modul teori ps

135
MATA KULIAH TEORI DAN PRAKTEK PEKERJAAN SOSIAL *) Abstract Mata Kuliah ini merupakan mata kuliah yang ditujukan untuk memahami bagaimana pekerjaan sosial menganalisis situasi dan kondisi permasalahan yang dihadapi, merencanakan program-program aksinya, serta melaksanakan aksi-aksi pelayanannya. Mata kuliah ini terfokus pada berbagai pendekatan yang digunakan bagi pekerjaan sosial komunitas maupun klinis yang berbasis pada sasaran garapan. Mata kuliah ini mewadahi berbagai teori pekerjaan sosial, yang dirunut dari awal perkembangan teori-teori yang mendasari praktek (Practice Theories), pendekatan-pendekatan yang digunakan, serta berbagai konsep penting dalam praktek pekerjaan sosial. Mata kuliah ini juga merangkum berbagai komponen utama yang ada dalam praktek pekerjaan sosial, mulai dari body of knowledge, body of value yang dibangun dari nilai-nilai HAM, Agama, Serta nilai-nilai kemasyarakatan lainnya, serta body of skill. Pembahasan topik-topik di atas akan diikuti dengan pembahasan tingkat lanjutan tentang berbagai proses yang ditempuh dalam praktek interventif (Interventive Repertoire) 1

Upload: qadri-ansyah

Post on 23-Nov-2015

58 views

Category:

Documents


22 download

TRANSCRIPT

Cognitive behavioural muncul dari dua aliran teori besar, yaitu Social Learning Theory dan Behaviour TheoryMMMMMM

PAGE 27

MATA KULIAH TEORI DAN PRAKTEK PEKERJAAN SOSIAL *)AbstractMata Kuliah ini merupakan mata kuliah yang ditujukan untuk memahami bagaimana pekerjaan sosial menganalisis situasi dan kondisi permasalahan yang dihadapi, merencanakan program-program aksinya, serta melaksanakan aksi-aksi pelayanannya. Mata kuliah ini terfokus pada berbagai pendekatan yang digunakan bagi pekerjaan sosial komunitas maupun klinis yang berbasis pada sasaran garapan. Mata kuliah ini mewadahi berbagai teori pekerjaan sosial, yang dirunut dari awal perkembangan teori-teori yang mendasari praktek (Practice Theories), pendekatan-pendekatan yang digunakan, serta berbagai konsep penting dalam praktek pekerjaan sosial. Mata kuliah ini juga merangkum berbagai komponen utama yang ada dalam praktek pekerjaan sosial, mulai dari body of knowledge, body of value yang dibangun dari nilai-nilai HAM, Agama, Serta nilai-nilai kemasyarakatan lainnya, serta body of skill. Pembahasan topik-topik di atas akan diikuti dengan pembahasan tingkat lanjutan tentang berbagai proses yang ditempuh dalam praktek interventif (Interventive Repertoire)

1. Tujuan Umum Perkuliahan:

Meningkatkan kemampuan mahasiswa untuk memahami serta menganalisis teori-teori utama yang mendasari praktek pekerjaan sosial, baik praktek pekerjaan sosial komunitas maupun praktek pekerjaan sosial klinis.2. Tujuan Khusus Perkuliahan:

Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami serta menganalisis secara komprehensif dan holistik tentang :

a. Teori pekerjaan sosial.

b. Praktek Pekerjaan Sosial.

c. Integrasi Teori dan Praktek Pekerjaan Sosial.

3. Komponen Penilaian:

a. Kehadiran 10%

b. Makalah Individual 15%

c. Partisipasi Diskusi 10%

d. Ujian Tengah Semester 25%

e. Ujian Akhir Semester 40%

4. Deskripsi Tugas:

a. Kehadiran adalah keikutsertaan mahasiswa setiap minggu di dalam kelas. Mahasiswa yang memiliki kehadiran kurang dari 75% tidak berhak memperoleh nilai (otomatis nilai E).

b. Makalah individual adalah makalah yang disusun oleh masing-masing mahasiswa mata kuliah yang berisi subtansi salah satu topik di dalam perkuliahan yang diminta dan relevan serta kontekstual. Makalah individual ini dapat berupa tugas terjemahan, review artikel, maupun laporan bacaan lainnya.

c. Review artikel adalah ulasan kritis atas artikel yang dibagikan pengajar. Ulasan ini wajib diperkaya dengan bahan pustaka lain yang relevan

Review artikel ini merupakan tugas kelompok yang dipresentasikan setiap minggunya. Dikumpulkan oleh masing-masing kelompok seminggu sebelum jatuh giliran presentasi.

d. Partisipasi diskusi merupakan peran serta para mahasiswa pada saat presentasi kelompok dan perkuliahan. Anggota kelompok yang tidak hadir pada saat presentasi tidak mendapatkan nilai partisipasi.

e. UTS dan UAS adalah ujian bagi mahasiswa yang dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana pemahaman mahasiswa tentang materi yang dibahas di dalam kelas. UAS dan UTS berupa ujian tulis maupun makalah individual dalam bentuk take-home exam

5. Uraian Pertemuan Perkuliahan

Secara umum, mata kuliah ini terbagi menjadi tiga topik besar :

a. Teori pekerjaan sosial.

b. Praktek Pekerjaan Sosial.

c. Integrasi Teori dan Praktek Pekerjaan Sosial.

Teori Pekerjaan Sosial

a) Pertemuan Ke satu:

1) Topik :

Konstruksi sosial dari teori pekerjaan sosial

2) Pokok Bahasan:

a. Konstruksi teori dan konstruksi pekerjaan sosial.

b. Karakteristik kultural dalam Teori Pekerjaan Sosial.

c. Berbagai aliran dalam memandang teori-teori praktek.

3) TIK

a. Memahami teori dan konstruksi pekerjaan sosial.

b. Memahami berbagai karakteristik Sosial dan kultural dalam Pekerjaan Sosial.

c. Memahami berbagai aliran dalam memandang teori pekerjaan sosial.

4) Bahan Bacaan:

Malcolm Payne, ( ). Modern Social lwork Theory. MacMillan.hal 1 - 24

5) Metode Pengajaran.:

Ceramah

Presentasi Tugas

Diskusi

b) Pertemuan Ke dua :

1) Topik :

Teori dalam Praktek Pekerjaan Sosial.

2) Pokok Bahasan:

a. Pekerjaan Sosial dan berbagai teori yang relevan.

b. Teori praktek dalam pekerjaan sosial.

c. Pandangan positivist dan post positivist tentang praktek pekerjaan sos.

d. Berpikir teoritik dalam Praktek pekerjaan sosial.

3) TIK

a. Memahami Pekerjaan Sosial serta berbagai teori yang relevan dengan

praktek pekerjaan sosial.

b. Memahami Teori praktek dalam pekerjaan sosial.

c. Memahami Pandangan positivist dan post positivist tentang praktek pekerjaan sos.

d. Mampu menganalisis dan Berpikir teoritik dalam Praktek pekerjaan sosial.

4) Bahan Bacaan:

Malcolm Payne, ( ). Modern Social lwork Theory. MacMillan. Hal 26 - 71

Turner, Francis J. (1986), Social work treatment : Interlocking Theoretical Approaches, Free Press New York. Hal 1 -13.

5) Metode Pengajaran.:

Ceramah

Presentasi tugas.

Diskusi

Pembahasan Kasus

c) Pertemuan ke tiga.

1) Topik:

Tiga paradigma teori dalam praktek pekerjaan sosial : Reflexive-Therapeutic, Socialist-Collectivist, Individualist-Reformist.

Pendekatan dan perspektif interventif dalam paradigma Reflexive Therapeutic.

2) Pokok Bahasan:

a. Perspektif Psychodynamic

b. Intervensi Krisis

c. Perspektif Kognitif Behavioral.

d. Model komunikasi dan Sosial Psikologis.

3) TIK

a. Memahami dan menganalisis Perspektif teori Psychodynamika

b. Memahami dan menganalisis Intervensi Krisis

c. Memahami dan Menganalisis Perspektif teori Kognitif Behavioral.

4) Bahan Bacaan:

Malcolm Payne, ( ). Modern Social lwork Theory. MacMillan. Hal 72 135.

Turner, Francis J. (1986), Social work treatment : Interlocking Theoretical Approaches, Free Press New York.

5) Metode Pengajaran.:

Ceramah

Presentasi

Diskusi

Pembahasan Kasus

d) Pertemuan ke empat.

1) Topik:

Pendekatan dan perspektif interventif dalam paradigma Socialist-Collective.

2) Pokok Bahasan:

a. Perspektif Social and Community Development.

b. Perspektif radikal dan Marxist

c. Perspektif anti discriminatory dan anti penindasan.

d. Perspektif empowerment dan advocacy.

3) TIK

a. Mampu memahami dan menganalisis Perspektif Social Development dan Community Development.

b. Mampu memahami dan menganalisis Perspektif radikal dan Marxist

c. Mampu memahami dan menganalisis Perspektif anti discriminatory dan anti penindasan.

d. Mampu memahami dan menganalisis Perspektif empowerment dan advocacy.

4) Bahan Bacaan:

Malcolm Payne, ( ). Modern Social lwork Theory. MacMillan. Hal 198 - 284

5) Metode Pengajaran.:

Ceramah

Presentasi

Diskusi

Pembahasan Kasus

e) Pertemuan ke lima.

1) Topik:

Pendekatan dan perspektif interventif dalam paradigma individualist-reformist.

2) Pokok Bahasan:

a. Model komunikasi dan Sosial Psikologis.

b. Perspektif sistem dan pendekatan ekologis.

c. Perspektif humanis dan eksistensial

a). TIK

a. Mampu memahami serta mampu menganalisis Model komunikasi dan Sosial Psikologis.

b. Mampu memahami dan menganalisis perspektif sistem dan pendekatan ekologis.

c. Mampu memahami dan menganalisis Perspektif humanis dan eksistensial

b). Bahan Bacaan:

Malcolm Payne, ( ). Modern Social lwork Theory. MacMillan. Hal 137 195.

Turner, Francis J. (1986), Social work treatment : Interlocking Theoretical Approaches, Free Press New York.

c). Metode Pengajaran.:

Ceramah

Presentasi

Diskusi

Pembahasan Kasus

f) Pertemuan ke enam.

1) Topik:

Memadukan seni dan pengetahuan dengan profesi dalam pekerjaan sosial.

3) Pokok Bahasan:

a. Pekerjaan sosial sebagai seni : Relasi profesional, kreativitas, nilai-nilai

personal dan profesional.

b. Pekerjaan sosial sebagai ilmu pengetahuan :

Pengetahuan tentang fenomena sosial.

Pengetahuan tentang kondisi sosial dan masalah sosial.

Pengetahuan tentang Profesi pekerjaan sosial.

Pengetahuan tentang praktek pekerjaan sosial.

4) TIK

a. Mampu memahami serta menganalisis Pekerjaan sosial sebagai seni : Relasi profesional, kreativitas, nilai-nilai personal maupun profesional.

b. Mampu memahami serta menganalisis Pekerjaan sosial sebagai ilmu pengetahuan

5) Bahan Bacaan:

Sheafor, Bradford W., Charles R. Horejsi, 2003. Techniques and Guide-

Lines for Social Work Practice, Allyn & Bacon. Hal 37 49.

6) Metode Pengajaran.:

Ceramah

Presentasi

Diskusi

Pembahasan Kasus

g) Pertemuan ke Tujuh.

Ujian Tengah Semester (UTS)

UTS adalah ujian bagi mahasiswa yang dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana pemahaman mahasiswa tentang materi yang telah dibahas di dalam kelas. UTS dapat berupa ujian tulis maupun makalah individual dalam bentuk take-home exam

Praktek Pekerjaan Sosial Memadukan teori dengan praktek

h) Pertemuan ke delapan.

1) Topik:

Kerangka Referensi Praktek Pekerjaan Sosial

2) Pokok Bahasan:

a. Beberapa perspektif praktek.

Perspektif generalis.

Perspektif spesialis.

Perspektif General System.

Perspektif Ecosystem.

Perspektif Stengths.

Perspektif Ethnic-sensitive.

4) TIK

a. Mampu memahami dan menganalisis beberapa perspektif praktek.

Perspektif generalis.

Perspektif spesialis.

Perspektif General System.

Perspektif Ecosystem.

Perspektif Stengths.

Perspektif Ethnic-sensitive.

5) Bahan Bacaan:

Sheafor, Bradford W., Charles R. Horejsi, 2003. Techniques and Guide-

Lines for Social Work Practice, Allyn & Bacon. Hal 86 95.

6) Metode Pengajaran.:

Ceramah

Presentasi

Diskusi

Pembahasan Kasus

i) Pertemuan ke sembilan.

1) Topik:

Lanjutan Kerangka Referensi Praktek Pekerjaan Sosial.

2) Pokok Bahasan:

Beberapa model praktek pekerjaan sosial sesuai landasan teori praktek.

3) TIK

Mampu memahami dan menganalisis beberapa model praktek pekerjaan sosial sesuai landasan teori praktek.

4) Bahan Bacaan:

Sheafor, Bradford W., Charles R. Horejsi, 2003. Techniques and Guide-

Lines for Social Work Practice, Allyn & Bacon. Hal 96 116.

5) Metode Pengajaran.:

Ceramah

Presentasi

Diskusi

Pembahasan Kasus

j) Pertemuan ke sepuluh

1) Topik:

Praktek Pekerjaan Sosial Makro.

2) Pokok Bahasan:

3) TIK

4) Bahan Bacaan:

Netting, Ellen, Peter M. Kettner, Steven L. McMurtry, 1993,

Social work macro practice, Longman. Hal 3 60.

5) Metode Pengajaran.:

Ceramah

Presentasi

Diskusi

Pembahasan Kasus

k) Pertemuan ke sebelas.

1) Topik:

Praktek Pekerjaan Sosial Klinis.

2) Pokok Bahasan:

a. Pengertian praktek pekerjaan sosial klinis.

b. Systems intervention with Individuals.

c. Case Management.

d. Group Intervention.

e. Family System Intervention.

3) TIK

a. Mampu memahami Pengertian praktek pekerjaan sosial klinis.

b. mampu memahami & menganalisis Systems intervention with Individuals.

c. Mampu memahami dan menganalisis Case Management.

d. Mampu memahami dan menganalisis Group Intervention.

e. Mampu memahami dan menganalisis Family System Intervention.

4) Bahan Bacaan:

Maguire, Lambert. (2002), Clinical Social Work, Beyond Generalist Practice With Individuals, Groups, and Families. Books / cole Australia. Hal : 2 86.

5) Metode Pengajaran.:

Ceramah

Presentasi

Diskusi

Pembahasan Kasus

l) Pertemuan ke duabelas.

1) Topik:

Advokasi dalam Praktek Pekerjaan Sosial.

2) Pokok Bahasan:

a. Pengertian Advokasi

b. Konteks advokasi pekerjaan sosial :

Client Advocacy.

Cause Advocacy.

Administrative Advocacy.

Legislative Advocacy.

3) TIK

a. Mampu memahami dan menganalisis pengertian advocacy.

b. Mampu memahami dan menganalisis konteks praktek Client advocacy

c. Mampu memahami dan menganalisis konteks praktek Cause advocacy

d. Mampu memahami dan menganalisis konteks administrative advocacy

e. Mampu memahami & menganalisis kontek praktek legislative advocacy

4) Bahan Bacaan:

Ashman, Karen Kirst, Grafton H. Hull, 1993, Understanding Generalist

Practice, Nelson Hall Publishers, Chicago. Hal 466 491.

5) Metode Pengajaran.:

Ceramah

Presentasi

Diskusi

Pembahasan Kasus

m) Pertemuan ke tigabelas.

1) Topik:

Menyelaraskan Praktek Pekerjaan Sosial.

2) Pokok Bahasan:

a. Bekerja dalam birokrasi.

b. Memberi dan menerima supervisi.

c. Presentasi kepada audiens profesional.

d. Peningkatan image pekerjaan sosial.

e. Menghindari malpraktek dalam pekerjaan sosial.

3) TIK

Mahasiswa mampu memahami dan menganalisis bagaimana

a. Bekerja dalam birokrasi.

b. Memberi dan menerima supervisi.

c. Presentasi kepada audiens profesional.

d. Peningkatan image pekerjaan sosial.

e. Menghindari malpraktek dalam pekerjaan sosial.

4) Bahan Bacaan:

Sheafor, Bradford W. Charles R. Horejsi, 2003. Techniques & Guidelines

For Social Work Practice, Allyn & Bacon, hal 583 615.

5) Metode Pengajaran.:

Ceramah

Presentasi

Diskusi

Pembahasan Kasus

Studi Lapangan..

n) Pertemuan ke empatbelas.

Ujian Akhir Semester (UAS)

UAS adalah ujian bagi mahasiswa yang dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana pemahaman mahasiswa tentang materi yang dibahas di dalam kelas. UAS dapat berupa ujian tulis ataupun makalah individual dalam bentuk take-home exam

BAB I. KONSTRUKSI SOSIAL TEORI PEKERJAAN SOSIAL.Praktek Pekerjaan sosial dan teori praktek.

Seringkali kita memandang pekerjaan sosial dari sudut pandang praktis yang ringkas, yaitu suatu pekerjaan profesional untuk membantu orang dalam mengatasi permasalahan hidupnya, tugas profesional ini didasari oleh serangkaian aktivitas bertahap (sequencial) yang dimulai dari tahap assessment dan bergerak terus sampai pada tahap intervensi, yang kemudian diakhiri dengan tahap terminasi. Untuk melakukan praktek pekerjaan sosial, seorang pekerja sosial perlu mengikuti suatu panduan praktis tahap demi tahap secara sistematis. Mendefinisikan pekerjaan sosial melalui proses seperti itu akan mengakibatkan pemahaman tentang pekerjaan sosial terbatas hanya berkisar pada aktivitas-aktivitas mekanis saja (Moren, 1994).

Paper ringkas ini bertujuan untuk :1. Untuk mereview teori praktek PS yang telah ada, mengkaji dan memahami bagaimana gambarannya, nilai2 nya, serta ide dasarnya dalam praktek. Suatu review berarti memaparkan secara ringkas teori yang telah ada, bukan dalam rangka untuk mengembangkannya.

2. Mencoba memaparkan panduan terorganisir serta menggambarkan apa yang menjadi dasar pikiran atas apa yang dilakukan oleh pekerja sosial yang berguna dalam praktek.

PANDANGAN TENTANG PEKERJAAN SOSIAL.

Ternyata teori pekerjaan sosial itu juga erat kaitannya dengan politik, artinya berkaitan dengan aliran utama dalam pandangan politik.

1. Pandangan Reflexive-therapeutic.

Pekerjaan sosial berupaya untuk mencapai kesejahteraan terbaik untuk individu, kelompok, dan masyarakat dengan cara peningkatan pertumbuhan serta kemampuan mereka untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.

Mendorong dan menfasilitasi petumbuhan secara normal dan meningkatkan kemampuannya dalam memecahkan masalah serta memenuhi kebutuhan.

Proses interaksi antara pekerja sosial dengan klien scr terus menerus akan mempengaruhi gagasan dan pikiran orang. Klien terpengaruh oleh gagasan ps untuk megubah perilakunya, sebaliknya pekerja sosial juga terpengaruh oleh klien. Melalui proses interaksi ini, klien memperoleh kekuatan untuk berubah. Melalui kekuatan personal ini, klien akan berusaha keluar dari penderitaan serta ketidak beruntungannya sendiri. Individual objectives.

2. Pandangan Socialist-collectivist.

Mengupayakan kerjasama, dan dukungan timbal balik dalam masyarakat, sehingga pihak yang tertindas atau kurang mampu akan memiliki kekuatan dalam menghadapi kehidupannya sendiri. Penekanan pada upaya untuk memberdayakan orang agar dia bersedia aktif terlibat dalam proses belajar maupun kerjasama Memandang masalah bukan disebabkan oleh individu, melainkan oleh struktur yang ada.

Penekanan pada proses pemberdayaan dan partisipasi.

Golongan elit cenderung menguasai sumber daya dan kekuasaan serta berupaya mengekalkannya.

Menganggap bahwa ide penguatan individual (Reflexive Therapeutic) tidak akan berhasil karena struktur penguasalah yang menyebabkan masalah. Jadi struktur inilah yang perlu diintervensi.

Perlu support dan peningkatan kepedulian kaum elit.

Social Objectives.

3. Pandangan Individualist reformist.

Memandang bahwa pekerjaan sosial sebagai aspek dari pelayanan kesejahteraan sosial kepada individu dalam masyarakat.

Mengupayakan pemenuhan kebutuhan individu melalui peningkatan pelayanan sosial secara efektif.

Pemenuhan kebutuhan individual dianggap cukup baik tetapi tidak realistis, karena terlalu rumit. Akan tetapi struktur yang luas juga kurang tepat, karena masalah yang menjadi fokus pkerjaan sosial adalah masalah dalam skala kecil.

Individual Objectives / work.

Dari pengertian dan pembagian pandangan tersebut memiliki implikasi terhadap perkembangan teorinya :

Teori radikal, teori anti penindasan, dan perspektif pemberdayaan merupakan teori yang berkembang dari pandangan Socialist Collectivist.

Teori pekerjaan sosial yang terpusat pada pemberian tugas (task centered), teori sistem merupakan teori-teori yang berkembang dalam pandangan atau perspektif Individualist Reformist.

Teori-teori eksistensialis, humanis, psikologi sosial, merupakan teori-teori yang berkembang dalam perspektif Reflexive Therapeutic.

PERBEDAAN BUDAYA DLM TEORI PEKERJAAN SOSIAL

1. Landasan nilai dan budaya dari masyarakat yang berbeda dari suatu masyarakat mungkin tidak sesuai dengan asumsi-asumsi dari teori-teori barat.

2. Masalah serta isu-isu yang dihadapi oleh suatu masyarakat juga berbeda.

3. Masalah imperialisme budaya, negara barat tempat asal pekerjaan sosial dikembangkan yang berasal dari negara maju, belum tentu sejalan dengan budaya setempat.

Ketiga aspek di atas inilah yang menyebabkan teori serta pengetahuan pekerjaan sosial sulit digeneralisasikan ke dalam seluruh budaya dimana pekerja sosial tersebut bekerja.

MEMANFAATKAN TEORI DALAM PRAKTEK.

Yang dibahas sebagai teori dalam pembahasan ini adalah teori praktek, yaitu pernyataan-pernyataan gagasan yang tertulis, terorganisir secara formal, diakui kebenarannya, serta memimiliki peluang untuk melakukan penelitian terhadapnya dan terbuka untuk pengembangan secara lebih lanjut melalui penelitian secara metodologis.

Ada dua pandangan tentang ilmu :

1. Pandangan positivist, :

a. Memandang bahwa yg disebut ilmu pengetahuan hanyalah jika dapat dibuktikan kebenarannya melalui pengalaman dan observasi.

b. Memandang bahwa pernyataan general harus dikaitkan dengan sesuatu yang merupakan kesimpulan dan dapat dibuktikan melalui pengalaman dan observasi.

c. Nilai bukanlah suatu pengetahuan karena tidak dapat dibuktikan.

d. Keyakinan tentang penggunaan metode ilmiah untuk mendukung suatu pengetahuan dengan observasi secara nyata

e. Merupakan aplikasi secara kaku tentang metode ilmiah yang digunakannya.

2. Post positivist / postmodernist.

Memandang bahwa kehidupan manusia yang sangat kompleks dan sebagian besar bekerja dalam industri dengan skala besar yang mengakibatkan kehidupan bersifat fleksibel akan tetapi terpecah-pecah. Kelompok ini memandang bahwa pengetahuan merupakan representasi dari realitas dengan menggunakan bahasa dan simbol-simbol. Gagasan merupakan simbolisasi dari kenyataan sosial, akan tetapi bukan kenyataan itu sendiri. Dengan demikian, gagasan atau ide-ide tidak dapat terlepas dari perhatian dan posisi sosial manusia, dengan kata lain, pengetahuan tidak lepas dari alat observasi yang digunakan. Akibatnya adalah diterimanya kondisi tertentu yang dianggap berlaku walaupun sulit diobservasi secara nyata.

Tingkatan pengetahuan / teori dalam pekerjaan sosial.

1. Teori sosial materialis atau pengetahuan secara luas, yang terutama terfokus pada struktur ekonomi dan politik masyarakat, serta fungsi lembaga-lembaga sosial.

2. Teori strategis atau teori praktis yang mengembangkan metode-metode intervansi serta membahas tentang bagaimana seharusnya cara pekerja sosial melakukan kegiatannya (How social work act / should act)

3. Ideologi praktik atau praktek spesifik, terutama menekankan bagaimana melaksanakan seluruh pengalaman dan pengetahuan pekerjaan sosialdalam suatu praktek tertentu.

Ketiga tingkatan teori atau pengetahuan tersebut kemudian dapat diturunkan menjadi tiga tingkatan pengetahuan aplikatif dalam pekerjaan sosial, yaitu :

1. Pengetahuan / teori tentang pekerjaan sosial, yaitu pengetahuan-pengetahuan yang mendefinisikan hakikat kesejahteraan sosial, pekerjaan sosial, institusi-institusi sosial, serta teori umum lainnya, seperti patologi sosial, reformasi liberal, marxis, dsb. Termasuk tugas, peran, tanggung jawab pekerjaan sosial.

2. Pengetahuan / teori untuk memahami bagaimana cara melakukan intervensi (How to do), Pengetahuan formal, tertulis tentang praktek, seperti social casework, groupwork, maupun pengetahuan informal yang seringkali tak tertulis yang diperoleh dari pengalaman.

3. Pengetahuan / teori yang berkenaan dengan klien, Teori dan pengetahuan tertulis serta data empirik seperti perkembangan kepribadian, keluarga, masyarakat, dsb serta pengetahuan informal seperti perilaku normal, orang tua yang baik, hak anak dan sebagainya.

TEORI-TEORI UTAMA DALAM PEKERJAAN SOSIALA. MODEL PSIKOLOGI SOSIAL DAN KOMUNIKASI

Pokok bahasan utama dalam psikologi sosial pada dasarnya adalah tentang pengaruh suatu relasi yang terjadi di dalam mapun antar kelompok yang akan membentuk identitas sosial. Hal ini berarti juga membahas tentang bagaimana seseorang berperilaku dengan orang lain, mempengaruhi perilaku orang lain, serta bagaimana pengaruh berbagai faktor seperti stigma, stereotip, serta suatu ideologi akan sangat berpengaruh terhadap perilaku manusia dalam kelompoknya.

Dengan demikian maka psikologi sosial ini sangat menekankan pentingnya pengaruh komunikasi, bahasa, serta percakapan-percakapan dalam suatu interaksi sosial. Fokus dari studi tentang komunikasi adalah bahasa serta berbagai simbol komunikasi lain antara manusia, baik sebagai individu, kelompok, organisasi, maupun masyarakat.

Power (kemampuan untuk mempengaruhi) diperoleh dari penggunaan bahasa ini untuk membentuk suatu pandangan, keyakinan, serta konstruksi tentang dunia yang akhirnya akan sangat mempengaruhi orang lain. Pekerja sosial juga akan menggunakan bahasa atau simbol-simbol komunikasi lainnya dalam perspektif seperti ini dalam mempengaruhi klien. Artinya bahwa proses-proses komunikasi seperti inilah yang akan memberikan kekuatan kepada klien. Oleh karena itu terapi peran akan menjadi suatu proses yang dianggap sangat kuat pengaruhnya terhadap perubahan perilaku klien, karena di dalam peran inilah terjadi suatu proses komunikasi yang sangat kuat.

Inti dari teori peran adalah bagaimana suatu relasi dibentuk dan dikelola oleh manusia dalam suatu situasi sosial. Yang erat kaitannya dengan teori konstruksi sosial, yang mengatakan bahwa manusia mengelola perilakunya sesuai dengan konstruksi personal (Personal Construct) yang terbentuk dalam pikirannya tentang bagaimana seharusnya dia bertindak, yang pada umumnya terbentuk berdasarkan pengalaman masa lalu

Konstruksi personal ini akan sangat berbeda antara orang yang satu dengan orang yang lainnya, dengan demikian intervensi untuk mengubah konstruksi personal ini sangat membantu untuk mengubah perilaku seseorang. Sejauh ini, pandangan ini sama dengan pandangan teori kognitif dengan terapi kognitifnya.

Karena pendekatan psikologi sosial serta komunikasi ini masih sangat bersifat epistemologis, maka pendekatan ini masih bersifat sangat teoritis dan belum terpapar secara jelas bagaimana cara mengubah perilaku seseorang dengan mengunakan pendekatan ini. Pengaruh yang paling kuat dari pendekatan ini dalam pekerjaan sosial adalah prinsip mendengarkan klien secara intensif (Listening to the client), dan Peletakan fokus pada perilaku dan pengalaman klien (Behaviour and experience), dengan demikian, pemanfaatan pendekatan ini dalam pekerjaan sosial juga masih terbatas, terutama hanya pada setting terapetik dan klinis saja.

Pendekatan psikologis ini juga erat kaitannya dengan teori peran yang mengatakan bahwa peran merupakan serangkaian harapan-harapan atau perilaku yang berhubungan dengan posisi seseorang di dalam suatu struktur masyarakat. Peranan ini berkaitan erat dengan suatu relasi. Relasi eni berkaitan erat dengan komunikasi.

Peranan akan membentuk identitas seseorang. Peranan dapat berupa perang yang diperoleh berdasarkan keturunan yang telah melekat, dan juga yang diperoleh berdasarkan pencapaian / prestasi, dimana masing-masing status tersebut memiliki peran tersendiri. Kemampuan orang dalam mengelola perilakunya, akan sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam melihat perannya sendiri. Jika seseorang mengalami distorsi terhadap pemahamannya sendiri tentang perannya, maka perilakunyapun akan sangat tergantung pada pemahamannya tersebut. Dengan demikina, intervensi terhadap pemahaman serta keyakinannya akan berpengaruh positif terhadap perilakunya.

Teori Komunikasi dalam Pekerjaan Sosial.

Teori komunikasi memiliki peran membantu mengembangkan dan menterjemahkan berbagai teori maupun pendekatan psikologis menjadi suatu metode intervensi yang tepat dalam bekerja bersama klien. Selain itu, teori komunikasi ini juga membantu membuat koneksi yang jelas antara berbagai teori yang digunakan dalam pekerjaan sosial.

Banyak masalah perilaku yang disebabkaan oleh hambatan dalam memproses informasi. (Information Processing Block) Hambatan ini kemudian akan melahirkan perilaku tanggapan (feedback) yang menyimpang pula. Si (A) akan membenci (B) hanya karena pemrosesan informasi tentang (B) yang salah. Kesalahan pemrosesan ini tidak hanya disebabkan oleh media komunikasi atau saluran komunikasi yang tidak bak, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh Selective Perception tentang (B). Inilah yang perlu diintervensi, sehingga (A) tidang menyaring informasi secara salah tentang (B).

Beberapa konsep komunikasi :

Komunikasi Verbal

Komunikasi Non Verbal / Simbolik.

Feedback / respons (Perilaku tanggapan)

Selective Perception.

Metakomunikasi, atau hakikat relasi yang terbentuk akibat komunikasi tertentu.

Content (isi). Intervensi pekerja sosial biasanya berada pada level ini.

B. COGNITIVE BEHAVIOURAL THEORIES

Cognitive behavioural merupakan suatu muncul dari dua aliran teori besar, yaitu Social Learning Theory dan Behaviour Theory

Teori Social Learning : Menyatakan bahwa sebagian besar perilaku belajar diperoleh melalui persepsi dan pemikiran orang terhadap apa yang dialaminya.

Orang belajar dengan cara meniru perilaku orang lain di sekitarnya.

Modelling sebagai kata kunci

Teori cognitive meyakini bahwa Perilaku dipengaruhi oleh persepsi atau interpretasi orang tentang lingkungannya selama proses belajar.

Dengan demikian, suatu perilaku bermasalah sebenarnya disebabkan oleh adanya mispersepsi atau misinterpretasi.

Terapi, dengan demikian juga diarahkan pada upaya untuk mengubah kesalahan interpretasi ini, yang akhirnya perilaku orang juga akan berreaksi terhadap lingkungan secara benar.

Albert Ellis menyebut kesalahan interpretasi ini dengan istilah Irrational Believes about the world.

Terfokus pada perilaku spesifik yang mengkhawatirkan klien.

Jika perilaku tersebut ingin dirubah, maka berarti harus mengubah perhatian terhadap perilaku yang mengancam tersebut.Memusatkan diri pada prinsip perilaku dan teori belajar.

Deskripsi dan analisis masalah didasarkan pada observasi langsung terhadap situasi masalah.

Faktor yang mempegaruhi perilaku ditentukan dengan cara mengubah faktor tersebut. Pengamatan dilakukan atas hasil pengubahan faktor tersebut.

Asset kemampuan klien harus ditemukan terlebih dahulu, baru dapat digunakan.

Orang-orang penting dlm lingkungan klien harus dilibatkan.

Dilandasi bukti2 penelitian efektivitas.

Kemajuan dimonitor dengan Before & After Research.

Ditujukan untuk mencapai hasil sesuai nilai2 klien.

Memanfaatkan contoh2 keberhasilan klien pada berbagai situasi yg dihadapi.

Radical Behaviour menganggap bahwa pikiran dan perasaan juga merupakan bentuk perilaku, dng demikian disebabkan dan dapat dirubah seperti perilaku lainnya.

Metode cognitive behavioural mrpkn prosedur terapi yang terfokus pada pengubahan pikiran dan perasaan.

Social Learning Theory, merupakan salah satu bentuk dari Cognitive-behavioural yang memfokuskan diri pada bagaimana seseorang belajar dari situasi sosialnya dengan cara mempelajari bagaimana orang lain melakukan perilaku yang sama secara berhasil.

Beberapa tipe terapi behaviour :

1. Respondent Conditioning.

2. Operant Conditioning.

3. Social learning

4. Cognitive Therapi

Respondent Conditioning mengatakan bahwa perilaku merupakan respon terhadap stimulus, yg kemudian dipelajari melalui pembiasaan (Ian Pavlov).

Terapi dengan menggunakan teknik Systematic desensitization, relaxasi & social support yg diharapkan dapat meredam ketegangan akibat ancaman tertentu yang sengaja diberikan. Terapi ini termasuk dalam counter conditioning

Operant conditioning lebih menekankan pada dampak atau konsekuensi dari perilaku yang merupakan reaksi dari stimulus.

Sesuatu terjadi (stimulus-A, seseorang merespon dengan perilaku ttt-B, akibatnya muncul perilaku lain sebagai konsekuensi.) Misalnya reinforcement & Punishment.

Selalu memandang bahwa perilaku selalu disebabkan oleh sesuatu yang nampak, jelas, terukur, dan dapat diubah.

Tujuan utama dari pekerjaan sosial Behavioural adalah memperkuat perilaku yang diharapkan dan menghilangkan perilaku yang tdk diharapkan, dengan demikian seseorang akan mampu memberikan respon terhadap peristiwa tertentu secara tepat.

Pekerjaan sosial behavioural adalah pekerja sosial yang memiliki pengetahuan serta ketrampilan dalam menerapkan terapi2 behavioural, tetapi mungkin tidak menganut filosofinya secara ketat.

Pekerjaan sosial behavioral dan cognitive telah mengubah dan memperbaiki pandangannya tentang pikiran seseorang secara lebih humanistik. Humanistik berarti memasukkan unsur keakuratan pandangan tentang lingkungan. Tidak memandang bahwa pikiran manusia itu menyimpang akan tetapi selalu ada alasan rasional atas perilaku seseorang.

Beberapa kesulitan / penolakan Behavioral dalam pekerjaan sosial :

1. Masalah prosedural yang dipandang sebagai Non Human.

2. Masalah etikal, Bahwa yang terpenting adalah perilaku, bukan klien sebagai seseorang manusia yang utuh.

3. Seringkali punishment yg diarahkan untuk mengubah perilaku dianggap tidak manusiawi. Menindas dan menyalahgunakan.

Pendekatan behavioral dapat juga diterapkan pada tekik-teknik kelompok maupun komunitas.

Kelompok dan masyarakat dapat dipandang sebagai Suporter dan Reinforcer

Juga dalam sistem panti, dimana pendekatan behavioral ini dapat diterapkan secara masal untuk sekelompok klien, bukan klien secara individual. Biasanya hal ini disebut dengan Token Econonies, yaitu memanage total programme of residential, not individually. Shg bersifat lebih economis.

Komentar :

1. Pendekatan behavioral dan kognitif ini cukup dapat dipertanggung jawabkan dan dapat diterapkan dalam berbagai bentuk intervensi pekerjaan sosial, walaupun efektivitasnya masih belum dapat ditentukan secara pasti.

2. Sangat membutuhkan ketrampilan yang baik, dengan demikian membutuhkan supervisi secara ketat agar reinforcement yg dilakukan tidak menyalahi etika secara mendasar.

3. Social learning dan social skills training banyak digunakan dalam pekerjaan sosial.

C. PSYCHODYNAMIC PERSPECTIVES Perspektif psikodinamika secara umum dilandaskan pada karya-karya Freud dan para pengikutnya.

Disebut dinamika karena teori ini menganggap bahwa perilaku manusia berasal dari interaksi dan pergerakan yang terjadi dalam pikiran manusia.

Alam pikiran tak sadar sangat mendominasi teori ini. Dapat diungkap melalui metode Free Association, Slips of The Tongue

Teori yang lebih baru : Pikiran menstimulasi perilaku, dan keduanya mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkugan sosial.

Berbagai masalah yang dihadapi seseorang berakar dari situasi dan kondisi yang terjadi pada masa awal perkembangan.

Untuk itu, diperlukan suatu teknik tertentu yang dapat menggugah alam tak sadar yang merupakan jendela masa lalu.

Teori-teori modern tentang perspektif psikodinamika lebih mengarahkan pemikiranya tentang bagaimana seseorang berinteraksi dengan dunia sosialnya, bukan lagi antara pikiran dan drive2 pada masa awal.

Gaya relasi sosial antara pekerja sosial dengan klien diarahkan untuk mampu mengungkap masalah-masalah yang terpendam.

Lebih mengutamakan feeling dan alam tak sadar seseorang, dibandingkan kejadiannya itu sendiri.

Perhatian terhadap anak dan lansia merupakan bawaan dari perspektif psikodinamika ini.

Begitu pula pada perhatian pekerjaan sosial terhadap penyakit2 mental dan perilaku menyimpang.

Dunia pikiran merupakan bagian penting dalam teori ini.

Kurangnya perhatia terhadap faktor sosial dibandingkan kondisi psikologis dan emosional.

Perkembangan berikut dari teori ini terutama dapat dikelompokkan pada tiga teori besar, yaitu teori fungsional, Problem solving casework, Ego oriented casework.

Teori fungsional lebih mengutamakan personal growth dari kliennya.

Menekankan pertolongannya pada proses-proses interaksi antara pekerja sosial dengan kliennya, dibandingkan dengan berbagai prosedur dalam terapi.

Prinsipnya antara lain :

Melibatkan klien dalam diagnosis dn pemahaman masalah yang terus menerus mengalami perubahan.

Pemahaman secara sadar serta pemanfaatan kerangka waktu secara tegas.

Pemanfaatan fugsi-fungsi lembaga

Pemahaman tentang struktur proses pemecahan masalah.

Pekerja sosial memanfaatkan relasi untuk membantu klien dalam membantu dirinya sendiri

Prolem solving casework, merupakan suatu bentuk yang mirip Task Centered.

Lebih mengutamakan permasalahan ang langsung dihadapi, atau masalah-masalah ligkungan saat ini. Mengutamakan person, problem, place, process.

Masalah Klien diasumsikan sebagai kegagalan dalam memfungsikan kemampuannya dalam mengatasi masalah. Oleh karena itu perlu pertolongan untuk meningkatkan kemampuan tersebut.

Ego Psychology / Ego Oriented Casework.

3 aspek penting dalam teori ini : Assessment, intervention, relationship.

Assessment berupaya menggali

D. Social and Community Development Pembangunan sosial dan pengembangan masyarakat merupakan salah satu aspek dari pembangunan secara lebih luas, yang terkait dengan locality, areas, Regions, serta countries.

Di Eropa terkait dengan Protestant Ethic yang terkait dengan kapitalisme. Orang yang terpilih adalah orang yang bekerja keras. Akhirnya menumpunya modal.

Pembangunan (development), terkait dengan kemiskinan.

Juga terkait erat dengan issue2 ttg kesehatan, kecacatan, pendidikan,peranan wanita, industrialisasi, urbanisasi, dsb.

Di negara yang secara ekonomi telah maju, pembangunan sosial ekonomi terpusat pada pembangunan perkotaan, penurunan perindustrian, serta perencanaan lingkungan. Untuk menghadapi konsekuensi sosial dari proses pemangunan seperti ini, maka konsep community development serta communty organization lebih sering digunakan. Gagasan tentang CO/CD terutama berasal dari negara jajahan kekuasaan Eropa.

Setelah tahun 1945, fokus pembangunan terpusat pada pembangunan negara bangsa pada negara bekas jajahan.

Dengan mencontek model Eropa, maka dimunculkan pembagian negara di dunia menjadi negara pertama(blok barat), kedua (blok soviet), dan negara ketiga (negara terbelakang)

Pemahaman tentang konsep pembangunan juga terpusat pada negara2 Eropa, yang menyatakan bahwa pembangunan akan berhasil jika pemerintah membangun pasar bebas yang maju seperti di eropa barat. Modernisasi menjadi westernisasi.

Sekitar tahun 1960 an konsep pembangunan westernisasi sudah tidak sesuai lagi, walaupun beberapa negara pasifik sukses dengan menganut pola westenisasi, yaitu jepang, korea, dan taiwan.

Teori Marxist juga tidak memberikan alternatif yang memuaskan, karena juga menganut sistem tunggal seperti juga kapitalis, akan tetapi dalam perspektif yang bertolak belakang.

Th 1980an, muncul anggapan bahwa pembangunan dengan sistem kapitalis maupun komunis merupakan sistem pembangunan yang tidak memuaskan.

Pandangan Schumacher Small is Beautiful sangat berpengaruh. Akibatnya, pembangunan harus dilakukan dalam skala kecil2 yang dilakukan melalui kerjasama kelompok2 kcl seperti masy pedesaan, dengan teknologi yg mengutamakan peran utama penduduk.

Muncul konsep Ecodevelopment dan Ethnodevelopment.

Ecodevelopment berupaya untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan yang tidak merusak sumber daya alam.

Terpusat pada pembangunan manusia dan kebutuhan2 lokal.

Etnodevelopment menyatakan bahwa pembangunan bukan berupaya membangun negara bangsa atau membangun kelompok2 kecil, melainkan kelompok2 etnis yang sering mengalami konflik tentang pemanfaatan sumber daya dan kekuasaan2 negara. Dengan demikian, kelompok2 etnis ini dianggap penting dan harus diajak bekerjasama untuk melakukan pembangunan

Pembedaan antara Comdev dengan Socdev nampaknya tidak ada kesepakatan yg bersifat universal.

Comdev dianggap suatu fenomena, dan socdev dianggap sbg suatu metode.

Socdev didevinisikan secara berbeda2.

JFX. Paiva : menyatakan bahwa Socdev merupakan pembangunan yang diarahkan untuk mengembangkan kemampuan orang agar dpt bekerja scr terus menerus dalam mensejahtera-kan masyarakat.

Fokusnya adalah pada kapasitas individual.

Jones dan Pandey fokus pada pengembangan institusi dalam memenuhi kebutuhan individu.

Di Asia: Fokus pada pentingnya nilai2 masy, pentingnya proses, serta memperhatikan Diversity dalam masy.

Midgley membagi strategi Socdev :

Strategi individual : Self Actualization, self determination, dan self improvement.

Strategi kolektif : Menekankan pentingnya membangun organisasi sbg basis pembangunan.

Strategi populis : Menekankan pada aktivitas pada skala kecil/mikro.

Pandey membagi strategi socdev : _fungsinya.

Strategi distribtif dalam mencapai keadilan

Strategi Partisipatif.

Strategi Pembangunan manusia.

Social Development (Midgley)

Proses perub sos berencana yg dirancang u. mengembangkan kesejahteraan sosial seluruh rakyat yang disejajarkan dengan pembangunan ekonomi.

Yg dimksud di sini, bukan kesejahteraan sosial yang dipengaruhi oleh pembangunan ekonomi, melainkan mengkaitkan secara sinergi anatara pembangunan kesejahteraan sosial dengan pembangunan ekonomi.

KS kompatible dengan Pemb Ekonomi

Socdev diarahka u. kesejahteraan seluruh rakyat sehingga masalah sosial teatasi, kebutuhan terpenhi, peluang2 dpt terkembangkan dng baik.

Tujuannya lebih bersifat luas, tidak bersifat rehabilitatif individual.

Bersifat universalistic

Elemen2 Dalam konsep Pembangunan Mengandung nilai Progress.

Memerlukan Suatu bentuk Intervensi.

Faktor ekonomi harus dipertimbangkan.

Dipengaruhi oleh Ideologi dalam memandang pembangnan (Individualist, collectivist, Populist).

Tujuan socdev mungkin berupaya untuk mereorganisasi perencanaan pembangunan scr keseluruhan.

Terlepas dari berbagai kekurangan dan kelemahan masing2 pendapat dalam Com & Socdev, perspektif ini akan memberikan fokus sosial bagi intervensi pekerjaan sosial yg bersifat makro, bukan sekedar inetraksi sistemik interpersonal.

Renungkan !!!!MASYARAKAT MEMBENTUK INDIVIDU ATAU INDIVIDU MEMBENTUK MASYARAKAT

Praktek Makro dalam Pekerjaan Sosial, Praktek Pekerjaan Sosial Makro, Community Work, Community Organization (CO), Community development (CD), Pengembangan Sosial Masyarakat (PSM)

PEMBANGUNAN MASYARAKAT DALAM RANGKA USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL

Banyak istilah yang digunakan dalam pengembangan dan pembangunan masyarakat. Istilah ini di dalam praktek pekerjaan sosial biasa disebut dengan community organization atau community development. Selain itu ada juga yang menyebutnya Praktek pekerjaan sosial makro (Macro Practice). yang selanjutnya disingkat praktek makro. Tulisan dalam makalah ini terutama akan lebih bayak menggunakan istilah praktek makro yang lebih sesuai dengan profesi pekerjaan sosial. Praktek makro dalam pekerjaan sosial merujuk pada suatu proses kerja dalam pekerjaan sosial yang berupaya untuk memberikan intervensi pada tingkatan keseluruhan kelompok atau populasi sasaran. Praktek ini tidak terlalu menekankan pada intervensi individual atau intervensi kelompok kecil. Praktek makro ini lebih mengutamakan intervensi di atas individu, keluarga, dan kelompok kecil.

Praktek makro dalam pekerjaan sosial terutama lebih memfokuskan diri pada isu-isu global yang berkenaan dengan kebijakan suatu lembaga, kadangkala juga melakukan advokasi dimana suatu pelayanan yang dibutuhkan oleh mayoritas klien tidak tersedia dalam suatu lembaga, pada kali yang lain, pekerja sosial mungkin juga bekerja dengan sistem atau kebijakan lembaga yang dianggap tidak adil atau kurang manusiawi. Dalam kasus-kasus seperti ini, pekerja sosial mungkin perlu memberikan intervensi pada organisasi, kebijakan, atau sistem tertentu yang diarahkan untuk kepentingan klien.

Para pekerja sosial, khususnya yang sehari-hari bekerja untuk klien individual mungkin akan mengalami kesulitan untuk memahami istilah sistem dalam praktek makro ini. Berbicara tentang perubahan suatu sistem mungkin bersifat abstrak dan bersifat sangat luas serta membingungkan. Secara lebih spesifik suatu sistem yang harus diubah atau diberi intervensi mungkin sulit untuk didefinisikan secara akurat. Kesulitan ini hanya dapat disederhanakan untuk mempermudah pemahaman dengan memberikan contoh seperti suatu organisasi, panti sosial tempat anda bekerja, suatu sistem birokrasi, wilayah lokal atau wilayah administratif tertentu, suatu masyarakat lokal, bahkan suatu negara.

Untuk memahami konsep pekerjaan sosial makro ini secara lebih mendetail, perlu memahami beberapa dimensi utama yang ada dalam pengertiannya sebagai berikut :

1. Praktek makro biasanya diarahkan untuk memenuhi tugas utama sebagai berikut :

a. Merubah atau meningkatkan efektivitas suatu kebijakan tertentu atau aturan-aturan tertentu yang berkenaan dengan pendistribusian sumber daya kepada klien. Dengan kata lain, klien tidak mendapatkan pelayanan layak yang dia butuhkan secara efektif dan efisien.

b. Mengembangkan sumber-sumber baru sesuai dengan kebutuhan klien. Sumber baru ini bisa juga kebijakan atau aturan tertentu, penciptaan kelompok-kelompok baru, pengembangan pelayanan-pelayanan baru, perbaikan-perbaikan lain yang relevan.

c. Membantu klien untuk memperoleh hak-haknya. Khusus tugas ini dapat bertujuan untuk membantu klien perorangan maupun keseluruhan klien.

2. Meliputi sasaran yang berupa suatu sistem. Sistem ini meliputi banyak hal, termasuk sistem pelayanan sosial dalam suatu masyarakat.

3. Memberikan perhatian besar pada kebutuhan-kebutuhan tertentu yang berkenaan dengan advokasi sosial. Advokasi ini meliputi intervensi yang berkenaan dengan upaya untuk memabantu klien atau sekelompok klien untuk mendapatkan apa yang mereka butuhkan, yang biasanya sulit didapat atau dianggap kurang penting oleh sistem yang lebih besar.

4. Banyak praktek makro yang dilakukan oleh suatu lembaga atau suatu organisasi. Aturan serta kebijakan-kebijakan lembaga atau suatu organisasi dan juga konteks dalam organisasi itu dapat mendorong atau bahkan menghambat dan membatasi pekerja sosial untuk melaksanakan pekerjaannya secara optimal.

Dari pembahasan tersebut terlihat bahwa praktek makro dalam pekerjaan sosial memiliki ruang lingkup yang sangat luas. Untuk memahami keseluruhan dimensi tersebut diperlukan suatu proses pemahaman yang sangat panjang dan detail. Untuk keperluan pembahasan kita lebih lanjut, kita akan memfokuskan diri hanya pada dimensi yang pertama saja, yaitu pekerja sosial memiliki tiga fungsi atau tugas spesifik:

Tugas Pertama : Merubah atau meningkatkan efektivitas suatu kebijakan tertentu atau aturan-aturan tertentu yang berkenaan dengan pendistribusian sumber daya kepada klien.

Organisasi atau suatu lembaga pelayanan kesejahteraan sosial bertujuan untuk memberikan intervensi kepada klien dengan tujuan untuk membantunya menghadapi kehidupannya secara lebih baik. Organisasi melakukan seluruh fungsi dan perannya dengan diatur oleh suatu sistem yang sangat rumit, yang berupa kebijakan, prosedur, birokrasi, manajemen, serta berbagai unsur lain yang saling kait mengkait. Berbagai faktor ini sering kali disebut konteks organisasional (Organizational Context) yang menentukan keberhasilan suatu pelayanan.

Pelayanan sosial yang diberikan oleh organisasi pelayanan pada dasarnya adalah memberikan kemampuan kepada klien untuk menghadapi permasalahan hidupnya dengan menggunakan potensi dan sumber daya yang ada atau dengan mendistribusikan sumber daya yang ada dalam masyarakat. Dalam konteks tugas pertama ini, pekerja sosial perlu membantu klien memperoleh sumber yang dibutuhkan akan tetapi kebijakan serta aturan lembaga terlihat membatasi atau menghambat proses pemenuhan kebutuhan tersebut. Beberapa hal yang dapat menghambat efektivitas suatu kebijakan antara lain :

1. Kebijakan tersebut tidak peka terhadap kebutuhan klien.

2. Kebijakan tersebut tidak didukung sumber daya yang ada.

3. Kebijakan tersebut terlalu kaku dan birokratis.

Untuk menghadapi situasi tersebut, pekerja sosial harus membuat suatu bentuk aktivitas yang bertujuan untuk merubah atau meningkatkan efektivitas kebijakan yang bersangkutan. Beberapa hal yang dapat dilakukan :

1. Melakukan analisis kebijakan. Dalam hal ini pekerja sosial dapat melakukan suatu bentuk aktivitas tertentu untuk melihat efektivitas, efisiensi, serta kememadaian suatu kebijakan. Hasil dari aktivitas ini dapat diberikan kepada pengambil keputusan atau pembuat kebijakan.

2. Melakukan evaluasi suatu proses pelayanan. Dalam hal ini pekerja sosial dapat melakukan suatu bentuk penelitian tertentu yang bermaksud untuk melihat sampai seberapa jauh proses yang telah dilakukan dapat dilaaksanakan, apa kelemahannya, sampai seberapa jauh hasil yang telah dicapai.

3. Melakukan suatu proses atau aktivitas tertentu yang bertujuan untuk membela (Advocacy) kepentingan klien. Dalam hal ini pekerja sosial dapat bekerja untuk mempengaruhi sistem tertentu atas nama klien.

Tugas Kedua : Mengembangkan sumber-sumber baru sesuai dengan kebutuhan klien. Sumber baru ini bisa juga kebijakan atau aturan tertentu, penciptaan kelompok-kelompok baru, pengembangan pelayanan-pelayanan baru, perbaikan-perbaikan lain yang relevan. Tugas kedua ini menuntut pekerja sosial untuk memiliki pemahaman yang sangat baik atas sumber-sumber baru yang sesuai dengan kebutuhannya. Jika kita berbicara tentang sumber, maka kita selalu berpikir tentang material. Padahal sistem sumber ini dapat berupa sistem sumber formal, informal, dan kemasyarakatan, sumber yang berupa kelompok-kelompok, proses-proses baru, dan sebagainya.

Beberapa bentuk keterbatasan sumber daya yang dihadapi klien antara lain :

1. Tidak terkait dengan sistem sumber yang ada.

2. Situasi internal klien seperti sungkan, malu, takut, tidak memahami cara mengakses, dsb dalam memanfaatkan sistem sumber yang ada.

3. Sistem sumber yang ada tidak atau sulit untuk dapat memberikan bantuan yang dibutuhkan.

4. Klien tidak mengetahui adanya sistem sumber yang dibutuhkan.

Tugas Ke tiga : Membantu klien untuk memperoleh hak-haknya. Khusus tugas ini dapat bertujuan untuk membantu klien perorangan maupun keseluruhan klien.

Dalam hal ini pekerja sosial dapat memberikan suatu aktivitas tertentu yang berupaya memberdayakan klien, baik perseorangan atau kelompok untuk memperoleh hak-haknya yang dirasa kurang terpenuhi atau terhambat.

Strategi dalam Pekerjaan sosial makro :

1. Kerjasama (Collaboration)

Implementasi.

Peningkatan kemampuan (Capacity Bulding)

Pendampingan dan pemberdayaan

2. Kampanye (Campaign)

Pendidikan atau sosialisasi.

Persuasi.

Pemanfaatan Media Massa.

3. Kontes (Contest)

Tawar menawar dan negosiasi.

Community Action

Class Action

Beragam konsep sejenis yang sering diungkap dalam pembicaraan tentang praktek pekerjaan sosial masyarakat sering dibedakan menjadi beberapa istilah atau konsep yang berbeda, seperti community development, community organization, locality development, community works, social work macro practice, bahkan community care, dan sebagainya. Setelah dibedah isi atau kandungan rinci yang ada di dalam beraneka ragam konsep tersebut, ternyata tidak menunjukkan perbedaan satu sama lain secara mendasar.

Isi atau kandungan rinci yang dimaksud adalah :

Prinsip-prinsipnya.

- Teknik-tekniknya

Proses-prosesnya

- Strategi-strateginya

Bentuk kegiatannya

- Dst.

Landasan pengetahuannya

Pada intinya, pengembangan sosial masyarakat memiliki fokus perhatian pada 5 komponen utama yang mendasari proses perubahan. Fokus tersebut adalah : KEKUATAN-KEKUATAN

PELUANG-PELUANG

FOKUS/

TARGET

PROSES-PROSES

PSM

MASALAH-MASALAH

TANTANGAN

Perspektif yang mendasari pandangan tersebu di atas disebut dengan PERSPEKTIF yang mengutamakan KEKUATAN (STRENGTH PERSPECTIVE)

Asumsi yg Mendasari Perspektif Kekuatan (Strength Perspectives) Setiap individu, kelompok, keluarga, serta masyarakat memiliki kekuatan2 Penting untuk berkembang. Kekuatan-kekuatan inilah yang harus dimaksimalkan sedemikian rupa agar menjadi energi pendorong utama dalam proses perubahan. Trauma, Penyakit, dan penderitaan mungkin memang menyakitkan, tetapi dapat berguna untuk mengembangkan tantangan dalam berkembang.

Pekerja sosial tidak memiliki pengetahuan tentang batas kemampuan klien, oleh karena itu PS harus mengoptimalkan kekuatan tersebut seoptimal mungkin

Sebaiknya PS memberikan pelayanan dalam koridor Kerjasama.

Bahwa setiap lingkungan harus diasumsikan memiliki sumber daya yg sangat memadai.

Diskusi : Anda diminta mengembangkan sebuah masyarakat desa.

Apa yang akan anda lakukan ? Sesuaikan dengan tahapan kerja yang pernah anda ketahui.

DASAR PENGETAHUAN DALAM PEKERJAAN SOSIAL MAKRO

Bahasan dari Pengembangan Sosial Masyarakat pada dasarnya adalah intervensi pada tingkat di atas individu dan kelompok kecil, berarti intervensi pada tingkat masyarakat dan organisasi. Oleh karena itu pemahaman mahasiswa tentang ke dua sasaran perubahan tersebut sangatlah penting.

Jika seseorang berniat untuk untuk melakukan praktek pekerjaan sosial makro, maka dia memerlukan pemahaman tentang dasar-dasar pengetahuan, nilai-nilai, maupun model dalam prakteknya. Dasar pengetahuan harus dimulai dengan pemahaman tentang bidang kerjanya. Bidang kerja ini berarti suatu pemahaman tentang masyarakat dan organisasi. Dalam pembahasan kali ini kita akan menelaah fungsi-fungsi masyarakat maupun organisasi, serta mendiskusikan alasan mengapa Pekerja Sosial perlu memahami bidang praktek ini. Selain itu kita perlu pula mengkaji tentang dasar nilai dari praktek makro maupun dilema etis yang dihadapi oleh pekerja sosial profesional.

Tingkatan pengetahuan yang lebih tinggi, di balik pemahaman umum tentang organisasi dan masyarakat, difokuskan pada organisasi atau masyarakat tertentu yang akan dirubah. Untuk melakukan pemahaman itu, kita perlu melakukan studi secara sistematis untuk menghasilkan pemahaman yang baik tentang berbagai faktor yang membentuk masyarakat tersebut. Format yang digunakan dalam melakukan studi semacam ini akan kita bahas pada pertemuan selanjutnya, demikian juga telaah tentang sistem pelayanan sosial di masyarakat.

Dasar Pengetahuan dalam Praktek MakroOrganisasi dan Masyarakat merupakan suatu kesatuan yang telah familiar bagi sebagian besar orang, karena manusia selalu hidup dalam paling sedikit satu masyarakat serta berinteraksi dengan banyak organisasi. Namun demikian, tinggal di dalam maupun berinteraksi dengan tidak berarti bahwa mereka memahami sistem ini. Oleh karena itu bagian pertama dari pengetahuan dalam praktek makro adalah pemahaman tentang organisasi dan masyarakat ini.

A. Memahami Masyarakat

Masyarakat didefinisikan oleh Warren (1978) sebagai suatu kombinasi dari unit-unit sosial maupun sistem-sistem yang menampilkan fungsi sosial utama untuk memenuhi kebutuhan orang pada tingkat lokal. Dengan demikian, masyarakat berarti merupakan pengorganisasian dari aktivitas-aktivitas atau kegiatan-kegiatan sosial yang sanggup memberikan akses ataupun kemampuan kepada anggota-anggotanya untuk mendapatkan pemenuhan kebutuhan, untuk kehidupan sehari-hari.

Secara umum kita memahami bahwa unit-unit sosial sebagai awal dari unit-unit domestik, yang menjadi perkumpulan-perkumpulan sukarela atau ketetanggaan dan selanjutnya menjadi masyarakat yang lebih luas. Suatu masyarakat mungkin tidak memiliki batasan yang spesifik, akan tetapi minimal memiliki fungsi utama seperti yang dikemukakan oleh Roland L. Warren :

1. Produksi, distribusi, konsumsi ;

2. Sosialisasi;

3. Kontrol sosial;

4. Partisipasi sosial;

5. Dukungan timbal balik.

1. Fungsi pertama masyarakat, yaitu Produksi, distrribusi, dan konsumsi, merupakan aktivitas kemasyarakatan yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan material dari anggota-anggota masyarakat seperti makanan, pakaian, perumahan, dan sebagainya. Pada jaman dahulu, keluarga akan memproduksi dan memenuhi semua kebutuhan konsumsi. Akan tetapi sekarang pada masyarakat modern, manusia saling bergantung dengan manusia lainnya untuk memenuhi kebutuhan seperti makanan pakaian, perumahan, kesehatan, rekreasi, maupun berbagai macam barang dan jasa lainnya. Uang merupakan medium yang telah diterima bagi pertukaran barang dan jasa tersebut. Oleh karena itu uang telah menjadi faktor penting dalam menentukan batasan konsumsi, dan menjadi pertimbangan penting dalam sebagian besar upaya perubahan masyarakat.

2. Fungsi kedua dari masyarakat adalah sosialisasi untuk menerapkan norma, tradisi, maupun nilai. Seorang anak yang berkembang dalam masyarakat yang keras, akan mengembangkan perspektif yang berbeda dengan anak yang berkembang dalam masyarakat yang makmur. Sosialisasi memandu perkembangan sikap seseorang, dan sikap serta persepsi ini akan mampengaruhi bagaimana orang memandang dirinya sendiri, memandang orang lain, serta memandang hak-hak maupun tanggung jawab interpersonalnya. Untuk memahami seorang individu atau suatu populasi, perlu terlebih dahulu memahami norma-norma, tradisi-tradisi, serta nilai-nilai masyarakat dimana orang tersebut berada.

3. Fungsi ketiga dari masyarakat adalah kontrol sosial, merupakan suatu proses untuk menjamin anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan norma, dan nilai dengan cara membentuk hukum, aturan, maupun perundang-undangan, serta bagaimana pengendaliannya. Kontrol sosial ini merupakan fungsi yang ditampilkan oleh institusi-institusi dari berbagai sektor, seperti pemerintahan, pendidikan, agama, maupun lembaga-lembaga sosial. Kontrol sosial biasanya dilakukan oleh pemerintahan, karena pemerintah memang memiliki kekuatan yang dapat memaksa individu-individu untuk mematuhi hukum. Lembaganya secara formal misalnya : polisi, jaksa, atau pengadilan.

4. Fungsi keempat dari masyarakat adalah Partisipasi Sosial, meliputi suatu interaksi dengan orang lain dalam kelompok-kelompok sosial masyarakat, asosiasi-asosiasi, maupun organisasi. Masyarakat menjadi penyalur bagi anggotanya untuk mengekspresikan kebutuhan sosialnya, kepentingan-kepentingannya, maupun kesempatan-kesempatannya untuk membangun jaringan pertolongan maupun jaringan dukungan alamiah. Pemahaman tentang pola partisipasi sosial dari suatu populasi sasaran akan sangat membantu dalam mengkaji sampai dimana masyarakat tersebut mampu memenuhi kebutuhan anggotanya.

5. Fungsi yang kelima adalah Dukungan timbal balik, merupakan fungsi dari keluarga, ketetanggaan, sukarelawan dalam masyarakat ketika mereka merawat orang sakit, penganggur, korban bencana, dsb. Sebagian besar profesi pertolongan berkembang sebagai respons atas ketidakmampuan institusi-institusi sosial dalam memenuhi kebutuhan dukungan timbal balik dari anggota masyarakat. Pada saat masyarakat berkembang semakin kompleks, dan kemampuan daya dukung institusi tradisional seperti keluarga, ketetanggaan, semakin menipis, maka kemudian profesi semakin berkembang untuk memenuhi kebutuhan yang tak terpenuhi.

Lima fungsi masyarakat ini menunjukkan tujuan dari suatu masyarakat, jika semua fungsi itu dapat ditampilkan untuk memenuhi kebutuhan dari seluruh anggota masyarakat, maka kemudian struktur alamiah masyarakat tersebut akan menyediakan sumber-sumber yang dibutuhkan untuk melayani seluruh anggota masyarakatnya.

Namun demikian, tipe masyarakat ideal seperti itu jarang ditemukan. Beberapa masyarakat agamis di pedesaan telah dapat memenuhi sebagian besar fungsi masyarakat ini yang menghalangi kebutuhan untuk dilakukannya suatu perubahan atau suatu intervensi. Akan tetapi kondisi seperti ini jarang ditemui, yang lebih sering terjadi adalah fungsi ini dapat diwujudkan secara kurang memadai. Terdapat ketidakmemadaian sumber-sumber yang dapat dimanfaatkan bagi distribusi maupun konsumsi, sosialisasi mungkin merupakan serangkaian nilai yang tidak begitu disukai oleh sebagia besar anggota masyarakat, kontrol sosial mungkin tidak berfungsi secara adil, kesempatan partisipasi sosial mungkin sangat terbatas, dsb.

B. Memahami Organisasi (Yang melakukan fungsi-fungsi masyarakat).

Berbagai masalah sosial yang kita hadapi saat ini (penyalahgunaan obat dan narkotika, anak-anak jalanan, kehamilan usia muda, masalah lanjut usia terlantar, dsb) terjadi dalam konteks kehidupan masyarakat, dengan demikian harus diatasi pada tingkat masyarakat. Namun demikian, banyak pula masalah yang dihadapi individu yang mendorongnya untuk berhubungan dengan pekerja sosial berawal dari hambatan-hambatan organisasional. Masalah-masalah ini, dengan demikian harus dihadapi melalui pengetahuan-pengetahuan tentang fungsi-fungsi organisasi, serta melalui suatu pemahaman tentang hambatan-hambatan akibat kelalaian organisasi, dalam memberikan pelayanannya kepada klien. Hampir setiap kolektivitas individu dapat dikategorikan sebagai organisasi, dan bahkan pengelompokan-pengelompokan informal juga bertujuan untuk menampilkan beberapa tugas tertentu.

Dalam hal ini kita memfokuskan diri pada kelompok-kelompok yang sesuai dengan definisi organisasi yang dikemukakan oleh RL Daft (1983) yang menyatakan bahwa organisasi merupakan suatu kesatuan sosial yang berorientasi pada pencapaian tujuan, yang memiliki sistem kegiatan secara terstruktur dengan batasan yang cukup jelas. Telah ratusan tahun kehidupan manusia berkembang dan berubah menjadi suatu masyarakat yang besar dan kompleks, dan lebih condong kepada masyarakat organisasional.

Sebelum revolusi industri, masyarakat dunia hidup dalam suatu masyarakat agraris yang masing-masing bertanggung jawab memenuhi kebutuhan dasarnya secara pribadi. Manusia membangun rumah sendiri, menggali sumur sendiri, menanam bahan pangannya sendiri, serta pakaiannya sendiri.

Pada masyarakat modern, sebagian besar kebutuhan-kebutuhan ini dipenuhi oleh organisasi, seperti supermarket, restaurant, departement store, pekerjaan-pekerjaan kotapraja, industri-industri konstruksi, sekolah, lembaga-lembaga sosial, dsb. Organisasi-organisasi inilah yang sesungguhnya melakukan fungsi-fungsi utama suatu masyrakat.

Talcott Parson (1960) mengatakan perkembangan organisasi merupakan mekanisme utama dalam masyarakat yang terdeferensiasi secara tinggi, untuk menjalankan segala sesuatu untuk mencapai tujuan. Selanjutnya Brager dan Holloway (1978) mengemukakan bahwa Human Services Organisation (HSO) adalah seluruh organisasi formal yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial, emosional, fisik, maupun intelektual dari berbagai komponen masyarakat.

Fungsi Organisasi

Organisasi dapat dianalisis dari berbagai sudut pandang. Dalam rangka upaya untuk mengubah suatu organisasi, RE Miles (1975) mengidentifikasi lima fungsi organisasi:

1. Mengarahkan dan kepemimpinan;

2. Struktur organisasi dan perencanaan pekerjaan;

3. Seleksi, pelatihan, penilaian, dan pengembangan;

4. Komunikasi dan kontrol;

5. Motivasi dan sistem reward.

1. Mengarahkan dan kepemimpinan; mengacu pada cara pengambilan keputusan dan penyusunan kebijakan porganisasi, serta gaya kepemimpinan para administrator. Keputusan dapat diambil secara top down maupun dengan cara dialog dan negosiasi. Pelaksanaan proses pengambilan keputusan maupun pelaksanaan aktivitas organisasi dapat dilakukan dengan supervisi secara ketat, maupun kebebasan berkehendak sesuai dengan tujuan-tujuan organisasi.

2. Struktur organisasi dan perencanaan pekerjaan; mengacu pada penstrukturan program organisasi serta penentuan cara pelaksanaan beban kerja. Orang yang birokratis secara ketat melahirkan hirarki dari setiap karyawan. Karyawan yang lebih rendah memberi laporan pada karyawan yang lebih tinggi, dst. Sesuai dengan jenjang komando. Ada juga orang birokratis yang lebih fleksibel yang semuanya berpengaruh pada pelaksanaan tugas-tugas organisasi.

3. Seleksi, pelatihan, penilaian, dan pengembangan; Organisasi juga memiliki fungsi untuk memilih, melatih, menilai, dan mengembangkan sumber utamanya, yaitu karyawan atau staf dengan tujuan mencapai sasaran organisasi.

4. Komunikasi dan kontrol; Komunikasi dalam organisasi pada dasarnya adalah alur pemberian perintah atau instruksi kepada bawahan atau alur pembuatan laporan dari bawahan kepada atasan. Komunikasi juga berarti saling berbagi informasi dari berbagai unit kerja dalam organisasi. Kontrol ini berkaitan dengan aktivitas maupun umpan balik dari setiap unit kerja yang bertujuan mengendalikan unjuk kerja mereka ke arah tujuan organisasi.

5. Motivasi dan sistem reward. Fungsi ini berkaitan dengan unjuk kerja masing-masing komponen dalam organisasi atau prestasi masing-masing unit kerja sesuai dengan tujuan organisasi.

PRINSIP-PRINSIP PENGEMBANGAN MASYARAKAT

(Sumber : Jim Ife ., 1995. Community Development. Hal. 178-198)

1. Integrated Development (Proses pengembangan masyarakat secara terpadu)

Aspek sosial, ekonomi, politik, budaya, lingkungan, serta spiritual merupakan suatu aspek yang sangat penting dalam kehidupan setiap masyarakat. Dengan demikian, program-program pengembangan masyarakat atau pemberdayaan masyarakat harus mempertimbangkan seluruh aspek tersebut dengan seksama. Hal ini tidak berarti bahwa seluruh aspek tadi harus melandasi setiap strategi yang digunakan. Pekerja sosial atau petugas pendamping harus memahami benar bahwa suatu masyarakat mungkin memiliki keunggulan dalam salah satu aspek saja dibandingkan aspek lainnya. Aspek inilah yang dijadikan titik tolak upaya pengembangan yang dilaksanakan.

Penentuan fokus ini tidak boleh hanya dilandasi oleh pemahaman sepihak dari pekerja sosial saja, dengan asumsi bahwa salah satu aspek itu merupakan aspek yang paling penting, lebih penting dibandingkan dengan aspek lainnya, atau hanya karena aspek yang dipilih itu merupakan mandat atau perintah yang diberikan oleh organisasi induk atau organisasi naungan. Pengambilan keputusan itu harus dilakukan dengan penuh pemahaman bahwa seluruh aspek tersebut sangatlah penting. Libatkan masyarakat dalam penentuan keputusan ini.

2. Confronting structural disadvantage (Mengatasi ketidakberdayaan struktural)

Seringkali kita mendengar pendapat bahwa seseorang miskin karena malas, atau tidak mempunyai keterampilan dan pengetahuan yang cukup untuk bekerja, sehingga pemecahannya adalah memberikan penyuluhan dan pelatihan. Namun demikian, setelah orang itu mengikuti pelatihan sehingga keterampilannya meningkat dan pengetahuannya bertambah, orang itu tidak dapat bekerja walaupun dari segi persyaratan keterampilan ia memilikinya dan tetap miskin. Bisa jadi dia tidak bekerja karena kesempatan kerja itu hanya tersedia untuk suku tertentu. Bisa juga, kesempatan kerja yang ada hanya diperuntukkan untuk jenis kelamin tertentu, atau untuk golongan tertentu, dsb.

Ilustrasi tersebut menunjukkan bahwa adakalanya seseorang atau sekelompok orang tertentu mengalami apa yang disebut ketidakberdayaan struktural, karena masalah yang dihadapinya bukan semata masalah psikologis, tetapi masalah struktur sosial, yakni kelas sosial, gender, ras atau etnisitas.

Dalam kaitannya dengan ketidakberdayaan struktural, pekerja sosial harus benar-benar memiliki pemahaman yang kritis terhadap kompleksitas penindasan semacam ini yang seringkali tidak nampak secara nyata dan tegas, tetapi ada dan memiliki dampak yang nyata. Penindasan-penindasan seperti ini mungkin tersembunyi dalam berita-berita media massa, sistem pendidikan, struktur organisasional, bahasa, sistem hukum, sistem ekonomi pasar, dan sebagainya. Pekerja sosial harus berupaya menghentikan penindasan seperti ini, dan bukan malah terlibat dalam sistem yang berat sebelah atau meremehkan pihak yang tertindas.

3. Human rights (Menjunjung tinggi hak asasi manusia)

Suatu pemahaman yang baik serta dorongan hati untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia merupakan suatu prinsip dasar yang harus dimiliki oleh pekerja sosial yang bertugas mengembangkan masyarakat. Hak asasi manusia ini penting bagi seorang pekerja sosial, tidak hanya yang bernuansa negatif (The protection of human rights), tetapi juga yang bernuansa positif (The promotion of human rights).

Nuansa negatif, berarti bahwa seluruh proses pengembangan masyarakat yang dilaksanakan tidak bertentangan dengan hak asasi manusia, sedangakan nuansa positif, berarti bahwa berbagai hak asasi manusia dapat digunakan sebagai tujuan ideal bagi upaya pengembangan masyarakat. Hak asasi yang dimaksudkan diantaranya adalah : hak untuk mendapatkan standar kehidupan yang memadai, hak untuk mendapat pendidikan, hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial budaya masyarakat, hak untuk menentukan nasibnya sendiri, hak untuk mendapat perlindungan dan bantuan.

4. Sustainability (Proses pengembangan masyarakat yang berkelanjutan)

Proses pengembangan masyarakat harus dilaksanakan dalam suatu kerangka yang keberlanjutan. Keberlanjutan, tidak hanya prosesnya saja, melainkaan juga strukturnya. Struktur dan proses pengembangan masyarakat yang berkelanjutan ditandai dengan pelembagaan pelaksanaan pengembangan masyarakat yang tidak hanya terbatas pada pelaksana proyek saja, melainkan benar-benar beralih dan menjadi milik masyarakat, serta mampu dilaksanakan oleh masyarakat sendiri.

Proses pengembangan masyarakat yang berkelanjutan berarti juga harus memperhatikan sumber daya yang digunakan serta daya dukung lingkungan fisik. Penggunaan sumber daya yang tak dapat diperbaharui harus digunakan sesedikit mungkin atau jika memungkinkan dicegah. Kerusakan lingkungan juga merupakan suatu dampak yang ditimbulkan yang bertentangan dengan prinsip pengembangan masyarakat yang berkelanjutan.

5. Empowerment (Proses pengembangan masyarakat yang mengutamakan Pemberdayaan)

Pemberdayaan berarti mempermudah masyarakat untuk memperoleh sumber yang dibutuhkan, memperoleh kesempatan, pengetahuan, dan ketrampilan yang bermanfaat untuk meningkatkan kemampuannya dalam menentukan masa depannya sendiri, serta kesempatan untuk berpartisipasi secara penuh dalam kehidupan masyarakat.

Pemberdayaan bukan merupakan suatu proses yang sederhana dan mudah seperti memberikan bantuan modal usaha atau bantuan material lainnya begitu saja, melainkan perlu dilakukan dengan seksama dengan memperhatikan kemampuan lokal, penempatan proses peningkatan motivasi serta kepercayaan diri masyarakat sebagai proses yang vital, proses pendampingan secara intensif, proses pemberian pelatihan ketrampilan esensial, dan sebagainya. Masyarakat perlu didorong untuk mengendalikan program pengembangannya sendiri dengan kemampuannya sendiri. Masyarakat harus diberi pemahaman bahwa mereka bukanlah sekedar pembantu sukarela, melainkan adalah bagian utama dalam keseluruhan proses.

Proses pengembangan masyarakat yang dilaksanakan oleh pekerja sosial dengan hanya berlandaskan pada kemampuan pekerja sosial sendiri, sumber dayanya sendiri, hanya dilakukan dengan memberikan modal usaha tanpa bimbingan intensif lepas dari kehendak masyarakat, merupakan proses pengembangan masyarakat yang mengingkari prinsip pemberdayaan.6. The personal and the political (Proses pengembangan yang mengkaitkan antara masalah personal dan politis)

Keterkaitan antara aspek personal dan politis, individual dan struktural, atau masalah personal dengan isu-isu publik, merupakan komponen yang sangat penting dalam pengembangan masyarakat . Upaya untuk mengkaitkan aspek personal menjadi kegiatan pada tingkatan komunitas merupakan suatu tahapan yang sangat penting untuk dilakukan oleh seorang pekerja sosial yang bekerja dengan masyarakat.

Persoalan-persoalan yang berada pada tataran personal harus ditransfer menjadi isu-isu pada tataran publik, sehingga penanganan secara efektif dalam skala yang lebih luas dapat dicapai. Disamping itu, setiap permasalahan pada tataran publik juga selalu memiliki sisi personal, artinya setiap permasalahan komunitas juga membawa dampak yang langsung dirasakan secara personal, misalnya pengangguran masal, jaminan kesehatan, sistem pendidikan, sistem keamanan pada tingkat publik memiliki pula sisi personal yang langsung terasa oleh individu.

Pekerja sosial yang bekerja bersama masyarakat memiliki tugas untuk mengkaitkan kedua aspek ini, yaitu personal dan politis, dan sebaliknya, politis dan personal. Hal ini merupakan satu langkah kritis dalam tahapan peningkatan kesadaran (Consciousness raising), dalam tahapan proses pemberdayaan, serta dalam tahapan pengembangan program kegiatan.

Dengan menghubungkan masalah personal dengan masalah publik yang lebih luas akan memudahkan orang untuk menyadari bahwa masalah yang dihadapinya secara personal tersebut memiliki kesamaan yang juga dialami oleh orang lain, selanjutnya masalah tersebut dapat dipecahkan secara bekerjasama pada tingkat komunitas.

7. Community ownership (Berlandaskan pada kepemilikan bersama)

Inti utama dari pengembangan masyarakat adalah membentuk unsur-unsur komunitas sebagai kesatuan masyarakat yang dilandasi semangat kebersamaan. Upaya tersebut dapat dicapai melalui kepemilikan materi, proses, serta struktur oleh masyarakat. Kepemilikan materi misalnya bangunan, pos keamanan, fasilitas MCK, tanah, fasilitas olah raga, dan sebagainya. Kepemilikan proses maupun struktur adalah menyalurkan atau mendorong seluruh anggota masyarakat untuk terlibat aktif dalam seluruh proses, bekerja di dalamnya, merasakan kegagalanya jika memang gagal, dan memiliki serta menikmati hasilnya jika berhasil dengan baik.

Masyarakat dilibatkan penuh dalam pemberian pelayanan kesehatan, pendidikan, pengambilan keputusan, perumahan, pelayanan sosial, dan sebagainya. Dengan demikian pengembangan masyarakat korban bencana sosial terfokus pada upaya-upaya untuk merangsang dan mendorong kepemilikan serta pengendalian atas proses yang dilakukan, melalui penyediaan sumber daya, ketrampilan, serta kepercayaan diri.

8. Self-reliance (Menegakkan kemandirian masyarakat)

Kemandirian ini memiliki implikasi bahwa masyarakat harus didorong untuk memanfaatkan sebanyak mungkin sumber dayanya sendiri dibandingkan sumber daya eksternal. Hal ini berarti juga berkenaan dengan berbagai bentuk sumber daya, seperti sumber daya finansial, teknis, alam, dan manusia. Dengan demikian, pekerja sosial harus mampu mengidentifikasi serta menggerakkan sumber-sumber ini dalam masyarakat itu sendiri secara maksimal (untuk sumber daya alam, kaitannya dengan prinsip proses pengembangan yang berkelanjutan, harus sangat diperhatikan).

Pemanfaatan tenaga ahli lokal, tenaga lapangan lokal, sangat penting artinya bagi keberhasilan pemberdayaan. Oleh karena itu, pekerja sosial perlu memiliki kemampuan untuk mengadakan assessment secara cepat untuk mengidentifikasi berbagai potensi dan sumber daya yang dimiliki oleh masyarakat lokal. Permintaan bantuan yang berlebihan kepada pemerintah daerah atau pemerintah pusat akan merusak atau melemahkan struktur masyarakat lokal.

Kemandirian masyarakat yang sudah banyak menderita secara lahir maupun batin tidaklah mungkin dicapai secara seketika atau secara cepat. Hal ini dapat dicapai melalui suatu proses pendampingan yang intensif dan berkelanjutan, tahap demi tahap secara teratur dan telaten, bukan sekedar mengadop strategi tertentu yang telah ditetapkan oleh pusat.

9. Independence from the state (Pengembangan masyarakat sebaiknya tidak tergantung pada pemerintah) ***

Dalam konteks menciptakan masyarakat madani, prinsip kemandirian mempunyai arti penting. Kemandirian ini terkait dengan posisi masyarakat yang sejauh mungkin tidak tergantung dari pemerintah. Pengertian tidak tergantung, bukan berarti negara tidaak perlu melakukan campur tangan terhadap masyarakat, tetapi lebih berarti tidak semua urusan diserahkan kepada negara untuk menyelesaikannya. Hal ini berarti ada peran-peran pihak-pihak lain, termasuk di dalamnya pengusaha, masyarakat itu sendiri.

Secara historis, pengembangan masyarakat sangat tergantung dari sumber dana dari pemerintah baik di tingkat internasional ataupun nasional, karena pandangan bahwa kesejahteraan masyarakat adalah tergantung pada pemerintah. Namun demikian, saat ini kepedulian terhadap masyarakat tidak hanya dimiliki oleh pemerintah, tetapi juga oleh LSM atau swasta (perusahaan). Dalam era seperti ini, peranan pemerintah lebih banyak memfasilitasi masyarakat dalam arti luas (LSM, swasta) untuk menggalang kepedulian terhadap masyarakat. Kecuali dalam hal-hal tertentu yakni fungsi pelayanan terhadap masyarakat (misalnya bila ada bencana alam, kondisi darurat dll).

Orientasi jangka panjang bebas dari negara, dimaksudkan agar masyarakat mempunyai kemandirian sehingga dapat mengkritik negara. Juga kemandirian menjadikan mengurangi pendanaan negara. Namun demikian, dalam jangka panjang, komunitas yang mandiri akan menjadi cukup objektif untuk mengkritik negara.

Walaupun ada semangat untuk mandiri terhadap pemerintah atau negara, unsur kemandirian tidak berarti dana pemerintah untuk pengembangan masyarakat memperlemah dasar-dasar kemasyarakatan. Oleh karena alasan ini, pengembangan masyarakat harus berhati-hati dalam menggunakan dana pemerintah atau bentuk dukungan lainnya, kecuali pada kasus-kasus khusus, dana pemerintah diharapkan dapat menjadi modal awal program dan ini harus ditekankan bersifat sementara.

Sumber-sumber lain dari luar adalah organisasi keagamaan, organisasi-organisasi sosial, atau yayasan dll atau sumber lain.

10. Immediate goals and ultimate visions (Keterkaitan tujuan jangka pendek dengan visi jangka panjang)***

Selain kesejahteraan masyarakat, seperti telah dikemukakan sebelumnya, bahwa pemberdayaan, kemandirian, dan keberlanjutan seringkali dijadikan sebagai visi atau tujuaan jangka panjanang dalam suatu pengembangan masyarakat. Pernyataan visi ini seringkali dikaitkan dengan cita-cita suatu bangsa atau negara yang dapat diambil dari GBHN, atau UUD 1945, visi propinsi, dan visi kota atau kabupaten. Visi ini penting karena itu merupakan suatu idealisme dari kegiatan pengembangan masyarakat, sekaligus sejauh mungkin terkait dengan konteks lokal.

Hal yang lebih penting dalam pengembangan masyarakat adalah bagaimana tujuan jangka panjang atau visi ini dapat diterjemahkan atau diturunkan menjadi tujuan langsung suatu program atau proyek. Selanjutnya, rumusan tujuan langsung ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan atau menjawab masalah masyarakat. Tujuan jangka pendek dapat berupa pembentukan KUBE, peningkatan kesempatan kerja, peningkatan jumlah lulusan pendidikan tertentu, dll.

Tujuan jangka panjang atau visi ini seringkali sama di antara berbagai instansi sektoral atau berbagai lembaga, sehingga tujuan ini dapat menjadi faktor pemersatu dalam rangka koordinasi aantara instansi atau lembaga. Kesamaan ivisi memungkinkaan lembaga-lembaga tersebut untuk bekerjasama.

Memberi perhatian yang seimbang antara tujuan jangka panjang dan jangka perndek penting. Penekanan yang berlebihan pada tujuan jangka pendek cenderung mengarahkan pengembangan masyarakat pada kegiatan-kegiatan yang pragmatis, dan sebaliknya penekanan berlebihan pada visi jangka panjang cenderung membuat pengembangan masyarakat sebatas wacana ideaalistik.

11. Organic development (Prinsip pengembangan yang bersifat organik)

Proses pengembangan masyarakat bersifat organik yang berbeda dan berlawanan dengan pembangunan yang bersifat mekanistik. Suatu cara sederhana untuk membedakan antara prinsip mekanistik dengan organik adalah dengan membandingkan antara proses kerja mesin dengan tanaman. Mesin bekerja secara terpisah dari lingkungannya, dapat dipindah-pindahkan kemanapun tanpa merubah unjuk kerjanya, hanya memerlukan input yang relatif terbatas, dapat direparasi dengan mudah jika mengalami kerusakan, selain itu, prinsip kerjanya sangat mudah untuk dipahami.

Sebaliknya, proses pengembangan masyarakat yang diibaratkan suatu tanaman, memiliki proses yang sangat kompleks dan bergantung pada lingkungannya, berinteraksi secara kuat dengannya dengan cara yang sangat beragam, prinsip kerjanya secara total tidaklah mudah untuk dipahami, masih banyak hal yang belum diketahui secara pasti, jika dipindahkan ke lingkungan lain, maka dia akan berubah pula. Tanaman ini akan memiliki proses pertumbuhan, dewasa, dan berubah secara dinamis yang memerlukan lebih dari sekedar perawatan rutin yang bergantung pada iklim, tanah, pupuk, air, keteduhan, dan sebagainya.

Pengembangan masyarakat yang memiliki prinsip organik ini, dengan demikian, tidak dapat dikelola dengan cara yang sederhana, melainkan melalui suatu proses yang kompleks dan dinamis. Masyarakat memiliki kemampuan sendiri yang unik, dengan demikian cara atau teknik pengembangannyapun lebih bersifat seni dibandingkan science. Masyarakat memiliki kemampuan untuk berubah, berkembang, dewasa, dan mapan, serta mampu mengembangkan potensinya melalui kemampuannya sendiri. Peran pekerja sosial hanyalah menciptakan situasi dan kondisi yang dapat mempermudah dan mempercepat perubahan dan perkembangannya.

Melalui pemahaman terhadap kompleksitas interaksi antara lingkungan dengan seluruh komponen dalam masyarakat secara holistik lebih bermanfaat dibandingkan cara pandang yang bersifat linear, perkembangan akan terjadi dalam beraneka ragam cara pada saat yang bersamaan.12. The pace of development (Kecepatan proses perkembangan ditentukan oleh masyarakat itu sendiri)

Konsekuensi logis dari pengembangan masyarakat yang bersifat organik adalah masyarakat itu sendirilah yang harus menentukan kecepatan proses perkembangannya. Upaya untuk mendorong masyarakat untuk mempercepat gerak perkembangannya secara terlalu kuat akan berakibat buruk, terutama hilangnya rasa kepemilikan terhadap proses yang dilakukan serta hilangnya komitmen masyarakat yang terlibat dalam proses.

Pengembangan masyarakat, secara hakiki, memiliki prosesnya sendiri yang biasanya memerlukan waktu tertentu yang ditetapkannya sendiri, dengan demikian pekerja sosial akan mengalami kesulitan yang signifikan jika mengharapkan proses perkembangan dalam waktu yang singkat.

Pengembangan masyarakat juga merupakan suatu proses belajar yang sangat bermanfaat dalam memberdayakan. Dengan demikian, proses pemberdayaan yang dipaksakan secara cepat dengan cara mendiktekan apa yang harus dilakukan justru mengingkari pemberdayaan yang akan dituju.

13. External expertise (Berlandaskan pada kemampuan lokal)

Karena masyarakat memiliki kemampuan sendiri dalam mengembangkan dirinya sendiri, maka partisipasi masyarakat harus benar-benar diupayakan secara maksimal, pemanfaatan sumber daya lokal, teknologi lokal, serta proses sesuai konteks sangat diperlukan. Masyarakat dapat saling belajar dari pengalaman satu sama lain (Learning from each other, not from imposed expertise) secara dinamis, yang tak dapat dilakukannya adalah sekedar mengadop suatu formula yang menurut perancang formula tersebut dapat diterapkan pada setiap upaya pengembangan masyarakat. Suatu program yang dirancang oleh pihak luar harus dievaluasi secara kritis oleh masyarakat sesuai dengan konteks lokal yang ada.

Keterlibatan pemerintah pusat dalam proses pengembangan masyarakat biasanya juga mengikut sertakan kerangka kerja birokrasi tradisional, yang bercirikan komunikasi vertikal, pertanggung jawaban ke atas, penerapan atau pemaksaan kebijakan tertentu yang bersifat top down, serta pengutamaan pada keseragaman, kesamaan sudut pandang, dan sebagainya.

Perspektif pengembangan masyarakat dengan kerangka birokrasi tradisional kurang cocok dengan lokalitas yang bercirikan komunikasi horisontal, pertanggung jawaban horisontal, serta pengutamaan pada keaneka ragaman. Ketidak cocokan ini berakibat pada kegagalan pengembangan masyarakat yang dilakukan.

Kegagalan yang terjadi disebabkan karena pendekatan dari luar cenderung mengabaikan cara-cara atau prosedur yang telah berkembang dalam masyarakat lokal. Hal ini mengindikasikan bahwa proses pengembangan masyarakat tidak dapat dipaksakan, tetapi hendaknya dikembangkan dari dalam masyarakat sendiri, sehingga sesuai dengan serta sensitif terhadap konteks yang ada. Hal ini bukan berarti bahwa masyarakat tidak dapat belajar dari pengalaman luar daerah, akan tetapi pengalaman yang ada perlu diadaptasikan dengan situasi dan kondisi lokal.

14. Community Building (Proses yang membangun komunitas)

Pengembangan masyarakat harus bertujuan untuk membangun komunitas. Yang dimaksud dengan membangun komunitas adalah memperkuat interaksi sosial di dalam masyarakat, mempertemukan kebersamaan warga, membantu warga untuk berkomunikasi sehingga memungkinkan terjadinya dialog secara tulus dan terbuka, saling pengertian, serta akhirnya mampu melakukan suatu kegiatan secara bersama.

Hilangnya rasa kebersamaan di antara masyarakat mengakibatkan mereka menjadi terpecah belah, terjadi isolasi dan individualisasi, orang cenderung tidak peduli terhadap orang lain dan mudah tersulut konflik-konflik sosial, dan dengan demikian, pembangunan komunitas ini perlu ditujukan untuk mencegah atau menghilangkan akibat buruk tersebut.

Membangun komunitas ini kadang-kadang bukan merupakan tujuan spesifik dari pengembangan masyarakat, seringkali pembangunan komunitas ini merupakan dampak sampingan dari suatu kegiatan tertentu. Seringkali warga merasa kurang nyaman jika mereka dikumpulkan hanya sekedar untuk berinteraksi, oleh karena itu perlu dilakukan suatu kegiatan tertentu yang menyebabkan mereka berinteraksi satu sama lain. Kegiatan-kegiatan seperti kegiatan pembangunan gedung sekolah, pembangunan sarana sosial tertentu yang mengakibatkan tumbuhnya kebersamaan di antara warga masyarakat.15. Process and outcome (Proses maupun hasil akhir yang terintegrasi)

Telah lama pentingnya proses atau hasil dalam pengembangan masyarakat menjadi pertentangan yang hangat. Kelompok pertama mengatakan bahwa hasil yang akan dicapai merupakan suatu hal yang lebih penting dibandingkan dengan proses yang harus dilakukan dalam mencapai hasil tersebut. Kelompok lain mengatakan sebaliknya, bahwa dalam pengembangan masyarakat, proses yang dilalui adalah lebih penting dibandingkan dengan hasil akhir yang akan dicapai.

Sebenarnya, proses maupun hasil yang akan dicapai dalam pengembangan masyarakat merupakan dua hal yang sama pentingnya. Proses dan hasil harus dilakukan secara terintegrasi. Terlalu menekankan pentingnya hasil akhir yang akan dicapai menyebabkan masyarakat bergantung dan kurang mandiri. Mereka lebih mengharapkan bantuan dari luar dan rasa kepemilikan lokal atas kegiatan menjadi rendah. Sebaliknya, penekanan terhadap pentingnya proses secara berlebihan akan mengakibatkan hilangnya kemampuan masyarakat untuk menentukan arah perubahan. Mereka cenderung memiliki obsesi terhadap proses serta mengabaikan konteks struktural atau implikasi lebih luas dari suatu kegiatan.

Dengan demikian, proses maupun hasil akhir merupakan dua hal yang sama pentingnya dalam pengembangan masyarakat yang harus dipandang sebagai komponen yang terintegrasi dan bukan sebagai sesuatu yang terpisah.

16. The Integrity of Process (Integritas Proses)***

Proses dalam pengembangan masyarakat sama pentingnya dengan hasil. Hasil suatu pengembangan masyarakat tercermin dalam tujuan pengembangan masyarakat, sedangkan cara mencapai tujuan tersebut merupakan proses dalam masyarakat yang berkelanjutan. Oleh karena itu,, proses untuk mencapai tujuan hendaknya sesuai dengan harapan akan hasil berkenaan denan persoalan-persoalan keberlanjutan, keadilan sosial dll. Apabila proses-proses yang tercermin dalam aktivitas-aktivitas pengembangan masyarakat tersebut mencerminkan tujuan-tujuan pengembangan masyarakat, maka dapat dipastikannnn kegiatan pengembangan masyarakat tersebut dapat mencapai tujuan jangka panjang dari pengembangan masyarakat.

Ini berarti bahwa pendekatan politik yang konvensional tidaklah tepat, misalnya cara-cara yang penuh manipulasi, main belakang, penggunaan taktik, konfrontasi, dan sejenisnya. Cara-cara ini bukanlah cara yang tepat karena tidak akan memberikan hasil yang berjangka panjang.

Rusaknya integritas proses, adakalanya disebabkan oleh penyalahgunaan jargon-jargon, istilah-istilah tertentu yang digunakan kalangan profesional untuk memberikan justifikasi atau pengesahan suatu kegiatan yang sesungguhnya bertentangan dengan pemberdayaan masyarakat. Istilah-istilah seperti partisipasi, pemberdayaan, desentralisasi, konteks lokal, dll digunakan sebagai retorika belaka. Sebagai contoh, pemberian paket bantuan fisik yang biasanya disebut sebagai stimulan untuk menyembunyikan fakta sebenarnya jumlah bantuan yang kurang memadai jumlahnya.

Untuk menjaga integritas proses yang berkeadilan sosial dan berkesinambungan, pekerja sosial hendaknya senantiasa cermat dan kritis dalam melakukan proses pengembangan masyarakat yang dijalankannya.

Prinsip-prinsip lain yang terkait dengan integritas proses, yaakni tanpa kekerasan, inklusif, berdasarkan konsensus, kerjasama, partisipasi dan perumusan kebutuhan kesemuanya berkaitan dengan proses.

17. Non-Violence (Proses dilakukan tanpa kekerasan)

Tanpa kekerasan tidak berarti hanya sekedar bebas dari kekerasan fisik yang menyertai konflik terbuka. Kekerasan seringkali pula tidak terlihat dengan jelas, tersembunyi. Kekerasan seperti ini merupakan kekerasan struktural. Istilah kekerasan struktural adalah bahwa struktur sosial yang telah dianggap mapan justru mengandung kekerasan dan penindasan yang tidak adil, walaupun tidak terlihat adanya kekerasan secara ny