makalah h&p
TRANSCRIPT
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Peningkatan produksi sayuran di Indonesia sangat diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri guna mengimbangi laju pertambahan
penduduk yang semakin meningkat pula. Selain itu, penting juga adanya upaya
peningkatan produksi sayuran untuk keperluan ekspor dan substitusi. Hal ini
sesuai dengan tujuan utama pembangunan nasional di sektor pertanian yaitu
menaikkan produksi pertanian.
Di antara berbagai jenis hasil pertanian, sayuran merupakan bahan pangan
penting bagi penduduk Indonesia yang diperlukan setiap hari. Di antara sayuran
yang ditanam, kubis (Brassica oleracea var. capitata L.) banyak diusahakan dan
dikonsumsi karena sayuran tersebut dikenal sebagai sumber vitamin (A, B dan C),
mineral, karbohidrat, protein dan lemak yang amat berguna bagi kesehatan.
Seperti beberapa jenis sayuran lainnya, kubis memiliki sifat mudah rusak, berpola
produksi musiman dan tidak tahan disimpan lama. Sifat mudah rusak ini dapat
disebabkan oleh daun yang lunak dan kandungan air cukup tinggi, sehingga
mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama/penyakit tanaman.
Hama ulat daun kubis Plutella xylostella L. (Lepidoptera: Plutellidae)
merupakan salah satu jenis hama utama di pertanaman kubis. Apabila tidak ada
tindakan pengendalian, kerusakan kubis oleh hama tersebut dapat meningkat dan
hasil panen dapat menurun baik jumlah maupun kualitasnya. Serangan yang
timbul kadang-kadang sangat berat sehingga tanaman kubis tidak membentuk
krop dan panennya menjadi gagal. Kehilangan hasil kubis yang disebabkan oleh
serangan hama dapat mencapai 10 - 90 %. Ulat daun kubis P. xylostella bersama
dengan ulat jantung kubis Crocidolomia pavonana F. mampu menyebabkan
kerusakan berat dan dapat menurunkan produksi kubis sebesar 79,81 %. Kondisi
seperti ini tentu saja merugikan petani sebagai produsen kubis. Oleh karena itu
upaya pengendalian hama daun kubis ini sebagai hama utama tanaman kubis perlu
dilakukan untuk mencegah dan menekan kerugian akibat serangan hama tersebut.
Petani pada umumnya mengatasi gangguan ulat kubis dengan
menggunakan insektisida kimia sintetik. Ditinjau dari segi penekanan populasi
1
hama, pengendalian secara kimiawi dengan insektisida memang cepat dirasakan
hasilnya, terutama pada areal yang luas. Tetapi, selain memberikan keuntungan
ternyata penggunaan insektisida yang serampangan atau tidak bijaksana dapat
menimbulkan dampak yang tidak diinginkan Hasil survai pada petani sayuran
menyebutkan bahwa petani mengeluarkan 50% biaya produksi untuk
pengendalian secara kimiawi dengan mencampur berbagai macam pestisida,
karena belum diketahui bagaimana penggunaan pestisida yang tepat.
Dilema antara kebutuhan dan pelestarian lingkungan menumbuhkan
gagasan pengembangan pengendalian serangga hama yang berwawasan
lingkungan dan aplikasinya sesuai dengan konsep Pengelolaan Hama Terpadu
(PHT). Hal ini direalisaikan dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 12
Tahun 1992 tentang sistem budidaya tanaman, yang salah satu tujuan penting
kebijakan tersebut adalah penggunaan insektisida yang bijaksana.
1.2. Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini sebagai sumber informasi dan pembuatan
tugas mata kuliah hama dan penyakit yang didalamnya membahas tentang hama
Plutella Xylostella yang biasa menyerang tanaman Kubis (Brassica oleraceae L.)
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi dan Morfologi Ulat Daun Kubis (Plutella xylostella .L)
Gambar 1. Ulat Daun (Plutella xylostella .L)
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Lepidoptera
Famili : Plutellidae
Genus : Plutella
Spesies : Plutella xylostella
Gambar 2. Siklus Hidup Ulat Daun (Plutella xylostella L.)
Telur P.xylostella berbentuk oval, berwarna kekuning-kuningan. Negengat
betina meletakkan telurnya secara tunggal atau kelompok kecil sekitar 2-4 butir.
Telurnya diletakkan disekitar tulang daun pada permukaan daun bagian bawah
(Bhalla dan Bubey, 1986). Telur diletakkan pada malam hari yaitu diatas pukul
18.00 (Chelliah pan Sriwasan dan Salinas, 1986). Jumlah telur yang dihasilkan
3
pada suhu 26oC berturut – turut sekitar 139,246 butir dan 162 butir. Masa
inkubasinya menurut Ho (1965) sekitar 3 hari di dataran rendah, sedangkan di
dataran tinggi berlangsung selama kurang lebih 6 hari. Larva – larva berbentuk
silindris, relatif tidak berbuka dan mempunyai lima padang proleg (Harcourt,
1954 dalam Sastrosisojo, 1987).
Larva mengalami 4 instar yang berlangsung selama 12 hari. Larva instar I
panjangnya 1 mm dan lebar 0,5 mm, berwarna hijau kekuningan selama 4 hari.
Instar II panjangnya 2 mm dan lebar 0,5 mm, berwarna hijau kekuningan dan
berlangsung 2 hari. Instar III panjangnya 4-6 mm, lebar 0,75 mm, berwarna hijau
dan berlangsung 3 hari. Instar IV panjangnya 8-10 mm, lebar 1-1,5 mm, berwarna
hijau dan berlangsung 3 hari.
Larva yang sudah dewasa berwarna kehijau – hijauan dan akan terlihat
berbeda dengan kedua kubis – kubisan lainnya yakni tidak memiliki garis – garis
longitudinal pada tubuhnya. Menurut Ooi (1986), panjang tubuh larva di dataran
rendah kurang lebih 8 mm sedangkan di dataran tinggi dapat mencapai lebih dari
8 mm. Salah satu karakter dari larva P. xylostella adalah jika ada gangguan , maka
larva akan menggeliat ke belakang dengan cepat atau menjatuhkan diri lalu
bergelantungan dengan benang – benang sutra pada permukaan daun. Selanjutnya,
larva tersebut akan kembali ke permukaan daun melalui benang – benang tersebut.
Pupa P. xylostella berada dalam kokon yang tebal dari benang – benang
halus berwarna yang dikeluarkan pada masa fase prepupa (Chelliah dan
Srinivasan, 1986). Warna pupa mulanya kuning kehijauan, setelah satu atau dua
hari warnanya berangsur – angsur berubah menjadi kecoklatan sampai coklat
gelap (Bhalla dan Dubey, 1986). Menurut Koshihara (1986) lamanya hidup pupa
dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu maka masa pupa akan semakin
singkat.
Imago / ngengat P. xylostella berwarna coklat keabu – abuan dengan
panjang rentang sayap ngengat jantan kurang lebih 1,97 mm dan yang betina
kurang lebih 13,6 mm (Bhalla dan Dubey, 1986). Menurut Hill (1975), pada sayap
depannya terdapat tiga bentuk indulasi yang memanjang dibagian tepi sayapnya.
Dalam keadaan istirahat, toga bentuk indulasi tersebut akan membentuk pola yang
4
menyerupai berlian, sehingga dengan adanya ciri – ciri ini maka P. xylostella
dinamakan Diamond Back Moth.
Ngengat aktif pada senja atau malam hari. Kopulasi terjadi pada petting
atau pagi hari (Salinas, 1986). Nisbah kelamin keturunannya adalah 1:1 (Ho, 1965
dalam Sastrosiswojo, 1987). Menurut Salinas (1986) fekunditas P. xylostella
dipengaruhi oleh faktor genetik, nutrisi pada fase larva, kondisi lingkungan,
tanaman inang perkawinan dan adanya inang sebagai tempat meletakkan telurnya.
Cheliah dan Srinivisan 91986), berpendapat fekuditas akan meningkat sejalan
dengan meningkatnya fotoferiod. Hasil penelitian awal (1955) dalam Chelliah dan
Srinivasan (1986), menunjukkan bahwa jumlah telur yang dihasilkan lebih banyak
pada suhu 7o– 24oC dibandingkan pada suhu 28o – 35oC. Hasil pengamatan
Jayarathman (1977) dalam Chelliah dan Srinivasan (1986), ngengat P. xylostella
dapat bertahap hidup tanpa pakan selama kurang lebih 3 hari, sedangkan bila
tersedia pakan maka dapat hidup selama 11 – 16 hari.
2.2. Tanaman Inang
Di Indonesia pada umumnya dan khususnya di Jawa tanaman kubis dan
brasika lain banyak diusahakan di daerah pedesaan di dataran tinggi, meskipun di
beberapa tempat diusahakan di dataran rendah. Selama pertumbuhannya, kubis
mengalami berbagai gangguan hama tanaman terutama kerusakan tanaman oleh
ulat kubis.
Selain menyerang tanaman kubis, hama P. xylostella juga ditemukan menyerang
berbagai jenis tanaman yang masih termasuk famili Brassicaceae (Cruciferae)
seperti: kale, radish, turnip, brussels sprouts, caisin, petsai, brokoli, cauliflower,
kohl rabi, mustard dan kanola. Tanaman brasika liar seperti misalnya B. elongata,
B. fruticulosa, Roripa sp. dan lainnya juga menjadi inang ulat kubis (Herminanto,
1995).
2.3. Upaya Pengendalian
Pengendalian ulat kubis dapat dilakukan dengan cara mekanis, kimiawi
dengan insektisida kimia sintetik selektif maupun insektisida nabati, pola
bercocok tanam (tumpangsari, rotasi, irigasi, penanaman yang bersih),
5
penggunaan tanaman tahan, pemakaian feromon, pengendalian hayati
menggunakan predator, parasitoid (misalnya dengan Diadegma semiclausum
Helen, Cotesia plutellae Kurdj., dll.), patogen (misalnya pemakaian bakteri B.
thuringiensis, jamur Beauveria bassiana, dsb.) serta aplikasi program PHT.
1) Monitoring
Selama menanam kubis petani perlu melakukan pemantauan / monitoring
hama dengan melakukan pengamatan mingguan. Apabila hama mencapai 1
ulat/10 tanaman (Ambang Ekonomi = AE) atau lebih, maka dapat dilakukan
dengan menyemprot tanaman menggunakan insektisida kimia selektif atau
bioinsektisida, untuk menekan agar hama kembali berada di bawah AE yang
tidak merugikan secara ekonomi.
2) Mekanis
Cara ini dapat dilakukan dengan mengumpulkan hama yang bersangkutan,
memasukkan ke dalam kantung plastic, dan memusnahkannya. Namun untuk
areal luas perlu pertimbangan tenaga dan waktu.
3) Kultur Teknik
Musim tanam.
Lebih baik untuk menanam kubis dan brasika lain pada musim hujan,
karena populasi hama tersebut dapat dihambat oleh curah hujan.
Irigasi. Apabila tersedia dapat digunakan irigasi sprinkle untuk mengurangi
populasi ulat daun kubis, apabila pengairan demikian dilaksanakan pada
petang hari, dapat membatasi aktivitas ngengat. Penanaman. Sebaiknya tidak
melakukan penanaman berkali-kali pada areal sama, karena tanaman yang
lebih tua dapat menjadi inokulum bagi tanaman baru. Apabila terpaksa
menanam beberapa kali pada areal sama, tanaman muda ditanam pada arah
angin yang berlawanan agar ngengat susah terbang menuju ke tanaman muda.
Pesemaian.
Tempat pembibitan harus jauh dari areal tanaman yang sudah tumbuh
besar. Sebaiknya pesemaian/bibit harus bebas dari hama ini sebelum
transplanting ke lapangan. Dalam beberapa kasus, serangan ulat daun kubis di
lapangan diawali dari pesemaian yang terinfestasi dengan hama tersebut.
6
Tanaman perangkap.
Tanaman Brassica tertentu seperti caisin lebih peka dapat ditanam
sebagai border untuk dijadikan tanaman perangkap, dengan maksud agar
hama ulat daun kubis terfokus pada tanaman perangkap.
Tumpang sari.
Penanaman kubis secara tumpang sari bersamaan dengan tanaman yang
tidak disukai hama ulat daun kubis dapat mengurangi serangannya. Misalnya
tumpang sari kubis kubis dengan tanaman tomat/bawang daun.
Tumpangsari tanaman kubis - kemangi merupakan salah cara untuk
menekan serangan hama pada tanaman kubis. Pola tanam yang cocok untuk
tumpang sari tanaman kubis dengan tanaman aromatik adalah 1 - 2 - 1,
sedangkan untuk jenis tanaman yang baik untuk menekan populasi hama
adalah dengan tanaman kemangi (Henik, 2004). Disamping itu penggunaan
tanaman aromatik kemangi dapat mengurangi penggunaan pestisida, menurut
Kardinan (2001) penggunaan pestisida khususnya yang bersifat sintesis
berkembang luas karena dianggap paling cepat dan ampuh mengatasi hama.
Namun, penggunaannya ternyata menimbulkan kerugian seperti resistensi
hama, resujensi hama, terbunuhnya musuh alami dan masalah pencemaran
lingkungan dan sangat berbahaya bagi manusia.
4) Penggunaan Agensia Hayati
Hama tersebut memiliki musuh alami berupa predator (Paederus sp.,
Harpalus sp.), parasitoid (Diadegma semiclausum, Cotesia plutellae), dan
patogen (Bacillus thuringiensis, Beauveria bassiana) yang bila diaplikasikan
dapat menekan populasi dan serangannya.
Musuh alami sering efektif mengendalikan ngengat Diamondback,
seperti tawon ichneumonid, Diadegma insularis, telah diidentifikasi sebagai
parasit yang paling umum. Trichogramma pretiosum juga dapat menyerang
telur Diamondback. Berbagai predator seperti kumbang tanah, kepik predator,
larva lalat syrphid, dan laba-laba dapat menjadi faktor penting dalam
mengendalikan populasi. Penyakit mikroba belum diketahui menjadi faktor
penyebab kematian yang signifikan.
7
Menurut Ade Prihantono (2004) pelepasan Trichogrammatoidea
dengan pemberian madu 10% sebagai pakan tambahan dapat meningkatkan
kemampuan bertahan hidup dan kemampuan memarasit telur Plutella
xylostella secara bertahap sampai batas tertentu. Semakin banyak jumlah
parasitoid yang dilepaskan maka semakin tinggi persentase telur Plutella
xylostella yang terparasit.
5) Penggunaan Insektisida Selektif
Aplikasi ini dilaksanakan setelah hama tersebut mencapai atau
melewati ambang ekonomi, dengan memilih insektisida kimia selektif yang
efektif tetapi mudah terurai, atau penggunaan insektisida biologi. Contoh
pestisida kimia sintetik yang terdaftar dan diizinkan oleh Menteri Pertanian
apabila pengendalian lain tidak mengurangi intensitas serangan hama,
misalnya yang berbahan aktif permetrin, sipermetrin, dan profenofos.
Menurut Soeroto et al (1994) ekstrak biji buah srikaya (Amonna
squantosa) dan sirsak (A. muricata) pada kosentrasi 10% dapat digunakan
untuk mengendalikan P. xylostella.
8
III. PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa banyak cara dalam
mengandilikan hama Plutella xylostella seperti mekanis, kultur teknis, kimiawi
dengan insektisida kimia sintetik selektif maupun insektisida nabati, pola
bercocok tanam dan musuh alami. Pemelihan cara pengendalian hendaknya
melihat kondisi lingkungan sebelumnya dan penggunaan pengendalian hama
secara kimia sintetik hendaknya adalah pilihan terakhir apabila cara – cara yang
lain tidak mampu mengendalikan dengan memperhatikan pemberian dosis yang
tepat agar hama tidak menjadi resisten terhadap insektisida.
9
DAFTAR PUSTAKA
Ade Prihantono. 2004. Kajian pelepasan parasitoid telur terhadap Plutella xylostella L. Skripsi
Bhalla, O.P and J.K. Dubey. 1986. Bionomics of thr Diamond Back Moth in the Northwestrn. Pp. 26 – 35
Herminanto, 2010. Hama Ulat Daun kubis Plutella xylostella L. dan Upaya Pengendaliannya. Purwokerto. Jawa Tengah.
Himalaya. In Proceedings of the first International Workshop, Tainan, Taiwan Pp 11-15
Kardinan, A. 2001. Pestisida Nabati, Ramuan dan Aplikasi. Penebar Swadaya. Jakarta.
March. 1985. Diamond Back moth Management. The Asian Vegetable Research and Development Center. Shanhua, taiwan Pp. 55 – 61
Sukorini Henik. 2004. Publikasi Ilmiah. Pengaruh Pola Tanam Tanaman Aromatik-Kubis Terhadap Hama Plutella xylostella Pada Budidaya Kubis Organik.Universitas Muhamadiyah Malang.
Soeroto, AH Cahyaniati.1994. Pengelolaan Organisme Pengganggu Tumbuhan Secra Terpadu pada Tanaman Kubis.
Winasa, I.W. & Herlinda, S. 2003. Population of Diamonback Moth, Plutella xlostella,L.(Lepidoptera; Yponomeutidae), and Its Damage and Parasitoids on Brassicaceous Crops, p. 310-315. In; Organic farming and Sustainable Agriculture in the Tropics. Proceding of an International Seminar, Palembang Oktober 8-9, 3003
10