makalah p. aab

30
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Berbicara masalah penafsiran Al-Qur’an maka biasanya didalam penafsiran tersebut tidak luput dari pembahasan cerita-cerita, salah satu cerita tersebut berasal dari ahli kitab Israil yang kemudian ceritanya disebut cerita isra’illiyyat. Biasanya cerita isra’illiyyat tersebut dibarengi dengan cerita yag berasal dari Nasrani (Kristen) yang disebut Nasraniyyat. Orang Yahudi mempunyai pengetahuan keagamaan yang bersumber dari Taurat dan sedangkan sumber pengetahuan keagamaan orang Nasrani adalah Injil. Cukup banyak orang Nasrani dan Yahudi yang bernaung dibawah panji- panji Islam sejak Islam lahir, sedangkan mereka tetap memelihara dengan baik pengetahuan keagamaan mereka. Sementara itu al-Qur’an banyak mencakup hal-hal yang terdapat dalam Taurat dan Injil, khususnya yang berhubungan dengan kisah nabi dan umat terdahulu. Namun dalam al-Qur’an kisah-kisah itu hanya dikemukakan secara singkat dengan menitik beratkan pada aspek nasehat dan pelajaran, tidak mengungkapkan secara rinci dan mendetail. Akan tetapi, Taurat dan Injil

Upload: uzyik

Post on 05-Feb-2016

39 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah p. Aab

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Berbicara masalah penafsiran Al-Qur’an maka biasanya didalam penafsiran

tersebut tidak luput dari pembahasan cerita-cerita, salah satu cerita tersebut

berasal dari ahli kitab Israil yang kemudian ceritanya disebut cerita isra’illiyyat.

Biasanya cerita isra’illiyyat tersebut dibarengi dengan cerita yag berasal dari

Nasrani (Kristen) yang disebut Nasraniyyat.

Orang Yahudi mempunyai pengetahuan keagamaan yang bersumber dari

Taurat dan sedangkan sumber pengetahuan keagamaan orang Nasrani adalah Injil.

Cukup banyak orang Nasrani dan Yahudi yang bernaung dibawah panji-panji

Islam sejak Islam lahir, sedangkan mereka tetap memelihara dengan baik

pengetahuan keagamaan mereka.

Sementara itu al-Qur’an banyak mencakup hal-hal yang terdapat dalam

Taurat dan Injil, khususnya yang berhubungan dengan kisah nabi dan umat

terdahulu. Namun dalam al-Qur’an kisah-kisah itu hanya dikemukakan secara

singkat dengan menitik beratkan pada aspek nasehat dan pelajaran, tidak

mengungkapkan secara rinci dan mendetail. Akan tetapi, Taurat dan Injil

mengemukakan secara panjang lebar dengan menjelaskan rincian dan bagian-

bagiannya.

Sebenarnya para sahabat sangat sedikit mengambil berita-berita, keterangan-

keterangan dari para Ahli Kitab untuk menafsirkan al-Qur’an. Akan tetapi ketika

tiba masa tabi’in dan banyak pula Ahli Kitab yang masuk Islam, maka tabi’in

banyak mengambil kisah dari mereka. Ada semacam dorongan bagi jiwa-jiwa

umat Islam saat itu untuk mendengarkan perincian yang disyaratkan oleh al-

Qur’an dari para tokoh-tokoh Yahudi dan Nasrani yang masuk Islam pada saat itu.

Dampaknya, sebagian sahabat dan tabi’in menganggap sepele persoalan ini,

sehingga mereka memasukkan banyak riwayat isra’illiyyat dan nashraniyat ke

dalam tafsir. Kemudian perhatian para mufassir sesudah tabi’in terhadap

Page 2: Makalah p. Aab

2

isra’illiyyat semakin besar bahkan menimbulkan ketergantungan. Para mufassir

tidak lagi mengoreksi terlebih dahulu kutipan cerita-cerita isra’illiyyat yang

mereka ambil, padahal diantaranya terdapat tidak benar.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas,

maka penulis membatasi permasalahan yang akan dibahas dalam

makalah ini, yaitu :

1. Pengertian Isra’illiyyat

2. Latar Belakang Timbulnya Isra’illiyyat

3. Tokoh Tokoh Periwayat Isra’illiyyat

4. Penilaian Terhadap Isra’illiyyat

Page 3: Makalah p. Aab

3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Isra’illiyyat

Kata israiliyyat adalah bentuk jama’ dari israiliyyah. Ada beberapa

pengertian yang dipakai untuk menjelaskan arti israilliyat, namun secara umum

pengertian  israiliyyat adalah kisah atau berita yang diriwayatkan dari sumber-

sumber yang berasal dari orang Israil. Israil (bahasa Ibraniyah: isra artinya

hamba dan il artinya Tuhan/Allah) itu sendiri merupakan gelar yang diberikan

kepada nabi Ya’kub bin Ishaq bin Ibrahim. Maka  Bani Israil adalah sebutan

untuk anak keturunan nabi Ya’kub  Nama ini kemudian dihubungkan dengan

Yahudi, sehingga orang-orang Yahudi disebut Bani Israil.

Para ulama menggunakan istilah israilliyat untuk riwayat yang didapat

dari orang-orang Yahudi dan Nasrani, baik berupa kisah-kisah atau dongengan

yang umumnya berkaitan dengan fakta-fakta sejarah, keadaan umat pada masa

lampau dan berbagai hal yang pernah terjadi pada para  nabi dan Rasul, serta

informasi tentang penciptaan manusia dan alam.1

Selanjutnya istilah israilliyat juga ditujukan untuk semua penafsiran

kisah-kisah dalam al-Qur’an yang tidak diketahui sumber dan asal-usulnya, atau

disebut juga al-dakhil, yang banyak terdapat di dalam kitab-kitab tafsir lama.

Seperti kitab tafsir:

-          Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an karya Ath-Thabari yang mengutip

banyak cerita israiliyat yang mayoritas diambil dari Wahab ibn

Munabbih seorang tokoh israiliyat

-          Ibnu Katsir yang meskipun dinyatakan kitab tafsir yang paling selamat

dari kisah israiliyat, namun tetap mencantumkan kisah israiliyat

dibeberapa bagiannya,

-           Ma’alim al-Tanzil karya Al-Baghawi

1 Ahmad Zuhri, Risalah Tafsir: Berinteraksi dengan al-Qur’an Versi Imam Al-Ghazali (Bandung: Cita Pustaka Media,2007), hal. 135

Page 4: Makalah p. Aab

4

-           Al-Jawahir al-Hisan fi Tafsir al-Qur’an karya Al-Tsa’labi

-           Libaab al-Ta’wil fi Ma’ani al-Tanzil karya Al-Khazin

-           Al-Ma’ani karya Al-Aalusi

-           Al-Jami’ al-Ahkam al-Qur’an karya Al-Qurthubi

-           Al-Kasysyaf  karya Al-Zamakhsyari

-           Dur al-Mantsur fi Tafsir al-Ma’tsur karya Al-Syuyuti,

-           dan lain sebagainya.2

Israiliyyat digunakan dalam penafsiran dikarenakan ada kesamaan antara

al-Qur’an dengan Taurat dan Injil dalam sejumlah masalah, khususnya mengenai

kisah-kisah umat terdahulu, dimana dalam al-Qur’an dikisahkan secara singkat

dan ringkas (ijaz), namun di dalam kitab-kitab sebelumnya dibahas secara

panjang lebar (ithnab). Sebagian contoh kisah-kisah israiliyyat yang dijumpai

dalam kitab-kitab tafsir adalah:   tentang perahu nabi Nuh, tentang nama-nama

ashab al-kahfi beserta anjing mereka, tentang Ya’juj dan Ma’juj, tentang Balqis

ratu negeri Saba’, tentang nabi-nabi: Sulaiman, Ayyub, Daud, Yusuf, tentang

Dzul-qarnain, tentang malaikat Harut dan Marut, tentang tongkat nabi Musa, dan

lain-lain.

B. Latar Belakang Timbulnya Isra’illiyyat

Menurut Ibnu Khaldun, sebagaimana dikutip Mana’ al-Qaththan dalam

Mabahits fi Ulum al-Qur’an, dalam sejarah diketahui bahwa  orang-orang Arab

telah berinteraksi dengan orang Yahudi jauh sebelum Rasulallah Muhammad

datang membawa Islam. Orang-orang Arab adakalanya menanyakan hal-hal yang

berkaitan dengan penciptaan alam semesta, rahasia-rahsia yang terkandung

dalam penciptaan alam, sejarah masa lalu, tokoh-tokoh tertentu, atau tentang

suatu peristiwa yang pernah terjadi pada suatu masa, kepada orang-orang Yahudi

karena mereka memiliki pengetahuan yang didapat dari kitab Taurat atau kitab-

kitab agama mereka lainnya.3

2 Al-Israiliyyat wa al-Maudlu’at fi Kutubi al-Tafsir oleh Muhammad ibn Muhammad Abu Syuhbah, cet. 4, Kairo: Maktab al-Sunnah, 1408 H.

3 Mana’ Al-Qaththan, Mabahits fi Ulum al-Qur’an, Cet. 3 (Riyadh: Mansyurat al-‘Ashr al-Hadits, 1393 H/  1973 M), hal. 355

Page 5: Makalah p. Aab

5

            Setelah Islam datang, ada sebagian kecil orang Yahudi yang menerima

ajaran Islam dan menjadi muslim, seperti Abdullah bin Salam dan Ka’ab al-Ahbar

(masuk Islam pada masa pemerintahan Umar). Para sahabat seperti Abu Hurairah

dan Ibnu Abbas pernah bertanya kepada orang orang-orang Yahudi yang  telah

muslim ini tentang beberapa peristiwa masa lalu, namun terbatas pada sesuatu

yang tidak berhubungan dengan akidah dan ibadah. Ini artinya bahwa israiliyyat

merupakan salah satu rujukan dalam menafsirkan al-Qur’an pada masa sahabat,

hanya saja mereka menganggap itu sebagai suatu kebolehan saja, bukan

keharusan. Setelah Rasulallah wafat, para sahabat tidak lagi bisa mendapatkan

orang yang bisa memberi penjelasan terhadap suatu ayat yang ingin mereka

pahami, sehingga dalam hal-hal yang terkait dengan peristiwa umat terdahulu,

mereka menanyakan kepada sahabat yang dulunya ahli kitab.4

 Barangkali para sahabat yang menyampaikan berita israiliyyat ini tidak

bermaksud menyampaikan berita bohong. Sebab selama mereka memeluk agama

lamanya, kisah-kisah itulah yang mereka punya. Dan ketika ayat al-Qur’an

menyinggung kisah yang sama, merekapun memberi komentar berdasarkan apa

yang pernah mereka baca dari kitab-kitab mereka sebelumnya. Kalaupun ada

kebohongan atau dusta, bukan terletak pada sahabat itu, melainkan dusta itu sudah

sejak lama ada dalam agama mereka sebelumnya.

            Rasulallah sendiri dalam menyikapi berita dari kalangan sahabat yang

dulunya ahli kitab sangatlah bijaksana. Beliau tidak menggeneralisir bahwa semua

yang bersumber dari Yahudi pasti salah dan demikian juga tidak langsung

membenarkannya. Beliau hanya mengingatkan untuk berhati-hati dalam

menerimanya, dengan sabdanya:

الينا انزل وما بالله امنا وقولوا تكذبوهم وال الكتاب اهل تصدقوا وال

) البخارى)                                                      

 “Dan  janganlah kalian membenarkan ahli kitab  dan jangan pula mendustakan

mereka, katakanlah kami telah beriman kepada Allah dan segala yang Ia

turunkan kepada kami”                Namun setelah masa tabiin, proses periwayatan

4 Abu Fida’ Ismail ibn Katsir al-Qurasyi al-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Katsir, jilid 1 (Beirut: Dar al-Fikr, 1407 H/ 1986 M), hal. 5.

Page 6: Makalah p. Aab

6

israiliyat ini semakin aktif disebabkan kecendrungan masyarakat untuk

mendengarkan cerita-cerita yang agak luar biasa. Di masa ini penafsiran al-Quran

dengan israiliyyat menjadi sesuatu yang sangat penting. Hal ini disebabkan

karena, di satu sisi, semakin banyak ahli kitab yang memeluk ajaran Islam dan di

sisi yang lain, kecendrungan manusia untuk mengetahui segala sesuatu (termasuk

tentang umat terdahulu), terpenuhi dengan keberadaan kisah-kisah israiliyyat ini.

Sehingga pada masa tabiin ini muncul kelompok yang disebut al-qashshash, yaitu

para penyampai berita yang tidak bertanggung jawab.

 Cerita-cerita israiliyat pada masa tabiin banyak bersumber dari Wahab

ibn Munabbih, seorang Yahudi dari Yaman yang memeluk Islam, Muhammad ibn

Sa’ib al-Kalbi, Muqatil ibn Sulaiman, Muhammad ibn Marwan al-Suddi dan

Abdul Malik ibn Abdul Aziz ibn Juraij seorang Nasrani berbangsa Romawi yang

kemudian masuk Islam.5

Lambat laun pengaruh israliyyat ini sangat besar dalam penafsiran al-

Qur’an, sehingga hampir semua kitab tafsir memuatnya. Para mufassir pada masa

itu sangat berbaik sangka kepada segala pembawa berita. Mereka beranggapan

bahwa orang yang sudah masuk Islam, tentu tidak akan berdusta. Itulah sebabnya

para mufassir ketika itu tidak mengoreksi dan memeriksa lagi kabar-kabar yang

mereka terima. Lagi pula para mufassir ketika memuat israiliyyat, sifatnya hanya

menghimpun data, tanpa meneliti mana yang shohih dan yang tidak shohih.

Seperti Al-Thabari yang lebih menekankan kepada pencatatan semua hal yang

berkaitan dengan suatu ayat.

            Suatu hal yang cukup menarik, manurut Dr.Yusuf Qaradhawi, bahwa

kisah-kisah yang diistilahkan dengan israiliyyat itu ternyata tidak atau jarang

terdapat dalam kitab-kitab induk kalangan ahli kitab itu sendiri. Kisah-kisah

tersebut hanya berkembang dari mulut ke mulut dikalangan masyarakat awam

Yahudi dan Nasrani, yang kemudian disampaikan  kepada kaum muslimin.

Menurut analisa Al-Qaradhawi, penyampaian riwayat israiliyyat ini disamping

sebagai hasil interaksi sosial yang terjadi antara masyarakat Arab dan kaum

5 Muhammad Hasbi Ash-Shiddiedy, Sejarah & Pengantar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Cet.3 (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000), hal.212

Page 7: Makalah p. Aab

7

Yahudi, juga ada unsur kesengajaan dari kalangan Yahudi untuk

menyebarkannya.

            Sebagaimana telah diketahui, bahwa kaum muslimin telah berinteraksi

dengan orang-orang Yahudi sejak hijrahnya Rasulallah ke Madinah, dimana

penduduknya terdiri dari komunitas Arab dan Yahudi yang telah menetap di sana

cukup lama. Kekalahan Yahudi dalam perang Khaibar, meninggalkan dendam

pada hati kaum Yahudi, untuk bisa mengalahkan kaum muslimin dengan cara

lain. Maka senjata budaya menjadi pilihan yang paling mungkin, sebab tidak

memerlukan biaya, tenaga dan pasukan yang banyak. Mereka mulai menyusupkan

berita-berita israiliyyat agar tercampur dengan berita-berita yang datangnya dari

Allah dan Rasulnya.6

Kalangan Yahudi sangat mengetahui bahwa Rasulallah begitu perduli terhadap

kemurnian ajaran Islam, sehingga disebutkan dalam satu hadits yang

meriwayatkan bahwa Rasulallah pernah melihat Umar ibn al-Khattab memegang

suatu lembaran Taurat di tangannya, maka Rasulallah SAW. dengan nada tidak

senang bersabda:

. نفسى والذى نقية بيضاء بها جئتكم لقد الخطاب؟ بن يا بها اومتهوكون

يتبعنى, ان اال وسعه ما حيا موسى كان لو    بيده

“Apakah engkau masih meragukan agamamu, wahai Ibnu al-Khattab? Padahal

aku telah membawa agama ini kepada kalian dengan terang dan sejelas-jelasnya.

Demi Dzat yang jiwaku dalam genggaman-Nya, seandainya Musa hidup pasti dia

akan mengikutiku”(HR. Ahmad, Abu Ya’la, dan al-Bazzar)

C. Tokoh Tokoh Isra’illiyat

Berbicara masalah tokoh-tokoh isra’illiyyat, maka tidak akan terlewatkan

membahas sejarah Islam, dimana tokoh-tokoh ini mempunyai tahap-tahap

tersendiri yang sesuai dengan masa atau waktu selama ia mendalami dan

menganalisis cerita-cerita isra’illiyyat. Selain itu pembicaraan tokoh-tokoh

6 Al-Qaradhawi, Berinteraksi dengan Al-Qur’an, Terjemahan Abdul Hayyie al-Kattani, cet. 2 ( Jakarta: Gema Insani Press, 2000), hal. 495.

Page 8: Makalah p. Aab

8

isra’illiyyat ini juga akan dibahas tentang pemikirannya. Tokoh-tokoh

isra’illiyyat ini akan dibagi menjadi tiga periode, diantaranya pada masa

shahabat, periode tabi’in dan masa sesudah tabi’in.7

1. Masa Sahabat

Tokoh-tokoh periwayat isra’illiyyat pada masa shahabat kebanyakan

tidak mengambil keseluruhan dari cerita tersebut, akan tetapi hanya mengambil

beberapa dari cerita yang sekiranya cocok dengan kajian-kajian Islam dan

relevan dengan Syariat Islam, sebab mereka mempunyai dasar yang dijadikan

pegangan dalam pengambilan cerita isra’illiyyat tersebut. Adapun dasar tersebut

diambil dari hadist nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari

dari Abdullah bin Amr:

آية , , وحدثوا عن بنى اسرائيل ال حرج ومن كذب على متعمدا فليتبوأ مقعده من النار

بلغوا عنى ولو

“ ..Sampaikanlah olehmu apa yang kalian dapatkan dariku walaupun satu ayat.

Ceritakanlah riwayat Bani Isriail dan tidak ada dosa didalamnya. Siapa yang

berbohong kepadaku, maka bersiaplah untuk mengabil tempat di dalam neraka” 8

Pada masa ini ada tiga tokoh yang sudah tidak asing lagi bagi telinga

masyarakat Islam pada umumnya sebab karya-karya dan pemikrannya banyak

dikutip oleh tokoh-tokoh sesudahnya, diantaranya tokoh-tokoh tersebut :

a.       Abu Hurairah

Pada masa nabi Muhammad SAW lebih mengedepankan pada hukum,

mana yang hak dan mana yang bathil. Hal serupa juga dapat ditemui pada

penafsiran Abu Hurairah, dimana pengambilan dasar hukum-hukumnya

dinisbatkan pada hadist nabi yang shahih dan hukum-hukum yang tertuang dalam

al-Qur’an. Pendapat Abu hurairah ini sangat hati-hati dan tidak pernah

7 al-Dzahabi, al- isra’illiyyat al-Tafsir, Hal 93

8 Bukhari, Shahih al-Bukhari, Hadis Nomor 3461

Page 9: Makalah p. Aab

9

bertentangan dengan ayat-ayat al-Qur’an walau pun dalam penafsirannya tersebut

banyak cerita-cerita isra’illiyat.9

Abu Hurairah merupakan shahabat yang pertama yang memasukkan

isra’illiyyat didalam penafsiran al-Qur’an tetapi dengan catatan cerita yang ia

bawa eksistensinya asli dari kita Taurat. Banyak ahli tafsir l;ain sesudah masa Abu

Hurairah ini, seperti Imam Baihaqi berpendapat bahwa disetiap penjelasan atau

penafsirannya Abu Hurairah terdapat cerita-cerita yang langsung dari kitab

Taurat, tidak heran kemudian jika Abu Hurairah disebut sebagai pencetus

pembawa cerita isra’illiyyat kedalam ilimu tafsir dan kitab-kitab tafsir.

b.      Ibn Abbas

Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Abbas , sama halnya dengan Abu

Hurairah referensi Ibn Abbas dalam menafsirkan al-Quran biasanya diselingi

dengan cerita-cerita isra’illiyyat yang dikutip langsung dari Kitab Taurat dan Injil.

Cerita-cerita isra’illiyyat ini sangat berhubungan dan relevan dengan dengan

pembahasan-pembahasan al-Qur’an yang ia bahas dalam kitab tafsirnya.

Maimunah, anak sulungnya Ibn Abbas bercerita tentang bagaimana proses usaha

Ibn Abbas dalam pengambilan cerita-cerita isra’illiyyat ini kedalam kitab

tafsirnya, yakni dengan menghatam al-qur’an setiap satu minggu satu kali dan

menghatam kitab Taurat satu tahun satu kali selain itu ia menambah hatamannya

tersebut dengan menghafal al-Quran dan Taurat setiap hari fungsi dari proses

tersebut agar dapat menjaga bacaan-bacaan al-Qur’annya, mengetahui isi kitab

sebelum al-Qur’an serta menjadikan referensi yang kuat untuk setiap tafsir-

tafsirnya.10

Sebagai penafsir serta menyelingi keterangantafsirnya dengan cerita

isra’illiyyat, Ibn Abbas sangat memperhitungkan dan lebih bersifat hati-hati

dalam mengambil cerita dari ahli-ahli kitab baik cerita tersebut dari ahli kitab

Yahudi atau pun dari ahli kitab Nasrani karena dia beralasan bahwa tidak semua

9 al-Dzahabi, al- isra’illiyyat fi al-Tafsir, hal 99

10 Ibid, hal 104-105

Page 10: Makalah p. Aab

10

cerita-cerita tersebut sesuai dengan kajian-kajian al-Qur’an serta relevan dengan

isi kandungan dalam al-Qur’an.

Sebenarnya kemungkinan saja bisa saja terjadi dalam proses belajarnya

Ibn Abbbas ini terhadap ahli kitab Taurat dan Injil ini bukan hanya terjadi proses

pemindahan ilmu pengetahuan akan tetapi juga terjadi penyerapan karakter

pemikiran-pemikiran gurunya yang norabene mereka terdiri dari kalangan Yahudi

dan Nasrani. Tentunya hal ini, berpengaruh proses pembelajaraanya Ibn Abbas

rersebut berpangaruh terhadap hasil karangan tafsirnya karena kitab tafsirnya

tersebut penjelasannya mengambil dari kitab Taurat dan injil yang sebelumnya ia

pelajari bersama ahli kitab Yahudi dan Nasrani.

Perlu diketahui bahwa ketika sebagian ahli kitab Yahudi dan Nasrani

masuk Islam ataupun hanya berinteraksi dengan orang-orang Islam, biasanya

orang-orang Islam tersebut menyerap ilmu ahli kitab ini, kemudian

memasukkanya kedalam tafsir al-Qur’an serta sebagai tambahan penjelasan

hadist-hadist..11

c.       Abdullah Bin Umar Bin Ash’

Proses infiltrasi cerita-cerita isra’illiyyat kedalam tafsir karya Abdullah

bin Umar bin Ash ini berawal pada perang Yarmuk, dimana pada waktu itu dia

mendapatkan dua teman yang sama-sama ahli kitab, lalu keduanya menceritakan

sebuah hadist. Hadist tersebut ialah;

آية , , وحدثوا عن بنى اسرائيل ال حرج ومن كذب على متعمدا فليتبوأ مقعده من النار

بلغوا عنى ولو

“sampaikanlah olehmu sekalian dari aku walau pun satu ayat, dan ceritakanlah

dari bani Isroil yang demikian itu kalian tidak berdosa” 12

Alasan Abdullah ini memasukkan isra’illiyyat tersebut kedalam tafsir

karangannya karena sebagian cerita tersebut yang berasal dari ahli kitab Yahudi

11Abdurrahman Muhammad, al-Tafsir al-Nabawi, hal 81

12 Bukhari, Shahih al-Bukhari, Hadis Nomor 3461

Page 11: Makalah p. Aab

11

dan Nasrani yang beliau tangkap menunjukkan cerita-cerita yang mengandung

keajaiban dan keghaiban. Cerita-cerita seperti ini, biasanya banyak diserap oleh

orang-orang Islam yang notabene menjadi awal stigma pemikiran mereka serta

pemikiran seperti ini mayoritas sama dengan alur pemikirannya orang Yahudi

serta ahli kitabnya.

Abdulah bin Ash, sendiri ketika menyisipkan cerita isra’illiyyat ini

karena berpegang teguh kepada sabda Rosulullah, dimana pada suatu saat

Rosulullah memperbolehkan Abdullah untuk membaca al-Qur’an, Injil, Taurat

sekaligus.

Abdullah tetap optimis dengan hasil penafsirannya bahwa ketika cerita

isra’illiyyat dijadikan penjelasan dalam kitab tafsirnya, maka ini akan menjadi

motivasi sendiri bagi dirinya, sebab dengan adanya cerita isra’illiyyat yang ia

masukkan dalam kitab tafsirnya biasanya berhubungan dengan dengan hadist-

hadist nabi sehingga ia termotivasi untuk menghafal semua hadist Rosulullah

yang relevan dengan cerita-cerita isra’illiyyat.13

Abu Hurairah sendiri sebagai guru besar Abdullah bin Ash ini mengakui

jika hafalan hadistnya Abdullah lebih banyak dari pada dirinya, utamanya yang

berhubungan dan mempunyai relevansi dengan cerita-cerita dari ahli kitab Yahudi

dan Nasrani.

d.      Abdullah bin Salam (w. 43 H)

Abdullah bin Salam pada awalnya adalah seorang Yahudi, bahkan dia

adalah pemimpin bagi mereka. Ia menjadi muslim ketika Rasulullah datang ke

Madinah.

Abdullah bin Salam mempunyai posisi tertentu diantara ulama Ahli Kitab

maupun ulama Muslim, oleh karenanya dia menajdi sumber dalam menafsirkan

al-Qur’an.

Imam Bukhari dengan dengan sanad bin Abu Waqas telah meriwayatkan,

bahwa Sa’ad berkata:

13al-Dzahabi, al-isra’illiyat fi al-Tafsir, hal 111-115

Page 12: Makalah p. Aab

12

“Aku tidak pernah mendengar rasulullah berkata kepada seorang pun yang

berjalan di muka bumi ini, bahwasanya orang itu termasuk Ahli Surga, kecuali

Abdullah bin Salam”.

Nabi berkata tentang Abdullah bin Salam dan turunnya ayat al-Qur’an Surat al-Ahqaf/46 ayat 10: 4 ö@è% óOçF÷ƒuäu‘r& bÎ) tb%x. ô`ÏB ωYÏã «!$# Länö�xÿx.ur ¾ÏmÎ/ y‰Íkyur Ó‰Ïd$x© .`ÏiB ûÓÍ_t/ Ÿ ƒ@ ÏäÂuŽó Î) 4’n?tã ¾Ï&Î#÷VÏB z`tB$t«sù ÷Län÷Žy9õ3tGó™$#ur ( žcÎ) ©!$# Ÿw “ωöku‰ 

tPöqs)ø9$# tûüÏHÍ>»©à9$# ÇÊÉÈ

Artinya :Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku, bagaimanakah pendapatmu jika Al Quran

itu datang dari sisi Allah, padahal kamu mengingkarinya dan seorang saksi dari

Bani Israil mengakui (kebenaran) yang serupa dengan (yang tersebut dalam) Al

Quran lalu dia beriman, sedang kamu menyombongkan diri. Sesungguhnya Allah

tiada memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim".14

Yang dimaksud dengan seorang saksi dari Bani Israil ialah Abdullah bin

salam. ia menyatakan keimanannya kepada nabi Muhammad s.a.w. setelah

memperhatikan bahwa di antara isi Al Quran ada yang sesuai dengan Taurat,

seperti ketauhidan, janji dan ancaman, kerasulan Muhammad s.a.w., adanya

kehidupan akhirat dan sebagainya.15

2. Periode Tabi’in

a. Ka’ab Al-Akhbari

Cerita isra’illiyyat banyal yang diterima dan diriwayatkan oleh

Ka’ab, baik yang bersifat jelas asal muasalnya ataupun yang tidak jelas

cerita tersebut berasal dari mana. Selain itu sebagian dari cerita tersebut ada yang

14 ________, al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid X Juz (Yogyakarta :PT Dana Bhakti Wakaf, 1995), hal 45

15 Ibid

Page 13: Makalah p. Aab

13

sesuai dengan syariat Islam ada jaga yang hanya sebagai cerita tambahan yang

bersifat tahayul.16

Ka’ab menrupakan shahabat yang mempunyai sikap teguh

pendirian dan luas ilmu agamanya. Apabila jika mengikuti perjalanan hidupnya,

Ka’ab merupakan tabbiin yang mempunyai hafalan 555 hadits, dia terkenal pada

masa shahabat Umar bin Khottab dan selama bertempat tinggal di Madinah bukan

hanya cerita isra’illiyyat yang ia riwayatkan akan tetapi cerita dari

Nasrani, atau yang biasa disebut Nasraniyyat juga banyak diriwayatkan oleh

Ka’ab.17

Banyak tokoh-tokoh yang lain, seperti Muawiyah, Muslim bin Hujjaj, Abu

Hurairah dan lain sebagainya mengatakan bahwa hafalan hadist dan periwayatan

cerita isra’illiyyat dan nasraniyyatnya Ka’ab bin Al-Akhbari lebih banyak dari

pada shahabat-shahabat yang lain, selain kedhabitan dan kefasihan Ka’ab,

kemahirannya dalam membawakan cerita dan menuliskan dalam buku bisa

mempengaruhi terhadap orang yang mendengar dan yang membaca buku

karangannya.

Ibn Taimiyah sendiri sebagai pakar ilmu tafsir menjelaskan bahwa cerita

isra’illiyyat dan nasraniyyat yang diriwayatkan oleh Ka’ab memang layak

dibaca sebab sebagian besar cerita tersebut sesuai dengan syariat Islam dan

menjadi penguat serta dorongan dalam menjalankan syariat Islam.

b.      Wahab Bin Sama halnya dengan Ka’ab, wahab bin Munabbah juga

meriwayatkan cerita-cerita isra’illiyyat yang lumayan banyak, dimana cerita

tersebut ada yang shohih ada yang dhoif. Dalam proses periwayatan cerita

tersebut, biasanya wahab menjelaskan terlebih dahulu bahwa cerita yang akan

ia sampaikanapakah bersifat cerita shohih atau bersifat cerita yang dhoif, agar

kemudian sang pembaca atau yang mendengarkan tidak terkecoh dengan cerita-

cerita tersebut.18

16 Ibid, 127

17 Ibnu Taimiyah, Minhaj As-Sunnah, 34

18 Husain al-Dzahabi, al-i isra’illiyyat, 141-143

Page 14: Makalah p. Aab

14

Dengan proses tersebut tidak heran kemudian kalau Wahab diberi gelar

pemberani dan jujur oleh sahahabat-shahabat yang lain karena dampak

dari cerita- cerita yang ia riwayatkan.

3. Periode pengikut Tabi’in

Pada periode pengikut Tabi’in tokoh-tokohnya tidak berbeda jauh dengan

tokoh-tokoh isra’illiyyat pada masa Tabi’in sebab tokoh-tokoh pada masa

pengikut Tabi’in ini kebayakan murid-murid dari tokoh-tokoh pada masa Tabi’in

sehingga pemikirannya dan periwayatannya hampir sama, hanya perbedaannya

terletak pada kehati-hatian dalam menilai keshahihan dan kedhabitan dalam

menerima dan meriwayatkan sebuah cerita. Tokoh-tokoh di periode pengikut

Tabi’in ini lebih mengutamakan kuantitas periwayatan dari pada dari pada

kualitas dari cerita isra’illiyyat yang diriwayatkan, padahal tokoh-tokoh diperiode

sebelum-sebelumnya seperti periode Tabi’in dan periode shahabat lebih

mementingkan kualitas dari cerita tersebut. Tokoh –tokoh pada periode pengikut

Tabi’in ini diantaranya;19

a. Ibn Jurait

b. Muhammad bin Jarir at-Thabari

C. Penilaian Terhadap Isra’illiyyat

 Para ulama tidak dapat menetapkan hukum secara mutlaq atau general

terhadap kisah-kisah israiliyyat. Hal ini disebabkan ada dalil yang membolehkan

untuk mengambil informasi dari kalangan Ahli Kitab, yaitu sabda Rasulallah:

مقعده فليتبوأ متعمدا علي كذب من و حرج وال اسرائيل بنى عن وحدثوا

) ( البخارى النار اية               من ولو عنى بلغوا ,

“Sampaikannlah dariku walau hanya satu ayat. Dan ambillah riwayat dari Bani

Israil, tanpa halangan, dan barang siapa yang berdusta atas namaku dengan

sengaja maka bersiap-siaplah untuk mengambil tempatnya di neraka” (HR.

Bukhari)

Namun ada juga hadits Rasulallah yang seolah-olah melarang hal tersebut,

sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas berikut ini:

19 ibid

Page 15: Makalah p. Aab

15

الله رسول على أنزل الذى وكتابكم شىء عن الكتاب أهل تسألون كيف

,! كتاب, بدلوا الكتاب أهل أن حدثكم وقد يشب؟ لم محضا تقرؤون أحدث

. به , ليشتروا الله عند من هو وقالوا الكتاب بأيديهم وكتبوا وغيروه الله

, , رأينا ما الله و ال مسألتهم عن العلم من جاءكم ما ينهاكم أال قليال ثمنا

عليكم أنزل الذى عن يسألكم رجال                                                       منهم

“Bagaimana kalian bertanya kepada ahli kitab, sedangkan kitab kalian

diturunkan kepada Nabi kalian yang beritanya lebih baru dari Allah, kalian

membacanya dan tidak mencela?!. Allah memberitahukan kapada kalian bahwa

ahli kitab telah mengganti apa yang telah ditetapkan oleh Allah dan merubahnya

dengan tangan-tangan mereka, kemudian mereka mengatakan bahwa ia berasal

dari Allah untuk menjualnya dengan harga yang murah. Tidakkah Ia telah

melarang kalian untuk bertanya kepada mereka. Demi Allah, mereka tidak

menanyakan sesuatupun kepada kalian tentang apa yang diturunkan kepada

kalian.”(HR. Al-Bukhari)

Menyikapi kedua dalil diatas yang seolah bertentangan ini, para ulama

mendudukkannya sebagai berikut; bahwa yang dimaksud Rasulallah untuk

mengambil riwayat dari ahli kitab sesungguhnya  tidaklah mutlaq, namun terikat

hanya kepada riwayat yang baik dan cerita yang tidak jelas status benar atau

dustanya namun tidak ada indikasi tentang kebatilannya.  

Ibnu Katsir menjelaskan dalam muqaddimah tafsirnya bahwa riwayat

israiliyyat dapat diklasifikasikan menjadi tiga:

1. Kisah israiliyyat yang diketahui kebenarannya karena sesuai atau tidak

bertentangan dengan informasi al-Qur,an dan Sunnah shahihah, maka

kisah itu benar dan bisa diterima. Diperbolehkan menggunakannya sebagai

pembanding, bukan sebagai rujukan utama atau sebagai sumber hukum.

Seperti kisah yang menceritakan bahwa nama teman seperjalanan   nabi

Musa adalah Khidir. Nama Khidir pernah disebutkan oleh Rasulallah,

sebagaimana tersebut dalam Shahih Bukhari.

2. Kisah israiliyyat yang diketahui kebohongannya karena bertentangan

dengan al-Qur’an dan Sunnah shahihah atau tidak sejalan dengan akal

Page 16: Makalah p. Aab

16

sehat Kisah seperti ini harus dibuang dan tidak boleh digunakan. Seperti

cerita malaikat Harut dan Marut yang terlibat perbuatan dosa besar, yaitu

mabuk, berzina dan membunuh.

3. Kisah israiliyyat yang didiamkan karena tidak dapat dipastikan statusnya

benar atau dusta. Kisah seperti ini tidak boleh dibenarkan ataupun

didustakan, namun boleh menceritakannya.  Seperti kisah tentang bagian

sapi betina yang diambil untuk dipukulkan kepada orang mati dari Bani

Israil.20

Ibnu Katsir juga menyatakan bahwa meskipun sebagian ulama salaf

merekomendasikan kebolehan meriwayatkan israiliyyat  tanpa  mengamalkannya,

namun sesungguhnya riwayat-riwayat ini tetap tidak ada gunanya dan tidak

bermanfaat dalam masalah agama. Kalaupun ada yang beranggapan israiliyyat ini 

bermanfaat untuk kesempurnaaan informasi yang terdapat dalam agama, maka

manfaat itu sangat kecil dan tidak signifikan.

Para ulama, semisal Anas ibn Malik sangat berhati-hati terhadap

periwayatan israiliyyat ini, sehingga untuk itu ia menyeleksi dengan ketat para

perowi yang akan ia ambil hadits darinya. Qatadah adalah salah satu rawi tabiin

yang ditolak riwayatnya oleh Anas ibn Malik karena ia banyak meriwayatkan

israiliyyat.21

Keberadaan israiliyyat yang telah dinyatakan tidak memberi manfaat bagi

agama ini, dikomentari oleh Yusuf Al-Qaradhawi secara tegas  bahwa mengutip

israiliyyat di dalam kitab tafsir, seolah-olah  seperti memenuhi berlembar-lembar

halaman dan membuang-buang waktu bagi sesuatu yang tidak didukung ilmu,

yang tidak dapat dijadikan petunjuk dan keterangan.22

Namun karena israiliyyat ini telah tersebar di sebagian kitab-kitab tafsir,

maka diperlukan kejelian dan kehati-hatian, bagi siapa saja yang mendapati berita-

20 Ibn Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, hal.5.21 Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an, hal. 212.

22 Al-Qaradhawi, Berinteraksi dengan al-Qur’an, hal. 500

Page 17: Makalah p. Aab

17

berita yang bernuansa israiliyyat, yaitu dengan  mengikuti kaidah-kaidah dalam

periwayatan israiliyyat, sebagai berikut:

1. Melakukan penelitian terhadap rawi-rawi sanadnya

2. Melakukan pengamatan terhadap matan atau kandungan riwayat tersebut

3. Merujuk kepada para ulama yang mendalami persoalan ini, seperti:

-          Ibnu Hazm dalam kitab al-Fashl fi al-Milal wa Ahwal al-Nihal

-          Al-Thabari dalam kitab Tarikh al-Umam wa al-Muluk

-          Al-Qadhi Iyadh dalam Kitab al-Syifa’ bi Ta’rif Huquq al-Musthafa

-          Ibnu Taimiyyah dalam kitab al-Nubuwwah dan al-Jawabu al-shahih li man

Baddala Diin al-Masih

-          Ibn Al-Qayyim dalam kitab Hidayah al-Hiyar fi Ajwibat al-Yahud wa al-

Nashara

-          Ibn al-Katsir dalam kitab tafsirnya dan kitab al-Bidayah wa al-Nihayah

-          Al-Hindi dalam kitab Izhar al-Haq

-          Jamaluddin al-Qasimi dalam kitab Mahasin al-Ta’wil

-          Muhammad Husin al-Zahabi dalam kitab al-Israiliyyat fi al-Tafsir wa al-

Hadits dan Kitab al-Tafsir wa al-Mufassirun

-          Dll.

Page 18: Makalah p. Aab

18

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

.      Israiliyyat adalah bentuk jamak dari israiliyyah, yakni bentuk kata

yang dinisbahkan kepada kata israil ,Secara istilah israiliyyat adalah kisah dan

dongeng yang disusupkan dalam tafsir dan hadits yang asal riwayatnya

disandarkan atau bersumber pada Yahudi, Nashrani dan lainnya atau cerita-cerita

yang secara sengaja diselunduplan oleh musuh-musuh Islam ke dalam tafsir dan

hadits, yang sama sekali tidak dijumpai dalam sumber-sumber yang sahih.

Proses masuknya cerita-cerita isra’illiyyat dalam penafsiran al-Qur’an

berakar pada adanya hubungan antara suku-suku arab dengan bangsa Yahudi yang

telah ada sejak masa sebelum nabi Muhammad SAW diutus menjadi nabi. proses

tersebut berlanjut hingga masa hijrah, dan masa penyebaran Islam di Madinah,

sampai pada periode sahabat dan tabi’in

  Pada masing-masing periode perkembangan Islam, hampir kesemuanya

terdapat para tokoh isra’illiyyat. Seperti pada masa sahabat yang diwakili oleh

Abu Hurairah, Ibn Abbas, dan Abdullah bin Umar bin Ash dan Abdullah bin

Salam. Periode tabi’in yaitu, Ka’ab al- Akbari dan Wahab Ibn Munabbah.

Para ulama’ memberikan pendapat yang berbeda tentang isra'illiyat.

Akan tetapi pendapat Ibn Kastir cukup mewaikili semua pandangan ula, dengan 3

(tiga kriteria yang dia tetapkan untuk menghukumi cerita-cerita isra’illiyyat.

Page 19: Makalah p. Aab

19

DAFTAR PUSTAKA

Abu Fida’ Ismail ibn Katsir al-Qurasyi al-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Katsir, jilid

1,Beirut: Dar al-Fikr, 1407 H/ 1986 M,

Ahmad Zuhri, Risalah Tafsir: Berinteraksi dengan al-Qur’an Versi Imam Al-

Ghazali,Bandung: Cita Pustaka Media,2007,

Al-Bukhari, Matn Bukhari, Beirut, Dar al-Fikri, tth, jilid II dan IV.

Al-Dzahabi, Muhammmad Husien, isra’illiyat fi al-Tafsir wa al-Hadist,Kairo:

Majma’ Buhust al-Islamiyah,1971

Al-Dzahabi, Muhammmad Husien, isra’illiyat fi al-Tafsir wa al-Hadist terj. Didin

Hafifuddin, Jakarta : Pustaka Litera Antar Nusa, 199

Al-Israiliyyat wa al-Maudlu’at fi Kutubi al-Tafsir oleh Muhammad ibn

Muhammad Abu Syuhbah, cet. 4, Kairo: Maktab al-Sunnah, 1408 H.

Al-Qaradhawi, Berinteraksi dengan al-Qur’an,

Al-Qaradhawi, Berinteraksi dengan Al-Qur’an, Terjemahan Abdul Hayyie al-

Kattani, cet2,Jakarta: Gema Insani Press, 2000.

Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid X Juz,Yogyakarta :PT Dana Bhakti Wakaf, 1995.

Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an,.

Husain al-Dzahabi, al-i isra’illiyyat,

Ibn Katsir, Tafsir Ibnu Katsir,

Ibnu Taimiyah, Minhaj As-Sunnah,

Mana’ Al-Qaththan, Mabahits fi Ulum al-Qur’an, Cet. 3,Riyadh: Mansyurat

al-‘Ashr al-Hadits, 1393 H/  1973 M

Muhammad Hasbi Ash-Shiddiedy, Sejarah & Pengantar Ilmu Al-Qur’an dan

Tafsir, Cet.3, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000

Muhammad, Muhammad Abdurrahman, al-Tafsir al-Nabawi: Khasshaishuhu wa

Mashadiruhu, terj. Rosihun Anwar,Bandung: Pustaka Setia, 1999.