makalah pensyariatan hukum islam-libre

Upload: arummkusuma

Post on 16-Feb-2018

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/23/2019 Makalah Pensyariatan Hukum Islam-libre

    1/13

    P e n s y a r i a t a n H u k u m I s l a m | 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Islam adalah agama dan cara hidup berdasarkan syariat Allah yang terkandung

    dalam kitab Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW. Setiap orang yang

    mengintegrasikan dirinya kepada Islam wajib membentuk seluruh hidup dan

    kehidupannya berdasarkan syariat yang termaktub dalam Al-Quran dan As-Sunnah.

    Hal tersebut sebagaimana diungkapkan oleh Yusuf Qardhawi, syariat Ilahi yang tertuang

    dalam Al-Quran dan Sunnah merupakan dua pilar kekuatan masyarakat Islam dan

    agama Islam merupakan suatu cara hidup dan tata sosial yang memiliki hubungan

    integral, utuh menyeluruh dengan kehidupan --- idealnya Islam ini tergambar dalam

    dinamika hukum Islam yang merupakan suatu hukum yang serba mencakup1.

    Masalah-masalah yang muncul di era modern ini membutuhkan satu bentuk

    penyimpulan hukum yang tepat. Hal ini menuntut adanya sisi fleksibilitas dalam hukum

    Islam. Tetapi di sisi lain, tidak dapat dipungkiri adanya prinsip dan asas yang harus

    dipegang teguh agar kesimpulan hukum yang didapatkan sesuai dengan koridor Islam.

    Berdasarkan fakta-fakta di atas, maka penulis akan membahas lebih mendalam terkait

    prinsip dan tujuan pensyariatan hukum Islam. Hal ini diharapkan mampu menjadi sesuatu

    yang diperhatikan dengan perhatian penuh, terutama bagi para ulama yang akan

    melakukan ijtihad hukum.

    1.2. Rumusan Masalah

    a. Apa tujuan pensyariatan hukum Islam?

    b. Apa prinsip-prinsip dalam pensyariatan hukum Islam?

    1.3. Tujuan

    a. Mengetahui tujuan pensyariatan hukum Islam

    b. Mengetahui prinsip-prinsip dalam pensyariatan hukum Islam

    1Qardhawi, Yusuf. 1993. Malamih Al-Mujtama Al-Muslim Alladzi Nansyuduhu, Kairo: Maktabah Wahbah hal.

    151

  • 7/23/2019 Makalah Pensyariatan Hukum Islam-libre

    2/13

    P e n s y a r i a t a n H u k u m I s l a m | 2

    BAB II

    PEMBAHASAN

    2.1. Tujuan Pensyariatan Hukum Islam

    Sebelum melangkah lebih jauh ke dalam tujuan pensyariatan hukum Islam, maka perlu

    diketahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan hukum Islam. Hukum Islam adalah

    khitab (firman) Allah SWT yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf, atau dengan

    redaksi lain, hukum Islam ialah seperangkat aturan yang ditetapkan secara langsung dan

    lugas oleh Allah atau ditetapkan pokok-pokoknya untuk mengatur hubungan antara

    manusia dan tuhannya, manusia dengan sesamanya dan manusia dengan alam semesta.

    Adapun Abu Zahrah mengemukakan pandangannya, bahwa hukum adalah ketetapan

    Allah yang berhubungan dengan perbuatan orang-orang mukallaf baik berupa iqtida

    (tuntutan perintah atau larangan), takhyir (pilihan) maupun berupa wadhi (sebab akibat).

    Ketetapan Allah dimaksudkan pada sifat yang telah diberikan oleh Allah terhadap sesuatu

    yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf2.

    Sedangkan menurut ahli Ushul Fiqh (Ushuliyun), yang dikatakan hukum syari

    ialah: khithab (sabda) pencipta syariat yang berkaitan dengan perbuatan orang-orang

    mukallaf, yang mengandung suatu tuntutan, atau pilihan atau yang menjadikan sesuatu

    sebagai sebab, syarat atau penghalang bagi adanya sesuatu yang lain 3.

    Dilihat dari sudut kerasulan Nabi Muhammad Saw. Dapat diketahui bahwa syariat

    Islam diturunkan oleh Allah untuk mewujudkan kesejahteraan universal atau alam

    semesta. Hal ini selaras dengan firman Allah,

    Artinya : Dan tidaklah kami utus engkau melainkan sebagai rahmat untuk semesta alam.

    (Al-Anbiya[21]: 107)

    Ada satu kaidah umum yang berkaitan dengan tujuan umum syari, yaitu bahwa

    tujuan umum syari dalam mensyariatkan hukum, ialah merealisir kemaslahatan manusia

    dalam kehidupan ini, menarik keuntungan untuk mereka, dan melenyapkan bahaya dari

    mereka4.

    2Zahrah, Abu. 1994. Ushul Fiqh. Jakarta: Pustaka Firdaus hal. 263

    Yahya, Mukhtar dan Fatchurrahman. 1993. Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islami. Bandung: Al-Maarifhal. 1214Khallaf, Abdul Wahhab. 1989. Kaidah-kaidah hukum Islam : (Ilmu Ushulul Fiqh). Jakarta: Rajawali hal. 331

  • 7/23/2019 Makalah Pensyariatan Hukum Islam-libre

    3/13

    P e n s y a r i a t a n H u k u m I s l a m | 3

    Tujuan Syari dalam pembentukan hukumnya, yaitu merealisir kemaslahatan manusia

    dengan menjamin kebutuhan pokoknya () dan memenuhi kebutuhan sekunder

    .) mereka) ) serta kebutuhan pelengkap )

    Jadi, setiap hokum syara tidak ada tujuan kecuali salah satu di antara tiga unsur

    tersebut, dimana dari tiga unsur tersebut dapat terbukti kemaslahatan manusia. Tahsiniyat

    tidak berarti dipelihara jika dalam pemeliharaannya itu terdapat kerusakan bagi hajiyat.

    Dan Hajiyat, juga tahsiniyat tidak berarti dipelihara jika dalam pemeliharaan salah satunya

    terdapat kerusakan bagi dharuriyat.

    Bentuk kemaslahatan dari syariat hukum Islam adalah terpeliharanya tiga macam

    kebutuhan manusia yaitu dharuriyat (kebutuhan pokok), hajiyat (kebutuhan sekunder),

    dan tahsiniyat (kebutuhan pelengkap). Penjelasannya sebagai berikut:

    a. Kebutuhan Dharuriyat

    Kebutuhan dharuriyat adalah segala hal yang menjadi sendi eksistensi kehidupan

    manusia yang harus ada demi kemaslahatan mereka. Hal itu tersimpul kepada lima

    sendi utama: agama, nyawa atau jiwa, akal, keturunan, dan harta 5. Dalam arti lain, ia

    adalah sesuatu yang menjadi pokok kebutuhan kehidupan manusia, dan wajib adanya

    untuk menegakkan kemaslahatan bagi manusia itu (primer). Apabila tanpa adanya

    Sesutu itu, maka akan terganggu keharmonisan kehidupan manusia, dan tidak akan

    tegak kemaslahatan-kemaslahatan mereka, serta terjadilah kehancuran dan kerusakan

    bagi mereka. Hal-hal yang bersifat primer (dharuriyat) bagi manusia dalam pengertian

    ini berpangkal kepada pemeliharaan lima perkara: agama, jiwa, akal, kehormatan dan

    harta. Jadi, memelihara salah satu di antara lima perkara itu, adalah merupakan

    kepentingan yang bersifat primer bagi manusia.6

    Agama, adalah merupakan persatuan akidah, ibadah, hukum dan undang-undang

    yang telah disyariatkan oleh Allah SWT untuk mengatur hubungan-hubungan manusia

    dengan Tuhannya (hubungan vertikal) dan hubungan antara sesama manusia (hubungan

    horizontal). Contoh dari memelihara agama adalah sebagai seorang muslim kita

    menegakkan perintah Allah seperti shalat, zakat, puasa, haji, dsb.

    Sedangkan dalam rangka memelihara jiwa, Islam mensyariatkan untuk tidak

    membunuh sesama makhluk atau diri sendiri. Selain itu, ada juga syariat untuk

    memperoleh sesuatu yang dapat menegakkan jiwa berupa makanan pokok, minuman,

    5Koto, Alaiddin. 2012. Filsafat Hukum Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada hal. 496Khallaf, Abdul Wahhab. Op. Cit. hal. 333

  • 7/23/2019 Makalah Pensyariatan Hukum Islam-libre

    4/13

    P e n s y a r i a t a n H u k u m I s l a m | 4

    pakaian, serta tempat tinggal. Juga pensyariatan hukum qishosh (hukuman setimpal),

    diyat (denda) dan kafarah (tebusan) terhadap orang yang menganiaya jiwa. Dan

    mengharamkan menggunakan jiwa untuk kerusakan dan juga mewajibkan

    mempertahankan jiwa dari bahaya. Adapun contoh dalil dari qishosh yaitu,

    Artinya: dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai

    orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa. (Q.S. Al-Baqarah[2]: 179)

    Dan untuk memelihara akal, Islam mensyariatkan mengharamkan khomr (arak =

    jenis minuman keras) dan setiap yang memabukkan, memidana orang yang

    meminumnya, atau menggunakan jenis apa saja yang dapat merusak akal.

    Untuk memelihara keturunan atau kehormatan, Islam mensyariatkan had (dera)

    bagi lelaki atau perempuan yang berzina. Juga had bagi al-qodzif (penuduh berbuat

    zina). Islam juga melarang kita untuk berzina.

    Untuk memelihara harta, Islam menetapkan hukuman potong tangan bagi pencuri.

    Selain itu, Islam juga menyuruh umatnya untuk berupaya mencari dan mendapatkan

    harta melalui cara-cara yang halal. Islam juga memberi had (dera) kepada pencuri lelaki

    atau perempuan, mengharamkan penipuan, khianat dan memakan harta manusia secarabathil.

    Dengan demikian, jelaslah bahwa Islam mensyariatkan beberapa hukum dalam

    berbagai bab ibadah, muamalah, dan uqubah (pidana), dengan tujuan menjamin

    keperluan pokok manusia dengan cara mewujudkan, memelihara, dan menjaganya.

    b. Kebutuhan Hajiyat

    Kebutuhan hajiyat adalah segala sesuatu yang sangat dihajatkan oleh manusia

    untuk menghilangkan kesulitan dan menolak segala halangan. Artinya: ketiadaan aspek

    hajiyat ini tidak sampai mengancam eksistensi kehidupan manusia menjadi rusak,

    melainkan hanya sekadar menimbulkan kesulitan dan kesukaran saja 7.

    Implementasinya dapat dirupakan digolongkan dalam tiga macam ketentuan, yaitu

    ibadah, muamalat dan pidana. Dalam hal ibadah, Islam memberi keringanan

    (rukhshah) bila seorang mukallaf mengalami kesulitan dalam menjalankan suatu

    kewajiban ibadahnya. Islam membolehkan berbuka pada siang bulan Ramadhan bagi

    7Koto, Alaiddin. 2012. Op. Cit..hal. 51

  • 7/23/2019 Makalah Pensyariatan Hukum Islam-libre

    5/13

    P e n s y a r i a t a n H u k u m I s l a m | 5

    orang yang sakit atau di dalam bepergian (musafir) dan meringkas (qoshor) shalat

    empat rakaat bagi musafir dan sholat dengan duduk bagi orang yang tidak kuat berdiri.

    Islam juga memperbolehkan tayamum bagi orang yang tidak menemukan air, dan sholat

    di atas kendaraan meskipun tidak menghadap kiblat dan hokum-hukum rukhsoh yang

    lain yang disyariatkan untuk menghilangkan kesempitan manusia dalam melaksanakan

    ibadah.

    Dalam bidang muamalat, Islam mensyariatkan banyak macam akad (kontrak) dan

    urusan (tasharuf) yang menjadi kebutuhan manusia. Seperti membolehkan jual beli

    pesanan (ishtishna). Dalam bidang pidana, Islam menetapkan kewajiban membayar

    denda (diyat) bagi yang melakukan pembunuhan tidak sengaja. Islam juga menolak

    pelaksanaan hokum had karena kesamaran (belum jelas) dan memberikan hak kepada

    wali (orang tua) terbunuh untuk mengampuni pelaksanaan hokum qishosh terhadap

    pembunuh.

    Adapun beberapa dalil dalam hal pemeliharaan kebutuhan hajiyat ini adalah

    sebagai berikut:

    ......

    Artinya: Allah tidak hendak menyulitkan kamu, ... (Q.S. Al-Maidah[3]: 6)

    ......Artinya: Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran

    bagimu(Q.S. Al-Baqarah[2]: 185).

    c. Kebutuhan Tahsiniyat

    Kebutuhan tahsiniyat adalah tindakan atau sifat-sifat yang pada prinsipnya

    berhubungan dengan al-mukarim al-akhlaq (budi pekerti mulia), serta pemeliharaan

    tindakan-tindakan utama dalam bidang ibadah, dat dan muamalat. Ketiadaan aspek ini

    akan menimbulkan suatu kondisi yang kurang harmonis dalam pandangan akal sehat

    dan adat kebiasaan, menyalahi kepatutan, sopan santun, dan menurunkan martabat

    pribadi atau masyarakat.

  • 7/23/2019 Makalah Pensyariatan Hukum Islam-libre

    6/13

    P e n s y a r i a t a n H u k u m I s l a m | 6

    Ketentuan tahsiniyat ini berkaitan erat dengan pembinaan akhlaq yang baik,

    kebiasaan terpuji, dan menjalankan berbagai ketentuan dhorur i dengan cara yang paling

    sempurna8.

    Aspek tahsiniyat dalam bidang ibadah, misalnya kewajiban membersihkan diri dari

    najis, menutup aurat, berhias bila hendak ke masjid, dan melakukan amalan-amalan

    sunnah dan bersedekah.

    Sedangkan dalam lapangan muamalah, Islam mengharamkan memperdaya,

    memalsu, menipu, melampaui batas (boros) dan kikir terhadap diri sendiri. Islam juga

    melarang menggunakan setiap yang najis dan berbahaya.

    Dalam lingkup pidana, Islam mengharamkan membunuh para pendeta, anak-anak

    dan kaum wanita dalam peperangan.Melarang penyiksaan dan khianat. Melarang

    membunuh orang tidak bersenjata, dan membakar orang hidup-hidup atau sesudah mati.

    Hal-hal yang berhubungan dengan kebutuhan tahsiniyat ini telah banyak dalil dan

    dasarnya, seperti sabda Nabi Muhammad SAW,

    Artinya: Sesungguhnya Allah SWT itu suci. Dia tidak menerima kecuali sesuatu yang

    suci/baik.

    Perlu ditegaskan bahwa ketiga jenis kebutuhan manusia (dharuriyat, hajiyat, dan

    tahsiniyat) di atas, dalam mencapai kesempurnaan kemaslahatan yang diinginkan

    syara sulit untuk dipisahkan satu sama lain. Intinya ketiganya memiliki peranan

    penting dan saling melengkapi dalam haltercapainya tujuan syaridalam pensyariatan

    hukum Islam9.

    2.2. Prinsip-prinsip Pensyariatan Hukum Islam

    Pensyariatan sebuah hukum Islam bertujuan mewujudkan kemaslahatan bagi umat

    manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Oleh sebab itu, segala hal yang mengandung

    kemudharatan harus dihindari dan dicegah. Secara umum, prinsip-psrinsip pokok yang

    menjadi landasan pensyariatan hukum Islam dikelompokkan dalam dua hal:

    a. Meraih kemaslahatan dan menolak kemafsadatan

    Maslahat berasal dari kata as-sulh atau al-islah yang berarti damai dan tenteram.

    Damai berorientasi pada fisik, sedangkan tentram berorientasi pada psikis. Adapun

    8Rosyada, Dede. 1993. Hukum Islam dan Pranata Sosial. Jakarta: CV Rajawali hal. 299Koto, Alaiddin. 2012. Op.Cit. hal. 52

  • 7/23/2019 Makalah Pensyariatan Hukum Islam-libre

    7/13

    P e n s y a r i a t a n H u k u m I s l a m | 7

    yang dimaskud maslahat secara terminologi adalah perolehan manfaat dan penolakan

    terhadap kesulitan. Maslahat adalah dasar semua kaidah yang dikembangkan dalam

    hukum Islam. Ia memiliki landasan yang kuat dalam al-Quran.

    Tujuan syariat Islam adalah mewujudkan kemaslahatan individu dan masyarakat

    dalam dua bidang; dunia dan akhirat. Inilah dasar tegaknya semua syariat Islam, tidak

    ada satu bidang keyakinan atau aktivitas insani atau sebuah kejadian alam kecuali ada

    pembahasannya dalam syariat Islam, dikaji dengan segala cara pandang yang luas dan

    mendalam.

    Ulama menyimpulkan bahwa prinsip ini meraih kemaslahatan dan menolak

    kemafsadatan adalah inti atau prinsip paling utama dalam pensyariatan hukum Islam.

    Karena itulah syariat Islam diturunkan Allah bertujuan untuk mengatur supaya seluruh

    perilaku manusia berdampak pada kemaslahatan mereka di dunia mapun di akhirat.

    Dalam mencapai kemaslahatan itu, ada tiga tingkatan yang harus diperhatikan, yaitu

    kemaslahatan pada yang diperbolehkan (mubah), kemaslahatan pada yang dianjurkan

    (mandub atau sunnah), kemaslahatan pada yang diwajibkan (wajib).

    Sedangkan kemafsadatan memiliki dua tingkatan, yaitu makruh dan haram.10

    b. Memberikan kemudahan dan menolak kesukaran

    Ulama menetapkan salah satu kaidah pokok lainnya yaitu bagaimana pun semua

    hal yang membuat segala sesuatu menjadi sempit dan sulit harus dihilangkan karena

    agama diturunkan oleh Allah bukan untuk menimbulkan kesulitan bagi manusia.

    Melainkan untuk memberikan kemudahan bagi mereka.11Kaidah pokok itu adalah

    (Kesulitan itu mendatangkan kemudahan).

    Dasar dari kaidah tersebut adalah Quran surat Al-Haj ayat 78,

    ...Artinya :

    dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.

    (Q.S. Al-Haj[22]: 78)

    Sedangkan ada 3 prinsip lain selain 2 prinsip pokok yang telah disebutkan, yaitu:

    a. Menyedikitkan beban

    10Ibid. hal. 14711Ibid. hal. 149

  • 7/23/2019 Makalah Pensyariatan Hukum Islam-libre

    8/13

    P e n s y a r i a t a n H u k u m I s l a m | 8

    Al-Haraj memiliki beberapa arti, diantaranya sempit, paksa, berat. Adapun arti

    terminologinya adalah segala sesuatu yang menyulitkan badan, jiwa atau harta secara

    berlebihan, baik sekarang maupun di kemudian hari.

    Dalam mengadakan aturan-aturan untuk manusia, selalu diusahakan oleh

    Tuhannya agar aturan-aturan tersebut mudah dilaksanakan dan tidak merepotkan,

    meskipun hal ini berarti tidak harus menghapuskan aturan (perintah-perintah) sama

    sekali, sebab dengan perintah-perintah itu dimaksudkan agar keruncingan jiwa manusia

    terhadap perbuatan yang buruk dapat dibatasi. Jadi, maksudnya dengan menyedikitkan

    hukum Islam, ialah yang berlebih-lebihan dan yang menghabiskan kekuatan badan

    dalam melaksanakannya.

    Nabi melarang sahabat untuk banyak bertanya tentang masalah yang belum ada

    hukumnya. Nabi justru menganjurkan agar mereka memetik dari kaidah-kaidah umum.

    Dalam Al-Quran, ayat tentang hukum hanya sedikit, sehingga memberikan ruang

    untuk berijtihad bagi manusia. Dengan demikian, hukum Islam tidaklah kaku, keras,

    dan berat bagi manusia.12

    b. Ditetapkan secara bertahap

    Tiap-tiap masyarakat tentu memiliki adat kebiasaan tersendiri, baik tradisi itu baik

    maupun tradisi yang membahayakan mereka sendiri. Tradisi tersebut ada yang berakar

    dan mendarah daging.

    Dalam sosiologi Ibnu Khaldun dinyatakan bahwa suatu masyarakat (tradisional

    atau yang tingkat intelektualnya rendah) akan menentang apabila ada sesuatu yang baru

    dalam kehidupannya. Lebih-lebih apabila sesuatu yang baru tersebut bertentangan

    dengan tradisi yang ada.

    Menanggapi hal ini, Al-Quran turun dengan berangsur-angsur, surat demi surat,

    ayat demi ayat sesuai dengan peristiwa, kondisi dan situasi yang terjadi. Dengan cara

    demikian, hukum yang diturunkannya lebih disenangi dan lebih mendorong ke arah

    mentaatinya serta bersiap-siap meninggalkan ketentuan lama dan menerapkan

    ketentuan yang baru.13

    Hal ini dapat dicontohkan seperti pengharaman khomr yang bertahap

    12Djamil, Fatchurrahman. 1999. Filsafat Hukum Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu hal. 6813Ibid. hal. 69

  • 7/23/2019 Makalah Pensyariatan Hukum Islam-libre

    9/13

    P e n s y a r i a t a n H u k u m I s l a m | 9

    ,

    Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada

    keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa

    keduanya lebih besar dari manfaatnya". (Q.S. Al-Baqarah[2]: 219).

    Dan ayat di atas tidak menjelaskan tuntutan untuk meninggalkannya, meskipun

    dengan ayat ini seseorang yang jiwanya dalam lagi mengetahui rahasia tasyri akan

    memahaminya, karena sesuatu yang banyak dosanya, sesuatu itu haram dilakukannya

    karena perbuatan-perbuatan itu hanya mengandung keburukan-keburukan semata-

    mata, sedang tempat berputarnya pengharam dan penghalalnya adalah memenangkan

    kebaikan atas keburukan. Kemudian Allah menurunkan titahnya yang mengatakan

    bahwa kepada mereka yang mabuk dilarang untuk solat. Allah berfirman :

    Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam

    Keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula

    hampiri mesjid) sedang kamu dalam Keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja,

    hingga kamu mandi. dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari

    tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak

    mendapat air, Maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah

    mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun.

    (Q.S. An-Nisa[4]: 43)

  • 7/23/2019 Makalah Pensyariatan Hukum Islam-libre

    10/13

    P e n s y a r i a t a n H u k u m I s l a m | 10

    Larangan ini tidaklah membatalkan kepada yang pertama bahkan yang

    menguatkannya. Kemudian Al-Quran menjelaskan larangan sebagai keputusan secara

    tegas kepada suatu hukum, dengan firman Allah,

    Artinya: Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,

    (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk

    perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat

    keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan

    permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu,

    dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu

    (dari mengerjakan pekerjaan itu). (Q.S. Al-Maidah[5]: 90-91).

    Begitulah Islam mensyariatkan sebuah hukum perbuatan atas dasar bertahap.

    c. Mewujudkan keadilan yang merata

    Keadilan memiliki beberapa arti. Secara bahasa, keadilan adalah meletakkan

    sesuatu pada tempatnya (wadl al-syai fi mahallihi). Salah satu keistimewaan syariat

    Islam adalah memiliki corak yang generalistik, datang untuk semua manusia untuk

    menyatukan urusan dalam ruang limgkup kebenaran dan memadukan dalam kebaikan.

    Menurut syariat Islam, semua orang memiliki derajat atau kedudukan yang sama.

    Penguasa tidak terlindung kekuasaannya ketika ia berbuat kedzaliman. Orang kaya danorang berpangkat tidak terlindung oleh harta dan pangkat ketika yang bersangkutan

    berhadapan dengan pengadilan.14

    Dalam khutbah haji wada yang pengikutnya hampir seluruhnya orang

    berkebangsaan Arab, rasul bersabda: Tidak ada perbedaan antara orang Arab dan

    orang ajam.

    Salah satu dalil tentang keadilan adalah firman Allah SWT,

    14Ibid. hal. 73 dikutip dari Ahmad Hanafi, M.A. 1991. Pengantar dan Sejarah Hukum Islam. Jakarta: Bulan

    Bintang hal. 29

  • 7/23/2019 Makalah Pensyariatan Hukum Islam-libre

    11/13

    P e n s y a r i a t a n H u k u m I s l a m | 11

    Artinya: Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu

    menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah

    sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak

    adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah

    kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S.

    Al-Maidah[5]: 8)

  • 7/23/2019 Makalah Pensyariatan Hukum Islam-libre

    12/13

    P e n s y a r i a t a n H u k u m I s l a m | 12

    BAB III

    PENUTUP

    3.1. Kesimpulan

    Dari uraian di atas, dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu:

    1. Bahwa tujuan pensyariatan hokum Islam adalah terpenuhinya 3 kebutuhan manusia

    yang menunjukkan atas kemaslahatan umat manusia, yaitu kebutuhan dhoruriyat

    (primer), hajiyat (sekunder), dan tahsiniyat (pelengkap). Ketiganya harus berimbang

    bila ingin adanya sebuah kemaslahatan yang sempurna dalam sebuah hukum.

    2. Adapun prinsip pensyariatan hukum Islam ada beberapa prinsip, yaitu prinsip meraih

    kemaslahatan dan menolak kemafsadatan, memberikan kemudahan dan menolak

    kesukaran, menyefikitkan beban, ditetapkan secara bertahap, dan merujudkan keadilan

    yang nyata.

  • 7/23/2019 Makalah Pensyariatan Hukum Islam-libre

    13/13

    P e n s y a r i a t a n H u k u m I s l a m | 13

    DAFTAR PUSTAKA

    Djamil, Fatchurrahman. 1999. Filsafat Hukum Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu

    Khallaf, Abdul Wahhab. 1989. Kaidah-kaidah hukum Islam : (Ilmu Ushulul Fiqh). Jakarta:

    Rajawali

    Koto, Alaiddin. 2012. Filsafat Hukum Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

    Qardhawi, Yusuf. 1993. Malamih Al-Mujtama Al-Muslim Alladzi Nansyuduhu, Kairo:

    Maktabah.

    Rosyada, Dede. 1993. Hukum Islam dan Pranata Sosial. Jakarta: CV Rajawali

    Yahya, Mukhtar dan Fatchurrahman. 1993. Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islami.

    Bandung: Al-Maarif

    Zahrah, Abu. 1994. Ushul Fiqh. Jakarta: Pustaka Firdaus

    http://rifkygr.blogspot.com/2013/06/makalah-tarikh-tasyri-prinsip-prinsip.htmldiakses pada 1

    Oktober 2014 pukul 7:30

    http://rifkygr.blogspot.com/2013/06/makalah-tarikh-tasyri-prinsip-prinsip.htmlhttp://rifkygr.blogspot.com/2013/06/makalah-tarikh-tasyri-prinsip-prinsip.htmlhttp://rifkygr.blogspot.com/2013/06/makalah-tarikh-tasyri-prinsip-prinsip.html