makalah susu
TRANSCRIPT
PEMERAHAN SUSU SECARA MODERN
(Makalah Mata Kuliah Pengetahuan Bahan Hasil Pertanian)
Oleh
HADI HANGGARA 1014051027
DENI SETIAWAN 1014051060
DIAN PUTRA 1014051061
LAILI AZKIYAH 1014051067
RIDWAN KURNIAWAN 1014051073
RYAN AJIE NUGROHO 1014051074
MONA DELA ROSE S. 0914051061
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2013
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan berkembangnya kesadaran masyarakat Indonesia akan kebutuhan
gizi dan bertambahnya tingkat pendapatan masyarakat, menyebabkan permintaan
bahan pangan yang mempunyai nilai gizi tinggi meningkat. Pemenuhan tingkat
gizi tersebut diantaranya berasal dari produk-produk peternakan. Sapi perah
merupakan salah satu komoditi peternakan yang dapat mendukung pemenuhan
kebutuhan akan bahan pangan bergizi tinggi. Pemeliharaan sapi perah beberapa
tahun terakhir ini menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan
ini senantiasa didorong oleh pemerintah agar swasembada susu tercapai
secepatnya. Untuk memenuhi kebutuhan susu secara nasional, perkembangan sapi
perah perlu mendapatkan pembinaan yang lebih mantap dan terencana dari pada
tahun-tahun yang sudah. Hal ini akan dapat terlaksana apabila peternak-peternak
sapi perah dan orang yang terkait dengan pemeliharaan sapi perah bersedia
melengkapi diri dengan pengetahuann tentang pemeliharaan sapi perah.
Proses pemerahan merupakan aspek penting dalam peternakan sapi perah. Hal ini
disebabkan karena susu adalah produk utama dari sapi perah, dan jika tidak
ditangani dengan baik, maka kualitas susu yang dihasilkan tidak akan sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan. Susu sebagai bahan yang kaya dengan
kandungan nutrisi menyebabkan mikroba akan mudah berkembang biak pada
susu, demikian juga berbagai pencemer lainnya berupa material fisik dari
lingkungan sekitar, dan juga susu sangat mudah menyerap bau yang ada.
Berdasarkan hal ini, maka dibutuhkan penangan khusus sebelum, ketika, dan
setelah proses pemerahan ternak, demikian juga susu yang dihasilkan, harus
segera ditangani dengan baik dan benar, tentu tujuan utamanya adalah untuk
menghindari kerusakan pada produk susu yang telah diperah. Produk susu yang
dihasilkan haruslah selalu dikontrol mutunya. Pemeriksaan kualitas susu secara
rutin merupakan prosedur standar yang harus dilakukan agar dapat diketahui
kualitas susu secara kontinyu. Analisa keadaan dan kualitas susu meliputi
berbagai uji, diantaranya uji fisik (bau, rasa, warna, dan kekentalan), uji alkohol,
pengukuran kadar protein, kadar lemak, bahan kering, dan beberapa jenis
pengujian lainnya. Intinya adalah sebagai kontrol kualitas produk susu yang
dihasilkan. Pengujian yang dilakukan tentunya atas dasar menjaga kualitas produk
yang dihasilkan. Hal ini sebagai kontrol mutu sesuai dengan standar yang berlaku,
yaitu SNI.
Pemerahan ternak dapat dilakukan dengan cara tradisional (dengan menggunakan
tangan), dan dengan cara modern (menggunakan mesin). Masing-masing cara
memiliki keunggulan tensendiri, sehingga perlu disesuaikan dengan keadaan
peternakan yang dikelola. Cara tradisional tidak membutuhkan biaya tinggi, tetapi
kualitas susu perahan yang dihasilkan cenderung lebih rendah dibandingkan
dengan menggunakan cara modern (Himam, 2008). Pemerahan merupakan satu
kesatuan proses dari pra-pemerahan, saat pemerahan, dan setalah pemerahan, dan
juga penangan hasil pemerahan. Proses ini haruslah dilakukan secara sempurna
dan selalu memperhatikan semua aspek yang meliputinya. Penerapan prosedur
pemerahan yang baik dan benar diharapkan dapat meningkatkan kualitas susu
yang dihasilkan.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui proses dan teknik
pemerahan susu secara modern.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Susu
Susu adalah sekresi kelenjar ambing dari hewan mammalia tidak ditambah atau
dikurangi suatu zat apa pun ke dalamnya dan diperoleh dari pemerahan ternak
yang sehat (Sudono, 1985). Pada umumnya susu terdiri atas tiga komponen
utama, yaitu protein, lemak dan laktosa (Schmidt et al. 1988) ditambah air,
vitamin dan mineral (Sudono, 1985). Sekresi susu terjadi selama masa laktasi
yaitu selang antara masa beranak dan masa kering selama sepuluh bulan (Phillips
2002; Tyler dan Ensminger 1993). Setelah melahirkan, selama lima hari pertama
sapi akan menghasilkan kolostrum. Pada awal laktasi produksi susu terus
meningkat dengan cepat dan puncak produksi akan dicapai pada hari ke 30 sampai
60 (De Ross et al. 2004). Setelah puncak produksi dicapai selanjutnya produksi
susu cenderung menurun sampai masa kering. Kemampuan untuk
mempertahankan puncak laktasi secara terus menerus dalam waktu yang lama
(persistensi) akan menyebabkan seekor sapi memiliki total produksi yang tinggi
(Phillips 2002; Tyler dan Ensminger 2006). Gambar 1 memperlihatkan variasi
produksi susu selama masa laktasi dengan tingkat persistensi yang berbeda.
Gambar 1. Produksi susu selama masa laktasi dengan tingkat persistensi yang
berbeda (Tyler dan Ensminger 2006)
Sapi perah yang selama masa laktasinya mempunyai produksi susu yang rendah,
puncak produksi dicapai lebih awal dan penurunan produksinya lebih cepat
daripada sapi yang selama masa laktasinya mempunyai produksi susu yang tinggi
(Mukhtar 2006). Bertujuan untuk meningkatkan produksi susu selama laktasi,
seleksi dilakukan selain dengan memilih sapi-sapi yang mempunyai produksi susu
tertinggi juga mempunyai persistensi yang bagus (Mukhtar 2006). Adapun syarat
mutu susu segar dapat dilihat pada tabel 1.
Table 1. Syarat mutu susu segar berdasarkan SNI 01-3141-1998
2.2 Komposisi Susu
Komposisi susu terdiri atas: protein, lemak, karbohidrat, mineral, vitamin dan
air. Komponen penyusun susu masing-masing individu sangat bervariasi
tergantung spesies hewan (Boland 2000, Phillips 2002, Schmidt et al. 1988).
Perbedaan tersebut dapat terjadi akibat pengaruh spesies, bangsa, kondisi
kesehatan, kondisi nutrisi, tingkat laktasi dan umur yang berbeda (Fox 2003; Fox
dan Mc Sweeney 1998; Wong et al. 1988).
Protein. Protein dalam susu terdiri atas kasein dan whey. Kasein terdiri atas
empat jenis polipeptida, yaitu αs1-, β-, αs2- dan κ-kasein (Eigel, et al. 1984;
Wong et al. 1988). Whey terdiri atas β-1aktoglobulin, α-laktalbumin, serum
albumin, glikomakropeptida dan protein antimikrobia yang berupa laktoferin,
laktoperoksidase dan lisozim (Edwards 2009; Eigel, et al. 1984; Wong et al.
1988). Kandungan protein susu relatif tetap selama laktasi. Protein susu yang
berupa kasein, β-1actoglobulin dan α-laktalbumin disintesis di dalam kelenjar
ambing yang dikontrol oleh gen, sedangkan sisanya (5%) di absorbsi dari darah
(Fox 1989; Fox 2003; Tyler dan Ensminger 2006).
Lemak. Lemak terdiri atas trigliserida, asam lemak tidak jenuh, fosfolipida,
sterol, vitamin A, vitamin D, vitamin E dan vitamin K (Mac Gibbon dan Taylor
2006). Kandungan lemak dalam susu bervariasi antara 3 sampai 6%. Lemak susu
terdispersi dalam bentuk globula yang membentuk emulsi antara lemak dengan air
(Fox 2003; Mac Gibbon dan Taylor 2006). Sebagian lemak susu disintesis di
dalam kelenjar ambing, yaitu 50% berasal dari asam lemak rantai pendek (C4-
C14) berupa asetat dan beta hidroksi butirat yang dihasilkan oleh fermentasi
selulosa di dalam rumen, sebagian lagi berasal dari asam lemak rantai panjang
(C16-C18) dari makanan dan cadangan lemak tubuh (Palmquist 2006; Tyler dan
Ensminger 1993). Sumber pembentukan lemak susu ada tiga yaitu glukosa,
triasilgliserol dari bahan makanan atau yang dibentuk oleh bakteri rumen dan
asam lemak yang disintesis oleh kelenjar ambing (Tyler dan Ensminger 1993).
Karbohidrat. Menurut Huppertz dan Kelly (2009), Fox (2003) dan Wong
et al. (1988) karbohidrat utama dari susu adalah laktosa yang terdapat dalam
bentuk alfa dan beta. Laktosa terlarut didalam susu sehingga mempengaruhi
stabilitas titik beku, titik didih dan tekanan osmosis dari susu. Kadar laktosa
dalam susu adalah 4.8-5.1% (Huppertz dan Kelly 2009; Phillips 2001; Tyler dan
Ensminger 1993). Kadar laktosa relatif tetap, namun produksi laktosa meningkat
sejalan dengan peningkatan produksi susu. Fluktuasi kadar laktosa terjadi sesuai
dengan dinamika produksi susu selama laktasi (Phillips 2001).
Mineral dan vitamin. Mineral utama yang terdapat dalam susu adalah
kalsium, fosfor, potasium, magnesium dan sodium. Hanya 25% kalsium, 20%
magnesium dan 44% fosfor terdapat dalam bentuk yang tidak larut, sedangkan
mineral-mineral lainnya semuanya dalam bentuk larut. Kalsium dan magnesium
dalam bentuk yang tidak larut bersenyawa dengan kaseinat, fosfat dan sitrat. Hal
inilah yang memungkinkan air susu dapat mengandung kalsium dalam konsentrasi
yang besar serta pada saat yang sama dapat mempertahankan tekanan osmosis
secara normal dengan darah. Kemampuan bekerja sebagai bufer dari susu
disebabkan oleh adanya sitrat, fosfat, bikarbonat dan protein (Fox 2003; Walstra
et al. 2006 ). Vitamin yang terdapat dalam susu adalah vitamin A, B2 dan B12.
Vitamin dalam susu diserap dari darah secara langsung sehingga peningkatan
status vitamin dalam darah akan mempengaruhi konsentrasi vitamin dalam susu.
Vitamin A terlarut dalam lemak sehingga kadar vitamin A dalam darah
dipengaruhi oleh kadar lemak susu (Phillips 2001; Tyler dan Ensminger 1993).
Air. Air yang terkandung didalam susu bervariasi antara 32-89%, dengan
kandungan rata-rata 87%. Air berguna sebagai medium dispersi untuk total solid.
Naik atau turunnya bahan padat total akan mengubah persentase air (Boland 2000;
Fox 2003). Perubahan komposisi susu selama laktasi mencerminkan perubahan
kualitas susu, keseimbangan energi dan tingkat konsumsi pakan. Pada minggu-
minggu awal laktasi, kadar lemak akan menurun secara cepat seiring peningkatan
produksi susu. Setelah minggu keempat kadar lemak akan meningkat dengan
perlahan. Penurunan kadar protein terjadi pada 12 minggu pertama laktasi,
kemudian akan meningkat sampai masa laktasi berakhir. Kadar laktosa meningkat
ketika susu mulai diproduksi menggantikan kolostrum, sepanjang masa laktasi
konsentrasi laktosa dalam susu cenderung stabil. Penurunan laktosa dalam susu
terjadi pada akhir masa laktasi ketika dilakukan pembatasan pakan. Hubungan
antara konsentrasi protein, lemak dan laktosa dalam susu selama masa laktasi
dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Konsentrasi protein, lemak dan laktosa dalam susu selama masa laktasi (Phillips 2001)
2.3 Pemerahan Susu
Pemerahan susu adalah proses pengambilan susu dari ambing hewan mamalia.
Tujuan dari pemerahan adalah untuk mendapatkan jumlah susu maksimal dari
ambingnya, apabila pemerahan tidak sempurna sapi induk cenderung untuk
menjadi kering terlalu cepat dan produksi total cenderung menjadi kering terlalu
cepat dan produksi total menjadi menurun (Williamson dan Payne, 1993).
Menurut Syarief dan Sumoprastowo (1990), tujuan dari pemerahan adalah
menjaga agar sapi tetap sehat dan ambing tidak rusak karena pelaksanaan
pemerahan yang kurang baik mudah sekali menimbulkan kerusakan pada ambing
dan puting karena infeksi mastitis yang sangat merugikan hasil susu. Di dalam hal
pemerahan dengan tangan lebih baik memerah dengan tangan kering daripada
tangan basah, gerakan tangan harus disempurnakan secepat mungkin, kalau tidak
sapi induk menjadi “a stripper” dan hanya mengeluarkan susunya dengan sangat
lambat. Sapi induk yang diperah dengan mesin dan bukan pemerahan melalui
tangan (Williamson dan Payne, 1993).
Menurut Prihadi (1996), proses pemerahan yang baik harus menunjukkan ciri -
ciri sebagai berikut : pemerahan dilakukan dalam interval yang teratur, cepat,
dikerjakan dengan kelembutan, pemerahan dilakukan sampai tuntas,
menggunakan prosedur sanitasi, efisien dalam penggunaan tenaga kerja.
Pemerahan dimulai pada kedua putting sebelah muka bersama-sama sampai habis
kering, kemudian pada kedua putting sebelah belakang (Syarief dan
Sumoprastowo, 1990). Pemerahan sapi dapat dilakukan dengan menggunakan
mesin pemerah (milking machine) atau dengan tangan (hand milking) (Prihadi,
1996). Metode pemerahan dengan tangan terdiri dari 3 metode, yaitu metode
whole hand, knevelen dan strippen. Metode pemerahan dengan mesin perah modem
dewasa ini menggunakan cara mekanisasi, artinya pemerahan memakai mesin sebagai
pengganti tangan. Dalam peternakan sapi perah, mesin perah dibedakan menjadi 3
yaitu system ember (Bucket system), sistem pipa (Pipe line system) dan Sistem
Bangsal Pemerahan (Milking parlor system).
III. PEMBAHASAN
Dalam proses pemerahan untuk mendapatkan susu dapat dilakukan dengan
tahapan seperti persiapan pemerahan, pelaksanaan pemerahan dan penanganan
susu segar pasca produksi. Tujuan dari pemerahan adalah untuk mendapatkan
jumlah susu maksimal dari ambingnya, apabila pemerahan tidak sempurna sapi
induk cenderung untuk menjadi kering terlalu cepat dan produksi total cenderung
menjadi kering terlalu cepat dan produksi total menjadi menurun (Williamson dan
Payne, 1993). Menurut Syarief dan Sumoprastowo (1990), tujuan dari pemerahan
adalah menjaga agar sapi tetap sehat dan ambing tidak rusak karena pelaksanaan
pemerahan yang kurang baik mudah sekali menimbulkan kerusakan pada ambing
dan puting karena infeksi mastitis yang sangat merugikan hasil susu.
3.1 Persiapan Pemerahan
Sapi yang akan diperah harus sudah bersih terutama ambing dan sekitarnya,
kandang dan lantai kandang juga sudah harus dibersihkan dari segala jenis kotoran
dan bau - bau yang tidak sedap (Siregar, 1995). Menurut Prihadi (1996) bahwa
uji CMT positif apabila dari sampel susu setelah ditambah dengan reagen CMT
dan digoyang - goyang hingga tercampur akan menghasilkan gel atau susu yang
menjendal, semakin kental jendalan susu yang terjadi berarti semakin banyak
sel - sel darah putih dan somatic sel terdapat dalam susu.
3.2 Pelaksanaan Pemerahan
Tujuan dari pemerahan adalah untuk mendapatkan jumlah susu maksimal
dari ambingnya (Williamson dan Payne, 1993). Menurut Prihadi (1996), proses
pemerahan yang baik harus menunjukkan ciri - ciri sebagai berikut : pemerahan
dilakukan dalam interval yang teratur, cepat, dikerjakan dengan kelembutan,
pemerahan dilakukan sampai tuntas, menggunakan prosedur sanitasi, efisien
dalam penggunaan tenaga kerja. Pemerahan dimulai pada kedua putting sebelah
muka bersama-sama sampai habis kering, kemudian pada kedua putting sebelah
belakang (Syarief dan Sumoprastowo, 1990).
Pemerahan sapi dapat dilakukan dengan menggunakan mesin pemerah (milking
machine) atau dengan tangan (hand milking) (Prihadi, 1996). Metode pemerahan
dengan tangan terdiri dari 3 metode, yaitu metode whole hand, knevelen dan
strippen. Metode pemerahan dengan mesin perah modem dewasa ini
menggunakan cara mekanisasi, artinya pemerahan memakai mesin sebagai
pengganti tangan. Dalam peternakan sapi perah, mesin perah dibedakan menjadi 3
yaitu system ember (Bucket system), sistem pipa (Pipe line system) dan Sistem
Bangsal Pemerahan (Milking parlor system).
Gambar 3. Metode pemerahan (A) Whole hand, (B) Strippen dan (C) Knevelen
(Syarief dan Sumoprastowo, 1990)
Pada tahun 1820 pertama kali ditemukan peralatan yang sangat sederhana
untuk mengeluarkan susu dari ambing.
Gambar 4. Peralatan Sederhana untuk Mengeluarkan Susu Dari Ambing
Selanjutnya mesin perah yang pertama diciptakan dan dikeluarkan pada tahun
1850 oleh seorang petani dari Amerika yang bemama Anna Baldwin. Alat
tersebut berbentuk sebuah pompa yang dihubungkan dengan pipa yang berujung
pada sebuah mangkok yang berlubang empat untuk menyedot susu dari keempat
puting. Di ujung lain digantungkan sebuah ember guna menampung susu hasil
pemerahan.
Gambar 5. Mesin Perah Tangan Buatan Anna Baldwin
Seiring dengan perkembangan teknologi mesin perah pertama ini terus
dikembangkan sehingga akhirnya tercipta mesin perah modern seperti yang
dijumpai sekarang.
Metode pemerahan dengan mesin perah modem dewasa ini menggunakan
cara mekanisasi, artinya pemerahan memakai mesin sebagai pengganti tangan.
Dalam peternakan sapi perah, mesin perah dibedakan menjadi 3 yaitu sistem
ember (Bucket system), sistem pipa (Pipe line system) dan Sistem Bangsal
Pemerahan (Milking parlor system).
3.2.1 Sistem Ember (Bucket System)
Sistem ember adalah salah satu sistem pemerahan yang menggunakan mesin
sebagai pengganti tangan yang dapat dipindah-pindah dari tempat satu ke tempat
lain. Sitem ini cocok digunakan untuk petemak kecil. Susu hasil perahan dari
sistem ini ditampung di ember yang terdapat di setiap mesin. Setelah itu, susu
hasil perahan setiap ekor sapi ditakar terlebih dahulu, kemudian dituang di tangki
pendingin. Pemerahan dengan sisitem ini dapat diterapkan di Indonesia pada
peternak sapi perah yang jumlah sapi induk kurang dari 10 ekor atau pada
peternak sapi perah rakyat yang kandangnya berkelompok. Pemerahan dengan
sistem ember ini perlu dirintis di Indonesia dengan harapan dapat menekan
kandungan kuman dalam susu.
Mesin perah sistem ember ini bagian-bagianya terdiri dari:
1) sebuah motor pembangkit vakum,
2) pipa vakum,
3) selang karet vakum,
4) pulsator,
5) ember penampung susu,
6) pengatur pulsasi,
7) tabung perah (teat cup) yang terbuat dari logam tahan karat dan karet inflasi
di dalam tabung perah,
8) selang susu.
Gambar 6. Mesin Perah Sistem Ember (Bucket system)
Mesin perah sistem ember ini bekerja atas dasar perbedaan tekanan udara yang
dibangkitkan oleh motor pembangkit vakum atau pompa vakum. Perbedaan
tekanan udara ini menyebabkan karet inflasi di dalam tabung perah kembang
kempis memijat puting. Pada waktu udara masuk ke dalam tabung perah, yaitu
diantara tabung perah dan karet inflasi, karet inflasi mengempis. Peristiwa ini
disebut fase istirahal. Selanjutnya udara di dalam tabung menjadi hampa udara.
Oleh karena itu di dalam tabung dan karet inflasi kompa (tidak ada tekanan)
sedangkan di dalam ambing bertekanan, maka susu terdorong keluar/tersedot.
Peristiwa ini disebut fase perah. Demikian seterusnya, fase perah dan fase istirahat
datang silih berganti.
Supaya fase perah dan fase instirahat dapat berlangsung secara bergantian, maka
mesin perah dilengkapi dengan pulsator yang berfungsi mengatur tekanan udara
antara keadaan bertekanan dan hampa udara. Dengan kala lain, pulsator mengatur
fase istirahat dan fase perah. Bila klep atau tombol vakum ditutup maka udara dari
luar masuk dan berhentilah kegiatan pemerahan dan karet inflasi kembali
berbentuk semula. Kedudukan karet inflasi dalam fase perah dan fase istirahat
dapat dilihat pada gambar berikut ini (Gambar 7) dan cara pemasangan tabung
perah (teat cups) pada puting (Gambar 8)
Keterangan:
V = vakum
U = udara
Gambar 7. Penampang Tabung Perah
Gambar 8. Urutan Cara Memasang Tabung Perah (Teat Cups) pada Puting
Proses mekanik pemerahan ini adalah: perah-istirahat-perah-istirahat-perah dan
seterusnya yang terus berlangsung hingga ambing kosong. Lamanya waktu fase
perah dan fase istirahat tergantung dari apa yang disebut rasio pulsasi. Rasio
pulsasi adalah perbandingan antara fase perah dan fase istirahat. Untuk mesin
perah sistem ember/baket, rasio pulsasi 60:40 per satua waktu, artinya dalam
satuan waktu-waktu fase pemerahan berlangsung 60 kali dan fase istirahat 40 kali
per satuan waktu.
Laju pulsasi, laju atau besar kecilnya pulsasi di atur oleh tombol pengatur pulsasi
yang terletak di bawah keempat tabung perah. Laju pulsasi disetel sesuai dengan
anjuran pabrik pembuat mesin, Meningkatkan laju pulsasi melebihi anjuran tidak
akan mempercepat pemerahan, bahkan dapat menyebabkan luka-luka yang sering
pada puting dan ambing. Tekanan pada mesin perah disetel pada saat instalasi
mesin perah di pasang. Tekanan yang terlalu lemah membuat tabung perah tidak
dapat menempel pada puting. Sebaiknya sebelum menggunakan mesin ini
dianjurkan untuk meminta bantuan teknisi untuk menyetel tekanan vakum dan
pemeriksaan secara berkala.
3.2.2 Sistem Pipa (Pipe Line System)
Pada sistem ini, pemerahan langsung juga berada di dalam kandang
dimana sapi yang yang akan diperah tetap terikat ditempatnya. Mesin perah
dipindah dari sapi satu ke sapi berikutnya. Sedang susu hasil pemerahan langsung
dialirkan ke dalam tangki pendingin melalui pipa tanpa berhubungan dengan
udara luar. Sistem pemerahan dengan sistem pipa ini dapat dilihat pada gambar 9.
Gambar 9. Pemerahan dengan Mesin Sistem Pipa Dilakukan di dalam Kandang
3.2.3 Sistem Bangsal Pemerahan (Milking Parlor System)
Pemerahan berlangsung di suatu bangsal atau ruang khusus yang disiapkan untuk
pemerahan. Di bangsal ini ditempatkan beberapa mesin perah. Setiap satu mesin
melayani seekor sapi. Sasu hasil pemerahan langsung ditampung di tangki
pendingin (cooling unit) sesudah melalui tabung pengukur produksi yang terdapat
pada setiap mesin. Sapi yang akan diperah digiring ke bangsal pemerah melalui
suatu ternpat (holding area) yang luasnya terbatas dan sapi berdesakan. Di
holding area sapi dibersihkan dengan sprayer dari segala arah (Gambar 10),
selanjutnya sapi satu per satu masuk bangsal (milking parlor).
Gambar 10. Sebelum Sapi Masuk ke Bangsal Pemerahan Terlebih Dahulu Sapi
Antri Dibersihkan di Holding Area
Sistem bangsal perah (milking parlor system) mempeunyai bentuk yang
bermacam-macam, antara lain:
a. Sistem Sirip Ikan Tunggal atau Ganda (Single/Double Heringbone Milking
Parlor)
Gambar 11. Bangsal Perah Sistem Sirip Ikan Ganda
Gambar 12. Bangsal Perah Sistem Sirip Ikan Ganda Beserta Peralatannya
b. Sistem Sirip Ikan Berbentuk Wajik (Heringbone Diamond Shaped Polygon
Milking Parlor)
Gambar 13. Bangsal Perah Berbentuk Wajik
Gambar 14. Bangsal Perah Berbentuk Wajik Beserta Kandang Lepas (Free Stall)
Modern.
c. Sistem Komidi Putar (Rotary Milking Parlor)
Gambar 15. Bangsal Perah Sistem Komidi Putar
Gambar 16. Bangsal Perah Sistem Komidi Putar Lengkap dengan Peralatan
Gambar 17. Komponen Mesin Perah: 1) karet inflasi, 2) tabung perah (teat cup
shell), 3) selang udara dari karet, 4) pulsator, 5) mangkok, 6) selang
susu dari karet, 7) selang vakum dari karet, 8) penggantimg alat
pemerah
Robot Pemerah
Selain alat tersebut diatas, akhir-akhir ini telah ditemukan alat atau mesin untuk
memerah susu terbaru, yaitu robot pemerah susu. Para peternak sapi di Australia
telah menggunakan robot tersebut untuk memerah susu ternaknya. Pimpinan
proyek, Bill Fulkerson, menyatakan program ini bertujuan meningkatkan
produktivitas dan cara beternak yang lebih baik. Mesin pemerah otomatis ini
mengadaptasi sistem serupa di Eropa dan disesuaikan dengan kondisi peternakan
terbuka di Australia. Pada dasarnya robot dengan lengan yang akan meletakkan
sebuah cangkir khusus ke setiap puting sehingga dapat memerah setiap sapi.
Industri pemerahan modern juga menggunakan cangkir semacam itu, hanya saja
tidak dipasang secara otomatis. Para peternak masih memasangnya sendiri.
Sedangkan mesin otomatis memanfaatkan laser untuk menemukan kelenjar susu
sapi dan sebuah komputer akan menyimpan berbagai ukurannya untuk
mempertimbangkan pemerahan berikutnya. Mesin tersebut akan menggantikan
pekerjaan peternak yang biasa memerah susu dua kali sehari dan berhasil
memasang 200 hingga 300 cangkir setiap hari.
Sedangkan sapi-sapi yang akan diperah akan mendatangi tempat pemerahan
sesuai keinginannya sendiri begitu merasa tidak nyaman karena kelenjar susunya
telah penuh. Pola hidup yang lebih baik bagi sapi maupun para peternak. Sebuah
komputer akan memantau seberapa sering sapi datang untuk diperah dalam sehari
dan berapa banyak makanan yang dihabiskan sapi serta jumlah susu yang berhasil
diproduksi. Hampir seluruh peternak sangat tertarik terhadap inovasi tersebut.
Program seperti ini merupakan bagian dari cara untuk mempertahankan sekitar
1.050 peternakan yang menyumbang pendapatan nasional sebesar 290 juta
dollar AS.
Penanganan Susu Pasca Produksi
Susu segar yang dihasilkan harus segera ditangani dengan cepat dan benar. Hal ini
disebabkan sifat susu yang sangat mudah rusak dan mudah terkontaminasi.
Penanganan susu pasca produksi dapat dilakukan dengan cara pasteurisasi
sehingga susu tetap terjaga kebersihannya (Sudono, 1984). Menurut Syarief dan
Sumoprastowo (1990) setelah susu diperah kemudian dibawa ke kamar susu,
penanganan susu yang dilakukan adalah penyaringan, pendinginan dan
pemanasan. Penyaringan susu bertujuan untuk mendapatkan susu yang terbebas
dari kotoran. Selain penyaringan dan pendinginan, pengujian kualitas susu juga
dilakukan karena merupakan hal yang penting untuk mengetahui kualitas susu
yang dihasilkan (Siregar, 1995).
IV. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Susu adalah sekresi kelenjar ambing dari hewan mammalia tidak ditambah
atau dikurangi suatu zat apa pun ke dalamnya dan diperoleh dari pemerahan
ternak yang sehat.
2. Dalam proses pemerahan untuk mendapatkan susu dapat dilakukan dengan
tahapan seperti persiapan pemerahan, pelaksanaan pemerahan dan
penanganan susu segar pasca produksi.
3. Mesin perah pertama kali ditemukan pada tahun 1850 oleh petani Amerika
yang bemama Anna Baldwin setelah sebelumnya telah ditemukan alat yang
lebih sederhana untuk memerah susu pada tahun 1820.
4. Pemerahan sapi dapat dilakukan dengan menggunakan mesin pemerah
(milking machine) atau dengan tangan (hand milking). Metode pemerahan
dengan tangan terdiri dari 3 metode, yaitu metode whole hand, knevelen dan
strippen. Metode pemerahan dengan mesin perah dibedakan menjadi 3 yaitu
system ember (Bucket system), sistem pipa (Pipe line system) dan Sistem
Bangsal Pemerahan (Milking parlor system).
5. Sistem ember adalah salah satu sistem pemerahan yang menggunakan mesin
sebagai pengganti tangan yang dapat dipindah-pindah dari tempat satu ke
tempat lain untuk memerah susu.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, M. 2011. http://alwimuhammad.blogspot.com/2011/06/pemerahan-pada
sapi-perah.html. Diakses pada 19 Maret 2013 pukul 09:56 WIB.
Badan Standardisasi Indonesia (BSN). SNI 01-3141-1998.
Budi, U., et all. 2006. Buku Ajar Dasar Ternak Perah. http://ecourse.usu.ac.id/
content/peternakan/dasar/textbook.pdf. Diakses pada 19 Maret 2013 pukul
10:01 WIB.
Riyanto, S. 2006. Dengan Mesin Perah Harga Susu Jadi Tinggi. http://www.
agrina-online.com/show_article.php?rid=7&aid=1256. Diakses pada 19
Maret 2013 pukul 10:36 WIB.
Toeg, P. 2007. Milking Machine. http://www.madehow.com/ Volume -2/
Milking-Machine.html. Diakses pada 19 Maret 2013 pukul 10:16 WIB.
Wah. 2005. Robot Pemerah Susu. http://64.203.71.11/teknologi/news/
0512/29/161009.htm. Diakses pada 19 Maret 2013 pukul 09:49 WIB.
http://digilib.its.ac.id/public/ITS-NonDegree-16867-2308030057-Chapter1.pdf
http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-13593-Chapter1-47203.pdf
http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-15655-2108100528
chapter1pdf.pdf