pengelolaan limbah libre

61
PENGELOLAAN LIMBAH PERTAMBANGAN PADA PT. ANEKA TAMBANG, Tbk Oleh : EDY BAKRI (22113014) PROGRAM STUDI REKAYASA PERTAMBANGAN FAKULTAS TEKNIK PERTAMBANGAN DAN PERMINYAKAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 201 4

Upload: saichu-rozin

Post on 16-Jan-2016

46 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

haha

TRANSCRIPT

Page 1: Pengelolaan Limbah Libre

PENGELOLAAN LIMBAH PERTAMBANGAN PADA

PT. ANEKA TAMBANG, Tbk

Oleh :

EDY BAKRI (22113014)

PROGRAM STUDI REKAYASA PERTAMBANGAN

FAKULTAS TEKNIK PERTAMBANGAN DAN PERMINYAKAN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2014

Page 2: Pengelolaan Limbah Libre

Bab I Pendahuluan

Kegiatan pertambangan untuk mengambil bahan galian berharga dari lapisan

bumi telah berlangsung sejak lama. Selama kurun waktu 50 tahun, konsep dasar

pengolahan relatif tidak berubah, yang berubah adalah skala kegiatannya. Mekanisasi

peralatan pertambangan telah menyebabkan skala pertambangan semakin membesar.

Perkembangan teknologi pengolahan menyebabkan ekstraksi bijih kadar rendah menjadi

lebih ekonomis, sehingga semakin luas dan dalam lapisan bumi yang harus di gali. Hal

ini menyebabkan kegiatan tambang menimbulkan dampak lingkungan yang sangat

besar dan bersifat penting. US-EPA (1995) telah melakukan studi tentang pengaruh

kegiatan pertambangan terhadap kerusakan lingkungan dan kesehatan manusia pada 66

kegiatan pertambangan. Hasil studi disarikan pada tabel 1 dan terlihat bahwa

pencemaran air permukaan dan air tanah merupakan dampak lingkungan yang sering

terjadi akibat kegiatan tersebut.

Table .1.1Frekuensi terjadinya dampak lingkungan dari 66 kegiatan pertambangan.

Jenis Dampak Persen KejadianPencemaran Air Permukaan 70Pencemaran Air Tanah 65Pencemaran Tanah 50Kesehatan Manusia 35Kerusakan Flora dan Fauna 25Pencemaran Udara 20Tidak termasuk pencemaran oleh emisi gas buang yang keluar dari alat pengendali pencemaran udara.Sumber : US EPA, (1995)

Dalam PP 18 tahun 1999 j.o. PP 85 tahun 1999 disebutkan bahwa penghasil

limbah b3 wajib mengelola limbah b3 yang dihasilkan, baik dengan memberikannya

pada pengelola atau melakukan pengelolaan secara mandiri.

Olehnya itu Usaha pencegahan dan penanganan seyogyanya direncanakan

secara matang sejak awal pertambangan (pembuatan dokumen kelayakan) hingga

penutupan tambang berlangsung.

Page 3: Pengelolaan Limbah Libre

PENCARIAN(FINDING)-geologi regional

PEMBUKTIAN(PROVING)-geofisika ENDAPAN MINERAL terowongan

-pemboran - geologi -evaluasi-sampling - mineralogi

- metode penambangan

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Defenisi Pertambangan

Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka

penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi

penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan

dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang. ( UU No. 4

Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara)

-geokimia

-pembuatan shaft dan/atau

OPENING & DEVELOPING-pembuatan shaft dan terowongan

-stripping-konstruksi underground &

surface

- pengolahan mineral- ekonomis- kontrol lingkungan

PERENCANAAN-seleksi metode penambangan& keperluan fasilitas-perancangan & rekayasa

surveying

geologi sampling

perawatankestabilan

penggalian perancangan

& p

erekayasaan pengadaan

power

PENAMBANGAN-pemberaian-pemuatan-pengankutan-kontrol biaya

bijih untuk diproses lebih lanjut

kesehatan & keselamatan ventilasi kontrol airkontrol lingkungan

klasifikasi

benefisiasi

peleburan dan pemurnian

PROCESSINGkonversi dari bahan

mentah mineral menjadi produk untuk konsumen

reduksi ukurankonsentrasi perancangan mill & pabrik kontrol lingkungan

produk untuk konsumen

menetapkankadar

spesifikasi & standar

transportasike konsumen

MARKETINGproduk untuk pabrik atau penggunaan lainnya

ilmu material & teknologi sifat dan penggunaan produk mineralsaluran penjualan

Gambar 2.1. Diagram Alir Kegiatan Pertambangan

Page 4: Pengelolaan Limbah Libre

2.2. Dampak Pertambangan

United Nations Environment Programme (UNEP, 1999) menggolongkan

dampak- dampak yang timbul dari kegiatan pertambangan sebagai berikut:

- Kerusakan habitat dan biodiversity pada lokasi pertambangan

- Perlindungan ekosistem/ habitat/ biodiversity di sekitar lokasi pertambangan.

- Perubahan landskap/gangguan visual/kehilangan penggunaan lahan

- Stabilisasi site dan rehabilitasi

- Limbah tambang dan pembuangan tailing

- Kecelakaan/ terjadinya longsoran fasilitas tailing

- Peralatan yang tidak digunakan , limbah padat, limbah rumah tangga

- Emisi Udara

- Debu

- Perubahan Iklim

- Konsumsi Energi

- Pelumpuran dan perubahan aliran sungai Buangan a• ir limbah dan air asam

tambang

- Perubahan air tanah dan kontaminasi

- Limbah B3 dan bahan kimia

- Pengelolaan bahan kimia, keamanan, dan pemaparan bahan kimia di tempat kerja

- Kebising

- Radiasi

- Keselamatan dan kesehatan

- Toksisitas logam berat

- Peninggalan budaya dan situs arkeologi

- Kesehatan masya rakat dan pemukiman di sekitar tambang

Sumber : Balkau F. dan Parsons A. , 1999

2.3. Penanganan Limbah Penambangan

Pengendalian polusi dari pembuangan tailing selama proses operasi harus

memperhatikan pencegahan timbulnya rembesan, pengolahan fraksi cair tailing,

pencegahan erosi oleh angin, dan mencegah pengaruhnya terhadap hewan-hewan liar.

Isu-isu penting yang perlu dipertimbangkan dalam evaluasi alternative pembuangan

tailing meliputi :

Page 5: Pengelolaan Limbah Libre

- Karakteristik geokimia area yang akan digunakan sebagai tempat penimbunan

tailing dan potensi migrasi lindian dari tailing.

- Daerah rawan gempa atau bencana alam lainnya yang mempengaruhi keamanan

lokasi dan desain teknis .

- Konflik penggunaan lahan terhadap perlindungan ekologi peninggalan budaya,

pertanian serta kepentingan lain seperti perlindungan terhadap ternak, binatang liar

dan penduduk local.

- Karakteristik kimia pasir, lumpur, genangan air dan kebutuhan untuk

pengolahannya.

- Reklamasi setelah pasca tambang.

Mengingat besarnya dampak yang disebabkan oleh aktifitas tambang, diperlukan

upaya-upaya pengelolaan yang terencana dan terukur. Pengelolaan lingkungan di sektor

pertambangan biasanya menganut prinsip Best Management Practice. US EPA ( 1995)

merekomendasikan beberapa upaya yang dapat digunakan sebagai upaya pengendalian

dampak kegiatan tambang terhadap sumberdaya air, vegetasi dan hewan liar. Beberapa

upaya pengendalian tersebut adalah :

- Menggunakan struktur penahan sedimen untuk meminimalkan jumlah sedimen

yang keluar dari lokasi penambangan

- Mengembangkan rencana sistim pengedalian tumpahan untuk meminimalkan

masuknya bahan B3 ke badan air

- Hindari kegiatan konstruksi selama dalam tahap kritis

- Mengurangi kemungkinan terjadinya keracunan akibat sianida terhadap burung dan

hewan liar dengan menetralisasi sianida di kolam pengendapan tailing atau dengan

memasang pagar dan jaring untuk Mencegah hewan liar masuk kedalam kolam

pengendapan tailing

- Minimalisasi penggunaan pagar atau pembatas lainnya yang menghalangi jalur

migrasi hewan liar. Jika penggunaan pagar tidak dapat dihindari gunakan

terowongan, pintu-pintu, dan jembatan penyeberangan bagi hewan liar.

- Batasi dampak yang disebabkan oleh frakmentasi habitat, minimalisasi jumlah jalan

akses dan tutup serta rehabilitasi jalan-jalan yang tidak digunakan lagi.

- Larangan berburu hewan liar di kawasan tambang.

Page 6: Pengelolaan Limbah Libre

Hal-hal pokok yang perlu mendapatkan perhatian di dalam hal menentukan besar dan

pentingnya dampak lingkungan pada kegiatan ekstraksi dan pembuangan limbah adalah:

- Luas dan kedalaman zona mineralisasi

- Jumlah batuan yang akan ditambang dan yang akan dibuang yang akan menentukan

lokasi dan desain penempatan limbah batuan.

- Kemungkinan sifat racun limbah batuan

- Potensi terjadinya air asam tambang

- Dampak terhadap kesehatan dan keselamatan yang berkaitan dengan kegiatan

transportasi, penyimpanan dan penggunaan bahan peledak dan bahan kimia racun,

bahan radio aktif di kawasan penambangan dan gangguan pernapasan akibat

pengaruh debu.

- Sifat-sifat geoteknik batuan dan kemungkinan untuk penggunaannya untuk

konstruksi sipil (seperti untuk landscaping, dam tailing, atau lapisan lempung untuk

pelapis tempat pembuangan tailing).

- Pengelolaan (penampungan, pengendalian dan pembuangan) lumpur (untuk

pembuangan overburden yang berasal dari sistem penambangan dredging dan

placer).

- Kerusakan bentang lahan dan keruntuhan akibat penambangan bawah tanah.

- Terlepasnya gas methan dari tambang batubara bawah tanah.

2.4. Sarana Pengendali Erosi

Saluran air pada penambangan berfungsi untuk menampung limpasan

permukaan pada suatu daerah dan mengalirkannya ke tempat penampungan air (settling

pond).

Dalam merencanakan saluran air maka perlu dilakukan analisa pada daerah

penambangan sehingga saluran air tersebut dapat memenuhi hal-hal sebagai berikut:

1. Dapat mengalirkan debit air yang direncanakan.

2. Kecepatan air yang tidak merusakkan saluran (erosi).

3. Kecepatan air yang tidak menyebabkan terjadinya pengendapan

4. Kemudahan dalam pengaliran atau pembuatan.

5. Kemudahan dalam pemeliharaan.

Page 7: Pengelolaan Limbah Libre

Untuk mencegah terjadinya air limpasan selama masa penambangan dan

meningkatkan produktifitas alat, maka dibuat saluran dan settling pond. Bentuk saluran

dapat dibuat sesuai dengan kondisi di lapangan.

2.4.1. Saluran Bentuk Segi Tiga

Saluran ini adalah saluran yang mempunyai keuntungan dalam pembuatanya,

karena dapat dibuat secara praktis yakni dengan menggunakan alat-alat mekanis.

Bentuk saluran ini mulanya digunakan untuk jenis saluran yang dangkal dengan jumlah

debit air yang kecil. Keuntungan saluran ini adalah tidak mudah longsor dan tidak

terjadi penggendapan, kelemahan dalam hal pembuatannya, karena membutuhkan

waktu yang cukup lama dibandingkan dengan bentuk penampang saluran lainnya.

Gambar 2.2Bentuk Penampang Segi Tiga

Dimana :

B = Lebar atas saluran (m)

h

d

=

=

Kedalaman air (m)

Kedalaman saluran (m)

a = Panjang sisi saluran (m)

AR = Jari-jari hidrolik (m)

P

Z = Tetapan

Page 8: Pengelolaan Limbah Libre

2.4.2. Bentuk Penampang Trapesium

Saluran ini merupakan saluran yang umum digunakan, karena kemudahan

dalam pembuatannya baik dengan tenaga manusia maupun dengan alat-alat mekanis.

Kelebihan bentuk ini dapat menampung volume air lebih besar dan sesuai dengan

kondisi tanah lepas.

Bentuk penampang trapesium adalah bentuk kombinasi antara bentuk

penampang segitiga dan bentuk penampang segi empat yang paling umum digunakan

untuk saluran yang berdinding tanah dan tidak dilapisi konstruksi dari bahan tertentu

sebab kemiringan dindingnya dapat disesuaikan dengan konidisi tanah setempat.

Gambar 2.3Bentuk Penampang Trapesium

Dimana :

B = Lebar atas saluran (m)b = Lebar dasar saluran (m)R = Jari-jari hidrolik (m)d = Kedalaman saluran (m)h = Kedalaman air (m)αa

==

Sudut kemiringan saluran (˚)Panjang sisi saluran (m)

Z = TetapanW = Faktor keamanan (0,20 m)

Page 9: Pengelolaan Limbah Libre

Z = Cotα = 60

Untuk menentukan dimensi saluran yang berbentuk trapesium dengan luas

penampang hidrolis optimum, maka luas penampang basa (A), jari-jari hidrolik (R),

kedalam air (h), lebar penampang basa (B), lebar dasar saluran (b), kemiringan dinding

saluran (m), dapat memiliki hubungan yang dinyatakan dalam persamaan-persamaan

sebagai berikut :

Diketahui :

g

b 2=

h 3W = 0,20 m

Maka didapat :

A = (b + zh) h ………………………………………………… (3.9)P = b + 2h 1 (z)2 …………………………………………. (3.10)

R

Dimana :

= A/P ………………………………………………………. (3.11)

b

A

=

=

Lebar dasar saluran (m)

Luas penampang basah (m2)

P = Keliling basah (m)

R = Jari-jari hidrolik (m)

α = Sudut kemiringan saluran (˚)

W = Faktor keamanan (0,20 m)

Untuk mengetahui kapasitas pengaliran suatu saluran air dapat dihitung dengan

rumus Manning sebagai berikut :

1 2

Q = . R 3

n

1

. S 2 . A ……………………………………… (3.12)

Page 10: Pengelolaan Limbah Libre

Dimana :

Q = Debit air saluran (m3/dtk)

R = Jari-jari hidrolik ( m )

S

A

=

=

Kemiringan saluran ( % )

Luas penampang saluran ( m2 )

n = Koefisien kekasaran Manning (Tabel 3.3)

Page 11: Pengelolaan Limbah Libre

2.4.3. Bentuk Penampang Segi Empat

Saluran dengan bentuk penampang segi empat umumnya digunakan untuk

saluran dengan debit air yang besar dan kondisi tanah yang tidak mudah lepas, saluran

ini mempunyai kelebihan yaitu mudah dalam pembuatan atau penggalian. Bentuk

penampang segi tiga, mempunyai sisi tegak, biasanya dipakai untuk saluran yang

dibangun pada lokasi yang stabil seperti batu, tanah yang diperkuat dengan turap kayu

dan lain-lain. Kelemahan saluran segi empat ini yaitu mudah terjadi pengikisan (erosi),

yang memudahkan terjadinya pengendapan pada dasar saluran. (Gambar 3.4)

Dimana :

Gambar 2.4Bentuk Penampang Segi Empat

B = Lebar atas saluran ( m )

b = Lebar dasar saluran ( m )

d = Kedalaman saluran ( m )

R = Jari – jari hidrolik ( m ) =

h = Kedalaman air ( m )

bh 2h

b

Tabel 2.1

Page 12: Pengelolaan Limbah Libre

Koefisien Kekasaran Manning

No Tipe Dinding Saluran Harga n

1

2

3

4

5

6

7

Semen

Beton

Batu Besi

Tanah

Gravel

Tanah yang ditanam

0,010 – 0,014

0,011 – 0,016

0,012 – 0,020

0,013 – 0,017

0,020 – 0,030

0,022 – 0,035

0,025 – 0,045

Sumber : Rudy Sayoga, “ Pengantar Penirisan Tambang” ITB, 1993

2.4.4. Kolam Pengendapan (Settling Pond)

Untuk mencegah erosi permukaan tanah dan terbawanya material tererosi ke

laut, selain dengan cara revegetasi di daerah penambangan, juga dibuat kolam

pengendapan (settling pond) dan saluran-saluran untuk mengalirkan air ke tempat

pengendapan sedimen.

Kolam pengendapan berfungsi untuk mengendapkan partikel-partikel atau

lumpur yang ikut bersama air hasil aliran dari saluran tambang, sebelum air lumpur

tersebut dibuang ke pembuangan akhir, maka diendapkan terlebih dahulu partikel-

partikel padatnya, agar tidak mencemari lingkungan sekitar lokasi tambang.

Ukuran settling pond dibuat dengan mempertimbangkan luas areal tangkapan

hujan, kandungan padatan air tambang dan koefisien pengendapan. Air yang terkumpul

dalam suatu kolam pengendapan dapat menjadi sarana penunjang bagi pelaksanaan

kegiatan revegetasi di daerah penambangan. Bentuk kolam pengendapan biasanya

dibuat secara sederhana yaitu kolam yang berbentuk zig-zag dan dapat disesuaikan

dengan keperluan perencanaan sistem penirisan serta kondisi tambang. Kapasitas

settling pond yang direncanakan dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :

- Volume kolam (V) = Q x t

V- Luas kolam (A) =

d

A- Panjang kolam (P) =

L

Page 13: Pengelolaan Limbah Libre

Dimana :

3

V

Q

A

=

=

=

Volume kolam (m3)

Debit air yang masuk ke Settling Pond

(m3/det) Luas penampang kolam (m2)

P = Panjang sisi kolam (m)

L = Lebar sisi kolam (m)

d = Kedalaman kolam (m)

t = Lama hujan rata-rata per hari (det)

P- Lebar tipe zone =

Gambar 2.5Bentuk Kolam Pengendapan Zig-Zag

Page 14: Pengelolaan Limbah Libre

BAB III DASAR HUKUM

2.4. Dasar Hukum Pengelolaan Limbah Penambangan

Adapun regulasi yang mengatur tentang pengelolaan limbah pertambangan ialah :

a) Undang-undang No. 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Menjabarkan mengenai kewajiban memiliki ijin lingkungan bagi setiap pelaku

usaha yang usahanya berdampak penting terhadap lingkungan hidup serta UKL

& UPL bagi usaha yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup.

b) Undang-undang No.4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Menjabarkan mengenai kewajiban setiap pemegang IUP, IPR ataupun IUPK

untuk melakukan model penambangan yang berwawasan lingkungan (Good

Mining Practice) dan berkelanjutan (sustainability)

c) Kepmen LH No. 113/2003 tentang Baku Mutu Air Limbah dari kegiatan

pertambangan Batubara.

Menjabarkan mengenai baku mutu air limbah yang mesti di capai sebelum di

rilis ke badan air untuk usaha pertambangan batubara

d) Kepmen LH No. 202/2004 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha dan atau

kegiatan pertambangan emas dan atau tembaga.

Menjabarkan mengenai baku mutu air limbah yang mesti di capai sebelum di

rilis ke badan air untuk usaha pertambangan emas dan atau tembaga.

e) Permen LH No. 04 tahun 2006 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi usaha dan

atau kegiatan pertambangan timah.

Menjabarkan mengenai baku mutu air limbah yang mesti di capai sebelum di

rilis ke badan air untuk pertambangan timah.

f) Permen LH No. 09 tahun 2006 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi usaha dan

atau kegiatan pertambangan bijih nikel.

Menjabarkan mengenai baku mutu air limbah yang mesti di capai sebelum di

rilis ke badan air untuk usaha pertambangan bijih nikel.

g) Permen LH No. 21 tahun 2009 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi usaha dan

atau kegiatan pertambangan bijih besi.

Page 15: Pengelolaan Limbah Libre

BAB IV PENAMBANGAN & PENGOLAHAN

4.1. Tinjauan Umum PT. Antam, Tbk UBPN Sultra

Lahan konsesi PT ANTAM Tbk UBPN Operasi Pomalaa, yakni terletak di Desa

Huko-Huko Kecamatan Pomalaa Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara , dapat

dicapai dengan kendaraan bermotor dari Ibu Kota Kabupaten yang berjarak 28

Kilometer melalui jalan yang telah diaspal, sedangkan dari Ibukota Provinsi Kendari

berjarak kurang lebih 190 Km (Gambar 2.1).

Secara geografis, kuasa Pertambangan PT. Aneka Tambang Tbk, Pomalaa

berada pada garis lintang 04° 00’ 00” - 4° 30’ 00” Lintang Selatan, dan berada pada

121°15’00” - 121° 45’ 03” Bujur Timur. Daerah Kuasa Pertambangan meliputi area

seluas kurang lebih 6128,5 Ha seperti tercantum dalam Surat Keputusan Bupati Kolaka

Nomor 87 dan 90 Tahun 2009. Penambangan bijih nikel dilakukan secara serentak di

dalam wilayah KP Eksploitasi dengan membagi tiga daerah tambang yaitu Tambang

Utara untuk wilayah KP Eksploitasi KW98PP0214 = 1954 Ha, Tambang Tengah Untuk

wilayah KP Ekploitasi KW.WSPM014 = 2712 Ha dan Tambang Selatan untuk wilayah

KP Ekploitasi KW98PP0213 = 878,2 Ha dan KW.WSPM015 = 584,3 Ha serta sebagian

lagi gugusan pulau-pulau antara lain Pulau Maniang, Pulau Lemo dan Pulau

Padamarang.

Page 16: Pengelolaan Limbah Libre

Gambar 4.1 Peta lokasi IUP PT. Antam, Tbk UBPN Sultra.Sumber : PT Aneka Tambang Tbk. Unit Bisnis Pertambangan Nikel Operasi

Pomalaa

4.2. Penambagan Bijih Nikel (Nickel Ore)

Kegiatan penambangan dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan ekspor biji

nikel dan sebagai umpan pabrik ferronikel. Adapun tahapan kegiatan penambangan

adalah sebagai berikut :

a. Eksplorasi

Dalam usaha mencari cadangan bijih nikel (nikel ore) di lakukan penyelidikan baik

secara umum (geologi permukaan), eksplorasi pendahuluan, eksplorasi detail, sampai

keperhitungan cadangan untuk mengetahui seberapa jauh kandungan nikel yang ada

pada daerah tersebut. Upaya tersebut dilakukan dengan pengambilan contoh (sample)

dengan menggunakan alat bor.

Page 17: Pengelolaan Limbah Libre

b. Pengupasan tanah tertutup ( oven burden )

Sebelum dilakukan penambangan, daerah tambang dibersihkan dari pohon – pohon dan

semak – semak, setelah itu dilakukan stripping (pengupasan) lapisan tanah tertutup,

sampai pada kedalaman tertentu. Pelaksanaan tersebut diatas semuanya dikerjakan

menggunakan alat dorong (bulldozer).

c. Penambangan

Kegiatan selanjutnya adalah penambangan yang termasuk dalam klasifikasi tambang –

tambang terbuka (Open cut mining) dengan menggunakan alat alat produksi sebagai

berikut :

- Bulldozer sebagai alat dorong

- Dozer Shovel sebagai alat gali dan muat

- Dump Truck sebagai alat angkut

d. Pengangkutan

Selanjutnya dilakukan kegiatan pengangkutan dari daerah penambangan ke tempat

penyimpanan ore baik untuk kegiatan untuk umpan pabrik maupun untuk yang langsung

di ekspor, dengan menggunakan alat transportasi yaitu dump truck yang berkapasitas 15

– 30 ton.

e. Penumpukan

Bijih Nikel baik untuk umpan pabrik maupun untuk ekspor, sebelum di tumpuk di

stock yard yang berupa batuan besar atau boulder ( > 20 cm ) terlebih dahulu disaring

pada saringan tetap.

f. Pencampuran

Pencampuran (blending) pada stock yard antara bijih dari berbagai kadar, untuk

memperoleh bijih berkualitas ekspor. Dari stock yard bijih nikel dibagi dalam dua

bagian, sebagian diangkut ke kapal ekspor dengan menggunakan suatu alat belt

conveyor dan tongkang untuk diekspor dan sebagian lagi di masukkan ke pabrik untuk

di olah atau sebagai umpan pabrik.

Page 18: Pengelolaan Limbah Libre

4.3. Proses Produksi Ferro Nikel

Pengolahan bijih nikel pada PT.ANTAM (Persero) Tbk. UBPN Sulawesi

Tenggara menggunakan metode Ellkeem dengan jenis proses produksi continous

dimana prosesnya terdiri dari beberapa tahap yakni :

a. Tahap Praolahan (Ore Prepaation)

b. Tahap Peleburan (Smelting)

c. Tahap Pemurnian (Refining)

d. Tahap Pencetakan dan Pengepakan (Casting)

a) Tahap Pra-Olahan

Tahap Praolahan yang dilakukan bertujuan untuk mempersiapkan bijih sebelum

memasuki proses peleburan. Hal ini dilakukan agar bijih yang masuk ke peleburan

memenuhi berbagai persyaratan yang telah ditentukan, antara lain menyangkut ukuran,

kadar bijih, Moisture Content (MC) atau air lembab, LOI (Lost Of Ignation) atau air

kristal, dan lain-lain.

Bahan baku yang terdiri dari bijih nikel, anthrasit, dan batu kapur sebelum

diumpankan ke rotary kiln terlebih dahulu mengalami proses ore blending, ore handling

pada rotary dryer dan tahap kalsinasi pada rotary kiln.

- Ore Blending

Penanganan bijih mencakup proses penerimaan bijih, pencampuran bijih dan

penampungan bijih. Setelah proses penambangan wet ore (bijih basah) yang diperoleh

dibawa ke Departemen Bahan Baku. Pada proses ore blending ini, ukuran bijih basah

masih beragam dengan MC, sekitar 28 – 30%. Setelah dianalisa, kemudian ditentukan

presentase pencampuran bijih yang digunakan sebagai umpan.

- Ore Handling

Proses ore handling meliputi: ore receiving, ore drying, ore sizing dan ore mixing.

- Ore Receiving

Bijih nikel basah (wet ore) dimasukkan ke SOM (Shake Out Machine), akan

terpisah secara manual lewat saringan yang berukuran 20 x 25cm. Bijih yang berukuran

15 – 20 cm akan ditampung dalam loading hopper yang selanjutnya ditransportasikan

oleh belt conveyor ke rotary dryer. Sedangkan bijih yang berukuran > 20 cm tidak

dipergunakan.

Page 19: Pengelolaan Limbah Libre

- Ore Drying

Proses pengeringan bijih dilakukan di rotary dryer. Rotary dryer memiliki dimensi

panjang 30 m dan diameter 3,20 m dengan putaran 1,5 rpm. Rotary dryer ini digerakkan

oleh motor penggerak. Proses ini bertujuan untuk mengurangi kandungan air lembab

(MC) dalam bijih sekitar 30 – 40 % menjadi ± 21 %. Penentuan MC menjadi 21 – 23

% dikarenakan karena pada kondisi tersebut yang paling baik untuk mereduksi nickel

losses, mengurangi polusi yang akan dihasilkan, dan untuk keawetan mesin. Proses

pengeringan dalam rotary dryer berlangsung sekitar 30 menit. Bahan bakar yang

digunakan untuk rotary dryer adalah batu bara sebagai bahan bakar utama dan minyak

sebagai bahan bakar penunjang. Pemilihan batu bara dikarenakan biayanya murah dan

mudah didapatkan. Pengeringan bijih diakibatkan oleh terjadinya kontak langsung

antara udara panas dari Burner dengan bijih dalam suatu tanur yang berputar.

Pemanasan dalam rotary dryer berlangsung secara parallel flow artinya aliran udara

panas dari burner searah dengan arah aliran masuk material. Temperatur udara panas

yang masuk pada rotary dryer sekitar 400oC – 800oC dan disesuaikan dengan kadar air

yang terkandung dalam ore. Pengeringan dalam rotary dryer akan menghasilkan gas,

disamping material kering, gas buang yang mangandung debu dan abu akan masuk ke

dalam multicyclone untuk dikumpulkan, sementara gas yang ringan akan tertarik oleh

exhaust fan untuk kemudian dibuang ke atmosfir melalui stack.

- Ore Sizing

Debu yang terkumpul dari multicyclone akan ditarik ke double flap dumpper, jatuh

ke dust belt conveyor dan kemudian menuju ke belt conveyor yang berisi bijih hasil

pengeringan yang akan menuju ke vibrating screen, untuk selanjutnya mengalami

proses penyaringan dengan ukuran harus < 30 mm sementara ukuran > 30 mm akan

masuk kedalam Impeller Breaker untuk proses crushing. Penentuan ukuran tersebut

dikarenakan pada ukuran tersebut maka kadar LOI yang terdapat pada material lebih

mudah tereduksi.

- Ore Mixing

Dari belt conveyor material akan masuk ke shuttle conveyor dan selanjutnya akan

masuk ke dalam 7 buah bin yang masing-masing berkapasitas 120 ton. 2 bin akan

digunakan sebagai tempat penampungan ore dan selanjutnya akan diumpankan ke rotary

kiln setelah mengalami proses pencampuran dengan sub material lainnya yaitu batu

Page 20: Pengelolaan Limbah Libre

bara, anthrasit dan limestone. Penggunaan batu bara dan anthrasit sebagai bahan

pereduksi sedangkan batu kapur berfungsi untuk melindungi dinding ladle yang terdiri

dari batu tahan api (brick) agar tidak cepat aus. 1 bin yang lain digunakan untuk

pencampuran dalam pembuatan pellet. 3 bin lainnya dengan kapasitas 70 ton untuk

menampung limestone, anthrasit, coal dan 1 bin sebagai cadangan. Semua material dari

setiap Bin akan dialirkan masing-masing melalui sebuah belt conveyor yang dilengkapi

timbangan (poidmeter). Dengan menggunakan poidmeter (constant feed weigher),

material yang sudah ditampung dalam bin yaitu : conditioned ore, anthrasit, limestone

dan coal, ditimbang secara otomatis dan dengan setting yang telah ditentukan.

Campuran bijih kering, batu kapur, anthrasit dan batu bara akan diumpankan ke dalam

rotary kiln dengan menggunakan belt conveyor.

- Tahap Kalsinasi

Material yang sudah tercampur seperti ore dryer, antrasit, limestone dan coal yang

telah ditimbang di poidmeter, diangkut oleh belt conveyor ke rotary kiln untuk

mengalami proses kalsinasi. Rotary kiln dilengkapi dengan barner yang terpasang pada

ujungnya, udara panas yang dihembuskan berlawanan arah dengan laju material yang

masuk. Proses kalsinasi ini bertujuan untuk mengurangi kadar LOI (Lost of Ignation) ≤

0,01. Kadar LOI yang tinggi akan mengganggu kestabilan dalam tanur yang dapat

mengakibatkan goncangan yang kuat di dalam tanur. Rotary Kiln memiliki dimensi

panjang 90 m utuk FeNi I dan II, sedangkan FeNi III 110 m, diameter 3 m dan

kemiringan 20.

b) Tahap Peleburan

Proses peleburan adalah proses dimana calcine hasil dari proses kalsinasi pada

rotary kiln diolah dalam tanur listrik untuk memisahkan crude FeNi dengan slag melalui

proses reduksi. Proses peleburan dilakukan dalam tanur listrik yang berkapasitas 25

MVA unit 1, 40 MVA unit 2, dan 60 MVA unit 3 yang bagian dalamnya dilapisi brick.

Pada tanur listrik dilengkapi dengan 3 buah elektroda yang berfungsi sebagai pelebur

dari calsain tersebut.

Calcine yang dihasilkan oleh rotary kiln dengan temperatur ≥ 450 C

sebelum diumpankan dalam tanur listrik diangkut dengan menggunakan sistem

container car, kemudian diangkat ke atas dengan menggunakan over head crane dan

ditampung dalam

10 buah top bin yang berkapasitas masing-masing 50 ton, yang terpasang di lantai

Page 21: Pengelolaan Limbah Libre

bangunan tanur listrik. Dari top bin calcine diumpankan ke dalam tanur melaui chute

yang kakinya terpasang mengelilingi tanur listrik. Dalam tanur listrik terjadi peleburan

calcine dan menyelesaikan reduksi senyawa yang terdapat di dalam bijih oleh fixed

carbon.

Dari leburan itu terbentuk dua fase yaitu, fase cair yaitu fase slag dan fase metal /

nikel. Slag berperan penting dalam mengatur komposisi logam cair karena merupakan

bahan perantara terjadinya reaksi kimia. Unsur yang terbentuk dari hasil reduksi di

dalam bijih adalah logam ferronikel. Pemisahan antara logam ferronikel dan slag di

dalam tanur adalah lapisan atas adalah Slag dengan tebal lapisan mencapai 1-1,5 m,

sedangkan lapisan logam ferronikel berkisar anatara 40–80 cm.

Slag dikeluarkan dari tanur listrik setiap 90.000 KWh sebanyak 90 ton dengan

temperatur dengan kira-kira 1550 C dan dialirkan ke dalam kolam air sehingga

tergranilasi menjadi butiran-butiran yang berukuran 5–10 cm. Logam (metal) ferronikel

dikeluarkan dalam tanur listrik. Logam ini disebut crude ferronikel yang masih perlu

dimurnikan di departemen pemurnian untuk mendapatkan ferronikel dengan komposisi

sesuai permintaan.

c) Tahap Pemurnian

Tahap pemurnian bertujuan untuk memurnikan crude FeNi menjadi metal FeNi

(produk) sesuai standar produk. Proses pemurnian terdiri dari dua proses yaitu :

- Proses De-Sulphurisasi (De-S)

Proses ini bertujuan untuk menurunkan kadar sulfur yang terdapat pada crude Fe-Ni

hasil peleburan menjadi < 0,03.

Bahan yang digunakan yaitu :

calsium carbide ± 200 kg/heat

soda ash ± 10 kg/heat

fluor spar ± 10 kg/heat

Bahan-bahan tersebut digunakan untuk mengikat sulphur pada proses de-S.

Prosesnya yaitu crude FeNi dicampur dan diaduk dengan calsium carbide, soda ash,

fluor spar dalam satu ladle yang disebut shaking converter dengan kapasitas 16 ton

FeNi. Proses De-S ini berlangsung sekitar ± 35 menit. Temperatur metal selama proses

harus berkisar ± 13500 C. Hasil dari proses ini akan menghasilkan metal FeNi high

carbon dan low carbon.

Page 22: Pengelolaan Limbah Libre

- Proses Oksidasi

1) Proses Oksidasi dilakukan pada produk low carbon untuk menurunkan kadar

silika, fosfor melalui proses peniupan oksigen ke dalam crude FeNi dengan

menggunakan bahan : Oksigen dan Kapur bakar dan batu kapur berfungsi untuk

mengontrol basicity dan temperatur

2) Proses De-Silikonisasi yaitu proses menghilangkan kandungan silica dalam

crude FeNi < 0,05. Jika kadar silica dalam crude FeNi tinggi maka proses de-

silikonisasi berlansung dua kali.

3) Proses De-Carbonisasi yaitu proses penghilangan kandungan unsur pengotor

seperti 1,5% C, 0,3% Si dan 0,8% Cr di dalam crude FeNi yang akan

dimurnikan untuk mendapatkan kadar yang diinginkan melalui peniupan

oksigen.

4) P (De-Phosporisasi), yaitu proses penghilangan kadar Fosfor dalam crude FeNi.

Fosfor ini akan mengalami oksidasi yang akan diikat oleh CaO untuk

membentuk slag.

5) Proses Oksidasi berlangsung ± 1,5 jam dengan temperatur crude FeNi ± 14500

C. Proses ini menghasilkan metal FeNi dan slag dimana slag tersebut akan

dibuang.

d) Tahap Pencetakan dan Pengepakan

Metal FeNi yang telah mengalami pemurnian selanjutnya dibawa ke

Departemen Casting untuk dicetak menjadi bentuk yang diinginkan oleh pihak pembeli.

Hasil cetakan pada PT. ANTAM (Persero) Tbk. UBPN Sultra yaitu berbentuk Shot.

Shot merupakan metal FeNi dalam bentuk butiran, Proses pencetakannya

dimulai dari metal FeNi hasil peleburan dan dituangkan kedalam sebuah ladle yang

mempunyai lubang kemudian melalui lubang tersebut metal akan mengalir ke

cetakan/mold yang bergerak pada link berbentuk rantai dimana kecepatan pergerakan

mold dikendalikan oleh operator pada control room. Metal dari hasil pemurnian

dimasukkan ke dalam ladle shot yang kemudian dituang ke dalam kolam granulasi

dengan kecepatan penuangan 800 – 1200 kg / menit. Bersamaan dengan itu

disemprotkan dengan air bertekanan tinggi dari jet pump sehingga akan terbentuk

granul atau bulatan. Metal yang sudah berbentuk shot yang ada dalam kolam granulasi

ditransfer oleh belt conveyor ke alat pengering lalu dimasukkan ke dalam pengayak

Page 23: Pengelolaan Limbah Libre

putar yang selanjutnya ditampung dalam shot car lalu ditimbang dan dibungkus dalam

bag (pembungkus khusus) yang berkapasitas ± 1000 kg.

Jenis produksi yang dihasilkan PT.ANTAM (Persero) Tbk. UBPN Sulawesi

Tenggara yaitu:

1) Produksi High Carbon (HC) = High Carbon Shot

2) Produksi low Carbon (LC) = Low Carbon Shot

Page 24: Pengelolaan Limbah Libre

BAB VPENGELOLAAN LINGKUNGAN PERTAMBANGAN

5.1. Pengelolaan Lingkungan Tambang (kualitas air)

Aktifitas penambangan menyebabkan terbukanya vegetasi yang berakibat pada

meningkatnya laju erosi dan sedimentasi sehingga berdampak pada degradasi kualitas

air permukaan (sungai, danau dan laut). Olehnya itu diperlukan upaya-upaya untuk

mereduksi dampak yang ditimbulkan oleh aktifitas pertambangan.

Berdasarkan laporan Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan PT. Antam, Tbk di

ketahui bahwa kegiatan penambangan PT. Aneka Tambang , Tbk Operasi Sultra

menimbulkan dampak-dampak Sebagai berikut :

1) Peningkatan Laju Erosi dan Sedimentasi

a) Jenis dampak penting

Jenis dampak penting adalah peningkatan laju erosi dan sedimentasi

b) Sumber dampak penting

Sumber dampak adalah kegiatan penambangan bijih menyebabkan terjadinya

erosi terutama pada saat terjadi hujan.

a) Tindakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pendekatan teknologi

Hal ini dilakukan dengan:

Membangun cek dam di sekitar permuka kerja.

Membangun saluran-saluran disekitar permuka kerja dan mengalirkan ke cek

dam yang sudah dibangun sebelumnya.

Membuat terasering pada bekas lahan tambang yang akan ditinggalkan.

Menggunakan bekas-bekas tambang sebagai tempat penimbunan tanah penutup.

Untuk pengelolaan dampak berupa sedimen, maka dilakukan tindakan berupa

pembuatan kolam pengendap sedimen sebelum masuk ke badan sungai dan

secara berkala dilakukan pengerukan untuk mencegah terjadinya penumpukan

sedimen.

Pendekatan institusi

Page 25: Pengelolaan Limbah Libre

Pendekatan institusi dilakukan dengan cara meningkatkan koordinasi

instansi terkait.

dengan

b) Tolok ukur pengelolaan

Banyaknya sediment yang terangkut aliran air permukaan.

c) Lokasi Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Lokasi pengelolaan lingkungan hidup adalah pada tapak proyek.

d) Periode Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Periode pengelolaan adalah selama kegiatan penambangan bijih nikel

2) Degradasi Kualitas Air

a) Jenis dampak penting

Jenis dampak penting adalah penurunan kualitas air pada badan air

b) Sumber dampak penting

Sumber dampak penting adalah berasal dari kegiatan penambangan bijih.

c) Tindakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pendekatan teknologi

Untuk pengelolaan dampak berupa sedimen, maka dilakukan tindakan berupa

pembuatan kolam pengendap sedimen sebelum masuk ke badan sungai dan secara

berkala dilakukan pengerukan untuk mencegah terjadinya penumpukan sedimen.

Pendekatan institusi

Pendekatan institusi dilakukan dengan cara meningkatkan koordinasi dengan

instansi terkait.

d) Tolok ukur pengelolaan

Tolok ukur pengelolaan adalah peningkatan kandungan sedimen dan padatan

tersuspensi (TSS) dan kekeruhan.

e) Lokasi Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Lokasi pengelolaan lingkungan hidup adalah pada tapak proyek.

f) Periode Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Periode pengelolaan adalah selama ada kegiatan penambangan bijih nikel.

5.2. Pengelolaan Limbah Cairan

Ada beberapa bentuk limbah yang dihasilkan dari proses produksi maupun kegiatan

domestik. Untuk limbah berbentuk cair, penampungan serta pengolahan

dilakukan di kolam khusus. Secara berkala penampungan ini dipantau untuk

memastikan kualitas limbah agar sesuai dengan standar yang ditetapkan Pemerintah.

Page 26: Pengelolaan Limbah Libre

Kegiatan operasional di UBPN Sultra juga menghasilkan Limbah cair dalam bentuk

sludge marine fuel oil (MFO), yang dikelola dengan cara dimanfaatkan kembali untuk

dijadikan bahan bakar. Selama tahun 2012 ada 1.660 Kiloliter sludge MFO, naik

dibandingkan tahun 2011 sebanyak 1.570 Kiloliter, karena adanya upaya optimalisasi

pemanfaatan kembali MFO tersebut di internal Perusahaan.

Tabel 5.1 Pencapaian Pemanfaatan Kembali MFO di UBPN Sultra

KegiatanTarget penghematan Realisasi

Energy (Gjoule) %Energy

(Gjoule)%

Reuse Sludge MFO untuk

mixing bahan bakar kiln51822 1.47 53.101 1.51

5.3. Pengelolaan Limbah Padatan

Limbah padatan yang paling banyak dihasilkan adalah tailing dan slag. Limbah

dalam bentuk tailing merupakan sisa hasil pencucian berupa lumpur dari proses

hydrometallurgy dengan media air, sedangkan slag adalah hasil sampingan pemisahan

logam dari bijihnya melalui proses pyrometallurgy menggunakan panas. Tailing

dihasilkan dari kegiatan operasional di UBP Emas pada tahun 2012 adalah 306.178 dry

metric tonnes (DMT), naik dibandingkan tahun 2011 sebesar 302.787 DMT.

Penyebabnya karena rendahnya kadar emas sehingga sisa produksi (tailing) yang

dihasilkan lebih banyak. Adapun slag dihasilkan dari kegiatan operasional di UBPN

Sultra. Selama kurun waktu periode pelaporan dihasilkan 1.000.078 ton slag, lebih

rendah dibandingkan tahun 2011 sebanyak 1.046.122 ton.

Pengelolaan kedua limbah padatan ini selalu dipantau dan diperiksa berkala di

laboratorium. Tailing yang dimanfaatkan kembali dalam back!ling mencapai 81.978

DMT atau 27% dari yang dihasilkan, sedangkan sisanya disimpan dalam pond atau

dam. Selanjutnya slag dimanfaatkan sebagai material untuk keperluan overburden

backfilling. Pada tahun 2012 seluruh slag dimanfaatkan untuk keperluan overburden di

sekitar pelabuhan, emplacement dan pabrik feronikel ANTAM di Pomalaa.

Slag (terak nikel) adalah limbah buangan dari industri pengolahan nikel yang

membentuk liquid panas yang kemudian mengalami pendinginan sehingga membentuk

batuan alam yang terdiri dari slag padat dan slag yang berpori. Berdasarkan bentuknya,

slag nikel dapat dibedakan menjadi 3 tipe yaitu high, medium, dan low slag. Terak nikel

yang masuk kategori high diperoleh dari proses pemurnian di converter berbentuk pasir

Page 27: Pengelolaan Limbah Libre

halus berwarna coklat tua, sedangkan kategori medium dan low slag diperoleh lewat

tungku pembakaran (furnace). Di PT. ANTAM, TBK UBPN SULTRA, produksi

limbah slag yang melewati proses pemurnian di converter mencapai 1.000.078 ton slag.

PT. ANTAM, TBK UBPN SULTRA tidak diperkenankan membuang terak di luar

lokasi penambangan yang diizinkan dan tidak boleh menjual atau memberikan terak

kepada pihak lain melainkan hanya boleh dimanfaatkan dan dikelola oleh pihak PT.

ANTAM, TBK UBPN SULTRA sendiri. Atas dasar kebijakan PT. ANTAM, TBK

UBPN SULTRA, maka terak akan dimanfaatkan sebagai lapisan material untuk

pembuatan akses jalan tambang, dan sebagai material untuk meningkatkan daya dukung

tanah. Hal ini dilakukan karena lemahnya daya dukung tanah yang ada untuk operasi

alat berat dan Dump Truck dalam proses penambangan.

Slag nikel merupakan sisa hasil pengolahan bijih nikel dari proses peleburan dan

pemurnian yang telah didinginkan dan memiliki bentuk seperti butiran-butiran kecil.

Slag hasil pengolahan bijih nikel ini banyak mengandung MgO, Fe2O3, CaO, Al2O3, Cr,

Ni dan SiO2 (data dari ESDM). Jika dilihat pada PP 18/1999 jo PP 85/1999, slag nikel

memiliki kandungan unsur yang termasuk dalam salah satu daftar pada lampiran III

peraturan tersebut. Unsur yang dimaksud adalah nikel (Ni) dan kromium (Cr). Selain

itu, Fe2O3 merupakan unsur yang paling banyak yang ada dalam slag nikel. Hal ini

dikarenakan nikel yang dihasilkan oleh PT INCO hanya berupa nikel matte, sehingga

kandungan besi (Fe) yang ada dalam bijih nikel tersebut akan dibuang dan menjadi

limbah. Oleh karena itu, slag nikel ini dapat dikategorikan sebagai limbah B3 atau

biasanya digolongkan pada limbah khusus yang penanganannya mengikuti pengelolaan

limbah B3.

Slag nikel adalah berupa limbah padat yang dapat mengkontaminasi tanah.

Jumlahnya yang banyak dalam suatu pengolahan bijih di kegiatan pertambangan dapat

merusak suatu lahan tempat penampungan slag tersebut. Jika dibiarkan secara terus-

menerus dan mengalami oksidasi, saat terkena air hujan, akan menghasilkan air lindian

yang banyak mengandung unsur-unsur berbahaya, salah satunya yaitu kromium yang

merupakan unsur yang beracun. Pengelolaan harus dilakukan karena jumlah slag nikel

yang dihasilkan oleh PT. bisa mencapai 1.000.078 ton. Jika slag sebanyak ini dibiarkan

begitu saja, maka dampak lingkungan yang dapat ditimbulkan akan sangat besar. Oleh

karena itu, pemanfaatan slag nikel sebagai salah satu campuran bahan pengerasan jalan

Page 28: Pengelolaan Limbah Libre

dianggap cukup efektif dan menguntungkan bagi perusahaan. Hal ini dikarenakan

karakteristik slag tersebut yang memiliki densitas tinggi, kekerasan dan kekuatan,

pemampatan yang baik dengan permeabilitas air yang tinggi. Dengan sifat tersebut, slag

ini kemungkinan dapat digunakan dalam berbagai tujuan, salah satunya yaitu sebagai

bahan perkerasan beton jalan, khususnya jalan tambang.

- Opsi Pemanfaatan Slag Nikel

Mengingat jumlah limbah slag nikel yang tidak sedikit, tentunya metode penanganan

limbah tidak bisa hanya mengandalkan metode penimbunan limbah di disposal. Dengan

jumlah limbah yang begitu banyak, jika metode pengelolaannya hanya bertumpu pada

penimbunan maka area yang dibutuhkan sebagai area penimbunan limbah sangatlah

luas. Untuk memperoleh area yang dapat menampung limbah secara aman tentunya

tidak mudah, terdapat berbagai kendala diantaranya permasalahan ketersediaan lahan

dan struktur geologi daerah timbunan. Berangkat dari latar belakang tersebut maka

diperlukan adanya suatu usaha pemanfaatan lain sehingga limbah tidak hanya dapat

ditimbun, melainkan digunakan untuk kegiatan yang lainnya. Berikut ini merupakan

beberapa opsi pemanfaatan slag nikel yang telah diteliti sebelumnya :

a) Perkerasan Jalan Tambang

Pemanfaatan yang baru dilakukan di Kabupaten Kolaka hingga saat ini adalah

penggunaan terak nikel sebagai material timbunan untuk kegiatan perkerasan jalan.

Padahal jumlah terak nikel yang dihasilkan oleh kegiatan pengolahan bijih nikel cukup

banyak.

Terak nikel yang dihasilkan sebagai hasil sampingan dari proses pengolahan,

diangkut keluar pabrik dengan menggunakan kendaraan pengangkut khusus. Terak nikel

dapat digunakan sebagai pengeras jalan dengan 2 cara yaitu :

1. Penumpahan terak cair langsung di atas areal yang akan dijadikan jalan tambang.

Terak nikel di tuang di atas material over burden kemudian disiram oleh air untuk

menurunkan suhu terak. Setelah terak dingin kemudian ditimbun oleh material yang

sama.

2. Terak nikel cair dituang pada disposal tersendiri kemudian disiram air hingga terak

membeku dan suhunya turun. Kemudian terak digali oleh excavator dan diangkut

dengan dump truck. Kemudian material terak dingin ditumpahkan di areal yang

akan menjadi jalan dan setelah itu ditimbun oleh material overburden.

Page 29: Pengelolaan Limbah Libre

b) Agregat Kasar Beton Pemberat Pipa

Penelitian lain yang dilakukan oleh Saptahari (2005) menyebutkan bahwa

limbah terak nikel dapat digunakan sebagai agregat beton pemberat pipa. Terak nikel

merupakan limbah industri nikel berupa bongkahan dan memiliki bobot yang besar,

sehingga dimungkinkan untuk digunakan sebagai material pengganti iron ore untuk

beton pemberat pipa.

Beton pemberat pipa diperlukan untuk dapat mempertahankan posisi pipa

selama pipa tersebut digunakan. Beton tersebut diperlukan untuk menahan gaya-gaya

yang bekerja terutama gaya apung pada pipa jika pipa dalam kondisi kosong.

Penggunaan beton pemberat pipa yang digunakan saat ini, merupakan campuran dari

iron ore sebagai agregat baik agregat halus maupun agregat kasar.

Karakteristik terak nikel yang memiliki bobot yang besar, membuat terak nikel

dapat digunakan sebagai material pengganti iron ore untuk beton pemberat pipa. Terak

nikel sendiri berwarna cokelat tua dan terdiri dari unsur silikat 26.43% dan ferro

43.03% yang merupakan bagian paling dominan (Sugiri & Khosoma, 1997). Unsur

silikat yang terkandung dalam slag nikel berperan besar dalam memperbaiki interface

antara agregat dan pasta semen.

Persyaratan beton pemberat yang baik harus memenuhi parameter-parameter

tertentu diantaranya adalah berat jenis beton, adsopsi beton dan kuat tekan beton.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sugiri (2005) beton pemberat pipa hasil

campuran agregat terak nikel memiliki kuat tekan sebesar 50.77 Mpa, tingkat adsorpsi

beton dibawah 5% berat jenis sebesar 3267 kg/m3.

Hingga saat ini pemanfaatan terak nikel sebagai agregat pada beton pemberat pipa

baru sampai pada taraf penelitian saja, belum ada aplikasi skala besar yang dilakukan

sebagai wujud nyata pemanfaatan terak nikel sebagai agregat beton pemberat pipa gas.

5.4. Pengelolaan Limbah B3Limbah lain yang dihasilkan adalah limbah yang mengandung bahan berbahaya dan

beracun (B3). Penyimpanan limbah B3 dilakukan dengan penempatan khusus di lokasi

penyimpanan yang dibuat dengan standar keamanan dan keselamatan tertentu serta

dilengkapi sistem pengemasan khusus dan pencatatan sesuai peraturan pemerintah.

Pengolahan limbah padatan B3 dilakukan dengan cara dimusnahkan menggunakan alat

insinerator atau diserahkan kepada pihak ketiga. Limbah B3 yang dimusnahkan di

insinerator di antaranya bekas/sisa cairan kimia/reagent dan bahan terkontaminasi lain.

Page 30: Pengelolaan Limbah Libre

Sedang limbah padatan B3 lain seperti oli, lumpur minyak, gemuk (grease), limbah

medis, aki, dan abu dari pembakaran, diserahkan kepada perusahaan berizin untuk

proses lebih lanjut. Dalam hal ini tidak ada limbah B3 yang dikapalkan ke luar negeri.

Pengelolaan limbah B3 dan juga cairan berbahaya lain Dilakukan dengan standar

prosedur operasi maupun pengawasan ketat untuk mencegah terjadinya kebocoran

maupun tumpahan. Melalui penerapan standar prosedur operasi yang ketat, selama

tahun 2012 tidak ada laporan yang menyatakan adanya kebocoran penyimpanan limbah

B3 maupun temuan tumpahan atau rembesan cairan berbahaya lainnya.

Gambar5.1Pendataan Limbah B3

Tabel5.2 Jenis Limbah B3

Jenis Limbah SatuanUnit Bisnis

UBPN Sultra

UBP Emas

UBPP LM

UBPN Malut

Oli bekas, minyak bekas dan lumpur minyak Liter 2,022,153 31,200 77

278,435

Grease Bekas (Gemuk) Kg 1,922 100

Abu insinerator Kg 270 5,632

Sampah B3 padat lainKemasan bekas kontaminasi, limbah medisdan Filter bekas, lampu bekas

Kg10,001 375 752 310

Botol bekas kimia pcs 39

Aki bekas unit 17 407

Sludge kg 13,002 31,866

Jerigen B3/eks-kimi pcs 1,029

Limbah cair IPAL (spent electrolite, ethilacetate, limbah AAS)

m3

723

Page 31: Pengelolaan Limbah Libre

DAFTAR PUSTAKA

Ganti, Abraham. 2008, “Potensi Pemanfaatan Low Nickel Slag Sebagai PenggantiSemen dan Agregat Kasar”. Universitas Petra Surabaya

Sugiri, S., Khosoma, L.K, 1997, “Penggunaan Terak Nikel Sebagai Agregat BetonMutu Tinggi”. Thesis Program Magister. Institut Teknologi Bandung

Sugiri, S., Soenardi, B. W., Sutha, G. P., Louis. 2005. “ Penggunaan Terak NikelSebagai Agregat Beton Pemberat Pipa Gas Lepas Pantai. Jurnal Teknik Sipil

Laporan keberlanjutan PT. Antam, Tbk Tahun 2012, “ Menjadi yang terbaik di tengah tantangan “

Page 32: Pengelolaan Limbah Libre

DOKUMENTASI LOKASI PENAMBANGAN

Page 33: Pengelolaan Limbah Libre
Page 34: Pengelolaan Limbah Libre

DOKUMENTASISARANA PENGENDALI EROSI DAN

SEDIMENTASI

Page 35: Pengelolaan Limbah Libre

Drainase limpasan air tambang

Outlet (titik sampling)

Sediment pond

Page 36: Pengelolaan Limbah Libre

Sediment pond

Sediment pond yang ditimbun dengan slag

Sediment pond pada musim hujan

Page 37: Pengelolaan Limbah Libre

Sediment pond akhir

Sediment pond pada musim kemarau

Sediment pond pada musim kemarau

Page 38: Pengelolaan Limbah Libre

Sediment pond pada musim kemarau

Sediment pond akhir