makalah perkembangan ushul fiqh dari masa ke masa
DESCRIPTION
ACACTRANSCRIPT
MAKALAH PERKEMBANGAN USHUL FIQH DARI MASA KE MASA
BAB I
PENDAHULUAN
1. Pendahuluan
Sebagaimana ilmu keagamaan lain dalam Islam, ilmu ushul fiqih tumbuh dan
berkembang dengan tetap berpijak pada Al-Quran dan Sunnah, ushul fiqih tidak
timbul dengan sendirinya, tetapi benih-benihnya sudah ada sejak zaman Rosulullah
dan sahabat. Masalah utama yang menjadi bagian ushul fiqih, seperti ijtihad, qiyas,
nasakh, dan takhsis sudah ada pada zaman Rosulullah sahabat. Dan di masa
Rasulullah saw, umat Islam tidak memerlukan kaidah-kaidah tertentu dalam
memahami hukum-hukum syar’i, semua permasalahan dapat langsung merujuk
kepada Rasulullah saw lewat penjelasan beliau mengenai Al-Qur’an, atau melalui
sunnah beliau saw.
Pada masa tabi’in cara mengistinbath hukum semakin berkembang. Di antara
mereka ada yang menempuh metode maslalah atau metode qiyas di samping
berpegang pula pada fatwa sahabat sebelumnya. Pada nmasa tabi’in inilah mulai
tampak perbedaan-perbedaan mengenai hukum sebagai konskuensi logis dari
perbedaan metode yang digunakan oleh para ulama ketika itu. ( Abu Zahro : 12 ).
Corak perbedaan pemahaman lebih jelas lagi pada masa sesudah tabi’in atau
pada masa Al- Aimmat Al- Mujtahidin. Sejalan dengan itu, kaidah-kaidah istinbath
yang digunakan juga semakin jelas bentuknya bentuknya. Abu Hanifah misalnya
menempuh metode qiyas dan istihsan. Sementara Imam Malik berpegang pada
amalan mereka lebih dapat dipercaya dari pada hadis ahad (Abu Zahro: 12).
Apa yang dikemukakan diatas menunjukkan bahwa sejak zaman Rasulullah
saw., sahabat, tabi’in dan sesudahnya, pemikiran hukum Islam mengalami
perkembangan. Namun demikian, corak atau metode pemikiran belum terbukukan
dalam tulisan yang sistematis. Dengan kata lain, belum terbentuk sebagai suatu
disiplin ilmu tersendiri.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Ushul Fiqh Pada Masa Rasulullah SAW.
Periode ini berlangsung relative singkat tidak lebih dari 22 tahun beberapa
bulan. Namun pengaruhnya sangat besar dan penting, karena telah mewariskan
beberapa ketetapan hokum dalam al-quran dan sunnah, dan sejumlah dasar-dasar
pokok tasyri’ secara menyeluruh. Dan telah memberikan petunjuk dan pedoman
tentang sumber-sumber dan dalil-dalil yang dipergunakan dalam rangka untuk
mengetahui suatu hokum dari persoalan yang belum ada ketetapan hukumnya.
Dengan demikian, periode ini telah mewariskan dasar-dasar pembentukan hokum
secara sempurna.
Pada periode Rasulullah SAW. Terdiri dari 2 fase yang masing-masing
mempunyai corak dan karakteristik tersendiri, yaitu:
Fase Makkiyah
Fase Makkiyah, ialah sejak Rasulullah SAW. masih menetap di Makkah
selama 12 tahun beberapa bulan, sejak beliau dilantik menjadi Rasul hingga hijrah ke
Madinah. Pada fase ini umat islam keadaannya masih terisolir, masih sedikit
kuantitasnya dan kapasitasnya masih lemas, belum bisa membentuk komunitas umat
yang mempunyai lembaga pemerintahan yang kuat. Oleh karena itu, perhatian
Rasulullah SAW. pada fase ini dicurahkan kepada aktivitas penyebaran dakwah
dalam rangka proyek penanaman tauhid kepada Allah dan meninggalkan praktek-
praktek penyembahan berhala dan patung-patung. Di samping itu beliau tetap
berusaha mewaspadai orang-orang yang selalu berusaha menghalangi jalannya
dakwah dan memperdaya orang-orang yang beriman dengan berbagai macam tipu
daya. Dengan situasi dan kondisi seperti ini, maka pada fase ini belum ada
kesempatan membentuk perundang undangan, tata pemerintahan, perdagangan dan
lain-lain.
Oleh karena itu, pada surat-surat Makkiyah al-quran seperti surat Yunus, Al-
Ra’ad, Al-Furqon, Yasin, Al-Hadid, dan lain-lain tidak terdapat ayat-ayat yang
membahas tentang hukum-hukum actual (amaliah). Akan tetapi, justru yang banyak
pembahasannya adalah seputar persoalan-persoalan doktrin teologi dan aqidah,
akhlak, dan ibarat keteladanan dari proses-proses perjalanan hidup umat-umat
terdahulu.
Fase Madaniyah
Fase Madaniyah ialah sejak Rasulullah SAW. hijrah dari Mekah ke Madinah
hingga wafatnya tahun 11 H/632 M, yakni sekitar 10 tahun lamanya. Pada fase
Madaniyah ini Islam sudah kuat, kuantitas umat Islam sudah banyak dan telah
mempunyai tata pemerintahan tersendiri sehingga media-media dakwah berlangsung
dengan aman dan damai.
B. Perkembangan Ushul Fiqh Pada Masa Sahabat
Periode sahabat dimulai sejak wafatnya Rasulullah SAW. 11 H (632 M) dan
berakhir pada akhir abad 1 H. periode ini disebut periode sahabat sebab kekuasaan
perundang-undangan dimotori oleh para tokoh sahabat. Di antaranya ada ahabat yang
hidup sampai akhir abad 1 H seperti Anas bin Malik, wafat tahun 93 H (714 M).
periode ini adalah periode interpretasi terhadap undang-undang (tasyri’) dan
terbukanya pintu-pintu pengkajian hukum terhadap peristiwa yang tidak ada
ketetapan hukumnya secara jelas. Dan tokoh-tokoh sahabat memunculkan banyak
persepsi dalam menginterpretasi teks-teks hukum dalam al-Quran dan sunnah yang
merupakan bahan referensi pandangan yuridis bagi penafsiran.
Memang, semenjak masa sahabat telah timbul persoalan-persoalan baru yang
menuntut ketetapan hukumnya. Untuk itu para sahabat berijtihad, mencari ketetapan
hukumnya. Setelah wafat Rasulullah SAW sudah barang tentu berlakunya hasil
ijtihad para sahabat pada masa ini, tidak lagi disahkan oleh Rasulullah SAW,
sehingga dengan demikian semenjak masa sahabat ijtihad sudah merupakan sumber
hukum.
C. Pembukuan Ushul Fiqh
Salah satu yang mendorong diperlukannya pembukuan ushul fiqih adalah
perkembangan wilayah Islam yang semakin luas, sehingga tidak jarang menyebabkan
timbulnya berbagai persoalan yang belum diketahui kedudukan hukumnya. Untuk itu,
para ulama Islam sangat membutuhkan kaidah-kaidah hukum yang sudah dibukukan
untuk dijadikan rujukan dalam menggali dan menetapkan hukum.
Sebenarnya,jauh sebelum dibukukannya ushul fiqih, ulama-ulama terdahulu
telah membuat teori-teori ushul yang dipegang oleh para pengikutnya masing-masing.
tak heran jika pengikut para ulama tersebut mengklaim bahwa gurunyalah yang
pertama menyusun kaidah-kaidah ushul fiqih.
Golongan Hanafiyah misalnya mengklaim bahwa yang pertama menyusun ilmu
Ushul Fiqih ialah Abu Hanifah, Abu Yusuf Dan Ibnu Ali-Al Hasan. Alasan mereka
bahwa Abu Hanifah merupakan orang yang pertama menjelaskan metode istinbath
dalam kitabnyanya Ar-Ra'yu. Dan Abu Yusuf Abu Yusuf adalah orang yang pertama
menyusun ushul fiqh dalam madzhab hanafi, demikian pula Muhammad Ibnu Al-
Hasan telah menyusun ushul fiqh sebelum As-Syafi'ie, bahkan As-Syafi'i berguru
kepadanya.
D. Tahapan Perkembangan Ushul Fiqih
Secara garis besarnya, ushul fiqh dapat di bagi dalam tiga tahapan yaitu:
1. Tahap awal (abad 3H)
pada abad 3 H di bawah pemerintahan Abassiyah wilayah Islam semakin
meluas kebagian timur.khalifah-khalifah yang berkuasa dalam abad ini adalah : Al-
Ma'mun(w.218H), Al-Mu'tashim(w.227H), Al Wasiq(w.232H), dan Al-
Mutawakil(w.247H) pada masa mereka inilah terjadi suatu kebangkitan ilmiah
dikalangan Islam yang dimulai dari kekhalifahan Arrasyid. salah satu hasil dari
kebangkitan berfikir dan semangat keilmuan Islam ketika itu adalah berkembangnya
bidang fiqh yang pada giliranya mendorong untuk disusunya metode berfikir fiqih
yang disebut ushul fiqh.
Seperti telah dikemukakan, kitab ushul fiqh yang pertama-tama tersusun seara
utuh dan terpisah dari kitab-kitab fiqh ialah Ar-Risalah karangan As-Syafi'i. kitab ini
dinilai oleh para ulama sebagai kitab yang bertnilai tinggi. Ar-Razi berkata
"kedudukan As-Syafi'i dalam ushul fiqh setingkat dengan kedudukan Aristo dalam
ilmu Manthiq dan kedudukan Al-Khalil Ibnu Ahmad dalam ilmu Ar-rud".
2. Tahap perkembangan (abad 4 H)
Pada masa ini abad(4H) merupakan abad permulaan kelemahan Dinasty
abaSsiyah dalam bidang politik. Dinasty Abasiyah terpecah menjadi daulah-daulah
kecil yang masing-masing dipimpin oleh seorang sultan. Namun demikian tidak
berpengaruh terhadap perkembangan semangat keilmuan dikalangan para ulama
ketika itu karena masing-masing penguasa daulah itu berusaha memajukan negrinya
dengan memperbanyak kaum intelektual.
3. Tahap penyempurnaan ( 5-6 H )
kelemahan politik di Baghdad, yang ditandai dengan lahirnya beberapa daulah
kecil, membawa arti bagi perkembanangan peradaban dunia Islam. Peradaban Islam
tak lagi berpusat di Baghdad, tetapi juga di kota-kota seperti Cairo, Bukhara,
Ghaznah, dan Markusy. Hal itu disebabkan adanya perhatian besar dari para sultan,
raja-raja penguasa daulah-daulah kecil itu terhadap perkembangan ilmu dan
peradaban.
Hingga berdampak pada kemajuan dibidang ilmu ushul fiqih yang
menyebabkan sebagian ulama memberikan perhatian khusus untuk mndalaminya,
antara lain Al-Baqilani, Al-Qhandi, abd. Al-jabar, abd. Wahab Al-Baghdadi, Abu
Zayd Ad Dabusy, Abu Husain Al Bashri, Imam Al-Haramain, Abd. Malik Al-Juwani,
Abu Humaid Al Ghazali dan lain-lain. Mereka adalah pelopor keilmuan Islam di
zaman itu. Para pengkaji ilmu keislaman di kemudian hari mengikuti metode dan
jejak mereka, untuk mewujudkan aktivitas ilmu ushul fiqih yang tidak ada
bandinganya dalam penulisan dan pengkajian keislaman , itulah sebabnya pada
zaman itu, generasi Islam pada kemudian hri senantiasa menunjukan minatnya pada
produk-produk ushul fiqih dan menjadikanya sebagi sumber pemikiran.
Dalam sejarah pekembangan ilmu ushul fiqih pada abad 5 H dan 6 H ini
merupakan periode penulisan ushul fiqih terpesat yang diantaranya terdapat kitab-
kitab yang mnjadi kitab standar dalam pengkajian ilmu ushul fiqih slanjutnya.
Kitab-kitab ushul fiqih yang ditulis pada zaman ini, disamping mencerminkan
adanya kitab ushul fiqih bagi masing-masing madzhabnya, juga menunjukan adanya
alioran ushul fiqih, yakni aliran hanafiah yang dikenal dengan alira fuqoha, dan aliran
Mutakalimin.
BAB III
KESIMPULAN
Dari penjelasan-penjelsan di atas dapat disimpulkan
1. Apa yang dikemukakan diatas menunjukkan bahwa sejak zaman Rasulullah
saw., sahabat dan sesudahnya, pemikiran hukum Islam mengalami
perkembangan. Namun demikian, corak atau metode pemikiran belum
terbukukan dalam tulisan yang sistematis. Dengan kata lain, belum terbentuk
sebagai suatu disiplin ilmu tersendiri
2. Karena timbulnya berbagai persoalan yang belum diketahui hukumnya. Untuk
itu, para ulama Islam sangat membutuhkan kaidah-kaidah hukum yang sudah
dibukukan untuk dijadikan rujukan dalam menggali dan menetapkan hukum
maka disusunlah kitab ushul fiqih .
3. Bahwa kegiatan ulama dalam penulisan ushul fiqih merupakan salah satu
upaya dalam menjaga keasrian hukum syara. Dan menjabarkanya kehidupan
social yang berubah-ubah itu, kegiatan tersebut dimuali pada abad ketiga
hijriyah. ushul fiqih terus berkembang menuju kesempurnaanya hingga abad
kelima dan awal abad 6 H abad tersebut merupakan abad keemasan penulisan
ilmu ushul fiqh karena banyak ulama yang memusatkan perhatiannya pada
bidang ushul fiqih dan juga muncul kitab-kitab fiqih yang menjadi standar dan
rujukan untuk ushul fiqih selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Khallaf, Abdul, Wahab. Sejarah Pembentukn dan Perkembangan Hukum
Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2001
Rahmat, Syafi’i, Ilmu Ushul Fiqih, cv pustaka setia bandung, 2007
Hasim Kamali, Muhammad, Prinsip Dan Teori-Teori Hukum Islam, Pustaka
Pelajar Offset, 1996
‘Ilm Ushul al-Fiqh, karya Syaikh ‘Abdul Wahhab Khallaf, Penerbit
Maktabah ad-Da’wah al-Islamiyah, Syabab al-Azhar (ebook)