makalah pengantar hukum indonesia … · makalah pengantar hukum indonesia tentang hukum dagang,...

63

Click here to load reader

Upload: duongnhan

Post on 06-Sep-2018

275 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA

TENTANG

HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA

HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN

SERTA HUKUM PAJAK

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Pengantar Hukum Indonesia

dari Hj. Tuti Rastuti, S. H., M. H

Disusun oleh:

MUHAMMAD NUR JAMALUDDIN

NPM. 151000126

UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG

FAKULTAS HUKUM

Jalan Lengkong Besar No. 68, No. Telepon (022) 4262194, Bandung,

Jawa Barat 40261

TAHUN 2015

Page 2: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan

hidayah yang dikaruniakanNya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang

berjudul Hukum Dagang, Hukum Agraria, Hukum Adat dan Kebiasaan Serta Hukum Pajak.

Sesuai dengan namanya, sebuah makalah memang tidak dimaksudkan sebagai buku materi

atau buku panduan, melainkan didalamnya terdapat pembahasan dan rincian-rincian mengenai

hasil dari beberapa sumber yang telah penulis dapatkan.

Penyusunan makalah ini penulis mendapatkan berbagai kesulitan, baik dalam

penyusunan, pengumpulan data dan dalam hal yang lainnya. Akan tetapi, berkat

pertolonganNyalah akhirnya makalah ini dapat penulis selesaikan sesuai yang diharapkan.

Adapun penyusunan makalah ini berdasarkan pada rincian-rincian data yang telah penulis

dapatkan dari berbagai sumber.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Hj. Tuti Rastuti, S. H., M. H., sebagai dosen matakuliah Pengantar Hukum Indonesia

yang telah memberikan tugas ini kepada penulis.

2. Orangtua penulis yang telah memberikan dukungan, dorongan, bantuan, serta

memberikan doa restunya sehingga terselesaikannya makalah ini.

3. Saudara-saudara dan rekan-rekan penulis, yang senantiasa memberikan support

semangatnya kepada penulis untuk menyelesaikan makalah ini.

Penulis memahami dan menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Namun,

penulis telah berusaha menyusun makalah dengan usaha terbaik yang penulis miliki.

Akhirnya penulis menyampaikan terima kasih kepada segenap yang telah mendukung

terselesaikannya makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini sesuai dengan yang diharapkan.

Amiin Ya Allah Ya Rabbal Alamiin Ya Mujibas Sailin.

Bandung, 20 Desember 2015

Penulis

Page 3: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................. 3

C. Tujuan Penulisan .............................................................................. 4

D. Manfaat Penulisan ............................................................................ 5

E. Metodologi Penulisan ....................................................................... 5

F. Sistematika Penulisan ....................................................................... 6

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 7

A. Hukum Dagang ................................................................................. 7

1. Definisi Hukum Dagang ............................................................. 7

2. Sumber Hukum Dagang ............................................................. 8

3. Tugas Perdagangan ..................................................................... 9

4. Jenis-jenis Perdagangan .............................................................. 9

5. Perkumpulan-perkumpulan Dagang ........................................... 10

6. Hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Dagang ................... 11

7. Berlakunya Hukum Dagang ....................................................... 14

8. Perkembangan Hukum Dagang di Indonesia ............................. 14

B. Hukum Agraria ................................................................................. 17

1. Sejarah Hukum Agraria .............................................................. 17

2. Definisi Hukum Agraria ............................................................. 18

3. Sumber Hukum Agraria .............................................................. 20

4. Asas-asas Hukum Agraria .......................................................... 20

5. Subjek Hak Milik Atas Tanah .................................................... 23

6. Kedudukan Hak Atas Tanah ....................................................... 24

7. Hak Asasi Manusia dan Hak Atas Tanah ................................... 25

8. Hak-hak Tanah Bagi Warga Negara Asing ................................ 28

Page 4: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

iii

C. Hukum Adat dan Kebiasaan ............................................................. 29

1. Proses Lahirnya Hukum Adat dan Kebiasaan ............................ 29

2. Definisi Hukum Adat dan Kebiasaan ........................................ 30

3. Ciri-ciri Hukum Adat dan Kebiasaan ......................................... 35

4. Wilayah Hukum Adat dan Kebiasaan ........................................ 36

5. Hukum Adat dan Kebiasaan Dalam Masyarakat ........................ 38

6. Sistem Pengendalian Sosial dalam Hukum Adat

dan Kebiasaan ............................................................................. 39

D. Hukum Pajak .................................................................................... 43

1. Definisi Hukum Pajak ................................................................. 43

2. Jenis-jenis Pajak .......................................................................... 45

3. Fungsi Hukum Pajak ................................................................... 47

4. Tujuan Hukum Pajak .................................................................. 47

5. Hukum Pajak ............................................................................... 48

6. Hak dan Kewajiban Pajak ........................................................... 49

7. Penetapan Tarif Pajak ................................................................. 51

8. Sistem Pemungutan Pajak di Indonesia ...................................... 52

9. Asas-asas Pemungutan Pajak ...................................................... 54

10. Faktor Yang Menghambat Pemungutan Pajak di Indonesia ....... 55

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 57

A. Kesimpulan ....................................................................................... 57

B. Saran ................................................................................................. 58

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 59

Page 5: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam rangka menciptakan keadilan, kesejahteraan dan kemakmuran bangsa,

Pemerintah Indonesia berusaha menerapkan hukum dalam berbagai aspek kerakyatan yang

ada di negeri ini. Namun, tugas negara tidak hanya sekedar itu, bahkan teramat luas

daripadanya. Pembangunan yang ada di dalam negeri ini tidak dapat terpisahkan daripada

intervensi pemerintah, misalnya saja pembangunan dalam bidang ekonomi, baik yang

bergerak di sektor mikro maupun makro. Inti permasalahan dari keterlibatan negara dalam

aktivitas ekonomi bersumber pada politik perekonomian suatu negara. Munculnya corak

sosial ekonomi dalam konsep kedaulatan berkaitan dengan munculnya hukum yang mengatur

transaksi di dalamnya. Dalam kaitan dengan cabang-cabang hukum yang beragam maka

negara membuat hukum yang mengatur urusan tersebut.

Kemudian tanah merupakan salah satu sumber kehidupan yang sangat vital bagi

manusia, baik dalam fungsinya sebagai sarana untuk mencari penghidupan (pendukung mata

pencaharian) di berbagai bidang seperti pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan,

industri, maupun yang dipergunakan sebagai tempat untuk bermukim dengan didirikannya

perumahan sebagai tempat tinggal.

Ketentuan yuridis yang mengatur mengenai eksistensi tanah yaitu terdapat dalam

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria

(selanjutnya disebut UUPA), yang merupakan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 33 ayat (3)

Undang-undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang

terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat. Adapun pengejawantahan lebih lanjut mengenai hukum tanah banyak

tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan lainnya seperti Peraturan Pemerintah

Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas

Tanah, Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999

tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak atas

Tanah, dan lain-lain.

Page 6: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

2

Selanjutnya di era yang serba canggih sekarang ini terkadang kita lupa akan latar

belakang lahirnya hukum yang kita kenal dalam lingkungan kehidupan sosial di Indonesia dan

negara-negara asia asia lainnya seperti jepang sebagai negara yang hampir sama dalam latar

ideologi yaitu adanya sumber peraturan-peraturan hukum yang tidak tertulis dan tumbuh dan

berkembang dan dipertahankan dengan adat dan kebiasaan yang dianut oleh masyarakat

tersebut dijadikan sebagai acuan dan pedoman dalam langkah.

Hukum adat dan kebiasaan di Indonesia adalah suatu kompleks norma-norma yang

bersumber pada perasaan keadilan rakyat yang selalu berkembang serta meliputi peraturan-

peraturan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, sebagian

besar tidak tertulis, senantiasa ditaati dan dihormati oleh rakyat, karena mempunyai akibat

hukum (sanksi).

Setalah itu pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan

peran serta wajib pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban

perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Sesuai falsafah undang-

undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan

hak dari setiap warga negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap

pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Tanggung jawab atas kewajiban pembayaran

pajak, sebagai pencerminan kewajiban kenegaraan di bidang perpajakan berada pada anggota

masyarakat sendiri untuk memenuhi kewajiban tersebut. Hal tersebut sesuai dengan

sistem self assessment yang dianut dalam Sistem Perpajakan Indonesia.

Eksistensi pajak merupakan sumber pendapatan utama sebuah negara, karena itu

merupakan isu strategis yang selalu menjadi pantauan masyarakat. Urgensi pajak bagi

kelangsungan pembangunan tak lagi disangsikan. Karena itu wajar jika pemerintah terus

berupaya menggali berbagai potensi tax coverage (lingkup/cakupan pajak) sekaligus

menekankan tax compliance (kepatuhan pajak) dari masyarakat. Namun demikian, kepatuhan

pajak yang bersumber dari kesadaran masyarakat terhadap penunaian kewajiban membayar

pajak itu tentu bukan sesuatu yang berdiri sendiri. Berbagai persoalan perpajakan yang kerap

muncul, baik yang bersumber dari wajib pajak (masyarakat), aparatur pajak (fiskus), maupun

yang bersumber dari sistem perpajakan itu sendiri menunjukkan bahwa persoalan pajak

merupakan hal yang kompleks. Oleh karena itu, penanganannya perlu diupayakan secara

sinergis dan komprehensif.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menyusun makalah ini dengan judul Hukum

Dagang, Hukum Agraria, Hukum Adat dan Kebiasaan Serta Hukum Pajak.

Page 7: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

3

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah makalah ini, yaitu:

1. Apa definisi hukum dagang?

2. Apa sumber hukum dagang?

3. Apa tugas perdagangan?

4. Apa jenis-jenis perdagangan?

5. Apa perkumpulan-perkumpulan dagang?

6. Bagaimana hubungan hukum perdata dengan hukum dagang?

7. Bagaimana berlakunya hukum dagang?

8. Bagaimana perkembangan hukum dagang di Indonesia?

9. Bagaimana sejarah hukum agraria?

10. Apa definisi hukum agraria?

11. Apa sumber hukum agraria?

12. Apa asas-asas hukum agraria?

13. Apa subjek hak milik atas tanah?

14. Bagaimana kedudukan hak atas tanah?

15. Bagaimana hak asasi manusia dan hak atas tanah?

16. Bagaimana hak-hak tanah bagi warga negara asing?

17. Bagaimana proses lahirnya hukum adat dan kebiasaan?

18. Apa definisi hukum adat dan kebiasaan?

19. Apa ciri-ciri hukum adat dan kebiasaan?

20. Bagaimana wilayah hukum adat dan kebiasaan?

21. Bagaimana hukum adat dan kebiasaan dalam masyarakat?

22. Bagaimana sistem pengendalian sosial dalam hukum adat dan kebiasaan?

23. Apa definisi hukum pajak?

24. Apa jenis-jenis pajak?

25. Apa fungsi hukum pajak?

26. Apa tujuan hukum pajak?

27. Apa hukum pajak?

28. Apa hak dan kewajiban pajak?

29. Bagaimana penetapan tarif pajak?

30. Bagaimana sistem pemungutan pajak di Indonesia?

31. Apa asas-asas pemungutan pajak?

32. Apa faktor yang menghambat pemungutan pajak di Indonesia?

Page 8: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

4

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini, yaitu:

1. Mengetahui definisi hukum dagang.

2. Mengetahui sumber hukum dagang.

3. Mengetahui tugas perdagangan.

4. Mengetahui jenis perdagangan.

5. Mengetahui perkumpulan-perkumpulan dagang.

6. Mengetahui hubungan hukum perdata dengan hukum dagang.

7. Mengetahui berlakunya hukum dagang.

8. Mengetahui perkembangan hukum dagang di Indonesia.

9. Mengetahui sejarah hukum agraria.

10. Mengetahui definisi hukum agraria.

11. Mengetahui sumber hukum agraria.

12. Mengetahui asas-asas hukum agraria.

13. Mengetahui subjek hak milik atas tanah.

14. Mengetahui kedudukan hak atas tanah.

15. Mengetahui hak asasi manusia dan hak atas tanah.

16. Mengetahui hak-hak tanah bagi warga negara asing.

17. Mengetahui proses lahirnya hukum adat dan kebiasaan.

18. Mengetahui definisi hukum adat dan kebiasaan.

19. Mengetahui ciri-ciri hukum adat dan kebiasaan.

20. Mengetahui wilayah hukum adat dan kebiasaan.

21. Mengetahui hukum adat dan kebiasaan dalam masyarakat.

22. Mengetahui sistem pengendalian sosial dalam hukum adat dan kebiasaan.

23. Mengetahui definisi hukum pajak.

24. Mengetahui jenis-jenis pajak.

25. Mengetahui fungsi hukum pajak.

26. Mengetahui tujuan hukum pajak.

27. Mengetahui hukum pajak.

28. Mengetahui hak dan kewajiban pajak.

29. Mengetahui penetapan tarif pajak.

30. Mengetahui sistem pemungutan pajak di Indonesia.

31. Mengetahui asas-asas pemungutan pajak.

32. Mengetahui faktor yang menghambat pemungutan pajak di Indonesia.

Page 9: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

5

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat dari penulisan makalah ini, yaitu:

1. Menyebarluaskan informasi tentang hukum dagang, hukum agraria, hukum adat dan

kebiasaan serta hukum pajak kepada pembaca.

2. Mempermudah pembaca untuk mengatahui informasi tentang hukum dagang, hukum

agraria, hukum adat dan kebiasaan serta hukum pajak kepada pembaca.

E. Metodologi Penulisan

Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan beberapa metodologi yang

bertujuan untuk memudahkan penelitian yang sedang dikaji diantaranya, yaitu:

1. Seraching ialah memperoleh sumber materi dengan cara mencari dari internet melalui

google.

2. Diskusi kelompok yaitu memperoleh data dengan cara mendiskusikan materi yang

telah ada hasil pencarian dari google.

3. Studi literatur yaitu mempelajari dan mengambil data dari buku-buku yang

berhubungan dengan pokok permasalahan yang akan dijadikan dasar dalam

penyusunan makalah ini.

Page 10: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

6

F. Sistematika Penulisan

Sebagai gambaran mengenai isi dari penulisan makalah ini, secara singkat dapat

diuraikan pembahasan sebagai berikut:

1. BAB I Pendahuluan

Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

penulisan, metodologi penulisan, dan sistematika penulisan.

2. BAB II Pembahasan

Bab ini membahas mengenai hukum dagang, hukum agraria, hukum adat dan

kebiasaan serta hukum pajak.

3. BAB III Penutup

Bab ini membahas tentang kesimpulan dan saran yang diperoleh dari keseluruhan

pembahasan pada bab-bab sebelumnya.

Page 11: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

7

BAB II

PEMBAHASAN

A. Hukum Dagang

1. Definisi Hukum Dagang

Hukum dagang adalah hukum perikatan yang timbul dari lapangan perusahaan.

Istilah perdagangan memiliki akar kata dagang. Dalam kamus besar bahasa Indonesia

(KBBI) istilah dagang diartikan sebagai pekerjaan yang berhubungan dengan menjual

dan membeli barang untuk memperoleh keuntungan. Istilah dagang dipadankan

dengan jual beli atau niaga. Sebagai suatu konsep, dagang secara sederhana dapat

diartikan sebagai perbuatan untuk membeli barang dari suatu tempat untuk

menjualnya kembali di tempat lain atau membeli barang pada suatu saat dan kemudian

menjualnya kembali pada saat lain dengan maksud untuk memperoleh keuntungan.

Perdagangan berarti segala sesuatu yang berkaitan dengan dagang (perihal dagang)

atau jual beli atau perniagaan (daden van koophandel) sebagai pekerjaan sehari-hari.

Pada zaman yang modern ini perdagangan adalah pemberian perantaraan

antara produsen dan konsumen untuk membelikan dan menjualkan barang-barang

yang memudahkan dan memajukan pembelian serta penjualan.

Ada beberapa macam pemberian perantaraan kepada produsen dan konsumen,

yaitu:

a. Pekerjaan orang-orang perantara sebagai makelar, komisioner, pedagang

keliling dan sebagainya.

b. Pembentukan badan-badan usaha (asosiasi), seperti perseroan terbatas (PT),

perseroan firma (VOF=Fa), Perseroan Komanditer, dan sebagainya yang

tujuannya guna memajukan perdagangan.

c. Pengangkutan untuk kepentingan lalu lintas niaga baik di darat, laut maupun

udara.

d. Pertanggungan (asuransi) yang berhubungan dengan pengangkutan, supaya

pedagang dapat menutup resiko pengangkutan dengan asuransi.

e. Perantaraan bankir untuk membelanjakan perdagangan.

f. Mempergunakan surat perniagaan (wesel/cek) untuk melakukan pembayaran

dengan cara yang mudah dan untuk memperoleh kredit.

Page 12: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

8

Adapun beberapa pengertian hukum dagang menurut para ahli, yaitu:

a. Ahmad Ihsan

Hukum dagang merupakan pengaturan masalah perdagangan yang timbul

diakibatkan tingkah laku manusia dalam perdagang.

b. Purwo Sucipto

Hukum dagang ialah perikatan yang timbul dalam lapangan perusahaan.

c. C.S.T. Kansil

Hukum dagang merupakan seperangkat aturan yang mengatur tingkah laku

manusia yang ikut andil dalam melakukan perdagangan dalam usaha

pencapaian laba.

d. Sunaryati Hartono

Hukum dagang ialah keseluruhan keputusan yang mengatur kegiatan

perekonomian.

e. Munir Fuadi

Hukum dagang merupakan segala perangkat aturan tata cara pelaksanaan

kegiatan perdagangan, industri, atau kuangan yang dihubugkan dngan produksi

atau kegiatan tukar menukar barang.

f. Prof. Subekti S. H

Hukum dagang ialah hukum yang mengatur hubungan privat (istimewa) antara

orang-orang sebagai anggota masyarakat dengan suatu badan hukum,

diantaranya pemerintahnya sebagai badan hukum.

2. Sumber Hukum Dagang

Hukum Dagang di Indonesia bersumber pada:

a. Hukum tertulis yang dikodifikasikan, meliputi:

1) KUHD

2) KUHS

b. Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan yaitu peraturan perundang-

undangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan

perdagangan.

c. Tidak tertulis yaitu kebiasaan.

Page 13: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

9

KUHD mulai berlaku di Indonesia pada tanggal 1 Mei 1848 berdasarkan asas

konkordansi. Menurut Prof. Subekti S. H, adanya KUHD disamping KUHS sekarang

ini tidak pada tempatnya, karena KUHD tidak lain adalah KUHPerdata. Kemudian

perkataan dagang bukan suatu pengertian hukum melainkan suatu pengertian

perekonomian.

3. Tugas Perdagangan

Pada pokoknya perdagangan mempunyai tugas untuk:

a. Membawa atau memindahkan barang-barang dari tempat yang berlebihan

(surplus) ke tempat yang berkekurangan (minus).

b. Memindahkan barang-barang dari produsen ke konsumen.

c. Menimbun dan menyimpan barang-barang itu dalam masa yang berlebihan

sampai mengancam bahaya kekurangan.

4. Jenis-jenis Perdagangan

Pembagian jenis perdagangan, yaitu:

a. Menurut pekerjaan yang dilakukan pedagang, meliputi:

1) Perdagangan mengumpulkan barang dengan urutan dari produsen kepada

tengkulak, kemudian kepada pedagang besar, selanjutnya kepada eksportir.

2) Perdagangan menyebarluaskan dari importir kepada pedagang besar,

kemudian kepada pedagang menengah, selanjutnya konsumen).

b. Menurut jenis barang yang diperdagangkan, meliputi:

1) Perdagangan barang, yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan jasmani

manusia contohnya hasil pertanian, pertambangan, pabrik, dan lain-lain.

2) Perdagangan buku, misalnya musik dan kesenian.

3) Perdagangan uang dan kertas-kertas berharga atau dikenal dengan istilah

bursa efek.

c. Menurut daerah, tempat perdagangan dilakukan, meliputi:

1) Perdagangan dalam negeri.

2) Perdagangan luar negeri atau perdagangan internasional, meliputi:

1) perdagangan ekspor;

2) perdagangan impor.

3) Perdagangan meneruskan atau perdagangan transito.

Page 14: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

10

5. Perkumpulan-perkumpulan Dagang

Dalam sistem dagang terdapat beberapa perkumpulan, yaitu:

a. Persekutuan (maatschap) merupakan suatu bentuk kerjasama dan diatur dalam

KUHS tiap anggota persekutuan hanya dapat mengikatkan dirinya sendiri

kepada orang-orang lain. Dengan lain perkataan ia tidak dapat bertindak

dengan mengatas namakan persekutuan kecuali jika ia diberi kuasa. Oleh sebab

itu persekutuan bukan suatu pribadi hukum atau badan hukum.

b. Perseraoan firma adalah suatu bentuk perkumpulan dagang yang peraturannya

terdapat dalam KUHD pasal 16 yang merupakan suatu perusahaan dengan

memakai nama bersama. Dalam perseroan firma tiap persero (firma) berhak

melakukan pengurusan dan bertindak keluar atas nama perseroan.

c. Perseroan Komanditer sesuai dengan pasal 19 KUHD merupakan suatu bentuk

perusahaan dimana ada sebagian persero yang duduk dalam pimpinan selaku

pengurus dan ada sebagian persero yang tidak turut campur dalam

kepengurusan (komanditaris/berdiri di belakang layar).

d. Perseroan terbatas sesuai dengan pasal 36 KUHD adalah perusahaan yang

modalnya terbagi atas suatu jumlah surat saham atau sero yang lazimnya

disediakan untuk orang yang hendak turut. Adapun penjelasan lebih lanjut

tentang perseroan terbatas, yaitu:

1) Arti kata terbatas ditujukan pada tanggung jawab/resiko para pesero/

pemegang saham, yang hanya terbatas pada harga surat sero yang mereka

ambil.

2) PT harus didirikan dngan suatu akte notaris.

3) PT bertindak keluar dengan perantaraan pengurusnya, yang terdiri dari

seorang atau beberapa orang direktur yang diangkat oleh rapat pemegang

saham.

4) PT adalah suatu badan hukum yang mempunyai kekayaan tersendiri,

terlepas dari kekayaan pada pesero atau pengurusnya.

5) Suatu PT oleh undang-undang dinyatakan dalam keadaan likwidasi jika

para pemegang saham setuju untuk tidak memperpanjang waktu

pendiriannya dan dinyatakan hapus jika PT tesebut menderita rugi melebihi

75% dari jumlah modalnya.

Page 15: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

11

e. Koperasi merupakan suatu bentuk kerjasama yang dapat dipakai dalam

lapangan perdagangan dan diatur diluar KUHD dalam berbagai peraturan.

Adapun peraturan yang mengatur koperasi, yaitu:

1) Dalam Staatblaad 1933/108 yang berlaku untuk semua golongan

penduduk.

2) Dalam Staatblaad 1927/91 yang berlaku khusus untuk bangsa Indonesia.

3) Dalam undang-undang nomor 79 tahun 1958 tentang perkumpulan

koperasi yang berisi:

a) Keanggotaan koperasi bersifat sangat pribadi, jadi tidak dapat diganti/

diambil alih oleh orang lain.

b) Berasaskan gotong royong.

c) Merupakan badan hukum.

d) Didirikan dengan suatu akte dan harus mendapat izin dari menteri

koperasi.

e) Badan-badan Usaha Milik Negara (UU Nomor 9/ 1969)

f. Berbentuk persero tunduk pada KUHD (Staatblaad 1847/ 237 Jo PP Nomor

12/1969).

g. Berbentuk perjan tunduk pada KUHS/BW (Staatblaad 1927/419).

h. Berbentuk perum tunduk pada undang-undang nomor 19 (Perpu tahun 1960).

6. Hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Dagang

Hukum perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan

antara individu-individu dalam masyarakat. Berikut beberapa pengartian dari hukum

perdata, yaitu:

a. Hukum perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur

hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain dengan

menitik beratkan pada kepentingan perseorangan.

b. Hukum perdata adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi

tingkah laku manusia dalam memenuhi kepentingannya.

c. Hukum Perdata adalah ketentuan dan peraturan yang mengatur dan membatasi

kehidupan manusia atau seseorang dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan

atau kepentingan hidupnya.

Page 16: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

12

Di bawah ini adalah beberapa pengertian tentang hukum dagang, yaitu:

a. Hukum dagang merupakan hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang

turut melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan atau hukum yang

mengatur hubungan hukum antara manusia dan badan-badan hukum satu sama

lainnya dalam lapangan perdagangan.

b. Hukum dagang adalah aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan orang

yang satu dan lainnya dalam bidang perniagaan.

c. Hukum dagang adalah hukum perdata khusus, KUH Perdata merupakan lex

generalis (hukum umum), sedangkan KUHD merupakan lex specialis (hukum

khusus).

Dalam hubungannya dengan hal tersebut berlaku adagium lex specialis

derogate lex generalis artinya hukum khusus mengesampingkan hukum umum/

Khusus untuk bidang perdagangan, kitab undang-undang hukum dagang (KUHD)

dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPerdata, khususnya buku

III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPerdata. Sifat hukum

dagang yang merupakan perjanjian yang mengikat pihak-pihak yang mengadakan

perjanjian.

Pada awalnya hukum dagang berinduk pada hukum perdata. Namun, seiring

berjalannya waktu hukum dagang mengkodifikasi (mengumpulkan) aturan-aturan

hukumnya sehingga terciptalah kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) yang

sekarang telah berdiri sendiri atau terpisah dari kitab undang-undang hukum perdata

(KUHPerdata). Antara KUHPerdata dengan KUHDagang mempunyai hubungan yang

erat.

Hal ini dapat dilihat dari isi Pasal 1 KUHDagang, yang isinya bahwa mengenai

hubungan tersebut adalah special derogate legi generali artinya hukum yang khusus

ialah KUHDagang mengesampingkan hukum yang umum dari KUHPerdata.

Prof. Subekti berpendapat bahwa terdapatnya KUHD disamping KUHS

sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya. Hali ini dikarenakan hukum dagang

relatif sama dengan hukum perdata. Selain itu dagang bukanlah suatu pengertian

dalam hukum melainkan suatu pengertian perekonomian. Pembagian hukum sipil ke

dalam KUHD hanyalah berdasarkan sejarah saja, yaitu karena dalam hukum romawi

belum terkenal peraturan-peraturan seperti yang sekarang termuat dalah KUHD, sebab

perdagangan antar negara baru berkembang dalam abad pertengahan.

Page 17: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

13

KUHD lahir bersama KUHPerdata yaitu tahun 1847 di negara Belanda,

berdasarkan asas konkordansi juga diberlakukan di Hindia Belanda. Setelah Indonesia

merdeka berdasarkan ketentuan pasal II aturan peralihan undang-undang dasar 1945

kedua kitab tersebut berlaku di Indonesia. KUHD terdiri atas dua buku, buku I

berjudul perdagangan pada umumnya, kemudian buku II berjudul hak dan kewajiban

yang timbul karena perhubungan kapal.

Materi-materi hukum dagang dalam beberapa bagian telah diatur dalam

KUHPerdata yaitu tentang perikatan, seperti jual-beli, sewa-menyewa, pinjam-

meminjam. Secara khusus materi hukum dagang yang belum atau tidak diatur dalam

KUHD dan KUHPerdata, ternyata dapat ditemukan dalam berbagai peraturan khusus

yang belum dikodifikasi seperti tentang koperasi, perusahaan negara, hak cipta, dan

lain-lain.

Hubungan antara KUHD dengan KUHPerdata adalah sangat erat, hal ini dapat

dimengerti karena memang semula kedua hukum tersebut terdapat dalam satu

kodifikasi. Pemisahan keduanya hanyalah karena perkembangan hukum dagang itu

sendiri dalam mengatur pergaulan internasional dalam hal perniagaan.

Hukum dagang merupakan bagian dari hukum perdata, atau dengan kata lain

hukum dagang merupakan perluasan dari hukum perdata. Untuk itu berlangsung asas

lex specialis dan lex generalis, yang artinya ketentuan atau hukum khusus dapat

mengesampingkan ketentuan atau hukum umum. KUHPerdata (KUHS) dapat juga

dipergunakan dalam hal yang daitur dalam KUHDagang sepanjang KUHD tidak

mengaturnya secara khusus.

Page 18: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

14

7. Berlakunya Hukum Dagang

Perkembangan hukum dagang sebenarnya telah di mulai sejak abad

pertengahan Eropa (1000 M/1500 M) yang terjadi di negara dan kota-kota di Eropa.

Pada zaman itu di Italia dan Perancis Selatan telah lahir kota-kota sebagai pusat

perdagangan yaitu Genoa, Florence, Vennetia, Marseille, Barcelona, dan negara-

negara lainnya. Namun pada saat itu hukum romawi (corpus lurus civilis) tidak dapat

menyelsaikan perkara-perkara dalam perdagangan, maka dibuatlah hukum baru di

samping hukum romawi yang berdiri sendiri pada abad ke-16 & ke-17 yang berlaku

bagi golongan yang disebut hukum pedagang (koopmansrecht) khususnya mengatur

perkara di bidang perdagangan (peradilan perdagangan) dan hukum pedagang ini

bersifat unifikasi.

Karena bertambah pesatnya hubungan dagang maka pada abad ke-17 diadakan

kodifikasi dalam hukum dagang oleh mentri keuangan dari raja Louis XIV (1613-

1715) yaitu Corbert dengan peraturan (Ordonnance Du Commerce) 1673. Akhirnya

pada tahun 1681 disusun Ordonnance De La Marine yang mengatur tentang

kedaulatan.

8. Perkembangan Hukum Dagang di Indonesia

KUHPerdata dan kitab undang-undang hukum dagang diberlakukan di Hindia

Belanda (Indonesia) berdasarkan asas konkordansi. Asas Konkordansi menyatakan

bahwa hukum yang berlaku di Belanda, berlaku juga di Hindia Belanda atas dasar

asas unifikasi. Wetbook van Koophandel disahkan oleh pemerintah Belanda dan mulai

berlaku pada tanggal 1 Oktober 1838. Berdasarkan asas konkordansi, diberlakukan di

Hindia Belanda berdasarkan Staatblaad 1847 Nomor 23 yang mulai berlaku pada

tanggal 1 Mei 1848.

Wetbook van Koophandel atau kitab undang-undang hukum dagang (Hindia

Belanda) merupakan turunan dari Code du Commerce, Perancis pada tahun 1808.

Namun tidak semua isi dari Code du Commerce diambil alih oleh pemerintah Belanda.

Misalnya tentang peradilan khusus yang mengadili perselisihan dalam lapangan

perniagaan, yang dalam Code du Commerce ditangani oleh lembaga peradilan khusus

(speciale handelrechtbanken), tetapi di Belanda perselisihan ini ditangani dan menjadi

jurisdiksi peradilan biasa.

Page 19: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

15

Sementara itu, di Perancis sendiri Code du Commerce 1908 merupakan

kodifikasi hasil penggabungan dari dua kodifikasi hukum yang pernah ada dan berlaku

sebelumnya, yaitu Ordonance du Commerce 1963 dan Ordonance de la Marine 1681.

Kodifikasi Perancis yang pertama ini terjadi atas perintah Ra Lodewijk.

Kitab undang-undang hukum dagang masih berlaku di Indonesia berdasarkan

Pasal 1 aturan peralihan undang-undang dasar 1945 yang pada pokoknya mengatur

bahwa peraturan yang ada masih tetap berlaku sampai pemerintah Indonesia

memberlakukan aturan penggantinya. Di negeri Belanda sendiri Wetbook van

Koophandel telah mengalami perubahan, namun di Indonesia kitab undang-undang

hukum dagang tidak mengalami perubahan yang komprehensif sebagai suatu

kodifikasi hukum. Namun demikian kondisi ini tidak berarti bahwa sejak Indonesia

merdeka, tidak ada pengembangan peraturan terhadap permasalahan perniagaan.

Perubahan pengaturan terjadi, namun tidak tersistematisasi dalam kodifikasi kitab

undang-undang hukum dagang. Strategi perubahan pengaturan terhadap masalah

perniagaan di Indonesia dilakukan secara parsial (terhadap substansi kitab undang-

undang hukum dagang) dan membuat peraturan baru terhadap substansi yang tidak

diatur dalam kitab undang-undang hukum dagang.

Kitab undang-undang hukum dagang pada dasarnya memuat dua substansi

besar, yaitu tentang dagang pada umumnya dan tentang hak-hak dan kewajiban-

kewajiban yang terbit dari pelayaran. Bursa yang diaitur dalam kitab undang-undang

hukum dagang telah mengalami perkembangan yang sangat pesat melalui lembaga

pasar modal sebagaimana diatur dalam undang-undang nomor 8 Tahun 1995 tentang

Pasar Modal dan Bursa Komoditi Berjangka yang diatur dalam undang-undang nomor

32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi.

Terhadap ketentuan wesel, cek, promes, sekalipun belum diubah tetapi

lembaga surat berharga telah dilengkapi dengan berbagai peraturan yang tingkatnya

dibawah undang-undang, khusus untuk surat utang negara (SUN), yang termasuk

dalam kategori surat berharga, diatur dalam undang-undang nomor 24 Tahun 2002.

Sementara tentang pertanggungan (asuransi) telah berkembang menjadi industri yang

sangat besar. Pengaturan terhadap pertanggungan telah mengalami perkembangan

yang cukup mendasar, khususnya dengan diberlakukannya undang-undang nomor 2

Tahun 1992 tentang Perasuransian.

Kemudian kodifikasi hukum Perancis tersebut tahun 1807 dinyatakan berlaku

juga di Nederland sampai tahun 1838. Pada saat itu pemerintah Nederland

menginginkan adanya hukum dagang sendiri. Dalam usul KUHD Belanda dari tahun

Page 20: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

16

1819 direncanakan sebuah KUHD yang terdiri atas tiga Kitab, tetapi di dalamnya tidak

mengakui lagi pengadilan istimewa yang menyelesaikan perkara-perkara yang timbul

di bidang perdagangan.

Perkara-perkara dagang diselesaikan di muka pengadilan biasa. Usul KUHD

Belanda inilah yang kemudian disahkan menjadi KUHD Belanda tahun 1838.

Akhirnya berdasarkan asas konkordansi pula, KUHD Nederland 1838 ini kemudian

menjadi contoh bagi pembuatan KUHD di Indonesia. Pada tahun 1893 undang-undang

kepailitan dirancang untuk menggantikan Buku III dari KUHD Nederland dan undang-

undang kepailitan mulai berlaku pada tahun 1896.

KUHD Indonesia diumumkan dengan publikasi tanggal 30 April 1847, yang

mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 1848. KUHD Indonesia itu hanya turunan dari

Wetboek van Koophandel yang dibuat atas dasar asas konkordansi. Wetboek van

Koophandel Belanda itu berlaku mulai tanggal 1 Oktober 1838 dan 1 Januari di

Limburg. Selanjutnya Wetboek van Koophandel Belanda itu juga mangambil dari

Code du Commerce Perancis tahun 1808, tetapi anehnya tidak semua lembaga hukum

yang diatur dalam Code du Commerce Perancis itu diambil alih oleh Wetboek van

Koophandel Belanda. Ada beberapa hal yang tidak diambil, misalnya mengenai

peradilan khusus tentang perselisihan-perselisihan dalam lapangan perniagaan

(speciale handelsrechtbanken).

Pada tahun 1906 Kitab III KUHD Indonesia diganti dengan Peraturan

Kepailitan yang berdiri sendiri di luar KUHD. Sehingga sejak tahun 1906 Indonesia

hanya memiliki 2 Kitab KUHD saja, yaitu Kitab I dan Kitab II. Berdasarkan asas

konkordansi juga maka pada 1 Mei 1948 di Indonesia diadakan KUHS. Adapun

KUHS Indonesia ini berasal dari KUHS Nederland yang dikodifikasikan pada 5 Juli

1830 dan mulai berlaku di Nederland pada 31 Desember 1830. KUHS Belanda ini

berasal dari KUHD Perancis (Code Civil) dan Code Civil ini bersumber pula pada

kodifikasi Hukum Romawi Corpus Iuris Civilis dari Kaisar Justinianus (527 M-565

M).

Page 21: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

17

B. Hukum Agraria

1. Sejarah Hukum Agraria

Purnadi Purbacaraka dalam bukunya yang berjudul Sendi-sendi Hukum

Agraria, membagi kronologi sejarah hukum agraria menjadi lima tahap, yaitu:

a. Tahap I, manusia dalam kehidupan yang dikatakan primitif baru mengenal

meramu sebagai sumber penghidupannya yang pertama kali dan satu-satunya

pula.

b. Tahap II, manusia telah menemukan mata pencahariaan baru yakni berburu

yang dilakukan secara nomaden, yakni mengembara dari hutan ke hutan

mengikuti hewan buruan yang ada.

c. Tahap III, manusia telah menemukan mata pencaharian yang baru lagi, yakni

beternak meskipun sistem pelaksanaannya pun masih sangat primitif dan

secara nomaden pula.

d. Tahap IV, merupakan perkembangan lebih lanjut dari pola hidup menetap

barulah manusia mulai bercocok tanam sebagai mata pencahariannya. Dalam

tahap inilah manusia mulai memikirkan dan mempersoalkan keadaan tanah

mengingat kepentingannya sehubungan dengan mata pencahariannya yang

baru itu. Kemudian pengetahuan manusia tentang hal pertanahan pada masa itu

sangat sederhana dan sempit, terbatas hanya pada hal-hal yang berkenaan

dengan keperluan atau masalah yang tengah dihadapinya saja.

Tahap IV, manusia mulai hidup berkelompok. Dalam tahap ini manusia

manusia talah mengenal mata pencaharian berdagang barter tetapi masih dalam

taraf, pola dan sistim yang sangat sederhana, yakni tukar-menukar barang.

Bersamaan dengan berkembangnya perdagangan ini, maka berkembang pula

mata pencaharian bercocok tanam dan perhatian serta pengetahuan orang terhadap

bidang pertanahan kian berkembang pula. Dalam tahap inilah hukum agrarian mulai

lahir meskipun baik secara formal maupun material dapat dikatakan masih sangat

primitif, masih sangat jauh dari memadai.

Melalui perkembangan zaman, hukum agraria tersebut menjadi kian

berkembang mengalami berbagai penyempurnaan dan pembaharuan setahap demi

setahap hingga sekarang ini.

Page 22: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

18

Bila dipandang menurut sejarahnya di Indonesia, maka hukum agraria dapat

diklasifikasikan menjadi dua fase, yaitu:

a. Fase Pertama

Hukum agraria sebelum berlakunya UUPA, yang terbagi pula atas dua kutub

hukum, yakni:

1) Hukum agraria adat, yang mengenal hak atas tanah seperti hak milik, hak

pakai, dan hak ulayat.

2) Hukum agraria barat (Hukum Perdata Barat), yang melahirkan hak atas

tanah seperti hak eigendom (hak milik), hak opsal (hak guna pakai), hak

erfpacht (hak guna usaha), hak gebruik (hak guna bangunan) dan

sebagainya.

b. Fase Kedua

Hukum agraria sesudah berlakunya UUPA (mulai tanggal 24 September 1960),

yang melahirkan hak atas tanah seperti hak milik, hak guna usaha, hak guna

bangunan, hak pakai, hak sewa, untuk bangunan dan hak atas tanah yang

bersifat sementara seperti hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang dan

sebagainya.

2. Definisi Hukum Agraria

Hukum agraria ialah suatu hukum yang mengatur prihal tanah beserta segala

seluk-beluknya yang ada hubungannya dengan pertanahan, misalkan hal perairan,

perikanan, perkebunan, pertambangan dan sebagainya.

Adapun yang termasuk dalam ruang lingkup hal pertanahan beserta segala

beluk-beluknya tersebut, menurut undang-undang nomor 5 Tahun 1960 tentang

Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) secara terperinci dapat dijabarkan sebagai

berikut:

a. seluruh bumi, dalam arti disamping permukaan bumi (yang disebut tanah),

termasuk pada tubuh bumi di bawahnya serta bagian bumi yang berada di

bawah air;

b. seluruh air, dalam arti perairan, baik perairan pedalaman maupun laut wilayah

Republik Indonesia;

c. seluruh ruang angkasa, dalam arti ruang yang ada di atas bumi;

d. sumber-sumber kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi, yang disebut

bahan-bahan galian atau sumber-seumber galian yang pada daasarnya

merupakan objek dari usaha-usaha industri, pertambangan dan sejenisnya;

Page 23: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

19

e. sumber-sumber kekayaan alam yang terkandung di dalam air, baik perairan

pedalaman maupun perairan laut wilayah Republik Indonesia misalkan ikan

dan sebangsanya, berbagai bangsa binatang laut lainnya, garam, mutiara, dan

sebagainya.

Dalam hal ini, hukum agraria merupakan salah satu sarana jawabaan cita-cita

nasional Indonesia, melalui hakikat dan fungsinya yakni sebagai hukum yang:

a. menjaga keserasian antara alam dan manusia serta mempertahankan keserasian

kehidupan segala makhluk pengisi alam ini dalam kehidupan alamiahnya yang

lestari;

b. mengatur dan menjamin seluruh rakyat untuk sedapat dan semerata mungkin

memperoleh manfaat atas tanah-tanah yang ada di seluruh wilayah negara;

c. mengatur hak rakyat/pribadi hukum tantra maupun perdata untuk

memanfaatkan sumber kekayaan alam yang ada berdasarkan kepentingan dan

kedudukan pribadi masing-masing;

d. mengatur segala kewajiban (rakyat/pribadi hukum tersebut) selaras dengan

segala hak mereka yang berkenaan dengan tanah dan penggunaannya;

e. memberikan batasan yang jelas mengenai tingkat keadaan tanah yang ada

berikut tingkatan hak dan kewajiban beserta segala persyaratan dan harus

diperhatikan oleh para pemegang dan para calon pemegang hak dan kewajiban

atas tanah yang bersangkutan;

f. menggariskan hak maksimal dan kewajiban minimal yang harus dipenuhi oleh

yang menggunakan tanah itu secara konsekuen dalam arti tegas merata dan

seimbang, demi tegaknya keadilan dalam bidang pertanahan di seluruh negeri.

Page 24: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

20

3. Sumber Hukum Agraria

Adapun sumber atau bahan yang dijadikan rujukan oleh hukum agraria, yaitu:

a. Perundang-undangan

1) Undang-undang dasar 1945.

2) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-

pokok Agraria.

3) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 56 Tahun 1960

Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian.

4) Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 Tentang Pelaksanaan

Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian.

5) Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1964 Tentang Perubahan dan

Tambahan Peraturan Pemerintah No. 224 Tahun 1961 Tentang

Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian

b. Hukum Kebiasaan

Hukum Adat dan Yurisprudensi sebagai “rechters gewoonterecht”.

4. Asas-asas Hukum Agraria

Adapun asas-asal dalam hukum agraria, yaitu:

a. Asas Ketuhanan Yang Maha Esa

Pasal 1 ayat (2) UUPA menyatakan bahwa seluruh bumi, air dan ruang

angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dalam

wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa bagi

bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional.

b. Asas Persatuan Indonesia

Pasal 9 ayat (1) UUPA menyatakan bahwa hanya warga negara Indonesia

dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air, dan ruang

angkasa. Catatan warga negara asing hanya dapat memperoleh hak pakai.

Page 25: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

21

c. Asas Demokrasi dan Kerakyatan

Pasal 9 ayat (2) UUPA menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara, baik laki-

laki maupun wanita, mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh

sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi

diri sendiri maupun orang lain. Catatan dalam penguasaan tanah tidak diadakan

perbedaan lagi antara warga negara pribumi dan non-pribumi dan antara laki-

laki dan perempuan.

d. Asas Musyawarah

Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum

dilakukan melalui musyawarah. Proses atau kegiatan saling mendengar dengan

sikap saling menerima pendapat dan keinginan yang didasarkan atas

kesukarelaan antara pihak pemegang hak atas tanah dan pihak yang

memerlukan tanah, untuk memperoleh kesepakatan mengenai bentuk dan

besarnya ganti kerugian.

e. Asas Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab

Pasal 10 UUPA menyatakan bahwa kewajiban untuk mengerjakan dan

mengusahakan sendiri secara aktif tanah pertanian yang dipunyai seseorang

atau badan hukum harus dilakukan dengan mencegah cara-cara pemerasan.

Penjelasan Umum II Angka 7 menyatakan bahwa mengingat akan susunan

masyarakat pertanian Indonesia, untuk sementara waktu kiranya masih

dimungkinkan adanya penggunaan tanah pertanian oleh orang-orang yang

bukan pemiliknya, misalnya melalui sewa-beli, bagi-hasil, gadai dan

sebagainya. Namun demikian segala sesuatunya harus diselenggarakan dengan

mencegah hubungan-hubungan hukum yang bersifat penindasan yang lemah

oleh yang kuat, tidak boleh diadakan perjanjian atau kesepakatan atas dasar

free-fight, harus dicegah cara-cara pemerasan.

f. Asas Keadilan Sosial

Pasal 11, 13, 15, dan pasal-pasal yang mengatur landreform (Pasal 7, 10, 17,

53) UUPA. Penjelasan pasal 11 menyatakan bahwa harus diperhatikan adanya

perbedaan keadaan masyarakat dan keperluan golongan rakyat, tetapi dengan

menjamin perlindungan terhadap kepentingan golongan yang ekonomis lemah.

Golongan ekonomis lemah tersebut, bisa warga negara asli maupun keturunan

asing. Demikian pula sebaliknya.

g. Sifat Komunalistik Religius

Page 26: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

22

Pasal 6 UUPA menyatakan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi

sosial, yang memungkinkan penguasaan tanah secara individual dengan hak-

hak atas tanah yang bersifat pribadi sekaligus mengandung kebersamaan,

jangan mengabaikan, melainkan harus mengindahkan unsur-unsur yang

bersandar pada hukum agama. Kemudian pasal 7 menyatakan bahwa ntuk

tidak merugikan kepentingan umum, maka pemilikan dan penguasaan tanah

yang melampaui batas tidak diperkenankan.

h. Asas Pemisahan Horizontal

Hak atas tanah tidak dengan sendirinya meliputi pemilikan bangunan dan

tanaman yang ada di atasnya. Perbuatan hukum mengenai tanah tidak dengan

sendirinya meliputi bangunan dan tanaman yang ada di atasnya. Namun dalam

praktik dimungkinkan suatu perbuatan hukum mengenai tanah meliputi juga

bangunan dan tanaman yang ada di atasnya, aasalkan bangunan dan tanaman

tersebut secara fisik merupakan satu kesatuan dengan tanah yang

bersangkutan, artinya bangunan yang berpondasi dan tanaman merupakan

tanaman keras, bangunan dan tanaman keduanya milik si empunya tanah;

maksud demikian secara tegas disebutkan dalam akta yang membuktikan

dilakukannya perbuatan hukum yang bersangkutan.

i. Asas Spesialitas

Bahwa tanah yang didaftarkan harus jelas-jelas diketahui dan nyata ada di

lokasi tanahnya.

j. Asas Publitas

Bahwa setiap orang dapat mengetahui sesuatu bidang tanah itu milik siapa,

seberapa luasnya, dan apakah ada beban di atasnya.

k. Asas Negatif

Bahwa pemilikan suatu bidang tanah yang terdaftar atas nama seseorang tidak

berarti mutlak adanya, sebab dapat saja dipersoalkan siapa pemiliknya melalui

pengadilan.

Page 27: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

23

5. Subjek Hak Milik Atas Tanah

Pada asasnya hak milik hanya dapat dipunyai oleh orang-orang (het natuurlijke

persoon), baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain. Badan hukum tidak

dapat mempunyai tanah dengan hak milik, kecuali badan hukum yang ditetapkan oleh

pemerintah dan telah dipenuhi syarat-syaratnya. Demikian pasal 21 ayat (1) dan (2)

UUPA.

Menurut hukum agraria yang lama setiap orang boleh mempunyai dengan hak

eigendom, baik warga negara maupun warga asing, baik bukan Indonesia asli maupun

bukan Indonesia asli. Bahkan badan hukum pun berhak mempunyai hak eigendom,

baik badan hukum Indonesia maupun badan hukum asing.

Sesuai dengan pasal 9 ayat (1) UUPA, menurut pasal 21 ayat (1) UUPA hanya

warga negara Indonesia saja dapat mempunyai hak milik, sebagaimana telah

dijelaskan, bahwa larangan tidak diadakan perbedaan antara orang-orang Indonesia

asli dan keturunan asing. Meskipun, menurut pasal 9 ayat (2) UUPA, tidak diadakan

perbedaan antara sesama warga negara dalam hal pemilikan tanah diadakan perbedaan

antara mereka yang berkewarganegaraan tunggal dan rangkap.

Berkewarganeragaan rangkap artinya, bahwa disamping kewarganegaraan

Indonesia dipunyai pula kewarganegaraan lain. Pasal 24 ayat (4) UUPA menentukan,

bahwa selama seseorang disamping kewarganegaraan Indonesia mempunyai

kewarganegaraan asing tidak dapat mempunyai tanah dengan hak tanah. Ini berarti,

bahwa selama itu dalam hubungannya dengan soal pemilikan tanah dipersamakan

dengan orang asing.

Di dalam penjelasan pasal tersebut dikatakan, bahwa sudah selayaknya orang-

orang yang membiarkan diri disamping kewarganegaraan Indonesia mempunyai

kewarganegaraan lain dalam hal pemilikan tanah dibedakan dari warga negara

Indonesia lainnya. Dengan demikian, maka yang boleh mempunyai tanah dengan hak

milik itu hanyalah warga negara Indonesia tunggal saja. Sekarang kedudukan anak

tetap mengikuti kewarganegaraan orang tuanya, juga setelah menjadi dewasa.

Kalau orang tuanya telah melepaskan kewarganegaraan Indonesia, anaknya

tetap berkewarganegaraan Indonesia. Untuk menjadi warga negara Indonesia, harus

ditempuh cara pewarganegaraan, atau naturalisasi. Perlu diketahui bahwa selain syarat

kewarganegaraan Indonesia tunggal, khusus untuk pemilikan tanah pertanian masih

diperlukan syarat-syarat lain.

Page 28: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

24

Syarat-syarat itu berkaitan dengan ketentuan mengenai maksimum luas tanah

pertanian yang boleh dimiliki dan dikuasai seseorang (Pasal 1 jo. 6 undang-undang

nomor 56 (Perpu tahun 1960) mengenai pemilikan bersama tanah pertanian yang

luasnya kurang dari dua hektar (Pasal 9 ayat 2 dan 33 UUPA).

Undang-undang nomor 56 (Perpu) tahun 1960, dan mengenai larangan

pemilikan tanah pertanian secara absentee atau guntai (Pasal 3 PP Nomor 224 tahun

1961 jo. PP Nomor 41 tahun 1964). Kalau syarat yang disebutkan pada pasal 21 ayat 1

jo. ayat 4 UUPA disebut syarat umum bagi perorangan untuk mempunyai tanah

dengan hak milik, artinya syarat tersebut wajib dipenuhi oleh setiap pemilik. Oleh

sebab itu, hal yang ditentukan oleh peraturan-peraturan landreform merupakan syarat-

syarat khusus, artinya khusus untuk pemilikan tanah pertanian. Bagi tanah pertanian,

tidak di syaratkan bahwa pemiliknya harus seorang petani.

6. Kedudukan Hak Atas Tanah

Kepemilikan hak atas tanah merupakan hak dasar yang juga merupakan bagian

dari hak asasi manusia. Pencabutan kepemilikan hak atas tanah oleh presiden

dilakukan untuk kepentingan umum. Perlindungan subjek hak atas dalam menghadapi

pencabutan hak didasarkan kepada pemahaman pengertian kepentingan umum.

Kepentingan umum merupakan suatu yang abstrak, mudah dipahami secara teoritis,

tetapi menjadi sangat kompleks ketika diimplementasikan.

Kebijakan publik telah ditetapkan oleh pemerintah mengenai kewenangan

pemerintah untuk melakukan pencabutan hak atas tanah demi kepentingan umum

dengan telah dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang

pengadaan tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (untuk

selanjutnya ditulis Perpres Nomor Tahun 2005). Menurut catatan Kompas, ketentuan

pencabutan hak atas tanah ini ternyata tidak jauh beda dengan Keputusan Presiden

Nomor 55 Tahun 1993 Tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan

untuk Keoentingan Umum, yang pernah dikeluarkan oleh Presiden Soeharto. Baik

Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 maupun Perpres Nomor 36 Tahun 2001,

sama-sama merujuk pada Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961 Tentang Pencabutan

Hak-hak atas Tanah dan Benda yang ada diatasnya. (Kompas, 8 Mei 2005).

Page 29: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

25

Selanjutnya dikatakan pada masa reformasi saat ini harus ada revisi terhadap

ketentuan yang mengatur tentang hak atas tanah dengan memberikan jaminan terhadap

kepemilikan tanah. Dengan revisi tersebut, bukan berarti hak milik atas tanah tidak

bisa dicabut, tetapi prosesnya tidak semudah di zaman orde baru, karena harus

melewati aturan yang ketat. (Kompas, 9 Mei 2005).

Dalam masa refomasi ini banyak masyarakat layak terkejut dengan

dikeluarkannya kebijakan publik yang dituangkan dalam Perpres Nomor 36 Tahun

2005. Keterkejutan itu beralasan, karena kita semua tidak mengira bila pemerintah

mengeluarkan peraturan di tengah harapan berjalannya proses demokrasi dan

penguatan hak-hak rakyat sipil. Lahirnya Perpres Nomor 36 Tahun 2005,

mengingatkan orang pada praktik-praktik pemerintahan orde baru dalam mengambil

paksa tanah-tanah rakyat baik yang di kota maupun di desa dengan mengatasnamakan

pembangunan, sehingga menimbulkan penggusuran dan konflik agraria.

7. Hak Asasi Manusia dan Hak Atas Tanah

Hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu

kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut.

(Rahardjo, 2000: 53).

Dengan demikian, hak itu merupakan suatu kepentingan yang dilindungi oleh

hukum, sehingga memungkinkan seseorang menunaikan kepentingan tersebut. Seperti

dinyatakan oleh Allen bahwa The legally guarenteds power to realisean interst. Oleh

sebab itu implikasi dari definisi tentang hak tersebut antara lain:

a. Hak adalah suatu kekuasaan, yaitu suatu kemampuan untuk memodifikasi

keadaan.

b. Hak merupakan jaminan yang diberikan oleh hukum.

c. Penggunaan hak menghasilkan suatu keadaan yang berkaitan langsung dengan

kepentingan pemilik hak. (Ali, 1996:242)

Page 30: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

26

Dalam kepustakaan ilmu hukum dikenal teori atau ajaran untuk menjelaskan

keberadaan hak, antara lain:

a. Belangen Theorie (teori kepentingan) menyatakan bahwa hak adalah

kepentingan yang terlindungi. Salah satu penganutnya adalah Rudolf von

Jhering, yang berpendapat bahwa hak itu suatu kepentinagn yang penting bagi

seseorang yang dilindungi oleh hukum, atau suatu kepentingan yang

terlindungi.

b. Wilmacht Theorie (teori kehendak), yaitu adalah kehendak yang dilengkapi

oleh kehendak. Salah satu penganutnya adalah Bernhard Winscheid, yang

menyatakan bahwa hak itu suatu kehendak yang dilengkapi dengan kekuatan

dan diberi oleh tata tertib hukum kepada seseorang. Berdasarkan kehendak

seseorang dapat mempunayai rumah, mobil, tanah dan sebagainya.

c. Teori fungsi sosial yang dikemukakan oleh Leon Duguit, yang menyatakan

bahwa tidak ada seseorang manusiapun yang mempunyai hak. Sebaliknya, di

dalam masyarakat, bagi manusia hanya ada satu tugas sosial. Tata tertib hukum

tidak didasarkan atas hak kebebasan manusia, tetapi atas tugas sosial yang

harus dijalankan oleh anggota masyarakat. (Mas, 2004: 32-33).

Berdasarkan sudut kewenangan, maka pengertian hak berintikan kebebasan

untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu berkenaan dengan sesuatu atau

terhadap subjek hukum tertentu atau semua subjek hukum tanpa halangan atau

gangguan dari pihak manapun, dan kebebasan tersebut memiliki kewenang-wenangan

untuk melakukan perbuatan tertentu, termasuk menuntut sesuatu. (Kusumaatmadja

dan Sidharta, 2000: 90).

Kurang atau minimnya bukti kepemilikan atas tanah menjadi salah satu

penyebab dari minimnya proses pendaftaran hak atas tanah. Hal lain yang menjadi

penyebab yakni juga minimnya pengetahuan masyarakat akan arti pentingnya bukti

kepemilikan hak atas tanah. Untuk proses pembuatan sertipikat maka mereka harus

memiliki surat-surat kelengkapan untuk tanah yang mereka miliki, akan tetapi pada

kenyataannya tanah-tanah yang dimiliki masyarakat pedesaan atau masyarakat adat itu

dimiliki secara turun temurun dari nenek moyang mereka, sehingga surat kepemilikan

tanah yang mereka miliki sangat minim bahkan ada yang tidak memiliki sama sekali.

Page 31: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

27

Mereka menempati dan menggarap tanah tersebut sudah berpuluh-puluh tahun

sehingga masyarakat pun mengetahui bahwa tanah tersebut adalah milik si A atau si B

tanpa perlu mengetahui surat-surat kepemilikan atas tanah tersebut.

Saat ini dengan adanya Undang-Undang Pokok Agraria yang ditindak lanjuti

dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 yang kemudian diganti

dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tidak mungkin lagi diterbitkan

hak-hak yang tunduk kepada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ataupun yang

akan tunduk kepada hukum adat setempat kecuali menerangkan bahwa hak-hak

tersebut merupakan hak adat. Mengingat pentingnya pendaftaran hak milik atas tanah

adat sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah secara sah sesuai dengan pasal 23, pasal

32, dan Pasal 38 Undang-Undang Pokok Agraria, maka diberikan suatu kewajiban

untuk mendaftarkan tanah adat khususnya hak milik adat.

Sertifikat hak atas tanah memberikan kepastian hukum atas kepemilikan tanah

bagi pihak yang namanya tercantum dalam sertipikat. Oleh sebab itu penerbitan

sertipikat dapat mencegah sengketa tanah. Kepemilikan sertifikat akan memberikan

perasaan tenang dan tentram karena dilindungi dari tindakan sewenang-wenang yang

dilakukan oleh siapapun. Dengan kepemilikan sertifikat hak atas tanah, pemilik tanah

dapat melakukan perbuatan hukum apa saja sepanjang tidak bertentangan dengan

undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Selain itu, sertifikat tanah memiliki

nilai ekonomis seperti disewakan, jaminan hutang, atau sebagai saham.

Pemberian sertifikat hak atas tanah dimaksudkan untuk mencegah pemilikan

tanah dengan luas berlebihan yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.

Page 32: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

28

8. Hak-hak Tanah Bagi Warga Negara Asing

Meskipun pada asasnya hanya orang-orang warga negara Indonesia tunggal

saja yang dapat memiliki tanah, dalam hal-hal tertentu selama dalam waktu yang

terbatas UUPA masih memungkinkan orang-orang asing dan warga negara Indonesia

yang berkewarganegaraan rangkap untuk mempunyai tanah dengan hak milik.

Diberikannya kemungkinan itu adalah atas dasar pertimbangan peri kemanusiaan.

Pasal 21 ayat 3 UUPA menentukan, bahwa orang asing yang sesudah tanggal

24 september 1960 memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau

percampuran harta karena perkawinan, wajib melepaskan hak itu dalam jangka waktu

satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut. Ketentuan itu berlaku juga terhadap

seorang warga negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah tanggal 24

september 1960 kehilangan kewarganegaraannya.

Jangka waktu satu tahun tersebut dihitung sejak hilangnya kewarganegaraan

Indonesia itu. Pasal 21 ayat 3 UUPA berlaku juga terhadap mereka berdasarkan

ketentuan pasal 21 ayat 4 UUPA.

Cara-cara yang disebutkan dalam ayat 3 diatas adalah cara memperoleh hak

tanpa melakukan sesuatu tindakan positif yang sengaja ditujukan pada terjadinya

peralihan hak yang bersangkutan. Demikian penjelasan pasal 21 ayat 3 UUPA

tersebut. Cara-cara lain tidak diperbolehkan karena dilarang oleh pasal 26 ayat 2

UUPA, juga beli, tukar menukar, hibah, dan pemberian dengan wasiat (legat).

Memperoleh hak milik dengan kedua cara tersebut diatas masih dimungkinkan

bagi orang-orang asing dan warga negara Indonesia yang berkewarganegaraan

rangkap, tetapi dalam waktu satu tahun pemilikan itu harus diakhiri.

Dikatakan dalam ayat tersebut, bahwa di dalam waktu satu tahun hak miliknya

itu harus dilepaskan. Kalau hak miliknya itu tidak dilepaskan, hak tersebut menjadi

hapus dan tanahnya menjadi tanah negara, yaitu tanah yang dikuasai langsung oleh

negara. Maksudnya, setelah itu bekas pemilik diberi kesempatan untuk meminta

kembali tanah yang bersangkutan dengan hak dapat dipunyainya, yaitu bagi orang

asing hak pakai dan bagi orang Indonesia yang berkewarganegaraan rangkap, HGU,

HGB, atau hak pakai.

Page 33: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

29

C. Hukum Adat dan Kebiasaan

1. Proses Lahirnya Hukum Adat dan Kebiasaan

Hukum adat adalah sistem hukum yang dikenal dalam lingkungan kehidupan

sosial di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya seperti Jepang, India dan

Tiongkok. Hukum adat juga merupakan hukum asli bangsa Indonesia. Sumbernya

adalah peraturan-peraturaran hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan

dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Oleh sebab itu peraturan-

peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh kembang, maka hukum adat memiliki

kemampuan menyesuaikan diri dan elastis. Selain itu dikenal pula masyarakat hukum

adat yaitu sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga

bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar

keturunan.

Ada dua pendapat mengenai asal kata adat ini. Disatu pihak ada yang

menyatakan bahwa adat diambil dari bahasa Arab yang berarti kebiasaan.

Menurut Prof. Amura, istilah ini berasal dari bahasa sanskerta karena menurutnya

istilah ini telah dipergunakan oleh orang Minangkabau kurang lebih 2000 tahun yang

lalu. Menurutnya adat berasal dari dua kata, a dan dato. A berarti tidak dan dato berarti

sesuatu yang bersifat kebendaan.

Hukum adat dikemukakan pertama kali oleh Prof. Snouck Hurgrounje seorang

ahli sastra timur dari Belanda pada tahun 1894. Sebelum istilah hukum adat

berkembang, dulu dikenal dengan istilah adat recht. Prof. Snouk Hurgrounje dalam

bukunya yang berjudul De Atjehers (Aceh) pada tahun 1893-1894 menyatakan bahwa

hukum masyarakat Indonesia tidak dikodifikasi adalah de atjehres atau hukum adat.

Kemudian istilah ini dipergunakan pula oleh Prof. Mr. Cornelis van

Vollenhoven, seorang sarjana sastra yang juga sarjana hukum yang pula menjabat

sebagai guru besar pada Universitas Leiden di Belanda. Ia memuat istilah adat

recht dalam bukunya yang berjudul Adat Recht van Nederlandsch Indie (Hukum Adat

Hindia Belanda) pada tahun 1901-1933.

Perundang-undangan di Hindia Belanda secara resmi mempergunakan istilah

ini pada tahun 1929 dalam Indische Staatsregeling (Peraturan Hukum

Negeri Belanda), semacam Undang Undang Dasar Hindia Belanda, pada pasal 134

ayat (2) yang berlaku pada tahun 1929.

Page 34: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

30

Dalam masyarakat Indonesia, istilah hukum adat tidak dikenal adanya. Hilman

Hadikusuma mengatakan bahwa istilah tersebut hanyalah istilah teknis

saja. Dikatakan demikian karena istilah tersebut hanya tumbuh dan dikembangkan

oleh para ahli hukum dalam rangka mengkaji hukum yang berlaku dalam masyarakat

Indonesia yang kemudian dikembangkan ke dalam suatu sistem keilmuan.

Dalam bahasa Inggris dikenal juga istilah Adat Law, namun perkembangan

yang ada di Indonesia sendiri hanya dikenal istilah adat atau kebiasaan saja, untuk

menyebutkan sebuah sistem hukum yang dalam dunia ilmiah dikatakan hukum adat

dan kebiasaan.

Pendapat ini diperkuat dengan pendapat dari Muhammad Rasyid Maggis Dato

Radjoe Penghoeloe sebagaimana dikutif oleh Prof. Amura sebagai lanjutan

kesempuranaan hidup selama kemakmuran berlebih-lebihan karena penduduk sedikit

bimbang dengan kekayaan alam yang berlimpah ruah, sampailah manusia kepada adat.

Sedangkan pendapat Prof. Nasroe menyatakan bahwa adat Minangkabau telah dimiliki

oleh mereka sebelum bangsa Hindu datang keIndonesia dalam abad ke satu tahun

masehi.

Prof. Dr. Mohammad Koesnoe, S.H. di dalam bukunya mengatakan bahwa

istilah hukum adat dan kebiasaan telah dipergunakan seorang UlamaAceh yang

bernama Syekh Jalaluddin bin Syekh Muhammad Kamaluddin Tursani (Aceh Besar)

pada tahun 1630. Prof. A. Hasymi menyatakan bahwa buku tersebut (karangan Syekh

Jalaluddin) merupakan buku yang mempunyai suatu nilai tinggi dalam bidang hukum

yang baik yaitu membahas mengenai hukum adat dan kebiasaan.

2. Definisi Hukum Adat dan Kebiasaan

Hukum adalah seperangkat norma dan aturan adat atau kebiasaan yang berlaku

di suatu wilayah. Istilah kebiasaan adalah terjemahan dari bahasa

Belanda gewoonte, sedangkan istilah adat berasal dari istilah Arab yaitu adah yang

berarti juga kebiasaan. Jadi istilah kebiasaan dan istilah adat mempunyai arti yang

sama yaitu kebiasaan.

Menurut ilmu hukum, kebiasaan dan adat itu dapat dibedakan pengertiannya.

Perbedaan itu dapat dilihat dari segi pemakaiannya sebagai perilaku atau tingkah laku

manusia atau dilihat dari segi sejarah pemakaian istilahnya dalam hukum di Indonesia.

Sebagai perilaku manusia istilah biasa berarti apa yang selalu terjadi atau apa

yang lazim terjadi, sehingga kebiasaan berarti kelaziman. Adat juga bisa diartikan

sebagai kebiasaan pribadi yang diterima dan dilakukan oleh masyarakat.

Page 35: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

31

Sejarah perundang-undangan di Indonesia membedakan pemakaian

istilah kebiasaan dan adat, yaitu adat kebiasaan di luar perundangan dan adat

kebiasaan yang diakui oleh perundangan. Sehingga menyebabkan munculnya istilah

hukum adat dan kebiasaan yang merupakan hukum tidak tertulis dan hukum yang

tertulis. Di negara Belanda tidak membedakan istilah adat dan kebiasaan. Jika kedua-

duanya bersifat hukum, maka disebut hukum kebiasaan (gewoonterecht) yang

berhadapan dengan hukum perundangan (wettenrecht).

Istilah hukum adat sendiri berasal dari istilah Arab yaitu huk’m dan adah. Kata

jama dari huk’m yaitu ahakam yang mengandung arti perintah atau suruhan,

sedangkan kata adah berarti kebiasaan. Jadi, hukum adat adalah aturan kebiasaan.

Di Indonesia hukum adat diartikan sebagai hukum Indonesia asli yang tidak

tertulis dalam bentuk perundang-undangan Republik Indonesia yang di sana-sini

mengandung unsur agama. Terminologi adat dan hukum adat dan kebiasaan seringkali

dicampur aduk dalam memberikan suatu pengertian padahal sesungguhnya keduanya

adalah dua lembaga yang berlainan.

Adat sering dipandang sebagai sebuah tradisi sehingga terkesan sangat lokal,

ketinggalan jaman, tidak sesuai dengan ajaran agama dan lain-lainnya. Hal ini dapat

dimaklumi karena adatadalah suatu aturan tanpa adanya sanksi riil (hukuman) di

masyarakat kecuali menyangkut soal dosa adat yang erat berkaitan dengan soal-soal

pantangan untuk dilakukan (tabu dan kualat). Terlebih lagi muncul istilah-istilah adat

budaya, adat istiadat, dan lain-lain.

Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) adat adalah aturan (perbuatan

dan sebagainya) yang lazim diturut atau dilakukan sejak dahulu kala, atau cara

(kelakuan dan sebagainya) yang sudah menjadi kebiasaan, atau wujud gagasan

kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukum, dan aturan yang satu

dng lainnya berkaitan menjadi suatu sistem. Oleh sebab itu istilah adat yang telah

diserap kedalam bahasa Indonesia menjadi kebiasaan maka istilah hukum adat dapat

disamakan dengan hukum kebiasaan.

Page 36: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

32

Namun menurut Van Dijk, kurang tepat bila hukum adat diartikan

sebagai hukum kebiasaan. Menurutnya hukum kebiasaan adalah kompleks peraturan

hukum yang timbul karena kebiasaan berarti demikian lamanya orang bisa bertingkah

laku menurut suatu cara tertentu sehingga lahir suatu peraturan yang diterima dan juga

diinginkan oleh masyarakat. Jadi, menurut Van Dijk hukum adat dan hukum

kebiasaan itu memiliki perbedaan.

Menurut Soejono Soekanto, hukum adat hakikatnya merupakan hukum

kebiasaan, namun kebiasaan yang mempunyai akhibat hukum (das sein das

sollen). Berbeda dengan kebiasaan (dalam arti biasa), kebiasaan yang merupakan

penerapan dari hukum adat adalah perbuatan-perbuatan yang dilakukan berulang-

ulang dalam bentuk yang sama menuju kepada Rechtsvaardige Ordening Der

Semenleving.

Menurut Ter Haar yang terkenal dengan teorinya Beslissingenleer (teori

keputusan) mengungkapkan bahwa hukum adat mencakup seluruh peraturan-peraturan

yang menjelma di dalam keputusan-keputusan para pejabat hukum yang mempunyai

kewibawaan dan pengaruh, serta didalam pelaksanaannya berlaku secara serta merta

dan dipatuhi dengan sepenuh hati oleh mereka yang diatur oleh keputusan tersebut.

Keputusan tersebut dapat berupa sebuah persengketaan, akan tetapi juga diambil

berdasarkan kerukunan dan musyawarah. Dalam tulisannya Ter Haar juga menyatakan

bahwa hukum adat dapat timbul dari keputusan warga masyarakat.

Syekh Jalaluddin menjelaskan bahwa hukum adat pertama-tama merupakan

persambungan tali antara dulu dengan kemudian, pada pihak adanya atau tiadanya

yang dilihat dari hal yang dilakukan berulang-ulang. Hukum adat tidak terletak pada

peristiwa tersebut melainkan pada apa yang tidak tertulis dibelakang peristiwa

tersebut, sedang yang tidak tertulis itu adalah ketentuan keharusan yang berada

dibelakang fakta-fakta yang menuntuk bertautnya suatu peristiwa dengan peristiwa

lain.

Page 37: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

33

Ter Haar membuat dua perumusan yang menunjukkan perubahan pendapatnya

tentang hal yang dinamakan hukum adat, yaitu:

a. Hukum adat lahir dan dipelihara oleh keputusan-keputusan warga masyarakat

hukum adat, terutama keputusan yang berwibawa dari kepala-kepala rakyat

(kepala adat) yang membantu pelaksanaan-pelaksanaan perbuatan-perbuatan

hukum, atau dalam hal pertentangan kepentingan keputusan para hakim yang

bertugas mengadili sengketa, sepanjang keputusan-keputusan tersebut karena

kesewenangan atau kurang pengertian tidak bertentangan dengan keyakinan

hukum rakyat, melainkan senapas dan seirama dengan kesadaran tersebut,

diterima, diakui atau setidaknya tidak-tidaknya ditoleransi.

b. Hukum adat yang berlaku tersebut hanya dapat diketahui dan dilihat dalam

bentuk keputusan-keputusan para fungsionaris hukum (kekuasaan tidak

terbatas pada dua kekuasaan saja, eksekutif dan yudikatif) tersebut. Keputusan

tersebut tidah hanya keputusan mengenai suatu sengketa yang resmi tetapi juga

diluar itu didasarkan pada musyawarah (kerukunan). Keputusan ini diambil

berdasarkan nilai-nilai yang hidup sesuai dengan alam rohani dan hidup

kemasyarakatan anggota-anggota persekutuan tersebut.

Hukum adat adalah wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai

budaya, norma, hukum, dan aturan-aturan yang satu dengan lainnya berkaitan menjadi

suatu sistem dan memiliki sanksi riil yang sangat kuat. Menurut pakar hukum bahwa

hukum adat, yaitu:

a. Prof. Mr. B. Terhaar Bzn

Hukum adat adalah keseluruhan peraturan yang menjelma dalam keputusan-

keputusan dari kepala-kepala adat dan berlaku secara spontan dalam

masyarakat. Terhaar terkenal dengan teori keputusan artinya bahwa untuk

melihat apakah sesuatu adat-istiadat itu sudah merupakan hukum adat, maka

perlu melihat dari sikap penguasa masyarakat hukum terhadap sipelanggar

peraturan adat-istiadat. Apabila penguasa menjatuhkan putusan hukuman

terhadap pelanggar maka adat-istiadat itu sudah merupakan hukum adat.

b. Prof. Mr. Cornelis van Vollen Hoven

Hukum adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku masyarakat yang berlaku

dan mempunyai sanksi dan belum dikodifikasikan.

Page 38: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

34

c. Dr. Sukanto, S. H.

Hukum adat adalah kompleks adat-adat yang pada umumnya tidak dikitabkan,

tidak dikodifikasikan dan bersifat paksaan, mempunyai sanksi jadi mempunyai

akibat hukum.

d. Mr. J.H.P. Bellefroit

Hukum adat sebagai peraturan-peraturan hidup yang meskipun tidak

diundangkan oleh penguasa, tetapi tetap dihormati dan ditaati oleh rakyat

dengan keyakinan bahwa peraturan-peraturan tersebut berlaku sebagai hukum.

e. Prof. M.M. Djojodigoeno, S. H.

Hukum adat adalah hukum yang tidak bersumber kepada peraturan-peraturan.

f. Prof. Dr. Hazairin

Hukum adat adalah endapan kesusilaan dalam masyarakat yaitu kaidah-kaidah

kesusialaan yang kebenarannya telah mendapat pengakuan umum dalam

masyarakat itu.

g. Soeroyo Wignyodipuro, S. H.

Hukum adat adalah suatu kompleks norma-norma yang bersumber pada

perasaan keadilan rakyat yang selalu berkembang serta meliputi peraturan

peraturan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari dalam

masyarakat, sebagaian besar tidak tertulis, senantiasa ditaati dan dihormati oleh

rakyat karena mempunyai akibat hukum (sanksi).

h. Prof. Dr. Soepomo, S. H.

Hukum adat adalah hukum tidak tertulis didalam peraturan tidak tertulis,

meliputi peraturan-peraturan hidup yang meskipun tidak ditetapkan oleh yang

berwajib tetapi ditaati dan didukung oleh rakyat berdasarkan atas keyakinan

bahwasanya peraturan-peraturan tersebut mempunyai kekuatan hukum.

Page 39: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

35

Dari batasan-batasan yang dikemukakan di atas, maka terlihat unsur-unsur dari

pada hukum adat, yaitu:

a. Adanya tingkah laku yang terus menerus dilakukan oleh masyarakat.

b. Tingkah laku tersebut teratur dan sistematis.

c. Tingkah laku tersebut mempunyai nilai sakral.

d. Adanya keputusan kepala adat.

e. Adanya sanksi atau akibat hukum.

f. Tidak tertulis.

g. Ada dalam masyarakat dan ditaati oleh masyarakat demi tertibnya kehidupan.

3. Ciri-ciri Hukum Adat dan Kebiasaan

Adapun yang menjadi ciri-ciri hukum adat dan kebiasaan, yaitu:

a. Bercorak Relegiues Magis

Menurut kepercayaan tradisionil Indonesia, tiap-tiap masyarakat diliputi oleh

kekuatan gaib yang harus dipelihara agar masyarakat itu tetap aman tentram

bahagia dan lain-lain. Tidak ada pembatasan antara dunia lahir dan dunia gaib

serta tidak ada pemisahan antara berbagai macam lapangan kehidupan, seperti

kehidupan manusia, alam, arwah-arwah nenek moyang dan kehidupan makluk-

makluk lainnya.

Adanya pemujaan-pemujaan khususnya terhadap arwah-arwah darp pada

nenek moyang sebagai pelindung adat-istiadat yang diperlukan bagi

kebahagiaan masyarakat. Setiap kegiatan atau perbuatan-perbuatan bersama

seperti membuka tanah, membangun rumah, menanam dan peristiwa-peristiwa

penting lainnya selalu diadakan upacara-upacara relegius yang bertujuan agar

maksud dan tujuan mendapat berkah serta tidak ada halangan dan selalu

berhasil dengan baik.

b. Bercorak Komunal atau Kemasyarakatan

Artinya bahwa kehidupan manusia selalu dilihat dalam wujud kelompok,

sebagai satu kesatuan yang utuh. Individu satu dengan yang lainnya tidak dapat

hidup sendiri, manusia adalah makluk sosial, manusia selalu hidup

bermasyarakat, kepentingan bersama lebih diutamakan dari pada kepentingan

perseorangan.

Page 40: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

36

c. Bercorak Demokrasi

Bahwa segala sesuatu selalu diselesaikan dengan rasa kebersamaan,

kepentingan bersama lebih diutamakan dari pada kepentingan-kepentingan

pribadi sesuai dengan asas permusyawaratan dan perwakilan sebagai sistem

pemerintahan. Adanya musyawarah di balai desa, setiap tindakan pamong desa

berdasarkan hasil musyawarah dan lain sebagainya.

d. Bercorak Kontan

Pemindahan atau peralihan hak dan kewajiban harus dilakukan pada saat yang

bersamaan yaitu peristiwa penyerahan dan penerimaan harus dilakukan secara

serentak, ini dimaksudkan agar menjaga keseimbangan didalam pergaulan

bermasyarakat.

e. Bercorak Konkret

Artinya adanya tanda yang kelihatan yaitu tiap-tiap perbuatan atau keinginan

dalam setiap hubungan-hubungan hukum tertentu harus dinyatakan dengan

benda-benda yang berwujud. Tidak ada janji yang dibayar dengan janji,

semuanya harus disertai tindakan nyata, tidak ada saling mencurigai satu

dengan yang lainnya.

4. Wilayah Hukum Adat dan Kebiasaan

Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven membagi Indonesia menjadi 19

lingkungan hukum adat (rechtsringen). Satu daerah yang garis-garis besar, corak dan

sifat hukum adatnya seragam disebutnya sebagai rechtskring. Setiap lingkungan

hukum adat tersebut dibagi lagi dalam beberapa bagian yang disebut kukuban

hukum (rechtsgouw). Lingkungan hukum adat tersebut, yaitu:

a. Aceh meliputi Aceh Besar, Pantai Barat, Singkel, dan Semeuleu.

b. Tanah Gayo, Alas dan Batak, juga meliput:

1) Tanah Gayo (Gayo Lueus).

2) Tanah Alas.

3) Tanah Batak (Tapanuli).

4) Tapanuli Utara meliputi Batak Pakpak (Barus), Batak karo, Batak

Simelungun, dan Batak Toba (Samosir, Balige, Laguboti, Lumbun Julu)

5) Tapanuli Selatan meliputi Padang Lawas (Tano Sepanjang), Angkola, dan

Mandailing (Sayurmatinggi).

6) Nias (Nias Selatan).

Page 41: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

37

7) Tanah Minangkabau (Padang, Agam, Tanah Datar, Limapuluh Kota, Tanah

Kampar, dan Kerinci).

c. Mentawai (Orang Pagai).

d. Sumatera Selatan, meliputi:

1) Bengkulu (Renjang).

2) Lampung (Abung, Paminggir, Pubian, Rebang, Gedingtataan, dan Tulang

Bawang).

3) Palembang (Anak lakitan, Jelma Daya, Kubu, Pasemah, dan Semendo)

e. Jambi (Orang Rimba, Batin, dan Penghulu)

f. Tanah Melayu (Lingga-Riau, Indragiri, Sumatera Timur, dan Orang Banjar).

g. Bangka dan Belitung.

h. Kalimantan meliputi Dayak Kalimantan Barat, Kapuas, Hulu, Pasir, Dayak,

Kenya, Dayak Klemanten, Dayak Landak, Dayak Tayan, Dayak Lawangan,

Lepo Alim, Lepo Timei, Long Glatt, Dayat Maanyan, Dayak Maanyan Siung,

Dayak Ngaju, Dayak Ot Danum, dan Dayak Penyambung Punan.

i. Gorontalo meliputi Bolaang Mongondow dan Boalemo.

j. Tanah Toraja meliputi Sulawesi Tengah, Toraja, Toraja Baree, Toraja Barat,

Sigi, Kaili, Tawali, Toraja Sadan, To Mori, To Lainang, dan Kepulauan

Banggai.

k. Sulawesi Selatan meliputi Orang Bugis, Bone, Goa, Laikang, Ponre, Mandar,

Makasar, Selayar, dan Muna.

l. Kepulauan Ternate meliputi Ternate, Tidore, Halmahera, Tobelo, dan

Kepulauan Sula.

m. Maluku Ambon meliputi Ambon, Hitu, Banda, Kepulauan Uliasar, Saparua,

Buru, Seram, Kepulauan Kei, Kepulauan Aru, dan Kisar.

n. Irian.

o. Kepulauan Timor meliputi Kepulauan Timor-timor, Timor Tengah, Mollo,

Sumba, Sumba Tengah, Sumba Timur, Kodi, Flores, Ngada, Roti, dan Sayu

Bima.

p. Bali dan Lombok meliputi Bali Tanganan-Pagrisingan, Kastala, Karrang

Asem, Buleleng, Jembrana, Lombok, dan Sumbawa.

q. Jawa Pusat, Jawa Timur serta Madura meliputi Jawa Pusat, Kedu, Purworejo,

Tulungagung, Jawa Timur, Surabaya, dan Madura.

r. Daerah Kerajaan meliputi Surakarta dan Yogyakarta.

s. Jawa Barat meliputi Priangan, Sunda, Jakarta, dan Banten.

Page 42: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

38

5. Hukum Adat dan Kebiasaan Dalam Masyarakat

Hukum mempunyai peranan sangat besar dalam pergaulan hidup di tengah-

tengah masyarakat. Hal ini dapat di lihat dari ketertiban, ketentraman dan tidak

terjadinya ketegangan di dalam masyarakat, karena hukum mengatur menentukan hak

dan kewajiban serta mengatur, kemudian menentukan hak dan kewajiban serta

melindungi kepentingan individu dan kepentingan sosisal.

Menurut J.F. Glastra Van Loon peran hukum adat dan kebiasaan dalam

masyarakat, yaitu:

a. Menertibkan masyarakat dan pengaturan pergaulan hidup.

b. Menyelesaikan pertikaian.

c. Memelihara dan mempertahankan tata tertib dan aturan-aturan jika perlu

dengan kekerasan.

d. Memelihara dan mempertahankan hak tersebut.

e. Mengubah tata tertib dan aturan-aturan dalam rangka penyesuaian dengan

kebutuhan masyarakat.

f. Memenuhi tuntutan keadilan dan kepastian hukum dengan cara merealisasi

fungsi-fungsi di atas.

Masyarakat hukum adat suatu kelompok masyarakat atau komunitas tertentu

yang hidup bersama dalam suatu wilayah atau kawasan tertentu yang terikat pada

hukum tertentu, yang ditaati, dilaksanakan dan hukum tersebut dipelihara, yang

didalamnya terdapat sanksi sebagai alat pemaksa. Dengan demikian bukanlah sebuah

masyarakat hukum adat apabila tidak memiliki dan terikat pada hukum tertentu.

Hukum yang demikian mempunyai sifat kumulatif, yaitu:

a. mengatur;

b. memaksa;

c. dilaksanakan atau ditaati, dan

d. dipelihara secara berkelanjutan.

Dengan sifat hukum yang demikian masyarakat hukum dapat mengklaim

adanya wilayah berlaku atas anggota masyarakat hukum adatnya dan wilayah teritorial

yang selanjutnya diberi nama yuridis hak ulayat. Hak ulayat itu bukan saja diakui

secara de jure menurut hukum adat dan kebiasaan mereka, tetapi juga dalam interaksi

dengan masyarakat hukum adat dan kebiasaan yang bertetangaan secara de facto

mengakui hak ulayat tersebut.

Page 43: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

39

Hal itulah yang menjadi dasar yuridis mengapa negara harus mengakui

keberadaan hak ulayat. Dari sudut anatomi norma ideal dalam kerangka historis

konstitusi Indonesia terkandung pengakuan terhadap keberadaan institusi

kemasyarakatan dari masyarakat hukum adat.

Pada posisi ini, negara secara konstitusional haru mengakui keberadaannya.

Implementasi kelembagaan dari hukum adatnya distrukturalisasi institusi

kemasyarakatannya dengan pengakuan adanya:

a. masyarakat tertentu;

b. hukum adat dengan sifat kumulatifnya;

c. lembaga adat yang secara seremonial dapat terlihat dengan jelas tatkala

berlangsung upacara adat;

d. kepala adat atau kepada suku sebagai antara lain yang berwenang menghukum,

dan

e. hak ulayat.

6. Sistem Pengendalian Sosial dalam Hukum Adat dan Kebiasaan

Dalam kehidupan sehari-hari, sepanjang semua anggota masyarakat bersedia

menaati aturan yang berlaku, hampir bisa dipastikan kehidupan bermasyarakat akan

bisa berlangsung dengan lancar dan tertib. Kemudian berharap semua anggota

masyarakat bisa berperilaku selalu taat, tentu merupakan hal yang mahal. Di dalam

kenyataan, tentu tidak semua orang akan selalu bersedia dan bisa memenuhi ketentuan

atau aturan yang berlaku dan bahkan tidak jarang ada orang-orang tertentu yang

sengaja melanggar aturan yang berlaku untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya.

Secara rinci, beberapa faktor yang menyebabkan warga masyarakat berperilaku

menyimpang dari norma-norma yang berlaku adalah sebagai berikut:

a. Kaidah-kaidah yang ada tidak memuaskan bagi pihak tertentu atau karena

tidak memenuhi kebutuhan dasarnya.

b. Kaidah yang ada kurang jelas perumusannya sehingga menimbulkan aneka

penafsiran dan penerapan.

c. Kaidah di dalam masyarakat terjadi konflik antara peranan-peranan yang

dipegang warga masyarakat, dan

d. Kaidah memang tidak mungkin untuk mengatur semua kepentingan warga

masyarakat secara merata.

Page 44: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

40

Pada situasi tertentu orang memperhitungkan bahwa dengan melanggar atau

menyimpangi sesuatu norma malahan akan bisa memperoleh sesuatu reward atau

sesuatu keuntungan lain yang lebih besar, maka di dalam hal demikianlah enforcement

demi tegaknya norma lalu terpaksa harus dijalankan dengan sarana suatu kekuatan dari

luar. Norma tidak lagi self-enforcing (norma-norma sosial tidak lagi dapat terlaksana

atas kekuatannya sendiri), dan akan gantinya harus dipertahankan oleh petugas-

petugas kontrol sosial dengan cara mengancam atau membebankan sanksi-sanksi

kepada mereka-mereka yang terbukti melanggar atau menyimpangi norma.

Apabila ternyata norma-norma tidak lagi self-enforcement dan proses

sosialisasi tidak cukup memberikan efek-efek yang positif, maka masyarakat atas

dasar kekuatan otoritasnya mulai bergerak melaksanakan kontrol sosial.

Menurut Soerjono Soekanto, pengendalian sosial adalah suatu proses baik

yang direncanakan atau tidak direncanakan, yang bertujuan untuk mengajak,

membimbing atau bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi nilai-nilai dan

kaidah-kaidah yang berlaku.

Objek (sasaran) pengawasan sosial, adalah perilaku masyarakat itu sendiri.

Tujuan pengawasan adalah supaya kehidupan masyarakat berlangsung menurut pola-

pola dan kidah-kaidah yang telah disepakati bersama. Dengan demikian, pengendalian

sosial meliputi proses sosial yang direncanakan maupun tidak direncanakan (spontan)

untuk mengarahkan seseorang. Juga pengendalian sosial dalam hukum adat dan

kebiasaan pada dasarnya merupakan sistem dan proses yang mendidik, mengajak dan

bahkan memaksa warga masyarakat untuk berperilaku sesuai dengan norma-norma

sosial. Adapun penjelasan lebih lanjut tentang hal tersebut, yaitu:

a. Sistem mendidik dimaksudkan agar dalam diri seseorang terdapat perubahan

sikap dan tingkah laku untuk bertindak sesuai dengan norma-norma.

b. Sistem mengajak bertujuan mengarahkan agar perbuatan seseorang didasarkan

pada norma-norma, dan tidak menurut kemauan individu-individu.

c. Sistem memaksa bertujuan untuk mempengaruhi secara tegas agar seseorang

bertindak sesuai dengan norma-norma. Bila ia tidak mau menaati kaiah atau

norma, maka ia akan dikenakan sanksi.

Dalam pengendalian sosial dalam hukum adat dan kebiasaan kita bisa melihat

pengendalian sosial tersebut berproses pada tiga pola yakni:

a. Pengendalian kelompok terhadap kelompok.

b. Pengendalian kelompok terhadap anggota-anggotanya.

c. Pengendalian pribadi terhadap pribadi lainnya.

Page 45: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

41

Pengendalian sosial dalam hukum adat dan kebiasaam dimaksudkan agar

anggota masyarkat mematuhi norma-norma sosial sehingga tercipta keselarasan dalam

kehidupan sosial. Untuk maksud tersebut, dikenal beberapa jenis pengendalian.

Penggolongan ini dibuat menurut sudut pandang dari mana seseorang melihat

pengawasan tersebut.

Adapun penjelasan lebih lanjut tentang hal tersebut, yaitu:

a. Pengendalian preventif merupakan kontrol sosial yang dilakukan sebelum

terjadinya pelanggaran atau dalam versi mengancam sanksi atau usaha

pencegahan terhadap terjadinya penyimpangan terhadap norma dan nilai. Jadi,

usaha pengendalian sosial yang bersifat preventif dilakukan sebelum terjadi

penyimpangan.

b. Pengendalian represif adalah kontrol sosial yang dilakukan setelah terjadi

pelanggaran dengan maksud hendak memulihkan keadaan agar bisa berjalan

seperti semula dengan dijalankan di dalam versi menjatuhkan atau

membebankan sanksi. Pengendalian ini berfungsi untuk mengembalikan

keserasian yang terganggu akibat adanya pelanggaran norma atau perilaku

meyimpang. Untuk mengembalikan keadaan seperti semula, perlu diadakan

pemulihan. Jadi, pengendalian disini bertujuan untuk menyadarkan pihak yang

berperilaku menyimpang tentang akibat dari penyimpangan tersebut, sekaligus

agar dia mematuhi norma-norma sosial.

c. Pengendalian sosial gabungan merupakan usaha yang bertujuan untuk

mencegah terjadinya penyimpangan (preventif) sekaligus mengembalikan

penyimpangan yang tidak sesuai dengan norma-norma sosial (represif). Usaha

pengendalian dengan memadukan ciri preventif dan represif ini dimaksudkan

agar suatu perilaku tidak sampai menyimpang dari norma-norma dan kalaupun

terjadi penyimpangan itu tidak sampai merugikan yang bersangkutan maupun

orang lain.

d. Pengendalian resmi (formal) ialah pengawasan yang didasarkan atas

penugasan oleh badan-badan resmi, misalnya negara maupun agama.

e. Pengawasan tidak resmi (informal) dilaksanakan demi terpeliharanya

peraturan-peraturan yang tidak resmi milik masyarakat. Dikatakan tidak resmi

karena peraturan itu sendiri tidak dirumuskan dengan jelas, tidak ditemukan

dalam hukum tertulis, tetapi hanya diingatkan oleh warga masyarakat.

Page 46: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

42

f. Pengendalian institusional ialah pengaruh yang datang dari suatu pola

kebudayaan yang dimiliki lembaga (institusi) tertentu. Pola-pola kelakuan dan

kiadah-kaidah lembaga itu tidak saja mengontrol para anggota lembaga, tetapi

juga warga masyarakat yang berada di luar lembaga tersebut.

g. Pengendalian berpribadi ialah pengaruh baik atau buruk yang datang dari

orang tertentu. Artinya, tokoh yang berpengaruh itu dapat dikenal. Bahkan

silsilah dan riwayat hidupnya.

Page 47: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

43

D. Hukum Pajak

1. Definisi Hukum Pajak

Hukum pajak merupakan hukum yang telah disusun dalam undang-undang

yang memiliki tujuan dan fungsi sebagaimana telah dirancang dalam undang-undang

itu sendiri. Adapun hukum pajak terbagi menjadi dua, yaitu:

a. Hukum pajak materiil memuat norma-norma yang menerangkan antara lain

keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenal pajak (objek pajak), siapa

yang dikenakan pajak (subjek), berapa besar pajak yang dikenakan (tarif),

segala sesuatu tentang timbul dan hapusnya utang pajak, dan hubungan hukum

antara pemerintah dan wajib pajak. Contoh: UU PPh.

b. Hukum pajak formil memuat bentuk/tata cara untuk mewujudkan hukum

materiil menjadi kenyataan (cara melaksanakan hukum pajak materiil). Hukum

ini memuat antara lain:

1) tata cara penyelenggaraan (prosedur) penetapan hutang pajak;

2) hak-hak fislus untuk mengadakan pengawasan terhadap para wajib pajak

mengenai keadaan, perbuatan, dan peristiwa yang menimbulkan hutang

pajak;

3) kewjaiban wajib pajak misalnya menyelenggarakan pembukuan/pencatatan

dan hak-hak wajib pajak misalnya mengajukan keberatan dan banding.

Contohnya ketentuan umum dan tata cara perpajakan.

Menurut beberapa ahli, pengertian pajak dapat diartikan sebagai berikut:

a. Menurut Sommerfeld

Pajak adalah suatu pengalihan sumber-sumber yang wajib dilakukan dari

sektor swasta kepada sektor pemerintah berdasarkan peraturan tanpa mendapat

suatu imabalan kemabali yang langsung dan seimbang, agar pemerintah dapat

melaksanakan tugas tugasnya dalam pemerintahan.

b. Menurut Prof. DR. Rochmat Soemitro

Pajak adalah pengalihan kekayaan dari pihak rakyat kepada negara untuk

membiayai pengeluaran rutin dan digunakan untuk public saving yang

merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.

Page 48: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

44

Dari pengertian itu dapat disimpulkan unsur-unsur yang terdapat dalam pajak

ialah pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksananya,

yaitu:

1) Sifatnya dapat dipaksakan, hal ini berarti bahwa pelanggaran atas iuran

perpajakan dapat dikenakan sanksi.

2) Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun daerah.

3) Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila

dari pemasukannya masih surplus, dipergunakan untuk membiayai public

investment.

c. Menurut Prof. DR. M.J.H. Smeets

Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma

umum, dan yang dapat dipaksakan tanpa ada kontra prestasi yang dapat

ditunjukkan dalam hal individual, maksudnya adalah untuk membiayai

pengeluaran pemerintah.

d. Menurut Prof. Dr .P. J. A Adriani

Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang

terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan undang-udang

dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan

yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran yang

berhubungan dengan tugas negara dan pemerintahan.

Page 49: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

45

2. Jenis-jenis Pajak

Secara umum, pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi pajak

pusat dan pajak daerah. Pajak pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh pemerintah

pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak Departemen

Keuangan. Kemudian pajak daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah

Daerah baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Beberapa jenis pajak dapat

dibagi menjadi:

a. Pajak Penghasilan (PPh)

Pph adalah pajak langsung dari pemerintah pusat yang dipungut atas

penghasilan dari semua orang yang berada di wilayah Republik Indonesia.

b. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi barang kena pajak atau jasa

kena pajak di dalam daerah pabean. Orang pribadi, perusahaan, maupun

pemerintah yang mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak

dikenakan PPN. Pada dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang Kena

Pajak atau Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang PPN.

c. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM)

Selain dikenakan PPN, atas barang-barang kena pajak tertentu yang tergolong

mewah, juga dikenakan PPn BM. Yang dimaksud dengan barang kena pajak

yang tergolong mewah adalah:

1) Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok

2) Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu.

Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan

tinggi. Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status sosial.

d. Bea meterai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen, dengan

menggunakan benda materai atau benda lainya contohnya dengan

menggunakan mesin teraan, pemeteraian, dan surat setoran pajak.

e. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

PBB adalah atas harta tak bergerak yang terdiri atas tanah dan

bangunan (property tax).

Page 50: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

46

f. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan ( BPHTB )

BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau

bangunan. Seperti halnya PBB, walaupun BPHTB dikelola oleh Pemerintah

Pusat namun realisasi penerimaan BPHTB seluruhnya diserahkan kepada

Pemerintah Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota sesuai dengan

ketentuan yang berlaku.

Selain pajak-pajak yang dikelola pemerintah pusat juga terdapat pajak yang

dipungut oleh pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota antara

lain:

a. Pajak provinsi, meliputi:

1) pajak kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air;

2) bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air;

3) pajak bahan bakar kendaraan bermotor;

4) pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan.

b. Pajak kabupaten/kota, meliputi:

a. pajak hotel;

b. pajak restoran;

c. pajak hiburan;

d. pajak reklame/iklan;

e. pajak penerangan jalan;

f. pajak pengambilan bahan galian golongan C;

g. pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan.

Page 51: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

47

3. Fungsi Hukum Pajak

Selain memiliki tujuan keadilan, hukum pajak juga memiliki berbagai fungsi

yang berdasar pada asas-asas yang bertujuan utama menyejahterakan penduduknya.

Fungsi yang pertama dalam hukum pajak yaitu sebagai acuan dalam menciptakan

sistem pemungutan pajak yang harus memenuhi syarat keadilan, efisien, dan

sederhana sejelas-jelasnya dalam undang-undang hukum pajak itu sendiri.

Fungsi selanjutnya adalah sebagai sumber yang menerangkan tentang mana

dan siapa subjek maupun objek yang perlu dan tidak perlu dijadikan sumber

pemungutan pajak yang berfungsi untuk meningkatkan potensi pajak di negara ini..

Fungsi lain yang terkandung dalam hukum pajak yaitu untuk menghindari

timbulnya hambatan-hambatan atau perlawanan dari pembayar pajak yang dapat

merugikan negara (pemerintah).

Fungsi lain dari hukum pajak adalah sebagai sumber bahan pertimbangan

dalam menerapkan kebijakan-kebijakan pajak yang dapat digunakan seagai alat

pengatur keadaan sosial maupun ekonomi serta untuk mencapai tujuan berlainan.

4. Tujuan Hukum Pajak

Tujuan utama dari sebuah hukum pajak adalah menegakkan keadilan yang

terdiri dari keadilan dalam pembuatan peraturan-peraturan yang telah tertuang di

dalam undang-undang maupun dari segi peraturan yang digunakan dalam pelaksanaan

pemungutan pajak itu sendiri.

Hukum pajak pun bertujuan atas dasar keadilan pajak yang terletak pada

hubungan penduduk dengan negaranya. Dasar keadilan selanjutnya adalah keadilan

yang terletak pada akibat yang muncul dari pemungutan pajak, yang berarti memungut

pajak akan menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga

negara.

Selanjutnya negara akan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam

bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat melalui berbagai subsidi serta jasa dan

barang yang bertujuan untuk melayani masyarakat umum. Dengan demikian

kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan.

Page 52: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

48

Tujuan hukum pajak selanjutnya yaitu memberikan jaminan dalam bentuk

perlindungan keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyat yang lainnya. Selain

itu, untuk mendidik dan mendewasakan wajib pajak serta meningkatkan kesadaran

wajib pajak untuk memahami pentingnya pajak bagi negara maupun bagi masyarakat/

penduduk itu sendiri. Maka hukum pajak pun memiliki peran penting dalam aspek

sosial.

5. Hukum Pajak

Adapun hukum pajak berfungsi sebagai acuan dalam pembagian beban pajak

kepada rakyat yang didasarkan pada kepentingan masing-masing orang.

Lebih lanjut hukum pajak pun memiliki fungsi sebagai penjelas tentang

penggunaan/pemanfaatan dari hasil pemungutan pajak, baik dalam memenuhi

anggaran APBN serta APBD maupun memenuhi target perolehan pajak yang akan

digunakan untuk kepentingan sosial dan kesejahteraan umum. Selanjutnya, hukum

pajak juga memiliki fungsi dalam menetapkan kepastian yang berupa sanksi

administrasi ataupun sanksi tata usaha, maupun sanksi pidana berupa penjara ataupun

kurungan. Adapun sanksi administrasi berupa:

a. Denda

Sanksi administrasi yang dikenakan terhadap pelanggaran yang berkaitan

dengan kewajiban pelaporan berupa denda berupa uang (harta) yang telah

ditetapkan dalam undang-undang.

b. Bunga

Sanksi administrasi yang dikenakan terhadap pelanggaran yang berkaitan

dengan kewajiban pembayaran/penyetoran pajak, yang terdiri dari bunga

pembayaran, bunga ketetapan, dan bunga penagihan.

c. Kenaikan

Sanksi administrasi yang berupa kenaikan jumlah pajak yang harus dibayar,

terhadap pelanggaran berkaitan dengan kewajiban yang diatur dalam ketentuan

material.

Page 53: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

49

6. Hak dan Kewajiban Pajak

Penetapan hak dan kewajiban bagi seorang fiskus maupun wajib pajak juga

menjadi salah satu fungsi dari hukum pajak. Hak dan kewajiban wajib pajak, yaitu:

a. Kewajiban wajib pajak, meliputi:

1) Mendaftarkan diri menjadi wajib pajak dan pengusaha kena pajak.

2) Mengambil surat pemberitahuan sendiri ke kantor pajak atau tenpat-tempat

lain yang telah ditentukan oleh Dirjen Pajak.

3) Mengisi surat pemberitahuandengan benar, lengkap, dan jelas serta

menandatanganinya dan melaporkannya.

4) Membayar pajak yang terhutang yang telah dihitung sendiri tanpa

menunggu adanya surat ketetapan pajak atau tagihan pajak.

5) Menyelenggarakan pembukuan dan memperlihatkan pembukuan serta

memberikan keterangan apabila dilakukan pemeriksaan.

6) Menyimpan dokumen-dokumen sebagai dasar perhitungan pajak.

b. Hak-hak wajib pajak, meliputi:

1) Menghitung pajak sendiri.

2) Mengajukan perpanjangan jangka waktu penyampaian surat pemberitahuan

tahunan.

3) Melakukan pembetulan surat pemberitahuan.

4) Mengajukan permohonan restitusi atas kelebihan pembayaran pajak atau

kelebihan karena dipotong oleh pihak ketiga.

5) Mengajukan permohonan untuk mengansur pembayaran pajak.

6) Mengajukan permohonan penghapusan sanksi administrasi, bunga atau

kenaikan yang dikenakan.

7) Mengajukan pembetulan atas kesalahan SKP, STP, Surat Keberatan, SK

Pengurangan au Penghapusan sanksi administrasi dan sebagainya.

8) Mengajukan keberatan apabila ditetapkan pajaknya lebih tinggi.

9) Mengajukan banding atas keputusan keberatan kepada badan peradilan

pajak.

Page 54: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

50

Sedangkan fiskus mempunyai hak dan kewajiban sebagai berikut:

a. Kewajiban fiskus, meliputi:

1) Melayani pendaftaran wajib pajak untuk meminta nomor pokok wajib

pajak.

2) Melayani wajib pajak dalam pemberian formulir-formulir yang dibutuhkan

untuk laporan-laporan.

3) Melayani untuk menerima laporan dari wajib pajak baik SPT Masa atau

SPT Tahunan.

4) Memberikan persetujuan perpanjangan jangka waktu peyampaian SPT.

5) Memberikan persetujuan penundaan atau angsuran pmbayaran pajak yang

diminta oleh wajib pajak.

6) Membetulkan SKP, STP, Surat Keberatan, SKP Pengurangan atau

Penghapusan, sanksi administrasi apabila terjadi kesalahan.

7) Menerima keberatan wajib pajak termasuk yang mengajukan banding.

b. Hak-hak fiskus, meliputi:

1) Menerbitkan NPWP dan NPPKP baik diminta oleh wajib pajak atau tidak

(secara jabatan).

2) Menerbitkan SKP atau STP.

3) Melakukan penagihan pajak.

4) Menerbitkan surat paksa dalam hal wajib pajak tidak membayar pajak

sebagaimana dimaksud dalam SKP atau STP.

5) Melakukan pemeriksaan.

6) Meminjam dokumen-dokumen pembukuan wajib pajak yang menjadi

dasar perhitungan besranya pajak yang dibayar.

7) Melakukan penyegelan tempat atau ruangan tertentu.

8) Melakukan penyidikan pajak

Page 55: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

51

7. Penetapan Tarif Pajak

Penetapan tarif pajak pun mengambil acuan dari hukum pajak.Tarif pajak itu

sendiri terbagi dalam 4 macam, yaitu:

a. Tarif Sebanding/Proposional

Tarif berupa presentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah ang dikenal

pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya

nilai yang dikenai pajak. Contohnya untuk penyerahan Barang Kena Pajak di

dalam daerah pabean akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%.

b. Tarif Tetap

Tarif berupa jumlah yang tetap terhadap jumlah berapapun jumlah yang

dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap. Contohnya

besarnya tarif bea materai untuk cek dan bilyet giro dengan nilai nominal

berapapun adalah Rp 1.000,00.

c. Tarif Progresif

Presentase tarif yang digunakan semakin besar apabila jumlah yang dikenal

pajak semakin besar. Contohnya lapisan penghasilan kena pajak bagi wajib

Pajak Badan dan BUT.

Adapun tarifnya, yaitu:

1) Sampai dengan Rp50.000.000,00 = 10%

2) Di atas Rp50.000.000,00 s.d Rp100.000.000,00 = 15%

3) Di atas Rp100.000.000,00 = 30%

Menurut kenaikan prosentase tarifnya, tarif progresif dibagi:

1) Tarif progresif progresif: kenaikan persentase semakin besar.

2) Tarif progresif tetap: kenaikan persentase tetap.

3) Tarif progresif degresif:kenaikan persentase semakin kecil.

Dengan demikian, tarif pajak menurut pasal 17 UU PPh tersebut di atas

termasuk tarif progresif progresif.

d. Tarif Degresif

Persentase tarif yang digunakan semakin kecil jika jumlah yang dikenai pajak

semakin besar.

Page 56: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

52

8. Sistem Pemungutan Pajak di Indonesia

Di Indonesia, ada bermacam-macam jenis pengenaan pajak. Pajak yang digali

pemerintah antara lain adalah Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak

Bumi dan Bangunan. Sistem pemungutan pajak yang digunakan saat ini adalah self

assessment system dimana wajib pajak diberi kesempatan untuk melaporkan,

menghitung, dan melaksanakan pembayaran pajak yang terutang sesuai dengan

peraturan yang berlaku.

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan pajak dengan sistem

pemungutan semi self assesment dimana pihak fiskus yang lebih proaktif dan

kooperatif melakukan penghitungan, penetapan pajak terutang dan mendistribusikan

kepada pemerintah daerah melalui dinas pendapatan daerah berdasarkan surat

pemberitahuan objek pajak (SPOP) yang diisi oleh wajib pajak atau verifikasi pihak

fiskus di lapangan. Pemerintah daerah melaui kelurahan/desa bahkan mendistribusikan

surat pemberitahuan pajak terutang (SPPT) sampai ketangan wajib pajak dan juga

menerima pembayaran PBB.

Penyetoran pajak terutang selain melaui petugas pemungut kelurahan/desa,

juga dapat dilakukan di bank/kantor pos yang telah ditunjuk dalam SPPT dan juga

melalui e-payment, transaksi pembayaran melaui perangkat elektronik perbankan,

yaitu melalui anjungan tunai mandiri (ATM), Internet Banking ataupun Teller

Bank yang online di seluruh Indonesia. Kebijakan-kebijakan diatas diberlakukan oleh

pemerintah melalui Direktorat Jendral Pajak sebagai instansi yang berwenang

mengurus masalah pajak dengan tujuan mempermudah wajib pajak PBB

melaksanakan kewajibannya dibidang perpajakan sehingga kepatuhan dan kesadaran

wajib pajak yang selama ini belum sepenuhnya berjalan dengan baik dapat

diminimalisir dengan segala kemudahan yang diberikan. Sehingga target penerimaan

negara yang berasal dari pajak, khususnya Pajak Bumi dan Bangunan tercapai dengan

maksimal.

Page 57: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

53

Adapun sistem pemungutan pajak di Indonesia, yaitu :

a. Official Assessment System

Official Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang

memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya

pajak yang terutang oleh wajib pajak dan menagihnya. Dalam sistem ini

kedudukan fiscus (aparat pajak) sangat dominan.

Sistem ini juga memiliki beberapa kekurangan yang pertama adalah kurang

mendidik atau kurang mendewasakan wajiib pajak dan juga memungkinkan

timbulnya kesewenang-wenangan dari pihak fiscus.

Ciri-ciri dari system official assessment adalah sebagai berikut:

1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada fiscus.

2) Wajib pajak (pembayar) bersifat pasif.

3) Hutang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiscus.

b. Self Assessment System

Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi

wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang

terutang. Cirri-ciri dari system self assessment adalah sebagai berikut:

1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib

pajak sendiri.

2) Wajib pajak aktif mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan

sendiri pajak yang terutang.

3) Fiscus tidak ikut campur dan hanya mengawai.

c. With Holding System

With Holding System adalah suatu system pemungutan pajak yang memberi

wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus ataupun wajib pajak) untuk

menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-ciri dari

sistem ini ialah wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada

pihak ketiga, pihak selain fiscus dan wajib pajak.

Page 58: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

54

9. Asas-asas Pemungutan Pajak

Adapun kebijakan-kebijakan tersebut meliputi asas pemungutan pajak yang

terbagi dalam:

a. Asas Domisili (Asas Tempat Tinggal)

Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang

bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam

maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk wajib pajak dalam negeri.

b. Asas Sumber

Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di

wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.

c. Asas Kebangsaan

Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. Misalnya

pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan pada setiap orang yang bukan

berkebangsan Indonesia yang bertempat tinggal di Indonesia. Asas ini berlaku

untuk wajib pajak luar negeri.

Kebijakan-kebijakan lainnya juga meliputi timbul dan hapusnya utang pajak.

Ada dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak:

1) Ajaran formil

Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh

fiskus. Ajaran ini ditetapkan pada official asesment system.

2) Ajaran materiil

Utang pajak timbul karena belakunya undang-undang. Seseorang dikenai

pajak karena suatu keadaan dan perbuatan. Ajaran ini ditetapkan pada self

assesment sistem. Dihapusnya utang pajak dapat disebabkan beberapa hal:

a) pembayaran;

b) kompensasi;

c) daluwarsa;

d) pembebasan dan penghapusan.

Page 59: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

55

10. Faktor Yang Menghambat Pemungutan Pajak di Indonesia

Dalam penerapannya banyak sekali kendala-kendala yang dialami oleh badan

perpajakan dalam memungut pajak dari setiap wajib pajak. Selain karena semakin

hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pajak karena maraknya kasus-

kasus korupsi yang menjerat pegawai pajak. Tidak hanya itu masih banyak faktor-

faktor lain yang menghambat jalannya pemungutan pajak di Indonesia antara lain:

a. Kurangnya Atau Tidak Adanya Kesadaran Masyarakat

Dalam pemungutan pajak dituntut kesadaran setiap warga negara yang menjadi

wajib pajak untuk memenuhi kewajiban kenegaraannya. Kurangnya atau tidak

adanya kesadaran masyarakat sebagai wajib pajak untuk membayar pajak ke

negara mengakibatkan timbulnya penolakan dan perlawanan terhadap pajak

yang merupakan kendala dalam pemungutan pajak sehingga mengakibatkan

berkurangnya penerimaan kas negara.

b. Adanya perlawanan terhadap pajak tersebut yang terdiri atas perlawanan aktif

dan perlawanan pasif. Adapun penjelas lebih lanjut tentang hal tersebut, yaitu:

1) Perlawanan Pasif

Perlawanan yang inisiatifnya bukan dari wajib pajak itu sendiri tetapi

terjadi karena keadaan yang ada di sekitar wajib pajak itu. Perlawanan

pasif terdiri dari hambatan-hambatan yang mempersulit pemungutan pajak

dan yang erat hubungannya dengan struktur ekonomi suatu negara,

perkembangan intelektual dan moral penduduk, dan dengan teknik

pemungutan pajak itu sendiri.

2) Perlawanan aktif

Perlawanan aktif adalah perlawanan yang inisiatifnya berasal dari wajib

pajak itu sendiri. Hal ini merupakan usaha dan perbuatan yang secara

langsung ditujukan terhadap fiscus dan bertujuan untuk menghindari pajak

atau mengurangi kewajiban pajak yang seharusnya dibayar.

c. Struktur Ekonomi

Struktur ekonomi suatu negara mempengaruhi pemungutan pajak di negara

tersebut. Hal ini terkait dengan penghitungan pendapatan netto oleh wajib

pajak sesuai dengan norma perhitungannya.

Page 60: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

56

d. Perkembangan Moral dan Intelektual Penduduk

Disebabkan ketidaktahuan masyarakat mengenai pentingnya pajak bagi

pembangunan Negara, dan kurangnya sosialisai dari pemerintah tentang wajib

pajak.

e. Cara Atau Gaya Hidup Masyarakat

Gaya hidup masyarakat di suatu negara mempengaruhi besar kecilnya

penghasilan yang mereka peroleh dan besar kecilnya penghasilan tersebut

mempengaruhi besar kecilnya penerimaan kas negara.

f. Mekanisme Pemungutan Pajak Yang Rumit

Perhitungan pajak yang rumit dan memerlukan pengisian formulir yang rumit

menyebabkan adanya penghindaran pajak, prosedur yang berbelit-belit yang

menyulitkan pembayar pajak dan membuka celah untuk negosiasi antara

petugas dan pembayar pajak juga dapat mengakibatkan adanya penghindaran

pajak, maka perlu diadakan penyuluhan pajak untuk menghindari adanya

perlawanan pasif terhadap pajak.

Page 61: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

57

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari makalah ini, yaitu:

1. Hukum dagang merupakan segala perangkat aturan tata cara pelaksanaan kegiatan

perdagangan, industri, atau kuangan yang dihubugkan dngan produksi atau kegiatan

tukar menukar barang. Hukum dagang bersumber pada KUHD dan KUHPerdata atau

KUHS yang didalamnya membahas tugas perdagangan, jenis perdagangan,

perkumpulan perdagangan, berlakunya hukum dagang, dan perkembangan hukum

dagang di Indonesia.

2. Hukum agraria ialah suatu hukum yang mengatur prihal tanah beserta segala seluk-

beluknya yang ada hubungannya dengan pertanahan, misalkan hal perairan, perikanan,

perkebunan, pertambangan dan sebagainya. Hukum agraria berseumber pada Undang-

undang dasar 1945 dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan

Dasar Pokok-pokok Agraria yang membahas asas-asas hukum agraria, subjek hak

milik atas tanah, kedudukan hak atas tanah, hak asasi manusia dan hak atas tanah, dan

hak-hak tanah bagi warga negara asing.

3. Hukum adat dan kebiasaan adalah suatu kompleks norma-norma yang bersumber pada

perasaan keadilan rakyat yang selalu berkembang serta meliputi peraturan peraturan

tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, sebagaian besar

tidak tertulis, senantiasa ditaati dan dihormati oleh rakyat karena mempunyai akibat

hukum (sanksi).

4. Hukum pajak adalah norma-norma yang menerangkan antara lain keadaan, perbuatan,

peristiwa hukum yang dikenal pajak (objek pajak), siapa yang dikenakan pajak

(subjek), berapa besar pajak yang dikenakan (tarif), segala sesuatu tentang timbul dan

hapusnya utang pajak, dan hubungan hukum antara pemerintah dan wajib pajak.

Page 62: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

58

B. Saran

Adapun saran dari penulis mengenai makalah ini, yaitu:

1. Bagi para pedagang dan perusahaan alangkah baiknya dapat memahami hukum

dagang dengan tujuan mengimplementasikan hukum tersebut secara baik, benar dan

tepat.

2. Sebagai warga negara dan warga negara asing sudah semestinya mengetahui hukum

agraria agar senantiasa hal pokok dalam hukum tersebut terwujud sesuai dengan

tujuan yang tercantum dalam undang-undang tersebut.

3. Negara Indonesia yang merupakan sebagai masyarakat hukum sekaligus masyarakat

yang beradat dan mempunyai kebiasaan sudah seiyanya melaksanakan adat dan

kebiasaan tersebut dengan penuh kesungguhan, bukan sebaliknya agar senantiasa

tertib dalam pergaulan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

4. Sebagai rakyat Indonesia yang bertanggung jawab sudah semestinya rakyat dan para

pejabat atau pemerintahan dapat melaksanakan hukum pajak dengan penuh tanggung

jawab agar senantiasa tercapainya kesejahteraan dalam kehidupan bernegara.

Page 63: MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA … · MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN ... misalnya saja pembangunan dalam bidang

59

DAFTAR PUSTAKA

Neltje F. Katuuk, Aspek Hukum Dalam Bisnis, Universitas Gunadarma, Cetakan 1, 1994.

Ridwan Khairandy dkk, S.H., M.H., Pengantar Hukum Dagang Indonesia, Yogyakarta: Gama

Media, 1999

Drs. C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,

1989

http://sigit-bayu.blogspot.com/2013/05/hukum-dagang-kuhd.html

Kitab Undang-undang Hukum Dagang

Harsono, Boedi. 2004. Hukum Agraria Indonesia. Djambatan.

Koeswahyono, Imam. 2007. Hukum Agraria Indonesia Dalam Perspektif Sejarah. Refika

Aditama.

Muljadi, Kartini. 2005. Hak-hak Atas Tanah. Jakarta: Prenada Media.

Parlindungan, A.P. 1990. Pendaftaran Tanah di Indonesia. Mandar Maju.

Parlindungan, A.P. 1987. Beberapa Masalah Dalam UUPA. Bandung; Alumni.

Soimin, Soedharyo. 2008. Status Hak dan Pembahasan Tanah. Jakarta: Sinar Grafika.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-

Pokok Agraria

Mustari, Suriyaman. 2009. Hukum Adat kini dulu dan akan datang. Makassar: Pelita Pustaka.

http://www.kabarpajak.com/2013/07/makalah-pajak-fungsi-dan-tujuan-hukum.html

Brotodiharjo, Santoso, 2008, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Bandung: Refika Aditama

Undang-undang No. 6 tahun 1983 tentang pajak

Undang-undang No. 28 tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah

Dikutip dari berbagai sumber internet:

http://ilmu27.blogspot.com/2012/08/hukum-pajak.html.

http:// id.wikipedia.org/wiki/pajak

http://4iral0tus.blogspot.com/2010/04/hukum-pajak-permasalahan-pajak.html

http://dodzjr.woedpress.com/2012/05/30/makalah-tentang-hukum-pajak/

www.kajianpustaka.com/2012/10/definisi-pajak-dan-jenis-jenis-pajak.html