makalah otitis
DESCRIPTION
makalah otitisTRANSCRIPT
BAB III
PENDAHULUAN
KASUS
Halaman 1
An. Roni usia 8 tahun datang ke poliklnik diantar oleh Ibunya
dengan keluhan sakit di telinga kiri sejak 3 hari yang lalu. Keluhan
tersebut disertai dengan adanya demam. Selain itu ia juga mengeluh
pendengaran di telinga kirinya berkurang di sertai berdengung. Si Ibu
bercerita sebelum sakit telinga kirinya, anakanya mengalami batuk pilek
dan si Ibu mengobati sendiri dengan membeli obat batuk pilek untuk
anak-anak di warung dekat rumah. Nafsu makan menurun. Sakit menelan
tidak ada. Riwayat trauma kepala tidak ada, tidak pernah mengalami
keluhan yang sama sebelumnya. Ibu pasien juga mengaku anaknya tidak
memliki kebiasaan mengorek telinga
Hasil pemeriksaan fisik
Status General :
Keadaan umum : Tampak sakit sedang kesadaran : kompos
mentis
Tinggi badan : 130 cm berat badan: 35 kg
Tanda vital : suhu : 38,5OC Pernafasan : 18x/menit
Tekanan darah : 100/60 mmHg nadi:
120x/menit
Pemeriksaan fisik
Mata : konjungtiva anemis -/- sclera ikterik -/-
Telinga : telinga kanan : dbn
1
Telinga kiri : liang telinga lapang, tidak
hiperemis, secret (-)
Membrane timpani sangat menonjol dan
hiperemis.
Tes penala : Rinne (-), webber lateralisasi ke
telinga
Kiri, Schwabach memanjang.
Hidung : kedua kavum nasi lapang, konka inferior dan
konka media hiperemis, secret purulen (+) pada
kedua
rongga hidung
Tenggorokan : dalam batas normal
Leher : KGB tidak ada pembesaran
Thoraks : paru dan jantung tidak ada kelainan
Abdomen : bentuk datar, bising usus normal, nyeri tekan (-),
timpani
Ekstremitas : perfusi perifer baik akral hangat
Pemeriksaan lab : hb : 14 gr/dl trombosit :250.000/uL
Leukosit :15.000/uL LED : 20ml/jam
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang, An. Roni di diagnose Otitis Media Supuratif Akut stadium
Supurasi. Pada pasien ini di berikan antibiotic amoksisilin dan di lakukan
miringotomi.
2
LEARNING PROGRESS REPORT
Dari kasus diatas maka di dapatkan problem berupa :
1. Apa yang menyebabkan sakit pada telinga kirinya ?
2. Mengapa keluhannya disertai demam ?
3. Mengapa telinga kiri berdengung dan berkurang pendengaran ?
4. Apa hubungan sakit telinga dengan batuk pilek ?
5. Mengapa keluhan disertai dgn penurunan nafsu makan ?
6. Mengapa riwayat trauma ditanyakan ?
7. Apakah ada pengaruh jika sudah mengalami ini sebelumnya dengan
keluhan sekarang?
8. Mengapa kebiasan mengorek telinga ditanyakan ?
9. Apa yang menyebabkan membrane tipani sangat menonjol dan
hiperemis ?
Dari problem diatas maka di dapatkan di hoptesis berupa :
1. Gang. Struktur di telinga kirinya
2. Sakitnya disebabkan oleh infeksi
3. Peradangan mengenai neuroepitelium dan menganggu proses
pengahantaran
4. Karena ada struktur yang menghubungkan nasofaring dengan
telinga tengah
5.
3
6. Trauma dapat merusak struktur telinga
7. Bisa jadi pajangan kedua
8. Saat mengorek telinga serumen terdorong kedalam MAE makin
kedlm makin sempit serumen numpuk mengganggu
pendengaran
9. Peradangan hidung tuba eustachi menyebar ketelinga tengah
Dari kasus di atas di dapatkan mekanisme berupa :
An. Roni
Infeksi ISPA
Tuba Eustachius
Ke membrane timpani
Inflamasi
Dari kasus diatas 'I don’t know' yang kami dapatkan adalah :
1. Basic science anatomi telinga (telinga luar tenga, dalam)
2. Fisiologi pendengaran
3. Embriologi
4. Histology
5. Kelainan telinga luar : congenital , di dapat, liang telinga.
6. Kelainan telinga dalam : otitis media supurasi (akut dan kronik)
Otitis media non supurasi (akut dan kronik)
7. Mikroorganisme pada telinga.
4
BAB II
PEMBAHASAN
ANATOMI TELINGA
A. DEFINISI INDRA PENDENGARAN
Telinga merupakan indra mekanoreseptor karena memberikan respon terhadap
getaran mekanik gelombang suara yang terdapat di udara. Telinga menerima
gelombang suara yang frekuensinya berbeda,saraf yang berperan dalam indra
pendengar adalah saraf kranial kedelapan atau nervus auditorius. Telinga terdiri atas
tiga bagian, yaitu telinga bagian luar, telinga bagian tengah, dan telinga bagian
dalam.
B. ANATOMI TELINGA
5
Telinga terdiri atas 3 bagian:
1. Telinga luar (Auris eksterna)
Telinga luar terdiri atas aurikel atau pinna, meatus auditorius eksterna, dan membran timpani.
a. Aurikel atau pinna tersusun oleh kartilago (tulang rawan) dan jaringan fibrus, kecuali pada
ujung paling bawah (cuping telinga) tersusun oleh lemak. Aurikel berfungsi membantu
pengumpulan gelombang suara.
b. Meatus auditoris eksterna (liang telinga) merupakan saluran penghubung aurikel dengan
membran timpani. Panjangnya ± 2,5 cm, terdiri dari tulang rawan dan tulang keras. Saluran
ini mengandung rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat, khususnya menghasilkan
sekret berbentuk serum.
c. Membran timpani atau gendang telinga menghubungkan meatus auditorius eksterna dengan
rongga timpani. Membran ini berukuran ± 1 cm dan berwarna kelabu mutiara.
2. Telinga tengah (Auris media)
Telinga tengah atau rongga timpani adalah bilik kecil yang mengandung udara. Rongga itu
terletak sebelah dalam membran timpani. Pada bagian ini terdapat Tuba Eustakhius dan
tulang-tulang pendengaran.
a. Tuba Eustakhius
Tuba Eustakhius bergerak ke depan dari rongga telinga tengah menuju nasofaring. Celah tuba
eustakhius akan tertutup jika dalam keadaan biasa, dan akan terbuka setiap kali kita menelan.
Dengan demikian tekanan udara dalam ruang timpani dipertahankan tetap seimbang dengan
6
tekanan udara di atmosfer, sehingga cedera atau ketulian akibat tidak seimbangnya tekanan
udara dapat dihindarkan. Adanya hubungan dengan nasofaring ini memungkinkan infeksi
pada hidung atau tenggorokan dapat menjalar masuk ke dalam rongga telinga tengah.
b. Tulang-tulang pendengaran
Tulang-tulang pendengaran adalah tiga tulang kecil yang tersusun pada rongga telinga tengah
seperti rantai yang bersambung dari membran timpani menuju rongga telinga dalam.
Tulang sebelah luar adalah maleus, berbentuk seperti martil dengan gagang yang terkait pada
membran timpani, sementara kepalanya menjulur ke dalam ruang timpani.
Tulang yang berada di tengah adalah inkus atau landasan, sisi luarnya bersendi dengan
maleus, sementara sisi dalamnya bersendi dengan sisi dalam sebuah tulang kecil,
yaitu stapes.
Stapes atau tulang sanggurdi dikaitkan dengan inkus dengan ujungnya yang lebih kecil,
sementara dasarnya yang bulat panjang terkait pada membran yang menutup fenestra
vestibule atau tingkap jorong. Rangkaian tulang-tulang ini berfungsi mengalirkan getaran
suara dari gendang telinga menuju rongga telinga dalam.
3. Telinga dalam (Auris interna)
Rongga telinga dalam itu terdiri atas berbagai rongga yang menyerupai saluran-saluran dalam
tulang temporalis. Rongga-rongga itu disebut labirin tulang dan dilapisi membran sehingga
membentuk labirin membranosa. Saluran-saluran bermembran ini mengandung cairan dan
ujung-ujung akhir saraf pendengaran dan keseimbangan.
a. Labirin tulang terdiri atas tiga bagian:
Vestibula yang merupakan bagian tengah, dan tempat bersambungnya bagian-bagian yang
lain, ibarat sebuah pintu yang menuju ruang tengah (vestibula) pada sebuah rumah.
Kanalis semisirkularis (saluran setengah lingkaran) bersambung dengan vestibula. Kanalis
semisirkularis merupakan saluran setengah lingkaran yang terdiri dari tiga saluran.
Saluran satu dengan yang lainnya membentuk sudut 900, saluran tersebut yaitu kanalis
semisirkularis superior, kanalis semisirkularis posterior, dan kanalis semisirkularis
lateralis. Saluran lateralis letaknya horizontal, sementara ketiga-tiganya saling membuat
sudut tegak lurus. Pada salah satu ujung setiap saluran terdapat penebalan yang disebut
ampula. Gerakan cairan yang merangsang ujung-ujung akhir saraf khusus dalam ampula
menyebabkan kita sadar akan kedudukan kita. Bagian telinga dalam ini berfungsi
membantu serebelum dalam mengendalikan keseimbangan, serta kesadaran akan
kedudukan tubuh kita
7
Koklea adalah sebuah tabung berbentuk spiral yang membelit dirinya seperti sebuah
rumah siput. Belitan-belitan itu melingkari sebuah sumbu berbentuk kerucut yang
memiliki bagian tengah dari tulang, dan disebut modiulus.
Ada dua tingkap dalam ruang melingkar (koklea), yaitu:
Fenestra vestibule (tingkap jorong) disebut juga fenestra ovalis, karena bentuknya
yang bulat panjang. Ditutupi oleh tulang stapes.
Fenestra koklea disebut juga fenestra rotunda, karena bentuknya yang bulat ditutupi
oleh sebuah membran.
Kedua-duanya menghadap ke telinga dalam. Adanya tingkap-tingkap ini dalam labirin
tulang bertujuan agar getaran dapat dialihkan dari rongga telinga tengah, guna
dilangsungkan dalam perilimfa. Getaran dalam perilimfa dialihkan menuju endolimfa,
dan dengan demikian merangsang ujung-ujung akhir saraf pendengaran. Endolimfa
adalah cairan dalam labirin membranosa, sementara perilimfa adalah cairan di luar
labirin membranosa dan dalam labirin tulang. Jika terjadi ketidakseimbangan antara
endolimfa dan perilimfa, maka akan menimbulkan kelainan.
b. Labirin membranosa terdiri dari:
Utrikulus, bentuknya seperti kantong lonjong dan agak gepeng terpaut pada tempatnya
oleh jaringan ikat. Di sini terdapat saraf nervus akustuikus pada bagian depan dan
sampingnya ada daerah yang lonjong disebut makula akustika utrikulo. Pada dinding
belakang utrikulus ada muara dari duktus semisirkularis dan pada dinding depannya ada
tabung halus disebut utrikulosa sirkularis, saluran yang menghubungkan utrikulus
dengan sakulus.
Gambar telinga dalam atau labirin
8
Sakulus bentuknya agak lonjong lebih kecil dari utrikulus, terletak pada bagian depan dan
bawah dari vestibulum dan terpaut erat oleh jaringan ikat, tempat terdapat nervus
akustikus.
Pada bagian depan sakulus ditemukan serabut-serabut halus cabang nervus akustikus yang
berakhir pada makula akustika sakuli. Pada permukaan bawah sakulus ada duktus reunion
yang menghubungkan sakulus dengan duktus koklearis. Di bagian sudut sakulus
vestibularis menuju permukaaan bagian bawah tulang temporalis dan berakhir sebagai
kantong buntu disebut sakus endolimfatikus, yang terletak tepat di lapisan otak duramater.
Duktus semisirkularis. Ada tiga cabang selaput semisirkularis yang berjalan dalam kanalis
semisirkularis (superior, posterior, dan lateralis). Penampangnya kira-kira sepertiga
penampang kanalis semisirkularis. Bagian duktus yang melebar disebut ampula selaput.
Setiap ampula mengandung satu celah sulkus ampularis yang merupakan tempat
masuknya cabang ampula nervus akustikus, sebelah dalam ada krista ampularis yang
terlihat menonjol ke dalam yang menerima ujung-ujung saraf.
Duktus koklearis, merupakan saluran yang bentuknya agak segitiga seolah-olah membuat
batas pada koklea timpani. Atap duktus koklearis terdapat membran vestibularis pada
alasnya terdapat membran basilaris. Duktus koklearis mulai dari kantong buntu (seikum
vestibular) dan berakhir tepat di seberang kanalis lamina spiralis pada kantong buntu
(seikum ampulare). Pada membran basilaris ditemukan organ korti sepanjang duktus
koklearis yang merupakan hearing sense organ.
C. SARAF PENDENGARAN
Saraf yang melayani indra pendengaran ini adalah saraf cranial kedelapan atau nervus
auditorius. Saraf pendengaran ini terdiri dari dua bagian:
1. Saraf vestibular rongga telinga dalam yang mempunyai hubungan dengan keseimbangan.
Serabut-serabut saraf ini bergerak menuju nukleus vestibularis yang berada pada titik
pertemuan antara pons dan medula oblongata, lantas kemudian bergerak terus menuju
serebelum.
2. Saraf koklearis pada nervus auditorius adalah saraf pendengar yang sebenarnya. Serabut
sarafnya mula-mula dipancarkan kepada sebuah nukleus khusus yang berada tepat di
belakang thalamus, lantas dari sana dipancarkan lagi menuju pusat penerima akhir dalam
korteks otak yang terletak pada bagian bawah lobus temporalis.
Cedera pada saraf koklearis akan berakibat ketulian saraf, sementara cedera pada saraf
vestibularis akan berakibat vertigo, ataksia, dan nistagmus.
9
HISTOLOGI
A. TELINGA LUAR
10
1. Auricula atau Pinna
Suatu lempeng kartilago elastis ireguler berbentuk corong , yang ditutupi secara erat
oleh kulit dan menghantarkan gelombang suara ke telinga
2. Meatus Acusticus Externus
Saluran yang terjulur dari permukaan
lateral kepala. Dilapisi oleh epitel
skuamosa berlapis. Terbentang dari
lubang auricula ke membrana
tympani (gendang telinga).
Lapisan kulit terdapat :
Folikel rambut (F)
Kelenjar sebasea (SG) :
menghasilkan serumen
Kelenjar keringat aokrin termodifikasi (kelenjar seruminosa / CG) : serumen
3. Membran Timpani
Pada ujung bagian dalam meatus acusticus externus terdapat suatu lembaran epitelial
yang disebut sebagai membran timpani.
Lapisan :
Luar : epidermis atau epitel
Dalam : epitel selapis kuboid yang menyatu dengan lapisan rongga timpani
ditelinga tengah
B. TELINGA TENGAH
Telinga tengah mengandung rongga timpani yang berisi udara, suatu ruang ireguler yang
berada di dalam os temporal di antara membran timpani dan permukaan tulang telinga dalam.
Anterior : berhubungan dengan faring melalui tuba auditorius ( tuba eustachii)
Posterior : berhubungan dengan rongga mastoid yang berisikan udara pada os
temporale
Rongga timpani dilapisi oleh :
Selapis epitel kuboid yang berada di lamina propria yang sangat melekat pada
perioteum
11
Saat dekat tuba eustachii sel-sel tersebut berubah menjadi epitel bertingkat silindris
bersilia yang melapisi tuba tersebut
Terdapat dua area berlapis membran da tidak bertulang :
Tingkat lonjong (fenestra ovalis)
Tingkat bundar ( fenestra rotunda)
Membran timpani berhubungan dengan tingkap lonjong melalui sederatan tiga tulang kecil
yang disebut ossicula auditus terdiri dari malleus, incus, dan stapes. Ketiganya berfungsi
menghantarkan getaran mekanis membran timpani ke telinga dalam.
C. TELINGA DALAM
Telinga dalam berada sepenuhnya di dalam os temporale. Terdapat bagian yang disebut
labirin vestibule dan labirin membranosa
Labirin vetibular : yang memperantarai sensasi keseimbangan dan terdiri dari
dua saccus yang berhubungan (utriculus dan saculus) dan tiga duktus semisirkularis
yang timbul dari utriculus.
Labirin koklear : berperan pada pendengaran dan memiliki dukstus koklearis
yang berhubungan dengan sacculus.
Regio interna telinga terdiri atas sebuah rongga
di atas os temporal , labirin tulang yang
menampung suatu labirin membranosa berisi
cairan. Labirin membranosa mencakup organ
vestibular untuk sensasi kesetimbangan dan
keseimbangann (sacculus, utrikulus dan duktus
semisirkularis) dan koklea untuk sensasi
pendengaran.
Makula vestibularis dan sel-selnya
a. Dua area sensoria makula berada di dinding epitelial utriculus dan sacculus di
kompleks vestibuler. Secara histologi serupa dan mengandung sel mekanoreseptor
yang disebut sel rambut yang menggunakan gravitasi dan pergerakkan endolinfa
12
untuk mendeteksi orientasi kepala yang diam dan percepatan linier pada kepala yang
bergerak.
b. Makula terdiri atas sel rambut, sel penyokong dan ujung cabang vestibular saraf
kranial delapan. Permukaan apikal sel rambut dilapisi oleh lapisan atau membran
otolitik gelatinosa. Ujung basal memiliki hubungan sinaps dengan serabut saraf.
c. Ada stereosilia lurus yang memiliki berkas aktin , dan sebuah kinsilia panjang.
(sebuah silia dengan ujungnya yang sedikit membesar).
Ampulla dan crista di duktus semisirkularis
Setiap duktus semisirkularis memiliki
ujung yang melebar yang disebut sebagai
ampulla.
Dinding setiap ampula meninggi sebagai
rigi atau crista apmpula.
Sel rambut di crista ampulla hampir sama
seperti dimakula dengan berkas rambut
yang menonjol kedalam lapisan
proteoglikan berbentuk kubah atau kupula
Koklea dan organ spiral
Koklea memiliki bentuk yang menyerupai siput pada labirin tulang dan labirin membranosa.
13
FISIOLOGI PENDENGARAN
A. PENDENGARAN
Suara ditimbulkan akibat getaran atmosfer yang dikenal sebagai gelombang suara,
yang kecepatan dan volumenya berbeda-beda. Gelombang suara bergerak melalui rongga
telinga luar yang menyebabkan membran timpani bergetar. Getaran ini diteruskan oleh
rangkaian tulang pendengaran dalam telin13ga tengah ke perlimfa dalam vestibulum hingga
menimbulkan gelombang tekanan dalam perlimfa dan pergerakan cairan dalam skala
vestibular dan skala timpani. Membran timpani pada tingkap bulat bergerak bebas sebagai
katup pengaman dalam pergerakan cairan ini, yang juga menggerakkan duktus koklearis dan
membran basilarisnya. Membran basilaris pada basis koklea peka terhadap bunyi
berfrekuensi tinggi, sedangkan bunyi berfrekuensi rendah lebih diterima pada bagian lain dari
duktus koklearis. Setelah mencapai ujung-ujung akhir saraf dalam organ corti kemudian
14
diantarkan menuju otak oleh nervus auditorius. Suara merambat dengan kecepatan 343 meter
per detik dalam udara tenang, pada suhu 15,50C.
B. PENGHANTARAN SUARA
Suara dihasilkan oleh benda bergetar dalam medium fisik (udara, air, dan benda
padat), tidak dapat didengar melalui hampa udara.
Telinga menerima gelombang suara dengan membedakan frekuensinya dan mengubah
gelombang suara dari luar menjadi potensial aksi dalam nervus koklearis. Gelombang diubah
oleh gendang telinga (membran timpani) dan tulang-tulang pendengar menjadi gerakan papan
kaki stapes. Gerakan ini menimbulkan gelombang pada cairan telinga dalam (cairan koklea).
Gelombang pada organ korti menimbulkan potensial aksi pada serabut-serabut saraf sebagai
respons yang ditimbulkan oleh gelombang suara.
Sebagai respons yang ditimbulkan, gelombang suara pada membran timpani bergerak ke
dalam sebagai suatu resonator yang menghasilkan getaran dari sumber suara. Gerakan
diteruskan pada manubrium maleus, berayun pada poros melalui batas antara saluran panjang
dan pendek lalu meneruskan getaran dari manubrium ke inklus lalu dihantarkan ke stapes.
Mengubah resonasi (intensifikasi suara) yang menghasilkan getaran dari membran
timpani menjadi geakan stapes untuk mengarahkan skala vestibuli koklea yang terisi dengan
perlimfa. Sistem ini dinamakan tekanan suara yang sampai pada jendela lonjong. Hasil kerja
dari maleus dan inkus memperbesar gaya 1,3 kali dari luas membran timpani, jauh lebih besar
dari luas papan kaki stapes, pemborosan energi suara karena resistensi 60% dari energi suara
yang telah sampai pada membran timpani berhasil dihantarkan ke cairan dalam koklea.
1. Refleks gendang
Apabila otot telinga tengah (Membran tensor timpani dan membran stapedium) berkontraksi,
menarik manubrium malleus ke dalam dan papan kaki stapes keluar. Suara yang keras
menimbulkan refleks kontraksi otot yang dinamakan refleks gendang. Refleks gendang ini
berfungsi untuk melindungi dan mencegah gelombang suara keras yang dapat menyebabkan
perangsangan yang berlebihan pada reseptor pendengar. Akan tetapi, watu reaksi untuk
refleks adalah 40-160 ms sehigga refleks tidak melindungi dari rangsangan yang sangat
singkat seperti suara tembakan.
2. Penghantaran tulang dan udara
15
Telinga dalam yaitu koklea tertanam pada kavitas (cekungan tulang) dalam os temporalis
yang disebut labirin tulang, getaran seluruh tulang tengkorak dapat menyebabkan getaran
cairan pada koklea itu sendiri. Oleh karena itu pada kondisi yang memungkinkan garpu tala
atau penggetar elektronik diletakkan pada setiap prortuberonsia tulang tengkorank dan
proseus mastoideus sehingga telinga dapat mendengar getaran suara.
a. Penghantaran gelombang suara ke cairan telinga dalam melalui membran timpani dan tulang
tulang pendengar yang dinamakan penghantar tulang teliga tengah.
b. Gelombang suara menimbulkan getaran pada membran timpani sekunder yang menutup
jendella bundar (penghantaran udara).
c. Penghantaran tulang transminsi getaran dari tulang-tulang tengkorak ke cairan telinga dalam.
3. Gelombang jalan
Papan kaki stapes menimbulkan serangkaian gelombang berjalan pada perlimfa dalam skala
vestibuli. Apabila gelombang bergerak ke arah koklea, tinggi gelombang meningkat sampai
maksimum dan kemudian menurun dengan cepat. Jarak dari stapes sampai ketinggian
maksimum berubah-ubah tergantung pada frekuensi getaran. Gelombang suara nada tinggi
akan menimbulkan gelombang yang mencapai tinggi maksimum dekat pada basisi koklea,
sedangkan suara nada rendah menimbulkan gelombang memuncak dekat dengan apeks
dinding. Tulang dari skala vestibuli menjadi kaku, tetapi membran ini fleksibel. Membran
basilaris tidak dalam keadaan tegang dan dapat dilakukan ke dalam skala timpani oleh
puncak gelombang dalam skala vestibuli.
C. KEMAMPUAN DENGAR
Telinga manusia dapat mendengar frekuensi 20-20.000 Hz. Ambang dengar suara
(kepekaan) tidak sama dengan frekuensi. Kepekaan tertiggi adalah 1-4 Khz, anjing dapat
mendengar suara 50 Khz, sedangkan kelalawar dapat mendengar suara ultra di atas 20 Khz.
Kekerasan suara ditentukan oleh sistem pendengaran melalui tiga cara :
1. Ketika suara menadi keras, amplitudo getaran membran basilaris dan sel rambut juga
meningkat sehingga sel-sel rambut meneksitasi ujung saraf dengan lebih cepat.
2. Ketika getaran amplitudo getaran meningkat, penigkatan ini menyebabkan semakin
banyaknya sel rambut di atas lingkaran pinggir bagian membran basilaris menjadi
terangsang bukan melalui beberapa saraf.
16
3. Sel rambut sebelah luar tidak terangsang secara bermakna sampai getaran basilaris
mencapai intensitas yang tinggi kemudian stimuasi sel-sel ini menggambarkan pada
sistem saraf bahwa suara itu sangat keras.
D. PUSAT PENDENGARAN DAN HUBUNGANNYA
Pusat pendengaran teletak di otak, jarasanya sangat rumit dan belum banyak
diketahui. Neuron auditorik primer mempunyai badan sel di ganglia spiral yang berlokasi di
koklea. Akson sentral dari neuron bipolar ini setelah keluar dari koklea akan bergabung
engan serabut dari organ vestibul utuk membentuk saraf VII (nervus auditorius) dan masuk
ke medulla. Serabut auditorik berakhir di nuklei koklea, dari stasiun ini terjadi beberapa
koneksi dengan pusat saraf di otak.
1. Pusat auditorik medular, berfungsi mencari sumber bunyi, refleks pendengar mengatur
otak telinga tengah jika tba-tiba mendengar suatu alarm.
2. Pusat midbrain, kolikus inferior dan formasio artikularis mengatur refleks pendengar
yang berkaitan dengan gerak kepala dan mata guna mencari sumber bunyi, masuk
auditorik ke formasi retikular dan mempunyai pengaruh besar terhadap
kewaspadaan, perhatian, dan terjaganya seseorang.
3. Korikular inferior, proyeksi bunyi lebih atas dari persepsi suara yang dipancarkan ke
nuklei genikulata medial dari thalamus karena adanya penyilangan, maka proyeksi
auditorik bersifat bilateral dengan proyeksi kontralateral yang lebih intensif.
E. POTENSIAL AKSI DALAM SERABUT PENDENGARAN
Frekuensi potensial aksi dalam serabut pendengar sebanding dengan kekerasan bunyi.
Pada intensibitas bunyi yang rendah, tiap akson melepaskan listrik terhadap bunyi hanya 1
frekuensi. Frekuensi ini bervariasi dari akson ke akson, bergantung pada bagian koklea
tempat asal serabut.
Pada intensitas bunyi yang lebih tinggi, akson tersendiri melepaskan listrik terhadap
spektrum frekuensi bunyi yang lebih lebar. Khusus terhadap frekuensi yang lebih rendah
daripada frekueensi saat timbul rangsangan ambang area respons, tiap gelombangnya
menyerupai bentuk bentuk gelombang yang berjalan di dalam koklea.
17
Penentuan tinggi nada yang diterima bila suatu gelombang bunyi membentur telinga
berada didalam korti yang dirangsang maksimum. Gelombang berjalan yang dibentuk oleh
suatu nada menghasilkan cekungan puncak pada lamina basilaris, akibatnya rangsangan
reseptor maksimum pada suatu titik.
Jarak antara titik ini dengan stapes berhubungan terbalik dengan tinggi nada bunyi.
Nada rendah menghasilkan rangsangan maksimum pada basisi koklea.
Bila frekuensi cukup rendah, maka serabut saraf mulai berespons dengan suatu impuls
terhadap tiap siklus gelombang bunyi. Walaupun tinggi nada satu suara tergantung pada
frekuensi gelombang bunyi, kekerasan juga memainkan sebagian nada rendah di bawah 500
Hz tampak lebih rendah dan nada tinggi di atas 4000 Hz tampak lebih tinggi karena
kekerasannya meningkat kecuali berlangsung lebih dai 0,01 detik. Bila terlalu lama 0,1 detik,
tinggi nada akan meningkat karena lamanya juga meningkat.
KESEIMBANGAN
Nervus vestibularis yang tersebar hingga kanalis semisirkularis, menghantarkan impuls-
impuls menuju otak. Impuls-impuls ini dibangkitkan dalam kanal-kanal tadi, karena adanya
perubahan kedudukan cairan dalam kanal atau saluran itu. Hal ini mempunyai hubungan erat
dengan kesadaran kedudukan kepala terhadap badan. Apabila seseorang didorong sekonyong-
konyong ke arah satu sisi, maka kepala orang itu cenderung akan miring ke arah yang lain
guna mempertahankan keseimbangan. Berat badan diatur, posisi berdiri dipertahankan, dan
jatuhnya badan dapat dipertahankan. Perubahan kedudukan cairan dalam saluran
semisirkularis inilah yang merangsang impuls, yang segera dijawab badan berupa gerak
refleks, guna memindahkan berat badan serta mempertahankan keseimbangan1823.
18
A. FUNGSI APARATUS VESTIBULARIS
Apparatus vestibularis mempunyai dua komponen yaitu kanalis semi sirkularis dan
utikulus serta sakulus. Jika terjadi kerusakan pada utrikulus sakulus akan membuat
keseimbangan hilang pada posisi badan atas bawah, sedangkan jika terdapat kerusakan pada
kanalis semisirkularis akan mengganggu gerakan berbalik (ekuilibrium dinamik).
Berikut beberapa fungsi apparatus vestibularis :
1. Deteksi akselerasi linier oleh organ makular
Sakulus (kantung kecil) dan utrikus (tas kecil) adalah tonjolan kecil pada
dinding telinga dalam dan masig-masing berisi makula (organ makula) yang terendam
dalam endolimfa, setiap makula merupakan organ reseptor tranduksi mekanoelektrik
berisi sel rambut.
Setiap sel rambut terdiri atas beberapa stereosilia di apeksnya dan satu
kinosilia (filament protoplasma), dikelilingi membran otolitik yang berisi Kristal
kalsium karbonat kecil (panjang 1-19 mikron) yang disebut otolit (batu telinga).
Jika kepala bergerak (percepatan) linier ke jurusan manapun, macula bergerak
bersamanya, tetapi otolit lebih pekat dari cairan di sekitarnya sehingga ketinggalan
bergerak dan stereosilia mengalami distorsi (menyimpang bayangan) sehingga
menghasilkan potensial reseptor daam sel rambut. Potensial ini secara sinapatik
memicu aksi potensial serabut saraf vestibular yang kemudian dikirim ke otak.
Orirentasi sakulus dan utrikulus sedemikian rupa sehingga makula memberi
informasi pada otak tentang perubahan gerakan linier kepala dan badan, sebagai
konsekuensinya aktivasi makular terjadi, terutama saat awal (akselerasi) dan akhir
(deselerasi) gerakan, jadi dalam mobil yang bergerak atau elevator, kita merasakan
gerakan pada saat awal dan akhir.
2. Deteksi akselerasi rotasional
Kanalis semi sirkularis dari apparatus vestibuli berperan dalam gerak rotasi.
Tiga kanal yang berisi cairan terletak tegak satu sama lain. Oleh karena itu, gerak
rotasi kepala ke jurusan manapun akan merangsang setidaknya salah satu kanal.
Di setiap ujung masing-masing kanal terdapat organ indra transduksi mekano
elektrik, yang disebut ampulla. Seperti makula, setiap ampula berisi sel rambut
19
dengan struktur silia yang sama, dikelilingi lapisan gelatin yang disebut kupula
(cangkir kecil=cup kecil). Kapula menyilang lumen kanal ke dinding kanal lainnya.
Akselerasi rotasi gerakan kepala menggerakkan kanalis
semisirkularis, mengubah pelekatan kupula ke jurusan sama, tetapi cairan endolimfa
tertinggal. Oleh karena adanya inersia, perbedaan gerakan cairan akan mendistorsi
stereosilia, membuat potensial reseptor dalam sel rambut. Potensial reseptor memicu
seranbut saraf vestibular. Potensial aksi (impuls saraf) akan memberikan informasi
pusat vestibular otak tentang gerak rotasi tertentu.
B. FUNGSI KOMPONEN UTAMA TELINGA
Berikut fungsi komponen utama telinga yang di tuliskan dalam tabel :
Struktur Letak Fungsi
Telinga luar Samping kiri kanan di
bawah temporal.
Mengumpulkan dan
memindahkan gelombang suara
ke telinga tengah.
Pinna (daun telinga) Lempeng tulang rawan yang
terbungkus kulit dan
terletak di kedua sisi kepala.
Mengumpulkan gelombang
suara ke memban timpani
mengandung rambut-rambut
penyaring dan menyekresikan
kotoran telnga untu menangkap
partikel-partikel asing.
Meatus auditorius
ekternus (liang
telinga)
Saluran dari ekterior
melalui tuang temporalis ke
membran timpani.
Bergetar secara sinkron dengan
gelombang suara
yangmengenainya menyebabkan
tulang-tulang pendengaran
telinga tengah bergetar.
Telinga tegah Rangkaian tulang yang
dapat bergerak yang
berjalan melintasi rongga
telinga tegah,maleus
melekat ke membran
timpani dan stapes melekat
pada jendela oval.
Memindahkan getaran membran
timpani ke cairan di
koklea,dalam prosesnya
memperkuat energi suara.
20
Maleus, inkus,
stapes
Membran tipis di pintu
masuk koklea,memisahkan
telinga tengah dengan skala
vestibuli
Bersilia secara sinkron dengan
getaran membran timpani,serta
menimbulkangetaran seperti
gelombang di perlimfa koklea
dengan frekuensi yang sama.
Telinga dalam:
koklea
Kompartemen atas koklea
dan kompartemen bawah
koklea.
Tempat sistem sensorik untuk
mendengar
Jendela oval Kompartemen tengah
koklea.
Bergetar bersama dengan getaran
stpes yang melekat padanya.
Gerakan jendela oval
menyebabkan perlimfa koklea
bergerak.
Skala vestibuli, skala
timpani
Membentuk lantai duktus
koklearis.
Mengandung perlimfa yang
dibuat bergerak oleh gerakan
jendela oval yang didorang oleh
getaran tulang-tulang telinga
tengah.
Duktus koklearis
(skala media)
Terletak di bagian atas dan
di sepanjang membran
basilaris.
Memgandung endolimfa: tempat
membran basilaris.
Membran basilaris Membran stasioner yang
tergantung di atas organ
korti dan tempat sel-sel
rambut reseptor permukaan
tertanam di dalamnya.
Mengandung endolimfe: tempat
membran basilaris.
Mengandung sel rambut,
reseptor untuk suara, yang
mengeluarkan potensial reseptor
sewaktu terbekuk akibat cairan
di koklea.
Organ korti Membran tipis yang
memisahkan skala timpani
dari telinga tengah.
Tempat rambut sel-sel reseptor
tertanam di dalamnya menekuk
dan membentuk potensial
21
reseptor ketika membrane
basilaris bergetar terhadap
membran tektorial yang
stasioner.
Membran tectorial Tiga saluran semisirkuler
yang tersusun tiga dimensi
dalam bidang-bidang yang
tegak lurus satu sama lain di
dekat korteks jauh di dalam
tulang temporalis.
Bergerak bersama dengan
getaran cairan di perilimfe untuk
meredam tekanan di dalam
koklea, tidak berperan di dalam
penerimaan suara.
Jendela bundar Struktur seperti kantong
rongga antara koklea dan
kanalis semisirkularis.
Tempat sistem sensoris untuk
keseimbangan dan memberikan
masukan yang penting untuk
mempertahankan postur dan
keseimbangan.
Telinga dalam
(aparatus
vestibularis)
Terletak disamping
utrikulus
Mendeteksi: akselarasi
(percepatan) deselarasi
(perlambatan) rotasional atau
angular.
Kanalis semi
sirkularis
Mendeteksi: 1) perubahan posisi
kepala menjauhi sumbu vertikal,
2) mengarahkan akselarasi dan
deselerasi linear secara
horizontal.
Utrikulus
Sakulus
Mendeteksi: 1) perubahan posisi
kepala menjauhi sumbu
horizontal, 2) mengarahkan
akselarasi dan deselerasi linear
secara vertikal.
22
KELAINAN TELINGA LUAR
A. KELAINAN KONGENITAL
1. Atresia Liang Telinga dan Mikrotia
Selain dari liang telinga yang tidak terbentuk, juga biasanya disertai dengan
kelainan daun telinga dan tulang pendengaran. Penyebab kelainan ini belum diketahui
dengan jelas, diduga karena faktor genetik, seperti infeksi virus atau intoksikasi bahan
kimia pada kehamilan muda. Diagnosis atresia telinga kongenital hanya dengan
melihat daun telinga yang tidak tumbuh dan liang telinga yang atresia saja.
Atresia liang telinga dapat unilateral atau bilateral. Tujuan rekonstruksi adalah
selain dari memperbaiki fungsi pendengaran juga untuk kosmetik. Operasi dilakukan
dengan bedah mikro telinga.
2. Fistula Periaurikular
Fistula periaurikular terjadi ketika pembentukan daun telinga dalam masa
embrio. Kelainan ini berupa gangguan embrional pada arkus brakial 1 dan 2. Fistula
dapat ditemukan di depan tragus atau di sekitarnya, dan sering terinfeksi. Pada
keadaan tenang tampak muara fistula berbentuk bulat atau lonjong, berukuran seujung
23
pensil. Dari muara fistula sering keluar sekret yang berasal dari kelenjar sebasea. Bila
tidak ada keluhan, operasi tidak perlu dilakukan. Akan tetapi bila terdapat abses
berulang dan pembentukan sekret kronis, maka perlu dilakukan pengangkatan fistula
itu seluruhnya, oleh karena apabila tidak bersih dapat menyebabkan kekambuhan.
3. Lop Ear (Bat’s Ear)
Kelainan ini merupakan kelainan kongenital, yaitu bentuk abnormal daun
telinga. Tampak daun telinga lebih lebar dan lebih berdiri. Secara fisiologik tidak
terdapat gangguan pendengaran, tetapi dapat menyebabkan gangguan psikis karena
estetik.
B. KELAINAN DAUN TELINGA
1. Hematoma
Hematoma daun telinga disebabkan oleh trauma, sehingga terdapat
penumpukan bekuan darah di antara perikondrium dan tulang rawan. Bila bekuan
darah ini tidak dikeluarkan dapat terjadi organisasi dari hematoma, sehingga tonjolan
menjadi padat dan permanen. Cara mengeluarkan bekuan darah itu ialah dengan
melakukan insisi secara steril. Komplikasi yang terjadi, bila tindakan tidak steril ialah
perikondritis.
2. Perikondritis
Perikondritis (radang pada tulang rawan daun telinga) terjadi karena trauma,
pasca operasi telinga (mastoiditis) dan sebagai komplikasi pseudokista. Pengobatan
dengan antibiotik sering gagal. Dapat terjadi komplikasi, yaitu tulang rawan hancur
dan menciut serta keriput, sehingga terjadi telinga lisut (cauliflower ear).
3. Pseudokista
Pada kelainan ini terdapat cairan kekuningan di antara tulang rawan daun
telinga dan perikondrium. Pasien tidak merasa nyeri, datang ke dokter karena ada
benjolan di daun telinga yang tidak diketahui penyebabnya. Sebagai terapi dilakukan
pungsi secara steril, kemudian dilakukan balut tekan atau dengan gips selama
24
seminggu supaya perikondrium melekat di tulang rawan. Apabila perlengketan tidak
sempurna dapat timbul kekambuhan, dan bila pungsi tidak steril, dapat terjadi
perikondritis dan berlanjut menjadi telinga lisut(cauliflower ear).
C. KELAINAN TELINGA LUAR
1. Serumen
Serumen ialah hasil produksi kelenjar sebasea dan kelenjar serumen yang
terdapat di kulit sepertiga luar liang telinga. Konsistensinya biasanya lunak, tetapi
kadang-kadang padat, terutama dipengaruhi oleh faktor keturunan di samping faktor
lain seperti iklim dan usia.
Walaupun tidak mempunyai efek anti bakteri maupun anti jamur, serumen
mempunyai efek proteksi, sebab membantu membawa kotoran yang ada di liang
telinga, seperti pengelupasan kulit, debu yang masuk ke liang telinga.
Pada keadaan normal serumen tidak akan tertumpuk di liang telinga. Serumen
itu akan keluar sendiri pada waktu mengunyah, dan setelah sampai di liang telinga
akan menguap karena panas. Serumen yang menumpuk di liang telinga dapat
mengakibatkan gangguan pendengaran (tuli konduktif). Untuk membersihkan
serumen tergantung pada konsistensinya.
Gejala klinik: Keluhan rasa tersumbat di telinga, pendengaran berkurang dan
kadang-kadang berdengung. Pada pemeriksaan liang telinga tampak serumen dalam
bentuk lunak, liat, keras dan padat.
Penatalaksanaan:
a. Serumen cair
Bila serumen sedikit, bersihkan dengan kapas yang dililitkan pada pelilit kapas
atau disedot dengan pompa penghisap.
b. Serumen lunak
Bila serumen banyak dan tidak ada riwayat perforasi membran timpani, lakukan
irigasi liang telinga dengan larutan permanganat 1/1000 suhu larutan sesuai suhu
tubuh. Bila ada riwayat perforasi membran timpani, maka tidak dapat dilakukan
irigasi. Bersihkan serumen dengan kapas yang dililitkan pada pelilit kapas.
c. Serumen liat
Dikait dengan pengit serumen, apabila tidak berhasil lakukan irigasi dengan syarat
tidak ada perforasi membrana timpani.
25
d. Serumen keras dan padat
Apabila serumen berukuran besar dan menyumbat liang telinga, lunakkan terlebih
dahulu dengan meneteskan karboliserin 10% selama 3 hari, kemudian keluarkan
dengan pengait atau dilakukan irigasi.
2. Benda Asing di Liang Telinga
Benda asing di liang telinga dapat berupa benda mati, benda hidup, binatang,
komponen tumbuh-tumbuhan atau mineral. Adanya benda asing di liang telinga dapat
menyebabkan tuli konduktif. Benda asing dapat ditarik dengan pengait serumen, bisa
juga dengan menggunakan cunam atau pengait.
3. Otitis Eksterna
Otitis eksterna ialah radang telinga akut ataupun kronis yang disebabkan oleh
bakteri. Seringkali timbul bersama penyebab lain, seperti jamur, alergi, atau virus
sehingga sulit dibedakan.
Faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya penyakit ini adalah udara
yang hangat dan lembab, pH di liang telinga (pH biasanya normal atau asam. pH yang
basa akan menurunkan proteksi terhadap infeksi). Pada keadaan yang hangat dan
lembab, kuman dan jamur mudah tumbuh. Hal lain ialah trauma ringan (ketika
mengorek telinga) atau karena berenang yang menyebabkan perubahan pada kulit
karena terkena air.
a. Otitis Eksterna Akut
- Otitis Eksterna Sirkumskripta (Furunkel = Bisul)
Oleh karena di sepertiga luar liang telinga mengandung adneksa kulit,
seperti folikel rambut, kelenjar sebasea, dan kelenjar serumen, maka di tempat
itu dapat terjadi infeksi pada pilosebaseus, sehingga membentuk furunkel
(bisul).
Kuman penyebabnya (etiologi) biasanya Staphilococcus
aureus atau Staphilococcus albus. Gejalanya ialah rasa nyeri yang hebat, tidak
sesuai dengan besar bisul. Hal ini diseabkan karena kulit liang telinga tidak
mengandung jaringan longgar di bawahnya, sehingga rasa nyeri timbul pada
penekanan perikondrium. Rasa nyeri dapat juga timbul spontan pada waktu
membuak mulut (sendi temporomandibula). Selain itu dapat juga terjadi
gangguan pendengaran, bila furunkel besar dapat menyumbat liang telinga.
26
Penatalaksanaan:
Diberikan antibiotik dalam bentuk salep seperti neomisin, polimiksin
B, atau basitrasin; atau antiseptik (asam asetat 2-5% dalam alkohol 2%); atau
tampon iktiol dalam liang telinga selama 2 hari.
Bila sudah menjadi abses, diaspirasi secara steril untuk mengeluarkan
nanahnya (pus). Kalau dinding furunkelnya tebal, dilakukan insisi kemuadian
dipasang drain untuk mengalirkan nanah. Tidak perlu diberikan antibiotik
sistemik, cukup obat simtomatik, seperti analgetik dan obat penenang.
- Otitis Eksterna Difus
Otitis eksterna difus dapat terjadi sekunder pada otitis media supuratif
kronis (OMSK) atau otitis media akut (OMA).
Kuman penyebabnya (etiologi) biasanya
golongan pseudomonas, Staphilococcus albus, Escherichia
coli dan Enterobacter aerogenes.
Gejala klinis: Gejala sama dengan otitis media sirkumskripta. Tampak
duapertiga dalam kulit liang telinga sempit, hiperemis, dan edema tanpa batas
yang jelas, serta tidak ditemukan furunkel. Kadang terdapat sekret yang
berbau, tidak mengandung lendir. Dapat disertai demam dan pembesaran
kelenjar getah bening regional.
Penatalaksanaan: masukkan tampon yang mengandung antibiotik ke liang
telinga supaya terjadi kontak yang baik antara obat dengan kulit yang
meradang.
Dapat diberikan kompres rivanol 1/1.000 selama 2 hari. Dapat
digunakan obat tetes telinga yang mengandung polimiksin B/kolistin,
neomisin dan hidrokortison atau kloramfenikol.
Bila kasus berat, diperlukan antibiotik sistemik atau oral. Bila terjadi
akibat infeksi telinga tengah maka penyebabnya yang harus diobati.
b. Otitis Eksterna Maligna
Merupakan suatu tipe khusus dari infeksi akut yang difus di liang telinga
luar. Biasanya pada orang tua dengan diabetes melitus. Pada otitis eksterna maligna
peradangan dapat meluas secara progresif ke lapisan subkutis dan organ di sekitarnya.
Dengan demikian dapat menimbulkan kelainan berupa kondritis, osteitis, dan
27
osteomielitis yang dapat mengakibatkan kehancuran tulang temporal. Etiologi
(penyebab): Pseudomonas
Gejala dapat dimuali dengan rasa gatal di liang telinga yang dengan cepat
diikuti oleh nyeri hebat dan sekret yang banyak dan pembengkakan liang telinga.
Rasa nyeri akan semakin menghebat, liang telinga akan tertutup oleh tumbuhnya
jaringan granulasi secara subur.
Saraf fasial dapat terkena sehingga menimbulkan paresis atau paralisis fasial.
Kelainan patologik yang penting ialah osteomielitis yang progresif (disebabkan
infeksi kumanPseudomonas aeroginosa).
Terapi: Pengobatan dengan pemberian antibiotik dosis tinggi
terhadap Pseudomonas aeroginosa yang dikombinasikan dengan aminoglikosida dan
diberikan secara parenteral 4-6 minggu. Bila perlu dilakukan debridemen pada
jaringan nekrotik di liang telinga dan kavum timpani. Yang terpenting, gula darah
harus dikontrol (pada pasien DM).
4. Otomikosis
Infeksi jamur di liang telinga dipermudah oleh kelembaban yang tinggi. Yang
tersering ialah jamur aspergilus. Kadang-kadang kandida albikans, dll. Gejala berupa
rasa gatal dan rasa penuh di liang telinga. Tapi kadang juga tanpa keluhan. Pengobatan
dengan membersihakn liang telinga. Larutan asam asetat 2-5% dalam alkohol biasanya
dapat menyembuhkan. Kadang diperlukan obat anti jamur (salep) secara topikal.
28
KELAINAN TELINGA TENGAH
A. PENYAKIT MEMBRAN TIMPANI
Penyakit membran timpani biasanya menyertai perubahan patologi telinga tengah
dan mastoid, akan tetapi adakalanya penyakit secara primer berasal dari membran
timpani. Penyakit membran timpani dengan suatu proses patologik primer dapat
menimbulkan gambaran:
a. Membran timpani dapat menebal akibat peradangan.
b. Berbercak-bercak putih tebal atau menjadi putih tebal seluruhnya akibat timbunan
kolagen terhialinisasi pada lapisan tengahnya sebagai akibat peradangan terdahulu
(timpanosklerosis).
c. Membran timpani dapat menjadi lebih tipis akibat hilangnya lapisan membrana
propria yang hampir selalu disebabkan disfungsi tuba eustakius.
d. Membran timpani dapat mengalami retraksi bila terdapat suatu vakum dalam telinga
tengah, atau dapat menonjol bila terdapat cairan, infeksi atau massa jaringan dalam
telinga tengah.
29
e. Membran timpani dapat pula mengalami perforasi akibat trauma dengan atau tidak
dapat disertai putusnya rantai osikula. Perforasi membran timpani dapat digolongkan
menjadi 4 (empat) tipe berdasarkan lokasinya: tuba, sentral, marginal dan pars
flaksida.
Miringitis merupakan peradangan pada membran timpani. Peradangan ini dapat
menyertai radang telingan tengah atau suatu otitis eksterna. Akan tetapi, miringitis secara
khas menjelaskan suatu peradangan dimana membran timpani terlibat secara primer. Pada
miringitis hemoragik atau bulosa, temuan yang paling nyata adalah pembentukan bleb
(bula) pada membran timpani dan dinding kanalis di dekatnya. Bula-bula ini mengandung
cairan serosa, darah atau keduanya dan tampak merah atau ungu sehingga didiagnosis
banding dengan otitis eksterna dan herpes zoster otikus (sindrom Ramsay-Hunt).
Penyebab miringitis pada anak-anak adalah bakteri yang lazim menyebabkan otitis media
supurativa akut, sedangkan pada dewasa sering disebabkan Mycoplasma pneumoniae.
Miringitis pada dewasa dapat sembuh sendiri, akan tetapi bila telah melibatkan sistemik
maka eritromisin merupakan obat pilihan. Miringotomi dapat dilakukan untuk
memecahkan bula yang terbentuk.
B. GANGGUAN FUNGSI TUBA EUSTACHIUS
Tuba eustakius menghubungkan rongga tekinga tengah dengan nasofaring dan
erat sekali kaitannya dengan penyakit-penyakit kedua struktur tersebut. Sepertiga bagian
lateral tuba eustakius yang berhubungan dengan telinga tengah berupa tulang, sedangkan
duapertiga medial adalah fibrokartilaginosa. Tuba eustakius bayi berbeda dengan dewasa.
Tuba bayi pendek, lebar dan terletak horizontal dan ini merupakan alasan mengapa
radang tuba eustakius lazim terjadi pada bayi. Dengan perkembangan anak, tuba
bertambah panjang dan sempit serta mengarah ke bawah di sebelah medial.
Tuba biasanya tertutup dan akan terbuka melalui kontraksi aktif otot velli palatini
pada saat menelan, atau saat menguap, atau membuka rahang. Fungsi tuba eustakius
adalah ventilasi, drainase, dan proteksi telinga tengah dari kontaminasi sekret nasofaring.
Tuba akan membuka melalui kerja otot jika terdapat perbedaan tekanan sebesar 20-40
mmHg. Sekresi telinga tengah akan dialirkan k nasofaring melalui tuba eustakius yang
berfungsi normal. Jika tuba eustakius tersumbat, akan tercipta keadaan vakum dalam
telinga tengah, yang mengarah pada peningkatan produksi cairan yang semakin
memperberat masalah sehingga perlu dilakukan miringotomi. Karena selalu tertutup, tuba
30
eustakius dapat melindungi telinga tengah dari kontaminasi sekret nasofaring dan
organisme piogenik.
Gangguan pada tuba eustakius antara lain:
a. Tuba eustakius paten abnormal
Suatu tuba eustakius yang paten abnormal selalu terbuka sehingga udara dapat masuk
ke dalam telinga tengah selam inspirasi. Riwayat penderita biasanya kehilangan berat
badan yang nyata, dimana jaringan adiposa di sekitar muara tuba eustakius ikut
menghilang. Dapat terjadi pada wanita yang menggunakan pil KB maupun pria yang
mendapat estrogen. Gejala yang muncul berupa otofoni, fullness atau rasa tersumbat
dalam telinga. Membran timpani tampak atrofik dan tipis, serta bergerak keluar
masuk selama respirasi. Prosedur yang efektif dilakukan pada kelainan ini adalah
dengan memasang tuba ventilasi melalui membran timpani untuk mengurangi efek-
efek yang mengganggu.
b. Mioklonus palatum
Mioklonus palatum merupakan suatu kondisi yang jarang dijumpai, dimana otot-otot
palatum mengalami kontraksi ritmik secara berkala sehingga dapat didengan bunyi
“klik” dalam telinga pasien yang dapat didengar oleh pemeriksa. Penyebab pasti
mioklonus palatum tidak diketahui. Pengobatan biasanya tidak diperlukan, namun
kadangkala dapat dipertimbangkan insisi otot tensor timpani elinga tengah.
c. Palatoskisis
Palatoskisis dapat menyebabkan disfungsi tuba eustakius akibat hilangnya penambat
otot tensor velli palatini sehingga kontraksi otot untuk membuka tuba eustakius pada
saat menelan menjadi terhambat. Ktidakmampuan untuk membuka tuba ini
menyebabkan ventilasi telinga tengah tidak memadai, selanjutnya terjadi peradangan.
Dengan demikian, insiden penyakit telinga tengah pada anak dengan palatoskisis
menjadi sangat tinggi. Penanganan otologik memerlukan pengobatan penyakit telinga
secara dini. Koreksi bedah pada palatoskisis dilakukan sesegera mungkin untuk tujuan
fungsional. Banyak anak memerlukan pemasangan tuba ventilasi.
31
d. Barotrauma
Barotrauma adalah kerusakan jaringan telinga akibat perbedaan tekanan antara
bagian dalam dan luar membran timpani yang dapat terjadi pada saat menyelam atau
terbang. Hukum Boyle menyatakan bahwa suatu penurunan/peningkatan tekanan
lingkungan akan memperbesar/menekan (secara berurutan) suatu volume gas dalam
ruang tertutup. Bila gas dalam struktur yang
lentur, maka strruktur tersebut dapat rusak
karena ekspansi atau kompresi.
Tekanan udara pada telinga tengah
biasanya sama dengan tekanan udara
lingkungan. Dengan menurunnya tekanan udara
lingkungan, udara dalam telinga tengah akan
mengembang dan secara pasif akan keluar
melalui tuba eustakius. Dengan meningkatnya
tekanan udara lingkungan, udara dalam telinga
tengah dalam telinga tengah dan tuba eustakius
menjadi tertekan dan cenderung menyebabkan penciutan tuba eustakius. Jika
perbedaan tekanan udara antara rongga telinga tengah dan lingkungan menjadi terlalu
besar (90-100 mmHg), bagian kartilaginosa tuba eustakius akan sangat menciut.
Semakin bertmbahnya perbedaan tekanan menyebabkan berlanjutnya keadaan vakum
relatif dalam ronga telinga tengah. Selanjutnya akan terjadi rangkaian kerusakan,
mula-mula membran timpani tertarik ke dalam menyebabkan membran teregang dan
pecahnya pembuluh-pembuluh darah kecil sehingga tampak gambaran injeksi dan
bula hemoragik pada membran timpani. Dengan makin meningkatnya tekanan,
pembuluh-pembuluh darah pada mukosa telinga tengah juga akan berdilatasi dan
pecah, menimbulkan hemotimpanikum, kadang-kadang dapat menyebabkan ruptur
membran timpani.
Gejala barotrauma pada telinga tengah termasuk nyeri, rasa tidak nyaman dan
penuh serta berkurangnya pendengaran, dizziness, bahkan hidung berdarah. Untuk
mengurangi rasa tidak nyaman maupun nyeri pada telinga, perlu dilakukan usaha
untuk membuka tuba eustakius yang menciut dan mengurangi tekanan dengan
mengunyah permen karet, mengambil napas, melakukan perasat Valsava maupun
32
Toynbee, makan permen atau menguap. Pengobatan yang dapat diberikan antara lain
anti histamin, dekongestan atau spray hidung, dan steroid. Jika tuba eustakius tidak
membuka, perlu dilakukan miringotomi.
C. GANGGUAN PADA RANTAI OSIKULA
Rantai osikula yang utuh mempunyai peran penting untuk transmisi suara dari
membran timpani ke fenestra ovalis. Rangkaian osikula ini dapat terputus atau menjadi
terfiksasi baik karena kelainan kongenital ataupun karena penyakit.
a. Kelainan kongenital
Osikula dapat mengalami kelainan bentuk, terputus atau terfiksasi secara kongenital.
Karena berasal dari arkus brankialis pertama dan kedua, maka kelainan osikula
seringkali disertai anomali perkembangan dari kedua arkus ini, misalnya pada
sindrom Treacher-Collins, yaitu stenosis telinga kongenital dengan disostosis
maksilofasial. Deformitas osikula dapat pula terjadi secara tersendiri, bentuk yang
paling umum adalah hilangnya sebagian inkus dan fiksasi stapes. Aspek fungsional
kelainan ini (ketulian) perlu dikoreksi sebelum mempertimbangkan perbaikan
kosmetik. Deformitas osikula secara terpisah biasanya dapat diperbaiki dengan
pembedahan. Bila stapes terfiksasi, maka tindakan stapedektomi dengan penggantian
protesis dapat memulihkan pendengaran. Osikula juga dapat terfiksasi akibat
timpanosklerosis pada pasien-pasien dengan riwayat otitis media.
b. Otosklerosis
Otosklerosis merupakan gangguan autosomal dominan yang terjadi pada awal masa
dewasa, pada usia belasan atau awal 20-an. Meskipun biasanya bilateral, otosklerosis
dapat pula unilateral. Kelainan ini merupakan penyakit labirin tulang dimana
terbentuk suatu daerah otospongiosis terutama di depan dan di dekat kaki stapes,
sehingga stapes menjadi terfikasi. Pasien biasanya mengeluh kehilangan pendengaran
bila mencapai tingkat 40 dB atau lebih. Uji diagnostik tes Rinne menunjukkan hasil
negatif. Membran timpani tampak normal, namun kadang berwarna merah muda atau
oranye akibat otospongiosis vaskular dalam telinga tengah yang terlihat melalui
33
membran timpani (Scwartze positif). Manajemen terapi kelainan ini adalah
pembedahan, namun sangat tergantung pada fungsi koklea.
c. Trauma telinga tengah
Perforasi membran timpani dapat disebabkan perubahan tekanan yang mendadak
(barotrauma, trauma ledakan), atau karena benda asing dalam telinga. Gejalanya
antara lain nyeri, sekret berdarah dan gangguan pendengaran (suara terdengar seperti
dalam “tong”). Perforasi traumatik yang bersih dirawat dengan melindungi telinga
dari air dan pemberian antibiotik sistemik bila ada nyeri atau peradangan. Umumnya
perforasi bersih tanpa komplikasi akan sembuh dengan sendirinya. Yang perlu benar-
benar diperhatikan adalah perforasi yang menyebabkan cedera rantai osikula. Cedera
ini perlu dicurigai bila didapatkan kehilangan pendengaran (> 25 dB) dan vertigo
(bukan sensasi nyeri dan bunyi menggaung). Pada cedera ini, dapat ditemukan stapes
yang bergeser atau mengalami subluksasi sehingga perlu dilakukan stapedektomi.
Trauma ledakan jarak dekat cenderung menimbulkan skuele jangka panjang. Ruptur
tidak hanya terbatas pada membran timpani, namun partikel-partikel epitel skuamosa
menjadi tersebar dalam telinga tengah. Osikula dapat terdorong cukup jauh.
D. OTITIS MEDIA SUPURATIF AKUT
Otitis media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustakius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media akut (OMA)
adalah peradangan telinga tengah dengan gejala dan tanda-tanda yang bersifat cepat dan
singkat. Gejala dan tanda klinik lokal atau sistemik dapat terjadi secara lengkap atau
sebagian, baik berupa otalgia, demam, gelisah, mual, muntah, diare, serta othorrhea,
apabila telah terjadi perforasi membran timpani. Pada pemeriksaan otoskopik juga
dijumpai efusi telinga tengah. Terjadinya efusi telinga tengah atau inflamasi telinga
tengah ditandai dengan membengkak pada membran timpani atau bulging pada membran
timpani, terdapat cairan di belakang membran timpani, dan othorrhea.
Otitis media berdasarkan gejalanya dibagi atas otitis media supuratif dan otitis
media non supuratif, di mana masing-masing memiliki bentuk yang akut dan kronis.
Selain itu, juga terdapat jenis otitis media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa, otitis
media sifilitika. Otitis media yang lain adalah otitis media adhesiva.
34
Skema Pembagian Otitis Media Skema Pembagian Otitis Media Berdasarkan Gejala
Etiologi
a. Bakteri
Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut penelitian, 65-75%
kasus OMA dapat ditentukan jenis bakteri piogeniknya melalui isolasi bakteri terhadap
kultur cairan atau efusi telinga tengah. Kasus lain tergolong sebagai non-patogenik karena
tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Tiga jenis bakteri penyebab otitis media
tersering adalah Streptococcus pneumoniae (40%), diikuti oleh Haemophilus influenzae
(25-30%) dan Moraxella catarhalis (10-15%). Kira-kira 5% kasus dijumpai patogen-
patogen yang lain seperti Streptococcus pyogenes (group A beta-hemolytic),
Staphylococcus aureus, dan organisme gram negatif. Staphylococcus aureus dan
organisme gram negatif banyak ditemukan pada anak dan neonatus yang menjalani rawat
inap di rumah sakit. Haemophilus influenzae sering dijumpai pada anak balita. Jenis
mikroorganisme yang dijumpai pada orang dewasa juga sama dengan yang dijumpai
pada anak-anak.
b. Virus
Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai tersendiri atau bersamaan
dengan bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling sering dijumpai pada anak-anak,
yaitu respiratory syncytial virus (RSV), influenza virus, atau adenovirus (sebanyak 30-
40%). Kira-kira 10-15% dijumpai parainfluenza virus, rhinovirus atau enterovirus.
Virus akan membawa dampak buruk terhadap fungsi tuba eustakius, menganggu fungsi
imun lokal, meningkatkan adhesi bakteri, menurunkan efisiensi obat antimikroba dengan
35
menganggu mekanisme farmakokinetiknya. Dengan menggunakan teknik polymerase
chain reaction (PCR) dan virus specific enzyme-linked immunoabsorbent assay
(ELISA), virus-virus dapat diisolasi dari cairan telinga tengah pada anak yang menderita
OMA pada 75% kasus.
Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya otitis media adalah umur, jenis kelamin, ras, faktor genetik,
status sosioekonomi serta lingkungan, asupan air susu ibu (ASI) atau susu formula,
lingkungan merokok, kontak dengan anak lain, abnormalitas kraniofasialis kongenital, status
imunologi, infeksi bakteri atau virus di saluran pernapasan atas, disfungsi tuba Eustakius,
inmatur tuba Eustakius dan lain-lain. Faktor umur juga berperan dalam terjadinya OMA.
Peningkatan insiden OMA pada bayi dan anak-anak kemungkinan disebabkan oleh struktur
dan fungsi tidak matang atau imatur tuba Eustakius. Selain itu, sistem pertahanan tubuh atau
status imunologi anak juga masih rendah. Insidens terjadinya otitis media pada anak laki-laki
lebih tinggi dibanding dengan anak perempuan. Anak-anak pada ras Amerika asli, Inuit, dan
Indigenous Australian menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi dibanding dengan ras lain.
Faktor genetik juga berpengaruh. Status sosioekonomi juga berpengaruh, seperti kemiskinan,
kepadatan penduduk, fasilitas higiene yang terbatas, status nutrisi rendah, dan pelayanan
pengobatan terbatas, sehingga mendorong terjadinya OMA pada anak-anak. ASI dapat
membantu dalam pertahanan tubuh. Oleh karena itu, anak-anak yang kurangnya asupan ASI
banyak menderita OMA. Lingkungan merokok menyebabkan anak-anak mengalami OMA
yang lebih signifikan dibanding dengan anak-anak lain. Dengan adanya riwayat kontak yang
sering dengan anak-anak lain seperti di pusat penitipan anak-anak, insidens OMA juga
meningkat. Anak dengan adanya abnormalitas kraniofasialis kongenital mudah terkena OMA
karena fungsi tuba Eustakius turut terganggu, anak mudah menderita penyakit telinga
tengah. Otitis media merupakan komplikasi yang sering terjadi akibat infeksi saluran napas
atas, baik bakteri atau virus.
Gejala Klinis
Gejala klinis OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien. Pada anak
yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga, di samping
suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak yang
lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri, terdapat gangguan pendengaran berupa
rasa penuh di telinga atau rasa kurang mendengar. Pada bayi dan anak kecil, gejala khas
36
OMA adalah suhu tubuh tinggi dapat mencapai 39,5°C (pada stadium supurasi), anak
gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang dan kadang-
kadang anak memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret
mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun dan anak tidur tenang. Penilaian klinik OMA
digunakan untuk menentukan berat atau ringannya suatu penyakit. Penilaian berdasarkan
pada pengukuran temperatur, keluhan orang tua pasien tentang anak yang gelisah dan
menarik telinga atau tugging, serta membran timpani yang kemerahan dan membengkak atau
bulging. Menurut Dagan (2003) skor OMA adalah seperti berikut:
Penilaian derajat OMA dibuat berdasarkan skor. Bila didapatkan angka 0 hingga 3,
berarti OMA ringan dan bila melebihi 3, berarti OMA berat. Pembagian OMA lainnya yaitu
OMA berat apabila terdapat otalgia berat atau sedang, suhu lebih atau sama dengan 39°C
oral atau 39,5°C rektal. OMA ringan bila nyeri telinga tidak hebat dan demam kurang dari
39°C oral atau 39,5°C rektal.
Fisiologi, Patologi dan Patogenesis
Patogenesis OMA
37
Patogenesis OMA pada sebagian besar anak-anak dimulai oleh infeksi saluran
pernapasan atas (ISPA) atau alergi, sehingga terjadi kongesti dan edema pada mukosa
saluran napas atas, termasuk nasofaring dan tuba Eustakius. Tuba Eustakius menjadi sempit,
sehingga terjadi sumbatan tekanan negatif pada telinga tengah. Bila keadaan demikian
berlangsung lama akan menyebabkan refluks dan aspirasi virus atau bakteri dari nasofaring
ke dalam telinga tengah melalui tuba Eustakius. Mukosa telinga tengah bergantung pada tuba
Eustakius untuk mengatur proses ventilasi yang berkelanjutan dari nasofaring. Jika terjadi
gangguan akibat obstruksi tuba, akan mengaktivasi proses inflamasi kompleks dan terjadi
efusi cairan ke dalam telinga tengah. Ini merupakan faktor pencetus terjadinya OMA dan
otitis media dengan efusi. Bila tuba Eustakius tersumbat, drainase telinga tengah terganggu,
mengalami infeksi serta terjadi akumulasi sekret di telinga tengah, kemudian terjadi
proliferasi mikroba patogen pada sekret. Akibat dari infeksi virus saluran pernapasan atas,
sitokin dan mediator-mediator inflamasi yang dilepaskan akan menyebabkan disfungsi tuba
Eustakius. Virus respiratori juga dapat meningkatkan kolonisasi dan adhesi bakteri, sehingga
menganggu pertahanan imum pasien terhadap infeksi bakteri. Jika sekret dan pus bertambah
banyak dari proses inflamasi lokal, perndengaran dapat terganggu karena membran timpani
dan tulang-tulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas terhadap getaran. Akumulasi
cairan yang terlalu banyak akhirnya dapat merobek membran timpani akibat tekanannya yang
meninggi.
Obstruksi tuba Eustakius dapat terjadi secara intraluminal dan ekstraluminal. Faktor
intraluminal adalah seperti akibat ISPA, dimana proses inflamasi terjadi, lalu timbul edema
pada mukosa tuba serta akumulasi sekret di telinga tengah. Selain itu, sebagian besar pasien
dengan otitis media dihubungkan dengan riwayat fungsi abnormal dari tuba Eustakius,
sehingga mekanisme pembukaan tuba terganggu. Faktor ekstraluminal seperti tumor, dan
hipertrofi adenoid.
Perbedaan Antara Tuba Eustakius pada Anak-anak dan Orang Dewasa
38
Stadium OMA
a. Stadium Oklusi Tuba Eustakius
Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustakius yang ditandai oleh retraksi
membran timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani negatif di dalam telinga tengah,
dengan adanya absorpsi udara. Retraksi membran timpani terjadi dan posisi malleus
menjadi lebih horizontal, refleks cahaya juga berkurang. Edema yang terjadi pada tuba
Eustakius juga menyebabkannya tersumbat. Selain retraksi, membran timpani kadang-
kadang tetap normal dan tidak ada kelainan, atau hanya berwarna keruh pucat. Efusi
mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sulit dibedakan dengan
tanda dari otitis media serosa yang disebabkan oleh virus dan alergi. Tidak terjadi demam
pada stadium ini.
b. Stadium Hiperemis atau Stadium Presupurasi
Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di membran timpani, yang
ditandai oleh membran timpani mengalami hiperemis, edema mukosa dan adanya sekret
eksudat serosa yang sulit terlihat. Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang
berpanjangan sehingga terjadinya invasi oleh mikroorganisme piogenik. Proses inflamasi
berlaku di telinga tengah dan membran timpani menjadi kongesti. Stadium ini merupakan
tanda infeksi bakteri yang menyebabkan pasien mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh
dan demam. Pendengaran mungkin masih normal atau terjadi gangguan ringan,
tergantung dari cepatnya proses hiperemis. Hal ini terjadi karena terdapat tekanan udara
yang meningkat di kavum timpani. Gejala-gejala berkisar antara dua belas jam sampai
dengan satu hari.
c. Stadium Supurasi
Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau bernanah
di telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu edema pada mukosa telinga
tengah menjadi makin hebat dan sel epitel superfisial terhancur. Terbentuknya eksudat
yang purulen di kavum timpani menyebabkan membran timpani menonjol atau bulging
ke arah liang telinga luar. Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat sakit, nadi dan
suhu meningkat serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Pasien selalu gelisah dan
tidak dapat tidur nyenyak. Dapat disertai dengan gangguan pendengaran konduktif. Pada
bayi demam tinggi dapat disertai muntah dan kejang. Stadium supurasi yang berlanjut
39
dan tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan iskemia membran timpani, akibat
timbulnya nekrosis mukosa dan submukosa membran timpani. Terjadi penumpukan
nanah yang terus berlangsung di kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena
kecil, sehingga tekanan kapiler membran timpani meningkat, lalu menimbulkan nekrosis.
Daerah nekrosis terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot. Keadaan
stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan miringotomi. Bedah kecil ini kita
lakukan dengan menjalankan insisi pada membran timpani sehingga nanah akan keluar
dari telinga tengah menuju liang telinga luar. Luka insisi pada membran timpani akan
menutup kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur, lubang tempat perforasi lebih sulit
menutup kembali. Membran timpani mungkin tidak menutup kembali.
d. Stadium Perforasi
Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret berupa
nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar.
Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut). Stadium ini sering
disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik dan tingginya virulensi
kuman.Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih tenang, suhu tubuh menurun
dan dapat tertidur nyenyak. Jika mebran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret
atau nanah tetap berlangsung melebihi tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis
media supuratif subakut. Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih satu
setengah sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu disebut otitis media supuratif
kronik.
e. Stadium Resolusi
Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan berkurangnya
dan berhentinya othorrhea. Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur
normal hingga perforasi membran timpani menutup kembali dan sekret purulen akan
berkurang dan akhirnya kering. Pendengaran kembali normal. Stadium ini berlangsung
walaupun tanpa pengobatan, jika membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik,
dan virulensi kuman rendah. Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut
menjadi otitis media supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran
timpani menetap, dengan sekret yang keluar secara terus-menerus atau hilang timbul.
Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media serosa.
40
Otitis media serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani tanpa mengalami
perforasi membran timpani.
MT Normal MT Hiperemis MT Bulging MT Perforasi
Diagnosis
Menurut Kerschner (2007), kriteria diagnosis OMA harus memenuhi 3 hal berikut:
a. Penyakitnya muncul secara mendadak dan bersifat akut.
b. Ditemukan adanya tanda efusi. Efusi merupakan pengumpulan cairan di telinga tengah.
Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut, seperti
menggembungnya membran timpani atau bulging, terbatas atau tidak ada gerakan pada
membran timpani, terdapat bayangan cairan di belakang membran timpani, dan terdapat
cairan yang keluar dari telinga.
c. Terdapat tanda atau gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya
salah satu di antara tanda berikut, seperti kemerahan atau erythema pada membran
timpani, nyeri telinga atau otalgia yang mengganggu tidur dan aktivitas normal.
Menurut Rubin et al. (2008), keparahan OMA dibagi kepada dua kategori, yaitu
ringan-sedang, dan berat. Kriteria diagnosis ringan-sedang adalah terdapat cairan di telinga
tengah, mobilitas membran timpani yang menurun, terdapat bayangan cairan di belakang
membran timpani, membengkak pada membran timpani, dan othorrhea yang purulen. Selain
itu, juga terdapat tanda dan gejala inflamasi pada telinga tengah, seperti demam, otalgia,
gangguan pendengaran, tinitus, vertigo dan kemerahan pada membran timpani. Tahap berat
meliputi semua kriteria tersebut, dengan tambahan ditandai dengan demam melebihi 39,0°C,
dan disertai dengan otalgia yang bersifat sedang sampai berat.
Perbedaan OMA dan Otitis Media dengan Efusi
41
Penatalaksanaan
a. Pengobatan
Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada
stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian
antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik. Tujuan pengobatan pada otitis
media adalah untuk menghindari komplikasi intrakrania dan ekstrakrania yang mungkin
terjadi, mengobati gejala, memperbaiki fungsi tuba Eustakius, menghindari perforasi
membran timpani, dan memperbaiki sistem imum lokal dan sistemik. Pada stadium oklusi
tuba, pengobatan bertujuan untuk membuka kembali tuba Eustakius sehingga tekanan
negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5 % dalam
larutan fisiologik untuk anak kurang dari 12 tahun atau HCl efedrin 1 % dalam larutan
fisiologis untuk anak yang berumur atas 12 tahun pada orang dewasa. Sumber infeksi
harus diobati dengan pemberian antibiotik. Pada stadium hiperemis dapat diberikan
antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik. Dianjurkan pemberian antibiotik golongan
penisilin atau eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam
klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar
konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung,
gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Antibiotik diberikan
minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi tehadap penisilin, diberikan eritromisin. Pada
anak, diberikan ampisilin 50-100 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam empat dosis,
42
amoksisilin atau eritromisin masing-masing 50 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 3
dosis. Pada stadium supurasi, selain diberikan antibiotik, pasien harus dirujuk untuk
melakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang
dan tidak terjadi ruptur. Pada stadium perforasi, sering terlihat sekret banyak keluar,
kadang secara berdenyut atau pulsasi. Diberikan obat cuci telinga (ear toilet) H2O2 3%
selama 3 sampai dengan 5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya
sekret akan hilang dan perforasi akan menutup kembali dalam 7 sampai dengan 10 hari.
Pada stadium resolusi, membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada
lagi, dan perforasi menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya sekret mengalir di liang
telinga luar melalui perforasi di membran timpani. Antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3
minggu. Bila keadaan ini berterusan, mungkin telah terjadi mastoiditis.
Sekitar 80% kasus OMA sembuh dalam 3 hari tanpa pemberian antibiotik.
Observasi dapat dilakukan. Antibiotik dianjurkan jika gejala tidak membaik dalam dua
sampai tiga hari, atau ada perburukan gejala. Ternyata pemberian antibiotik yang segera
dan dosis sesuai dapat terhindar dari tejadinya komplikasi supuratif seterusnya. Masalah
yang muncul adalah risiko terbentuknya bakteri yang resisten terhadap antibiotik
meningkat. Menurut American Academy of Pediatrics (2004), mengkategorikan OMA
yang dapat diobservasi dan yang harus segera diterapi dengan ant ibiotik sebagai berikut.
Kriteria Terapi Antibiotik dan Observasi pada Anak dengan OMA
Diagnosis pasti OMA harus memiliki tiga kriteria, yaitu bersifat akut, terdapat
efusi telinga tengah, dan terdapat tanda serta gejala inflamasi telinga tengah. Gejala
ringan adalah nyeri telinga ringan dan demam kurang dari 39°C dalam 24 jam terakhir.
Sedangkan gejala berat adalah nyeri telinga sedang-berat atau demam 39°C. Pilihan
observasi selama 48-72 jam hanya dapat dilakukan pada anak usia enam bulan sampai
43
dengan dua tahun, dengan gejala ringan saat pemeriksaan, atau diagnosis meragukan pada
anak di atas dua tahun. Follow-up dilaksanakan dan pemberian analgesia seperti
asetaminofen dan ibuprofen tetap diberikan pada masa observasi. Menurut The American
Academic of Pediatric (2004), amoksisilin merupakan terapi lini pertama dengan
pemberian 80mg/kgBB/hari sebagai terapi antibiotik awal selama lima hari. Amoksisilin
efektif terhadap Streptococcus penumoniae. Jika pasien alergi ringan terhadap
amoksisilin, dapat diberikan sefalosporin seperti cefdinir. Terapi lini kedua seperti
amoksisilin-klavulanat efektif terhadap Haemophilus influenzae dan Moraxella
catarrhalis, termasuk Streptococcus penumoniae. Pneumococcal 7-valent conjugate
vaccine dapat dianjurkan untuk menurunkan prevalensi otitis media (American Academic
of Pediatric, 2004).
b. Miringotomi
Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, supa ya
terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Syaratnya adalah harus
dilakukan secara dapat dilihat langsung, anak harus tenang sehingga membran timpani
dapat dilihat dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di kuadran posterior-inferior. Bila
terapi yang diberikan sudah adekuat, miringotomi tidak perlu dilakukan, kecuali jika
terdapat pus di telinga tengah. Indikasi miringostomi pada anak dengan OMA adalah
nyeri berat, demam, komplikasi OMA seperti paresis nervus fasialis, mastoiditis,
labirintitis, dan infeksi sistem saraf pusat. Miringotomi merupakan terapi lini ketiga pada
pasien yang mengalami kegagalan terhadap dua kali terapi antibiotik pada satu episode
OMA. Salah satu tindakan miringotomi atau timpanosintesis dijalankan terhadap anak
OMA yang respon kurang memuaskan terhadap terapi lini kedua, untuk menidentifikasi
mikroorganisme melalui kultur.
c. Timpanosintesis
Timpanosintesis merupakan pungsi pada membran timpani, dengan analgesia
lokal supaya mendapatkan sekret untuk tujuan pemeriksaan. Indikasi timpanosintesis
adalah terapi antibiotik tidak memuaskan, terdapat komplikasi supuratif, pada bayi baru
lahir atau pasien yang sistem imun tubuh rendah. Pipa timpanostomi dapat menurunkan
morbiditas OMA seperti otalgia, efusi telinga tengah, gangguan pendengaran secara
signifikan dibanding dengan plasebo dalam tiga penelitian prospertif, randomized trial
yang telah dijalankan.
44
d. Adenoidektomi
Adenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko terjadi otitis media dengan efusi
dan OMA rekuren, pada anak yang pernah menjalankan miringotomi dan insersi tuba
timpanosintesis, tetapi hasil masih tidak memuaskan. Pada anak kecil dengan OMA
rekuren yang tidak pernah didahului dengan insersi tuba, tidak dianjurkan adenoidektomi,
kecuali jika terjadi obstruksi jalan napas dan rinosinusitis rekuren.
Komplikasi
Sebelum adanya antibiotik, OMA dapat menimbulkan komplikasi, mulai dari abses
subperiosteal sampai abses otak dan meningitis. Sekarang semua jenis komplikasi tersebut
biasanya didapat pada ot it is media supuratif kronik. Komplikasi OMA terbagi kepada
komplikasi intratemporal (perforasi membran timpani, mastoiditis akut, paresis nervus
fasialis, labirintitis, petrositis), ekstratemporal (abses subperiosteal), dan intrakranial (abses
otak, tromboflebitis).
Pencegahan
Terdapat beberapa hal yang dapat mencegah terjadinya OMA. Mencegah ISPA pada
bayi dan anak-anak, menangani ISPA dengan pengobatan adekuat, menganjurkan pemberian
ASI minimal enam bulan, menghindarkan pajanan terhadap lingkungan merokok, dan lain-
lain.
E. OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK
Otitis media supuratif kronik (OMSK) dahulu disebut otitis media perforata
(OMP) atau dalam sebutan sehari-hari congek. Yang disebut otitis media supuratif kronis
ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang
keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau
kental, bening atau berupa nanah. Beberapa faktor yang menyebabkan OMA menjadi
OMSK adalah terapi yang terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman
tinggi, dan daya tahan tubuh pasien rendah (gizi kurang) atau higiene buruk.
Etiologi
Kejadian OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang padaanak, jarang
dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal darinasofaring (adenoiditis, tonsilitis,
rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustakius. Fungsi tuba Eustakius yang
abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan
45
down syndrome. Faktor host yang berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif tinggi adalah
defisiensi imun sistemik. Penyebab OMSK antara lain:
a. Lingkungan
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi terdapat hubungan
erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi, dimana kelompok sosioekonomi
rendah memiliki insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan hal ini
berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, dan tempat tinggal yang padat.
b. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden OMSK
berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem
sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui apakah
hal ini primer atau sekunder.
c. Otitis media sebelumnya.
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media akut
dan atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang menyebabkan
satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi kronis.
d. Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidak bervariasi
pada otitis media kronik yang aktif menunjukkan bahwa metode kultur yang digunakan
adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah Gram- negatif, flora tipe-usus,
dan beberapa organisme lainnya.
e. Infeksi saluran napas atas
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran napas atas.
Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan menurunnya
daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah,
sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.
f. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap otitis
media kronis.
g. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding
penderita non-alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang alergi
terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteria atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum
terbukti kemungkinannya.
46
h. Gangguan fungsi tuba eustakius
Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustakius sering tersumbat oleh edema tetapi apakah
hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih belum diketahui. Pada telinga
yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba eustakius
dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin mengembalikan tekanan
negatif menjadi normal.
Patogenesis
OMSK belum diketahui secara lengkap, tetapi dalam hal ini merupakan stadium
kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi yang sudah terbentuk diikuti dengan
keluarnya sekret yang terus menerus. Perforasi sekunder pada OMA dapat terjadi kronis tanpa
kejadian infeksi pada telinga tengah misal perforasi kering. Beberapa penulis menyatakan
keadaan ini sebagai keadaan inaktif dari otitis media kronis. Suatu teori tentang patogenesis
dikemukan dalam buku modern yang umumnya telah diterima sebagai fakta. Hipotesis ini
menyatakan bahwa terjadinya otitis media nekrotikans, terutama pada masa anak-anak,
menimbulkan perforasi yang besar pada gendang telinga. Setelah penyakit akut berlalu, gendang
telinga tetap berlubang, atau sembuh dengan membran yang atrofi yang kemudian dapat
kolaps ke dalam telinga tengah, memberi gambaran otitis atelektasis. Hipotesis ini
mengabaikan beberapa kenyataan yang menimbulkan keraguan atas kebenarannya, antara
lain: hampir seluruh kasus otitis media akut sembuh dengan perbaikan lengkap membran
timpani. Pembentukan jaringan parut jarang terjadi, biasanya ditandai oleh penebalan dan
bukannya atrofi. Otitis media nekrotikans sangat jarang ditemukan sejak digunakannya
antibiotik. Di pihak lain, kejadian penyakit telinga kronis tidak berkurang dalam periode
tersebut. Pasien dengan penyakit telinga kronis tidak mempunyai riwayat otitis akut pada
permulaannya, melainkan lebih sering berlangsung tanpa gejala dan bertambah secara
bertahap, sampai diperlukan pertolongan beberapa tahun kemudian setelah pasien menyadari
adanya masalah.
Gejala Klinis
a. Telinga berair (otorrhea)
Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer) tergantung
stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik
telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang
tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh
perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul.
47
Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan infeksi saluran napas atas atau kontaminasi
dari liang telinga luar setelah mandi atau berenang. Pada OMSK stadium inaktif tidak
dijumpai adannya sekret telinga. Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor
memberi kesan kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping
kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret
telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret
yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga
dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang
encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.
b. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya dijumpai tuli
konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan
sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom,
dapat menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli
konduktif kurang dari 20 dB ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik.
Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan
pendengaran lebih dari 30 dB. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi
membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga
tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya
rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai
penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan
secara hati-hati. Penurunan fungsi kokhlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan
berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui tingkap bulat (foramen rotundum)
atau fistel labirin tanpa terjadinya labirintitis supuratif. Bila terjadinya labirintitis
supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi kokhlea.
c. Otalgia (nyeri telinga)
Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu tanda yang
serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat
berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya
durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri
telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri
merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses
atau trombosis sinus lateralis.
d. Vertigo
48
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan vertigo
seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh
kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang
mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena
perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang
oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan
vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum.
Pemeriksaan Penunjang
Pemriksaan Audiometri
Pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi dapat
pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar dan letak
perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas.
Pemeriksaan Radiologi.
a. Proyeksi Schuller
Memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas. Foto ini berguna
untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen.
b. Proyeksi Mayer atau Owen
Diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan tampak gambaran tulang-tulang
pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai
struktur-struktur.
c. Proyeksi Stenver
Memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang lebih jelas
memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis semisirkularis.
Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat menunjukan
adanya pembesaran.
d. Proyeksi Chause III
Memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat memperlihatkan kerusakan
dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan dapat menggambarkan
kerusakan tulang oleh karena kolesteatom. Bakteriologi bakteri yang sering dijumpai
pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa, Stafilokokus aureus dan Proteus. Bakteri lain
yang dijumpai pada OMSK E. Coli, Difteroid, Klebsiella, dan Bacteriodes sp.
Penatalaksanaan
Prinsip pengobatanOMSK adalah:
a. Membersihkan liang telinga dan kavum timpani.
49
b. Pemberian antibiotika:
c. Topikal antibiotik ( antimikroba)
d. Sistemik.
Pengobatan untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif dengan
medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila
terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum
kemudian dilakukan mastoidektomi. Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi
yang dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna,
antara lain:
a. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)
b. Mastoidektomi radikal
c. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
d. Miringoplasti
e. Timpanoplasti
f. Pendekatan ganda timpanoplasti (Combined approach tympanoplasty)
Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran
timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan
pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.
Komplikasi
1. Komplikasi ditelinga tengah:
a. Perforasi persisten
b. Erosi tulang pendengaran
c. Paralisis nervus fasial
2. Komplikasi telinga dalam:
a. Fistel labirinLabirintitis supuratif
b. Tuli saraf (sensorineural)
3. Komplikasi ekstradural:
a. Abses ekstradural
b. Trombosis sinus lateralis
c. Petrositis
4. Komplikasi ke susunan saraf pusat
50
a. Meningitis
b. Abses otak
c. Hindrosefalus otitis
F. OTITIS MEDIA SEROSA
Otitis media serosa adalah keadaan terdapatnya sekret yang nonpurulen di telinga
tengah, sedangkan membran timpani utuh. Adanya cairan di telinga tengah dengan
membran timpani utuh tanpa tanda-tanda infeksi disebut juga otitis media dengan efusi.
Apabila efusi tersebut encer disebut otitis media serosa dan apabila efusi tersebut kental
seperti lem disebut otitis media mukoid (glue ear). Otitis media serosa otitis media
mukoid memiliki etiologi yang sama. Otitis media serosa disebabkan oleh trnasudasi
plasma dari pembuluh darah ke dalam rongga telinga tengah yang terutama disebabkan
perbedaan tekanan hidrostatik, sedangkan otitis media mukoid disebabkan sekresi aktif
kelenjar dan kista pada lapisan epitel telinga tengah. Disfungsi tuba eustakius merupakan
suatu faktor penyebab utama. Faktor penyebab lainnya termasuk hipertrofi adenoid,
adenoiditis kronik, platoskisis, tumor nasofaring, barotrauma, radang penyerta seperti
sinusitis atau rhinitis, terapi radiasi dan gangguan metabolik atau imunologik dan alergi.
Gejala
Gejala yang menonjol pada otitis media akut adalah pendengaran berkurang, rasa
tersumbat pada telinga, autofoni, kadang-kadang terasa seperti ada cairan yang bergerak
dalam telinga pada saat posisi kepala berubah. Gejala lain yang mungkin dikeluhkan
adalah tinnitus, vertigo atau pusing dalam intensitas ringan. Pada pemeriksaan otoskopik
tampak membran timpani retraksi, kadang-kadang tampak gelembung udara atau
permukaan cairan dalam cavum timpani, juga didapatkan tuli konduktif.
Gejala pada otitis media serosa kronik hampir sama dengan otitis media serosa
akut dimana pada otitis media serosa kronik tidak disertai rasa nyeri dengan keluhan
gejala pada telinga dirasakan bertahap dan berlangsung lama. Pada pemeriksaan
otoskopik terlihat membran timpani utuh, retraksi, suram, kuning kemerahan atau keabu-
abuan.
Pengobatan
Pada otitis media serosa akut dapat diberikan vasokonstriktor lokal (tetes
hidung), antihistamin serta perasat Valsava bila tidak ada tanda-tanda infeksi saluran
napas atas. Setelah satu atau dua minggu, bila gejala menetap dilakukan miringotomi,
dan bila masih belum sembuh, dilakukan miringotomi serta pemasangan pipa ventilasi
51
(Grommet tube). Pada otitis media serosa kronik, pengobatan dilakukan untuk
mengeluarkan sekret dengan miringotomidan memasang pipa ventilasi (Grommet
tube). Pada kasus yang masih baru pemberian dekongestan tetes hidung serta
kombinasi antihistamin – dekongestan per oral selama tiga bulan kadang-kadang bisa
berhasil. Di samping itu, harus dinilai serta diobati faktor-faktor penyebab lain seperti
alergi, hipertrofi adenoid atau tonsil, sinusitis dan rhinitis.
G. OTITIS MEDIA ADHESIVA
Otitis media adhesiva adalah keadaan terjadinya jaringan fibrosis di telinga tengah
akibat proses peradangan yang berlangsung lama sebelumnya. Keadaan ini dapat
merupakan komplikasi dari otitis media supuratif atau non supuratif yang menyebabkan
rusaknya mukosa telinga tengah. Gejala klinis berupa pendengaran berkurang dengan
adanya riwayat infeksi telinga sebelumnya, terutama di waktu kecil. Pada pemeriksaan
otoskopik gambaran membran timpani dapat bervariasi mulai dari sikatriks minimal,
suram sampai sikatriks berat disertai bagian-bagian yang atrofi atau plak
timpanosklerosis.
H. ATELEKTASIS TELINGA TENGAH
Atelektasis telinga tengah adalah retraksi sebagian atau seluruh membran timpani
akibat gangguan fungsi tuba yang kronik. Keluhan mungkin tidak ada atau berupa
gangguan pendengaran ringan. Pada pemeriksaan otoskopik tampak membran timpani
menjadi tipis atau atrofi bila retraksi berlangsung lama. Pada kasus yang tidak terlalu
berat retraksi mungkin terjadi hanya pada satu kuadran saja, sedangkan pada kasus yang
lanjut seluruh membran timpani dapat menempel pada inkus, stapes dan promontorium.
MIKROORGANISME PATOGEN PADA TELINGA
A. HAEMOPHILUS INFLUENZA
Bakteri ini sering ditemukan di selaput mukosa
saluran napas atas pada manusia. Bakteri ini
52
menjadi penyebab meningitis pada anak-anak dan terkadang menyebabkan infeksi pada orang
dewasa
Morfologi
• kokobasil pendek
• kira-kira 1,5 μm atau
• seperti rantai pendek
B. STAPHYLOCOCCUS
• Ordo : Eubacteriales
• Famili : Micrococcaceae
• Genus : Staphylococcus
• Species :
- Staphylococcus aureus
₋ Staphylococcus epidermidis (albus)
₋ Staphylococcus saprophyticus
Morfologi
• Bentuk sferis
• ukuran 0,8-1,0 μ
• susunan buah anggur (kelompok)
• Gram Positif
• Tumbuh baik pada suhu 37 C, aerob
• Pada MSA (Mannitol Salt Agar)
₋ koloni bulat,
₋ halus, menonjol, berkilauan
• Dapat meragikan banyak Karbohidrat
Patogenesis & Infeksi Staphylococcus
Staphylococcus aureus
invasif, penyebab hemolisis, koagulasa (+), catalase (+),mencairkan gelatin, pigmen
kuning emas (+). meragikan Mannitol.
53
Staphylococcus epidermidis :
invasif (-), non hemolitik, warna putih, koagulasa (-), catalase (-),tidak meragikan
Mannitol.
C. STREPTOCOCCUS
• Fam : Streptococcaceae
• Genus : Streptococcus
• Spesies :
Strep. Pyogenes
Strep. Pneumoniae
Morfologi :
- coccus bentuk rantai : 0,5-1 μm
- sifat patogen
- infeksi pada manusia → gram (+)
- umur tua → gram (-)
- spora (-), gerak (-)
Klasifikasi
Klasifikasi Streptococcus dapat berdasarkan :
1. Daya kerjanya → sel darah merah
2. Daya tahan → faktor fisika dan kimia
3. Tes biokimia
BAHAN YANG DIAMBIL UNTUK PEMERIKSAAN :
- Usap tenggorokan
- Nanah
- Darah
MEDIA : Blood agar (agar darah)
54
Media + darah 5 %
Kategori Strep. dapat dipisahkan dalam 5 klp :
1. Strep.hemolitik
2. Strep.viridans
3. Strep.faecalis (enterococcus)
4. Strep.laktat
5. Peptostreptococcus
Enzim yang dihasilkan :
1. Streptokinase
2. Streptodornase
3. Hialuronidase
4. Proteinase
5. Amilase
6. Esterase
Pemeriksaan Laboratorium :
1. Bahan pemeriksaan
2. Pemeriksaan langsung
3. Perbenihan
4. Imunitas → daya tahan
5. Pengobatan → antibiotika
Strep.dibagi dalam beberapa kategori :
a. Penyakit yang terjadi akibat invasi Strep.β hemolitikus
Grup A :
- erisipelas
- sepsis puerpuralis
b. Penyakit yang terjadi karena infeksi lokal Strep.β
hemolitikus Grup A :
55
- radang tenggorokan
- impetigo
c. Endokarditis bakterialis
- endokarditis bakterialis akuta
- endokarditis bakterialis subakuta
d. Infeksi lainnya
e. Penyakit paska infeksi Strep.β hemolitikus Grup A
- glomerulonefritis
- jantung reuma
CARA KONTROL YANG PENTING :
1. Antibiotika secara intensif
2. Pencegahan penyebaran bakteri :
₋ mencegah pengotoran debu,
₋ ventilasi yang baik,
₋ saringan udara,
₋ sinar UV,
₋ pemakaian aerosol
D. PNEUMOKOKKUS (STREP.PNEUMONIAE)MORFOLOGI DAN IDENTIFIKASI :
A. Ciri-ciri :
• Diplokokus bentuk lanset,
• gram + ve dan – ve
• Pada dahak (nanah) →
kokus tunggal (rantai)
• Makin tua organ → cepat gram –ve
dan secara spontan cenderung timbul lisis
• Strep.viridans ≠ mengalami lisis
• Pertumbuhan Pneu. dihambat pada perbenihanpada
56
sekitar cakram optochin
• Tes ini membedakan antara Pneu & Strep → hemolisis α
B. Kultur
• Tumbuh membentuk koloni bundar kecil
• Pertumbuhan bentuk kubah → bentuk pusat plateau
dengan tepi yang mengalami peninggian
• Merupakan hemolitik pada agar darah
• Pertumbuhan akan ditingkatkan oleh CO2 : 5-10 %
C. Sifat Pertumbuhan
• Energi diperoleh dari fermentasi glukosa & produksi
as.laktat secara cepat yang menghambat pertumbuhan
• Netralisasi kultur broth dengan alkali dalam waktu
tertentu → pertumbuhan besar
D. Variasi
• Pneumokokus menghasilkan sejumlah besar
kapsul → koloni mukoid besar
• Produksi kapsul ≠ bagi pertumbuhan pada
medium agar
• Produksi kapsul hilang setelah dilakukan subkultur
• Pneumokokus akan menghasilkan kapsul lagi &
• virulensinya apabila disuntikkan pada tikus
57
PATOGENESIS
A. TIPE PNEUMOKOKUS
• Orang dewasa, tipe 1-8 bertanggung jawab kasus pneumonia karena Pneumococcus, lebih dari setengah kematian akibat bakterimia karena Pneumococcus
• Pada anak-anak tipe 6,14,19 & 23 → paling sering
B. PRODUKSI PENYAKIT
• Pneumococcus → penyakit melalui kemampuannya untuk
• berkembang biak dalam jaringan
• Tidak menghasilkan toksin
• Virulensi dari organ → fungsi kapsul, dapat mencegah pencernaan oleh fagosit
• Manusia diimunisasi dengan tipe polisakarida pneumococcus →
kebal terhadap tipe pneumokukus tersebut
C. KEHILANGAN DAYA TAHAN
• 40-70 % manusia sebagai CARRIER Pneumoccus yang
virulen
• Mukosa pernafasan normal harus memiliki daya tahan
alamiah bagi Pneumococcus
1. Ketidaknormalan saluran pernafasan
2. Alkohol (intoksikasi obat) → menekan fagositik
3. Dinamika peredaran abnormal (ke gagal jantung)
4. Mekanisme lain : gizi, anemia, nefrosis
TANDA -TANDA KLINIS
- Serangan mendadak
- Demam, menggigil & nyeri tajam pada pleura
- Sputum berwarna merah kecoklatan
UJI DIAGNOSTIK LABORATORIUM
Bahan : Darah, Sputum
58
A. Hapusan yang diwarnai : secara gram dapat memperlihatkan organ yang khas, sebagian polimorfonuklear neutrofil & sebahagian sel darah merah
B. Tes Pembengkakan kapsul :
Sputum segar diemulsi dicampur dengan anti
serum menyebabkan pmbengkakan kapsul (reaksi
Quellung) C. Kultur : sputum yang dikultur pada agar darah dan
inkubasi dalam suasana CO2 (Candle Jar)
D. Suntikan intraperitoneal sputum pada tikus.Hewan akan mati dalam waktu 18-48 jam, darah dari jantung akan memberikan kultur murni yang mengandung Pneum.
E. Pneumococcus meningitis : Pemeriksan kultur cairan cerebrospinal akan membuat diagnosa tepat
F. Obat pilihan : Penicillin G
DAFTAR PUSTAKA
Adams Boies Higler, BOIES Buku AjarPenyakit THT edisi 6, Penerbit EGC, Jakarta, 1997.
Departemen Kesehatan RI, Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas, Ditjen Binfar & Alkes,
Jakarta, 2007.
Mansjoer Arif, dkk, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1, Penerbit Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2001.
Staf Pengajar Ilmu Penyakit THT FKUI. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tengorok
Kepala Leher Edisi ke 6 Cetakan ke 1, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1990.
Dorland, W.A Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta: EGC.
59