makalah pentingnya lab sains_pipit
TRANSCRIPT
PENTINGNYA LABORATORIUM PENDIDIKAN SAINS
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Manajement Laboratorium
yang dibina oleh Drs.Kadim Masjkur, M.Pd
Oleh
Pipit Yogantari 100321400858
Ayu Surya Agustin 100321400869
Sakhinatul Muhima 100321406338
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
JURUSAN FISIKA
FEBRUARI 2013
Laboratorium merupakan salah satu sarana penunjang proses pembelajaran, khususnya mata pelajaran Sains/IPA (Fisika, Kimia, Biologi) laboratorium menjadi sangat penting. Dalam tulisan ini, kami akan membahas pentingnya laboratorium IPA (Sains) dipandang dari 3 aspek.
1. Tuntutan Kurikulum Pendidikan Sains
Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) guru fisika sangat dituntut dalam kreatifitas membuat alat-alat sederhana yang mampu menjelaskan teori dan konsep fisika, sesuai dengan peralatan yang ada dan kondisi daerahnya agar tervisualisasi sehingga mudah dipahami dan dimengerti siswanya. Untuk itu peranan laboratorium fisika menjadi sangat penting, karena laboratorium merupakan pusat proses belajar mengajar untuk mengadakan percobaan, penyelidikan atau penelitian (Ar1, 2007).
Adapun peranan laboratorium sekolah antara lain :
1. Laboratorium sekolah sebagai tempat timbulnya berbagai masalah sekaligus sebagai tempat untuk memecahkan masalah tersebut.
2. Laboratorium sekolah sebagai tempat untuk melatih keterampilan serta kebiasaan menemukan suatu masalah dan sikap teliti.
3. Laboratorium sekolah sebagai tempat yang dapat mendorong semangat peserta didik untuk memperdalam pengertian dari suatu fakta yang diselidiki atau diamatinya.
4. Laboratorium sekolah berfungsi pula sebagai tempat untuk melatih peserta didik bersikap cermat, bersikap sabar dan jujur, serta berpikir kritis dan cekatan.
5. Laboratorium sebagai tempat bagi para peserta didik untuk mengembangkan ilmu pengetahuannya (Emha, 2002).
Sedangkan menurut (Rustaman, 1995) peranan laboratorium dalam pembelajaran sekolah ada 4, yaitu :
1. Praktikum membangkitkan motivasi belajar sains. Dalam belajar, siswa dipengaruhi oleh motivasi. Melalui kegiatan laboratorium, siswa diberi kesempatan untuk memenuhi dorongan rasa ingin tahu dan ingin bisa.
2. Praktikum mengembangkan keterampilan dasar melakukan eksperimen. Dengan adanya kegiatan praktikum di laboratorium akan melatih siswa untuk mengembangkan kemampuan bereksperimen dengan melatih kemampuan mereka dalam mengobservasi dengan cermat, mengukur secara akurat dengan alat ukur yang sederhana atau lebih canggih, menggunakan dan menangani alat secara aman, merancang, melakukan dan menginterpretasikan eksperimen.
3. Praktikum menjadi wahana belajar pendekatan ilmiah. Para ahli meyakini bahwa cara yang terbaik untuk belajar pendekatan ilmiah adalah dengan menjadikan siswa sebagai ilmuwan. Pembelajaran sains sebaiknya dilaksanakan melalui pendekatan inkuiri ilmiah (scientific inquiry).
4. Praktikum menunjang materi pelajaranPraktikum memberikan kesempatan bagi siswa untuk menemukan teori, dan membuktikan teori.
Analisis kurikulum SMP/MTs dan SMA/MANBerdasarkan kurikulum 2006 atau KTSP untuk mata pelajaran sains atau IPA tingkat
sekolah menengah, baik SMP maupun MTs terdiri dari 18 standar kompetensi. Dari 18 standar tersebut ada 7 standar yang berkaitan dengan materi fisika. Dari 7 standar kompetensi dijabarkan lagi menjadi 17 kompetensi dasar lalu dilihat hanya terdapat beberapa kompetensi saja yang terkait dengan materi pokok fisika seperti ditunjukkan pada tabel berikut :
Tabel Standar Kompetensi mata pelajaran sains SMP dan MTs yang terkait dengan fisika
STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR PRAKTIKUMprosedur ilmiah untuk mempelajari benda-benda alam dengan menggunakan peralatan(kelas VII semester 1)
1.3 Melakukan pengukuran dasar secara teliti dengan menggunakan alat ukur yang sesuai dan sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari
praktikum tentang pengukuran
Memahami wujud zat dan perubahannya(kelas VII semester 1)
3.3 Melakukan percobaan yang berkaitan dengan pemuaian dalam kehidupan sehari-hari
praktikum tentang pemuaian
Memahami gejala-gejala alam melalui pengamatan(kelas VII semester 2)
5.2 Menganalisis data percobaan gerak lurus beraturan dan gerak lurus berubah beraturan serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari
Praktikum tentang GLBB
Memahami peranan usaha, gaya, dan energi dalam kehidupan sehari-hari(kelas VIII semester 2)
5.4 Melakukan percobaan tentang pesawat sederhana dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari
Praktikum tentang pesawat sederhana/atwood
Memahami konsep dan penerapan getaran, gelombang dan optika dalam produk teknologi sehari-hari(kelas VIII semester 2)
6.3 Menyelidiki sifat-sifat cahaya dan hubungannya dengan berbagai bentuk cermin dan lensa
Praktikum tentang optik
Memahami konsep kelistrikan dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari(kelas IX semester 1)
3.2 Menganalisis percobaan listrik dinamis dalam suatu rangkaian serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari
Praktikum tentang kelistrikan
Memahami konsep kemagnetan dan penerapannya dalam
4.3 Menerapkan konsep induksi elektromagnetik untuk menjelaskan
Praktikum tentang kemagnetan
kehidupan sehari-hari(kelas IX semester 2)
prinsip kerja beberapa alat yang memanfaatkan prinsip induksi elektromagnetik
Dari 36 kompetensi dasar terdapat 10 kompetensi dasar yang terkait secara langsung dengan praktikum di laboratorium. Sedangkan untuk SMA atau MAN terdiri dari 13 standar kompetensi. Dari 13 standar kompetensi dijabarkan lagi menjadi 37 kompetensi dasar. Ada beberapa kompetensi dasar yang terkait dengan praktikum di laboratorium fisika namun beberapa juga tidak. Hal ini ditunjukkan pada tabel berikut :
Tabel Standar Kompetensi mata pelajaran fisika SMA dan MAN
STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR PRAKTIKUMMenerapkan konsep dan prinsip dasar kinematika dan dinamika benda titik (kelas X semester 1)
2.1 Menganalisis besaran fisika pada gerak dengan kecepatan dan percepatan konstan
2.3 Menerapkan Hukum Newton sebagai prinsip dasar dinamika untuk gerak lurus, gerak vertikal, dan gerak melingkar beraturan
Percobaan Kereta dan Pewaktu Ketik/Atwood
Menerapkan konsep kalor dan prinsip konservasi energi pada berbagai perubahan energy (kelas X semester 2)
4.2 Menganalisis cara perpindahan kalor4.3 Menerapkan asas Black dalam
pemecahan masalah
Percobaan kalorimeter
Menerapkan konsep kelistrikan dalam berbagai penyelesaian masalah dan berbagai produk teknolog (kelas X semester 2)
5.3 Menggunakan alat ukur listrik Percobaan hukum ohm
Menerapkan prinsip kerja alat-alat optik (kelas X semester 2)
3.1 Menganalisis alat-alat optik secara kualitatif dan kuantitatif
3.2 Menerapkan alat-alat optik dalam kehidupan sehari-hari
Percobaan optika
Menganalisis gejala alam dan keteraturannya dalam cakupan mekanika benda titik (kelas XI semester 1)
1.3 Menganalisis pengaruh gaya pada sifat elastisitas bahan
Percobaan Hooke
Menerapkan konsep dan prinsip mekanika klasik sistem kontinu dalam menyelesaikan masalah (kelas XI semester 2)
2.2 Menganalisis hukum-hukum yang berhubungan dengan fluida statik dan dinamik serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari
Percobaan bejana berhubungan
Menerapkan konsep dan prinsip gejala gelombang dalam menyelesaikan masalah (kelas XII semester 1)
1.3 Menerapkan konsep dan prinsip gelombang bunyi dan cahaya dalam teknologi
Percobaan resonansi /Sonometer
Menerapkan konsep kelistrikan dan kemagnetan dalam berbagai penyelesaian masalah dan produk teknologi(kelas XII semester 1)
2.2 Menerapkan induksi magnetik dan gaya magnetik pada beberapa produk teknologi
2.3 Memformulasikan konsep induksi Faraday dan arus bolak-balik serta penerapannya
Percobaan Listrik Magnet
Standar kompetensi bekerja ilmiah, yaitu mendemonstrasikan pengetahuan tentang pengukuran gejala-gejala alam dalam bekerja ilmiah: memecahkan masalah, bersikap ilmiah, dan berkomunikasi ilmiah, dijabarkan menjadi empat kompetensi dasar yaitu (1) merencanakan penelitian ilmiah dalam bidang fisika, (2) melaksanakan penelitian ilmiah dalam bidang fisika, (3) mengkomunikasikan hasil penelitian ilmiah, dan (4) bersikap imiah.
Pembelajaran kompetensi tersebut selain membutuhkan kemampuan guru dalam penguasaan produk sains juga menuntut guru dalam penguasaan keterampilan proses. Oleh karena itu, hal tersebut hanya dapat dicapai dengan adanya laboratorum sains yang menunjang kegiatan pembelajaran fisika di sekolah.Hal ini menunjukkan laboratorium pendidikan sains berperan penting bila dipandang dari kurikulumnya.
2. Tuntutan perkembangan berfikir siswaPerkembangan berfikir siswa merupakan sesuatu yang kompleks yang berhubungan
dengan proses kognitif pada siswa, banyak faktor yang turut berpengaruh dan saling terjalin dalam berlangsungnya proses perkembangan tersebut. Baik unsur-unsur bawaan maupun unsur-unsur pengalaman yang diperoleh dalam berinteraksi dengan lingkungan sama-sama memberikan kontribusi tertentu terhadap arah dan laju perkembangan siswa tersebut.
Menurut Jean Pigeat, bahwa setiap anak akan mengalami perkembangan kognitif sebagai berikut
Sensori motor : 0-2 tahunPraoperasional konkret : 2-7 tahunOperasional konkret : 7-11 tahunOperasional formal : 11- 15 tahun
Karena kawasan yang akan kita jelajahi adalah SMP dan SMA maka menurut tahapan Piaget, yang perlu kita soroti adalah tahap operasional konkrit. Operasional konkrit terdiri dari operasi-operasi tindakan-tindakan mental yang memungkinkan anak melakukan tindakan secara mental apa yang telah dilakukan sebelumnya secara fisik. Banyak operasi konkret yang diidentifikasikan oleh Piaget berfokus pada cara anak-anak bernalar tentang properti objek-objek. Anak pada operasional konkrit mempunyai ciri, penggunaan logika yang memadai. Dalam tahapan ini, terdapat proses decentering, dimana anak mulai dapat mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkan permasalahannya. Karakteristik pemikiran operasional konkrit :
- Dapat melakukan operasi-operasi, dengan mengubah tindakan secara mental, memperlihatkan ketrampilan-ketrampilan konservasi.
- Penalaran secara logis menggantikan penalaran intuitif, tetapi hanya di dalam keadaan-keadaan konkret.
- Tidak abstrak (misalnya : tidak dapat membayangkan langkah-langkah persamaan aljabar).
- Keterampilan-keterampilan klasifikasi dapat menggolongkan benda-benda ke dalam perangkat-perangkat dan sub-sub perangkat dan bernalar tentang keterkaitannya.
Implikasi dari pemahaman terhadap teori perkembangan berpikir tersebut pada pembelajaran fisika adalah bagaimana membantu siswa mengalami yang sedang mengalami pergeseran proses berpikir. Tugas guru adalah memfasilitasi perkembangan berpikir siswa. Di tingkat SD, sains akan lebih sesuai dibelajarkan melalui pengalaman empirik yang melibatkan pengalaman langsung, sehingga memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan melalui proses induksi (empirical inductive). Menurut Piaget mulai usia sekitar 11 tahun yakni tahapan yang telah kita bahas pada paragraph sebelumnya, anak sudah mulai mampu berpikir hypothetical deductive, yaitu berpikir yang berawal dari suatu kemungkinan, maka pembelajaran di SMP diharapkan dapat memfasilitasi terjadinya pergeseran tingkat berpikir ke arah tersebut dengan mulai melatih mengembangkan inferensi logika yang berawal dari kemungkinan-kemungkinan (hipotesis). Di tingkat SMA kemampuan-kemampuan tersebut perlu terus dikembangkan sehingga menjadi kebiasaan dalam pemecahan masalah.
Pada pembelajaran Sains, kemampuan berpikir dan pemecahan masalah (problem solving) bukanlah hal yang asing. Dalam semua proses penemuan produk ilmiah, yang terdiri dari konsep dan sistem konseptual (prinsip, teori, hokum), ilmuwan menempuh prosedur yang menuntut kemampuan berpikir dan problem solving tingkat tinggi yang sering disebut dengan istilah proses ilmiah atau kerja ilmiah (doing science). Oleh karena itu, sesuai dengan karakteristik tersebut pendidikan sains diharapkan tidak sekedar transfer pengetahuan hasil temuan para ilmuwan, tetapi juga mampu mengembangkan kemampuan berpikir melalui proses bekerja ilmah seperti yang dilakukan oleh ilmuwan. Kemampuan berpikir yang dikembangkan antara lain tentang berpikir proporsi, rasio, analogi, prediksi, dan kemampuan proses ilmiah lainnya, seperti merumuskan hipotesis, mengidentifikasi variable, merancang percobaan dan melakukannya, membuat dan menafsirkan grafik, menafsirkan kesalahan pengukuran, menarik kesimpulan.
Dengan melakukan praktikum, siswa dapat lebih memahami dan mendalami ilmu Sains karena kembali pada hakekatnya sendiri bahwa Sains adalah pembelajaran yang diperoleh melalui pengalaman empirik melalui suatu proses ilmiah tertentu dengan mengembangkan sikap ilmiah. Proses ilmiah tersebut hanya dapat diperoleh siswa dengan melakukan sendiri dan menemukan sendiri ilmunya melalui kegiatan praktikum di laboratorum pendidikan sains. Hal ini menunjukkan pentingnya laboratorium sains untuk menunjang perkembangan berpikir siswa.
3. Peranan Laboratorium Sains Dipandang Dari Aspek Tuntutan Teori Belajar Sains
Sains dipandang sebagai suatu proses sekaligus produk, sehingga dalam pembelajarannya harus mempertimbangkan strategi atau metode pembelajaran yang efektif dan efisien, yaitu melalui kegiatan praktek. Menurut Tamir (2005) melalui kegiatan praktek siswa dapat melakukan olah pikir (minds on) dan juga olah tangan (hands on). Kegiatan praktek dalam pembelajaran sains mempunyai peran motivasi dalam belajar antara lain, memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan sejumlah keterampilan, meningkatkan kualitas belajarnya, selain itu dengan melalui eksperimen siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dengan gejala fisik yang dipelajari.
Kerja laboratorium merupakan pendekatan yang tepat digunakan dalam pembelajaran sains. Laboratorium adalah jantung dari kegiatan pembelajaran ilmu pengetahuan alam dan merupakan tempat digunakan orang untuk mempersiapkan suatu kegiatan dalam belajar ilmu pengetahuan alam dengan semua metodenya. Dalam pendidikan sains khususnya Fisika, kegiatan laboratorium merupakan bagian integral dari kegiatan belajar mengajar (Rustaman, et al.(2005). Hakekat IPA yang mengutamakan proses dan produk menuntut kemampuan siswa menerapkan konsep dalam situasi nyata. Hal ini menuntut siswa mampu menyeimbangkan kemampuan konseptual dan prosedural.
Hodson (1991) mengemukakan bahwa kegiatan di laboratorium memiliki empat fungsi utama, yaitu : a) Untuk melaksanakan percobaan, b) Kerja Laboratorium, c) Praktikum, d) Pelaksanaan didaktif pendidikan IPA. Keempat fungsi tersebut apabila ditampilkan dalam bentuk hierarki seperti ditunjukkan dalam gambar.
Gambar 3.1
Hierarki Antar Fungsi-Fungsi Kegiatan di Laboratorium
Sumber : Depdiknas (2007)
Pelaksanaan Didaktif
Pendidikan IPA
Praktikum
Kerja Laboratoriu
m
Eksperimen
a) Peranan Laboratorium Sains Dipandang Dari Aspek Tuntutan Teori Belajar Behavioristik
Pembelajaran yang berlangsung di sekolah seyogyanya menerapkan prinsip-prinsip teori kognitif, konstruktivistik serta teori pemodelan tingkah laku (behavioristik) agar kemandirian aktif siswa sebagai pebelajar dapat diwujudkan.
Teori psikologi belajar yang sangat besar mempengaruhi arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah teori behaviorisme. Bila dilihat dari implementasi pembelajaran behavioristik, pembelajaran disekolah sebaiknya :
a) Ditujukan sebagai pelatihan skillSkill process atau keterampilan proses dapat diperoleh seorang siswa dalam pelajaran IPA (fisika) yang merupakan ilmu gejala alam yang diajarkan melalui ketrampilan praktikum di laboratorium. Hal ini dikarenakan keterampilan proses menuntut siswa dapat menggunakan alat, mencari data, menafsirkannya hingga menemukan suatu konsep berdasarkan ilmu fisika. Kegiatan tersebut dapat dilakukan siswa dengan melakukan kegiatan di laboratorium sains.
b) Metode pembelajaran yang sesuai adalah ceramah dan eksperimen instruksiMenekankan pada eksperimen instruksi, berarti siswa sebaiknya diajarkan dengan mempraktekkan langsung materi-materi fisika yang ada sehingga dibutuhkan laboratorium sains untuk menunjang kegiatan tersebut.
b) Peranan Laboratorium Sains Dipandang Dari Aspek Tuntutan Teori Belajar Konstruktivistik
Kegiatan laboratorium merupakan bagian yang penting dari pembelajaran IPA. Kegiatan Laboratorium ditujukan untuk membantu siswa mengembangkan pemahaman, kemampuan kognitif, berpikir kreatif, dan sikap ilmiah melalui keterlibatannya dalam hand-on activity dan mind-on activity. Dalam kegiatan laboratorium pembelajar berhadapan dengan objek dan permasalahan, memecahkan masalah-masalah itu sampai menemukan kesimpulan yang signifikan dan relevan. Kegiatan laboratorium dalam pembelajaran digunakan untuk mencapai berbagai tujuan yaitu tujuan kognitif, praktikal, dan afektif.
Tujuan kognitif berhubungan dengan belajar konsep-konsep ilmiah, mengembangkan keterampilan problem solving, dan meningkatkan pemahaman metode ilmiah. Tujuan-tujuan praktikal berhubungan dengan pengembangan keterampilan-keterampilan dalam melakukan penelitian-penelitian IPA, analisis data, berkomunikasi, dan ketrampilan bekerja sama. Tujuan-tujuan afektif berhubungan dengan motivasi terhadap sains, tanggapan dan kemampuan memahami lingkungan.
Dalam pandangan teori Konstruktivistik mengisyaratkan bahwa: Sekolah seharusnya mencerminkan masyarakat yang lebih besar, dan kelas
merupakan laboratorium untuk pemecahan masalah kehidupan yang nyata Pembelajaran di sekolah seharusnya lebih memiliki manfaat Munculkan rasa ingin tahu siswa, agar memotivasi serta secara aktif membangun
tampilan dalam otak siswa Pembelajaran harus melibatkan siswa secara mandiri dalam melakukan eksperimen
atau dalam arti luas memberi kesempatan siswa mencoba segala sesuatu untuk melihat apa yang terjadi, mengajukan pertanyaan dan menemukan sendiri jawabannya.
Terjadinya interaksi sosial dalam pembelajaran memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa.
Belajar lebih diarahkan pada experimental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian dikombinasikan dan dijadikan ide dan pengembangan konsep baru. Karenanya aksentuasi dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada pebelajar.
Penguasaan teknologi pembelajaran dan kemandirian aktif siswa dalam belajar dapat diwujudkan dalam masyarakat sekolah atau kelas dengan alternatif menerapkan suatu model pembelajaran, yang mana model pembelajaran yang dipilih harus benar-benar sesuai dengan tujuan yang akan dicapai serta karakter materinya.
Dalam proses pembelajaran ilmu Fisika keaktifan siswa merupakan inti dari pola belajar dengan pendekatan konstruktivis, hal ini dapat tercermin dari aktifnya para siswa membaca sendiri, mengaitkan konsep-konsep baru dengan berdiskusi dan menggunakan istilah, konsep dan prinsip yang baru mereka pelajari diantara mereka. Dalam pendekatan konstruktivis siswa secara aktif membangun pengetahuannya sendiri berdasarkan “apa yang diketahui siswa”. Sedangkan guru berperan sebagai narasumber yang bijak dan berpengetahuan serta berfungsi sebagai sutradara yang mengendalikan proses pembelajaran dan siap membantu siswa apabila ada kesulitan dalam proses pembelajaran.
Laboratorium sebagai sarana sumber belajar merupakan salah satu alternatif proses pembelajaran Fisika dengan basis laboratorium yang dapat menerjemahkan konsep-konsep abstrak ke dalam bentuk konkrit, mengapresiasikan permasalahan sehari-hari dalam masyarakat, teknologi dan lingkungan sekitar serta memecahkannya secara berfikir sistematis, analitis dan alternatif.
Pada dasarnya mata pelajaran Fisika merupakan salah satu mata peajaran sains yang diharapkan sebagai sarana mengembangkan kemampuan berpikir analitis deduktif dengan menggunakan berbagai konsep dan prinsip Fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam.
Tujuan pembelajaran mata pelajaran Fisika SMA yang dicanangkan Depdiknas adalah agar siswa menguasai konsep dan prinsip Fisika untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap percaya diri sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik memandang subyek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dan interaksinya dengan lingkungan. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi.
Yang penting dalam teori belajar konstruktivisme adalah proses pembelajaran, si pebelajarlah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa.