analisis pengaruh inklusi keuangan, ketimpangan, …
TRANSCRIPT
ANALISIS PENGARUH INKLUSI KEUANGAN,
KETIMPANGAN, DAN KEMISKINAN TERHADAP
PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA TAHUN 2015-
2019
JURNAL ILMIAH
Disusun oleh :
Donny Arya
Pratama
165020101111009
JURUSAN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
Analisis Pengaruh Inklusi Keuangan, Ketimpangan, Dan Kemiskinan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia Tahun 2015-2019
Donny Arya Pratama
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
Email: [email protected]
ABSTRAK
Pembangunan merupakan proses perubahan yang berkelanjutan untuk menuju kearah yang lebih
baik. Pembangunan memerlukan adanya tingkat GNI yang tinggi. Peningkatan GNI harus
dilakukan oleh sebagian besar masyarakat agar manfaat dari peningkatan GNI dapat dirasakan
secara lebih luas. RPJMN tahun 2015-2019 menyatakan target pencapaian pertumbuhan ekonomi
sebesar 8% pada tahun 2019, dengan cara pendalaman sektor keuangan serta perluasan
keuangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh inklusi keuangan,
kemiskinan, dan ketimpangan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia tahun 2015-2019.
Analisis data dilakukan secara kuantitatif dengan metode analisis deskriptif. Data yang digunakan
dalam penelitian ini berupa data sekunder. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa inklusi
keuangan belum mampu secara efektif dalam menekan hambatan-hambatan yang memperlambat
pertumbuhan ekonomi serta peningkatan produksi masyarakat sehingga kenaikan tingkat inklusi
keuangan belum mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kemiskinan merupakan suatu
masalah yang dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi. Ketimpangan merupakan perbedaan
kondisi sosial ataupun ekonomi antar masyarakat. Dalam hal ini pertumbuhan ekonomi masih
didominasi oleh pendapatan segelintir orang yang ekstrim. Pertumbuhan ekonomi yang seperti ini
merupakan pertumbuhan ekonomi yang menyengsarakan karena hanya segelintir orang saja yang
ikut berperan dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi sehingga hanya segelintir orang itu pula
yang menerima manfaat dari pertumbuhan ekonomi.
Kata kunci: Inklusi keuangan, Kemiskinan, Ketimpangan, Pertumbuhan ekonomi.
A. PENDAHULUAN
Pembangunan merupakan proses perubahan yang berkelanjutan untuk menuju kearah yang
lebih baik. Pelaksanaan pembangunan terjadi dalam berbagai bidang, termasuk pembangunan
ekonomi. Todaro dan Smith (2011) mengatakan Pembangunan memerlukan adanya tingkat GNI
yang tinggi. Namun, masalah utamanya tidak hanya bagaimana meningkatkan GNI, melainkan
siapa saja yang akan meningkatkannya, segelintir orang atau orang banyak. Dalam hal ini jika
peningkatan GNI hanya dilakukan oleh segelintir orang (orang kaya) maka hasil peningkatan itu
hanya menguntungkan mereka. Hal ini mengakibatkan upaya dalam pengentasan kemiskinan akan
bergerak lamban, dan ketimpangan akan semakin parah. Akan tetapi jika peningkatan GNI
dilakukan oleh orang banyak maka mereka pulalah yang akan menikmati manfaat dari peningkatan
tersebut dan pertumbuhan ekonomi akan lebih merata (Todaro.M.p & Smith.S.C, 2011). Indonesia
merupakan negara di Asia Tenggara yang dilintasi oleh garis khatulistiwa. Indonesia letaknya
antara benua Asia dan Australia serta diantara Samudra Pasifik dan Hindia.
Indonesia juga dinobatkan menjadi negara kepulauan terbesar yang ada di dunia dengan
anggota kepulauan sebanyak 17.504 pulau yang dimilikinya, dengan jumlah penduduk 267,7 juta
jiwa yang menjadikan Indonesia sebagai negara berpenduduk terbesar keempat di dunia.
Gambar 1 : Perkembangan Tingkat Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan, dan
Ketimpangan Indonesia tahun 2015-2019
Sumber : BPS, diolah
Pertumbuhan ekonomi di Indonesia terbilang cukup baik. Dalam lima tahun terakhir
pertumbuhan ekonomi Indonesia terus mengalami peningkatan tetapi pada tahun 2019 mengalami
penurunan, dimana tahun 2015 tumbuh sebesar 4,79 persen, tahun selanjutnya tumbuh sebesar
5,02 persen, pada tahun 2018 tumbuh sebesar 5,17 persen dan pada tahun 2019 pertumbuhan
ekonomi mengalami perlambatan menjadi sebesar 5,02 persen. Sjahrir (1986) menyatakan bahwa
pada tahap awal pembangunan, pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan diiringi dengan masalah-
masalah diantaranya adalah pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan pendapatan. Kemiskinan
dan ketimpangan di Indonesia terbilang cukup tinggi dimana pada tahun 2019 gini ratio di
Indonesia sebesar 0.382 sedangkan kemiskinan di Indonesia sebesar 9.41%. Dalam gambar 1.1
tersebut menunjukan perekonomian yang cenderung menguat, tetapi terdapat kendala pada
masyarakat miskin atau masyarakat yang berpendapatan rendah. Masyarakat miskin tersebut hanya
mampu memenuhi kebutuhan primer atau kebutuhan pokok dan tidak dapat memiliki tabungan
serta melakukan investasi.
OJK (2017) menyatakan bahwa konsep inklusi keuangan ini diharapkan akan berdampak pada
keikutsertaan seluruh lapisan masyarakat dalam menyokong pertumbuhan ekonomi sehingga
tumbuhnya perekonomian akan bermanfaat untuk lebih banyak orang, menciptakan stabilitas
sistem keuangan, mendukung program penanggulangan kemiskinan serta mengurangi
kesenjangan antar manusia dan antar daerah.
Berdasarkan data dari Menko Perekonomian tahun 2018 diperoleh informasi tentang presentase
kepemilikan rekening yang ditunjukan dalam gambar 2 dibawah ini.
4.79% 5.02% 5.07% 5.17% 5.02%
11.22% 10.70% 10.12% 9.82% 9.41%
0.402 0.394 0.391 0.384 0.382
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
0.4
0.45
2015 2016 2017 2018 2019
Pertumbuhan Ekonomi Kemiskinan Gini Ratio
Gambar 2 : Persentase Kepemilikan Rekening Penduduk Dewasa di Indonesia
Sumber : Menko Perekonomian (2018)
Gambar 2 menjelaskan tentang keterjangkauan masyarakat terhadap jasa keuangan dimana
pada tahun 2011 persentase kepemilikan rekening penduduk dewasa di Indonesia hanya sebesar 20
persen. Tren keterjangkauan masyarakat terhadap jasa keuangan ini terus meningkat sampai pada
tahun 2017 menunjukan angka sebesar 48,9 persen. Angka 48,9 persen menunjukan bahwa
mayoritas masyarakat di Indonesia belum memiliki rekening atau dapat dikatan mayoritas
penduduk di Indonesia belum dapat menjangkau jasa keuangan formal khususnya perbankan
karena adanya suatu hambatan. Kelompok masyarakat yang memiliki hambatan sehingga belum
dapat menjangkau jasa keuangan formal dinamakan unbanked people
Di Indonesia terdapat lembaga yang mengukur Indeks inklusi keuangan melalui surveinya
yaitu OJK.
Gambar 3 : Indeks Inklusi Keuangan di Indonesia
Sumber : OJK (2016)
20
36
48.9
0
10
20
30
40
50
60
2011 2014 2017
Gambar 3 menunjukan Indeks Inklusi Keuangan di masing-masing provinsi di Indonesia dalam
survei nasional literasi keuangan dan inklusi keuangan yang dilakukan oleh OJK pada tahun 2016
dimana perolehan total Indeks Inklusi Keuangan di Indonesia adalah sebesar 67,82 persen.
Provinsi dengan perolehan Indeks Inklusi Keuangan terbesar adalah provinsi DKI Jakarta yaitu
sebesar 78,18 persen, sedangkan provinsi dengan perolehan Indeks Inklusi Keuangan terkecil
adalah provinsi Papua Barat yaitu sebesar 58,55 persen. OJK melakukan survei terhadap Indeks
Inklusi Keuangan pada tahun 2013 dan 2016 yang hasilnya masing-masing adalah 59,74 persen
dan 67,82 persen. Dapat dilihat perkembangan dari Indeks Inklusi Keuangan di Indonesia sejak
tahun 2013 hingga tahun 2016 mengalami peningkatan sebesar 8,08 persen. Dari hasil survei
Indeks Inklusi Keuangan pada tahun 2016 tersebut, dapat diasumsikan bahwa 100 orang penduduk
di indonesia hanya ada 68 orang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam mengakses
layanan jasa keuangan.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, pemerintah
sudah menentukan pencapaian pertumbuhan ekonomi pada tahun 2019 sebesar 8%. Sesuai dengan
isi RPJMN 2015-2019 stabilitas sistem keuangan domestik, perluasan jalur keuangan dan
penfokusan sektor keuangan perlu dilakukan untuk mencapai angka yang telah ditetapkan untuk
pertumbuhan ekonomi tersebut. Hal ini dilakukan agar produk jasa keuangan seperti kredit dapat
digunakan oleh seluruh lapisan masyarakat untuk kegiatan produktif, yang nantinya akan
meningkatkan produktivitas masyarakat sehingga tingkat tabungan, investasi, dan akumulasi
modal. Jadi strategi inklusi keuangan dibutuhkan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang
inklusif.
Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini dirancang dalam judul “Analisis Pengaruh Inklusi
Keuangan, Ketimpangan, dan kemiskinan terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia tahun
2015-2019”
B. TINJAUAN PUSTAKA
Inklusi Keuangan
Bank Dunia (2018) mendefinisikan keuangan inklusif sebagai kondisi ketika setiap individu
memiliki akses ke bermacam layanan keuangan formal (industri perbankan, perasuransian, dana
pensiun, pasar modal) yang memiliki kualitas yang lancar, tempat waktu, dan aman dengan biaya
terjangkau yang cocoki dengan hal yang dibutuhkan dan sesuai dengan kemampuan tiap-tiap individu
dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Indeks Inklusi Keuangan
Strategi inklusi keuangan memerlukan suatu ukuran kinerja untuk mengetahui sampai mana
perkembangannya. Sarma (2008) mengembangkan perhitungan IIK memiliki Indeks yang dapat
dijadikan ukuran sebuah negara dalam mengembangkan keuangan inklusif dalam tiga dimensi yaitu
dimensi penetrasi perbankan, ketersediaan, kegunaan.
Indeks inklusi keuangan ini berpedoman dengan cara perhitungan yang telah digunakan oleh Sarma
(2012). Sebelum perhitungan dari indeks inklusi keuangan dilakukan, perlu dinormalisasikan indikator
dari setiap dimensi dengan menggunakan rumus berikut:
di = wi(A_i-m_i)/(M_i-m_i ) ; i = 1,2,3..................... (a)
di = Indikator yang sudah dinormalisasi untuk dimensi i
wi = Bobot untuk dimensi i, 0 ≤ wi ≤ 1
Ai = Nilai terkini dari peubah i
mi = Nilai minimum dari peubah i
Mi = Nilai maksimum dari peubah i
Persamaan (a) akan menghasilkan nilai 0 < di < 1. Semakin tinggi nilai di, berarti semakin tinggi
pula perolehan provinsi pada dimensi i. Terdapat tiga dimensi dari inklusi keuangan yang dihitung,
yaitu p untuk penetrasi, a untuk ketersediaan, dan u untuk kegunaan,
Letak titik X, O, dan W merupakan faktor yang penting saat mengukur tingkat keuangan inklusi
keuangan provinsi. Semakin besar jarak antara titik X dengan titik O, menunjukan tingkat inklusi
keuangannya yang semakin tinggi sedangkan semakin kecil jarak antara titik W dengan titik X, berarti
tingkat inklusi keuangan juga semakin tinggi. Kedua jarak tersebut dinormalisasi dengan jarak W dan O
agar nilainya antara 0 dan 1. Semakin tinggi nilai indeks, menunjukan sistem keuangan yang semakin
inklusif.
apabila jarak antara titik O dengan titik X dilambangkan dengan X1, yaitu:
X1 = √(dp^2+da^2+du^2 )/√(wp^2+wa^2+wu^2 ) ...................................................................... .... (b)
Dan jarak antara titik X dengan titik W dilambangkan dengan X2
X2=1-√(〖(wp-dp)〗^2+〖(wa-da)〗^2+(wu-du)^2)/√(wp^2+wa^2+wu^2) ................................ (c)
jadi nilai indeks inklusi keuangan adalah rata-rata keduanya,
IIK= 1/2 [X1 + X2]............................................................................................................................ (d)
Jika digambarkan ke dalam ruang tiga dimensi, maka indeks inklusi keuangan adalah sebagai
berikut :
Sumber : Sarma (2012)
Nilai Indeks Inklusi Keuangan berada diantara 0 dan wi. Titik O = (0,0,0) pada ruang tiga dimensi
menunjukkan titik kondisi inklusi keuangan yang buruk. Titik X = (dp, da, du) pada ruang tiga dimensi
menunjukan pencapaian inklusi keuangan provinsi, sedangkan titik W (wp, wa, wu) menunjukkan
kondisi inklusi keuangan yang ideal dari setiap dimensi. Dalam penelitian ini diasumsikan bobot yang
digunakan untuk seluruh dimensi bernilai sama (wi = 1). Dengan merujuk dalam penelitian Sarma
(2012), dimana seluruh dimensi memilki bobot yang sama, penelitian ini mengasumsikan bahwa setiap
dimensi memiliki peranan yang sama dalam menentukan tingkat inklusi keuangan.
Ketimpangan
Simon Kuznetz (1955) memberi pemahaman tentang kurva kuznet “U-Terbalik”. Ia mengatakan
bahwa pada tahap awal pembangunan, kesenjangan pendapatan akan semakin tidak merata, namun bila
mencapai titik pembangunan tertentu, distribusi pendapatan akan menuju ke arah sebaliknya atau dapat
dikatakan lebih baik. pemahaman tersebut ditunjukan oleh gambar 2.3 dimana dalam jangka pendek
pertumbuhan pendapatan per kapita dengan distribusi pendapatan berhubungan positif sedangkan untuk
jangka panjang hubungannya menjadi negatif.
Gambar 4 : Kurva Kuznet
Sumber : Todaro (2006)
Indeks gini merupakan koefisien yang terletak antara nol hingga satu. Berikut adalah
pengklasifikasian tingkat ketimpangan pendapatan :
a. G < 0,3 artinya ketimpangan yang tergolong rendah
b. 0,3 < G < 0,5 artinya ketimpangan yang tergolong sedang
c. G > 0,5 artinya tingkat ketimpangan yang tergolong tinggi
Kemiskinan
Kemiskinan menurut Soekanto (1982) didefinisikan yaitu sebagai keadaan ketika seseorang tidak
mampu merawat dirinya setara dengan standar kehidupan kelompok serta tidak mampu menggunakan
fisik ataupun tenaga mentalnya, dalam kelompoknya. Teori lingkaran setan kemiskinan dijelaskan oleh
Ragnar Nurkse (1953) yang menyatakan bahwa “a poor country is poor because it is poor”. Adanya
keterbelakangan, kurangnya modal, dan ketidaksempurnaan pasar mengakibatkan rendahnya
produktivitas. Produktivitas yang rendah akan menyebabkan pendapatan yang rendah, sehingga
tabungan dan investasi pun ikut rendah. Berikut gambar lingkaran setan kemiskinan.
Gambar 5 : Lingkaran Setan Kemiskinan
Sumber : Nurkse (1953) dalam Kuncoro (2004)
Pertumbuhan Ekonomi
Sukirno (2004) menjelaskan bahaw umumnya, pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai
peningkatan kemampuan dalam produksi baik barang maupun jasa dalam suatu perekonomian. Kuznets
(1971), mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai meningkatnya kapasitas dari negara yang
tersebut untuk mengadakan berbagai barang ekonomi bagi penduduknya dalam jangka panjang.
Kenaikan kapasitas tersebut ditentukan oleh adanya perubahan kearah yang lebih baik atau adanya
penyesuaian- penyesuaian yang bersifat teknologi kelembagaan.
Dalam teori solow dijelaskan bahwa tabungan, perkembangan teknologi, dan pertambahan populasi
memiliki pengaruh pada tingkat output serta pertambahanya sepanjang waktu. Model pertumbuhan
solow dibuat untuk memperlihatkan pengaruh antara pertambahan persediaan stok, kemajuan teknologi,
dan angkatan kerja dalam perekonomian, serta bagaimana hal tersebut berpengaruh secara keseluruhan
terhadap output barang dan jasa pada suatu negara. Tingkat tabungan pada perekonomian merupakan
patokan persediaan modal pada tingkat produksinya dalam jangka panjang, sehingga semakin tinggi
tingkat tabungan, berarti semakin tinggi pula tinggi persediaan stok dan tingkat outputnya.
C. METODELOGI PENELITIAN
Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan
pendekatan kuantitatif. Menurut (Sugiyono, 2011) penelitian deskriptif adalah sebuah penelitian
deskriptif yang bertujuan untuk memberikan atau menjabarkan suatu keadaan atau fenomena yang
terjadi saat ini dengan menggunakan prosedur ilmiah untuk menjawab masalah secara aktual.
Penelitian deskriptif akan mampu menghilangkan spekulasi dan penilaian yang muncul hanya
karena kesan semata-mata (Morissan, 2012). Pendekatan kuantitatif memusatkan perhatian pada gejala –
gejala yang mempunyai karakteristik tertentu didalam kehidupan manusia yang dinamakannya sebagai
variabel.
Obyek Penelitian
Obyek dalam penelitian ini adalah analisis pengaruh inklusi keuangan, ketimpangan, dan kemiskinan
terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia tahun 2015-2019. Dalam hal ini akan dilakukan pemilihan
provinsi sesuai dengan pengelompokan dalam tipologi klassen. Analisis tipologi klassen digunakan untuk
mengetahui gambaran tentang struktur ekonomi masing-masing daerah. Nantinya akan dipilih kuadran yang
memiliki anggota provinsi yang paling banyak. Pemilihan ruang lingkup tersebut berdasarkan ketersediaan data
yang sudah ada di lembaga terkait.
Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini berdasarkan sumber datanya berjenis penelitian sekunder karena data yang diterbitkan oleh
organisasi. Sumber data yang digunakan untuk memperoleh data sekunder pada penelitian ini berasal dari
website BI, OJK, BPS, dan Statistik perbankan Indonesia.
Metode analisis data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi data panel. Data panel
adalah gabungan antara cross section dengan time series.
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Tipologi Klassen
Gambar 6 : Hasil Uji Tipologi klassen
Sumber : Spss, diolah penulis, 2020
Berdasarkan hasil analisis tipologi klassen tersebut dipilih kuadran 3 karena yang memiliki
anggota provinsi paling banyak yaitu dengan jumlah 15 provinsi yang anggota provinsi tersebut
adalah Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, Banten, Bali, Sulawesi
Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat,
Maluku, Maluku Barat.
Pemilihan Model Data Panel
Hasil uji yang membandingkan antara CEM dengan FEM dapat dilihat sebagai berikut :
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects
Effects Test Statistic d.f. Prob.
Cross-section F 11.638 (14,57) 0.000
Cross-section Chi-square 101.271 14 0.000
Hasil uji chow diatas menunjukkan metode estimasi terbaik antara common effect dan fixed
effect adalah fixed effect. Hal ini karena nilai probabilitas 0.000 dimana nilai ini kurang dari 0.05
yang artinya bahwa H1 diterima.
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: Untitled
Test cross-section random effects
Test Summary
Chi-Sq.
Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 18.726 3 0.000
Berdasarkan hasil uji hausmann didapatkan bahwa model terbaik antara fixed effect dan
Random effect model adalah fixed effect. Hal ini karena nilai probabilitas 0.000 lebih kecil dari
0.05 atau menolak H0. Hal ini menunjukkan bahwa Fixed Effect Model lebih baik dari pada
Random effect model. Uji Hausman dan Uji Chow menunjukkan metode estimasi terbaik yang
digunakan dalam penelitian ini dengan Model fixed effect, sehingga tidak perlu dilakukan uji
Lagrange-multiplier.
Uji Multikolinearitas
X1 X2 X3
X1 1.000 -0.266 0.186
X2 -0.266 1.000 0.012
X3 0.186 0.012 1.000
Hasil pengujian dari masing-masing variabel bebas memiliki korelasi lebih kecil dari 0,8 yang
berarti H0 diterima. Dari hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi
multikolinearitas antar variabel bebas. Dengan demikian tidak terdapat multikolinearitas dalam
model.
Uji Autokorelasi
Diketahui nilai uji Durbin Watson statistik sebesar 1,789. Nilai tersebut terletak antara 1.709
dan 2.281. Berdasarkan daerah distribusi diatas dapat disimpulkan bahwa H1 ditolak, sehingga
dapat disimpulkan bahwa asumsi tidak terdapat autokorelasi telah terpenuhi atau tidak terdapat
autokorelasi dalam model.
Uji Heteroskedastisitas
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.025 0.161 0.152 0.880
X1 -0.025 0.049 -0.511 0.611
X2 0.016 0.042 0.382 0.704
X3 0.010 0.133 0.076 0.940
Dari hasil uji heteroskedastisitas didapatkan bahwa nilai prob seluruh variabel adalah > α (α =
0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah heteroskedastisitas.
Model Durbin-Watson
FEM 1,789
Pengujian Hipotesis
Model terbaik dari penelitian ini adalah fixed effect model. Hasi regresi data panel adalah
sebagai berikut :
Berdasarkan hasil output regresi tersebut, adapun persamaan regresi yang didapatkan
berdasarkan Tabel 4.6 adalah sebagai berikut :
Yt = -0,838 – 0,245 X1 – 0,488 X2 + 0,964 X3
Dari persamaan di atas dapat diketahui bahwa nilai konstanta atau intersep adalah -0,838.
Setiap kenaikan variabel inklusi keuangan, akan menurunkan variabel pertumbuhan ekonomi
sebesar 0,245 satuan dengan asumsi variabel yang lainnya dianggap konstan. Setiap kenaikan
variabel tingkat kemiskinan, akan menurunkan variabel pertumbuhan ekonomi sebesar 0,488
satuan dengan asumsi variabel lainnya dianggap konstan, dan setiap kenaikan variabel tingkat
ketimpangan akan meningkatkan variabel pertumbuhan ekonomi sebesar 0,964 satuan dengan
asumsi variabel lainnya dianggap konstan.
Koefisien Determinasi (R-Squared)
Dari analisis pada hasil regresi data panel diperoleh hasil adjusted R (koefisien determinasi)
adalah sebesar 0,691. Hal ini berarti 69,1% variabel pertumbuhan ekonomi dipengaruhi atau dapat
dijelaskan oleh variabel bebasnya, yaitu Variabel Inklusi keuangan (X1), Variabel tingkat
kemiskinan (X2), Variabel tingkat ketimpangan (X3). Sedangkan sisanya 30,9% dipengaruhi oleh
variabel-variabel yang lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini.
UJI F
Berdasarkan hasil regresi data panel didapatkan nilai F hitung sebesar 10,725. Sedangkan F
tabel (α = 0.05 ; db regresi = 3 : db residual = 71) adalah sebesar 2,734. Karena F hitung > F tabel
yaitu 10,725 > 2,734. Nilai Prob F (0,000) < α = 0.05, hal ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima
sehingga dapat disimpulkan bahwa Variabel Variabel inklusi keuangan (X1), Variabel tingkat
kemiskinan (X2), Variabel tingkat ketimpangan (X3) berpengaruh signifikan terhadap Variabel
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -0.838 0.382 -2.194 0.032
X1 -0.245 0.117 -2.090 0.041
X2 -0.488 0.101 -4.856 0.000
X3 0.964 0.316 3.052 0.003
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared 0.762 Mean dependent var -2.797
Adjusted R-squared 0.691 S.D. dependent var 0.170
S.E. of regression 0.094 Akaike info criterion -1.677
Sum squared resid 0.508 Schwarz criterion -1.121
Log likelihood 80.903 Hannan-Quinn criter. -1.455
F-statistic 10.725 Durbin-Watson stat 1.789
Prob(F-statistic) 0.000
pertumbuhan ekonomi (Y) di Indonesia periode tahun 2015-2019
Uji-t
Berdasarkan hasil regresi data panel didapatkan :
1. Pengaruh Inklusi Keuangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Nilai t-hitung dari inklusi keuangan pada hasil analisis menggunakan metode regresi panel
FEM, diperoleh nilai t hitung sebesar 2,090 Sedangkan t tabel (α = 0.05 ; db residual = 71) adalah
sebesar 1,994. Hal ini menunjukan H1 diterima karena t hitung > t tabel. Selain itu nilai dari prob
nya sebesar 0,041 dimana lebih kecil dari signifikansi 0,05 yang berarti H1 diterima. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa variabel inklusi keuangan berpengaruh signifikan terhadap Variabel
pertumbuhan ekonomi di Indonesia periode tahun 2015-2019.
2. Pengaruh Kemiskinan terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Nilai t-hitung dari tingkat kemiskinan pada hasil analisis menggunakan metode regresi panel
FEM, diperoleh nilai t hitung sebesar 4,856 Sedangkan t tabel adalah sebesar 1,994. Hal ini
menunjukan H1 diterima karena t hitung > t tabel. Selain itu nilai dari prob nya sebesar 0,000
dimana lebih kecil dari signifikansi 0,05 yang berarti H1 diterima. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa variabel tingkat kemiskinan berpengaruh signifikan terhadap Variabel pertumbuhan
ekonomi di Indonesia periode tahun 2015-2019.
3. Pengaruh Ketimpangan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Nilai t-hitung dari tingkat ketimpangan pada hasil analisis menggunakan metode regresi panel
FEM, diperoleh nilai t hitung sebesar 3,052 Sedangkan t tabel adalah sebesar 1,994. Hal ini
menunjukan H1 diterima karena t hitung > t tabel. Selain itu nilai dari prob nya sebesar 0,003
dimana lebih kecil dari signifikansi 0,05 yang berarti H1 diterima. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa variabel tingkat ketimpangan berpengaruh signifikan terhadap Variabel pertumbuhan
ekonomi di Indonesia periode tahun 2015-2019.
Hubungan Inklusi Keuangan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Hubungan inklusi keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi adalah signifikan dengan arah
negatif. Dalam penelitian Kim (2015) menyatakan bahwa inklusi keuangan dapat mengubah
hubungan negatif antara ketimpangan dengan pertumbuhan ekonomi (trade-off antara pertumbuhan
dan ketimpangan) menjadi positif (mengurangi ketimpangan dan mendorong pertumbuhan), efek
ini didorong oleh negara yang berpenghasilan tinggi. Dalam hal ini hubungan negatif berhubungan
dengan penggunaan 15 sampel provinsi di Indonesia yang terdapat dalam kuadran tiga klassen,
dimana kuadran tiga klassen adalah daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi, tetapi
tingkat pendapatan per kapita lebih rendah. Dalam hal ini berarti pertumbuhan ekonomi yang
tinggi tercipta karena adanya tingkat ketimpangan yang tergolong sedang dalam provinsi anggota
kuadran 3 tersebut atau dapat dikatakan masih terjadinya trade-off dalam peningkatan
pertumbuhan ekonomi di daerah ini. Hal ini menyebabkan masih adanya kenaikan pendapatan
segelintir orang yang ekstrim yang menggenjot pertumbuhan ekonomi, dengan kata lain ini sejalan
dengan pandangan tradisional dimana dalam kuadran ini ketimpangan masih mendominasi dalam
upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi, sehingga dapat dikatakan pertumbuhan ekonomi yang
seperti ini adalah pertumbuhan yang menyengsarakan.
Inklusi keuangan disini belum bisa secara efektif meningkatkan pendapatan banyak orang serta
menurunkan hambatan yang memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Hubungan Kemiskinan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Hubungan antara kemiskinan terhadap pertumbuhan ekonomi adalah signifikan kearah negatif.
Sesuai dengan teori lingkaran setan kemiskinan yang diungkapkan Nurske dalam Kuncoro (2006),
ada 2 sudut pandang yang menghambat negara berkembang dalam mencapai pembangunan yang
pesat yaitu dari segi penawaran modal dan permintaan modal
Dari segi penawaran (supply), rendahnya produktivitas akan menyebabkan pendapatan yang
rendah. Pendapatan yang rendah menyebabkan ketidaksanggupan untuk menabung sehingga
tabungan juga rendah. Rendahnya tingkat tabungan akan menyebabkan tingkat investasi rendah.
Ini akan menyebabkan suatu negara menghadapi akumulasi pembentukan modal yang rendah.
Rendahnya akumulasi pembentukan modal akan kembali menurunkan produktivitas seseorang.
Selanjutnya dari sudut pandang permintaan (demand) rendahnya produktivitas akan menyebabkan
pendapatan yang rendah. Pendapatan yang rendah menyebabkan sesorang tidak bisa membeli
banyak barang sehingga permintaannya rendah. Permintaan yang rendah akan menyebabkan
tingkat investasi juga rendah. Rendahnya tingkat investasi akan menyebabkan suatu negara
menghadapi akumulasi pembentukan modal yang rendah. Pembentukan modal yang rendah
nantinya akan menurunkan tingkat produktivitas seseorang. Hubungan negatif ini terjadi karena
peningkatan kemiskinan, mengindikasikan rendahnya produktivitas masyarakat, yang nantinya
akan menurunkan tingkat pertumbuhan ekonomi, begitupun sebaliknya.
Hal ini menunjukan pentingnya menurunkan hambatan-hambatan yang memperlambat
pertumbuhan ekonomi, misalnya kemiskinan agar pertumbuhan ekonomi dapat lebih cepat
meningkat dan dapat memberikan manfaat yang lebih luas apabila tercapainya pertumbuhan yang
inklusif.
Hubungan Ketimpangan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Hubungan antara ketimpangan terhadap pertumbuhan ekonomi adalah signifikan kearah positif.
Hal ini sejalan dengan penelitian Kuznets menjelaskan tentang suatu hipotesis mengenai hubungan
antara pertumbuhan ekonomi suatu negara dengan ketimpangan distribusi pendapatan diantara
penduduknya dengan pemberian pemahamannya yaitu kurva kuznets “U- terbalik” dimana pada
tahap awal pembangunan dimulai, distribusi pendapatan akan semakin tidak merata, namun setelah
mencapai titik pembangunan tertentu, distribusi pendapatan akan menuju ke arah yang lebih baik.
Dalam hal ini peningkatan pendapatan segelintir orang secara ekstrim mampu mempercepat
pertumbuhan ekonomi, dan juga sesuai dengan pandangan Mercado (2002) yang merupakan
penganut neo klasik yang percaya pada proses trickle down effect, dimana dalam pandangan ini
akan memfokuskan pertumbuhan di kota pusat pertumbuhan yang nantinya akan menyebar dengan
sendirinya ke daerah sekitar pusat pertumbuhan, sehingga daerah yang tertinggal juga akan maju
dengan sendirinya.
Pertumbuhan ekonomi yang seperti ini merupakan pertumbuhan ekonomi yang tidak
diharapkan karena pertumbuhan ekonomi ini merupakan pertumbuhan yang menyengsarakan
karena hasil dari peningkatan pertumbuhan ekonomi hanya dapat dirasakan oleh segelintir orang,
hal ini akibat dari peningkatan pertumbuhan ekonomi yang dilakukan oleh segelintir orang.
E. KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan estimasi mengenai pengaruh inklusi keuangan, kemiskinan, dan
ketimpangan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia selama periode tahun 2015-2019, diperoleh
kesimpulan sebagai berikut :
1. Inklusi keuangan di provinsi yang termasuk dalam kuadran tiga klassen berpengaruh negatif
terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan anggota kuadran tiga klassen adalah provinsi
yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi tingkat pendapatan perkapita yang
lebih rendah. Dapat dikatakan masih berlakunya trade-off dalam peningkatan pertumbuhan
ekonomi disini. Inklusi keuangan akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi apabila
provinsi memiliki pendapatan daerah yang tinggi.
2. Peningkatan kemiskinan, mengindikasikan rendahnya produktivitas masyarakat. Rendahnya
produktivitas masyarakat akan menyebabkan pendapatan yang rendah, pendapatan yang rendah ini
akan menyebabkan tingkat tabungan dan tingkat investasi rendah, rendahnya tingkat investasi akan
menyebabkan akumulasi modal yang rendah. Hal ini nantinya akan menurunkan tingkat
pertumbuhan ekonomi sehingga kemiskinan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi.
3. Kenaikan pendapatan segelintir orang yang ekstrim masih diperlukan untuk menggenjot
pertumbuhan ekonomi, hal ini sejalan dengan pandangan tradisional dimana dalam kuadran ini
ketimpangan merupakan syarat dalam upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat.
SARAN
Berdasarkan keterbatasan dari penelitian ini, saran yang disampaikan adalah sebagai berikut :
1. Untuk penelitian selanjutnya dapat memperhatikan variabel dalam penelitian ini karena memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pemerintah dalah menentukan kebijakan terkait
peningkatan pertumbuhan ekonomi dengan mempertimbangkan kondisi dari tiap provinsi yang
berbeda-beda. Selain itu, pemerintah diharapkan tidak hanya melihat dari tingginya pertumbuhan
ekonomi yang dicapai tetapi juga dapat memperhatikan tingkat inklusi keuangan, ketimpangan,
dan kemiskinan. Hal tersebut dapat memungkinkan adanya pertumbuhan yang inklusif.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu sehingga
penulisan jurnal publikasi ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih khusus juga penulis
sampaikan kepada Asosiasi Dosen Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya dan Program Studi
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya yang memungkinkan
jurnal ini bisa diterbitkan.
DAFTAR PUSTAKA
Ajija, R. d. (2011). Cara Cerdas Menguasai Eviews. Jakarta: Salemba Empat.
Alexander. (1994). Pengertian pembangunan menurut Prof.Dr.H.Syamsiah Badrudin,M.Si.
Retrieved 01 20, 2020, from Website Resmi Pemerintah Kabupaten Buleleng:
https://bulelengkab.go.id/detail/artikel/pengertian-pembangunan-menurut-
profdrhsyamsiah-badrudinmsi-20
Anderloni, L., Bayot, B., Bledowski, P., IwaniczDrozdowska, M., & Kempson, E. (2008).
FINANCIAL SERVICES PROVISION AND PREVENTION OF FINANCIAL
EXCLUSION. Financial Exclusion.
Arsyad, L. (2010). Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan STIM
YKPN Yogyakarta.
Badan Pusat Statistik. (n.d.). Pertumbuhan Ekonomi, Ketimpangan, dan Kemiskinan di
Indonesia. Retrieved from Badan Pusat Statistik: https://www.bps.go.id/
Baldwin, C. (1986). Counseling & Development.
BI. (2014). BOOKLET KEUANGAN INKLUSIF. Retrieved from Departemen
Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Bank Indonesia:
file:///C:/Users/Notbook/Downloads/Buku%20Saku%20Keuangan%20Inklusif.pdf
BPS. (n.d.). Kemiskinan dan Ketimpangan. Retrieved from Badan Pusat Statistik:
https://www.bps.go.id/subject/23/kemiskinan-dan-ketimpangan.html
Chatterjee, A. (2020). Financial Inclusion, Information and Communication Technology
Diffusion, and Economic Growth: a panel data analysis. Financial Inclusion.
Damaianti, S. d. (2011). Metode penelitian pendidikan bahasa. Bandung: remaja rosdakarya.
Ghozali, I. (2013). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21 update PLS
Regresi. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Gujarati. (2010). Dasar-Dasar Ekonometrika edisi 5. Jakarta: Salemba Empat.
Gujarati. (2012). Dasar-Dasar Ekonometrika buku 2 edisi 5. Jakarta: Salemba Empat.
Gujarati. (2015). Dasar-Dasar Ekonometrika. Jakarta: Salemba Empat.
Gujarati, D. (2012). Dasar-dasar Ekonometrika. Jakarta: Salemba Empat.
Hartono, B. (2008). Analisis Ketimpangan Pembangunan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah.
Iskandar. (2008). Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan kualitatif).
Jakarta: GP Press.
Jhingan, M. (2003). Ekonomi Pembangunan. Jakarta: Erlangga.
Jhingan, M. (2004). Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan,. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Kasiram, M. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif-Kualitatif. Malang: UIN Malang Press.
Kempson, E., & Whyley, C. (1999). Kept out or opted out? understanding and combating
financial exclusion. Bristol: Policy Press.
Kim, J. H. (2015). A Study on the Effect of Financial Inclusion on the Relationship Between
Income Inequality and Economic Growth. Financial Inclusion.
Kuncoro, M. (2004). Otonomi dan Pembangunan Daerah. Jakarta: Erlangga.
Kuncoro, M. (2006). Ekonomika Pembangunan, Teori, Masalah, dan Kebijakan. Yogyakarta:
UPP AMP YKPN.
Kuncoro, M. (2007). Metode Kuantitatif, Teori, dan Aplikasi untuk Bisnis dan Ekonomi.
Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Kuznets, S. (1955). Economic Growth and Income Inequality. Economic.
Kuznets, S. (1971). Economic Growth of Nations. Cambridge: Harvard University Press.
Leyshon, A., & Thrift, N. (1995). Geographies of Financial Exclusion: Financial
Abandonment in Britain and the United States. Financial Exclusion.
Menko Perekonomian. (2018). Hanya Separuh Penduduk Dewasa di Indonesia yang Memiliki
Rekening. Retrieved from Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian Republik
Indonesia: https://www.ekon.go.id/cari?query=kepemilikan
Mercado, R. (2002). Regional Development in the Philippine: A Review of Experience, State
of the Art and Agenda for Research and Action. Development Studies .
National Australia Bank. (2012). Measuring Financial Exclusion In Australia. Retrieved from
NAB: https://www.nab.com.au/content/dam/nabrwd/documents/reports/financial/2012-
measuring-financial-exclusion-in-australia.pdf
Ningrum, D. K. (2017). ANALISIS PENGARUH INKLUSI KEUANGAN TERHADAP
PERTUMBUHAN EKONOMI, KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN DI JAWA
TIMUR PERIODE TAHUN 2011- 2015. Inklusi Keuangan.
Nurkse, R. (1953). Problems of Capital Formation in Underdeveloped Countries. Economic.
OJK. (2016). SURVEI NASIONAL LITERASI DAN INKLUSI KEUANGAN 2016.
Retrieved from Otoritas Jasa Keuangan: https://www.ojk.go.id/id/berita-dan-
kegiatan/siaran-pers/Documents/Pages/Siaran-Pers-OJK-Indeks-Literasi-dan-Inklusi-
Keuangan-
Meningkat/17.01.23%20Tayangan%20%20Presscon%20%20nett.compressed.pdf
OJK. (2017). STRATEGI NASIONAL LITERASI KEUANGAN INDONESIA (Revisit
2017). Retrieved from OJK: https://www.ojk.go.id/id/berita-dan-
kegiatan/publikasi/Documents/Pages/Strategi-Nasional-Literasi-Keuangan-Indonesia-
(Revisit-2017)-/SNLKI%20(Revisit%202017)-new.pdf
Purba, M. F. (2016). Analisis Keterkaitan Indeks Inklusi Keuangan Terhadap Kemiskinan dan
Ketimpangan Pendapatan Jawa Tengah 2010-2014. Inklusi Keuangan.
Sadono, S. (2004). Pengantar Teori Makroekonomi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sadono, S. (2006). Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah, dan Dasar. Jakarta: Prenada
Media Group.
Sanjaya, I. M., & Nursechafia. (2016). NKLUSI KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN
INKLUSIF: ANALISIS ANTAR PROVINSI DI INDONEIA. Inklusi Keuangan.
Sanusi, A. (2011). Metode Penelitian Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.
Sarma, M. (2008). Index of Financial Inclusion. Financial Inclusion.
Sarma, M. (2012). Index of Financial Inclusion – A measure of financial. Money, Finance,
Trade, and Development.
Sarwono, J. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sjahrir. (1986). Ekonomi Politik. Jakarta: LP3ES.
Smith, A. (1776). An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations. London:
W. Strahan and T. Cadell.
Soekanto, S. (1982). Sosiologi hukum dalam masyarakat . Jakarta: CV Rajawali.
Solow, R. M. (1956). A Contribution to the Theory of Economic Growth. The Quarterly
Journal of Economics.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
ALFABETA.
Suhariyanto. (2019). BPS : Pertumbuhan Ekonomi Kuartal III/2019 Capai 5,02 Persen.
Retrieved from Bisnis: https://ekonomi.bisnis.com/read/20191105/9/1166959/bps-
pertumbuhan-ekonomi-kuartal-iii2019-capai-502-persen
Sukirno, S. (2001). Pengantar Teori Makro Ekonomi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Tiwari, A. K., Shahbaz, M., & Islam, F. (2013). The impact of financial development on the
rural‐urban income inequality in India using annual data from 1965 to 2008. International
Journal of Social Economics.
Todaro, M. (2006). Pengembangan Ekonomi Dunia Ketiga. Edisi Kedelapan. . Jakarta:
Erlangga.
Todaro, M. P. (1997). Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jilid 1 & 2. Jakarta: Erlangga.
Todaro, M., & Smith, S. (2006). Pembangunan Ekonomi. Edisi kesembilan. Jakarta: Erlangga.
Todaro, M., & Smith, S. (2015). Economic Development 12th edition. New York: Pearson
Ltd.
Todaro.M.p, & Smith.S.C. (2011). Pembangunan Ekonomi. Jakarta: Erlangga.
Todaro.M.P, & Smith.S.C. (2011). Pembangunan Ekonomi . Jakarta: Erlangga.
Van, L. T.-H., The-vo, A., Nguyen, N. T., & VO, D. H. (2019). Financial Inclusion and
Economic Growth: An International Evidence. Financial Inclusion.
Warsame, Mohamed, & Hersi. (2009). The role of Islamic finance in tackling financial
exclusion in the UK. Finance.
World Bank. (2018). Financial Inclusion. Retrieved from The World Bank:
https://www.worldbank.org/en/topic/financialinclusion/overview
Yustika, A. E. (2007). Perekonomian Indonesia. Malang: BPFE Unibraw.
Yusuf, M. (2014). Metode Penelitian : Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan edisi
pertama. Jakarta: Kencana