makalah study islam

29
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme dan Suap (KKN) di Indonesia bukan lagi merupakan sebuah fenomena, melainkan sudah merupakan fakta yang terkenal di mana-mana.[1] Kini, setelah rezim otoriter Orde Baru tumbang, tampak jelas bahwa praktik KKN selama ini terbukti telah menjadi tradisi dan budaya yang keberadaannya meluas, berurat akar dan menggurita dalam masyarakat serta sistem birokrasi Indonesia, mulai dari pusat hingga lapisan kekuasaan yang paling bawah. Sumartana, menyatakan bahwa Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) akhir-akhir ini dianggap sebagai wujud paling buruk dan paling ganas dari gejala kemerosotan moral dari kehidupan masyarakat dan bernegara di negeri kita. KKN adalah produk dari relasi sosial- politik dan ekonomi yang pincang dan tidak manusiawi. Relasi yang dikembangkan adalah relasi yang diskriminatif, alienatif, tidak terbuka, dan meleceh-kan kemanusiaan. Kekuasaan dianggap sebagai sebuah privilege bagi kelompok kecil tertentu, serta bersifat tertutup dan menempatkan semua bagian yang lain sebagai objek yang tak punya akses untuk berpartisipasi. Setiap bentuk kekuasaan baik politik, sosial, maupun ekonomi yang tertutup akan 1

Upload: juritno

Post on 03-Dec-2015

29 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kkn dalam islam

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme dan Suap (KKN) di Indonesia bukan lagi

merupakan sebuah fenomena, melainkan sudah merupakan fakta yang terkenal di

mana-mana.[1] Kini, setelah rezim otoriter Orde Baru tumbang, tampak jelas bahwa

praktik KKN selama ini terbukti telah menjadi tradisi dan budaya yang keberadaannya

meluas, berurat akar dan menggurita dalam masyarakat serta sistem birokrasi

Indonesia, mulai dari pusat hingga lapisan kekuasaan yang paling bawah.

Sumartana, menyatakan bahwa Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) akhir-akhir ini

dianggap sebagai wujud paling buruk dan paling ganas dari gejala kemerosotan moral

dari kehidupan masyarakat dan bernegara di negeri kita. KKN adalah produk dari relasi

sosial-politik dan ekonomi yang pincang dan tidak manusiawi. Relasi yang

dikembangkan adalah relasi yang diskriminatif, alienatif, tidak terbuka, dan meleceh-kan

kemanusiaan. Kekuasaan dianggap sebagai sebuah privilege bagi kelompok kecil

tertentu, serta bersifat tertutup dan menempatkan semua bagian yang lain sebagai

objek yang tak punya akses untuk berpartisipasi. Setiap bentuk kekuasaan baik politik,

sosial, maupun ekonomi yang tertutup akan menciptakan hukum-hukumnya sendiri

demi melayani kepentingan penguasa yang eksklusif. Kekuasaan yang tertutup

semacam ini merupakan lahan subur yang bisa menghasilkan panen KKN yang benar-

benar melimpah.

Persoalannya adalah dapatkah korupsi diberantas? Tidak ada jawaban lain jika bangsa

kita ingin maju, jawabanya adalah korupsi harus diberantas. Jika kita tidak berhasil

memberantas korupsi, atau paling tidak dapat mengurangi kasus-kasus korupsi sampai

pada titik yang paling rendah maka jangan harap Negara ini akan mampu mengejar

ketertinggalannya dibandingkan negara lain untuk menjadi sebuah negara yang maju.

1

Karena korupsi membawa dampak negatif yang cukup luas dan dapat membawa

negara ke jurang kehancuran.

B. Tujuan

A. Untuk mengetahui pengertian KKN;

B. Untuk mengetahui bagaimana pandangan Al-Quran dan Hadits terhadap

KKN

C. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh KKN;

D. Untuk mengetahui Latar belakang terjadinya KKN.

C. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Korupsi, Kolusi, Nepotisme dan Suap?

2. Bagaimana Kriteria Korupsi , Kolusi dan Nepotisme?

3. Bagaimana Pandangan Al-Quran Terhadap Korupsi, Kolusi dan

Nepotisme?

4. Bagaimana Dampak Negatif Korupsi , Kolusi dan Nepotisme.?

5. Kedudukan Hukum Korupsi, Kolusi, Nepotisme, dan Suap Menurut Hukum

Islam.?

6. Apa Sanksi Terhadap Pelaku Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.?

7. Bagaimana Pembangunan ekonomi umat Menteri Agama RI Tahun 2013?

2

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Korupsi, Kolusi, Nepotisme dan Suap

1. Korupsi

Kata korupsi berasal dari Bahasa inggris, yaitu corruption, yang artinya

menyelewengkan atau menggelapkan uang negara atau perusaan dan sebaginya untuk

kentingan pribadi atau orang lain

2. Kolusi

Kata kolusi berasal dari Bahasa inggris, yaitu coluttion, yang artinya: kerjasama rahasia

untuk maksud tidak terpuji

3. Nepotisme

Kata nepotisme berasal dari Bahasa inggris, yitu nepotism, artinya : kecenderungan

untuk mengutamakan ( menguntungkan ) sanak saudara sendiri, terutama memilih

jabatan, pangkat dilingkungan pemerintah, atau tindakan memilih kerabat atau sanak

saudara sendiri untuk memegang pemerintahan.

4. Suap

Suap adalah suatu tindakan dengan memberikan sejumla uang atau barang atau

perjanjian khusus kepada seseorang yang mempunyai otoritas atu yang dipercaya,

contohnya para pejabat demi keuntungan orang yang memberikan uang atau barang

atau perjanjian lainya sebagai kompensasi sesuatu yang dia inginkan untuk menutupi

tuntutan lainya yang masih kurang.

Dengan pengertian menurut Bahasa tersebut , dapat disimpulkan bahwa korupsi,

kolusi, nepotisme, dan suap adalah tingkah laku baik dilakukan sendiri atau bersama-

3

sama yang berhubungan dengan dunia pemerintahan yang merugikan rakyat, bangsa

dan negara.

Pengertian Secara Terminologis

a. Pengertian korupsi

Menurut JW. Schoorl : Korupsi adalah penggunaan kekuasaan negara untuk

memperoleh penghasilan , keuntungan, atau prestise perorangan atau untuk memberi

keuntungan bagi sekelompok orang atau suatu kelas sosial dengan cara yang

bertentangan dengan undang-undang atau dengan norma akhlak yang tinggi.[6]

Menurut robert Klitgard : korupsi adalah tingkah laku yang menyimpang dari tugas-

tugas resmi sebuah jabatan negara, karena keuntungan status atau uang yang

menyangkut pribadi ( perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri) atau melanggar

aturan-aturan pelaksanaan beberapa tingkah laku pribadi.[7]

b. Pengertian kolusi

Menurut Teten Masduki, Koordinator ICW ( Indonesia Corruption Watch ) kolusi

adalah suatu sarana atau cara untuk melakukan korupsi.[8]

Menurut Undang No. 28 Tahun 1999 pasal 1 ayat 4, kolusi adalah pemufakatan

atau kerja sama secara melawan hukum antara Penyelenggara negara atau dengan

pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat dan atau Negara

c. Pengertian nepotisme

Menurut JW.Schoorl nepotisme adalah praktik seorang pegawai negeri yang

mengangkat seorang atau lebih dari keluarga dekatnya menjadi pegawai pemerintah

atau memberi perlakuan yang istimewa kepada mereka denga maksud untuk

menjunjung nama keluarga, untuk menambah penghasilan keluarga, atau untuk

membantu menegakka suatu organisasi politik, sedang ia seeharusnya mengabdi

kepada kepentingan umum.[9]

4

Dari ungkapan-ungkapan diatas, dapat disimpulkan bahwa korupsi, kolusi,

nepotisme dan suap adalah tindakan atau perbuatan memanfaatkan jabatan atau

kedudukan untuk mendapatkan keuntungan, baik material atau prestise bagi pribadi

atau keluarga atau kelompok, tanpa melihat kapabilitas , profesionalitas dan moralitas

dengan jalan melanggar ketentuan-ketentuan yang

B. Kriteria Korupsi , Kolusi dan Nepotisme

Diantara kriteria KKN adalah sebagai berikut :

1) Penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan pribadi, keluarga, atau kelompok.

2) Penyelewengan dana, seperti dalam bentuk-bentuk sebagai berikut :

3) Pengeluaran fiktif

4) Manipulasi harga pembelian atau kontrak

5) Menerima suap untuk memenangkan yang bathil.

Sedangkan penyebab atau sumber KKN tersebut antara lain sebagai berikut :

1) Proyek pembangunan fisik dan pengadaan barang , hal ini menyangkut

harga , kualitas dan komisi.

2) Bea dan cukai yang menyangkut manipulasi bea masuk barang dan

penyelundupan administratif.

3) Perpajakan yang menyangkut proses penentuan besarnya pajak dan

pemeriksaan pajak .

4) Pemberian fasilitas kredit perbankan dalam bentuk penyelewengan komisi dan

jasa pungutan liar atau suap.

Berdasarkan apa yang disebutkan diatas, maka kriteria korupsi dapat diformulasikan

sebagai suatu tindakan berupa penyelewengan hak , kedudukan, wewenang, atau

jabatan yang dilakukan untuk mengutamakan kepentingan dan keuntunga pribadi ,

menyalahgunakan amanat rakyat dan bangsa, memperturutka hawa nafsu serakah

untuk memperkaya diri dan mengabaikan kepentingan umum.

5

Kriteria kebijakan atau tindakan apakah itu nepotisme atau tidak, memang tidak

selalu harus dilihat dari perspektif ada tidaknya hubungan darah atau kekerabatan

seseorang dengan pihak tertentu. Islam memberikan petunjuk mengenai pemilihan dan

pengangkatan seseorang untuk menjabat suatu kedudukan atas dasar pertimbangan

kapabilitas ( kemampuan dan rasa tanggung jawab) , profesionalitas ( keahlian ) dan

moralitas.[11]

Ketiga kriteria yang telah disebutkan tadi dibenarkan oleh islam sebagaimana

disebutkan dalam Al-Quran Surah Taha ayat 29-34,berkenaan dengan pengangkatan

Harun saudara kandung Nabi Musa menjadi Nabi untuk mendampinginya dalam

mengamban risalah kenabian.

"Dan kami jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku (yaitu) Harun,

saudaraku, teguhkanlah kekuatanku dengan (adanya) dia, dan jadikanlah dia teman

dalam urusanku, agar kami banyak bertasbih kepada-Mu, dan banyak mengingat-Mu.

Sesungguhnya Engkau Maha melihat (keadaan) kami. Dia berfirman „Sungguh telah

diperkenankan permintaanmu, wahai Musa ! Dan sungguh, Kami telah memberi nikmat

kepadamu pada kesempatan yang lain (sebelum ini)". (Thaha/20 ; 29-34)

Selain kriteria yang telah disebutkan diatas, seseorang yang diangkat menduduki

jabatan tertentu meskipun ia dari kerabat dekat , juga harus mempunyai integritas

pribadi dan kredibilitas yang tinggi.

Sedangkan kriteria kolusi adalah terjadinya proses tindakan tawar menawar

kepentingan demi keuntungan , kerjasama tersembunyi dan penuh materi, manipulasi

prosedur birokrasi, pemaksaan keputusan atau kebijakan ( pemerintah,perusahaan,

swasta atau masyarakat) secara struktural, misalnya melalui surat sakti, pemberian

ancaman dan kekerasan terhadap bawahan jika tidak meloloskan kepentingan atasan,

monopoli penafsiran konstitusi demi sukses dan langgengnya kepentingan kepentingan

pengawetan orang-orang dekat untuk tetap menjabat demi keuntungan , pemanfaatan

jaringan birokrasi struktural untuk mengeruk kekayaan secara tidak sehat dan

menyalahi prosedur yang berlaku (seperti tender fiktif atau tidak transparan).[12]

6

Menurut Dawam Rahardjo kolusi sebagai gejala dapat dikenali karena beberapa faktor

yaitu: Pertama, peranan pemerintah yang sangat kuat dalam pembangunan ekonomi

maupun dalam mendorong perkembangan bisnis. Kedua, tum-buhnya korporasi dan

konglomerasi yang perkembangannya dan besarnya sangat mengesankan. Ketiga,

sedikit-nya orang yang memperoleh kesem-patan dan mampu mengembangkan usaha

besar. Keempat, nampaknya kerjasama antara pengusaha-pengu-saha tertentu dengan

penguasa, dan Kelima, berkembangnya politik seba-gai sumberdaya baru atau faktor

produksi baru yang menentukan keberhasilan perusahaan.

Begitu pula nepotisme seperti halnya korupsi dan kolusi, kriterianya adalah

menggunakan dalam jaringan kekuasaan dan bisnis yang tidak sehat. Tujuan

nepotisme mengawetkan atau dalam batas-batas tertentu memaksakan kehendak dan

kepentingan untuk tetap memegang kekuasaan (politik) dan penguasaan ekonomi

(bisnis) sehingga salah satu dampaknya adalah praktik monopoli yang diminati oleh

keluarga atau orang-orang terdekat tertentu.[13]

Sedangkan kriteria suap adalah memberikan suap kepada hakim atau pejabat

dengan maksud untuk mendapatkan milik atau harta orang lain dengan cara yang batil,

atau untuk mendapatkan suatu pekerjaan atau jabatan, padahal tidak memenuhi syarat

atau kriteria yang diperlukan dengan cara menyogok. ada yangb akibatnya merugikan

orang lain, masyarakat, bangsa dan negara.

C. Pandangan Al-Quran Terhadap Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

Adapun ayat –ayat yang berkenaan dengan masalah KKN antara lain:

Surah Al-Baqarah/ 2 : 188

"Dan janganlah kamu makan harta diantara kamu dengan jalan yang bathil, dan

(janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar

kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu

mengetahui. ( Al-Baqarah/2 : 188)

�ك� ( 2 ) �اب� ذ��ل �ك�ت � ال �ب� ال ي �ق�ين ه�د�ى ف�يه� ر� �م�ت �ل �ل

7

Dzalikal kitabu la raiba fihi hudal lil muttaqin

Artinya : "Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan pada nya dan petunjuk bagi orang yang bertakwa."

Surah Ali Imran / 3: 161

Dan tidak mungkin seorang nabi berkhianat ( dalam urusan harta rampasan perang).

Barangsiapa berkhianat , niscaya pada hari Kiamat dia akan datang membawa apa

yang dikhianatkanya itu. Kemudian setiap orang akan diberi balasan yang sempurna

sesuai dengan apa yang dilakukannya, dan mereka tidak dizalimi ( Ali Imran/ 3 : 161)

Dalam hadits-hadits Nabi SAW banyak pula menyebutkan larangan berkhianat (korupsi)

dan suap, antara lain :

“Korupsi yang paling besar menurut pandangan Allah ialah sejengkal tanah. Kamu

melihat dua orang yang tanahnya atau rumahnya berbatasan. Kemudian salah seorang

dari keduanya mengambil sejengkal dari milik saudaranya itu. Maka jika dia

mengambilnya , akan dikalungkan kepadanya dari tujuh lapis bumi pada hari Kiamat”.

(HR. Ahmad Dari Abu Malik Al-Asyja’)

Sabda Rasulullah SAW :

“Allah mengutuk orang yang menyogok dan orang yang disogok dalam memutuskan

perkara (HR. At-Tirmidzi dan Al-Hakim dari Abu Hurairah)

D. Dampak Negatif Korupsi , Kolusi dan Nepotisme.

KKN sebagai fenomena sosial , dapat membahayakan kehidupan masyarakat, karena

dampak negatifnya sangat luas dan gterasa sekali dalam kehidupan mereka.

Adapun dampak negatif dari KKN antara lain sebagai berikut :

8

1) Menghancurkan wibawa hukum. Orang yang salah dapat lolos dari hukuman ,

sedangkan yang belum jelas kesalahannya dapat meringkuk dalam tahanan .

Pencuri ayam lebih berat hukumannya daripada pencuri uang rakyat ( koruptor )

yang merugikan negara dan masyarakat, karena dia memiliki uang yang banyak

untuk menyuap.

2) Menurunnya etos kerja . Para pemimpin dan pejabat yang mangkal di

pemerintahan adalah mereka yang tidak mempunyai etos kerja yang baik

sehingga mengakibatkan menurunnya etos kerja. Bagi mereka uang segala-

galanya.

3) Menurunnya kualitas . Seorang yang pandai dapat tersingkirkan oleh orang yang

bodoh tetapi berkantong tebal ( berduit ). Seorang Profesional dapat terdepak

oleh mereka yang belum berpengalaman tetapi ber-backing kuat, karena

nepotsme da banyak duit.

4) Kesenjangan sosial dan ekonomi . Karena uang negara hanya beredar

dikalangan kelas elit dari para konglomerat , yang berakibat tidak

terdistribusikannya uang secara merata, maka lahirlah fenomena diatas.

Pemimpin dan pejabat yang naik kursi karena ulah KKN berlaku congkak dan

secara kontinyu memeras uang rakyat, sehingga membuat kesenjangan sosial

dan ekonomi makin melemah.

E. Kedudukan Hukum Korupsi, Kolusi, Nepotisme, dan Suap Menurut

Hukum Islam.

Dari uraian dan penjelasan diatas, dapat dilihat dengan jelas bahwa KKN merupakan

praktik yang berhubungan dengan memakan harta orang lain dengan cara yang bathil

dan kerjasama dalam perbuatan tercela serta penggunaan kekuasaan untuk

kepentingan pribadi, keluarga , atau kelompok. Oleh karena itu, praktik KKN hukumnya

haram.

Keharaman KKN dapat ditinjau dari beberapa aspek, antara lain sebagai

berikut:

9

Perbuatan KKN merupakan perbuatan curang dan penipuan yang secara langsung

merugikan keuangan negara dan masyarakat. Allah memberi peringatan menghindari

kecurangan dan penipuan sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran Surah Ali Imran

ayat 161.

Nabi Muhammad SAW telah menetapkan suatu peraturan, bahwa setiap

kembali dari peperangan , semua harta rampasan baik yang kecil maupun yang besar

harus dilaporkan dan dikumpulkan dihadapan panglima perang, kemudian Rasulullah

SAW membaginya sesuai dengan ketentuan bahwa 1/5 dari harta rampasan perang itu

untuk Allah , Rasul, dan kerabatnya , anak yatim, orang miskin , dan ibnu sabil.

Sedangkan sisanya 4/5 diberikan kepada mereka yang ikut perang.

Nabi Muhammad SAW tidak pernah menggunakan jabatan sebagai panglima perang

untuk mengambil harta rampasan diluar dari ketentuan itu.

KKN diharamkan karena KKN merupakan suatu perbuatan penyalahgunaan jabatan

untuk memperkaya diri sendiri , keluarga , atau kelompok. Hal ini merupakan perbuatan

yang mengkhianati amanat yang diberikan negara dan masyarakat kepadanya.

Berkhianat terhadap amanat adalah perbuatan terlarang dan mendatangkan dosa,

sebagaimana firman Allah SWT dalam Surah Al-Anfal ayat 27 :

“Wahai orang-orang yang beriman , janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan

(jga) janganlah kamu mengkhianati amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang

kamu mengetahui”. (Al-Anfal/8:27)

Ayat tersebut di atas menerangkan bahwa mengkhianati amanat seperti perbuatan KKN

bagi para pejabat adalah dilarang. Oleh sebab itu, hukumnya haram.

Sebagaimana dengan hukum KKN tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI)

telah memfatwakan , sebagai berikut[14] :

1. Memberikan risywah dan menerimanya hukumnya adalah haram ;

2. Melakukan korupsi hukumnya adalah haram ;

3. Memberikan hadiah kepada pejabat ;

10

4. Jika pemberian itu pernah dilakukan sebelum pejabat tersebut memegang

jabatan , maka pemberian seperti itu hukumnya adalah halal, demikian juga

menerimanya.

5. Jika pemberian hadiah itu tidak pernah dilakukan sebelum pejabat tersebut

memegang jabatan, maka dalam hal ini ada tiga kemungkinan :

a. Jika antara pemberi hadiah dan pejabat tidak ada atau tidak akan ada urusan

apa-apa, maka memberikan dan menerima hadiah itu tidak haram.

b. Jika antara pemberi hadiah dan pejabat terdapat urusan , maka bagi pejabat

haram menerima hadiah tersebut, sedangkan bagi pemberi, haram memberikannya

apabila pemberian dimaksud bertujuan untuk meluluskan sesuatu yang bathil.

c. Jika diantara pemberi hadiah dan pejabat ada sesuatu urusan , baik sebelum

maupun sesudah pemberian hadiah dan pemberiannya itu tidak bertujuan untuk

sesuatu yang bathil, maka halal bagi pemberi memberikan hadiah itu, tetapi bagi

pejabat haram menerimanya.

Disamping mengeluarkan fatwa, MUI juga mengimbau agar semua lapisan masyarakat

berkewajiban untuk memberantas dan tidak terlibat dalam praktik hal-hal tersebut.

F. Sanksi Terhadap Pelaku Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Pada hakikatnya, kolusi, nepotisme dan suap semuanya bermuara pada korupsi,

karena perbuatan-perbuatan yang terkait dengannya semuanya berakibat korupsi.

Hukuman bagi pelaku korupsi menurut hukum islam adalah ta’zir, yaitu suatu hukuman

yang dikenakan kepada pelaku tindak pidana yang diserahkan kepada kebijaksanaan

hakim untuk menentukan berat dan ringannya semua hukuman atas pelaku tindak

pidana yang belum ditentukan dalam Al-Quran dan Hadits. Tindakan pidana korupsi

belum ditentukan dalam Al-Quran dan Hadits. Oleh sebab itu, hukuman bagi pelaku

korupsi adalah ta’zir, yang mana sekarang ini telah ada undang-undang yang dibuat

oleh pemerintah penanggulangannya.

Berkenaan dengan tindak pidana korupsi maka sanksi bagi pelakunya telah ditetapkan

dalam undang-undang Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001:

11

(1)Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri

sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara

atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana

penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda

paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.

1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). (2) Dalam hal tindak pidana korupsi

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati

dapat dijatuhkan. Rumusan korupsi pada Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999, pertama kali

termuat dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a UU No. 3 Tahun 1971. Perbedaan rumusan

terletak pada masuknya kata ”dapat” sebelum unsur ”merugikan

keuangan/perekonomian negara” pada UU No. 31 Tahun 1999. Sampai dengan saat

ini, pasal ini termasuk paling banyak digunakan untuk memidana koruptor. Untuk

menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut Pasal ini, harus

memenuhi unsur-unsur:

1) Setiap orang atau korporasi;

2) Melawan hukum;

3) Memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi;

4) Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Dengan melihat rumusan pasal diatas, tampaknya undang-undang tentang

pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat berani dan

sensasional, khususnya dengan adanya tuntutan hukuman mati bagi pelaku korupsi

yang dilakukan dalam keadaan tertentu, yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan

pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang

berlaku .

Pada rumusan pasal-pasal Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang

pemberantasan tindak pidana korupsi ini terdapat tiga macam hukuman ta’zir, yaitu

sanksi pidana penjara, sanksi pidana denda, dan sanksi pidana mati.

12

Abdul Aziz Amir dalam kitabnya, At-Ta’zir fisy-Syariah Al-Islamiyah mengatakan bahwa

hukuman ta’zir ada sebelas macam, yaitu :

1) Hukuman mati

2) Hukuman cambuk

3) Hukuman penahanan

4) Hukuman pengasingan

5) Hukuman ganti rugi

6) Hukuman publikasi dan pemanggilan paksa untuk hadir di majelis persidangan

7) Hukuman berbentuk nasihat

8) Hukuman pencelaan

9) Hukuman pengucilan

10) Hukuman pemecatan

11) Hukuman berupa penyiaran.

Sedangkan Wahbah Az-Zuhaili dalam kitabnya, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuh,

mengatakan bahwa hukuman ta’zir ada lima macam, yaitu :

1) Hukuman pencelaan

2) Hukuman penahanan

3) Hukuman pemukulan

4) Hukuman ganti rugi materi

5) Hukuman mati karena pertimbangan politik

Hukuman ta’zir itu bisa berat dan bisa ringan, tergantung dari tindak pidana yang

dilakukan, bahkan sampai kepada hukuman mati, seperti yang disebutkan dalam UU

13

No. 31 tahun 1999 pasal 2 ayat (2) bahwa korupsi yang dilakukan dalam keadaan

tertentu dapat dijatuhkan hukuman mati. Disamping itu , semua harta hasil korupsi

harus dikembalikan.

10 STRATEGIS PENCEGAHAN KORUPSI, KOLUSI, DAN NEPOTISME (KKN) DI

LINGKUNGAN BADAN LITBANG DAN DIKLAT KEMENTERIAN AGAMA RI TAHUN

2013

1. Optimalisasi Penerapan Reformasi Birokrasi

Sebagaimana disebutkan dalam Panduan Strategi dan Action Plan Reformasi Birokrasi

Sekretariat Jenderal Kementerian Agama, Badan Litbang dan Diklat dalam agenda

mendukung gerakan Reformasi Birokrasi telah melakukan berbagai upaya pemantapan

agenda reformasi tersebut, yang dilakukan antara lain: mengoptimalkan pemberdayaan

struktur dan kapasitas organisasi, meningkatkan kualitas dan integritas aparatur

terutama bagi para pengelola program dan anggaran, meningkatkan komitmen

pimpinan, meningkatkan kualitas perencanaan program dan anggaran, penegakkan

disiplin pegawai, penerapan reward and punishment, penataan rekrutmen dan

pembinaan pegawai, dan penegakkan kode etik pegawai.

2. Penataan Organisasi Pusat dan UPT

Penataan organisasi menjadi salah satu hal penting yang dilakukan Badan Litbang dan

Diklat Kementerian Agama. Usaha ini diamksudkan agar seluruh potensi organisasi

dapat digerakkan secara sistemik dan terpadu untuk mendukung pencapaian kinerja

sesuai TUSI-nya. Langkah yang ditempuh antara lain penetapan uraian tugas dan

uraian jabatan berikut indikator kinerjanya, pengajuan usulan perubahan struktur Pusat

dan UPT sesuai TUSI yang diemban, dan tindaklanjut proses pengajuan usulan

pembentukan 2 (dua) Balai Diklat Keagamaan baru, yaitu di Papua dan Nanggroe Aceh

Darussalam (NAD).

Pengajuan perubahan struktur dilakukan karena berdasarkan hasil evaluasi terhadap

setruktur yang ada belum sesui dengan tuntutan kebutuhan, sehingga kurang

fungsional dan cenderung timpang. Sementara itu, pengajuan pembentukan 2 UPT

14

diklat merupakan salah satu jawaban konkrit terhadap keterbatasan kapasitas UPT

yang ada dibanding tuntutan terhadap peningkatan kualitas SDM dan siklus diklat.

Penambahan jumlah UPT tersebut dirasakan semakin mendesak terutama sejak

diberlakukan kebijakan bahwa diklat diperuntukkan pula bagi tenaga kependidikan

NON-PNS.

3. Optimalisasi Perencanaan Program dan Anggaran

Menteri Agama dalam Pidato Pembukaan Rakor Badan Litbang dan Diklat tahun 2009

di Surabaya menyebutkan adanya sejumlah keberhasilan pembangunan bidang agama

dalam lima tahun terakhir. Keberhasilan tersebut di dalamnya terdapat peran Badan

Litbang dan Diklat. Namun diakui bahwa pembangunan bidang agama masih

menyisakan sejumlah masalah dan tantangan yang harus menjadi fokus perhatian lima

tahun ke depan. Agama sejauh ini belum difungsikan untuk membangun kesadaran,

menggugah nurani dan spiritual sikap individu dalam perilaku keseharian. Harmonisasi

sosial dan kerukunan tampak belum sepenuhnya terwujud di kalangan umat beragama,

padahal kerukunan umat beragama merupakan pilar penting bagi terwujudnya

kerukunan nasional dan modal sosial bagi pembangunan bangsa.

Badan Litbang dan Diklat secara simultan berusaha meningkatkan kualitas

perencanaan program dan anggarannya sesuai tuntutan pembangunan dan pelayanan

unit-unit teknis di lingkungan Kementerian Agama. Sejumlah langkah yang ditempuh

antara lain:

a. Penerbitan Renstra Badan Litbang dan Diklat 2010-2014;

b. Sosialisasi kebijakan dan perauran perundang-undangan di bidang perencanaan

program dan anggaran;

c. Koordinasi dan sinkronisasi program dan anggaran, Pusat dan UPT (Pagu Indikatif-

Pagu Definitif);

d. Penerapan perencanaan program dan anggaran berbasis kinerja;

e. Peningkatan kemampuan para petugas perencanaan dan penyusun RKA-KL;

15

f. Uji relevansi perencanaan program dan anggaran, Pusat dan UPT;

g. Penerbitan Instruksi dan Surat Edaran Kepala Badan perihal optimalisasi

perencanaan anggaran; h. Peningkatan pengawasan dan pengendalian perencanaan

program dan anggaran

i. Verifikasi dan pembinaan perencanaan program dan anggaran pada UPT;

j. Penerbitan Standar Biaya untuk jenis kegiatan tertentu berdasarkan SBU (Standar

Biaya Umum).

4. Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas SDM

SDM aparatur merupakan elemen kunci dalam usaha mendukung performan

kelembagaan. Untuk itu, peningkatan kualitas SDM internal Badan Litbang dan Diklat

menjadi prioritas utama. Sejumlah langkah yang telah ditempuh antara lain:

a. Pembenahan sistem rekrutmen CPNS;

b. Pembenahan sistem pengembangan pegawai;

c. Pembinaan Mental Pegawai;

d. Penyelenggaraan berbagai kegiatan orientasi;

e. Penugasan sebagai peserta diklat tertentu; f. Pemberian bantuan belajar dan

program beasiswa;

g. Pelibatan pegawai dalam berbagai kegiatan akademik;

h. Mendorong terciptanya budaya kerja yang kondusif;

i. Mengembangkan budaya akademik;

j. Peningkatan kesejahteraan pegawai.

5. Peningkatan Layanan Informasi Publik

16

Badan Litbang dan Diklat secara intensif melakukan sosialisasi dan komunikasi

terhadap berbagai produk kelembagaan. Langkah ini dimaksudkan agar produk

kelembagaan itu dapat diakses oleh para pengguna dan masyarakat luas. Salah satu

langkah yang ditempuh adalah melalui peningkatan layanan informasi publik. Bentuk-

bentuk yang dilakukan, antara lain:

a. Penerbiatan jurnal-jurnal penelitian antara lain: Jurnal DIALOG (Badan Litbang dan

Diklat), HARMONI (Puslitbang Kehidupan Keagamaan), EDUKASI (Puslitbang

Pendidikan Agama dan Keagamaan), LEKTUR (Puslitbang Lektur dan Khazanah

Keagamaan), dan Jurnal-jurnal lain pada Pusdiklat, Lajnah, Balai Litbang Agama, dan

Balai Diklat Keagamaan;

b. Penerbitan Website Badan Litbang dan Diklat yang memuat berbagai produk

kelitbangan dan kediklatan. Setiap bulan tidak kurang dari 500 pengunjung Website

Badan Litbang dan Diklat;

c. Penataan sistem data kelitbangan dan kediklatan, serta pelayanan perpustakaan

berbasis IT (Information Technology).

6. Peningkatan Sarana dan Prasarana Perkantoran

Badan Litbang dan Diklat melalui anggaran yang ada telah melakukan pembenahan

sarana dan prasarana perkantoran. Langkah ini dimaksudkan antara lain, meningkatkan

kualitas kinerja kelembagaan, memberikan pelayanan prima bagi pengguna, dan

mendorong suasana kerja yang kondusif. Di luar itu, dimaksudkan pula sebagai langkah

peningkatan citra positif kelembagaan. Sarana dan prasarana perkantoran yang telah

dibangun sampai tahun 2008, meliputi sarana prasarana perkantoran dan asrama

Pusdiklat Tenaga Teknis Keagamaan, sarana prasarana perkantoran dan asrama

seluruh Balai Diklat Keagamaan, sarana prasarana perkantoran Balai Litbang Agama.

Saat ini masih dalam proses penyelesaian pembangunan gedung perkantoran Pusdiklat

Tenaga Administrasi. Prioritas ke depan, adalah pengembangan laboratorium dan

perpustakaan, terutama bagi Balai Diklat Keagamaan dan Balai Litbang Agama.

7. Optimalisasi Pengawasan Kinerja

17

Pengawasan kinerja terus dilakukan secara terpadu. Hal ini dilakukan sebagai langkah

antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya kesalahan atau pelanggaran dalam

pelaksanaan TUSI kelambagaan. Langkah yang ditempuh antara lain: Penguatan

sistem pengawasan oleh masing-masing pimpinan unit atau pejabat yang berwenang;

Penyelenggaraan berbagai kegiatan verifikasi program dan anggaran;

Penyelenggaraan rapat koordinasi dan evaluasi kinerja para pimpinan unit yang

dilakukan secara berkala; Penerbitan surat edaran dan instruksi Kepala Badan pada

setiap awal tahun anggaran; Pengiriman petugas Pusat dalam rangka pembinaan UPT;

dan Optimalisasi AKIP-LAKIP dan penetapan indikator kinerja.

8. Peningkatan Mutu Pelaporan Keuangan

Salah satu target penting Kementerian Agama adalah tercapainya Laporan Keuangan

dengan status WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) tahun 2011. Berkenaan dengan itu,

Badan Litbang dan Diklat telah melakukan berbagai upaya, antara lain:

a. Peningkatan kualitas tenaga pengelola keuangan;

b. Sosialisasi berbagai kebijakan di bidang keuangan;

c. Pemberlakukan tertib administrasi pengelolaan anggaran;

d. Optimalisasi pengawasan terhadap pengelolaan keuangan;

e. Pelaksanaan Tindak Lanjut hasil Pemeriksaan (TLHP);

f. Peningkatan kualitas laporan keuangan;

g. Penerbitan Surat Edaran Kepala Badan perihal pengelolaan DIPA pada setiap awal

tahun anggaran.

9. Penertiban Aset

Salah satu langkah penting yang dilakukan Badan Litbang dan Diklat dalam usaha

mendorong tercapainya WTP tahun 2011 adalah melakukan penertiban aset (BMN).

Sejumlah langkah yang ditempuh, antara lain: Orientasi bagi petugas pengelola BMN,

Pusat dan UPT; Sosialisasi dan pelatihan SIMAK-BMN; Pendataan BMN, Pusat dan

18

UPT; Pengajuan usulan penghapusan aset sesuai ketentuan yang berlaku; Pengiriman

petugas Pusat dalam rangka pembinaan UPT dalam pengelolaan Aset; dan Revaluasi

aset dan penataan BMN.

10. Penguatan Sistem Pengendalian Internal dan Penegakan Kode Etik

Kinerja suatu organisasi ditentukan pula oleh sistem pengendalian internal. Berbagai

kesalahan atau peyimpangan dapat pula terjadi justreu diakibatkan karena lemahnya

sistem pengendalian ini. Untuk itu, Badan Litbang dan Diklat secara intensif melakukan

berbagai pembenahan pengendalian internal, yang dilakukan antara lain:

a. Peningkatan komitmen pimpinan/atasan;

b. Optimalisasi kebijakan pengawasan dan pengendalian program;

c. Penegakkan kode etik bagi seluruh pagawai;

d. Pemberian sanksi terhadap pegawai yang melanggar;

e. Rapat konsultasi dan evaluasi program dan anggaran secara berakala;

f. Penerbitan berbagai kebijakan berkaitan dengan pengelolaan program dan anggaran;

g. Optimalisasi penyelanggaraan pelaporan program dan anggaran.

19

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

1) Korupsi ialah perilaku yang buruk yang tidak legal dan tidak wajar untuk

memperkaya diri

2) Haram hukumnya melakukan korupsi, kolusin dan nepostisme, tetapi khusus

nepotisme haram hukumnya jika yang diserahi jabatan tidak profesional, tidak

memiliki kapabilitas dan tidak mempunyai moralitas yang sesuai dengan ajaran

Al-Quran dan Hadits.

3) Korupsi dinilai dari sudut manapun ia tetap suatu pelangaran

4) Korupsi mengakibatkan kurangnya pendapatan Negara dan kurangnya

kepercayaan terhadap pemerintah.

5) Agama Islam mengakui adanya hak milik pribadi yang berhak mendapat

perlindungan dan tidak boleh diganggu gugat.

6) KKN diharamkan karena bertentangan dengan ajaran Al-Quran, Hadits, dan

tujuan syariat, selain itu juga bertentangan dengan rasa kemanusiaan dan rasa

keadilan, pula karena merugikan orang lain, masyarakat dan negara.

Demikianlah pokok-pokok pikiran tentang Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dalam

pandangan Al-Quran yang dapat dikemukakan. Wallahu A’lam.

20

DAFTAR PUSTAKA

Djamil, Fathurrahman, KKN Dalam Perspektif Hukum Islam dan Moral Islam, Jakarta,

Al-Hikmah dan DITBIN BAPERA Islam, 1999.

Fazlur Rahman, Al-Quran dan Ilmu Pengetahuan, Jakarta, Rineka Cipta, 2000

Dirasah fi Fiqh Maqashid Asy-Syari’ah, Kairo : Darus Syuruq, 2006.

1. Fathurrahman Djamil dkk, “Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN): Dalam

Perspektif Hukum dan Moral Islam”; dalam Menying-kap Korupsi, Kolusi, dan

Nepotisme di Indonesia. Yogyakarta: Aditya Media, 1999, hlm. (103-115), 103

2. Sumartana. „Etika dan Penanggulangan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme di Era

Reformasi”, Yogyakarta: Aditya Media, 1999, hlm. (97-102), 100.

3. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

(Jakarta,Balai Pustaka,1995) cet. IV, h. 527.

4. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, , h.

514.

5. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, , h.

687.

6. JW. Schoorl, Modernisasi, Pengantar Sosiologi Pembangunan Negara-negara

Sedang Berkembang, (Jakarta,Gramedia,1980) h.175.

7. Robert Klitgard, Membasmi Korupsi,(Jakarta, Yayasan obor Indonesia), 1998,

h.31.

8. Teten Masduki, Republika, Rabu, 10 Mei 2000, h.16.

9. JW. Schoorl, Modernisasi, Pengantar Sosiologi Pembangunan Negara-negara

Sedang Berkembang, (Jakarta,Gramedia,1980) h.175.

10. Al-Athas, Solusi Korupsi, Sebuah Penjelajahan Dengan Data Kontemporer,

hal.11.

21