makalah mpk just in time dan tqm
TRANSCRIPT
SEJARAH PERKEMBANGAN MANAJEMEN OPERASI /
PRODUKSI ERA FOKUS PADA KUALITAS
(JUST IN TIME & TOTAL QUALITY MANAGEMENT)
Mata Kuliah : Manajemen Pabrik Kimia (TK 091284)
Dosen : Bapak Ir. Eko Junianto, MT
Kelompok 3 :
1. Faisal Rakhmatullah (2311.105.017)
2. Renata Permatasari (2311.105.018)
3. Yuliani Mursidah (2311.105.020)
4. Zindy Suka Aulia P. (2311.105.022)
5. Rahmasari Ibrahim (2311.105.023)
6. Wahyu Mayangsari (2311.105.027)
7. Nur Ikah Septiani (2311.105.029)
8. Rakhmy Ramadhani S. (2311.105.032)
I. Sejarah Perkembangan Manajemen Operasional
Daniel Wren membagi evolusi pemikiran manajemen dalam 4 fase, yaitu pemikiran
awal, era manajemen sains, era manusia sosial, & era moderen.
1. Pemikiran Awal Manajemen
Tahun Tokoh Teori / Kejadian
1776 Adam Smith
“Division of Labor” : perincian pekerjaan ke
dalam tugas – tugas yang spesifik dan berulang).
Dgn meningkatnya keterampilan & kecekatan
tiap-tiap pekerja, menghemat waktu yg terbuang
dalam pergantian tugas, & menciptakan mesin &
penemuan lain yg dpt menghemat tenaga kerja.
1800 -
Revolusi Industri di Inggris. Revolusi Industri
menandai dimulainya penggunaan mesin,
menggantikan tenaga manusia, yg berakibat pd
pindahnya kegiatan produksi dari rumah-rumah
menuju tempat khusus yg disebut pabrik.
2. Manajemen di Era Manajemen Ilmiah
Tahun Tokoh Teori / Kejadian
1910Frederick Winslow
Taylor
“Principles of Scientific Management” :
penggunaan metode ilmiah ukt menentukan cara
terbaik dalam menyelesaikan sesuatu pekerjaan.
1880 Henry Gantt
“Gantt Chart” : grafik untuk membantu
manajemen yang digunakan untuk merancang dan
mengontrol pekerjaan.
- Frank & Lilian Gilberth
Terciptanya micromotion yg dpt mencatat setiap
gerakan yg dilakukan oleh pekerja & lamanya
waktu yg dihabiskan ukt melakukan setiap
gerakan tersebut.
Awal abad 20 Henry Fayol 5 fungsi utama manajemen : merancang,
mengorganisasi, memerintah, mengoordinasi, &
mengendalikan.
1940-an Patrick Blackett
Ilmu riset operasi, yg merupakan kombinasi dari
teori statistika dgn teori mikroekonomi. Riset
operasi, sering dikenal dgn “Sains Manajemen”,
mencoba pendekatan sains ukt menyelesaikan
masalah dalam manajemen, khususnya di bidang
logistik & operasi.
1946 Peter F. Drcuker Konsep Korporasi
3. Manajemen di Era Manusia Sosial
Tahun Tokoh Teori / Kejadian
1920 - 1930 HawthroneNorma-norma sosial atau standar kelompok
merupakan penentu utama perilaku kerja individu.
1924 Mary Parker Follet
Organisasi harus didasarkan pd etika kelompok
daripada individualisme. Dengan demikian,
manajer & karyawan seharusnya memandang diri
mereka sbg mitra, bukan lawan.
1938 Chester Barnard
“The Functions of The Executive” yang
menggambarkan sebuah teori organisasi dalam
rangka ukt merangsang orang lain memeriksa sifat
sistem koperasi. Melihat perbedaan antara motif
pribadi & organisasi, Barnard menjelaskan
dikotonomi “efektif-efisien”.
4. Manajemen di Era Moderen
Tahun Tokoh Teori / Kejadian
1980 Taiishi Ohno“Just In Time” : suatu sistem produksi dimana
operasi hanya terjadi apabila dibutuhkan atau diminta.
Abad 20 W. Edwards Deming “Total Quality Management” : strategi
management yang ditujukan untuk menanamkan
kesadaran kualitas pada semua proses dalam
organisasi. Dengan meningkatkan kualitas : (1).
Biaya akan berkurang karena berkurangnya biaya
perbaikan, sedikitnya kesalahan, minimnya
penundaan (2). Produktivitas meningkat, (3).
Market share meningkat karena peningkatan
kualitas dan harga, (4). Profitabilitas perusahaan
meningkat, (5). Jumlah pekerjaan meningkat.
Tabel I. Era sejarah perkembangan manajemen operasi / produksi
FOKUS PADA BIAYA FOKUS PADA MUTU FOKUS PADA “CUSTOMIZATION”
Early Concept 1776-1880 Labor Specialization (Smith, Babbage) Standardized Parts (Whitney) Scientific Management Era 1880-1910 Gantt Chart (Gantt) Motion & Times Studies (Gilberth) Proceess Analysis (Taylor) Queuing Theory (Erlang) Mass Production Era 1910-1980 Moving Asssembly Line (Ford/Sorensen) Statistical Sampling (Shewhart) Economiq Order Quantity (Harris) Linear Programming, PERT/CPM (Du Pont) Material Requiremet Planning
Lean Production Era 1980- 1995 Just in Time Computer Aided Design Electronic Data Interchange Total Quality Management Baldrige Award Empowerment Kanbans
Mass Customization Era 1995- 2010 Globalization Internet Enterprise Resource Planning Learning Organization International Quality Standards Finite Schedulling Supply Chain Management Agile Manufacturing E-commerce
II. Manajemen Kualitas
II.1 Definisi Kualitas
Untuk mempertahankan keberadaannya di pasar dalam jangka panjang, maka
perusahaan yang bergerak di sektor barang maupun jasa harus berorientasi pada kualitas.
Mengapa demikian? karena menurut American Society for Quality, kualitas atau mutu dapat
diartikan keseluruhan corak dan karakteristik dari produk atau jasa yang berkemampuan
untuk memenuhi kebutuhan yang tampak jelas maupun yang tersembunyi. Produk yang
berkualitas akan memberikan kepuasan sehingga kepercayaan untuk mengkonsumsi produk
tersebut akan terus menjadikan loyalitas para konsumen akan produk tersebut.
II.2. Definisi Manajemen Kualitas
Dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan kualitas, maka diperlukan ada
suatu manajemen yang mengatur mengenai masalah kualitas produk yang dihasilkan atau
yang biasa disebut manajemen kualitas. Menurut ISO 9000 : 2005, Manajemen kualitas
adalah aktivitas – aktivitas yang terkoordinasi untuk mengarahkan dan mengatur sebuah
organisasi mengenai kualitas. Terdapat beberapa teori yang termasuk ke dalam Manajemen
Kualitas, antara lain : Teori Just In Time dan Teori Total Quality Management.
III. JUST IN TIME
III.1 Sejarah dan Latar Belakang Just In Time (JIT)
Sistem Just In Time (JIT) pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di Jepang
oleh Taiichi Ohno pada Toyota Motor Company sekitar tahun 1980. Hal ini
dilatarbelakangi oleh keprihatinan industri-industri di Jepang mengenai langkanya bahan
baku untuk produksi sehingga mereka harus mengimpor. Hal ini menyebabkan tingginya
biaya untuk bahan baku dan perlunya penyediaan tempat yang cukup memadai untuk
penyimpan bahan baku.
Kondisi ini harus diatasi dengan jalan menghasilkan produk bermutu tinggi tetapi
dengan biaya yang lebih rendah dari negara lain. Masalah ini dapat terwujud dengan
melaksanakan 2 sistem berikut :
1. menghilangkan segala bentuk pemborosan dalam rangka mencapai biaya produksi yang
lebih rendah,
2. memanfaatkan semaksimal mungkin kemampuan yang dimiliki pekerja.
Setelah sistem JIT ini terbukti dapat membawa Jepang menjadi negara industri yang
maju, maka sistem JIT pun mulai diperluas ke kawasan Amerika. JIT ditransfer pertama
kali ke Amerika Serikat pada Kawasaki Lincoln, pabrik Nebraska.
III.2. Definisi Just In Time
Terdapat beberapa pendapat mengenai definisi just in time, antara lain: Taiichi Ohno
mendefinisikan just in time, dalam suatu rangkaian proses produksi, suku cadang yang
diperlukan untuk perakitan tiba pada waktu yang diperlukan dan hanya dalam jumlah yang
diperlukan. Menurut Vincent Gasperz, Just In Time diartikan memproduksi output yang
diperlukan, pada waktu dibutuhkan pelanggan, dalam jumlah yang sesuai dengan
kebutuhan pelanggan, pada setiap tahap proses dalam sistem produksi dengan cara yang
paling ekonomis atau efisien. Menurut Caster Usry : filosofi yang dipusatkan pada
pengurangan biaya melalui eliminasi persediaan. Semua bahan baku dan komponen
sebaiknya tiba di lokasi kerja pada saat dibutuhkan (tepat waktu).
Kesimpulan yang dapat diambil dari beberapa pendapat ini adalah Just In Time
merupakan suatu sistem produksi dimana operasi hanya terjadi apabila dibutuhkan atau
diminta. Konsep JIT dilatarbelakangi oleh pull system, yaitu konsep JIT dimana material
diproduksi hanya jika dibutuhkan dan dipindahkan ke bagian yang membutuhkan pada saat
dibutuhkan. Dengan demikian penarikan material dilakukan dalam lot kecil pada saat
dibutuhkan sehingga menghindarkan pemborosan.
III.3. Sistem Just In Time
III.3.1 Prinsip Dasar Just In Time
Prinsip dasar dari sistem JIT, adalah “Waste Reduction” (pengurangan segala
pemborosan) dan “Variability Reduction” (pengurangan segala variabilitas).
a. Waste Reduction
Waste dapat diartikan kesia-siaan dalam proses produksi barang maupun jasa yang tidak
menambah nilai produk, baik yang disimpan, diperiksa, terlambat diproduksi, mengantri
maupun yang rusak. Lebih jauh lagi, setiap kegiatan yang menurut konsumen tidak
menambah nilai produk juga merupakan waste. Tipe-tipe pemborosan (waste):
1. Kelebihan produksi
2. Waktu tunggu
3. Transportasi
4. Persediaan
5. Proses yang tidak efisien
6. Pemindahan
7. Produk rusak.
Untuk dapat melaksanakan eliminate waste, Jepang melakukan strategi mengurangi
persediaan ke tingkat minimum (zero inventory) dan hanya menyimpan persediaan
sejumlah yang dibutuhkan dalam proses produksi hingga pesanan berikutnya diterima,
hanya memproduksi jenis produk yang diperlukan, hanya memproduksi produk sejumlah
yang dibutuhkan dan hanya memproduksi produk pada saat diperlukan. Dengan demikian,
ruang serta peralatan gudang yang diperlukan juga berkurang sehingga dapat menghemat
biaya.
b. Variability reduction.
Variabilitas (variability) adalah setiap penyimpangan/ deviasi dari proses. Variabilitas
dapat disebabkan oleh faktor-faktor internal dan eksternal. Semakin kecil variabilitas,
semakin kecil pula waste yang terjadi. Kebanyakan, variabilitas terjadi karena perusahaan
mentolerir waste atau karena manajemen yang jelek, yang diantaranya sebagai berikut :
1. Tenaga kerja, mesin yang memproduksi barang tidak sesuai dengan standar dan produk
dari supplier yang tidak sesuai dengan standar, terlambat atau jumlahnya tidak
memadai.
2. Gambar teknis dan spesifikasi produk yang tidak akurat.
3. Bagian produksi memproduksi sebelum gambar/ spesifikasi jelas/lengkap.
4. Permintaan/ kemauan konsumen tidak diketahui
Konsep JIT dilatarbelakangi oleh pull system, yaitu dimulai dari perkiraan tingkat
output yang diperlukan, kemudian ditarik ke belakang untuk menentukan berapa barang
yang akan diproduksi, berapa bahan baku dan sumber daya yang diperlukan. Beberapa
perusahaan juga menggunakan konsep push system, yaitu suatu sistem yang mendorong
material mengalir ke bawah ke stasiun-stasiun kerja agar material selalu tersedia sehingga
mendorong terjadinya bahan baku yang melimpah. Konsep ini merupakan kabaikan konsep
JIT.
III.3.2. Karakteristik Just In Time (JIT)
Dalam menerapkan Just In Time ada beberapa karakteristik yang perlu diperhatikan,
antara lain :
1. Kualitas yang tinggi
Sistem JIT berupaya menghapuskan sumber-sumber yang tidak efisien serta melibatkan
tenaga kerja dalam operasi untuk terus melakukan perbaikan. Karakteristik ini
mengakibatkan pengawasan kualitas produk yang sangat ketat, sehingga dalam proses
produksi diharapkan tidak ada produk yang yang cacat atau gagal (zero defect)
2. Tingkat persediaan rendah
Dalam sistem JIT, persediaan dianggap suatu pemborosan karena dengan adanya
persediaan diperlukan biaya penyimpanan dan biaya tambahan lainnya. Persediaan yang
dimaksud adalah bahan baku, barang dalam proses dan barang jadi. Persediaan yang
rendah dapat menghilangkan segala bentuk pemborosan yang terjadi seperti biaya
pengamanan, biaya asuransi dan biaya pekerja.
3. Jalur produksi yang fleksibel
Sistem JIT menggunakan celluler manufacturing technique yaitu pengaturan layout dan
peralatan produksi yang fleksibel sehingga barang yang diproduksi tidak terlalu sering
mengalami perpindahan tempat dan juga tidak perlu masuk ke tempat penyimpanan. Hal
ini dimaksudkan untuk mengurangi ketidakefisienan karena perpindahan produk yang
telalu sering dianggap not added value activity.
4. Perubahan struktur organisasi yang mengarah ke produk
Sistem JIT menghendaki setiap sub organisasi dalam perusahaan memiliki service
departemen sehingga dapat lebih cepat menelusuri penyebab terjadinya penyimpangan.
5. Penggunaan teknologi secara efektif
Hal ini merupakan syarat utama dalam penerapan sistem JIT. Sistem JIT merupakan
konsep tepat waktu, maka tidak ada keterlambatan dari jadwal induk sekecil apapun (non
schedule interruption) yang dapat ditolerir. Penyimpangan sekecil apapun dari jadwal
rutin akan menyebabkan kemacetan proses produksi. Oleh karena itu, perubahan jadwal
sekecil apapun harus bisa dideteksi agar tidak menggangu kelancaran proses produksi.
III.3.3 Faktor-faktor Penentu Keberhasilan JIT
1. Supplier
Keberhasilan JIT sangat dipengaruhi oleh hubungan dengan supplier sebagai pemasok
material. Keterlambatan pengiriman material ataupun penumpukan material merupakan
pemborosan, oleh karena itu perlu dilakukan persekutuan JIT.
2. Tata Letak
Tata letak JIT menekan pemborosan berupa perpindahan (movement), sehingga kita
menginginkan tata letak fleksible untuk menekan perpindahan material dan orang. Tata letak
yang fleksibel akan dapat memindahkan material secara langsung ke tempat dimana
dibutuhkan.
3. Persediaan
Untuk menjaga agar sistem produksi tetap berjalan dengan sempurna, perusahaan
memerlukan sejumlah persediaan minimum untuk menghadapi kemungkinan adanya masalah
atau variasi/ penyimpangan. Hal ini dikenal dengan persediaan JIT. Taktik persediaan JIT
meliputi :
a. Menggunakan “Pull System” untuk memindahkan persediaan
b. Mengurangi ukuran lot
c. Mengembangkan sistem pengiriman JIT dengan supplier
d. Mengirimkan langsung ke bagian yang menggunakan
e. Mengurangi set-up time
f. Menggunakan teknologi kelompok (group technology)
4. Penjadwalan
Penjadwalan yang efektif dikomunikasikan baik ke dalam organisasi sendiri maupun ke
suplier di luar. Penjadwalan yang baik juga akan memperbaiki kemampuan untuk memenuhi
order konsumen, menurunkan jumlah persediaan karena jumlah lot kecil, dan mengurangi
barang dalam proses. Taktik Penjadwalan JIT :
a. Mengkomunikasikan jadwal dengan supplier
b. Menyusun tingkatan jadwal
c. Bakukan bagian tertentu dari skedul
d. Menyesuaikan dengan penjadwalan
e. Mencoba membuat satu buah (one-piece-make) dan memindahkan satu buah (one-
piece-move)
f. Menghilangkan pemborosan
g. Memproduksi dalam lot/jumlah kecil
h. Gunakan “Kanban” (istilah Jepang untuk kartu yang diartikan sebagai ‘tanda’ bahwa
dibutuhkan material/ komponen lain untuk diproses), dimana sistem kanban
memindahkan komponen dalam produksi melalui “pull” (penarikan) berdasar tanda
yang diberikan
i. Usahakan setiap operasi memproduksi komponen yang sempurna
5. Pemeliharaan
Pemeliharaan dilakukan dalam rangka untuk menjaga hal-hal yang diinginkan supaya tidak
terjadi atau tindakan pencegahan. Misalnya dengan cara pemeliharaan rutin pada fasilitas
yang digunaka, maupun pelatihan karyawan secara terus-menerus agar dapat beradaptasi
dengan perubahan yang terjadi.
6. Kualitas
Hubungan antara JIT dan kualitas adalah yang paling kuat. Mereka dihubungkan dalam tiga
cara, yaitu : JIT memotong biaya untuk mencapai kualitas bagus (kualitas otomatis bagus
karena barang sisa, kerja ulang, investasi persediaan dan kerusakan dihilangkan),
memperbaiki kualitas (JIT meminimalkan antrian dan lead time sebagai sumber potensial
terjadinya kesalahan), dan lebih sedikit cadangan yang diperlukan. Taktik Kualitas JIT
meliputi :
a. Gunakan statistical process control
b. Pemberdayaan karyawan
c. Kembangkan metode mengingat-kesalahan ( seperti poka yoke, checklist,dsb.)
d. Sediakan umpan balik (feedback) secepatnya.
7. Pemberdayaan Karyawan
Pemberdayaan karyawan akan meningkatkan keterlibatan mereka dalam menghadapi
masalah-masalah operasi sehari-hari. Taktik pemberdayaan konsumen :
a. Pelatihan secara lintas keterampilan (cross training) yang agresif
b. Klasifikasi pekerjaan yang lebih sedikit agar pekerja lebih fleksibel
Jika pemberdayaan dilakukan dengan sukses maka perusahaan akan meraih komitmen dan
penghargaan baik dari sisi karyawan maupunmanajemen. Dengan dukungan yang kuat dari
karyawan, manajemen serta supplier maka keunggulan bersaing akan dapat dicapai.
III.3.4 Hubungan antara JIT dengan Produktivitas & Kualitas
a) Hubungan dengan Produktivitas
Tujuan utama dari sistem produksi JIT adalah untuk dapat memproduksi produk dengan
kualitas (Quality) terbaik, Ongkos (Cost) termurah dan pengiriman (delivery) pada saat
yang tepat. Dan selanjutnya disingkat QCD. Tujuan utama dapat tercapai jika ketiga
unsur tsb dilaksanakan secara terpadu, yaitu melakukan pengendalian kuantitas dengan
baik. Untuk dapat menentukan kuantitas dengan tepat diperlukan sistem informasi yang
baik. Sistem informasi untuk memproses produk tsb di Jepang dikenal dengan istilasi
Kanban (kartu berjalan)
b) Hubungan dengan Kualitas
Ada tiga hal mendasar yang mempengaruhi tingkat kesuksesan suatu produk atau layanan
di pasaran, yaitu harga, ketersediaan dan mutu / kualitas. Salah satu konsep dasar Just In
Time adalah memproduksi output yang diperlukan pada waktu yang dibutuhkan oleh
pelanggan dan sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Terdapat tiga prinsip utama just in
time dalam pengedalian kualitas, yaitu output yang bebas cacat adalah lebih penting dari
output itu sendiri, segala kesalahan dan kerusakan dapat dicegah, dan tindakan
pencegahan lebih murah daripada tindakan pengulangan (memperbaiki kerusakan).
III.4 Kelebihan dan Kekurangan Sistem Just In Time
III.4.1 Kelebihan Sistem Just In Time
a. Seluruh system yang ada dalam perusahaan dapat berjalan lebih efisien
b. Pabrik mengeluarkan biaya yang lebih sedikit untuk memperkerjakan para staffnya.
c. Barang produksi tidak harus selalu disimpan atau diretur kembali.
d. Penghematan yang telah di lakukan dapat digunakan untuk mendapat profit yang lebih
tinggi misalnya, dengan mengadakan promosi tambahan.
III.4.2 Kelemahan JIT
Satu kelemahan sistem JIT adalah, tingkatan order ditentukan oleh data permintaan
historis. Jika permintaan naik melebihi dari rata-rata perencanaan historis maka inventori
akan habis dan akan mempengaruhi tingkat pelayanan konsumen.
III.5. Implementasi Just In Time Pada PT. Astra Honda Motor
PT AHM dapat menerapkan Sistem JIT lebih maksimal karena dibantu dengan
adanya perkembangan teknologi informasi disetiap jalur yang akan melakukan proses
perencanaan, produksi, pemasaran, dan pengawasan. Sasaran implementasi JIT yang
dilakukan PT AHM yaitu:
1. Persediaan
Sasaran utama dalam penerapan Sistem JIT adalah untuk meminimalisasi persediaan.
Dengan adanya persediaan maka akan dibutuhkannya pengeluaran berupa biaya
penyimpanan. PT AHM telah berhasil untuk meminimalisasi persediaan yang dimiliki.
Kelebihan produksi tidak akan terjadi karena produksi dilakukan berdasarkan permintaan
dari pembeli atau pemasok bukan berdasarkan permintaan yang diantisipasi.
Produksi yang dilakukan PT AHM berdasarkan informasi dari bagian pemasaran
yang menggunakan Enterprise Resource Planning (ERP) sehingga didapatkan data yang
tepat mengenai berapa banyak produk yang akan diproduksi untuk periode selanjutnya
dimana setiap hasil produksi langsung disalurkan ke pemasok sehingga meminimalisasi
bahkan meniadakan jumlah hasil produksi yang tertahan di gudang persediaan barang jadi
dan tentunya akan mengatasi masalah pemborosan.
Pesanan untuk pembelian suku cadang dilakukan dengan online sedangkan
pemesanan sepeda motor dilakukan melalui faksmili/telepon. Ketika ada pesanan, PT
AHM akan memasok bahan baku dari vendor yang dilakukan tepat waktu,jadi ketika bahan
baku sampai maka akan langsung diproses dan setelah jadi maka akan langsung dikirimkan
ke main dealer. Hal ini terbukti sangat ampuh untuk mengurangi persediaan atau over
produksi.
2. Waktu Siklus
PT AHM berhasil memangkas pemrosesan menjadi lebih efisien karena proses
produksi dilakukan dalam satu lot. PT AHM memproduksi 1 unit motor dalam waktu 13
menit. Produksi dilakukan dengan mesin sehingga tenaga manusia dialihkan untuk
mengawasi dan menganalisis jalannya produksi. Sistem JIT telah memangkas waktu
tunggu dan membuat setiap aliran produk menjadi lebih efisien Waktu menunggu terjadi
akibat pengaruh kecepatan produksi yang ditentukan misalnya oleh kuota produksi suatu
mesin.
Pada PT AHM produksi dilaksanakan dengan seefisien mungkin dan waktu
menunggu bahkan tidak ada. Untuk memproduksi satu unit produk hanya membutuhkan
waktu 13 menit. Hal ini bisa terjadi karena kemampuan teknologi yang dipakai PT AHM
dalam proses produksi. Kemudian dapat disalurkan langsung ke main dealer sesuai dengan
pesanan.
Maka dengan dukungan teknologi dan sumber daya yang dimiliki maka tidak akan
menimbulkan waktu menunnggu karena semua rangkaian produksi berdasarkan
perhitungan yang tepat. Semakin tinggi kecepatan produksi suatu perusahaan maka
semakin kecil pula waktu menunggu untuk suatu produk mengalami proses selanjutnya.
3. Perbaikan yang berkesinambungan
PT AHM bisa berkembang dengan pesat karena adanya perbaikan yang
berkesinambungan. Kinerja operasional diukur di tiap-tiap bagian dengan mengaplikasikan
Bussines Intelligent software dari Cognos. Pengambilan keputusan atas laporan
perkembangan yang berasal dari database akan lebih mudah karena telah terintegrasi
dengan sistem yang dimiliki para pengambil keputusan. Pemantauan terjadinya barang
cacat dan sejauh mana tahapan produksi yang telah dilalui oleh bahan baku akan lebih
mudah terpantau karena setiap bahan baku telah terpasang Bar Code Text.
Sistem komputerisasi yang dimiliki PT AHM akan dapat mendeteksi barang cacat
sehingga akan segera dilakukan perbaikan terhadap penyebab terjadinya barang cacat dan
barang cacat tersebut tidak akan melewati tahapan selanjutnya sehingga tidak ada barang
cacat yang akan melewati tahapan selanjutnya. Adanya produk gagal atau barang cacat
adalah salah satu bentuk pemborosan terbesar yang dilakukan oleh perusahaan manufaktur.
Apabila barang cacat diketahui terlebih dahulu maka kerugian yang lebih besar dapat
dihindari dengan menghentikan produksi dan menemukan penyebabnya serta mencari
solusi yang tepat.
Perusahaan akan mengeluarkan biaya yang sangat besar apabila barang cacat tersebut
tidak terdeteksi selama produksi sehingga sampai ke tangan konsumen dan baru diketahui
ketika ada keluhan. Mau tidak mau perusahaan harus menarik/mengganti produk tersebut
sehingga dapat dibayangkan besarnya kerugian yang akan dialami, belum lagi citra produk
kita di mata konsumen akan merosot dan akan menurunkan permintaan.
4. Penghapusan Pemborosan
Penghaspusan pemborosan dapat dilakukan karena PT AHM telah memenuhi kondisi sebagai
berikut:
a) Produksi tidak menyisakan persediaan
b) Waktu tunggu minimum, bahkan hampir tidak ada
c) Minimalisasi biaya terhadap barang cacat
d) Beban kerja yang seimbang dan merata
e)
IV. TOTAL QUALITY MANAGEMENT (TQM)
IV.1. Definisi TQM
Secara umum TQM adalah strategi management yang ditujukan untuk menanamkan
kesadaran kualitas pada semua proses dalam organisasi.
Berdasarkan ISO, TQM adalah "suatu pendekatan manajemen untuk suatu organisasi
yang terpusat pada kualitas, berdasarkan partisipasi semua anggotanya dan bertujuan untuk
kesuksesan jangka panjang melalui kepuasan pelanggan serta memberi keuntungan untuk
semua anggota dalam organisasi serta masyarakat."
IV.2 Sejarah Singkat TQM
Konsep kualitas sudah ada sejak awal abad ke 19 dan telah mengalami perubahan
dan perkembangan. Pada awal abad ke 19 management kualitas berarti inspeksi produk –
produk untuk menjamin kualitas sesuai dengan spesifikasi. Pada tahun 1940 ketika terjadi
Perang Dunia II, konsep kualitas berubah menjadi statistical sampling yang digunakan
untuk evaluasi kualitas, dimana ahli statistik AS W.Edward Deming menolong para
insinyur dan teknisi untuk menggunakan teori statistik untuk memperbaiki kualitas
produksi. Setelah perang, teorinya banyak diremehkan oleh perusahaan Amerika.
Kemudian Deming pergi ke Jepang, dan mengajarkan pemimpin bisnis top pada Statistical
Quality Control. TQM muncul sebagai respon pada kesulitan membaurkan pendekatan
kualitas teknis dengan tenaga kerja yang berkembang pesat tak terlatih atau semi terlatih
saat dan setelah PD II. Sebagian besar perusahaan Jepang mengimplementasikan TQM
dan memperbaikinya dari 1950an. Pada tahun 1960 konsep kualitas berubah menjadi
quality gurus yang tidak hanya focus pada produk – produk yang dihasilkan tetapi mulai
menyoroti masalah organisasi. Antara tahun 1970 dan 1980 persaingan kualitas
meningkat dan menghasilkan konsep kualitas yang menjadikan customer sebagai acuan
kualitas. Berikut merupakan table yang menunjukkan perkembangan konsep kualitas yang
terjadi :
IV.3 Tokoh-Tokoh Mutu Konsep TQM
Tabel 1. Tokoh – tokoh mutu dan kontribusinya terhadap konsep TQM
Quality Guru Main Contribution
Walter A. Shewhart - Contributed to understanding of process variability.
- Developed concept of statistical control charts.
W. Edwards Deming - Stressed management’s responsibility for quality.
- Developed “14 Points” to guide companies in
quality improvement.
Joseph M. Juran - Defined quality as “fitness for use.”
- Developed concept of cost of quality.
Armand V. Feigenbaum - Introduced concept of total quality control.
Philip B. Crosby - Coined phrase “quality is free.”
- Introduced concept of zero defects.
Kaoru Ishikawa - Developed cause-and-effect diagrams.
- Identified concept of “internal customer.”
Genichi Taguchi - Focused on product design quality.
- Developed Taguchi loss function.
IV.4 Karakteristik TQM
Goetsch dan Davis mengungkapkan sepuluh unsur utama (karakteristik) total quality
management, sebagai berikut:
- Fokus Pada Pelanggan
Dalam TQM, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal merupakan
driver. Pelanggan eksternal menentukan kualitas produk atau jasa yang disampaikan
kepada mereka, sedangkan pelanggan internal berperan besar dalam menentukan kualitas
manusia, proses, dan lingkungan yang berhubungan dengan produk atau jasa.
- Obsesi Terhadap Kualitas
Dalam organisasi yang menerapkan TQM, penentu akhir kualitas pelanggan internal dan
eksternal. Dengan kualitas yang ditetapkan tersebut, organisasi harus terobsesi untuk
memenuhi atau melebihi apa yang ditentukan tersebut.
- Pendekatan Ilmiah
Pendekatan ilmiah sangat diperlukan dalam penerapan TQM, terutama untuk mendesain
pekerjaan dan dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang berkaitan
dengan pekerjaan yang didesain tersebut. Dengan demikian data diperlukan dan dipergunakan
dalam menyusun perkiraan, memantau prestasi, dan melaksanakan perbaikan.
- Komitmen jangka Panjang
TQM merupakan paradigma baru dalam melaksanakan bisnis. Untuk itu dibutuhkan
budaya perusahaan yang baru pula. Oleh karena itu komitmen jangka panjang sangat penting
guna mengadakan perubahan budaya agar penerapan TQM dapat berjalan dengan sukses.
- Kerja sama Team (Teamwork)
Dalam organisasi yang menerapkan TQM, kerja sama tim, kemitraan dan hubungan
dijalin dan dibina baik antar karyawan perusahaan maupun dengan pemasok lembaga-
lembaga pemerintah, dan masyarakat sekitarnya.
- Perbaikan Sistem Secara Berkesinambungan
Setiap poduk atau jasa dihasilkan dengan memanfaatkan proses-proses tertentu di dalam
suatu sistem atau lingkungan. Oleh karena itu, sistem yang sudah ada perlu diperbaiki secara
terus menerus agar kualitas yang dihasilkannya dapat meningkat.
- Pendidikan dan Pelatihan
Dalam organisasi yang menerapkan TQM, pendidikan dan pelatihan merupakan faktor
yang fundamental. Setiap orang diharapkan dan didorong untuk terus belajar, yang tidak ada
akhirnya dan tidak mengenal batas usia. Dengan belajar, setiap orang dalam perusahaan dapat
meningkatkan keterampilan teknis dan keahlian profesionalnya.
- Kebebasan Yang Terkendali
Dalam TQM, keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dalam pengambilan keputusan
dan pemecahan masalah merupakan unsur yang sangat penting. Hal ini dikarenakan unsur
tersebut dapat meningkatkan "rasa memiliki" dan tanggung jawab karyawan terhadap
keputusan yang dibuat. Selain itu unsur ini juga dapat memperkaya wawasan dan pandangan
dalam suatu keputusan yang diambil, karena pihak yang terlibat lebih banyak. Meskipun
demikian, kebebasan yang timbul karena keterlibatan tersebut merupakan hasil dari
pengendalian yang terencana dan terlaksana dengan baik.
- Kesatuan Tujuan
Agar TQM dapat diterapkan dengan baik, maka perusahaan harus memiliki kesatuan
tujuan. Dengan demikian setiap usaha dapat diarahkan pada tujuan yang sama. Namun hal ini
tidak berarti bahwa harus selalu ada persetujuan atau kesepakatan antara pihak manajemen
dan karyawan mengenai upah dan kondisi kerja.
- Adanya Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan
Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan merupakan hal yang penting dalam penerapan
TQM. Pemberdayaan bukan sekedar melibatkan karyawan tetapi juga melibatkan mereka
dengan memberikan pengaruh yang sungguh berarti.
IV.5 Prinsip dan Unsur Pokok Dalam TQM
Menurut Hensler dan Brunell, ada empat prinsip utama dalam TQM, yaitu:
- Kepuasan Pelanggan
Memberikan kepuasan kebutuhan pelanggan (internal dan eksternal) dalam segala
aspek, termasuk di dalamnya harga, keamanan, dan ketepatan waktu. Oleh karena itu,
segala aktivitas perusahaan harus dikoordinasikan untuk memuaskan para pelanggan.
Kualitas yang dihasilkan suatu perusahaan sama dengan nilai (value) yang diberikan dalam
rangka meningkatkan kualitas hidup para pelanggan. Semakin tinggi nilai yang diberikan,
semakin besar pula kepuasan pelanggan.
- Respek Terhadap Setiap Orang
Dalam perusahaan yang berkelas dunia, setiap karyawan dipandang sebagai individu
yang memiliki talenta dan kreativitas yang unik. Dengan demikian, karyawan merupakan
sumber daya organisasi yang paling bernilai. Oleh karena itu, setiap orang dalam
organisasi diperlakukan dengan baik dan diberi kesempatan untuk terlibat dan
berpartisipasi dalam tim pengambil keputusan.
- Manajemen Berdasarkan Fakta
Perusahaan kelas dunia berorientasi pada fakta, setiap keputusan didasarkan pada data,
dengan mengacu pada konsep prioritisasi (prioritization) dan variasi (variation), dan bukan
sekedar pada perasaan (feeling).
- Perbaikan Berkesinambungan
Agar dapat sukses, setiap perusahaan perlu melakukan proses secara sistematis dalam
melaksanakan perbaikan berkesinambungan. Konsep yang berlaku di sini adalah siklus
PDCA (plan-do-check-act), yang terdiri dari langkah-langkah perencanaan, pelaksanaan
rencana, pemeriksaan hasil pelaksanaan rencana, dan tindakan korektif terhadap hasil yang
diperoleh.
IV.6 Quality tools
a. Cause-and-effect diagrams
Merupakan grafik yang mengidentifikasi penyebab potensial untuk permasalahan khusus
tentang kualitas, sering disebut fishbone diagrams karena seperti tulang ikan.
Gambar 1. Cause and effect (fishbone) diagram
b. Flowchart
Merupakan diagram skematik dari urutan tahapan pada proses atau operasi.
Gambar 2. Flowchart
c. Checklist
Merupakan daftar umum kekurangan atau kerusakan dan sejumlah pantauan dari
kekurangan atau kerusakan tersebut.
Gambar 3. Checklist
d. Control charts
Diagram yang digunakan untuk evaluasi apakah proses beroprasi sesuai perkiraan
relative seperti berat, tebal atau volume.
Gambar 4. Control chart
e. Scatter diagrams
Merupakan grafik yang menunjukkan bagaimana dua variabel saling berhubungan satu
sama lain.
Gambar 5. Scatter diagrams
f. Pareto analysis
Merupakan cara yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah kualitas berdasarkan
derajat kepentingannya.
Gambar 6. Pareto chart
g. Histogram
Merupakan diagram yang menunjukkan frekuensi distribusi dari nilai-nilai yang diamati
dari suatu variabel.
Gambar 7. Histogram
IV.7. Kelebihan dan Kelemahan Total Quality Management
Kelebihan TQM adalah:
- Kualitas lebih baik
- Memperkenalkan continous improvement
- Meningkatkan fleksibilitas
- Meningkatkan keuntungan atau produktivitas
- Pembelajaran lebih terorganisir
- Komunitas aman dan sehat
- Pelayanan pelanggan lebih baik atau kepuasan pelanggan
- Organisasi lebih kuat secara ekonomi
- Memperbaiki pembagian pasar
- Organisasi management lebih baik
- Hubungan dan performance karyawan lebih baik
- Keuntungan yang kompetitif
Kelemahan TQM adalah:
- Kualitas sering merupakan aktivitas sampingan, terpisah dari isu kunci dari strategi usaha
dan kinerja.
- Pada banyak organisasi, kualitas dirasakan bersifat temporer dan apabila pemimpin yang
memprakarsainya meninggalkan perusahaan, kualitas kemudian diabaikan.
- Kebingungan terhadap TQM berasal dari kata kualitas itu sendiri.kata kualitas
mempunyai banyak arti, tergantung dari bagaimana kita memandangnya.
- Banyak perusahaan yang membuat kualitas lebih kabur atau tida jelas dengan
menetapkan tujuan yang tampak positif tanpa memilki cara untuk memonitor kemajuan
pencapaian tujuan tersebut.
- TQM merupakan aktivitas yang bersifat hanya di dalam departemen-departemen di
banyak perusahaan.
- TQM mengajarkan incremental atau perkembangan yang sedikit (small improvement),
bukan perkembangan secara radikal (radical improvement) sehingga banyak pemimpin
korporat tidak sabar setelah munculnya konsep reengineering.
IV.7 Implementasi TQM
American Electric Power (AEP)
American Electric Power (AEP) menerima penghargaan dari pemerintah Ohio untuk
kategori excellence in quality pada 2001. AEP Plant menerima penghargaan itu dengan
usaha yang lebih seperti pengembangan kualitas sistem pengukuran yang diubah dari
tradisi lama yang konservatif dengan gaya kepemimpinan top down leadership style,
kelompok kerja yang tidak saling berinteraksi, organisasi yang tidak bersahabat,
kelemahan komitmen dan strategi perencanaan dalam meningkatkan kualitas budaya kerja
dengan cepat.
Beberapa langkah awal yang dilakukan antara lain adalah kepemimpinan top
management menjadi yang terdepan, strategi perencanaan, melibatkan semua konsumen
dan menggunakan quality tools. Program pengembangan karyawan yang meliputi
pemberdayaan dan pembelajaran, konsep internal customer and supplier, sistem
pemikiran, memperbaiki komunikasi, menggunakan problem solving tools dan kesatuan
kepemimpinan. Fokus terhadap management digunakan untuk pengembangan performance
baru perusahaan. Plant menerima lebih dari 100% peningkatan produktivitas karyawan,
45% pengurangan biaya operasi dan perbaikan hingga $ 5 juta untuk perbaikan proses.
Kepemimpinan dan strategi perencanaan membawa AEP untuk memulai TQM.
Source: Ohio Award for Excellence governors award winners presentation.