makalah ps

22
BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Dewasa ini bank sebagai lembaga penyimpan dan penyalur dana bukan lagi sesuatu yg aneh di lingkungan kita ,dan perkembangan bank mengalami kemajuan yang pesat mulai dari tabungan dan kebutuhan sehari-hari kita seperti kredit kepemilikan rumah (KPR) sampai kendaran bermotor pun dapat kita peroleh dengan bantuan dari bank Dan semenjak banyaknya bank konvensional yang sudah banyak sekali, munculah sebuah jenis bank syariah yang sebenarnya bukan hal baru di dunia perbankkan karena sudah ada sejak adanya perkembangan islam di dunia, dan sekarang masyarakatpun sudah tidak “kaku” lagi dengan bank syariah 1.2. Identifikasi Masalah Disini identifikasi masalah yang ingin saya jelaskan sesuai dengan judul makalah ini ”prospek dan tantangan perbankan syariah di indonesia” yang mungkin banyak dari kita belum mengetahui tentang perkembangan perbankan syariah beserta tantangan yang harus dihadapi kedepannya , Dikarenakan itu diperlukan penjelasan lebih lanjut tentang seluk-beluk perkembangan perbankan syariah dan tantangannya agar kita bisa lebih dekat dan mengenal kembali tentang perbankan syariah

Upload: rvdee-ndhel

Post on 02-Jul-2015

504 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: makalah ps

BAB 1

Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Dewasa ini bank sebagai lembaga penyimpan dan penyalur dana bukan lagi sesuatu yg aneh di lingkungan kita ,dan perkembangan bank mengalami kemajuan yang pesat mulai dari tabungan dan kebutuhan sehari-hari kita seperti kredit kepemilikan rumah (KPR) sampai kendaran bermotor pun dapat kita peroleh dengan bantuan dari bank

Dan semenjak banyaknya bank konvensional yang sudah banyak sekali, munculah sebuah jenis bank syariah yang sebenarnya bukan hal baru di dunia perbankkan karena sudah ada sejak adanya perkembangan islam di dunia, dan sekarang masyarakatpun sudah tidak “kaku” lagi dengan bank syariah

1.2. Identifikasi Masalah

Disini identifikasi masalah yang ingin saya jelaskan sesuai dengan judul makalah ini”prospek dan tantangan perbankan syariah di indonesia” yang mungkin banyak dari kita belum mengetahui tentang perkembangan perbankan syariah beserta tantangan yang harus dihadapi kedepannya , Dikarenakan itu diperlukan penjelasan lebih lanjut tentang seluk-beluk perkembangan perbankan syariah dan tantangannya agar kita bisa lebih dekat dan mengenal kembali tentang perbankan syariah

Page 2: makalah ps

1.3. Tujuan

Tujuan dibuatnya makalah ini selain untuk menyelesaikan tugas yang telah diberikan oleh Dosen perbankan syariah ialah untuk mengajak kita agar bias memahami lebih lagi tentang perkembangan perbankan syariah.

Selain itu saya pribadi inginkan makalah yang saya susun ini bisa menambah ilmi bagi

yang sudah membacanya dan bisa bermanfaat sebagai referensi juga

1.4. Metode

Metode yang saya pakai ini memakai data yang saya ambil dari berbagai sumber yaitu

dengan :

Pustaka : dengan mengambil berbagai data yang diperoleh dari buku-buku yang saya

miliki dan juga membaca dari perpustakaan yang akan ada di daftar pustaka

Internet : disini saya banyak menemukan data yang akurat dan spesifik sesuai dengan judul

makalah saya yang mengharuskan intens terhadap internet

Page 3: makalah ps

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Sekilas Tentang Perkembangan perbankan syariah

Sejarah Perkembangan perbankan syariah Perbankan syariah pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan embel-embel islam,

karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai gerakan fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini Ahmad El Najjar, mengambil bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis profit sharing (pembagian laba) di kota Mit Ghamr pada tahun 1963. Eksperimen ini berlangsung hingga tahun 1967, dan saat itu sudah berdiri 9 bank dengan konsep serupa di Mesir. Bank-bank ini, yang tidak memungut maupun menerima bunga, sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan dan industri secara langsung dalam bentuk partnership dan membagi keuntungan yang didapat dengan para penabung.

Masih di negara yang sama, pada tahun 1971, Nasir Social bank didirikan dan mendeklarasikan diri sebagai bank komersial bebas bunga. Walaupun dalam akta pendiriannya tidak disebutkan rujukan kepada agama maupun syariat islam.Islamic Development Bank (IDB) kemudian berdiri pada tahun 1974 disponsori oleh negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam, walaupun utamanya bank tersebut adalah bank antar pemerintah yang bertujuan untuk menyediakan dana untuk proyek pembangunan di negara-negara anggotanya. IDB menyediakan jasa finansial berbasis fee dan profit sharing untuk negara-negara tersebut dan secara eksplisit menyatakan diri berdasar pada syariah islam. Dibelahan negara lain pada kurun 1970-an, sejumlah bank berbasis islam kemudian muncul. Di Timur Tengah antara lain berdiri Dubai Islamic Bank (1975), Faisal Islamic Bank of Sudan (1977), Faisal Islamic Bank of Egypt (1977) serta Bahrain Islamic Bank (1979). Dia Asia-Pasifik, Phillipine Amanah Bank didirikan tahun 1973 berdasarkan dekrit presiden, dan di Malaysia tahun 1983 berdiri Muslim Pilgrims Savings Corporation yang bertujuan membantu mereka yang ingin menabung untuk menunaikan ibadah haji.

Sejarah Perkembangan perbankan syariah di IndonesiaDi Indonesia pelopor perbankan syariah adalah Bank Muamalat Indonesia. Berdiri tahun

1991, bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Bank ini sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 90-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba. .Saat ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah di atur dalam Undang-undang yaitu UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan.

Bank umum pertama yang menggunakan sistem syariah di Indonesia yaitu PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang mulai beroperasi pada 1992. Perkembangan bisnis bank syariah berlangsung lambat, sampai dengan lima tahun kedepan belum ada pertambahan bank baru. BMI masih menjadi satu-satunya bank syariah.

Page 4: makalah ps

Baru pada 1998 pasar bank syariah mulai diramaikan dengan hadirnya PT. Bank Syariah Mandiri (BSM) anak perusahaan Bank Mandiri, bank BUMN terbesar di Indonesia. Selanjutnya menyusul kemunculan PT. Bank Mega Syariah pada 2001.  Memasuki tahun 2009 ini ada dua bank baru memasuki pasar perbankan syariah yaitu PT. Bank Bukopin Syariah dan PT. BRI Syariah.

Saat ini, jumlah BUS yang beroperasi menjadi 5 bank yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri, Bank Mega Syariah, Bank Bukopin Syariah dan Bank BRI Syariah. Bank umum syariah (BUS) menerapkan sistem independent pada sistem perbankan syariahnya.

Sementara itu jumlah kantor bank syariah saat ini tercatat sebanyak 908 kantor ditambah channeling sebanyak 1.452 kantor. Bank Syariah diperbolehkan untuk mendirikan unit pelayanan dalam satu wilayah kantor Bank Indonesia atau satu provinsi. Dengan ini diharapkan terjadi proses efisiensi dan penyederhanaan skala jaringan kantor bank syariah. Misalnya BPD Jabar yang telah memiliki kantor cabang di Jakarta, maka akan dapat mendirikan kantor cabang pembantu syariah di wilayah seluruh Jakarta yang melayani penyaluran pembiayaan dan tabungan.

Page 5: makalah ps

BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Prospek Dan Tantangan Perbankan Syariah Di Indonesia

Perkembangan bank syariah mulai terasa sejak dilakukan amandemen terhadap UU No. 7/1992 menjadi UU No. 10/1998 yang memberikan landasan operasi yang lebih jelas bagi bank syariah. Sebagai tindak lanjut UU tersebut, Bank Indonesia (BI) mulai memberikan perhatian lebih serius terhadap pengembangan perbankan syariah, yaitu membentuk satuan kerja khusus pada April 1999. Satuan kerja khusus ini menangani penelitian dan pengembangan bank syariah (Tim Penelitian dan Pengembangan Bank Syariah dibawah Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan) yang menjadi cikal bakal bagi Biro Perbankan Syariah yang dibentuk pada 31 Mei 2001, dan sekarang resmi menjadi Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia sejak Agustus 2003. Dengan semakin banyakya jumlah bank syariah, struktur pasar syariah pun berubah dari monopoli menjadi oligopoly, yang menyebabkan semakin tingginya tingkat persaingan diantara bank syariah. Sehingga, agar mampu bersaing dengan bank konvensional, bank inipun merubah strateginya. Sampai dengan Desember 2003 pemain dalam industri perbankan syariah terdiri dari 2 bank umum syariah (BUS) dan 8 unit usaha syariah (UUS) dari bank umum konvensional (BUK) yang seluruhnya memiliki jaringan kantor berjumlah 119 KCS (Kantor Cabang Syariah), serta 84 BPRS (Bank Perkreditan Rakyat Syariah). Peningkatan jumlah pemain dalam industri perbankan syariah terlihat cukup pesat bila dibandingkan keadaan akhir tahun 1998 yang hanya berjumlah 1 BUS dengan 8 KCS dan 78 BPRS. Sampai dengan bulan Maret 2004, pemain dalam industri perbankan syariah terdiri dari 2 BUS dan 11 UUS dari BUK. BUS dan UUS yang sudah ada saat ini adalah Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri, Bank Rakyat Indonesia Syariah, BNI Syariah, Bank Danamon Syariah, Bank IFI Syariah, Bank Jabar Syariah, Bank Bukopin Syariah, BankInternational Indonesia Syariah, HSBC, Ltd dan Bank DKI (Maret 2004).

Pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah di tahun depan tidak bisa dilepaskan darikondisi makroekonomi Indonesia. Kondisi makroekonomi Indonesia tersebut tentu berdampakkepada industri perbankan syariah. Karena itu, di awal tulisan ini perlu dipaparkan prospekkondisi makroekonomi Indonesioa pada 2008.Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2008 diperkirakan akan tumbuh sebesar 6,5 %sejalan dengan membaiknya investasi swasta, pulihnya daya beli masyarakat seiring denganmenurunnya tingkat suku bunga di semester kedua tahun 2007 dan tetap terjaganya inflasipada kisaran 6 – 7 %. Sedangkan prospek pencapaian inflasi untuk tahun 2008 diperkirakanlebih rendah dari tahun 2007, yaitu berada di kisaran 5,1 % yang didukung oleh tetapterkendalinya permintaan dan relatif stabilnya nilai tukar rupiah.Pertumbuhan ekonomi secara umum akan mempengaruhi pendapatan masyarakat dankemampuannya dalam melakukan konsumsi dan saving (tabungan). Pada saat yang samakapasitas perbankan untuk melakukan pembiayaan sector riil banyak dipengaruhi olehbesarnya dana masyakat dalam bentuk tabungan tadi. Dengan demikian, pertumbuhanekonomi nasional memiliki dampak positif terhadap pertumbuhan perbankan syariah.Menurunnya tekanan inflasi dan menguatnya nilai tukar rupiah sepanjang tahun 2007, memberiruang bagi Bank Indonesia untuk secara gradual menurunkan BI rate dalam rangka mendorongaktivitas sector riil. Bagi sector perbankan, hal itu mengisyaratkan prospek yang positif untuk

Page 6: makalah ps

menggairahkan sector riil. Kondisi ini merupakan peluang untuk mendorong ekspansipembiayaan ke sector riil dan meningkatklan FDR lembaga perbankan.Prospek Perbankan Syariah 2008Berdasarkan prospek kondisi makroekonomi Indonesia tahun 2008, maka dapat diprediksikanpertumbuhan industri perbankan syariah pada tahun depan masih akan menikmati high-growth(pertumbuhan tinggi), yakni di kisaran 38 %, dibandingkan pertumbuhan perbankan secaranasional.Industri perbankan syariah Indonesia sebagai bagian dari system perbankan nasional,diharapkan terus tumbuh untuk mendorong aktifitas perekonomian produktif masyarakat.Pertumbuhan itu meliputi pertumbuhan DPK (dana pihak ketiga), jumlah pembiayaan,pertambahan jumlah rekening nasabah, serta jumlah sector perekonomian yang dibiayai.Selain dukungan kondisif makro ekonomi yang masih kondusif, faktor mikro dalam industriperbankan dan keuangan syariah juga akan mempengaruhi percepatan perkembangan industriperbankan syariah meliputi ; pertama, rencana pembukaan bank-bank syariah baru, kedua,optimalisasi kapasitas usaha dari bank syariah; dan ketiga, dukungan lingkungan keuangansyariah nasional.Pada tahun 2008 nanti beberapa rencana pembukaan bank syariah baru berupa BUS (BankUmum Syariah) atau UUS (Unit Usaha Syariah) akan segera terealisasi, baik melalui prosesspin-off maupun proses akuisisi. Selain itu, diharapkan UUS yang ada mampu memaksimalkan

ekspansi/peningkatan kapasitas funding (pendanaan) dan financing (pembiayaan) mereka.Banyak UUS yang memasang target pembiyaan sampai 100 %, misalnya Bank BNI Syariah,demikian pula Bank Umum Syariah Bank Muamalat Indonesia, juga memasang target yangsama.Diperkirakan juga pada tahun depan, instrumen keuangan syariah berupa sukuk atau obligasisyariah (Sertifikat Berharga Syariah Negara-SBSN) sudah tersedia pada awal tahun 2008 untukdijadikan alternatif bagi pemanfaatan dana bank-bank syariah.Di samping itu, penyelesaian penyempurnaan UU Pajak (PPN) di awal tahun 2008 akanmenjadi pintu gerbang bagi masuknya investor baru ke dalam sektor industri perbankan syariahnasional, sehingga memperbesar kapasitas industri. Menko perekonomian sudah berjanji akanmenghapuskan pajak ganda murabahah.Respon konstruktif Pemerintah terhadap ketentuan single Present Policy, misalnya denganmelakukan konversi salah satu bank BUMN dan swasta besar menjadi bank syariah, akandengan cepat membantu meningkatkan volume industri perbankan syariah. KepercayaanPemerintah kepada perbankan syariah kepada perbankan syariah untuk mengelola dana-danamilik Pemerintah (pusat maupun daerah) serta dana haji, juga akan sangat mendukungpeningkatan kapasitas perbankan syariah secara nyata.Dengan berbagai asumsi dan upaya yang sungguh-sungguh untuk merealisasikannya dalamsemangat program akselerasi, maka pertumbuhan Aset, DPK dan Pembiayaan industriperbankan syariah tahun 2008 menurut proyeksi Bank Indonesia akan mencapai volume asset,DPK dan pembiayaan sesuai program akselerasi yaitu masing-masing sebesar Rp. 91,6 triliun,Rp.73,3 triliun dan Rp.68,9 triliun.

Page 7: makalah ps

TantanganMeskipun perbankan syariah mengalami high growth, namun industri perbankan syariah masihharus mengatasi beberapa tantangan, agar dapat mempertahankan pertumbuhan yang tinggitersebut secara lebih berkesinambnbungan. Setidaknya ada lima tantngan utama perbankansyariah selain tantangan-tantangan lainnya yang juga perlu dihadapi secara arif.Pertama, sumber daya manusia (SDM)/. Dengan semakin meningkatnya kapasitas ekspansiBUS dan UUS di masa depan, maka semakin menuntut penambahan SDM berkualitas dalamjumlah yang memadai. Selanjutnya, kegiatan operasional perbankan syariah yang dekatkepada sector riil memberikan konsekuensi kebutuhan bank syariah untuk lebih memilikisumber daya yang kuat dalam aspek-aspek yang berkaitan dengan sector riil sepertikemampuan penilaian proyek dari berbagai aspek, misalnya industri manufaktur, perdagangan,agribisnis dan sebagainya. Hal ini sangat penting agar resiko kredit dapat diminimalisir sekecilmungkin, sehingga dapat mengecilkan tingkat NPF (Non Performing Financing) perbankan syariah. Selain itu juga, harus tetap diperhatikan keahlian perbankan syariah yang profesional sepertikeahlian legal aspect, risk management dan service exellence Skills ini menjadi sebuah keniscayaan mutlak bagi praktisi perbankan syariah tanpa mengesampingkan nilai-nilai moral yang cukup kental dalam bisnis syariah.Kedua, masalah permodalan. Dengan kecenderungan semakin bertumbuhnya DPK hingga saatini, perbankan syari’ah dituntut untuk menambah permodalannya di masa depan. Artinyaperbankan syariah akan membutuhkan suntikan modal yang cukup besar agar tetap dapatberoperasi sesuai dengan koridor kehati-hatian dalam aspek permodalan. Pada saat ini tingkatrata-rata CAR (Capital Adequacy Ratio), bank syariah cenderung menurun sejalan denganpertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) Hal tersebut menunjukkan bahwa industri perbankansyariah berada hampir pada kapasitas maximum ekspansinya. Dengan demikian, jika tidakdilakukan tindakan penguatan modal, pada gilirannya nanti permasalahan permodalan ini akanmenghambat laju pertumbuhan perbankan syari’ah.Ketiga, aspek regulasi. Pengembangan perbankan syariah tidak terlepas dari aspek regulasi.Jika ketentuan perundang-undangan tidak kondusif bisa menghambat pertumbuhan perbankansyariah, karena itu dukungan dari aspek hukum saat ini sangat mendesak untuk dipenuhi,seperti amandemen UU Perpajakan, UU Perbankan Syariah, dan UU SBSN (sukuk). Untuk ituMasyarakat Ekonomi Syariah dan Ikatan Ahli Ekonomi islam Indonesia (IAEI) serta MUI harusmengawal dan mendesak terus janji pemerintah untuk segera mengelaurkan beberapa UUyang terkait.Keempat optimalisasi jaringan pelayanan. Kebijakan pembukaan office channeling bank syariahyang dimulai bulan maret 2006, sepanjang tahun 2007 ini mengalami peningkatan yang cukupsignifikan. Bank BNI syari’ah telah membuka 600-an kantor pelayanan office channelingtersebut, luar biasa. Hal yang sama juga dilakukan oleh bank UUS lainnya, seperti BankPermata Syariah dan sejumlah Bank Pembangunan Daerah (PT.Bank Sumut, Bank DKI, BankSumsel, dll). Kebijakan office channeling pada dasarnya terfokus untuk menjawab masalahcakupan pelayanan perbankan syariah yang terbatas. Namun sangat di sayangkan pembukaanoffice channeling tersebut tidak diimbangi dengan program edukasi dan sosialisasi, sehinggaterjadi kesenjangan hebat antara supply bank syariah dan demand dari sisi masyarakat. Artinya, masyarakat dibiarkan kurang faham tentang perbankan syariah. Padahal jika bank-banksyariah melakukan edukasi secara intensif, niscaya terjadi ledakan hebat dalam pertumbuhanasset perbankan syariah.

Page 8: makalah ps

Kelima, Inovasi produk, keberhasilan sistem perbankan syari’ah di masa depan akan banyaktergantung kepada kemampuan bank-bank syari’ah menyajikan produk-produk yang menarik,kompetitif, sesuai dengan kebutuhan masyarakat, tetapi tetap sesuai dengan prinsip-prinsipsyari’ah, karena itu perbankan syariah harus lebih kreatif dan inovatif dalam mendesigproduk-produknya. Produk-produk bank syari’ah yang ada sekarang harus dikembangkanvariasi dan kombinasinya, sehingga menambah daya tarik bank syari’ah. Hal itu akanmeningkatkan dinamisme perbankan syari’ah. Untuk mengembangkan produk-produk yangbervariasi dan menarik, bank syari’ah di Indonesia dapat membangun hubungan kerjasamaatau berafiliasi dengan lembaga-lembaga keuangan internasional. Kerjasama itu akanbermanfaat dalam mengembangkan produk-produk bank syari’ah Iklim persaingan yang sangatketat dalam memperebutkan sumber pendanaan dari masyarakat di tengah kondisi penurunansuku bunga, menuntut penyesuaian strategis penetrasi bank-bank syariah yang out of the box,keluar dari zona kenyamanannya saat ini.Selain lima tantangan tersebut, sesungguhnya masih banyakmtantantagn lainnya, sepertitingkat pemahaman msyarakat yang masih rendah tentang perbankan syariah, dan metodepamasaran perbankan syariah yang kurang tepatPenutupPertumbuhan perbankan syariah pada tahun 2008 diperkirakan masih menikmati high growth,namun demikian, bank-bank syariah harus secara cerdas dan kreatif mengatasitantangan-tantangan dan kendala yang ada agar target-target bisa dicapai. Upaya mencapaitarget market share 5 % harus dilakukan secara serentak oleh segenap komponen umat,khususnya Majlis Ulama Indoensia (MUI), akademi dan Perguruan Tinggi (Ikatan ahli EkonomiIslam/IAEI), Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Bank Indonesia dan tentunya dari praktisi

perbankan syariah sendiri.

Page 9: makalah ps

Tabel 1. Perkembangan Jumlah Kantor Cabang Syariah

1995 1997 1999 2000 2001 2002 20030

20

40

60

80

100

120

HO : Head officeBO : Branch OfficeSBO : Sub Branch OfficeCO : Cash Office

Keterangan TabelHO : Head officeSBU : Shariah Banking UnitBO : Branch OfficeSBO : Sub Branch OfficeCO : Cash Office

Minat investor untuk membuka kantor bank syariah tidak hanya terbatas di pulauJawa tetapi juga telah menyebar ke pulau lainnya, antara lain: Sumatera (Banda Aceh,Medan, Padang, Palembang dan Pekanbaru); Kalimantan (Balikpapan danBanjarmasin); Sulawesi (Makasar); Madura (Pamekasan); dan Irian Jaya (Jayapura).Dengan perkembangan terakhir tersebut jaringan perbankan syariah telah meliputi 18propinsi. Selain itu, pada saat ini terdapat sejumlah BUK yang sedang dalam prosesuntuk membuka UUS, yakni Bank Syariah Indonesia (Bank Tugu), Bank Central Asia(BCA), Bank Sumut, Bank Tabungan Negara, Bank Niaga, Bank Riau, Bank Permata,Bank CIC, Bank Bumiputera, dan Bank Kalsel.Pada 2004, diperkirakan akan terdapat 10 bank lagi yang akan menawarkan jasaperbankan syariah. Ini artinya, pencapaian jumlah perbankan syariah selama 12 tahundi masa sebelumnya (1992-2003) yang mencapai 10 bank, dapat dicapai hanya denganwaktu 12 bulan di tahun 2004. Hal ini merupakan sebuah fenomena menarik bagiindustri perbankan khususnya pada perbankan syariah.

Page 10: makalah ps

Potensi dan Prospek Pasar Perbankan SyariahPersaingan antar bank syariah, dan antara bank syariah dengan bank konvensional

tidak lepas dari segmentasi yang ada di pasar perbankan di Indonesia. Segmentasipasar perbankan dapat dibagi menjadi 3 segmen, yaitu segmen conventional, segmenfloating mass dan semen shariah loyalist. Segmentasi ini berlaku baik untuk pasar

pembiayaan maupun pasar pendanaan.

DiagramSegmentasi Pasar Perbankan Nasional

KONVENSIONAL

FLOATING

SYARIAH

Page 11: makalah ps

Dari segi pasar pembiayaan, perbedaan ketiga segmen ini terletak pada pandangannya terhadap biaya yang harus dibayar oleh nasabah suatu bank (pasar pembiayaan) atau penghasilan yang diterima (pasar pendanaan). Segmen konvensional akan memilih bunga karena bunga dianggap mencerminkan cost yang menguntungkan dari segi pembiayaan atau return yang menguntungkan dari segi pendanaan.

Sedangkan segmen shariah loyalist akan memilih bank syariah, walaupun selisih rate bank syariah berada 1-2 % diatas bunga bank konvensional/Lembaga Keuangan Bukan Bank (NBFI) dari segi pembiayaan, dan 1-2% lebih rendah dari segi pendanaan. Sebaliknya, segmen floating mass akan cenderung memilih biaya yang paling rendah atau return yang paling tinggi. Pemilihan bank syariah akan terjadi apabila selisih rate bank syariah lebih kecil atau lebih besar 2-3% dari bank konvensional atau Lembaga Keuangan Bukan Bank. Dari segi market size, segmen terbesar justru terdapat pada segmen floating mass. Sebaliknya segmen terkecil terdapat pada segmen shariah loyalist. Menurut estimasi KARIM Business Consulting (2003), pangsa pasar segmen floating mass diperkirakan mencapai Rp 720 triliun. Sedangkan segmen conventional dan segmen shariah loyalist masing-masing mencapai Rp 240 triliun dan Rp 10 triliun. Disamping market size yang sangat besar dari segmen floating mass, sesuai namanya, segmen ini mencerminkan suatu segmen yang memiliki perilaku yang dapat bergerak ke posisi memilih produk-produk bank konvensional atau memilih produkproduk bank syariah. Akibatnya, suatu bank yang menyediakan jasa bank konvensional dapat kehilangan nasabah bila tidak mampu menyediakan jasa bank syariah. Segmen shariah loyalist, disisi lain, mencerminkan suatu segmen yang anti terhadap pelayanan bank konvensional. Sikap ini disebabkan pandangan bahwa bunga sama dengan riba (haram atau terlarang). Akibatnya, bank konvensional akan sulit mempenetrasi segmen ini. Dalam realitanya, bank-bank syariah yang merupakan bagian dari dual banking systems (merupakan Unit Usaha Syariah dalam suatu bank konvensional) juga akan mengalami kesulitan mempenetrasi segmen ini karena pandangan segmen ini yang cenderung mencari return dari simpanannya yang “benarbenar halal”. Segmen ini tampaknya lebih mudah menjadi target pasar dari bank-bank syariah yang berdiri sendiri seperti Bank Muamalat Indonesia dan Bank Syariah Mandiri.

Tantangan: Overheating Perbankan SyariahIbarat mobil, bank syariah memulai debutnya di awal 2004 dengan kecepatan tinggi. Layaknya sebuah mobil, gejala kepanasan mesin (over-heating) juga dialami perekonomian termasuk perbankan syariah Dalam konteks ekonomi makro, overheating ditandai dengan laju inflasi yang cepat melebihi laju pertumbuhan ekonomi, sehingga secara riil pertumbuhan malah mengalami pertumbuhan negatif. Dalam konteks bank syariah, over-heating ditandai dengan pertumbuhan yang cepat, naiknya pembiayaan bermasalah, dan turunnya bagi hasil kepada nasabah dana pihak ketiga (DPK). Pada tingkat yang parah over-heating mempunyai dampak seperti terjangkiT penyakit demam berdarah yakni panas tinggi diikuti dengan pendarahan (bleeding). 5 Dalam konteks perbankan konvensional, bleeding terjadi ketika pendapatan bunga lebihkecil daripada biaya bunga. Sedangkan dalam konteks perbankan syariah, bleeding terjadi ketika pendapatan pembiayaan lebih kecil daripada biaya overhead.Ada dua cara mengatasi over-heating, yakni memperlambat laju pertumbuhan atau mempersiapkan sistem untuk tumbuh dengan cepat.. Pilihan pertama tentu tidak diinginkan oleh siapapun, mulai dari BI, pelaku ekonomi, masyarakat luas, maupun MUI. Pilihan kedua yang harus sama-sama kita rumuskan. Sistem prosedur yang handal,sumberdaya manusia berkualitas tinggi, dan sistem pengawasan khusus diperlukan untuk terus berkembang secara fantastis.

Tingkat pembiayaan bermasalah perbankan syariah memang hanya separuh dibandingkan perbankan konvensional. Namun bila dilihat pergerakannya rasanya ini saat yang tepat untuk mencegah keadaan yang lebih buruk. Secara persentase nilainya relatif stabil, 4,12% (Des 2002), 3,96% (Mar 2003), 3,93% (Jun 2003), 3,96% (Sep 2003), 3,67% (Oct 2003), 3,39% (Nov 2003). Dalam keadaan pembiayaan bertumbuh demikian cepat, stabilnya angka ini bukan merupakan suatu yang menggembirakan; bila pembagi bertambah besar, dan hasilnya sama, itu berarti yang dibagi pun bertambah secepat pembaginya. Secara nominal pembiayaan macet naik dari bulan ke bulan dari Rp 53 miliar (Desember 2002) menjadi Rp 71 miliar (November 2003). Pada kurun waktu yang sama, pembiayaan kurang lancar naik dari Rp 51

Page 12: makalah ps

miliar menjadi Rp 84 miliar, pembiayaan dalam perhatian khusus naik dari Rp119 miliar menjadi Rp 344 miliar.

Lonjakan DPK membuat bank-bank syariah kelebihan likuiditas, yang terlihat jelas dari naiknya jumlah dana bank syariah yang ditempatkan pada Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI). Pada saat yang bersamaan tugas Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) selesai. Dengan selesainya tugas BPPN, ratusan ribu asset yang semula di BPPN kembali ke pasar, sekarang dapat di restrukturisasi, di biayai ulang, dan aktif kembali. Tersedianya kelebihan likuiditas dan tersedianya asset ex BPPN yang siap dibiayai dapat jadi campuran kimia yang pas untuk menggenjot pertumbuhan pembiayaan. Inilah urgensi tulisan ini. Prinsip kehati-hatian dalam pemberian pembiayaan harus diutamakan daripada memproduktifkan dana yang tersimpan di SWBI. Bukankah kaidah fikih mengatakan dar-ul mafasid muqaddam ‘ala jabbal mashalih (mendahulukan mencegah mudarat lebih utama daripada mencari manfaat).

Pilihan kedua adalah dengan membeli obligasi syariah maupun medium term notes (MTN) syariah yang semakin marak. Dari aspek kesyariahan tentu maraknya instrument ini patut disyukuri. Namun hal itu jangan sampai melupakan konsekuensi risiko dari suatu obligasi korporasi, dalam hal ini rating yang didapatkannya dari Pefindo 6 (Pemeringkat Efek Indonesia). Saat ini, belum semua dari 6 obligasi syariah dan 1 MTN syariah yang diterbitkan, yang menyandang rating minimal A-. Meskipun kita sama tahu untuk investment grade (layak investasi) tidak perlu A-. Walaupun risiko gagal bayar memang baru akan muncul 5-7 tahun kemudian, namun setidaknya hal ini patut dicermati secara seksama.Bagi hasil DPK bank-bank syariah memang lebih tinggi daripada suku bunga. Ketika suku bunga (saat ini) sekitar 6%, bagi hasil dapat mencapai 9%. Di satu sisi tentu ini menggembirakan. Di sisi lain, hal ini juga harus dicermati terutama penurunan bagi hasilnya. Dalam bank syariah, bagi hasil DPK merupakan refleksi langsung pendapatan pembiayaan sehingga merupakan refleksi tidak langsung kualitas pembiayaan. Pada perbankan konvensional, bunga ditentukan dalam rapat ALCO (Asset & Liabilily Committee) yang tidak merefleksikan langsung kinerja di sisi asset. Sehingga bila sekarang bunga 6%, bulan depan dapat saja meningkat menjadi 7%, 8%, atau bahkan 9% tanpa perlu adanya perbaikan kinerja kredit. Tidak demikian halnya di bank syariah,apalagi kalau kita mengetahui bahwa 72% pembiayaan yang disalurkan perbankan syariah adalah murabahah (pembiayaan jual beli dengan cicilan tetap) yang secara teoritis akan memberikan tingkat rate pendapatan yang tetap. Bila kemudian bagi hasilDPK menurun, maka ada dua kemungkinan. Pertama, bank syariah menurunkan nisbah bagi hasil nasabah. Kedua, kinerja pembiayaan memburuk. Untuk yang pertama, tentunya bank syariah harus meminta kesepakatan nasabah akan nisbah baru tersebut. Penurunan nisbah tanpa kesepakatan nasabah, tentu menyalahi syariah. Untuk yang kedua, patut dicermati dengan lebih hati-hati. Pada aspek pengawasan syariah, sungguh tidak mudah untuk bertanggung jawab atas pengawasan syariah mengingat demikian kompleksnya transaksi perbankan.

Menimpakan beban berat ini hanya kepada Dewan Pengawas Syariah (DPS) bukanlah cara yang realistis. Pengawasan syariah sepatutnya merupakan tanggung jawab bersama semua stakeholders. Selain DPS yang bertanggung jawab pada aspek syariahnya, untuk aspek operasional pengawasan syariah paling tidak harus dilakukan oleh audit internal bank, direktur kepatuhan, bahkan komisaris harus ikut menjaga kepatuhan syariah. Audit ekstern yang dilakukan oleh kantor akuntan publik juga tidak boleh melewatkan begitu saja adanya pelanggaran atas kepatuhan syariah. Dan tentunya BI bertanggung jawab sebagai otoritas perbankan. Semua institusi ini sesuai kompetensi dan wewenangnya masing-masing harus bahu membahu menjalankan fungsi pengawasan syariah.Pertemuan puncak Sidang Umum Islamic Financial Services Board (IFSB) yang baruberakhir pada 3 April lalu di Bali yang dihadiri delegasi bank sentral yang di negaranyamemiliki perbankan syariah, juga dihadiri oleh IMF, Bank Dunia, dan tentunya IDB,membahas harmonisasi regulasi perbankan syariah secara internasional. Hal ini untuk

Page 13: makalah ps

mengantisipasi perkembangan perbankan syariah yang semakin fenomenal.Menurut Gubernur Bank Indonesia yang ditunjuk sebagai Ketua IFSB, ada tiga levelregulasi perbankan syariah. Pertama, level nasional dimana peran dewan syariah dimasing-masing negara sangat penting dalam menetapkan aspek syariahnya. Kedua,level infrastruktur, dimana IFSB dan Accounting & Auditing Organization for IslamicFinancial Institutions (AAOIFI) lah yang berperan. Ketiga, level international dimana diharapkan adanya dewan syariah internasional yang dapat berperan mengharmonisasi berbagai opini syariah di masing-masing negara. Dengan kata lain, peran Dewan Syariah dalam mengawal perbankan syariah agar tetap bergerak dalam koridor syariah dirasakan sangat penting, baik di level nasional maupun internasional. PP no.72/ 1992 menjelaskan bahwa “Kedudukan Dewan Pengawas Syariah dalam organisasi bank bersifat independen dan terpisah dari kepengurusan bank sehingga tidak mempunyai akses terhadap operasional bank. Dewan Pengawas Syariah mempunyai tugas menentukan boleh tidaknya suatu produk / jasa dipasarkan atau suatu kegiatan dilakukan, ditinjau dari sudut syari’at. Oleh karena itu anggota-anggota Dewan Pengawas Syariah harus memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam mengenai syari’at”. Congratulation for the second time! Aturan inilah yang juga diadopsi olehAAOIFI lima tahun kemudian tepatnya pada meeting ke 13 tanggal 15-16 Juni1997.AAOIFI menegaskan “A sharia supervisory body is an independent body of specializedjurists in fiqh muamalat”. Keterpisahan dewan ini dari kepengurusan bank juga diadopsioleh AAOIFI yang secara eksplisit menyebutkan “the sharia supervisory board shouldnot include directors or significant shareholders of the islamic financial institution”. Dibandingkan dengan bank sentral lain, kinerja BI dalam mengeluarkan regulasi perbankan syariah patut diacungi jempol. Dalam periode yang relatif singkat produktifitas BI dapat dikatakan yang tertinggi. Berbagai PBI tentang bank syariah telaH diterbitkan, juga regulasi lainnya seperti Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) no.59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah yang dikeluarkan bersama IkatanAkuntansi Indonesia (IAI), dan di review oleh DSN MUI. Terbitnya PSAK 59 menunjukkan adanya kerjasama yang baik antara ketiga lembaga tersebut.

Page 14: makalah ps

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa perbankan syariah saat ini bukan merupakan tandingan atau rival bagi bank konvensional tetapi sebagai patner yang saling melengkapi satu sama lain

Meskipun dalam segi jumlah bank syariah tidak menyamai bank konvensional tetapi dalam segi pertumbuhan bank syariah sangatlah pesat dan menguntungkan dalam segi profit,nasabah,pelayanan,produk bank syariah,dan lain-lain