makalah ilmu kalam
DESCRIPTION
sebuah karya tulis kecil tentaang ilmu kalam islaam.. semoga bermanfaat untuk setiap pembaca.. thaanks!!TRANSCRIPT
ILMU KALAM
MU’TAZILAH
Di susun oleh:
Akhmad Adri Muzaka ( 113-12-139 )
TADRIS BAHASA INGGRIS
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SALATIGA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara harifiah kata mu’tazilah barasal dari I’tazilah yang berarti berpisah atau
memisahkan diri, yang berarti juga menjauh dan menjauhkan diri. Aliran mu’tazilah
merupakan aliran teologi islam yang terbesar dan tertua, yang telah memainkan peranan
penting dalam sejarah pemikiran dunia islam. Aliran mu’tazilah lahir kurang lebih pada
permulaan abad kedua di kota Basrah (Iraq).
Akan tetapi tidak semuanya memeluk aliran ini dengan segala keikhlasan. Ketidak
ikhlasan ini terutama dimulai sejak permulaan masa pemerintahan khilafat Umawi,
disebabkan karena khilafah-khilafah Umawi memonopoli segala kekuasaan negara kepada
orang-orang Islam dan bangsa Arab sendiri. Dalam hal ini maka akan dibahas mengenai
mu’tazilah lebih luas lagi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kemunculan aliran mu’tazilah?
2. Apa landasan pokok dari ajaran mu’tazilah?
C. Tujuan Penulisan
Tulisan ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai ajaran-ajaran Islam yang
berkembang di daerah Timur Tengah, setelah Rasulullah wafat. Salah satu ajaran tersebut
adalah mu’azilah. Penulis memberikan informasi mengenai awal kemunculan dan landasan
pokok dari ajaran mu’tazilah. Walaupun sedikit tetapi penulis berharap pembaca dapat
mengambil manfaat dari tulisan ini.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Asal Usul Ajaran Mu’tazilah
Sejarah munculnya aliran Mu’tazilah oleh para kelompok pemuja aliran Mu’tazilah tersebut
muncul di kota Basrah (Iraq) pada abad ke 2 Hijriyah, tepatnya pada masa pemerintahan
khalifah Abdul Malik Bin Marwan dan khalifah Hisyam Bin AbdulMalik. Pelopornya adalah
seorang penduduk Bashrah mantan murid Al-Hasan Al-Bashri yang bernama Washil bin ‘Atha Al-
Makhzumi Al-Ghozzal.
Secara umum, aliran Mu’tazilah melewati dua fase yang berbeda. Fase Abbasiyah (100 H - 237 M)
dan fase Bani Buwaihi (334 H). Generasi pertama mereka hidup di bawah pemerintahan Bani Umayah untuk
waktu yang tidak terlalu lama. Kemudian memenuhi zaman awal Daulah Abbasiyah dengan aktivitas,
gerak, teori, diskusi dan pembelaan terhadap agama, dalam suasana yang dipenuhi oleh pemikiran baru.
Dimulai di Basrah. Kemudian di sini berdiri cabang sampai ke Baghdad. Orang-orang Mu’tazilah Basrah
bersikap hati-hati dalam menghadapi masalah politik, tetapi kelompok Mu’tazilah Baghdad justru terlibat
jauh dalam politik. Mereka ambil bagian dalam menyulut dan mengobarkan pendapat bahwa “Al Qur’an
adalah makhluk”.
B. Pengambilan Nama Mu’tazilah
Mu’tazilah, secara etimologis bermakna: orang-orang yang memisahkan diri. Sebutan
ini mempunyai suatu kronologi yang tidak bisa dipisahkan dengan sosok Al-Hasan Al-Bashri,
salah seorang imam di kalangan tabi’in. Asy-Syihristani berkata: (Suatu hari) datanglah
seorang laki-laki kepada Al-Hasan Al-Bashri seraya berkata: “Wahai imam dalam agama,
telah muncul di zaman kita ini kelompok yang mengkafirkan pelaku dosa besar (di bawah
2
dosa syirik). Dan dosa tersebut diyakini sebagai suatu kekafiran yang dapat mengeluarkan
pelakunya dari agama, mereka adalah kaum Khawarij. Sedangkan kelompok yang lainnya
sangat toleran terhadap pelaku dosa besar (di bawah dosa syirik), Dan dosa tersebut tidak
berpengaruh terhadap keimanan. Karena dalam madzhab mereka suatu amalan bukanlah
rukun dari keimanan dan kemaksiatan tidak berpengaruh terhadap keimanan sebagaimana
ketaatan tidak berpengaruh terhadap kekafiran, mereka adalah kaum Murji’ah. Bagaimanakah
pendapatmu dalam permasalahan ini agar kami bisa menjadikannya sebagai prinsip (dalam
beragama)?”
Al-Hasan Al-Bashri pun berpikir sejenak dalam permasalahan tersebut. Sebelum
beliau menjawab, tiba-tiba dengan lancangnya Washil bin Atha’ berseloroh: “Menurutku
pelaku dosa besar bukan seorang mukmin, namun ia juga tidak kafir, bahkan ia berada pada
suatu keadaan di antara dua keadaan, tidak mukmin dan juga tidak kafir.” Lalu ia berdiri dan
duduk menyendiri di salah satu tiang masjid sambil tetap menyatakan pendapatnya tersebut
kepada murid-murid Hasan Al-Bashri lainnya. Maka Al-Hasan Al-Bashri berkata: “ ل� �ز� �ع�ت ا
و�اص�ل �ا Washil“ ”ع�ن telah memisahkan diri dari kita”, maka disebutlah dia dan para
pengikutnya dengan sebutan Mu’tazilah. Pertanyaan itu pun akhirnya dijawab oleh Al-Hasan
Al-Bashri dengan jawaban Ahlussunnah Wal Jamaah: “Sesungguhnya pelaku dosa besar (di
bawah dosa syirik) adalah seorang mukmin yang tidak sempurna imannya. Karena
keimanannya, ia masih disebut mukmin dan karena dosa besarnya ia disebut fasiq (dan
keimanannya pun menjadi tidak sempurna).” 1
Pendapat lain dikemukakan oleh Al-Baghdadi. Ia mengatakan bahwa Wasil dan
temannya, Amr bin Ubaid bin Bab, diusir oleh Hasan Al Basri dari majelisnya karena
adanya pertikaian diantara mereka tentang masalah qadar dan orang yang berdosa besar.
Keduanya menjauhkan diri dari Hasan Al Basri dan berpendapat bahwa orang yang berdosa
1 Al Syahrastani, Al Milal wa Al Nihal, Beirut : Dar al Fikr, hlm. 47-48
3
besar itu tidak mukmin dan tidak pula kafir. Oleh karena itu golongan ini dinamakan
Mu’tazilah.
C. Gerakan Kaum Mu’tazilah
Gerakan kaum Mu`tazilah pada mulanya memiliki dua cabang yaitu :
a. Di Basrah (Iraq) yang dipimpin oleh Washil Ibn Atha` dan Amr Ibn Ubaid
dengan murid-muridnya, yaitu Ustman bin Ath Thawil , Hafasah bin Salim dll.
Ini berlangsung pada permulaan abad ke 2 H. Kemudian pada awal abad ke 3 H
wilayah Basrah dipimpin oleh Abu Huzail Al-Allah (wafat 235), kemudian
Ibrahim bin Sayyar (211 H) kumudian tokoh Mu`tazilah lainnya.
b. Di Baghdad (iraq) yang dipimpin dan didirikan oleh Basyir bin Al-Mu`tamar
salah seorang pemimpin Basrah yang dipindah ke Bahgdad kemudian mendapat
dukungan dari kawan-kawannya, yaitu Abu Musa Al- Musdar, Ahmad bin Abi
Daud dll.
D. Landasan Pokok Ajaran Mu’tazilah
Dalam kitab Al-Intisar karya Abu Hassan Al-Kayyath “Tidak ada seorang pun yang
berhak mengaku sebagai penganut Mu`tazilah sebelum ia mengakui Al- Ushul Al- Khamsah (
lima landasan pokok ) yaitu Tauhid, Al - ‘Adl, Al- Wa`du Wal Wai`id, Al- Manzilah Baina
Manzilatain, dan Al Amr bi Al Ma’ruf wa Al Nahi an Al Munkar.
1. Tauhid
At-tauhid ( pengesaan Tuhan ) merupakan prinsip utama dan intisari ajaran
mu’tazilah. Sebenarnya, setiap mazhab teologis dalam islam memegang doktrin ini. Namun
bagi mu’tazilah, tauhid memiliki arti yang spesifik. Tuhan harus disucikan dari segala sesuatu
4
yang dapat mengurangi arti kemahaesaannya. Untuk memurnikan keesaan Tuhan, Mu’tazilah
menolak konsep Tuhan memiliki sifat-sifat. Konsep ini bermula dari founding father aliran ini, yakni
Washil bin ‘Atho. Ia mengingkari bahwa mengetahui, berkuasa, berkehendak, dan hidup adalah termasuk
esensi Allah. Menurutnya, jika sifat-sifat ini diakui sebagai kekal-azali, itu berarti terdapat “pluralitas yang
kekal” dan berarti bahwa kepercayaan kepada Allah adalah dusta belaka. Namun gagasan Washil ini tidak
mudah diterima. Pada umumnya Mu’tazilah mereduksi sifat-sifat Allah menjadi dua, yakni ilmu dan kuasa,
dan menamakan keduanya sebagai sifat-sifat esensial. Selanjutnya mereka mereduksi lagi kedua sifat dasar ini
menjadi satu saja, yakni keesaan. 2
2. Al – ‘Adl
Ajaran dasar Mu’tazilah yang kedua adalah al-adl, yang berarti Tuhan Maha Adil. Adil
ini merupakan sifat yang paling gamblang untuk menunjukkan kesempurnaan, karena Tuhan Maha
sempurna dia pasti adil. Faham ini bertujuan ingin menempatkan Tuhan benar-benar adil menurut
sudut pandang manusia. Tuhan dipandang adil apabila bertindak hanya yang baik dan terbaik.
Begitupula Tuhan itu adil bila tidak melanggar janjinya.
Dengan demikian Tuhan terikat dengan janjinya. Merekalah golongan yang
mensucikan Allah daripada pendapat lawannya yang mengatakan : bahwa Allah telah
mentaqdirkan seseorang itu berbuat maksiat, lalu mereka di azab Allah, sedang Mu’tazialah
berpendapat, bahwa manusia adalah merdeka dalam segala perbuatan dan bebas bertindak,
sebab itu mereka di azab atas perbuatan dan tindakannya. Inilah yang mereka maksud
keadilan itu. 3
2 Sharif (ed). 2004. Aliran-aliran Filsafat Islam. Bandung : Nuansa Cendekia, hlm. 213 Thahir Taib, Abd.Mu’in. 1986. Ilmu Kalam, Jakarta : Penerbit Widjaya, hlm.103
5
3. Al-Wa’ad wa al-Wa’id
Ajaran ini berisi tentang janji dan ancaman. Tuhan yang Maha Adil tidak akan melanggar
janjinya dan perbuatan Tuhan terikat dan di batasi oleh janjinya sendiri. Ini sesuai dengan
prinsip keadilan. Ajaran ketiga ini tidak memberi peluang bagi Tuhan selain
menunaikan janjinya yaitu memberi pahala orang yang ta’at dan menyiksa orang yang
berbuat maksiat, ajaran ini tampaknya bertujuan mendorong manusia berbuat baik dan tidak
melakukan perbuatan dosa.
4. A l-Manzilah bain Al-Manzilatain
Inilah ajaran yang mula-mula menyebabkan lahirnya mazhab mu’tazilah. Ajaran ini
terkenal dengan status orang mukmin yang melakukan dosa besar, seperti dalam sejarah,
khawarij menganggap orang tersebut kafir bahkan musyrik, sedangkan murji’ah berpendapat
bahwa orang itu tetap mukmin dan dosanya sepenuhnya di serahkan kepada Tuhan.
Menurut pandangan Mu’tazilah orang islam yang mengerjakan dosa besar yang sampai matinya
belum taubat, orang itu di hukumi tidak kafir dan tidak pula mukmin, tetapi diantara keduanya. Mereka
itu dinamakan orang fasiq, jadi mereka di tempatkan di suatu tempat diantara keduanya.4
5. Al Amr bi Al Ma’ruf wa Al Nahi an Al Munkar
Ajaran ini menekankan keberpihakan kepada kebenaran dan kebaikan. Ini merupakan
konsekuensi logis dari keimananan seseorang. Pengakuan keimanan harus dibuktikan dengan
perbuatan baik, diantaranya dengan menyuruh orang berbuat baik dan mencegahnya dari
kejahatan. Perbedaan mazhab Mu’tazilah dengan mazhab lain mengenai ajaran kelima ini
terletak pada tata pelaksanaanya. Menurut Mu’tazilah jika memang diperlukan kekerasan
dapat ditempuh untuk mewujudkan ajaran tersebut.
4 Ibid
6
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan :
Semua aliran dalam teologi Islam, baik Asy`ariah, Maturidiah, apalagi Mu`tazilah
sama-sama mempergunakan akal dalam menyelesaikan persoalan-persoalan teologi yang
timbul dikalangan umat Islam. Perbedaan yang terdapat antara aliran-aliran itu ialah
perbedaan dalam derajat kekuatan yang diberikan kepada akal. Kalau Mu`tazilah berpendapat
bahwa akal mempunyai daya yang kuat, Asy`ariah sebaliknya berpendapat bahwa akal
mempunyai daya yang lemah.
Semua aliran itu berpegang kepada wahyu, Dalam hal ini perbedaan yang terdapat
antara aliran-aliran itu hanyalah perbedaan dalam interpretasi mengenai teks ayat-ayat Al-
Quran dan hadist. Perbedaan dalam interpretasi inilah yang kemudian menimbulkan aliran-
aliran yang berlainan dalam kalangan umat Islam seperti yang tersebut diatas.
Mu`tazilah mempunyai lima ajaran dasar, perintah bernuat baik dan larangan berbuat jahat,
dianggap sebagai kewajiban bukan oleh kaum Mu`tazilah saja, tetapi oleh golongan-golongan
umat Islam lainnya.
7
DAFTAR PUSTAKA
Al Syahrastani, Al Milal wa Al Nihal, Beirut : Dar al Fikr
Sharif (ed). 2004. Aliran-aliran Filsafat Islam. Bandung : Nuansa Cendekia
Thahir Taib, Abd.Mu’in. 1986. Ilmu Kalam, Jakarta : Penerbit Widjaya
http://sumber-ilmu-islam.blogspot.com/2014/01/makalah-mutazilah-pengertian-asal-usul.html
http://www.slideshare.net/bayangsiankhari/69011339-makalahmutazilah.html
8