makalah inklusi anak usia dini.docx

30
MAKALAH ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS “TUNA NETRA” Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah pendidikan inklusi anak usia dini Kelompok : Atika Wirda Sari A1D312007 Dian Sari De Arini A1D312003 Lidya Qadrina A1D312030 Rini Triandini A1D312029 Yuhana A1D312001 DOSEN PENGAMPU : INDRIYANI S.PD PENDIDIKAN GURU ANAK USIA DINI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI

Upload: atika-wirda-sari

Post on 11-Nov-2015

262 views

Category:

Documents


30 download

TRANSCRIPT

MAKALAHANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNA NETRADiajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah pendidikan inklusi anak usia dini

Kelompok : Atika Wirda Sari A1D312007 Dian Sari De AriniA1D312003 Lidya QadrinaA1D312030 Rini TriandiniA1D312029 YuhanaA1D312001

DOSEN PENGAMPU : INDRIYANI S.PD

PENDIDIKAN GURU ANAK USIA DINIFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS JAMBI

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi ALLAH SWT yang telah memberikan segala nikmatnya kepada hamba-hambanya dan oleh karena itu makalah ini dapat kami selesaikan dengan baik walaupun dalam penulisan ini masih begitu banyak kekurangannyaMungkin kami sebagai penulis sangat menyadari bahwa makalah ini masih jauh sekali dari kesempurnaan,baik dari isi,penyajian.untuk itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk menuju kesempernuaan dalam penulis ini.semoga hadirnya makalah yang sederhana ini memberi mamfaat untuk pembaca dan terutama untuk penulis.

Mei, 2013

penulis

DAFTAR ISIKata pengantariDaftar isiiiBAB I Pendahuluan1A. Latar Belakang1B. Rumusan masalah2C. Tujuan 2D. Manfaat2BAB II Pembahasan3A. Definisi Tunanetra3B. Klasifikasi Anak Tunanetra4C. Klasifikasi Anak Tunanetra Berdasarkan Penglihatan4D. Penyebab Tunanetra6E. Karakteristik Tunanetra8F. Kebutuhan Dan Layanan Bagi Tuanetra10G. Strategi Pembelajaran Anak Tunanetra11H. Pola Pembelajaran14BAB III PENUTUP15A. SIMPULAN 15B. SARAN15DAFTAR PUSTAKA16

BAB 1PENDAHULUANA. Latar BelakangSemua orang tua pastinya menginginkan anaknya terlahir secara normal, baik normal secara fisik maupun normal secara psikis. Namun keinginan tersebut hanyalah sekedar keinginan saja, karen pada kenyataannya tak jarang anak terlahir dalam kondisi tak normal baik secara fisik maupun secara psikis. Tapi bagaimana pun, mereka adalah seorang anak yang juga tidak ingin dilahirkan sebagai anak cacat. Kita sebagai orang tua, mau tidak mau harus menerimanya dengan ikhlas meskipun sangat sulit untuk mengikhlaskannya.

Kita harus memahami apa yang mereka butuhkan karena tidak semua kegiatan dapat mereka lakukan, dan kita yang mempunya fisik yang normal hendaknyalah membantu dan membimbing mereka. Kita juga harus mendidik mereka agar mereka tumbuh tidak sebagai anak yang cacat, melainkan seperti kebanyakan anak lainnya yang tumbuh berbeda, meskipun pada kenyataanya berlainan.

B. Rumusan Masalah1. Apakah definisin tunanetra secara lengkap?2. Bagaimana kebutuhan dan layanan pendidikan bagi tunanetra?3. Bagaimana strategi pembelajaran bagi anak tunanetra?4. Bagaimana Pola Pembelajaran bagi penyandang tunanetra?

C. TUJUANUntuk mendeskripsikan:1. Tunanetra secara lengkap2. Kebutuhan dan layanan bagi tunanetra3. Strategi pembelajaran bagi tunanetra4. Pola pembelajaran bagi penyandang tunanetra

D. ManfaatMemberikan pengetahuan bagaimana cara memahami anak berkebutuhan khusus tunanetra" dan mengetahui kebutuhan dan layanan bagi tunaetra. Mewujudkan aspirasi/suatu jarak yang ditempuh oleh setiap orang, bagaimana mengerti tentang anak berkebutuhan khusus jarak antara mengenal diri sebagai mana ia adanya.

BAB IIPEMBAHASANA. Definisi TunanetraPengertian tunanetra menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tidak dapat melihat (KBBI, 1989:p.971) dan menurut literatur berbahasa Inggris visually handicapped atau visual impaired. Pada umumnya orang mengira bahwa tunanetra identik dengan buta, padahal tidaklah demikian karena tunanetra dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori.Anak yang mengalami gangguan penglihatan dapat didefinisikan sebagai anak yang rusak penglihatannya yang walaupun dibantu dengan perbaikan, masih mempunyai pengaruh yang merugikan bagi anak yang yang bersangkutan (Scholl, 1986:p.29). Pengertian ini mencakup anak yang masih memiliki sisa penglihatan dan yang buta.Dengan demikian, pengertian anak tunanetra adalah individu yang indera penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti orang awas. Anak-anak dengan gangguan penglihatan ini dapat diketahui dalam kondisi berikut : Ketajaman penglihatannya kurang dari ketajaman yang dimiliki orang awas. Terjadi kekeruhan pada lensa mata atau terdapat cairan tertentu. Posisi mata sulit dikendalikan oleh syaraf otak. Terjadi kerusakan susunan syaraf otak yang berhubungan dengan penglihatan.Dari kondisi-kondisi di atas, pada umumnya yang digunakan sebagai patokan apakah seorang anak termasuk tunanetra atau tidak ialah berdasarkan pada tingkat ketajaman penglihatannya. Untuk mengetahui ketunanetraan dapat digunakan suatu tes yang dikenal sebagai Snellen Card.Secara sederhana tunanetra dapat diartikan penglihatan yang tidak normal, biasanya disebut memiliki ketajaman penglihatan 20/20 (Pueschel, 1988:p.63). Ketajaman penglihatan diukur melalui membaca huruf-huruf, angka-angka atau simbol-simbol lain pada chart sejauh 20 kaki (6 meter) (Heward dan Orlansky.B. Klasifikasi Anak TunanetraKlasifikasi yang dialami oleh anak tunanetra, antara lain : Menurut Lowenfeld, (1955:p.219), klasifikasi anak tunanetra yang didasarkan pada waktu terjadinya ketunanetraan, yaitu :1. Tunanetra sebelum dan sejak lahir; yakni mereka yang sama sekali tidak memiliki pengalaman penglihatan.2. Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil; mereka telah memiliki kesan-kesan serta pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan.3. Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja; mereka telah memiliki kesan-kesan visual dan meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap proses perkembangan pribadi.4. Tunanetra pada usia dewasa; pada umumnya mereka yang dengan segala kesadaran mampu melakukan latihan-latihan penyesuaian diri.5. Tunanetra dalam usia lanjut; sebagian besar sudah sulit mengikuti latihan-latihan penyesuaian diri.6. Tunanetra akibat bawaan (partial sight bawaan)C. Klasifikasi anak tunanetra berdasarkan kemampuan daya penglihatan, yaitu :1. Tunanetra ringan (defective vision/low vision); yakni mereka yang memiliki hambatan dalam penglihatan akan tetapi mereka masih dapat mengikuti program-program pendidikan dan mampu melakukan pekerjaan/kegiatan yang menggunakan fungsi penglihatan.2. Tunanetra setengah berat (partially sighted); yakni mereka yang kehilangan sebagian daya penglihatan, hanya dengan menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan biasa atau mampu membaca tulisan yang bercetak tebal.3. Tunanetra berat (totally blind); yakni mereka yang sama sekali tidak dapat melihat.Menurut WHO, klasifikasi didasarkan pada pemeriksaan klinis, yaitu :1. Tunanetra yang memiliki ketajaman penglihatan kurang dari 20/200 dan atau memiliki bidang penglihatan kurang dari 20 derajat.2. Tunanetra yang masih memiliki ketajaman penglihatan antara 20/70 sampai dengan 20/200 yang dapat lebih baik melalui perbaikan.Menurut Hathaway, klasifikasi didasarkan dari segi pendidikan, yaitu :1. Anak yang memiliki ketajaman penglihatan 20/70 atau kurang setelah memperoleh pelayanan medik.2. Anak yang mempunyai penyimpangan penglihatan dari yang normal dan menurut ahli mata dapat bermanfaat dengan menyediakan atau memberikan fasilitas pendidikan yang khusus.Kirk (1962:p.214) mengutip klasifikasi ketunanetraan yaitu:1. Anak yang buta total atau masih memiliki persepsi cahaya sampai dengan 2/2000, ia tidak dapat melihat gerak tangan pada jarak 3 kaki di depan wajahnya.2. Anak yang buta dengan ketajaman penglihatan sampai dengan 5/200, ia tidak dapat menghitung jari pada jarak 3 kaki di depan wajahnya.3. Anak yang masih dapat diharapkan untuk berjalan sendiri, yaitu yang memiliki ketajaman penglihatan sampai dengan 10/200, ia tidak dapat membaca huruf-huruf besar seperti judul berita pada koran.4. Anak yang mampu membaca huruf-huruf besar pada koran, yaitu yang memiliki ketajaman penglihatan sampai dengan 20/200, akan tetapi ia tidak dapat diharapkan untuk membaca huruf 14 point atau tipe yang lebih kecil.5. Anak yang memiliki penglihatan pada batas ketajaman penglihatan 20/200 atau lebih, akan tetapi ia tidak memiliki penglihatan cukup untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang memerlukan penglihatan dan anak ini tidak dapat membaca huruf 10 point.Menurut Howard dan Orlansky, klasifikasi didasarkan pada kelainan-kelainan yang terjadi pada mata, yaitu :Kelainan ini disebabkan karena adanya kesalahan pembiasan pada mata. Hal ini terjadi bila cahaya tidak terfokus sehingga tidak jatuh pada retina. Peristiwa ini dapat diperbaiki dengan memberikan lensa atau lensa kontak. Kelainan-kelainan itu, antara lain : Myopia; adalah penglihatan jarak dekat, bayangan tidak terfokus dan jatuh di belakang retina. Penglihatan akan menjadi jelas kalau objek didekatkan. Untuk membantu proses penglihatan pada penderita Myopia digunakan kacamata koreksi dengan lensa negatif. Hyperopia; adalah penglihatan jarak jauh, bayangan tidak terfokus dan jatuh di depan retina. Penglihatan akan menjadi jelas jika objek dijauhkan. Untuk membantu proses penglihatan pada penderita Hyperopia digunakan kacamata koreksi dengan lensa positif. Astigmatisme; adalah penyimpangan atau penglihatan kabur yang disebabkan karena ketidakberesan pada kornea mata atau pada permukaan lain pada bola mata sehingga bayangan benda baik pada jarak dekat maupun jauh tidak terfokus jatuh pada retina. Untuk membantu proses penglihatan pada penderita astigmatisme digunakan kacamata koreksi dengan lensa silindris.

D. Penyebab TunanetraFaktor yang menyebabkan terjadinya ketunanetraan antara lain:1. Pre-natalFaktor penyebab ketunanetraan pada masa pre-natal sangat erat hubungannya dengan masalah keturunan dan pertumbuhan seorang anak dalam kandungan, antara lain:a. Keturunan Ketunanetraan yang disebabkan oleh faktor keturunan terjadi dari hasil perkawinan bersaudara, sesama tunanetra atau mempunyai orang tua yang tunanetra. Ketunanetraan akibat faktor keturunan antara lain Retinitis Pigmentosa, penyakit pada retina yang umumnya merupakan keturunan. Penyakit ini sedikit demi sedikit menyebabkan mundur atau memburuknya retina. Gejala pertama biasanya sukar melihat di malam hari, diikuti dengan hilangnya penglihatan periferal, dan sedikit saja penglihatan pusat yang tertinggal.b. Pertumbuhan seorang anak dalam kandunganKetunanetraan yang disebabkan karena proses pertumbuhan dalam kandungan dapat disebabkan oleh:1. Gangguan waktu ibu hamil.2. Penyakit menahun seperti TBC, sehingga merusak sel-sel darah tertentu selama pertumbuhan janin dalam kandungan.3. Infeksi atau luka yang dialami oleh ibu hamil akibat terkena rubella atau cacar air, dapat menyebabkan kerusakan pada mata, telinga, jantung dan sistem susunan saraf pusat pada janin yang sedang berkembang.4. Infeksi karena penyakit kotor, toxoplasmosis, trachoma dan tumor. Tumor dapat terjadi pada otak yang berhubungan dengan indera penglihatan atau pada bola mata itu sendiri.5. Kurangnya vitamin tertentu, dapat menyebabkan gangguan pada mata sehingga hilangnya fungsi penglihatan.2. Post-natalPenyebab ketunanetraan yang terjadi pada masa post-natal dapat terjadi sejak atau setelah bayi lahir antara lain:a. Kerusakan pada mata atau saraf mata pada waktu persalinan, akibat benturan alat-alat atau benda keras.b. Pada waktu persalinan, ibu mengalami penyakit gonorrhoe, sehingga baksil gonorrhoe menular pada bayi, yang pada ahkirnya setelah bayi lahir mengalami sakit dan berakibat hilangnya daya penglihatan.c. Mengalami penyakit mata yang menyebabkan ketunanetraan, MISALNYA: Xeropthalmia; yakni penyakit mata karena kekurangan vitamin A. Trachoma; yaitu penyakit mata karena virus chilimidezoon trachomanis. Catarac; yaitu penyakit mata yang menyerang bola mata sehingga lensa mata menjadi keruh, akibatnya terlihat dari luar mata menjadi putih. Glaucoma; yaitu penyakit mata karena bertambahnya cairan dalam bola mata, sehingga tekanan pada bola mata meningkat. Diabetik Retinopathy; adalah gangguan pada retina yang disebabkan karena diabetis. Retina penuh dengan pembuluh-pembuluh darah dan dapat dipengaruhi oleh kerusakan sistem sirkulasi hingga merusak penglihatan. Macular Degeneration; adalah kondisi umum yang agak baik, dimana daerah tengah dari retina secara berangsur memburuk. Anak dengan retina degenerasi masih memiliki penglihatan perifer akan tetapi kehilangan kemampuan untuk melihat secara jelas objek-objek di bagian tengah bidang penglihatan. Retinopathy of prematurity; biasanya anak yang mengalami ini karena lahirnya terlalu prematur. Pada saat lahir masih memiliki potensi penglihatan yang normal. Bayi yang dilahirkan prematur biasanya ditempatkan pada inkubator yang berisi oksigen dengan kadar tinggi, sehingga pada saat bayi dikeluarkan dari inkubator terjadi perubahan kadar oksigen yang dapat menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah menjadi tidak normal dan meninggalkan semacam bekas luka pada jaringan mata. Peristiwa ini sering menimbulkan kerusakan pada selaput jala (retina) dan tunanetra total.d. Kerusakan mata yang disebabkan terjadinya kecelakaan, seperti masuknya benda keras atau tajam, cairan kimia yang berbahaya, kecelakaan dari kendaraan, dll.E. Karakteristik Tunanetra1. Fisik (Physical)Keadaan fisik anak tunanetra tidak berbeda dengan anak sebaya lainnya. Perbedaan nyata diantara mereka hanya terdapat pada organ penglihatannya.Gejala tunanetra yang dapat diamati dari segi fisik diantaranya :1) Mata juling2) Sering berkedip3) Menyipitkan mata4) (kelopak) mata merah5) Mata infeksi6) Gerakan mata tak beraturan dan cepat7) Mata selalu berair (mengeluarkan air mata)8) Pembengkakan pada kulit tempat tumbuh bulu mata.2 .Perilaku (Behavior)Ada beberapa gejala tingkah laku yang tampak sebagai petunjuk dalam mengenal anak yang mengalami gangguan penglihatan secara dini :a. Menggosok mata secara berlebihan.b. Menutup atau melindungi mata sebelah, memiringkan kepala atau mencondongkan kepala ke depan.c. Sukar membaca atau dalam mengerjakan pekerjaan lain yang sangat memerlukan penggunaan mata.d. Berkedip lebih banyak daripada biasanya atau lekas marah apabila mengerjakan suatu pekerjaan.e. Membawa bukunya ke dekat mata.f. Tidak dapat melihat benda-benda yang agak jauh.g. Menyipitkan mata atau mengkerutkan dahi.h. Tidak tertarik perhatiannya pada objek penglihatan atau pada tugas-tugas yang memerlukan penglihatan seperti melihat gambar atau membaca.i. Janggal dalam bermain yang memerlukan kerjasama tangan dan mata.j. Menghindar dari tugas-tugas yang memerlukan penglihatan atau memerlukan penglihatan jarak jauh.Penjelasan lainnya berdasarkan adanya beberapa keluhan seperti :a. Mata gatal, panas atau merasa ingin menggaruk karena gatal.b. Banyak mengeluh tentang ketidakmampuan dalam melihatc. Merasa pusing atau sakit kepala.d. Kabur atau penglihatan ganda.1) . PsikisSecara psikis anak tunanetra dapat dijelaskan sebagai berikut :1. Mental/intelektualIntelektual atau kecerdasan anak tunanetra umumnya tidak berbeda jauh dengan anak normal/awas. Kecenderungan IQ anak tunanetra ada pada batas atas sampai batas bawah, jadi ada anak yang sangat pintar, cukup pintar dan ada yang kurang pintar. Intelegensi mereka lengkap yakni memiliki kemampuan dedikasi, analogi, asosiasi dan sebagainya. Mereka juga punya emosi negatif dan positif, seperti sedih, gembira, punya rasa benci, kecewa, gelisah, bahagia dan sebagainya.

2. Sosiala. Hubungan sosial yang pertama terjadi dengan anak adalah hubungan dengan ibu, ayah, dan anggota keluarga lain yang ada di lingkungan keluarga. Kadang kala ada orang tua dan anggota keluarga yang tidak siap menerima kehadiran anak tunanetra, sehingga muncul ketegangan, gelisah di antara keluarga. Akibat dari keterbatasan rangsangan visual untuk menerima perlakuan orang lain terhadap dirinya.b. Tunanetra mengalami hambatan dalam perkembangan kepribadian dengan timbulnya beberapa masalah antara lain: Curiga terhadap orang lainAkibat dari keterbatasan rangsangan visual, anak tunanetra kurang mampu berorientasi dengan llingkungan, sehingga kemampuan mobilitaspun akan terganggu. Sikap berhati-hati yang berlebihan dapat berkembang menjadi sifat curiga terhadap orang lain.Untuk mengurangi rasa kecewa akibat keterbatasan kemampuan bergerak dan berbuat, maka latihan-latihan orientasi dan mobilitas, upaya mempertajam fungsi indera lainnya akan membantu anak tunanetra dalam menumbuhkan sikap disiplin dan rasa percaya diri. Perasaan mudah tersinggungPerasaan mudah tersinggung dapat disebabkan oleh terbatasnya rangsangan visual yang diterima. Pengalaman sehari-hari yang selalu menumbuhkan kecewa menjadikan seorang tunanetra yang emosional.2). Ketergantungan yang berlebihanKetergantungan ialah suatu sikap tidak mau mengatasi kesulitan diri sendiri, cenderung mengharapkan pertolongan orang lain. Anak tunanetra harus diberi kesempatan untuk menolong diri sendiri, berbuat dan bertanggung jawab. Kegiatan sederhana seperti makan, minum, mandi, berpakaian, dibiasakan dilakukan sendiri sejak kecil.

3). AkademisKarakteristik Anak Tunanetra dalam Aspek Akademis Tilman& Osborn (1969) menemukan beberapa perbedaan antara anak tunanetra dan anak awas.a. Anak tunanetra menyimpan pengalaman-pengalaman khusus seperti halnya anak awas, namun pengalaman-pengalaman tersebut kurang terintegrasikan.b. Anak tunanetra mendapatkan angka yang hampir sama dengan anak awas, dalam hal berhitung, informasi, dan kosakata, tetapi kurang baik dalam hal pemahaman (comprehention) dan persaman.c. Kosa kata anak tunanetra cenderung merupakan kata-kata yang definitif.F. Kebutuhan dan Layanan Pendidikan bagi Tunanetra Anak tunanetra sebagaimana anak lainnya, membutuhkan pendidikan untuk mengem-bangkan potensi yang dimilikinya secara optimal. Oleh karena adanya gangguan penglihatan, anak tunanetra membutuhkan layanan khusus untuk merehabilitasi kelainannya, yang meliputi: latihan membaca dan menulis huruf Braille, penggunaan tongkat, orientasi dan mobilitas, serta latihan visual/fungsional penglihatan. Layanan pendidikan bagi anak tunanetra dapat dilaksanakan melalui sistem segregasi, yaitu secara terpisah dari anak awas; dan integrasi atau terpadu dengan anak awas di sekolah biasa. Tempat pendidikan dengan sistem segregasi, meputi: sekolah khusus (SLB-A), SDLB, dan kelas jauh/kelas kunjung. Bentuk-bentuk keterpaduan yang dapat diikuti oleh anak tunanetra yang mengikuti sistem integrasi, meliputi: kelas biasa dengan guru konsultan, kelas biasa dengan guru kunjung, kelas biasa dengan ruang-ruang sumber, dan kelas khusus. Strategi pembelajaran bagi anak tunanetra; pada dasarnya sama dengan strategi pembelajaran bagi anak awas, hanya dalam pelaksanaannya memerlukan modifikasi sehingga pesan atau materi pelajaran yang disampaikan dapat diterima/ditangkap oleh anak tunanetra melalui indera-indera yang masih berfungsi. Dalam pembelajaran anak tunanetra, terdapat prinsip-prinsip yang harus diperhatikan,antara lain prinsip: individual, kekonkritan/pengalaman penginderaan, totalitas, dan aktivitas mandiri (selfactivity). Menurut fungsinya, media pembelajaran dapat dibedakan menjadi: media untuk menjelaskan konsep (alat peraga) dan media untuk membantu kelancaran proses pembelajaran (alat bantu pembelajaran). Alat peraga yang dapat digunakan dalam pembelajaran anak tunarungu meliputi: objek atau situasi sebenarnya, benda asli yang diawetkan, tiruan /model (tiga dimensi dan dua dimensi), serta gambar( yang tidak diproyeksikan dan yang diproyeksikan ). Alat bantu pembelajaran, antara lain meliputi: alat bantu menulis huruf Braille (reglet, pen dan mesin ketik Braille); alat bantu membaca huruf Braille (papan huruf dan optacon); alat bantu berhitung (cubaritma, abacus/sempoa, speech calculator), serta alat bantu yang bersifat audio seperti tape-recorder.G. Strategi Pembelajaran Anak TunanetraPermasalahan strategi pembelajaran dalam pendidikan anak tunanetra didasarkan pada dua pemikiran, yaitu :1. Upaya memodifikasi lingkungan agar sesuai dengan kondisi anak (di satu sisi).2. Upaya pemanfaatan secara optimal indera-indera yang masih berfungsi, untuk mengimbangi kelemahan yang disebabkan hilangnya fungsi penglihatan (di sisi lain).Strategi pembelajaran dalam pendidikan anak tunanetra pada hakekatnya adalah strategi pembelajaran umum yang diterapkan dalam kerangka dua pemikiran di atas. Pertama-tama guru harus menguasai karakteristik/strategi pembelajaran yang umum pada anak-anak awas, meliputi tujuan, materi, alat, cara, lingkungan, dan aspek-aspek lainnya. Langkah berikutnya adalah menganalisis komponen-komponen mana saja yang perlu atau tidak perlu dirubah/dimodifikasi dan bagaimana serta sejauh mana modifikasi itu dilakukan jika perlu. Pada tahap berikutnya, pemanfaatan indera yang masih berfungsi secara optimal dan terpadu dalam praktek/proses pembelajaran memegang peran yag sangat penting dalam menentukan keberhasilan belajar.Dalam pembelajaran anak tunanetra, terdapat prinsip-prinsip yang harus diperhatikan, antara lain :1) Prinsip IndividualPrinsip individual adalah prinsip umum dalam pembelajaran manapun (PLB maupun pendidikan umum) guru dituntut untuk memperhatikan adanya perbedaan-perbedaan individu. Dalam pendidikan tunanetra, dimensi perbedaan individu itu sendiri menjadi lebih luas dan kompleks. Di samping adanya perbedaan-perbedaan umum seperti usia, kemampuan mental, fisik, kesehatan, sosial, dan budaya, anak tunanetra menunjukkan sejumlah perbedaan khusus yang terkait dengan ketunanetraannya (tingkat ketunanetraan, masa terjadinya kecacatan, sebab-sebab ketunanetraan, dampak sosial-psikologis akibat kecacatan, dll). Secara umum, harus ada beberapa perbedaan layanan pendidikan antara anak low vision dengan anak yang buta total. Prinsip layanan individu ini lebih jauh mengisyaratkan perlunya guru untuk merancang strategi pembelajaran yang sesuai dengan keadaan anak. Inilah alasan dasar terhadap perlunya (Individual Education Program IEP).2) Prinsip kekonkritan/pengalaman penginderaanStrategi pembelajaran yang digunakan oleh guru harus memungkinkan anak tunanetra mendapatkan pengalaman secara nyata dari apa yang dipelajarinya. Dalam bahasa Bower (1986) disebut sebagai pengalaman penginderaan langsung. Anak tunanetra tidak dapat belajar melalui pengamatan visual yang memiliki dimensi jarak, bunga yang sedang mekar, pesawat yang sedang terbang, atau seekor semut yang sedang mengangkut makanan. Strategi pembelajaran harus memungkinkan adanya akses langsung terhadap objek, atau situasi. Anak tunanetra harus dibimbing untuk meraba, mendengar, mencium, mengecap, mengalami situasi secara langsung dan juga melihat bagi anak low vision. Prinsip ini sangat erat kaitannya dengan komponen alat/media dan lingkungan pembelajaran. Untuk memenuhi prinsip kekonkritan, perlu tersedia alat atau media pembelajaran yang mendukung dan relevan. Pembahasan mengenai alat pembelajaran akan disampaikan pada bagian khusus.3) Prinsip totalitasStrategi pembelajaran yang dilakukan guru haruslah memungkinkan siswa untuk memperoleh pengalaman objek maupun situasi secara utuh dapat terjadi apabila guru mendorong siswa untuk melibatkan semua pengalaman penginderaannya secara terpadu dalam memahami sebuah konsep. Dalam bahasa Bower (1986) gagasan ini disebut sebagai multi sensory approach, yaitu penggunaan semua alat indera yang masih berfungsi secara menyeluruh mengenai suatu objek. Untuk mendapatkan gambaran mengenai burung, anak tunanetra harus melibatkan perabaan untuk mengenai ukuran bentuk, sifat permukaan, kehangatan. Dia juga harus memanfaatkan pendengarannya untuk mengenali suara burung dan bahkan mungkin juga penciumannya agar mengenali bau khas burung. Pengalaman anak mengenai burung akan menjadi lebih luas dan menyeluruh dibandingkan dengan anak yang hanya menggunakan satu inderanya dalam mengamati burung tersebut. Hilangnya penglihatan pada anak tunanetra menyebabkan dirinya menjadi sulit untuk mendapatkan gambaran yang utuh/menyeluruh mengenai objek-objek yang tidak bisa diamati secara seretak (suatu situasi atau benda berukuran besar). Oleh sebab itu, perabaan dengan beberapa tekhnik penggunaannya menjadi sangatlah penting.

4) Prinsip aktivitas mandiri (selfactivity)Strategi pembelajaran haruslah memungkinkan atau mendorong anak tunanetra belajar secara aktif dan mandiri. Anak belajar mencari dan menemukan, sementara guru adalah fasilitator yang membantu memudahkan siswa untuk belajar dan motivator yang membangkitkan keinginannya untuk belajar. Prinsip ini pun mengisyaratkan bahwa strategi pembelajaran harus memungkinkan siswa untuk bekerja dan mengalami, bukan mendengar dan mencatat. Keharusan ini memiliki implikasi terhadap perlunya siswa mengetahui, menguasai, dan menjalani proses dalam memperoleh fakta atau konsep. Isi pelajaran (fakta, konsep) adalah penting bagi anak, tetapi akan lebih penting lagi bila anak menguasai dan mengalami guna mendapatkan isi pelajaran tersebut.H. Pola PembelajaranPermasalahan pembelajaran dalam pendidikan tunanetra adalah masalah penyesuaian. Penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran pada anak tunanetra lebih banyak berorientasi pada pendidikan umum, terutama menyangkut tujuan dan muatan kurikulum. Dalam strategi pembelajaran, tugas guru adalah mencermati setiap bagian dari kurikulum, mana yang bisa disampaikan secara utuh tanpa harus mengalami perubahan, mana yang harus dimodifikasi, dan mana yang harus dihilangkan sama sekali.

BAB IIIPENUTUPA.SIMPULANPenyandang cacat dalam hal ini tunanetra memiliki kebutuhan khusus dalam segi pendidikanya. Kita tidak dapat mrnyamakan mereka yang memiliki kebutuhan khusus dengan mereka yang normal. Materi yang diajarkan mungkin boleh sama, namun media dan proses yang harus disesuaikan dengan situasi kondisi mereka yang memiliki kebutuhan khusus. Memang tidak mudah, tapi itulah kenyataanya.

B. SARANUntuk orang tua harus mengikhlaskan apa yang diberikan olegh yang maha kuasa, karena anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang bisa menjadi anak yg jauh luar biasa,maklah ini menyarankan agar orang tua mengerti dengan keadaan anak yang berkebutuhan khusus.

DAFTAR PUSTAKA

http://onnybudi.blogspot.com/2011/05/makalah-pendidikan-tuna-netra.htmlhttp://bintangbangsaku.com/artikel/tag/tunanetra