan melihat korelasi antara sumberdaya alam yang dimiliki dengan kesejahteraan warga negaranya,dapat diketahui apakah negara telah atau belum mempraktekkangood governance.

2. Integritas diri para politisi, para penegak hukum, dan eliteintelektual. Integritas dan kredibilitas para politisi, penegak hukum,dan elite intelektual dapat menjadi ukuran melihat apakah prosespemerintahan secara good, bad atau ugly. Ketiga kalangan profesitersebut harus merupakan tolok banding (benchkmark) modelintegritas.

3. Pluralisme dalam sistem politik dengan adanya pihak oposisi yangefektif. Pluralisme dalam sistem politik menggambarkan bahwaindividu tidak terkooptasi dalam sistem monoloyalitas, yang selaintidak sehat juga menyalahi kodrat. Hal ini adalah manusiawimengingat secara fitrah, manusia dilahirkan dengan berbagaikeanekaragaman dalam ide, keinginan, kebutuhan, kemampuan,dan level kebahagiaan, adanya pihak oposisi yang efektif merupakancermin adanya keinginan bersama untuk saling hex­spar­ing part­ner, mengontrol, dan bersaing untuk memajukan program-pro-gram yang lebih baik bagi pemanfaatan seluruh bangsa.

4. Media massa yang independen. Adanya media massa yangindependen merupakan cerminan dari kemerdekaan dasarmanusia. Independensi harus diartikan dalam tiga belah pihak;independensi dari kepentingan pemerintah yang berkuasa,independensi dari pihak yang beroposisi, pada independensi darikepentingan pribadi.

169 Wibisono dalam ibid, h. 8-9

Tanggung Jawab Dan Wewenang Polri Dalam Organisasi Negara Republik Indonesia...

Page 157: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

142

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

5. Independensi lembaga peradilan. Lembaga peradilan harusmemiliki kewenangan penuh yang dapat menjangkau seluruhwarga negara tanpa kecuali dan tanpa diskriminasi.

6. Proses pelayanan publik yang effisien dengan standarprofesionalisme yang tinggi dan menjunjung tinggi integritas.Dengan melihat pelayanan publik dapat diketahui sebaik danseamburadul apa administrasi sebuah negara dijalankan.

7. Adanya aturan anti korupsi yang jelas dan tegas. Aturan anti korupsiyang dimaksud juga menyangkut upaya mengungkap kekayaanpejabat pemegang kekuasaan dan pengambilan keputusan. Aturantersebut tidak hanya diterapkan pada pejabat tinggi eksekutif,melainkan menyangkut juga anggota legislatif dan badan-badanpelayanan.

A.M. Donner dan Wiarda juga merumuskan tentang Asas-asasumum permerintahan yang baik (AAUPB) menjadi 5 rumusan,yakni:170

1. Asas kejujuran (fairplay),2. Asas kecermatan (zorgvuldigheid),3. Asas kemurnian dalam tujuan (zuiverheid van oogmerk),4. Asas keseimbangan (evenwichtigheid),5. Asas kepastian hukum (rechts zekerheid).

A.D. Belinfante merumuskan hampir sama dengan A.M.Donner dan Wiarda, yakni asas larangan bertindak tidak sewenang-wenang; asas larangan detournement de povoir, asas kepastian hukum;asas kesaksamaan, dan asas persamaan. Sedangkan J.I. Veld dan N.S.J.Koeman merumuskan menjadi 8 (delapan) butir antara lain :171

1. Asas larangan detournement depovoir,2. Larangan untuk bertindak sewenang-wenang (willekeur);3. Asas persamaan (hetgelijkheids beginsel);4. Asas kepastian hukum (rechtszekerheid);5. Asas harapan-harapan yang ditumbuhkan (gewekte verwachtingen);

170 A.M. Donner dan Wiarda dalam Jazim Hamidi, Penerapan Asas­asas UmumPenyelenggaraan Pemerintahan yang Layak (AAUPPL) Di Lingkungan PeradilanAdministrasi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, h. 31-32

171 L.I Veld dan N.S.J Koeman dalam ibid

Page 158: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

143

6. Asas kejujuran (fairplay);7. Asas kecermatan (zorgvuldigheid);8. Asas pemberian dasar perimbangan (motivering).

Rumusan yang lebih luas adalah sebagaimana yang dikemukakanoleh Crince Le Roy, bahwa asas-asas yang perlu diterapkan dalampenyelenggaraan pemerintahan untuk mewujudkan pemerintahanyang baik, meliputi:172

1. Asas kepastian hukum (principle of legal security);2. Asas keseimbangan (principle of proporsionally);3. Asas bertindak cermat (principle of carefullness);4. Asas motivasi untuk setiap keputusan badan pemerintahan (prin­

ciple of motivation);5. Asas tidak boleh mencampuradukkan kewenangan (prin­ciple of

non misuse of competence);6. Asas kesamaan dalam mengambil keputusan (principle of equal­

ity);7. Asas permainan yang layak (principle of fairplay)8. Asas keadilan atau kewajaran (principle of reasonableness of prohibi­

tion of arbitrariness);9. Asas menanggapi pengharapan yang wajar (principle of meeting raised

expectation);10.Asas meniadakan akibat-akibat suatu keputusan yang batal (prin­

ciple of undoing the consequences of unnulled deci­sion);11.Asas perlindungan atas pandangan hidup (principle of protecting

the personal way of life).Kemudian oleh Koentjoro Purbipranoto ditambah dua asas lagi,yaitu:173

12.Asas kebijaksanaan (principle of sapiently);13.Asas penyelenggaran kepentingan umum (principle of public ser­

vice)

172 Crince Le roy dalam Paulus Effendie Lotulong, Himpunan Makalah Asas­asasUmum Pemerintahan yang baik (AAUPB), Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994,h. 38-39

173 Koentjoro Purbopranoto, ibid. h. 39

Tanggung Jawab Dan Wewenang Polri Dalam Organisasi Negara Republik Indonesia...

Page 159: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

144

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

Rumusan yang dikemukakan R. Crince Le Roy dikutip danditambah oleh Kuntjoro Purbopranoto tersebut asalnya adalah handout kuliah pada penataran lanjutan Hukum Tata Negara - Hukum TataPemerintahan di Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabayapada tahun 1976,174 asas-asas yang diuraikan dimaksud sebanyak 11asas, kemudian ditambah 2 asas dari Kuntjoro Purbopranoto, dan padasaat asas-asas dimaksud diuraikan R.Crince Le Roy masihberdasarkan yurisprudensi pengadilan biasa bukan dari AROB, karenapada waktu itu Wet AROB baru mulai berperan.175 Kemudian setelahadanya yurisprudensi AROB (Peradilan Administrasi Belanda) asas-asas yang dikenal, adalah:1. asas pertimbangan (motiveringsbeginsel);2. asas kecermatan (zorgvuldigheidsbeginsel);3. asas kepastian hukum (rechtszekerheidsbeginsel);4. asas kepercayaan atau asas menanggapi harapan yang telah

ditimbulkan (vertrouwensbeginsel of beginsel van opgewekteverwachtingen);

5. asas persamaan (gelijkheidsbeginsel);6. asas keseimbangan (evenredigheidsbeginsel);7. asas kewenangan (bevoegheidsbeginsel);8. asas fair play (beginsel van fair play);9. larangan “detournement de pourvoir” (het verbod van de­tournement

de pouvoir);10.larangan bertindak sewenang-wenang (het verbod van willekeur).176

Di sisi lain Sadu Wasistiono merumuskan cirri-ciri tatapemerintahan yang baik, yang meliputi:1) Mengikutsertakan semua masyarakat;2) Transparan dan bertanggungjawab;3) Efektif dan adil;4) Menjamin adanya supremasi hukum;

174 Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi di Indonesia ......, op,cit, h. 279

175 Ibid, h. 280176 Dikutip dari Philipus M. Hadjon dalam artikelnya berjudul “Masalah

Pertahanan Dalam Peradilan Tata Usaha Negara”, YURIDIKA, op, cit, h. 9

Page 160: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

145

5) Menjamin bahwa prioritas-prioritas politik, sosial dan ekonomididasarkan pada konsensus masyarakat;

6) Memperhatikan kepentingan mereka yang paling miskin dan lemahdalam proses pengambilan keputusan menyangkut alokasi sumberdaya pembangunan.177

Dari rumusan the general principle of good governance yang berbeda-beda tersebut sedikit banyak dapat memberi gambaran danpemahaman bagi aparatur pemerintah, komunitas masyarakat danlembaga non-pemerintah untuk digunakan sebagai dasar ataupedoman dalam menyelenggarakan pemerintahan, dan sebagai etikdalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Aplikasi terhadap asas-asas dimaksud, bukanlah suatu tindakanyang mudah dan cepat dapat terpenuhi, akan tetapi banyak faktor yangdapat mempegaruhi, baik dari hubungan lembaga yang satu denganyang lain, sumber daya manusia, maupun system pengawasan yangdilakukan. Oleh karena itu good governance yang efektif menurutSedarmayanti menuntut adanya “alignment’ (koordinasi) yang baikdan integritas, professional serta etos kerja dan moral yang tinggi,sehingga terselenggaranya good governance merupakan prasyarat utamauntuk mewujudkan aspirasi masyarakat dalam mencapai tujuan dancita-cita bangsa dan negara.178

Hubungan koordinasi ini bisa bersifat vertikal maupun horizon-tal. Yang bersifat vertikal adalah pengawasan atau kontrol dan yangbersifat koordinatif adalah hubungan horizontal. Koordinasi ini tidakselamanya dapat ditafsirkan baik (good), bahkan dapat mempengaruhipenyelenggaraan good governance sepanjang kordinasi yang dilakukanpada suatu konsep yang menyimpang dari asas-asas good governanceatau bertentangan dengan etika moral dan norma hukum, sehinggafungsi pengawasan atau control dari lembaga yang lebih atas(hubungan vertikal) sangat menentukan terwujudnya pemerintahanyang baik.

Fungsi Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan salahsatu fungsi pemerintahan di bidang pemeliharaan keamanan danketertiban masyarakat yang secara teoritis melekat sebagai tugas dan

177 Sadu Wasistiono, op, cit, h. 32178 Sedarmayanti, Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) Dalam Rangka

Otonomi Daerah, Mandar Maju, Bandung, 2003, h. 2

Tanggung Jawab Dan Wewenang Polri Dalam Organisasi Negara Republik Indonesia...

Page 161: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

146

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

tanggung jawab pemerintah atau negara, sehingga penyelenggaraankepolisian tidak terpisahkan dari penyelenggaraan pemerintahan.Oleh karena itu penyelenggaraan kepolisian harus bertumpu padaasas-asas umum pemerintahan, sebagai landasan hukum tidak tertulisdalam penyelenggaraan pemerintahan. Dalam rangka mewujudkanpemerintahan yang baik, penyelenggaraan kepolisian bertumpu padakonsep kepolisian yang baik, yang dijabarkan dalam rumusan standarkepolisian yang profesional, salah satu indikator kepolisian yangprofesional apabila dalam penyelenggaraan kepolisian bebas daritindakan penyalagunaan wewenang.

berpijak pada fungsi utama kepolisian preventif dan represif dalamsistem pemerintahan presidensiil yang dianut oleh negara RepublikIndonesia ditemukan kedudukan lembaga kepolisian yang ideal dalamsistem ketatanegaraan Indonesia, yakni kedudukan kepolisian negaraRepublik Indonesia berada di bawah menteri keamanan, karenapemisahan secara kelembagaan antara TNI dan Polri, berdasar KetapanMPR RI Nomor VII/MPR/2000 dan pembagian peran berdasarkanKetetapan MPR RI Nomor VII/MPR/2000 akan menjadi tegas danjelas.

Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai alat negara yangberperan dan bertanggung jawab dalam bidang “pertahanan negara”kedudukannya di bawah Menteri Pertahanan (Menhan) yangpelaksanaan tugas sehari harinya dipimpin oleh Kepala staf Angkatan(Kastaf) AD, AL dan AU. Selanjutnya untuk Polri sebagai alat negarayang berperan dan bertanggung jawab dalam bidang “pemeliharaankeamanan dan ketertiban masyarakat” kedudukannya berada di bawahMenteri Keamanan (Menkam) yang pelaksanaan tugas sehari-harinyadipimpin oleh Kapolri. Dengan demikian maka Kastaf Angkatan (AD,AL dan AU) bertanggungjawab kepada Menteri Pertahanan, danKapolri bertanggung jawab kepada Menteri Kemanan, dan masingmasing menteri bertanggung jawab kepada Presiden. MenteriPertahanan dan Menteri Keamanan memiliki gradasi yang sama dalamkementrian seperti halnya sebelum terjadi pemisahan, di mana TNIdan Polri berada di bawah satu Menteri, yakni Menhankam, yangsecara struktural dan fungsional Kapolri memimpin dan membawahiorganisasi kepolisian.

Page 162: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

147

4.2.Upaya Peningkatan Profesionalitas dan Peran Polri diMasyarakat

4.2.1. Dasar Hukum Profesi PolriProfesi Polri adalah profesi mulia (nobile officium) sebagaimana

profesi-profesi terhormat lainnya yang memberikan perlindungan danpengayoman kepada masyarakat, dan jasanya sangat dibutuhkan olehmasyarakat.179 Sebagai suatu profesi maka diperlukan upayapemolisian profesi, karena polisi merupakan suatu pekerjaan yangmemiliki status sosial yang tinggi dan bergengsi. Di samping itu jugamerupakan suatu pengkhususan (spesialisasi) yang mempersyaratkanpendidikan formal yang dapat dipertanggungjawabkan. Profesi Polrimemiliki standar persyaratan yang ketat untuk masuk, dan merupakansuatu organisasi yang mengembangkan sendiri suatu pengetahuanteoritis. Kepolisian juga merupakan suatu badan yang mempunyaidan melaksanakan kode etik dan memiliki otonomi politik untukmengontrol nasibnya sendiri.180

Masyarakat selalu membutuhkan polisi yang ramah dan lemahlembut dalam pelayanan serta tegas dalam penegakan hukum.Sebaliknya jika polisi tidak bertindak cepat untuk menolong korbandan mengabaikan perlindungan hukum maka masyarakat akanmenjauhi polisi bahkan cenderung membenci polisi. Kecenderungansebagian oknum polisi yang melakukan penyimpangan sesungguhnyabukan monopoli kepolisian di In-donesia, mengingat penyimpanganyang dilakukan polisi di negara-negara maju pun masih dijumpai meskimereka mengedepankan supremasi hukum dan hak asasi manusiadalam menjalankan tugas.

Di Inggris, di mana keramahtamahan polisinya telah menjadilegenda, tetap saja banyak polisi yang masih mempergunakan asas:“The end justi­fied the means (tujuan menghalalkan cara). Demikianpula di Kanada, Pemerintah Kanada sampai dua kali membentukkomisi untuk memeriksa Royal Canadian Mounted Police (RCMP), yaitupertama Komisi Mac Donald (1981) dan kedua Komisi Keable (1987).Kesaksian-kesaksian yang diberikan di hadapan kedua komisi tersebutsemakin memperkuat bukti-bukti bahwa Kepolisian Kanada (RCMP)

179 Ronny R Nitibaskara, Polisi dan Korupsi, hal 359.180 Bibit Samad Irianto, Pemikiran Menuju Polri yang Profesional, Mandiri, Berwibawa

dan Dicintai Rakyat, Restu Agung, Jakarta, 2006, h. 174.

Tanggung Jawab Dan Wewenang Polri Dalam Organisasi Negara Republik Indonesia...

Page 163: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

148

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

telah melakukan a wide range and illegal activities (serangkaiankejahatan dan perbuatan melanggar hukum yang dilakukan secaraluas).

Hukum memberikan kekuasaan yang luas kepada polisi untukbertindak sehingga polisi memiliki wewenang untuk mengekangmasyarakat apabila ada dugaan kuat telah terjadi tindak pidana.Menurut Undang Undang Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002, dalampasal 18 dijelaskan bahwa polisi diberi wewenang dalam keadaantertentu untuk melakukan tindakan menurut penilaiannya sendiri atauatau biasa dikenal sebagai kekuasaan diskresi fungsional yangmenempatkan pribadi-pribadi polisi sebagai faktor sentral dalampenegakan hukum. Secara lebih rinci Pasal 18 UU No. 2 Tahun 2002menyatakan:

(1) Untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara RI dalammelaksanakan tugas dan wewenangnya daps: bertindakmenurut penilaiannya sendiri.

(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)hanya dapat dilakukan dalam keadaan yang sangat perludengan memperhatikan peraturan perundang-undangan, sertakode etik Polri.

Berdasarkan ketentuan di atas, sangat jelas bahwa peran Polridalam mewujudkan hukum agar menjadi hidup sangat nyata denganadanya kekuasaan diskresi-fungsional. Secara sosiologis yang terjadiadalah “it does not matter the law a says, What matter is what guy (police)interprets the law to say”. Dengan demikian bagi setiap anggota Polriintegritas moral sangat dibutuhkan agar tidak ternoda akibatterpengaruh oleh godaan untuk kepentingan pribadi. Penyimpanganyang dilakukan oleh oknum polisi dengan menggunakan selimuthukum berdasarkan kekuasaan diskresi-fungsional membutuhkanadanya pengawasan, pengamanan dan penindakan atas profesi agartidak terjadi penyimpangan, dan setiap penyimpangan harus ditindaksecara tegas.

Dalam rangka penertiban profesi Polri, Pimpinan Polri telahmenetapkan langkah-langkah sebagai berikut:1. Upaya penertiban setiap pejabat Polri yang mengemban fungsi

reserse, dengan cara memberikan tanda pengenal sebagai pejabatpenyidik yang dimaksudkan untuk memberikan jaminan kepastian

Page 164: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

149

kepada masyarakat bahwa dirinya berhadapan dengan petugasresmi.

2. Memperluas penataran pembinaan mental ke seluruh jajarananggota Polri dengan harapan dapat menciptakan motivasi untukberperilaku sebagai polisi yang profesional, bertanggung jawab,bersih dan berwibawa serta menjunjung tinggi kejujuran,kebenaran dan keadilan.

3. Penataran pengawasan melekat (waskat) kepada eselon pimpinandi lingkungan Polri dengan tujuan terciptanya mekanismepengawasan di lingkungan kerjanya. Pengadaan Kotak Pos 5000di kantor Wapres dan kotak pos 777 di kantor-kantor polisi untukmenampung laporan kasus pungli, korupsi dan penyalahgunaanwewenang, serta hal-hal yang tidak terpuji dari anggota Polri.

4. Pengawasan fungsional oleh Irjen Polri dan Irpolda yang bertugasantara lain menyelenggarakan pengawasan dan pemeriksaan dibidang pembinaan kesiapsiagaan operasional sertamenyelenggarakan penindakan terhadap pelanggaran disiplin danpelanggaran tata tertib anggota polri.

5. Tindakan hukum disiplin militer oleh Ankum (atasan yang berhakmenghukum) serta mengajukan ke sidang pengadilan kasuspelanggaran hukum pidana/militer oleh provost.

6. Melakukan sidang dewan kehormatan perwira (DKP). DewanKehormatan Perwira (DKP) tidak bersifat perma-nen namundibentuk berdasarkan kebutuhan untuk setiap kali ada perkara yangmelibatkan Perwira Polri yang akan diberhentikan tidak denganhormat, atau masih dapat dipertahankan dalam dinas Polri.

Adapun materi pelanggaran hukum yang dapat diselesaikanmelalui dewan kehormatan perwira adalah:a) Melakukan tindakan yang bertentangan dengan ideologi atau ajaran

yang bertentangan dengan Pancasila.b) Melakukan tindakan yang membahayakan keamanan dan

keselamatan bangsa dan Negara.c) Dikenakan hukuman pidana yang lebih berat dari hukuman 3 bulan

dan menurut pertimbangan yang berwenang perwira tersebut tidakdapat lagi dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas KepolisianRepublik Indonesia.

Tanggung Jawab Dan Wewenang Polri Dalam Organisasi Negara Republik Indonesia...

Page 165: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

150

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

d) Mempunyai tabiat buruk sehingga menjadi alasan bagi perwirayang bersangkutan untuk diberhentikan dari dinas Polri denganperilaku seperti tersebut dibawah ini:(1) Melakukan kelalaian yang berulang-ulang dalam melaksanakan

kewajiban yang ditugaskan.(2) Dengan sengaja dan berulang-ulang tidak mentaati perintah

perintah atasan, penganiayaan terhadap bawahan,menggunakan kekuasaan di luar batas dan atau sewenang-wenang atau secara salah melakukan satu dari perbuatan-perbuatan yang mengakibatkan perorangan menderitakerugian.

(3) Melakukan perbuatan yang salah berulang-ulang danbertentangan dengan kesusilaan yang nyata-nyata dilakukanbaik di dalam maupun di luar dinas.

(4) Berkelakuan tercela atau dengan perkataan di muka khalayakramai atau tulisan-tulisan yang melanggar kehormatanperwira atau disiplin keprajuritan.

(5) Perbuatan-perbuatan yang nyata dimaksudkan untuk merusakatau melemahkan ketaatan kepada pemerintah atau perwiraatasan atau perbuatan-perbuatan yang mengakibatkan haltersebut di atas.

Berdasarkan ketentuan di atas maka sebagai penegak hukumsetiap anggota Polri dalam melaksanakan tugasnya harus memilikikemampuan profesi (Pasal 31 Undang Undang Nomor 2 tahun 2002).Selanjutnya pembinaan profesi Polri diselenggarakan melaluipeningkatan pengetahuan dan keterampilan serta pengalaman dibidang teknis kepolisian melalui pendidikan, pelatihan dan penugasansecara berlanjut (Pasal 32 Undang Undang Nomor 2 tahun 2002).Dalam menunjang pembinaan profesi Polri dilakukan pengkajian,penelitian serta pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologikepolisian (Pasal 33 Undang Undang No. 2 tahun 2002). Berkaitandengan pembinaan profesi Polri, lebih lanjut Pasal 34 Undang UndangNo. 2 Tahun 2002 menjelaskan:

(1) Sikap dan perilaku pejabat Polri terikat pada Kode Etik ProfesiPolri

(2) Kode Etik Profesi Polri dapat menjadi pedoman bagipengemban fungsi kepolisian lainnya dalam melaksanakan

Page 166: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

151

tugas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yangberlaku di lingkungannya.

(3) Ketentuan mengenai Kode Etik Profesi lebih lanjut diaturdengan Keputusan Kapolri.

Apabila terjadi pelanggaran atas Kode Etik Profesi Polri makadilakukan pemeriksaan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan olehKapolri berdasarkan Pasal 35 Undang Undang Polri yangmenyebutkan: “Pelanggaran atas Kode Etik Profesi olehpejabat Polridiperiksa oleh Komisi Kode Etik Polri”. Dari ketentuan tersebut jelaslahbahwa polisi merupakan sebuah profesi yang diikat atau tunduk padaKode Etik Profesi yang diterbitkan oleh institusi Polri. Pelanggaranterhadap kode etik tersebut membawa konsekuensi akan diadili olehsebuah Komisi Kode Etik Profesi. Dengan demikian sebagai sebuahprofesi maka setiap pejabat Polri wajib memiliki profesionalisme dalammenjalankan tugas dan kewajibannya.

Ukuran profesionalisne Polri memiliki kriteria dan ciri-ciri yanghampir sama dengan profesi yang lain. Berdasarkan uraian di atasmaka Profesionalisme Kepolisian mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:1. Jujur, taat terhadap kewajiban dan senantiasa menghormati hak-

hak orang lain.2. Tekad di dalam jiwanya, setiap amal perbuatan dilandasi oleh niat

untuk beribadah dan merupakan pengabdian dirinya kepada danbagi kepentingan orang lain sebagai bukti adanya kepedulianterhadap lingkungan sekitarnya.

3. Memiliki sifat, watak dan akhlak serta kepribadian yang baik denganberlandaskan pada Taqwa dan beriman kepada Tuhan Yang MahaEsa.

4. Amal perbuatannya senantiasa diawali dengan niat dan itikad baikdan untuk mencapai tujuan dilakukan dengan cara yang baik danbenar.

5. Tidak akan pernah berniat jelek terhadap tugas yang dipercayakankepadanya, oleh masyarakat dan negara maupun bangsaberdasarkan hukum yang berlaku.

6. Memiliki kebanggaan pada profesinya dengan mendahulukankepentingan umum daripada kepentingan pribadinya.

Tanggung Jawab Dan Wewenang Polri Dalam Organisasi Negara Republik Indonesia...

Page 167: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

152

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

Berdasarkan uraian di atas maka profesionalisme Polri yangdilakukan berdasarkan profesi dipelihara oleh institusi Polri dengantanggung jawab berada pada masing-masing pribadi anggota dan jugapada para Perwira dan Pimpinan Kesatuan. Kode Etik Profesi Polriuntuk pertama kali ditetapkan oleh Kapolri dengan Surat KeputusanKapolri Nomor Skep/213/VH/1985, yang kemudian diubah denganKeputusan Kapolri Nomor Pol:Kep/05/III/2001, tanggal 7 Maret 2001.Kemudian diterbitkan Keputusan Kapolri Nomor Pol: Kep/04/III/2001,tanggal 7 Maret 2001 yang berisi buku petunjuk administrasi bagiKomisi Kode Etik Profesi Polri. Terakhir diatur dengan PeraturanKapolri Nomor 7 Tahun 2006. Setiap pelanggaran terhadap Kode EtikProfesi Polri dikenakan sanksi moral yang diberikan dalam bentukputusan sidang komisi secara tertulis kepada terperiksa. Sanksi moraltersebut dapat berupa pernyataan putusan yang menyatakan tidakterbukti atau pernyataan putusan yang menyatakan terperiksa terbuktimelakukan pelanggaran Kode Etik Profesi.

Jadi, pemeriksaan atas pelanggaran Kode Etik Profesi Polridilakukan oleh Komisi Kode Etik Profesi Polri. Komisi Kode Etik ProfesiPolri dibentuk di semua tingkat organisasi, yang berfungsi untukmenilai dan memeriksa pelanggaran yang dilakukan oleh anggotaterhadap Kode Etik Profesi Polri. Pemberian sanksi moral tersebutpenerapannya tidak dilakukan secara kumulatif, namun terumus darikadar sanksi yang teringan sampai terberat sesuai pelanggaranperilaku terperiksa yang dapat dibuktikan dalam sidang Komisi.Adapun bentuk sanksi moral atas pelanggaran Kode Etik ProfesiKepolisian dapat berupa:1. Perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela;2. Kewajiban pelanggar untuk menyatakan penyesalan atau meminta

maaf secara terbatas ataupun terbuka;3. Kewajiban pelanggar untuk mengikuti pembinaan ulang profesi;

dan4. Pelanggar dinyatakan tidak layak lagi untuk menjalankan profesi

kepolisian.181

181 Sadjijono, Etika dan Kode Etik Profesi Kepolisian, Alfina, Surabaya, 2006, h.78.

Page 168: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

153

4.2.2. Ukuran Profesionalisme Polri.Profesionalisme polisi amat diperlukan dalam menjalankan tugas

baik sebagai pemelihara Keamanan dan ketertiban masyarakat(Kamtibmas) maupun sebagai penegak hukum, mengingat modusoperandi dan teknik kejahatan semakin canggih, seiring perkembangandan kemajuan zaman. Apabila polisi tidak professional makapelaksanaan kedua tugas utama Polri tidak akan dapat berjalan denganbaik. Akibatnya adalah keamanan dan ketertiban masyarakat akansenantiasa terancam sebagai akibat tidak profesionalnya polisi dalammenjalankan tugas, sehingga penegakan hukum tidak berjalan sesuaiharapan.

Harsya W Bachtiar, pakar Ilmu Kepolisian pernah menyatakan,hanya sebagian kecil anggota personil Polril yang berpikir danbertindak professional. Menghadapi hal ini menurut H.W Bachtiar,peningkatan kualitas akademis melalui pendidikan Pasca Sarjana IlmuKepolisian merupakan suatu keharusan bagi setiap anggota Polri.Apabila polisi profesional maka diharapkan pelaksanaan tugaspemeliharaan Kamtibmas dan utamanya tugas penegakan hukumakan berjalan dengan baik dan benar.

Berkaitan dengan profesionalisme, Jim Burack membagi dalamdua konsep, yakni profesionalisme tradisional, yakni didasarkan padasense of integrity (integritas), honesty (kejujuran), dan adherence(kesetiaan) kepada kode etik (Code of Ethics). Sedang konsepprofesionalisme modern adalah polisi melibatkan ataumengikutsertakan masyarakat dalam melawan kejahatan. Polisi yangmenyandang profesionalisme modern merupakan polisi pintar (policesmarter).182 Kejahatan semakin kompleks, berkembang dan canggihserta semakin meresahkan masyarakat, oleh karena itu institusi Polriharus pintar dan bertindak jujur serta mempunyai integritas yangtinggi. Jadi, harus dilakukan kombinasi antara profesionalismetradisional dan profesionalisme modern dalam pemolisian di Indone-sia.

Untuk mengukur profesionalisme, menurut Sullivan, pakar IlmuKepolisian dan Kriminolog Amerika Serikat, dapat dilihat dari tigapa-rameter, yaitu motivasi, pendidikan dan penghasilan. Agardiperoleh aparat penegak hukum (inklusif polisi) yang baik, maka

182 Bibit Samad Rianto, Op Cit, h. 178.

Tanggung Jawab Dan Wewenang Polri Dalam Organisasi Negara Republik Indonesia...

Page 169: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

154

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

haruslah dipenuhi prinsip Well MES, yaitu well motivation (motivasibagus), well education (pendidikan baik), dan well sallry (gaji layak).Prinsip Well MES-nya Sullivan kiranya dapat dijadikan acuan untukmenganalisis sudahkah polisi kita pro-fessional?. Pertama, well moti­vation, haruslah dilihat motivasi seseorang untuk mengabdikan dirisebagai polisi. Sejak awal seorang calon harus mengetahui danbermotivasi bahwa menjadi polisi adalah tantangan sekaligus tugasberat. Sebagai polisi, seseorang dituntut kesiapan mental dan fisik. laharus rela melayani masyarakat. Polisi dituntut dapat berperan aktifpada saat terjadi kemacetan lalu lintas atau kerusuhan. Pengorbananpolisi harus sedemikian total.

Kedua, well education, seharusnya polisi kita memenuhi standarpendidikan tertentu. Polisi dituntut mampu memahami modus oper-andi kejahatan dan mengetahui perangkat hukum yang hendakdiancamkan kepada penjahat. Untuk memenuhi kesemua itu makapendidikan polisi “mutlak” harus bagus. Seperti kita ketahui, modusdan teknik kejahatan semakin canggih seiring dengan perkembanganzaman. Sementara itu kualifikasi pendidikan bagus ternyata belumsepenuhnya dipenuhi korps polisi kita. Sampai saat ini masih banyakbintara polisi lulusan SMTA atau SMTP, bahkan masih ada beberapayang lulusan SD. Kekurangan ini dapat ditutup dengan pemberianDiklat lanjutan, seperti seminar, up grading dan short course, agarpengetahuan polisi terus bertambah.

Kebijakan pimpinan Polri menyekolahkan beberapa anggotanyake perguruan tinggi swasta patut mendapat acungan jempol. Layakpula dipertimbangkan saran Harsya W Bachtiar tentang pendidikanpasca sarjana (S2 dan S3) Ilmu Kepolisian bagi peningkatanprofesionalisme anggota Polri. Untuk mengimbangi irama kerjadengan aparat penegak hukum lainnya (jaksa dan hakim), dan untukmengantisipasi perkembangan dunia kejahatan, maka perlu dipikirkanpengisian jabatan Kapolsek oleh perwira berpangkat Ajun KomisarisPolisi (AKP plus), yakni AKP yang berpendidikan sarjana dan kalauperlu mempunyai pendidikan Magister atau Master.

Ketiga, well salary harus jadi perhatian. Gaji anggota Polri memangkecil dibanding penegak hukum lain (hakim dan jaksa). Sebagaigambaran seorang Ajun Komisaris Polisi (dulu Kapten) misalnya,gajinya masih kalah dengan pegawai pemula di bank swasta. DalamLampiran Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2003 Tentang

Page 170: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

155

Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 2001 TentangPeraturan Gaji Anggota Polri telah ditentukan besarnya gaji anggotaPolri dengan masa kerja nol tahun adalah: (a) Tamtama sebesar Rp.600.000,­ s/d Rp. 699.800,; (b) Bintara sebesar Rp. 758.200,- s/ d Rp.884.400,-; (c) Perwira Pertama sebesar Rp. 970.200,- s/d Rp.1.031.800,-; (d) Perwira Menengah sebesar Rp. 1.064.100,-s/dRp.1.131.600,-; (e) Perwira Tinggi sebesar Rp. 1.167.000,-s/d Rp.1.721.700,- (khusus untuk anggota Polri berpangkat Komjen danJenderal dengan masa kerja 24 tahun). Gaji sebesar tersebut masihditambah Uang Lauk Pauk (ULP) sebesar Rp. 17.500,- per hari danditambah Tunjangan Jabatan bagi anggota yang menduduki jabatantertentu, yang besarnya tidak sama tergantung pada jenis dan eselonjabatan (Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 2003 Tentang TunjanganJabatan Struktural di Lingkungan Polri).

Kecilnya gaji yang diberikan negara kepada anggota Polri masihdiperparah lagi oleh minimnya dana dan sarana operasional. Akibatnya,polisi kadangkala seringkali “tekor” dalam menjalankan tugaskepolisian. Sebagai ilustrasi, dana operasional kendaraan roda duaPolantas adalah 2 liter bensin per hari untuk 24 jam keliling daerahoperasinya. Juga dana kasus berat sebesar Rp. 50 ribu sering tidakcukup untuk menyidik satu kasus kejahatan. Kecilnya take home payanggota Polri, dalam banyak kasus dapat “menggoda” mereka yangtidak kuat iman untuk melakukan penyalahgunaan wewenang danpenyimpangan guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Misalnya,minta denda damai kepada pelanggar lalu lintas, mengutip uang semiruntuk men­deponering (pemetiesan) perkara agar tidak diteruskan,memeras, menjadi backing perjudian dan premanisme, sindikat debtcollector dan penyimpangan hukum lainnya.

Apabila kita bandingkan dengan polisi di beberapa negaratetangga gaji anggota Polri berada jauh di bawah gaji polisi di negaraASEAN. Menurut reportase Asiaweek April 1994 (seperti dikutipSatjipto Rahardjo) gaji polisi Indonesia terkecil di negara ASEAN.Indonesia menggaji polisinya lebih kecil dari pegawai bank. Sedangnegara ASEAN lainnya menggaji polisi jauh lebih tinggi di atas gajipegawai bank. Indonesia menggaji polisi yang baru diangkat US$ 63,sementara Singapura US$ 513, Malaysia US$ 156, Thailand US$ 147,sedang Jepang US$ 1.708 dan Hongkong US$ 1.323. Oleh karena itukiranya perlu dipikirkan pemberian kesejahteraan yang lebih baik

Tanggung Jawab Dan Wewenang Polri Dalam Organisasi Negara Republik Indonesia...

Page 171: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

156

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

kepada anggota Polri. Hal ini dapat dilakukan melalui pemberian sta-tus polisi sebagai pejabat fungsional, sehingga memperoleh tunjanganfungsional yang dapat mendongkrak penghasilan. Di samping itu,penambahan dana dan sarana operasional mutlak diberikan agar Polridapat menjalankan fungsi dan tugasnya dengan baik.

Jadi sebenarnya kita mesti bangga kepada Polri, karena meskianggotanya bergaji pas-pasan, minim dana dan sarana, namun Polritetap berusaha memberikan pelayanan sebaik-baiknya. Itu semuamerupakan pancaran tekad Polri untuk selalu mengabdi kepadamasyarakat. Hanya saja kondisi seperti itu tidak dapat dibiarkan terusberlangsung, artinya harus ada perbaikan di lingkungan internal Polriagar cita-cita menciptakan profesionalisme di tubuh Polri dapat segeraterwujud.

Dari berbagai kasus pelanggaran hukum dan penyimpangan yangdilakukan oleh anggota Polri umumnya berkaitan denganpenyalahgunaan wewenang untuk tujuan memperoleh sejumlahuang. Kendati berbagai pelanggaran dan penyimpangan tersebut telahditindak oleh Pimpinan Polri dengan diberikan sanksi yang cukupberat, namun perbuatan menyimpang hingga kini masih sering terjadi.Hal ini berarti masih ada faktor dominan lain yang mempengaruhiperilaku anggota Polri dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.

Masih berkaitan dengan profesionalisme Polri, menurut AntonTabah,183 di dunia ini terdapat lima syarat yang harus dipenuhi olehinstitusi kepolisian agar profesional, yaitu:1. Well Motivated, yaitu seorang calon anggota polisi harus memiliki

motivasi yang baik ketika dia menjatuhkan pilihan untuk menjadipolisi. Motivasi tersebut ikut memberi warna pemolisian seoranganggota polisi dalam mengembangkan kariernya. Well motivateddapat dipantau sejak awal, yakni ketika dilakukan rekruitmen diinstitusi kepolisian.

2. Well Educated, yaitu untuk mendapatkan polisi yang baik maka harusdididik untuk menjadi polisi yang baik. Hal ini menyangkut sistempendidikan, kurikulum dan proses belajar mengajar yang cukupketat, disiplin yang rumit di lembaga pendidikan kepolisian.

183 Anton Tabah, Membangun Polri yang Kuat, Mitra Hardhasuma, Jakarta, 2001,h.5-8

Page 172: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

157

3. Well Trainned, yaitu perlu dilakukan pelatihan secara terus-menerusbagi anggota polisi melalui proses managerial yang ketat agarpendidikan dan pelatihan yang sinkron mampu menjawab berbagaitantangan kepolisian aktual dan tantangan di masa depan.

4. Well Equipment, yakni menyangkut penyediaan sarana dan prasaranayang cukup bagi institusi kepolisian, serta penyediaan sistem dansarana teknologi kepolisian yang baik agar anggota polisi dapatmenjalankan tugas dengan baik.

5. Wellfare, yakni diberikan kesejahteraan kepada anggota polisidengan baik, menyangkut gaji, tunjangan dan penghasilan lain yangsah yang cukup untuk menghidupi polisi dan anggota keluarganya.

Neal C Griffin mengemukakan beberapa parameter untukmemperoleh pimpinan dalam pelaksanaan tugas polisi agar terciptaprofesionalitas, yaitu dengan mengembangkan model kepemimpinanyang didasarkan pada lima karakter pembawaan pribadi yang disebutThe Five I’s atau Prinsip 5 i. Kelima prinsip tersebut meliputi integ­rity, intelectuality, industry, initiative and impact. Integritas (integrity)sangat diperlukan bagi seorang polisi agar dalam menjalankan tugasdan kewajibannya dapat berjalan dengan baik. Intelektualitas(intelectuality) juga diperlukan polisi mengingat medan dan tantangantugas sedemikian berat, sehingga polisi harus mempunyaiintelektualitas yang tinggi.

Seorang pimpinan polisi harus mempunyai jiwa manajer sepertidalam sebuah industri (industry) sehingga dia memiliki kegemaranbekerja yang berorientasi pada hasil sebagai jawaban atas kegiatanyang dikendalikan. Di samping itu polisi harus mempunyai inisiatifyang tinggi, yaitu membuat sesuatu itu terjadi baik atas tindakansendiri maupun melalui upaya mempengaruhi orang lain. Inisiatif tidakbersifat menunggu atau melihat, tetapi mengerjakan ataumenunjukkan sesuatu yang didasarkan pada pendemonstrasian ataukinerja. Terakhir, polisi haruas mempunyai impact, yaitu sikap cepattanggap dalam menghadapi persoalan. Menurut Griffin, apabila prinsipthe five I’s dikembangkan dengan baik akan terbentuk polisi yangbersungguh-sungguh terhadap tanggung jawab mereka sebagai frontline leader.184

184 Bibit Samad Rianto, Op. Cit. h. 179-187.

Tanggung Jawab Dan Wewenang Polri Dalam Organisasi Negara Republik Indonesia...

Page 173: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

158

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

Selanjutnya menurut Sadjijono, khusus untuk kondisi Indo-nesiadalam rangka mencapai profesionalisme Polri syarat-syarat yang telahdikemukakan oleh para ahli tersebut di atas perlu ditambah denganaspek yang berkaitan dengan pengorganisasian dan pengawasankepolisian. Hal ini didasarkan pada kondisi Polri yang dihadapkan padakultur, idiologi bangsa dan karakteristik masyarakat Indone-sia yangbersifat khusus. Adapun mutu kepolisian yang ideal di In-donesiameliputi:1. Motivasi dan moralitas yang baik dari calon anggota dan setiap

anggota Polri, yang dapat ditelusuri sejak rekruitmen calon anggotahingga memasuki masa dinas kepolisian.

2. Dasar pendidikan umum dan pendidikan kepolisian yang memadai,yakni dasar pendidikan umum yang berorientasi pada relevansikebutuhan tugas, sedangkan pendidikan kepolisian harus sesuaidengan kurikulum yang berorientasi pada tugas utama kepolisiandan tantangan tugas di masa depan.

3. Melakukan pelatihan secara rutin dan berkelanjutan.4. Memiliki keahlian dan mampu menggunakan peralatan yang

memadai sesuai dengan kemajuan teknologi dan perkembanganmasyarakat.

5. Pemberian kesejajhteraan yang cukup berdasarkan kebutuhannormal dalam masyarakat, yang berorientasi pada gradasi golongankepangkatan dan masa berdinas.

6. Pengorganisasian yang efektif yang berorientasi pada tugas danwewenang serta struktur ketatanegaraan. Hal ini dimaksudkanuntuk mewujudkan kepolisian yang benar-benar mandiri.

7. Adanya pengawasan yang baik dalam sistem organisasi.185

4.2.3. Kualitas dan Faktor yang MempengaruhiProfesionalisme PolriTugas atau pekerjaan yang dilakukan Polri adalah sesuai dengan

kebijakan pemerintah yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan, yaitu sebagai penegak hukum, pengayom, pelindung danpelayan masyarakat. Rumusan tugas di atas merupakan tugas pokok

185 Sadjijono, Fungsi Kepolisian dalam Pelaksanaan Good Governance, LaksBangPRESSindo, Yogyakarta, 2005, h. 236-237.

Page 174: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

159

atau misi Polri yang harus dilaksanakan dan untuk itu perlu dijabarkanoleh setiap kesatuan Polri berdasarkan tingkatannya di tingkat MarkasBesar (Mabes), Polda, Polres, Polsek, dan Pos Polisi berdasarkantingkat kerawanannya di bidang keamanan dan ketertiban masyarakat(Kamtibmas).

Apabila terjadi kegagalan dalam penanganan kasus tertentu olehsalah satu unit atau kesatuan Polri, maka profesi Polri akan menjadibuah bibir atau bahan pembicaraan di lingkungan masyarakat. ApabilaPolri dapat mengungkap kejahatan yang sangat meresahkanmasyarakat maka disebut sebagai suatu kesuksesan. Namunsebaliknya profesi Polri citranya menjadi buruk/jelek kalau ada oknumanggota Polri yang mencemarkan nama baik Korps Kepolisian dengnmelakukan perbuatan-perbuatan tercela. Untuk itu profesi Polri harusditertibkan dan ditingkatkan kualitasnya supaya masyarakat lebihmenghargai dan mencintai Polisi.

Dapat di katakan bahwa profesionalisme Polri berhubungan eratdengan citranya atau biasa dikenal dengan istilah image/penilaianmasyarakat terhadap institusi Polri. Ukuran kemampuanmenyelesaikan tugas yang dilakukan oleh anggota di lingkungan Polrioleh masyarakat hanya dilihat dari apakah tugas yang dilaksanakanPolri berhasil atau tidak. Jika berhasil maka tentunya akan dikatakanbahwa tugasnya telah selesai atau tuntas, yang lazim di lingkunganPolri disebut TKA (Timur Kendal Ambon). Namun sebaliknya jikapenanganan tugas oleh Polri belum TKA berarti belum tuntas tugastersebut dilaksanakan sehingga masih menjadi target operasi (TO)yang wajib ditangani sampai tuntas oleh Polri.

Dengan demikian maka wujud profesionalisme Polri dapat dilihatdalam pelaksanaan tugas dan wewenang kepolisian yang harusdidukung oleh kecakapan teknis kepolisian yang diperoleh melaluipendidikan dan pelatihan serta pengalaman-pengalaman tugas. Haltersebut merupakan landasan bagi penilaian kualitas profesi Polri yangmenurut D.PM Sitompul, mengandung makna:186

a. Profesi Polri berkaitan dengan jaminan hak dan kewajiban setiapwarga negara yang berorientasi pada kepentingan umum.

186 Sitompul DPM, Majalah Bhayangkara Edisi Khusus, Dies Natalis ke 56,PTIK, Jakarta, 2002

Tanggung Jawab Dan Wewenang Polri Dalam Organisasi Negara Republik Indonesia...

Page 175: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

160

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

b. Pelaksanaan tugas/profesi Polri terkait dengan kepastian hukumdan keadilan.

c. Profesi Polri dibatasi oleh ketentuan peraturan perundang-undangan sehingga memerlukan kemahiran dan penguasaanhukum.

d. Adanya pengawasan yang ketat atas perilaku pribadi anggota Polrimelalui Kode Etik Profesi Polri.

Pemaknaan profesi Polri jika disimak secara mendalammerupakan pengejawantahan dari pelaksanaan tugas polisi yangsemata-mata berkaitan dengan penegakan hukum. Hal ini dapat dilihatdari profesi polisi yang terkait dengan kewajiban Polri untukmelindungi Negara berdasarkan hak-hak warga negara yang diberikantanggung jawab kepada institusi kepolisian berdasarkan hukum danperaturan perundang-undangan yang berlaku. Profesi Polri di bidangperlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat selaluberorientasi pada hukum yaitu norma-norma yang berlaku dilingkungan masyarakat.

Tuntutan masyarakat kepada Polri dalam pelaksanaan tugas dibidang keamanan dan ketertiban dipengaruhi oleh perkembanganlingkungan strategis (pengaruh eksternal) yang juga turutmempengaruhi profesionalisme Polri. Apabila diidentifikasikan makapengaruh eksternal itu dapat berupa pengaruh internasional, regionaldan nasional yang selalu harus diantisipasi oleh Polri. Adapun berbagaipengaruh eksternal tersebut adalah sebagai berikut:

A. Pengaruh Internasional.Pesatnya perkembangan masyarakat internasional yang menjurus

ke arah tatanan globalisasi mengisyaratkan bahwa Polri tidak bisa lagimengisolir diri dari segala ancaman, sebab bila tidak maka Polri akandihadapkan pada konsekuensi di bidang lainnya. Globalisasimenghilangkan sekat-sekat batas teritorial suatu negara sehinggahubungan antar negara semakin terbuka lebar yang berpotensimenimbulkan dampak negatif di bidang hukum dan keamanan. Dalampenegakan hukum dan pemeliharaan Kamtibmas yang munculsebagai akibat dari adanya dampak globalisasi, maka Polri terpaksaharus mengindahkan aturan universal yang pada umumnya dianutoleh bangsa-bangsa lain di dunia agar Polri tidak diisolasi dalampergaulan antar negara.

Page 176: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

161

Isu globalisasi tentang demokrasi, lingkungan hidup dan hakasasi manusia belum ada kesepakatan konsep universalitas danpenerapannya di antara negara maju dan negara berkembang jugaberbeda-beda. Dampak dari masalah tersebut tidak dapat diabaikanmelainkan harus diselaraskan melalui penerapan dan mekanismepelaksanaan tugas Polri dengan baik, benar dan diakui keabsahannyaoleh masyarakat In-donesia maupun masyarakat dunia intemasional.Isu demokratisasi, lingkungan hidup dan hak asasi manusiamenimbulkan adanya perubahan-perubahan yang amat cepat dan kuatterhadap negara dan bangsa-bangsa di dunia. Realitas lainnya adalahadanya konvensi intemasional yang berkaitan dengan hukum antarnegara.

B. Pengaruh RegionalPengaruh regional ditandai dengan perkembangan stabilitas

keamanan kawasan Asia Tenggara yang terus membaik, khususnyaberkaitan dengan adanya campur tangan dari negara-negara besaryang semakin berkurang. Meskipun demikian berbagai masalah yangditimbulkan oleh dampak geografi, demografi dan sumber dayakekayaan alam serta masalah ketenagakerjaan masih terus mewarnaidan tetap selalu ada. Kebijaksanaan bebas visa di antara negara anggotaASEAN di samping memperlancar hubungan ekonomi dan pariwisatajuga akan membawa dampak negatif terhadap pengawasan lalu lintaskeluar masuknya orang asing. Kerja sama antara negara-negara AsiaTenggara semakin kuat, sejalan dengan meningkatnya aliansi-aliansiekonomi seperti IMI-GI (In-donesia, Malaysia, Thailand, Growt,Trigle); Segitiga Sijori (Singapura, Johor, Riau) dan Brunai-BitungDavao.

Namun demikian di sisi lain akan menimbulkan dampak positifdan negatif bagi penegakan hukum akibat sistem hukum yangberbeda. Di samping itu kejahatan intemasional dan new dimention ofcrime akan menjadi dampak ikutannya, termasuk organizedtransnational crime antara lain: perdagangan obat bius secara gelap;kebangkrutan yang dilakukan dengan persaingan curang; korupsi danpenyuapan para pejabat tinggi negara/departemen; korupsi danpenyuapan terhadap para pejabat partai dan wakil rakyat; perdaganganatau lalu lintas orang; kejahatan lingkungan hidup; kejahatankomputer; penipuan asuransi; perampokan di laut; pembajakan

Tanggung Jawab Dan Wewenang Polri Dalam Organisasi Negara Republik Indonesia...

Page 177: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

162

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

pesawat terbang; perdagangan senjata api gelap dan terorisme;pencucian atau pemutihan uang (money loundering); pencurian benda-benda seni dan budaya; pencurian hak milik intelektual.

C. Pengaruh NasionalPembangunan Nasional di samping membawa peningkatan

secara kualitas kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia, di sisilain juga membawa akibat berupa kesadaran hak-hak warga Negara.Berbagai kegiatan masyarakat baik di bidang teknologi, politik, sosial,ekonomi, sosial budaya dan Hankam akan senantiasa mencuat kepermukaan serta berbagai aspirasi yang dipengaruhi isu demokratisasi,lingkungan hidup dan hak asasi manusia. Hal ini dapat menimbulkanbentuk-bentuk gangguan yang bersifat masal dalam bidangpertanahan dan ketenagakerjaan.

Perkembangan pengaruh lingkungan strategis yang bersifatintemasional, regional dan nasional tersebut melahirkan tuntutanreformasi ke dalam berbagai bidang kehidupan karena masih dianggapsebagai paradigma lama yang dinilai telah usang. Meluasnya tuntutanreformasi, khususnya di bidang hukum telah direspon secara positifoleh Pemerintah R.I dengan meninjau dan mencabut beberapaperaturan perundang-undangan. Kebijaksanaan pemerintah tersebutdi sisi lain cenderung mempunyai dampak negatif bagi kelompokmasyarakat tertentu yang menginterpretasikan kebijaksanaanpencabutan perundang-undangan tersebut berisiko terhadapperekonomian dan perdagangan terutama dalam mendapatkan modalasing/investasi.

Pada era reformasi sekarang ini masyarakat telah mengalamidistorsi akibat tekanan ekonomi dan stabilitas politik, yang berdampakdi bidang Kamtibmas karena dianggap reformasi adalah kebebasanatau bebas berbuat apa saja, biarpun melanggar hukum. Nilai-nilaietika, susila dan agama sedikit demi sedikit mengalami erosi dalamsituasi hukum yang chaos (hampa atau kacau). Gerakan reformasicenderung telah memasuki tahap penyimpangan karena dilakukansecara melampaui batas kewajaran.

Hal ini didasarkan pada adanya beberapa fakta yang dilakukanoleh sejumlah orang atau kelompok (masyarakat) dengan mendatangidan menduduki tanah milik orang lain tanpa hak; atau melakukantindakan tidak terpuji seperti penjarahan harta benda milik orang lain.

Page 178: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

163

Demikian pula upaya memperjuangkan aspirasi oleh sekelompokmasyarakat tertentu, tidak hanya dilakukan melalui aksi demonstrasitetapi sudah dibumbui dengan upaya pemaksaan kehendak denganmelakukan tindakan destruktif dan anarkhis, yang sudah barang tentumenimbulkan kerugian harta benda dan mengancam keselamatanumum.

4.2.4. Profesionalisme Polri di Mata MasyarakatSeiring dengan terjadinya perubahan paradigma di tubuh Polri,

dari sosok polisi yang sebelumnya bersikap militeristis karena menjadibagian dari ABRI kemudian menjadi polisi sipil setelah pisah dari ABRI,masyarakat menghendaki agar Polri meningkatkanprofesionalismenya dalam menjalankan tugas dan kewajiban baiksebagai pemelihara Kamtibmas maupun sebagai aparat penegakhukum. Ukuran profesionalisme yang hendak diraih oleh institusiPolri harus memenuhi kriteria atau ciri-ciri profesionalismesebagaimana tersebut di bawah ini:187

a. Keterampilan yang diatur berdasarkan atas pengetahuan teoritis.b. Memperoleh pendidikan tinggi dan latihan kemampuan yang diakui

oleh rekan sejawatnya.c. Adanya organisasi profesi yang menjamin berlangsungnya budaya

profesi melalui persyaratan untuk memasuki organisasi tersebut(ketaatan pada Kode Etik Profesi).

d. Adanya nilai khusus yang harus diabdikan pada kemanusiaan.

Jadi, seorang profesional hidup dari profesinya dan secara terusmenerus berusaha meningkatkan keahlian ilmunya sendiri. Berangkatdari definisi tersebut maka tampak jelas bahwa para ilmuwan dapatdisebut sebagai profesional. Permasalahannya sekarang adalahbagaimana rumusan profesionalisme yang harus diterapkan dilingkungan Polri. Profesionalisme Polri wujudnya adalah merupakandasar-dasar sikap, cara berpikir, tindakan dan perilaku yang dilandasioleh ilmu kepolisian yang diabdikan pada kemanusiaan dalam wujudterselenggaranya keamanan dan tegaknya hukum. Jadi, terciptanyarasa aman dan kebenaran demi tegaknya hukum adalah hakekat tujuanjiwa pengabdian dan profesionalisme Polri yang benar dengan

187 Legge and Exley, Profesionalism and Modernism Police, 1995, h. 323.

Tanggung Jawab Dan Wewenang Polri Dalam Organisasi Negara Republik Indonesia...

Page 179: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

164

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

berlandaskan pada prinsip penuntun yang wajib dipedomani olehsetiap personil Polri yaitu Pancasila, Tribrata dan Catur Prasetya.188

Khusus bagi personil Polri yang menyandang gelar Sarjana IlmuKepolisian (SIK) ukuran profesionalisme masih ditambah lagi denganKode Etik Kepolisian. Oleh karena itu menjadi personil Polri itumemang susah. Dengan demikian seorang perwira Polri seharusnyamahir dan menguasai profesionalisme Polri. Bagi personil Polri yangberpangkat Tamtama atau Bintara dapat dikategorikan ahli, sedangbagi seorang Perwira Polri harus berstatus profesional. Masyarakattidak tahu mengenai kepangkatan dan menganggapnya bahwa semuaPolisi adalah pengemban profesionalisme Polri, sehingga dengandemikian maka seharusnya tidak ada seorang Polisi yang dalammelaksanakan tugasnya tanpa dilandasi profesionalisme ataubertindak tidak profesional.

Jadi, apabila terjadi adanya bawahan menanyakan kepada Perwira/Atasan berkaitan dengan persoalan profesionalisme Polri, maka tidakada alasan bagi sang perwira/atasan bahwa dia harus mampumemberikan jawaban yang tepat dan mudah diinternalisasikan agardapat cepat dipahami. Semua personil Polri yang berfungsi sebagaiatasan harus memahami persoalan profesionalisme setiap berhadapandengan siapa saja, sehingga mengetahui jawaban mana yang harusdiberikan. Tidak boleh terjadi seorang perwira/atasan tidak dapatmemberikan jawaban atas pertanyaan mengenai profesionalisme, baikyang diajukan bawahan atau masyarakat. Prinsipnya bahwa semakinke bawah kedudukannya (status) Polisi maka makin berlingkupsebagai pelaksana (action) nyata, dan makin ke atas kedudukan (sta-tus) Polisi maka semakin bermuatan philosophies dan ilmiah.189

Sorotan masyarakat kepada polisi, bahwa masyarakat mengukurkeberhasilan pelaksanaan tugas polisi dengan mengaplikasikanprofesionalisme secara baik apabila polisi dapat mengungkap suatukasus dan menyelesaikan perkara sebanyak-banyaknya. Masyarakatmengukur profesionalisme Polri didasarkan pada apa yang dilihat dandirasakan. Apabila polisi melakukan perbuatan yang dinilai sebagaiperbuatan negatif, seperti pungli, salah penangkapan dan lainnya,maka masyarakat langsung menyatakan bahwa polisi tidak

188 Awaloedin Djamin, Prinsip­prinsip Penuntun Polri, 1961.189 Alief Meilana, Berita, Profesiondisme Polri Perlu Ditingkatkan, Kotnpas, 1995.

Page 180: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

165

profesionalisme karena tindakan yang telah dilakukan berada di luarkoridor Kode Etik Profesi Polri. Kemudian timbul pertanyaan,mengapa Polisi melakukan perbuatan negatif tersebut?. Pertanyaanseperti itu harus dianalisis secara mendalam dan diidentifikasi untukselanjutnya dicari solusinya. Upaya penyelesaian secara sederhanaseperti itu juga merupakan bagian dari upaya peningkatanprofesionalisme Poiri di tingkat pelaksana.

Kekerasan tidak dapat dihilangkan karena selama ini tidak adaperbuatan yang dilakukan oleh para maling itu diakui ketika tertangkappolisi (kalaupun ada maling mengaku itupun masih dalam prosentaseyang sangat kecil).190 Sehingga dalam beberapa proses penyidikankadangkala ada polisi yang melakukan kekerasan terhadap tersangka.Namun demikian perbuatan tersebut tetap menimbulkan reaksi dimasyarakat karena rasa kecewa dan menilai polisi telah keluar daribatas koridor profesionalismenya, walaupun ternyata di kemudian haripelakunya terbukti bersalah. Memang kadangkala terjadi perbuatandi mana seorang polisi melampaui batas dalam melakukan penyidikan,sehingga menimbulkan korban pada orang yang tidak bersalah.Terhadap perbuatan demikian kiranya Pimpinan Polri tidak akanmembiarkan namun akan senantiasa memberikan sanksi kepadapelakunya sesuai hukum, peraturan disiplin dan Kode Etik Profesiyang berlaku di lingkungan Polri.

Pendidikan kepolisian yang ada selama ini masih memberikanmateri mengenai profesionalisme Polri. Hal ini mengisyaratkan bahwapeningkatan profesionalisme Polri sudah dilakukan mulai daripendidikan Polri, untuk selanjutnya diaplikasikan dalam pelaksanaantugas dan kewajiban di lapangan. Jadi, adalah sangat tepat jikapersoalan profesionalisme diberikan sejak seseorang mengikutipendidikan kepolisian. Namun demikian ternyata masih banyakPimpinan Polri yang kurang menyadari pentingnya peran pendidikandalam mengangkat dan meningkatkan profesionalisme Polri. Padahalseharusnya setiap Pemimpin Polri sudah selayaknya merupakanpendukung bagi peningkatan harkat dan martabat Polri melaluipeningkatan profesionalisme.

Ada yang berpendapat bahwa proses belajar di lingkungan Polritelah mengalami kemunduran (dekadensi) karena pejabat yang terkait190 Satjipto Raharjo, Berita, Saatnya Polisi Diberi Otonomi dalam Jalankan Tugas

Penyelidikan, 1996.

Tanggung Jawab Dan Wewenang Polri Dalam Organisasi Negara Republik Indonesia...

Page 181: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

166

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

tidak mampu keluar dari jaringan pendorong kemunduran (dekadensi)sehingga pencapaian tujuan akhir dari pendidikan Polri masih belumsecara optimal diwujudkan. beberapa penyebab dekadensi tersebutyang dapat diidentifikasikan antara lain:191

1. Proses seleksi tidak dijalankan sesuai aturan yang telahditetapkan, akibatnya Polri tidak memperoleh calon yang terpilihpadahal Polri telah memiliki instrumen dan sistem yang memadai.

2. Adanya kecenderungan menempatkan personil yang tidak terpujidi lapangan kependidikan, hal inilah yang tidak dapat mendorongupaya mengasah ketajaman profesionalisme Polri.

3. Mata pelajaran yang diberikan cenderung tidak dinamis, sedangkanpara gurunya masih berorientasi pada menghabiskan jam pelajaranyang telah tersedia dan adanya kecenderungan bahwa gurubertugas hanya mengajar, tidak mendidik.

4. Siswa terdidik hanya ingin mengejar status sebagai personil Polri,bukan ingin menggali ilmu pengetahuan, akibatnya banyak terjadipraktek-praktek yang tidak terpuji atau menyimpang dariprofesionalisme Polri.

5. Pendidikan berkaitan langsung dengan pembinaan personil, di sinipula banyak faktor yang tidak mendukung penyelenggaraanpendidikan Polri yang baik.

4.3. Tanggung Jawab dan Wewenang Polri Berdasar Undang-undang.

4.3.1. Regulasi Polri Berdasarkan Undang Undang Nomor13 Tahun l961

Terdapat asumsi atau anggapan bahwa setiap undang-undangmemiliki hubungan yang signifikan dengan kondisi tertentu darikehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Seperti dikatakanoleh Momo Kelana bahwa ada korelasi antara konsep setiap undang-undang dengan kondisi ketatanegaraan, pemerintah dankemasyarakatan selama undang-undang tersebut diproses.192

Peraturan perundang-undangan Kepolisian Negara di Indonesiajuga memiliki hal yang sama. Fungsi Kepolisian merupakan bagian191 Kunarto, Kritik Terhadap Polri, 1995, h 333.192 Momo Kelana, Memahami Undang­Undang Kepolisian Republik Indonesia, Jakarta,

2002, h. 5.

Page 182: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

167

integral dari fungsi Pemerintah sehingga dengan sendirinya fungsiKepolisian mengikuti variasi yang berkembang dalam kondisiketatanegaraan dan pemerintahan serta kemasyarakatan, khususnyaberkaitan dengan pengaruhnya terhadap produk-produk hukum yangmengatur tentang penyelenggaraan fungsi kepolisian. Oleh karenaitu dapat dimaklumi bila pada tahun awalnya setelah proklamasikemerdekaan belum terdapat produk hukum yang mengaturpenyelenggaraan fungsi Kepolisian.

Baru kemudian pada rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indo-nesia (PPKI) pada tanggal 19 Agustus 1945 disusun prioritas pro-gram mengenai Kepolisian, yaitu supaya satuan Kepolisian Pusat danDaerah segera dipindahkan ke dalam kekuasaan Pemerintah Indone-sia. Struktur kepolisian di Indonesia dan susunannya dibentuk dengandilakukan penambahan tenaga pimpinan dari bekas Peta/PimpinanRakyat. Berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 makaperaturan perundang-undangan mengenai Kepolisian yang lama masihdianggap berlaku sebelum diganti yang baru. Keadaan tersebutberlangsung sampai terbitnya Undang Undang Nomor 13 Tahun 1961tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kepolisian Negara Republik In-donesia.

Sejak diundangkannya Undang Undang Nomor 13 Tahun 1961,bersamaan dengan integrasi Kepolisian Negara Republik Indonesiake dalam Angkatan Bersenjata Republik Indo-nesia, maka pengaturanpenyelenggaraan fungsi Kepolisian dilaksanakan melalui peraturanperundang-undangan yang terintegrasi dalam Angkatan BersenjataRepublik In-donesia, kecuali dalam hal proses pidana yang diaturdengan Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Paradigma Polri pada masaberlakunya Undang Undang Nomor 13 Tahun 1961 adalah paradigmamiliter, karena polisi merupakan bagian dari ABRI dengan doktrinmiliter yang bersifat destruktif dan represif.

Pada masa Orde Baru institusi Polri seringkali diintervensi olehkekuasaan ekstra yudisial dalam menjalankan tugas dan fungsinya.Di samping itu Polri merupakan sub ordinat kekuasaan, sehinggasering dijadikan sarana untuk memelihara dan melanggengkankekuasaan dari ancaman internal dan eksternal. Tidak mengherankanjika eksistensi dan kinerja Polri pada masa Orde Baru sangat jauhdari harapan masyarakat. Banyaknya kasus pelanggaran hukum dan

Tanggung Jawab Dan Wewenang Polri Dalam Organisasi Negara Republik Indonesia...

Page 183: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

168

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia tidak sedikit atau bolehdikatakan sangat banyak yang melibatkan institusi Polri dan matramiliter (TNI) yang lain. Hal ini memungkinkan terjadi karena kondisipemerintahan dan regulasi Polri diatur sedemikian rupa, sehinggainstitusi Polri tidak dapat bersikap mandiri dan independen dalammenjalankan tugas dan wewenangnya.

4.3.2. Kewenangan Polri Berdasarkan Undang UndangNomor 28 Tahun 1997Setelah Undang Undang Nomor 13 Tahun 1961 berlaku selama

36 tahun kemudian diganti dengan Undang Undang Nomor 28 Tahun1997 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (LembaranNegara Tahun 1997 Nomor 81, Tambahan Lembaran Negara Nomor3710). Pada masa berlakunya Undang Undang Nomor 28 Tahun 1997kondisi dan keadaan saat itu masih erat hubungannya dengan ordepemerintahan pada masa itu, yakni penyelenggaraan fungsi Kepolisianpada periode tersebut berjalan sesuai dengan nuansa dan karakteristiktersendiri sesuai pada masa itu.193

Undang Undang Nomor 28 Tahun 1997 dibuat pada akhir masapemerintahan Orde Baru yang jatuh pada tanggal 21 Mei 1998. Padawaktu itu keadaan negara Indonesia berada dalam lilitan krisisekonomi dan moneter sejak tahun 1997. Kendati Undang UndangNomor 28 Tahun 1997 lebih baik dibanding Undang Undang Nomor13 Tahun 1961, namun masih menempatkan Polri sebagai bagian dariinstitusi TNI/ABRI. Oleh karena itulah kondisi dan situasi Polri padamasa berlakunya Undang Undang Nomor 28 Tahun 1997 tidak banyakberbeda dengan ketika diberlakukan Undang Undang Nomor 13Tahun 1961.

Undang-undang Nomor 28 Tahun 1997 memuat pokok-pokokmengenai tujuan, kedudukan, peranan, dan tugas serta pembinaanprofesionalisme Kepolisian, tetapi rumusan ketentuan yangtercantum di dalamnya masih mengacu pada Undang-undang Nomor20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok PertahananKeamanan Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubahdengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1988 dan Undang-undangNomor 2 Tahun 1988 tentang Prajurit Angkatan Bersenjata Republik

193 Kunarto, Peraturan Perundang­undangan di Bidang Polri, Jakarta, 1996, h. 9.

Page 184: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

169

Indonesia, sehingga watak militernya masih terasa sangat dominanyang pada gilirannya berpengaruh pula pada sikap perilaku aparat/pejabat Kepolisian dalam pelaksanaan tugasnya di lapangan.

Terjadinya perkembangan kemajuan masyarakat yang cukuppesat, seiring dengan merebaknya fenomena Supremasi Hukum, HakAzasi Manusia, Globalisasi, Demokratisasi, Desentralisasi,Transparansi, dan Akuntabilitas, telah melahirkan berbagai paradigmabaru dalam melihat tujuan, tugas, fungsi, wewenang dan tanggungjawab Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang selanjutnyamenyebabkan pula tumbuhnya berbagai tuntutan dan harapanmasyarakat terhadap pelaksanaan tugas Kepolisian Negara RepublikIndonesia yang makin meningkat dan lebih berorientasi kepadamasyarakat yang dilayaninya.194

Tuntutan ke arah perubahan Undang-undang Kepolisian Nomor28 Tahun 1997, semakin merebak sejalan dengan maraknya tuntunanreformasi ke arah perwujudan supremasi hukum, kepolisian yangmandiri dan profesional, demokratisasi dan perlindungan Hak AzasiManusia. Era reformasi selama periode 1997-2002 telah melahirkankondisi ketatanegaraan dan pemerintahan yang kondusif sertasuasana kemasyarakatan yang mendukung terwujudnya perubahanUndang-undang yang memuat paradigma baru pemolisian dandiharapkan dapat memberikan penegasan watak Polri sebagaimanayang dinyatakan dalam Tri Brata dan catur Prasetya sebagai sumbernilai Kode Etika Kepolisian yang mengalir dari falsafah Pancasila.195

Sejak ditetapkannya Perubahan Kedua Undang-Undang DasarNegara Republik Indonesia Tahun 1945 Bab XII tentang Pertahanandan Keamanan Negara, disusul lahirnya Ketetapan MPR RI NomorVI/MPR/2000 dan Ketetapan MPR RI Nomor VIII/MPR/2000, makasecara konstitusional telah terjadi perubahan paradigma yangmenegaskan adanya rumusan tentang tugas, fungsi dan peranKepolisian Negara Republik Indonesia pada era reformasi sertapemisahan kelembagaan Tentara Nasional Indonesia dan KepolisianNegara Republik Indonesia sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing.196

194 Peter B, Psychology abd Policing In a Changing World, 1995, h.8.195 Joseph Pandy, Ketaatan Masyarakat Bersama Polisi, Jakarta, 1995, h. 32.196 Amandemen Undang-Undang Dasar 1945, Jakarta, 2003, h. 56-58

Tanggung Jawab Dan Wewenang Polri Dalam Organisasi Negara Republik Indonesia...

Page 185: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

170

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indo-nesia Tahun 1945 Perubahan Kedua, dan Ketetapan MPR RI NomorVII/MPR/2000 tersebut, maka keamanan dalam negeri dirumuskansebagai format tujuan Kepolisian Negara Republik Indonesia dansecara konsisten dinyatakan dalam perincian tugas pokok yaitumemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkanhukum, serta melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat.Sedangkan TNI sebagai alat pertahanan untuk menghadapi ancamandari luar. Maka selanjutnya Undang Undang Nomor 28 Tahun 1997diubah dengan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 TentangKepolisian Negara Republik Indonesia.

4.3.3. Regulasi Polri Berdasarkan Undang Undang Nomor2 Tahun 2002Kelahiran Undang Undang Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002

didasarkan pada paradigma baru, yaitu berkaitan dengan munculnyasemangat demokratisasi dan reformasi di In-donesia pada saat itu,sehingga diharapkan dapat lebih memantapkan kedudukan danperanan serta pelaksanaan tugas Polri sebagai bagian integral dariagenda reformasi secara menyeluruh yang meliputi segenap tatanankehidupan bangsa dan negara dalam mewujudkan masyarakat madaniyang adil, makmur dan beradab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Pembentukan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 merupakantindak lanjut Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Tap MPR NomorVII/MPR 2000 yang di dalamnya mengamanatkan pemisahan institusiPolri dari TNI. Pemisahan tersebut dilakukan dengan maksud agartercipta kemandirian dan profesionalisme Polri. Hal itu diperlukankarena pengaturan Polri dalam Undang Undang Nomor 28 Tahun1997 belum memenuhi harapan masyarakat mengenai perlunyadilakukan reformasi di tubuh Polri. Dalam Undang Undang KepolisianNomor 2 Tahun 2002 diatur pembinaan profesi dan ketentuanmengenai kode etik profesi Polri agar setiap tindakan anggota/pejabatPolri dapat dipertanggungjawabkan, baik secara moral maupun teknikprofesi dan terutama berdasarkan hukum dan Hak Asasi Manusia.

Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 juga mengatur tentangKeanggotaan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimanadiamanatkan oieh Undang Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang

Page 186: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

171

perubahan atas Undang Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok Kepegawaian yang meliputi pengaturan tertentu mengenai hakanggota Polri baik hak kepegawaian maupun hak politik. Ketentuanlain adalah diatumya hak dan kewajiban serta tanggung jawab anggotaPolri yang tunduk pada kekuasaan peradilan umum, bukan peradilanmiliter.197 Hal ini sebagai konsekuensi dilepaskannya Polri dari institusiTNI/ABRl yang tunduk pada peradilan militer.

Substansi yang baru dalam Undang Undang Nomor 2 Tahun2002 adalah dibentuknya Lembaga Kepolisian Nasional atau KomisiKepolisian Nasional (disingkat: Kompolnas) sebagai lembaga baru diinternal Polri yang bertugas memberikan saran kepada Presidententang arah kebijaksanaan Kepolisian dan memberikanpertimbangan dalam pengangkatandan pemberhentian Kapolri sesuaiamanat Ketetapan MPR RI Nomor VII/MPR/2000. Berkaitan denganpembentukan lembaga baru tersebut juga diatur fungsi pengawasanfungsional oleh Kompolnas terhadap kinerja Polri sehingga kinerjaPolri dapat dievaluasi dan ditingkatkan. Kehadiran Kompolnasdiharapkan dapat memelihara dan meningkatkan citra Polri yangbelakangan ini semakin menurun di mata masyarakat, serta mampumemberikan pikiran-pikiran cerdas berkaitan dengan reformasi Polri.

Dalam rangka meningkatkan penghormatan terhadap nilai-nilaiHak Asasi Manusia dalam penegakan hukum di Indonesia, makaPemerintah membentuk beberapa undang-undang terkait yang harusdijadikan pedoman oleh aparat penegak hukum, termasuk anggotaPolri, yaitu: (1) Undang Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentangRatifikasi Konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan ataupenghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkanmartabat manusia; (2) Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentangHak Asasi Manusia; dan (3) Undang Undang Nomor 26 Tahun 2000tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Setiap anggota Polri wajibmempedomani dan mentaati ketentuan beberapa undang-undangtersebut di atas dalam pelaksanaan tugas penegakan hukum.

Setiap penerapan Undang-undang akan ditentukan olehkomitmen para pejabat Polri terhadap pelaksanaan tugasnya dan jugakomitmen masyarakat untuk secara aktif berpartisipasi dalammewujudkan Polri yang mandiri, profesional dan memenuhi harapan

197 Kurnato, Polri dalam Cobaan, Jakarta, 2002, h. 707.

Tanggung Jawab Dan Wewenang Polri Dalam Organisasi Negara Republik Indonesia...

Page 187: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

172

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

masyarakat. Oleh karena itulah dalam memahami kondisi dan regulasiPolri, yang terakhir sebagaimana diatur dalam Undang UndangNomor 2 Tahun 2002 perlu dikaitkan dengan latar belakang dansituasi/kondisi politik dan pemerintahan pada saat itu, sehinggadiharapkan dapat membantu upaya mewujudkan Polri yang mandiridan profesional serta sesuai dengan harapan masyarakat.

4.3.4. Sumber Kewenangan Polri dalam Kinerja PelaksanaanTugas.Lahirnya Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 sebagai

pengganti Undang-undang Nomor 28 Tahun 1997 tidak dapatdipisahkan dengan adanya reformasi di bidang hukum yang terjadi diIndonesia, bahkan dapat dikatakan sebagai hasil dari adanya reformasi.

Tugas Pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkanketentuan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002, meliputi:a. Memelihara kemanan dan ketertiban masyarakat;b. Menegakkan hukum, danc. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada

masyarakat.

Rincian dari tugas-tugas pokok tersebut, terdiri dari:a. Melaksanakan pengaturan penjagaan, pengawalan, dan patroli

terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan,

ketertiban dan kelancaran lalu lintas di jalan;c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,

kesadaran hukum masyarakat, serta ketaatan warga masyarakatterhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;

d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;

melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknisterhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil danbentuk-bentuk pengamanan swakarsa;

f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknisterhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil danbentuk-bentuk pengamanan swakarsa;

Page 188: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

173

g. Melakukan penyelidikan dan penyelidikan terhadap semua tindakpidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturanperundang-undangan lainnya;

h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingantugas kepolisian;

i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, danlingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencanatermasuk memberikan bantuan dan pertolongan denganmenjunjung tinggi hak asasi manusia;

j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelumditangani oleh instansi dan/atau pihak berwenang;

k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengankepentingan dalam lingkup tugas kepolisian; serta

l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan perturan perun-dang-undangan.

Selanjutnya berkaitan dengan wewenang kepolisian meliputiwewenang umum dan wewenang khusus. Wewenang umumsebagaimana dirumuskan dalam pasal 15 ayat (1) yang, meliputi:a. Menerima laporan dan/atau pengaduan;b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang

dapat mengganggu ketertiban umum;c. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;d. Mengawasi aliran kepercayaan yang dapat menimbulkan

perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;e. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan

administratif kepolisian;f. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan

kepolisian dalam rangka pencegahan;g. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;h. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret

seseorang;i. Mencari keterangan dan barang bukti;j. Menyelenggarakan pusat informasi Kriminal Nasional;

Tanggung Jawab Dan Wewenang Polri Dalam Organisasi Negara Republik Indonesia...

Page 189: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

174

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

k. Mengeluarkan surat ijin dan/atau surat keterangan yang diperlukandalam rangka pelayanan masyarakat;

l. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaanputusan pengadilan, kegiatan instansi lain serta kegiatanmasyarakat;

m.Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementarawaktu.

Berkaitan dengan wewenang khusus kepolisian, antara lainmeliputi: pertama, kewenangan sesuai peraturan Perundang-undangan (pasal 15 ayat 2), dan kedua, wewenang penyelidikan ataupenyidikan perkara pidana, sebagaimana diatur dalam pasal 16 ayat(1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002.1. Wewenang sesuai peraturan perundang-undangan:

a. Memberikan ijin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dankegiatan masyarakat lainnya;

b. Menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraanbermotor;

c. Memberikan surat ijin mengemudi kendaraan bermotor;d. Menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik;e. Memberikan ijin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan

peledak dan senjata tajam;f. Memberikan ijin operasional dan melakukan pengawas-an

terhadap badan usaha di bidang jasa pengamanan;g. Memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian

khusus dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang tekniskepolisian;

h. Melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalammenyidik dan memberantas kejahatan internasional;

i. Melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orangasing yang berada di wilayah Indonesia dengan koordinasiinstansi terkait;

j. Mewakili Pemerintah Republik Indonesia dalam organisasikepolisian internasional;

k. Melaksakan kewenangan lain dalam lingkup tugas kepolisian.

Page 190: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

175

2. Wewenang di bidang proses pidana:a. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan

penyitaan;b. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat

kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan;c. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam

rangka penyidikan;d. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan

serta memeriksa tanda pengenal diri;e. Melakukan pemeriksaan-pemeriksaan surat;f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai

tersangka atau saksi;g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannnya

dengan pemeriksaan perkara;h. Mengadakan penghentian penyidikan;i. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;j. Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat

imigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalamkeadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah ataumenangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana;

k. Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidikpegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum;dan

l. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab.

Kewenangan dalam melakukan tindakan lain menurut hukumyang bertanggungjawab sebagaimana disebutkan dalam pasal 16 ayat(1) huruf 1 dapat dilaksanakan oleh penyelidik atau penyidik, dengansyarat:a. Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;b. Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan

tersebut dilakukan;c. Harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan

jabatannya;

Tanggung Jawab Dan Wewenang Polri Dalam Organisasi Negara Republik Indonesia...

Page 191: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

176

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

d. Pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dane. Menghormati hak asasi manusia.

Sedangkan untuk kewenangan bertindak menurut penilaiannyasendiri (diskresi), dapat dilakukan dalam keadaan:a. Keadaan yang sangat perlu;b. Tidak bertentangan dengan perundang-undangan;c. Tidak bertentangan dengan kode etik profesi kepolisian.

Yang juga harus dilakukan dalam menjalankan wewenangdiskresi adalah mempertimbangkan manfaat serta resiko daritindakannya dan betul-betul untuk kepentingan umum. Dengandemikian kewenangan diskresi tetap dilakukan denganmempertimbangkan syarat yang telah ditentukan serta manfaat danrisiko dari pengambilan tindakan tersebut.

Tugas dan wewenang Polri sebagaimana telah diuraikan di atasdilaksanakan dengan tetap berdasarkan pada norma hukum, danmengindahkan norma agama, kesopanan dan kesusilaan, menjunjungtinggi hak asasi manusia serta mengutamakan tindakan pencegahan.

Di dalam pelaksanaan tugas dan wewenang kepolisian dipimpinoleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri), danKapolri bertanggungjawab atas penyelenggaraan kegiatan operasionalkepolisian serta penyelenggaraan pembinaan kemampuan KepolisianNegara Republik Indone-sia kepada Presiden selaku KepalaPemerintahan. Berkaitan dengan pimpinan kepolisian diatur secaraberjenjang dari tingkat pimpinan pusat sampai dengan tingkat daerahyang dipertanggungjawabkan secara hirearkhi. Di dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 diatur secara tegas bahwa kekuasaankepolisian dipertanggungjawabkan kepada Presiden. Hal ini besarkemungkinan berorientasi pada pengangkatan Kapolri yang dilakukanoleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dan ataukedudukan Kepolisian Negara yang berada langsung di bawahPresiden.

Selain tugas dan wewenang sebagaimana diuraikan di depan,dengan lahirnya Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 ini lebihditegaskan lagi bahwa fungsi kepolisian sebagai salah satu pemegangfungsi pemerintahan negara khususnya di bidang pemeliharaankeamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,

Page 192: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

177

perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dan lebihprinsipil bahwa kedudukan Kepolisian Negara Republik Indonesia(Polri) tidak lagi sebagai unsur Angkatan Bersenjata Republik Indo-nesia, yang dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 1997 tentangKepolisian Negara Republik Indonesia masih ditetapkan sebagaibagian dari Angkatan Bersenjata.

Dengan perubahan Undang-undang kepolisian tersebut, makaKepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) benar-benar telahterlepas dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) secara kelembagaandan kedudukannya sebagai lembaga bersifat mandiri. Dengan konsepkemandirian tersebut sebagai modal dasar untuk mengembangkanlembaga kepolisian menjadi Polri yang profesional dan betul-betulmampu memenuhi tuntutan serta harapan masyarakat, namun haltersebut tidak terlepas dari sumber daya manusia Polri.

Setelah dilakukannya pemisahan secara kelembagaan antara TNIdan Polri, maka anggota Polri tidak lagi menjadi bagian dari PegawaiNegeri Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), akan tetapimenjadi Pegawai Negeri Kepolisian Negara Republik Indonesia yangtunduk pada Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentangPerubahan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian yang menjalankan salah satu fungsipemerintahan, sehingga peraturan perundang-undangan yangmengatur tentang militer tidak berlaku lagi bagi aparatur Polri.

Terlepas dari tugas dan wewenang di atas, ada hal yang sangatmendasar dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002, yakni sejakdiberlakukannya Undang-undang dimaksud, maka anggota KepolisianNegara Republik Indonesia tunduk pada Peradilan Umum, sehinggapermasalahan pidana bagi anggota kepolisian diselesaikan di PeradilanUmum, yang proses penyidikannya juga dilakukan oleh penyidik Polri.Sedang jika terkait tindak pidana korupsi dengan nilai tertentu, makapenyelesaiannya dapat dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK).

Dengan demikian berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun2002 telah jelas bahwa Polri bukan lagi sebagai militer dan produk-produk administrasi kepolisian tidak lagi tunduk pada Tata UsahaMiliter sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 31 Tahun 1997tentang Peradilan Militer, akan tetapi masuk pada lingkup Pajabat Tata

Tanggung Jawab Dan Wewenang Polri Dalam Organisasi Negara Republik Indonesia...

Page 193: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

178

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

Usaha Negara yang tunduk pada Undang-undang Nomor 5 Tahun1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, mengingat produkadministrasi kepolisian sebagai produk Tata Usaha Negara, apabilaberupa keputusan (beeschiking), maka masuk pada kategori sebagaiKeputusan Tata Usaha Negara (KTUN).

Oleh karena itu apabila terjadi sengketa atas keputusan pejabatkepolisian yang bersifat konkrit, individual dan final, peradilan yangmemiliki kompetensi untuk menyelesaikan sengketa dimaksud adalahPeradilan Tata Usaha Negara sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yangdiubah dengan Undang-undang No. 9 Tahun 2004 tentang PeradilanTata Usaha Negara (L.N. Tahun 2004 Nomor 35; T.L.N. Nomor4380).198 Ketentuan mengenai tunduknya tindakan pejabat Polri kepadaPTUN berlaku secara efektif sejak ditetapkannya Undang-undangNomor 2 Tahun 2002 tentang Polri dan keluarnya PeraturanPemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian AnggotaPolri, Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang PeraturanDisiplin Anggota Polri, dan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun2003 Pelaksanaan Teknis Institusional Peradilan Umum Bagi AnggotaPolri.

198 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1986 telah diubah untuk kedua kalinyadengan Undang Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Keduaatas Undang Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata UsahaNegara.

Page 194: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

179

BAB V

PENUTUP

5.1.KesimpulanDari uraian pada bab-bab yang terdahulu dapat disimpulkan

sebagai berikut :1. Sistem tata Negara Indonesia mempunyai latar belakang sejarah

berdasarkan UUD 1945, Konstitusi RIS 1949 dan UUDSementara 1950. Sistem pemerintahan negara dalam KonstitusiRIS 1949 dinyatakan bahwa kekuasaan berkedaulatan RepublikIndonesia Serikat dilakukan oleh pemerintah bersama-samadengan DPR dan Senat, sistem Tata Negara menurut UUDS1950 menyatakan bahwa kedaulatan rakyat sepenuhnyadilakukan oleh pemerintah dan DPR, sedangkan dalam sistemTata Negara menurut UUD 1945 (sebelum amandemen)dinyatakan bahwa kedaulatan sepunuhnya berada di tanganrakyat dan dilaksanakan oleh MPR. Setelah dilakukanamandemen UUD 1945 maka kedaulatan sepenuhnya beradadi tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang UndangDasar.

2. Eksistensi Kepolisian Republik Indonesia dalam perjalannyamengalami berbagai macam perubahan seiring denganperubahan ketatanegaraan dan sistem pemerintahan di Indo-nesia, yang berpengaruh pada keberadaan Polri dari tugas sertawewenang kepolisian yang dirumuskan secara tersebar dalambeberapa peraturan perundang-undangan, baik yang mengatursecara khusus maupun secara umum, namun demikiankepolisian merupakan suatu lembaga yang memiliki fungsi vi-

Page 195: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

180

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

tal, artinya fungsi tersebut dibutuhkan dan melekat dalamkehidupan manusia. Berdasarkan isi dan muatannya peraturanperundang-undangan yang mengatur tugas dan wewenangkepolisian secara khusus berkaitan dengan proses penegakanhukum dan mengatur internal organisasi, sedangkan secaraumum meliputi tugas dan wewenang sebagai pengayom,pelindung dan pelayan kepada masyarakat.

3. Kedudukan Polri dalam sejarahnya mengalami berbagaiperubahan kedudukan mulai berada di bawah Presiden,kemudian di bawah Departemen dalam Negeri sampai beradadi bawah panglima ABRI dan akhirnya kembali berada di bawahPresiden. Dengan perubahan eksistensi dan kedudukan tersebutmaka membawa pula pada perubahan doktrin dan pendidikanPolri, dan hal ini juga berpengaruh pada aplikasi kinerja Polri dimasyarakat.

4. Polri bila dikaitkan dengan prinsip pemerintahan yang baik ataugood governance, sangat berkaitan karena konsep pemerintahanyang baik (good governance) tersebut dapat terwujud jikapemerintahan diselenggarakan dengan transparan, rensponsif,partisipatif, taat pada ketentuan hukum (rule of law), berorientasipada konsensus, adanya kebersamaan, akuntabilitas danmemiliki visi yang strategis. Fungsi kepolisian dalam kerangkagood governance dikaitkan dengan suatu keadaan atau kondisiyang memungkinkan pemerintahan telah dijalankan sesuai asasdan konsep good governance, sehingga keadaan pemerintah(termasuk institusi Polri) telah tertata, teratur, tertib, bersih,tanpa cacat, baik dan cukup berwibawa.

5. Peningkatan profesionalisme Polri perlu ditingkatkan melaluipendidikan maupun pelatihan yang rutin. Di samping itu jugamerupakan suatu pengkhususan (spesialisasi) yangmempersyaratkan pendidikan formal yang dapatdipertanggungjawabkan. Profesi Polri memiliki standarpersyaratan yang ketat untuk masuk, dan merupakan suatuorganisasi yang mampu mengembangkan sendiri suatupengetahuan teoritis. Profesionalisme Polri akan mampumenjadikan segenap anggotanya untuk menjalankan tugassecara profesional sesuai harapan masyarakat.

Page 196: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

181

6. Kewenangan dan tanggung jawab Polri di dalam organisasi telahmengalami perubahan Undang-undang, antara lain menurutUndang-undang Nomor 13 tahun 1961 Polri sepenuhnya dibawah ABRI baik struktur maupun pendidikan. MenurutUndang-undang Nomor 28 Tahun 1997 Polri secara strukturmasih di bawah ABRI namun secara pendidikan sudah dapatmengembangkan ilmunya di luar militer walaupun kurikulummasih mengacu pada sifat pertahanan dan keamanan (Hankam).Yang terbaru terbaru menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun2002 Polri sepenuhnya mandiri baik secara struktur mapunkurikulum pendidikan dan pertanggungjawabannya langsungdi bawah Presiden.

5.2.Saran1. Polri sebagai organisasi yang mandiri diharapkan bekerja dengan

Profesional, wajib ditunjukkan adanya perilaku keteladanan yangpositif dan non-KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) olehpimpinan tingkat bawah sampai atas.

2. Melakukan revisi peraturan Perundang-undangan yangmengatur kedudukan Polri di bawah Presiden, antara lainKetetapan MPR RI Nomor VII/MPR/2000, Undang-undangNomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, Keputusan Presiden Nomor89 Tahun 2000, Keputusan Presiden No.mor 70 Tahun 2000serta membentuk Kementrian Keamanan yang dipimpin Menterikeamanan yang membawahi langsung lemabaga KepolisianNegara Republik Indonesia.

3. Perlunya pengawasan dalam pelaksanaan tugas KepolisianNegara Republik Indonesia yang mana kewenangannya begituluas sehingga diperlukan pengawasan agar tidak terjadipenyimpangan dalam tugas.

4. Diperlukannya peningkatan Sumber Daya Manusia Kepolisiandi tingkat pendidikan maupun setelah pendidikan karena tugasPolri sangat memerlukan profesionalitas terutama di bidangHukum.

5. Dalam rangka peningkatan kualitas profesi anggota Polri agarterjadi secara merata maka dibutuhkan mutasi dari dan di antara

Penutup

Page 197: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

182

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

kasatuan meliputi Polda secara selektif untuk pelatihan denganmasalah yang berbeda-beda.

6. Perlu dijalin kerjasama dengan kepolisian negara-negara tetanggadalam menangani kasus-kasus yang berkembang antar negara,dan selalu melakukan studi banding untuk mengukur tingkatprofesionalitas anggota dan SDM dengan peralatan teknologiyang dimiliki Polri.

7. Rekruitmen anggota Polri dilakukan dengan melibatkan unsurmahasiswa yang berprestasi dan LSM agar mendapatkananggota Polri dengan kualitas profesionalisme yang benar-benarbersih dari kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN).

8. Perlu dibentuk Undang-undang yang mengatur secara khusustentang Perlindungan dalam Penyelenggaraan Kepolisian Negarayang pendekatannya pada perlindungan hak asasi anggota Polri.

9. Untuk menuju terwujudnya kepolisian sipil atau agar Polri tidakbersikap militer dan modern lebih berorientasi pada masyarakatyang dilayani, maka penjenjangan organisasi Polri perludisederhanakan sehingga tidak berkesan birokratis dan terbelit-belit dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat danmenambah kesatuan baru pada jenjang ke bawah yang dapatlangsung menyentuh masyarakat, sehingga masyarakat akanmudah menjangkau dan cepat mendapatkan pelayanankepolisian sewaktu-waktu membutuhkan.

10. Sejarah yang melatarbelakangi reformasi pemerintahan di In-donesia pasca jatuhnya rezim orde baru ternyata berhasilmengantarkan Polri keluar dari institusi ABRI/TNI, sehinggadapat menjalankan tugas secara independen dan profesional.Reformasi Polri tidak merupakan tujuan tetapi sebagi prosesbagi terwujudnya institusi Polri modern yang berjiwa sipildengan meninggalkan gaya militer yang cenderungmengedepankan penggunaan kekerasan dalam pelaksanaantugas sehari-hari secara berlebihan, untuk kemudian beralihdengan menggunakan pendekatan ke masyarakat secarakemanusiaan. Hal demikian menandakan bahwa jika Polrisemakin kurang menggunakan kekerasan dalam menjalankantugas maka semakin profesionallah polisi di mata masyarakat.

Page 198: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

183

11. Peningkatan Profesionalisme Polri hanya dapat dicapai melaluipendidikan dan pelatihan, serta pendalaman pengalaman tugasdi kalangan kepolisian, upaya untuk membangunprofesionalisme Polri dilakukan melalui perbaikan mutuprofesionalisme Polri, yang dilakukan oleh pimpinan Polridengan telah ditetapkan langkah-langkah antara lain:a) Meningkatkan pengetahuan anggota Polri melalui kerja sama

pemerintah RI dan Polri dengan negara maju dalam upayameningkatkan kualitas SDM Polri sesuai profesi masing-masing anggota.

b) Penataran pengawasan melekat kepada eselon pimpinan dilingkungan Polri dengan tujuan untuk terciptanya mekanismepengawasan baik dan efektif di lingkungan kerjanya.

c) Memperluas penataran pembinaan mental ke seluruh jajarananggota Polri dengan harapan dapat menciptakan motivasiuntuk berperilaku sebagai polisi yang profesional,bertanggung jawab, bersih dan berwibawa serta menjunjungtinggi kejujuran, kebenaran dan keadilan.

d) Pengawasan fungsional yang dilakukan oleh Irjen Polri danIrpolda yang bertugas antara lain menyelenggarakanpengawasan dan pemeriksaan di bidang pembinaankesiapsiagaan operasional serta menyelenggarakanpenegakan hukum atas setiap pelanggaran disiplin danpelanggaran tata tertib oleh anggota Polri.

e) Mengambil tindakan hukum sesuai tindakan disiplin olehAnkum (atasan yang berhak menghukum) serta mengajukanke sidang pengadilan oleh Provost terhadap kasus-kasuspelanggaran hukum pidana yang dilakukan oleh anggotaPolri.

Penutup

Page 199: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

184

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

Page 200: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

185

DAFTAR BACAAN

Aaron, Thomas J., Control of Police Discretion, Charles C. Thomas,Springfield, 1960.

Abdurrahman, Tebaran Pikiran Tentang Studi Hukum dan Masyarakat,Media Sarana Press, Jakarta, 1986.

Abdussalam, R., Penegakan Hukum di Lapangan oleh Polri, DinasHukum Polri, Jakarta, 1997.

Addink, G.H., Principles of Good Governance, Utrecht Uni-versity, theNetherlands, 2003

Ali, Achmad, Menguak Tabir Hukum, Pustaka Prima, Jakarta, 1988.Arsyad, A. Mukti, dkk, Amandemen UUD 1945 Antara Teks dan Konteks

Dalam Negara Yang Sedang Berubah, Sinar Grafika, Jakarta,

Cet. Kedua, 2000.

Asmara, Galang, Disertasi judul: Kedudukan dan Fungsi Lembaga Om­budsman Ditinjau dari Sistem Pemerintah dan Sistem PelindunganHukum Bagi Rakyat di Indonesia, Program Pascasarjana Unair

Surabaya, 2003.

Asshiddiqie, Jimly, Agenda Pembangunan Hukum Nasional pada AbadGlobalisasi, Balai Pustaka, Jakaarta, 1998.

Atmasasmita, Romli, Reformasi Hukum, Hak Asasi Manusia & Penegakan

Hukum, CV. Mandar Maju, Bandung, 2001.

Atmosudirdjo, S. Prajudi, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indone-sia, Jakarta, 1994.

Azhary, Negara Hukum Indonesia, UI Press, Jakarta, 1995.

Page 201: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

186

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

Bachtiar, Harsja W., Ilmu Kepolisian, Gramedia, Jakarta, 1994————, Ilmu Kepolisian Suatu Cabang Ilmu Pengetahuan Yang Baru,

Grasindo, Jakarta, 1994.Basah, Sjachran, Tiga Tulisan Tentang Hukum, Armi: Bandung, 1986.————, Eksistensi dan Tolok Ukur Badan Peradilan Admi­nistrasi di

Indonesia, Alumni, Cet. 3, Bandung, 1997.Bayley, David H, Police For The Future, Oxford Univercity Press Inc,

New York, 1994.————, Police For The Future disadur oleh Koenarto dan Ny. Nur

Khobibah M. Arief Demyanti, Polisi Masa Depan. CiptaManunggal, Jakarta, 1998.

Brotodiredjo, Soebroto, Asas­Asas Wewenang Kepolisian. Sedikit tentangHukum Kepolisian di Indonesia Menyongsong Undang­undangKepolisian Yang Baru. Bunga Rampai, PTIK Jakarta, 1984.

Bruggink, J.J.H., alih bahasa Arief Sidharta, Refleksi Tentang Hukum,Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996.

Budiardjo, Meriam, Dasar­Dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, 1988.Parker, L. Craig, Jr. The Japanese Police System Today, An American Per­

spective, disadur oleh Kunarto dan Hariadi Kuswaryono,Sistem Kepolisian Jepang Saat Ini, Cipta Manunggal, Jakarta,1998.

Poerwodarminto, W.J.S., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,Cet. Ke-IX, Jakarta, 1986.

Poespoprodjo, W., Filsafat Moral Kesusilaan Teori dan Praktek, PustakaGrafika, Bandung, 1998.

Prasetyo, Eko dkk, Polisi Masyarakat dan Negara, Bigraf Pub-lishing,Yogyakarta, 1995.

Prins, W.F. dan R. Kosim Adisapoetro, Pengantar Ilmu HukumAdministrasi Negara, Pradnya Paramita, Jakarta, 1983.

Prodjodikoro, Wirjono, Asas­Asas Ilmu Negara Dan Politik, ErescoJakarta Cet. Ke-2, Bandung, 1981.

Purbopranoto, Kuntjoro, Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan

dan Peradilan Administrasi Negara, Alumni, Bandung, 1981.

Rahardjo, Satjipto, Polisi Sipil dalam Perubahan Sosial Indo­nesia, PenerbitBuku Kompas, Jakarta, 2002.

Page 202: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

187

Rahardjo, Satjipto dan Anton Tabah, Polisi: Pelaku dan Pemikir, PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993.

Rasjidi, Lili, Filsafat Hukum Apakah Hukum Itu?, Remaja Rusdhakarya,Bandung, Cet. Ke-6,1993.

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, 2002.Romijn, HJ, Administratiefrecht Hand­end Leerboek, Mooerman’s

Periodieke Pers N.V, Den Haag, 1934.Sadjiono, Mengenal Hukum Kepolisian, Perspektif Kedudukan dan

Hubungannya dalam Hukum Adminitrasi, Laksbang Mediatama,Surabaya 2006.

Salim, Peter, The Contemporary English­Indonesian Dictio­nary, ModernEnglish Press, Sevent Edition, Jakarta, 1996.

Salomon, Robert C. dan Ando Karo-Karo, Etika Suatu Pengantar,Erlangga, Jakarta, 1987.

Shaw, Martin, Post Militery Society: Militerism, Demiliterization and Warat the End of the Twentiet Century, Politie Press, 1991diterjemahkan Imam Baehaqie, Bebas Dari Militer, Pustaka

Pelajar, Yogyakarta, 2001.

Sitompul, D.P.M. dan Syah Perenong, Edward, Hukum Kepolisian diIndonesia, Tarsito, Bandung, 1985.

Smith, Bruce, Police System in The United States, New York: Haper andRow, Second Edition, 1960.

Soemantri, Sri, Bunga Rampai Hukum Tata Negara dan HukumAdministrasi Negara, Jurusan Hukum Tata Negara Fak.Hukum UII, Yogyakarta, 1987.

————, Sistem­Sistem Pemerintahan Negara Asean, Transito, Bandung,

1976.

Sri Djatmiati, Tatiek, Disertasi Prinsip Izin Usaha Industri di Indonesia,

Program Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya, 2004.

Subagio, M. dan Slamet Supriatna, Dasar­Dasar Ilmu Hukum, AkademikaPressindo CV., Jakarta, 1987.

Sudarmayanti, Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) DalamRangka Otonomi Daerah, Mandar Maju, Bandung, 2003.

Suhino, Ilmu Negara, Liberty, Yogyakarta, 1986.

Daftar Bacaan

Page 203: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

188

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

Suhardi, Gunarto, Kedudukan dan Wewenang Lembaga PengurusanPiutang Negara dalam Perspektif Hukum Administrasi,Ringkasan Disertasi, Unair Surabaya, 2000.

Sujata, Anton et al, Ombudsman Indonesia Masa Lalu, Sekarang dan MasaMendatang, Komisi Ombudsman Nasional, Jakarta, 2002.

Sumarto, Hafifah Sj., Inovasi, Partisipasi dan Good Gover­nance, YayasanObor Indonesia, Jakarta, 2003.

Sunny, Ismail, Pembagian Kekuasaan Negara, Aksara Baru, Jakarta,1985.

Surbakti, Ramlan, Memahami Ilmu Politik, Gremadia, Jakarta, 1999.Syafiie, Inu Kencana, Ilmu Politik, Rineka Cipta, Jakarta, 1997.Tabah, Anton, Patroli Polisi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993.————, Membangun Polri Yang Kuat (Belajar Dari Macan­Macan Asia),

Mitra Hardhasuma, Jakarta, 2001.————, Menatap Dengan Mata Hati Polisi Indonesia, Gramedia Pustaka

Utama, Jakarta, 1991.Tanudjaja, R. Memet dkk, Sejarah Kepolisian di Indonesia, Mabes Polri,

Jakarta, 1999.Thibault, Edward A. et.al, Proactive Police Management disadur oleh

Kunarto dkk, Manajemen Kepolisian Proaktif, Cita Manunggal,Jakarta, 2001.

Thoha, Miftah, Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya,Rajawali, Jakarta, Cet. Kelima, 1992.

————, Perspektif Perilaku Organisasi, Rajagrafindo Persada, Jakarta,2002.

Trend Burrow, Alvina, The Basic Dictionary of American Inglish, NewYork, Rinchard and Winston Inc. 1966.

Walker, Samuel, The Police In America an Introduction, McGraw-Hill,Inc, Second Edition, New York, 1992.

Wasistiono, Sadu, Kapita Selekta Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah,Fokusmedia, Set.ke-tiga, Bandung, 2003.

————, Kapita Selekta Managemen Pemerintahan Daerah, Fokusmedia,Cet.ke-4, Bandung, 2003.

Page 204: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

189

Widodo, Joko, Good Governance Telaah dari Dimensi: Akuntabilitas DanKontrol Birokrasi Pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah,Insan Cendekia, Surabaya, 2001.

Witman, Sheperd L. & John J. Wuest, Comparative Govern­ment Visu­alized, Littlefields, Adam & Co, New Yersey, 1963.

Yusuf, Gary R., Birokrasi Dalam Masyarakat Modern, Universitas Indo-nesia Press, Jakarta, 1987.

Kamus:The New Encyclopedia Britanica Inc, Robert P. Gwinn et.al, Volume 4,15lh

Edition, Chicago, 1990.The Encyclopedia Americana, Americana Corporation, New York, 1977.

Dep.Dik.Bud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Balai Pustaka,Jakarta, 1994.

Black’s Law Dictionary, editor Bryan A. Garner (Editor in Chief),Copyrigt @ 1999, By West Group St. Paul MN.

Kamus Ilmiah Populere, Editor Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al Barry,Arkola, Surabaya, 1994.

Kamus Umum Bahasa Indonesia, editor W.J.S. Poerwodarminto, Balai

Pustaka, Cet. Ke-IX, Jakarta, 1986.

Makalah:

- Kumpulan Makalah Lokakarya Profesionalisme Dan KemandirianPolri, Asosiasi Pengajar Hukum Pidana dan Kriminologi Indone-sia (ASPEHUPIKI) Forum Komunikasi Kriminologi (FORKKRIM)Ikatan Penasehat Hukum Indo-nesia IPHI) di Hotel Horison,Bandung, 3-4 Agustus 1998.

- Kumpulan Makalah Seminar Hukum Nasional Reformasi HukumMenuju Terwujudnya Masyarakat Madani (Civil Society), BadanPembina Hukum Nasional Departemen Kehakiman, Jakarta 12-15Oktober 1999.

- Reformasi Menuju Polri Yang Profesional, Mabes Polri, Jakarta1999.

Daftar Bacaan

Page 205: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

190

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

- Seminar ABRI Peran ABRI abad XXI, Bandung, September 1998.- Seminar Hukum Nasional ke-7 Jakarta, 1999.- Makalah Conference on Good Governance in East Asia Realities,

Problem, and Challenges, diselenggarakan CSIS, Jakarta Nopember7, 1999.

- Makalah Diskusi Panel dengan Tema Mengkritisi dan SosialisasiRUU Ombudsman, diselenggarakan oleh Om-budsman Nasionalbekerjasama dengan Forum Diskusi Hukum Bandung dan Fak.Hukum Universitas Pajajaran, Bandung tanggal 17 September2001.

- Makalah Komisi Ombudsman Nasional di Tengah StrukturKelembagaan Negara Indonesia, disampaikan dalam Semi-nar Non-Judicial Rights Commissions in a Comparative Perspektive,

Kerjasama Unair - Universiteit Utrecht, Surabaya 15-17 April 2004.

Jurnal:- Jurnal Polisi Indonesia, Tahun 2 April 2000 - September 2000, Pro-

gram Pascasarjana Kajian Ilmu Kepolisian UI Bekerjasama DenganYayasan Obor Indonesia, Jakarta.

- Jurnal Police Watch, edisi 05 / November 2000.- Jurnal Police Watch, edisi 09/Maret 2001.- Jurnal Hukum dan Kekuasaan, editor: Dahlan Thaib dan Mila

Karmila Adi, Fak Hukum UII Yogyakarta, Cetakan ke 1,1998.- Majalah “YURIDIKA”, Majalah Fakultas Hukum Univer-sitas

Airlangga No. 4 Tahun VII, Juli-Agustus 1993.

Peraturan Perundang-undangan:

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945Kitab Undang-Undang Hukum PidanaKitab Undang-Undang Hukum Acara PidanaUndang-Undang Nomor 13 Tahun 1961 Tentang Ketentuan Pokok

PolriUndang-Undang Nomor 28 Tahun 1997 Tentang PolriUndang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Polri

Page 206: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

191

Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 Tentang pembagian peran tugas TNIdan Polri

Keputusan Presiden Nomor 89 Tahun 2002 Tentang Fungsi PolriKeputusan Presiden Nomor 70 Tahun 2002 Tentang Tata Kerja Polri.

Daftar Bacaan

Page 207: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

192

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

Page 208: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

193

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 2 TAHUN 2002

TENTANG

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. bahwa keamanan dalam negeri merupakan syarat utamamendukung terwujudnya masyarakat madani yang adil,makmur, dan beradab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. bahwa pemeliharaan keamanan dalam negeri melalui upayapenyelenggaraan fungsi kepolisian yang meliputipemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat,penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, danpelayanan kepada masyarakat dilakukan oleh KepolisianNegara Republik Indonesia selaku alat negara yang dibantuoleh masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasimanusia;

c. bahwa telah terjadi perubahan paradigma dalam sistemketatanegaraan yang menegaskan pemisahan kelembagaanTentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara RepublikIndonesia sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing;

d. bahwa Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997 tentangKepolisian Negara Republik Indonesia sudah tidak memadaidan perlu diganti untuk disesuaikan dengan pertumbuhandan perkembangan hukum serta ketatanegaraan RepublikIndonesia;

e. sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, dan d, perludibentuk Undang-Undang tentang Kepolisian NegaraRepublik Indonesia;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 30 Undang-UndangDasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesiadan Kepolisian Negara Republik Indonesia;

Page 209: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

194

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia danPeran Kepolisian Negara Republik Indonesia;

4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah denganUndang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran NegaraTahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Nomor3890);

Dengan persetujuan bersama antaraDEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DANPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG KEPOLISIAN NEGARA

REPUBLIK INDONESIA.

BAB IKETENTUAN UMUM

Pasal 1Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:1. Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan

lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.2. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pegawai negeri pada

Kepolisian Negara Republik Indonesia.3. Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah anggota Kepolisian

Negara Republik Indonesia yang berdasarkan undang-undang memilikiwewenang umum Kepolisian.

4. Peraturan Kepolisian adalah segala peraturan yang dikeluarkan oleh Kepoli-sian Negara Republik Indonesia dalam rangka memelihara ketertiban danmenjamin keamanan umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

5. Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamismasyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pem-bangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandaioleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum, serta terbina-nya ketenteraman, yang mengandung kemampuan membina sertamengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal,

Page 210: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

195

mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum danbentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.

6. Keamanan dalam negeri adalah suatu keadaan yang ditandai dengan ter-jaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum,serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepadamasyarakat.

7. Kepentingan umum adalah kepentingan masyarakat dan/atau kepentinganbangsa dan negara demi terjaminnya keamanan dalam negeri.

8. Penyelidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberiwewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyelidikan.

9. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari danmenemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana gunamenentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yangdiatur dalam undang-undang.

10. Penyidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberiwewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.

11.Penyidik Pegawai Negeri Sipil adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentuyang berdasarkan peraturan perundang-undangan ditunjuk selaku penyidikdan mempunyai wewenang untuk melakukan penyidikan tindak pidanadalam lingkup undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing.

12.Pembantu adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yangdiangkat oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkansyarat kepangkatan dan diberi wewenang tertentu dalam melakukan tugaspenyidikan yang diatur dalam undang-undang.

13.Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurutcara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkanbukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yangterjadi dan guna menemukan tersangkanya.

14.Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebutKapolri adalah pimpinan Kepolisian Negara Republik Indonesia danpenanggung jawab penyelenggaraan fungsi kepolisian.

Pasal 2Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidangpemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Lampiran

Page 211: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

196

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

Pasal 3(1) Pengemban fungsi kepolisian adalah Kepolisian Negara Republik Indone-

sia yang dibantu oleh:a. kepolisian khusus;b. penyidik pegawai negeri sipil; dan/atauc. bentuk-bentuk pengamanan swakarsa.

(2) Pengemban fungsi kepolisian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hurufa, b, dan c, melaksanakan fungsi kepolisian sesuai dengan peraturanperundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya masing-masing.

Pasal 4Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanandalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masya-rakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman,dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakatdengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Pasal 5(1) Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan

dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkanhukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanankepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.

(2) Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Kepolisian Nasional yangmerupakan satu kesatuan dalam melaksanakan peran sebagaimana dimaksuddalam ayat (1).

BAB IISUSUNAN DAN KEDUDUKAN KEPOLISIAN NEGARA

REPUBLIK INDONESIAPasal 6

(1) Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan peran danfungsi kepolisian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan 5 meliputiseluruh wilayah negara Republik Indonesia.

(2) Dalam rangka pelaksanaan peran dan fungsi kepolisian, wilayah negaraRepublik Indonesia dibagi dalam daerah hukum menurut kepentinganpelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(3) Ketentuan mengenai daerah hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Page 212: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

197

Pasal 7Susunan organisasi dan tata kerja Kepolisian Negara Republik Indonesiadisesuaikan dengan kepentingan pelaksanaan tugas dan wewenangnya yangdiatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

Pasal 8(1) Kepolisian Negara Republik Indonesia berada di bawah Presiden.(2) Kepolisian Negara Republik Indonesia dipimpin oleh Kapolri yang dalam

pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab kepada Presiden sesuai denganperaturan perundang-undangan.

Pasal 9(1) Kapolri menetapkan, menyelenggarakan, dan mengendalikan kebijakan

teknis kepolisian.(2) Kapolri memimpin Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksa-

nakan tugas dan tanggung jawab atas:a. penyelenggaraan kegiatan operasional kepolisian dalam rangka pelaksa-

naan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia; danb. penyelenggaraan pembinaan kemampuan Kepolisian Negara Republik

Indonesia.

Pasal 10(1) Pimpinan Kepolisian Negara Republik Indonesia di daerah hukum sebagai-

mana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), bertanggung jawab atas pelaksanaantugas dan wewenang kepolisian secara hierarki.

(2) Ketentuan mengenai tanggung jawab secara hierarki sebagaimana dimaksuddalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kapolri.

Pasal 11(1) Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan

Dewan Perwakilan Rakyat.(2) Usul pengangkatan dan pemberhentian Kapolri diajukan oleh Presiden

kepada Dewan Perwakilan Rakyat disertai dengan alasannya.(3) Persetujuan atau penolakan Dewan Perwakilan Rakyat terhadap usul

Presiden sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus diberikan dalam jangkawaktu paling lambat 20 (dua puluh) hari terhitung sejak tanggal suratPresiden diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

(4) Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak memberikan jawaban dalam

Lampiran

Page 213: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

198

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), calon yang diajukan olehPresiden dianggap disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

(5) Dalam keadaan mendesak, Presiden dapat memberhentikan sementaraKapolri dan mengangkat pelaksana tugas Kapolri dan selanjutnya diminta-kan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

(6) Calon Kapolri adalah Perwira Tinggi Kepolisian Negara Republik Indone-sia yang masih aktif dengan memperhatikan jenjang kepangkatan dan karier.

(7) Tata cara pengusulan atas pengangkatan dan pemberhentian Kapolrisebagaimana dimaksud dalam ayat (1), (2), dan (6) diatur lebih lanjutdengan Keputusan Presiden.

(8) Ketentuan mengenai pengangkatan dan pemberhentian dalam jabatan selainyang dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kapolri.

Pasal 12(1) Jabatan penyidik dan penyidik pembantu adalah jabatan fungsional yang

pejabatnya diangkat dengan Keputusan Kapolri.(2) Jabatan fungsional lainnya di lingkungan Kepolisian Negara Republik In-

donesia ditentukan dengan Keputusan Kapolri.

BAB IIITUGAS DAN WEWENANG

Pasal 13Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;b. menegakkan hukum; danc. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Pasal 14(1) Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13,

Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas:a. melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap

kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;b. menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, keter-

tiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;c. membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesa-

daran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadaphukum dan peraturan perundang-undangan;

d. turut serta dalam pembinaan hukum nasional;

Page 214: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

199

e. memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;f. melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap

kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentukpengamanan swakarsa;

g. melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidanasesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undanganlainnya;

h. menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugaskepolisian;

i. melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, danlingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasukmemberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hakasasi manusia;

j. melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelumditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;

k. memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingan-nya dalam lingkup tugas kepolisian; serta melaksanakan tugas lain sesuaidengan peraturan perundang-undangan.

(2) Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)huruf f diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 15(1) Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal

13 dan 14 Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang:a. menerima laporan dan/atau pengaduan;b. membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat

mengganggu ketertiban umum;c. mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;d. mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam

persatuan dan kesatuan bangsa;e. mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan admin-

istratif kepolisian;f. melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan

kepolisian dalam rangka pencegahan;g. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;h. mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang;

Lampiran

Page 215: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

200

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

i. mencari keterangan dan barang bukti;j. menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;k. mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan

dalam rangka pelayanan masyarakat;l. memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan

putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;m. menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.

(2) Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan lainnya berwenang:a. memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan

masyarakat lainnya;b. menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor;c. memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor;d. menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik;e. memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak,

dan senjata tajam;f. memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap

badan usaha di bidang jasa pengamanan;g. memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian khusus

dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian;h. melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik

dan memberantas kejahatan internasional;i. melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang

berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait;j. mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi kepolisian

internasional;k. melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas

kepolisian.(3) Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)

huruf a dan d diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 16(1) Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal

13 dan 14 di bidang proses pidana, Kepolisian Negara Republik Indonesia

Page 216: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

201

berwenang untuk:a. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;b. melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian

perkara untuk kepentingan penyidikan;c. membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka

penyidikan;d. menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta

memeriksa tanda pengenal diri;e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau

saksi;g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan

pemeriksaan perkara;h. mengadakan penghentian penyidikan;i. menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;j. mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang

berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesakatau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangkamelakukan tindak pidana;

k. memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawainegeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negerisipil untuk diserahkan kepada penuntut umum; dan

l. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.(2) Tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf l adalah tindakan

penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan jika memenuhi syaratsebagai berikut:a. tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;b. selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut

dilakukan;c. harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;d. pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dane. menghormati hak asasi manusia.

Pasal 17Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia menjalankan tugas danwewenangnya di seluruh wilayah negara Republik Indonesia, khususnya didaerah hukum pejabat yang bersangkutan ditugaskan sesuai dengan peraturan

Lampiran

Page 217: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

202

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

perundang-undangan.

Pasal 18(1) Untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia

dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurutpenilaiannya sendiri.

(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapatdilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikanperaturan perundang-undangan, serta Kode Etik Profesi Kepolisian NegaraRepublik Indonesia.

Pasal 19(1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat Kepolisian Negara

Republik Indonesia senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum danmengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan, serta menjunjungtinggi hak asasi manusia.

(2) Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalamayat (1), Kepolisian Negara Republik Indonesia mengutamakan tindakanpencegahan.

BAB IVANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Pasal 20(1) Pegawai Negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdiri atas:

a. anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia; danb. Pegawai Negeri Sipil.

(2) Terhadap Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hurufb berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepega-waian.

Pasal 21(1) Untuk diangkat menjadi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia

seorang calon harus memenuhi syarat sekurang-kurangnya sebagai berikut:a. warga negara Indonesia;b. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;c. setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila

dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;d. berpendidikan paling rendah Sekolah Menengah Umum atau yang

Page 218: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

203

sederajat;e. berumur paling rendah 18 (delapan belas) tahun;f. sehat jasmani dan rohani;g. tidak pernah dipidana karena melakukan suatu kejahatan;h. berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela; dani. lulus pendidikan dan pelatihan pembentukan anggota kepolisian.

(2) Ketentuan mengenai pembinaan anggota Kepolisian Negara Republik In-donesia diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kapolri.

Pasal 22(1) Sebelum diangkat sebagai anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia,

seorang calon anggota yang telah lulus pendidikan pembentukan wajibmengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya dan kepercayaannyaitu.

(2) Ketentuan mengenai tata cara pengambilan sumpah atau janji sebagaimanadimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kapolri.

Pasal 23Lafal sumpah atau janji sebagaimana diatur dalam Pasal 22 adalah sebagaiberikut:“Demi Allah, saya bersumpah/berjanji: bahwa saya, untuk diangkat menjadianggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, akan setia dan taat sepenuhnyakepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945, Tri Brata, Catur Prasatya, dan Negara Kesatuan Republik Indonesiaserta Pemerintah yang sah;bahwa saya, akan menaati segala peraturan perundang-undangan yang berlakudan melaksanakan kedinasan di Kepolisian Negara Republik Indonesia yangdipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggungjawab;bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara, Peme-rintah, dan martabat anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, sertaakan senantiasa mengutamakan kepentingan masyarakat, bangsa, dan negaradaripada kepentingan saya sendiri, seseorang atau golongan;bahwa saya, akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya ataumenurut perintah harus saya rahasiakan;bahwa saya, akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untukkepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak akan

Lampiran

Page 219: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

204

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

menerima pemberian berupa hadiah dan/atau janji-janji baik langsung maupuntidak langsung yang ada kaitannya dengan pekerjaan saya”.

Pasal 24(1) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia menjalani dinas keanggo-

taan dengan ikatan dinas.(2) Ketentuan mengenai ikatan dinas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

Pasal 25(1) Setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia diberi pangkat yang

mencerminkan peran, fungsi dan kemampuan, serta sebagai keabsahanwewenang dan tanggung jawab dalam penugasannya.

(2) Ketentuan mengenai susunan, sebutan, dan keselarasan pangkat-pangkatsebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan KeputusanKapolri.

Pasal 26(1) Setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia memperoleh gaji dan

hak-hak lainnya yang adil dan layak.(2) Ketentuan mengenai gaji dan hak-hak lainnya sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 27(1) Untuk membina persatuan dan kesatuan serta meningkatkan semangat

kerja dan moril, diadakan peraturan disiplin anggota Kepolisian NegaraRepublik Indonesia.

(2) Ketentuan mengenai peraturan disiplin sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 28(1) Kepolisian Negara Republik Indonesia bersikap netral dalam kehidupan

politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis.(2) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak menggunakan hak

memilih dan dipilih.(3) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan

di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinaskepolisian.

Page 220: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

205

Pasal 29(1) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tunduk pada kekuasaan

peradilan umum.(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan

Peraturan Pemerintah.

Pasal 30(1) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat diberhentikan dengan

hormat atau tidak dengan hormat.(2) Usia pensiun maksimum anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia

58 (lima puluh delapan) tahun dan bagi anggota yang memiliki keahliankhusus dan sangat dibutuhkan dalam tugas kepolisian dapat dipertahankansampai dengan 60 (enam puluh) tahun.

(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) diaturlebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VPEMBINAAN PROFESI

Pasal 31Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas danwewenangnya harus memiliki kemampuan profesi.

Pasal 32(1) Pembinaan kemampuan profesi pejabat Kepolisian Negara Republik Indo-

nesia diselenggarakan melalui pembinaan etika profesi dan pengembanganpengetahuan serta pengalamannya di bidang teknis kepolisian melaluipendidikan, pelatihan, dan penugasan secara berjenjang dan berlanjut.

(2) Pembinaan kemampuan profesi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diaturlebih lanjut dengan Keputusan Kapolri.

Pasal 33Guna menunjang pembinaan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32dilakukan pengkajian, penelitian, serta pengembangan ilmu dan teknologikepolisian.

Pasal 34(1) Sikap dan perilaku pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia terikat

pada Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.(2) Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menjadi

Lampiran

Page 221: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

206

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

pedoman bagi pengemban fungsi kepolisian lainnya dalam melaksanakantugas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dilingkungannya.

(3) Ketentuan mengenai Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indo-nesia diatur dengan Keputusan Kapolri.

Pasal 35(1) Pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indo-

nesia oleh pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia diselesaikan olehKomisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(2) Ketentuan mengenai susunan organisasi dan tata kerja Komisi Kode EtikKepolisian Negara Republik Indonesia diatur dengan Keputusan Kapolri.

Pasal 36(1) Setiap pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dan pengemban fungsi

kepolisian lainnya wajib menunjukkan tanda pengenal sebagai keabsahanwewenang dan tanggung jawab dalam mengemban fungsinya.

(2) Ketentuan mengenai bentuk, ukuran, pengeluaran, pemakaian, danpenggunaan tanda pengenal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diaturdengan Keputusan Kapolri.

BAB VILEMBAGA KEPOLISIAN NASIONAL

Pasal 37(1) Lembaga kepolisian nasional yang disebut dengan Komisi Kepolisian

Nasional berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.(2) Komisi Kepolisian Nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk

dengan Keputusan Presiden.

Pasal 38(1) Komisi Kepolisian Nasional bertugas:

a. membantu Presiden dalam menetapkan arah kebijakan Kepolisian NegaraRepublik Indonesia; dan

b. memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pengangkatan danpemberhentian Kapolri.

(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), KomisiKepolisian Nasional berwenang untuk:a. mengumpulkan dan menganalisis data sebagai bahan pemberian saran

Page 222: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

207

kepada Presiden yang berkaitan dengan anggaran Kepolisian NegaraRepublik Indonesia, pengembangan sumber daya manusia KepolisianNegara Republik Indonesia, dan pengembangan sarana dan prasaranaKepolisian Negara Republik Indonesia;

b. memberikan saran dan pertimbangan lain kepada Presiden dalam upayamewujudkan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang profesionaldan mandiri; dan

c. menerima saran dan keluhan dari masyarakat mengenai kinerja kepolisiandan menyampaikannya kepada Presiden.

Pasal 39(1) Keanggotaan Komisi Kepolisian Nasional terdiri atas seorang Ketua

merangkap anggota, seorang Wakil Ketua merangkap anggota, seorangSekretaris merangkap anggota dan 6 (enam) orang anggota.

(2) Keanggotaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berasal dari unsur-unsur pemerintah, pakar kepolisian, dan tokoh masyarakat.

(3) Ketentuan mengenai susunan organisasi, tata kerja, pengangkatan danpemberhentian anggota Komisi Kepolisian Nasional diatur denganKeputusan Presiden.

Pasal 40Segala pembiayaan yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan tugasKomisi Kepolisian Nasional dibebankan pada Anggaran Pendapatan danBelanja Negara.

BAB VIIBANTUAN, HUBUNGAN, DAN KERJA SAMA

Pasal 41(1) Dalam rangka melaksanakan tugas keamanan, Kepolisian Negara Republik

Indonesia dapat meminta bantuan Tentara Nasional Indonesia yang diaturlebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

(2) Dalam keadaan darurat militer dan keadaan perang, Kepolisian NegaraRepublik Indonesia memberikan bantuan kepada Tentara Nasional Indo-nesia sesuai dengan peraturan perundangan-undangan.

(3) Kepolisian Negara Republik Indonesia membantu secara aktif tugaspemeliharaan perdamaian dunia di bawah bendera Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Lampiran

Page 223: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

208

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

Pasal 42(1) Hubungan dan kerja sama Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan

badan, lembaga, serta instansi di dalam dan di luar negeri didasarkan atassendi-sendi hubungan fungsional, saling menghormati, saling membantu,mengutamakan kepentingan umum, serta memperhatikan hierarki.

(2) Hubungan dan kerja sama di dalam negeri dilakukan terutama denganunsur-unsur pemerintah daerah, penegak hukum, badan, lembaga, instansilain, serta masyarakat dengan mengembangkan asas partisipasi dansubsidiaritas.

(3) Hubungan dan kerja sama luar negeri dilakukan terutama dengan badan-badan kepolisian dan penegak hukum lain melalui kerja sama bilateralatau multilateral dan badan pencegahan kejahatan baik dalam rangka tugasoperasional maupun kerja sama teknik dan pendidikan serta pelatihan.

(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), (2), dan (3)diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VIIIKETENTUAN PERALIHAN

Pasal 43Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku :a. semua peraturan perundang-undangan yang merupakan pelaksanaan

mengenai Kepolisian Negara Republik Indonesia dinyatakan tetap berlakusepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.

b. tindak pidana yang dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara RepublikIndonesia yang sedang diperiksa baik di tingkat penyidikan maupunpemeriksaan di pengadilan militer dan belum mendapat putusan pengadilanyang mempunyai kekuatan hukum tetap berlaku ketentuan peraturanperundang-undangan peradilan militer.

c. tindak pidana yang dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara RepublikIndonesia yang belum diperiksa baik di tingkat penyidikan maupunpemeriksaan di pengadilan militer berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan di lingkungan peradilan umum.

BAB IXKETENTUAN PENUTUP

Pasal 44

Page 224: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

209

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 28Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 1997 Nomor 81, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 3710) dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 45Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indo-nesia.

Disahkan di Jakartapada tanggal 8 Januari 2002

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,ttd

MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Diundangkan di Jakartapada tanggal 8 Januari 2002SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,ttdBAMBANG KESOWO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2002 NOMOR 2

PENJELASANATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 2 TAHUN 2002

TENTANGKEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. UMUMPeraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pelaksanaan tugas

Kepolisian Negara Republik Indonesia sebelum Undang-Undang ini berlakuadalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara

Lampiran

Page 225: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

210

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 81, TambahanLembaran Negara Nomor 3710) sebagai penyempurnaan dari Undang-UndangNomor 13 Tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kepolisian Negara(Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Nomor2289).

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara RepublikIndonesia telah memuat pokok-pokok mengenai tujuan, kedudukan, peranandan tugas serta pembinaan profesionalisme kepolisian, tetapi rumusanketentuan yang tercantum di dalamnya masih mengacu kepada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan PokokPertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun1982 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3234) sebagaimana telahdiubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988 (Lembaran Negara Tahun1988 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3368), dan Undang-UndangNomor 2 Tahun 1988 tentang Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indone-sia (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Nomor3369) sehingga watak militernya masih terasa sangat dominan yang padagilirannya berpengaruh pula kepada sikap perilaku pejabat kepolisian dalampelaksanaan tugasnya di lapangan.

Oleh karena itu, Undang-Undang ini diharapkan dapat memberikanpenegasan watak Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimanadinyatakan dalam Tri Brata dan Catur Prasatya sebagai sumber nilai Kode EtikKepolisian yang mengalir dari falsafah Pancasila.

Perkembangan kemajuan masyarakat yang cukup pesat, seiring denganmerebaknya fenomena supremasi hukum, hak asasi manusia, globalisasi,demokratisasi, desentralisasi, transparansi, dan akuntabilitas, telah melahirkanberbagai paradigma baru dalam melihat tujuan, tugas, fungsi, wewenang dantanggung jawab Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnyamenyebabkan pula tumbuhnya berbagai tuntutan dan harapan masyarakatterhadap pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia yang makinmeningkat dan lebih berorientasi kepada masyarakat yang dilayaninya.

Sejak ditetapkannya Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945 Bab XII tentang Pertahanan dan KeamananNegara, Ketetapan MPR RI No. VI/MPR/2000 dan Ketetapan MPR RI No.VII/MPR 2000, maka secara konstitusional telah terjadi perubahan yangmenegaskan rumusan tugas, fungsi, dan peran Kepolisian Negara RepublikIndonesia serta pemisahan kelembagaan Tentara Nasional Indonesia danKepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peran dan fungsi masing-

Page 226: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

211

masing.Undang-Undang ini telah didasarkan kepada paradigma baru sehingga

diharapkan dapat lebih memantapkan kedudukan dan peranan serta pelaksanaantugas Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai bagian integral darireformasi menyeluruh segenap tatanan kehidupan bangsa dan negara dalammewujudkan masyarakat madani yang adil, makmur, dan beradab berdasarkanPancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945 Perubahan Kedua, Ketetapan MPR RI No. VI/MPR/2000 dan KetetapanMPR RI No. VII/MPR/2000, keamanan dalam negeri dirumuskan sebagai for-mat tujuan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan secara konsistendinyatakan dalam perincian tugas pokok yaitu memelihara keamanan danketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta melindungi, mengayomi,dan melayani masyarakat. Namun, dalam penyelenggaraan fungsi kepolisian,Kepolisian Negara Republik Indonesia secara fungsional dibantu olehkepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentukpengamanan swakarsa melalui pengembangan asas subsidiaritas dan asaspartisipasi.

Asas legalitas sebagai aktualisasi paradigma supremasi hukum, dalamUndang-Undang ini secara tegas dinyatakan dalam perincian kewenanganKepolisian Negara Republik Indonesia, yaitu melakukan penyelidikan danpenyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidanadan peraturan perundang-undangan lainnya.

Namun, tindakan pencegahan tetap diutamakan melalui pengembanganasas preventif dan asas kewajiban umum kepolisian, yaitu memelihara keamanandan ketertiban masyarakat. Dalam hal ini setiap pejabat Kepolisian NegaraRepublik Indonesia memiliki kewenangan diskresi, yaitu kewenangan untukbertindak demi kepentingan umum berdasarkan penilaian sendiri.

Oleh karena itu, Undang-Undang ini mengatur pula pembinaan profesidan kode etik profesi agar tindakan pejabat Kepolisian Negara Republik Indo-nesia dapat dipertanggungjawabkan, baik secara hukum, moral, maupun secarateknik profesi dan terutama hak asasi manusia.

Begitu pentingnya perlindungan dan pemajuan hak asasi manusia karenamenyangkut harkat dan martabat manusia, Negara Republik Indonesia telahmembentuk Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang ratifikasi Konvensimenentang penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam,tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia, Undang-Undang Nomor

Lampiran

Page 227: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

212

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 26Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Setiap anggota KepolisianNegara Republik Indonesia wajib mempedomani dan menaati ketentuanUndang-Undang di atas.

Di samping memperhatikan hak asasi manusia dalam setiap melaksanakantugas dan wewenangnya, setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indone-sia wajib pula memperhatikan perundang-undangan yang berkaitan dengantugas dan wewenangnya, antara lain Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981tentang Hukum Acara Pidana, ketentuan perundang-undangan yang mengaturotonomi khusus, seperti Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan ProvinsiPapua serta peraturan perundang-undangan lainnya yang menjadi dasar hukumpelaksanaan tugas dan wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Undang-Undang ini menampung pula pengaturan tentang keanggotaanKepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana diamanatkan oleh UndangUndang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-UndangNomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran NegaraTahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890) yangmeliputi pengaturan tertentu mengenai hak anggota Kepolisian NegaraRepublik Indonesia baik hak kepegawaian, maupun hak politik, dankewajibannya tunduk pada kekuasaan peradilan umum.

Substansi lain yang baru dalam Undang-Undang ini adalah diaturnyalembaga kepolisian nasional yang tugasnya memberikan saran kepada Presidententang arah kebijakan kepolisian dan pertimbangan dalam pengangkatan danpemberhentian Kapolri sesuai amanat Ketetapan MPR RI No. VII/MPR/2000,selain terkandung pula fungsi pengawasan fungsional terhadap kinerjaKepolisian Negara Republik Indonesia sehingga kemandirian danprofesionalisme Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat terjamin.

Dengan landasan dan pertimbangan sebagaimana telah diuraikansebelumnya, dalam kebulatannya yang utuh serta menyeluruh, diadakanpenggantian atas Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997 tentang KepolisianNegara Republik Indonesia yang tidak hanya memuat susunan dan kedudukan,fungsi, tugas dan wewenang serta peranan kepolisian, tetapi juga mengaturtentang keanggotaan, pembinaan profesi, lembaga kepolisian nasional, bantuandan hubungan serta kerja sama dengan berbagai pihak, baik di dalam negerimaupun di luar negeri.

Meskipun demikian, penerapan Undang-Undang ini akan ditentukan olehkomitmen para pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia terhadap

Page 228: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

213

pelaksanaan tugasnya dan juga komitmen masyarakat untuk secara aktifberpartisipasi dalam mewujudkan Kepolisian Negara Republik Indonesia yangmandiri, profesional, dan memenuhi harapan masyarakat.

II. PASAL DEMI PASALPasal 1Cukup jelasPasal 2Fungsi kepolisian harus memperhatikan semangat penegakan HAM, hukumdan keadilan.

Pasal 3Ayat (1)Yang dimaksud dengan “dibantu” ialah dalam lingkup fungsi kepolisian,bersifat bantuan fungsional dan tidak bersifat struktural hierarkis.

Huruf aYang dimaksud dengan “kepolisian khusus” ialah instansi dan/ataubadan Pemerintah yang oleh atau atas kuasa undang-undang (peraturanperundang-undangan) diberi wewenang untuk melaksanakan fungsikepolisian dibidang teknisnya masing-masing.Wewenang bersifat khusus dan terbatas dalam “lingkungan kuasa soal-soal” (zaken gebied) yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya.Contoh “kepolisian khusus” yaitu Balai Pengawasan Obat dan Makanan(Ditjen POM Depkes), Polsus Kehutanan, Polsus di lingkungan Imigrasidan lain-lain.

Huruf bCukup jelas

Huruf cYang dimaksud dengan “bentuk-bentuk pengamanan swakarsa” adalahsuatu bentuk pengamanan yang diadakan atas kemauan, kesadaran,dan kepentingan masyarakat sendiri yang kemudian memperolehpengukuhan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia, seperti satuanpengamanan lingkungan dan badan usaha di bidang jasa pengamanan.Bentuk-bentuk pengamanan swakarsa memiliki kewenangan kepolisianterbatas dalam “lingkungan kuasa tempat” (teritoir gebied/ruimte gebied)meliputi lingkungan pemukiman, lingkungan kerja, lingkungan

Lampiran

Page 229: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

214

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

pendidikan.Contohnya adalah satuan pengamanan lingkungan di pemukiman,satuan pengamanan pada kawasan perkantoran atau satuan pengamananpada pertokoan.Pengaturan mengenai pengamanan swakarsa merupakan kewenanganKapolri.

Ayat (2)Cukup jelas

Pasal 4Hak asasi manusia adalah hak dasar yang secara alamiah melekat pada setiapmanusia dalam kehidupan masyarakat, meliputi bukan saja hak perseoranganmelainkan juga hak masyarakat, bangsa dan negara yang secara utuh terdapatdalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sertasesuai pula dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Declaration of Hu­man Rights, 1948 dan konvensi internasional lainnya.

Pasal 5Cukup jelas

Pasal 6Ayat (1)Wilayah Negara Republik Indonesia adalah wilayah hukum berlakunyakedaulatan Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelaksanaan fungsi Kepolisian Negara RepublikIndonesia meliputi seluruh wilayah Negara Republik Indonesia, sehinggasetiap pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat melaksanakankewenangannya di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia, terutamadi wilayah dia ditugaskan.Ayat (2)Untuk melaksanakan peran dan fungsinya secara efektif dan efisien, wilayahNegara Republik Indonesia dibagi dalam daerah hukum menurutkepentingan pelaksanaan tugas dan wewenang Kepolisian Negara RepublikIndonesia dengan memperhatikan luas wilayah, keadaan penduduk, dankemampuan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pembagian daerahhukum tersebut diusahakan serasi dengan pembagian wilayah administra-tif pemerintahan di daerah dan perangkat sistem peradilan pidana terpadu.

Page 230: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

215

Ayat (3)Cukup jelas

Pasal 7Cukup jelas

Pasal 8Ayat (1)Cukup jelasAyat (2)Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam pelaksanaan tugasnyabertanggung jawab kepada Presiden baik dibidang fungsi kepolisian pre-ventif maupun represif yustisial. Namun demikian pertanggungjawabantersebut harus senantiasa berdasar kepada ketentuan peraturan perundang-undangan, sehingga tidak terjadi intervensi yang dapat berdampak negatifterhadap pemuliaan profesi kepolisian.

Pasal 9Ayat (1)Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai pimpinan teknis kepolisianmenetapkan kebijakan teknis kepolisian bagi seluruh pengemban fungsidan mengawasi serta mengendalikan pelaksanaannya.Ayat (2)Cukup jelas

Pasal 10Cukup jelas

Pasal 11Ayat (1)Yang dimaksud “dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat” adalahsetelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.Ayat (2)Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia terhadap usulpemberhentian dan pengangkatan Kapolri dilaksanakan sesuai denganketentuan yang berlaku di lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat. Usulpemberhentian Kapolri disampaikan oleh Presiden dengan disertai alasanyang sah, antara lain masa jabatan Kapolri yang bersangkutan telah berakhir,atas permintaan sendiri, memasuki usia pensiun, berhalangan tetap, dijatuhipidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Apabila Dewan

Lampiran

Page 231: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

216

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

Perwakilan Rakyat menolak usul pemberhentian Kapolri, maka Presidenmenarik kembali usulannya, dan dapat mengajukan kembali permintaanpersetujuan pemberhentian Kapolri pada masa persidangan berikutnya.Ayat (3)Yang dimaksud dengan “dua puluh hari kerja DPR-RI” ialah hari kerja diDPR-RI tidak termasuk hari libur dan masa reses.Sedangkan yang dimaksud dengan “sejak kapan surat Presiden tersebutberlaku” ialah sejak surat Presiden diterima oleh Sekjen DPR-RI dan diterimasecara administratif.Ayat (4)Cukup jelasAyat (5)Yang dimaksud dengan “dalam keadaan mendesak” ialah suatu keadaanyang secara yuridis mengharuskan Presiden menghentikan sementaraKapolri karena melanggar sumpah jabatan dan membahayakan keselamatannegara.Ayat (6)Yang dimaksud dengan “jenjang kepangkatan” ialah prinsip senioritas dalamarti penyandang pangkat tertinggi dibawah Kapolri yang dapat dicalonkansebagai Kapolri.Sedangkan yang dimaksud dengan “jenjang karier” ialah pengalamanpenugasan dari Pati calon Kapolri pada berbagai bidang profesi kepolisianatau berbagai macam jabatan di kepolisian.Ayat (7)Cukup jelasAyat (8)Cukup jelas

Pasal 12Ayat (1)Jabatan penyidik dan penyidik pembantu sebagai jabatan fungsional terkaitdengan sifat keahlian teknis yang memungkinkan kelancaran pelaksanaantugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia.Ayat (2)Yang dimaksud dengan “ditentukan” adalah suatu proses intern KepolisianNegara Republik Indonesia untuk menentukan jabatan fungsional lainnya

Page 232: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

217

yang diperlukan di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 13Rumusan tugas pokok tersebut bukan merupakan urutan prioritas, ketiga-tiganya sama penting, sedangkan dalam pelaksanaannya tugas pokok manayang akan dikedepankan sangat tergantung pada situasi masyarakat danlingkungan yang dihadapi karena pada dasarnya ketiga tugas pokok tersebutdilaksanakan secara simultan dan dapat dikombinasikan. Di samping itu, dalampelaksanaan tugas ini harus berdasarkan norma hukum, mengindahkan normaagama, kesopanan, dan kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Pasal 14Ayat (1)

Huruf aCukup jelasHuruf bCukup jelasHuruf cCukup jelasHuruf dCukup jelasHuruf eCukup jelasHuruf fCukup jelasHuruf gKetentuan Undang-Undang Hukum Acara Pidana memberikan perananutama kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam penyelidikandan penyidikan sehingga secara umum diberi kewenangan untukmelakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana.Namun demikian, hal tersebut tetap memperhatikan dan tidakmengurangi kewenangan yang dimiliki oleh penyidik lainnya sesuaidengan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnyamasing-masing.Huruf hPenyelenggaraan identifikasi kepolisian dimaksudkan untuk kepentinganpenyidikan tindak pidana dan pelayanan identifikasi non tindak pidana

Lampiran

Page 233: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

218

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

bagi masyarakat dan instansi lain dalam rangka pelaksanaan fungsikepolisian.Adapun kedokteran kepolisian adalah meliputi antara lain kedokteranforensik, odontologi forensik, dan pskiatri forensik yang diperlukanuntuk mendukung pelaksanaan tugas kepolisian.Huruf iCukup jelasHuruf jHal ini dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesiasebatas pengetahuan dan kemampuannya untuk kepentingan penegakanhukum, perlindungan, dan pelayanan masyarakat.Huruf kCukup jelasHuruf lCukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Pasal 15Ayat (1)

Huruf aCukup jelasHuruf bCukup jelasHuruf cYang dimaksud dengan “penyakit masyarakat” antara lain pengemisandan pergelandangan, pelacuran, perjudian, penyalahgunaan obat dannarkotika, pemabukan, perdagangan manusia, penghisapan/praktiklintah darat, dan pungutan liar.Wewenang yang dimaksud dalam ayat (1) ini dilaksanakan secaraterakomodasi dengan instansi terkait sesuai dengan peraturanperundang-undangan.Huruf dYang dimaksud dengan “aliran” adalah semua aliran atau paham yangdapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuanbangsa antara lain aliran kepercayaan yang bertentangan dengan falsafahdasar Negara Republik Indonesia.

Page 234: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

219

Huruf eCukup jelasHuruf fTindakan kepolisian adalah upaya paksa dan/atau tindakan lain menuruthukum yang bertanggung jawab guna mewujudkan tertib dan tegaknyahukum serta terbinanya ketenteraman masyarakat.Huruf gCukup jelasHuruf hCukup jelasHuruf iKeterangan dan barang bukti dimaksud adalah yang berkaitan baikdengan proses pidana maupun dalam rangka tugas kepolisian padaumumnya.Huruf jYang dimaksud dengan “Pusat Informasi Kriminal Nasional” adalahsistem jaringan dari dokumentasi kriminal yang memuat baik datakejahatan dan pelanggaran maupun kecelakaan dan pelanggaran lalulintas serta regristrasi dan identifikasi lalu lintas.Huruf kSurat Izin dan/atau surat keterangan yang dimaksud dikeluarkan atasdasar permintaan yang berkepentingan.Huruf lWewenang tersebut dilaksanakan berdasarkan permintaan instansi yangberkepentingan atau permintaan masyarakat.Huruf mYang dimaksud dengan “barang temuan” adalah barang yang tidakdiketahui pemiliknya yang ditemukan oleh anggota Kepolisian NegaraRepublik Indonesia atau masyarakat yang diserahkan kepada KepolisianNegara Republik Indonesia.Barang temuan itu harus dilindungi oleh Kepolisian Negara RepublikIndonesia dengan ketentuan apabila dalam jangka waktu tertentu tidakdiambil oleh yang berhak akan diselesaikan sesuai dengan peraturanperundang-undangan.Kepolisian Negara Republik Indonesia setelah menerima barang temuan

Lampiran

Page 235: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

220

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

wajib segera mengumumkan melalui media cetak, media elektronik dan/atau media pengumuman lainnya.

Ayat (2)Huruf aKeramaian umum yang dimaksud dalam hal ini sesuai dengan ketentuanPasal 510 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yaitukeramaian atau tontonan untuk umum dan mengadakan arak-arakandi jalan umum.Kegiatan masyarakat lainnya adalah kegiatan yang dapat membahayakankeamanan umum seperti diatur dalam Pasal 495 ayat (1), 496, 500, 501ayat (2), dan 502 ayat (1) KUHP.Huruf bCukup jelasHuruf cCukup jelasHuruf dKegiatan politik yang memerlukan pemberitahuan kepada KepolisianNegara Republik Indonesia adalah kegiatan politik sebagaimana diaturdalam perundang-undangan di bidang politik, antara lain kegiatankampanye pemilihan umum (pemilu), pawai politik, penyebaran pamflet,dan penampilan gambar/lukisan bermuatan politik yang disebarkankepada umum.Huruf eYang dimaksud dengan “senjata tajam” dalam Undang-Undang ini adalahsenjata penikam, senjata penusuk, dan senjata pemukul, tidak termasukbarang-barang yang nyata-nyata dipergunakan untuk pertanian, atauuntuk pekerjaan rumah tangga, atau untuk kepentingan melakukanpekerjaan yang sah, atau nyata untuk tujuan barang pusaka, atau barangkuno, atau barang ajaib sebagaimana diatur dalam Undang-UndangNomor 12/Drt/1951.Huruf fCukup jelasHuruf gCukup jelasHuruf hYang dimaksud dengan “kejahatan internasional” adalah kejahatan

Page 236: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

221

tertentu yang disepakati untuk ditanggulangi antar negara, antara lainkejahatan narkotika, uang palsu, terorisme, dan perdagangan manusia.Huruf iCukup jelasHuruf jDalam pelaksanaan tugas ini Kepolisian Negara Republik Indonesiaterikat oleh ketentuan hukum internasional, baik perjanjian bilateralmaupun perjanjian multilateral.Dalam hubungan tersebut Kepolisian Negara Republik Indonesia dapatmemberikan bantuan untuk melakukan tindakan kepolisian ataspermintaan dari negara lain, sebaliknya Kepolisian Negara RepublikIndonesia dapat meminta bantuan untuk melakukan tindakan kepolisiandari negara lain sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan hukumdari kedua negara.Organisasi kepolisian internasional yang dimaksud, antara lain, Inter­national Criminal Police Organization (ICPO­Interpol).Fungsi National Central Bureau ICPO-Interpol Indonesia dilaksanakanoleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.Huruf kCukup jelas

Ayat (3)Cukup jelas

Pasal 16Ayat (1)

Huruf aCukup jelasHuruf bLarangan kepada setiap orang untuk meninggalkan atau memasukitempat kejadian perkara maksudnya untuk pengamanan tempat kejadianperkara serta barang bukti.Huruf cCukup jelasHuruf dKewenangan ini merupakan kewenangan umum dan kewenangan dalam

Lampiran

Page 237: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

222

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

proses pidana, dalam pelaksanaannya anggota Kepolisian NegaraRepublik Indonesia wajib menunjukkan identitasnya.Huruf eCukup jelasHuruf fCukup jelasHuruf gCukup jelasHuruf hCukup jelasHuruf iYang dimaksud dengan “menyerahkan berkas perkara kepada penuntutumum”, termasuk tersangka dan barang buktinya.Huruf jPejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dapat mengajukanpermintaan cegah tangkal dalam keadaan mendesak atau mendadakpaling rendah setingkat Kepala Kepolisian Resort, selanjutnya palinglambat dua puluh hari harus dikukuhkan oleh Keputusan Kapolri.Huruf kCukup jelasHuruf lCukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Pasal 17Cukup jelas

Pasal 18Ayat (1)Yang dimaksud dengan “bertindak menurut penilaiannya sendiri” adalahsuatu tindakan yang dapat dilakukan oleh anggota Kepolisian NegaraRepublik Indonesia yang dalam bertindak harus mempertimbangkan manfaatserta resiko dari tindakannya dan betul-betul untuk kepentingan umum.Ayat (2)Cukup jelasPasal 19

Page 238: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

223

Cukup jelasPasal 20Cukup jelas

Pasal 21Ayat (1)Kata “sekurang-kurangnya” dimaksudkan untuk menjelaskan sebagianpersyaratan yang bersifat mutlak, karena selain yang tercantum dalamUndang-Undang ini masih ada persyaratan lain yang harus dipenuhi.Ayat (2)Yang dimaksud dengan “pembinaan anggota Kepolisian Negara RepublikIndonesia” meliputi penyediaan, pendidikan, penggunaan, perawatan danpengakhiran dinas.

Pasal 22Cukup jelas

Pasal 23Kalimat pengantar dan penutup sumpah/janji bagi calon anggota yang akandisumpah/janji disesuaikan dengan agama dan kepercayaannya.

Pasal 24Ayat (1)Yang dimaksud dengan “menjalani ikatan dinas” adalah suatu kewajibanbagi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk bekerja dilingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia selama kurun waktutertentu mengaplikasikan Ilmu Pengetahuan Kepolisian yang diperoleh dariLembaga Pendidikan Pembentukan anggota Kepolisian Negara RepublikIndonesia melalui pengabdiannya kepada bangsa dan negara Republik In-donesia dengan patuh serta taat menjalankan pekerjaannya.Ayat (2)Cukup jelas

Pasal 25Cukup jelas

Pasal 26Cukup jelas

Pasal 27

Lampiran

Page 239: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

224

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

Cukup jelas

Pasal 28Ayat (1)Yang dimaksud dengan “bersikap netral” adalah bahwa anggota KepolisianNegara Republik Indonesia bebas dari pengaruh semua partai politik,golongan dan dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.Ayat (2)Meskipun anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak mengguna-kan hak memilih dan dipilih, namun keikutsertaan Kepolisian NegaraRepublik Indonesia dalam menentukan arah kebijakan nasional disalurkanmelalui Majelis Permusyawaratan Rakyat sesuai ketentuan peraturanperundang-undangan yang berlaku.Ayat (3)Yang dimaksud dengan “jabatan di luar kepolisian” adalah jabatan yangtidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian atau tidak berdasarkanpenugasan dari Kapolri.

Pasal 29Ayat (1)Cukup jelasAyat (2)Hal-hal yang diatur dalam Peraturan Pemerintah adalah menyangkutpelaksanaan teknis institusional.

Pasal 30Ayat (1)Cukup jelasAyat (2)Secara umum usia pensiun maksimum anggota Polri 58 tahun, bagi yangmempunyai keahlian khusus dapat diperpanjang sampai dengan usia 60tahun.Ayat (3)Cukup jelas

Pasal 31Cukup jelas

Pasal 32

Page 240: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

225

Ayat (1)Pembinaan kemampuan profesi anggota Kepolisian Negara Republik Indo-nesia dilaksanakan melalui pembinaan etika profesi dan pengembanganpengetahuan serta pengalaman penugasan secara berjenjang, berlanjut,dan terpadu.Peningkatan dan pengembangan pengetahuan dapat dilaksanakan melaluipendidikan dan pelatihan, baik di dalam maupun di luar lingkunganKepolisian Negara Republik Indonesia, di lembaga pendidikan di dalamatau di luar negeri, serta berbagai bentuk pelatihan lainnya sepanjang untukmeningkatkan profesionalisme. Sedangkan pengalaman maksudnya adalahmeliputi jenjang penugasan yang diarahkan untuk memantapkan kemam-puan dan prestasi. Tuntutan pelaksanaan tugas serta pembinaan kemampuanprofesi Kepolisian Negara Republik Indonesia mengharuskan adanyalembaga pendidikan tinggi kepolisian yang menyelenggarakan pendidikanilmu kepolisian yang bersifat akademik maupun profesi dan pengkajianteknologi kepolisian.Ayat (2)Cukup jelas

Pasal 33Cukup jelasPasal 34

Ayat (1)Ayat ini mengamanatkan agar setiap anggota Kepolisian Negara RepublikIndonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya harus dapatmencerminkan kepribadian Bhayangkara Negara seutuhnya, yaitu pejuangpengawal dan pengaman Negara Republik Indonesia. Selain itu, untukmengabdikan diri sebagai alat negara penegak hukum, yang tugas danwewenangnya bersangkut paut dengan hak dan kewajiban warga negarasecara langsung, diperlukan kesadaran dan kecakapan teknis yang tinggi,oleh karena itu setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia harusmenghayati dan menjiwai etika profesi kepolisian yang tercermin dalamsikap dan perilakunya. Etika profesi kepolisian tersebut dirumuskan dalamkode etik Kepolisian Negara Republik Indonesia yang merupakan kristalisasinilai-nilai yang terkandung dalam Tribrata dan Catur Prasatya yang dilandasidan dijiwai oleh Pancasila.Ayat (2)

Lampiran

Page 241: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

226

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

Cukup jelasAyat (3)Cukup jelas

Pasal 35Ayat (1)Mengingat dalam pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indone-sia berkaitan erat dengan hak serta kewajiban warga negara dan masyarakatsecara langsung serta diikat oleh kode etik profesi Kepolisian NegaraRepublik Indonesia, maka dalam hal seorang anggota Kepolisian NegaraRepublik Indonesia yang melaksanakan tugas dan wewenangnya dianggapmelanggar etika profesi, maka anggota tersebut harus mempertanggung-jawabkan perbuatannya di hadapan Komisi Kode Etik Kepolisian NegaraRepublik Indonesia. Ayat ini dimaksudkan untuk pemuliaan profesi kepoli-sian, sedangkan terhadap pelanggaran hukum disiplin dan hukum pidanadiselesaikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.Ayat (2)Anggota Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia sepenuh-nya anggota Polri yang masih aktif dan mengenai susunannya disesuaikandengan fungsi dan kepangkatan anggota yang melanggar kode etik.

Pasal 36Ayat (1)Tanda pengenal dimaksud guna memberikan jaminan kepastian bagimasyarakat bahwa dirinya berhadapan dengan petugas resmi.Ayat (2)Cukup jelas

Pasal 37Cukup jelas

Pasal 38Ayat (1)

Huruf aArah kebijakan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang ditetapkanPresiden merupakan pedoman penyusunan kebijakan teknis Kepolisianyang menjadi lingkup kewenangan Kapolri.Huruf b

Page 242: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

227

Cukup jelasAyat (2)Huruf aCukup jelasHuruf bCukup jelasHuruf cYang dimaksud dengan “keluhan” dalam ayat ini menyangkut penyalah-gunaan wewenang, dugaan korupsi, pelayanan yang buruk, perlakuandiskriminatif, dan penggunaan diskresi yang keliru, dan masyarakatberhak memperoleh informasi mengenai penanganan keluhannya.

Pasal 39Ayat (1)Cukup jelasAyat (2)Yang dimaksud dengan “unsur-unsur Pemerintah” ialah pejabat Pemerintahsetingkat Menteri eks officio. Yang dimaksud dengan “pakar kepolisian”ialah seseorang yang ahli di bidang ilmu kepolisian.Yang dimaksud dengan “tokoh masyarakat” ialah pimpinan informalmasyarakat yang telah terbukti menaruh perhatian terhadap kepolisian.Ayat (3)Cukup jelas

Pasal 40Cukup jelasPasal 41

Ayat (1)Cukup jelasAyat (2)Cukup jelasAyat (3)Yang dimaksud dengan “tugas pemeliharaan perdamaian dunia” (Peace Keep­ing Operation) adalah tugas-tugas yang diminta oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada suatu negara tertentu dengan biaya operasional,pertanggungjawaban dan penggunaan atribut serta bendera PBB.

Lampiran

Page 243: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

228

Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.

Pasal 42Ayat (1)Cukup jelasAyat (2)Hubungan kerja sama Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan pihaklain dimaksudkan untuk kelancaran tugas kepolisian secara fungsionaldengan tidak mencampuri urusan instansi masing-masing.Khusus hubungan kerja sama dengan Pemerintah Daerah adalah memberi-kan pertimbangan aspek keamanan umum kepada Pemerintah Daerah daninstansi terkait serta kegiatan masyarakat, dalam rangka menegakkankewibawaan penyelenggaraan pemerintahan di daerah sesuai denganperaturan perundang-undangan.Ayat (3)Yang dimaksud dengan “kerja sama multilateral”, antara lain kerja samadengan International Criminal Police Organization­Interpol dan Aseanapol.Ayat (4)Cukup jelas

Pasal 43Cukup jelas

Pasal 44Cukup jelas

Pasal 45Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4168

Page 244: Dr. Yoyok Ucuk Suyono, S.H., M.Hum.repository.unitomo.ac.id/1809/1/hukum kepolisian-layout.pdf · 2019. 8. 20. · undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,