makalah sosiologi keluarga fix
TRANSCRIPT
MAKALAH SOSIOLOGI KELUARGA
“Pembagian Kerja Dalam Keluarga”
Diajukan Sebagai Tugas Ujian Akhir Semester
Oleh:
Fika Andriyani / 08120002
SYARI’AH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2011
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sesungguhnya banyak nilai-nilai ajaran agama Islam yang bersifat
universal, misalnya tentang kesetaraan antara pria dan wanita dalam rumah tangga
yang belum banyak diketahui oleh masyarakat luas. Padahal bentuk-bentuk kerja
sama antara suami istri dalam Islam di antaranya adalah memimpin keluarga jika
ada musyawarah, memberi nafkah, mengasuh, mendidik anak dan mengerjakan
urusan rumah tangga. Namun demikian, masyarakat lebih mengenal kewajiban
suami istri dari pada hak-hak di antara keduanya dalam rumah tangga. Barangkali
kondisi seperti ini tidak menjadi masalah bagi keluarga yang istrinya tidak bekerja
di luar rumah. Akan tetapi bagi istri yang bekerja di luar rumah, nampaknya kondisi
ini sangat tidak menguntungkan. Karena dengan pemahaman yang diskriminatif atas
gender membuat beban kerja wanita lebih berat.
Adanya anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat memelihara dan
rajin, serta tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga menjadi tanggung jawab
kaum perempuan. Konsekuensi dari pandangan seperti itu, banyak kaum perempuan
terutama dari kalangan keluarga kelas ke bawah harus bekerja keras, lama untuk
menjaga kebersihan dan kerapian rumah tangga mulai dari membersihkan, mengepel
lantai, memasak, menyapu, mencuci dan memelihara anak.
Bias gender yang mengakibatkan beban kerja tersebut sering kali diperkuat
oleh adanya pandangan atau keyakinan di masyarakat bahwa pekerjaan yang
dianggap sejenis oleh masyarakat sebagai pekerjaan jenis “perempuan”,
dikategorikan sebagai “tidak produktif” sehingga tidak diperhitungkan dalam
statistik ekonomi negara. Sementara kaum perempuan – karena anggapan perbedaan
gender ini – sejak dini disosialisasikan untuk menekuni peran gender mereka. Di
lain pihak kaum lelaki tidak diwajibkan secara kultural untuk menekuni berbagai
jenis pekerjaan domestik kesemuanya ini telah memperkuat pelanggengan secara
kultural dan struktural beban kerja kaum perempuan.1
Fondasi kehidupan keluarga adalah ajaran agama, sedang jalinan perekatnya
adalah hak dan kewajiban terhadap suami, istri dan anak. Namun hanya sedikit
1 Mansur Fakih. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. 1996. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 21
2
sekali dari pasangan suami istri yang mengetahui ruang lingkup dari pengelolaan
pekerjaan dalam rumah tangga. Sering kali hal ini menyebabkan konflik pada
pasangan dan akhirnya saling melempar tugas, apalagi bagi pasangan karier ganda.
Dan biasanya yang sering terbebani tugas domestik adalah istri, yang mulai bekerja
sejak pagi hingga sore hari. Sementara para suami enggan membantu tugas domestik
itu dengan dalih pembagian peran.
Pemerintah dengan tegas mengakui perbedaan peran tersebut dan
menyatakan bahwa peran serta kaum wanita dalam proses pembangunan harus
berkembang selaras dan serasi dengan peran mereka dalam meningkatkan
kesejahteraan keluarga. Dengan kata lain peran yang diberikan wanita adalah peran
ganda, dalam artian mereka bertanggung jawab atas urus dan rumah tangga akan
tetapi juga diharapkan melakukan aktivitas di luar rumah sebagai anggota
masyarakat.
Namun dalam prakteknya, hal seperti itu belum terwujud. Masih banyak
terjadi ketidakadilan peran antara wanita dan pria dalam keluarga. Pembagian kerja
yang tidak adil dalam keluarga merupakan hal yang sudah menjamur dan
melembaga bahkan merupakan hal tertua dan terkuat. Umurnya sudah ribuan tahun
dan sampai sekarang masih tetap bertahan. Sehingga orang sering kali menganggap
pembagian kerja secara seksual merupakan suatu yang alamiah.
B. Rumusan Masalah
Pada makalah kali ini penulis mencoba mengerucutkan akar permasalahan menjadi
rumusan masalah di bawah ini:
1. Teori apa yang mendasari pembagian kerja atau peran suami Istri dalam
keluarga?
2. Bagaimana seharusnya keluarga Islam membagi tugas atau kerja dalam
keluarga?
BAB II
PEMBAHASAN
3
A. Teori-Teori Ketidaksamaan
Sebagian masyarakat nampaknya masih menggunakan jenis kelamin sebagai
patokan dalam pembagian kerja sosial individu. Karena memang pada dasarnya
antara laki-laki dan perempuan dicetak dalam keadaan yang berbeda. Dari
ketidaksamaan jenis kelamin tersebut, maka lahirlah beberapa teori yang menuju
pada pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan.
Murdock dan Provost telah berusaha untuk mengidentifikasi pekerjaan-
pekerjaan yang paling konsisten untuk maskulin dan feminin yang dapat dijumpai
di seluruh Indonesia. pada umumnya, kegiatan-kegiatan yang secara konsisten
diperuntukkan bagi kaum pria (maskulin) adalah kegiatan-kegiatan yang
memerlukan kekuatan fisik yang lebih besar, tingkat risiko dan bahayanya lebih
tinggi, sering keluar rumah dll. Sebaliknya kerja yang dilakukan feminin secara
konsisten, relatif kurang berbahaya, cenderung lebih bersifat mengulang, tidak
memerlukan konsentrasi yang intens, kurang memerlukan latihan yang intensif dan
keterampilan rendah. 2
Ada beberapa teori untuk menjelaskan sifat pembagian kerja dan
ketidaksamaan menurut jenis kelamin. Sebagian teori tersebut terpusat pada
penjelasan mengenai pola universal, sementara yang lain lebih memperhatikan
penjelasan-penjelasan mengenai perbedaan dan peranan jenis kelamin, di antaranya
adalah
1. Teori Sosiobiologi
Teori ini berusaha menjelaskan sifat semesta keunggulan laki-laki
dengan mengacu kepada perbedaan-perbedaan biologis yang mendasar
di antara jenis kelamin itu. Teori ini sependapat bahwa tanpa
memperhatikan elaborasi sosial ketidaksamaan menurut jenis kelamin,
perbedaan peranan seks terbentuk menurut ciri-ciri tertentu yang
mendasar dan biologi manusia.
2. Teori Materialistis
Teori ini berusaha untuk menjelaskan pola-pola peranan jenis kelamin
sebagai produk pengaturan infrastruktur suatu masyarakat. Mereka lebih
memusatkan perhatian kepada variasi dalam sistem peranan jenis
2 Su’aidah, Sosiologi Keluarga, 2005, Malang: UMM Press. Hal 187.
4
kelamin, dan pada umumnya setuju bahwa sifat teknologi, produksi
ekonomi, dan ekologilah bukan keharusan biologis yang pada dasarnya
menentukan bagaimana konsep mengenai jenis kelamin itu selain
berhubungan
3. Teori Politik
Teori ini juga berusaha untuk menjelaskan perbedaan dalam pola
peraturan jenis kelamin. Yang menonjol dari pada teori politik adalah
memberi penekenan pada perbedaan-perbedaan dalam kelaziman
berperan sebagai penentu kunci dari adanya perbedaan-perbedaan
dalam peranan jenis kelamin itu.3
B. Ketidakadilan Gender Dalam Rumah Tangga
Gender adalah konsep yang merujuk pada sistem peranan dan hubungan
antara perempuan dan laki-laki yang tidak ditentukan oleh perbedaan biologis, akan
tetapi ditentukan oleh lingkungan sosial, politik, ekonomi, dan budaya.4 Sebagai
perumpamaan, wanita dikenal cantik, lemah lembut, emosional dan keibuan,
sedangkan laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan dan perkasa. Ciri dan sifat itu
dapat dipertukarkan antara laki-laki dan perempuan, yang bisa mengubah dari waktu
ke waktu.
Banyak sekali ahli di bidang antropologi, sosiologi dan ekonomi yang
mengasumsikan bahwa diferensiasi peranan dalam keluarga berdasarkan jenis
kelamin dan alokasi ekonomi mengarah pada adanya peranan yang besar atau
menyeluruh pada wanita dalam pekerjaan rumah tangga (reproduksi) dan laki-laki
dalam pekerjaan produktif (mencari nafkah). Walaupun demikian dari hasil
penelitian tentang curahan waktu pria dan wanita dalam rumah tangga di berbagai
pekerjaan menunjukkan tidak sedikit wanita yang mempunyai peranan sebagai
pencari nafkah dalam bidang pertanian, perdagangan dan industri kecil.5
Karena peran perempuan adalah mengelola rumah tangga dan memelihara
anak, maka hal ini mengakibatkan terjadi ketidakadilan gender dalam keluarga yang
bermanifestasi dalam berbagai bentuk yaitu:
3 Ibid, hal 186-2114 Mansur Fakih, Op.Cit hal. 85 Akif Khilmiyah. Menata Ulang Keluarga Sakinah, Keadilan Sosial dan Humanisasi Mulai dari Rumah. 2003. Yogyakarta: Pondok Pustaka Jogja. Hal. 9.
5
1. Burden. Perempuan menanggung beban kerja domestik lebih banyak
dan lebih lama dari pada laki-laki.
2. Subordinasi. Adanya anggapan rendah (menomor duakan) terhadap
perempuan dalam segala bidang baik pendidikan, ekonomi dan politik
3. Marginalisasi. Adanya proses pemiskinan terhadap perempuan karena
tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan-keputusan penting yang
terkait dengan ekonomi keluarga
4. Stereotype. Adanya pembelaan negatif terhadap perempuan karena
dianggap sebagai pencari nafikan tambahan
5. Violence. Adanya tindak kekerasan baik psikis maupun fisik terhadap
perempuan karena anggapan suami sebagi penguasa tunggal dalam
rumah tangga 6
Untuk membongkar adanya berbagai macam ketidakadilan tersebut, maka
tindakan yang strategis untuk dilakukan adalah membongkar pola pembagian kerja.
Karena dengan pola pembagian kerja yang adil dalam rumah tangga, di mana
suami, istri dan anak sama-sama mempunyai akses dan kontrol secara adil di bawah
kepemimpinan yang demokratis, tidak sewenang-wenang, tanggung jawab dan siap
dikontrol oleh seluruh anggota keluarga sehingga akan tercipta keadilan relasi
antara pria dan wanita dalam keluarga dan masyarakat.
Adapun beberapa indikator ketidakadilan suami istri dalam pembagian kerja
rumah tangga adalah sebagai berikut:
1. Pembagian peran berdasarkan jenis kelamin tidak berdasarkan keahlian
2. Anggapan rendah pekerjaan domestik
3. Anggapan ringan pekerjaan domestik
4. Pekerjaan domestik merupakan tanggung jawab istri
5. Istri berdosa apabila tidak menyelesaikan pekerjaan domestik7
C. Pembagian Kerja Menurut Jenis Kelamin
Pengalaman pemasyarakatan yang dini itu, di mana anak-anak muda
mulai memperoleh nilai-nilai dan keahlian-keahlian orang tua mereka merupakan
6 Mansur Fakih. Op.Cit. Hal 15.7 Akif Khilmiyah. Menata Ulang Keluarga Sakinah, Keadilan Sosial dan Humanisasi Mulai dari Rumah. 2003. Yogyakarta: Pondok Pustaka Jogja. Hal. 11.
6
dasar bagi tingkah laku dewasa mereka kelak, jika mereka menjadi orang tua dan
suami/istri. Perbedaan dalam peran sex sangat menonjol dalam pembagian kerja
menurut jenis kelamin. Pada semua masyarakat tugas-tugas tertentu diberikan pada
wanita, ada yang lainnya pula diberikan pada laki-laki dan ada pula yang diberikan
pada kedua-duanya.
Seorang laki-laki tidak dapat melahirkan anak atau merawatnya. Laki-
laki lebih kuat dari pada perempuan yang sebaliknya kadang-kadang terhalang oleh
waktu hamil, menstruasi dan melahirkan. Tetapi sebaliknya wanita cukup
mempunyai kekuatan, kecepatan dan ketelitian untuk mengerjakan hampir semua
pekerjaan di tiap masyarakat. 8
Sama pentingnya bahwa apa yang dianggap sebagai pekerjaan laki-laki
dalam suatu masyarakat mungkin saja dianggap pekerjaan wanita pada masyarakat
lain. Dengan demikian menunjukkan bahwa banyak pembagian itu ditentukan oleh
kebudayaan dan faktor biologis hanya beberapa persennya saja.
Rata-rata pekerjaan laki-laki itu menenmpati porsi pekerjaan yang
berat-berat dan membutuhkan tenaga ektra. Sebaliknya perempuan kebanyakan
mendominasi pekerjaan yang relative lebih ringan dan tidak membutuhkan tenaga
super. Seperti mencuci, memasak, menyapu dan lain sebagainya.
Namun tidak menutup kemungkinan antara pekerjaan laki-laki dan
perempuan tersebut dicampur adukkan dan tidak ada pemisahan antara mereka.
Karena pada kenyataannya tidak sedikit wanita yang menempati ruang pekerjaan
laki-laki. Pembagian itu bukan didasarkan atas pertimbangan kemampuan terlihat
dari kenyataan bahwa laki-laki pun mampu melakukan pekerjaan wanita. Dalam
hal ini, apapun tugas laki-laki dianggap lebih terhormat dari pada perempuan.
Pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin dapat dibagi dalam tiga
jenis, yaitu: produksi, reproduksi dan komunitas atau yang disebut juga 3 peran
gender (triple role), yaitu sbb:
1. Kerja produktif
Adalah semua pekerjaan terkait dengan produksi barang dan jasa untuk
mendapatkan penghasilan dan subsitensi (pemenuhan kebutuhan dasar).
8 William. J. Goode. Sosiologi Keluarga. 1983, Jakarta: Bina Aksara. Hal. 141
7
Perempuan dan laki-laki sama-sama bekerja untuk pekerjaan produktif, namun
tidak semua dari jenis pekerjaan ini sama nilai atau harganya.9
2. Kerja reproduktif
Adalah pekerjaan yang berkaitan dengan perawatan dan pemeliharaan
rumah tangga dan anggotanya.10 Jenis pekerjaan ini sangat dibutuhkan dan
penting sifatnya, akan tetapi sering dianggap tidak sama nilainya dengan
pekerjaan produktif. Pekerjaan ini penting bagi keberlangsungan hidup
manusia serta berguna untuk pemeliharaan dan reproduksi tenaga kerja, namun
jarang sekali dianggap sebagai pekerjaan ‘riil’.
Sebagai contoh, ketika orang ditanya apa pekerjaan mereka, maka
tanggapan mereka adalah biasanya berkaitan dengan pekerjaan yang dibayar
atau pekerjaan untuk peningkatan pendapatan. Biasanya pekerjaan reproduktif
umumnya tidak dibayar dan tidak diperhitungkan dalam statistik ekonomi
yang konvensional. Umumnya pekerjaan ini dilakukan oleh perempuan.
3. Kerja komunitas
Adalah kegiatan yang dilakukan untuk aktivitas kemasyarakatan
seperti upacara dan perayaan yang tujuannya untuk meningkatkan solidaritas
dalam masyarakat serta mempertahankan tradisi setempat, meningkatkan
partisipasi dalam kelompok atau organisasi sosial, kegiatan politik di tingkat
lokal. Tipe pekerjaan ini jarang sekali diperhitungkan dalam analisis ekonomi
dan dianggap sebagai pekerjaan sukarela dan dianggap penting untuk
pengembangan spiritual dan kultural dari suatu komunitas. Baik perempuan
dan laki-laki terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan ini, meskipun tidak
terlepas dari sistem pembagian kerja berdasarkan gender. Jenis kerja
komunitas ini diklasifikasi atas dua tipe, yaitu:
a) Pekerjaan yang berkaitan dengan pemeliharaan komunitas (community-
managing activitis) adalah pekerjaan yang paling banyak dilakukan oleh
perempuan sebagai perpanjangan dari peran reproduktif mereka.
Kegiatan ini dilakukan untuk menjamin adanya pengadaan dan
9 Jenis pekerjaan kategori inilah yang paling utama diakui dan dianggap lebih bernilai sebagai pekerjaan baik oleh individu maupun masyarakat, secara umum yang paling banyak dimasukkan ke dalam statistik ekonomi nasional
10 Seperti memasak, mencuci, menyapu, membersihkan, merawat, menjaga dan membesarkan anak, memelihara tempat tinggal, dan sebagainya.
8
pemeliharaan atas sumberdaya yang terbatas yang dimanfaatkan oleh
setiap orang seperti air, perawatan kesehatan, dan pendidikan. Pekerjaan
ini bersifat sukarela, dilakukan pada waktu luang perempuan.
b) Pekerjaan yang berkaitan dengan politik masyarakat (community politics)
adalah pekerjaan yang umumnya dilakukan oleh kaum laki-laki dalam
organisasi politik formal, seringkali dalam kerangka politik nasional.
Umumnya mereka dibayar secara tunai dalam pekerjaan ini, atau
mendapat keuntungan secara tidak langsung dengan meningkatnya status
atau kuasa.11
D. Pembagian Kerja dalam Keluarga Muslim
Pola pembagian kerja dalam keluarga lebih banyak didasarkan pada
perbedaan jenis kelamin dari pada keterampilan yang dimiliki oleh suami istri
sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Arif Budiman bahwa pembagian kerja
secara seksual lebih didasarkan pada struktur perbedaan genetis antara laki-laki dan
wanita.12
Sebagaimana kita lihat pada budaya masyarakat Jawa, perempuan biasanya
ditugaskan untuk melakukan tugas dalam peristiwa sosial (perkawinan dan
kelashiran), sedangkan suami diberi tuga dalam acara ritual keagamaan.
Diferensiasi peranan dalam keluarga, Nampak bahwa perbedaan posisi anggota
keluarga didasarkan pada berbagai pertimbangan seperti perbedaan umur, jenis
kelamin, ekonomi dan kekuasaan.
Sebenarnya dalam pembagian pekerjaan rumah tangga keluarga muslim, ada
tiga kata kunci yang sering diperdebatkan yakni kata “Pemimpin, Taat, Dan Adil”.
Ketiga kata ini hendaknya dipahami dengan menggunakan paradigma laki-laki dan
perempuan, untuk mencari format yang ideal dalam mengaplikasikan ketiga kata
ini. Misalnya kalau laki-laki benar sebagai pemimpin dalam rumah tangga, maka
pola kepemimpinan apa yang tepat untuk diterapkan apakah demokrasi atau
otoriter.juga dalam pengaplikasian ketaantan, aturan-aturan apa saja yang harus
ditaati dan mana yang tidak perlu ditaati.
11 http://genderpedia.blogspot.com/2010/08/pembagian-kerja-berdasarkan-gender.html. diakses pada tanggal 13 Juni 2011 jam 16.13 WIB.
12 Arif Budiman. Pembagian Kerja Secara Seksual.1978. Jakarta: Gramedia. Hal 7
9
Demikian juga halnya dengan konsep aplikasi “keadilan”, proporsi yang
bagaimnbakan yang bisa dikatakan adil dalam pembagian kerja dalam keluarga,
karena pada dasarnya pria dan wanita memliki potensi yang sama untuk
berkembang. Apakah konsep pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin, atau
berdasarkan berat ringannya pekerjaan, atau berdasar kemampuan yang dimiliki
suami istri atau pula berdasarkan siapa ynag berkuasa dalam rumah tangga.
Dalam wacana keislaman klasik, secara umum wanita digeneralisasikan
sebagai makhluk yang melebur ke dalam citra laki-laki yakni sebagai obyek dan
makhluk domestic.13 Kitab-kitab fikih telah mengaburkan posisi sentral perempuan
sebagai “keibuan” yang penuh kewibawaan dan kebijaksanaan menjadi posisi
“keistrian” yang submisif dan tergantung. Bahkan dalam kitab fikih tidak punya
gambaran sama sekali tentang masalah perempuan lebih banyak didasarkan pada
hadis-hadis nabi yang kondisional dan dipengaruhi oleh perspektif para ulama yang
mengedepankan konsep ird (kehormatan suku Arab) dari pada dikembalikan
menurut al-Qur;an yang menjamin keuniversalitasan Islam.
E. Tugas atau Kewajiban dan Hak Anggota Keluarga
Salah satu dari tujuan perkawinan ialah harapan akan mendapatkan karunia
anak keturunan yang akan meneruskan sejarah riwayat hidup seseorang untuk
membina keluarga sakinah. Dari proses perkawinan hingga lahirnya anak keturunan
ini timbullah masalah-masalah hukum yang harus dipatuhi oleh masing-masing
suami istri yang statusnya berganti menjadi bapak, ibu dan anak.
Dalam perspektif islam, berikut beberapa uraian mengenai tugas hak dan
kewajiban orang tua dan anak14.
1. Tugas Ibu
13 Akif Khilmiyah. Op Cit. hal.6914 Imam Muchlas, Al-Qur’an Berbicara Tentang Hukum Perkawinan, 2006, Malang: UMM Press. Hlm. 89
10
Ibu sebagai orang tua dari anaknya dia mempunyai tugas mengasuh anak
bayinya, secara khusus di sebut dengan al-hadhonah15Tugas kewajiban ibu
dengan al-hadhanah ini mencakup pekerjaan-pekerjaan sebagai berikut :
a. Mengasuh anak yang masih belum mampu mengurus masalah-masalah diri
sendiri
b. Mencegah apa yang bisa membahayakan dia seperti kisah keluarga Imran
berebut untuk menjadi pengasuh dan menjaga Maryam ibunda nabi Isa (ali
Imran 37 dan 44)
c. Mengatasi urusan untuk kepentingannya
d. Melayani masalah makan minum, tidur, mandi, berpakaian, mencuci pakaian
sekaligus menumpahkan cinta dan kasih sayang kepada anak.
e. Mendidik anak. Khusus untuk ibu, tugas ini sangat erat mengikat dia ialah
pada umur dan periode sebelum mumayyiz. Kompilasi Hukum Islam pasal
105 (a) menetapkan umur mumayyiz anak ialah 12 tahun.
Az-zuhaili dalam al-Fiqhul Islami (1989:7/718) menyatakan bahwa untuk
mengasuh anak (al-hadhanah) ini melekat kepada 3 orang, yaitu: anak, ibu, dan
bapak. Untuk anak sudah jelas, dia mempunyai hak penuh untuk dirawat, sedangkan
bapak dan ibu akan terlihat jelas bagaimana haknya untuk mengasuh anak, ketika
terjadi perceraian dari perkawinan itu maka hak dan kewajiban untuk mengasuh anak
menjadi masalah yang sangat serius.
Dalam hal hadlanah maka terdapat tugas kewajiban yang terpadu menjadi tugas
kewajiban bersama-sama si ibu maupun bapak itu.16
2. Tugas Bapak
Sebagai kepala keluarga dituntut menanggung jawab masalah sebagai berikut :
a. Mampu mengatasi ujian atas tanggungannya berupa anak maupun istri (ali
imran 14; al anfal 28; al ankabut 85; al kahfi 45; al munafiqun 9; at taghabun
15)
15 Al-qur’an surat al-baqarah 233; al-ahqaf 15; luqman 14. Secara etimologi, hadlanah berasal dari bahasa arab yang berarti "bagian samping tubuh yang bisa dipergunakan untuk menggendong anak kecil".Sedang secara terminologi, hadlanah berarti mengasuh, memelihara dan mendidik anak kecil yang belum mumayyiz.16 Imam Muchlas, Op.cit. hlm. 90
11
b. Anak merupakan anugrah dan rahmat Allah, maka harus disayangi dan
dicintai tidak boleh ada rasa tidak suka kepada anak (yusuf 13, 64, 67, 84-
85)
c. Anak sebagai penyambung sejarah dan riwayat hidup diri dia harus didoakan
untuk memperoleh keberkahan dan rahmat allah (maryam 6; al furqan 74; al
ahqaf 15)
d. Berusaha keras mendidiknya agar anak itu kelak akan membawa harum
nama orang tua (al kahfi 82)
e. Bersikap adil atas semua anak tidak boleh menganaktirikan yang satu dari
yang lain (yusuf 8)
f. Memberi nasehat masalah-masalah yang sangat penting kepada anak (al
baqarah 132-133; hud 42-43)
g. Memberikan pendidikan islam yang ideal (luqman 13, 17-19)
h. Memberikan pelatihan kecakapan mengatasi segala macam masalah (al
anbiya 78-79) dan pelajaran ibadah (al baqarah 132-133; luqman 13; at
tahrim 6; thaha 132)
Az-zuhaili dalam al-fiqhul islami (1989:7/718) memberikan rincian yang
senada bahwa tugas kewajiban bapak menanggung sepenuhnya kebutuhan
keluarga meliputi masalah-masalah berikut:
a. Menentukan kebijakan mengatur rumah tangga
b. Sangat peduli, amper, dan kritis atas tanggung jawabnya
c. Penuh perhatian atas masalah rumah tangganya
d. Teguh hati, pantang mundur
e. Menciptakan suasana dan nuansa yang mengutamakan al akhlaqul karimah.17
3. Hak-hak anak dan kewajiban orang tua untuk anaknya
a. Untuk jangka panjang : Hak untuk Beragama tauhid18
Dalam hal ini para ulama lebih menekankan bahwa hak anak dan wajib
dipenuhi oleh orang tua itu ialah untuk mengasuh akidah kepercayaan amal
ibadah dengan baik. Dalam hal ini Allah menetapkannya dalam al-qur’an
surat at tahrim ayat 6 :
17 Ibid, Hlm. 9218 Ibid, Hlm. 275
12
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan.”
b. Untuk jangka pendek : hak untuk hidup yang lebih baik19
Al-quran surat al baqarah ayat 233 menunjuk langsung hak anak yang masih
bayi, yaitu : (1) hak untuk hidup; (2) hak untuk mendapat perawatan bagi
dirinya untuk hidup yang lebih baik lagi. Keduanya diwujudkan berupa
pemberian air susu dari ibunya sendiri selama dua tahun dan perawatannya
sampai dewasa.
Lebih rinci lagi Az-zuhaili dalam al fiqhul islami (1989:7/671) mencatat ada
5 (lima) macam hak anak sekaligus menjadi kewajiban bapak ibunya,
yaitu:20
Hak atas ikatan nasab atau asal usul garis keturunan ke atas,
suatu faktor yang sangat menentukan soal siapa orang yang
bertanggungjawab merawat anak. Allah sendiri yang mengatur garis
keturunan dan asal usul setiap bayi.
Hak untuk mendapat susuan dari ibunya sendiri dan susuan ini sangat
penting untuk menjadi sarana pertama untuk hidup. Dalam al-qur’an surat al
baqarah 233 Allah menetapkan tenggang waktu untuk memberi air susu ibu
dua tahun dimaksudkan agar supaya pertumbuhan jiwa dan raga anak itu
menjadi sempurna
Hak mendapat santunan yang disebut hadhanah tersebut
diberikan hingga si anak mencapai usia yang memungkinkan kemampuan
untuk mengurus dirinya sendiri. Menurut ulama malikiyyan sampai dewasa,
menurut ulama syafi’iyyah sampai usia 7 tahun.
Hak perwalian anak untuk melaksanakan perbuatan hukum
mengenai diri dan hak-hak kebendaan. Hak nafkah, yaitu hak atas seluruh
biaya hidup yang diperlukan olehnya, mulai dari kebutuhan makan, minum,
19 Ibid. Hlm. 27720 Ibid. Hlm. 278-283
13
pakaian, perawatan sampai membesarkan anak sampai dewasa sehingga
sapat mandiri mampu mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri.
Yang perlu di catat disini bahwa 5 macam hak tersebut di atas
harus ditambah lagi dengan suatu hak yang berlaku sebelum anak dimaksud
lahir ke dunia, maka sebenarya anak dalam kandungan itu sudah mempunyai
hak asasi, yaitu hak untuk hidup.
14
BAB III
ANALISIS DAN KESIMPULAN
Menurut pandangan dan sesuai pengetahuan - keagamaan dan sosial -
penulis mengenai pembagian kerja dalam rumah tangga, penulis sedikit menganalisa
bahwa pada dasarnya pembagian kerja dalam rumah tangga harus sesuai dengan
kemampuan masing-masing anggota keluarga. Sesama anggota keluarga harus saling
memahami antara satu sama lain.
Sistem pembagian kerjanya jika dikaitkan dengan gender atau jenis kelamin,
maka menurut penulis hal itu tidak masalah, bahkan baik karena memang padasarnya
laki-laki dan perempuan diciptakan dengan postur tubuh yang berbeda. Begitu pula
dengan besar kekuatan yang dimiliki mereka sangat berbeda. Wanita identik lebih
lemah dan lembut dari pada laki-laki. Oleh karena itu pembagian kerjanya pun harus
disesuaikan dengan kemampuan mereka. Sehingga tidak njomplang dan tumpang tindih.
Dalam keluarga, seharusnya antara suami dan istri harus bisa saling
memahami. Bukan berarti jika istri hanya melakukan pekerjaan rumah seperti menyapu,
mengepel, mencuci dan merawat anak itu dianggap remeh. Justru pekerjaan domestik
seperti itulah yang sangat urgen dalam keberlangsungan rumah tangga. Bayangkan saja
jika istri tidak menjalankan semua itu, maka yang terjadi rumah akan kotor, semua
anggota keluarga kelaparan, baju pada kotor, dan rumah akan tampak seperti layaknya
kandang atau tempat sampah yang tidak nyaman bagi para penghuninya. Pun begitu
terhadap pekerjaan suami.
Keluarga dalam hal ini harus mempu memposisikan peran masing-masing
dan seharusnya pemimpin dalam keluarga yakni suami harus menjadi seortang imam
yang bretanggung jawab atas kesejahteraan anggota keluarganya. Di sini pemimpin
harus pandai-pandai menempatkan posisi adil dan bijaksana
Dalam hal ini, penulis memandang bahwa pekerjaan suami istri sama sama
penting dan alangkah romantisnya jika keduanya saling membantu satu sama lain jika
pekerjaan mereka telah usai, sehingga yang tercipta dalam kaluarga adalah suasana
nyaman dan membahagiakan. 21
21
Penulis sengaja meletakkan analisis dan kesimpulan pada satu bab saja karena isi dari analisis inilah yang nantinya juga merupakan kesimpulan dari pada makalah yang paenulis buat.
15
DAFTAR PUSTAKA
Budiman, Arif. Pembagian Kerja Secara Seksual.1978. Jakarta: Gramedia
Muchlas, Imam. Al-Qur’an Berbicara Tentang Hukum Perkawinan, 2006, Malang:
UMM Press.
Fakih, Mansur. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. 1996. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Su’aidah, Sosiologi Keluarga, 2005, Malang: UMM Press.
Khilmiyah Akif. Menata Ulang Keluarga Sakinah, Keadilan Sosial dan
Humanisasi Mulai dari Rumah. 2003. Yogyakarta: Pondok Pustaka Jogja.
William. J. Goode. Sosiologi Keluarga. 1983, Jakarta: Bina Aksara. Cetakan
pertama.
http://genderpedia.blogspot.com/2010/08/ pembagian-kerja-berdasarkan -
gender .html . Diakses pada tanggal 13 Juni 2011 jam 16.13 WIB.
Tarjamah Al-Qur’an al Karim
16