laporan kasus kedokteran keluarga fix
TRANSCRIPT
LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA
PUSKESMAS GIANYAR 2
Oleh :
SANG AYU DWI KUSUMA DEWI (0802005015)
IRNA TRISTANTI (0802005157)
ROOBASHINI (0802005187)
DOSEN PEMBIMBING
DR. dr. G. N. Indraguna Pinatih, M.Sc, Akp, Sp.GK
Dr. Pande Putu Irma Yustini
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS DAN
ILMU KEDOKTERAN PENCEGAHAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2012
KASUS MORBUS HANSEN MULTIBASILER
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : W. G
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Umur : 28 Tahun
Tanggal Lahir : 16 Maret 1984
Status : Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : Tamat SMP
Suku/ Bangsa : Bali/ Indonesia
Agama : Hindu
Alamat : Br. Ngenjing Sari Gianyar
Tgl. Kunjungan : 7 Desember 2012
Anggota keluarga yang tinggal serumah dengan pasien :
No. Nama Jenis kelamin Umur Status Pendidikan Pekerjaan
1. Made Nidep Laki-laki 50 tahun Ayah SD Buruh bangunan
2. Made Tari Perempuan 50 tahun Ibu Tidak sekolah Petani
3. Ni ketut Subur Perempuan 22 tahun Istri SMA Petani
4. Putu Ari Laki-laki 2 tahun Anak - -
II. KEGIATAN KUNJUNGAN RUMAH
A. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Bercak-bercak putih pada pinggang
1) Riwayat Penyakit
Pasien mengeluh bercak putih pada kulit pinggang sejak 1 tahun yang lalu.
Awalnya terdapat bercak kemerahan kecil didaerah pinggang dan tidak
menimbulkan keluhan sehingga tidak dihiraukan oleh pasien, tetapi semakin
lama semakin membesar dan meluas dan menyebar hingga ke lengan atas,
dada, perut dan punggung.
Pasien mengeluh terdapat rasa gatal pada bercak-bercak tersebut. Pasien
mengeluh terasa tebal pada bercak-bercak tersebut. Pasien merasa tebal tapi
1
tidak terlalu jelas dengan daerah kulit normal yang dirasakan. Pasien
mengatakan bila terbentur sesuatu terasa lebih sakit daripada sebelum pasien
muncul bercak-bercak ini. Pada malam hari pasien merasakan kulit seperti
ditarik-tarik. Pasien menyangkal adanya rontok bulu mata, alis dan demam.
BAK pasien dikatakan biasa, frekuensi berkemih sekitar 2-3 kali tiap
harinya, kencing warna kuning jernih. BAB pasien dikatakan biasa,
frekuensi 1-2 kali tiap hari.
2) Riwayat Penyakit Terdahulu
Pasien mengaku tidak pernah mengalami keluhan yang sama. Riwayat
penyakit lain seperti tekanan darah tinggi, kencing manis, penyakit jantung,
penyakit liver, asma, penyakit ginjal disangkal oleh pasien. Pasien memiliki
riwayat alergi makanan laut
3) Riwayat Pengobatan
Pasien memeriksakan diri ke puskesmas Gianyar 2 dan mendapat
pengobatan kusta yang terdiri dari 12 paket obat. Pasien menjalani
pengobatan selama 9 bulan dan pengobatan sudah dihentikan karena pasien
merasakan kondisinya sudah membaik. Apabila pasien sakit, pasien
biasanya hanya mengkonsumsi obat penurun panas apabila demam dan
konsumsi obat penghilang nyeri.
4) Riwayat Keluarga
Pasien mengatakan bahwa ayahnya juga menderita penyakit kusta sejak
tahun 1992 dan sudah mendapatkan pengobatan. Riwayat penyakit tekanan
darah tinggi, kencing manis, penyakit jantung, penyakit liver, penyakit ginjal
disangkal oleh keluarga pasien
5) Riwayat Sosial
Pasien saat ini bekerja sebagai wiraswasta. Pasien tinggal di rumahnya
bersama ayah, ibu, istri dan anaknya. Tetangga pasien tidak ada yang
mengalami gejala dan keluhan yang sama dengan pasien. Pasien
mengatakan jarang menggunakan alas kaki ketika beraktifitas diluar rumah
dan jarang mencuci tangannya baik setelah bekerja. Pasien juga sering
menghabiskan waktu senggang di rumah bersama keluarganya termasuk
ayahnya yang menderita kusta. Riwayat merokok dan minum minuman
2
beralkohol disangkal oleh pasien. Pasien mengatakan mandi 2x sehari.
Lingkungan rumah pasien sedikit kotor dan tidak terawatt dengan ventilasi
minimal. Sumber air dari sumur.
B. Pemeriksaan Fisik
1) Status Present
Tensi : 110/70 mmHg
Nadi : 84 kali/menit
Respirasi : 22 kali/menit
Temp. Axila : 36,5 0C
TB : 165 cm
BB : 60 kg
IMT : 22,05 kg/m2
2) Status General:
Mata
Inspeksi : Anemia -/-, ikterus -/-, refleks pupil +/+ isokor
Telinga
Inspeksi : Sekret (-/-)
Hidung
Inspeksi: Sekret (-/-)
Tenggorokan
Inspeksi : Tonsil hiperemis (-)
Leher
Inspeksi : Dalam batas normal
Palpasi : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thorak : Simetris (+), retraksi (-)
Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba MCL S ICS V
Perkusi : Batas kanan : PSL D
Bats kiri : MCL S ICS V
Batas atas : ICS II
3
Auskultasi : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo :
Inspeksi : Simetris statis dan dinamis
Palpasi : Vokal fremitus N/N
N/N
N/N
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler +/+, Ronchi -/-, Wheezing -/-
+/+ -/- -/-
+/+ -/- -/-
Abdomen
Inspeksi : Distensi (-)
Auskultasi : BU (+) normal,
Palpasi : nyeri tekan (-), turgor N
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Perkusi : Timpani
Ekstremitas
Oedem - - , hangat + +
- - + +
Status lokalis kulit :
Pada regio pinggang, perut dan punggung tampak plaque > 5 , berbatas tidak
tegas, erosi (-) , skuama (-), tampak patch hiperpigmentasi pada punggung dan
pinggang. Madarosis (-), facies leohiro (-), saddle nose (-), claw hand (-)
Pemeriksaan saraf :
4
o Pemeriksaan anastesi terhadap rasa nyeri pada tempat lesi (+) seperti
kulit normal
o Pemeriksaan anastesi terhadap rasa raba pada tempat lesi (+) seperti pada
kulit normal
o Pemeriksaan suhu panas dingin pada lesi masih bisa dibedakan pada
tempat lesi.
C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan BTA : tidak ditemukan kuman BTA
D. Diagnosis
Morbus Hansen Multi Basiler
E. Pengobatan
MDT MH multibasiler WHO selama 1 tahun yang terdiri dari :
Rifampisin 600 mg 1 x 1 / bulan
DDS 100 mg 1 x 1 / hari
Lampren ( klofazimin ) 300 mg 1 x 1 / bulan kemudian dilanjutkan dengan 50
mg 1 x 1 / hari
III. IDENTIFIKASI MASALAH
Untuk mengidentifikasi masalah pada pasien ini, mahasiswa KKM melakukan
kunjungan ke rumah pasien. Mahasiswa mengamati status kesehatan pasien,
keadaan sosial ekonomi keluarga, kondisi rumah pasien, mengamati faktor-faktor
resiko yang dijumpai pada pasien ini dan mencarikan solusinya melalui 6 langkah
pelayanan kedokteran keluarga yang mencakup personal, komprehensif,
berkesinambungan, koordinatif dan kolaboratif, pencegahan, menimbang keluarga,
masyarakat dan lingkungannya. Secara terperinci diuraikan sebagai berikut :
A. Gambaran status kesehatan
Saat dilakukan kunjungan ke rumah pasien terlihat pasien dalam keadaan cukup
baik. Pasien bisa menjalankan aktivitas sehari-hari dengan baik. Keluhan
bercak-bercak di kulit dan rasa gatal dan nyeri sudah hilang.
Gambaran singkat keadaan sosial ekonomi keluarga
5
Pasien adalah laki-laki usia 28 tahun yang bekerja sebagai wiraswasta. Untuk
kehidupannya sehari – hari pasien bekerja sebagai wiraswasta tetapi dengan
pekerjaan yang tidak tetap. Keluarga yang tinggal bersama pasien secara ikhlas
mendukung kesehatan pasien dan ayahnya yang dulu menderita penyakit yang
sama. Status ekonomi pasien cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-
hari. Hubungan pasien dengan tetangga sekitarnya juga cukup baik.
B. Silsilah Keluarga
Keterangan:
: Laki-laki : Perempuan
: Pasien : Meninggal
: Dengan Penyakit yang Sama
C. Kondisi Rumah Pasien
Pasien dan keluarganya tinggal dalam satu pekarangan rumah yang cukup
sederhana dan dihuni oleh 2 kepala keluarga. Bangunan rumah pasien
6
merupakan rumah permanen yang terbuat dari batako, tembok diplester,
berlantai semen dan beratapkan genteng sedangkan rumah yang dihuni oleh
ayahnya hanya seperti sebuah kamar yang terbuat dari kayu, tanpa lantai dan
beratapkan seng. Rumah pasien memiliki ruang tamu kecil dan sebuah kamar
tanpa kamar mandi. Di rumah ayahnya terdapat 1 kamar tidur dan 1 dapur kecil.
Terdapat 1 buah kamar mandi kecil dibagian belakang yang terpisah dengan
bangunan rumah. Pasien tidur bersama istri dan anaknya, pasien tidur beralaskan
kasur, dan memiliki ventilasi yang minimal, sedangkan di rumah ayahnya tidak
terdapat ventilasi yang baik dan tidak ada jendela. Sinar matahari sangat sedikit
yang masuk ke kamar pasien karena jendela yang selalu tertutup. Suasana di
dalam rumah juga terasa gelap dan lembab serta terlihat perabotan yang kurang
tertata dengan rapi. Terdapat balai bengong diantara rumah pasien dan ayahnya.
Denah Rumah
Lantai 1
U
Keterangan:
1. Kamar ayah dan ibu pasien
2. Dapur
3. Kamar mandi
4. Rumah pasien
7
7
1
4
5
3 2
5. Bangunan baru
D. Faktor resiko
1) Lingkungan
Pada kamar pasien didapatkan bahwa ventilasi kamarnya tergolong minimal.
Jendela kamar pasien hampir setiap hari jarang dibuka sehingga sinar
matahari susah masuk ke kamar. Keadaan ini cenderung akan membuat
kelembapan kamar cukup tinggi yang bisa membuat kuman – kuma penyakit
bisa tumbuh. Sementara ayah pasien juga mengalami penyakit yang sama
dan tinggal di lingkungan yang sama sehingga sangat besar kemungkinan
terjadinya penularan kuman morbus hansen. Pasien juga jarang memakai
sandal disekitar rumah dan jarang mencuci tangan ketika makan.
2) Perilaku
Berdasarkan wawancara pasien dan keluarganya didapatkan bahwa pasien
sehari-harinya sering menghabiskan waktunya bersama keluarga. Pola
makan pasien dikatakan masih baik. Pasien juga mengatakan dirinya tidak
pernah minum alkohol dan tidak merokok.
E. Pemecahan masalah
Sebagai dokter keluarga, langkah-langkah yang kami ambil adalah sesuai
dengan prinsip kedokteran keluarga sebagai berikut :
1)Personal
Memberikan penjelasan tentang penyakit Morbus hansen kepada
pasien, apa penyebabnya, gejala-gejala, dan cara pengobatannya.
Memberikan penjelasan pada pasien bahwa penyakit Morbus hansen
bisa disembuhkan, namun menyebabkan komplikasi seperti kecacatan
jika tidak ditangani dengan baik dan segera.
Menyarankan kepada pasien agar mengubah lingkungan tempat
tinggalnya seperti membuka korden dan jendela kamar, makan
makanan yang cukup bergizi, menjaga kebersihan diri dan lingkungan,
serta istirahat yang cukup.
Memberikan penjelasan mengenai pola hidup yang harus dijalani
sekarang oleh pasien.
8
2)Komprehensif
Komprehensif meliputi semua aspek tingkat pencegahan (primer, sekunder,
dan tersier). Upaya pencegahan ini dilaksanakan sesuai dengan perjalanan
alamiah penyakit tersebut pada pasien dan anggota keluarga yang lain.
Pencegahan primer :
Pencegahan primer adalah upaya pencegahan yang dilakukan saat proses
penyakit belum mulai ( pada periode pre-patogenesis ) dengan tujuan agar
tidak terjadi proses penyakit dan mengurangi insiden penyakit dengan cara
mengendalikan faktor penyebab penyakit dan faktor resikonya. Karena pada
pasien sudah mengalami penyakit ini, sehingga pencegahan primer
ditujukan kepada anggota keluarga pasien. Upaya yang dilakukan untuk
memutus mata rantai infeksi dari ”agent – host – environment ”
Health promotion seperti melakukan penyuluhan dengan memberikan
penjelasan mengenai faktor resiko penyakit morbus hansen,
menyediakan gizi yang cukup sesuai dengan perkembangan, penyediaan
perumahan yang sehat, rekreasi yang cukup, melakukan pekerjaan yang
sesuai, konseling perkawinan, genetika dan pemeriksaan kesehatan
berkala.
Specific protection seperti imunisasi, menjaga kebersihan perorangan,
sanitasi lingkungan, perlindungan terhadap kecelakaan akibat kerja, dan
menghindari zat-zat alergenik.
Sanitasi lingkungan seperti menganjurkan mengubah lingkungan kamar
pasien seperti membuka korden dan jendela kamar, agar sinar matahari
bisa masuk ke kamar, menjaga kebersihan kamar (membersihkan
jendela seminggu sekali ) sehingga kuman Morbus hansen tidak mudah
tumbuh, serta menjaga kesehatan individu seperti mandi 2x sehari.
Menganjurkan kepada keluarga untuk mengawasi bersama kondisi
kesehatan pasien, karena kondisi pasien yang telah mengalami putus
obat sehingga dikhawatirkan terjadi kekambuhan lagi pada pasien.
9
Menganjurkan kepada pasien dan keluarga pasien untuk memakai
masker saat keluarga kontak dengan pasien ketika pasien mengalami
batuk dan mengajarkan batuk yang efektif serta tidak membuang dahak
di sembarang tempat.
Pencegahan sekunder :
Pencegahan sekunder adalah upaya pencegahan yang dilakukan saat proses
penyakit sudah berlangsung namun belum timbul tanda/gejala sakit
(patogenesis awal) dengan tujuan proses penyakit tidak berlanjut.
Pencegahan yang dilakukan untuk menghentikan proses penyakit lebih
lanjut dan mencegah komplikasi yang terdiri dari deteksi dini seperti
pemeriksaan BTA dan skrining, melakukan pemeriksaan khusus dengan
tujuan menyembuhkan dan mencegah penyakit berlanjut, mencegah
penyebaran penyakit menular, mencegah komplikasi dan akibat lanjutan,
serta memperpendek masa ketidakmampuan
Pemberian pengobatan yang tepat untuk menghentikan proses penyakit,
mencegah komplikasi dan sekuele yang lebih parah, serta penyediaan
fasilitas khusus untuk membatasi ketidakmampuan dan mencegah
kematian.
Pencegahan tersier :
Pencegahan penyakit tersier adalah pencegahan yang dilakukan saat proses
sudah lanjut ( akhir periode patogenesis ) dengan tujuan mencegah cacat dan
mengembalikan penderita ke status sehat. Tujuan dari pencegahan ini yaitu
menurunkan kelemahan dan kecacatan, memperkecil penderitaan dan
membantu penderita-penderita untuk melakukan penyesuaian terhadap
kondisinya yang terdiri dari disability limitation dan rehabilitation. Juga
memberikan konseling kepada keluarga.
1. Disability limitation seperti penyempurnaan dan intensifikasi pengobatan
lanjutan agar tidak terjadi komplikasi, pencegahan terhadap komplikasi
maupun cacat setelah sembuh, perbaikan fasilitas kesehatan sebagai
penunjang untuk pengobatan dan perawatan yang lebih intensif serta
10
mengusahakan pengurangan beban – beban medis dan non medis (sosial)
pada penderita untuk memungkinkan meneruskan pengobatan dan
perawatannya.
2. Rehabilitasi seperti penyediaan fasilitas untuk pelatihan hingga fungsi
tubuh dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya, dan penyadaran masyarakat
untuk menerima mereka dalam fase rehabilitasi.
3. Konseling kepada pasien bahwa penyakit ini bisa disembuhkan tetapi
pengobatan akan berlangsung lama, antara 12 – 18 bulan, karena kondisi
pasien saat ini putus obat sehingga pasien harus kembali ke puskesmas
kembali untuk menjalani pemeriksaan lanjutan tentang penyakitnya
sehingga pasien mendapatkan pengobatan yang tepat, sehingga
menganjurkan kepada pasien untuk melakukan pemeriksaan ulang untuk
membuktikan apakah pasien ini telah sembuh total atau terjadi suatu
kekambuhan.
4. Penyakit ini mengganggu saraf, sehingga pasien akan merasakan mati
rasa, oleh karena itu disarankan agar pasien menghindari trauma agar
tidak memungkinkan terjadinya infeksi lain.
3) Berkesinambungan
Pemantauan kesehatan dan kepatuhan dalam perawatan dan pengobatan
pasien oleh keluarga setelah pasien mendapatkan pengobatan yang tepat,
karena ketidakteraturan berobat dapat menimbulkan banyak masalah dalam
keberhasilan upaya penanggulangan penyakit kusta. Hal ini akan
memperbesar resiko kecacatan dan resistensi terhadap obat kusta sehingga
perlu pengawasan dalam pengobatan serta optimalisasi dalam asupan gizi
pasien untuk menjaga ketahanan tubuh pasien.
4) Koordinatif dan kolaboratif
Koordinatif dan kolaboratif yaitu bekerjasama dan membagi peran dengan
pihak stakeholder terkait seperti kelompok dokter, terapis, analisis,
pemuka/tokoh masyarakat, termasuk keluarga pasien sendiri. Dokter, terapis
dan pasien harus bekerjasama untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
11
Diagnosis dan terapi secara dini, dan disusul dengan perawatan yang cermat
akan mencegah pengembangan terjadinya kecacatan, dengan tujuan :
1. Mencegah kerusakan saraf, sehingga terhindar pula dari gangguan
sensorik, paralisis dan kontraktur.
2. Kontrol nyeri
3. Hentikan kerusakan mata untuk mencegah kebutaan
4. Pengobatan untuk mematikan basil lepra dan mencegah perburukan
keadaan penyakit.
Peran dari analisis adalah untuk melakukan pemeriksaan penunjang, baik
pemeriksaan BTA maupun pemeriksaan kerokan kulit untuk mengetahui
apakah terjadi proses kekambuhan pada pasien ini sedangkan dari tokoh
masyarakat dilibatkan dalam menghilangkan stigma tentang penyakit
pasien terhadap masyarakat disekitarnya dan keluarga harus memberikan
dukungan penuh terhadap penyakit pasien untuk memperoleh
kesembuhan.
5) Mengutamakan Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut seperti kecacatan, maka
perlu dilakukan pencegahan seperti :
Pemeliharaan kulit harian : mencuci tangan dan kaki setiap malam
sesudah nekerja dengan sedikit sabun ( jangan detergent ), rendam kaki
sekitar 20 menit dengan air dingin. Kalau kulit sudah lembut, gosok kaki
dengan karet busa agar kulit kering terlepas. Kulit digosok dengan
minyak dan secara teratur kulit diperiksa ( adakah kemerahan, hot spot,
nyeri, luka dan lain-lain )
Proteksi tangan dan kaki, seperti memakai sarung tangan waktu bekerja,
jangan menyentuh gelas/barang panas secara langsung, lapisi gagang
alat-alat rumah tangga dengan bahan lembut, selalu pakai alas kaki,
batasi jalan kaki, sedapatnya jarak dekat dan perlahan serta meninggikan
kaki bila berbaring.
12
Latihan fisioterapi yang bertujuan untuk mencegah kontraktur,
peningkatan fungsi gerak otot, peningkatan kekuatan otot dan
peningkatan daya tahan. Latihan yang dilakukan seperti :
1. Latihan lingkup gerak sendi : secara pasif meluruskan jari-jari
menggunakan tangan yang sehat atau dengan bantuan orang lain.
Pertahankan 10 detik, lakukan 5 – 10 kali per hari untuk
mencegah kekakuan. Latihan lingkup gerak sendi juga dikerjakan
pada jari-jari seluruh arah gerak.
2. Latihan aktif meluruskan jari-jari tangan dengan tenaga otot
sendiri
3. Untuk tungkai lakukan peregangan otot-otot tungkai bagian
belakang dengan cara berdiri menghadap tembok, ayunkan tubuh
mendekati tembok, sementara kaki tetap berpijak.
6) Memberdayakan keluarga, masyarakat dan lingkungannya
Memberikan KIE dan mempromosikan perilaku hidup yang sehat :
Memberikan penjelasan mengenai kondisi pasien saat
ini kepada keluarga. Jelaskan bahwa penyakitnya merupakan penyakit
infeksi yang membutuhkan perubahan lingkungan dan perilaku hidup
sehat.
Memberikan penjelasan kepada keluarga dan
tetangganya tentang penyakit kusta dan pengobatannya, hal – hal yang
berkaitan dengan stigma terhadap pasien di masyarakat, masalah
psikososial yang akan timbul.
Jika memungkinkan berikan penyuluhan kepada
masyarakat tentang perilaku pola hidup serta lingkungan sehat serta
peran masyarakat pada penanggulangan penyakit kusta.
F.Kesimpulan
Kasus ini erat kaitannya dengan kegiatan kedokteran keluarga. Dimana
perjalanan penyakit yang panjang sehingga diperlukan intervensi yang lama,
kerja sama antar berbagai pihak, baik pihak pasien, keluarga, dan penyedia
13
pelayanan kesehatan. Intervensi bukan hanya terhadap penyakitnya saja, akan
tetapi melihat manusia seutuhnya. Kunjungan rumah dilakukan untuk
mewujudkan hal ini dimana pendekatan terhadap pasien beserta keluarganya
dengan mengunakan prinsip-prinsip kedokteran keluarga menjadi prioritas.
LAMPIRAN FOTO-FOTO KEGIATAN KEDOKTERAN KELUARGA
Gambar 1. Keadaan dapur pasien
Gambar 2. Kamar mandi pasien
14
Gambar 3. Ruang tamu
Gambar 4. Kondisi kamar tidur pasien bersama istri dan anak
15
Gambar 5. Dokter Muda bersama pasien, anaknya dan ayah pasien
Gambar 6. Kondisi rumah pasien saat kunjungan
16