makalah remed dinna edit

23
MAKALAH KARSINOGENESIS KARSINOMA NASOFARING Disusun Oleh : PRISA DWICAHMI I11111010 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

Upload: prisa-dwicahmi

Post on 24-Jul-2015

192 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Remed Dinna Edit

MAKALAH

KARSINOGENESIS

KARSINOMA NASOFARING

Disusun Oleh :

PRISA DWICAHMI

I11111010

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURAN

TAHUN 2012

Page 2: Makalah Remed Dinna Edit

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat

rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan sebuah makalah berjudul

“Karsinogenesis Karsinoma Nasofaring”.

Pembuatan makalah ini berguna untuk memenuhi tugas remedial Modul

Biologi Molekuler dalam semester genap pada program studi Pendidikan Dokter

Universitas Tanjungpura.

Pada proses penulisan makalah ini, penulis banyak mendapatkan bantuan

berupa dorongan dari semua pihak, maka pada kesempatan ini tak lupa penulis

menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. dr. Delima Fajar Liana, selaku koordinator penanggung jawab modul.

2. Orang tua penulis yang selalu memberi semangat dan doa dari jauh.

3. Teman-teman penulis yang telah memberi banyak saran dan dorongan.

4. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari sebagai manusia biasa, tentu tak luput dari kesalahan

dan kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu, penulis sangat

mengharapkan kritik dan saran yang membangun atas makalah ini.

Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi

kita semua. Amin.

Pontianak, 6 Juni 2012

Penulis

ii

Page 3: Makalah Remed Dinna Edit

DAFTAR ISI

COVER................................................................................................................ i

KATA PENGANTAR......................................................................................... ii

DAFTAR ISI........................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang................................................................................... 1

1.2 Tujuan................................................................................................ 2

1.3 Manfaat.............................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 3

2.1 Penyebab Kanker............................................................................... 3

2.2 Karsinogenesis................................................................................... 4

2.3 Onkogen dan Proto-Onkogen............................................................ 5

2.4 Virus Epstein Barr............................................................................. 6

2.5 Karsinoma Nasofaring....................................................................... 7

2.5.1 Definisi...................................................................................... 7

2.5.2 Epidemiologi............................................................................. 8

2.4.3 Klasifikasi................................................................................. 8

2.3.4 Epidologi................................................................................... 8

2.3.5 Mekanisme Molekuler Terjadinya Karsinoma Nasofaring....... 9

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN............................................................. 11

iii

Page 4: Makalah Remed Dinna Edit

3.1 Kesimpulan........................................................................................ 11

3.2 Saran.................................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 12

iv

Page 5: Makalah Remed Dinna Edit

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Kanker adalah istilah yang berlaku untuk sekelompok penyakit dimana

sel tidak responsif terhadap pengendalian pertumbuhan yang normal. Sebuah

sel yang membelah secara abnormal akhirnya akan membentuk suatu massa

yang disebut tumor. Perbedaan tumor jinak dan kanker adalah sel kanker

dapat menginvasi jaringan di sekitarnya. Sel kanker juga dapat beranak sebar

(bermetastasis), terpisah dari massa yang sedang tumbuh dan berpindah

tempat, malalui darah atau limfe, ke organ yang tidak terkait, dimana sel

tersebut membentuk pertumbuhan sel kanker yang baru.

Karsinogenesis merupakan proses perubahan menjadi kanker, proses ini

melalui tahapan yang disebut sebagai multistep carsinogenesis. Proses

karsinogenesis secara bertahap diawali dengan proses inisiasi, dilanjutkan

dengan promosi dan berlanjut dengan progresi dari sel normal menjadi sel

kanker atau malignant cell.

Kerusakan genetik merupakan “jantung” karsinogenesis. Teridentifikasi

tiga golongan agen karsinogenik (karsinogen): (1)zat kimia, (2)energi radiasi

(3)mikroba. Zat kimia dan radiasi energi sudah terbukti merupakan penyebab

kanker pada manusia, dan virus onkogenik berperan pada patogenesis tumor

beberapa model hewan dan paling sedikit beberapa tumor manusia.

Karsinoma nasofaring disebabkan oleh multifaktor. Sampai sekarang

penyebab pastinya belum jelas. Faktor yang berperan terhadap terjadinya

karsinoma nasofaring adalah faktor makanan seperti mengkonsumsi ikan

asin, sedikit memakan sayur dan buah segar. Faktor lain adalah non makanan

seperti debu, asap rokok, uap zat kimia, asap kayu bakar dan asap dupa

(kemenyan). Faktor genetik juga dapat mempengaruhi terjadinya karsinoma

nasofaring. Selain itu terbukti juga infeksi virus Epstein-Barr dapat

menyebabkan karsinoma nasofaring. Hal ini dapat dibuktikan dengan

1

Page 6: Makalah Remed Dinna Edit

dijumpai adanya keberadaan protein-protein laten pada penderita karsinoma

nasofaring. Pada penderita ini sel yang terinfeksi oleh EBV akan

menghasilkan protein tertentu yang berfungsi untuk proses proliferasi dan

mempertahankan kelangsungan virus di dalam sel host. Protein laten ini dapat

dipakai sebagai petanda (marker) dalam mendiagnosa karsinoma nasofaring,

yaitu EBNA-1 dan LMP-1, LMP- 2A dan LMP-2B. Hal ini dibuktikan

dengan ditemukannya pada 50% serum penderita karsinoma nasofaring

LMP-1 sedangkan EBNA-1 dijumpai di dalam serum semua pasien

karsinoma nasofaring. Selain itu dibuktikan oleh hasil penelitian Khrisna dkk

(2004) terhadap suku Indian asli bahwa EBV DNA di dalam serum penderita

karsinoma nasofaring dapat dipakai sebagai biomarker pada karsinoma

nasofaring primer.

1.2. TUJUAN

I. Mengetahui secara umum Mekanisme Karsinogenesis.

II. Mengetahui secara khusus mekanisme molekuler terjadinya Karsinoma

Nasofaring.

1.3. MANFAAT

I. Memperoleh pengetahuan mengenai karsinogenesis dari karsinoma

Nasofaring.

II. Dapat menjadi alternatif sumber pustaka bagi mahasiswa lainnya dan

masayarakat luas mengenai Karsinogenesis Karsinoma Nasofaring

2

Page 7: Makalah Remed Dinna Edit

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyebab Kanker

Hubungan antara agen penyebab dan kanker belum ditemukan sampai

akhir tahun 1770-an. Salah satu yang pertama kali diajukan adalah oleh Sir

Percival Pott, yang mengamati bahwa jelaga cerobong asap merupakan

penyebab kanker skrotum yang mengenai pembersih cerobong asap di

London. Pada waktu yang hampir bersamaan, diketahui adanya hubungan

tembakau sedotan dengan kanker hidung dan merokok dengan pipa dengan

kanker bibir.

Seiring dengan makin panjangnya daftar karsinogen kimia (senyawa

yang menyebabkan kanker), hubungan kanker dengan agen lain, terutama

radiasi dan virus, diketahui pada awal abad ke-20. Kecendrungan herediter

untuk terjangkit kanker juga diketahui, dan sering dilihat kelainan kromosom

apabila dilakukan pemeriksaan kanker di bawah mikroskop cahaya.

Setelah dipastikan bahan genetik adalah DNA pada tahun 1940-an,

ditemukan bahwa DNA adalah sasaran utama di dalam sel bagi karsinogen

kimia dan radiasi agen-agen ini menyebabkan kerusakan DNA, merubah

struktur basa atau menyebabkan putusnya untai DNA. Walaupun mekanisme

perbaikan DNA dapat memperbaiki bagian-bagian DNA yang rusak, namun

apabila kerusakan tidak diperbaiki dengan benar atau apabila tidak diperbaiki

sebelum terjadi replikasi, maka dapat timbul mutasi. Apabila mutasi terjadi di

gen yang mengontrol pertumbuhan perkembangan, sel dapat mulai

berkembang biak secara abnormal dan tumbuh menjadi kanker.

Para ilmuwan mulai mengidentifikasi gen yang terlibat dalam

pertumbuhan dan perkembangan yang normal sewaktu mereka menggunakan

teknik DNA rekombinan untuk mempelajari virus penyebab kanker. Selama

3

Page 8: Makalah Remed Dinna Edit

beberapa tahun terakhir, penelitian ini memberikan gambaran yang lebih jelas

mengenai kanker.

Virus yang menimbulkan tumor (virus tumor) mengandung gen yang

dapat menyebabkan sel yang terinfeksi tumbuh secara abnormal. Gen virus

ini serupa dengan gen yang mengontrol pertumbuhan dan perkembangan sel.

2.2. Karsinogenesis

Karsinogenesis dimulai dari kerusakan genetik yang tidak mematikan

(mutasi) yang diperoleh akibat kerja agen lingkungan (missal, radiasi, kimia,

virus) pada sel somatic atau dari kuman yang diturunkan.

Terdapat empat golongan gen yang memainkan peranan penting dalam

mengatur sinyal mekanisme faktor pertumbuhan dan siklus sel, yaitu:

protoonkogen, gen supresi tumor, gen yang mengatur apoptosis, dan gen

yang memperbaiki DNA. Keempat gen tersebut merupakan target utama

kerusakan genetik pada karsinogenesis. Sel-sel kanker menunjukkan sifat

antisocial yang mengizinkan sel-sel kanker tersebut untuk tidak

memperdulikan faktor pertumbuhan istimewa dari komunitas sel-sel,

sehingga berproliferasi secara tidak normal atau gagal merespons untuk

memperbaiki kerusakan DNA atau sinyal apoptosis.

Multistep Karsinogenesis

Model klasik karsinogenesis membagi proses menjadi 3 tahap: inisiasi,

promosi, dan progresi. Inisiasi adalah proses yang melibatkan mutasi genetic

yang menjadi permanen dalam DNA sel.

Promosi adalah suatu tahap ketika sel mulai berproliferasi. Hormon

sering menjadi promotor yang merangsang pertumbuhan. Misalnya, estrogen

dapat merangsang pertumbuhan kanker payudara atu ovarium, dan

testosteron adalah faktor pertumbuhan kanker prostat. Beberapa sel kanker

dapat membuat faktor pertumbuhannya sendiri dan tidak membutuhkan tanda

eksternal. Klon sel yang tidak stabil dan mengalami inisiasi, dipaksa untuk

4

Page 9: Makalah Remed Dinna Edit

berproliferasi dan menjalani mutasi tambahan sehingga akhirnya berkembang

menjadi suatu tumor ganas.

Progresi adalah suatu tahap ketika klon sel mutan mendapatkan satu

atau lebih karakteristik neoplasma ganas seiring berkembangnya tumor, sel

menjadi lebih heterogen akibat mutasi tambahan. Beberapa subklon ini dapat

memperlihatkan perilaku ganas yang lebih agresif atau lebih mampu untuk

menghindari serangan oleh sitem imun pasien. Selama stadium progresif,

massa tumor yang meluas mendapat lebih banyak perubahan yang

memungkinkan tumor menginvasi jaringan yang berdekatan, membentuk

pasokan darahnya sendiri(angiogenesis), masuk(penetrasi), ke pembuluh

darah, dan bermigrasi ke bagian tubuh lainyang letaknya

berjauhan(metastasis) untuk membentuk tumor sekunder.

2.3. Onkogen dan Proto-Onkogen

Penelitian terhadap virus-virus tumor menghasilkan penemuan dari gen-

gen penyebab kanker yang disebut onkogen (oncogene, dari kata Yunani

onco, tumor) pada beberapa retrovirus tertentu. Setelah itu, gen-gen serupa

yang mirip dengan onkogen-onkogen ini ditemukan pada genom-genom

manusia dan hewan-hewan lain. Versi normal dari gen-gen selular itu,

disebut proto-onkogen, mengkodekan protein-protein yang merangsang

pertumbuhan dan pembelahan sel normal.

Secara umum, onkogen muncul dari perubahan genetik yang

menyebabkan peningkatan jumlah produk protein proto-onkogen atau

peningkatan aktivitas intrinsik setiap molekul protein. Perubahan-perubahan

genetik yang mengubah proto-onkogen menjadi onkogen digolongkan ke

dalam tiga kategori: pergerakan DNA dalam genom, amplifikasi proto-

onkogen, dan mutasi-mutasi titik dalam unsur kontrol atau dalam proto-

onkogen iru sendiri.

5

Page 10: Makalah Remed Dinna Edit

Sel-sel kanker seringkali ditemukan mengandung kromosom-kromosom

yang pernah patah dan digabungkan lagi secara tidak benar, sehingga

fragmen-fragmen tertranslokasi dari satu kromosom ke kromosom lain. Jika

proto-onkogen yang tertranslokasi menjadi berada di dekat promoter (atau

unsur kontrol lain) yang sangat aktif, transkripsi gen tersebut mungkin

meningkat, sehingga menjadi onkogen. Tipe perubahan genetic utama kedua,

amplifikasi, meningkatkan jumlah salinan proto-onkogen dalam sel.

Kemungkinan ketiga adalah mutasi titik pada (1) promoter atau enhanser

yang mengontrol proto-onkogen, menyebabkan peningkatan ekspresi gen

tersebut, atau (2) pada sekuens pengode, mengubah produk gen menjadi

protein yang lebih aktif atau lebih resisten terhadap degradasi daripada

protein normal. Semua mekanisme ini dapat menyebabkan perangsangan

abnormal dari siklus sel dan menempatkan sel sel dalam jalur menuju kanker

ganas.

2.4. Virus Epstein Barr

Virus Epstein-Barr (EBV), juga disebut Human herpes virus 4 (HHV-

4), adalah suatu virus dari keluarga herpes (yang termasuk Virus herpes

simpleks dan Cytomegalovirus),yang merupakan salah satu virus-virus paling

umum di dalam manusia. Banyak orang yang terkena infeksi EBV, yang

sering asymptomatic tetapi biasanya penyakit akibat radang yang cepat

menyebar. EBV dinamai menurut Mikhael Epstein dan Yvonne Barr, yang

bersama-sama dengan Bert Achong, memukan virus tahun 1964.

EBV adalah suatu virus herpes yang replikat-replikat utamanya ada di

beta-lymphocytes tetapi juga ada di dalam sel epitelium kerongkongan dan

saluran parotid. Penyebaran infeksi ini biasanya melalui air liur, dan masa

inkubasinya adalah empat-delapan minggu. Untuk infeksi akut, antibodi

heterophile yaitu dengan melekatkan eritrosit domba yang dihasilkan. Proses

ini merupakan dasar pembentukan perpaduan getah Monospot cepat Antibodi

kepada antigen kapsid viral (yaitu., VCA-IGG dan VCA-IgM) dihasilkan

sedikit lebih cepat dari antobodi heterophile dan lebih spesifik untuk infeksi

6

Page 11: Makalah Remed Dinna Edit

EBV. Viral VCA-IgG sebelumnya ada untuk infeksi akut dan penkembangan

imunitas.

EBV dilaporkan berkaitan dengan pathogenesis beberapa tumor

manusia: Limfoma Burkitt, penyakite limfoproliferatif pasca transplantasi,

limfoma system saraf pusat pada pasien AIDS, sekelompok limfoma lain

yang terkait-AIDS, suatu subset limfoma set T dan limfoma sel natural killer

(NK) yang jarang ditemukan juga mungkin berkaitan dengan EBV.

Di daerah endemik, sel tumor pada hampir semua pasien membawa

genom EBV. EBV memperlihatkan tropisme kuat terhadap sel B dan

menginfeksi banyak sel B, yang menyebabkan berproliferasi secara in vitro,

infeksi semacam ini menyebabkan imortalisasi sel B dan menghasilkan

turunan sel limfoblastoid. Turunan sel ini mengekspresikan beberapa antigen

yang dikode oleh EBV.

Dasar molekuler pada proliferasi sel B yang dipicu oleh EBV merupakan

suatu hal yang rumit. Salah satu gen yang dikode oleh EBV, yang disebut

LMP-1, bekerja sebagai onkogen, dan ekspresinya pada mencit transgenik

memicu limfoma sel B. LMP-1 mendorong proliferasi sel B dengan

mengaktifkan jalur pembuat sinyal yang mirip aktivasi sel B melalui molekul

permukaan sel B CD40. Secara bersamaan, LMP-1 mencegah apoptosis

dengan mengaktifkan BCL2. Gen lain yang dikode oleh EBV, EBNA-2,

menyebabkan transaktivasi beberapa gen pejamu, termasuk siklin D dan

famili src.

2.5. Karsinoma Nasofaring

2.5.1. Definisi

Carcinoma adalah pertumbuhan baru yang ganas terdiri dari sel-

sel epithelial yang cenderung menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan

menimbulkan metastasis. (DORLAND.2002)

Nasopharyngeal carcinoma merupakan tumor ganas yang timbul

pada epithelial pelapis ruangan dibelakang hidung (nasofaring) dan

7

Page 12: Makalah Remed Dinna Edit

ditemukan dengan frekuensi tinggi di Cina bagian

selatan(DORLAND.2002)

2.5.2. Epidemiologi

Indonesia termasuk salah satu Negara dengan prevalensi

penderita KNF yang termasuk tinggi di luar Cina. Data registrasi

kanker di Indonesia berdasarkan histopatologi tahun 2003 menunjukan

bahwa KNF menempati urutan pertama dari semua tumor ganas primer

pada laki – laki dan urutan ke 8 pada perempuan.

Karsinoma nasofaring lebih sering pada laki-laki dibanding

perempuan. Kanker ini dapat mengenai semua umur dengan insidens

meningkat setelah usia 30 tahun dan mencapai puncak padaumur 40-

60 tahun. Kasus KNF juga pernah dilaporkan terjadi pada anak-anak

dibawah usia 15 tahun. Sayang sekali tumor ganas ini tidak

mempunyai gejala yang spesifik, bahkan seringkali tanpa gejala,

sehingga hal ini menyebabkan keterlambatan dalam diagnosis dan

terapi. Bahkan pada lebih dari 70% kasus gejala pertama berupa

limfadenopati servikal, yang merupakan metastasis KNF.

2.5.3. Klasifikasi

Berdasarkan klasifikasi histologi WHO tahun 1978, KNF dibagi

menjadi tiga subtipe yaitu; squamous cell carcinoma (WHO-1),

nonkeratinizing carcinoma (WHO-2) dan undifferentiated carcinoma

(WHO-3). Undifferentiated carcinoma (WHO-3) merupakan subtipe

histologi yang utama di daerah endemik, sementara WHO-1 jarang

(<5%)

2.5.4. Etiologi

Terdapat tiga faktor etiologi utama yang berhubungan dengan

KNF yaitu infeksi EBV, kerentanan genetik dan faktor lingkungan. Di

8

Page 13: Makalah Remed Dinna Edit

daerah endemik, infeksi EBV terutama berkaitan dengan KNF subtipe

WHO-2 dan WHO-3, sedangkan untuk subtipe WHO-1 masih menjadi

perdebatan.

2.5.5. Mekanisme Molekuler Terjadinya Karsinoma Nasofaring

Virus Epstein-Barr bereplikasi dalam sel-sel epitel dan menjadi

laten dalam limfosit B. Infeksi virus epstein-barr terjadi pada dua

tempat utama yaitu sel epitel kelenjar saliva dan sel limfosit. EBV

memulai infeksi pada limfosit B dengan cara berikatan dengan reseptor

virus, yaitu komponen komplemen C3d (CD21 atau CR2).

Glikoprotein (gp350/220) pada kapsul EBV berikatan dengan protein

CD21 dipermukaan limfosit B3. Aktivitas ini merupakan rangkaian

yang berantai dimulai dari masuknya EBV ke dalam DNA limfosit B

dan selanjutnya menyebabkan limfosit B menjadi immortal. Sementara

itu, sampai saat ini mekanisme masuknya EBV ke dalam sel epitel

nasofaring belum dapat dijelaskan dengan pasti. Namun demikian, ada

dua reseptor yang diduga berperan dalam masuknya EBV ke dalam sel

epitel nasofaring yaitu CR2 dan PIGR (Polimeric Immunogloblin

Receptor). Sel yang terinfeksi oleh virus epstein-barr dapat

menimbulkan beberapa kemungkinan yaitu : sel menjadi mati bila

terinfeksi dengan virus epstein-barr dan virus mengadakan replikasi,

atau virus epstein- barr yang meninfeksi sel dapat mengakibatkan

kematian virus sehingga sel kembali menjadi normal atau dapat terjadi

transformasi sel yaitu interaksi antara sel dan virus sehingga

mengakibatkan terjadinya perubahan sifat sel sehingga terjadi

transformsi sel menjadi ganas sehingga terbentuk sel kanker.

Gen EBV yang diekspresikan pada penderita KNF adalah gen

laten, yaitu EBERs, EBNA1, LMP1, LMP2A dan LMP2B. Protein

EBNA1 berperan dalam mempertahankan virus pada infeksi laten.

Protein transmembran LMP2A dan LMP2B menghambat sinyal

tyrosine kinase yang dipercaya dapat menghambat siklus litik virus.

9

Page 14: Makalah Remed Dinna Edit

Diantara gen-gen tersebut, gen yang paling berperan dalam

transformasi sel adalah gen LMP1. Struktur protein LMP1 terdiri atas

368 asam amino yang terbagi menjadi 20 asam amino pada ujung N, 6

segmen protein transmembran (166 asam amino) dan 200 asam amino

pada ujung karboksi (C). Protein transmembran LMP1 menjadi

perantara untuk sinyal TNF (tumor necrosis factor) dan meningkatkan

regulasi sitokin IL-10 yang memproliferasi sel B dan menghambat

respon imun lokal.

10

Page 15: Makalah Remed Dinna Edit

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. KESIMPULAN

Karsinoma Nasofaring merupakan tumor ganas yang timbul pada

epithelial pelapis ruangan dibelakang hidung (nasofaring) dan ditemukan

dengan frekuensi tinggi di Cina bagian selatan.

Terdapat tiga faktor etiologi utama yang berhubungan dengan KNF yaitu

infeksi EBV, kerentanan genetik dan faktor lingkungan.

3.2. SARAN

Saya menyarankan untuk memberikan perhatian lebih dan penelitian yang

lebih mendalam mengenai penyakit Karsinoma Nasofaring, dengan adanya

penelitian yang lebih mendalam diharapkan dapat memberikan wawasan

yang lebih bagi masyarakat agar kedepannya masyarakat dapat lebih waspada

sehingga Karsinoma Nasofaring dapat dicegah.

11

Page 16: Makalah Remed Dinna Edit

DAFTAR PUSTAKA

Campbell, Neil A. 2008. Biologi Edisi 8 Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga

Chrestella, Jessy. Neoplasma. 2009. Medan: Departemen Patologi Anatomi

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Farhat. 2009. Vascular Endothelial Growth Factor pada Karsinoma Nasofaring.

Majalah Kedokteran Nusantara Volume 42 No. 1: 59-65

Kumar, Vinay; Ramzi S. Cotran; Stanley L. Robbins. 2011. Buku Ajar Patologi

Edisi 7 Volume 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Marks, Dawn B; Allan D Marks; Collen M. Smith. Biokimia Kedokteran Dasar:

Sebuah Pendekatan Klinis. 2000. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC.

Price, Anderson Sylvia; Lorraine McCarty Wilson. 2012. Patofisiologi: Konsep

Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 1. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC

Rusdiana, Delfitri Munir, Yahwardiah Siregar. 2006. Hubungan Antibodi Anti

Epstein Barr Virus dengan Karsinoma Nasofaring pada Pasien Etnis Batak

di Medan. Medan: Departemen Biokimia Fakultas Kedokteran Sumatera

Utara

Yenita, Aswiyanti Asri. 2012. Korelasi antara Latent Membrane Protein-1 Virus

Epstein-Barr dengan P53 pada Karsinoma Nasofaring (Penelitian

Lanjutan). Jurnal Kesehatan Andalas. 2012; 1(1)

12