makalah potput

17
Pengantar Pemotongan dan Pemungutan Pajak Untuk Memenuhi Tugas Makalah Mata Kuliah pemotongan dan pemungutan pajak yang Dipandu Oleh Ibu Priandhita Sukowidyowati Asmoro, SE., MSA,AK, Bkp NAMA KELOMPOK: 1. DANIEL AVIANTO KARUNIAWAN 125030405111005 2. RYAN ASTRI KURNIAWAN 125030405111005 3. THEO HANI PRASETYA 125030402111006 4. YUSUF EFENDI 135030407111014 PROGRAM STUDI PERPAJAKAN FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

Upload: huda

Post on 13-Apr-2016

175 views

Category:

Documents


35 download

DESCRIPTION

tentang potong pungut

TRANSCRIPT

Page 1: makalah potput

Pengantar Pemotongan dan Pemungutan Pajak

Untuk Memenuhi Tugas Makalah Mata Kuliah pemotongan dan pemungutan pajak yang Dipandu

Oleh Ibu Priandhita Sukowidyowati Asmoro, SE., MSA,AK, Bkp

NAMA KELOMPOK:

1. DANIEL AVIANTO KARUNIAWAN 125030405111005

2. RYAN ASTRI KURNIAWAN 125030405111005

3. THEO HANI PRASETYA 125030402111006

4. YUSUF EFENDI 135030407111014

PROGRAM STUDI PERPAJAKAN

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

OKTOBER 2015

Page 2: makalah potput

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia-

Nya kepada kita sehingga kami dapat menyelesaikan makalah pemotongan dan pemungutan pajak

yang berjudul “PAJAK PENGASILAN 4(2) ATAS PENERIMAAN HADIAH DAN PAJAK

PENGHASILAN 4(2) ATAS TRANSAKSI SAHAM ” ini dengan lancar.

Makalah pemotongan dan pemungutan pajak mengenai Kelompok dan Tim ini kami susun guna

memenuhi tugas mata kuliah yang diberikan oleh Ibu Priandhita Sukowidyowati Asmoro, SE.,

MSA,AK, Bkp selaku dosen mata kuliah pemotongan dan pemungutan pajak.

Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada dosen mata kuliah pemotongan dan pemungutan pajak

yang telah memberikan pengajaran kepada kami, serta kepada teman-teman yang membantu dalam

penyelesaian makalah ini.

Namun, makalah Pajak Penghasilan tentang pph pasal 4(2) ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh

karena itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan

makalah ini.

Penulis

2015

Page 3: makalah potput

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan adalah suatu mekanisme yang memberikan

penugasan dan tanggungjawab kepada pihak ketiga untuk melakukan pemotongan atau pemungutan

atas pajak penghasilan yang terutang pada suatu transaksi yang dikenakan pajak. Keunggulan dalam

mekanisme pemotongan dan pemungutan pajak adalah waktu yang tepat dalam pemungutan pajak.

Dalam mekanisme witholding tax, pajak dipotong atau dipungut ketika penghasilan diterima oleh

subjek pajak. Prinsip "pay as your earn" pajak dikenakan ketika penghasilan tersebut diterima atau

diperoleh.

Kontribusi penerimaan pajak dari mekanisme pemotongan dan pemungutan terhadap penerimaan

pajak penghasilan cukup signifikan, mencapai kisaran 50% dari penerimaan PPh Secara keseluruhan.

Penerimaan tersebut dikontribusikan dari penerimaan PPh Pasal 21, PPh Pasal 22 , PPh, Pasal 23 PPh

Pasal 26 dan Penerimaan PPh Final.

Pelaksanaannya mekanisme witholding tax system, melibatkan pihak ketiga yang ditunjuk sebagai

pemotong dan pemungut pajak. Pihak ketiga yang ditunjuk diberikan kewajiban untuk melakukan

pemotongan pajak yang terutang disebut sebagai pemotong pajak. Pihak ketiga yang ditunjuk dan

diberi kewajiban untuk melakukan pemungutan pajak disebut sebagai pemungut pajak. Pemotong dan

pemungut pajak termasuk sebagai wajib pajak sebagaimana diatur dalam Undang-undang Ketentuan

Umum dan Tatacara Perpajakan, bahwa:

Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan

pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan.

Pemotong dan pemungut pajak bukanlah subjek pajak, namun diberi tanggungjawab untuk

memotong, memungut dan menyetorkan serta melaporkan pemotongan dan pemungutan pajak yang

dilakukannya. Yang menjadi Subjek Pajak adalah penerima penghasilan, dan objek pajaknya adalah

penghasilan yang diterima dan atau diperoleh. Tanggung jawab pelaksanaan mekanisme witholding

tax system, diberikan oleh undang-undang kepada pemotong dan pemungut pajak sehingga terdapat

sanksi-sanksi perpajakan tidak terdapat ketidakpatuhan atau penyalahgunaan dalam menjalankan

kewajiban sebagai pemotong atau pemungut pajak.

Page 4: makalah potput

Dalam sistem perpajakan self assessment, pemotong dan pemungut pajak pajak diberikepercayaan

untuk menghitung, menmotong dan memungut, menyetorkan dan melaporkan sendiri pajak yang

terutang. Mengingat fungsi yang strategis dari PPh Pemotongan dan pemungutan ini maka diperlukan

penguasaan yang cukup oleh para aparat perpajakan agar bisa melaksanakan tugas dalam melakukan

pelayanan, pembinaan dan pengawasan kepada wajib pajak terkait dengan pemotongan dan

pemungutan pajak penghasilan.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. pengertian pemotongan dan pemungutan pajak?

2. jenis pemotongan dan pemungutan pajak?

3. kewajiban mendaftarkan diri pemotong dan pemungut pajak?

4. bagaimana sanksi perpajakan yang berlaku?

1.3 TUJUAN

1. mengetahui pengertian pemotongan dan pemungutan pajak

2. mengetahui jenis pemotongan dan pemungutan pajak

3. mengetahui kewajiban mendaftarkan diri sebagai pemotong dan pemungut pajak

4. mengetahui sanksi perpajakan yang berlaku atas pemotongan dan pemungutan pajak

Page 5: makalah potput

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian pemotongan dan pemungutan pajak

Pemotongan dan pemungutan pajak dilakukan pada suatu saat dimana pajak dinyatakan terutang. Saat

yang tepat untuk melakukan pemotongan atau pemungutan pajak adalah pada saat pendapatan

tersebut diterima atau diperoleh. Secara umum Pajak Penghasilan terutang pada suatu tahun pajak,

sehingga jumlah penghasilan yang terakumulasi pada suatu tahun pajak merupakan dasar untuk

menghitung pajak penghasilan yang terutang. Dengan ditetapkannya pajak terutang pada suatu saat

yaitu pada saat dianggap berpotensi timbulnya penghasilan, maka sistem witholding ini akan

memaksa wajib pajak melakukan penyetoran pajak tanpa menunggu perhitungan hingga akhir tahun

pajak.

Dari sisi pemerintah, hal ini akan membantu menjaga cashflow keuangan pemerintah, tanpa harus

menunggu pada akhir tahun pajak. Mengingat kebutuhan pembiayaan pemerintah juga berlangsung

selama tahun berjalan. Mekanisme witholding system ini sangat diperlukan untuk memenuhi

kebutuhan pembiayaan dalam tahun berjalan.

Dari sisi subjek pajak, witholding system memaksa subjek pajak untuk melakukan penyetoran pajak

tanpa menunggu perhitungan pada akhir tahun pajak. Pajak-pajak yang telah dipotong atau dipungut

dapat diperhitungkan dengan pajak penghasilan pada akhir tahun pajak, kecuali jika pemotongan dan

pemungutannya bersifat final. Cashflow wajib pajak akan terpakai sebelum jumlah pajak terutang

pada akhir tahun pajak diketahui. Bahkan akibat pemotongan dan pemungutan pajak dapat terjadi

lebih bayar apabila jumlah pajak terutang pada akhir tahun pajak lebih kecil dari jumlah yang dibayar

dan dipotong atau dipungut pihak lain.

Wajib pajak pemotong dan pemungut, relatif tidak terlalu terganggu secara cashflow, bahkan ada

kemungkinan wajib pajak pemotong dan pemungut diuntungkan secara cashflow, karena perbedaan

waktu antara saat terutang pajak, saat dilakukan pemotongan atau pemungutan dan saat penyetoran

pajak terutang adalah berbeda. Selisih jangka waktu ini tidak membebani karena biasanya pajak

terutang dipotong atau dipungut terlebih dahulu, baru kemudian pada saat yang ditentukan disetorkan

ke kas negara.

Witholding tax system akan membawa kemudahan bagi administrasi perpajakan pihak otoritas

perpajakan. Dengan adanya Witholding tax system maka tugas administrasi pengawasan yang

seharusnya dilakukan kepada para subjek pajak penerima penghasilan, maka cukup dilakukan

Page 6: makalah potput

pengawasan kepada wajib pajak yang ditunjuk sebagai witholder atau pemotong/pemungut pajak.

Misalnya dalam hal pemotongan PPh Pasal 21 akan lebih mudah melakukan administrasi pengawasan

kepada pemberi kerja dibandingkan dengan mengawasi pelaksanaan kewajiban perpajakan para

karyawan penerima penghasilan. Contoh lain dalam hal pembagian dividen, mengawasi Wajib Pajak

yang melakukan pemotongan pajak atas dividen akan lebih sederhana dan mudah dibandingkan

dengan mengawasi pelaksanaan kewajiban perpajakan para penerima dividen, yang mungkin

berjumlah sangat banyak.

Namun demikian kemudahan dan kesederhanaan bagi otoritas perpajakan akan menjadi beban

tambahan bagi wajib pajak yang ditunjuk sebagai pemotong atau pemungut pajak. Beban bagi wajib

pajak bukan hanya beban administrasi, melainkan juga beban biaya dan risiko hukum yang mungkin

timbul akibat kewajiban pemotongan dan pemungutan pajak. Beban administrasi timbul karena wajib

pajak pemotong dan pemungut pajak berkewajiban melakukan pembukuan atas pemotongan dan

pemungutan, membuat bukti potong, melakukan perhitungan pajak terutang, melakukan pemotongan

dan melakukan penyetoran, serta membuat Surat Pemberitahuan (SPT) dan melaporkan ke KPP

tempat Wajib Pajak terdaftar.

Bagi Subjek pajak yang dipotong pajak, witholding system memudahkan secara administrasi. Beban

administrasi sebagian telah diambil alih oleh Wajib Pajak Pemotong atau Pemungut Pajak. Subjek

pajak memperhitungkan pajak yang telah dipotong dan dipungut oleh pemotong atau pemungut pajak

dalam SPT Tahunan.

Risiko hukum bagi wajib pajak pemotong atau pemungut pajak dapat timbul jika terjadi kesalahan

dalam pelaksanaan kewajiban pemotongan atau pemungutan, baik karena kealphaan atau

ketidaksengajaan maupun kesengajaan atau karena sebab lainnya. Sanksi perpajakan dapat berupa

sanksi administrasi atau sanksi pidana perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku.

2.2 jenis pemotongan dan pemungutan pajak

Sesuai Siklus Hak dan Kewajiban Wajib Pajak (WP), maka selain pembayaran bulanan yang

dilakukan sendiri, ada pembayaran bulanan yang dilakukan dengan mekanisme

pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga. Dalam mekanisme ini, pihak ketiga

ditunjuk berdasarkan ketentuan perpajakan untuk memotong/memungut pajak dan

menyetorkannya ke kas Negara.

Jenis-jenis pemotongan/pemungutan pajak di Indonesia meliputi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal

21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 ayat 2, PPh Pasal 15.

Pemotongan/pemungutan atas jenis-jenis pajak tersebut dinamakan withholding tax system. Selain

Page 7: makalah potput

jenis-jenis pajak tersebut, sistem perpajakan di Indonesia mengenal pemungutan Pajak

Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Meski tidak

termasuk dalam skenario withholding tax system, namun pemungutan PPN dan PPnBM harus

diperhatikan kewajibannya karena terkait dengan kewajiban perpajakan pihak ketiga.

Pertama, pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan kepada WP orang

pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan. Misalnya

pembayaran gaji yang diterima oleh pegawai dipotong oleh perusahaan pemberi kerja. WP

berbentuk badan ditunjuk oleh UU Perpajakan sebagai pemotong PPh Pasal 21 atas penghasilan

yang dibayarkan kepada karyawannya maupun yang bukan karyawannya. WP orang pribadi dapat

juga ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 21 sepanjang ada penunjukannya dari KPP tempat WP

orang pribadi terdaftar.

Kedua, pemungutan PPh Pasal 22 dilakukan oleh pihak tertentu yang ditunjuk oleh Menteri

Keuangan sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang (seperti penyerahan barang

oleh rekanan kepada bendaharawan pemerintah), impor barang dan kegiatan usaha di bidang-

bidang tertentu serta penjualan barang yang tergolong sangat mewah. Pemungutan PPh Pasal 22

meliputi pemungutan atas: (1) pembelian barang oleh instansi Pemerintah; (2) ;kegiatan impor

barang; (3) produksi barang-barang tertentu misalnya produksi baja, kertas, rokok, dan otomotif;

(4) pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau

eksportir di bidang perhutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan dari pedagang pengumpul;

(5) Pemungutan PPh atas penjualan atas barang yang tergolong mewah. WP dapat ditunjuk

sebagai pemungut PPh Pasal 22 atau dapat juga sekaligus sebagai pihak yang dipungut PPh Pasal

22.

Ketiga, pemotongan PPh Pasal 23 dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan dengan

pembayaran berupa dividen, bunga, royalty, sewa, dan jasa kepada WP badan dalam negeri, dan

BUT. WP badan ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 23, sedangkan WP orang pribadi tidak

ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 23. Demikian sebaliknya, apabila WP menerima penghasilan

yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23 dan pemberi penghasilan (pemberi kerja) juga

merupakan pemotong PPh Pasal 23, maka atas penghasilan yang diterima akan dipotong PPh

Pasal 23 oleh si pihak pemotong tersebut.

Keempat, pemotongan PPh Pasal 26 dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan

dengan pembayaran berupa dividen, bunga, royalty, hadiah dan penghasilan lainnya kepada WP

luar negeri. WP baik orang pribadi maupun badan ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 26 atau

sesuai dengan ketentuan Tax Treaty.

Kelima, pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2) dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan

sehubungan dengan pembayaran untuk objek tertentu seperti sewa tanah dan/atau bangunan, jasa

Page 8: makalah potput

konstruksi, pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan lainnya. Yang dimaksud final disini

bahwa pajak yang dipotong, dipungut oleh pihak pemberi penghasilan atau dibayar sendiri oleh

pihak penerima penghasilan, penghitungan pajaknya sudah selesai dan tidak dapat dikreditkan

lagi dalam penghitungan PPh pada SPT Tahunan. ;WP badan ditunjuk untuk memotong PPh Pasal

4 ayat (2), sedangkan WP orang pribadi tidak ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 4 ayat (2).

Demikian sebaliknya, apabila WP menerima penghasilan yang merupakan objek pemotongan PPh

Pasal 4 ayat (2) dan pemberi penghasilan (pemberi kerja) juga merupakan pemotong PPh Pasal 4

ayat (2), maka atas penghasilan yang diterima akan dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) oleh si pihak

pemotong tersebut. Namun, apabila Wajib Pajak menerima penghasilan yang merupakan objek

PPh Pasal 4 ayat (2) dan pihak pemberi penghasilan adalah orang pribadi (bukan pemotong),

maka Wajib Pajak tersebut wajib menyetor sendiri PPh Pasal 4 ayat (2) tersebut, misalnya dalam

transaksi sewa atau penjualan property tanah dan/atau bangunan.

Keenam, pemotongan PPh Pasal 15 adalah pemotongan Pajak penghasilan yang dilakukan oleh

pihak pemberi penghasilan kepada Wajib Pajak tertentu yang menggunakan norma penghitungan

khusus. Wajib Pajak tertentu tersebut adalah perusahaan pelayaran atau penerbangan

international, perusahaan asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas

bumi, perusahaan dagang asing, perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun guna

serah. Wajib Pajak badan ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 15, sedangkan Wajib Pajak orang

pribadi tidak ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 15. Demikian sebaliknya, apabila Wajib Pajak

menerima penghasilan yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 15 dan pemberi penghasilan

(pemberi kerja) juga merupakan pemotong PPh Pasal 15, maka atas penghasilan yang diterima

akan dipotong PPh Pasal 15 oleh pemotong. Namun, apabila Wajib Pajak menerima penghasilan

yang merupakan objek PPh Pasal 15 dan pihak pemberi penghasilan adalah orang pribadi (bukan

pemotong), maka Wajib Pajak tersebut wajib menyetor sendiri PPh Pasal 15 tersebut.

Dan terakhir atau ketujuh, pemungutan PPN dan PPnBM dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak

(PKP) atau pemungut yang ditunjuk (misalnya Bendahara Pemerintah) atas penyerahan barang

dan/atau jasa kena pajak. PKP yang ditunjuk untuk memungut PPN dan PPnBM adalah

pengusaha yang memiliki peredaran bruto (omzet) melebih Rp600.000.000,00 setahun atau

pengusaha yang memilih sendiri untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Wajib Pajak

baik orang pribadi maupun badan yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, wajib

memungut PPN dan juga PPnBM (bila barangnya yang diserahkan tergolong mewah) dari

pembeli atau pemakai jasanya.

Page 9: makalah potput

2.3 Kewajiban mendaftarkan diri sebagai pemotong dan pemungut pajak

Bendahara pemerintah yang mengelola dana yang bersumber dari APBN atau APBD wajib

mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang merupakan

identitas bendahara sebagai Wajib Pajak dalam melaksanakan pemotongan/pemungutan,

penyetoran, dan pelaporan PPh dan/atau PPN hal ini meliputi:

1. Tempat Pendaftaran

Bendahara pemerintah wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di wilayah kerja

yang sesuai dengan tempat kedudukan unit kerja.

2. Tata Cara Pendaftaran

a. mengisi formulir pendaftaran Wajib Pajak untuk Wajib Pajak bendahara yang tersedia di KPP

dengan melampirkan fotokopi surat penunjukan sebagai bendahara dan Kartu Tanda Penduduk

bendahara tersebut;

b. KPP menerbitkan NPWP yang terdiri dari 15 digit dan Surat Keterangan Terdaftar paling lama

1 (satu) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap;

c. NPWP akan diterbitkan oleh KPP dengan nama bendahara unit/satuan kerja.

2.4 sanksi perpajakan yang berlaku

1. PASAL 7 UU KUP

- Apabila surat pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang sebagaimana dimaksud

dalam pasal 3(3) dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar

1. Rp 500.000 untuk surat pemberitahuan masa pajak pertambahan nilai

2. Rp1000.000 untuk surat pemberitahuan masa pajak lainnya

2. PASAL 14 UU KUP

A Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak membuat

faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu;

B. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak mengisi faktur pajak

secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak

Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, selain:

1. identitas pembeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b undang-Undang Pajak

Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya;atau

Page 10: makalah potput

2.identitas pembeli serta nama dan tandatangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5)

huruf b dan huruf g Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, dalam

hal penyerahan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran;

C. Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak;

Wajib menyetor pajak yang terutang,

Dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.

(Ditagih dengan STP)

3. PASAL 13 (5) UU PPN

Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak

dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:

a. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau

Jasa Kena Pajak;

b. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa

Kena Pajak;

c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;

d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;

e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;

f. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan

g. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak

4. PASAL 14 UU KUP

Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6a) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984

dan perubahannya. dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan

dari jumlah pajak yang ditagih kembali, dihitung dari tanggal penerbitan Surat Keputusan

Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak sampai dengan tanggal penerbitan Surat Tagihan

Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. (Ditagih dengan STP).

5. PASAL 13 UU KUP

Page 11: makalah potput

Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak,

bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat

Ketetapan Pajak Kurang Bayar, sanksi bunga:

1 .apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau

kurang dibayar;

2.apabila kepada Wajib Pajak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan.

Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ditambah

dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan paling lama 24 (dua

puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian

Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang

Bayar.

6. PASAL 13 UU KUP

Sanksi Kenaikan

a. apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada

waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran;

b.apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai Pajak Pertambahan

Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan

selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0% (nol persen);

Jumlah pajak dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ditambah dengan sanksi

administrasi berupa kenaikan sebesar :

a. 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam satu

Tahun Pajak;

b. 100% (seratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau

kurang dipungut, tidak atau kurang disetor, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau

kurang disetor; atau

c. 100% (seratus persen) dari Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan

Atas Barang Mewah yang tidak atau kurang dibayar.

Page 12: makalah potput

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sistem Pemotongan dan Pemungutan PPh (witholding tax system) di Indonesia, diterapkan sangat

luas tanpa batasan-batasan yang jelas yang dapat diterapkan hampir di semua jenis penghasilan dan

usaha. Keunggulan dari sistem ini terletak pada efisiensi dari segi administrasi dan biaya pemungutan,

walaupun menimbulkan beban bagi wajib pajak yang ditunjuk sebagai pemotong atau pemungut

pajak. Witholding tax system dapat diterapkan baiuk bagi tansaksi yang berpotensi menimbulkan

penghasilan yang bersifat domestik dan transaksi-transaksi yang berpotensi menimbulkan penghasilan

yang bersifat internasional.