makalah konsevasi energi
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Semakin tingginya tingkat pertumbuhan penduduk, mengakibatkan
konsumsi energi juga semakin meningkat. Indonesia sebagai Negara agraris
besar , sampai saat ini masih mengandalkan pasokan energi nasionalnya dari
sektor energi fosil, seperti minyak bumi, batu bara dan gas. Sebagaimana kita
ketahui bahwa cadangan energi fosil, terutama minyak bumi semakin menipis,
berbanding terbalik dengan pertumbuhan jumlah penduduk, tentu hal ini akan
sangat mengkwatirkakan ketahanan energi bangsa Indonesia di masa datang.
Sudah saatnya bagi bangsa Indonesia untuk segera memperdayakan
penganekaragaman energi, terutama dari sector energi non fosil terbaharukan.
Indonesia memiliki potensi yang besar akan energi nonfosil terbarukan, seperti
panas bumi, tenaga air, angin, matahari dan biomassa.
Diantara energi nonfosil , sebagai negera agraris yang besar Indonesia
menyimpan potensi luar biasa dari sector energi biomassa. Energi Biomassa dapat
kita artikan sebagai energi yang berasal dari aktifitas mahkluk hidup, seperti
seperti tumbuhan maupun hewan. Dan yang lebih di tekankan di sini bahwa
energi biomassa adalah energi yang dihasilkan dari limbah sisa atau hasil samping
yang selama ini kurang digunakan baik dari pertanian seperti jerami dan sekam
padi, perkebunan seperti sisa-sisa tandan kosong kelapa sawit, kehutanan seperti
kayu atau serbuk sisa penggergajian ataupun peternakan seperti kotoran sapi
maupun kerbau. Penekanan sumber biomassa berasal dari limbah / hasil samping,
di karenakan jangan sampai dalam pemenuhan akan sumber energi berbenturan
dengan pemenuhan sumber pangan bagi kehidupan manusia.
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari energi biomassa?
2. Bagaimana keefektifan energi biomassa sebagai pengganti BBM untuk
menghasilkan energi?
3. Bagaimana prinsip penggunaan energi biomassa sebagai bahan bakar?
4. Bagaimana proses pengolahan energi biomassa agar dapat digunakan?
5. Apa perbedaan energi biomassa dengan sumber bahan bakar lainnya?
6. Bagaimana potensi energi biomassa di Indonesia?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian energi biomassa
2. Mengetahui prinsip pembakaran pada energi biomassa.
3. Mengetahui kelebihan dan kekurangan yang dimiliki energi biomassa
4. Mengetahui cara pemanfaatan dan pengolahan benergi biomassa
1.4 Manfaat Penulisan
1. Dapat mengetahui perbedaan energi biomassa dengan sumber enrgi bahan
bakar lainnya.
2. Dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan yang dimiliki energi
biomassa.
3. Dapat mengetahui cara megolah energi biomassa.
4. Dapat membantu memecahkan masalah akibat kelangkaan BBM sebagi
sumber energi.
5. Dapat memotivasi untuk menghasilkan teknologi tepat guna dalam rangka
membantu pemerintah untuk menghemat energi.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Biomassa
Secara umum Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui
pross fotosintetik, baik berupa produk maupun buangan. Contoh biomassa antara
lain adalah tanaman, pepohonan, rumput, ubi, limbah pertanian, limbah hutan,
tinja dan kotoran ternak. Dalam sektor energi, biomassa merujuk pada bahan
biologis yang hidup atau baru mati yang dapat digunakan sebagai sumber
bahan bakar atau untuk produksi industrial. Umumnya biomassa merujuk pada
materi tumbuhan yang dipelihara untuk digunakan sebagai biofuel, tapi dapat juga
mencakup materi tumbuhan atau hewan yang digunakan untuk produksi serat,
bahan kimia, atau panas. Biomassa dapat pula meliputi limbah terbiodegradasi
yang dapat dibakar sebagai bahan bakar. Biomassa tidak mencakup materi organik
yang telah tertransformasi oleh proses geologis menjadi zat seperti batu bara atau
minyak bumi. Biomassa biasanya diukur dengan berat kering.
Sumber energi biomassa mempunyai beberapa kelebihan antara lain
merupakan sumber energi yang dapat diperbaharui (renewable) sehingga dapat
menyediakan sumber energi secara berkesinambungan (suistainable). Di
Indonesia, biomassa merupakan sumber daya alam yang sangat penting dengan
berbagai produk primer sebagai serat, kayu, minyak, bahan pangan dan lain-lain
yang selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik juga diekspor dan
menjadi tulang punggung penghasil devisa negara.
3
2.2 Biomassa Sebagai Sumber Energi
Potensi biomassa di Indonesia yang bisa digunakan sebagai sumber energi
jumlahnya sangat melimpah. Limbah yang berasal dari hewan maupun tumbuhan
semuanya potensial untuk dikembangkan. Tanaman pangan dan perkebunan
menghasilkan limbah yang cukup besar, yang dapat dipergunakan untuk
keperluan lain seperti bahan bakar nabati. Pemanfaatan limbah sebagai bahan
bakar nabati memberi tiga keuntungan langsung. Pertama, peningkatan efisiensi
energi secara keseluruhan karena kandungan energi yang terdapat pada limbah
cukup besar dan akan terbuang percuma jika tidak dimanfaatkan. Kedua,
penghematan biaya, karena seringkali membuang limbah bisa lebih mahal dari
pada memanfaatkannya. Ketiga, mengurangi keperluan akan tempat penimbunan
sampah karena penyediaan tempat penimbunan akan menjadi lebih sulit dan
mahal, khususnya di daerah perkotaan.
Selain pemanfaatan limbah, biomassa sebagai produk utama untuk sumber
energi juga akhir-akhir ini dikembangkan secara pesat. Kelapa sawit, jarak,
kedelai merupakan beberapa jenis tanaman yang produk utamanya sebagai bahan
baku pembuatan biodiesel. Sedangkan ubi kayu, jagung, sorghum, sago
merupakan tanaman-tanaman yang produknya sering ditujukan sebagai bahan
pembuatan bioethanol.
Sumber energi biomassa mempunyai beberapa kelebihan antara lain
merupakan sumber energi yang dapat diperbaharui (renewable) sehingga dapat
menyediakan sumber energi secara berkesinambungan (suistainable). Di
Indonesia, biomassa merupakan sumber daya alam yang sangat penting dengan
berbagai produk primer sebagai serat, kayu, minyak, bahan pangan dan lain-lain
yang selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik juga diekspor dan
menjadi tulang punggung penghasil devisa negara.
4
Gambar 1 Limbah Biomassa
Gambar 2 Bahan Baku Bioethanol
Gambar 3 Bahan baku Biodiesel
5
2.3. Prinsip Pembakaran Bahan Bakar
Prinsip pembakaran bahan bakar sejatinya adalah reaksi kimia bahan bakar
dengan oksigen (O). Kebanyakan bahan bakar mengandung unsur Karbon (C),
Hidrogen (H) dan Belerang (S). Akan tetapi yang memiliki kontribusi yang
penting terhadap energi yang dilepaskan adalah C dan H. Masing-masing bahan
bakar mempunyai kandungan unsur C dan H yang berbeda-beda.
Proses pembakaran terdiri dari dua jenis yaitu pembakaran lengkap
(complete combustion) dan pembakaran tidak lengkap (incomplete combustion).
Pembakaran sempurna terjadi apabila seluruh unsur C yang bereaksi dengan
oksigen hanya akan menghasilkan CO2, seluruh unsur H menghasilkan H2O dan
seluruh S menghasilkan SO2. Sedangkan pembakaran tak sempurna terjadi apabila
seluruh unsur C yang dikandung dalam bahan bakar bereaksi dengan oksigen dan
gas yang dihasilkan tidak seluruhnya CO2. Keberadaan CO pada hasil pembakaran
menunjukkan bahwa pembakaran berlangsung secara tidak lengkap.
Jumlah energi yang dilepaskan pada proses pembakaran dinyatakan
sebagai entalpi pembakaran yang merupakan beda entalpi antara produk dan
reaktan dari proses pembakaran sempurna. Entalpi pembakaran ini dapat
dinyatakan sebagai Higher Heating Value (HHV) atau Lower Heating
Value (LHV). HHV diperoleh ketika seluruh air hasil pembakaran dalam wujud
cair sedangkan LHV diperoleh ketika seluruh air hasil pembakaran dalam bentuk
uap.
Pada umumnya pembakaran tidak menggunakan oksigen murni melainkan
memanfaatkan oksigen yang ada di udara. Jumlah udara minimum yang
diperlukan untuk menghasilkan pembakaran lengkap disebut sebagai jumlah udara
teoritis (atau stoikiometrik). Akan tetapi pada kenyataannya untuk pembakaran
lengkap udara yang dibutuhkan melebihi jumlah udara teoritis. Kelebihan udara
dari jumlah udara teoritis disebut sebagai excess air yang umumnya dinyatakan
dalam persen. Parameter yang sering digunakan untuk mengkuantifikasi jumlah
udara dan bahan bakar pada proses pembakaran tertentu adalah rasio udara-bahan
6
bakar. Apabila pembakaran lengkap terjadi ketika jumlah udara sama dengan
jumlah udara teoritis maka pembakaran disebut sebagai pembakaran sempurna.
2.4 Konversi Biomassa
Penggunaan biomassa untuk menghasilkan panas secara sederhana sebenarnya
telah dilakukan oleh nenek moyang kita beberapa abad yang lalu. Penerapannya
masih sangat sederhana, biomassa langsung dibakar dan menghasilkan panas. Di
zaman modern sekarang ini panas hasil pembakaran akan dikonversi menjadi
energi listrik melali turbin dan generator. Panas hasil pembakaran biomassa
akan menghasilkan uap dalam boiler. Uap akan ditransfer kedalam turbin
sehingga akan menghasilkan putaran dan menggerakan generator. Putaran dari
turbin dikonversi menjadi energi listrik melalui magnet-magnet dalam generator.
Pembakaran langsung terhadap biomassa memiliki kelemahan, sehingga pada
penerapan saat ini mulai menerapkan beberapa teknologi untuk meningkatkan
manfaat biomassa sebagai bahan bakar, dijelaskan pada Gambar 4. Teknologi
konversi biomassa tentu saja membutuhkan perbedaan pada alat yang digunakan
untuk mengkonversi biomassa dan menghasilkan perbedaan bahan bakar yang
dihasilkan.
Gambar 4 Teknologi Konversi Biomassa
7
2.5 Pemanfaatan Energi Biomassa
Secara umum teknologi konversi biomassa menjadi bahan bakar dapat
dibedakan menjadi tiga yaitu pembakaran langsung, konversi termokimiawi dan
konversi biokimiawi. Pembakaran langsung merupakan teknologi yang paling
sederhana karena pada umumnya biomassa telah dapat langsung dibakar.
Beberapa biomassa perlu dikeringkan terlebih dahulu dan didensifikasi untuk
kepraktisan dalam penggunaan. Konversi termokimiawi merupakan teknologi
yang memerlukan perlakuan termal untuk memicu terjadinya reaksi kimia dalam
menghasilkan bahan bakar. Sedangkan konversi biokimiawi merupakan teknologi
konversi yang menggunakan bantuan mikroba dalam menghasilkan bahan bakar.
Beberapa penerapan teknologi konversi biomassa yaitu :
a. Biobriket
Briket adalah salah satu cara yang digunakan untuk mengkonversi sumber
energi biomassa ke bentuk biomassa lain dengan cara dimampatkan sehingga
bentuknya menjadi lebih teratur. Briket yang terkenal adalah briket batubara
namun tidak hanya batubara saja yang bisa di bikin briket. Biomassa lain seperti
sekam, arang sekam, serbuk gergaji, serbuk kayu, dan limbah-limbah biomassa
yang lainnya. Pembuatan briket tidak terlalu sulit, alat yang digunakan juga tidak
terlalu rumit. Di IPB terdapat banyak jenis-jenis mesin pengempa briket mulai
dari yang manual, semi mekanis, dan yang memakai mesin.
b. Pirolisis
Pirolisis adalah penguraian biomassa (lysis) karena panas (pyro) pada suhu
yang lebih dari 150oC. Pada proses pirolisa terdapat beberapa tingkatan proses,
yaitu pirolisa primer dan pirolisa sekunder.
Pirolisa primer adalah pirolisa yang terjadi pada bahan baku (umpan),
sedangkan pirolisa sekunder adalah pirolisa yang terjadi atas partikel dan gas/uap
hasil pirolisa primer. Penting diingat bahwa pirolisa adalah penguraian karena
panas, sehingga keberadaan O2 dihindari pada proses tersebut karena akan
8
memicu reaksi pembakaran Proses ini sebenarnya bagian dari proses karbonisasi
yaitu proses untuk memperoleh karbon atau arang, tetapi sebagian menyebut pada
proses pirolisis merupakan high temperature carbonization (HTC), lebih dari
500 oC. Proses pirolisis menghasilkan produk berupa bahan bakar padat yaitu
karbon, cairan berupa campuran tar dan beberapa zat lainnya. Produk lainn adalah
gas berupa karbon dioksida (CO2), metana (CH4) dan beberapa gas yang memiliki
kandungan kecil
Gambar 4. Diagram proses pirolisis
c. Liquification
Liquification merupakan proses perubahan wujud dari gas ke cairan
dengan proses kondensasi, biasanya melalui pendinginan, atau perubahan dari
padat ke cairan dengan peleburan, bisa juga dengan pemanasan atau penggilingan
dan pencampuran dengan cairan lain untuk memutuskan ikatan. Pada bidang
energi liquification tejadi pada batubara dan gas menjadi bentuk cairan untuk
menghemat transportasi dan memudahkan dalam pemanfaatan.
9
Gambar 5. Diagram proses liquidifikasi
d. Transesterifikasi
Transesterifikasi adalah proses kimiawi yang mempertukarkan grup
alkoksi pada senyawa ester dengan alkohol. Mula mula bahan utama berupa CPO
direaksikan dengan katalis methanol dan diipanaskan pada suhu 800 C lalu
membentuk dua apisan yaittu bio diesel dan glyserin. Glyserin kemudian
dipisahkan dari bio diesel lalu kemudian biodiesel dibersihkan dengan air. Setelah
itu air dipisahkan dan didapatkanlah biodiesel yang bersih.
10
Gambar 6. Diagram pembuatan biodiesel
e. Densifikasi
Praktek yang mudah untuk meningkatkan manfaat biomassa adalah
membentuk menjadi briket atau pellet. Briket atau pellet akan memudahkan dalam
penanganan biomassa. Tujuannya adalah untuk meningkatkan densitas
dan memudahkan penyimpanan dan pengangkutan. Secara umum densifikasi
(pembentukan briket atau pellet) mempunyai beberapa keuntungan (bhattacharya
dkk, 1996) yaitu : menaikan nilai kalor per unit volume, mudah disimpan dan
diangkut, mempunyai ukuran dan kualitas yang seragam.
f. Karbonisasi
Karbonisasi merupakan suatu proses untuk mengkonversi bahan orgranik
menjadi arang . pada proses karbonisasi akan melepaskan zat yang mudah
terbakar seperti CO, CH4, H2, formaldehid, methana, formik dan acetil acid serta
zat yang tidak terbakar seperti seperti CO2, H2O dan tar cair. Gas-gas yang
dilepaskan pada proses ini mempunyai nilai kalor yang tinggi dan dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan kalor pada proses karbonisasi.
11
g. Anaerobic digestion
Proses anaerobic digestion yaitu proses dengan melibatkan
mikroorganisme tanpa kehadiran oksigen dalam suatu digester. Proses ini
menghasilkan gas produk berupa metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2) serta
beberapa gas yang jumlahnya kecil, seperti H2, N2, dan H2S. Proses ini bisa
diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu anaerobic digestion kering dan basah.
Perbedaan dari kedua proses anaerobik ini adalah kandungan biomassa dalam
campuran air. pada anaerobik kering memiliki kandungan biomassa 25 – 30 %
sedangkan untuk jenis basah memiliki kandungan biomassa kurang dari 15
% (Sing dan Misra, 2005).
Gambar 7. Pembuatan biogas
Dari diagram diatas dapat dijelaskan mengenai pembuatan biogas, mula
mula bahan utama yaitu kotoran ternak disimpan dalam wadah atau tangki kedap
udara sehingga tidak ada oksigen yang terlibat. Setelah didiamkan maka
biomethan akan terbentuk sedangkan sisa bahan yang kering dapat digunakan
sebagai pupuk.
12
h. Gasifikasi
Secara sederhana, gasifikasi biomassa dapat didefinisikan sebagai proses
konversibahan selulosa dalam suatu reaktor gasifikasi (gasifier) menjadi bahan
bakar. Gas tersebut dipergunakan sebagai bahan bakar motor untuk menggerakan
generator pembangkit listrik. Gasifikasi merupakan salah satu alternatif dalam
rangka program penghematan dan diversifikasi energi. Selain itu gasifikasi akan
membantu mengatasi masalah penanganan dan pemanfaatan limbah pertanian,
perkebunan dan kehutanan. Ada tiga bagian utama perangkat gasifikasi, yaitu :
(a) unit pengkonversi bahan baku (umpan) menjadi gas, disebut reaktor gasifikasi
atau gasifier, (b) unit pemurnian gas, (c) unit pemanfaatan gas.
Gambar 8. Diagram proses gasifikasi
Pada diagrram proses gasifikasi. Mula mula bahan biomassa berupa sekam
padi atau serbuk gergaji dibakar pada kondisi gas ideal, pembakaran ini
menghasilkan gas buang yang panas. Gas inilah yang digunakan untuk
memanaskan air pada boiler yang berfungsi menggerakan turbin dan generator
i. Biokimia
Pemanfaatan energi biomassa yang lain adalah dengan cara proses
biokimia.Contoh proses yang termasuk ke dalam proses biokimia adalah
hidrolisis, fermentasi dan an-aerobic digestion. An-aerobic digestion adalah
13
penguraian bahan organik atau selulosa menjadi CH4 dan gas lain melalui proses
biokimia.
Selain anaerobic digestion, proses pembuatan etanol dari biomassa
tergolong dalam konversi biokimiawi. Biomassa yang kaya dengan karbohidrat
atau glukosa dapat difermentasi sehingga terurai menjadi etanol dan CO2. Akan
tetapi, karbohidrat harus mengalami penguraian (hidrolisa) terlebih dahulu
menjadi glukosa. Etanol hasil fermentasi pada umumnya mempunyai kadar air
yang tinggi dan tidak sesuai untuk pemanfaatannya sebagai bahan bakar pengganti
bensin. Etanol ini harus didistilasi sedemikian rupa mencapai kadar etanol di atas
99.5%.
Gambar 9. Diagram proses pembuatan bioetanol
14
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Potensi Biomassa di Indonesia
Potensi biomassa di Indonesia yang bisa digunakan sebagai sumber energi
jumlahnya sangat melimpah. Limbah yang berasal dari hewan maupun tumbuhan
semuanya potensial untuk dikembangkan. Tanaman pangan dan perkebunan
menghasilkan limbah yang cukup besar, yang dapat dipergunakan untuk
keperluan lain seperti bahan bakar nabati. Pemanfaatan limbah sebagai bahan
bakar nabati memberi tiga keuntungan langsung. Pertama, peningkatan efisiensi
energi secara keseluruhan karena kandungan energi yang terdapat pada limbah
cukup besar dan akan terbuang percuma jika tidak dimanfaatkan. Kedua,
penghematan biaya, karena seringkali membuang limbah bisa lebih mahal dari
pada memanfaatkannya. Ketiga, mengurangi keperluan akan tempat penimbunan
sampah karena penyediaan tempat penimbunan akan menjadi lebih sulit dan
mahal, khususnya di daerah perkotaan.
Selain pemanfaatan limbah, biomassa sebagai produk utama untuk sumber
energi juga akhir-akhir ini dikembangkan secara pesat. Kelapa sawit, jarak,
kedelai merupakan beberapa jenis tanaman yang produk utamanya sebagai bahan
baku pembuatan biodiesel. Sedangkan ubi kayu, jagung, sorghum, sago
merupakan tanaman-tanaman yang produknya sering ditujukan sebagai bahan
pembuatan bioethanol.
Potensi biomassa yang besar di negara, hingga mencapai 49.81 GW tidak
sebanding dengan kapasitas terpasang sebesar 302.4 MW. Bila kita maksimalkan
potensi yang ada dengan menambah jumlah kapasitas terpasang, maka akan
membantu bahan bakar fosil yang selama ini menjadi tumpuan dari penggunaan
energi. Hal ini akan membantu perekonomian yang selama ini menjadi boros
15
akibat dari anggaran subsidi bahan bakar minyak yang jumlahnya melebihi
anggaran sektor lainnya.
Energi biomassa menjadi penting bila dibandingkan dengan energi
terbaharukan karena proses konversi menjadi energi listrik memiliki investasi
yang lebih murah bila di bandingkan dengan jenis sumber energi terbaharukan
lainnya. Hal inilah yang menjadi kelebihan biomassa dibandingkan dengan energi
lainnya. Proses energi biomassa sendiri memanfaatkan energi matahari untuk
merubah energi panas menjadi karbohidrat melalui proses fotosintesis yang
selanjutnya diubah kembali menjadi energi panas.
3.2 Perkembangan Biomassa di Indonesia
Hingga saat ini Indonesia masih sangat bergantung pada bahan bakar
berbasis fosil sebagai sumber energi. Data yang didapat dari Departemen Energi
dan Sumber Daya Mineral menunjukkan bahwa dengan persediaan minyak
mentah di Indonesia, yaitu sekitar 9 milyar barrel, dan dengan laju produksi rata-
rata 500 juta barrel per tahun, persediaan tersebut akan habis dalam 18 tahun.
Untuk mengurangi ketergantungan terhadap minyak bumi dan memenuhi
persyaratan lingkungan global, satu-satunya cara adalah dengan pengembangan
bahan bakar alternatif ramah lingkungan.
Pemilihan biodiesel sebagai bahan bakar alternatif berbasis pada
ketersediaan bahan baku. Minyak rapeseed adalah bahan baku untuk biodiesel di
Jerman dan kedelai di Amerika. Sedangkan bahan baku yang digunakan di
Indonesia adalah crude palm oil (CPO). Selain itu, masih ada potensi besar yang
ditunjukan oleh minyak jarak pagar (Jathropa Curcas) dan lebih dari 40 alternatif
bahan baku lainnya di Indonesia.
16
Gambar 5 Rancangan fasilias produksi biodiesel (INBT 2008)
Indonesia adalah penghasil minyak sawit terbesar kedua setelah Malaysia
dengan produksi CPO sebesar 8 juta ton pada tahun 2002 dan akan menjadi
penghasil CPO terbesar di dunia pada tahun 2012. Dengan mempertimbangkan
aspek kelimpahan bahan baku, teknologi pembuatan, dan independensi Indonesia
terhadap energi diesel, maka selayaknya potensi pengembangan biodiesel
merupakan potensi pengembangan biodiesel sebagai suatu alternatif yang dapat
dengan cepat diimplementasikan.
Walaupun pemerintah Indonesia menunjukkan ketertarikan yang besar
terhadap pengembangan biodiesel, pemerintah tetap bergerak pelan dan juga
berhati-hati dalam mengimplementasikan hukum pendukung bagi produksi
biodiesel. Pemerintah memberikan subsidi bagi biodiesel, bio-premium, dan bio-
pertamax dengan level yang sama dengan bahan bakar fosil, padahal biaya
produksi biodiesel melebihi biaya produksi bahan bakar fosil. Hal ini
menyebabkan Pertamina harus menutup sendiri sisa biaya yang dibutuhkan.
Sampai saat ini, payung hukum yang sudah disediakan oleh pemerintah
untuk industri biofuel, dalam bentuk Keputusan Presiden ataupun Peraturan
Perundang-undangan lainnya, adalah sebagai berikut:
17
1. Peraturan Presiden No. 5/2006 tentang Kebijaksanaan Energi Nasional
2. Instruksi Presiden No. 1/2006 tentang Pengadaaan dan Penggunaan
Biofuel sebagai Energi Alternatif
3. Dektrit Presiden No. 10/2006 tentang Pembentukan team nasional untuk
Pengembangan Biofuel
Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi
Nasional menyebutkan pengembangan biodiesel sebagai energi terbarukan akan
dilaksakan selama 25 tahun, dimulai dengan persiapan pada tahun 2004 dan
eksekusi sejak tahun 2005. Periode 25 tahun tersebut dibagi dalam tiga fasa
pengembangan biodiesel. Pada fasa pertama, yaitu tahun 2005-2010, pemanfaatan
biodiesel minimum sebesar 2% atau sama dengan 720.000 kilo liter untuk
memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak nasional dengan produk-produk yang
berasal dari minyak castor dan kelapa sawit.
Fasa kedua (2011-2015) merupakan kelanjutan dari fasa pertama akan
tetapi telah digunakan tumbuhan lain sebagai bahan mentah. Pabrik-pabrik yang
dibangun mulai berskala komersial dengan kapasitas sebesar 30.000 – 100.000 ton
per tahun. Produksi tersebut mampu memenuhi 3% dari konsumsi diesel atau
ekivalen dengan 1,5 juta kilo liter. Pada fasa ketiga (2016 – 2025), teknologi yang
ada diharapkan telah mencapai level ‘high performance’ dimana produk yang
dihasilkan memiliki angka setana yang tinggi dan casting point yang rendah. Hasil
yang dicapai diharapkan dapat memenuhi 5% dari konsumsi nasional atau
ekivalen dengan 4,7 juta kilo liter. Selain itu juga terdapat Inpres Nomor 1 Tahun
2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai
bahan bakar lain. Hal-hal ini menunjukkan keseriusan Pemerintah dalam
penyediaan dan pengembangan bahan bakar nabati. (Rahayu, 2006)
Hingga Mei 2007, Indonesia telah memiliki empat industri besar yang
memproduksi biodiesel dengan total kapasitas 620.000 ton per hari. Industri-
industri tersebut adalah PT Eterindo Wahanatama (120.000 ton/tahun – umpan
beragam), PT Sumi Asih (100.000 ton/tahun – dengan RBD Stearin sebagai bahan
18
mentah), PT Indo BBN (50.000 ton/tahun – umpan beragam), Wilmar Bioenergy
(350.000 ton/tahun dengan CPO sebagai bahan mentah), PT Bakrie Rekin
Bioenergy (150.000 ton/tahun) dan PT Musim Mas (100.000 ton/tahun). Selain itu
juga terdapat industri-industri biodiesel kecil dan menengah dengan total kapasitas
sekitar 30.000 ton per tahun, seperti PT Ganesha Energy, PT Energi Alternatif
Indonesia, dan beberapa BUMN.
Tabel 1. Produser biodiesel di Indonesia
Peluang untuk mengembangkan potensi pengembangan biodiesel di
Indonesia cukup besar, mengingat saat ini penggunaan minyak solar mencapai
sekitar 40 % penggunaan BBM untuk transportasi. Sedang penggunaan solar pada
industri dan PLTD adalah sebesar 74% dari total penggunaan BBM pada kedua
sektor tersebut. Bukan hanya karena peluangnya untuk menggantikan solar,
peluang besar biodiesel juga disebabkan kondisi alam Indonesia. Indonesia
memiliki beranekaragam tanaman yang dapat dijadikan sumber bahan bakar
biodiesel seperti kelapa sawit dan jarak pagar. Pada saat ini, biodiesel (B-5) sudah
dipasarkan di 201 pom bensin di Jakarta dan 12 pom bensin di Surabaya.
Biodiesel adalah bahan bakar nabati yang memiliki sifat-sifat seperti
minyak solar yang mengandung ester metil/etil asam-asam lemak. Selain berasal
19
dari bahan baku yang dapat terbarukan (renewable), keunggulan biodiesel adalah
ramah lingkungan karena tidak mengandung sulfur dan mempunyai emisi
(Cox danParticulate matter) yang rendah serta tidak mengandung racun (non
toxic). Dengan centane number yang tinggi menyebabkan pembakaran yang lebih
sempurna. Viskositas yang tinggi menghasilkan pelumasan yang baik terhadap
mesin. Secara teknologi, penggunaan biodiesel sebagai pengganti solar tidak
memerlukan extra cost, karena tidak memerlukan modifikasi khusus terhadap
mesin-mesin konvensional yang berjalan saat ini.
Tabel 2. Produksi, konsumsi dan ekspor Biodiesel tahun 2009-2013
Tabel 3. Data realisasi distribusi Biofuel Pertamina
20
Sumber utama lemak atau minyak lemak dapat berasal dari minyak sawit
(CPO), minyak kelapa, minyak inti sawit, minyak kacang, minyak kelor, minyak
jarak pagar dan puluhan jenis tumbuhan lain yang banyak di Indonesia.
Sedangkan metanol dan etanol dapat dibuat dari gas bumi atau dengan proses
fermentasi dari biomassa. Selain biodiesel, reaksi ini juga menghasilkan side
product yaitu gliserin yang permintaan pasarnya juga cukup besar, sehingga
secara ekonomis cukup menguntungkan. Di massa depan gliserin juga dapat
difermentasi menjadi etanol sehingga selain biodiesel juga dapat dihasilkan
bioetanol (Soerawidjaja TH, Engineering Center BPPT, 2005).
Diantara beberapa sumber bahan baku biodiesel, yang mempunyai potensi sangat
besar adalah minyak sawit (Crude Palm Oil disingkat CPO). CPO sudah menjadi
bahan baku yang komersial, dimana Indonesia sudah menjadi negara penghasil
CPO kedua terbesar di dunia. Tahun 2003 saja Indonesia sudah memproduksi
sebanyak 10.68 juta ton (5.32 juta ton diekspor) dengan daerah sebaran produksi
seperti dalam tabel 1. Dengan tingkat pertumbuhan pertahun 15%, produksi CPO
tahun 2010 akan mencapai 17.5 juta ton.
Tabel 4. Luar Area dan Produksi CPO Indonesia tahun 2003
21
Daerah Luas Area (Ha)
Produksi CPO
(ton)
Sumatera 3.712.878 9.122.178
Jawa 15.334 31.425
Bali, Nusa Tenggara 0 0
Kalimantan 1.002.690 1.220.839
Sulawesi 137.104 213.339
Maluku, Papua 58.074 95.123
Total 4.926.080 10.682.902
(Dept. Pertanian, 2003)
Tabel 5. Pertumbuhan produksi CPO di Indonesia
22
23
Grafik 1. Produksi Kelapa Sawit Di Indonesia
Dapat dikatakan hampir seluruh janis CPO dapat diolah menjadi biodiesel.
Mulai dari CPO standar denganFree Fatty Acid (FFA) kurang dari 5%,
CPO offgrade dengan FFA antara 5-20%, Waste CPO dengan FFA antara 20-
70%, bahkan sampai Palm Fatty Acid Distillate (PFAD-produk sisa dari pabrik
minyak goreng) yang mempunyai FFA lebih dari 70%.
Selain CPO, potensi besar juga terdapat pada minyak jarak pagar
(Jatropha curcas). Walaupun belum diproduksi secara maksimal, jarak pagar
dengan sifatnya yang khas mempunyai potensi sangat besar untuk dapat
berkembang menjadi sumber energi alternatif.
24
Berbeda dengan CPO yang dapat dipergunakan untuk minyak goreng,
minyak jarak pagar mengandung racun sehingga tidak dapat dikonsumsi. Jarak
pagar adalah tumbuhan asli Amerika Tengah yang mempunyai sifat tahan
kekeringan, dapat beradaptasi pada 1-6000 m di atas permukaan laut (dpl) dengan
kondisi terbaik adalah pada ketinggian kurang dari 500 m dpl. Jarak pagar dapat
tumbuh dengan baik di lahan kritis pada temperatus 11-38 dengan curah hujan
300-2000 mm pertahun. Walaupun begitu jarak pagar memerlukan air yang cukup
hingga usia 2-3 tahun. Jarak pagar dapat tumbuh tahunan (mencapai 50 tahun)
pada lahan-lahan marjinal yang miskin hara. Dengan kemampuan berbuah yang
cepat, jarak pagar dapat mulai dipanen sejak usia 6 bulan dengan produksi
maksimal setelah mencapai usia 4 tahun (Dr. David Alloreung, 2005).
Belum ada data statistik yang tepat mengenai produktifitas jarak pagar.
Menurut Departemen Energi Nicaragua (2005) produksi minyak jarak yang
dihasilkan perhektar adalah 1.5-1.7 ton pertahun. Nilai ini lebih rendah
dibandingkan dengan laporan yang disampaikan oleh Allolerung (2005) yang
menyebutkan produksi minyak jarak dalam satu hektar dapat mencapai 4.2 ton
pertahun. Nilai yang lebih optimis disampaikan oleh Manurung (2005) bahwa
dalam satu hektar kurang lebih menghasilkan 10-12.5 ton biji jarak pagar. Dengan
kandungan minyak 35% produksi minyak jarak pagar yang dihasilkan perhektar
pethaun adalah 4.3 ton. Ini setara dengan 4.7 kL/ha/th biodiesel.
Tabel 6. Luas lahan kritis Indonesia tahun 2003
Daerah
Dalam Kawasan
Hutan (Ha)
Luar Kawasan
Hutan (Ha) Jumlah (Ha)
Sumatera 1.950.850 4.084.551 6.035.401
Jawa 338.203 1.270.731 1.608.943
Bali, Nusa Tenggara 348.102 1.237.581 1.585.683
Kalimantan 2.580.290 4.489.506 7.069.796
Sulawesi 943.669 827.657 1.771.326
25
Maluku, Papua 1.825.372 2.218.328 4.043.700
Total 7.986.486 14.128.354 22.114.840
Sumber: Statistik Indonesia 2004, BPS (diolah).
Saat ini Indonesia masih memiliki lahan kritis yang cukup luas yang
tersebar diseluruh pulau. Sebaran lahan kritis tersebut dapat dilihat pada tabel 2,
dengan total luas di seluruh Indonesia pada akhir tahun 2003 adalah 22 juta hektar
(Statistik Indonesia 2004, BPS). Jika 5% saja dari seluruh lahan kritis ini ditanami
jarak pagar maka kebutuhan bidiesel Indonesia sebesar 4.2 juta kL/tahun dapat
dipenuhi.
3.3 Dampak Pemanfaatan Energi Biomassa
Semua jenis energi di alam baik itu yang tak terbarukan maupun
terbarukan pastinya tak lepas dari dampak yang ditimbulkan. Begitu juga dengan
energi biomassa tentu mempunyai dampak baik itu dampak positif maupun
negatif.
a) Dampak Positif
Ada banyak sumber energi alternatif yang dapat dikembangkan. Biomassa pun
bisa dijadikan salah satu alternatif yang menjanjikan.Pemanfaatan energi
biomassa sebagai sumber energi khususnya sebagai bahan baku produksi energi
listrik mempunyai kelebihan atau dampak positif, antara lain:
1. Merupakan sumber energi paling murah karena jumlahnya melimpah
tersedia di alam bisa dikatakan gratis
2. Dapat diperoleh dengan mudah misalnya sampah atau limbah disekitar
kita
3. Biaya operasional sangat rendah, hal ini karena bahan baku tersedia
melimpah dan gratis
26
4. Tidak mengenal problem limbah karena dari limbah justru akan diperoleh
energy biomassa
5. Proses produksinya lebih ramah lingkungan karena proses pembakarannya
lebih sempurna, tidak meninggalkan residu atau sisa pembakaran semisal
CO2.
6. Tidak menyebabkan efek rumah kaca atau global warming
7. Tidak terpengaruh kenaikkan harga bahan bakar (Jarass,1980).
8. Mengurangi polusi udara; pembakaran biomassa dari limbah pertanian
dilakukan di dalam ruang bakar menggunakan boiler untuk mengurangi
efek polusi asap karena pembakaran dalam industri menggunakan
peralatan kendali polusi untuk mengendalikan asap, sehingga lebih efisien
dan bersih daripada pembakaran langsung.
9. Mengurangi hujan asam dan kabut asap; Melalui pembakaran biomassa
efek hujan asam ini akan direduksi, karena pembakaran biomassa akan
menghasilkan partikel emisi asam sulfur (SO2) dan nitrogen oksida (NOx)
yang lebih sedikit dibandingkan dengan pembakaran bahan bakar fosil.
Pembakaran biomasa lebih efisien dan sempurna bila diproses melalui
karbonisasi karena akan menghasilkan bahan bakar yang terbebas dari
volatile matter atau gas mudah terbakar
b) Dampak Negatif
1. Ekonomi
Dari segi ekonomi terutama biomassa yang diperoleh dari bahan baku
pangan semisal gandum, tebu dan jagung akan memberikan dampak samping
salah satunya naiknya harga bahan baku pangan. Penyebabnya macam-macam. Di
Jerman misalnya, produksi listrik biomassa mendapat subsidi pemerintah kata ahli
biologi Dr. Andre Baumann: “Ini memicu persaingan antar petani yang menanam
gandum untuk pangan dan petani biomassa. Selama ini, produsen gandum untuk
27
biomassa mendapat keuntungan lebih besar daripada petani biasa. Baru
belakangan ini, dengan naiknya harga untuk susu dan gandum, petani biasa dapat
bersaing dengan petani biomassa. Produsen biogas tak lagi dapat membeli bahan
dasar gandum dengan harga murah seperti dalam lima tahun terakhir.“
Di Jerman, 100 kilogram gandum menghasilkan energi biomassa seharga 25 Euro.
Tapi bila gandum tersebut dijual sebagai bahan baku pangan, harganya hanya 18
Euro. Kini di sejumlah negara muncul kekuatiran bahwa para petani bahan pangan
beralih ke produksi tanaman untuk biomassa. Padahal, produksi bahan pangan
saat ini saja belum mencukupi untuk menutup kebutuhan pangan dunia.
2. Lingkungan
Dampak lain penanaman produk pertanian untuk biomassa adalah
kerusakan pada alam. Andre Baumann yang menjabat ketua Organisasi
Lingkungan Hidup Jerman NABU menegaskan produksi tanaman untuk biomassa
harus memenuhi standar amdal: “Biomassa sudah digunakan selama ratusan
tahun. Tapi dulu produk biomassa tidak diangkut dengan truk atau pesawat
sampai tempat tujuan. Sekam gandum atau sisa tanaman lainnya digunakan di
pertanian yang sama sehingga membentuk lingkaran yang tertutup. Tapi sekarang,
manusia memakai truk dan kapal laut untuk mengangkut kelapa sawit dari
kawasan tropis ke Eropa, ini menyebabkan siklus penggunaan biomassa tidak lagi
tertutup.“ Contohnya di Benua Hitam Afrika. Pakar lingkungan dari Institut
Pertanian untuk Kawasan Tropis dan Subtropis Universitas Hohenheim Joachim
Sauberborn menjelaskan „Di Afrika sumber daya alam yang dapat diperbarui luas
digunakan. Banyak warga masih memakai kayu untuk memasak. Namun, dampak
negatifnya adalah kerusakan kawasan hutan karena penebangan yang tidak
terkontrol. Hilangnya vegetasi hutan menyebabkan pengikisan lapisan tanah yang
subur. Akibatnya, lahan pertanian pun makin berkurang.“
Untuk mendapatkan lahan pertanian baru, penduduk Afrika membuka hutan.
Akibatnya siklus kerusakan alam terus berlanjut. Penebangan pohon-pohon untuk
lahan pertanian menyebabkan karbondioksida dilepaskan ke udara. Padahal
28
karbondioksida atau CO2 adalah salah satu gas rumah kaca penyebab pemanasan
global.
3.4 Kendala Penghambat Pengembangan Energi Biomassa di Indonesia
Di indonesia ada beberapa kendala yang menghambat pengembangan energi
biomassa khususnya untuk produksi energi listrik, seperti:
1. Harga jual energi fosil, misal; minyak bumi, solar dan batubara, di
Indonesia masih sangat rendah. Sebagai perbandingan, harga solar/minyak
disel di Indonesia Rp.380,-/liter sementara di Jerman mencapai
Rp.2200,-/liter, atau sekitar enam kali lebih tinggi.
2. Rekayasa dan teknologi pembuatan sebagian besar komponen utamanya
belum dapat dilaksanakan di Indonesia, jadi masih harus mengimport dari
luar negeri.
3. Biaya investasi pembangunan yang tinggi menimbulkan masalah finansial
pada penyediaan modal awal.
4. Belum tersedianya data potensi sumber daya yang lengkap, karena masih
terbatasnya studi dan penelitian yang dilkakukan.
5. Secara ekonomis belum dapat bersaing dengan pemakaian energi fosil.
6. Kontinuitas penyediaan energi listrik rendah, karena sumber daya
energinya sangat bergantung pada kondisi alam yang perubahannya tidak
tentu.
3.5 Strategi Pengembangan Energi Biomassa di Indonesia
Berdasar atas kendala-kendala yang dihadapi dalam upaya mengembangkan dan
meningkatkan peran energi biomassa khususnya pada produksi energi listrik,
maka beberapa strategi yang mungkin diterapkan, antara lain:
1. Meningkatkan kegiatan studi dan penelitian yang berkaitan dengan;
pelaksanaan identifikasi setiap jenis potensi sumber daya energi biomassa
29
secara lengkap di setiap wilayah; upaya perumusan spesifikasi dasar dan
standar rekayasa sistem konversi energinya yang sesuai dengan kondisi di
Indonesia; pembuatan "prototype" yang sesuai dengan spesifikasi dasar
dan standar rekayasanya; perbaikan kontinuitas penyediaan energi listrik;
pengumpulan pendapat dan tanggapan masyarakat tentang pemanfaatan
energi biomassa tersebut.
2. Menekan biaya investasi dengan menjajagi kemungkinan produksi massal
sistem pembangkitannya, dan mengupayakan agar sebagian komponennya
dapat diproduksi di dalam negeri, sehingga tidak semua komponen harus
diimport dari luar negeri. Penurunan biaya investasi ini akan berdampak
langsung terhadap biaya produksi.
3. Memasyarakatkan pemanfaatan energi terbarukan sekaligus mengadakan
analisis dan evaluasi lebih mendalam tentang kelayakan operasi sistem di
lapangan dengan pembangunan beberapa proyek percontohan
4. Meningkatkan promosi yang berkaitan dengan pemanfaatan energi dan
upaya pelestarian lingkungan.
5. Memberi prioritas pembangunan pada daerah yang memiliki potensi
sangat tinggi, baik teknis maupun sosio-ekonomisnya.
6. Memberikan subsidi silang guna meringankan beban finansial pada tahap
pembangunan. Subsidi yang diberikan, dikembalikan oleh konsumen
berupa rekening yang harus dibayarkan pada setiap periode waktu tertentu.
Dana yang terkumpul dari rekening tersebut digunakan untuk mensubsidi
pembangunan sistem pembangkit energi listrik di wilayah lain.
30
BAB IV
Penutup
4.1 Kesimpulan
Energi berbasis biomassa berpotensi besar dalam mendukung pasokan energi
yang berkelanjutan di masa mendatang. Meskipun demikian, pengembangannya
harus dirancang sedemikian rupa sehingga berefek positif terhadap pembangunan
sosial ekonomi masyarakat dan di pihak lain juga tidak berdampak negatif
terhadap lingkungan. Semua teknologi konversi biomassa menjadi energi bisa
diterapkan di Indonesia, dengan pengembangan disesuaikan dengan besaran
supply biomassa, teknologi yang telah dikuasai, ketersediaan anggaran dan jenis
produk yang dibutuhkan pasar di masing-masing daerah. Alternatif teknologi
konversi dalam mengantisipasi kelangkaan BBM misalnya, akan lebih tepat bila
teknologi gasifikasi dan proses anaerobik yang diterapkan; selain lebih efisien,
produknya pun berupa bahan bakar gas yang dapat digunakan sebagai sumber
panas, listrik dan bahan bakar kendaraan. Peran serta masyarakat dan kebijakan
pemerintah yang komprehensif dan terintegrasi dengan sektor terkait juga perlu
dirancang guna merangsang iklim investasi yang kondusif dan kompetitif.
Pengembangan energi berbasis biomassa sebagai energi yang dapat diperbaharui
pada akhirnya akan mampu mensubstitusi bahan bakar fosil dengan kuantitas
besar, yang pada gilirannya akan mereduksi jumlah CO2 yang diemisikan ke
atmosfir. Dalam konteks global, untuk mereduksi gas rumah kaca dalam jangka
panjang, pasokan biomassa yang stabil dan berkelanjutan merupakan tuntutan
mutlak bagi pengembangan energi biomassa. Dengan demikian struktur insentif
dalam pengelolaan hutan yang berkelanjutan perlu diciptakan secara kompetitif.
31
4.2 Saran
Dari uraian dan kesimpulan yang telah disusun maka penyusun ingin memberikan
saran:
1. Semoga masyarakat luas dapat mempraktikan teknologi ini secara
langsung.
2. Teknologi terus dikaji lebih dalam agar dapat menarik masyarakat untuk
menggunakannya.
3. Adanya sosialisasi dan penyuluhan dari para peneliti ilmuan atau
pemerintah terhadap masyarakat luas.
32
DAFTAR PUSTAKA
http:// id.wikipedia.org/wiki/Biomassa (diakses pada 10 Maret 2013)
http:// www.kamase.org/biomassa-sebagai-pilihan-sumber-energi-terbarukan/ (diakses pada 10 Maret 2013)
http://web.ipb.ac.id/~tepfteta/elearning/media/Energi%20dan%20Listrik%20Pertanian/MATERI%20WEB%20ELP/Bab%20III%20BIOMASSA/indexBIOMASSA.htm (diakses pada 10 Maret 2013)
http://petualangankudiduniamaya.blogspot.com/2011/04/energi-biomassa-1.html (diakses pada 11 Maret 2013)
http:// moechah.wordpress.com/2008/09/17/energi-alternatif-itu-bernama-biomassa/ (diakses pada 11 Maret 2013)
http:// beyoureself.blogspot.com/2008/09/pengembangan-energi-terbarukan-di.html (diakses pada 11 Maret 2013)
33
Jawaban Pertanyaan
1. Muhammad Faris: Apakah ada kemungkinan terjadi deforestisasi pada penggunaan biomassa secara massal?
2. Zurriyati: Apakah kendala penggunaan biomassa di Indonesia serta strategi pengembangannya
3. Nyayu Aisyah: Apakah mungkin terjadi krisis pangan apabila CPO digunakan sebagai biodiesel?
4. Yandri Hadinata: Bagaimana cara mengurangi dampak gas buang pada penggunaan biomassa?
5. Bayu Fajri: Apakah ada pengolahan sebelumnya pada bahan bakar biomassa sebelum dilakukan pembakaran?
6. Nova Racmadona: Berapa nilai kalor pada bahan bakar biomasssa sehingga bisa digunakan sebagai bahan bakar untuk boiler?
7. Ayu Difa Putri Utami: Apakah fungsi penambahan Isobutana dan ETBE pada pembuatan bioethanol?
Jawaban:
1. Muhammad Faris: laju deforestisasi mungkin saja terjadi apabila dilakukan perluasan lahan untuk menanam tanaman penghasil biodiesel atau bioethanol, namun hal ini bisa ditanggulangi dengan pemanfaatan lahan kritis yang luas di Indonesia sehingga tidak mengurangi las hut an di Indonesia.
2. Zurriyati: Di indonesia ada beberapa kendala yang menghambat pengembangan energi biomassa khususnya untuk produksi energi listrik, seperti:
a) Harga jual energi fosil, misal; minyak bumi, solar dan batubara, di Indonesia masih sangat rendah. Sebagai perbandingan, harga solar/minyak disel di Indonesia Rp.380,-/liter sementara di Jerman mencapai Rp.2200,-/liter, atau sekitar enam kali lebih tinggi.
34
b) Rekayasa dan teknologi pembuatan sebagian besar komponen utamanya belum dapat dilaksanakan di Indonesia, jadi masih harus mengimport dari luar negeri.
c) Biaya investasi pembangunan yang tinggi menimbulkan masalah finansial pada penyediaan modal awal.
d) Belum tersedianya data potensi sumber daya yang lengkap, karena masih terbatasnya studi dan penelitian yang dilkakukan.
e) Secara ekonomis belum dapat bersaing dengan pemakaian energi fosil.
f) Kontinuitas penyediaan energi listrik rendah, karena sumber daya energinya sangat bergantung pada kondisi alam yang perubahannya tidak tentu.
Berdasar atas kendala-kendala yang dihadapi dalam upaya mengembangkan dan meningkatkan peran energi biomassa khususnya pada produksi energi listrik, maka beberapa strategi yang mungkin diterapkan, antara lain:
a) Meningkatkan kegiatan studi dan penelitian yang berkaitan dengan; pelaksanaan identifikasi setiap jenis potensi sumber daya energi biomassa secara lengkap di setiap wilayah; upaya perumusan spesifikasi dasar dan standar rekayasa sistem konversi energinya yang sesuai dengan kondisi di Indonesia; pembuatan "prototype" yang sesuai dengan spesifikasi dasar dan standar rekayasanya; perbaikan kontinuitas penyediaan energi listrik; pengumpulan pendapat dan tanggapan masyarakat tentang pemanfaatan energi biomassa tersebut.
b) Menekan biaya investasi dengan menjajagi kemungkinan produksi massal sistem pembangkitannya, dan mengupayakan agar sebagian komponennya dapat diproduksi di dalam negeri, sehingga tidak semua komponen harus diimport dari luar negeri. Penurunan biaya investasi ini akan berdampak langsung terhadap biaya produksi.
c) Memasyarakatkan pemanfaatan energi terbarukan sekaligus mengadakan analisis dan evaluasi lebih mendalam tentang kelayakan operasi sistem di lapangan dengan pembangunan beberapa proyek percontohan
d) Meningkatkan promosi yang berkaitan dengan pemanfaatan energi dan upaya pelestarian lingkungan.
e) Memberi prioritas pembangunan pada daerah yang memiliki potensi sangat tinggi, baik teknis maupun sosio-ekonomisnya.
35
f) Memberikan subsidi silang guna meringankan beban finansial pada tahap pembangunan. Subsidi yang diberikan, dikembalikan oleh konsumen berupa rekening yang harus dibayarkan pada setiap periode waktu tertentu. Dana yang terkumpul dari rekening tersebut digunakan untuk mensubsidi pembangunan sistem pembangkit energi listrik di wilayah lain.
3. Nyayu Aisyah: Penggunaan minyak jelantah sebagai bahan baku biodiesel bisa diterapkan pada industri skala besar yang menggunakan bahan baku minyak goreng. Namun untuk masyarakat hal ini kurang efektif karena belum adanya pihak yang mengumpulkan bahan minyak jelantah ini dari rumah ke rumah sehingga masih mengandalkan CPO yang mudah didapat. Untuk persaingan antara produksi CPO untuk minyak goreng dan produksi biodiesel tidak akan bertabrakan karena ada masing masing perusahaan yang memproduksinya.
4. Yandri Hadinata: untuk mengatasi banyaknya gas buang yang dihasilkan dari pembakaran biomassa yaitu dengan menambahkan suplay udara pembakaran dimana mengurangi pembakaran yang tidak sempurna yang menghasilkan gas CO.
5. Bayu Fajri: Pengolahan bahan bakar biomassa sebelum dilakukan pembakaran untuk memanaskan boiler adalah dengan pengeringan untuk menghilangkan kadar air yang cukup banyak pada limbah biomassa. Lalu dilakukan proses pressing untuk membuat pellet yang berfungsi untuk memadatkan bahan bakar sehingga tidak memenuhi ruang.
6. Nova Rachmadona: Biomassa dari produk samping sawit dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi terbarukan. Salah satunya adalah POME untuk menghasilkan biogas. Potensi produksi biogas dari seluruh limbah cair tersebut kurang lebih adalah sebesar 1075 juta m3 . Nilai kalor ( heating value ) biogas rata-rata berkisar antara 4700–6000 kkal/m 3 (20–24 MJ/m3 ). Dengan nilai kalor tersebut 1075 juta m3 biogas akan setara dengan 516 _ 000 ton gas LPG, 559 juta liter solar, 666.5 juta liter minyak tanah, dan 5052.5 MWh listrik. TKKS dapat juga dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas walaupun proses pengolahannya lebih sulit daripada biogas dari limbah cair.Potensi energi yang dapat dihasilkan dari produk samping sawit yang lain dapat dilihat dari nilai energi panas (calorific value ). Nilai energi panas untuk masing-masing produk samping sawit adalah 20 093 kJ/kg cangkang, 19 055 kJ/kg serat, 18 795 kJ/kg TKKS, 17 471 kJ/kg batang, dan 15 719 kJ/kg pelepah.
36
7. Ayu Difa Putri Utami: Penambahan Isobutana dan ETBE pada pembuatan bioethanol berfungsi untuk menambah nilai bakar pada bioethanol biasa, karena nilai bakar bioethanol tidak terlalu besar apabila digunakan sebagai bahan bakar kendaraan dan sebagainya.
37