makalah imunologi penyakit rahang , sendi rahang dan wajah
TRANSCRIPT
PENDAHULUAN
Sistem imun itu seperti pedang bermata dua. Di satu sisi kita sangat bergantung pada
sistem imunitas yang utuh ; seperti pada saat gangguan bakteri ataupun protein asing
menyerang tubuh,maka sistem imun akan melakukan upaya pertahan tubuh dari bakteri atau
pun benda asing tersebut. Disisi lain sistem imun merupakan ”penjahat” yang berada di balik
penolakan terhadap jaringan yang ditransplantasikan, dan imunitas yang hiperaktif atau
imunitas terhadap jaringan sendiri ( autoimunitas ) dan dapat menyebabkan ketidakberdayaan
atau bahkan penyakit yang fatal.
Imunitas adalah resistensi terhadap penyakit terutama infeksi. Gabungan sel, molekul
dan jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap infeksi disebut sistem imun. Sedangkan
imunologi adalah suatu cabang yang luas dari ilmu biomedis yang mencakup kajian
mengenai semua aspek sistem imun (kekebalan) pada semua organisme. Imunologi antara
lain mempelajari peranan fisiologis sistem imum baik dalam keadaan sehat maupun sakit;
malafungsi sistem imun pada gangguan imunologi (penyakit autoimun, hipersensitivitas,
defisiensi imun, penolakan allograft) karakteristik fisik, kimiawi, dan fisiologis komponen-
komponen sistem imun in vitro, in situ, dan in vivo. Imunologi memiliki berbagai penerapan
pada berbagai disiplin ilmu dan karenanya dipecah menjadi beberapa subdisiplin.
Berdasarkan penjelasan diatas penulis akan memaparkan beberapa penyakit yang
berhubungan dengan imunitas pada wajah, rahang dan sendi rahang. Penyakit itu diantaranya
osteomielitis rahang dan
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 SEJARAH IMUNOLOGI DAN PARA TOKOHNYA
Sebutan imunitas yang pertama kali diketahui adalah selama wabah Athena tahun 430
SM. Thucydides mencatat bahwa orang yang sembuh dari penyakit sebelumnya dapat
mengobati penyakit tanpa terkena penyakit sekali lagi. Observasi imunitas nantinya diteliti
oleh Louis Pasteur pada perkembangan vaksinasi dan teori penyakit kuman. Teori Pasteur
merupakan perlawanan dari teori penyakit saat itu, seperti teori penyakit miasma. Robert
Koch membuktikan teori ini pada tahun 1891, untuk itu ia diberikan hadiah nobel pada tahun
1905. Ia membuktikan bahwa mikroorganisme merupakan penyebab dari penyakit infeksi.
Virus dikonfirmasi sebagai patogen manusia pada tahun 1901 dengan penemuan virus
demam kuning oleh Walter Reed.
Imunologi membuat perkembangan hebat pada akhir abad ke-19 melalui
perkembangan cepat pada penelitian imunitas humoral dan imunitas selular. Paul Ehrlich
mengusulkan teori rantai-sisi yang menjelaskan spesifisitas reaksi antigen-antibodi.
Kontribusinya pada pengertian imunitas humoral diakui dengan penghargaan hadiah nobel
pada tahun 1908, yang bersamaan dengan penghargaan untuk pendiri imunologi selular, Elie
Metchnikoff.
Pada mulanya imunologi merupakan cabang mikrobiologi yang mempelajari respons
tubuh, terutama respons kekebalan, terhadap penyakit infeksi. Pada tahun 1546, Girolamo
Fracastoro mengajukan teori kontagion yang menyatakan bahwa pada penyakit infeksi
terdapat suatu zat yang dapat memindahkan penyakit tersebut dari satu individu ke individu
lain, tetapi zat tersebut sangat kecil sehingga tidak dapat dilihat dengan mata dan pada waktu
itu belum dapat diidentifikasi.
EDWAR JENNER
Pada tahun 1798, Edward Jenner mengamati bahwa seseorang dapat terhindar dari
infeksi variola secara alamiah, bila ia telah terpajan sebelumnya dengan cacar sapi (cow pox).
Sejak saat itu, mulai dipakailah vaksin cacar walaupun pada waktu itu belum diketahui
bagaimana mekanisme yang sebenarnya terjadi. Memang imunologi tidak akan maju bila
tidak diiringi dengan kemajuan dalam bidang teknologi, terutama teknologi kedokteran.
Dengan ditemukannya mikroskop maka kemajuan dalam bidang mikrobiologi meningkat dan
mulai dapat ditelusuri penyebab penyakit infeksi. Penelitian ilmiah mengenai imunologi baru
dimulai setelah Louis Pasteur pada tahun 1880 menemukan penyebab penyakit infeksi dan
dapat membiak mikroorganisme serta menetapkan teori kuman (germ theory) penyakit.
ROBERT KOCH
Pada tahun 1880, Robert Koch menemukan kuman penyebab penyakit tuberkulosis.
Dalam rangka mencari vaksin terhadap tuberkulosis ini, ia mengamati adanya reaksi
tuberkulin (1891) yang merupakan reaksi hipersensitivitas lambat pada kulit terhadap kuman
tuberkulosis. Reaksi tuberkulin ini kemudian oleh Mantoux (1908) dipakai untuk
mendiagnosis penyakit tuberkulosis pada anak. Imunologi mulai dipakai untuk menegakkan
diagnosis penyakit pada anak.
II.2 ANATOMI WAJAH, RAHANG DAN SENDI RAHANG
A. Wajah
B. Rahang
Rahang adalah tulang yang di mana tempat tertanamnya gigi-geligi. Rahang terdiri dari 3 tulang. Dua tulang maksila membentuk rahang atas, dan satu tulang mandibula membentuk rahang bawah.
Tengkorak merupakan struktur tulang yang paling kompleks pada tubuh manusia. Tengkorak dibagi atas neurocranium dan viscerocranium. Neurocranium berfungsi sebagai pelindung dari otak, sedangkan viscerocranium sebagai pelindung untuk saluran pernapasan dan pencernaan. Rahang merupakan bagian utama dari viscerocranium, dan ada sekitar 25 % dari tengkorak.
Maxilla (rahang atas)Terdapat 4 prosesus pada maxilla, yaitu prosesus frontal, prosesus zygomatic, prosesus alveolar, dan prosesus palatinus. Hanya prosesus palatinus yang tidak bisa dilihat secara lateral pada maxilla.
Mandibula (rahang bawah)Mandibula terdiri dari komponen yang berbentuk tapal kuda secara horizontal, badan mandibula, dan dua komponen vertikal yang disebut rami. Badan mandibula membawa gigi geligi yang tertanam di rahang bawah dan prosesus alveolar.
C. Sendi Rahang ( Temporomandibular Joint)
Sendi rahang adalah persendian yang paling aktif di dalam tubuh manusia, di mana
bisa melakukan pergerakan sampai 2000 x setiap hari selama berbicara, mengunyah,
menelan, bahkan pada saat menguap.
Sendi rahang dibatasi oleh tulang artikular, internal meniskus posesus, dan memiliki
membran synovial.
II. 3 IMUNOLOGI PENYAKI T WAJAH , RAHANG DAN SENDI RAHANG
II. 3.1 Bell ’s Pallsy
Bell’s palsy adalah suatu kondisi yang menyebabkan otot-otot wajah menjadi lemah
atau lumpuh. Ini disebabkan oleh trauma pada saraf kranial 7 (nervus facial) . Kelumpuhan
ini merupakan kelumpuhan fasialis perifer akibat proses non-supuratif, non-neoplasmatik,
non-degeneratif primer namun sangat mungkin akibat edema jinak pada bagian nervus
fasialis di foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen tersebut, yang
mulanya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.
Ada 4 teori yang dihubungkan dengan etiologi Bell’s Palsy yaitu :
1. Teori Iskemik Vaskuler : Nervus facialis dapat menjadi lumpuh secara tidak langsung
karena adanya gangguan regulasi sirkulasi darah di kanalis facialis.
2. Teori Infeksi Virus : Virus yang dianggap paling berperan adalah Herpes Simplex
Virus (HSV) , yang terjadi karena proses reaktivasi dari HSV (khususnya tipe 1)
3. Teori Herediter : Bell’s Palsy terjadi karena kanalis facialis yang sempit pada
keturunan atau keluarga tersebut , sehingga menyebabkan predisposisi utnuk
terjadinya pareis facialis.
4. Teori Imunologi : Bell’s Palsy terjadi akibat reaksi imunologi terhadap infeksi virus
yang timbul sebelumnya atau sebelum pemberian imunisasi
Mekanisme dari syaraf muka yang diusulkan pada Bell's palsy adalah:
Infeksi virus primer (herpes) pada suatu waktu di masa lalu. Virus hidup di syaraf (trigeminal ganglion) dari waktu berbulan-bulan sampai
bertahun-tahun. Virus menjadi aktif kembali di kemudian hari. Virus reproduksi dan berjalan sepanjang syaraf. Virus menginfeksi sel-sel yang mengelilingi syaraf (Schwann cells) berakibat pada
peradangan. Sistim imun merespon pada sel-sel Schwann yang rusak yang dan menyebabkan
peradangan dari syaraf dan kelemahan atau kelumpuhan dari muka yang berikut. Perjalanan dari kelumpuhan dan pemulihan akan tergantung pada derajat dan jumlah
kerusakan pada syaraf.
II.3.2 Osteomiolitis
Osteomielitis dental atau osteomielitis pada tulang rahang adalah keadaan infeksi akut
atau kronik pada tulang rahang biasanya disebabkan karena bakteri. Penyakit ini sulit untuk
di diagnosa dan di terapi. Gejala fisiknya tidak dapat di diagnosa sebagai penyakit khusus,
seperti kelelahan dan nyeri pada sendi atau edema pada jaringan disekitar tulang rahang.
Patogenesis dari osteomielitis bermula dari infeksi dari tempat lain yang masuk ke
dalam tulang dan membentuk inflamasi supuratif pada medula tulang, karena tekanan nanah
(pus) yang besar, infeksi kemudian meluas ke tulang spongiosa menuju ke daerah korteks
tulang akibatnya struktur tulang rahang yang harusnya padat menjadi rapuh dan membenuk
lubang-lubang seperti sarang lebah. Jika dibiarkan dapat membuat rahang menjadi rapuh
sehingga mengakibatkan fraktur patologis.
Penyebab utama penyakit osteomielitis adalah penyakit periodontal (gingivitis,
periodontitis dan pyorrhea). Bakteri yang berperan terhadap penyakit ini :
Sthapylococus aureus
Streptococus
Pneumococus
Penyebab lain dari osteomilitas adalah gangren radiks. Setelah ggi menjadi gnagren
radiks yang terinfeksi , akan memerlukan proses pengambilan tetapi sering tidak komplit
diambi sehingga tertinggal di dalam tulang rahang. Radiks yang tertinggal akan
memproduksi toksin yang dapat merusak tulang di sekitarnya sampai gigi dan tulang
nekrotik di sekitarnya hilang. Kemudian dapat juga disebabkan leh trauma berupa patah
tulang yang terbuka.
Reaksi Immunologi Terhadap Penyakit Wajah , Rahang dan Sendi Rahang
1. Interleukin -1 (IL-1)
Dari percobaan yang dilakukan terhadap manusia dan hewan, ada peranan yang kuat
dari IL-1 sebagai mediator stimulasi hilangnya tulang pada penyakit periodontal. IL-1 adalah
mediator utama terhadap respon inflamasi yang dihasilkan oleh banyak sel yang berbeda,
termasuk makrofag, sel-sel endotel, sel-sel B, fibroblas, sel-sel epitel, astrocytes, dan
osteoblas. IL-1 meningkatkan jumlah sel-sel sumsum tulang dan menyebabkan degenerasi
komposisi tulang.
IL-1 diketahui menstimulasi fibroblas untuk menghasilkan kolagenase. IL-1 dikenal
paling berpotensi menginduksi proses demineralisasi tulang dan sinergis. dengan tumor
necrosis factor α dalam menstimulasi resorpsi tulang terutama dalam mengubah matriks
jaringan ikat.
Gambar 2. IL-1 diproduksi oleh makrofag sebagai mediator utama destruksi jaringan pada penyakit periodontal
Kadar IL-1 diketahui meningkat pada gingiva periodontitis dewasa dibandingkan
dengan individu yang secara klinis sehat atau mengalami gingivitis ringan. IL-1 juga
meningkat pada periodontitis aktif dibandingkan dengan inflamasi yang stabil.
2. Interleukin -6 (IL-6)
IL-6 merupakan sitokin pleiotropik yang diproduksi oleh banyak tipe sel seperti
monosit, fibroblas, sel-sel endotel, dan limfosit T dan B. IL-6 tidak diekspresikan secara
terus-menerus, melainkan banyak diinduksi dan diproduksi sebagai respon terhadap sejumlah
rangsangan inflamatori seperti IL-1, TNF-α, produk-produk bakteri, dan infeksi virus.
IL-6 juga berperan dalam resorpsi tulang. Sitokin ini pertama ditemukan menstimulasi
pembentukan sel-sel multinukleat yang mirip dengan osteoklas dan diketahui berpotensi
sebagai stimulator differensiasi osteoklas, resorpsi tulang dan menghambat pembentukan
tulang. IL-6 juga diketahui meningkat pada cairan sulkus gingiva pada pasien dengan
periodontitis refraktori. Pada penelitian terakhir, diketahui bahwa IL-6 hanya dapat dilihat
pada jaringan yang terinflamasi. Dalam penelitian ini destruksi tulang atau jaringan ikat
secara langsung berhubungan dengan kadar IL- 6.
Diketahui bahwa famili sitokin IL-6 bisa menstimulasi resorpsi tulang, dalam hal ini
pengaruh sitokin IL- 6 pada ekspresi RANKL (ligand of receptor activator of NF- κB),
RANK (receptor activator of NF- κB), dan OPG (osteoprotegerin).
Sitokin
Induksi dan pengaturan respon imun melibatkan pemanduan interaksi berbagai tipe
sel, termasuk limfosit, monosit, sel radang lainnya (misalnya, neutrofil)), dan endotel.
Banyak interaksi memerlukan kontak sel ke sel yang erat; interaksi lainya diperantarai oleh
mediator terlarut yang memiliki masa kerja yang singkat disebut denga sitokin.
Sitokin merupakan produk polipeptida dari banyak jenis sel (tetapi pada dasarnya
merupakan limfosit dan magrofag yang teraktivasi). Sitokin adalah nama umum, nama yang
lain diantaranya limfokin (sitokin yang dihasilkan limfosit), monokin (sitokin yang dihasilkan
monosit), kemokin (sitokin dengan aktivitas kemotaktik), dan interleukin (sitokin yang
dihasilkan oleh satu leukosit dan beraksi pada leukosit lainnya).Sitokin berdasarkan jenis sel
penghasil utamanya, terbagi atas monokin dan limfokin.
Sitokin dihasilkan selama terjadi respons radang dan imun, dimana sekresinya bersifat
sementara dan diatur secara ketat. Banyak jeni sel mengahsilkan sitokin multiple dan efeknya
cendrung pleiotropik (sel yang berbeda dipengaruhi secara berbeda pula oleh sitokin yang
sama). Sitokin juga sering kali berlebihan dalam aktivitas serupa yang dapat diinduksi oleh
berbagai protein yang berbeda. Sitokin dapat bekerja pada sel yang sama dengan sel yang
meproduksinya (autokrin), pada sel sekitarnya (efek parakrin) atau secara sistemik (efek
endokrin), dimana aktivitasnya diperantarai dengan pengikatan terhadap reseptor yang
spesifik.
Secara garis besar dapat dikelompokkan sitokin menjadi lima kelompok berdasarkan
kerja atau bsel targetnya:
- Sitokin yang mengatur fungi limfosit, seperti aktivasi, pertumbuhan dan
differensiasi (misalnya, IL-2, yang merangsang poliferasi dan transforming
growth factor β, yang menginhibisi pertumbuhan limfosit).
- Sitokin yang terdapat pada imunitas bawaan, yaitu respons primer terhadap
rangsang yang membahayakan. Sitokin ini meliputi TNF dan IL-1
- Sitokin yang mengaktifkan sel radang (terutama makrofag) selama terjadi
respons imun yang di perantarai oleh sel seperti interferon-γ (IFN-γ) dan IL-2.
- Kemokin yang memiliki aktivitas kemotaksis terhadap bebagai leukosit.
- Sitokin yang merangsang hematopoiesis, yaitu faktor perangsang koloni
monosit-granulosit dan IL-3.