makalah otitis

86
BAB III PENDAHULUAN KASUS Halaman 1 An. Roni usia 8 tahun datang ke poliklnik diantar oleh Ibunya dengan keluhan sakit di telinga kiri sejak 3 hari yang lalu. Keluhan tersebut disertai dengan adanya demam. Selain itu ia juga mengeluh pendengaran di telinga kirinya berkurang di sertai berdengung. Si Ibu bercerita sebelum sakit telinga kirinya, anakanya mengalami batuk pilek dan si Ibu mengobati sendiri dengan membeli obat batuk pilek untuk anak-anak di warung dekat rumah. Nafsu makan menurun. Sakit menelan tidak ada. Riwayat trauma kepala tidak ada, tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Ibu pasien juga mengaku anaknya tidak memliki kebiasaan mengorek telinga Hasil pemeriksaan fisik Status General : Keadaan umum : Tampak sakit sedang kesadaran : kompos mentis Tinggi badan : 130 cm berat badan: 35 kg Tanda vital : suhu : 38,5 O C Pernafasan : 18x/menit Tekanan darah : 100/60 mmHg nadi: 120x/menit 1

Upload: tegaraulia

Post on 25-Oct-2015

114 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

makalah otitis

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Otitis

BAB III

PENDAHULUAN

KASUS

Halaman 1

An. Roni usia 8 tahun datang ke poliklnik diantar oleh Ibunya

dengan keluhan sakit di telinga kiri sejak 3 hari yang lalu. Keluhan

tersebut disertai dengan adanya demam. Selain itu ia juga mengeluh

pendengaran di telinga kirinya berkurang di sertai berdengung. Si Ibu

bercerita sebelum sakit telinga kirinya, anakanya mengalami batuk pilek

dan si Ibu mengobati sendiri dengan membeli obat batuk pilek untuk

anak-anak di warung dekat rumah. Nafsu makan menurun. Sakit menelan

tidak ada. Riwayat trauma kepala tidak ada, tidak pernah mengalami

keluhan yang sama sebelumnya. Ibu pasien juga mengaku anaknya tidak

memliki kebiasaan mengorek telinga

Hasil pemeriksaan fisik

Status General :

Keadaan umum : Tampak sakit sedang kesadaran : kompos

mentis

Tinggi badan : 130 cm berat badan: 35 kg

Tanda vital : suhu : 38,5OC Pernafasan : 18x/menit

Tekanan darah : 100/60 mmHg nadi:

120x/menit

Pemeriksaan fisik

Mata : konjungtiva anemis -/- sclera ikterik -/-

Telinga : telinga kanan : dbn

1

Page 2: Makalah Otitis

Telinga kiri : liang telinga lapang, tidak

hiperemis, secret (-)

Membrane timpani sangat menonjol dan

hiperemis.

Tes penala : Rinne (-), webber lateralisasi ke

telinga

Kiri, Schwabach memanjang.

Hidung : kedua kavum nasi lapang, konka inferior dan

konka media hiperemis, secret purulen (+) pada

kedua

rongga hidung

Tenggorokan : dalam batas normal

Leher : KGB tidak ada pembesaran

Thoraks : paru dan jantung tidak ada kelainan

Abdomen : bentuk datar, bising usus normal, nyeri tekan (-),

timpani

Ekstremitas : perfusi perifer baik akral hangat

Pemeriksaan lab : hb : 14 gr/dl trombosit :250.000/uL

Leukosit :15.000/uL LED : 20ml/jam

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang, An. Roni di diagnose Otitis Media Supuratif Akut stadium

Supurasi. Pada pasien ini di berikan antibiotic amoksisilin dan di lakukan

miringotomi.

2

Page 3: Makalah Otitis

LEARNING PROGRESS REPORT

Dari kasus diatas maka di dapatkan problem berupa :

1. Apa yang menyebabkan sakit pada telinga kirinya ?

2. Mengapa keluhannya disertai demam ?

3. Mengapa telinga kiri berdengung dan berkurang pendengaran ?

4. Apa hubungan sakit telinga dengan batuk pilek ?

5. Mengapa keluhan disertai dgn penurunan nafsu makan ?

6. Mengapa riwayat trauma ditanyakan ?

7. Apakah ada pengaruh jika sudah mengalami ini sebelumnya dengan

keluhan sekarang?

8. Mengapa kebiasan mengorek telinga ditanyakan ?

9. Apa yang menyebabkan membrane tipani sangat menonjol dan

hiperemis ?

Dari problem diatas maka di dapatkan di hoptesis berupa :

1. Gang. Struktur di telinga kirinya

2. Sakitnya disebabkan oleh infeksi

3. Peradangan mengenai neuroepitelium dan menganggu proses

pengahantaran

4. Karena ada struktur yang menghubungkan nasofaring dengan

telinga tengah

5.

3

Page 4: Makalah Otitis

6. Trauma dapat merusak struktur telinga

7. Bisa jadi pajangan kedua

8. Saat mengorek telinga serumen terdorong kedalam MAE makin

kedlm makin sempit serumen numpuk mengganggu

pendengaran

9. Peradangan hidung tuba eustachi menyebar ketelinga tengah

Dari kasus di atas di dapatkan mekanisme berupa :

An. Roni

Infeksi ISPA

Tuba Eustachius

Ke membrane timpani

Inflamasi

Dari kasus diatas 'I don’t know' yang kami dapatkan adalah :

1. Basic science anatomi telinga (telinga luar tenga, dalam)

2. Fisiologi pendengaran

3. Embriologi

4. Histology

5. Kelainan telinga luar : congenital , di dapat, liang telinga.

6. Kelainan telinga dalam : otitis media supurasi (akut dan kronik)

Otitis media non supurasi (akut dan kronik)

7. Mikroorganisme pada telinga.

4

Page 5: Makalah Otitis

BAB II

PEMBAHASAN

ANATOMI TELINGA

A. DEFINISI INDRA PENDENGARAN

Telinga merupakan indra mekanoreseptor karena memberikan respon terhadap

getaran mekanik gelombang suara yang terdapat di udara. Telinga menerima

gelombang suara yang frekuensinya berbeda,saraf yang berperan dalam indra

pendengar adalah saraf kranial kedelapan atau nervus auditorius. Telinga terdiri atas

tiga bagian, yaitu telinga bagian luar, telinga bagian tengah, dan  telinga bagian

dalam.

B. ANATOMI TELINGA

5

Page 6: Makalah Otitis

Telinga terdiri atas 3 bagian:

1.      Telinga luar (Auris eksterna)

Telinga luar terdiri atas aurikel atau pinna, meatus auditorius eksterna, dan membran timpani.

a.       Aurikel atau pinna tersusun oleh kartilago (tulang rawan) dan jaringan fibrus, kecuali pada

ujung paling bawah (cuping telinga) tersusun oleh lemak. Aurikel berfungsi membantu

pengumpulan gelombang suara.

b.      Meatus auditoris eksterna (liang telinga) merupakan saluran penghubung aurikel dengan

membran timpani. Panjangnya ± 2,5 cm, terdiri dari tulang rawan dan tulang keras. Saluran

ini mengandung rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat, khususnya menghasilkan

sekret berbentuk serum.

c.       Membran timpani atau gendang telinga menghubungkan meatus auditorius eksterna dengan

rongga timpani. Membran ini berukuran ± 1 cm dan berwarna kelabu mutiara.

2.      Telinga tengah (Auris media)

Telinga tengah atau rongga timpani adalah bilik kecil yang mengandung udara. Rongga itu

terletak sebelah dalam membran timpani. Pada bagian ini terdapat Tuba Eustakhius dan

tulang-tulang pendengaran.

a.       Tuba Eustakhius

Tuba Eustakhius bergerak ke depan dari rongga telinga tengah menuju nasofaring. Celah tuba

eustakhius akan tertutup jika dalam keadaan biasa, dan akan terbuka setiap kali kita menelan.

Dengan demikian tekanan udara dalam ruang timpani dipertahankan tetap seimbang dengan

6

Page 7: Makalah Otitis

tekanan udara di atmosfer, sehingga cedera atau ketulian akibat tidak seimbangnya tekanan

udara dapat dihindarkan. Adanya hubungan dengan nasofaring ini memungkinkan infeksi

pada hidung atau tenggorokan dapat menjalar masuk ke dalam rongga telinga tengah.

b.      Tulang-tulang pendengaran

Tulang-tulang pendengaran adalah tiga tulang kecil yang tersusun pada rongga telinga tengah

seperti rantai yang bersambung dari membran timpani menuju rongga telinga dalam.

Tulang sebelah luar adalah maleus, berbentuk seperti martil dengan gagang yang terkait pada

membran timpani, sementara kepalanya menjulur ke dalam ruang timpani.

Tulang yang berada di tengah adalah inkus atau landasan, sisi luarnya bersendi dengan

maleus, sementara sisi dalamnya bersendi dengan sisi dalam sebuah tulang kecil,

yaitu stapes.

Stapes atau tulang sanggurdi dikaitkan dengan inkus dengan ujungnya yang lebih kecil,

sementara dasarnya yang bulat panjang terkait pada membran yang menutup fenestra

vestibule atau tingkap jorong. Rangkaian tulang-tulang ini berfungsi mengalirkan getaran

suara dari gendang telinga menuju rongga telinga dalam.

3.      Telinga dalam (Auris interna)

Rongga telinga dalam itu terdiri atas berbagai rongga yang menyerupai saluran-saluran dalam

tulang temporalis. Rongga-rongga itu disebut labirin tulang dan dilapisi membran sehingga

membentuk labirin membranosa. Saluran-saluran bermembran ini mengandung cairan dan

ujung-ujung akhir saraf pendengaran dan keseimbangan.

a.       Labirin tulang terdiri atas tiga bagian:

  Vestibula yang merupakan bagian tengah, dan tempat bersambungnya bagian-bagian yang

lain, ibarat sebuah pintu yang menuju ruang tengah (vestibula) pada sebuah rumah.

  Kanalis semisirkularis (saluran setengah lingkaran) bersambung dengan vestibula. Kanalis

semisirkularis merupakan saluran setengah lingkaran yang terdiri dari tiga saluran.

Saluran satu dengan yang lainnya membentuk sudut 900, saluran tersebut yaitu kanalis

semisirkularis superior, kanalis semisirkularis posterior, dan kanalis semisirkularis

lateralis. Saluran lateralis letaknya horizontal, sementara ketiga-tiganya saling membuat

sudut tegak lurus.  Pada salah satu ujung setiap saluran terdapat penebalan yang disebut

ampula. Gerakan cairan yang merangsang ujung-ujung akhir saraf khusus dalam ampula

menyebabkan kita sadar akan kedudukan kita. Bagian telinga dalam ini berfungsi

membantu serebelum dalam mengendalikan keseimbangan, serta kesadaran akan

kedudukan tubuh kita

7

Page 8: Makalah Otitis

  Koklea adalah sebuah tabung berbentuk spiral yang membelit dirinya seperti sebuah

rumah siput. Belitan-belitan itu melingkari sebuah sumbu berbentuk kerucut yang

memiliki bagian tengah dari tulang, dan disebut modiulus.

Ada dua tingkap dalam ruang melingkar (koklea), yaitu:

        Fenestra vestibule (tingkap jorong) disebut juga fenestra ovalis, karena bentuknya

yang bulat panjang. Ditutupi oleh tulang stapes.

         Fenestra koklea disebut juga fenestra rotunda, karena bentuknya yang bulat ditutupi

oleh sebuah membran.

Kedua-duanya menghadap ke telinga dalam. Adanya tingkap-tingkap ini dalam labirin

tulang bertujuan agar getaran dapat dialihkan dari rongga telinga tengah, guna

dilangsungkan dalam perilimfa. Getaran dalam perilimfa dialihkan menuju endolimfa,

dan dengan demikian merangsang ujung-ujung akhir saraf pendengaran. Endolimfa

adalah cairan dalam labirin membranosa, sementara perilimfa adalah cairan di luar

labirin membranosa dan dalam labirin tulang. Jika terjadi ketidakseimbangan antara

endolimfa dan perilimfa, maka akan menimbulkan kelainan.

b.      Labirin membranosa terdiri dari:

  Utrikulus, bentuknya seperti kantong lonjong dan agak gepeng terpaut pada tempatnya

oleh jaringan ikat. Di sini terdapat saraf nervus akustuikus pada bagian depan dan

sampingnya ada daerah yang lonjong disebut makula akustika utrikulo. Pada dinding

belakang utrikulus ada muara dari duktus semisirkularis dan pada dinding depannya ada

tabung halus disebut utrikulosa sirkularis, saluran yang menghubungkan utrikulus

dengan sakulus.

Gambar telinga dalam atau labirin

8

Page 9: Makalah Otitis

  Sakulus bentuknya agak lonjong lebih kecil dari utrikulus, terletak pada bagian depan dan

bawah dari vestibulum dan terpaut erat oleh jaringan ikat, tempat terdapat nervus

akustikus.

Pada bagian depan sakulus ditemukan serabut-serabut halus cabang nervus akustikus yang

berakhir pada makula akustika sakuli. Pada permukaan bawah sakulus ada duktus reunion

yang menghubungkan sakulus dengan duktus koklearis. Di bagian sudut sakulus

vestibularis menuju permukaaan bagian bawah tulang temporalis dan berakhir sebagai

kantong buntu disebut sakus endolimfatikus, yang terletak tepat di lapisan otak duramater.

  Duktus semisirkularis. Ada tiga cabang selaput semisirkularis yang berjalan dalam kanalis

semisirkularis (superior, posterior, dan lateralis). Penampangnya kira-kira sepertiga

penampang kanalis semisirkularis. Bagian duktus yang melebar disebut ampula selaput.

Setiap ampula mengandung satu celah sulkus ampularis yang merupakan tempat

masuknya cabang ampula nervus  akustikus, sebelah dalam ada krista ampularis yang

terlihat menonjol ke dalam yang menerima ujung-ujung saraf.

  Duktus koklearis, merupakan saluran yang bentuknya agak segitiga seolah-olah membuat

batas pada koklea timpani. Atap duktus koklearis terdapat membran vestibularis pada

alasnya terdapat membran basilaris. Duktus koklearis mulai dari kantong buntu (seikum

vestibular) dan berakhir tepat di seberang kanalis lamina spiralis pada kantong buntu

(seikum ampulare). Pada membran basilaris ditemukan organ korti sepanjang duktus

koklearis yang merupakan hearing sense organ.

C. SARAF PENDENGARAN

Saraf yang melayani indra pendengaran ini adalah saraf cranial kedelapan atau nervus

auditorius. Saraf pendengaran ini terdiri dari dua bagian:

1.      Saraf vestibular rongga telinga dalam yang mempunyai hubungan dengan keseimbangan.

Serabut-serabut saraf ini bergerak menuju nukleus vestibularis yang berada pada titik

pertemuan antara pons dan medula oblongata, lantas kemudian bergerak terus menuju

serebelum.

2.      Saraf koklearis pada nervus auditorius adalah saraf pendengar yang sebenarnya. Serabut

sarafnya mula-mula dipancarkan kepada sebuah nukleus khusus yang berada tepat di

belakang thalamus, lantas dari sana dipancarkan lagi menuju pusat penerima akhir dalam

korteks otak yang terletak pada bagian bawah lobus temporalis.

Cedera pada saraf koklearis akan berakibat ketulian saraf, sementara cedera pada saraf

vestibularis akan berakibat vertigo, ataksia, dan nistagmus.

9

Page 10: Makalah Otitis

HISTOLOGI

A. TELINGA LUAR

10

Page 11: Makalah Otitis

1. Auricula atau Pinna

Suatu lempeng kartilago elastis ireguler berbentuk corong , yang ditutupi secara erat

oleh kulit dan menghantarkan gelombang suara ke telinga

2. Meatus Acusticus Externus

Saluran yang terjulur dari permukaan

lateral kepala. Dilapisi oleh epitel

skuamosa berlapis. Terbentang dari

lubang auricula ke membrana

tympani (gendang telinga).

Lapisan kulit terdapat :

Folikel rambut (F)

Kelenjar sebasea (SG) :

menghasilkan serumen

Kelenjar keringat aokrin termodifikasi (kelenjar seruminosa / CG) : serumen

3. Membran Timpani

Pada ujung bagian dalam meatus acusticus externus terdapat suatu lembaran epitelial

yang disebut sebagai membran timpani.

Lapisan :

Luar : epidermis atau epitel

Dalam : epitel selapis kuboid yang menyatu dengan lapisan rongga timpani

ditelinga tengah

B. TELINGA TENGAH

Telinga tengah mengandung rongga timpani yang berisi udara, suatu ruang ireguler yang

berada di dalam os temporal di antara membran timpani dan permukaan tulang telinga dalam.

Anterior : berhubungan dengan faring melalui tuba auditorius ( tuba eustachii)

Posterior : berhubungan dengan rongga mastoid yang berisikan udara pada os

temporale

Rongga timpani dilapisi oleh :

Selapis epitel kuboid yang berada di lamina propria yang sangat melekat pada

perioteum

11

Page 12: Makalah Otitis

Saat dekat tuba eustachii sel-sel tersebut berubah menjadi epitel bertingkat silindris

bersilia yang melapisi tuba tersebut

Terdapat dua area berlapis membran da tidak bertulang :

Tingkat lonjong (fenestra ovalis)

Tingkat bundar ( fenestra rotunda)

Membran timpani berhubungan dengan tingkap lonjong melalui sederatan tiga tulang kecil

yang disebut ossicula auditus terdiri dari malleus, incus, dan stapes. Ketiganya berfungsi

menghantarkan getaran mekanis membran timpani ke telinga dalam.

C. TELINGA DALAM

Telinga dalam berada sepenuhnya di dalam os temporale. Terdapat bagian yang disebut

labirin vestibule dan labirin membranosa

Labirin vetibular : yang memperantarai sensasi keseimbangan dan terdiri dari

dua saccus yang berhubungan (utriculus dan saculus) dan tiga duktus semisirkularis

yang timbul dari utriculus.

Labirin koklear : berperan pada pendengaran dan memiliki dukstus koklearis

yang berhubungan dengan sacculus.

Regio interna telinga terdiri atas sebuah rongga

di atas os temporal , labirin tulang yang

menampung suatu labirin membranosa berisi

cairan. Labirin membranosa mencakup organ

vestibular untuk sensasi kesetimbangan dan

keseimbangann (sacculus, utrikulus dan duktus

semisirkularis) dan koklea untuk sensasi

pendengaran.

Makula vestibularis dan sel-selnya

a. Dua area sensoria makula berada di dinding epitelial utriculus dan sacculus di

kompleks vestibuler. Secara histologi serupa dan mengandung sel mekanoreseptor

yang disebut sel rambut yang menggunakan gravitasi dan pergerakkan endolinfa

12

Page 13: Makalah Otitis

untuk mendeteksi orientasi kepala yang diam dan percepatan linier pada kepala yang

bergerak.

b. Makula terdiri atas sel rambut, sel penyokong dan ujung cabang vestibular saraf

kranial delapan. Permukaan apikal sel rambut dilapisi oleh lapisan atau membran

otolitik gelatinosa. Ujung basal memiliki hubungan sinaps dengan serabut saraf.

c. Ada stereosilia lurus yang memiliki berkas aktin , dan sebuah kinsilia panjang.

(sebuah silia dengan ujungnya yang sedikit membesar).

Ampulla dan crista di duktus semisirkularis

Setiap duktus semisirkularis memiliki

ujung yang melebar yang disebut sebagai

ampulla.

Dinding setiap ampula meninggi sebagai

rigi atau crista apmpula.

Sel rambut di crista ampulla hampir sama

seperti dimakula dengan berkas rambut

yang menonjol kedalam lapisan

proteoglikan berbentuk kubah atau kupula

Koklea dan organ spiral

Koklea memiliki bentuk yang menyerupai siput pada labirin tulang dan labirin membranosa.

13

Page 14: Makalah Otitis

FISIOLOGI PENDENGARAN

A. PENDENGARAN

Suara ditimbulkan akibat getaran atmosfer yang dikenal sebagai gelombang suara,

yang kecepatan dan volumenya berbeda-beda. Gelombang suara bergerak melalui rongga

telinga luar yang menyebabkan membran timpani bergetar. Getaran ini diteruskan oleh

rangkaian tulang pendengaran dalam telin13ga tengah ke perlimfa dalam vestibulum hingga

menimbulkan gelombang tekanan dalam perlimfa dan pergerakan cairan dalam skala

vestibular dan skala timpani. Membran timpani pada tingkap bulat bergerak bebas sebagai

katup pengaman dalam pergerakan cairan ini, yang juga menggerakkan duktus koklearis dan

membran basilarisnya. Membran basilaris pada basis koklea peka terhadap bunyi

berfrekuensi tinggi, sedangkan bunyi berfrekuensi rendah lebih diterima pada bagian lain dari

duktus koklearis. Setelah mencapai ujung-ujung akhir saraf dalam organ corti kemudian

14

Page 15: Makalah Otitis

diantarkan menuju otak oleh nervus auditorius. Suara merambat dengan kecepatan 343 meter

per detik dalam udara tenang, pada suhu 15,50C.

B. PENGHANTARAN SUARA

Suara dihasilkan oleh benda bergetar dalam medium fisik (udara, air, dan benda

padat), tidak dapat didengar melalui hampa udara.

Telinga menerima gelombang suara dengan membedakan frekuensinya dan mengubah

gelombang suara dari luar menjadi potensial aksi dalam nervus koklearis. Gelombang diubah

oleh gendang telinga (membran timpani) dan tulang-tulang pendengar menjadi gerakan papan

kaki stapes. Gerakan ini menimbulkan gelombang pada cairan telinga dalam (cairan koklea).

Gelombang pada organ korti menimbulkan potensial aksi pada serabut-serabut saraf sebagai

respons yang ditimbulkan oleh gelombang suara.

Sebagai respons yang ditimbulkan, gelombang suara pada membran timpani bergerak ke

dalam sebagai suatu resonator yang menghasilkan getaran dari sumber suara. Gerakan

diteruskan pada manubrium maleus, berayun pada poros melalui batas antara saluran panjang

dan pendek lalu meneruskan getaran dari manubrium ke inklus  lalu dihantarkan ke stapes.

Mengubah resonasi (intensifikasi suara) yang menghasilkan getaran dari membran

timpani menjadi geakan stapes untuk mengarahkan skala vestibuli koklea yang terisi dengan

perlimfa. Sistem ini dinamakan tekanan suara yang sampai pada jendela lonjong. Hasil kerja

dari maleus dan inkus memperbesar gaya 1,3 kali dari luas membran timpani, jauh lebih besar

dari luas papan kaki stapes, pemborosan energi suara karena resistensi 60% dari energi suara

yang telah sampai pada membran timpani berhasil dihantarkan ke cairan dalam koklea.

1. Refleks gendang

Apabila otot telinga tengah (Membran tensor timpani dan membran stapedium) berkontraksi,

menarik manubrium malleus ke dalam dan papan kaki stapes keluar. Suara yang keras

menimbulkan refleks kontraksi otot yang dinamakan refleks gendang. Refleks gendang  ini

berfungsi untuk melindungi dan mencegah gelombang suara keras yang dapat menyebabkan

perangsangan yang berlebihan pada reseptor pendengar. Akan tetapi, watu reaksi untuk

refleks adalah 40-160 ms sehigga refleks tidak melindungi dari rangsangan yang sangat

singkat seperti suara tembakan.

2. Penghantaran tulang dan udara

15

Page 16: Makalah Otitis

Telinga dalam yaitu koklea tertanam pada kavitas (cekungan tulang) dalam os temporalis

yang disebut labirin tulang, getaran seluruh tulang tengkorak dapat menyebabkan getaran

cairan pada koklea itu sendiri. Oleh karena itu pada kondisi yang memungkinkan garpu tala

atau penggetar elektronik diletakkan pada setiap prortuberonsia tulang tengkorank dan

proseus mastoideus sehingga telinga dapat mendengar getaran suara.

a. Penghantaran gelombang suara ke cairan telinga dalam melalui membran timpani dan tulang

tulang pendengar yang dinamakan penghantar tulang teliga tengah.

b. Gelombang suara menimbulkan getaran pada membran timpani sekunder yang menutup

jendella bundar (penghantaran udara).

c. Penghantaran tulang transminsi getaran dari tulang-tulang tengkorak ke cairan telinga dalam.

3. Gelombang jalan

Papan kaki  stapes menimbulkan serangkaian gelombang berjalan pada perlimfa dalam skala

vestibuli. Apabila gelombang bergerak ke arah koklea, tinggi gelombang meningkat sampai

maksimum dan kemudian menurun dengan cepat. Jarak dari stapes sampai ketinggian

maksimum berubah-ubah tergantung pada frekuensi getaran. Gelombang suara nada tinggi

akan menimbulkan gelombang yang mencapai tinggi maksimum dekat pada basisi koklea,

sedangkan suara nada rendah menimbulkan gelombang memuncak dekat dengan apeks

dinding. Tulang dari skala vestibuli menjadi kaku, tetapi membran ini fleksibel. Membran

basilaris tidak dalam keadaan tegang dan dapat dilakukan ke dalam skala timpani oleh

puncak gelombang dalam skala vestibuli.

C. KEMAMPUAN DENGAR

Telinga manusia dapat mendengar frekuensi 20-20.000 Hz. Ambang dengar suara

(kepekaan) tidak sama dengan frekuensi. Kepekaan tertiggi adalah 1-4 Khz, anjing dapat

mendengar suara 50 Khz, sedangkan kelalawar dapat mendengar suara ultra di atas 20 Khz.

Kekerasan suara ditentukan oleh sistem pendengaran melalui tiga cara :

1. Ketika suara menadi keras, amplitudo getaran membran basilaris dan sel rambut juga

meningkat sehingga sel-sel rambut meneksitasi ujung saraf dengan lebih cepat.

2. Ketika getaran amplitudo getaran meningkat, penigkatan ini menyebabkan semakin

banyaknya sel rambut di atas lingkaran pinggir bagian membran basilaris menjadi

terangsang bukan melalui beberapa saraf.

16

Page 17: Makalah Otitis

3. Sel rambut sebelah luar tidak terangsang secara bermakna sampai getaran basilaris

mencapai intensitas yang tinggi kemudian stimuasi sel-sel ini menggambarkan pada

sistem saraf bahwa suara itu sangat keras.

D. PUSAT PENDENGARAN DAN HUBUNGANNYA

Pusat pendengaran teletak di otak, jarasanya sangat rumit dan belum banyak

diketahui. Neuron auditorik primer mempunyai badan sel di ganglia spiral yang berlokasi di

koklea. Akson sentral dari neuron bipolar ini setelah keluar dari koklea akan bergabung

engan serabut dari organ vestibul utuk membentuk saraf VII (nervus auditorius) dan masuk

ke medulla. Serabut auditorik berakhir di nuklei koklea, dari stasiun ini terjadi beberapa

koneksi dengan pusat saraf di otak.

1. Pusat auditorik medular, berfungsi mencari sumber bunyi, refleks pendengar mengatur

otak telinga tengah jika tba-tiba mendengar suatu alarm.

2. Pusat midbrain, kolikus inferior dan formasio artikularis mengatur refleks pendengar

yang berkaitan dengan gerak kepala dan mata guna mencari sumber bunyi, masuk

auditorik ke formasi retikular dan mempunyai pengaruh besar terhadap

kewaspadaan, perhatian, dan terjaganya seseorang.

3. Korikular inferior, proyeksi bunyi lebih atas dari persepsi suara yang dipancarkan ke

nuklei genikulata medial dari thalamus karena adanya penyilangan, maka proyeksi

auditorik bersifat bilateral dengan proyeksi kontralateral yang lebih intensif.

E. POTENSIAL AKSI DALAM SERABUT PENDENGARAN

Frekuensi potensial aksi dalam serabut pendengar sebanding dengan kekerasan bunyi.

Pada intensibitas bunyi yang rendah, tiap akson melepaskan listrik terhadap bunyi hanya 1

frekuensi. Frekuensi ini bervariasi dari akson ke akson, bergantung pada bagian koklea

tempat asal serabut.

Pada intensitas bunyi yang lebih tinggi, akson tersendiri melepaskan listrik terhadap

spektrum frekuensi bunyi yang lebih lebar. Khusus terhadap frekuensi yang lebih rendah

daripada frekueensi saat timbul rangsangan ambang area respons, tiap gelombangnya

menyerupai bentuk bentuk gelombang yang berjalan di dalam koklea.

17

Page 18: Makalah Otitis

Penentuan tinggi nada yang diterima bila suatu gelombang bunyi membentur telinga

berada didalam korti yang dirangsang maksimum. Gelombang berjalan yang dibentuk oleh

suatu nada menghasilkan cekungan puncak pada lamina basilaris, akibatnya rangsangan

reseptor maksimum pada suatu titik.

Jarak antara titik ini dengan stapes berhubungan terbalik dengan tinggi nada bunyi.

Nada rendah menghasilkan rangsangan maksimum pada basisi koklea.

Bila frekuensi cukup rendah, maka serabut saraf mulai berespons dengan suatu impuls

terhadap tiap siklus gelombang bunyi. Walaupun tinggi nada satu suara tergantung pada

frekuensi gelombang bunyi, kekerasan juga memainkan sebagian nada rendah di bawah 500

Hz tampak lebih rendah dan nada tinggi di atas 4000 Hz tampak lebih tinggi karena

kekerasannya meningkat kecuali berlangsung lebih dai 0,01 detik. Bila terlalu lama 0,1 detik,

tinggi nada akan meningkat karena lamanya juga meningkat.

KESEIMBANGAN

Nervus vestibularis yang tersebar hingga kanalis semisirkularis, menghantarkan impuls-

impuls menuju otak. Impuls-impuls ini dibangkitkan dalam kanal-kanal tadi, karena adanya

perubahan kedudukan cairan dalam kanal atau saluran itu. Hal ini mempunyai hubungan erat

dengan kesadaran kedudukan kepala terhadap badan. Apabila seseorang didorong sekonyong-

konyong ke arah satu sisi, maka kepala orang itu cenderung akan miring ke arah yang lain

guna mempertahankan keseimbangan. Berat badan diatur, posisi berdiri dipertahankan, dan

jatuhnya badan dapat dipertahankan. Perubahan kedudukan cairan dalam saluran

semisirkularis inilah yang merangsang impuls, yang segera dijawab badan berupa gerak

refleks, guna memindahkan berat badan serta mempertahankan keseimbangan1823.

18

Page 19: Makalah Otitis

A. FUNGSI APARATUS VESTIBULARIS

Apparatus vestibularis mempunyai dua komponen yaitu kanalis semi sirkularis dan

utikulus serta sakulus. Jika terjadi kerusakan pada utrikulus sakulus akan membuat

keseimbangan hilang pada posisi badan atas bawah, sedangkan jika terdapat kerusakan pada

kanalis semisirkularis akan mengganggu gerakan berbalik (ekuilibrium dinamik).

Berikut beberapa fungsi apparatus vestibularis :

1. Deteksi akselerasi linier oleh organ makular

Sakulus (kantung kecil) dan utrikus (tas kecil) adalah tonjolan kecil pada

dinding telinga dalam dan masig-masing berisi makula (organ makula) yang terendam

dalam endolimfa, setiap makula merupakan organ reseptor tranduksi mekanoelektrik

berisi sel rambut.

Setiap sel rambut terdiri atas beberapa stereosilia di apeksnya dan satu

kinosilia (filament protoplasma), dikelilingi membran otolitik yang berisi Kristal

kalsium karbonat kecil (panjang 1-19 mikron) yang disebut otolit (batu telinga).

Jika kepala bergerak (percepatan) linier ke jurusan manapun, macula bergerak

bersamanya, tetapi otolit lebih pekat dari cairan di sekitarnya sehingga ketinggalan

bergerak dan stereosilia mengalami distorsi (menyimpang bayangan) sehingga

menghasilkan potensial reseptor daam sel rambut. Potensial ini secara sinapatik

memicu aksi potensial serabut saraf vestibular yang kemudian dikirim ke otak.

Orirentasi sakulus dan utrikulus sedemikian rupa sehingga makula memberi

informasi pada otak tentang perubahan gerakan linier kepala dan badan, sebagai

konsekuensinya aktivasi makular terjadi, terutama saat awal (akselerasi) dan akhir

(deselerasi) gerakan, jadi dalam mobil yang bergerak atau elevator, kita merasakan

gerakan pada saat awal dan akhir.

2. Deteksi akselerasi rotasional

Kanalis semi sirkularis dari apparatus vestibuli berperan dalam gerak rotasi.

Tiga kanal yang berisi cairan terletak tegak satu sama lain. Oleh karena itu, gerak

rotasi kepala ke jurusan manapun akan merangsang setidaknya salah satu kanal.

Di setiap ujung masing-masing kanal terdapat organ indra transduksi mekano

elektrik, yang disebut ampulla. Seperti makula, setiap ampula berisi sel rambut

19

Page 20: Makalah Otitis

dengan struktur silia yang sama, dikelilingi lapisan gelatin yang disebut kupula

(cangkir kecil=cup kecil). Kapula menyilang lumen kanal ke dinding kanal lainnya.

Akselerasi rotasi gerakan kepala menggerakkan kanalis

semisirkularis, mengubah pelekatan kupula ke jurusan sama, tetapi cairan endolimfa

tertinggal. Oleh karena adanya inersia, perbedaan gerakan cairan akan mendistorsi

stereosilia, membuat potensial reseptor dalam sel rambut. Potensial reseptor memicu

seranbut saraf vestibular. Potensial aksi (impuls saraf) akan memberikan informasi

pusat vestibular otak tentang gerak rotasi tertentu.

B. FUNGSI KOMPONEN UTAMA TELINGA

Berikut fungsi komponen utama telinga yang di tuliskan dalam tabel :

Struktur Letak Fungsi

Telinga luar Samping kiri kanan di

bawah temporal.

Mengumpulkan dan

memindahkan gelombang suara

ke telinga tengah.

Pinna (daun telinga) Lempeng tulang rawan yang

terbungkus kulit dan

terletak di kedua sisi kepala.

Mengumpulkan gelombang

suara ke memban timpani

mengandung rambut-rambut

penyaring dan menyekresikan

kotoran telnga untu menangkap

partikel-partikel asing.

Meatus auditorius

ekternus (liang

telinga)

Saluran dari ekterior

melalui tuang temporalis ke

membran timpani.

Bergetar secara sinkron dengan

gelombang suara

yangmengenainya menyebabkan

tulang-tulang pendengaran

telinga tengah bergetar.

Telinga tegah Rangkaian tulang yang

dapat bergerak yang

berjalan melintasi rongga

telinga tegah,maleus

melekat ke membran

timpani dan stapes melekat

pada jendela oval.

Memindahkan getaran membran

timpani ke cairan di

koklea,dalam prosesnya

memperkuat energi suara.

20

Page 21: Makalah Otitis

Maleus, inkus,

stapes

Membran tipis di pintu

masuk koklea,memisahkan

telinga tengah dengan skala

vestibuli

Bersilia secara sinkron dengan

getaran membran timpani,serta

menimbulkangetaran seperti

gelombang di perlimfa koklea

dengan frekuensi yang sama.

Telinga dalam:

koklea

Kompartemen atas koklea

dan kompartemen bawah

koklea.

Tempat sistem sensorik untuk

mendengar

Jendela oval Kompartemen tengah

koklea.

Bergetar bersama dengan getaran

stpes yang melekat padanya.

Gerakan jendela oval

menyebabkan perlimfa koklea

bergerak.

Skala vestibuli, skala

timpani

Membentuk lantai duktus

koklearis.

Mengandung perlimfa yang

dibuat bergerak oleh gerakan

jendela oval yang didorang oleh

getaran tulang-tulang telinga

tengah.

Duktus koklearis

(skala media)

Terletak di bagian atas dan

di sepanjang membran

basilaris.

Memgandung endolimfa: tempat

membran basilaris.

Membran basilaris Membran stasioner yang

tergantung di atas organ

korti dan tempat sel-sel

rambut reseptor permukaan

tertanam di dalamnya.

Mengandung endolimfe: tempat

membran basilaris.

Mengandung sel rambut,

reseptor untuk suara, yang

mengeluarkan potensial reseptor

sewaktu terbekuk akibat cairan

di koklea.

Organ korti Membran tipis yang

memisahkan skala timpani

dari telinga tengah.

Tempat rambut sel-sel reseptor

tertanam di dalamnya menekuk

dan membentuk potensial

21

Page 22: Makalah Otitis

reseptor ketika membrane

basilaris bergetar terhadap

membran tektorial yang

stasioner.

Membran tectorial Tiga saluran semisirkuler

yang tersusun tiga dimensi

dalam bidang-bidang yang

tegak lurus satu sama lain di

dekat korteks jauh di dalam

tulang temporalis.

Bergerak bersama dengan

getaran cairan di perilimfe untuk

meredam tekanan di dalam

koklea, tidak berperan di dalam

penerimaan suara.

Jendela bundar Struktur seperti kantong

rongga antara koklea dan

kanalis semisirkularis.

Tempat sistem sensoris untuk

keseimbangan dan memberikan

masukan yang penting untuk

mempertahankan postur dan

keseimbangan.

Telinga dalam

(aparatus

vestibularis)

Terletak disamping

utrikulus

Mendeteksi: akselarasi

(percepatan) deselarasi

(perlambatan) rotasional atau

angular.

Kanalis semi

sirkularis

Mendeteksi: 1) perubahan posisi

kepala menjauhi sumbu vertikal,

2) mengarahkan akselarasi dan

deselerasi linear secara

horizontal.

Utrikulus

Sakulus

Mendeteksi: 1) perubahan posisi

kepala menjauhi sumbu

horizontal, 2) mengarahkan

akselarasi dan deselerasi linear

secara vertikal.

22

Page 23: Makalah Otitis

KELAINAN TELINGA LUAR

A. KELAINAN KONGENITAL

1. Atresia Liang Telinga dan Mikrotia

Selain dari liang telinga yang tidak terbentuk, juga biasanya disertai dengan

kelainan daun telinga dan tulang pendengaran. Penyebab kelainan ini belum diketahui

dengan jelas, diduga karena faktor genetik, seperti infeksi virus atau intoksikasi bahan

kimia pada kehamilan muda. Diagnosis atresia telinga kongenital hanya dengan

melihat daun telinga yang tidak tumbuh dan liang telinga yang atresia saja.

Atresia liang telinga dapat unilateral atau bilateral. Tujuan rekonstruksi adalah

selain dari memperbaiki fungsi pendengaran juga untuk kosmetik. Operasi dilakukan

dengan bedah mikro telinga.

2. Fistula Periaurikular

Fistula periaurikular terjadi ketika pembentukan daun telinga dalam masa

embrio. Kelainan ini berupa gangguan embrional pada arkus brakial 1 dan 2. Fistula

dapat ditemukan di depan tragus atau di sekitarnya, dan sering terinfeksi. Pada

keadaan tenang tampak muara fistula berbentuk bulat atau lonjong, berukuran seujung

23

Page 24: Makalah Otitis

pensil. Dari muara fistula sering keluar sekret yang berasal dari kelenjar sebasea. Bila

tidak ada keluhan, operasi tidak perlu dilakukan. Akan tetapi bila terdapat abses

berulang dan pembentukan sekret kronis, maka perlu dilakukan pengangkatan fistula

itu seluruhnya, oleh karena apabila tidak bersih dapat menyebabkan kekambuhan.

3. Lop Ear (Bat’s Ear)

Kelainan ini merupakan kelainan kongenital, yaitu bentuk abnormal daun

telinga. Tampak daun telinga lebih lebar dan lebih berdiri. Secara fisiologik tidak

terdapat gangguan pendengaran, tetapi dapat menyebabkan gangguan psikis karena

estetik.

B. KELAINAN DAUN TELINGA

1. Hematoma

Hematoma daun telinga disebabkan oleh trauma, sehingga terdapat

penumpukan bekuan darah di antara perikondrium dan tulang rawan. Bila bekuan

darah ini tidak dikeluarkan dapat terjadi organisasi dari hematoma, sehingga tonjolan

menjadi padat dan permanen. Cara mengeluarkan bekuan darah itu ialah dengan

melakukan insisi secara steril. Komplikasi yang terjadi, bila tindakan tidak steril ialah

perikondritis.

2. Perikondritis

Perikondritis (radang pada tulang rawan daun telinga) terjadi karena trauma,

pasca operasi telinga (mastoiditis) dan sebagai komplikasi pseudokista. Pengobatan

dengan antibiotik sering gagal. Dapat terjadi komplikasi, yaitu tulang rawan hancur

dan menciut serta keriput, sehingga terjadi telinga lisut (cauliflower ear).

3. Pseudokista

Pada kelainan ini terdapat cairan kekuningan di antara tulang rawan daun

telinga dan perikondrium. Pasien tidak merasa nyeri, datang ke dokter karena ada

benjolan di daun telinga yang tidak diketahui penyebabnya. Sebagai terapi dilakukan

pungsi secara steril, kemudian dilakukan balut tekan atau dengan gips selama

24

Page 25: Makalah Otitis

seminggu supaya perikondrium melekat di tulang rawan. Apabila perlengketan tidak

sempurna dapat timbul kekambuhan, dan bila pungsi tidak steril, dapat terjadi

perikondritis dan berlanjut menjadi telinga lisut(cauliflower ear).

C. KELAINAN TELINGA LUAR

1. Serumen

Serumen ialah hasil produksi kelenjar sebasea dan kelenjar serumen yang

terdapat di kulit sepertiga luar liang telinga. Konsistensinya biasanya lunak, tetapi

kadang-kadang padat, terutama dipengaruhi oleh faktor keturunan di samping faktor

lain seperti iklim dan usia.

Walaupun tidak mempunyai efek anti bakteri maupun anti jamur, serumen

mempunyai efek proteksi, sebab membantu membawa kotoran yang ada di liang

telinga, seperti pengelupasan kulit, debu yang masuk ke liang telinga.

Pada keadaan normal serumen tidak akan tertumpuk di liang telinga. Serumen

itu akan keluar sendiri pada waktu mengunyah, dan setelah sampai di liang telinga

akan menguap karena panas. Serumen yang menumpuk di liang telinga dapat

mengakibatkan gangguan pendengaran (tuli konduktif). Untuk membersihkan

serumen tergantung pada konsistensinya.

Gejala klinik: Keluhan rasa tersumbat di telinga, pendengaran berkurang dan

kadang-kadang berdengung. Pada pemeriksaan liang telinga tampak serumen dalam

bentuk lunak, liat, keras dan padat.

Penatalaksanaan:

a. Serumen cair

Bila serumen sedikit, bersihkan dengan kapas yang dililitkan pada pelilit kapas

atau disedot dengan pompa penghisap.

b. Serumen lunak

Bila serumen banyak dan tidak ada riwayat perforasi membran timpani, lakukan

irigasi liang telinga dengan larutan permanganat 1/1000 suhu larutan sesuai suhu

tubuh. Bila ada riwayat perforasi membran timpani, maka tidak dapat dilakukan

irigasi. Bersihkan serumen dengan kapas yang dililitkan pada pelilit kapas.

c. Serumen liat

Dikait dengan pengit serumen, apabila tidak berhasil lakukan irigasi dengan syarat

tidak ada perforasi membrana timpani.

25

Page 26: Makalah Otitis

d. Serumen keras dan padat

Apabila serumen berukuran besar dan menyumbat liang telinga, lunakkan terlebih

dahulu dengan meneteskan karboliserin 10% selama 3 hari, kemudian keluarkan

dengan pengait atau dilakukan irigasi.

2. Benda Asing di Liang Telinga

Benda asing di liang telinga dapat berupa benda mati, benda hidup, binatang,

komponen tumbuh-tumbuhan atau mineral. Adanya benda asing di liang telinga dapat

menyebabkan tuli konduktif. Benda asing dapat ditarik dengan pengait serumen, bisa

juga dengan menggunakan cunam atau pengait.

3. Otitis Eksterna

Otitis eksterna ialah radang telinga akut ataupun kronis yang disebabkan oleh

bakteri. Seringkali timbul bersama penyebab lain, seperti jamur, alergi, atau virus

sehingga sulit dibedakan.

Faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya penyakit ini adalah udara

yang hangat dan lembab, pH di liang telinga (pH biasanya normal atau asam. pH yang

basa akan menurunkan proteksi terhadap infeksi). Pada keadaan yang hangat dan

lembab, kuman dan jamur mudah tumbuh. Hal lain ialah trauma ringan (ketika

mengorek telinga) atau karena berenang yang menyebabkan perubahan pada kulit

karena terkena air.

a. Otitis Eksterna Akut

- Otitis Eksterna Sirkumskripta (Furunkel = Bisul)

Oleh karena di sepertiga luar liang telinga mengandung adneksa kulit,

seperti folikel rambut, kelenjar sebasea, dan kelenjar serumen, maka di tempat

itu dapat terjadi infeksi pada pilosebaseus, sehingga membentuk furunkel

(bisul).

Kuman penyebabnya (etiologi) biasanya Staphilococcus

aureus atau Staphilococcus albus. Gejalanya ialah rasa nyeri yang hebat, tidak

sesuai dengan besar bisul. Hal ini diseabkan karena kulit liang telinga tidak

mengandung jaringan longgar di bawahnya, sehingga rasa nyeri timbul pada

penekanan perikondrium. Rasa nyeri dapat juga timbul spontan pada waktu

membuak mulut (sendi temporomandibula). Selain itu dapat juga terjadi

gangguan pendengaran, bila furunkel besar dapat menyumbat liang telinga.

26

Page 27: Makalah Otitis

Penatalaksanaan:

Diberikan antibiotik dalam bentuk salep seperti neomisin, polimiksin

B, atau basitrasin; atau antiseptik (asam asetat 2-5% dalam alkohol 2%); atau

tampon iktiol dalam liang telinga selama 2 hari.

Bila sudah menjadi abses, diaspirasi secara steril untuk mengeluarkan

nanahnya (pus). Kalau dinding furunkelnya tebal, dilakukan insisi kemuadian

dipasang drain untuk mengalirkan nanah. Tidak perlu diberikan antibiotik

sistemik, cukup obat simtomatik, seperti analgetik dan obat penenang.

- Otitis Eksterna Difus

Otitis eksterna difus dapat terjadi sekunder pada otitis media supuratif

kronis (OMSK) atau otitis media akut (OMA).

Kuman penyebabnya (etiologi) biasanya

golongan pseudomonas, Staphilococcus albus, Escherichia

coli dan Enterobacter aerogenes.

Gejala klinis: Gejala sama dengan otitis media sirkumskripta. Tampak

duapertiga dalam kulit liang telinga sempit, hiperemis, dan edema tanpa batas

yang jelas, serta tidak ditemukan furunkel. Kadang terdapat sekret yang

berbau, tidak mengandung lendir. Dapat disertai demam dan pembesaran

kelenjar getah bening regional.

Penatalaksanaan: masukkan tampon yang mengandung antibiotik ke liang

telinga supaya terjadi kontak yang baik antara obat dengan kulit yang

meradang.

Dapat diberikan kompres rivanol 1/1.000 selama 2 hari. Dapat

digunakan obat tetes telinga yang mengandung polimiksin B/kolistin,

neomisin dan hidrokortison atau kloramfenikol.

Bila kasus berat, diperlukan antibiotik sistemik atau oral. Bila terjadi

akibat infeksi telinga tengah maka penyebabnya yang harus diobati.   

b. Otitis Eksterna Maligna

Merupakan suatu tipe khusus dari infeksi akut yang difus di liang telinga

luar. Biasanya pada orang tua dengan diabetes melitus. Pada otitis eksterna maligna

peradangan dapat meluas secara progresif ke lapisan subkutis dan organ di sekitarnya.

Dengan demikian dapat menimbulkan kelainan berupa kondritis, osteitis, dan

27

Page 28: Makalah Otitis

osteomielitis yang dapat mengakibatkan kehancuran tulang temporal. Etiologi

(penyebab): Pseudomonas

Gejala dapat dimuali dengan rasa gatal di liang telinga yang dengan cepat

diikuti oleh nyeri hebat dan sekret yang banyak dan pembengkakan liang telinga.

Rasa nyeri akan semakin menghebat, liang telinga akan tertutup oleh tumbuhnya

jaringan granulasi secara subur.

Saraf fasial dapat terkena sehingga menimbulkan paresis atau paralisis fasial.

Kelainan patologik yang penting ialah osteomielitis yang progresif (disebabkan

infeksi kumanPseudomonas aeroginosa).

Terapi: Pengobatan dengan pemberian antibiotik dosis tinggi

terhadap Pseudomonas aeroginosa yang dikombinasikan dengan aminoglikosida dan

diberikan secara parenteral 4-6 minggu. Bila perlu dilakukan debridemen pada

jaringan nekrotik di liang telinga dan kavum timpani. Yang terpenting, gula darah

harus dikontrol (pada pasien DM).

4. Otomikosis

Infeksi jamur di liang telinga dipermudah oleh kelembaban yang tinggi. Yang

tersering ialah jamur aspergilus. Kadang-kadang kandida albikans, dll. Gejala berupa

rasa gatal dan rasa penuh di liang telinga. Tapi kadang juga tanpa keluhan. Pengobatan

dengan membersihakn liang telinga. Larutan asam asetat 2-5% dalam alkohol biasanya

dapat menyembuhkan. Kadang diperlukan obat anti jamur (salep) secara topikal.

28

Page 29: Makalah Otitis

KELAINAN TELINGA TENGAH

A. PENYAKIT MEMBRAN TIMPANI

Penyakit membran timpani biasanya menyertai perubahan patologi telinga tengah

dan mastoid, akan tetapi adakalanya penyakit secara primer berasal dari membran

timpani. Penyakit membran timpani dengan suatu proses patologik primer dapat

menimbulkan gambaran:

a. Membran timpani dapat menebal akibat peradangan.

b. Berbercak-bercak putih tebal atau menjadi putih tebal seluruhnya akibat timbunan

kolagen terhialinisasi pada lapisan tengahnya sebagai akibat peradangan terdahulu

(timpanosklerosis).

c. Membran timpani dapat menjadi lebih tipis akibat hilangnya lapisan membrana

propria yang hampir selalu disebabkan disfungsi tuba eustakius.

d. Membran timpani dapat mengalami retraksi bila terdapat suatu vakum dalam telinga

tengah, atau dapat menonjol bila terdapat cairan, infeksi atau massa jaringan dalam

telinga tengah.

29

Page 30: Makalah Otitis

e. Membran timpani dapat pula mengalami perforasi akibat trauma dengan atau tidak

dapat disertai putusnya rantai osikula. Perforasi membran timpani dapat digolongkan

menjadi 4 (empat) tipe berdasarkan lokasinya: tuba, sentral, marginal dan pars

flaksida.

Miringitis merupakan peradangan pada membran timpani. Peradangan ini dapat

menyertai radang telingan tengah atau suatu otitis eksterna. Akan tetapi, miringitis secara

khas menjelaskan suatu peradangan dimana membran timpani terlibat secara primer. Pada

miringitis hemoragik atau bulosa, temuan yang paling nyata adalah pembentukan bleb

(bula) pada membran timpani dan dinding kanalis di dekatnya. Bula-bula ini mengandung

cairan serosa, darah atau keduanya dan tampak merah atau ungu sehingga didiagnosis

banding dengan otitis eksterna dan herpes zoster otikus (sindrom Ramsay-Hunt).

Penyebab miringitis pada anak-anak adalah bakteri yang lazim menyebabkan otitis media

supurativa akut, sedangkan pada dewasa sering disebabkan Mycoplasma pneumoniae.

Miringitis pada dewasa dapat sembuh sendiri, akan tetapi bila telah melibatkan sistemik

maka eritromisin merupakan obat pilihan. Miringotomi dapat dilakukan untuk

memecahkan bula yang terbentuk.

B. GANGGUAN FUNGSI TUBA EUSTACHIUS

Tuba eustakius menghubungkan rongga tekinga tengah dengan nasofaring dan

erat sekali kaitannya dengan penyakit-penyakit kedua struktur tersebut. Sepertiga bagian

lateral tuba eustakius yang berhubungan dengan telinga tengah berupa tulang, sedangkan

duapertiga medial adalah fibrokartilaginosa. Tuba eustakius bayi berbeda dengan dewasa.

Tuba bayi pendek, lebar dan terletak horizontal dan ini merupakan alasan mengapa

radang tuba eustakius lazim terjadi pada bayi. Dengan perkembangan anak, tuba

bertambah panjang dan sempit serta mengarah ke bawah di sebelah medial.

Tuba biasanya tertutup dan akan terbuka melalui kontraksi aktif otot velli palatini

pada saat menelan, atau saat menguap, atau membuka rahang. Fungsi tuba eustakius

adalah ventilasi, drainase, dan proteksi telinga tengah dari kontaminasi sekret nasofaring.

Tuba akan membuka melalui kerja otot jika terdapat perbedaan tekanan sebesar 20-40

mmHg. Sekresi telinga tengah akan dialirkan k nasofaring melalui tuba eustakius yang

berfungsi normal. Jika tuba eustakius tersumbat, akan tercipta keadaan vakum dalam

telinga tengah, yang mengarah pada peningkatan produksi cairan yang semakin

memperberat masalah sehingga perlu dilakukan miringotomi. Karena selalu tertutup, tuba

30

Page 31: Makalah Otitis

eustakius dapat melindungi telinga tengah dari kontaminasi sekret nasofaring dan

organisme piogenik.

Gangguan pada tuba eustakius antara lain:

a. Tuba eustakius paten abnormal

Suatu tuba eustakius yang paten abnormal selalu terbuka sehingga udara dapat masuk

ke dalam telinga tengah selam inspirasi. Riwayat penderita biasanya kehilangan berat

badan yang nyata, dimana jaringan adiposa di sekitar muara tuba eustakius ikut

menghilang. Dapat terjadi pada wanita yang menggunakan pil KB maupun pria yang

mendapat estrogen. Gejala yang muncul berupa otofoni, fullness atau rasa tersumbat

dalam telinga. Membran timpani tampak atrofik dan tipis, serta bergerak keluar

masuk selama respirasi. Prosedur yang efektif dilakukan pada kelainan ini adalah

dengan memasang tuba ventilasi melalui membran timpani untuk mengurangi efek-

efek yang mengganggu.

b. Mioklonus palatum

Mioklonus palatum merupakan suatu kondisi yang jarang dijumpai, dimana otot-otot

palatum mengalami kontraksi ritmik secara berkala sehingga dapat didengan bunyi

“klik” dalam telinga pasien yang dapat didengar oleh pemeriksa. Penyebab pasti

mioklonus palatum tidak diketahui. Pengobatan biasanya tidak diperlukan, namun

kadangkala dapat dipertimbangkan insisi otot tensor timpani elinga tengah.

c. Palatoskisis

Palatoskisis dapat menyebabkan disfungsi tuba eustakius akibat hilangnya penambat

otot tensor velli palatini sehingga kontraksi otot untuk membuka tuba eustakius pada

saat menelan menjadi terhambat. Ktidakmampuan untuk membuka tuba ini

menyebabkan ventilasi telinga tengah tidak memadai, selanjutnya terjadi peradangan.

Dengan demikian, insiden penyakit telinga tengah pada anak dengan palatoskisis

menjadi sangat tinggi. Penanganan otologik memerlukan pengobatan penyakit telinga

secara dini. Koreksi bedah pada palatoskisis dilakukan sesegera mungkin untuk tujuan

fungsional. Banyak anak memerlukan pemasangan tuba ventilasi.

31

Page 32: Makalah Otitis

d. Barotrauma

Barotrauma adalah kerusakan jaringan telinga akibat perbedaan tekanan antara

bagian dalam dan luar membran timpani yang dapat terjadi pada saat menyelam atau

terbang. Hukum Boyle menyatakan bahwa suatu penurunan/peningkatan tekanan

lingkungan akan memperbesar/menekan (secara berurutan) suatu volume gas dalam

ruang tertutup. Bila gas dalam struktur yang

lentur, maka strruktur tersebut dapat rusak

karena ekspansi atau kompresi.

Tekanan udara pada telinga tengah

biasanya sama dengan tekanan udara

lingkungan. Dengan menurunnya tekanan udara

lingkungan, udara dalam telinga tengah akan

mengembang dan secara pasif akan keluar

melalui tuba eustakius. Dengan meningkatnya

tekanan udara lingkungan, udara dalam telinga

tengah dalam telinga tengah dan tuba eustakius

menjadi tertekan dan cenderung menyebabkan penciutan tuba eustakius. Jika

perbedaan tekanan udara antara rongga telinga tengah dan lingkungan menjadi terlalu

besar (90-100 mmHg), bagian kartilaginosa tuba eustakius akan sangat menciut.

Semakin bertmbahnya perbedaan tekanan menyebabkan berlanjutnya keadaan vakum

relatif dalam ronga telinga tengah. Selanjutnya akan terjadi rangkaian kerusakan,

mula-mula membran timpani tertarik ke dalam menyebabkan membran teregang dan

pecahnya pembuluh-pembuluh darah kecil sehingga tampak gambaran injeksi dan

bula hemoragik pada membran timpani. Dengan makin meningkatnya tekanan,

pembuluh-pembuluh darah pada mukosa telinga tengah juga akan berdilatasi dan

pecah, menimbulkan hemotimpanikum, kadang-kadang dapat menyebabkan ruptur

membran timpani.

Gejala barotrauma pada telinga tengah termasuk nyeri, rasa tidak nyaman dan

penuh serta berkurangnya pendengaran, dizziness, bahkan hidung berdarah. Untuk

mengurangi rasa tidak nyaman maupun nyeri pada telinga, perlu dilakukan usaha

untuk membuka tuba eustakius yang menciut dan mengurangi tekanan dengan

mengunyah permen karet, mengambil napas, melakukan perasat Valsava maupun

32

Page 33: Makalah Otitis

Toynbee, makan permen atau menguap. Pengobatan yang dapat diberikan antara lain

anti histamin, dekongestan atau spray hidung, dan steroid. Jika tuba eustakius tidak

membuka, perlu dilakukan miringotomi.

C. GANGGUAN PADA RANTAI OSIKULA

Rantai osikula yang utuh mempunyai peran penting untuk transmisi suara dari

membran timpani ke fenestra ovalis. Rangkaian osikula ini dapat terputus atau menjadi

terfiksasi baik karena kelainan kongenital ataupun karena penyakit.

a. Kelainan kongenital

Osikula dapat mengalami kelainan bentuk, terputus atau terfiksasi secara kongenital.

Karena berasal dari arkus brankialis pertama dan kedua, maka kelainan osikula

seringkali disertai anomali perkembangan dari kedua arkus ini, misalnya pada

sindrom Treacher-Collins, yaitu stenosis telinga kongenital dengan disostosis

maksilofasial. Deformitas osikula dapat pula terjadi secara tersendiri, bentuk yang

paling umum adalah hilangnya sebagian inkus dan fiksasi stapes. Aspek fungsional

kelainan ini (ketulian) perlu dikoreksi sebelum mempertimbangkan perbaikan

kosmetik. Deformitas osikula secara terpisah biasanya dapat diperbaiki dengan

pembedahan. Bila stapes terfiksasi, maka tindakan stapedektomi dengan penggantian

protesis dapat memulihkan pendengaran. Osikula juga dapat terfiksasi akibat

timpanosklerosis pada pasien-pasien dengan riwayat otitis media.

b. Otosklerosis

Otosklerosis merupakan gangguan autosomal dominan yang terjadi pada awal masa

dewasa, pada usia belasan atau awal 20-an. Meskipun biasanya bilateral, otosklerosis

dapat pula unilateral. Kelainan ini merupakan penyakit labirin tulang dimana

terbentuk suatu daerah otospongiosis terutama di depan dan di dekat kaki stapes,

sehingga stapes menjadi terfikasi. Pasien biasanya mengeluh kehilangan pendengaran

bila mencapai tingkat 40 dB atau lebih. Uji diagnostik tes Rinne menunjukkan hasil

negatif. Membran timpani tampak normal, namun kadang berwarna merah muda atau

oranye akibat otospongiosis vaskular dalam telinga tengah yang terlihat melalui

33

Page 34: Makalah Otitis

membran timpani (Scwartze positif). Manajemen terapi kelainan ini adalah

pembedahan, namun sangat tergantung pada fungsi koklea.

c. Trauma telinga tengah

Perforasi membran timpani dapat disebabkan perubahan tekanan yang mendadak

(barotrauma, trauma ledakan), atau karena benda asing dalam telinga. Gejalanya

antara lain nyeri, sekret berdarah dan gangguan pendengaran (suara terdengar seperti

dalam “tong”). Perforasi traumatik yang bersih dirawat dengan melindungi telinga

dari air dan pemberian antibiotik sistemik bila ada nyeri atau peradangan. Umumnya

perforasi bersih tanpa komplikasi akan sembuh dengan sendirinya. Yang perlu benar-

benar diperhatikan adalah perforasi yang menyebabkan cedera rantai osikula. Cedera

ini perlu dicurigai bila didapatkan kehilangan pendengaran (> 25 dB) dan vertigo

(bukan sensasi nyeri dan bunyi menggaung). Pada cedera ini, dapat ditemukan stapes

yang bergeser atau mengalami subluksasi sehingga perlu dilakukan stapedektomi.

Trauma ledakan jarak dekat cenderung menimbulkan skuele jangka panjang. Ruptur

tidak hanya terbatas pada membran timpani, namun partikel-partikel epitel skuamosa

menjadi tersebar dalam telinga tengah. Osikula dapat terdorong cukup jauh.

D. OTITIS MEDIA SUPURATIF AKUT

Otitis media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga

tengah, tuba eustakius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media akut (OMA)

adalah peradangan telinga tengah dengan gejala dan tanda-tanda yang bersifat cepat dan

singkat. Gejala dan tanda klinik lokal atau sistemik dapat terjadi secara lengkap atau

sebagian, baik berupa otalgia, demam, gelisah, mual, muntah, diare, serta othorrhea,

apabila telah terjadi perforasi membran timpani. Pada pemeriksaan otoskopik juga

dijumpai efusi telinga tengah. Terjadinya efusi telinga tengah atau inflamasi telinga

tengah ditandai dengan membengkak pada membran timpani atau bulging pada membran

timpani, terdapat cairan di belakang membran timpani, dan othorrhea.

Otitis media berdasarkan gejalanya dibagi atas otitis media supuratif dan otitis

media non supuratif, di mana masing-masing memiliki bentuk yang akut dan kronis.

Selain itu, juga terdapat jenis otitis media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa, otitis

media sifilitika. Otitis media yang lain adalah otitis media adhesiva.

34

Page 35: Makalah Otitis

Skema Pembagian Otitis Media Skema Pembagian Otitis Media Berdasarkan Gejala

Etiologi

a. Bakteri

Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut penelitian, 65-75%

kasus OMA dapat ditentukan jenis bakteri piogeniknya melalui isolasi bakteri terhadap

kultur cairan atau efusi telinga tengah. Kasus lain tergolong sebagai non-patogenik karena

tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Tiga jenis bakteri penyebab otitis media

tersering adalah Streptococcus pneumoniae (40%), diikuti oleh Haemophilus influenzae

(25-30%) dan Moraxella catarhalis (10-15%). Kira-kira 5% kasus dijumpai patogen-

patogen yang lain seperti Streptococcus pyogenes (group A beta-hemolytic),

Staphylococcus aureus, dan organisme gram negatif. Staphylococcus aureus dan

organisme gram negatif banyak ditemukan pada anak dan neonatus yang menjalani rawat

inap di rumah sakit. Haemophilus influenzae sering dijumpai pada anak balita. Jenis

mikroorganisme yang dijumpai pada orang dewasa juga sama dengan yang dijumpai

pada anak-anak.

b. Virus

Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai tersendiri atau bersamaan

dengan bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling sering dijumpai pada anak-anak,

yaitu respiratory syncytial virus (RSV), influenza virus, atau adenovirus (sebanyak 30-

40%). Kira-kira 10-15% dijumpai parainfluenza virus, rhinovirus atau enterovirus.

Virus akan membawa dampak buruk terhadap fungsi tuba eustakius, menganggu fungsi

imun lokal, meningkatkan adhesi bakteri, menurunkan efisiensi obat antimikroba dengan

35

Page 36: Makalah Otitis

menganggu mekanisme farmakokinetiknya. Dengan menggunakan teknik polymerase

chain reaction (PCR) dan virus specific enzyme-linked immunoabsorbent assay

(ELISA), virus-virus dapat diisolasi dari cairan telinga tengah pada anak yang menderita

OMA pada 75% kasus.

Faktor Risiko

Faktor risiko terjadinya otitis media adalah umur, jenis kelamin, ras, faktor genetik,

status sosioekonomi serta lingkungan, asupan air susu ibu (ASI) atau susu formula,

lingkungan merokok, kontak dengan anak lain, abnormalitas kraniofasialis kongenital, status

imunologi, infeksi bakteri atau virus di saluran pernapasan atas, disfungsi tuba Eustakius,

inmatur tuba Eustakius dan lain-lain. Faktor umur juga berperan dalam terjadinya OMA.

Peningkatan insiden OMA pada bayi dan anak-anak kemungkinan disebabkan oleh struktur

dan fungsi tidak matang atau imatur tuba Eustakius. Selain itu, sistem pertahanan tubuh atau

status imunologi anak juga masih rendah. Insidens terjadinya otitis media pada anak laki-laki

lebih tinggi dibanding dengan anak perempuan. Anak-anak pada ras Amerika asli, Inuit, dan

Indigenous Australian menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi dibanding dengan ras lain.

Faktor genetik juga berpengaruh. Status sosioekonomi juga berpengaruh, seperti kemiskinan,

kepadatan penduduk, fasilitas higiene yang terbatas, status nutrisi rendah, dan pelayanan

pengobatan terbatas, sehingga mendorong terjadinya OMA pada anak-anak. ASI dapat

membantu dalam pertahanan tubuh. Oleh karena itu, anak-anak yang kurangnya asupan ASI

banyak menderita OMA. Lingkungan merokok menyebabkan anak-anak mengalami OMA

yang lebih signifikan dibanding dengan anak-anak lain. Dengan adanya riwayat kontak yang

sering dengan anak-anak lain seperti di pusat penitipan anak-anak, insidens OMA juga

meningkat. Anak dengan adanya abnormalitas kraniofasialis kongenital mudah terkena OMA

karena fungsi tuba Eustakius turut terganggu, anak mudah menderita penyakit telinga

tengah. Otitis media merupakan komplikasi yang sering terjadi akibat infeksi saluran napas

atas, baik bakteri atau virus.

Gejala Klinis

Gejala klinis OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien. Pada anak

yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga, di samping

suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak yang

lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri, terdapat gangguan pendengaran berupa

rasa penuh di telinga atau rasa kurang mendengar. Pada bayi dan anak kecil, gejala khas

36

Page 37: Makalah Otitis

OMA adalah suhu tubuh tinggi dapat mencapai 39,5°C (pada stadium supurasi), anak

gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang dan kadang-

kadang anak memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret

mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun dan anak tidur tenang. Penilaian klinik OMA

digunakan untuk menentukan berat atau ringannya suatu penyakit. Penilaian berdasarkan

pada pengukuran temperatur, keluhan orang tua pasien tentang anak yang gelisah dan

menarik telinga atau tugging, serta membran timpani yang kemerahan dan membengkak atau

bulging. Menurut Dagan (2003) skor OMA adalah seperti berikut:

Penilaian derajat OMA dibuat berdasarkan skor. Bila didapatkan angka 0 hingga 3,

berarti OMA ringan dan bila melebihi 3, berarti OMA berat. Pembagian OMA lainnya yaitu

OMA berat apabila terdapat otalgia berat atau sedang, suhu lebih atau sama dengan 39°C

oral atau 39,5°C rektal. OMA ringan bila nyeri telinga tidak hebat dan demam kurang dari

39°C oral atau 39,5°C rektal.

Fisiologi, Patologi dan Patogenesis

Patogenesis OMA

37

Page 38: Makalah Otitis

Patogenesis OMA pada sebagian besar anak-anak dimulai oleh infeksi saluran

pernapasan atas (ISPA) atau alergi, sehingga terjadi kongesti dan edema pada mukosa

saluran napas atas, termasuk nasofaring dan tuba Eustakius. Tuba Eustakius menjadi sempit,

sehingga terjadi sumbatan tekanan negatif pada telinga tengah. Bila keadaan demikian

berlangsung lama akan menyebabkan refluks dan aspirasi virus atau bakteri dari nasofaring

ke dalam telinga tengah melalui tuba Eustakius. Mukosa telinga tengah bergantung pada tuba

Eustakius untuk mengatur proses ventilasi yang berkelanjutan dari nasofaring. Jika terjadi

gangguan akibat obstruksi tuba, akan mengaktivasi proses inflamasi kompleks dan terjadi

efusi cairan ke dalam telinga tengah. Ini merupakan faktor pencetus terjadinya OMA dan

otitis media dengan efusi. Bila tuba Eustakius tersumbat, drainase telinga tengah terganggu,

mengalami infeksi serta terjadi akumulasi sekret di telinga tengah, kemudian terjadi

proliferasi mikroba patogen pada sekret. Akibat dari infeksi virus saluran pernapasan atas,

sitokin dan mediator-mediator inflamasi yang dilepaskan akan menyebabkan disfungsi tuba

Eustakius. Virus respiratori juga dapat meningkatkan kolonisasi dan adhesi bakteri, sehingga

menganggu pertahanan imum pasien terhadap infeksi bakteri. Jika sekret dan pus bertambah

banyak dari proses inflamasi lokal, perndengaran dapat terganggu karena membran timpani

dan tulang-tulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas terhadap getaran. Akumulasi

cairan yang terlalu banyak akhirnya dapat merobek membran timpani akibat tekanannya yang

meninggi.

Obstruksi tuba Eustakius dapat terjadi secara intraluminal dan ekstraluminal. Faktor

intraluminal adalah seperti akibat ISPA, dimana proses inflamasi terjadi, lalu timbul edema

pada mukosa tuba serta akumulasi sekret di telinga tengah. Selain itu, sebagian besar pasien

dengan otitis media dihubungkan dengan riwayat fungsi abnormal dari tuba Eustakius,

sehingga mekanisme pembukaan tuba terganggu. Faktor ekstraluminal seperti tumor, dan

hipertrofi adenoid.

Perbedaan Antara Tuba Eustakius pada Anak-anak dan Orang Dewasa

38

Page 39: Makalah Otitis

Stadium OMA

a. Stadium Oklusi Tuba Eustakius

Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustakius yang ditandai oleh retraksi

membran timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani negatif di dalam telinga tengah,

dengan adanya absorpsi udara. Retraksi membran timpani terjadi dan posisi malleus

menjadi lebih horizontal, refleks cahaya juga berkurang. Edema yang terjadi pada tuba

Eustakius juga menyebabkannya tersumbat. Selain retraksi, membran timpani kadang-

kadang tetap normal dan tidak ada kelainan, atau hanya berwarna keruh pucat. Efusi

mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sulit dibedakan dengan

tanda dari otitis media serosa yang disebabkan oleh virus dan alergi. Tidak terjadi demam

pada stadium ini.

b. Stadium Hiperemis atau Stadium Presupurasi

Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di membran timpani, yang

ditandai oleh membran timpani mengalami hiperemis, edema mukosa dan adanya sekret

eksudat serosa yang sulit terlihat. Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang

berpanjangan sehingga terjadinya invasi oleh mikroorganisme piogenik. Proses inflamasi

berlaku di telinga tengah dan membran timpani menjadi kongesti. Stadium ini merupakan

tanda infeksi bakteri yang menyebabkan pasien mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh

dan demam. Pendengaran mungkin masih normal atau terjadi gangguan ringan,

tergantung dari cepatnya proses hiperemis. Hal ini terjadi karena terdapat tekanan udara

yang meningkat di kavum timpani. Gejala-gejala berkisar antara dua belas jam sampai

dengan satu hari.

c. Stadium Supurasi

Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau bernanah

di telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu edema pada mukosa telinga

tengah menjadi makin hebat dan sel epitel superfisial terhancur. Terbentuknya eksudat

yang purulen di kavum timpani menyebabkan membran timpani menonjol atau bulging

ke arah liang telinga luar. Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat sakit, nadi dan

suhu meningkat serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Pasien selalu gelisah dan

tidak dapat tidur nyenyak. Dapat disertai dengan gangguan pendengaran konduktif. Pada

bayi demam tinggi dapat disertai muntah dan kejang. Stadium supurasi yang berlanjut

39

Page 40: Makalah Otitis

dan tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan iskemia membran timpani, akibat

timbulnya nekrosis mukosa dan submukosa membran timpani. Terjadi penumpukan

nanah yang terus berlangsung di kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena

kecil, sehingga tekanan kapiler membran timpani meningkat, lalu menimbulkan nekrosis.

Daerah nekrosis terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot. Keadaan

stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan miringotomi. Bedah kecil ini kita

lakukan dengan menjalankan insisi pada membran timpani sehingga nanah akan keluar

dari telinga tengah menuju liang telinga luar. Luka insisi pada membran timpani akan

menutup kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur, lubang tempat perforasi lebih sulit

menutup kembali. Membran timpani mungkin tidak menutup kembali.

d. Stadium Perforasi

Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret berupa

nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar.

Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut). Stadium ini sering

disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik dan tingginya virulensi

kuman.Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih tenang, suhu tubuh menurun

dan dapat tertidur nyenyak. Jika mebran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret

atau nanah tetap berlangsung melebihi tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis

media supuratif subakut. Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih satu

setengah sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu disebut otitis media supuratif

kronik.

e. Stadium Resolusi

Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan berkurangnya

dan berhentinya othorrhea. Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur

normal hingga perforasi membran timpani menutup kembali dan sekret purulen akan

berkurang dan akhirnya kering. Pendengaran kembali normal. Stadium ini berlangsung

walaupun tanpa pengobatan, jika membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik,

dan virulensi kuman rendah. Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut

menjadi otitis media supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran

timpani menetap, dengan sekret yang keluar secara terus-menerus atau hilang timbul.

Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media serosa.

40

Page 41: Makalah Otitis

Otitis media serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani tanpa mengalami

perforasi membran timpani.

MT Normal MT Hiperemis MT Bulging MT Perforasi

Diagnosis

Menurut Kerschner (2007), kriteria diagnosis OMA harus memenuhi 3 hal berikut:

a. Penyakitnya muncul secara mendadak dan bersifat akut.

b. Ditemukan adanya tanda efusi. Efusi merupakan pengumpulan cairan di telinga tengah.

Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut, seperti

menggembungnya membran timpani atau bulging, terbatas atau tidak ada gerakan pada

membran timpani, terdapat bayangan cairan di belakang membran timpani, dan terdapat

cairan yang keluar dari telinga.

c. Terdapat tanda atau gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya

salah satu di antara tanda berikut, seperti kemerahan atau erythema pada membran

timpani, nyeri telinga atau otalgia yang mengganggu tidur dan aktivitas normal.

Menurut Rubin et al. (2008), keparahan OMA dibagi kepada dua kategori, yaitu

ringan-sedang, dan berat. Kriteria diagnosis ringan-sedang adalah terdapat cairan di telinga

tengah, mobilitas membran timpani yang menurun, terdapat bayangan cairan di belakang

membran timpani, membengkak pada membran timpani, dan othorrhea yang purulen. Selain

itu, juga terdapat tanda dan gejala inflamasi pada telinga tengah, seperti demam, otalgia,

gangguan pendengaran, tinitus, vertigo dan kemerahan pada membran timpani. Tahap berat

meliputi semua kriteria tersebut, dengan tambahan ditandai dengan demam melebihi 39,0°C,

dan disertai dengan otalgia yang bersifat sedang sampai berat.

Perbedaan OMA dan Otitis Media dengan Efusi

41

Page 42: Makalah Otitis

Penatalaksanaan

a. Pengobatan

Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada

stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian

antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik. Tujuan pengobatan pada otitis

media adalah untuk menghindari komplikasi intrakrania dan ekstrakrania yang mungkin

terjadi, mengobati gejala, memperbaiki fungsi tuba Eustakius, menghindari perforasi

membran timpani, dan memperbaiki sistem imum lokal dan sistemik. Pada stadium oklusi

tuba, pengobatan bertujuan untuk membuka kembali tuba Eustakius sehingga tekanan

negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5 % dalam

larutan fisiologik untuk anak kurang dari 12 tahun atau HCl efedrin 1 % dalam larutan

fisiologis untuk anak yang berumur atas 12 tahun pada orang dewasa. Sumber infeksi

harus diobati dengan pemberian antibiotik. Pada stadium hiperemis dapat diberikan

antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik. Dianjurkan pemberian antibiotik golongan

penisilin atau eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam

klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar

konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung,

gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Antibiotik diberikan

minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi tehadap penisilin, diberikan eritromisin. Pada

anak, diberikan ampisilin 50-100 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam empat dosis,

42

Page 43: Makalah Otitis

amoksisilin atau eritromisin masing-masing 50 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 3

dosis. Pada stadium supurasi, selain diberikan antibiotik, pasien harus dirujuk untuk

melakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang

dan tidak terjadi ruptur. Pada stadium perforasi, sering terlihat sekret banyak keluar,

kadang secara berdenyut atau pulsasi. Diberikan obat cuci telinga (ear toilet) H2O2 3%

selama 3 sampai dengan 5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya

sekret akan hilang dan perforasi akan menutup kembali dalam 7 sampai dengan 10 hari.

Pada stadium resolusi, membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada

lagi, dan perforasi menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya sekret mengalir di liang

telinga luar melalui perforasi di membran timpani. Antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3

minggu. Bila keadaan ini berterusan, mungkin telah terjadi mastoiditis.

Sekitar 80% kasus OMA sembuh dalam 3 hari tanpa pemberian antibiotik.

Observasi dapat dilakukan. Antibiotik dianjurkan jika gejala tidak membaik dalam dua

sampai tiga hari, atau ada perburukan gejala. Ternyata pemberian antibiotik yang segera

dan dosis sesuai dapat terhindar dari tejadinya komplikasi supuratif seterusnya. Masalah

yang muncul adalah risiko terbentuknya bakteri yang resisten terhadap antibiotik

meningkat. Menurut American Academy of Pediatrics (2004), mengkategorikan OMA

yang dapat diobservasi dan yang harus segera diterapi dengan ant ibiotik sebagai berikut.

Kriteria Terapi Antibiotik dan Observasi pada Anak dengan OMA

Diagnosis pasti OMA harus memiliki tiga kriteria, yaitu bersifat akut, terdapat

efusi telinga tengah, dan terdapat tanda serta gejala inflamasi telinga tengah. Gejala

ringan adalah nyeri telinga ringan dan demam kurang dari 39°C dalam 24 jam terakhir.

Sedangkan gejala berat adalah nyeri telinga sedang-berat atau demam 39°C. Pilihan

observasi selama 48-72 jam hanya dapat dilakukan pada anak usia enam bulan sampai

43

Page 44: Makalah Otitis

dengan dua tahun, dengan gejala ringan saat pemeriksaan, atau diagnosis meragukan pada

anak di atas dua tahun. Follow-up dilaksanakan dan pemberian analgesia seperti

asetaminofen dan ibuprofen tetap diberikan pada masa observasi. Menurut The American

Academic of Pediatric (2004), amoksisilin merupakan terapi lini pertama dengan

pemberian 80mg/kgBB/hari sebagai terapi antibiotik awal selama lima hari. Amoksisilin

efektif terhadap Streptococcus penumoniae. Jika pasien alergi ringan terhadap

amoksisilin, dapat diberikan sefalosporin seperti cefdinir. Terapi lini kedua seperti

amoksisilin-klavulanat efektif terhadap Haemophilus influenzae dan Moraxella

catarrhalis, termasuk Streptococcus penumoniae. Pneumococcal 7-valent conjugate

vaccine dapat dianjurkan untuk menurunkan prevalensi otitis media (American Academic

of Pediatric, 2004).

b. Miringotomi

Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, supa ya

terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Syaratnya adalah harus

dilakukan secara dapat dilihat langsung, anak harus tenang sehingga membran timpani

dapat dilihat dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di kuadran posterior-inferior. Bila

terapi yang diberikan sudah adekuat, miringotomi tidak perlu dilakukan, kecuali jika

terdapat pus di telinga tengah. Indikasi miringostomi pada anak dengan OMA adalah

nyeri berat, demam, komplikasi OMA seperti paresis nervus fasialis, mastoiditis,

labirintitis, dan infeksi sistem saraf pusat. Miringotomi merupakan terapi lini ketiga pada

pasien yang mengalami kegagalan terhadap dua kali terapi antibiotik pada satu episode

OMA. Salah satu tindakan miringotomi atau timpanosintesis dijalankan terhadap anak

OMA yang respon kurang memuaskan terhadap terapi lini kedua, untuk menidentifikasi

mikroorganisme melalui kultur.

c. Timpanosintesis

Timpanosintesis merupakan pungsi pada membran timpani, dengan analgesia

lokal supaya mendapatkan sekret untuk tujuan pemeriksaan. Indikasi timpanosintesis

adalah terapi antibiotik tidak memuaskan, terdapat komplikasi supuratif, pada bayi baru

lahir atau pasien yang sistem imun tubuh rendah. Pipa timpanostomi dapat menurunkan

morbiditas OMA seperti otalgia, efusi telinga tengah, gangguan pendengaran secara

signifikan dibanding dengan plasebo dalam tiga penelitian prospertif, randomized trial

yang telah dijalankan.

44

Page 45: Makalah Otitis

d. Adenoidektomi

Adenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko terjadi otitis media dengan efusi

dan OMA rekuren, pada anak yang pernah menjalankan miringotomi dan insersi tuba

timpanosintesis, tetapi hasil masih tidak memuaskan. Pada anak kecil dengan OMA

rekuren yang tidak pernah didahului dengan insersi tuba, tidak dianjurkan adenoidektomi,

kecuali jika terjadi obstruksi jalan napas dan rinosinusitis rekuren.

Komplikasi

Sebelum adanya antibiotik, OMA dapat menimbulkan komplikasi, mulai dari abses

subperiosteal sampai abses otak dan meningitis. Sekarang semua jenis komplikasi tersebut

biasanya didapat pada ot it is media supuratif kronik. Komplikasi OMA terbagi kepada

komplikasi intratemporal (perforasi membran timpani, mastoiditis akut, paresis nervus

fasialis, labirintitis, petrositis), ekstratemporal (abses subperiosteal), dan intrakranial (abses

otak, tromboflebitis).

Pencegahan

Terdapat beberapa hal yang dapat mencegah terjadinya OMA. Mencegah ISPA pada

bayi dan anak-anak, menangani ISPA dengan pengobatan adekuat, menganjurkan pemberian

ASI minimal enam bulan, menghindarkan pajanan terhadap lingkungan merokok, dan lain-

lain.

E. OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK 

Otitis media supuratif kronik (OMSK) dahulu disebut otitis media perforata

(OMP) atau dalam sebutan sehari-hari congek. Yang disebut otitis media supuratif kronis

ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang

keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau

kental, bening atau berupa nanah. Beberapa faktor yang menyebabkan OMA menjadi

OMSK adalah terapi yang terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman

tinggi, dan daya tahan tubuh pasien rendah (gizi kurang) atau higiene buruk.

Etiologi

Kejadian OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang padaanak, jarang

dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal darinasofaring (adenoiditis, tonsilitis,

rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustakius. Fungsi tuba Eustakius yang

abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan

45

Page 46: Makalah Otitis

down syndrome. Faktor host  yang berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif tinggi adalah

defisiensi imun sistemik. Penyebab OMSK antara lain:

a. Lingkungan

Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi terdapat hubungan

erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi, dimana kelompok sosioekonomi

rendah memiliki insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan hal ini

berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, dan tempat tinggal yang padat.

b. Genetik 

Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden OMSK

berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem

sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui apakah

hal ini primer atau sekunder.

c. Otitis media sebelumnya.

Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media akut

dan atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang menyebabkan

satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi kronis.

d. Infeksi

Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidak bervariasi

pada otitis media kronik yang aktif menunjukkan bahwa metode kultur yang digunakan

adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah Gram- negatif, flora tipe-usus,

dan beberapa organisme lainnya.

e. Infeksi saluran napas atas

Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran napas atas.

Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan menurunnya

daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah,

sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.

f. Autoimun

Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap otitis

media kronis.

g. Alergi

Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding

penderita non-alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang alergi

terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteria atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum

terbukti kemungkinannya.

46

Page 47: Makalah Otitis

h. Gangguan fungsi tuba eustakius

Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustakius sering tersumbat oleh edema tetapi apakah

hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih belum diketahui. Pada telinga

yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba eustakius

dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin mengembalikan tekanan

negatif menjadi normal.

Patogenesis

OMSK belum diketahui secara lengkap, tetapi dalam hal ini merupakan stadium

kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi yang sudah terbentuk diikuti dengan

keluarnya sekret yang terus menerus. Perforasi sekunder pada OMA dapat terjadi kronis tanpa

kejadian infeksi pada telinga tengah misal perforasi kering. Beberapa penulis menyatakan

keadaan ini sebagai keadaan inaktif dari otitis media kronis. Suatu teori tentang patogenesis

dikemukan dalam buku modern yang umumnya telah diterima sebagai fakta. Hipotesis ini

menyatakan bahwa terjadinya otitis media nekrotikans, terutama pada masa anak-anak,

menimbulkan perforasi yang besar pada gendang telinga. Setelah penyakit akut berlalu, gendang

telinga tetap berlubang, atau sembuh dengan membran yang atrofi yang kemudian dapat

kolaps ke dalam telinga tengah, memberi gambaran otitis atelektasis. Hipotesis ini

mengabaikan beberapa kenyataan yang menimbulkan keraguan atas kebenarannya, antara

lain: hampir seluruh kasus otitis media akut sembuh dengan perbaikan lengkap membran

timpani. Pembentukan jaringan parut jarang terjadi, biasanya ditandai oleh penebalan dan

bukannya atrofi. Otitis media nekrotikans sangat jarang ditemukan sejak digunakannya

antibiotik. Di pihak lain, kejadian penyakit telinga kronis tidak berkurang dalam periode

tersebut. Pasien dengan penyakit telinga kronis tidak mempunyai riwayat otitis akut pada

permulaannya, melainkan lebih sering berlangsung tanpa gejala dan bertambah secara

bertahap, sampai diperlukan pertolongan beberapa tahun kemudian setelah pasien menyadari

adanya masalah.

Gejala Klinis

a. Telinga berair (otorrhea)

Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer) tergantung

stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik

telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang

tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh

perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul.

47

Page 48: Makalah Otitis

Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan infeksi saluran napas atas atau kontaminasi

dari liang telinga luar setelah mandi atau berenang. Pada OMSK stadium inaktif tidak

dijumpai adannya sekret telinga. Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor

memberi kesan kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping

kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret

telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret

yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga

dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang

encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.

b. Gangguan pendengaran

Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya dijumpai tuli

konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan

sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom,

dapat menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli

konduktif kurang dari 20 dB ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik.

Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan

pendengaran lebih dari 30 dB. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi

membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga

tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya

rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai

penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan

secara hati-hati. Penurunan fungsi kokhlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan

berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui tingkap bulat (foramen rotundum)

atau fistel labirin tanpa terjadinya labirintitis supuratif. Bila terjadinya labirintitis

supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi kokhlea.

c. Otalgia (nyeri telinga)

Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu tanda yang

serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat

berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya

durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri

telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri

merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses

atau trombosis sinus lateralis.

d. Vertigo

48

Page 49: Makalah Otitis

Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan vertigo

seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh

kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang

mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena

perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang

oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan

vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum.

Pemeriksaan Penunjang

Pemriksaan Audiometri

Pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi dapat

pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar dan letak

perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas.

Pemeriksaan Radiologi.

a. Proyeksi Schuller

Memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas. Foto ini berguna

untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen.

b. Proyeksi Mayer atau Owen

Diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan tampak gambaran tulang-tulang

pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai

struktur-struktur.

c. Proyeksi Stenver

Memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang lebih jelas

memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis semisirkularis.

Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat menunjukan

adanya pembesaran.

d. Proyeksi Chause III

Memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat memperlihatkan kerusakan

dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan dapat menggambarkan

kerusakan tulang oleh karena kolesteatom. Bakteriologi bakteri yang sering dijumpai

pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa, Stafilokokus aureus dan Proteus. Bakteri lain

yang dijumpai pada OMSK E. Coli, Difteroid, Klebsiella, dan Bacteriodes sp.

Penatalaksanaan

 Prinsip pengobatanOMSK adalah:

a. Membersihkan liang telinga dan kavum timpani.

49

Page 50: Makalah Otitis

b. Pemberian antibiotika:

c. Topikal antibiotik ( antimikroba)

d. Sistemik.

Pengobatan untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif dengan

medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila

terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum

kemudian dilakukan mastoidektomi. Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi

yang dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna,

antara lain:

a. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)

b. Mastoidektomi radikal

c. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi

d. Miringoplasti

e. Timpanoplasti

f. Pendekatan ganda timpanoplasti (Combined approach tympanoplasty)

Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran

timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan

pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.

Komplikasi

1. Komplikasi ditelinga tengah:

a. Perforasi persisten 

b. Erosi tulang pendengaran

c. Paralisis nervus fasial

2. Komplikasi telinga dalam:

a. Fistel labirinLabirintitis supuratif

b. Tuli saraf (sensorineural)

3. Komplikasi ekstradural:

a. Abses ekstradural

b. Trombosis sinus lateralis

c. Petrositis

4. Komplikasi ke susunan saraf pusat

50

Page 51: Makalah Otitis

a. Meningitis

b. Abses otak

c. Hindrosefalus otitis

F. OTITIS MEDIA SEROSA

Otitis media serosa adalah keadaan terdapatnya sekret yang nonpurulen di telinga

tengah, sedangkan membran timpani utuh. Adanya cairan di telinga tengah dengan

membran timpani utuh tanpa tanda-tanda infeksi disebut juga otitis media dengan efusi.

Apabila efusi tersebut encer disebut otitis media serosa dan apabila efusi tersebut kental

seperti lem disebut otitis media mukoid (glue ear). Otitis media serosa otitis media

mukoid memiliki etiologi yang sama. Otitis media serosa disebabkan oleh trnasudasi

plasma dari pembuluh darah ke dalam rongga telinga tengah yang terutama disebabkan

perbedaan tekanan hidrostatik, sedangkan otitis media mukoid disebabkan sekresi aktif

kelenjar dan kista pada lapisan epitel telinga tengah. Disfungsi tuba eustakius merupakan

suatu faktor penyebab utama. Faktor penyebab lainnya termasuk hipertrofi adenoid,

adenoiditis kronik, platoskisis, tumor nasofaring, barotrauma, radang penyerta seperti

sinusitis atau rhinitis, terapi radiasi dan gangguan metabolik atau imunologik dan alergi.

Gejala

Gejala yang menonjol pada otitis media akut adalah pendengaran berkurang, rasa

tersumbat pada telinga, autofoni, kadang-kadang terasa seperti ada cairan yang bergerak

dalam telinga pada saat posisi kepala berubah. Gejala lain yang mungkin dikeluhkan

adalah tinnitus, vertigo atau pusing dalam intensitas ringan. Pada pemeriksaan otoskopik

tampak membran timpani retraksi, kadang-kadang tampak gelembung udara atau

permukaan cairan dalam cavum timpani, juga didapatkan tuli konduktif.

Gejala pada otitis media serosa kronik hampir sama dengan otitis media serosa

akut dimana pada otitis media serosa kronik tidak disertai rasa nyeri dengan keluhan

gejala pada telinga dirasakan bertahap dan berlangsung lama. Pada pemeriksaan

otoskopik terlihat membran timpani utuh, retraksi, suram, kuning kemerahan atau keabu-

abuan.

Pengobatan

Pada otitis media serosa akut dapat diberikan vasokonstriktor lokal (tetes

hidung), antihistamin serta perasat Valsava bila tidak ada tanda-tanda infeksi saluran

napas atas. Setelah satu atau dua minggu, bila gejala menetap dilakukan miringotomi,

dan bila masih belum sembuh, dilakukan miringotomi serta pemasangan pipa ventilasi

51

Page 52: Makalah Otitis

(Grommet tube). Pada otitis media serosa kronik, pengobatan dilakukan untuk

mengeluarkan sekret dengan miringotomidan memasang pipa ventilasi (Grommet

tube). Pada kasus yang masih baru pemberian dekongestan tetes hidung serta

kombinasi antihistamin – dekongestan per oral selama tiga bulan kadang-kadang bisa

berhasil. Di samping itu, harus dinilai serta diobati faktor-faktor penyebab lain seperti

alergi, hipertrofi adenoid atau tonsil, sinusitis dan rhinitis.

G. OTITIS MEDIA ADHESIVA

Otitis media adhesiva adalah keadaan terjadinya jaringan fibrosis di telinga tengah

akibat proses peradangan yang berlangsung lama sebelumnya. Keadaan ini dapat

merupakan komplikasi dari otitis media supuratif atau non supuratif yang menyebabkan

rusaknya mukosa telinga tengah. Gejala klinis berupa pendengaran berkurang dengan

adanya riwayat infeksi telinga sebelumnya, terutama di waktu kecil. Pada pemeriksaan

otoskopik gambaran membran timpani dapat bervariasi mulai dari sikatriks minimal,

suram sampai sikatriks berat disertai bagian-bagian yang atrofi atau plak

timpanosklerosis.

H. ATELEKTASIS TELINGA TENGAH

Atelektasis telinga tengah adalah retraksi sebagian atau seluruh membran timpani

akibat gangguan fungsi tuba yang kronik. Keluhan mungkin tidak ada atau berupa

gangguan pendengaran ringan. Pada pemeriksaan otoskopik tampak membran timpani

menjadi tipis atau atrofi bila retraksi berlangsung lama. Pada kasus yang tidak terlalu

berat retraksi mungkin terjadi hanya pada satu kuadran saja, sedangkan pada kasus yang

lanjut seluruh membran timpani dapat menempel pada inkus, stapes dan promontorium.

MIKROORGANISME PATOGEN PADA TELINGA

A. HAEMOPHILUS INFLUENZA

Bakteri ini sering ditemukan di selaput mukosa

saluran napas atas pada manusia. Bakteri ini

52

Page 53: Makalah Otitis

menjadi penyebab meningitis pada anak-anak dan terkadang menyebabkan infeksi pada orang

dewasa

Morfologi

• kokobasil pendek

• kira-kira 1,5 μm atau

• seperti rantai pendek

B. STAPHYLOCOCCUS

• Ordo : Eubacteriales

• Famili : Micrococcaceae

• Genus : Staphylococcus

• Species :

- Staphylococcus aureus

₋ Staphylococcus epidermidis (albus)

₋ Staphylococcus saprophyticus

Morfologi

• Bentuk sferis

• ukuran 0,8-1,0 μ

• susunan buah anggur (kelompok)

• Gram Positif

• Tumbuh baik pada suhu 37 C, aerob

• Pada MSA (Mannitol Salt Agar)

₋ koloni bulat,

₋ halus, menonjol, berkilauan

• Dapat meragikan banyak Karbohidrat

Patogenesis & Infeksi Staphylococcus

Staphylococcus aureus

invasif, penyebab hemolisis, koagulasa (+), catalase (+),mencairkan gelatin, pigmen

kuning emas (+). meragikan Mannitol.

53

Page 54: Makalah Otitis

Staphylococcus epidermidis :

invasif (-), non hemolitik, warna putih, koagulasa (-), catalase (-),tidak meragikan

Mannitol.

C. STREPTOCOCCUS

• Fam : Streptococcaceae

• Genus : Streptococcus

• Spesies :

Strep. Pyogenes

Strep. Pneumoniae

Morfologi :

- coccus bentuk rantai : 0,5-1 μm

- sifat patogen

- infeksi pada manusia → gram (+)

- umur tua → gram (-)

- spora (-), gerak (-)

Klasifikasi

Klasifikasi Streptococcus dapat berdasarkan :

1. Daya kerjanya → sel darah merah

2. Daya tahan → faktor fisika dan kimia

3. Tes biokimia

BAHAN YANG DIAMBIL UNTUK PEMERIKSAAN :

- Usap tenggorokan

- Nanah

- Darah

MEDIA : Blood agar (agar darah)

54

Page 55: Makalah Otitis

Media + darah 5 %

Kategori Strep. dapat dipisahkan dalam 5 klp :

1. Strep.hemolitik

2. Strep.viridans

3. Strep.faecalis (enterococcus)

4. Strep.laktat

5. Peptostreptococcus

Enzim yang dihasilkan :

1. Streptokinase

2. Streptodornase

3. Hialuronidase

4. Proteinase

5. Amilase

6. Esterase

Pemeriksaan Laboratorium :

1. Bahan pemeriksaan

2. Pemeriksaan langsung

3. Perbenihan

4. Imunitas → daya tahan

5. Pengobatan → antibiotika

Strep.dibagi dalam beberapa kategori :

a. Penyakit yang terjadi akibat invasi Strep.β hemolitikus

Grup A :

- erisipelas

- sepsis puerpuralis

b. Penyakit yang terjadi karena infeksi lokal Strep.β

hemolitikus Grup A :

55

Page 56: Makalah Otitis

- radang tenggorokan

- impetigo

c. Endokarditis bakterialis

- endokarditis bakterialis akuta

- endokarditis bakterialis subakuta

d. Infeksi lainnya

e. Penyakit paska infeksi Strep.β hemolitikus Grup A

- glomerulonefritis

- jantung reuma

CARA KONTROL YANG PENTING :

1. Antibiotika secara intensif

2. Pencegahan penyebaran bakteri :

₋ mencegah pengotoran debu,

₋ ventilasi yang baik,

₋ saringan udara,

₋ sinar UV,

₋ pemakaian aerosol

D. PNEUMOKOKKUS (STREP.PNEUMONIAE)MORFOLOGI DAN IDENTIFIKASI :

A. Ciri-ciri :

• Diplokokus bentuk lanset,

• gram + ve dan – ve

• Pada dahak (nanah) →

kokus tunggal (rantai)

• Makin tua organ → cepat gram –ve

dan secara spontan cenderung timbul lisis

• Strep.viridans ≠ mengalami lisis

• Pertumbuhan Pneu. dihambat pada perbenihanpada

56

Page 57: Makalah Otitis

sekitar cakram optochin

• Tes ini membedakan antara Pneu & Strep → hemolisis α

B. Kultur

• Tumbuh membentuk koloni bundar kecil

• Pertumbuhan bentuk kubah → bentuk pusat plateau

dengan tepi yang mengalami peninggian

• Merupakan hemolitik pada agar darah

• Pertumbuhan akan ditingkatkan oleh CO2 : 5-10 %

C. Sifat Pertumbuhan

• Energi diperoleh dari fermentasi glukosa & produksi

as.laktat secara cepat yang menghambat pertumbuhan

• Netralisasi kultur broth dengan alkali dalam waktu

tertentu → pertumbuhan besar

D. Variasi

• Pneumokokus menghasilkan sejumlah besar

kapsul → koloni mukoid besar

• Produksi kapsul ≠ bagi pertumbuhan pada

medium agar

• Produksi kapsul hilang setelah dilakukan subkultur

• Pneumokokus akan menghasilkan kapsul lagi &

• virulensinya apabila disuntikkan pada tikus

57

Page 58: Makalah Otitis

PATOGENESIS

A. TIPE PNEUMOKOKUS

• Orang dewasa, tipe 1-8 bertanggung jawab kasus pneumonia karena Pneumococcus, lebih dari setengah kematian akibat bakterimia karena Pneumococcus

• Pada anak-anak tipe 6,14,19 & 23 → paling sering

B. PRODUKSI PENYAKIT

• Pneumococcus → penyakit melalui kemampuannya untuk

• berkembang biak dalam jaringan

• Tidak menghasilkan toksin

• Virulensi dari organ → fungsi kapsul, dapat mencegah pencernaan oleh fagosit

• Manusia diimunisasi dengan tipe polisakarida pneumococcus →

kebal terhadap tipe pneumokukus tersebut

C. KEHILANGAN DAYA TAHAN

• 40-70 % manusia sebagai CARRIER Pneumoccus yang

virulen

• Mukosa pernafasan normal harus memiliki daya tahan

alamiah bagi Pneumococcus

1. Ketidaknormalan saluran pernafasan

2. Alkohol (intoksikasi obat) → menekan fagositik

3. Dinamika peredaran abnormal (ke gagal jantung)

4. Mekanisme lain : gizi, anemia, nefrosis

TANDA -TANDA KLINIS

- Serangan mendadak

- Demam, menggigil & nyeri tajam pada pleura

- Sputum berwarna merah kecoklatan

UJI DIAGNOSTIK LABORATORIUM

Bahan : Darah, Sputum

58

Page 59: Makalah Otitis

A. Hapusan yang diwarnai : secara gram dapat memperlihatkan organ yang khas, sebagian polimorfonuklear neutrofil & sebahagian sel darah merah

B. Tes Pembengkakan kapsul :

Sputum segar diemulsi dicampur dengan anti

serum menyebabkan pmbengkakan kapsul (reaksi

Quellung) C. Kultur : sputum yang dikultur pada agar darah dan

inkubasi dalam suasana CO2 (Candle Jar)

D. Suntikan intraperitoneal sputum pada tikus.Hewan akan mati dalam waktu 18-48 jam, darah dari jantung akan memberikan kultur murni yang mengandung Pneum.

E. Pneumococcus meningitis : Pemeriksan kultur cairan cerebrospinal akan membuat diagnosa tepat

F. Obat pilihan : Penicillin G

DAFTAR PUSTAKA

Adams Boies Higler, BOIES Buku AjarPenyakit THT edisi 6, Penerbit EGC, Jakarta, 1997.

Departemen Kesehatan RI, Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas, Ditjen Binfar & Alkes,

Jakarta, 2007.

Mansjoer Arif, dkk, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1, Penerbit Media Aesculapius Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2001.

Staf Pengajar Ilmu Penyakit THT FKUI. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tengorok

Kepala Leher Edisi ke 6 Cetakan ke 1, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1990.

Dorland, W.A Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta: EGC.

59