makalah uji kompetensi_dwi p-moewardi

Upload: andi-fittrani

Post on 08-Jan-2016

253 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ujian moewardi

TRANSCRIPT

BAB I

PAGE

MAKALAH

UPAYA PERAWAT DALAM PENURUNAN KECEMASAN KELUARGA DENGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK pasien pre operasi craniotomydi Ruang HCU IGD RSUD Dr. MoewardiDisusun sebagai syarat dalam rangka mengikuti

uji kompetensi keperawatan

Oleh :

DWI PURWANIPerawat RSUD Dr. Moewardi Surakarta

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI

TAHUN 2012

MAKALAH

UPAYA PERAWAT DALAM PENURUNAN KECEMASAN KELUARGA DENGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK pasien pre operasi craniotomydi Ruang HCU IGD RSUD Dr. MoewardiDisusun guna memenuhi persyaratan Uji Kompetensi Penggunaan Gelar

Disusun Oleh :

DWI PURWANIPerawat RSUD Dr. Moewardi Surakarta

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI

TAHUN 2012

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN COVER

i

HALAMAN HALAMAN JUDUL.

ii

DAFTAR ISI

vii

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

1

B. Rumusan Masalah

4

C. Tujuan Penelitian

4BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

5

1. Peran Perawat

5

2. Fungsi Perawat

6

3. Kecemasan

8

4. Komunikasi Terapeutik

12

5. Craniotomy

17B. Kerangka Konsep

17BAB IIIPEMBAHASAN

A. Cidera Kepala

18B. Stroke

21C. Tumor Otak

22BAB IVPENUTUPA. Simpulan

24B. Saran

24DAFTAR PUSTAKA BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut WHO (2008) bahwa ditahun 2007 terjadi kecelakaan lalu lintas sekitar 66.200 tiap tahun. Hampir sepertiga dari 173.000 kematian akibat kecelakaan lalu lintas tiap tahun di wilayah Eropa. Sekitar 310.000 (16%) dari 2,6 milyar penderita mengalami kecacatan akibat kecelakaan lalu lintas (Suparjo, 2008). Kecelakaan lalu lintas merupakan pembunuh nomor 3 di Indonesia. Setiap tahunnya rata-rata 30.000 nyawa melayang di jalan raya (Detik.com, 2010).

Hal tersebut merupakan banyak kasus yang berdampak pada adanya cidera kepala. Cedera kepala merupakan gangguan traumatic yang menyebabkan gangguan fungsi otak disertai atau tanpa disertai perdarahan intertial dan tidak mengganggu jaringan (kontinuitas jaringan otak baik). Oleh karena otak merupakan suatu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat computer dari semua alat tubuh, jaringan otak dibungkus oleh selaput otak dan tulang tengkorak yang kuat dan terletak dalam cavum cranii. Seseorang yang mengalami cidera kepala tentunya akan berdampak pada timbulnya suatu kecemasan (Brunner dan Suddart, 2000).

Kecemasan merupakan satu perasaan subjektif yang dialami seseorang terutama oleh adanya pengalaman baru, termasuk pada pasien yang akan mengalami tindakan invasif seperti pembedahan. Dilaporkan pasien mengalami cemas karena hospitalisasi, pemeriksaan dan prosedur tindakan medik yang menyebabkan perasaan tidak nyaman (Rawlin, 1984).

Tindakan operasi sering menyebabkan kecemasan pada pasien. Menang-gulangi atau menurunkan kecemasan pasien adalah salah satu tugas perawat. Salah satu caranya yaitu dengan komunikasi (komunikasi terapeutik). Misalnya penjelasan tentang prosedur tindakan. Fenomena yang ada sekarang, bahwa komunikasi yang dilakukan perawat sebagai orang yang terdekat dan paling lama berada di dekat pasien cenderung mengarah pada tugas perawat dari pada mengenali kecemasan dan persepsi pasien tentang tindakan yang menyebabkan kecemasan. Terdapat bukti bahwa perbincangan antara perawat dan pasien cenderung mengarah pada tugas perawat daripada mengenali kecemasan dan pandangan-pandangan pasien (Ellis, dkk, 2000). Keperawatan pada intinya adalah sebuah proses interpersonal. Jika ini benar maka perawat yang berkompeten harus menjadi seorang komunikator yang efektif. Dengan demikian komunikasi keperawatan sangat penting dalam memberikan intervensi keperawatan. Perawat yang menjalankan rutinitas keperawatan pada pasien mempunyai kewenangan untuk mengurangi kecemasan pasien tentang keberadaannya di rumah sakit (Ellis, dkk, 2000).

Perawat dan pasien diperbolehkan memasuki hubungan interpersonal yang akrab. Pasien berhak mengetahui tentang asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat sebagai petugas kesehatan yang profesional. Komunikasi perawat yang diarahkan pada pencapaian tujuan untuk menyembuhkan pasien merupakan salah satu karakteristik komunikasi terapeutik (Purwanto, 2001).

Operasi adalah pengalaman baru bagi pasien yang menimbulkan kecemasan, respon pasien ditujukan melalui: ekspresi marah, bingung, apatis atau mengajukan pertanyaan. Kemampuan komunikasi terapeutik penting dalam mengidentifikasi dan mengatasi kecemasan pasien preoperasi. Dikatakan pula bahwa operasi merupakan masa kritis dan menghasilkan kecemasan. Kecemasan dapat dikurangi dengan tindakan keperawatan fokus pada komunikasi terapeutik bagi pasien dan keluarganya (Taylor, 2000).

Data yang diperoleh di Rekam Medis RSUD Dr. Moewardi Surakarta, tercantum bahwa jumlah pasien operasi craniotomy pada tahun 2009 sebanyak 294 pasien dan pada tahun 2010 sebanyak 312 pasien. Untuk pasien cidera kepala pada tahun 2010 menduduki urutan nomor kedua dibandingkan dengan jenis fraktur yang lain. Tercatat bahwa tahun 2009 sampai dengan tahun 2010 mengalami peningkatan jumlah pasien operasi craniotomy yaitu berjumlah 294 pasien pada tahun 2009, meningkat menjadi 312 pasien pada tahun 2010. Data di atas menunjukkan bahwa pasien operasi craniotomy meningkat sekitar 2,97%.

Pada studi pendahuluan yang dilakukan di ruang HCU RSUD Dr. Moewardi pada awal bulan Maret April tahun 2011 jumlah operasi craniotomy 31 kasus. Penulis menjumpai juga bahwa keluarga pasien operasi craniotomy sebagian besar mengalami tingkat kecemasan yang tinggi terutama pada awal-awal setelah tindakan pertama pre operasi. Keluarga pasien kawatir jika dilakukan tindakan operasi kesadaran pasien tidak akan pulih kembali, walaupun perawat sudah menjelaskan tentang hal-hal yang mungkin terjadi pada waktu dioperasi mereka merasa was-was bila terjadi sesuatu di meja operasi, dan biasanya terjadi penolakan terhadap tindakan operasi karena tidak ingin kehilangan anggota keluarganya setelah mengetahui resiko-resiko tindakan pembedahan operasi craniotomy. operasi craniotomy bisa menyebabkan kematian sesudah dilakukan tindakan operasi craniotomy, karena pada pasien cidera kepala pre craniotomy membutuhkan penanganan dan waktu yang cepat serta singkat.

Berdasarkan beberapa hal di atas, maka dalam makalah ini akan mengangkat judul : Upaya Perawat Dalam Menurunkan Kecemasan Keluarga dengan Komunikasi Terapeutik Pasien Pre Operasi Craniotomy di Ruang HCU IGD RSUD Dr. Moewardi.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan masalah: Bagaimana upaya perawat dalam menurunkan keluarga dengan komunikasi terapeutik pasien pre operasi craniotomy di Ruang HCU IGD RSUD Dr. Moewardi?.

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dalam penulisan ini adalah untuk Mengetahui upaya perawat dalam menurunkan keluarga dengan komunikasi terapeutik pasien pre operasi craniotomy di Ruang HCU IGD RSUD Dr. Moewardi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori1. Peran Perawat

Menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989 peran perawat terdiri dari :

a. Sebagai pemberi asuhan keperawatan. Peran ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan. Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan dari yang sederhana sampai dengan kompleks.

b. Sebagai advokat klien. Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan. Perawat juga berperan dalam mempertahankan & melindungi hak-hak pasien meliputi :

- Hak atas pelayanan sebaik-baiknya

- Hak atas informasi tentang penyakitnya

- Hak atas privacy

- Hak untuk menentukan nasibnya sendiri

- Hak menerima ganti rugi akibat kelalaian.

c. Sebagai educator. Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan.

d. Sebagai koordinator. Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberi pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien.

e. Sebagai kolaborator. Peran ini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapi, ahli gizi dll dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan.

f. Sebagai konsultan. Perawat berperan sebagai tempat konsultasi dengan mengadakan perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis & terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan

g. Sebagai pembaharu. Perawat mengadakan perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis dan erarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan

2. Fungsi Perawat

a. Fungsi Independen. Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, dimana perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan untuk memenuhi KDM.

b. Fungsi Dependen. Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas pesan atau instruksi dari perawat lain sebagai tindakan pelimpahan tugas yang diberikan. Biasanya dilakukan oleh perawat spesialis kepada perawat umum, atau dari perawat primer ke perawat pelaksana.

c. Fungsi Interdependen. Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan diantara tim satu dengan yang lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerjasama tim dalam pemebrian pelayanan. Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan juga dari dokter ataupun lainnya.

Keperawatan adalah bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko sosial dan spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada individu, kelompok dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh daur kehidupan manusia. Keperawatan merupakan ilmu terapan yang menggunakan keterampilan intelektual, keterampilan teknikal dan keterampilan interpersonal serta menggunakan proses keperawatan dalam membantu klien untuk mencapai tingkat kesehatan optimal.

Sebagai suatu profesi, keperawatan memiliki unsurunsur penting yang bertujuan mengarahkan kegiatan keperawatan yang dilakukan yaitu respon manusia sebagai fokus telaahan, kebutuhan dasar manusia sebagai lingkup garapan keperawatan dan kurang perawatan diri merupakan basis intervensi keperawatan baik akibat tuntutan akan kemandirian atau kurangnya kemampuan. Keperawatan juga merupakan serangkaian kegiatan yang bersifat terapeutik atau kegiatan praktik keperawatan yang memiliki efek penyembuhan terhadap kesehatan (Susan, 1994).

2.Kecemasana. Pengertian Kecemasan

Kecemasan atau dalam bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik. Menurut Ashadi (2008), Ansietas (kecemasan) merupakan satu keadaan yang ditandai oleh rasa khawatir disertai dengan gejala somatik yang menandakan suatu kegiatan berlebihan dari susunan saraf autonomic (SSA). Ansietas merupakan gejala yang umum tetapi non-spesifik yang sering merupakan satu fungsi emosi. Sedangkan depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya termasuk perubahan pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri.

Dari aspek klinik kecemasan dapat dijumpai pada orang yang menderita stres normal, pada orang yang menderita sakit fisik berat, lama dan kronik, pada orang dengan gangguan psikiatri berat (skizofrenia, gangguan bipoler dan depresi), dan pada segolongan penyakit yang berdiri sendiri yang dinamakan gangguan kecemasan (Sudiyanto, 2000).

Lefrancois (1980) cit Trismiati (2004) menyatakan bahwa kecemasan merupakan reaksi emosi yang tidak menyenangkan, yang ditandai dengan ketakutan. Hanya saja, menurut Lefrancois, pada kecemasan bahaya bersifat kabur, misalnya ada ancaman, adanya hambatan terhadap keinginan pribadi, adanya perasaan-perasaan tertekan yang muncul dalam kesadaran. Tidak jauh berbeda dengan pendapat Lefrancois (1971) cit Trismiati (2004), yang menyatakan bahwa kecemasan dapat terjadi karena kekecewaan, ketidakpuasan, perasaan tidak aman atau adanya permusuhan dengan orang lain.

Apabila individu tidak mampu mengendalikan atau meramal-kan situasi atau lingkungannya, baru akan timbul kecemasan yang patologis yang dapat berbentuk kecemasan jangka pendek atau kecemasan menahun yang tertanam dalam kepribadian individu dan dapat pula dalam bentuk serangan secara tidak disadari oleh seseorang.

b. Bentuk-bentuk Kecemasan

Tingkat kecemasan seseorang memberikan pergantian yang tepat dan tak tampak dalam suatu spektrum kesadaran, mulai dari tidur-siaga-kecemasan-ketakutan, demikian berulang-ulang. Kadang sistem kecemasan seseorang tidak berfungsi dengan baik atau terlalu berlebihan sehingga terjadilah suatu penyakit kecemasan. Jika kecemasan terjadi bukan pada saat yang tepat atau sangat hebat dan berlangsung lama sehingga mengganggu aktivitas kehidupan yang normal, maka hal ini sudah merupakan suatu penyakit.

Menurut Bucklew (1980) cit Trismiati (2004), para ahli membagi bentuk kecemasan itu dalam dua tingkat, yaitu:

1) Tingkat psikologis. Kecemasan yang berwujud sebagai gejala-gejala kejiwaan, seperti tegang, bingung, khawatir, sukar berkonsentrasi, perasaan tidak menentu dan sebagainya.

2) Tingkat fisiologis. Kecemasan yang sudah mempengaruhi atau terwujud pada gejala-gejala fisik, terutama pada fungsi sistem syaraf, misalnya tidak dapat tidur, jantung berdebar-debar, gemetar, perut mual, dan sebagainya.

Simtom-simtom somatis yang dapat menunjukkan ciri-ciri kecemasan menurut Stern cit Trismiati (2004) adalah muntah-muntah, diare, denyut jantung yang bertambah keras, seringkali buang air, nafas sesak disertai tremor pada otot. Kartono cit Trismiati (2004) menyebutkan bahwa kecemasan ditandai dengan emosi yang tidak stabil, sangat mudah tersinggung dan marah, sering dalam keadaan excited atau gempar gelisah.

Disebutkan pula bahwa manifestasi kecemasan terwujud dalam empat hal berikut ini:

1) Manifestasi kognitif, yang terwujud dalam pikiran seseorang, seringkali memikirkan tentang malapetaka atau kejadian buruk yang akan terjadi. 2) Perilaku motorik, kecemasan seseorang terwujud dalam gerakan tidak menentu seperti gemetar. 3) Perubahan somatik, muncul dalam keadaaan mulut kering, tangan dan kaki dingin, diare, sering kencing, ketegangan otot, peningkatan tekanan darah dan lain-lain. Hampir semua penderita kecemasan menunjukkan peningkatan detak jantung, respirasi, ketegangan otot dan tekanan darah.4) Afektif, diwujudkan dalam perasaan gelisah, dan perasaan tegang yang berlebihan.

c. Gejala dan Gambaran Klinik Cemas

Kecemasan sebagai suatu gangguan jiwa (neurosa cemas) dapat dieskpresikan sebagai kecemasan yang mengambang bila seseorang selalu waspada tanpa adanya bahaya yang beralasan dan dapat juga berupa ketakutan yang tidak layak bagi orang lain (fobi) atau suatu ketakutan yang mendadak dan tidak dapat diterangkan (Hawari, 2004). Menurut Stuart and Sundeens (1998) cit Sudiyanto (2000), gejala dan gambaran klinik cemas adalah:

1) Secara fisiologis

a) Cardiovaskuler. Palpitasi, jantung berdebar, tensi meningkat, denyut nadi meningkat, tekanan darah menurun, dan shock.

b) Respirasi. Napas cepat dan dangkal, rasa tertekan pada dada, rasa tercekik.c) Sistem kulit. Perasaan panas, atau dingin, muka pucat atau berkeringat seluruh tubuh, rasa terbakar pada muka, telapak tangan berkeringat, gatal-gatal.

d) Gastrointestinal. Anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut, rasa terbakar pada jantung, nausea, diare.

e) Neuromuskuler. Reflek meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor, kaku, gelisah, wajah tegang, gerakan lambat.

2) Secara psikologis

a) Perilaku Gelisah, tremor, gugup, bicara cepat, tidak ada koordinasi, menarik diri, menghindar, dan lain-lain.

b) Kognitif Gangguan perhatian konsentrasi hilang, pelupa, salah tafsir, bloking, gampang bingung, lapangan persepsi menurun, kesadaran diri yang berlebihan, obyektifitas menurun, takut kecelakaan atau mati, dan lain-lain.

c) Afektif Tidak sabar, tegang, neurosis, tremor, gugup yang luar biasa, sangat gelisah, dan lain-lain.

3.Komunikasi Terapeutika. Pengertian

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Indrawati, 2003). Menurut Purwanto (2001), komunikasi terapeutik merupakan bentuk keterampilan dasar untuk melakukan wawancara dan penyuluhan dalam artian wawancara digunakan pada saat petugas kesehatan melakukan pengkajian memberi penyuluhan kesehatan dan perencaan perawatan.

Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Persoalan mendasar dan komunikasi ini adalah adanya saling membutuhkan antara perawat dan pasien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien menerima bantuan (Indrawati, 2003).

Komunikasi terapeutik bukan pekerjaan yang bisa dikesam-pingkan, namun harus direncanakan, disengaja, dan merupakan tindakan profesional. Akan tetapi, jangan sampai karena terlalu asyik bekerja, kemudian melupakan pasien sebagai manusia dengan beragam latar belakang dan masalahnya (Arwani, 2003).

Komunikasi dalam bidang keperawatan merupakan proses untuk menciptakan hubungan antara tenaga kesehatan dan pasien untuk mengenal kebutuhan pasien dan menentukan rencana tindakan serta kerjasama dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Oleh karena itu komunikasi terapeutik memegang peranan penting memecahkan masalah yang dihadapi pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan komunikasi proposional yang mengarah pada tujuan yaitu penyembuhan pasien pada komunikasi terapeutik terdapat dua komonen penting yaitu proses komunikasinya dan efek komunikasinya. Komunikasi terapeuitk termasuk komunikasi untuk personal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar petugas kesehatan dengan pasien.

b. Manfaat Komunikasi Terapeutik

Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Mengidentifikasi. mengungkap perasaan dan mengkaji masalah dan evaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat (Indrawati, 2003).c. Tujuan Komunikasi Terapeutik

Menurut Purwanto (2001) tujuan dari komunikasi terapeutik :

1) Membantu pasien memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran mempertahakan kekuatan egonya.

2) Membantu mengambil tindakan yang efektif untuk mengubah situasi yang ada

3) Mengulang keraguan membantu dalam pengambilan tindakan yang efektif dan mempengaruhi orang lai lingkungan fisik dan dirinya.

Dalam mencapai tujuan ini sering sekali perawat memenuhi kendala komunikasi yaitu :

1) Tingkah laku perawat. Di rumah sakit pemerintah maupun swasta, perawat memegang peranan penting; tingkah laku; gerak-gerik perawat selalu dinilai oleh masyarakat. Bahkan sering juga surat kabar memuat beritaberita tentang perawat rumah sakit. Bertindak yang tidak sebenarnya. Dipandang oleh klien perawat judes, jahat dan sebagainya.

2) Perawatan yang berorientasi Rumah sakit

a) Pelaksanaan perawatan difokuskan pada penyakit yang diderita klien semata, sedangkan psikososial kurang mendapat perhatian.

b)Bio : Kebutuhan dasar, makan minum, oksigen dan perkem-bangan keturunan.

c)Psiko : Jiwa, perawat supaya turut membantu memecahkan masalah yang ada hubungnnya dengan jiwa Sosial : Perawat juga mengetahui kebiasaan-kebiasaan, adat istiadat dari klien di dalam masyarakat.

d) Perawat kurang tanggap terhadap kebutuhan, keluhan-keluhan, serta kurang memperhatikan apa yang dirasakan oleh klien sehingga menghambat hubungan baik.

d. Jenis-jenis Komunikasi Terapeutik

Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia sekitarnya. Menurut Potter dan Perry (1993), Swansburg (1990), Szilagyi (1984), dan Tappen (1995) cit Purba (2003) ada tiga jenis komunikasi yaitu verbal, tertulis dan non-verbal yang dimanifestasikan secara terapeutik.1) Komunikasi verbal

Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan di rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Kata-kata adalah alat atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan ingatan. Sering juga untuk menyampaikan arti yang tersembunyi, dan menguji minat seseorang. Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu memungkinkan tiap individu untuk berespon secara langsung.

2) Komunikasi tertulis

Komunikasi tertulis merupakan salah satu bentuk komunikasi yang sering digunakan dalam bisnis, seperti komunikasi melalui surat menyurat, pembuatan memo, laporan, iklan di surat kabar dan lain-lain. Prinsip-prinsip komunikasi tertulis yaitu: Lengkap, Ringkas, Pertimbangan, Konkrit, Jelas, Sopan, Benar.

3) Komunikasi non verbal

Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan kata-kata. Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Perawat perlu menyadari pesan verbal dan non-verbal yang disampaikan klien mulai dan saat pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan. e. Fase-fase dalam Komunikasi Terapeutik

Fase-fase dalam komunikasi terapeutik menurut Arwani (2003) dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Pra Interaksi. Fase Pra Interaksi merupakan masa persiapan sebelum berhubungan dan berkomunikasi dengan klien. Dalam tahapan ini perawat menggali perasaan dan menilik dirinya dengan cara mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya. Tahapan ini dilakukan oleh perawat dengan tujuan mengurangi rasa cemas atau kecemasan yang mungkin dirasakan oleh perawat sebelum melakukan komunikasi terapeutik dengan klien. 2) Orientasi (Orientation). Pada fase ini hubungan yang terjadi masih dangkal dan komunikasi yang terjadi bersifat penggalian informasi antara perawat dan pasien. Fase ini dicirikan oleh lima kegiatan pokok yaitu testing, building trust, identification of problems and goals, clarification of roles dan contract formation.

3) Kerja (Working). Fase ini terdiri dari dua kegiatan pokok yaitu menyatukan proses komunikasi dengan tindakan perawatan dan membangun suasana yang mendukung untuk proses perubahan.

4) Penyelesaian (Termination). Paa fase ini perawat mendorong pasien untuk memberikan penilaian atas tujuan telah dicapai, agar tujuan yang tercapai adalah kondisi yang saling menguntungkan dan memuaskan (Arwani, 2003).

Komunikasi terapeutik tidak hanya untuk memberikan terapi pengobatan dan pemberian informasi, akan tetapi juga untuk membantu pasien memperjelas, mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan. Disamping itu juga untuk mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya, dan juga mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri dalam hal peningkatan derajat kesehatan, mempererat hubungan atau interaksi anatara klien dengan terapis (tenaga kesehatan) secara profesional dan proporsional dalam rangka membantu penyelesaian masalah pasien. 4. Craniotomy a. Pengertian Craniotomy

Menurut Brown CV, Weng J, Craniotomy adalah operasi untuk membuka tengkorak (tempurung kepala) dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak. Craniotomy adalah prosedur untuk menghapus luka di otak melalui lubang di tengkorak (kranium) (Brunner dan Suddart. 2000). Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian dari craniotomy adalah operasi membuka tengkorak (tempurung kepala) untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan yang diakibatkan oleh adanya luka yang ada di otak. Tindakan Craniotomy dapat dilakukan pada pasien cidera kepala, stroke dan tumor otak.

B. Kerangka Konsep

Gambar 1. Kerangka Konsep

BAB IIIPEMBAHASANPada bab ini penulis akan mengemukakan berapa hal yang berkaitan dengan upaya perawat dalam penurunan kecemasan keluarga pasien dengan komunikasi terapeutik pasien pre operasi cranioptomy di ruang HCU IGD RSUD Dr. Moewardi Surakarta. A. Cidera Kepala

Cidera kepala dapat terjadi akibat benturan langsung atau tidak langsung pada kepala. Benturan dapat dibedakan dari macam kekuatannya, yakni kompresi, akselerasi, dan deselarasi (perlambatan). Sulit dipastikan kekuatan mana yang paling berperan. Kelainan dapat berupa cidera otak fokal atau difus dengan atau tanpa fraktur. Dari tempat benturan, gelombang kejut disebarkan kesemua arah. Gelombang ini mengubah tekanan jaringan an bila tekanan cukup besar akan terjadi kerusakan jaringan otak di tempat benturan disebut coup atau ditempat yang bersebrangandengan datangnya benturan.

Gejala klinis ditentukan oleh derajat cidera dan lokasi. Derajat cidera kurang lebih sesuai dengan tingkat gangguan kesadaran penderita. Tingkat yang paling ringan ialah pada penderita gegar otak dengan gangguan kesadaran yang berlangsung hanya beberapa menit . Atas dasar ini trauma kepala dapat di golongkan menurut derajat koma Glasgow (skor Glasgow, GCS) yaitu ringan bila skor total 13-15, sedang bila skor 9-12 dan berat bila skor 3-8 . Lokasi cidera otak primer dapat ditentukan pada pemeriksaan klinis.

a. Patofisiologi

Fungsi otak sangat bergantung pada tersedianya oksigen dan glukosa. Meskipun hanya seberat 2% dari berat badan orang dewasa, otak menerima 20% dari curah jantung. Sebagian besar, yakni 80% dari glukosa dan oksigen tersebut dikonsumsi oleh substansia kelabu (Sjamsuhidajat, 2004). Cidera otak yang terjadi langsung akibat trauma disebut cidera primer. Proses lanjutan yang sering terjadi adalah gangguan suplai untuk sel, yaitu oksigen dan nutrien, terutama glukosa. Kekurangan oksigen dapat terjadi karena berkurangnya oksigenasi darah akibat kegagalan fungsi paru, atau karena aliran darah otak menurun, misalnya akibat syok. Oleh karena itu pada cidera otak harus dijamin bebasnya jalan napas, gerakan napas yang adekuat, dan hemodinamik tidak terganggu sehingga oksigenasi tubuh cukup.

Gangguan metabolisme jaringan otak akan menyebabkan udem yang dapat mengakibatkan hernia melalui foramen tentorium, foramen magnum atau herniasi di bawah falks serebrum. Jika terjadi hernia, jaringan otak yang bersangkutan akan mengalami iskemia sehingga dapat menimbulkan nekrosis atau perdarahan yang menimbulkan kematian.

b. Penatalaksanaan cidera kepala

Penatalaksanaan umum cedera kepala menurut Barbara, E (2001) sebagai berikut :

(1) Untuk kontusio dengan kehilangan kesadaran kurang dari 20 menit :

(a) Biasanya tidak perlu dirawat di rumah sakit

(b) Titah baring

(c) Pemberian asetaminofen untuk sakit kepala.

(2) Untuk kontusio, laserasi atau kehilangan kesadaran lebih dari 20 menit

(a) Rawat inap

(b) Tirah baring(c) Craniotomy untuk mengeluarkan hematoma, khususnya bila perdarahan berasal dari arteri.(d) Buat lubang untuk mengeluarkan hematoma epidural(e) Antiboitik untuk melindungi terhadap meningitis bila ada kebocoran cerebrospinal (CCS) dan tutup dengan kapaa steril untuk mencegah masuknya bakteri.(f) Penatalaksanaan khusus pada cedera kepala adalah :(1). Penilaian ulang jalan nafas dan ventilasi

(2).Monitor tekanan darah jika pasien mempoerlihatkan tanda kestabilan hemodinamik

(3).Pemasangan alat monitor tekanan intra kranial pada pasien dengan score GCS 101 F) mengeksaserbasi cidera otak dan harus diobati dengan asetaminofen/kompres dingin.

(g) Steroid. Steroid tidak terbukti mengubah hasil pengobatan pasien cidera kepala dan meningkatkan resiko infeksi, hiperglikemia dan komplikasi lainnya. Untuk itu steroid hanya dipakai sebagai pengobatan terakhir pada herniasi serebri akut.

(h) Antibiotik penggunaan antibiotik rutin untuk profilaksis pada pasien dengan cidera kepala terbuka masih kontroversial.

(i) CT scan selanjutnya.

B. Stroke

Stroke adalah terminologi klinis untuk gangguan sirkulasi darah non traumatik yang terjadi secara akut pada suatu fokal area di otak, yang berakibat terjadinya iskemia dan gangguan neurologis fokal maupun global yang berlansung lebih dari 24 jam atau lang- sung menimbulkan kematian. Dalam hitungan detik dan menit sel-sel otak yang tidak mendapat aliran darah secara adekuat lagi akan mati melalui berbagai proses patologis. Secara tipikal stroke bermanisfestasi sebagai munculnya defisit neurologi secara tiba-tiba seperti kelemahan gerakan dan kelumpuhan, defisit sensorik atau bisa juga gangguan berbahasa.

Gejala-gejala yang sering terlihat sebagai manisfestasi awal stroke adalah keluhan rasa kesemutan , kelemahan otot yang muncul mendadak , bicara pelo/cadel, pandangan kabur atau bahkan hilang pada kedua mata maupun sebelah mata, nyeri kepala yang hebat dan hilangnya keseimbangan tubuh.

1. Patofisiologis stroke

Otak merupakan jaringan yang memiliki tingkat metabolisme paling tinggi. Meskipun masa yang dimiliki hanya sekitar 2% dari mas keseluruhan tubuh, jaringan otak menggunakan hingga 20% dari total curah jantung. Curah jantung ini digunakan sebagai sumber pemenuhan kebutuhan glukosa dan oksigen yang diperlukan jaringan otak untuk metabolisme.

2. Penatalaksanaan stroke

a) Tatalaksana stroke di Unit Gawat Darurat

b) Penanganan Bruit dan Stenosis Karotis asimptomatik

c) Penanganan TIA (Transient Ischemic Attack) dan RIND (Reversible Ischemic Neurological Defisit

(1) Tindakan operatif craniotomy

(2) Penanganan Stroke in Evolution

(3) Penanganan stroke di Unit Rawat Intensif

(4) Perawatan unum stroke

C. Tumor Otak

Tumor otak adalah suatu pertumbuhan jaringan yang abnormal di dalam otak. Yang terdiri atas tumor otak benigna dan maligna. Tumor otak benigna adalah pertumbuhan jaringan abnormal di dalam otak, tetapi tidak ganas sedangkan tumor otak maligna adalah kanker di dalam otak yang berpotensi menyusup dan menghancurkan jaringan di sebelahnya atau yang telah menyebar (metastase) keotak ari bagian tubuh lainnya melalui aliran darah. Tumor dibagi menjadi 2 tipe: Tumor primer yaitu tumor yang berasal dari dalam otak sendiri, Tumor sekunder yaitu tumor yang berasal dari carsinoma metastase yang terjadi di bagian tubuh lainnya. Insidens tumor otak primer terjadi pada sekitar enam kasus per 100.000 populasi pertahun terletak supratentorial sedang pada anak 70% terletak infratentorial . Pada anak yang paling sering ditemukan adalah tumor serebellum yaitu meduloblastoma dan astrositoma, sedangkan pada dewasa adalah glioblastoma multiforme.

Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti, walaupun telah banyak peyelidikan yang dilakukan . Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau yaitu: Herediter, Sisa-sisa embrional, radiasi, virus, dan subtansi-subtansi karsiogenik.

1. Patofisiologi tumor otak

Tumor otak terjadi karena adanya proliferasi atau pertumbuhan sel abnormal secara sangat cepat pada daerah central nervous system (CNS). Sel tersebut mempunyai deoxiribonukleat (DNA) abnormal. DNA yang abnormal tidak dapat mengontrol pembelahan sel sehingga terjadi pertumbuhan sel yaang berlebihan . Sel ini akan terus berkembang mendesak jaringan otak yang sehat disekitarnya. Mengakibatkan terjadinya gannguan neurologis (gangguan fokal akibat tumor dan peningkatan tekanan intra kranial). Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya massa karena tumor akan mendesak ruangan yang relatif tetap dari ruang tengkorak yang kaku dan perubahan sirkulasi CSS, karena penekanan pada otak sehingga menyebabkan penekanan maskularisasi arteri dan vena timbul hipoxia, ichemia, hipoxemia, nekrosis dan pecahnya pembuluh vena serta arteri. Di otak timbullah peningkatan tekanan intra kranial otak.

2. Penatalaksanaan

Terapi pembedahan pada kasus-kasus tumor otak hanyalah salah satu bentuk terapi . Terapi komprehensif terhadap pasien tumor otak diberikan secara multimodalitas yang terdiri atas:

a. Terapi modikamentosa

b. Terapi pembedahan : Dekompresi ekterna: biopsi stereotaksi, dekompresi interns: kraniotomy, lobektomy.

c. Radioterapi

d. Khemoterapi

e. Hormoterapi

f. Immunoterapi

g. Terapi rehabilitasi

BAB IVPENUTUPA. Simpulan

Berdasarkan uraian di muka, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Perawat dalam melakukan suatu pengkajian, analisa data, dan menentukan suatu diagnosa keperawatan sangat penting karena merupakan suatu deteksi awal terhadap respon pasien, terutama terhadap pasien craniotomy.2. Untuk menurutkan kecemasan pada keluarga pasien craniotomy, maka yang diupayakan fase-fase yang dilekukan oleh perawat antara lain :a. Pra Interaksi, merupakan masa persiapan sebelum berhubungan dan berkomunikasi dengan klien. b. Orientasi (Orientation). Fase ini hubungan yang terjadi masih dangkal dan komunikasi yang terjadi bersifat penggalian informasi antara perawat dan pasien. c. Kerja (Working). Pada fase ini perawat dituntut untuk bekerja keras untuk memenuhi tujuan yang telah ditetapkan pada fase orientasi.

d. Penyelesaian (Termination). Paa fase ini perawat mendorong pasien untuk memberikan penilaian atas tujuan telah dicapai, agar tujuan yang tercapai adalah kondisi yang saling menguntungkan dan memuaskan. B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh, maka dapat disarankan sebagai berikut:

1. Diharapkan dapat memanfaatkan informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan keluarga pasien pre operasi craniotomy, diantaranya mengikuti pelatihan-pelatihan dan pendidikan tentang penanganan pasien yang akan menjalani operasi craniotomy.

2. Dalam mengidentifikasi masalah yang muncul pada klien, hendaknya berfokus pada masalah yang bersifat urgen, lalu mengatasi masalah yang bersifat resiko

3. Dalam melaksanakan askep diharapkan perawat melaksanakan tindakan sesuai kondisi klien dan berdasarkan teori yang ada.

4. Pendokumentasian hendaknya dilakukan perawat sesuai protap yang telah dilakukan sehingga ada pengertian dari tindakan yang diberikan

DAFTAR PUSTAKA

Brunner, L.S. dan Suddarth, D.S. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, edisi 8. Editor : Ester dan Pangabean. Jakarta : EGC.

Detik.com. Kecelakaan Lalu Lintas Pembunuh Nomor 3 di Indonesia. Diposting tanggal 5 Mei 2011.

Hawari, Dadang. 2004. Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi. Jakarta: BP FKUI.

Liliweri, Alo. 2007. Dasar-Dasar Komunikasi Kesehatan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Little John. 1999. Theories of Human Communication. United States of America : Wadsworth Publishing Company.

Mulyana, Deddy.2001. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : PT.Remaja Rosdakarya.

Purwanto, Heri. 2001. Komunikasi untuk Perawat. Jakarta : EGC.

Komunikasi Terapeutik

Penurunan Kecemasan pada Keluarga pasien oleh Perawat

PAGE iii