4. modul 02 kelembagaan pengelolaan ps plp
DESCRIPTION
kelembagaan pengelolaan sampahTRANSCRIPT
-
BAHAN AJAR DISEMINASI DAN SOSIALISASI KETEKNIKAN
BIDANG PLP SEKTOR PERSAMPAHAN
MODUL 02
KELEMBAGAAN PENGELOLA
PRASARANA DAN SARANA
BIDANG PLP
K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M
D I R E K T O R A T J E N D E R A L C I P T A K A R Y A
DIREKTORAT PENGEMBANGAN PENYEHATAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN
-
i
DAFTAR ISI
1 PENDAHULUAN ............................................................................................................... 71
2 KELEMBAGAAN PENGELOLA PS PLP ........................................................................ 72
2.1 Penataan Sistem Pengelolaan ...................................................................................... 73
2.2 Penataan Organisasi Pengelola .................................................................................... 74
2.2.1 Pilihan Bentuk Lembaga ..................................................................................... 80
2.2.1.1 Lembaga Pengelola di Satu Provinsi/Kota/Kabupaten.................................... 80
2.2.1.2 Kelembagaan Kerjasama Regional ................................................................. 86
2.2.2 Perumusan dan Penataan Stuktur Organisasi ...................................................... 94
2.2.3 Penentuan Kebutuhan Pengembangan Organisasi PLP .................................... 101
2.3 Penataan Sumber Daya Manusia (SDM) Organisasi Pengelola ................................ 101
2.3.1 Aspek-Aspek Pengembangan SDM .................................................................. 103
2.3.2 Strategi Pendekatan untuk Pengembangan Sumber Daya Manusia .................. 104
2.3.3 Pendekatan Pembelajaran Partisipatif ............................................................... 106
3 PENDANAAN DAN PEMBIAYAAN PS PLP ............................................................... 107
3.1 Aspek fiskal ............................................................................................................... 107
3.2 Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah................................................................... 110
3.3 Komponen Pendanaan dan Pembiayaan Lembaga Pengelola PS PLP ...................... 113
4 PERAN MASYARAKAT DI BIDANG PLP ................................................................... 114
4.1 Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Prasarana dan Sarana PLP.............. 114
4.2 Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS) dalam Pengembangan Prasarana dan Sarana 115
4.2.1 Beberapa Peraturan Terkait KPS ....................................................................... 117
4.2.2 Tahapan Kemitraan Pengembangan Infrastruktur ............................................. 120
4.2.3 Pemanfaatan Program Corporate Social Responsibility ................................... 121
4.3 Fungsi Pemerintah Daerah atas Peran Masyarakat ................................................... 125
-
ii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Peran pemerintah daerah dalam subbidang air limbah ............................................... 75
Tabel 2.2. Peran pemerintah daerah dalam subbidang persampahan .......................................... 77
Tabel 2.3. Peran pemerintah daerah dalam subbidang drainase .................................................. 78
Tabel 2.4. Kompilasi tugas organisasi daerah bidang PLP ......................................................... 79
Tabel 4.1. Peraturan terkait KPS ............................................................................................... 118
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Konteks pengelolaan PS PLP ................................................................................. 71
Gambar 2.1. Karakteristik alternatif lembaga pengelola ............................................................. 82
Gambar 2.2. Hubungan pilihan bentuk lembaga dengan permasalahan PLP .............................. 83
Gambar 2.3. Hubungan pilihan bentuk lembaga dengan potensi finansial ................................. 84
Gambar 2.4. Ilustrasi pengaruh potensi finansial atas pilihan bentuk lembaga .......................... 85
Gambar 2.5. Ragam pilihan bentuk lembaga berdasarkan analisis kriteria ................................ 86
Gambar 2.6. Tahapan kerjasama TPA regional .......................................................................... 87
Gambar 2.7. Contoh struktur minimal unit kerja TPA regional .................................................. 89
Gambar 2.8. Contoh struktur dinas yang menangangani satu bidang PLP ................................. 94
Gambar 2.9. Contoh struktur dinas yang menangani bidang PLP .............................................. 95
Gambar 2.10. Contoh struktur dengan PLP sebagai bidang ........................................................ 95
Gambar 2.11. Contoh struktur dengan pembedaan posisi sektor PLP sebagai bidang dan seksi 96
Gambar 2.12. Contoh struktur dengan PLP sebagai Seksi .......................................................... 96
Gambar 2.13. Posisi UPTD dalam dinas daerah ......................................................................... 97
Gambar 2.14. Form D perhitungan beban kerja .......................................................................... 99
Gambar 2.15. Alur penataan kelembagaan ............................................................................... 101
Gambar 2.16. Model gunung es dan lingkaran terpusat kompetensi ........................................ 102
Gambar 2.17. Model perencanaan SDM ................................................................................... 105
Gambar 3.1. Skema dekonsentrasi dan tugas pembantuan ....................................................... 110
Gambar 3.2. Komponen pengelolaan keuangan pemda ............................................................ 111
Gambar 3.3. Komponen pendapatan lembaga pengelola .......................................................... 113
Gambar 4.1. Ilustrasi percepatan transformasi ekonomi indonesia ........................................... 116
Gambar 4.2. Para pihak dalam kemitraan pemerintah-swasta .................................................. 117
Gambar 4.3. Tahapan kerjasama pemerintah-swasta ................................................................ 120
Gambar 4.4. Bagi peran para pihak dalam konteks CSR .......................................................... 123
file:///D:/Tiwi/TA%202013/Diseminasi%20Pusat%202013/Materi%20Diseminasi%20Revisi%202013/Persampahan%202013%20Final/3.%20Modul/Modul%2002%20Kelembagaan%20Pengelolaan%20PS%20PLP.doc%23_Toc351131280file:///D:/Tiwi/TA%202013/Diseminasi%20Pusat%202013/Materi%20Diseminasi%20Revisi%202013/Persampahan%202013%20Final/3.%20Modul/Modul%2002%20Kelembagaan%20Pengelolaan%20PS%20PLP.doc%23_Toc351131281file:///D:/Tiwi/TA%202013/Diseminasi%20Pusat%202013/Materi%20Diseminasi%20Revisi%202013/Persampahan%202013%20Final/3.%20Modul/Modul%2002%20Kelembagaan%20Pengelolaan%20PS%20PLP.doc%23_Toc351131282file:///D:/Tiwi/TA%202013/Diseminasi%20Pusat%202013/Materi%20Diseminasi%20Revisi%202013/Persampahan%202013%20Final/3.%20Modul/Modul%2002%20Kelembagaan%20Pengelolaan%20PS%20PLP.doc%23_Toc351131283file:///D:/Tiwi/TA%202013/Diseminasi%20Pusat%202013/Materi%20Diseminasi%20Revisi%202013/Persampahan%202013%20Final/3.%20Modul/Modul%2002%20Kelembagaan%20Pengelolaan%20PS%20PLP.doc%23_Toc351131284file:///D:/Tiwi/TA%202013/Diseminasi%20Pusat%202013/Materi%20Diseminasi%20Revisi%202013/Persampahan%202013%20Final/3.%20Modul/Modul%2002%20Kelembagaan%20Pengelolaan%20PS%20PLP.doc%23_Toc351131289
-
71
KELEMBAGAAN PENGELOLA
PRASARANA DAN SARANA BIDANG PLP
1 PENDAHULUAN
Ketersediaan prasarana dan sarana bidang PLP (selanjutnya disingkat PS PLP, termasuk di
dalamnya adalah subbidang persampahan, air limbah, dan drainase) membutuhkan pengelolaan
yang baik, agar prasarana dan sarana yang telah terbangun dapat memberikan manfaat sebesar-
besarnya secara berkesinambungan.
Pengelolaan yang dimaksud pada dasarnya merupakan bagian dari pengelolaan lingkungan
hidup yang merupakan amanat dari Undang-Undang No.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Secara khusus, prasarana dan sarana bidang PLP
membantu mengurangi dampak lingkungan berupa polusi (tanah, air, udara) dari aktivitas
permukiman, serta berperan mengurangi kemungkinan terjadinya bencana seperti banjir.
Selain itu, pengelolaan yang dimaksud juga merupakan bagian dari penyelenggaraan perumahan
dan kawasan permukiman yang merupakan amanat dari Undang-Undang No.1 Tahun 2011
Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman; yang mencakup kegiatan perencanaan,
pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan
kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi
dan terpadu.
Gambar 1.1. Konteks pengelolaan PS PLP
Perihal manajamen seperti perencanaan, pembangunan, pemanfaatan dan pengendalian PS PLP
akan dijelaskan pada Bab-bab terpisah. Pada bagian ini, yang dijelaskan lebih rinci adalah hal
kelembagaan, pendanaan dan pembiayaan, serta peran masyarakat yang merupakan prasyarat
bagi keberhasilan proses manajemen tersebut.
-
72
2 KELEMBAGAAN PENGELOLA PS PLP
Lembaga pengelola PS PLP di daerah bisa dilakukan langsung oleh Pemda, atau oleh
(komponen) masyarakat. Bagian awal dari Subbab ini menjelaskan mengenai penataan lembaga
pengelola yang ada di bawah kendali pemerintah daerah. Sedangkan untuk lembaga pengelola
yang merupakan komponen masyarakat, dijelaskan tersendiri.
Penguatan kapasitas kelembagaan pemda dilakukan untuk
memastikan agar aparat pemerintah mampu menyediakan
pelayanan kepada pihak pengguna. Hal ini terutama
terkait dengan tuntutan Undang-undang Nomor 25
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Proses
penguatan kapasitas kelembagaan pemda dapat
dilakukan berdasarkan tiga tingkatan: level sistem,
level organisasi, dan level individu. Pada tataran
sistem, penataan diarahkan untuk memberikan
kerangka hukum bagi dasar kebijakan dan strategi
yang tepat, hingga penetapan program dan sasaran
kinerja sebagai turunan kebijakan, di samping
pembiayaan dan penganggaran. Pada tataran
organisasi, penguatan dilakukan terhadap bentuk,
struktur, dan kewenangan lembaga; disertai penyediaan
standar-standar prosedur operasi, perangkat kerja, dan perangkat manajemen lain seperti sistem
informasi. Pada tataran individu, penataan terutama diarahkan pada kecukupan sumber daya
manusia dan pengembangan kecakapan sumber daya manusia antara lain melalui pendidikan
dan pelatihan.
Dengan memastikan bahwa ketiga tataran tersebut dikembangkan kapasitasnya secara
berkelanjutan, diharapkan lembaga pengelola PS PLP di daerah akan memiliki ciri-ciri
pemerintahan di masa datang (B.Guy Peters, The Future of Governing), seperti:
1. Pemerintahan yang menyentuh realitas yang dihadapi publik, memiliki kebijakan yang
dapat mempertahankan akuntabilitas demokratik;
2. Memiliki berbagai sumber kekuasaan dan kewenangan;
3. Mengembangkan organisasi virtual sebagai suatu cara untuk menghubungkan antara
individu, kebutuhan institusi lintas organisasi pemerintahan yang tidak terbatas ruang
dan waktu;
4. Melakukan kontrak kerja sama serta konsultansi dengan pihak lain;
5. Memiliki aparatur yang memiliki komitmen tinggi terhadap peningkatan kinerja
organisasi serta aktif dalam berbagai penyelenggaraan pemerintahan;
6. Menanamkan jiwa kewirausahaan dan keterampilan yang tepat kepada aparatur
sehingga mereka mampu menunjukkan kinerja yang efektif dan efisien.
-
73
2.1 Penataan Sistem Pengelolaan
Proses penyelenggaraan layanan umum Bidang PLP tidak bisa dilepaskan dari peraturan yang
terkait. Mulai dari aturan tertinggi, yakni konstitusi negara, yang menyebutkan pada pasal 28H
Undang-undang Dasar 1945, ayat (1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan1. Hak tersebut adalah hak warga negara, dan menjadi kewajiban
pemerintah untuk memenuhinya. Karena itu, amanat konstitusi tersebut merupakan tujuan akhir
pencapaian pembangunan bidang PLP.
Terkait dengan cakupan layanan Bidang PLP, beberapa Undang-undang yang perlu diperhatikan
adalah:
Sementara itu, untuk aspek pemerintahan daerah, Undang-undang yang paling utama adalah UU
No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah beserta perubahan-perubahannya. Pemerintah
telah menindaklanjuti Undang-undang tersebut dengan peraturan-peraturan turunan yang
mengatur lebih lanjut. Ketentuan-ketentuan ini mengikat juga bagi pemerintah daerah dalam
mengembangkan kelembagaannya, yang dalam hal ini adalah lembaga pengelola PS PLP.
Demi efektivitas dalam pelaksanaan urusan wajibnya di bidang ke-PU-an (khususnya
Subbidang PLP), pemerintah daerah juga perlu melengkapi peraturan daerah yang terkait
dengan PLP. Materi yang diatur bisa berupa: cakupan dan pola pengelolaan (limbah, drainase),
besaran retribusi, kelembagaan pengelola, peran masyarakat, dll. Akan lebih baik bila setiap
subbidang dibuatkan peraturan yang terpisah, mengingat kompleksitas masalah dan ragam
penanganannya berbeda-beda, baik antar subbidang maupun antar daerah.
Adanya peraturan daerah yang spesifik mengenai persampahan, air limbah, dan drainase akan
memberikan landasan hukum yang jelas bagi lembaga pengelola PS PLP di daerah dalam
1 Perubahan kedua UUD 1945
-
74
menjalankan tugas dan fungsinya. Selain kerangka pengelolaan, lembaga pengelola juga perlu
dijustifikasi dengan menerbitkan peraturan daerah atau peraturan/keputusan kepala daerah yang
menegaskan bentuk, struktur, beserta tugas dan fungsinya.
Pembentukan Perangkat Daerah ditetapkan dalam Peraturan Daerah, yang memuat nama atau
nomenklatur, tugas pokok dan susunan organisasi masing-masing SKPD. Peraturan Daerah
(Perda) tentang perangkat daerah secara prinsip dituangkan dalam 1 (satu) Perda. Namun
apabila lebih dari (satu) Perda dapat dikelompokkan dalam beberapa peraturan daerah yang
terdiri atas:
1. Peraturan Daerah tentang Organisasi dan Tatakerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah termasuk Staf Ahli.
2. Peraturan Daerah tentang Organisasi dan Tatakerja Dinas Daerah.
3. Peraturan Daerah tentang Organisasi dan Tatakerja Lembaga Teknis Daerah termasuk
inspektorat, badan perencanaan pembangunan daerah, serta rumah sakit daerah.
4. Peraturan Daerah tentang kecamatan dan Kelurahan.
5. Peraturan Daerah tentang Organisasi dan Tatakerja lembaga lain yang telah mendapat
persetujuan pemerintah.
Penjabaran tugas pokok dan fungsi masing-masing perangkat daerah ditetapkan dengan
Peraturan Bupati/Walikota. Begitu pula dengan pengaturan tentang UPT Dinas mengenai
nomenklatur, jumlah dan jenis, susunan organisasi, tugas dan fungsinya.
2.2 Penataan Organisasi Pengelola
Idealnya, pengelolaan PS PLP dilakukan secara profesional oleh suatu lembaga pengelola.
Pengelolaan ini perlu memperhatikan keterpisahan fungsi regulator dan operator seperti yang
diamanatkan peraturan (antara lain melalui Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang
Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum).
Dalam konteks tugas pemerintahan, yang dimaksud dengan regulator adalah pihak yang
mengembangkan kebijakan, norma, dan standar, bagi pelaksanaan pelayanan publik. Regulator
kemudian juga melakukan fungsi pengawasan dan pengendalian agar pelaksanaan pelayanan
publik bisa berjalan sesuai koridor yang telah ditetapkan. Operator, di lain pihak, merupakan
pelaksana pelayanan publik yang melakukan perencanaan dan implementasi kegiatan sesuai
arahan dari regulator.
Pembedaan fungsi ini dapat membantu menghindarkan terjadinya konflik kepentingan bagi para
pelaksana pelayanan publik. Dengan demikian, diharapkan timbul mekanisme check and
balance yang memastikan proses pelayanan publik berjalan berkesinambungan dan
menghasilkan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat.
-
75
Agar pengelolaan PS PLP berjalan dengan lancar, kelembagaan pengelola perlu telah siap saat
PS PLP telah terbangun. Khususnya terhadap PS PLP yang investasinya dibantu oleh
pemerintah pusat, pemerintah daerah wajib berkontribusi menyiapkan perangkat
penyelenggaranya agar PS PLP yang terbangun dapat beroperasi dan dimanfaatkan sebagaimana
mestinya. Hal ini umumnya menjadi bagian dari kesepakatan tertulis antara pemerintah pusat
dan pemerintah daerah yang mendapatkan bantuan.
Organisasi pengelola perlu ditetapkan tugas dan fungsinya (sebagai organisasi), penetapan ini
setidaknya dilakukan dengan memperhatikan ketentuan mengenai kewajiban layanan bidang
PLP yang menjadi urusan wajib pemerintah daerah. Berikut ini adalah tabel peran pemerintah
daerah (untuk pemerintah provinsi, dan kota/kabupaten) berdasarkan Lampiran C Peraturan
Pemerintah No.38 Tahun 2007 tentang Pembagian Tugas Pemerintah antara Pemerintah,
Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota:
Tabel 2.1. Peran pemerintah daerah dalam subbidang air limbah
Sub-sub
Bidang Pemerintah Daerah Provinsi
Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota
Pengaturan 1. Penetapan peraturan daerah kebijakan pengembangan PS air
limbah di wilayah provinsi
mengacu pada kebijakan
nasional.
2. Pembentukan lembaga tingkat provinsi sebagai penyelenggara
PS air limbah di wilayah
provinsi.
3. Penetapan peraturan daerah NSPK berdasarkan SPM yang
ditetapkan oleh pemerintah.
4. Memberikan izin penyelenggaraan PS air limbah
lintas kabupaten/kota.
1. Penetapan peraturan daerah kebijakan pengembangan PS air
limbah di wilayah
kabupaten/kota mengacu pada
kebijakan nasional dan provinsi.
2. Pembentukan lembaga tingkat kabupaten/kota sebagai
penyelenggara PS air limbah di
wilayah kabupaten/kota.
3. Penetapan peraturan daerah berdasarkan NSPK yang
ditetapkan oleh pemerintah dan
provinsi.
4. Memberikan izin penyelenggaraan PS air limbah
di wilayah kabupaten/kota.
-
76
Sub-sub
Bidang Pemerintah Daerah Provinsi
Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota
Pembinaan 1. Fasilitasi penyelesaian masalah yang bersifat lintas
kabupaten/kota.
2. Fasilitasi peran serta dunia usaha dan masyarakat dalam
penyelenggaraan pengembangan
PS air limbah kabupaten/kota.
3. Fasilitasi penyelenggaraan (bantek) pengembangan PS air
limbah lintas kabupaten/kota.
1. Penyelesaian masalah pelayanan di lingkungan kabupaten/kota.
2. Pelaksanaan kerjasama dengan dunia usaha dan masyarakat
dalam penyelenggaraan
pengembangan PS air limbah
kabupaten/kota.
3. Penyelenggaraan (bantek) pada kecamatan, pemerintah desa,
serta kelompok masyarakat di
wilayahnya dalam
penyelenggaraan PS air limbah.
Pembangunan 1. Fasilitasi pengembangan PS air limbah lintas kabupaten/kota di
wilayah provinsi.
2. Penyusunan rencana induk pengembangan PS air limbah
lintas kabupaten/kota.
3. Penanganan bencana alam tingkat provinsi.
1. Penyelenggaraan pembangunan PS air limbah untuk daerah
kabupaten/kota dalam rangka
memenuhi SPM.
2. Penyusunan rencana induk pengembangan PS air limbah
kabupaten/kota.
3. Penanganan bencana alam tingkat lokal (kabupaten/kota).
Pengawasan 1. Melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan PS air
limbah di wilayahnya.
2. Evaluasi atas kinerja pengelolaan PS air limbah di
wilayah provinsi lintas
kabupaten/kota.
3. Pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan NSPK.
1. Monitoring penyelenggaraan PS air limbah di kabupaten/kota.
2. Evaluasi terhadap penyelenggaraan pengembangan
air limbah di kabupaten/kota.
3. Pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan SPM.
-
77
Tabel 2.2. Peran pemerintah daerah dalam subbidang persampahan
Sub-sub
Bidang Pemerintah Daerah Provinsi
Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota
Pengaturan 1. Penetapan peraturan daerah kebijakan pengembangan PS
persampahan lintas
kabupaten/kota di wilayah
provinsi mengacu pada kebijakan
nasional.
2. Penetapan lembaga tingkat provinsi penyelenggara
pengelolaan persampahan lintas
kabupaten/kota di wilayah
provinsi.
3. Penetapan peraturan daerah NSPK pengelolaan persampahan
mengacu kepada SPM yang
ditetapkan oleh pemerintah.
4. Memberikan izin penyelenggara pengelolaan persampahan lintas
kabupaten/kota.
1. Penetapan peraturan daerah kebijakan pengembangan PS
persampahan di kabupaten/kota
mengacu pada kebijakan nasional
dan provinsi.
2. Penetapan lembaga tingkat kabupaten/kota penyelenggara
pengelolaan persampahan di
wilayah kabupaten/kota.
3. Penetapan peraturan daerah berdasarkan NSPK yang
ditetapkan oleh pemerintah dan
provinsi.
4. Pelayanan perizinan dan pengelolaan persampahan skala
kabupaten/kota.
Pembinaan 1. Fasilitasi penyelesaian masalah dan permasalahan antar
kabupaten/kota.
2. Peningkatan kapasitas manajemen dan fasilitasi kerjasama
pemda/dunia usaha dan
masyarakat dalam
penyelenggaraan pengembangan
PS persampahan lintas
kabupaten/kota.
3. Memberikan bantuan teknis dan pembinaan lintas kabupaten/kota.
1.
2. Peningkatan kapasitas manajemen dan fasilitasi kerjasama dunia
usaha dan masyarakat dalam
penyelenggaraan pengembangan
PS persampahan kabupaten/kota.
3. Memberikan bantuan teknis kepada kecamatan, pemerintah
desa, serta kelompok masyarakat
di kabupaten/kota.
Pembangunan 1. Fasilitasi penyelenggaraan dan pembiayaan pembangunan PS
persampahan secara nasional di
wilayah provinsi.
2. Penyusunan rencana induk pengembangan PS persampahan
lintas kabupaten/kota.
1. Penyelengaraan dan pembiayaan pembangunan PS persampahan di
kabupaten/kota.
2. Penyusunan rencana induk pengembangan PS persampahan
kabupaten/kota.
-
78
Sub-sub
Bidang Pemerintah Daerah Provinsi
Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota
Pengawasan 1. Pengawasan dan pengendalian pengembangan persampahan di
wilayah provinsi.
2. Evaluasi kinerja penyelenggaraan yang bersifat lintas
kabupaten/kota.
3. Pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan NSPK.
1. Pengawasan terhadap seluruh tahapan pengembangan
persampahan di wilayah
kabupaten/kota.
2. Evaluasi kinerja penyelenggaraan di wilayah kabupaten/kota.
3. Pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan NSPK.
Tabel 2.3. Peran pemerintah daerah dalam subbidang drainase
Sub-sub
Bidang Pemerintah Daerah Provinsi
Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota
Pengaturan 1. Penetapan peraturan daerah
kebijakan dan strategi provinsi
berdasarkan kebijakan dan
strategi nasional.
2. Penetapan peraturan daerah
NSPK provinsi berdasarkan SPM
yang ditetapkan oleh pemerintah
di wilayah provinsi.
1. Penetapan peraturan daerah
kebijakan dan strategi
kabupaten/kota berdasarkan
kebijakan nasional dan provinsi.
2. Penetapan peraturan daerah
NSPK drainase dan pematusan
genangan di wilayah
kabupaten/kota berdasarkan SPM
yang disusun pemerintah pusat
dan provinsi.
Pembinaan 1. Bantuan teknis pembangunan,
pemeliharaan dan pengelolaan
2. Peningkatan kapasitas teknik dan
manajemen penyelenggara
drainase dan pematusan genangan
di wilayah provinsi.
1.
2. Peningkatan kapasitas teknik dan
manajemen penyelenggara
drainase dan pematusan genangan
di wilayah kabupaten/kota.
-
79
Sub-sub
Bidang Pemerintah Daerah Provinsi
Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota
Pembangunan 1. Fasilitasi penyelesaian masalah
dan permasalahan operasionalisasi
sistem drainase dan
penanggulangan banjir lintas
kabupaten/kota.
2. Fasilitasi penyelenggaraan
pembangunan dan pemeliharaan
PS drainase di wilayah provinsi.
3. Penyusunan rencana induk PS
drainase skala regional/lintas
daerah.
1. Penyelesaian masalah dan
permasalahan operasionalisasi
sistem drainase dan
penanggulangan banjir di wilayah
kabupaten/kota serta koordinasi
dengan daerah sekitarnya.
2. Penyelenggaraan pembangunan
dan pemeliharaan PS drainase di
wilayah kabupaten/kota.
3. Penyusunan rencana induk PS
drainase skala kabupaten/kota.
Pengawasan 1. Evaluasi di provinsi terhadap
penyelenggaraan sistem drainase
dan pengendali banjir di wilayah
provinsi.
2. Pengawasan dan pengendalian
penyelenggaraan drainase dan
pengendalian banjir lintas
kabupaten/kota.
3. Pengawasan dan pengendalian
atas pelaksanaan NSPK.
1. Evaluasi terhadap
penyelenggaraan sistem drainase
dan pengendali banjir di wilayah
kabupaten/kota.
2. Pengawasan dan pengendalian
penyelenggaraan drainase dan
pengendalian banjir di
kabupaten/kota.
3. Pengawasan dan pengendalian
atas pelaksanaan NSPK.
Selain penetapan tugas dan fungsi organisasi, masing-masing posisi yang ada di dalam struktur
organisasi juga perlu dijelaskan tugas dan wewenangnya. Sebagai panduan umum, berikut ini
disertakan daftar tugas yang perlu ada di dalam struktur organisasi pengelola PS PLP:
Tabel 2.4. Kompilasi tugas organisasi daerah bidang PLP
Ragam Tugas Subbidang
AL Sp Dr
Perumusan kebijakan teknis dan pengaturan
Pembentukan lembaga penyelenggara layanan
Pelayanan perizinan dan penertiban
Pelaksanaan koordinasi dan kerjasama
Peningkatan kapasitas teknik dan manajemen penyelenggara
-
80
Ragam Tugas Subbidang
AL Sp Dr
Pembinaan dan penyuluhan masyarakat
Penyusunan rencana program dan petunjuk teknis
Pelaksanaan rencana program dan petunjuk teknis
Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian
Pengadaan dan pembangunan
Pengoperasian dan pemeliharaan2
Pencegahan pencemaran dan pemulihan
Pemungutan retribusi
Pendataan, pemantauan, dan evaluasi kinerja penyelenggaraan
2.2.1 Pilihan Bentuk Lembaga
2.2.1.1 Lembaga Pengelola di Satu Provinsi/Kota/Kabupaten
Beberapa unit PS PLP yang memiliki lahan dan spesifikasi teknis tertentu yang cukup kompleks
sebaiknya dikelola secara khusus. Misalnya: TPA, IPAL, IPLT, dan Kolam Retensi.
Pilihan bentuk kelembagaan bagi pengelola PS PLP semacam itu yang beroperasi di dalam satu
wilayah pemerintahan provinsi/kota/kabupaten adalah:
1. Struktur di dalam SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah)
2. Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD, di bawah struktur Dinas daerah yang terkait)
3. SKPD atau Unit Kerja SKPD (UPTD) yang menerapkan PPK-BLUD (Pola Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum Daerah; selanjutnya akan dirujuk sebagai BLUD)
4. Perusahaan Daerah/Badan Usaha Milik Daerah (Perusda/BUMD)
Untuk pilihan pertama, sebenarnya pengelolaan masih belum spesifik menjadi tugas dari unit
kerja tersendiri. Fungsi pengelolaan dilekatkan pada struktur jabatan/posisi yang ada pada
SKPD. Kepala Daerah bisa menetapkan urusan pengelolaan TPA (sebagai contoh) kepada
Kepala Bidang, atau lebih rendah: seperti Kepala Subbidang atau Seksi. Lebih buruk lagi bila
pengelolaan TPA tidak spesifik ditugaskan kepada subbidang/seksi tertentu, melainkan
merupakan bagian dari seluruh tugasnya saja (misalnya kepala seksi persampahan, yang antara
lain mengurus TPA selain mengurus penyapuan jalan dan transportasi sampah domestik). Tiga
pilihan lainnya umumnya sudah mendapatkan tugas pengelolaan yang lebih spesifik.
Untuk pilihan bentuk lembaga ke-2 hingga ke-4, penjelasan ringkasnya adalah sebagai berikut:
o Dalam ketentuan PP No.41 Tahun 2007, setiap organisasi daerah yang berbentuk dinas
dapat memiliki unit teknis di bawahnya sesuai kebutuhan; untuk melaksanakan sebagian
2 Bisa juga dirinci lebih lanjut, seperti: pembersihan, pengangkutan, pengolahan, dll.
-
81
kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang. Yang dimaksud dengan
kegiatan teknis operasional yang dilaksanakan unit pelaksana teknis dinas (UPTD)
adalah tugas untuk melaksanakan kegiatan teknis yang secara langsung berhubungan
dengan pelayanan masyarakat, sedangkan teknis penunjang adalah melaksanakan
kegiatan untuk mendukung pelaksanaan tugas organisasi induknya. Pada tingkatan
pemerintah provinsi, Kepala UPTD adalah pejabat eselon III, sedangkan Kepala UPTD
di kabupaten/kota adalah pejabat eselon IV dengan struktur lebih sederhana (diisi oleh
jabatan fungsional). Proses pembentukan UPTD bisa dilakukan dalam waktu relatif
cepat, mengingat hanya membutuhkan penetapan dari Kepala Daerah.
o BLUD merupakan lembaga yang menjalankan fungsi layanan publik, dengan
pengelolaan keuangan dan SDM yang lebih leluasa/fleksibel. Bentukan asal bisa saja
setingkat SKPD atau unit kerja SKPD. Keleluasaan yang dimiliki oleh BLUD pada
dasarnya dirancang untuk memenuhi tuntutan layanan publik yang lebih profesional dan
lebih adaptif-responsif. Keleluasaan ini termasuk: kewenangan untuk menggunakan
pemasukan dari jasa layanan/produk secara langsung untuk kegiatan operasional tanpa
harus diserahkan lebih dahulu kepada kas daerah3, boleh merekrut tenaga profesional
non-PNS, serta menetapkan struktur remunerasi sendiri. Namun keleluasaan tersebut
juga diimbangi dengan tanggung gugat yang lebih besar; seperti audit keuangan oleh
auditor independen, dan pengawasan kinerja yang lebih ketat oleh Dewan Pengawas.
Proses pembentukan BLUD lebih rumit, karena membutuhkan kajian kepatutan dan
kelayakan yang tercantum dalam rencana strategi bisnis, dan lolos persyaratan yang
ditentukan. Namun penetapannya cukup oleh Kepala Daerah. Proses perencanaan dan
penganggaran masih terintegrasi dan terkonsolidasi dengan SKPD induknya.
o Perusda/BUMD pada dasarnya merupakan badan usaha yang modalnya sebagian
terbesar atau seluruhnya menjadi milik pemerintah daerah. Secara umum dikenal
sebagai bentuk quasi-governmental corporation (dikenal juga dengan istilah yang lebih
singkat: quasi-government), yang merupakan badan usaha yang tidak semata-mata
mencari keuntungan namun juga menjalankan fungsi layanan publik tertentu. Meski ada
juga pendapat bahwa perusda yang berbentuk PT (Perusahaan Terbuka) sudah
mendekati bentuk perusahaan swasta, dan bukan lagi tergolong quasi-government.
Bentukan ini sudah lazim untuk pengelola Bidang Air Minum, dan sudah digunakan
juga oleh beberapa daerah untuk mengelola IPAL dan persampahan. Aset BUMD,
seperti juga BUMN, merupakan perbendaharaan negara yang administrasinya
terpisahkan. Dengan demikian proses perencanaan dan penganggaran dari BUMD lebih
3 Seluruh pendapatan BLUD yang bukan berasal dari APBN/APBD dilaksanakan melalui rekening kas
BLUD dan dicatat dalam kode rekening kelompok pendapatan asli daerah pada jenis lain-lain pendapatan
asli daerah yang sah dengan obyek pendapatan BLUD (Peraturan Menteri Dalam Negeri No.61 Tahun
2007).
-
82
independen dibanding bentukan lembaga lainnya. Pemerintah daerah dapat memberikan
penyertaan modal, sebagai investasi bagi BUMD, dan dapat memperoleh dividen bila
operasionalnya menghasilkan laba. Yang dicatat dalam anggaran daerah hanyalah kedua
hal tersebut. Kondisi semacam ini tentu memungkinkan Perusda/BUMD bergerak lebih
gesit, namun konsekuensinya juga menjadi lebih berat. Sebagai badan usaha, mereka
diharuskan untuk bisa menghidupi dirinya sendiri, dan mampu berkompetisi dengan
usaha swasta lainnya. Di sisi lain pemerintah daerah menjadi lebih terbatas dalam
mengendalikan BUMD. Selain melalui penetapan peraturan, yang dapat dilakukan
pemerintah daerah (selaku pemegang saham terbesar) adalah mengganti direksi
Perusda/BUMD yang gagal menunjukkan kinerja yang diharapkan. Proses
pembentukan Perusda/BUMD merupakan yang tersulit, karena menyangkut pemisahan
aset daerah, maka harus melibatkan persetujuan DPRD.
Gambar 2.1. Karakteristik alternatif lembaga pengelola
Kriteria yang dapat digunakan dalam menentukan bentuk kelembagaan yang paling sesuai bagi
suatu daerah antara lain:
o Kompleksitas permasalahan dan penanganan subbidang PLP di daerah
o Besaran/volume PS PLP yang (akan) dikelola
o Kemampuan dan potensi finansial
Sebenarnya kriteria kompleksitas permasalahan dan besaran/volume PS PLP yang dikelola
tidaklah sepenuhnya terpisah. Dapat dikatakan bahwa volume PS PLP selayaknya merupakan
fungsi dari kompleksitas permasalahan/penanganan di daerah. Namun pada buku ini, keduanya
dinyatakan terpisah untuk mengantisipasi kondisi dimana ada pembangunan/pengadaan PS PLP
dalam skala yang lebih besar dari kebutuhan saat ini, antara lain sebagai bentuk antisipasi atas
eskalasi permasalahan di masa mendatang. Karena itu, sifat keduanya sebenarnya mirip:
-
83
semakin besar kompleksitas permasalahan dan atau volume PS PLP yang ditangani, maka
dibutuhkan bentuk lembaga yang lebih spesifik dan mapan dalam mengelolanya.
Kompleksitas permasalahan umumnya terjadi karena karakteristik daerah dan atau
masyarakatnya. Pada beberapa kota, permasalahan polusi akibat sampah/air limbah dan
permasalahan genangan sudah menjadi permasalahan yang dapat mempengaruhi kenyamanan
warga dan kelayakan huni kawasan permukimannya. Ada juga kota-kota tertentu yang
penanganan permasalahan di atas membutuhkan perhatian lebih; misalnya karena kota tersebut
tergolong dalam tujuan utama pariwisata nasional, atau karena kepadatan penduduknya yang
lebih tinggi sehingga menimbulkan limbah lebih besar per rumah tangga, atau kondisi geografi
dan geomorfologinya mengakibatkan kawasannya lebih rawan atas bencana banjir dan erosi.
Terhadap kota-kota semacam itu, dapat dikatakan bahwa permasalahan subbidang PLP-nya
lebih kompleks daripada daerah yang lain. Semakin kompleks, semakin perlu adanya lembaga
pengelola dalam bentuk yang lebih mapan.
Gambar 2.2. Hubungan pilihan bentuk lembaga dengan permasalahan PLP
Pada kasus dimana pilihan pemerintah daerah terhadap lembaga pengelola PS PLP hanya di
dalam struktur SKPD terkait yang ada, maka semakin kompleks kebutuhan penanganan, akan
berarti juga semakin tinggi tingkatan jabatan/posisi yang perlu diberikan kepada pelaksana
urusan PS PLP tersebut. Hal ini dibutuhkan terutama agar pengelola PS PLP mendapatkan
kepastian pengalokasian anggaran yang lebih patut, dan juga kewenangan yang lebih besar
dalam koordinasi pengelolaan. Meski demikian, jika suatu daerah teridentifikasi memiliki
kompleksitas penanganan yang tinggi, sangat disarankan untuk memilih bentukan lembaga
Semakin kekanan problem semakinkompleksdanatau volume PS PLP yang dikelola semakinbesar,
sehingga butuh bentuk organisasi yang lebih mapan
-
84
pengelola yang lebih spesifik, tidak hanya dilekatkan fungsinya kepada jabatan di dalam
struktur SKPD semata.
Sementara itu, kriteria potensi dan kapasitas finansial cenderung menjadi pembatas.
Gambar 2.3. Hubungan pilihan bentuk lembaga dengan potensi finansial
Yang dimaksud dengan kapasitas finansial disini adalah kemampuan daerah dalam mendanai
pembentukan/pengembangan lembaga pengelola PS PLP. Semakin besar kapasitasnya, semakin
terbuka pilihan bentuk dan struktur lembaga pengelola. Pembentukan badan usaha, umumnya
membutuhkan dana investasi awal yang lebih besar, mengingat proses pendiriannya harus juga
mempertimbangkan modal kerja (working capital), yaitu cadangan dana bagi badan usaha
sebelum proses usahanya stabil dan berjalan lancar. Pilihan bentuk BLUD memungkinkan
perekrutan tenaga profesional, yang bisa juga berkonsekuensi biaya operasional yang lebih
tinggi. Meski begitu, apabila proses operasional berjalan lancar sebagaimana yang
direncanakan, pemilihan bentuk BLUD atau BUMD bisa saja di masa mendatang meringankan
pembiayaan daerah, yaitu bila jasa operasional mereka bisa menutupi sebagian besar biaya atau
bahkan menghasilkan laba.
Yang dimaksud dengan potensi finansial disini adalah kemungkinan pendapatan (revenue)
terutama dari jasa operasional. Apabila pengoperasian PS PLP yang terbangun memiliki potensi
pendapatan, maka semakin besar potensi pendapatan tersebut, maka semakin terbuka pilihan
pemerintah daerah atas bentuk lembaga pengelola. Bahkan, bila kemampuan finansial daerah
tidak cukup memadai, namun ada potensi nyata berupa laba operasional, maka daerah perlu
Pilihan bentuk semakin kekananmembutuhkan potensi/kapasitas finansial yang semakin besar
-
85
bersungguh-sungguh mempertimbangkan bentuk lembaga yang lebih mapan. Karena itu aspek
potensi pendapatan ini lebih kuat pengaruhnya dibandingkan kapasitas pendanaan daerah.
Secara umum, dapat dikatakan bahwa potensi pendapatan yang memungkinkan cost-recovery,
dimana potensi pendapatan sekurang-kurangnya sama besar dengan biaya operasional, sudah
selayaknya menerapkan PPK-BLUD. Dan jika potensi tersebut lebih besar dari biaya
operasional sehingga memungkinkan diperolehnya laba bersih, tidak ada salahnya
mempertimbangkan bentuk Perusda/BUMD.
Gambar 2.4. Ilustrasi pengaruh potensi finansial atas pilihan bentuk lembaga
Pada akhirnya, pertimbangan pilihan bentuk lembaga adalah komposit (gabungan) dari
penilaian atas kriteria yang telah dijelaskan.
Gambar berikut menjelaskan pilihan yang tersedia, dengan mengasumsikan pembagian nilai
kriteria atas tiga tingkatan kondisi: tinggi, sedang, dan rendah. Perhatikan bahwa
kapasitas/potensi finansial cenderung merupakan pembatas bagi ragam pilihan yang tersedia.
Sebagai contoh, untuk kapasitas/potensi finansial yang rendah, opsi BLUD dan BUMD tidak
lagi disarankan. Sedangkan untuk tingkatan potensi finansial yang sedang, BLUD muncul
sebagai pilihan.
Biaya OM
dominan subsidi
Biaya OM
terpenuhi
Biaya OM
&Penyusutan
terpenuhi
Retribusi < biaya
pelayanan
Pendapatanbiaya
pelayanan
Pendapatan > biaya
pelayanan
Masy.
Penghasilan
rendah
Masy.
Penghasilan
sedang
Masy.
Penghasilan
tinggi
Dinas/
UPTD
BLUD
Perusda
-
86
Gambar 2.5. Ragam pilihan bentuk lembaga berdasarkan analisis kriteria
Sebagai catatan, pilihan bentuk BLUD masih terbilang baru bagi pengelolaan PS PLP. Untuk
memudahkan mempelajarinya, pembahasan mengenai BLUD beserta tata cara pembentukannya
dijelaskan secara lebih rinci pada bagian Lampiran. Pembentukan BLUD juga dapat dilakukan
bertahap, yaitu apabila ada syarat administratif yang belum terpenuhi (namun harus sudah lolos
syarat substantif dan teknis).
2.2.1.2 Kelembagaan Kerjasama Regional
Untuk pengelolaan PS PLP yang beroperasi lintas kabupaten, atau lintas provinsi, dibutuhkan
lembaga kerjasama regional. Salah satu bentuk kerjasama regional yang telah dilakukan adalah
TPA Regional. Tahapan kerjasama hingga pengoperasian dapat dilihat pada bagan berikut.
Kom
ple
ksi
tas
Perm
asa
lahan/P
enanganan B
idang P
LP
dan a
tau B
esa
rnya v
olu
me P
S P
LP y
ang h
aru
s dik
elo
la
Besarnya potensi pendapatan dari jasa operasional dan atau kapasitas
pendanaan daerah
rendah sedang tinggi
tinggi
sedang
rendah
UPTD
BLUD
BUMD
UPTD UPTD
BLUD BLUD
BUMD
UPTD UPTD
BLUD
UPTD
BLUD
BUMD
-
87
Gambar 2.6. Tahapan kerjasama TPA regional
Untuk subbidang air limbah dan drainase, proses kerjasama regional juga bisa mengikuti
tahapan seperti di atas.
Pembentukan UPTD
Seiring dengan pembangunan Infrastruktur TPA Regional, dapat dirintis oleh para pihak
pembentukan UPTD TPA Regional sebagai Lembaga Pengelola TPA Regional dengan mengacu
kepada kewenangan yang diatur oleh peraturan perundang-undangan dengan maksud agar
-
88
keberadaan kelembagaan UPTD TPA Regional secara fungsional merupakan kelembagaan yang
memiliki otoritas yang dapat mewadahi kepentingan antar Pemerintah Daerah.
Sebagaimana yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah, Pasal 8 bahwa: Dalam menyelenggarakan pengelolaan sampah, pemerintahan provinsi
mempunyai kewenangan (antara lain) memfasilitasi kerja sama antar daerah dalam satu
provinsi, kemitraan, dan jejaring dalam pengelolaan sampah.
Selanjutnya secara lebih spesifik di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi Dan
Pemerintah Daerah/Kota; pada Lampiran Huruf C. Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang
Pekerjaan Umum, Sub Bidang Persampahan, ditegaskan bahwa: Pemerintah Daerah Provinsi
mengurus penetapan lembaga tingkat provinsi penyelenggara pengelolaan persampahan lintas
kabupaten/kota di wilayah provinsi.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, maka UPTD TPA Regional dibentuk dan
ditetapkan oleh Gubernur. Lembaga ini berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada
Dinas terkait yang menangani bidang Pekerjaan Umum (dalam Pedoman ini selanjutnya disebut
Dinas Pekerjaan Umum) di provinsi yang bersangkutan.
Jumlah Unit Kerja TPA Regional dalam satu provinsi dapat mengikuti banyaknya TPA regional
yang ada di provinsi yang bersangkutan. Untuk nomenklatur masing-masing Unit Kerja TPA
Regional dapat disesuaikan dengan menambah gabungan nama atau singkatan nama dari
wilayah kerja Unit Kerja TPA Regional bersangkutan. Hal ini sesuai dengan ketentuan di dalam
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan
Organisasi Perangkat Daerah, bahwa pengaturan tentang UPT Dinas dan Badan mengenai
nomenklatur, jumlah dan jenis, susunan organisasi, tugas dan fungsi ditetapkan dengan
Peraturan Gubernur.
Pembentukan UPTD sebagaimana disebutkan di atas adalah mengacu pada kondisi ideal, yaitu
unit kerja TPA Regional menjadi UPTD tersendiri. Namun apabila oleh suatu sebab teknis, hal
tersebut belum atau tidak bisa dilakukan, maka pengelolaan TPA Regional dapat dimasukkan ke
dalam UPTD di bawah Dinas Pekerjaan Umum di provinsi yang bersangkutan.
Struktur Organisasi
Unit Kerja TPA Regional sekurang-kurangnya terdiri dari:
a. Kepala Unit yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala
Dinas.
-
89
b. Sub Bagian Tata Usaha atau Bagian Admnistrasi yang dipimpin oleh Kepala Sub
Bagian Tata Usaha yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala
Unit TPA Regional
c. Seksi Operasi dan Pemeliharaan yang dipimpin oleh Kepala Seksi Operasi dan
Pemeliharaan berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Unit Kerja
TPA Regional
Bagan Struktur Organisasi Unit Kerja TPA Regional dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.7. Contoh struktur minimal unit kerja TPA regional
Uraian tugas untuk masing-masing bagian dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Kepala Unit Kerja TPA Regional memiliki tugas yaitu menyelenggarakan pengelolaan
persampahan di TPA Regional di wilayah kerjanya dengan uraian tugas terdiri dari:
1) menyusun pedoman pelaksanaan tugas dalam bentuk rencana, program kerja
dan jadwal kegiatan Unit Kerja TPA Regional;
2) menjabarkan dan membagi tugas kepada bawahan untuk kelancaran
pelaksanaan tugas;
3) menelaah dan mempelajari permasalahan teknis operasional dalam pengelolaan
TPA Regional serta mencari alternatif pemecahannya;
4) menyelenggarakan kegiatan pengeloaan TPA Regional di dalam wilayah
kerjanya;
5) melakukan monitoring dan evaluasi kinerja pengelolaan TPA Regional;
6) melakukan kegiatan pemeliharaan sarana dan prasarana TPA Regional;
7) memeriksa dan menilai kinerja bawahan sebagai bahan evaluasi serta
membimbing bawahan guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan
tugas;
8) menyelenggarakan kegiatan inventarisasi, pendataan dan pemutakhiran data;
9) mengelola urusan ketatausahaan guna menunjang kinerja dinas;
10) membuat laporan kegiatan Unit TPA Regional secara berkala sebagai
pertanggungjawaban kegiatan;
-
90
11) melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan bidang
tugasnya guna tercapainya tujuan organisasi.
b. Kepala Sub Bagian Tata Usaha atau Bagian Administrasi mempunyai tugas mengelola
urusan ketatausahaan guna menunjang kegiatan Unit TPA Regional pada wilayah
kerjanya dengan uraian tugas terdiri dari:
1) mengelola penyusunan rencana dan jadwal kegiatan umum sebagai pedoman
pelaksanaan tugas;
2) menjabarkan dan membagi tugas kepada bawahan sesuai dengan uraian tugas
dan tanggungjawabnya untuk kelancaran pelaksanaan tugas;
3) melaksanakan koordinasi dalam unit kerja, antar unit kerja, dengan lembaga
masyarakat dan/atau masyarakat terkait;
4) menyelenggarakan administrasi surat menyurat, kearsipan, perpustakaan,
keprotokolan, administrasi kepegawaian, perlengkapan dan
kerumahtanggaan, administrasi keuangan dan tugas satuan pemegang kas dalam
pengurusan gaji dan penghasilan lain pegawai serta dalam pembiayaan
kegiatan;
5) menyampaikan informasi kepada pihak yang berkepentingan untuk
mewujudkan komunikasi yang sinergis;
6) menyusun rencana kebutuhan barang, rencana mekanisme kerja dan tata ruang
kantor serta rencana anggaran guna kelancaran pelaksanaan tugas;
7) menyusun dokumen perencanaan dan pelaporan agar diperoleh sinkronisasi
perencanaan;
8) melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan program kerja satuan
organisasi untuk mengetahui kesesuaiannya dengan rencana program kerja;
9) memeriksa hasil pelaksanaan tugas bawahan sesuai dengan peraturan dan
prosedur yang berlaku agar diperoleh hasil kerja yang benar dan akurat;
10) memberikan bimbingan dan penilaian kinerja bawahan guna meningkatkan
efektivitas dan efisiensi pelaksanaan tugas;
11) melaporkan pelaksanaan kegiatan Sub Bagian Tata Usaha kepada atasan
sebagai pertanggungjawaban kegiatan;
12) melaksanaan tugas lain sesuai bidang tugasnya dalam rangka pencapaian tujuan
organisasi.
c. Kepala Seksi Operasi dan Pemeliharaan mempunyai tugas meyelenggarakan kegiatan
pengoperasian dan pemeliharaan secara teknis TPA Regional dengan uraian tugas
terdiri dari:
1) mengelola penyusunan rencana dan jadwal kegiatan operasi dan pemeliharaan
TPA Regional sebagai pedoman pelaksanaan tugas;
2) menjabarkan dan membagi tugas kepada bawahan sesuai dengan uraian tugas
dan tanggungjawabnya untuk kelancaran pelaksanaan tugas;
-
91
3) melaksanakan koordinasi dalam unit kerja, antar unit kerja, dengan lembaga
masyarakat dan/atau masyarakat terkait;
4) menyelenggarakan kegiatan operasi dan pemeliharaan TPA Regional;
5) menyusun dokumen perencanaan dan pelaporan agar diperoleh sinkronisasi
perencanaan;
6) melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan program kerja satuan
organisasi untuk mengetahui kesesuaiannya dengan rencana program kerja;
7) memeriksa hasil pelaksanaan tugas bawahan sesuai dengan peraturan dan
prosedur yang berlaku agar diperoleh hasil kerja yang benar dan akurat;
8) memberikan bimbingan dan penilaian kinerja bawahan guna meningkatkan
efektivitas dan efisiensi pelaksanaan tugas;
9) melaporkan pelaksanaan kegiatan Seksi Operasi dan Pemeliharaan kepada
atasan sebagai pertanggungjawaban kegiatan;
10) melaksanakan tugas lain sesuai bidang tugasnya dalam rangka pencapaian
tujuan organisasi.
Tata Kerja Organisasi
Untuk menjamin kelancaraan pelaksanaan tugas pokok dari seluruh bagian di dalam Unit Kerja
TPA Regional, maka perlu ditetapkan tata kerja organisasi sebagai berikut:
a. Kepala Unit TPA Regional dalam melaksanakan tugasnya berdasarkan kebijakan yang
ditetapkan oleh Kepala Dinas;
b. Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Unit, Kepala Sub Bagian Tata Usaha dan
Kepala Seksi Operasi dan Pemeliharaan wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi,
dan sinkronisasi secara vertikal dan horisontal, baik dalam lingkungan masing-masing
maupun dengan instansi lain sesuai dengan tugasnya;
c. Setiap pimpinan satuan organisasi dalam lingkungan Unit Kerja TPA Regional
bertanggung jawab memimpin dan mengkoordinasikan bawahannya serta memberikan
bimbingan dan petunjuk bagi pelaksanaan tugas;
d. Setiap pimpinan satuan organisasi dalam lingkungan Unit Kerja TPA Regional harus
mentaati perintah/petunjuk atasan dan bertanggung jawab kepada atasan masing-masing
serta menyampaikan laporan berkala tepat pada waktunya;
e. Setiap laporan yang diterima oleh pimpinan satuan organisasi dari bawahannya, wajib
diolah dan dipergunakan sebagai bahan untuk penyusunan laporan lebih lanjut dan
untuk memberikan petunjuk kepada bawahan.
Penyusunan Standar Operasional dan Prosedur (SOP)
Untuk menjamin kelancaran pengelolaan TPA Regional yang memenuhi persyaratan teknis
maupun administratif, maka Kepala UPTD menetapkan Standar Opersional dan Prosedur (SOP)
untuk pengelolaan TPA Regional yang mengacu kepada standar nasional mapun internasional
-
92
yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan atau referensi lainnya yang
dianggap layak sebagai SOP.
Penyusunan SOP juga diharuskan melibatkan unsur-unsur yang memiliki kompetensi
pengelolaan persampahan. Penyusunan SOP juga terkait dengan pengelolan data dan informasi
TPA Regional yang bersangkutan agar pelaksanaan pengelolaan TPA Regional dapat diketahui
perkembangannya. Sehingga diperlukan pengembangan Sistem Informasi Manajemen
Pengelolaan Persampahan TPA Regional. Sistem Informasi Manajemen ini dilakukan secara
berkelanjutan dengan keluaran berupa laporan yang harus disampaikan secara reguler setiap
bulan, triwulanan, semesteran dan akhir tahun atau sewaktu-waktu apabila diperlukan. Untuk
selanjutnya, laporan tersebut disampaikan kepada Gubernur/Bupati/Walikota atau pihak-pihak
yang terkait berdasarkan ijin dari Kepala UPTD.
Dengan demikian maka SOP yang disusun juga mencakup SOP untuk monitoring dan evaluasi
(monev) penyelenggaraan TPA Regional. Monitoring adalah kegiatan mengamati
perkembangan pelaksanaan operasional TPA dan mengidentifikasi serta mengantisipasi
permasalahan yang timbul dan/atau akan timbul untuk dapat diambil tindakan sedini mungkin.
Sedangkan evaluasi adalah rangkaian kegiatan membandingkan realisasi masukan (input)
dengan keluaran (output) terhadap rencana dan standar yang telah ditetapkan.
Pelaksanaan evaluasi harus sistematis, obyektif dan transparan yaitu dilaksanakan sesuai dengan
tata urut sehingga hasil dan rekomendasi dapat dipertanggungjawabkan; hasil evaluasi tidak
dipengaruhi oleh kepentingan pelaksana kegiatan/pengelola; dan proses perencanaan,
pelaksanaan serta pertanggungjawaban hasil evaluasi harus diketahui oleh pemangku
kepentingan (stakeholders).
Untuk menjamin efektifitas pelaksanaan monev maka perlu ditetapkan indikatorindikator
kinerja berdasarkan kajian-kajian dengan bobot dan skor yang sesuai dan dapat menggambarkan
kinerja TPA Regional yang sesungguhnya.
Peningkatan Kelembagaan PPK-BLUD
Unit TPA Regional dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan BLUD sebagaimana yang
diatur di dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 Tentang Pedoman
Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah, penerapan PPK-BLUD pada
Unit Kerja TPA Regional, terlebih dulu harus memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan
administratif.
-
93
Unit Kerja TPA Regional pada dasarnya telah memenuhi persyaratan substantif yaitu bahwa
tugas dan fungsi Unit Kerja TPA Regional bersifat operasional dalam menyelenggarakan
pelayanan umum yang menghasilkan semi barang/jasa publik (quasi-public goods).
Untuk memenuhi persyaratan teknis, maka kinerja pelayanan Unit Kerja TPA Regional harus
dinyatakan layak dikelola melalui BLUD, yaitu memiliki potensi untuk meningkatkan
penyelenggaraan pelayanan secara efektif, efisien, dan produktif.
Penetapan kriteria ini atas rekomendasi kepala Dinas Pekerjaan Umum. Disamping itu kinerja
keuangan Unit Kerja TPA Regional telah dinyatakan sehat, yang ditunjukkan oleh tingkat
kemampuan pendapatan dari layanan yang cenderung meningkat dan efisien dalam membiayai
pengeluaran.
Persyaratan administratif dapat terpenuhi, apabila Unit Kerja TPA Regional membuat dan
menyampaikan dokumen yang meliputi:
a. surat pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan
manfaat bagi masyarakat yang dibuat oleh kepala Unit Kerja dan diketahui oleh kepala
Dinas Pekerjaan Umum.
b. pola tata kelola;
c. rencana strategis bisnis;
d. standar pelayanan minimal;
e. laporan keuangan pokok atau prognosa/proyeksi laporan keuangan; dan
f. laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen.
Selanjutnya Unit Kerja TPA Regional mengajukan permohonan kepada kepala daerah melalui
kepala Dinas Pekerjaan Umum, dengan dilampiri dokumen persyaratan administratif. Atas
permohonan tersebut, kepala daerah membentuk tim penilai untuk meneliti dan menilai usulan
penerapan PPK-BLUD TPA Regional.
Apabila hasil penilaian oleh tim penilai dinyatakan layak, maka hasil tersebut disampaikan
kepada kepala daerah untuk selanjutnya ditetapkan penerapan status PPK-BLUD dengan
keputusan kepala daerah. Keputusan kepala daerah selanjutnya disampaikan kepada pimpinan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 61 Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
Daerah, bahwa Unit Kerja pada SKPD yang menerapkan PPK-BLUD selanjutnya disingkat
BLUD-Unit Kerja, maka UPTD TPA Regional yang telah menerapkan PPK-BLUD selanjutnya
disebut dengan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) TPA Regional.
-
94
Pada keseluruhan tahap pelaksanaan pengelolaan TPA Regional ini, TKKSD bertugas
melakukan monitoring dan evaluasi, memberikan pertimbangan apabila terjadi permasalahan
serta memberikan masukan kepada Gubernur dalam penyelesaian perselisihan.
2.2.2 Perumusan dan Penataan Stuktur Organisasi
Untuk organisasi pengelola yang mengambil bentuk SKPD, pada prinsipnya urusan PLP masuk
dalam Bidang ke-PU-an. Dengan demikian, setidak-tidaknya ada jabatan yang mengurusi
subbidang PLP di dalam Dinas PU daerah. Meski demikian, daerah diberi kebebasan untuk
mengembangkan kelembagaannya sendiri, selama masih mengacu kepada peraturan yang
berlaku. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah
tidak menentukan jenis perangkat daerah masing-masing daerah, namun menjelaskan bahwa
pembentukannya disesuaikan dengan potensi dan karakteristik daerah masing-masing, dengan
mengikuti perumpunan urusan-urusan wajib dan pilihan.
Karena itu, semakin besar kebutuhan daerah atas penanganan Bidang PLP, maka sebaiknya
semakin tinggi posisi jabatan yang mengurusnya. Contohnya, persampahan sebagai salah satu
subbidang PLP ada yang diposisikan sebagai dinas tersendiri (umumnya menggunakan nama
Dinas Kebersihan). Ada juga daerah yang merumpunkannya ke dalam suatu dinas tertentu
(misalnya dalam Dinas Kebersihan dan Pemakaman), dengan urusan persampahan setingkat
Kepala Bidang. Dan ada yang menempatkannya dalam posisi Kepala Seksi/Subbidang.
Berikut ini ada beberapa contoh penempatan bidang PLP (atau subbidangnya) dalam struktur
dinas.
a. Dinas yang menangani Subbidang PLP
Struktur paling maksimal adalah dinas yang menjalankan fungsi penyelenggara
pelayanan publik satu sektor PLP secara independen, sebagai contoh adalah Dinas
Kebersihan yang menjalankan fungsi layanan pengelolaan sampah. Hal semacam ini
juga bisa berlaku untuk sektor Air Limbah dan Drainase, bila kondisi daerah
membutuhkannya dan pemerintah daerah memiliki kapasitas yang memadai.
Gambar 2.8. Contoh struktur dinas yang menangangani satu bidang PLP
-
95
Dalam contoh semacam ini, maka fungsi dari subbidang Air Limbah dan Drainase harus
terakomodasi di dalam dinas yang lain, misalnya Dinas PU.
b. Dinas yang menangani urusan ke-PLP-an
Bentuk berikutnya adalah Dinas yang menjalankan fungsi PLP, dengan air limbah,
persampahan, dan drainase diposisikan sebagai bidangnya. Sebagai contoh, hal ini bisa
dilakukan dengan mengadopsi nomenklatur PLP, sehingga bisa disebut Dinas PLP.
c. Bidang yang menangani satu atau lebih subbidang PLP dalam suatu Dinas
Gambar 2.9. Contoh struktur dinas yang menangani bidang PLP
Gambar 2.10. Contoh struktur dengan PLP sebagai bidang
-
96
Pada contoh di atas, PLP terkelompok sebagai Bidang, dan sektornya menjadi seksi.
Pola lain adalah pola campuran, dengan satu atau lebih sektor PLP menjadi Bidang,
lainnya sebagai seksi.
Bentuk paling minimal bagi pengelolaan PLP bisa berupa Seksi di bawah bidang yang
lain dalam suatu dinas, seperti pada contoh berikut.
Gambar 2.11. Contoh struktur dengan pembedaan posisi sektor PLP sebagai
bidang dan seksi
Gambar 2.12. Contoh struktur dengan PLP sebagai Seksi
-
97
Untuk pemerintah daerah yang menggunakan bentuk UPTD sebagai pengelola PS PLP tertentu
(misalnya TPA, IPAL, atau IPLT); penempatannya adalah di dalam struktur Dinas yang terkait
(sesuai dengan tugas dan fungsi organisasi Dinas). UPTD memiliki garis komando langsung ke
Kepala Dinas seperti para Kepala Bidang, meski Kepala UPTD di Kabupaten/Kota merupakan
pejabat dengan eselon setingkat para Kepala Seksi di Dinas terkait (eselon IV).
Gambar 2.13. Posisi UPTD dalam dinas daerah
Unit pelaksana teknis pada dinas terdiri dari 1 (satu) subbagian tata usaha dan kelompok jabatan
fungsional. Sementara untuk dinas di level pemerintahan provinsi yang belum terdapat jabatan
fungsional dapat dibentuk paling banyak 2 (dua) seksi (PP No.41/2007).
Penjelasan mengenai Kelompok Jabatan Fungsional, dapat dilihat pada Peraturan Menteri
Dalam Negeri No.57 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat
Daerah. Dijelaskan bahwa:
1. Pada masing-masing Perangkat Daerah dapat ditetapkan Jabatan Fungsional
berdasarkan keahlian dan spesialisasi yang dibutuhkan sesuai dengan prosedur
ketentuan yang berlaku;
2. Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas
Pemerintah Daerah sesuai dengan keahlian dan kebutuhan.
3. Kelompok Jabatan Fungsional terdiri dari sejumlah tenaga fungsional yang diatur dan
ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
4. Kelompok Jabatan Fungsional dipimpin oleh seorang tenaga fungsional senior yang
ditunjuk.
5. Jumlah tenaga fungsional ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja.
-
98
6. Jenis dan jenjang jabatan fungsional diatas diatur berdasarkan peraturan perundang-
undangan.
7. Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
8. Satuan kerja perangkat daerah yang dapat didukung oleh kelompok jabatan fungsional,
selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah organisasi perangkat daerah ditetapkan dalam
peraturan daerah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 dilakukan
penyerasian dan penyesuaian sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penataan struktur organisasi juga bisa mengacu kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
57 tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah, yang
menjelaskan pentingnya melakukan analisis beban kerja dalam merumuskan susunan organisasi.
Ketentuan mengenai analisis beban kerja dapat dilihat pada Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pedoman Analisis Beban Kerja di Lingkungan Kementerian
Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah.
Pada dasarnya, analisis dilakukan terhadap setiap substruktur dari organisasi, dan pada akhirnya
dihitung beban kerja dari masing-masing substruktur tersebut. Dari hasil perhitungan, akan
dapat disimpulkan apakah struktur yang ada sebenarnya masih bisa menampung tugas-tugas
lainnya (ditambah tugasnya) atau sudah kelebihan beban, dan perlu diperbesar. Sebagai
gambaran, berikut adalah format tabel perhitungan untuk mengukur kebutuhan pegawai
organisasi daerah.
(Tatacara dan langkah-langkah perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2008).
-
99
Sumber: Permendagri No.12/2008
Gambar 2.14. Form D perhitungan beban kerja
Untuk menghitung kebutuhan pegawai dari tabel tersebut, digunakan rumus:
Jumlah Kebutuhan Pegawai/Pejabat =
Jumlah beban kerja jabatan: Jam Kerja Efektif per tahun
Kolom (4) = Kolom (3): JKE PER TAHUN
FORM D
PERHITUNGAN KEBUTUHAN PEJABAT/PEGAWAI, TINGKAT EFISIENSI JABATAN
(EJ) DAN PRESTASI KERJA JABATAN (PJ)
1. UNIT ORGANISASI :
2. SATUAN KERJA :
NO NAMA
JABATAN
JUMLAH
BEBAN
KERJA
JABATAN
PERHITUNGAN
JML
KEBUTUHAN
PEG
JUMLAH
PEG
YANG ADA
+/- EJ PJ KET
1 2 3 4 5 6 7 8 9
JUMLAH
ANALIS,
..
NIP
-
100
Dalam hubungannya dengan penataan kelembagaan, hasil analisis beban kerja dapat
menunjukkan perlu tidaknya pengembangan struktur. Jika beban kerja aktual terlalu berat untuk
dilaksanakan oleh personil yang ada, maka organisasi tersebut dapat menambah personilnya,
sesuai dengan batasan yang berlaku.
Untuk organisasi pengelola PS PLP yang baru dibentuk, maka pertimbangan yang digunakan
dalam merumuskan struktur organisasi terutama adalah rancangan cakupan kewenangan, dan
tugas-fungsi lembaga pengelola (sebagaimana termaktub di dalam Peraturan Daerah yang ada
yang mengatur tentang Organisasi dan Tatakerja Perangkat Daerah). Semakin besar
kewenangan dan semakin berat tugas-fungsinya maka struktur yang hendak disusun sebaiknya
juga semakin lengkap/terperinci. Selain itu perlu diperhatikan juga ragam koordinasi dengan
pihak terkait lainnya. Misalnya, apabila dibutuhkan koordinasi dengan pihak mitra kerja
(swasta), maka di dalam struktur harus jelas penanggung jawab proses koordinasi tersebut.
Contoh lain: bila pilihan bentuk lembaga adalah UPTD yang menerapkan PPK-BLUD, harus
ada di dalam strukturnya kejelasan siapa yang akan melakukan koordinasi dan konsolidasi
perencanaan dan penganggaran dengan SKPD yang memayunginya, mengingat kedua proses
tersebut masih terintegrasi dengan SKPD induk.
Setiap posisi yang disebutkan di dalam struktur perlu mendapatkan kejelasan tugas dan fungsi
dari jabatannya. Untuk bentuk lembaga pengelola yang merupakan bagian dari perangkat
pemerintah daerah (seperti SKPD, UPTD/BLUD), tugas dan fungsi dari penjabat ini kemudian
dirumuskan ke dalam Peraturan Kepala Daerah.
Ragam tugas organisasi PLP yang disebutkan di dalam tabel Tabel 2.4. Kompilasi tugas
organisasi daerah bidang PLP (subbab sebelumnya), dapat dialokasikan/didistribusikan sebagian
kepada posisi jabatan yang ada di dalam struktur organisasi pengelola PS PLP tertentu.
-
101
2.2.3 Penentuan Kebutuhan Pengembangan Organisasi PLP
Tahapan penentuan kebutuhan pengembangan organisasi digambarkan melalui bagan alir
berikut ini.
Gambar 2.15. Alur penataan kelembagaan
Hasil identifikasi awal memastikan apakah perlu dibentuk lembaga baru, atau sebaiknya
memanfaatkan struktur yang sudah ada. Kajian perumusan bentuk lembaga baru maupun
penataan bentuk lembaga pengelola yang sudah ada mengikuti kriteria dan penjelasan pada
subsubbab 2.2.1 sebelum ini. Identifikasi selanjutnya adalah pada aspek struktur organisasinya,
apabila diperlukan, maka perumusan/penataan terkait struktur dilakukan sesuai prinsip yang
telah dijelaskan pada subsubbab 2.2.2.
2.3 Penataan Sumber Daya Manusia (SDM) Organisasi Pengelola
Penataan sistem dan penataan bentuk-struktur lembaga belum cukup untuk bisa memastikan
lembaga pengelola PS PLP bisa menjalankan tugas-fungsinya dengan baik. Penataan ketiga,
yaitu penataan SDM sesungguhnya tidak kalah pentingnya dibanding penataan terdahulu.
Manajemen SDM (MSDM) adalah serangkaian keputusan untuk mengelola hubungan
ketenagakerjaan (calon pegawai, pegawai & pensiunan) secara optimal mulai dari perekrutan,
seleksi, penempatan, pemeliharaan (kompensasi & kesejahteraan) dan pengembangan, (karir,
Identifikasi
Bentuk
Lembaga
Pengelola
yang Ada
Ada
Lembaga
Pengelola
Belum Ada
Lembaga
Pengelola
Kajian Bentuk
Lembaga yang
sesuai
Opsi Bentuk:
Struktur
dalam SKPD
UPTD
PPK-BLUD
BUMD
Kajian
Kesesuaian
Bentuk
Lembaga
Perlu
diubah?
Kriteria:
Kompleksitas
masalah
PSD yang
menjadi
tanggung
jawab
Potensi dan
kapasitas
pendanaan
Kajian
Kecukupan
Struktur
Y
T
Pengurusan
Aspek Legal
Lembaga
Perlu
diubah?
Usulan Bentuk
Lembaga
Usulan
Struktur
Mulai
Selesai
Y
T
-
102
pendidikan & pelatihan) serta pemberhentian, untuk mencapai tujuan organisasi (memelihara
dan meningkatkan performansi)4. Dalam mencapai tujuannya tentu suatu organisasi
memerlukan sumber daya manusia sebagai pengelola sistem, agar sistem ini berjalan, serta
dalam pengelolaanya harus memperhatikan beberapa aspek penting seperti pelatihan,
pengembangan, motivasi dan aspek-aspek lainya.
Hal ini akan menjadikan manajemen sumber daya manusia sebagai salah satu indikator penting
pencapaian tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Sumber daya manusia merupakan asset
organisasi yang sangat vital, karena itu peran dan fungsinya tidak bisa digantikan oleh sumber
daya lainnya. Betapapun modern teknologi yang digunakan, atau seberapa banyak dana yang
disiapkan, namun tanpa sumber daya manusia yang profesional semuanya menjadi tidak
bermakna. Eksistensi sumber daya manusia dalam kondisi lingkungan yang terus berubah tidak
dapat dipungkiri, oleh karena itu dituntut kemampuan beradaptasi yang tinggi agar mereka tidak
tergilas oleh perubahan itu sendiri. Sumber daya manusia dalam organisasi harus senantiasa
berorientasi terhadap visi, misi, tujuan dan sasaran organisasi tempatnya berada. Untuk
mencapai visi, misi, dan tujuan tersebut SDM pengelola harus mempunyai nilai kompetensi.
Kompetensi adalah karakteristik dasar manusia yang dari pengalaman nyata (nampak dari
perilaku) ditemukan mempengaruhi, atau dapat dipergunakan untuk memperkirakan (tingkat)
performansi di tempat kerja atau kemampuan mengatasi persoalan pada suatu situasi tertentu
(Spencer, 1993, hlm.9).
Sumber: Paparan Manajemen SDM Berbasis Kompetensi, Joko Siswanto
Gambar 2.16. Model gunung es dan lingkaran terpusat kompetensi
4 Sumber: Paparan Manajemen SDM Berbasis Kompetensi, Joko Siswanto
Perilaku
Pengetahuan
Keterampilan
Tampak
Tersembunyi
Sikap
Karakter
Motivasi
Bakat
Nilai
Karya
Lingkungan
S
N
K
M B
P
P K
-
103
2.3.1 Aspek-Aspek Pengembangan SDM
Aspek-aspek dalam pengembangan sumber daya manusia melingkupi beberapa hal yang cukup
luas dalam organisasi. Pengembangan sumber daya manusia (human resources development)
merupakan serangkaian aktivitas yang sistematis dan terencana yang dirancang oleh organisasi
untuk memberikan kesempatan kepada anggotanya untuk mempelajari keahlian yang diperlukan
untuk memenuhi persyaratan kerja saat ini dan yang akan datang. Pengembangan sumber daya
manusia tersebut setidak-tidaknya meliputi kepemimpinan transformasional, manajemen
perubahan, motivasi, manajemen waktu, manajemen stres, program pendampingan karyawan,
pembentukan tim, pengembangan organisasi, pengembangan karir, serta pelatihan dan
pengembangan. Aspek-aspek tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan pembelajaran dan
kinerja tempat kerja. Dari sekian banyak aspek pengembangan sumber daya manusia dan
melihat perkembangannya, pengetahuan, sikap dan perilaku, dan kemampuan merupakan satu
aspek yang menempati posisi yang penting.
Pengetahuan merupakan kemampuan serta kesanggupan seseorang untuk dapat melaksanakan
suatu kegiatan atau pekerjaan yang dipercayakan kepadanya. Pengetahuan merupakan bentuk
kesanggupan dan kemampuan seseorang yang dituangkan dalam perilaku dan sifat dalam
melaksanakan tugasnya. Dengan demikian pengetahuan adalah suatu sifat, karakter, dan ciri
seseorang yang diperlihatkan melalui kesanggupannya dalam melaksanakan suatu tugas maupun
kepercayaan yang diberikan kepadanya. Dalam pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan
pembangunan, aparatur dituntut untuk mampu mewujudkan suatu hasil kerja yang optimal dan
mampu membawa dampak positif bagi kemajuan organisasinya. Untuk mampu mewujudkan
tujuan organisasi pemerintahan tersebut, aparatur harus memiliki pengetahuan yang baik,
mengedepankan profesionalisme, memiliki dedikasi, serta disiplin yang tinggi sehingga benar-
benar menyadari pentingnya tugas pokok bagi berlangsungnya penyelenggaraan pemerintahan
negara yang bersih, jujur, transparan, serta penuh tanggung jawab.
Sikap dan perilaku dalam mewujudkan kompetensi aparatur melalui sikap dan perilaku, terdapat
5 (lima) faktor penting yang harus diperhatikan serta dilaksanakan secara berkesinambungan,
yaitu:
a) Reliability; keandalan adalah merupakan kemampuan seseorang untuk memberikan
pelayanan kepada pihak lain dengan tegas, akurat, dan bebas dari kesalahan,
b) Assurance; jaminan berkaitan dengan pengetahuan, kesopanan, dan kemampuan dari
aparatur untuk membangkitkan kepercayaan dan keyakinan dari pihak-pihak yang
dilayani,
c) Tangibles; bukti langsung berkaitan dengan fasilitas fisik, peralatan, dan penampilan
karyawan dan pemberi jasa,
-
104
d) Empathy; empati meliputi perhatian dan kemudahan dalam melakukan hubungan
dengan pihak yang dilayani, memahami kebutuhan para pelanggan dan adanya
kepeduli-an terhadap pelanggan, dan
e) Responsiveness; daya tanggap berkaitan dengan tanggung jawab dan keinginan aparatur
untuk membantu pihak yang dilayani (masyarakat dan klien) apabila menghadapi
berbagai masalah yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan atau tugas pokoknya.
Sikap merupakan suatu cara mereaksi terhadap rangsangan dari luar yang timbul dari
seseorang atau dari lingkungan. Indrawijaya (1996) menegaskan; perilaku atau attitude
adalah sebagai suatu cara bereaksi terhadap suatu rangsangan yang timbul dari seorang
atau dari suatu situasi. Perilaku berkaitan dengan interaksi seseorang dengan orang lain,
atau interaksi yang dilakukan oleh individu dengan individu yang lainnya dalam suatu
lingkungan yang dinampakkan melalui perbuatan.
Dalam aspek skill pengembangan sumber daya manusia setidaknya ada 2 aspek yang perlu
dikembangkan yakni: hard skills (keterampilan teknis dan analitis), soft skills (keterampilan
berinteraksi sosial). Kreativitas juga akan mendorong rasa ingin tahu dan ingin bersaing,
sehingga mereka telah terbiasa dengan persaingan. Hard skills berkaitan dengan kemampuan
atau kompetensi inti dari suatu bidang ilmu. Kemampuan ini banyak diperoleh dari proses
pekerjaan. Kemampuan berupa hard skills lebih mudah dilakukan pengukurannya, karena
memang kemampuan ini sering dijadikan dasar penentuan promosi, mutasi dan demosi pada
suatu organisasi. Contoh dari hard skill ini misalnya electrical engineering, accounting skills,
marketing research.
Soft skills merupakan keterampilan sosiologis yang merujuk pada sekumpulan karakteristik
kepribadian, daya tarik sosial, kemampuan berbahasa, kebiasaan pribadi, kepekaan/kepedulian,
serta optimisme. Soft skills ini melengkapi hard skills, yang bisa dikatakan juga sebagai
persyaratan teknis dari suatu pekerjaan. Soft skills tersebut mencakup (a) kualitas pribadi, seperti
tanggung jawab, kepercayaan diri, kemampuan bersosialisasi, manajemen (pengendalian) diri,
dan integritas atau kejujuran; dan (b) ketrampilan interpersonal, seperti berpartisipasi sebagai
anggota kelompok, mengajar (berbagi pengetahuan) ke orang lain, melayani pelanggan,
kepemimpinan, kemampuan negosiasi, dan bisa bekerja dalam keragaman.
2.3.2 Strategi Pendekatan untuk Pengembangan Sumber Daya Manusia
Perencanaan sumber daya manusia dilakukan untuk menjamin bahwa orang yang tepat dengan
keterampilan tepat tersedia pada waktu yang tepat pula untuk memfasilitasi implementasi
strategi organisasi. Problem yang biasanya muncul adalah jumlah orang yang tepat namun
dengan keterampilan yang kurang layak, atau keterampilan cukup namun jumlah orangnya
kurang, bahkan jumlah orang yang tepat dengan keterampilan cukup namun waktunya salah.
-
105
Prinsip dasar perencanaan SDM yang strategis adalah pengintegrasiannya ke dalam perencanaan
strategis organisasi. Berikut ini adalah model Perencanaan Sumber Daya Manusia.
Pengintegrasian perencanaan SDM ke dalam perencanaan strategis seringkali terlupakan. Untuk
itu ada beberapa hal yang perlu dilakukan:
a. Menelaah tujuan organisasi. Dalam hal apa fungsi SDM berkontribusi terhadap tujuan
dan apakah SDM disebutkan dalam tujuan tersebut.
b. Memasukkan SDM ke dalam proses perencanaan strategis. Membuat guideline
rekrutmen, diklat, pengukuran kinerja, sistem hukuman dan hadiah, penggajian dan
fungsi sumber daya manusia lainnya.
c. Membangun hubungan komunikasi antara perencana strategis dan pelaku MSDM.
Penjelasan atas langkah-langkah yang
terdapat pada gambar di samping adalah
sebagai berikut:
Perencanaan SDM digunakan untuk
memprediksi kebutuhan SDM
berdasarkan tantangan internal dan
eksternal yang mempengaruhi
produktivitas organisasi dalam
menyediakan layanan.
Analisis penyediaan sumber daya
manusia adalah untuk menganalisis
ketersediaan tenaga kerja dalam
organisasi. Analisis ini bisa dilakukan
dengan cara:
Succession Charts yang bisa memperlihatkan kesiapan pegawai untuk dipromosikan;
Skill Inventories untuk mendaftar semua informasi tentang pegawai termasuk latar
belakang pendidikan, diklat, kemampuan bahasa asing, pengalaman kerja, publikasi,
hobi, rencana karier.
Menganalisis tren lingkungan termasuk kebijakan dan regulasi yang akan muncul mengenai
pemerintah daerah yang menciptakan dampak besar terhadap MSDM misalnya restrukturisasi
organisasi yang akan memotong beberapa posisi struktural dan menambah posisi fungsional.
Tren yang lain meliputi bencana yang membutuhkan atensi khusus. Pada dasarnya aspek-aspek
Gambar 2.17. Model perencanaan SDM
-
106
yang mempengaruhi supply dan demand pegawai meliputi informasi dan teknologi, kebijakan
baru dan peraturan pemerintah pusat, bencana dll.
Membandingkan demand dan supply SDM adalah menentukan seberapa baik tenaga kerja yang
ada dibanding dengan kebutuhan SDM di masa datang. Beberapa pemikiran mengenai aksi yang
akan diambil bisa dipersiapkan.
Melakukan penyelarasan kebutuhan dan persediaan SDM yang ada. Kegiatannya berpusat pada
komponen-komponen MSDM seperti:
Perubahan desain pekerjaan dan kelompok kerja akan mengubah supply dan demand
SDM dengan melakukan realokasi tugas kerja
Perubahan seleksi akan mengubah landasan dan acuan promosi, demosi dan
penempatan
Perubahan dalam kompensasi dan benefit
Perubahan dalam program dan tujuan diklat
Program pengembangan organisasi
Mengevaluasi rencana dan hasil SDM untuk menemukan seberapa besar keberhasilan rencana
itu diimplementasikan dan diintegrasikan ke dalam rencana strategis.
2.3.3 Pendekatan Pembelajaran Partisipatif
Pengembangan kapasitas individu terkait dengan pengembangan kapasitas teknis, administrasi,
maupun manajerial dari para aparatur daerah. Kegiatan diklat yang dilakukan untuk para pejabat
eselon serta staf di organisasi pemerintah daerah menggunakan pendekatan participatory
learning and action yang mengaplikasikan pelatihan untuk orang dewasa (andragogi) yang
menitikberatkan pada permasalahan atau gap yang dihadapi (problem or gap centred
orientation). Prinsip-prinsip yang mendasar dari pendekatan ini adalah bahwa:
a. Peserta diklat telah memiliki banyak pengalaman baik berasal dari dunia kerja maupun
pendidikan formal dan non formal sebelumnya. Oleh karena itu, diklat akan lebih
mudah dan kondusif didasarkan kepada apa yang telah mereka miliki.
b. Peserta dapat belajar dengan baik jika mereka terlibat langsung secara partisipatif dalam
seluruh kegiatan melalui latihan, pengalaman lapangan, refleksi atas pengalaman di
lapangan, inisiatif peserta mengenai cara dan isi pelatihan.
c. Tipe-tipe peserta bervariasi dari yang pembelajar aktif yang menikmati diskusi dan
problem solving sedangkan yang lain lebih cenderung suka melakukan perenungan.
Pendekatan-pendekatan Participatory Training menggunakan:
a. Metode kuliah yang menarik dengan meminta peserta untuk bertanya atau
mempresentasikan sesuatu
b. Menstimulasi diskusi di dalam kelas dengan berbagai metode group dynamic dan group
-
107
facilitation
c. Mensimulasi pembelajaran kehidupan nyata melalui latihan maupun studi lapangan
d. Memberikan kesempatan pada peserta untuk mempelajari keterampilan baru dengan
mendesain sesi pelatihan dan membantu mereka melalui on the job training baik
melalui mentoring/tutoring.
Sedangkan peran dan fungsi fasilitator mempersiapkan secara lebih jauh perangkat dan prosedur
yang tepat dan sesuai untuk melibatkan peserta pelatihan menggunakan pendekatan partisipatif
dalam suatu proses pembelajaran yang melibatkan elemen-elemen:
1. Menciptakan dan mengembangkan iklim dan suasana yang mendukung untuk proses
belajar
2. Menciptakan dan mengembangkan kesempatan dan mekanisme untuk menyusun
perencanaan partisipatif dalam proses pembelajaran
3. Mengidentifikasi dan mendiagnosis kebutuhan-kebutuhan belajar
4. Merumuskan tujuan-tujuan program pelatihan yang memenuhi kebutuhan belajar
5. Merencanakan pola pengalaman belajar
6. Melakukan dan menggunakan pengalaman belajar dengan teknik-teknik dan materi
yang memadai. Dalam hal ini dilakukan dengan pendekatan partisipatif melalui siklus
belajar berdasarkan pengalaman (experiential learning cycle)
7. Mengevaluasi hasil belajar dan mendiagnosis kembali kebutuhan-kebutuhan belajar.
3 PENDANAAN DAN PEMBIAYAAN PS PLP
Pelaksanaan otonomi daerah disertai pula oleh adanya perimbangan keuangan antara pusat dan
daerah yang diatur melalui UU Nomor 33 tahun 2004 Perimbangan Keuangan antara Pusat dan
Daerah.
3.1 Aspek fiskal
Peningkatan transfer dari pemerintah pusat ke daerah melalui dana perimbangan menyebabkan
peranan pengelolaan fiskal pemerintah pusat secara umum berkurang. Sebaliknya pengelolaan
fiskal dalam penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab daerah melalui
APBD akan dan telah meningkat. Perubahan peta pengelolaan fiskal ini juga dibarengi dengan
kenyataan bahwa daerah akan mempunyai fleksibilitas yang tinggi, atau bahkan kebebasan
penuh dalam menentukan pemanfaatan sumber-sumber utama pembiayaannya. Perubahan peta
pengelolaan fiskal dari pusat ke daerah ini sering disebut sebagai desentralisasi fiskal.
Dilihat dari sisi pemerintah daerah, terdapat beberapa isu utama desentralisasi fiskal,
diantaranya:
o Kebutuhan Fiskal (fiscal need), dan
o Kapasitas Fiskal (fiscal capacity)
-
108
Keduanya berkaitan dengan upaya mengoptimalkan pendapatan asli daerah (PAD) dan isu
persaingan ekonomi daerah pada era otonomi yang diperkirakan akan menjadi marak.
Kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal ini biasa dibahas dalam penghitungan jumlah transfer dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah (intergovernmental grant transfer). Disini selisih
dari kebutuhan fiskal dikurangi dengan kapasitas fiskal atau fiscal gap menjadi patokan dalam
menentukan besarnya transfer dari pusat. Dalam konteks otonomi daerah, transfer tersebut
disebut Dana Alokasi Umum (DAU).
Selain menyelenggarakan sendiri urusan pemerintahan, pemerintah pusat juga dapat
melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada gubernur selaku wakil pemerintah dalam
rangka dekonsentrasi, dan atau menugaskan sebagian urusan pemerintahan kepada
pemerintahan daerah dan atau pemerintahan desa berdasarkan asas tugas pembantuan5.
Urusan pemerintahan yang penyelenggaraannya ditugaskan kepada pemerintahan daerah
berdasarkan asas tugas pembantuan, secara bertahap dapat diserahkan menjadi urusan
pemerintahan daerah yang bersangkutan apabila pemerintahan daerah telah menunjukkan
kemampuan untuk memenuhi norma, standar, prosedur dan kriteria yang dipersyaratkan.
Penyusunan program dan kegiatan harus memperhatikan kewenangan Pemerintah dan
pemerintah daerah dengan dukungan anggaran yang memadai. Pelimpahan kewenangan dan
sebagian urusan tugas pemerintahan dilaksanakan melalui alokasi dana dekonsentrasi dan tugas
pembantuan, dengan persyaratan sebagai berikut:
1. Eksternal
Harus membawa dampak pada pembangunan (dalam hal ini bidang PLP) yang
diakibatkan dalam penyelenggaraan urusan kepemerintahan tersebut.
2. Akuntabilitas
Tingkat pemerintahan yang paling dekat dengan dampak yang timbul menjadi paling
berwenang untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan tersebut.
3. Efisiensi
Agar penyelenggaraan urusan pemerintahan sedapat mungkin mencapai skala ekonomi.
Karakteristik kegiatan dekonsentrasi dan tugas pembantuan:
a. Dekonsentrasi
Pendanaan dalam rangka dekonsentrasi dilaksanakan untuk kegiatan non-fisik, yaitu
kegiatan yang menghasilkan keluaran (indikator output) yang tidak menambah aset
tetap melainkan merupakan sinkronisasi dan koordinasi perencanaan, fasilitasi,
bimbingan teknis, pelatihan, penyuluhan, supervisi, penelitian dan survei, pembinaan
dan pengawasan, serta pengendalian.
5 Peraturan Pemerintah No.7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan
-
109
Untuk mendukung kegiatan ini maka sebagian kecil dana dekonsentrasi dapat
dialokasikan sebagai dana penunjang untuk pelaksanaan tugas administrasi dan/atau
pengadaan input berupa barang habis pakai dan/atau aset tetap. Penentuan besarnya
dana penunjang harus memperhatikan azas kepatutan, kewajaran, ekonomis, dan efisien
serta disesuaikan dengan karakteristik masing-masing kegiatan pengelolaan PS PLP.
b. Tugas Pembantuan
Pelaksanaan dalam rangka Tugas Pembantuan dialokasikan untuk kegiatan yang
bersifat fisik yaitu kegiatan yang menghasilkan keluaran (indikator output) berupa aset
tetap seperti pengadaan tanah, bangunan, peralatan dan mesin, jalan, irigasi, dan
kegiatan fisik lainnya.seperti pengadaan barang habis pakai seperti pengadaan bibit,
pupuk, bantuan sosial yang diserahkan kepada masyarakat dan pemberdayaan
masyarakat. Untuk mendukung kegiatan ini maka sebagian kecil dana tugas
pembantuan dapat dialokasikan sebagai dana penunjang untuk pelaksanaan tugas
administrasi dan/atau pengadaan input berupa barang habis pakai dan/atau aset tetap.
Penentuan besarnya dana penunjang harus memperhatikan azas kepatutan, kewajaran,
ekonomis, dan efisien serta disesuaikan dengan karakteristik kegiatan masing-masing.
Program dan kegiatan yang akan disusun dalam rangka Dekonsentra