ekstraksi gigi rahang atas

48
 EKSTRAKSI RAHANG AT AS DAN BAW AH DENGAN PENYULIT 1. DEFINI SI Ekstraksi kompleks didefinisikan sebagai ekstraksi tersebut, tidak melibatkan ekstraksi, yang tidak bisa dihilangkan dengan pencabutan biasa oleh elevator dan forceps. (Datarkar. A. N. 200! Ekstrak si kompleks pengambilan akar gigi dan gigi yang mungkin patah tulang karena alasan lain dan memiliki hambatan untuk ekstraksi. ("ederson, #$$%!. 2. SEBAB Di ba&ah ini merupakan faktor'faktor penyebab kesulitan pencabutan gigi, yaitu 1. Ke la inan aka r gigi )elainan *umlah akar gigi.  Akar multiple "ada gigi yang memiliki beberapa akar, masing'masing akar memiliki pan*ang akar yang berbeda . "enggunaan tang pent ing dil akukan untuk set iap aka rnya kare na mungkin dipe rlukan ekstraksi yang berbeda diti ap akar nya. +ungkin membutuhkan transalveolar ektraksi. (Datarkar. A. N. 200! ambar #. igi yang memiliki akar multipel. (Datarkar. A. N. 200! )elainan bentuk akar gigi.  Akar divergent Akar divergent ter*adi dalam beberapa gigi yang memiliki multirooted- terutama molar rahang atas. leh karena itu, karena non'par alelisme sumbu pan*ang akar me pni ngk atan kesul it an unt uk me nge kst rak gi gi sat u bag ian . l eh kar ena , dian*urkan menggunakan ektraksi transalveolar, (Datarkar. A. N. 200! 1

Upload: nafila

Post on 08-Oct-2015

741 views

Category:

Documents


53 download

DESCRIPTION

Posisi pasien, posisi operator, instrument yang diperlukan, dan cara pencabutan gigi rahang atas

TRANSCRIPT

EKSTRAKSI RAHANG ATAS DAN BAWAH DENGAN PENYULIT1. DEFINISI

Ekstraksi kompleks didefinisikan sebagai ekstraksi tersebut, tidak melibatkan ekstraksi, yang tidak bisa dihilangkan dengan pencabutan biasa oleh elevator dan forceps. (Datarkar. A. N. 2007)Ekstraksi kompleks pengambilan akar gigi dan gigi yang mungkin patah tulang karena alasan lain dan memiliki hambatan untuk ekstraksi. (Pederson, 1996).

2. SEBAB

Di bawah ini merupakan faktor-faktor penyebab kesulitan pencabutan gigi, yaitu:

1. Kelainan akar gigi

Kelainan jumlah akar gigi.Akar multiple

Pada gigi yang memiliki beberapa akar, masing-masing akar memiliki panjang akar yang berbeda. Penggunaan tang penting dilakukan untuk setiap akarnya karena mungkin diperlukan ekstraksi yang berbeda ditiap akarnya. Mungkin membutuhkan transalveolar ektraksi. (Datarkar. A. N. 2007)

Gambar 1. Gigi yang memiliki akar multipel. (Datarkar. A. N. 2007) Kelainan bentuk akar gigi. Akar divergent

Akar divergent terjadi dalam beberapa gigi yang memiliki multirooted; terutama molar rahang atas. Oleh karena itu, karena non-paralelisme sumbu panjang akar mepningkatan kesulitan untuk mengekstrak gigi satu bagian. Oleh karena, dianjurkan menggunakan ektraksi transalveolar, (Datarkar. A. N. 2007)

Gambar 2. Akar gigi yang divergen. (Datarkar. A. N. 2007)Akar dilaserasi

Akar dilaserasi terkaitnya akar dengan tulang aveolar. Oleh karena itu, disana ada peningkatan tahanan dalam mengektraksi gigi pada saat penggunaan tekanan extraksi biasa dan itu sangat sulit untuk mengektraksi gigi dari sokentnya tanpa menyebabkan fraktur akar pada titik yang terkait. (Datarkar. A. N. 2007)

Gambar 3. Kelainan akar berupa silaserasi akar Pola akar yang tidak menguntungkan. (Howe, 1999) Fraktur atau resorpsi akar gigi. (Howe, 1999)2. Karies yang meluas ke akar gigi atau ke massa akar Dalam sebuah kasus dimana mahkota rusak karena karies, complex restoration, fixed prostetic, dan lainnya. Sifat dari bagian mahkota gigi mungkin mencegah pemakain instrument dan oleh karena penerapan gaya. Mahkota bisa hancur atau pecah ketika penjepitan oleh tang. Gigi yang kehilangan mahkota oleh karies dianjurkan untuk menjalani ekstraksi terbuka. (Datarkar. A. N. 2007)

Gambar 3. Karies yang meluas ke akar gigi atau ke massa akar.

Gambar 4. Gambaran radiografi yang menunjukkan karies yang meluas dan sangat besar pada mahkota gigi. (Datarkar. A. N. 2007)3. Rapuh nya setelah perawatan saluran akar

Gigi menjadi rapuh setelah perawatan saluran akar terutama karena dua alasan, yaitu pemotongan struktur akar untuk perawatan endodontic dan karna dehidrasi dari gigi diikuti penghentian suplay darah. Karena itu akar dapat hancur selama pengaplikasian dari ektraksi karena berkurangnya ukuran dari gigi atau kerapuhan dari sisi struktur gigi. (Datarkar. A. N. 2007)

Gambar 5. Gambaran radiografi gigi setelah perawatan saluran akar. (Datarkar. A. N. 2007)4. Hipersementosis akar gigi Hipersementosis terjadi karena deposit sementum yang terus menerus berbentuk bulat besar di akar terutama dibagian apical. Itu bisa menjadi inflamasi kronik, mempercepat pemanjangan gigi, perbaikan gigi dan penyakit Pagets. Sulit untuk menghilangkan akar dalam kasus tersebut melalui soket akar karena kecilnya diameter dari soket ditingkat serviks. Disebabkan oleh susahnya pembebasan akar operator mugkin meningkatkan tekanan yang akan menyebabkan akar/tulang fraktur. Akar tersebut diwajibkan melalukan evaluasi radiograph dan ekstraksi dengan teknik open. (Datarkar. A. N. 2007)

Gambar 6. Hipersementosis akar gigi. (Datarkar. A. N. 2007)5. Ankilosis

Ankilosis berasal dari bahasa Yunani yang berarti kekakuan pada sendi akibat proses dari suatu penyakit. Ankilosis dapat didefenisikan sebagai penyatuan jaringan fibrous atau tulang antara kepala kondilar dengan fosa glenoidalis yang dapat menyebabkan keterbatasan dalam membuka mulut sehingga menimbulkan masalah dalam pengunyahan, berbicara, estetis, kebersihan mulut pasien dan masalah psikologis (Howe, 1993).Pada kondisi ini gigi menyatu dengan tulang. Tidak ada intervensi ligamen periodontal. Selama pencabutan gigi dibebaskan dari soket sesudah adanya pemutusan ligament periodontal. Oleh karena itu, gigi ankylosis susah untuk dibebaskan dari soket gigi. Jika terlalu banyak gaya maka akan terjadi fracture akar atau tulang alveolar. Kondisi ini didiagnosa menggunakan radiograph. Dalam pemeriksaan radiograph tidak terlihat ligament periodontal mengelilingi akar dan terlihat penyatuan tulang dengan gigi. Pada pemeriksaan klinis dull tone/nada tumpul terdengar ketika gigi diketuk dan tidak ada gerakan yang terasa ketika luksasi di akar. (Datarkar. A. N. 2007)

Gambar 7. Gambaran radiografi gigi ankilosis. (Datarkar. A. N. 2007)6. Gigi impaksi

Impaksi adalah gigi yang jalan erupsi normalnya terhalang atau terblokir, biasanya oleh gigi didekatnya atau jaringan patologis. Impaksi diperkirakan secara klinis apabila gigi antagonisnya sudah erupsi dan hampir bisa dipastikan apabila gigi yang terletak pada sisi yang lain sudah erupsi (Pederson, 1996).

Gambar 8. Foto rotgen panoramic7. Gigi geminasi

Gambar 9. Gigi geminasi pada regio premolar atas (kiri) dan geminasi patologis antara gigi molar ketiga atas yang tidak erupsi dengan molar kedua atas yang terisolasi. Perhatkan besarnya sinus maksilaris (kanan). (Howe, 1993)

8. Sklerosis tulang dan lesi patologis

Osteosclerosis terjadi pemadatan tulang tanpa gangguan atau kelainan pulpa pada gigi vital. Gambaran masa radiopak membulat agak menyebar/meluas pada daerah apeks. Terdapat beberapa gambar serupa Osteosclerosis, yaitu sclerosis soket, osteosclerotik dan displasia semental periapikal (sementoma) (Howe, 1993).

Gambar 10. Lesi patologis periapeks akan tetap ada bila gigi dicabut, kecuali sudah terdiagnosis sebelum pencabutan. Kista gigi ini ditemukan pada pasien yang menerima perawatan gigi rutin selama beberapa tahun. (Howe, 1993)9. Sementoma

Temuan radiografik

Diamati adanya suatu massa seperti semburat matahari dikelilingi oleh gambaran opak yang terdapat pada akar gigi yang terdermakasi dengan baik dan dikelilingi oleh rim radiolusen yang tipis. Lesi ini mengaburkan lamina dura. Sementoma yang matang, yang juga diketahui sebagai displasia semental periapikal, merupakan lesi umum lainnya yang dapat membingungkan para pelajar jika dibandingkan dengan sementoblastoma. Bagaimanapun, sementoma biasanya bertempat di rahang bawah region anterior dan tidak mengaburkan rongga PDL. Sementoma biasanya memiliki 3 tahapan perkembangan: osteolitik (dimana titik lesi nampak sebagai radiolusensi), sementoblastik (campuran radiolusen/radiopak), dan matang (radiopak) (Howe, 1993, Pedersen, 1996).Differensial diagnosis

Berdasarkan identifikasi diatas, maka lesi yang mungkin terjadi pada radiograf tersebut adalah :

NO.LESIKARAKTERISTIK LESI

1. Condensing osteitisGigi : asymptomatic/symptomatic ringan, terdapat karies/tumpatan yang dalam tetapi biasanya pulpa masih vital; circumscribed radiopaque di periapikal atau meluas ke lateral akar dengan ukuran bervariasi; irregular margin (poorly defined); batas lesi dengan tulang sekitar sulit dibedakan, kontinuitas lamina dura sulit dideteksi (lesi menyatu dengan tulang); lebih sering gigi P dan M RB.

2.Idiopathic osteosclerosisGigi : asymptomatic,vital,biasanya bebas karies/tumpatan, lesi radiopaque di periapikal atau meluas ke lateral akar dengan ukuran bervariasi; batas lesi dengan tulang sekitar sulit dibedakan, kontinuitas lamina dura sulit dideteksi (lesi menyatu dengan tulang)

3.Sementoma stadium lanjutGigi : normal, vital, tidak ada tanda patologis, lebih banyak pada gigi anterior bawah, pasien wanita, dewasa, negro ; lesi radiopaque soliter atau multiple di periapikal berbentuk seperti bulan sabit ; batas lesi dengan tulang sekitar jelas.

4. Hipersementosis Gigi : ada tanda patologis (karies dll), tumpatan luas/dalam ; pada pasien umur dewasa; lesi radiopaque di periapikal atau meluas ke lateral akar, bentuk gigi menjadi seperti alat pemukul (drum stick) , kontinuitas lamina dura masih dapat terbaca (batas dengan tulang sekitar jelas)

5.Sementoblastoma Gigi : asymptomatic, vital, perkusi : dull sound, pada pasien umur muda ; lesi radiopaque di periapikal berbatas radioluscent disekelilingnya ; batas lesi dengan tulang sekitar jelas.

6. Odontoma Lesi radiopaque bisa terdapat diperiapikal, interradix, lateral akar atau koronal gigi, masa lesi menyerupai gigi kecil-kecil, batas lesi dengan tulang sekitar jelas ; umum pada pasien anak-anak sampai umur muda.

(Howe, 1993, Pedersen, 1996).Untuk dapat memperkirakan tingkat kesulitan pencabutan gigi maka perlu melakukan anamnesa yang cermat, pemeriksan klinis yang teliti serta pemeriksaan radiografi. Riwayat kesulitan pencabutan gigi sebelumnya dari pasien dapat dijadikan bahan penilaian kemungkinan timbulnya kesulitan kembali pada pencabutan gigi selanjutnya. (Pedersen, Gordon W. 1996)

Pemeriksaan Klinis

Mahkota

Ukuran mahkota( menunjukkan ukuran akar, oleh karena itu mahkota yang besar biasanya menunjukkan akar yang besar pula. Secara umum, mahkota yang masih utuh akan memuungkinkan adaptasi yang baik dari tang yang dipakai, sedangkan mahkota yang rusak menambah kesulitan. Kerusakan mahkota yang luas , sering mengakibatkan terjadinya fraktur mahkota pada waktu pencabutan. Protesa mahkota penuh atau biasanya dilepas dulu sebelum dilakukan pencabutan gigi. Tindakan ini dilakukan bukan hanya untuk mencegah tertelannya atau terisapnya bahan restorasi. Mahkota gigi yang akan dicabut yang masih disatukan dengan mahkota gigi didekatnya misalnya melalui pesawat cekat atau splint periodontal dipisahkan dahulu sebelum dilakukan pencabutan dengan tang. (Pedersen, Gordon W. 1996)

a. Mahkota yang besar mempunyai akar yang besar.

b. Mahkota yang pendek atau gigi yang erupsi sebagian menghalangi adaptasi tang.

c. Mahkota yang patah menyulitkan aplikasi tang.

d. Kerusakan mahkota yang luas karena karies/trauma.

e. Resotasi yang luas atau mahkota protesa mudah fraktur atau tergeser pada waktu pencabutan.

f. Gigi yang berjejal menyulitkan masuknya instrument.

Struktur pendukung gigi

Pemeriksaan klinis terhadap jaringan pendukung gigi dapat menunjukkan bertambahnya kegoyahan gigi akibat kerusakan tulang dan resesi gingiva atau lesi periodontal. Derajat kegoyahan gigi mempermudah longgarnya alveolus dan akan timbul jaringan granulasi yang akan menggantikan tulang yang hilang tersebut. Jaringan granulasi harus dihilangkan karena akan menimbulkan kecenderungan perdarahan pasca-bedah dan memperlambat proses penyembuhan. Adanya fistula mukosa didekat gigi yang akan dicabut. (Pedersen, Gordon W. 1996)

Struktur-struktur yang berdekatan

Strutur didekatnya harus diperiksa dahulu sebelum pencabutan. Adanya restorasi yang cukup besar pada gigi di dekatnya, yang diperkirakan akan mengalami fraktur dan pergesera. Gigi yang didekatnya yang malposisi dan berjejal rentan terhadap fraktur atau luksasi dan sering mempersulit adaptasi tang. Untuk pencabutan gigi malposisi diperlukan tindakan pembedahan yaitu dengan pembukaan flap yang biasanya diikuti dengan pemotongan terencana dari gigi. (Pedersen, Gordon W. 1996)

Gambar 11. Gigi molar yang inklinasinya ke mesial mempunyai sedikit tulang pendukung dan mudah dicabut. Tetapi celah jaringan lunak disekitarnya sering terisi jaringan granulasi, yang harus dibersihkan. Pencabutan gigi premolar didekatnya cenderung lebih sulit karena tulang pendukung padat dan celah periodontalnya lebih sempit. (Pedersen, Gordon W. 1996)

Gambar 12. encabutan gigi molar pertama sukar dilakukan karena adanya mahkota protesa, pengisian saluran akar, dank arena dekat dengan sinus. (Pedersen, Gordon W. 1996)

Pemeriksaan Radiologi

Akar

Pemeriksaan radiografi sangat mendukung untuk menilai sifat dari akar dan jauh dekatnya dengan struktur sekitarnya misalnya sinus maxilaris atau kanalis mandibularis. Akar yang panjang, kecil, bengkok, atau resorbsi cenderung mudah fraktur, akar gigi susu teresorpsi sebagian, gigi yang dirawat endodontic biasanya getas dan mudah fraktur. (Pedersen, Gordon W. 1996)

Periapikal dan panoramic biasa yang digunakan.

Periapikal( memperlihatkan struktur mendetail

Panoramic( memberikan gambaran lengkap dari struktur sekitarnya.

Tulang

A. Radiografi periapikal:

Memberikan gambaran yang akurat mengenai kepadatan dan derajat mineralisasi tulang serta celah ligament periodontal yang sempit atau tidak ada, menunjukkan bahwa perlu tekanan yang lebih besar untuk melonggarkan alveolus, Hipersementosis apical, ankilosis merupakan kontraindikasi pencabutan dengan tang. Akar yang dilaserasi di dekat struktur vital memerlukan tindakan pembedahan (open procedure).

B. Radiografi panoramic

Memperlihatkan anatomi dan patologi tulang sekitarnya, misalnya batas inferior mandibular, kanalis mandibular, foramen mentalis sinus maxilaris dan luas kerusakan tulang atau lesi yang terkalsifikasi.

Penentuan akhir dari masalah

Jalan masuk

Harus ada jalan masuk yang memadai untuk menempatkan tang. Rongga mulut yang terlalu kecil karena anatomi, patologi (sklerodema) atau trauma (luka bakar elektrik atau kaustik) akan menyulitkan pencabutan dengan tang atau bahkan pencabutan tidak mungkin dilakukan. Jarak antar insisal yang kecil (kurang 20mm), baik karena anatomi, patologi sendi temporomandibular, kejang otot, infeksi (trismus) mengakibatkan pencabutan dengan tang sangat sulit. Ukuran lidah/kebiasaan bisa juga membatasi jalan masuk dan visualisasi pada pencabutan gigi bawah.

Pemeriksaan pra-pencabutan

Jalan masuk lewat mulut, dihubungkan dengan evaluasi klinis dan radiografis, merupakan dasar pemeriksaan pra-pencabutan. Pemeriksaan ini adalah evaluasi lebih lanjut dalam memperkirakan kesulitan pencabutan gigi dan kemungkinan komplikasinya. Keputusan kemudian diambil dengan pencabutan tang yang tidak dimodifikasi untuk mengubah pendekatannya dengan teknik atau pertimbangan khusus atau mengubah pencabutan dengan tang menjadi suatu tindakan pembedahan. Pada beberapa keadaan, evaluasi prapencabutan mengharuskan tindakan rujukan. Evaluasi yang baik akan mendukung keberhasilan rencana tindakan pembedahan sehingga juga akan mendukung keberhasilan pembedahan dan memperkecil komplikasi. (Pedersen, Gordon W. 1996)

Gambar 13. pencabutan dengan tang pada gigi molar satu merupakan kontraindikasi karena adanya lesi radiopak yang luas yang mengenai akar. (Pedersen, Gordon W. 1996)

Gambar 14. Gigi hipersementosis dan ujung akar divergen/ bengkok (Peterson,

2003)

Gambar 15. Hipersementosis menyeluruh idiopatik. (Howe, 1993).

3. INSTRUMENTASIInstrumen yang digunakan pada ekstraksi ini adalah sebagai berikut (Balaji, 2007):

Luksator dental

Scalpel blade Scalpel Handle Elevator dental

Forcep Bur either

Chisel

Gambar 16. Peralatan bedah sekali pakai yang steril : 1. Sarung tangan, 2. Peranti usapan 3. Tang perban, 4. Peralatan jahit, 5. Tangkai scapel, 5a bilah scapel, 6. Handuk. (Howe, 1993) A. Instrumen dengan Fungsi Meregangkan dan Membuka Mulut

Akses dan visual yang baik merupakan penentu hasil bedah yang memuaskan. Berbagai variasi retractor didisain untuk meretraksi/meregangkan pipi, lidah, flap mukoperiosteal untuk menyediakan akses sebaik mungkin pada saat bedah. Retractor juga dapat membantu menjaga jaringan lunak dari instrumen yang tajam (Hupp dkk, 2008). Gambar 17. Merupakan dua jenis retraktor yang paling terkenal: a. Austin retractor dapat digunakan untuk meretraksi pipi, lidah, atau flap; b. Minnesota retractor yang digunakan untuk meretraksi pipi dan flap (Hupp dkk, 2008).

Gambar 18. Weider retractor adalah retractor besar didisain untuk meretraksi lidah (Hupp dkk, 2008).

Gambar 19. Henahan retractor (atas) dan Seldin retractor (bawah) adalah instrumen halus yang digunakan untuk meretraksi jaringan lunak mulut. Retractor ini mirip dengan elevator periosteal, tepi retractor ini tidak tajam, melainakan halus. Ini tidak dapat digunakan untuk mengelevansi mukoperiosteum (Hupp dkk, 2008).

Gambar 20. Bite block digunakan untuk menahan mulut pasien agar tetap terbuka. Terdapat berbagai ukuran bite block (Hupp dkk, 2008).

Gambar 21. Molt mouth prop digunakan untuk membuka mulut pasien ketika pasien tidak kooperatif, digunakan pada pasien trismus beberapa derajat (Hupp dkk, 2008).B. Instrumen dengan Fungsi Memotong1. Pisau Scalpel + PeganganScalpel merupakan mata pisau kecil yang digunakan bersama pegangannya. Alat ini bermanfaat dalam menginsisi kulit dan memotong jaringan secara tajam. Selain itu, alat ini juga berguna untuk mengangkat jaringan/benda asing dari bagian dalam kulit. Setiap pisau scalpel memiliki dua ujung yang berbeda, yang satu berujung tajam sebagai bagian pemotong dan yang lainnya berujung tumpul berlubang sebagai tempat menempelnya pegangan scalpel. Cara pemasangannya: pegang area tumpul pisau dengan needle-holder dan hubungkan lubang pada area tersebut pada lidah pegangan sampai terkunci (terdengar bunyi). Cara pelepasan: pegang ujung pisau dengan needle-holder dan lepaskan dari lidah pegangan, kemudian buang di tempat sampah. Pegangan scalpel yang sering digunakan adalah yang berukuran 3 yang dapat digunakan bersama pisau scalpel dalam ukuran beragam. Sedangkan pisau scalpel yang sering digunakan adalah yang berukuran no.15. Ukuran no.11 digunakan untuk insisi abses dan hematoma perianal. Pegangan scalpel digunakan seperti pulpen dengan kontrol maksimal pada waktu pemotongan dilakukan. Dalam praktek keseharian, pegangan scalpel biasanya diabaikan sehingga hanya memakai pisau scalpel. Hal ini bisa diterima dengan pertimbangan pisaunya masih dalam keadaan steril (paket baru) dan harus digunakan dengan pengontrolan yang baik agar tidak menimbulkan kerusakan jaringan sewaktu memotong. (Pedersen GW,1996)

Gambar 22. Pisau scalpel (scalpel blade) yang digunakan pada bedah mulut: a. Nomor 10; b. Nomor 11; c. Nomor 12; d. Nomor 15, yang sering digunakan untuk insisi atau pembuatan flap (Hupp dkk, 2008).

Gambar 23. Pegangan scalpel (scalpel handle) yang telah terpasang blade. Yang digunakan umumnya adalah scalpel handle nomor 3 (Hupp dkk, 2008).

Gambar 24. Cara memasang scalpel blade terhadap scalpel handle dengan menggunakan needle holder (Hupp dkk, 2008).2. Guntinga.Gunting Jaringan (bedah)

Gunting jaringan (bedah) terdiri atas dua bentuk. Pertama, berbentuk ujung tumpul dan berbentuk ujung bengkok. Gunting dengan ujung tumpul digunakan untuk membentuk bidang jaringan atau jaringan yang lembut, yang juga dapat dipotong secara tajam. Gunting dengan ujung bengkok dibuat oleh ahli pada logam datar dengan cermat. Pemotongan dengan gunting ini dilakukan pada kasus lipoma atau kista. Biasanya dilakukan dengan cara mengusuri garis batas lesi dengan gunting. Harus dipastikan kalau pemotongan dilakukan jangan melewati batas lesi karena dapat menyebabkan kerusakan (Pedersen GW, 1996).

Gambar 25. Gunting jaringan terdiri dari dua disain: gunting iris (atas) berukuran kecil dan gunting dengan ujung tajam. Gunting Metzenbaum (bawah) berukuran panjang dan tipis (Hupp dkk, 2008).b. Gunting Benang (dressing scissors)

Gunting benang didesain untuk menggunting benang. Gunting ini berbentuk lurus dan berujung tajam. Gunakan hanya untuk menggunting benang, tidak untuk jaringan. Gunting ini juga digunakan saat mengangkat benang pada luka yang sudah kering dengan tehnik selipan dan sebaiknya pemotongan benang menggunakan bagian ujung gunting. Hati-hati dalam pemotongan jahitan. Jika ujung gunting menonjol keluar jahitan, terdapat resiko memotong struktur lainnya (Pedersen GW, 1996).

Gambar 26. Gunting benang dipegang seperti memegang needle holder (Hupp dkk, 2008).c.Gunting Perban

Gunting perban merupakan gunting berujung sudut dengan ujung yang tumpul. Gunting ini memiliki kepala kecil pada ujungnya yang bermanfaat untuk memudahkan dalam memotong perban. Jenis gunting ini terdiri atas knowles dan lister. Bagian dasar gunting ini lebih panjang dan digunakan sangat mudah dalam pemotongan perban. Ujung tumpulnya didesain untuk mencegah kecelakaan saat remove perban dilakukan. Selain untuk membentuk dan memotong perban sesaat sebelum menutup luka, gunting ini juga aman digunakan untuk memotong perban saat perban telah ditempatkan di atas luka (Pedersen GW, 1996).

Gambar 27. Gunting perban.

d. Gunting IrisGunting iris merupakan gunting dengan ujung yang tajam dan berukuran kecil sekitar 3-4 inchi. Biasanya digunakan dalam pembedahan ophtalmicus khususnya iris. Dalam bedah minor, gunting iris digunakan untuk memotong benang oleh karena ujungnya yang cukup kecil untuk menyelip saat remove benang dilakukan (Pedersen GW, 1996).

Gambar 28. Gunting iris.

3. Elevator periosteal atau raspatorium

Elevator periosteal atau raspatorium digunakan untuk membuka dan menggeser flap setelah dilakukannya insisi pada bedah flep (Peterson, 2003).

Gambar 29. Elevator periosteal Molt yang sering digunakan pada bedah mulut (Hupp dkk, 2008).C. Instrumen dengan Fungsi Menggenggam1. Pinset AnatomiPinset Anatomi memiliki ujung tumpul halus. Secara umum, pinset digunakan oleh ibu jari dan dua atau tiga anak jari lainnya dalam satu tangan. Tekanan pegas muncul saat jari-jari tersebut saling menekan ke arah yang berlawanan dan menghasilkan kemampuan menggenggam. Alat ini dapat menggenggam objek atau jaringan kecil dengan cepat dan mudah, serta memindahkan dan mengeluarkan jaringan dengan tekanan yang beragam. Pinset Anatomi ini juga digunakan saat jahitan dilakukan, berupa eksplorasi jaringan dan membentuk pola jahitan tanpa melibatkan jari (Peterson, 2003).

Gambar 30. Pinset anatomi.

2. Pinset ChirurgisPinset Chirurgis biasanya memiliki susunan gigi 1x2 (dua gigi pada satu bidang). Pinset bergigi ini digunakan pada jaringan; harus dengan perhitungan tepat, oleh karena dapat merusak jaringan jika dibandingkan dengan pinset anatomi (dapat digunakan dengan genggaman halus). Alat ini memiliki fungsi yang sama dengan pinset anatomi yakni untuk membentuk pola jahitan, membuang jahitan, dan fungsi-fungsi lainnya (Peterson, 2003).

Gambar 31. Pinset Chirurgis dengan ujung bergerigi.

3. Klem JaringanKlem jaringan berbentuk seperti penjepit dengan dua pegas yang saling berhubungan pada ujung kakinya. Ukuran dan bentuk alat ini bervariasi, ada yang panjang dan adapula yang pendek serta ada yang bergigi dan ada yang tidak. Alat ini bermanfaat untuk memegang jaringan dengan tepat. Biasanya dipegang oleh tangan dominan, sedangkan tangan yang lain melakukan pemotongan, atau menjahit. Cara pemegangannya: klem dipegang dalam keadaan relaks seperti memegang pulpen dengan posisi di tengah tangan. Banyak orang yang memegang klem ini dengan salah, yang memaksa lengan dalam posisi pronasi penuh dan menyebabkan tangan menjadi tegang. Dalam penggunaannya, hati-hati merusak jaringan. Pegang klem selembut mungkin, usahakan genggam jaringan sedalam batas yang seharusnya. Klem jaringan bergigi memiliki gigi kecil pada ujungnya yang digunakan untuk memegang jaringan dengan kuat dan dengan pengontrolan yang akurat. Hati-hati, kekikukan pada saat menggunakan alat ini dapat merusak jaringan. Kemudian, klem tidak bergigi juga memiliki resiko merusak jaringan jika jepitan dibiarkan terlalu lama, karena klem ini memiliki tekanan yang kuat dalam menggenggam jaringan (Peterson, 2003).

Gambar 32. Allis tissue forcep dipegang seperti memegang needle holder. Ujung dari Allis forcep (kiri bawah) dibandingkan dengan ujung pada Adson forcep (Hupp dkk, 2008).D. Instrumen dengan Fungsi Menghentikan PerdarahanKlem Arteri (Hemostat)Pada prinsipnya, klem arteri bermanfaat untuk menghentikan perdarahan pembuluh darah kecil dan menggenggam jaringan lainnya dengan tepat tanpa menimbulkan kerusakan yang tidak dibutuhkan. Secara umum, klem arteri dan needle-holder memiliki bentuk yang sama. Perbedaannya pada struktur jepitan, dimana klem arteri, struktur jepitannya berupa galur paralel pada permukaannya dan ukuran panjang pola jepitannya sampai handle agak lebih panjang dibanding needle-holder. Alat ini juga tersedia dalam dua bentuk yakni bentuk lurus dan bengkok (mosquito). Namun, bentuk bengkok (mosquito) lebih cocok digunakan pada bedah minor (Peterson, 2003).

Gambar 33. Klem arteri atau yang biasa disebut hemostat. Hemostat berbentuk lurus juga tersedia (Hupp dkk, 2008).E. Instrumen dengan Fungsi Membuang Tulang

Terdapat berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk membuang atau memotong tulang, namun yang biasa digunakan adalah dengan menggunakan bur tulang (Hupp dkk, 2008).

Gambar 34. Rongeur adalah forcep pemotong tulang. Terdapat dua disain yaitu a side-cutting forcep serta the side- and end-cutting forcep. The side- and end-cutting forcep (Bluementhal forcep) lebih praktis untuk kebanyakan prosedur bedah dentoalveolar sebagai pembuang tulang (Hupp dkk, 2008).

Gambar 35. Handpiece dengan bur nomor 703 (Hupp dkk, 2008).

Gambar 36. Jenis bur tulang yang biasa digunakan pada bedah mulut.

Gambar 37. Mallet dan chisel bedah dapat digunakan untuk pembuangan tulang (Hupp dkk, 2008).

Gambar 38. Bone file efektif jika diberikan tekanan penuh (Hupp dkk, 2008).F. Instrumen dengan Fungsi Irigasi, Instrumen Suction, dan Kuretase

Instrumen irigasi

Ketika handpiece dan bur digunakan untuk membuang tulang, area tersebut harus diirigasi dengan menggunakan sterile saline atau air steril (Hupp dkk, 2008).

Gambar 39. Syringe plastik berukuran besar digunakan untuk melakukan irigasi (Hupp dkk, 2008). Suction

Darah, saliva, dan cairan irigasi harus disedot dari daerah kerja. Berbagai jenis suction didisain dengan lubang bervariasi sehingga jaringan lunak tidak terluka karna lubang suction (Hupp dkk, 2008).

Gambar 40. Suction bedah (Hupp dkk, 2008).

Kuret

Gambar 41. Kuret periapikal digunakan untuk membuang jaringan lunak dari kavitas tulang (Hupp dkk, 2008).G. Instrumen dengan Fungsi Menjahit

1. Needle HolderNeedle holder bermanfaat untuk memegang needle saat insersi jahitan dilakukan. Secara keseluruhan antara needle holder dan klem arteri berbentuk sama. Handled dan ujung jepitannya bisa berbentuk lurus ataupun bengkok. Namun, yang paling penting adalah perbedaan pada struktur jepitannya. Struktur jepitan needle holder berbentuk criss-cross di permukaannya dan memiliki ukuran handled yang lebih panjang dari jepitannya, untuk tahanan yang kuat dalam menggenggam needle. Oleh karena itu, jangan menggenggam jaringan dengan needle holder karena akan menyebabkan kerusakan jaringan secara serius (Peterson, 2003).

Cara penggunaan: cara menutup dan melepas sama dengan metode ratchet yang telah dipaparkan pada penggunaan klem arteri di atas. Needle digenggam pada jarak 2/3 dari ujung berlubang needle, dan berada pada ujung jepitan needle-holder. Hal ini akan memudahkan tusukan jaringan pada saat jahitan dilakukan. Selain itu, pemegangan needle pada area dekat dengan engsel needle holder akan menyebabkan needle menekuk. Kemudian, belokkan needle sedikit ke arah depan pada jepitan instrumen karena akan disesuaikan dengan arah alami tangan ketika insersi dilakukan dan tangan akan terasa lebih nyaman. Kegagalan dalam membelokkan needle ini juga akan menyebabkan needle menekuk (Peterson, 2003).

Tehnik menjahit: jaga jari manis dan ibu jari menetap pada lubang handle saat menjahit dilakukan yang membatasi pergerakan tangan dan lengan. Pegang needle holder dengan telapak tangan akan memberikan pengontrolan yang baik. Secara konstan, jangan mengeluarkan jari dari lubang handled karena dapat merusak ritme menjahit. Pertimbangkan pergunakan ibu jari pada lubang handled yang menetap, namun manipulasi lubang lainnya dengan jari manis dan kelingking (Pattison, 1996).

Gambar 42. Perbedaan Struktur Jepitan Antara Klem Jaringan, Klem arteri dan Needle Holder.

Gambar 43. A. Hemostat (atas) berukuran panjang dan lebih tipis dibandingkan dengan needle holder (bawah); B. Permukaan needle holder (kiri) bergaris silang untuk memposisikan jarum, sedangkan permukaan hemostat (kanan) bergaris paralel (Hupp dkk, 2008).

Gambar 44. Cara memegang needle holder. Jari pertama (ibu jari) dan kedua (telunjuk) digunakan untuk mengontrol instrumen (Hupp dkk, 2008).2. Benang BedahBenang yang biasanya digunakan untuk jaringan lapisan dalam, mengikat pembuluh darah dan kadang digunakan pada bedah minor. Benang non-absorbable biasanya digunakan untuk jaringan tertentu dan harus dihilangkan. Selain itu, benang bedah ada juga yang bersifat alami dan sintetis. Benang tersebut dapat berupa monofilamen (Ethilon atau prolene) atau jalinan (black silk). Umumnya luka pada bedah minor ditutup dengan menggunakan benang non-absorbable. Black silk adalah benang jalinan non-absorbable alami yang paling banyak digunakan. Meskipun demikian, benang ini dapat menimbulkan reaksi jaringan, dan menghasilkan luka yang agak besar. Jenis benang ini harus dihindari, karena saat ini telah banyak benang sintetis alternatif yang memberikan hasil yang lebih baik (Pattison, 1996).

Benang non-abosrbable sintetis terdiri atas prolene dan ethilon (nama dagang). Benang ini berbentuk monofilamen yang merupakan benang terbaik. Jenis benang ini cukup halus dan luwes dan menghasilkan sedikit reaksi jaringan. Namun, jenis benang ini lebih sulit diikat dari silk sehingga sering menyebabkan jahitan terbuka. Masalah ini dapat diselesaikan dengan menggunakan tehnik khusus seperti menggulung benang saat jahitan dilakukan atau mengikat benang dengan menambah lilitan. Prolene (monofilamen polypropylene) dapat meningkatkan keamanan jahitan dan lebih mudah diremove dibandingkan dengan Ethilon (monofilamen polyamide) (Pattison, 1996).

Catgut merupakan contoh terbaik dalam kelompok benang absorbable alami. Jenis benang ini merupakan monofilamen biologi yang dibuat dari usus domba dan sapi. Terdapat dua macam catgut, plain catgut dan chromic catgut. Plain catgut memiliki kekuatan selama 7-10 hari. Sedangkan chromic catgut memiliki kekuatan selama 28 hari. Namun, kedua jenis benang ini dapat menghasilkan reaksi jaringan (Pattison, 1996).

Benang absorbable sintetis terdiri atas vicryl (polygactin) dan Dexon (polyclycalic acid) yang merupakan benang multifilamen. Benang ini berukuran lebih panjang dari catgut dan memiliki sedikit reaksi jaringan. Penggunaan utamanya adalah untuk jahitan subkutikuler yang tidak perlu diremove. Selain itu, juga dapat digunakan untuk jahitan dalam pada penutupan luka dan mengikat pembuluh darah (hemostasis) (Pattison, 1996).

Terdapat dua sistem dalam mengatur penebalan benang, yakni dengan sistem metrik dan sistem tradisional. Penomoran sistem metrik sesuai dengan diameter benang dalam per-sepuluh milimeter. Misalnya, benang dengan ukuran 2 berarti memiliki diameter 0.2 mm. Sistem tradisional kurang rasional namun banyak yang menggunakannya. Ketebalan benang disebutkan menggunakan nilai nol misalnya 3/0, 4/0, 6/0 dan seterusnya. Paling besar nilainya, ketebalannya semakin kecil. 6/0 merupakan nomor dengan diameter paling halus yang tebalnya seperti rambut, digunakan pada wajah dan anak-anak. 3/0 adalah ukuran yang paling tebal yang biasa digunakan pada sebagian besar bedah minor. Khususnya untuk kulit yang keras (kulit bahu). 4/0 merupakan nilai pertengahan yang juga sering digunakan (Pattison, 1996).

Gambar 45. Benang black silk yang umumnya digunakan untuk menjahit pada rongga mulut.3. Needle bedahSaat ini bentuk needle bedah yang digunakan oleh sebagian besar orang adalah jenis atraumatik yang terdiri atas sebuah lubang pada ujungnya yang merupakan tempat insersi benang. Benang akan mengikuti jalur needle tanpa menimbulkan kerusakan jaringan (trauma). Pada needle model lama memiliki mata dan loop pada benangnya sehingga dapat menimbulkan trauma. Needle memiliki bagian dasar yang sama, meskipun bentuknya beragam. Setiap bagian memiliki ujung, yakni bagian body dan bagian lubang tempat insersi benang. Sebagian besar needle berbentuk kurva dengan ukuran , 5/8, dan 3/8 lingkaran. Hal ini menyebabkan needle memiliki range untuk bertemu dengan jahitan lainnya yang dibutuhkan. Needle yang berbentuk setengah lingkaran datar digunakan untuk memudahkan penggunaannya dengan needle holder (Pattison, 1996).

Gambar 46. A. Jarum yang digunakan pada bedah mulut, jarum C-17 dengan ukuran benang 4.0 (atas), PS-2 (tengah), dan SH (bawah); B. Ujung jarum yang digunakan pada mukoperiosteal (Hupp dkk, 2008).

H. Alat-alat yang berhubungan dengan pencabutan gigi, yang terdiri dari: (Pedersen, 1996, Peterson, 2003)

1. Forcep ( tang pencabutan )

Tang merupakan alat yang dipergunakan untuk melepaskan gigi dari jaringan tulang dan jaringan lunak disekitar gigi, untuk itu diperlukan tang yang ideal untuk masing-masing gigi, agar dapat meneruskan kekuatan tekanan operator ke gigi dengan baik.

a. Bagian-bagian dari tang ekatraksi adalah : (Pedersen, 1996, Peterson, 2003)- beak, merupakan ujung yang mencekeram gigi geligi

- Joint/sendi/poros, merupakan pertemuan antara beak dan handle

- Handle/pegangan, merupakan bagian untuk pegangan operator

b. Tang rahang atas Gigi-gigi rahang atas dibagi atas regio depan (anterior), tengah atau belakang. Untuk pencabutan gigi-gigi tersebut tang yang digunakan adalah bentuk lurus

Untuk pencabutan gigi-gigi depan bermahkota atau sisa akar bentuk S

Untuk pencabutan gigi-gigi yang letaknya ditengah premolar atau molar, mahkota atau sisa akar bentuk bayonet

Untuk pencabutan gigi molar tiga atau sisa akar gigi-gigi posterior.

c.Tang rahang bawah (Pedersen, 1996, Peterson, 2003)Tang yang digunakan untuk gigi-gigi RB mempunyai ciri antara paruh dan pegangan membentuk sudut 90 derajat atau dimodifikasi lebih dari 90 derajat (untuk gigi yang letaknya di sudut mulut). Tang rahang bawah umumnya tidak dibedakan antara kanan dan kiri, tapi ada juga yang dibedakan. Untuk gigi I, C, dan P bentuk beak pada umumnya tumpul, yang membedakannya terletak pada lebar paruh (beak) dalam ukuran mesio-distal. Untuk tang molar ditandai yaitu pada beaknya ada ujung yang tajam pada kedua sisi dan tengah. Beberapa tang khusus :

Tang Trismus yaitu tang rahang bawah dengan pembukaan horizontal biasanya dipakai untuk pencabutan gigi pada penderita yang sukar membuka mulut. Tang Tanduk / Cow Horn yaitu yang dipergunakan untuk mencabut gigi yang tidak bermahkota dimana bifurkasi masih baik. Tang modifikasi yaitu bentuk beak dan handle tidak membentuk sudut 90 derajat. Tang Split / separasi yang digunkan untuk memecah bifurkasi.

Gambar 47. Macam-macam tang ekstraksi rahang atas dan bawah

2. Elevator/pengungkit

Alat ini digunakan untuk mengungkit gigi dari alveolus. Untuk pengungkit gigi/akar dengan titik fulcrum, dimana letak fulcrum tergantung dari lokasi objek yang diungkit.

a. bagian-bagian alat pengungkit (Pedersen, 1996, Peterson, 2003)- blade, merupakan ujung yang tajam untuk mengungkit gigi

- shank, merupakan bagian yang menghubungkan blade dan handle

- handle, merupakan bagian yang digunakan untuk pegangan

Menurut bentuknya elevator dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu : (Pedersen, 1996, Peterson, 2003)1. Straight ( lurus )

Alat ini mempunyai bentuk dimana handle, shank dan blade membentuk suatu garis lurus.2. Cross Bar

Alat ini mempunyai bentuk antara handle dan shank, membentuk sudut 90 . Alat ini berpasangan mesial/distal atau kiri/kanan.

3. Angular

Alat ini mempunyai bentuk dimana blade membentuk sudut terhadap shank dan handle.

Menurut penggunaannya elevator diklasifikasikan atas :1. Elevator yang didesain untuk menyingkirkan segala gigi2. Elevator yang didesain untuk menyingkirkan akar yang fraktur setinggi gingiva line3. Elevator yang didesain untuk akar yang fraktur panjang akar4. Elevator yang didedain untuk akar yang fraktur panjang akar5. Elevator yang didesain untuk menyingkirkan mukoperiosteal sebelum penggunaan tang ekstraksi.

Gambar 48. Komponen dari elevator (Hupp dkk, 2008).

Gambar 49. Berbagai ukuran elevator lurus berdasarkan ukuran blade (Hupp dkk, 2008).

Gambar 50. Cross-bar handle dapat menghasilakn gaya yang besar maka perlu digunakan secara hati-hati (Hupp dkk, 2008).

Gambar 51. Elevator triangular (cryer) adalah instrumen berpasangan yang digunakan pada akar mesial dan akar distal (Hupp dkk, 2008).

Gambar 52. Crane pick adalah instrumen berat berfungsi untuk megelevansi seluruh akar atau gigi setelah dipersiapkan dengan dibur (Hupp dkk, 2008).

Gambar 53. Delicate root-tip pick digunakan untuk mengambil potongan akar pada soket (Hupp dkk, 2008).4. TEKNIK

Pencabutan gigi teknik open method extraction adalah teknik mengeluarkan gigi dengan cara pembedahan dengan melakukan pemotongan gigi atau tulang . Prinsip pada teknik ini adalah pembuatan flap, membuang sebagian tulang, pemotongan gigi, pengangkatan gigi, penghalusan tulang, kuretase, dan penjahitan. (Dimitroulis, 1997).Teknik open extraction secara garis besar adalah sebagai berikut (Balaji, 2007):

Flap mukoperiosteal

Desain flap bergantung pada keputusan operator dan tujuan dari operasi . Tingkat akses permukaan tulang dan akar dan posisi akar flap harus dipertimbangkan dalam desain flap. Dua dasar desain flap digunakan. Bergantung bagaimana keterlibatan dengan papilla interdental, flap dapat dilakukan dengan membagi papilla (conventional flap) atau mempertahankannya (preservation flap). (Foster T.D, 1993)

Pembuatan flap mukoperiosteal adalah akses untuk melakukan operasi. Setelah dilakukan anastesia, flap mukoperiosteal dielevasi sehingga terlihat tulang alveolar. Basis flap harus lebih lebar agar tidak terjadi gangguan suplai darah. Flap dapat di bukal, lingual, palatal. Namun, sebagian besar flap yang dibuat untuk tujuan bedah mulut adalah dibagian bukal, karena rute ini merupakan rute yang paling langsung dan tidak rumit untuk mencapai gigi yang terpendam atau fragmen ujung akar. (Balaji, 2007 dan Dym, 2001)

Syarat flap yang baik yaitu : (Balaji, 2007 dan Dym, 2001)

Flap yang dibuat harus cukup suplai darah, memberikan lapang pandang / jalan masuk yang cukup, dan tepian flap harus berada diatas tulang Insisi secara continous stroke, menyusuri tulang, dengan sudut terhadap permukaan mukosa.

Basis flap harus lebih besar dibandingkan dengan bagian atas flap.

Papila dental harus sepenuhnya di flap, sesuai dengan contour gingiva.

Pembuatan flap haru secara hati-hati.

Keseluruhan prosedur bedah sebaiknya direncanakan disetiap ditailnya sebelum prosedur diinisiasi. Hal ini sebaiknya termasuk tipe flap, lokasi dan tipe insisi, pengelolaan tulang, dan penutupan akhir flap dan penajhitan. (Foster T.D, 1993)

Pada prosedur flap konvesional, insisi flap fasial dan lingual atau palatal mencapai ujung papilla interdental atau sekitarnya, dengan demikian pembagian papilla menjadi setengah di fasial dan setengah palatal atau setengah lingual. (Foster T.D, 1993)

Gambar 54. Gambar desain flap konvensional. A. Desain insisi ; insisi bevel internal , pembagian papilla dan insisi vertical digambar dengan garis putus-putus. B. Flap dibuka dan jaringan pinggirnya dekat gigi masih tetap di tempatnya. C. Semua jaringan marginal dihilangkan, terjadi pemaparan tulang. D. Jaringan kembali ketempat semula. Area proksimal tidak sepenuhnya tertutup.

Gambar 55. Gambar desain flap insisi sulkular. A. Desain insisi : insisi sulkular dan insisi vertical gambar dengan garis putus-putus. B. Flap dibuka terjadi pemaparan tulang. C. Jaringan dikembalikan ke posisi semula menutupi seluruh ruangan interdental.

Gambar 56. Pembedahan pengangkatan gigi akar tunggal yang telah dilakukan flap. Elevator lurus dimasukkan ke dalam ruang ligament periodontal untuk memperluas alveolus dan mengeluarkan akar dari soketnya dengan hati-hati. Perhatikan setiap force yang diberikan untuk mencegah luka yang dapat disebabkan oleh elevator. (Andersson, L. 2010)

Pembuangan tulang

Tulang alveolar atas yang menutupi gigi harus dihilangkan agar dapat terpapar bagian akar gigi / bifurkasi gigi. Pembuangan tulang harus secukupnya sehingga tidak menimbulkan cedera berlebih. Ruang yang dihasilkan dari pembuangan tulang harus cukup untuk memasukkan elevator atau forcep dan membuat celah pada gigi atau cukup untuk menggerakkan akar. Bur dan chisel dapat digunakan untuk membuang tulang alveolar bagian bukal atau labial. Namun, chisel lebih disarankan karena lebih cepat dan bersih (Balaji, 2007). Pembuangan tulang dapat dilakukan dengan membentuk 2 potongan vertikal lalu dihubungkan dengan potongan horizontal. (Datarkar. A. N. 2007)Pembuangan tulang dilakukan dalam dua tahap, tahap pertama yaitu pembuangan tulang sebelum pencabutan gigi dan pembuangan tulang setelah pencabutan gigi. Pembuangan tulang sebelum pencabutan gigi: (Datarkar. A. N. 2007)1. Buang tulang kortikal bukal hingga 1/3 akar terekspose. Tahap ini berguna untuk memperluas daerah visualisasi ke daerah kerja. Pembuangan tulang kortikal dapat dilakukan dengan rotory, chisel dan mallet, bur. Namus chisel dan mallet jarang digunakan pada tahap ini karena dapat menyebabkan fraktur pada akar. Bur yang lebih sering digunakan adalah jenis bur bulat.

2. Membuat celah pada tulang bagian bukal antara gigi dengan tulang.

3. Postage stamp methode: pembuangan tulang kortikal pada bagian bukal sampai 1/3 panjang akar.

Gambar 57. Metode postage stamp pada tahap pembuangan tulang. (Datarkar. A. N. 2007)Pembuangan tulang setelah pencabutan gigi bertujuan untuk: (Datarkar. A. N. 2007) Menghaluskan permukaan tepi tulang

Mengurangi ukuran clot (gumpalan bekuan darah) dengan mengurangi ukuran socket Reconturing residual alveolar ridge untuk rehabilitasi protestik

Pencabutan dan pembelahan gigiJika tulang alveolar memadai, dapat dilakukan pencabutan sekali dengan elevevator atau forcep. Jika tulang alveolar tidak memadai atau gigi berakar lebih dari satu, gigi harus dibagi/dipisahkan untuk pencabutan. Bifurkasi akar harus terlihat dan dipisahkan dengan bur atau atau chisel (Balaji, 2007).

Keuntungan dilakukan pembelahan gigi: (Datarkar. A. N. 2007) Pembelahan gigi dapat memudahkan pengeluaran gigi dari soketnya

Pembelahan atau pemisahan akar dapat dilakukan dengan bur agar kekuatan lebih terkontrol.

Membuat celah dengan bur pada akar divergen. Pemakaian elevator: (Datarkar. A. N. 2007) Pemakaian elevator tergantung pada bentuk konfigurasi akar dan arah pengungkitan untuk mengeluarkan gigi

Akar gigi lurus dapat dikeluarkan atau diungkit dari berbagai arah

Gambar 58. Pengaplikasian elevator pada gigi yang memiliki

bentuk akar lurus . (Datarkar. A. N. 2007) Pada akar yang bengkok atau berbelok, elevator dapat diaplikasikan pada daerah yang konveks. Jika elevator diaplikasikan pada daerah yang konkaf maka akar akan mendapatkan tekanan pada dinding tulang sehingga menyebabkan fraktur akar.

Gambar 59. Pengaplikasian elevator di sisi konveks pada gigi

yang memiliki bentuk akar bengkok. (Datarkar. A. N. 2007) Pada gigi yang memiliki akar lebih dari satu:

1. Akar divergent: sebelum pemakaian elevator, akar harus dipisahkan satu per satu, setelah itu pemakaian elevator pada sisi yang konveks

Gambar 60. Pemisahan akar pada gigi yang memiliki akar

lebih dari satu untuk mengerluarkan gigi. (Datarkar. A. N. 2007)2. Akar konvergen: elevator diaplikasikan pada permukaan yang konveks, tekanan harus dikontrol selama pengaplikasian elevator. Penutupan flap (Datarkar. A. N. 2007) Perkiraan margin flap yang baik

Penutupan flap yang tepat ( primary healing

Penjahitan tanpa tekanan, karena tekanan dapat menyebabkan terganggunya suplai darah ke jaringan

Jahitan tidak boleh terlalu kencang agar tidak menimbukan efek blanching pada mukosa tetapi simpul harus kuat agar tidak mudah lepas.

Fungsi penjahitan: (Datarkar. A. N. 2007)

Mengurangi jarak antara tepi flap, semakin kecil jarak antar tepi flap maka proses pemulihan pertama (primary healing) dapat dengan mudah dan cepat terjadi

Hemostasis: penjahitan bereaksi sejalan dengan proses hemostasis pada socket yang terbuka tetapi tidak mempengaruhi proses perdarahan dibawah jaringan.

Jahitan dapat memengan jaringan lunak dan menutupi tulan. Karena jika tulang terbuka akan terasa sakit sekali dan menyebabkan tulang tersebut menjadi non-vital

Gambar 61. Ekstraksi transalveolar (Balaji, 2007).

Gambar 62. open extraction pada gigi dengan akar dua, dengan memisahkan gigi sesuai akar, diikuti dengan pencabutan masing-masing bagian gigi (Andersson dkk, 2010).

Gambar 63. open extraction pada gigi dengan akar tiga (Andersson dkk, 2010).

Teknik Pencabutan Gigi Akar Tunggal

Teknik pencabutan open method extraction dilakukan pada gigi akar tunggal jika pencabutan secara intra alveolar/ pencabutan tertutup mengalami kegagalan, atau fraktur akar dibawah garis servikal. Tahap pertama teknik ini adalah membuat flap mukoperiostal dengan desain flap envelope yang diperluas ke dua gigi anterior dan satu gigi posterior atau dengan perluasan ke bukal/labial. (Dym, 2001)

Setelah flap mukoperiostal terbuka secara bebas selanjutnya dilakukan pengambilan tulang pada daerah bukal/labial dari gigi yang akan dicabut, atau bisa juga diperluas kebagian posterior dari gigi yang akan dicabut. Jika tang akar/ elevator memungkinkan masuk ke ruang ligamen periodontal, maka pengambilan dapat digunakan tang sisa akar atau bisa juga menggunakan elevator dari bagian mesial atau bukal gigi yang akan dicabut. Jika akar gigi terletak di bawah tulang alveolar dan tang akar/ elevator tidak dapat masuk ke ruang ligamen periodontal maka diperlukan pengambilan sebagian tulang alveolar. Pengambilan tulang diusahakan seminimal mungkin untuk menghindari luka bedah yang besar. (Peterson, 2003

Gambar 64. Pencabutan gigi teknik open method extraction tanpa pengambilan

tulang dan pemotongan tulang dengan tang (Peterson, 2003)

Pengambilan tulang alveolar dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pertama, pengambilan tulang dilakukan dengan ujung tang akar bagian bukal menjepit tulang alveolar. Kedua, pembuangan tulang bagian bukal dengan bur atau chisel selebar ukuran mesio-distal akar dan panjangnya setengah sampai dua pertiga panjang akar. Pengambilan akar gigi bisa dilakukan dengan elevator atau tang akar. Jika dengan cara ini tidak berhasil maka pembuangan tulang bagian bukal diperdalam mendekati ujung akar dan dibuat takikan dengan bur untuk penempatan elevator. Setelah akar gigi terangkat, selanjutnya menghaluskan tepian tulang, kuretase debris atau soket gigi, mengirigasi dan melakukan penjahitan tepian flap pada tempatnya.

Gambar 65. Pencabutan gigi teknik open method extraction dengan pengambilan

sebagian tulang bukal (Peterson, 2003)

Teknik Pencabutan Gigi Akar Multipel Atau Akar Divergen

Pencabutan gigi akar multipel dan akar divergen perlu pengambilan satu persatu setelah dilakukan pemisahan pada bifurkasinya. Pertama pembuatan flap mukoperiostal dengan desain flap envelop yang diperluas. Selanjutnya melakukan pemotongan mahkota arah linguo-bukal dengan bur sampai akar terpisahkan. Pengangkatan akar gigi beserta potongan mahkotanya satu-persatu dengan tang. (Dym, 2001)

Gambar 66.Teknik open method extraction dengan pemotongan mahkota gigi

arah linguo-bukal ( Peterson, 2003)

Cara lain adalah dengan pengambilan sebagian tulang alveolar sebelah bukal sampai dibawah servikal gigi. Bagian mahkota dipotong dengan bur arah horizontal dibawah servikal. Kemudian akar gigi dipisahkan dengan bur atau elevator, dan satu persatu akar gigi diangkat. Tepian tulang atau septum interdental yang tajam dihaluskan. Selanjutnya socket atau debris dikuret dan diirigasi serta penjahitan tepian flap pada tempatnya.

Gambar 67.Pencabutan gigi molar bawah dengan teknik open method

extraction, dimana dilakukan pemotongan mahkota dan akar gigi (Peterson,

2003)

Gambar 68.Pencabutan gigi molar atas dengan pemotongan mahkota dan

pengambilan akar satu persatu ( Peterson, 2003)

Teknik Pencabutan Gigi Hipersementosis

Teknik pencabutan gigi ini pada prinsipnya sama dengan cara pencabutan yang telah dijelaskan diatas. Gigi dengan akar hipersementosis biasanya ujung akar membulat dan diameter lebih besar pada ujungnya sehingga menyulitkan pada saat diangkat dan sering terjadi fraktur. Pengambilan tulang sebelah bukal perlu dilakukan sampai ujung akar mengikuti bentuk akar gigi. Pengangkatan akar bisa dengan tang akar atau elevator. Flap mukoperiostal yang dibuat berbentuk flap envelope yang diperluas ke arah bukal/ labial (Gans, 1972)

Gambar 69. Teknik pencabutan gigi hipersementosis (Gans, 1972)

5. KOMPLIKASI PENCABUTAN GIGI DENGAN PENYULIT

Pencabutan gigi dengan keadaan penyulit yang terlalu dipaksakan dan teknik yang salah sering menimbulkan komplikasi diantaranya fraktur alveolar, fraktur tuber maksila, perforasi sinus maksilaris, masuknya fragmen akar ke rongga sinus, perdarahan berlebihan, dan trauma nervus alveolaris, nervus mentalis atau lingualis (Howe, 1993, Pedersen, 1996, Peterson, 2003).

Fraktur Tulang Alveolar

Fraktur tulang alveolar dapat terjadi karena terjepitnya tulang alveolar secara tidak disengaja di antara ujung tang pencabut gigi atau konfigurasi dari akar gigi itu sendiri, bentuk dari tulang alveolar, atau adanya perubahan patologis dalam tulang itu sendiri. Pencabutan gigi kaninus terkadang disertai komplikasi fraktur tulang sebelah labial. Fraktur Tuber Maksila

Fraktur tuber maksila terjadi biasanya berhubungan dengan dekatnya letak tuberositas terhadap sinus, yang biasa terjadi bila terdapat gigi molar atas yang terisolasi, khususnya bila gigi memanjang/ turun. Geminasi patologis antara gigi molar kedua atas yang telah erupsi dengan gigi molal ketiga atas tidak erupsi bisa menjadi predisposisi.

Masuknya Fragmen Akar ke dalam Sinus

Komplikasi ini bisa terjadi jika ujung akar dekat dengan sinus atau rongga sinus yang besar, dan ujung akar yang bengkok. Biasanya terjadi pada akar gigi premolar dan molar atas, dan yang sering akar palatal. Pada kasus seperti ini pemakaian elevator dengan tenaga yang besar harus dihindari. Perdarahan yang berlebihanPerdarahan yang berlebihan terjadi jika pembuluh darah terpotong. Hal ini dapat terjadi karena trauma yang besar pada saat pencabutan dimana tulang yang terangkat mengoyak jaringan lunak sekitarnya. Juga dapat terjadi karena penggunaan bor yang mengenai kanalis mandibularis.

Trauma pada Nervus Alveolaris, Nervus Mentalis dan Lingualis

Trauma pada nervus ini bisa menimbulkan parestesi. Nervus lingualis dapat rusak oleh pencabutan traumatik gigi molar bawah dimana jaringan lunak lingual terjebak pada ujung tang, atau terkena bur selama pembuangan tulang. Nervus alveolaris atau mentalis dapat terkena trauma pada saat pembuatan flap atau pemakaian bur yang terlalu dalam dan tidak terkontrol, atau ujung akar bengkok mengenai kanalis mandibularis.

6. TERAPI OBAT DAN NASEHAT YANG DIBERIKAN PADA PASIEN

Instruksi untuk pasien setelah ektraksi: (Pedersen, Gordon W. 1996 dan Pedlar,2001)

Istirahat

Pasien diinstruksikan tidak melakukan aktivitas berat dan hanya diperbolehkan melakukan aktivitas ringan, seperti duduk di kursi nyaman atau berbaring.

Perawatan jaringan luka

Dalam perawatan jaringan luka dan pencegahaan penundaan penyembuhan jaringan pasien diistruksikan menggigit gauze pack pada posisi luka selama 30-60menit.

Ketidaknyamanan

Sesudah pencabutan, biasanya diikuti dengan rasa sakit, perdarahan, dan pembengkakan dalam berbagai tingkatan. Rasa sakit bisa diatasi dengan pemberian obat non-narkotik dan narkotik. Yang paling sering digunakan adalah aspirin dan asetaminofen, baik sendiri-sendiri maupun kombinasikan dengan kodein atau narkotik yang lain. Pemberian resep analgesic kombinasi non-narkotik/narkotik sebanyak 6-12 tablet yang diminum setiap 3-4 jam sekali dianggap cukup untuk kasus pencabutan tunggal. (Pedersen, Gordon W. 1996)

Perdarahan

Perdarahan pasca-pencabutan bisa dikontrol dengan baik dengan penekanan. Menggigit sponge atau menempatkan sponge diatas luka bekas cabutan. Tekanan dipertahankan untuk paling tidak selama 30 menit pasca pencabutan. Kalau sebelum 30 menit darah keluar lagi maka pemberian sponge bisa diulang sekali lagi. Adanya sedikit perdarahan kadang-kadang keluar selama 24 jam pertama sesudah pencabutan masih bisa dikatakan normal. Selain itu pasien diinstruksikan tidak meludah atau mengumpulkan ludah dan pasien juga tidak disarankan untuk meminum cairan dari sedotan karena dapat memicu pendarahan berlebih. (Pedersen, Gordon W. 1996) dan Pedlar, 2001)

Edema

Meskipun edema pasca-pencabutan biasanya tidak terlalu berat, tetapi perlu dicegah dengan aplikasi dingin. Kompres es atau potongan-potongan es dalam kantung plastic yang kemudian dibungkus sebuah atau dua buah handuk adalah metode yang tepat untuk aplikasi dingin. Selama 24 jam pertama pasca pencabutan, dianjurkan aplikasi dingin selama 30 menit. Pemberian minuman panas sebaiknya dihindari karena akan meningkatkan edema. (Pedersen, Gordon W. 1996)

Diet

Pasien diistruksikan hanya memakan makanan lunak yang dingin selama 12-24 jam setelah itu dapat memakan makanan yg sedikit lebih bertekstur untuk menghindari pendarahan dan terbukanya jahitan pasca operatif. (Pedlar, 2001)

Oral hygine

Pasien harus diinstruksikan untuk selalu menjaga kesehatan dan kebersihan gigi dan mulut karena hal ini merupakan faktor utama dalam menentukan masa penyembuhan jaringan, seperti menyikat gigi setelah 24 jam pasca operatif. (Pedlar, 2001)

Pembengkakan

Aplikasikan kompres es pada daerah operatif untuk 12 jam pertama pasca bedah guna mengontrol pembengkakan dan memberi rasa nyaman. (Pedlar, 2001)

Terapi vitamin

Pemberian vitamin B dan C pasca tindakan operatif dapat membantu dan membercepat penyembuhan terutama dalam meregeneresasi jaringan. (Pedlar, 2001)

Untuk mencegah kekakuan dan untuk merangsang sirkulasi, diperlukan latihan rahang. (Datarkar. A. N. 2007)Tabel: obat yang digunakan untuk mengontrol rasa sakit sesudah pencabutan gigi (Pedersen, 1996).

Daftar Pustaka1. Andersson, Lars dkk. 2010. Oral and Maxillofacial Surgery. Oxford: Wiley-Blackwell.2. Balaji, S. M. 2007. Textbook Oral & Maxillofacial Surgery. New Delhi: Elsevier.3. Datarkar. A. N. 2007. Exodontia Practice. Jaype Brothersmedical Published; New Delhi, India. 4. Dimitroulis G, 1997. A Synopsis of Minor Oral Surgery. Bostom : Linacre House. 5. Dym H., Ogle OE. 2001. Atlas of Minor Oral Surgery. Philadelphia, W.B. Saunders: Company. 6. Gans, BJ. 1972 . Atlas of Oral Surgery. St Louis : Mosby. 7. Howe, GE, 1993. Pencabutan Gigi Geligi, (The Extraction of teth), Alih Bahasa: Budiman, JA. Jakarta: EGC.

8. Hupp, James R. dkk. 2008. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery 5th Edition. St. Louis: Mosby Elsevier.9. Pedersen GW. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut (Oral Surgery), Alih Bahasa: Purwanto. Jakarta: EGC.

10. Pedlar, J. Frame, JW. 2001. Oral Maxillofacial Surgery. London: Churchill Livingstone. 11. Peterson LJ. 2003. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery, 4thed. St Louis: Mosby.

11