makalah pbl blok 14

15
MAKALAH PBL BLOK 14 Kelainan pada Tulang Punggung Disusun oleh : Syella Trianuary / A8 e-mail : [email protected] NIM : 10.2012.421 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Pendahuluan : Tulang adalah jaringan yang tersusun oleh sel dan didominasi oleh matrix kolagen ekstraselular (type I collagen) yang disebut sebagai osteoid. Osteoid ini termineralisasi oleh deposit kalsium hydroxyapatite, sehingga tulang menjadi kaku dan kuat. Tulang selalu berkembang dan terbentuk secara terus-menerus. Dapat menebal dan memanjang seiring usia berjalan. Kecepatannya untuk terbentuk berubah selama masih hidup. Tulang terbentuk karena pengaruh makanan, rangsangan hormone, aktivitas sel tulang, dan jumlah tekanan pada tulang. Salah satu bahan yang mempunyai peran penting untuk pembentukan dan kekuatan tulang adalah kalsium. Karena ion Kristal kalsium tidak mengalami kristalisasi. Bila tulang mulai menua, akan digantikan dengan tulang yang baru dengan kekuatan tulang yang lebih kuat. Nutrisi yang masuk pada tulang memungkinkannya untuk terus mengalami pertumbuhan. 1

Upload: syellatrianuaryarjan

Post on 07-Nov-2015

7 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

blok 14

TRANSCRIPT

MAKALAH PBL BLOK 14Kelainan pada Tulang PunggungDisusun oleh : Syella Trianuary / A8e-mail : [email protected] : 10.2012.421Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta

Pendahuluan :

Tulang adalah jaringan yang tersusun oleh sel dan didominasi oleh matrix kolagen ekstraselular (type I collagen) yang disebut sebagai osteoid. Osteoid ini termineralisasi oleh deposit kalsium hydroxyapatite, sehingga tulang menjadi kaku dan kuat.Tulang selalu berkembang dan terbentuk secara terus-menerus. Dapat menebal dan memanjang seiring usia berjalan. Kecepatannya untuk terbentuk berubah selama masih hidup. Tulang terbentuk karena pengaruh makanan, rangsangan hormone, aktivitas sel tulang, dan jumlah tekanan pada tulang.Salah satu bahan yang mempunyai peran penting untuk pembentukan dan kekuatan tulang adalah kalsium. Karena ion Kristal kalsium tidak mengalami kristalisasi. Bila tulang mulai menua, akan digantikan dengan tulang yang baru dengan kekuatan tulang yang lebih kuat. Nutrisi yang masuk pada tulang memungkinkannya untuk terus mengalami pertumbuhan.Pada proses penuaan, terjadi penurunan secara perlahan fungsi tubuh dan menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki, mengganti diri, dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya. Salah satu diantaranya adalah masalah pada tulang yang Seiring dengan bertambahnya usia, kepadatan tulang juga akan semakin berkurang. Kehilangan massa tulang terjadi secara perlahan baik pada pria maupun wanita pada rentang usia 35 tahun. Dampaknya ialah tulang akan mudah mengalami kekeroposan dan patah, sering mengalami cidera, bahkan terjadinya trauma kecil saja bisa menyebabkan patah tulang.

AnamnesisAnamnesis mempunyai peranan penting dalam evaluasi penderita osteoporosis. Keluhan-keluhan utama yang dapat mengarah kepada diagnosis, seperti misalnya bowing leg dapat mengarah pada diagnosis riket, kesemutan dan rasa kebal di sekitar mulut dan ujung jari yang terjadi pada hipokalsemia. Pada anak-anak, gangguan pertumbuhan atau tubuh pendek, nyeri tulang, dan kelemahan otot, waddling gait, dan kalsifikasi ekstraskeletal dapat mengarah pada penyakit tulang metabolik. Selain dengan anamnesis keluhan utama, pendekatan menuju diagnosis juga dapat dibantu dengan adanya riwayat fraktur yang terjadi karena trauma minimal, adanya faktor imobilisasi lama, penurunan tinggi badan pada orang tua, kurangnya paparan sinar matahari, asupan kalsium, fosfor dan vitamin D, dan faktor-faktor risiko lainnya. Obat-obatan yang dikonsumsi dalam jangka panjang juga dapat digunakan untuk menunjang anamnesis, yaitu misalnya konsumsi kortikosteroid, hormon tiroid, antikonvulsan, heparin. Selain konsumsi obat-obatan, juga konsumsi alkohol jangka panjang dan merokok. Tidak kalah pentingnya, yaitu adanya riwayat keluarga yang pernah menderita osteoporosis.1

Pemeriksaan RadiologisPemeriksaan radiologic untuk menilai densitas tulang sangat tidak sensitif. Seringkali penurunan densitas massa tulang spinal lebih dari 50% belum memberikan gambaran radiologic yang spesifik. Selain itu, teknik dan tingginya kilovoltage juga mempengaruhi hasil pemeriksaan radiologic tulang. Gambaran radiologic yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan daerah trabekuler yang lebih lusen. Hal ini akan tampak pada tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran picture-frame vertebra.Pada tulang-tulang vertebra, pemeriksaan radiologic, sangat baik untuk mencari adanya fraktur kompresi, fraktur baji atau fraktur bikonkaf. Pada anak-anak, fraktur kompresi dapat timbul spontan dan berhubungan dengan osteoporosis yang berat, misalnya pada osteogenesis imperfekta, rikets, arthritis rheumatoid junevil, penyakit crohn atau penggunaan steroid jangka panjang. Bowing deformity pada tulang-tulang panjang, sering didapatkan pada anak-anak dengan osteogenesisimperfekta, rikets, dan dysplasia fibrosa.Resorpsi subperiosteal merupakan gambaran patognomonik hiperparatiroidsme, terlihat pada 10 kasus, terutama pada daerah radial falang medial jari II dan III. Kelainan ini akan tampak dengan baik bila menggunakanfilm memografi. Selain itu dapat juga terlihat lesi fokal atau multiple yang juga spesifik untuk hipertiroidsme yang disebut brown tumor (osteoklastoma) yang berisi sel-sel raksasa yang sangat responsive terhadap PTH. Kelainan ini akan hilang dengan pembuangan adenoma paratiroid.1 Deteksi osteoporosis pada film polos setidaknya membutuhkan penurunan massa tulang sebesar 30%. Osteoporosis menyebabkan hilangnya densitas tulang, suatu penurunan jumlah trabekula dan lapisan-lapisan yang kasar. Keadaan ini paling menonjol terlihat di tulang belakang. Badan vertebra tampak lusen dengan garis-garis vertical yang tipis, sering disertai penampakan bikonkaf (vertebra ikan kod), penjepitan dan kolaps vertebra; hal ini berlanjut dengan kifosis. Fraktur pada tulang perifer, termasuk fraktur leher femoralis, sering terjadi walaupun setelah trauma minor.2

OsteoporosisOsteoporosis berasal dari kata osteo danporous, osteo artinya tulang, dan porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai dengan penurunan kualitas dan kepadatan massa tulang, sehingga menyebabkan tulang menjadi rapuh dan risiko patahtulang.1Osteoporosis adalah gangguan metabolism tulang sehingga massa tulang berkurang. Komponen matriks tulang, yaitu mineral dan protein berkurang. Resorpsi terjadi lebih cepat daripada formasi tulang, sehingga tulang menjadi tipis.3

Gambar 1. Perbedaan tulang normal dan osteoporosis.4

Osteoporosis adalah kelainan dengan penurunan massa tulang total. Pada kondisi ini terdapat perubahan pergantian tulang homeostatis normal, kecepatan resorpsi tulang lebih besar daripada kecepetan pembentukan tulang, yang mengakibatkan penurunan massa tulang total. Kondisi ini menyebabkan terjadinya peleberan sum-sum tulang dan saluran havers. Trabekula berkurang dan menjadi tipis. Akibatnya, tulang mudah retak. Tulang yang mudah terkena osteoporosis adalah vertebra, pelipis, dan tengkorak.Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur kompresi. Fraktur kompresi ganda vertebra mengakibatkan deformitas skelet.3Osteoporosis dibagi menjadi dua kelompok yaitu osteoporosis primer (involusional) dan osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer adalah osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya, sedangkan osteoporosis sekunder adalah osteoporosis yang diketahui penyebabnya. Pada tahun 1940an, Albright mengemukakan pentingnya esterogen pada pathogenesis osteoporosis. Kemudian pada tahun 1983an, Rings dan Melton, membagi osteoporosis primer atas osteoporosis tipe I dan II. Osteoporosis tipe I, disebut juga osteoporosis pasca menopause, disebabkan oleh defisiensi esterogen akibat menopause. Osteoporosis tipe II, disebut juga osteoporosis senilis, disebabkan oleh gangguan absorpsi kalsium di usus sehingga menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder yang mengakibatkan timbulnya osteoporosis. Belakangan konsep itu berubah, karena ternyata peran esterogen juga menonjol pada osteoporosis tipe II. Selain itu pemberian kalsium dan vitamin D pada osteoporosis tipe II juga tidak memberikan hasil yang adekuat. Akhirnya pada tahun 1990an, Rings dan Melton memperbaiki hipotesisnya dan mengemukakan bahwa esterogen menjadi faktor yang sangat berperan pada timbulnya osteoporosis primer, baik pasca menopause maupun senilis.1

Paget Bone Disease Penyakit paget merupakan gangguan dimana terdapat peningkatan yang berlebihan dari turnover tulang pada bagian yang terlokalisir dari skeleton. Penyakit paget sering terjadi pada populasi keturunan eropa bagian utara. Penyakit paget bisa muncul dengan tanda dan simptom yang jelas atau merupakan temuan insidental selama pemeriksaan kondisi lain. Gambaran klinis dari penyakit paget adalah sebagai berikut: nyeri tulang, sendi, tulang panjang membengkok, deformitas tengkorak/cranium, fraktur komplit, fraktur fisura, ketulian, palsy serabut saraf kranial lainya, kompresi corda spinalis serta transformasi neoplastik. Simptom utama penyakit paget adalah nyeri, dimana penyebab-penyebab nyeri ini harus di terapi dengan obat standar seperti analgesik sederhana, NSAID, atau opioid analgesik secara sendiri-sendiri atau dalam kombinasi. Selain itu terapi spesifik untuk penyakit paget bertujuan untuk menurunkan turnover abnormal tulang. Terapi spesifik ini berupa penggunaan preparat bisfosfat seperti etidronat, pamidronat, tiludronat, risedronat, klodronat, alendronat, ibandronat. Selain itu bisa juga di berikan kalsitonin, plikamasin. Dalam manajemen penyakit paget, pembedahan secara umum di batasi untuk manajemen fraktur, deformitas atau artritis.1

EtiologiOsteoporosis merupakan penyakit dengan etiologi multifaktor. Umur dan densitas tulang merupakan faktor resiko osteoporosis yang berhubungan erat dengan resiko terjadinya fraktur osteoporotik. Fraktur osteoporotik ini akan meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Pada perempuan risiko fraktur 2 kali jika di bandingkan dengan laki-laki pada umur yang sama dengan lokasi fraktur tertentu. Oleh karena usia harapan hidup perempuan lebih tinggi di bandingkan dengan laki-laki, maka prevalensi fraktur osteoporotik pada perempuan akan jauh lebih tinggi daripada laki-laki. Selain itu perbedaan ras dan geografi juga berhubungan dengan risiko osteoporosis.1

EpidemiologiDi Negara maju seperti Amerika serikat, 15% wanita kaukasia pascamenopause dan 35% wanita yang berusia lebih dari 65 tahun menderita osteoporosis, sehingga satu dari dua wanita kaukasia mengalami fraktur osteoporosis disepanjang hidupnya.25% wanita berusia lebih dari 65 tahun mengalami kompresi spinal, 40% wanita akan mengalami fraktur vertebra pada usia 75 tahun dan 20% wantita akan mengalami fraktur pinggul pada usia 90 tahun. Setelah fraktur pinggul, kurang dari 50% penderita mampu kembali ke fungsi mandiri penuh dan 12-24% akan meninggal dalam satu tahun. Sekitar 15% dewasa muda di Amerika serikat menderita osteopenia. 40-80% resiko osteopenia disebabkan oleh keterunan; gen yang terimplikasi meliputi reseptor vitamin D, reserpot esterogen, reseptor androgen, kolagen tipe 1 alfa 1, dan polimorfisme gen IL-6. Sedangkan faktor resiko osteoporosis adalah yang mempunyai riwayat fraktur saat dewasa atau riwayat fraktur pada kerabat derajat pertama, ras kaukasia, usia lanjut, merokok, asupan kopi tinggi, asupan rendah kalsium atau tinggi fosfat, gaya hidup yang kurang berolahraga, demensia atau depresi, obat-obatan (steroid, fenitoin, heparin, warfarin).5

TerapiOsteoporosis dapat di obati dengan cara menghambat kerja osteoklas (anti resoptif) atau bisa juga dengan cara meningkatkan kerja osteoblas (stimulator tulang). Yang termasuk dalam golongan obat anti resorptif adalah estrogen, anti estrogen, bifosfonat serta kalsitonin. Sedangkan yang termasuk dalam stimulator tulang adalah Na-flourida, PTH dan lain sebagainya. Kalsium dan vitamin D tidak mempunyai efek anti resorptif maupun stimulator tulang, tetapi di perlukan untuk optimalisasi mineralisasi osteoid setelah proses formasi oleh osteoblas. Apabila kekurangan kalsium akan menyebabkan peningkatan produksi PTH (hiperparatiroidisme sekunder) yang dapat menyebabkan pengobatan osteoporosis menjadi tidak efektif. Adapun obat-obatan yang dapat di gunakan untuk osteoporosis adalah sebagai berikut : Estrogen Proses resorpsi oleh osteoklas dan formasi oleh osteoblas di pengaruhi oleh banyak faktor, seperti faktor humeral (sitokin, prostaglandin, faktor pertumbuhan) dan faktor sistemik (kalsitonin, estrogen, kortikosteroid dan tiroksin). Sitokin yang meningkatkan kerja osteoklas adalah granulocyte-macrophage colony-stimulating factors (GM-CSF), macrophage colony-stimulating factors (M-CSF), tumor necrosis factor (TNF ), interleukin-1 (IL-1), dan interleukin-6 (IL-6). Sedangkan faktor lokal yang meningkatkan kerja osteoblas adalah IL-4 dan transforming growth faktor (TGF ). Absorpsi estrogen sangat baik melalui kulit, mukosa (misalnya vagina) dan saluran cerna. Estrogen oral akan mengalami metabolisme terutama di hati dan sebagian besar akan terikat dengan sex hormone-binding globulin (SHBG) serta albumin. Estrogen akan di ekskresikan lewat saluran empedu dan kemudian di absorpsi kembali di usus halus melalui sirkulasi enterohepatik. Aktifitas estrogen akan menurun secara bermakna, apabila merokok. Beberapa preparat estrogen yang dapat di pakai dengan dosis untuk anti resorptif adalah estrogen terkonyugasi 0,625 mg/hari, 17 -estradiol oral 1-2 mg/hari, 17 -estradiol transdermal 50 mg/hari, 17 -estradiol perkutan 1,5 mg/hari dan 17 -estradiol subkutan 25-50 mg/hari setiap 6 bulan.

Raloksifen Bersifat anti estrogen yang mempunyai efek seperti estrogen di tulang dan lipid, tetapi tidak menyebabkan perangsangan endometrium dan payudara. Golongan preparat ini di sebut juga selective estrogen receptor modulators (SERM). Dengan dosis yang di rekomendasikan untuk mencegah osteoporosis adalah 60 mg/hari. Pemberian raloksifen peroral akan di absorpsi dengan baik serta mengalami metabolisme di hati. Raloksifen ini akan menyebabkan kecacatan pada janin, sehingga tidak boleh di berikan pada wanita hamil ataupun yang berencana untuk hamil. Bisfosfonat Obat yang digunakan untuk pengobatan osteoporosis baik sebagai pengobatan alternatif setelah terapi pengganti hormonal osteoporosis pada wanita, maupun untuk pengobatan osteoporosis pada laki-laki dan osteoporosis akibat steroid. Adapun beberapa preparat bifosfat yaitu etidronat dengan dosis 400 mg/hari selama 2 minggu di lanjutkan dengan suplementasi kalsium 500 mg/hari selama 76 hari, klodronat dengan dosis 400 mg/hari selama 1 bulan dilanjutkan dengan suplementasi kalsium selama 2 bulan, alendronat dengan dosis untuk osteoporosis 10 mg/hari sedangkan untuk penyakit paget di berikan dengan dosis 40 mg/hari selama 6 bulan, risedronat dengan dosis untuk osteoporosis 5 mg/hari sedangkan untuk penyakit paget di perlukan dosis 30 mg/hari selama 2 bulan, asam zoledronat dengan dosis 5 mg setahun sekali.

Kalsitonin Berfungsi menghambat resorpsi tulang oleh osteoklas. Kalsitonin bisa di pakai untuk osteoporosis, penyakit paget serta hiperkalsemia pada keganasaan. Dengan dosis yang di anjurkan untuk pemberian intranasal adalah 200 U per hari.

Strontium RanelatObat osteoporosis yang memiliki efek ganda yaitu meningkatkan kerja osteoblas dan menghambat kerja osteoklas. Dosis strontium ranelat adalah 2 gram/hari yang di larutkan dalam air serta di berikan pada malam hari sebelum tidur atau 2 jam sebelum makan dan 2 jam setelah makan. Sama dengan obat osteoporosis lainya maka pemberian strontium ranelat ini harus di kombinasikan dengan kalsium dan vitamin D. Kalsitriol Obat ini tidak di indikasikan sebagai pilihan pertama pengobatan osteoporosis pasca menopause. Kalsitriol di indikasikan bila terdapat hipokalsemia yang tidak menunjukan perbaikan dengan pemberian kalsium peroral. Dimana dosis yang di anjurkan untuk pengobatan osteoporosis adalah 0,25 g, 1-2 kali per hari.

Pembedahan pada penderita osteoporosis di lakukan bila terjadi fraktur, terutama fraktur panggul. Beberapa prinsip yang harus di perhatikan pada terapi bedah penderita osteoporosis adalah : Penderita osteoporosis usia lanjut dengan fraktur, bila di perlukan tindakan bedah sebaiknya segera di lakukan, sehingga dapat di hindari imobilisasi lama dan komplikasi fraktur yang lebih lanjut. Tujuan terapi bedah adalah utnuk mendapatkan fiksasi yang stabil, sehingga mobilisasi penderita dapat di lakukan sedini mungkin. Asupan kalsium tetap harus diperhatikan pada penderita yang menjalani tindakan bedah, sehingga mineralisasi kalus menjadi sempurna. Walaupun telah di lakukan tindakan bedah, pengobatan medika mentosa osteoporosis dengan bisfosfonat atau raloksifen atau terapi penganti hormonal, maupun kalsitonin tetap harus di berikan.Selain tindakan pembedahan, perlu juga di lakukan latihan dan program rehabilitasi. Hal ini di sebabkan oleh latihan yang teratur, penderita akan menjadi lebih lincah, tangkas dan kuat otot-otatnya sehingga tidak mudah terjatuh. Selain itu latihan juga akan mencegah perburukan osteoporosis karena terdapat rangsangan biofisikoelektrokemikal yang akan meningkatkan remodeling tulang. Pada orang yang belum mengalami osteoporosis maka sifat latihan adalah pembebanan terhadap tulang, sedangkan pada penderita osteoporosis latihan di mulai dengan tanpa beban, baru kemudian di tingkatkan secara bertahap sehingga mencapai latihan beban yang adekuat. Selain latihan, bila di butuhkan dapat di berikan alat bantu (ortosis), misalnya korset lumbal untuk penderita yang mengalami fraktur korpus vertebra, tongkat atau alat berjalan lainnya, terutama pada orang tua yang terganggu keseimbangannya. Berkaitan dengan risiko osteoporosis maka di perlukan suatu tindakan edukasi serta pencegahan yang baik. Hal ini bisa dengan menganjurkan penderita untuk melakukan aktifitas fisik yang teratur untuk memlihara kekuatan, kelenturan, koordinasi sistem neuromuskular serta kebugaran sehingga dapat mencegah risiko terjatuh. Selain itu bisa juga dengan menjaga asupan kalsium 1000-1500 mg/hari, hindari merokok dan minum alkohol, hindari mengangkat barang-barang yang berat pada penderita yang sudah pasti osteoporosis, hindari berbagai hal yang dapat menyebabkan penderita terjatuh seperti lantai yang licin, hidari defisiensi vitamin D terutama pada orang-orang yang kurang terpajan sinar matahari serta usahakan penggunaan glukokortikoid dengan dosis serendah mungkin dan sesingkat mungkin.1

Penutup

Proses menua merupakan suatu proses yang pasti akan di alami oleh seluruh manusia. Pada proses penuaan, terjadi penurunan secara perlahan fungsi tubuh dan menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki, mengganti diri, dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, maka penyakit degeneratif dan metabolik termasuk osteoporosis, paget bone disease, dsb akan menjadi problem muskuloskeletal terutama dinegara berkembang maupun di Negara maju. Oleh karena itu diperlukan penatalaksanaan yang cepat dan tepat dalam menangani berbagai masalah penyakit, khususnya dalam skenario ini adalah masalah musculoskeletal.

Daftar Pustaka

1. Sudoyono A. W , Setiyohadi B , Alwi I, Simadibrata M.K, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed. Jakarta : Pusat penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI ; 2006. P. 1259-79.2. Patel PR. Lecture notes radiologi. 2 ed th. Jakarta : Erlangga medical series ; 2007.P.207.3. Suratum, Heryati, Manurung S, Raenah E. Klien gangguan system musculoskeletal. Jakarta : Penerbit EGC ; 2006.P. 73-4.4. Tulang : Osteoporosis [on-line] diakses pada tanggal 15 Maret 2014 dari https://www.google.com/search?q=osteoporosis&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ei=VMslU4GzJsyPrgeKhICQCw&ved=0CAcQ_AUoAQ&biw=1242&bih=5735. Brashers VL. Aplikasi klinis patofisiologi : pemeriksaan dan manajemen. 2 ed th. Jakarta : Penerbit EGC; 2008. P. 337.9