makalah parkinson disease
DESCRIPTION
makalahTRANSCRIPT
Parkinson Disease pada Lansia
Dianitha Pujantoro
10-2012-184
Kelompok E9
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
Jln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510. Telephone : (021) 5694-2061, fax : (021) 563-1731
Pendahuluan
Sistem ekstrapiramidal terdiri dari ganglia basalis, substansia nigra, dan nukleus
subthalamus. Perintah dari korteks motorik ke medulla spinalis dipengaruhi oleh ganglia
basalis dan serebellum lewat thalamus. Dengan demikian gerakan otot menjadi halus, terarah,
dan terprogram. Gangguan yang terjadi pada ganglia basalis dapat menyebabkan gangguan
ekstrapiramidal seperti korea, atetosis, balismus, bradikinesia, dan akinesia. Ganglia basalis
sendiri tersusun dari beberapa kelompok inti, yaitu striatum (putamen dan nucleus caudatus),
globus palidus, substansia nigra, dan nucleus subthalamik. Kelompok inti yang tergabung di
dalam ganglia basalis berhubungan antara satu sama lain lewat jalur saraf yang berbeda bahan
perantaranya (neurotransmitter). Terdapat tiga jenis neurotransmitter utama didalam ganglia
basalis yaitu dopamine, acetylcholin ( Ach ) dan asam amino ( Glutamat dan GABA).
Pada keadaan tertentu dimana terjadi gangguan pada substansia nigra pars compacta
yang menyebabkan hilangnya kemampuan daerah tersebut membentuk neurotransmitter
dopamine dapat menyebabkan gejala gangguan ekstrapiramidal atau disebut penyakit
Parkinson.
Analisis Masalah
Anamnesis
Anamnesis memainkan peran yang sangat penting dalam mendiagnosis sesuatu
penyakit. Hal-hal yang ditanyakan pada anamnesis meliputi identitas pasien, keluhan utama 1
pasien, riwayat penyakit yang diderita dan sebagainya. Berikut adalah sistematika dari
anamnesis:
Identitas pasien
Nama pasien
Tanggal lahir
Pekerjaan
Pendidikan
Status pernikahan
Agama
Keluhan dan riwayat penyakit
Keluhan utama adalah keluhan yang membawa pasien ke dokter. Keluhan
tambahan yaitu keluhan-keluhan yang lain disamping keluhan utama. Riwayat
penyakit sekarang adalah penjabaran dari keluhan utama. Riwayat penyakit dahulu
terutama yang berkaitan dengan penyakit yang diderita saat ini. Riwayat penyakit
keluarga untuk menandai adanya faktor herediter atau penularan. Pada kasus ini hal-
hal yang harus ditanyakan adalah seperti berikut:
Kesulitan berjalan atau melakukan pergerakan
Kaku, lemah, gementar, gerakan involunter
Kesulitan berbicara
Nyeri, parestesia, atau hipestesia
Kesulitan berkemih
Riwayat trauma kepala (cedera kranio-serebral)
Riwayat penggunaan obat-obatan seperti butirofenon, metoklopramid
Pemeriksaan fisik
Sebagian besar manifestasi objektif kelainan saraf bermanifestasi dalam gangguan
gerak otot. Untuk menentukan kelainan neurologis pada pasien, pemeriksaan sistem motorik
harus dilakukan. Pemeriksaan fisik ini meliputi inspeksi, palpasi, pemeriksaan gerakan pasif
dan aktif, serta koordinasi gerak.
2
Inspeksi
Sikap : Perhatikan sikap secara keseluruhan dan sikap tiap bagian tubuh. Bagaimana
sikap pasien waktu berdiri, duduk, berbaring, bergerak, dan berjalan. Jika pasien
berdiri, perhatikan sikap dan posisi badannya, baik secara keseluruhan maupun
sebagian. Penderita penyakit Parkinson berdiri dengan kepala dan leher dibungkukkan
ke depan, lengan dan tungkai berada dalam fleksi. Bila berjalan, pasien tampak seolah-
olah hendak jatuh ke depan; gerakan asosiatifnya terganggu, lengan kurang
dilenggangkan, dan terlihat tremor kasar, terutama di tangan.
Bentuk : Perhatikan adanya deformitas.
Ukuran: Perhatikan apakah panjang badan tubuh sebelah kiri sama dengan yang
kanan. Kemudian perhatikan kontur otot; adakah atrofi atau hipertrofi.
Gerakan involunter: Tremor.
Tremor ialah serentetan gerakan involunter, agak ritmis, merupakan getaran,
yang timbul karena berkontraksinya otot-otot yang berlawanan secara bergantian. Ia
dapat melibatkan satu atau lebih bagian tubuh. Jenis tremor yang perlu kita kenal ialah
tremor fisiologis, tremor halus, dan tremor kasar.
a. Tremor fisiologis didapatkan bila anggota gerak ditempatkan pada posisi yang
sulit, atau bila kita melakukan gerakan volunteer dengan sangat lambat. Tremor
yang terlihat pada orang normal yang sedang marah atau ketakutan merupakan
aksentuasi dari tremor fisiologis ini.1
b. Tremor halus dianggap juga sebagai tremor toksik. Contoh yang khas ialah tremor
yang dijumpai pada hipertiroidisme. Tremor ini terutama terjadi pada jari dan
tangan. Kadang-kadang tremor ini sangat halus dan sukar dilihat. Tremor toksik ini
didapatkan pula pada keracunan nikotin, kafein, obat-obatan seperti adrenalin,
efedrin, atau barbiturat.1
c. Tremor kasar, salah satu contohnya ialah tremor yang didapatkan pada penyakit
Parkinson. Ini merupakan tremor yang lambat, kasar, dan majemuk. Pada penyakit
Parkinson, gerakan jari-jari mirip gerakan menghitung duit atau membuat pil (pill
rolling tremor).1
Palpasi Pasien disuruh mengistirahatkan ototnya. Kemudian otot ini dipalpasi untuk
menentukan konsistensi serta adanya nyeri-tekan. Dengan palpasi kita dapat menilai
3
tonus otot, terutama bila ada hipotoni. Penentuan tonus dilakukan pada berbagai posisi
anggota gerak dan bagian badan.
Pemeriksaan gerakan pasif
Pasien disuruh mengistirahatkan ekstremitasnya. Bagian dari ekstremitas ini kita
gerakkan pada persendiannya. Gerakan dibuat bervariasi, mula-mula cepat kemudian
lambat, cepat, lebih lambat, dan seterusnya. Sambil menggerakkan kita nilai
tahanannya. Dalam keadaan normal kita tidak menemukan tahanan yang berarti, jika
penderita dapat mengistirahatkan ekstremitasnya dengan baik, terutama anak-anak,
sehingga kita mengalami kesulitan menilai tahanan.
Kadang-kadang tahanan didapatkan pada satu jurusan saja, misalnya tungkai
sukar difleksikan tetapi mudah diekstensikan. Keadaan ini misalnya didapatkan pada
lesi di traktus piramidal. Jangan lupa membandingkan bagian-bagian yang simetris.
Pada gangguan sistem ekstrapiramidal, dapat dijumpai tahanan yang sama kuatnya
(rigidity). Kadang-kadang dijumpai keadaan dengan tahanan hilang timbul (cogwheel
phenomenon).1
Pemeriksaan gerakan aktif
Pada pemeriksaan ini yang dinilai adalah kekuatan (kontraksi) otot. Untuk
memeriksa adanya kelumpuhan, dapat digunakan 2 cara berikut:
Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan pemeriksa
menahan gerakan ini.
Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan pasien disuruh
menahan.
Tenaga otot atau kekuatan motorik pasien dinyatakan dengan skor 0 sampai 5
seperti dalam tabel di bawah.1
Tabel 1. Skor Kekuatan Motorik
Skor Penilaian
0 Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot; lumpuh total.
1 Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan
pada persendian yang harus digerakkan oleh otot tersebut.
2 Didapatkan gerakan, tetapi gerakan ini tidak mampu melawan
4
gravitasi, menggeser
3 Dapat mengadakan gerakan melawan gravitasi.
4 Disamping dapat melawan gravitasi, dapat juga mengatasi sedikit
tahanan yang diberikan.
5 Tidak ada kelumpuhan (normal).
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah seperti berikut:
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium hanya bersifat dukungan pada hasil klinis, karena tidak
memiliki sensitifitas dan spesifitas yang tinggi untuk penyakit Parkinson. Pengukuran kadar
dopamine atau metabolitnya dalam air kencing, darah maupun cairan otak akan menurun pada
penyakit Parkinson dibandingkan kontrol. Lebih lanjut, dalam keadaan tidak ada penanda
biologis yang spesifik penyakit, maka diagnosis definitif terhadap penyakit Parkinson hanya
ditegakkan dengan autopsi.2
Positron Emission Tomography (PET )
PET merupakan teknik imaging yang masih relatif baru dan telah memberi kontribusi
yang signifikan untuk melihat kedalam sistem dopamine nigrostriatal dan peranannya dalam
patofisiologi penyakit Parkinson. Penurunan karakteristik pada pengambilan fluorodopa,
khususnya di putamen, dapat diperlihatkan hampir pada semua penderita penyakit Parkinson,
bahkan pada tahap dini. Pada saat awitan gejala, penderita penyakit Parkinson telah
memperlihatkan penurunan 30% pada pengambilan fluorodopa putamen. Tetapi sayangnya
PET tidak dapat membedakan antara penyakit Parkinson dengan parkinsonisme atipikal.2
Diagnosis kerja
Diagnosis penyakit Parkinson ditegakkan melalui beberapa kriteria seperti kriteria klinis,
kriteria Koller, dan kriteria Hughes.3
5
Kriteria klinis: Dijumpai 2 dari 3 tanda kardinal (tremor, rigiditas, bradikinesia) atau 3
dari 4 tanda kardinal (termasuk instabilitas postural)
Kriteria Koller: Dijumpai 2 dari 3 tanda kardinal dan respon positif terhadap levodopa
Kriteria Hughes:
a) Possible – 1 dari 3 tanda kardinal
b) Probable – 2 dari 4 tanda kardinal
c) Definite – 3 tanda kardinal
Pada kasus didapatkan 3 tanda kardinal pada pasien, yaitu tremor, rigiditas, dan bradikinesia.
Tiada riwayat trauma, penyakit lain maupun pemakaian obat, maka diagnosis kerja adalah
penyakit Parkinson idiopatik.
Diagnosis banding
Penyakit Parkinson sekunder (Drug Induced Parkinsonisme)
Penyakit Parkinson sekunder merupakan penyakit Parkinson yang diakibatkan oleh tumor
otak, radang otak, trauma, atau dari pemakaian obat-obat tertentu. Contoh obat-obat yang
dapat mengakibatkan penyakit Parkinsonisme adalah neuroleptik (haloperidol), termasuk
antiemetik (misalnya proklorperazin), merupakan antagonis reseptor dopamin dan selain
menimbulkan parkinsonisme, juga dapat menyebabkan distonia akut, termasuk akathisia
( kegelisahan motorik) dan diskinesia tardiv. Diskinesia tardiv adalah gerakan menggeliat
involunter pada wajah termasuk mulut dan tungkai, sering ditemukan pada pasien yang
mendapat terapi skizofrenia. Berlawanan dengan penyakit parkinson, parkinsonisme simetris
pada saat onset, tremornya tidak terlalu menonjol dan perbaikan dapat terjadi apabila faktor
penyebabnya dihilangkan. Selain itu, toksin eksogen juga boleh mengakibatkan penyakit
Parkinson; methyl-phenyl-1,2,3,6-tetrahydropyridine (MPTP).3
Sindroma Parkinson Plus (Multiple system atrophy)
Gejala Parkinson dapat timbul sebagai gambaran dari penyakit lain. Pada usia lanjut dapat
terjadi Multiple system atrophy (MSAI) di mana sistem otonom mengalami disfungsi berat,
6
dan menyebabkan instabilitas postural. Klasifikasi yang baru membagi kondisi ini menjadi
MSA-P apabila gambaran parkinsonisme yang lebih menonjol atau MSA-C apabila gambaran
serebelum yang lebih menonjol. Pasien memiliki onset parkinsonisme yang perlahan dengan
gangguan sfingter, hipotensi postural, tanda-tanda serebelum dan terutama stridor tetapi
kognitif tidak terpengaruh. Prognosisnya buruk dan respon terhadap L-dopa tidak terjadi atau
menghilang dengan cepat.4
Sindroma Parkinson Plus ( Kelumpuhan supranukleus Progresif)
Kelumpuhan pada supranuklear juga boleh menyebabkan efek parkinsonisme. Gejala yang
turut timbul pada kelainan ini ditandai dengan kekakuan aksial yang menonjol, paralisis bola
mata atau kehilangan fungsi melirik ke bawah atau ke atas, apraksia pembukaan bola mata,
kaku kuduk dan distonia muka, menghasilkan ekspresi yang khas pada muka berupa
mengernyit dan tampak terkejut. Gangguan kognitif terjadi lebih lambat pada penyakit ini,
yang akan menyebabkan kematian dalam 5-7 tahun.4
Etiologi
Kebanyakan penyakit Parkinson merupakan kasus idiopatik, akan tetapi ada beberapa
faktor resiko yang telah diidentifikasikan, seperti berikut:
Usia : meningkat pada usia lanjut dan jarang timbul pada usia dibawah 30 tahun.
Rasial : Orang kulit putih lebih sering daripada orang Asia dan Afrika .
Genetik: diduga ada peranan faktor genetik
Telah dibuktikan bahwa mutasi pada tiga gen terpisah (alpha-Synuclein,
Parkin,UCHL1 ) berhubungan dengan Parkinson herediter. Kebanyakan kasus
idiopatik Parkinson diperkirakan akibat faktor-faktor genetik dan lingkungan.3
Lingkungan : Toksin (MPTP, CO, Mn, Mg, CS2, Metanol, Sianid), pengunaan
herbisida dan pestisida, serta infeksi.
Banyak fakta yang menyatakan tentang keberadaan disfungsi mitokondria dan
kerusakan metabolism oksidatif dalam pathogenesis Parkinson. Keracunan MPTP
dimana MPP+ sebagai toksik metabolitnya memiliki peranan penting terhadap
kegagalan dan kematian sel. Pada PD, terdapat penurunan sebanyak 30-40% dalam
aktivitas komplek I di substansia nigra pars kompakta.3 Seperti halnya kelainan yang
terjadi pada jaringan lain, kelainan di substansia nigra pars kompakta ini menyebabkan
adanya kegagalan produksi energi, sehingga mendorong terjadinya apoptosis sel.
7
Epidemiologi
Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia, jumlah penderita antara pria dan wanita
hampir seimbang. 5-10 % orang yang menderita penyakit Parkinson, gejala awalnya muncul
sebelum usia 40 tahun, tapi rata-rata menyerang penderita pada usia 65 tahun. Secara
keseluruhan, pengaruh usia pada umumnya mencapai 1 % di seluruh dunia dan 1,6 % di
Eropa, meningkat dari 0,6 % pada usia 60-64 tahun sampai 3,5 % pada usia 85-89 tahun. Di
Amerika Serikat, ada sekitar 500.000 penderita Parkinson, dengan sekitar 50.000 ke 60.000
orang terdiagnosa baru setiap tahun. Angka tersebut meningkat setiap tahun seiring dengan
populasi umur penduduk Amerika.3
Patofisiologi
Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit Parkinson terjadi karena penurunan
kadar dopamine akibat kematian neuron di pars kompakta substansia nigra sebesar 40-50%
yang disertai inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies).5 Lesi primer pada penyakit
Parkinson adalah degenerasi sel saraf yang mengandung neuromelanin di dalam batang otak,
khususnya di substansia nigra pars kompakta, yang menjadi terlihat pucat dengan mata
telanjang. Dalam kondisi normal (fisiologik), pelepasan dopamine dari ujung saraf
nigrostriatum akan merangsang reseptor D1 (eksitatorik) dan reseptor D2 (inhibitorik) yang
berada di dendrit output neuron striatum. Output striatum disalurkan ke globus palidus interna
atau substansia nigra pars retikularis lewat 2 jalur yaitu jalur direk reseptor D1 dan jalur
indirek reseptor D2. Maka bila input direk dan indirek seimbang, maka tidak ada kelainan
gerakan.
Pada penderita penyakit Parkinson, terjadi degenerasi substansia nigra pars kompakta dan
saraf dopaminergik nigrostriatum sehingga tidak ada rangsangan terhadap reseptor D1
maupun D2. Gejala Penyakit Parkinson belum muncul sehingga lebih dari 50% sel saraf
dopaminergik rusak dan dopamine berkurang 80%.5 Reseptor D1 yang eksitatorik tidak
terangsang sehingga jalur direk dengan neurotransmitter GABA (inhibitorik) tidak teraktifasi.
Reseptor D2 yang inhibitorik tidak terangsang, sehingga jalur indirek dari putamen ke globus
palidus segmen eksterna yang GABAergik tidak ada, sehingga fungsi inhibitorik terhadap
globus palidus segmen eksterna berlebihan. Fungsi inhibisi dari saraf GABAergik dari globus
palidus segmen ekstena ke nucleus subtalamikus melemah dan kegiatan neuron nukleus
subtalamikus meningkat akibat inhibisi.
8
Terjadi peningkatan output nukleus subtalamikus ke globus palidus segmen interna/
substansia nigra pars retikularis melalui saraf glutaminergik yang eksitatorik akibatnya terjadi
peningkatan kegiatan neuron globus palidus/substansia nigra. Keadaan ini diperhebat oleh
lemahnya fungsi inhibitorik dari jalur langsung, sehingga output ganglia basalis menjadi
berlebihan kearah thalamus. Saraf eferen dari globus palidus segmen interna ke thalamus
adalah GABAnergik sehingga kegiatan thalamus akan tertekan dan selanjutnya rangsangan
dari thalamus ke korteks lewat saraf glutamatergik akan menurun. Hal ini mengakibatkan
output korteks motorik ke neuron motorik medulla spinalis melemah sehingga terjadi
hipokinesia.5
Manifestasi Klinis
Terdapat empat tanda kardinal yang merupakan manifestasi klinik dari penyakit
Parkinson. Keempat-empat tanda kardinal ini merupakan kelainan motorik.3,5
Bradikinesia: Melambatnya gerakan; sulit memulai pergerakan dan penurunan
progresif dari segi kecepatan dan amplitudo gerakan. Contohnya kedipan dan
lirikan mata melambat, suara monotone, tulisan menjadi kecil-kecil.
Rigiditas: Pada seluruh fleksor dan ekstensor, dapat ditemukan cogwheel
phenomenon.
Tremor: Resting tremor klasik; pill-rolling disertai fleksi jempol. Sering
berkurang pada pergerakan dan hilang pada waktu tidur.
Instabilitas postural: Badan membungkuk, cenderung jatuh kedepan pada saat
berjalan.
Selain empat tanda kardinal yang disebutkan di atas, gejala non-motorik juga bisa
ditemukan pada pasien dengan penyakit Parkinson seperti berikut:
Nyeri
Sialorrhoea
Frekuensi miksi meningkat
Hipotensi ortostatik
9
Disfungsi seksual
Depresi
Ansietas
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk penyakit Parkinson merangkumi farmokologik dan non-farmakologik.
Penatalaksanaan farmokologik dibagi kepada beberapa bagian seperti berikut :
Bekerja pada sistem dopaminergik
L-dopa
Meskipun sampai sekarang l-dopa masih merupakan obat paling menjanjikan respon
terbaik untuk penyakit Parkinson, namun masa kerjanya yang singkat, respon yang fluktuatif
dan efek oxidative stress dan metabolitnya menyebabkan para peneliti mencari bahan
alternatif. Cara kerja obat kelompok ini dapat dijelaskan lewat alur metabolisme dari
dopamine. Tyrosin yang berasal dari makanan akan diubah secara beruntun menjadi l-dopa
dan dopamine oleh enzimya masing-masing. Kedua jenis enzim ini terdapat diberbagai
jaringan tubuh, disamping dijaringan saraf. Dopamine yang terbentuk di luar jaringan saraf
otak, ti dak dapat melewati sawar darah otak. Untuk mencegah jangan sampai dopamine
tersintesa diluar otak maka l-dopa diberikan bersama dopa-decarboxylase inhibitor dalam
bentuk carbidopa. Efek terapi preparat l-dopa baru muncul sesudah 2 minggu pengobatan oleh
karena itu perubahan dosis sebaiknya setelah 2 minggu.2,3,5
MAO dan COMT Inhibitor
Pada umumnya penyakit Parkinson memberi respon yang cepat dan bagus dengan l-
dopa dibandingkan dengan yang lain, namun ada laporan bahwa l-dopa dan dopamin
menghasilkan metabolit yang mengganggu atau menekan proses pembentukan energi dari
mitokondria dengan akibat terjadinya oxidative stress yang menuntun timbulnya degenerasi
sel neuron. Preparat penghambat enzim MAO ( monoamine oxydase ) dan COMT ( Catechol-
O-methyl transferase ) ditambahkan bersama preparat l-dopa untuk melindungi dopamin
10
terhadap degradasi oleh enzim tersebut sehingga metabolit berkurang (pembentukan radikal
bebas dari dopamin berkurang) sehingga neuron terlindung dari proses oxidative stress. 2,3,5
Dopamin Agonis
Preparat lain yang juga dapat menghemat pemakaian l-dopa adalah golongan dopamin
agonis. Golongan ini bekerja langsung pada reseptor dopamin, jadi mengambil alih tugas
dopamin dan memiliki durasi kerja lebih lama dibandingkan dopamin. Sampai saat ini ada 2
kelompok dopamin agonis, yaitu derivat ergot dan non ergot .
Bekerja pada sistem kolinergik
Obat golongan antikolinergik memberi manfaat untuk penyakit parkinson, oleh karena
dapat mengoreksi kegiatan berlebihan dari sistem kolinergik terhadap sistem dopaminergik
yang mendasari penyakit parkinson. Ada dua preparat antikolinergik yang banyak digunakan
untuk penyakit parkinson, yaitu thrihexyphenidyl (artane) dan benztropin (congentin).
Preparat lainnya yang juga termasuk golongan ini adalah biperidon (akineton), orphenadrine
(disipal) dan procyclidine (kamadrin). Golongan anti kolinergik terutama untuk
menghilangkan gejala tremor dan efek samping yang paling ditakuti adalah kemunduran
memori.3
Bekerja pada sistem glutamatergik
Diantara obat - obat glutamatergik yang bermanfaat untuk penyakit Parkinson adalah
dari golongan antagonisnya, yaitu amantadine, memantine, remacemide. Antagonis
glutamatergik diduga menekan kegiatan berlebihan jalur dari inti subtalamikus sampai globus
palidus internus sehingga jalur indirek seimbang kegiatannya dengan jalur direk, dengan
demikian out put ganglia basalis ke arah talamus dan korteks normal kembali. Disamping itu,
diduga antagonis glutamatergik dapat meningkatkan pelepasan dopamin, menghambat
reuptake dan menstimulasi reseptor dopamin. Obat ini lebih efektif untuk akinesia dan
rigiditas daripada antikolinergik.3
Penatalaksanaan non-farmakologik adalah seperti berikut:
Rehabilitasi
1. Terapi fisik : ROM ( range of motion )
11
Peregangan
Koreksi postur tubuh
Latihan koordinasi
Latihan jalan
Latihan buli-buli dan rectum
Latihan kebugaran kardiopulmonar
Edukasi dan program latihan di rumah
2. Terapi okupasi
Memberikan program yang ditujukan terutama dalam hal pelaksanaan aktivitas
kehidupan sehari-hari.
3. Terapi bicara
Membantu penderita Parkinson dengan memberikan program latihan pernapasan
diafragma , evaluasi menelan, latihan disartria, latihan bernapas dalam sebelum bicara.
Latihan ini dapat membantu memperbaiki volume berbicara, irama dan artikulasi.
4. Psikoterapi
Membuat program dengan melakukan intervensi psikoterapi setelah melakukan
asesmen mengenai fungsi kognitif, kepribadian, status mental, keluarga dan perilaku.
5. Alat bantu jalan
Dapat membantu penderita Parkinson yang mengalami ketidakstabilan postural,
dengan membuatkan alat bantu jalan seperti tongkat atau walker.
Stimulasi otak dalam
Mekanisme yang mendasari efektifitas stimulasi otak dalam untuk penyakit parkinson ini
sampai sekarang belum jelas, namun perbaikan gejala penyakit parkinson bisa mencapai 80%.
Frekuensi rangsangan yang diberikan pada umumnya lebih besar dari 130 Hz. Stimulasi ini
12
menggunakan alat stimulator yang ditanam di inti globus pallidus interna dan nukleus
subthalamikus.2
Komplikasi
Pada tahap akhir, penyakit Parkinson dapat menyebabkan komplikasi seperti tersedak
dan pneumonia. Tanpa perawatan, gangguan akan semakin progresif hingga terjadi total
disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general, dan dapat
menyebabkan kematian. Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien berbeda-berbeda.
Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala berkurang, dan lamanya
gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping pengobatan terkadang dapat sangat parah.
Prognosis
Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson, sedangkan
perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali terkena parkinson, maka
penyakit ini akan menemani sepanjang hidup. Penyakit Parkinson sendiri tidak dianggap
sebagai penyakit yang fatal, tetapi berkembang sejalan dengan waktu. Rata-rata harapan hidup
pada pasien Parkinson pada umumnya lebih rendah dibandingkan yang tidak menderita
penyakit Parkinson. Progresifitas gejala pada penyakit Parkinson dapat berlangsung 20 tahun
atau lebih. Namun demikian pada beberapa orang dapat lebih singkat. Tidak ada cara yang
tepat untuk memprediksikan lamanya penyakit ini pada masing-masing individu. Dengan
pengendalian yang tepat, kebanyakan pasien penyakit Parkinson dapat hidup produktif
beberapa tahun setelah diagnosis.5
Pencegahan
Sehingga kini belum terbukti adanya solusi untuk mencegah penyakit Parkinson.
Terapi yang diberikan hanya membantu mencegah progresifitas penyakit ini menjadi lebih
buruk. Selegiline mungkin dapat membantu karena ia merupakan MAOI yang menghambat
pembentukan metabolit MPP+ yang bersifat toksik terhadap saraf dopaminergik. Selain itu,
untuk memperlambat proses degenerasi sel-sel neuron, konsumsi antioksidan seperti Vitamin
E dan ginkgo biloba juga dapat membantu.
13
Kesimpulan
Penyakit Parkinson merupakan penyakit kronis yang membutuhkan penanganan
secara holistik meliputi berbagai bidang. Pada saat ini tidak ada terapi untuk menyembuhkan
penyakit ini, tetapi pengobatan dan operasi dapat mengatasi gejala yang timbul. Obat-obatan
yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson, sedangkan perjalanan penyakit itu
belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali terkena parkinson, maka penyakit ini akan
menemani penderita sepanjang hidup.
Daftar Pustaka
1. Lumbantobing SM. Neurologi klinik. Edisi 11. Jakarta: FKUI; 2008.h.87-96.
2. Quinn N, Bhatia K, Brown P, Cordivari C, Hariz M, Lees A et al. Movement
disorders. In: Neurology. 1st ed. United Kingdom: Blackwell Publishing; 2009.p.155-
62.
3. John C, Brust M. Current diagnosis & treatment in neurology. USA: McGraw-Hill;
2007.p.199-206.
4. Clark S. The neurologic system. In: Pathopysiology. 6th ed. USA: Mosby Elsevier;
2010.p.560-1.
5. DeLong M, Juncos JL. Parkinson’s disease and other movement disorder. In: Hauser S
et al. Harrison neurology in clinical medicine. 1st ed. USA: McGraw-Hill;
2006.p.295-308.
6. Butler J, Lebowitz H. Movement. In: Principles of neural science. 4th ed. USA:
McGraw-Hill; 2000.p.861-4.
14