makalah krisis energi

45
KRISIS ENERGI DAN KRISIS PANGAN KELAS MPKT KELOMPOK 04 Abdul Azis, 0806455553 Agastya Sesarianda, 0806 Agung Marssada, 080633976 Aisha Iadha, 0806458725 Alex Justian, 0806458212 Andreas Riardi, 0806458725 Aziz Priambodo, 0806340006 Makalah Akhir bagi Krisis Energi dan Pangan untuk Mata Kuliah Pendidikan Dasar Perguruan Tinggi FAKULTAS TEKNIK

Upload: iadha

Post on 21-Oct-2015

564 views

Category:

Documents


41 download

DESCRIPTION

pemaparan tentang krisis energi yang berlangsung

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Krisis Energi

KRISIS ENERGI DAN KRISIS PANGAN

KELAS MPKT

KELOMPOK 04

Abdul Azis, 0806455553

Agastya Sesarianda, 0806

Agung Marssada, 080633976

Aisha Iadha, 0806458725

Alex Justian, 0806458212

Andreas Riardi, 0806458725

Aziz Priambodo, 0806340006

Makalah Akhir bagi

Krisis Energi dan Pangan

untuk Mata Kuliah

Pendidikan Dasar Perguruan Tinggi

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK, 2008

Page 2: Makalah Krisis Energi

DAFTAR ISI

Daftar Isi i

Abstrak iii

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan masalah 2

1.3 Metode analisis 2

1.4 Sistematik Penulisan 2

BAB II ISI 3

2.1 Definisi 3

2.2 Sejarah Kondisi Energi Indonesia 3

2.2.1 Perkembangan Industri Pertambangan pada Masa Kolonial 3

2.2.2 Zaman Revolusi Fisik 6

2.2.3 Zaman Orde Lama 7

2.2.4 Zaman Orde Baru 9

2.2.5 Zaman Reformasi 10

2.3 Akar Masalah 12

2.3.1 Krisis Energi 12

2.3.1.1 Naiknya harga minyak dunia 13

2.3.1.2 Ulah para spekulan yang memanipulasi pasar 13

Page 3: Makalah Krisis Energi

2.3.2 Krisis Pangan 14

2.3.2.1 Kebijakan Pemerintah 14

2.3.2.2 Tak seimbangnya Supply and Demand 16

2.4 Analisis Hubungan Krisis Energi dengan Energi Pangan 16

2.5 Solusi Krisis Energi dengan Energi Pangan 17

2.5.1 Solusi bagi Krisis Energi 17

2.5.2 Solusi bagi Krisis Pangan 21

BAB III Kesimpulan dan Usulan 23

3.1 Kesimpulan 23

3.2 Usulan 24

DAFTAR PUSTAKA 25

Page 4: Makalah Krisis Energi

ABSTRAK

Krisis energi dan pangan yang terjadi akhir-akhir ini rupanya telah terjadi sejak

zaman penjajahan belanda dan jepang dimana para penjajah mengambil semua sumber-

sumber energi dan pangan yang ada untuk kebutuhan militernya sedangkan rakyat

menderita kekurangan pangan dan energi. Hingga akhirnya Indonesia merdeka, zaman

perang kemerdekaan, zaman orde lama, zaman orde baru, banyak terjadi kasus krisis

energi dan pangan yang harus ditangani pemerintah. Hal itu berlanjut sampai era

reformasi dimana kelangkaan BBM dan krisis gizi terjadi. Permasalahan ini akan

berlanjut dan berdampak bagi masa depan, bagi generasi penerus bangsa jika tidak

segera ditangani secara serius.

Kata kunci : krisis energi, krisis pangan,

Page 5: Makalah Krisis Energi

BAB 1

PENDAHULUAN

Beberapa dasawarsa ini, kebutuhan manusia akan energi dan sumber pangan

semakin meningkat karena peningkatan jumlah populasi manusia di dunia ini. Energi

banyak digunakan manusia untuk berbagai keperluan seperti kebutuhan rumah tangga,

untuk proses produksi dalam pabrik, untuk keperluan penerangan dsb. Energi

merupakan kebutuhan manusia yang memegan peranan yang penting. Banyak cara-cara

yang telah dilakukan manusia untuk mencari sumbe-sumber energi yang baru untuk

menggantikan sumber energi yang lama. Dengan kemajuan teknologi manusia,

diciptakanlah sumber-sumber energi alternatif untuk menanggulangi masalah-masalah

kebutuhan energi.

Energi yang diperlukan manusia untuk menjalankan aktifitas sehari-hari seperti

mencuci pakaian, berjalan, berlari, beraktivitas produktif, dll, berasal dari makanan atau

sumber pangan. Jumlah manusia yang selalu meningkat menyebabkan meningkat pula

kebutuhan akan konsumsi pangan.

1.1. Latar Belakang

Kebutuhan manusia yang tidak terbatas akan sumber daya energi dan pangan

menyebabkan manusia mengekplor sumber-sumber energi sebanyak-banyaknya untuk

kepentingan pribadinya. Hal ini dapat mengakibatkan berkurangnya ketersediaan

sumber energi yang ada. Jika ini berlanjut maka kemungkinan ketersediaan energi

tersebut lama-kelamaan akan habis dan akan terjadi yang disebut krisis energi.

Manusia dengan penemuan-penemuan teknologinya berusaha memecahkan

persoalan krisis energi. Sebagai contoh, dengan kelangkaan minyak bumi sekarang

ini, manusia telah menemukan sumber energi baru yaitu dengan penggunaan batu

bara, penggunaan minyak bio atau minyak yang berasal dari tumbuh-tumbuhan.

Page 6: Makalah Krisis Energi

Masalah krisis energi ini sering menimbulkan berbagai dampak di bidang lain

seperti, bidang pangan. Jumlah populasi manusia yang semakin meningkat mengikuti

deret ukur sedangkan jumlah pangan yang mengikuti deret hitung menyebabkan

sumber pangan menjadi sumber langka atau disebut krisis pangan. Krisis energi dan

pangan merupakan permasalahan manusia yang paling utama yang harus dipecahkan

bersama.

1.2 Rumusan masalah

Rumusan masalah yang akan diutarakan dalam penulisan ini yaitu,

1. keadaan sumber energi dan pangan pada zaman penjajahan zaman kolonial .

2. keadaan sumber energi dan pangan pada zaman kemerdekaan pada era orde

lama dan orde baru.

3. keadaan sumber energi dan pangan pada zaman reformasi hingga masa yang

akan datang.

1.3 Metode Analisis

Adapun penulisan makalah ini menggunakan metode atau teknik bertanya, yaitu

dengan mengumpulkan pertanyaan sebanyak-banyaknya untuk memperoleh informasi

tentang krisis energi dan pangan.

1.4 Sistematik Penulisan

Dalam penyusunan makalah ini kami menggunakan langkah-langkah

1. membuat pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan topik masalah

2. mencari data dan mengolah data

3. menganalisis masalah melalui data-data yang diperoleh

4. membuat kesimpulan

Page 7: Makalah Krisis Energi

BAB II

ISI

2.1 Definisi

Krisis energi adalah kekurangan (atau peningkatan harga) dalam persediaan sumber

daya energi ke ekonomi. Krisis ini biasanya menunjuk ke kekurangan minyak bumi, listrik, atau

sumber daya alam lainnya. Krisis ini memiliki akibat pada ekonomi, dengan banyak resesi

disebabkan oleh krisis energi dalam beberapa bentuk. Terutama, kenaikan biaya produksi listrik,

yang menyebabkan naiknya biaya produksi. Bagi para konsumen, harga BBM untuk mobil dan

kendaraan lainnya meningkat, menyebabkan pengurangan keyakinan dan pengeluaran

konsumen.

Sedangkan krisis pangan adalah langkanya barang pangan yang ada di masyarakat

dikarenakan harga pangan yang naik ataupun terganggunya distribusi bahan pangan tersebut.

Barang pangan tersebut berupa bahan makanan pokok, seperti beras, jagung, gandum dan

kedelai. Krisis pangan ini sangat menyusahkan rakyat, terutama warga miskin. Barang pangan

yang mahal juga tambah dipersulit dengan harganya yang sangat mahal.

2.2 Sejarah Kondisi Energi Indonesia

2.2.1 Perkembangan Industri Pertambangan pada Masa Kolonial

Kedudukan minyak bumi, dalam kesetimbangan energi dunia serta ketidakmerataan

distribusi sumber-sumbernya, sebagai suatu jenis komoditi yang strategis secara ekonomi dan

politik (mengalahkan batubara) dimulai pada penghujung abad 19. Melihat sejarahnya,

Indonesia (Hindia Belanda) adalah salah satu pusat produksi minyak yang tertua di dunia.

Pengeboran minyak secara komersial pertama kali di Hindia Belanda tidak bisa dilepaskan

dengan konteks kemenangan sayap liberal di parlemen Belanda. Pencarian minyak secara

Page 8: Makalah Krisis Energi

komersial di Hindia Belanda dilakukan pertama kali oleh Jan Reerink pada tahun 1871 di

Cibodas Jawa Barat- yang langsung ditinggalkan setelah diketahui tidak berprospek karena

sedikitnya yield. Baru pada tahun 1883 Aelko Zijlker menemukan ladang minyak di Langkat

Sumatera Utara yang setelah diteliti : sangat memungkinkan untuk dikomersilkan. Melalui

struktur kepenguasaan feodal yang disuburkan oleh kaum kolonial,  Sultan Langkat, penguasa

daerah tersebut dipaksa secara halus untuk menyerahkan konsesi pengelolaan lahan tersebut

kepada Royal Dutch selaku perwakilan awal kapitalis minyak Belanda. Melihat bayangan pundi

emasâ, maka berbondong-bondonglah perusahaan-perusahaan minyak asing datang ke Hindia

Belanda. 

Kedatangan mereka tentu sajalah bersamaan dengan ahli-ahli geologi dan perminyakan.

Akibatnya : tak lama kemudian ditemukan pula lapangan-lapangan minyak lain di Sumatera

Utara, Balikpapan, Perlak, dan Plaju. Pengelolaannya pun dibagi seadil-adilnya kepada

perusahaan-perusahaan Belanda : Koninklijke, Shell -patungan antara Inggris dan Belanda,

Royal Dutch (yang ketiganya akhirnya membentuk BPM pada tahun 1907). BPM pun

meluaskan aktivitasnya sampai ke Cepu dan sekitarnya pada tahun 1911. Menguatnya posisi

politik dan ekonomi Amerika Serikat di Eropa dan Dunia pada beberapa dasawarsa awal abad

20 mau tak mau memaksa Pemerintahan Kolonial mempersilahkan masuknya pula modal dari

negeri Paman Sam ke negeri jajahannya. Dibentuklah NKPM pada tahun 1916, sebuah

subsidiary dari "Standard oil Company of New Jersey", (pada tahun 1948 menjadi STANVAC),

dan pada 1931 Standard Oil Company of California membentuk subsidiary yang setelah PD II

bernama CALTEX. Pencarian minyak mulai diintensifkan oleh perusahaan-perusahaan

imperialis ini. Sampai penghujung PD II, perputaran minyak secara internasional dikuasai oleh

tujuh perusahaan raksasa The Seven Sisters yang tiga di antaranya yaitu Shell, Stanvac, dan

Caltex (saat itu dijuluki Tiga Besar) telah kita ketahui beroperasi di Hindia Belanda.

    Tahun 1942, angin politik berhembus keras di Asia Tenggara. Jepang sebagai kekuatan

Page 9: Makalah Krisis Energi

baru di Asia membuat gentar seluruh modal Eropa dan Amerika di dalam kapling-kaplingnya 

di Asia Tenggara. Sasaran Macan Asia ini jelas : Asia Tenggara sebagai penyangga sistem

politik dan ekonomi perang mereka. Penyerbuan Jepang ke Hindia Belanda difokuskan ke

beberapa wilayah tempat beroperasinya perusahaan pertambangan asing. Tampak bahwa

sasaran mereka adalah instalasi minyak, karena peran minyak sangat strategis sebagai sumber

energi utama dan ter-efisien untuk melanjutkan perang asia pasifik. Sebelum kedatangan bala

tentara Dai Nippon, pemilik modal dan pekerja-pekerja asing telah terlebih dahulu

meninggalkan pabrik-pabriknya tak ada satupun mental perlawanan yang tersisa dari kaum

penjajah dari Eropa ini. Yang tersisa hanyalah para pekerja pribumi, yang umumnya merupakan

pekerja kasar belaka, yang tentu saja dengan sukarela menyerahkan kepemilikan pabrik tak

bertuan ini kepada sang sahabat tua. Sedikit sekali kemajuan dalam aspek pertambangan yang

didapat di masa pendudukan Jepang.  Catatan dari ahli geologi Jepang, Toru Okikami

melanjutkan pemboran dari Desember 1943- Desember 1944 sehingga menemukan endapan

minyak di lokasi sumur Minas-1. Bukanlah perluasan eksplorasi yang mereka lakukan,

melainkan hanya melanjutkan sisa eksploitasi perusahaan-perusahaan pertambangan terdahulu.

2.2.2 Zaman Revolusi Fisik

Gegap gempita Revolusi Fisik 1945 tak hanya merupakan gambaran perjuangan rakyat

untuk meraih kemerdekaan politik, tapi juga diwarnai oleh penguasaan ekonomi seperti

pengambil alihan instalasi-instalasi kilang minyak milik asing (Belanda, kemudian Jepang) oleh

rakyat pekerja terorganisir ke tangan Indonesia yang baru merdeka.

Usaha sekutu melalui AFNEI (Allied Forces Netherland East Indies) untuk menekan

Jepang supaya mempertahankan kekuasaan atas lapangan minyak dan fasilitas lainnya

(perkebunan, perbankan, dll), sampai Belanda, sebagai pemilik semula mengambil alih

kekuasaan kembali tidak digubris rakyat. Bekas pekerja lapangan dan pengilangan di zaman

Page 10: Makalah Krisis Energi

kolonial mulai mengorganisir dan mempersenjatai diri, menyebut dirinya sebagai laskar

minyak.

Demikianlah laskar-laskar minyak dengan dukungan pemerintahan Revolusioner

kemudian membentuk Perusahaan Tambang Minyak Negara Republik Indonesia (PTMNRI) di

Sumatera Utara, di Sumatera Selatan dan Jambi berdiri Perusahaan Minyak Republik Indonesia

(Permiri), dan Perusahaan Tambang Minyak Negara (PTMN) di Cepu.

Tentara Belanda yang datang kembali ke Indonesia dengan membonceng kedatangan

tentara Sekutu ke Indonesia (tak lupa dengan membonceng perusahaan minyak asing Stanvax,

Caltex, dan Shell), mengincar ladang-ladang minyak milik mereka dahulu. Tentu saja terjadi

penolakan-penolakan oleh Laskar Rakyat saat itu. Tapi atas prakarsa Sekutu sejak tanggal 15

Juli 1946 diadakan perundingan tentang status industri minyak. Di Sumatera Selatan misalnya

Sekutu berhasil mempertemukan beberapa pihak yang berkepentingan, yaitu pemerintah otoritas

Republik Indonesia di Palembang dan Persatuan Pegawai Minyak (PPM) di satu pihak, serta

beberapa perusahaan inyak asing seperti Shell/BPM yang menguasai Plaju sebelumnya dan

NKPM yang menguasai Sungai Gerong di lain pihak. Pertemuan ini menelorkan beberapa

kesepakatan mengenai sistem penjatahan (quota) produksi minyak antara pemilik modal (pihak

perusahaan) dan Republik (PPM) sebagai pelaksana. Laskar minyak dan batalyon TRI saat itu

hanya mampu menguasai pangkalan minyak yang letaknya agak di pedalaman, sayangnya itu

pun tidak bertahan lama.

BPM berhasil meneruskan produksinya di Tarakan dan beberapa lokasi lain di

Kalimantan. Pada bulan Oktober 1946 kilang Plaju dikembalikan ke BPM. Pertengahan tahun

1947, baik kilang Stanvac di Sungai Gerong maupun kilang Shell di Plaju telah siap untuk

beroperasi. Di tahun 1948 Caltex pun menyusul masuk kembali. Masuknya mereka kembali pun

telah berhasil mendesak Pemerintahan RI, dengan alasan rekonstruksi, untuk menyepakati

Page 11: Makalah Krisis Energi

beberapa kehendak mereka seperti : kemudahan/kelonggaran, insentif-insentif , dan let alone

agreement.

2.2.3 Zaman Orde Lama

Ditanda tanganinya perjanjian KMB oleh Sukarno-Hatta (dengan pengorbanan puluhan

ribu massa FDR) yang disesalkan oleh golongan nasionalis, dan bahkan ditolak oleh golongan

yang lebih radikal, menjadikan penguasaan modal asing atas industri (terutama pertambangan)

semakin kokoh.

Pemerintahan Indonesia pasca KMB, yang berwatak komprador, di bawah PM Dr.

Sukiman Wirjosandjojo mengemukakan pendapatnya bahwa belum datang saatnya untuk

menasionalisasi TMSU itu dan sebaliknya segera dikembalikan perusahaan tersebut kepada

pemiliknya. Dalam kabinet berikutnya, yang tak jauh beda wataknya, di bawah PM Mr. Wilopo

malahan keluar anjuran tegas supaya menyerahkan kembali TMSU kepada BPM. Sampai

akhirnya kabinet Ali sastroamidjoyo I sikap pemerintahan sedikit berubah. Kesimpulan mereka

terhadap penyebab kesulitan ekonomi Indonesia pada waktu itu adalah pada dominannya

pengendalian ekonomi Indonesia oleh pihak asing. Munculnya politik jalan lain yang dijalankan

oleh Presiden Soekarno (sebagai konsistensi program Benteng) telah menunjukkan ketegasan

politik ekonomi Indonesia . Poltik jalan lain adalah usaha-usaha untuk menasionalisasikan

perusahaan-perusahaan negara maupun swasta asing khususnya Belanda dengan jalan paksa

pada tahun 1957.

Pada Tahun 1957, dengan dibenuknya Badan Nasionalisasi (BANAS) oleh Sukarno

untuk melaksanakan ambil alih, atau Nasionalisasi perusahaan-perusahaan milik Belanda,

dengan Ketua Harian BANAS Bapak D. Suprayogi (Mayjen), dan Bapak Suhardiman (Kapten-

TNI-AD) sebagai Sekretaris BANAS. TMSU (Tambang Minyak Sumatera Utara) diserahkan

kepada KASAD. Di zaman PM Ir. H. Juanda, 22 Juli 1957 -- setelah rapat umum yang dihadiri

Page 12: Makalah Krisis Energi

15 ribu orang di Pangkalan Berandan 16 Juni 1957 -- Menteri Perindustrian dan Perdagangan

IR. Inkiriwang menyerahkan kekuasaan mengenai TMSU kepada KASAD Jenderal AH.

Nasution. Sebagai pemegang saham atas nama Pemerintah Republik Indonesia bertindak Ibnu

Sutowo dan asistennya Mayor Harijono. Tapi tidak lama setelah berdiri, PT TMSU harus

diubah namanya. Jenderal AH Nasution memerintahkan supaya nama PT TMSU diubah.

Maksud Pak Nas, lapangan minyak bumi itu aset nasional dan bukan milik dan urusan provinsi

saja. Kesan nasional itu yang harus muncul. Maka pada 10 Desember 1957 nama PT TMSU

diubah menjadi PT Perusahaan Minyak Nasional (PT Permina). Itulah cikal bakal Pertamina.

2.2.4 Zaman Orde Baru

Fakta sejarah telah membuktikan hal ini. Oil shocks pertama terjadi pada tahun

1973 akibat perang Arab-Israel. Protes yang dilakukan oleh negara-negara Arab anggota

Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC) atas dukungan (keberpihakan:

red) Amerika Serikat dan Belanda terhadap Israel, membuahkan aksi embargo kepada

kedua negara tersebut. Dipengaruhi oleh kepanikan para pembeli yang menaikkan

cadangan persediaan minyaknya akibat sentimen negatif embargo, harga minyak

mentah kembali naik menjadi sekitar 12 dollar/barrel, empat kali lipat dari harga

sebelum perang.

Pengaruh negatif terhadap kondisi makroekonomi juga jelas. Adanya kontraksi

ekonomi yang ditandai dengan menurunnya tingkat konsumsi dan investasi -sejalan

dengan tingginya tingkat inflasi- mengakibatkan ekonomi dunia memasuki masa resesi.

Ketika neraca transaksi berjalan, para negara pengimpor minyak jungkir balik dan

mengalami defisit besar-besaran, sementara negara-negara pengekspor menikmati

keuntungan besar karena tingginya harga minyak (oil bonanza).

Page 13: Makalah Krisis Energi

Namun ini bukan akhir cerita oil bonanza. Pada periode tahun 1979-1981, oil

shocks kedua kembali terjadi. Krisis politik di Iran ditandai dengan jatuhnya Shah pada

tahun 1979, disusul perang Irak-Iran pada tahun 1980-1981 telah mengakibatkan

gangguan suplai minyak dari kedua negara tersebut. Harga minyak mentah kembali

meroket dari sekitar 13 dollar/barrel pada tahun 1978 menjadi sekitar 32 dollar/barrel

pada tahun 1980 dan kemudian menjadi sekitar 35 dollar/barrel pada tahun 1981. Dalam

kurun waktu sekitar 8 tahun sejak 1973, harga minyak mentah dunia telah menjadi lebih

dari sepuluh kali lipat.

Masa oil bonanza ternyata hanya berlangsung sampai tahun 1985. Di tahun

1986, harga minyak kembali turun drastis ke level 13 dollar/barrel, sejalan dengan

semakin kompetitifnya pasar minyak dunia dan menyisakan pertanyaan tentang

efektivitas solidaritas para anggota OPEC dalam memainkan 'cooperative game' di

pasar oligopoli 'emas hitam' ini.

2.2.5 Zaman Reformasi

Dalam periode 1986-2003, fluktuasi rata-rata harga minyak mentah dunia

berkisar di level 13-28 dollar/barrel. Harga sempat melucur tajam menjadi sekitar 12

dollar/barrel di akhir tahun 1998, meloncat ke 30 dollar/barrel (2000), kemudian

meningkat menjadi 36 dollar (2004) dan sekitar 50 dollar/barrel (2005). Tapi fluktuasi

harga minyak mentah bulanan di tahun terakhir ini cukup tinggi, mulai dari level sekitar

40 dollar sampai sekitar 62 dollar/barrel. Penyebabnya, selain memanasnya kondisi

geopolitik dunia yang ditandai dengan invasi Amerika Serikat ke Irak sebagai salah satu

produsen utama minyak dunia, juga akibat badai Katrina dan Rita di teluk Meksiko

yang menggangu penawaran minyak pada periode Agustus-September di Amerika

Page 14: Makalah Krisis Energi

Serikat (OPEC Annual Report 2005). Dari sisi aktivitas produksi, pesatnya

pembangunan di beberapa negara berkembang terutama China dan India diyakini juga

berpengaruh terhadap naiknya harga minyak.

Studi tentang keterkaitan antara harga minyak dan kondisi makroekonomi telah

memberikan pelajaran berharga bahwa krisis geopolitik dunia yang berada di luar

kontrol kebijakan-kebijakan ekonomi dan kondisi luar biasa lainnya seperti bencana

alam merupakan penyebab utama fluktuasi tajam harga minyak dunia (Hamilton, 1984).

Bagi perekonomian terbuka skala kecil seperti Indonesia, fluktuasi harga minyak

dunia telah berakibat langsung bagi efektivitas kebijakan makroekonomi, khususnya

kebijakan fiskal yang tercermin dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

(APBN). Kenaikan harga minyak dunia memberikan tekanan khususnya pada anggaran

subsidi BBM. Porsi subsidi ini yang masih sekitar 0,3% terhadap Produk Domestik

Bruto (PDB) di tahun 1996, meningkat gradual menjadi 1,6% (1997), 2,9% (1998),

3,2% (1999) dan naik tajam menjadi 5,4% di tahun 2000.

Di tahun 2001, setelah pemerintah menaikkan harga BBM, menyesuaikan

dengan tingkat harga internasional, maka anggaran subsidi berkurang menjadi 4,6%

terhadap PDB dan selanjutnya menjadi 1,9% terhadap PDB pada tahun 2002

(International Financial Statistics, 2002). Pada bulan Januari 2002, pemerintah kembali

menaikkan harga BBM sebesar rata-rata 30 persen. Kebijakan ini merupakan bagian

dari strategi besar (grand strategy) untuk menghapus subsidi BBM pada tahun 2004,

seperti diamanatkan dalam UU. No.25/2000 Tentang Propenas 2000-2004.

Page 15: Makalah Krisis Energi

Pada tahun 2003, pemerintah menghapus subsidi BBM, terkecuali untuk minyak

tanah bagi rumah tangga, sekaligus meluncurkan kebijakan jaring pengaman sosial bagi

masyarakat miskin. Di tahun 2005, pemerintah kembali menaikkan harga BBM pada

bulan Maret dan Oktober lalu, yang banyak menimbulkan penolakan masyarakat.

Sebagai kompensasinya, pemerintah meluncurkan program Bantuan Langsung Tunai

(BLT) bagi masyarakat miskin.

Cadangan minyak terbukti (proven oil reserves) paling besar yang pernah

dimiliki oleh Indonesia adalah 15,000 metrik barrel (MB) pada tahun 1974. Jumlah itu

terus menyusut menjadi sekitar 4,301 metrik barrel (MB) di tahun 2005 (OPEC Annual

Statistic Bulletin 2005). Jumlah cadangan minyak terbukti ini sekitar 0,47% dari

cadangan seluruh anggota OPEC atau sama dengan 0,37% dari cadangan seluruh dunia.

Sedang jumlah produksi terbesar adalah pada tahun 1977 (1,69 juta barrel/hari) dan

menjadi rata-rata 1 juta barrel/hari pada tahun 2005.

2.3 Akar Masalah

2.3.1 Krisis Energi

Energi merupakan bagian penting dalam kehidupan masyarakat karena hampir

semua aktivitas manusia selalu membutuhkan energi. Misalnya untuk penerangan,

proses industri atau untuk menggerakkan peralatan rumah tangga diperlukan energi

listrik; untuk menggerakkan kendaraan baik roda dua maupun empat diperlukan bensin,

serta masih banyak peralatan di sekitar kehidupan manusia yang memerlukan energi.

2.3.1.1 Naiknya harga minyak dunia

Page 16: Makalah Krisis Energi

Beberapa tahun terakhir ini energi merupakan persoalan yang krusial di dunia.

Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi penduduk

dan menipisnya sumber cadangan minyak dunia. Selain itu, peningkatan harga minyak

dunia hingga mencapai 150 U$ per barel juga menjadi alasan yang serius yang menimpa

banyak negara di dunia terutama Indonesia. Lonjakan harga minyak dunia akan

memberikan dampak yang besar bagi pembangunan bangsa Indonesia. Konsumsi BBM

yang mencapai 1,3 juta/barel tidak seimbang dengan produksinya yang nilainya sekitar

1 juta/barel sehingga terdapat defisit yang harus dipenuhi melalui impor. Menurut data

ESDM (2006) cadangan minyak Indonesia hanya tersisa sekitar 9 milliar barel. Apabila

terus dikonsumsi tanpa ditemukannya cadangan minyak baru, diperkirakan cadangan

minyak ini akan habis dalam dua dekade mendatang.

2.3.1.2 Ulah para spekulan yang memanipulasi pasar

Banyak hal yang memicu terjadinya krisis energi. Dunia global berperan sangat

besar dalam memicu naiknya harga minyak dunia. Kondisi ini ditengarai pula akibat

manipulasi komoditi yang dilakukan oleh para spekulan. Badan Pengawas Bursa

Berjangka AS (Commodities Futures Trading Commission/CFTC) melaporkan berulang

kali di hadapan Kongres AS telah menemukan bukti bahwa kenaikan harga minyak

secara sistematis didorong oleh ulah spekulan.

CFTC menyatakan, investigasi itu meliputi pembelian, transportasi,

penyimpanan, perdagangan minyak mentah, serta hal-hal lain yang terkait dengan

transaksi kontrak berjangka minyak. Dalam penyelidikan itu ditemukan ada tindakan

yang meminta tanker minyak dipendam di laut atau diminta berangkat ke sebuah tujuan

agar memberi kesan pasokan minyak ketat.

Page 17: Makalah Krisis Energi

2.3.2 Krisis Pangan

2.3.2.1 Kebijakan Pemerintah

Krisis pangan adalah masalah klasik bangsa ini, sebuah ironi bagi negara agraris

yang tanahnya subur dan gemah ripah loh jinawi. Krisis pangan saat ini terjadi dimana

kebutuhan pangan Indonesia telah tergantung kepada impor, dan harganya naik tak

terkendali. Namun harus diperhatikan, bahwa krisis pangan yang terjadi di Indonesia

bukanlah sebab yang akan berdampak pada hal lain (kemiskinan, pengangguran).

Fenomena ini adalah sebuah akibat dari kebijakan dan praktek privatisasi, liberalisasi,

dan deregulasi—sebagai inti dari Konsensus Washington.

Privatisasi; Akar dari masalah ini tidak hanya parsial pada aspek impor dan

harga seperti yang sering didengungkan oleh pemerintah dan pers. Lebih besar dari itu,

ternyata negara dan rakyat Indonesia tidak lagi punya kedaulatan, yakni kekuatan dalam

mengatur produksi, distribusi dan konsumsi di sektor pangan. Saat ini di sektor pangan,

kita telah tergantung oleh mekanisme pasar yang dikuasai oleh segelintir perusahaan

raksasa.

Privatisasi sektor pangan—yang seharusnya merupakan kebutuhan pokok rakyat

—tentunya tidak sesuai dengan mandat konstitusi RI, yang menyatakan bahwa

“Cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh

negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”.

Faktanya, Bulog dijadikan privat, dan industri hilir pangan hingga distribusi

(ekspor-impor) dikuasai oleh perusahaan seperti Cargill dan Charoen Phokpand.

Mayoritas rakyat Indonesia jika tidak bekerja menjadi kuli di sektor pangan, pasti

Page 18: Makalah Krisis Energi

menjadi konsumen atau end-user. Privatisasi ini pun berdampak serius, sehingga

berpotensi besar dikuasainya sektor pangan hanya oleh monopoli atau oligopoli (kartel)

—seperti yang sudah terjadi saat ini.

Liberalisasi; krisis pangan juga disebabkan oleh kebijakan dan praktek yang

menyerahkan urusan pangan kepada pasar (1998, Letter of Intent IMF), serta

mekanisme perdagangan pertanian yang ditentukan oleh perdagangan bebas (1995,

Agreement on Agriculture, WTO). Akibatnya negara dikooptasi menjadi antek

perdagangan bebas. Negara ini pun melakukan upaya liberalisasi terhadap hal yang

harusnya merupakan state obligation terhadap rakyat. Market access Indonesia dibuka

lebar-lebar, bahkan hingga 0 persen seperti kedelai (1998, 2008) dan beras (1998).

Sementara domestic subsidy untuk petani kita terus berkurang (tanah, irigasi, pupuk,

bibit, teknologi dan insentif harga). Di sisi lain, export subsidy dari negara-negara

overproduksi pangan seperti AS dan Uni Eropa—beserta perusahaan-perusahaannya—

malah meningkat. Indonesia pun dibanjiri barang pangan murah, sehingga pasar dan

harga domestik kita hancur (1995 hingga kini). Hal ini jelas membunuh petani kita.

Deregulasi; beberapa kebijakan sangat dipermudah untuk perusahaan besar yang

mengalahkan pertanian rakyat. Seperti contoh UU No. 1/1967 tentang PMA, UU No.

4/2004 tentang Sumber Daya Air, Perpres 36 dan 65/2006, UU No. 18/2003 Tentang

Perkebunan, dan yang termutakhir UU No. 25/2007 tentang Penanaman Modal. Dengan

kemudahan regulasi ini, upaya privatisasi menuju monopoli atau kartel di sektor pangan

semakin terbuka. Hal ini semakin parah dengan tidak diupayakannya secara serius

pembangunan koperasi-koperasi dan UKM dalam produksi, distribusi dan konsumsi di

sektor pangan.

Page 19: Makalah Krisis Energi

2.3.2.2 Tak seimbangnya Supply and Demand

Seorang pakar, ekonom Universitas Harvard Jeffrey Sachs, mengajukan

proposisi, krisis pangan timbul karena sudah sangat tak seimbangnya kekuatan

permintaan dan suplai. Empat elemen yang membuat suplai melemah, yaitu

produktivitas lahan yang sangat rendah terutama di Afrika sub-Sahara, meningkatnya

upaya konversi produk pertanian menjadi bioenergi di AS dan Eropa, pola cuaca yang

membingungkan, dan menyusutnya irigasi serta lahan-lahan subur untuk pertanian.

Proposisi ini menggambarkan kondisi umum yang terjadi di Indonesia di mana

lahan-lahan hijau digusur industri, dari manufaktur sampai properti. Di negara maju,

lahan produktif dipaksa untuk menghasilkan etanol, bukan lagi terigu dan produk

pangan yang dibutuhkan manusia kebanyakan. Sejumlah kalangan pun mulai menyesal

telah antusias mendukung proyek konversi produk pertanian menjadi bahan bakar yang

ternyata membuat lebih dari 100 juta orang kelaparan.

2.4 Analisis Hubungan Krisis Energi dengan Energi Pangan

Analisis eskalasi harga pangan pokok dan produk pertanian di tingkat dunia sepanjang

tahun 2007 karena perubahan karakter suplai dan perdagangan dunia. kenaikan harga minyak

mentah dunia, dan fenomena kelatahan bahan bakar biologis (biofuels). Organisasi Pangan dan

Pertanian Dunia (FAO) bahkan harus merevisi Laporan OECD-FAO Agricultural Outlook

2007-2016 edisi Juli 2007 yang cukup menghebohkan itu. Pada laporan tersebut, suplai dan

stok komoditas pangan dan pertanian dunia diperkirakan mengalami penurunan. Selain

diakibatkan perubahan iklim global, penurunan stok dipicu oleh tingginya permintaan pasar

terhadap sejumlah komoditas pertanian untuk bahan baku energi.

Page 20: Makalah Krisis Energi

Kemudian, pada Laporan Food Outlook edisi November 2007, FAO menegaskan

bahwa kenaikan harga beras dunia sampai pada harga di atas US$ 330 per ton adalah rekor

tertinggi dalam 20 tahun terakhir. Secara rata-rata, kenaikan harga tahun 2007 adalah 16 persen

lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan harga beras pada tahun 2006. Kenaikan harga

pangan pokok bangsa Asia ini lebih diperparah dengan kenaikan harga pangan lain seperti

gandum, susu, daging dan lain-lain. Lebih merumitkan lagi, keterkaitan harga beras sangat

terkait dengan laju inflasi dan elemen ekonomi makro yang sangat terkait dengan pola kebijakan

ekonomi secara umum.

Kenaikan harga minyak berarti kenaikan biaya transportasi, sehingga berpengaruh

kepada harga bahan pangan. Naiknya harga BBM akan menyebabkan distributor menaikkan

biaya transoprtasi barang-barang, termasuk barang pangan pokok. Akhirnya, bahan pangan

tersebut akan sampai kepada konsumen dengan harga yang jauh leibh tinggi dari harga

biasanya.

2.5 Solusi Krisis Energi dengan Energi Pangan

2.5.1 Solusi bagi Krisis Energi

Krisis energi ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut, karena efek buruknya bagi

masyarakat dunia sangatlah besar. Krisis energi menimbulkan efek ke berbagai bidang

yang menyangkut hidup manusia, seperti krisis pangan dan kelaparan. Solusi yang dapat

dilakukan untuk menyiasati krisis energi di Indonesia, ialah dengan mencari sumber

energi alternatif. Berikut contoh energi alternatif yang dapat dijadikan solusi bagi krisis

energi di Indonesia:

1) Etanol Selulosa

Ilmuwan berlomba mencari solusi mengembangkan etanol tanpa jagung. Tim

ilmuwan dari Dupont misalnya, tengah bergulat dengan DNA serangga yang mampu

memproduksi etanol dari limbah jagung. Idenya sederhana saja, merekayasa genetik

Page 21: Makalah Krisis Energi

serangga mikrokopis seperti bakteri dan jamur untuk memicu enzim yang mampu

menghasilkan etanol. Selolusa adalah materi kayu pada bagian batang dan stem

yang membuat tanaman mengeras.

2) Energi Panas Bumi

Energi panas bumi adalah energi yang dihasilkan oleh tekanan panas bumi.

Energi ini dapat digunakan untuk menghasilkan listrik, sebagai salah satu bentuk

dari energi terbaharui, tetapi karena panas di suatu lokasi dapat habis, jadi secara

teknis dia tidak diperbarui secara mutlak.

3) Energi Hidroelektrisitas

Hidroelektrisitas adalah satu bentuk tenaga hidro digunakan untuk memproduksi

listrik. Kebanyakan tenaga hidroelektrik berasal dari energi potensial dari air yang

dibendung dan menggerakkan turbin air dan generator. Bentuk yang kurang umum

adalah memanfaatkan energi kinetik seperti tenaga ombak. Hidroelektrisitas adalah

sumber energi terbaharui.

Di banyak bagian Kanada (provinsi British Columbia, Manitoba, Ontario,

Quebec, dan Newfoundland and Labrador) hidroelektrisitas digunakan secara luas.

Pusat tenaga yang dijalani oleh provinsi-provinsi ini disebut BC Hydro, [[[Manitoba

Hydro]], Hydro One (dulunya "Ontario Hydro"), Hydro-Québec, dan Newfoundland

and Labrador Hydro. Hydro-Québec merupakan perusahaan penghasil listrik hydro

terbesar dunia, dengan total listrik terpasang sebesar 31.512 MW (2005).

4) Energi Tenaga Angin

Page 22: Makalah Krisis Energi

Tenaga angin menunjuk kepada pengumpulan energi yang berguna dari angin.

Kebanyakan tenaga angin modern dihasilkan dalam bentuk listrik dengan mengubah

rotasi dari pisau turbin menjadi arus listrik dengan menggunakan generator listrik.

Pada kincir angin energi angin digunakan untuk memutar peralatan mekanik untuk

melakukan kerja fisik, seperti menggiling "grain" atau memompa air.

Tenaga angin digunakan dalam ladang angin skala besar untuk penghasilan

listrik nasional dan juga dalam turbin individu kecil untuk menyediakan listrik di

lokasi yang terisolir. Tenaga angin banyak jumlahnya, tidak habis-habis, tersebar

luas, bersih, dan merendahkan efek rumah kaca.

5) Biogas

Energi terbarukan lain yang dapat dihasilkan dengan teknologi tepat guna yang

relatif lebih sederhana dan sesuai untuk daerah pedesaan adalah energi biogas

dengan memproses limbah bio atau bio massa di dalam alat kedap udara yang

disebut digester. Biomassa berupa limbah dapat berupa kotoran ternak bahkan tinja

manusia, sisa-sisa panenan seperti jerami, sekam dan daun-daunan sortiran sayur

dan sebagainya. Namun, sebagian besar terdiri atas kotoran ternak.

Gas methan terbentuk karena proses fermentasi secara anaerobik (tanpa udara)

oleh bakteri methan atau disebut juga bakteri anaerobik dan bakteri biogas yang

mengurangi sampah-sampah yang banyak mengandung bahan organik (biomassa)

sehingga terbentuk gas methan (CH4) yang apabila dibakar dapat menghasilkan

energi panas. Sebetulnya di tempat-tempat tertentu proses ini terjadi secara alamiah

sebagaimana peristiwa ledakan gas yang terbentuk di bawah tumpukan sampah di

Page 23: Makalah Krisis Energi

Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) Leuwigajah, Kabupaten Bandung, Jawa

Barat, (Kompas, 17 Maret 2005). Gas methan sama dengan gas elpiji (liquidified

petroleum gas/LPG), perbedaannya adalah gas methan mempunyai satu atom C,

sedangkan elpiji lebih banyak.

6) Biomassa

Potensi biomassa yang besar di Indonesia, hingga mencapai 49.81 GW tidak

sebanding dengan kapasitas terpasang sebesar 302.4 MW. Bila kita maksimalkan

potensi yang ada dengan menambah jumlah kapasitas terpasang, maka akan

membantu bahan bakar fosil yang selama ini menjadi tumpuan dari penggunaan

energi. Hal ini akan membantu perekonomian yang selama ini menjadi boros akibat

dari anggaran subsidi bahan bakar minyak yang jumlahnya melebihi anggaran sektor

lainnya.

2.5.2 Solusi bagi Krisis Pangan

Dengan kata lain, jika Indonesia masih terus berkutat dengan persoalan konversi

lahan sawah, kelangkaan pupuk, ketersediaan air, buruknya jaringan irigasi, dan lain-

lain, berarti kita tidak beranjak dari persoalan pada era 1980-an. Pembangunan

subsektor pangan dan sektor pertanian ke depan wajib bervisi peningkatan produktivitas

lahan dan produktivitas tenaga kerja.

Pencetakan sawah baru penting, tetapi berbagai upaya yang mengarah kepada

peningkatan produktivitas pangan per satuan luas lahan jauh lebih penting dan

bermakna bagi kesejahteraan rakyat.

Page 24: Makalah Krisis Energi

Apabila laju peningkatan produktivitas ini lebih besar dari laju penurunan rasio

lahan terhadap tenaga kerja-karena lahan nyaris tetap, sedangkan tenaga kerja terus

bertambah-krisis pangan akan dapat dihindari. Maknanya, perubahan tekonologi di

bidang pangan dan pertanian menjadi sangat mutlak dan tidak dapat diabaikan dalam

penyusunan strategi dan kebijakan ekonomi pangan ke depan.

Krisis pangan juga akan dapat dihindari apabila berbagai program peningkatan

produksi pangan tidak dimaksudkan hanya untuk memenuhi target politik semata.

Langkah kebijakan pemerintah wajib bervisi peningkatan kesejahteraan petani sebagai

pelaku sentral dalam pembangunan pertanian.

Untuk jangka panjang, petani menuntut dilaksanakannya pembaruan agraria

dalam rangka basis kebijakan agraria dan pertanian.

Dalam jangka pendek dan menengah, masalah krisis pangan sebenarnya terkait

dengan 3 hal—yakni (1) produksi pangan; (2) luasan lahan; dan (3) tata niaga pangan.

Dengan memperhatikan ketiga hal tersebut, maka solusi jangka pendek yang dapat

pemerintah lakukan:

1. Mematok harga dasar pangan yang menguntungkan pe tani dan konsumen.

Harga tidak boleh tergantung kepada harga internasional karena tidak berkorelasi

langsung dengan ongkos produksi dan keuntungan. Harga harus sesuai dengan ongkos

produksi dan keuntungan petani dan kemampuan konsumen

2. Memberikan insentif harga kepada petani komoditas pangan (terutama beras,

kedelai, jagung, singkong, gula dan minyak goreng) jika terjadi fluktuasi harga. Hal ini

sebagai jaminan untuk tetap menggairahkan produksi pangan dalam negeri.

Page 25: Makalah Krisis Energi

3. Mengatur kembali tata niaga pangan. Pangan harus dikuasai oleh negara dan

digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Bulog bisa diberikan peran ini,

tapi harus dengan intervensi yang kuat dari Departemen Pertanian, Departemen

Perdagangan dan Departemen Keuangan.

4. Menambah produksi pangan secara terproyeksi dan berkesinambungan, dengan

segera meredistribusikan tanah objek landreform yang bisa segera dipakai untuk

pertanian pangan.

5. Menyediakan insentif bagi petani komoditas pangan, terutama bibit, pupuk,

teknologi dan kepastian beli.

6. Memberikan dukungan pelembagaan organisasi petani komoditas pangan, yakni

kelompok tani, koperasi, dan ormas tani.

Page 26: Makalah Krisis Energi

BAB III

KESIMPULAN DAN USULAN

3.1 Kesimpulan

Krisis energi dan pangan yang sedang melanda dunia mengakibatkan ratusan juta orang

mengalami kesusahan pangan dan bahan bakar. Negara-negara berkembang mengalami krisis

ekonomi yang disebabkan oleh mahal dan langkanya harga pangan serta tidak bisa mencukupi

pasokan energi dalam negeri. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang di dunia, ikut

mengalami krisis tersebut karena kebutuhan yang besar akan energi dan pangan.

Berdasarkan uraian kami sebelumnya, kita dapat menarik kesimpulan besar dari faktor

terjadinya krisis energi energi, diantaranya:

1. Naiknya harga minyak dunia

2. Ulah para spekulan yang memanipulasi pasar

3. Menipisnya cadangan minyak dunia

Sedangkan untuk krisis pangan, faktor utama yang dapat kita simpulkan ialah:

1. Kebijakan Pemerintah

Privatisasi

Liberalisasi

Deregulasi

2. Tak seimbangnya Supply and Demand

Page 27: Makalah Krisis Energi

Produktivitas lahan yang rendah

Konversi bahan pangan menjadi biofuel

Perubahan iklim yang ekstrim

Menyusutnya irigasi serta lahan-lahan subur

3.2 Usulan

Untuk mengantisipasi krisis energi dan pangan ini tidak bertambah parah dan

semakin menyengsarakan masyarakat dunia, maka Indonesia, khususnya pemerintah

harus menciptakan sebuah kebijakan energi dan pangan yang membawa perubahan bagi

rakyat Indonesia. Memberikan perhatian yang serius terhadap perkembangan energi

alternatif dapat dijadikan sebagai langkah untuk menyiasati krisis energi nasional.

Selain itu, untuk mengatasi krisis pangan, pemerintah harus fokus mengembangkan

pertanian naisonal. Pemerintah harus mengutamakan suplai pangan nasional. Rakyat

Indonesia juga harus berani untuk melakukan gerakan hemat energi.

Page 28: Makalah Krisis Energi

DAFTAR PUSTAKA

www.sinarharapan.co.id

www.cetak.kompas.com

www.spi.or.id

www.antara.co.id

www.sinarharapan.co.id

http://barifin.multiply.com

http://poultryindonesia.com

www.id.wikipedia.org