makalah patofisiologi akhir
DESCRIPTION
paulTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam sistem muskuloskletal, tulang membentuk rangka penunjang dan
pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakkan
kerangka tubuh. Ruang ditengah tulang-tulang tertentu berisi jaringan hematopoietik
yang membentuk berbagai sel darah. Tulang juga merupakan tempat primer untuk
meyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat.1
Komponen-komponen nonselular utama dari jaringan tulang adalah mineral-
mineral dan matriks organik (kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan fosfat membentuk
suatu garam kristal (hidroksiapatit), yang tertimbun pada matriks kolagen dan
proteoglikan. Mineral-mineral ini menempatkan kekuatan tulang. Matriks organik tulang
disebut juga sebagai suatu osteoid. Sekitar 70% dari osteoid adalah kolagen tipe I yang
kaku dan memberikan daya rentang tinggi pada tulang. Mataeri organik lain yang juga
menyusun tulang berupa proteoglikan seperti asam hyaluronat.1
Hampir semua tulang berongga di bagian tengahnya. Struktur demikian
memaksimalkan kekuatan struktural tulang dengan bahan yang relatif kecil atau ringan.
Kekuatan tambahan diperoleh dari susunan kolagen dan mineral dalam jaringan tulang.
Jaringan tulang dapat berbentuk anyaman atau lamelar1.
Menurut sebuah referensi, fraktur adalah patah tulang 3. Referensi lain
mengatakan bahwa fraktur adalah patahnya suatu bagian atau kerusakan pada tulang.
Fraktur merupakan efek dari gangguan pada sistem muskuloskletal 4. Sistem
muskuloskletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan bertanggung jawab terhadap
pergerakan. Komponen utama sistem muskuloskletal adalah jaringan ikat. Sistem ini
terdiri dari tulang, sendi, otot rangka, tendon, ligament, bursa, dan jaringan-jaringan
khusus yang menghubungkan struktur-struktur ini 2.
Gejala klasik fraktur adalah adanya riwayat trauma, rasa nyeri, dan bengkak pada
tulang yang patah, deformitas, nyeri tekan, krepitasi, gangguan muskuloletal akibat nyeri,
putusnya kontuinitas tulang dan gangguan vascular. Kekuatan dan sudut dari tenaga
tersebut, keadaan tulang dan jaringan lemak di sekitar tulang akan menentukan apakah
1
fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila
seluruh tulang patah, sedangkaan pada fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh
tulang 2.
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana proses patofisiologi fraktur tulang?
b. Macam-macam klasifikasi fraktur tulang ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
a. Untuk mengetahui proses patofisiologi terjadinya fraktur tulang
b. Untuk mengetahui klasifikasi fraktur tulang
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui proses terjadinya fraktur
b. Untuk mengetahui macam-macam fraktur tulang
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi fraktur
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang dan jaringan lunak di sekitar
tulang akan menetukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap.
Fraktur lengkap apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak
melibatkan seluruh ketebalan tulang.1
Menurut definisi lain, fraktur adalah patahnya suatu bagian atau kerusakan pada tulang 5.
2.2 Klasifikasi fraktur tulang
Ada beberapa istilah yang dipakai untuk menjelaskan macam-macam fraktur
tulang, ialah :
a. Sudut patah
a) Fraktur transversal
Fraktur ini adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap
sumbu panjang tulang. Pada fraktur semacaam ini, segmen-segmen tulang
yang patah direposisi atau direduksi kembali ke tempatnya semula, maka
segmen-segmen itu akan stabil, dan biasanya mudah dikontrol dengan
bidai gips 1.
b) Fraktur oblik
Fraktur inii adalah fraktur yang garis patahnya membentuk sudut
terhadap tulang. Fraktur ini tidak stabil dan sulit di perbaiki 1.
c) Fraktur spiral
Fraktur ini timbul akibat torsi pada ekstremitas. Yang menarik
adalah bahwa jenis fraktur rendah energy ini hanya menimbulkan sedikit
kerusakan jaringan lunak, dan fraktur semacam ini cenderung cepat
sembuh dengan imobilisasi luar 1.
b. Fraktur multiple pada satu tulang
3
a) Fraktur segmental
Fraktur ini adalah dua fraktur yang berdekatan pada satu tulang
yang menyebabkan terpisahnya segmen yang menyebabkan terpisahnya
segmen sentral dari suplai darahnya. Fraktur semacam ini sulit ditangani.
Biasanya satu ujung yang tidak memiliki pembuluh darah menjadi sulit
untuk penyembuhan, dan keadaan ini mungkin memerlukan pengobatan
secara bedah 1.
b) Fraktur kominuta
Fraktur ini adalah serpihan-serpihan atau terputusnya keutuhan
jaringan dengan lebih dari dua fragmen tulang 1.
c. Farktur implikasi
a) Fraktur kompresi
Fraktur ini terjadi ketika dua tulang menumbuk (akibat tubrukan)
tulang ke tiga yang berada diantaranya, seperti satu vertebrata dengan dua
vertebrata lainnya. Pada orang muda, fraktur kompresi dapat disertai
retroperitoneal yang cukup berat. Seperti pada fraktur pelvis, pasien dapat
secara cepat mengalami syok hipovelemik dan meninggal jika tidak
dilakukan pemeriksaan denyut nadi, tekanan darah dan pernafasan secara
akurat dan berulang dalam 24-48 jam pertama setelah cedera 1.
d. Fraktur patologik
Fraktur ini terjadi pada daerah-daerah tulang yang menjadi lemah oleh karena
tumor atau proses patologik lainnya. Tulang sering menunjukkan penurunan
densitas. Penyebab yang paling sering dari fraktur-fraktur semacam ini adalah
tumor primer atau metastasis 1.
e. Frakur beban
Fraktur beban atau kelelahan terjadi pada orang-orang yang menambah
tingkat aktivitas mereka, seperti baru diterima untuk berlatih dalam angkatan
bersenjata atau orang-orang yng baru memulai latihan lari. Farktur semacam
ini akan sembuh dengan baik jika tulang diimobilisasi selama beberapa
minggu. Tetapi, jika tidak terdiagnosis, tulang-tulang itu dapat bergeser dri
tempat asalnya dan tidak menyembuh dengan seharusnya 1.
4
f. Fraktur Greenstick
Fraktur ini adalah fraktur tidak sempurna dan sering terjadi pada anak-anak.
Korteks tulangnya sebagian masih utuh, demikian juga periosteum 1.
g. Fraktur avulse
Fraktur ini memisahkan suatu fragmen tulang pada tempat insersi tendon
ataupun ligamen. Bila diduga mengalami ketidakstabilan sendi atau hal-hal
lainnya yang menyebabkan kecacatan, maka perlu dilakukan pembedahan
untuk membuang atau meletakkan kembali fragmen tulang tersebut pada
banyak kasus 1.
h. Fraktur sendi
Catatan khusus harus dibuat untuk fraktur yang melibatkan sendi, terutama
apabila geometri sendi terganggu secara bermakna. Jika tidak ditangani secara
tepat, cedera semacam ini menyebabkan osteoarthritis pasca trauma yang
progresif pada sendi yang cedera tersebut 1.
Menurut garis frakturnya, patah tulang dibagi menjadi fraktur komplit dan
inkomplit (termasuk fisura dan greenstick fracture), transversa, oblik, spiral, kompresi,
simpel, komunitif, segmental, kupu-kupu, dan implikasi (termasuk impresi dan
inklavasi).2
5
2.3 Patofisiologi fraktur tulang
Gambar; Pathofisiologi Fraktur Tulang. 4
2.4 Diagnosis dan gejela klinis
Gejala klasik fraktur adalah adanya riwayat trauma, rasa nyeri dan bengkak di
bagian tulang yang patah, deformitas (angulasi, rotasi, diekspansi), nyeri tekan, krepitasi,
gangguan muskuloskletal akibat nyeri, putusnya kontinuitas tulang, dan gangguan
neurovaskular. Apabila gejala klasik itu ada, secara klinis diagnosis fraktur dapat
ditegakkan walaupun jenis konfigurasi frakturnya belum dapat ditentukan.2
Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk menentukan jenis dan kedudukan fragmen
fraktur. Foto roentgen harus memenuhi beberapa syarat, yaitu letak patah tulang harus
diletakkan di pertengahan foto dan sinar harus menembus tempat ini secara tegak lurus.
8
Bila sinar menembus cahaya miring, gambar menjadi samar, kurang jelas dan berbeda
dari kenyataan. Harus selalu dibuat dua lembar foto dengan arah yang saling tegak lurus.
Persendian proksimal maupun distal harus tercakup dalam foto. Bila ada kesangsian atas
adanya patah tulang, sebaiknya dibuat foto yang sama dari ekstremitas kontralateral yang
sehat untuk perbandingan. Bila tidak diperoleh kepastian tentang adanya kelainan seperti
fisura, sebaiknya foto diulang setelah satu minggu; retak akan menjadi nyata karena
hyperemia setempat di sekitar tulang yang retak itu akan tampak sebagai “dekalsifikasi”.
Osteoporosis pascatrauma merupakan tanda Rroentgenologik normal pascatrauma yang
disebabkan oleh hyperemia local pasca penyembuhan.2
Pemeriksaan khusus seperti CT-scan atau MRI kadang diperlukan, misalnya pada
kasus fraktur vertebra yang disertai gejala neurologis.2
2.5 Penatalaksana
Prinsip menangani fraktur adalah mengembalikan posisi patahan tulang ke posisi
semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan patah tulang
(imobilisasi).2
Reposisi yang dilakukan tidak harus mencapai keadaan sempurna seperti semula
karena tulang mempunyai kemampuan remodeling (swapugar).2
Cara pertama penanganan adalah proteksi saja tanpa reposisi dan imobilisasi.
Pada fraktur dengan dislokasi fragmen patahan yang minimal atau tidak akan
menyebabkan cacat dikemudian hari, cukup lakukan dengan proteksi saja,
misalnyadengan menggunakan mitella (penyangga) atau sling. Contoh kasus yang
ditangani dengan cara ini adalah fraktur iga, fraktur clavicula, dan fraktur vertebrata
dengan kompresi minimal.2
Cara kedua ialah imobilisasi luar tanpa reposisi, tetapi tetap diperlukan
imobilisasi agar tidak terjadi dislokasi fragmen. Contoh cara ini adalah patah tulang
tungkai bawah tanpa dislokasi yang penting.2
Cara ketiga berupa reposisi dengan cara manipulasi yang diikuti dengan
imobilisasi. Ini dilakukan pada patah tulang dengan dislokasi fragmen yang berarti seperti
pada patah tulang radius distal.2
9
Cara keempat berupa reposisi yang diikuti dengan traksi terus menerus selama
masa tertentu, misalnya beberapa minggu, lalu diikuti dengan imobilisasi. Hal ini
dilakukan pada patah tulang yang bila direposisi akan terdislokasi kembali didalam gips,
biasanya pada fraktur yang dikelilingioleh otot yang kuat seperti pada patah tulang
femur.2
Cara kelima berupa reposisi yang diikuti dengan imobilisasi dengan fiksasi luar.
Fiksasi fragmenn fraktur menggunakan pin baja yang ditusukkan pada fragmen tulang,
kemudian pin baja tadi disatukan secara kokoh dengan batangan logam diluar kulit. Alat
ini dinamakan fiksator eksterna.2
Cara keenam berupa reposisi secara non-operatif diikuti dengan pemasangan
fiksator tulang secara operatif, misalnya reposisi tulangpatah tulang femur. Fragmen
direposisi secara non-operatif dengan meja traksi; setelah tereposisi, dilakukan
pemasangan prosthesis pada kolumna femur secara operatif.2
Cara ketujuh berupa secara operatif diikuti dengan fiksasi interna. Cara ini juga
disebut sebagai reduksi terbuka fiksasi interna (open reduction internal fixation, ORIF).
Fiksasi interna yang dipakai biasanya berupa pelat dan sekrup. Keuntungan tercapainya
reposisi yang sempurna dan fiksasi yang kokoh sehingga pascaoperasi tidak perlu lagi
dipasang gips dan mobilisasi segera bias dilakukan. Kerugiannya adalah adanya resiko
infeksi tulang. ORIF biasanya dilakukan pada fraktur femur, tibia, humerus, antebrakhia.2
Cara yang terakhir berupa eksisi fragmen patahan tulang dan menggantinya
dengan prosthesis, yang dilakukan pada patah tulang kulomna femur. Kaput femur
dibuang secara operatif lalu diganti dengan prosthesis. Penggunaan prosthesis dipilih jika
kolum femur tidak dapat disambungan kembali, biasanya pada orang lanjut usia.2
Khusus untuk fraktur terbuka, perlu diperhatikan bahaya terjadinya infeksi, baik
infeksi umum (bakteremia) maupun infeksi local pada tulang yang bersangkutan
(osteomeilitis). Pencegahan infeksi harus dilakukan sejak awal pasien masuk rumah sakit,
yaitu debrideman yang adekuat dan pemberian antibiotic profilaksi serta imunisasi
tetanus. Untuk fraktur terbuka, secara umum lebih baik dilakukan fiksasi eksterna
bandingkan fiksasi interna. Penutupan defek akibat kehilangan jaringan lunak dapat
ditunda (deleyed primery closure ) sampai keadaan luka vital aman dan bebas infeksi.
10
Yang paling sederhana, menutup dengan graft kulit setelah mengikis periosteum agar
skin graft bias tetap hidup, hingga menutupi luka dengan flap.2
2.6 Komplikasi
Komplikasi patah tulang dibagi menjadi komplikasi segara, komplikasi dini, dan
komplikasi lambat. Komplikasi segera terjadi pada saat terjadinya patah tulang atau
segera setelahnya; komplikasi dini terjadi dalam beberapa hari setelah kejadian; dan
komplikasi lambat terjadilama setelah patah tulang. Ketiganya dibagi masing-masing
menjadi komplikasi local dan umum.2
Komplikasi segera dan setempat merupakan kerusakan yang langsung disebabkan
oleh trauma, selain patah tulang atau dislokasi. Trauma kulit dapat berupa kontusio,
abrasi, laserasi, atau luka tembus. Kulit yang terkontusi walaupun masih kelihatan utuh,
mudah sekali mengalami infeksi dn gangguan perdarahan. Hal ini merupakan malapetaka
kerana dapat menjadi patah tulang terbuka disertai osteomeilitis. Perawatan kontusio kulit
tidak boleh menimbulkan tekanan atau tegangan. Balutan haru longgar dan pemasangan
gips harus diberikan bantalan yang tepat.2
Sindrom kompartemen harus segera ditangani dengan pembebasan pembuluh
darah dengan reposisi luksasi atau fraktur atau dekompresi komprtemen dengan
fasiotomi. Rusaknya pembuluh darah akibat trauma juga harus diatasi, bila perlu operasi.2
Komplikasi lama meliputi kegagalan pertautan (non-union), salah taut (malunion),
terlambat bertaut (delayed union), ankilosis, kontraktur, mioitis osifikans, dan berbagai
penyakit akibat tirah berbaring lama karena gangguan mobilisasi. Perlu diingat dapat juga
terjadi gangguan pertumbuhan pada frakturyang mencederai lempeng epifisi. Patah
tulang rekuren dapat terjadiakibat pembebanan terlalu dini. Pada fiksasi interna,
pembebananyang berlebihan harus dihindari selama beberapa minggu.2
Dapat terjadi penulangan otot (miositis osifikans) yang sebenarnya merupakan
klasifikasi hematomyang disertai fibrosis – walaupun jarang ditemukan. Bila kelainan ini
tersebar luas diotot, yangjarng didapatkan, mungkin timbul keluhan dan gangguan.2
Penyulit yang berat sekali adalah ialah distrofi refleks simpatik yang biasanya
ditemukan pada ekstremitas atas, tetapi juga didapat pada tungkai. proses yang disebut
11
juga ssindrom bahu-tangan atau distrofi simpatik paling sering ditemukan setelah patah
tulang radius distal, tetapi juga didapatkan setelah cedera lengan bawah atau pergelangan
tangan dengan atau tanpa patah tulang. Sindrom ini juga ditemukan disekitar tungkai
bawah, pergelangan kaki, dan kaki setelah cedera tungkai bawah. Tanda khasnya ialah
nyeri hebat kontinu, nyeri tekan difus, bengkak, hyperemia, indurasi tangan, dan
kekakuan mulai dari jari yang akhirnya dapat berkembang menjadi hipotrofi otot dan
kontraktur dengan kekakuan tak berpulih (irreversible). Nyeri, bengkak, dan kekakuan
yang berlebihan dan menetap merupakan trias dasar distrofi refleks ini. Selain itu,
terdapat kemerahan atau kebiruan tangan, disertai panas dan kelainan sudomotorik
(kelainan perangsangan keluarnya keringat) serta otot atrofi. Penyebab ditrofi ini tidak
diketahui. Gejala dan tandanya disebabkan oleh hiperaktivitas sistem saraf simpatik.
Pengelolah kelainan ini sukar. Penderita tidak perlu memaksakan diri untuk
menggerakkan persendian yang nyeri. Jika dengan tindakan simptomatik keluhan tidak
dapat dikurangi, dapat dilakukan simpatektomi. Bimbingan fisioterapi dapat
menghasilkan perbaikan, asal gerak tidak dipaksakan.2
2.7 Prognosis
Prognosis pada fraktur tulang tergantung dari macam-macam fraktur tersebut sehingga
pada penyembuhannya kadang membutuhkan waktu yang sangat lama, adapun yang
penyembuhannya cepat dan kadang juga harus menjalani amputasi dibagian yang
memang sudah tidak dapat di pertahankan.
12
BAB III
PEMBAHASAN
Fraktur adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
sehingga kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar
tulang akan menentukan apakah patah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap.
Adapun riwayat trauma rasa nyeri dan bengkak dibagian tulang yang patah, deformitas, nyeri
tekan, krepitasi, gangguan fungsi muskuloletal akibat nyeri, putusnya kontuinitas tulang, dan
gangguan neurovascular.5
Secara klinis, fraktur dibagi menurut ada-tidaknya hubungan patahan tulang dengan
dunia luar, yaitu fraktur tertutupp dan terbuka memungkinkan masuknya kuman dari luar ke
dalam luka. Menurut garis fraktur nya patah tulang menjadi komplit dan inkomplit. 2
Ada beberapa istilah yang di pakai dalam menjelaskan bagaimana menjelaskan fraktur
tulang, yaitu :
1. Sudut patah
i. Fraktur spiral
j. Fraktur oblik
k. Fraktur spiral
2. Fraktur multiple pada satu tulang
l. fraktur segmental
m. fraktur kominuta
3. Fraktur implikasi
n. fraktur kompresi
4. Fraktur patologik
5. Fraktur beban
6. Fraktur greentick
7. Fraktur avulse
8. Fraktur sendi
13
Khususnya untuk fraktur terbuka, perlu diperhatikan bahaya terjadinya infeksi,
baik infeksi umum (bakterimia) maupun infeksi local pada tulang bersangkutan.
Pencegeahan infeksi pada pasien harus segera dilakukan, yaitu debridement yang adekuat
dan pemberian antibiotic profilaksi serta imunisasi tetanus. Penutupan defekakibat
kehilangan jaringan lunak dapat ditunda sampai keadaan luka vital aman dan bebas
infeksi. Yang paling sederhana adalah menjahit sederhana, menutup dengan graft kulit
setelah mengikis periosteum agar skin graft bisa hidup.2
Secara klinis fraktur dibagi menurut ada tidaknya hubungan patahan tulang
dengan dunia luar, yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur terbuka
memungkinkan masuknya kuman dari luar ke dalam luka. Patah tulang terbuka dibagi
menjadi tiga derajat yaitu ditentukan oleh besar ringannya luka dan fraktur yang terjadi.2
Derajat Luka Fraktur
I Laserasi <1 cm
Kerusakan jaringan tidak berarti
Sederhana, dislokasi fragmen
minimal
II Laserasi >1 cm
Tidak ada kerusakan jaringan yang hebat atau
avulsi
Ada kontaminasi
Dislokasi fragmen jelas
III Luka lebar dan rusak hebat atau hilangnya
jaringan disekitarnya
Kontaminasi hebat
Komunitif, segmental, fragmen
tulang ada yang hilang
Tabel 1. Derajat fraktur terbuka 3
Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk menentukan jenis dan kedudukan fragmen
fraktur. Foto roentgen harus memenuhi beberapa syarat, yaitu letak patah tulang harus diletakkan
di pertengahan foto dan sinar harus menembus tempat ini secara tegak lurus. Bila sinar
menembus cahaya miring, gambar menjadi samar, kurang jelas dan berbeda dari kenyataan.
Pemeriksaan khusus seperti CT-scan atau MRI kadang diperlukan, misalnya pada kasus fraktur
vertebra yang disertai gejala neurologis.2
14
Adapun cara-cara penanganan macam-macam fraktur yang di bagi dalam beberapa cara
dan sesuai dengan garis patahan, sudut patahannya, dan cirri-ciri patahan tulang tersebut. pada
penanganannya pun membutuhkan perhatian penuh agar tidak terjadi infeksi pada jaringan-
jaringan tersebut sehingga memberikan efek yang kurang bagus dan bisa terjadi proses bedah
amputasi, maka penanganan yang benar dan tepat memberikan hasil yang baik.1
15
BAB IV
PENUTUP
a. Kesimpulan
Fraktur adalah patah tulang, yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik.kekuatan dan sudut kekerasan, kondisi dasar tulang, dan jaringaan lunak
disekitarnya menentukan fraktur yang terjadi merupakan fraktur lengkap terjadi
sepanjang tulang atau tidak lengkap yang tidak meluas ke seluruh ketebelan tulang.
Fraktur juga dibagi dalam beberapa istilah yang menggambarkan bagaimana kondisi
fraktur tersebut.1
Fraktur tertutup atau simple merupakan fraktur dengan kulit yang tidak
mengalami perforasi, sehingga lokasi fraktur tidak terpajan lingkungan luar sedangkan
fraktur terbuka atau gabungan adalah fraktur dengan kulit yang tertembus pada
ektremitas. Pada kondisi fraktur yang terjadi kita dapat mengetahui bagaimana garis
terjadinya fraktur, dari yang tertutup sampai yang fraktur terbuka.2
Kita dapat mengetahui bagaiman terjadinya fraktur dari pemeriksaan radiologi
dan Pemeriksaan khusus seperti CT-scan atau MRI sehingga kita dapat menentukan
bagaimana cara pengobatan fraktur tersebut.2
16